Ketika Matematika Jadi Ibu | i
Ketika Matematika Jadi Ibu
Penulis: Siska Yulia Rahmi
ISBN 978-623-217-767-3
Editor: Istiqomah
Penata Letak: @timsenyum
Desain Sampul: @kholidsenyum
Copyright © Pustaka Media Guru, 2020
vi, 36 hlm, 14,8 x 21 cm
Cetakan Pertama, Juni 2020
Diterbitkan oleh
CV. Pustaka MediaGuru
Anggota IKAPI
Jl. Dharmawangsa 7/14 Surabaya
Website: www.mediaguru.id
Dicetak dan Didistribusikan oleh
Pustaka Media Guru
Hak Cipta Dilindungi Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta, PASAL 72
Kata Pengantar
S
egala puji dan syukur ke hadirat Allah Swt yang
senantiasa melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, dan
inayah‐Nya, sehingga penulis dapat merampungkan
buku berjudul Ketika Matematika Jadi Ibu. Solawat dan salam
untuk Baginda Rasulullah SAW seorang hamba Allah yang tak
pernah berhenti belajar dan menebarkan kebaikan. Utusan
mulia yang Allah Swt tegaskan dalam Alquran sebagai ramat
bagi alam semesta.
Jazakumullah khairan kepada orangtua dan saudara yang
selalu menjadi sumber inspirasi untuk berbuat lebih melalui
kasih sayang yang diberikan. Ucapan terima kasih yang sama
untuk segenap panitia dan teman‐teman dari MWC
Kabupaten Labuhanbatu. Semoga kita senantiasa diberi
kesempatan dan semangat untuk memberikan karya terbaik
sebagai salah satu bukti cinta pada dunia pendidikan.
Buku Ketika Matematika Jadi Ibu disusun dengan harapan
memberikan warna berbeda di tengah banyaknya buku
matematika bertajuk materi matematika sekolah yang
menitikberatkan bahasannya pada kemampuan kognitif.
Matematika mengajarkan banyak hal kepada kita sebagai
bekal dalam melakukan dan menampilkan yang terbaik
Ketika Matematika Jadi Ibu | iii
sebagai pribadi berkarakter sehingga kita siap dalam
menghadapi segala permasalahan yang datang.
Bagian pertama dalam buku ini memaparkan berbagai
keluhan siswa terhadap pembelajaran matematika. Di bagian
yang sama penulis menyampaikan bahwa keluhan tersebut
tidak salah, namun tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak
menyukai pelajaran wajib di setiap jenjang pendidikan
tersebut. Tentu bukan tanpa alasan, tetapi karena manfaat
dari mempelajari matematika jauh lebih besar dibandingkan
dengan keluhan‐keluhan yang dirasakan.
Pada bagian kedua, diberikan beberapa contoh pesan
moral yang disampaikan matematika melalui definisi, aturan‐
aturan, dan operasi matematika. Pada bagian ini diharapkan
agar pembaca sudah memiliki pandangan baru terhadap
matematika, bahwa matematika hadir layaknya ibu bagi anak‐
anaknya. Selanjutnya, bukan hal yang mustahil
mengharapkan rasa cinta terhadap matematika akan tumbuh
pada bagian ini.
Setelah berhasil mengubah persepsi dan menimbulkan
rasa cinta terhadap matematika, maka pada bagian akhir
pembaca diajak untuk menyambut matematika sebagai “guru
kehidupan benama ibu”. Hal ini dilakukan dengan harapan
lahirnya matematikawan sejati dengan karakter yang mampu
mengantarkannya menjadi manusia Indonesia yang memiliki
kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara, serta
mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia (sesuai dengan
tujuan pendidikan pada Kurikulum 2013).
iv | Siska Yulia Rahmi
Akhir kata, semoga buku ini menjadi sumber inspirasi bagi
kita untuk belajar tanpa henti dan menebarkan kebaikan pada
sesama. Selamat membaca, salam literasi!
Rantauprapat, 01 Ramadhan 1440 H
6 Mei 2019 M
Siska Yulia Rahmi, M.Pd.
