Anda di halaman 1dari 2

6.

Monyet yang Sombong dan Kura-Kura yang Rendah Hati


Kabar burung elang cepat tersiar. Bahwa kancil kalah balapan lari sama kura-kura! Kabar ini
terdengar juga oleh monyet. Masa, kancil kalah balap lari sama kura-kura? Aku lebih pintar dari
kancil! Apalagi kura-kura! Monyet pun bertekad untuk mencoba mengadu kepandaian dengan
kura-kura. Aku akan menantang kura-kura berlomba menanam pisang. Pohon pisang siapa yang
lebih cepat berbuah. Aku sudah tahu caranya!
Di pagi yang cerah, di pinggir sungai, seekor kura-kura sedang asyik melihat para petani sedang
menanam padi, ada juga yang sedang menanam pisang, jagung dan kacang panjang.
Datanglah seekor monyet yang ingin menjajal kepandaian kura-kura.
“Hai kura-kura, mari kita berlomba menanam pisang. Pohon pisang siapa nanti yang duluan
berbuah!”
“Untuk apa kita berlomba menanam pisang? Aku belum bisa dan belum pernah menanam
pisang,” jawab kura-kura.
“Katanya kamu menang balapan lari sama kancil? Sekarang mari kita berlomba menanam
pisang! Pokoknya kalau kamu kalah, kamu tidak boleh lagi muncul ke darat! Kamu hanya boleh
hidup di dalam sungai. Aku tidak akan kalah seperti kancil! Aku lebih pandai dari Kancil.
Bagaimana kura-kura, berani?” Monyet menantang kura-kura dengan sombongnya.
“Baiklah kalau begitu, besok kita mulai. Tuh disitu ada lahan kosong punya pak tani,” jawab
kura-kura.
Maka keesokan harinya seekor kura-kura dan seekor monyet kelihatan sedang sibuk membuat
lubang untuk ditanami pisang. Kura-kura menanam pohon pisang yang masih kecil, meniru pak
tani yang dilihatnya waktu menanam pisang. Anehnya yang ditanam monyet bukan pohonnya,
tetapi jantung pisangnya!
“Sudah selesai kura-kura? Kok lama sekali? Hahahahaha… menanamnya saja lama, kapan
berbuahnya?” Monyet mentertawakan kura-kura, mengejek.
“Lihat saja nanti!” jawab kura-kura sambil terus menimbun lubang yang sudah ada pohon
pisangnya.
Setelah selesai menanam jantung pisangnya, monyet ngeloyor pergi meninggalkan kura-kura
yang masih belum selesai merapihkan tanaman pohon pisangnya. Monyet merasa bahwa dia
pasti akan menang.
Sehari, dua hari, hampir tiap hari monyet dan kura-kura melhat tanaman pisang mereka. Monyet
merasa yakin sekali bahwa tanaman pisangnya yang akan cepat berbuah. Monyet berpikir bahwa
buah pisang keluar dari jantung pisang, kenapa harus pohonnya yang ditanam? Kalau langsung
jantungnya yang ditanam, berarti akan lebih cepat keluar buahnya. Monyet lupa bahwa jantung
pisang keluar dari pohon pisang!
Hampir tiap hari monyet mengejek kura-kura yang rajin menyirami pohon pisangnya, menyiangi
rumput-rumput yang tumbuh di sekitarnya, menggemburkan tanahnya. Disekelilingnya dipagari

5
mengerjakan amal soleh yang Engkau ridhai; dan masukkan aku dengan rahmat-Mu ke dalam
golongan hamba-hambaMu yang soleh. [An-Naml: 16-19]
Menurut sejumlah riwayat, pernah suatu hari Nabi Sulaiman as bertanya kepada seekor semut,
Wahai semut! Berapa banyak engkau perolehi rezeki dari Allah dalam waktu satu tahun?
Sebesar biji gandum, jawabnya.
Kemudian, Nabi Sulaiman memberi semut sebiji gandum lalu memeliharanya dalam sebuah
botol. Setelah genap satu tahun, Sulaiman membuka botol untuk melihat nasib si semut. Namun,
didapatinya si semut hanya memakan sebahagian biji gandum itu. Mengapa engkau hanya
memakan sebahagian dan tidak menghabiskannya? tanya Nabi Sulaiman. Dahulu aku
bertawakal dan pasrah diri kepada Allah, jawab si semut. Dengan tawakal kepada-Nya aku
yakin bahawa Dia tidak akan melupakanku. Ketika aku berpasrah kepadamu, aku tidak yakin
apakah engkau akan ingat kepadaku pada tahun berikutnya sehingga boleh memperoleh sebiji
gandum lagi atau engkau akan lupa kepadaku. Kerana itu, aku harus tinggalkan sebahagian
sebagai bekal tahun berikutnya.
Nabi Sulaiman, walaupun ia sangat kaya raya, namun kekayaannya adalah nisbi dan terbatas.
Yang Maha Kaya secara mutlak hanyalah Allah SWT semata-mata. Nabi Sulaiman, meskipun
sangat baik dan kasih, namun yang Maha Baik dan Maha Kasih dari seluruh pengasih hanyalah
Allah SWT semata. Dalam diri Nabi Sulaiman tersimpan sifat terbatas dan kenisbian yang tidak
dapat dipisahkan; sementara dalam Zat Allah sifat mutlak dan absolut.
Bagaimanapun kayanya Nabi Sulaiman, dia tetap manusia biasa yang tidak boleh sepenuhnya
dijadikan tempat bergantung. Bagaimana kasihnya Nabi Sulaiman, dia adalah manusia biasa
yang menyimpan kedaifan-kedaifannya tersendiri. Hal itu diketahui oleh semut Nabi Sulaiman.
Kerana itu, dia masih tidak percaya kepada janji Nabi Sulaiman ke atasnya. Bukan kerana
khuatir Nabi Sulaiman akan ingkar janji, namun khuatir Nabi Sulaiman tidak mampu
memenuhinya lantaran sifat manusiawinya. Tawakal atau berpasrah diri bulat-bulat hanyalah
kepada Allah SWT semata, bukan kepada manusia.

Anda mungkin juga menyukai