Anda di halaman 1dari 17

Referat

SCABIES

Oleh :

Pembimbing :
dr. Mainiadi, Sp.KK

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUDZA BANDA ACEH / RSUD LANGSA
2010

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN .......................................................... 3
2.1 Definisi ............................................................................................. 3
2.2 Etiologi ............................................................................................. 3
2.3 Cara Penularan.................................................................................. 3
2.4 Klasifikasi ......................................................................................... 4
2.5 Patogenesis ....................................................................................... 4
2.6 Manifestasi Klinis ........................................................................... 6
2.7 Pemeriksaan Penunjang.................................................................... 8
2.8 Diagnosis Banding ........................................................................... 9
2.9 Penatalaksanaan................................................................................ 9
2.10Pencegahan ...................................................................................... 11
2.11Prognosis ......................................................................................... 12
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 13
3.1 Kesimpulan ....................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 14

KATA PENGANTAR

2
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

“Scabies“.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar–besarnya kepada

pembimbing dr. Mainiadi , SpKK yang telah membimbing,memberi saran,dan kritik

sehingga terselesaikan tugas ini,juga kepada teman-teman dokter muda yang turut

membantu dalam pembuatan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena

itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis

harapkan dalam usaha mengembangkan kajian ini pada ruang lingkup yang lebih

luas dan analisis yang lebih tajam. Besar harapan penulis, tulisan ini bermanfaat

bagi semua yang berkesempatan membacanya.

Banda Aceh, November 2011

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

3
1.1 Latar Belakang

Skabies adalah penyakit kulit menular yang bersifat zoonosis dan disebabkan
oleh Sarcoptes Scabiei. Penyakit ini telah dikenal sejak lama, yaitu ketika Bonomo
dan Cestoni mampu mengilustrasikan sebuah tungau sebagai penyebab skabies pada
tahun 1689. Literatur lain menyebutkan bahwa skabies diteliti pertama kali oleh
Aristotle dan Cicero sekitar tiga ribu tahun yang lalu dan menyebutnya sebagai "lice
in the flesh".1
Sebanyak 300 juta orang per tahun di dunia dilaporkan terserang skabies.
Epidemi berlangsung dalam siklus 30 tahunan dengan selang 15 tahun antara suatu
akhir epidemi dan timbulnya yang baru yang biasanya berlangsung selama 15 tahun
juga. Penyakit ini tersebar luas di seluruh dunia terutama di daerah-daerah yang erat
kaitannya dengan lahan kritis, kemiskinan, rendahnya sanitasi dan status gizi, baik
pada hewan maupun manusia. Skabies dapat dimasukkan dalam PHS (Penyakit
akibat Hubungan Seksual). Kenaikan insiden skabies sejak tahun 1960-an sedikit
banyak sejalan dengan gonore dan lebih banyak pada pria seperti PHS lainnya serta
usia antara 20-30 tahun.2
Di Indonesia, kasus skabies cukup tinggi ketika zaman penjajahan Jepang
berlangsung. Penduduk kesulitan memperoleh makanan, pakaian dan sarana
pembersih tubuh pada saat itu, sehingga kasus scabies cepat menular dari anak-anak
hingga dewasa. Sebanyak 915 dari 1008 (90,8%) orang terserang skabies di Desa
Sudimoro, Kecamatan Turen, Malang dilaporkan oleh Poeranto tahun 1997.
Perbandingan penderita laki-laki dan perempuan adalah 83,7% : 18,3%. Data
penderita skabies yang terhimpun dari klinik Penyakit Kulit dan Kelamin, Rumah
Sakit Palang Merah Indonesia (RS PMI) Bogor dari tahun 2000 - 2004, masing-
masing enam belas pasien (2000); delapan belas pasien (2001); tujuh pasien (2002);
delapan pasien (2003) dan lima pasien (2004). Data-data di atas menunjukkan bahwa
penderita skabies di Indonesia masih cukup tinggi.1
Adanya beberapa kasus skabies pada manusia yang diduga tertular oleh ternak
atau hewan kesayangan menuntut kerjasama yang sinergis antara Dinas Kesehatan
dan Dinas Peternakan yang melibatkan dokter hewan, dokter manusia, para penyuluh

4
dan petugas karantina termasuk para peneliti . Faktor-faktor di atas menjadi tantangan
masa kini dan yang akan datang untuk mencegah penyebaran skabies semakin meluas
dan meminimalkan kasus-kasus skabies baik pada ternak maupun manusia terutama
di daerah endemik.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

5
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh investasi dan sensitisasi
terhadap terhadap Sarcoptes scabei var. hominis dan produknya.3

2.2 Etiologi

Sarcoptes scabiei var hominis berkembangbiak hanya pada kulit manusia.