Ketika Matematika Jadi Ibu | v
Daftar Isi
Kata Pengantar .......................................................................... iii
Daftar Isi ..................................................................................... vi
Ya, tapi Tidak Sepenuhnya Benar............................................... 1
A. Keluhan, Banarkah? ......................................................... 1
B. Ya, Tapi Tidak Sepenuhnya Benar ................................. 3
C. Matematika Penting, STOP Beralasan! ......................... 4
Ketika Matematika Jadi Ibu ....................................................... 7
A. Matematika Jadi Ibu, Bagaimana Bisa? ......................... 7
B. Ibu yang Baik Itu… ......................................................... 8
C. To Be Continue… .......................................................... 22
Assalamualaikum Ibu Hebat, Akulah Matematikawan Sejati 23
A. Welcome Ibu Hebat ....................................................... 23
B. Akulah Matematikawan Sejati ..................................... 24
Daftar Rujukan ......................................................................... 34
Profil Penulis ............................................................................ 35
vi | Siska Yulia Rahmi
Ya, tapi
Tidak Sepenuhnya Benar
A. Keluhan, Banarkah?
Matematika itu sulit, setiap masuk kelas matematika yang
kami lakukan hanya mengerjakan soal‐soal yang membuat
pusing. Ditambah lagi di sekolahku jam pelajaran matematika
tidak selalu dibuat pagi hari. Ada lagi kasus lain, mata
pelajaran matematika diletakkan pada jam kedua setelah jam
pelajaran olahraga. Alhasil, kami memulai pelajaran
matematika dengan nafas terengah dan keringat yang belum
sepenuhnya kering dari tubuh lelah kami. Haruskah kami
minta Bapak Menteri Pendidikan membuat kebijakan terkait
penempatan jam pelajaran matematika?
Matematika itu sulit. Tidak semua materi yang dipelajari
dalam matematika kami gunakan secara langsung dalam
kehidupan sehari‐hari. Sehingga ketika belajar di kelas
matematika serasa kami masuk ke ruang asing yang terisolasi.
Jauh dari kata nyaman dan bersahabat. Mungkinkah kami
gunakan matematika saat bermain di lapangan sekolah?
Matematika itu sulit. Guru kami menjelaskan materi
dengan tempo yang cepat, mungkin sesuai dengan
kecepatannya dalam memahami materi sulit tersebut.
Kecepatan itu dilengkapi dengan raut muka yang galak dan
jarang senyum. Hal itu menimbulkan rasa takut dan
kekahawatiran, bahwa hanya menunggu waktu senyum kami
Ketika Matematika Jadi Ibu | 1
pun bisa lenyap ditelan oleh matematika. Waah… ini bagian
tersulitnya, bagaimana cara kami mengkomunikasikannya
dengan guru kami?
Matematika itu sulit. Kesulitan tidak hanya kami rasakan
di kelas, namun harus kami bawa sampai ke rumah. Karena
oleh‐oleh yang kami bawa pulang setelah belajar matematika
di sekolah adalah tugas atau pe‐er yang lumayan banyak.
Bolehkah kami mengosongkan lembar jawabannya saja?
Pernyataan‐pernyataan di atas mewakili keluhan
sebagian besar siswa terhadap mata pelajaran matematika.
Walaupun ada juga siswa yang menyenangi mata pelajaran
tersebut, namun tidak sedikit dari mereka yang justru
sependapat dengan pernyataan‐pernyataan yang bernada
keluhan di atas. Tidak sulit menyimpulkan hal tersebut, cukup
dengan melihat raut wajah mereka yang tampak lebih cerah
manakala jam pelajaran matematika tersita oleh kegiatan
upacara bendera, rapat guru, dan agenda lainnya.
Tidak ada yang salah dengan pernyataan‐pernyataan
tersebut, karena itu adalah keluhan yang memang perlu
disampaikan untuk menyuarakan rasa dan pikiran mereka
tentang matematika. Karena jika keluhan tersebut tidak
disampaikan, maka tidak akan pernah ada solusi yang bisa
ditawarkan. Jadi, dari sudut pandang tertentu mereka benar.
