Disusun Oleh :
Jl. Kesambi No. 237 Drajat, Kec. Kesambi, Kota Cirebon 45134
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
Komnas Perempuan membuat kategorisasi berdasarkan ranah pribadi,
komunitas dan negara untuk menggambarkan bagaimana kekerasan terhadap
perempuan dapat terjadi dalam hubungan-hubungan kehidupan perempuan dengan
lingkungannya,baik di ruang pribadi, ruangkerja atau komunitas, di ruang publik
maupun negara. Melalui kategorisasi ini dapat menjelaskan ranah mana yang
paling berisiko terjadinya kekerasan terhadap perempuan.
- Pertama, Ini untuk Itu (quid pro quo) yaitu karyawan diharuskan
mentolerir pelecehan seksual sebagai imbalan atas pekerjaan, kenaikan
gaji atau tunjangan pekerjaan, atau promosi yang didapatnya atau untuk
menghindari hukuman.
- Kedua, lingkungan kerja yang tidak bersahabat (Hostile work
environment) yaitu perilaku yang menciptakan lingkungan kerja yang
yang mengintimidasi, bermusuhan, atau kasar terkait dengan perilaku
seksual yang mengganggu kemampuan karyawan untuk bekerja. Kekhasan
tersebut yang menyebabkan kekerasan seksual di lingkungan kerja tidak
banyak diungkap, selain ketergantungan korban akan keberlangsungan
pekerjaan dan penghasilannya.
Usia pelaku dan korban paling tinggi ada dikisaran usia 25-40 tahun.
Untuk usia korban baik di ranah personal dan komunitas terlihat merata ada di
seluruh rentang usia. Untuk pelaku konsentarasi jumlah terbanyak ada pada
rentang usia 25-60. Pendidikan terendah pelaku adalah Sekolah Dasar, sementara
untuk korban ada yang tidak sekolah, pendidikan tertinggi baik korban maupun
pelaku merupakan lulusan sekolah menengah atas. Hal tersebut menunjukkan
bahwa kekerasan terhadap perempuan banyak terjadi di usia produktif. kekerasan
seksual dengan paling banyak pelaku adalah teman dan pacar, terjadi dalam usia
dan latar belakang pendidikan yang sama.Data tentang latar belakang pendidikan
korban maupun pelaku di atas untuk menunjukkan bahwa kekerasan terhadap
perempuan dapat terjadi mulai dari berpendidikan rendah ataupun tinggi.
SISTEM RUJUKAN
1. Unit Pengaduan untuk Rujukan (UPR) yang didirikan sejak tahun 2005
untuk menerima pengaduan yang datang langsung maupun melalui
telepon, diperbaharui dengan menambahkan google form pengaduan
beradaptasi dengan pandemik COVID-19 per Maret 2020
2. Divisi Pemantauan yang menerima pengaduan lewat surat, surel, dan
media sosial.
Ranah Publik/Komunitas
Ranah Negara
KEKERASAN SEKSUAL
Kekerasan Seksual
KtP lainnya oleh Pejabat Publik terjadi pula dalam bentuk penganiayaan,
penghukuman dan penyiksaan. Perannya sebagai abdi negara, yang secara sosial
dan politis memiliki kuasa yang lebih tinggi, diperlihatkan dalam bentuk
penghukuman yang tidak manusiawi terhadap upaya pemenuhan hak warga (beras
raskin), upaya untuk menagih pemenuhan prestasi atau ketersinggungan dan
solidaritas negatif korps.
KRIMINALISASI KORBAN
Buruh Perempuan
KERENTANAN KHUSUS
Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan adalah hak yang tidak dapat
dikurangi dalam kondisi apapun. Konstitusi kita telah menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Namun, tindakan
diskriminatif terhadap anggota Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) masih terus
berlanjut. Perempuan dan anak-anak menjadi kelompok paling rentan terhadap
dampak kekerasan, ancaman penyerangan, pelarangan ibadah, ketidaktersediaan
rumah ibadah yang layak dan pendidikan agama dan moralitas anak-anaknya.
1. Perempuan yang kehilangan suami, saat ini menjadi orang tua tunggal bagi
anak-anak mereka
2. Trauma yang dialami perempuan khususnya salah satu isteri korban yang
meninggal, selama tiga minggu pasca kejadian hanya meminum air putih
karena tidak sanggup makan. Bantuan yang diterima juga tak sanggup
dibuka oleh korban, karena selalu teringat peristiwa yang mereka alami.
3. Perempuan juga kehilangan sumber-sumber penghidupannya karena
rumah mereka dibakar, uang untuk persiapan natal diambil, binatang
ternak yang mereka punya seperti ayam, bebek termasuk persediaan bahan
pokok makanan harus ditinggalkan di desa dan tidak bisa dibawa ke
tempat pengungsian.
KEMUNDURAN
Perdagangan Orang
Pemerintah menunjukan komitmennya untuk mengatasi perdagangan
orang. UU No. 21/2007 tentang “Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang”, juga dikenal sebagai UU Anti-Perdagangan Orang menandakan
komitmen Pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah perdagangan orang.
Definisi perdagangan orang sebagai: “suatu tindakan perekrutan, pengangkutan,
penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan orang dengan cara
mengancam atau menggunakan cara kekerasan, paksaan, penculikan, penipuan,
tipu muslihat, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau pemberian
bayaran atau keuntungan untuk mendapat persetujuan seseorang yang memiliki
kontrol terhadap orang lainnya, yang dilakukan di suatu negara atau dengan
negara lain untuk tujuan eksploitasi “.
Permasalahan Kebijakan
Bantuan untuk korban diperluas melalui Surat Perjanjian Bersama tahun 2002
antara Menteri KPPPA, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, dan Kepala
Kepolisian RI, yang menyediakan pengobatan dan perawatan fisik, dan psikologi
terpadu, pelayanan sosial dan hukum. Komnas Perempuan cukup berpengaruh
tetapi terhambat oleh terbatasnya kewenangan. untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang hak-hak perempuan, mempromosikan hak-hak korban untuk
mendapatkan pelayanan pemulihan dan rehabilitasi, dan advokasi kebijakan yang
lebih efektif untuk menangani kekerasan terhadap perempuan (lihat Boks 2.
Pemerintah telah mengakui masalah yang ada dan telah mengambil tindakan
untuk 4 hal: pencegahan, perlindungan, pemulihan dan penuntutan. Perhimpunan
BangsaBangsa Asia Tenggara (ASEAN) meluncurkan Buku Pedoman ASEAN
tengan Kerjasama Hukum Internasional dalam Kasus Perdagangan Orang yang
memberikan panduan langkah demi langkah untuk memproses kasus perdagangan
orang antar negara.