Sarcoptes scabiei merupakan Arthropoda yang masuk ke dalam kelas Arachnida, sub
kelas Acari (Acarina), ordo Astigmata dan famili Sarcoptidae. Sarcoptes scabiei
merupakan tungau putih, kecil, transparan, berbentuk bulat agak lonjong,
punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau betina besarnya 2 kali
daripada yang jantan. Adapun jenis Sarcoptes scabei var. animalis yang kadang-
kadang bisa menulari manusia terutama bagi yang memelihara hewan peliharaan
seperti anjing1,3,4

Gambar 1. Morfologi Sarcoptes scabei.1

2.3 Cara Penularan


Penularan skabies pada manusia dapat melalui kontak langsung dengan
penderita (kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan
seksual. Penularan skabies pada manusia juga dapat secara tidak langsung melalui
pakaian, handuk, sprai dan barang-barang lainnya yang pernah digunakan oleh
penderita. Jumlah rata-rata tungau pada awal infestasi adalah sekitar lima sampai
sepuluh ekor. Tungau S. scabiei hidup dari sampel debu penderita, lantai, furniture
dan tempat tidur.1,3,8

6
2.4 Klasifikasi
Skabies dapat dibagi dalam 3 kategori, yaitu sebagai berikut:
1. Typical scabies (sedikit tungau, allergic component prominent)

2. Transient scabies (allergic component prominent, tungau menghilang dengan


cepat)

3. Crusted scabies (jumlah tungau yang sangat banyak).5

2.5. Patogenesis
Setelah terjadi perkawinan (kopulasi) biasanya tungau jantan akan mati,
namun kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang
digali oleh betina. Setelah tungau betina dibuahi, tungau ini akan membentuk
terowongan pada kulit sampai perbatasan stratum korneum dan stratum granulosum
dengan panjangnya 2-3 mm perhari serta bertelur sepanjang terowongan sampai
sebanyak 2 atau 4 butir sampai sehari mencapai 40-50 butir. Telur-telur ini akan
menetas dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki.
Larva tersebut sebagian ada yang tetap tinggal dalam terowongan dan ada yang
keluar dari permukaan kulit, kemudian setelah 2-3 hari masuk ke stadium nimfa yang
mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina dengan 4 pasang kaki. Waktu yang
diperlukan mulai dari telur menetas sampai menjadi dewasa sekitar 8-12 hari.3,4
Siklus hidup tungau paling cepat terjadi selama 30 hari dan selama itu juga
tungau-tungau tersebut berada dalam epidermis manusia. Tungau yang berpindah ke
lapisan kulit teratas memproduksi substansi proteolitik (sekresi saliva) yang berperan
dalam pembuatan terowongan dimana saat itu juga terjadi aktivitas makan dan
pelekatan telur pada terowongan tersebut. Tungau-tungau ini memakan jaringan-
jaringan yang hancur, namun tidak mencerna darah. Feses (Scybala) tungau akan
ditinggalkan di sepanjang perjalanan tungau menuju ke epidermis dan membentuk
lesi linier sepanjang terowongan.1,6

7
Gambar 2. Penularan Skabies.7

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau scabies, tetapi juga
oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi
terhadap sekreta dan ekskreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan
setelah infestasi. Sensitisasi terjadi pada penderita yang terkena infeksi scabies
pertama kali. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi,
ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.3

8
Apabila terjadi immunocompromised pada host, respon imun yang lemah akan
gagal dalam mengontrol penyakit dan megakibatkan invasi tungau yang lebih banyak
bahkan dapat menyebabkan crusted scabies. Jumlah tungau pada pasien crusted
scabies bisa melebihi 1 juta tungau.6

2.6 Manfestasi Klinis

Ketika seseorang terinfestasi oleh scabies untuk yang pertama kalinya, gejala
biasanya tidak Nampak hingga mencapai 2 bulan kemudian (2-6 minggu) setelah
terinfestasi. Namun bagaimanapun, seseorang yang terinfestasi masih bisa
menyebarkan scabies ini kepada orang lain. Jika seseorang telah pernah menderita
scabies sebelumnya, gejala akan muncul dengan segera (1-4 hari) setelah terekspos.
Seseorang yang terinfestasi scabies juga dapat menularkan penyakitnya, walaupun
mereka tidak memiliki gejala lagi. Hal ini berlaku sampai scabies pada penderita
tersebut diberantas beserta tungau dan telur-telurnya.7

Diagnosis skabies dapat ditegakkan dengan menemukan 2 dari 4 tanda


cardinal sebagai berikut:

1. pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab. Gejala ini adalah
yang sangat menonjol.3
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu juga
dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar
tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal
keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena. Walaupun
mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini
bersifat sebagai pembawa (carrier).3
3. Adanya terowongan (kanalikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-
rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel.

9
Jika timbul infeksi sekunder, ruam kulitnya menjadi polimorf (pustule,
ekskoriasi dan lain-lain). Umumnya tempat predileksi tungau adalah lapisan
kulit yang tipis, seperti di sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku
bagian luar, lipatan ketiak depan, pinggang, punggung, pusar, dada termasuk
daerah sekitar alat kelamin pada pria dan daerah periareolar pada wanita .
Telapak tangan, telapak kaki, wajah, leher dan kulit kepala adalah daerah
yang sering terserang tungau pada bayi dan anak-anak.1,3
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik.3

Gambar 2. Ruam pada scabies.1

Gambar 3. Kanalikuli pada Scabies.1


2.7 Pemeriksaan Penunjang
Untuk menemukan tungau dapat dilakukan dengan beberapa cara:
1. Kerokan kulit dapat dilakukan di daerah sekitar papula yang lama maupun
yang baru. Hasil kerokan diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan
KOH 10% kemudian ditutup dengan kaca penutup dan diperiksa di bawah

10
mikroskop. Diagnosis scabies positif jika ditemukan tungau, nimpa, larva,
telur atau kotoran S. scabiei. 1

2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung pada kertas putih
kemudian dilihat dengan kaca pembesar.3
3. Dengan membuat biopsy irisan, yaitu lesi dijepit dengan 2 jari kemudian
dibuat irisan tipis dengan pisau kemudian diperiksa dengan mikroskop
cahaya.3
4. Dengan biopsy eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan Hematoxylin
Eosin.3

Tes tinta pada terowongan di dalam kulit dilakukan dengan cara menggosok
papula menggunakan ujung pena yang berisi tinta. Papula yang telah tertutup dengan
tinta didiamkan selama dua puluh sampai tiga puluh menit, kemudian tinta diusap/
dihapus dengan kapas yang dibasahi alkohol. Tes dinyatakan positif bila tinta masuk
ke dalam terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis zig-zag.1
Strategi lain untuk melakukan diagnosis scabies adalah videodermatoskopi,
biopsi kulit dan mikroskopi epiluminesken. Videodermatoskopi dilakukan
menggunakan sistem mikroskop video dengan pembesaran seribu kali dan
memerlukan waktu sekitar lima menit. Umumnya metode ini masih dikonfirmasi
dengan basil kerokan kulit. Pengujian menggunakan mikroskop epiluminesken
dilakukan pada tingkat papilari dermis superfisial dan memerlukan waktu sekitar lima
menit serta mempunyai angka positif palsu yang rendah. Kendati demikian, metode-
metode diagnosis tersebut kurang diminati karena memerlukan peralatan yang mahal.

2.8 Diagnosis Banding


Penyakit skabies juga ada yang menyebutnya sebagai the great imitator
karena dapat mencakup hampir semua dermatosis pruritik berbagai penyakit kulit
dengan keluhan gatal. Adapun diagnosis banding yang biasanya mendekati adalah
prurigo, pedikulosis corporis, dermatitis dan lain-lain.2,3

2.9 Penatalaksanaan

11
Pilihan obat scabisida harus memperhitungkan efektivitas dan toksisitas.
Penatalaksanaan juga harus melibatkan orang-orang yang berhubungan dekat atau
pasangan seksual. Adapun syarat obat yang ideal adalah yang efektif terhadap semua
tungau, tidak menimbulkan iritasi, tidak bersifat toksik, tidak berbau, tidak kotor,
tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya pun relatif
murah.2,3
Pengobatan standar skabies pada manusia yang sering diberikan adalah bensil
bensoat, crotamiton, lindan, permetrin, dan ivermectin . Wendel dan Rampalo (2002)
melakukan tinjauan tingkat kesembuhan penderita skabies dengan berbagai macam
obat seperti yang ditunjukkan pada table berikut.1,8

Tabel 1. Tinjauan Tingkat Kesembuhan Skabies dengan Berbagai Macam Obat. 1

Kombinasi antara bensil bensoat memberikan tingkat kesembuhan mencapai


100%. Bensil bensoat 25% dikenal juga dengan nama "Balsem Peru" dan telah
digunakan sekitar 65 tahun yang lalu. Obat ini diaplikasikan dengan cara dioles pada
kulit yang terserang skabies dan dibiarkan hingga 24 jam. Efek samping bensil
bensoat yang dilaporkan adalah timbulnya diare dan iritasi kulit pada menit pertama
pasca pengolesan. Bensil bensoat dianjurkan untuk diencerkan apabila digunakan
oleh penderita skabies pada anak dan dewasa yang kulitnya sensitif. 1,3
Crotamiton 10% (Eurax) adalah obat scabies yang cukup aman bagi anak
dengan efek samping yang minimal. Obat ini mempunyai dua efek yaitu sebagai
antiskabies dan antupruritik. Obat ini harus dijauhkan dari mata, mulut dan uretra. 1,3

12
Gamma benzene hexachloride 1% adalah insektisida organofosfat untuk
pengobatan skabies dengan tingkat kesembuhan mencapai 96 - 98%. Obat ini
mempengaruhi sistem saraf dan terbukti berbahaya bagi janin dan anak bahkan dapat
menyebabkan terjadinya idiosyncratic aplastic anemia. Oleh karena itu, lindan tidak
dianjurkan untuk digunakan ibu hamil, ibu menyusui, anak di bawah umur dua tahun
dan penderita dengan dermatitis yang luas termasuk penderita dengan gangguan
syaraf. Lindan tidak dianjurkan setelah mandi dengan air hangat karena kulit masih
mengalami vasodilatasi sehingga penyerapan berjalan cepat dan sangat
membahayakan. Resistensi S. scabiei secara in vitro dan in vivo terhadap lindan telah
dilaporkan oleh Hernandez (1983) dan Chosidow (2000). Lindan dilarang beredar di
beberapa negara termasuk Australia karena efek samping yang membahayakan bagi
pengguna.1
Adanya efek samping terhadap lindan, pengobatan diarahkan pada
penggunaan permetrin 5% (Lyclear). Obat ini terbilang lebih mahal dari obat skabies
di atas dan banyak digunakan di Australia, United Kingdom dan Amerika selama
lebih dari dua puluh tahun. Dosis tunggal yang digunakan mempunyai efek yang
mirip dengan lindan, yaitu memberikan kesembuhan sekitar 97,8%. Efek permetrin
dilaporkan lebih balk daripada crotamiton dan sebaiknya dibiarkan selama delapan
sampai sepuluh jam berada di kulit, kemudian dapat dicuci. Pengobatan dapat diulang
dalam waktu satu minggu. Obat ini dilaporkan lebih aman khususnya bagi anak-anak,
tidak menyebabkan reaksi silang dengan kulit, tetapi dapat menyebabkan diare dan
kejang-kejang.1,3,8
Ivermectin adalah antibiotik lakton makrosiklik dari kelompok avermectin
yang diisolasi dari bakteri Streptomyces avermectalis. Obat ini menunjukkan
spektrum yang luas untuk parasit baik arthropoda maupun nematoda dan telah banyak
digunakan untuk pengobatan skabies pada hewan serta manusia. Dosis tunggal
ivermectin 200 tg/kg mampu menyembuhkan skabies pada penderita HIV dan skabies
krustasi. Selain khasiatnya sebagai anti skabies, ivermectin juga dilaporkan efektif
untuk mengurangi kejadian infeksi sekunder karena bakteri Streptococcus pyoderma
yang menyertai skabies. Efek samping yang ditimbulkan setelah pengobatan adalah
sakit perut dan muntah serta hipotensi (tekanan darah menurun). Ruam-ruam merah

13
akan meningkat pada tiga hari pertama pascapengobatan juga sering dialami
penderita scabies. Ivermectin tidak dianjurkan untuk ibu hamil dan anak dengan
bobot badan kurang dari lima belas kilogram.1
Obat alternatif lainnya adalah presipitasi sulfur 6% di dalam petrolatum . Obat
ini dilaporkan aman bagi ibu hamil, ibu menyusui dan anak yang berumur kurang dari
dua tahun . Penggunaan sulfur 6% setiap malam selama tiga kali berturut-turut dan
membilasnya setelah 24 jam, memberikan hasil yang memuaskan. Namun demikan,
obat ini kurang diminati karena meninggalkan noda dan kotor serta bau yang
menyengat.1,3

2.10 Pencegahan
Diagnosis dini dan penatalaksanaan dengan scabisida yang efektif untuk
penderita dan kontak seksual/ rumah tangga merupakan kunci pencegahan.
Pencegahan skabies pada manusia dapat dilakukan dengan cara menghindari kontak
langsung dengan penderita dan mencegah penggunaan barang-barang penderita
secara bersama-sama. Pakaian, handuk dan barang-barang lainnya yang pernah
digunakan oleh penderita harus diisolasi dan dicuci dengan air panas . Pakaian dan
barang-barang asal kain dianjurkan untuk disetrika sebelum digunakan . Sprai
penderita harus sering diganti dengan yang baru maksimal tiga hari sekali . Benda-
benda yang tidak dapat dicuci dengan air (bantal, guling, selimut) disarankan
dimasukkan ke dalam kantung plastik selama tujuh hari, selanjutnya dicuci kering
atau dijemur di bawah sinar matahari sambil dibolak batik minimal dua puluh menit
sekali.1,2
Kebersihan tubuh dan lingkungan termasuk sanitasi serta pola hidup yang
sehat akan mempercepat kesembuhan dan memutus siklus hidup S. scabiei.
Umumnya, penderita masih merasakan gatal selama dua minggu pascapengobatan.
Kondisi ini diduga karena masih adanya reaksi hipersensitivitas yang berjalan relatif
lambat. Apabila lebih dari dua minggu masih menunjukkan gejala yang sama, maka
dianjurkan untuk kembali berobat karena kemungkinan telah terjadi resistensi atau
berkurangnya khasiat obat tersebut. Kegagalan pengobatan pada skabies krustasi

14
secara topikal diduga karena obat tidak mampu berpenetrasi ke dalam kulit akibat
tebalnya kerak.1

2.11 Prognosis
Keberhasilan pengobatan skabies dan pemberantasan penyakit tersebut
tergantung pada pemilihan efektif, pemakaian obat yang benar, serta menghilangkan
faktor predisposisi.3

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Skabies adalah penyakit kulit menular yang bersifat zoonosis dan disebabkan
oleh tungau Sarcoptes scabiei. Penyakit ini tersebar luas di seluruh dunia terutama
pada daerah-daerah yang erat sekali kaitannya dengan lahan kritis, kemiskinan,
rendahnya sanitasi dan status gizi, baik pada hewan maupun manusia . Penularan
skabies terjadi melalui kontak langsung dan tidak langsung. Akibat infestasi tungau
pada kulit menyebabkan rasa gatal yang hebat sampai timbulnya eritrema, papula dan

15
vesikula hingga terjadi kerusakan kulit. Diagnosis skabies dilakukan dengan melihat
gejala klinis yang dikonfirmasi dengan ditemukannya telur, feses, dan tungau pada
kerokan kulit penderita. Diagnosis dini dan penatalaksanaan dengan scabisida yang
efektif untuk penderita dan kontak seksual/ rumah tangga merupakan kunci
pencegahan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wardhana, AH. Skabies: Tantangan Penyakit Zoonosis Masa Kini dan Masa
Datang. 2006. Bogor: Balai Penelitian Veteriner.

2. Herman, MJ. Cermin Dunia Kedokteran: Penyakit Hubungan Seksual Akibat


Jamur, Protozoa dan Parasit. 2001. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Farmasi - Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan Rl.

3. Djuanda, adhi. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 2007. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

16
4. Tim Penyusun Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Pedoman
Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 2005. Surabaya:
Airlangga University Press.

5. Speare, Richard. Advice on Scabies Diagnosis and Management. The SA


Department of Health: James Cook University
6. Cordoro, KM. Dermatologic Manifestations of Scabies. 2009. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article. Last Updated: 25 November 2011.
7. Centers for Disease Control and Prevention. Parasites Scabies. 2010.
Available at: http://www.cdc.gov/. Last updated: 25 November 2011.
8. Chosidow,O. Scabies, New England Journal of Medicine. 2006. Available
from: http://content.nejm.org/cgi/content/full/354/16/1718. Last Updated: 25
November 2011.

17

Anda mungkin juga menyukai