Ya, tapi tidak sepenuhnya benar.
Lantas, apa yang harus dilakukan?
Jawabannya mudah:
- Berhenti mengeluh
- Belajar lagi‐belajar terus
- Perbaiki sebelum terlamat
2 | Siska Yulia Rahmi
B. Ya, Tapi Tidak Sepenuhnya Benar
Tidak ada yang bisa menyalahkan ketika seseorang
menyampaikan pandangannya tentang segala
sesuatu. Akan tetapi, setiap orang dapat
mengomentari sudut pandang yang digunakan
orang lain.
Pernyatan‐pernyataan bernada keluhan pada bagian
sebelumnya memperlihatkan tentang kecenderungan kita
mencari alasan untuk membenarkan sesuatu. Namun
sayangnya, kita sering mencari alasan yang bersumber dari
luar dan mengabaikan alasan‐alasan internal yang bersumber
dari diri sendiri. Seperti halnya alasan mengatakan bahwa
matematika sulit, kita justru menyalahkan kecepatan
menjelaskan materi dan raut muka guru, penempatan jam
pelajaran yang tidak proporsional, materinya yang tidak
relevan, tugas yang menumpuk, dan berbagai alasan lainnya.
Padahal tanpa disadari, justru kitalah yang menjadi
penghambat terbesar untuk diri masing‐masing.
“Kau sendirilah penghambat terbesarmu, maka
bangkitlah lebih tinggi darimu...” (Al Hafidz, Sufi Persia).
Dengan menyadari dan mengakui bahwa penghambat
terbesar adalah diri sendiri, maka bangkit harusnya tidak
menjadi hal yang sulit bagi kita.
- persepsi tentang sulitnya matematika yang kemudian
menimbulkan rasa tidak suka terhadap pelajaran
tersebut bisa diubah dengan mudah, cukup dengan
mencintainya.
- dan mencintai bukan merupakan hal yang sulit
dilakukan, cukup dengan mengenalnya.
Ketika Matematika Jadi Ibu | 3
Oleh karena itu, tugas kita saat ini adalah berkenalan
dengan matematika.
“Tak kenal maka ta’aruf,” benarkan?
Sumber:
https://slideplayer.info/slide/13667612/84/images/1/APA+ITU+TA%E2%80
%99ARUF+Secara+bahasa+ta+aruf+bisa+bermakna+%E2%80%98berken
alan%E2%80%99+atau+%E2%80%98saling+mengenal%E2%80%99..jpg
Apa itu matematika?
Seberapa penting kita belajar matematika?
C. Matematika Penting, STOP Beralasan!
Matematika,
What and Why?
Pada kesempatan ini, kita tidak akan membahas definisi
matematika secara etimologi. Karena, mengetahui definisi
tanpa memahami makna tidak akan memberikan dampak
yang signifikan terhadap perubahan pandangan seseorang.
4 | Siska Yulia Rahmi
Oleh karena itu, mari kita lihat pendapat beberapa ahli
tentang matematika:
- “Without mathematics there is no art” (Luca Pacioli).
- “If there is a God, He’s a great mathematician” (Paul
Dirac).
- “Mathematics is the language in which God writen the
universe” (Galileo Galilei).
- “Go down deep enough into anything and you will find
mathematics” (Dean Schlicter).
Setelah membaca pendapat beberapa ahli di atas, tentu
bukan hal yang sulit bagi kita untuk memahami alasan kenapa
sejauh ini matematika masih tetap dijadikan sebagai salah
satu mata pelajaran wajib di semua tingkat pendidikan.
Bahkan, matematika menjadi parameter kelulusan siswa
dengan mengikut sertakannya sebagai salah satu mata
pelajaran yang di‐UN kan.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Budi Manfaat dalam
bukunya “Membumikan Matematika” bahwa “Sangat
beralasan jika matematika menjadi pelajaran wajib di sekolah,
sejajar dengan pelajaran baca‐tulis dan bahasa.” Dalam
bahasan khusus, ia menjelaskan empat alasan kenapa
matematika diajarkan (matematika sepenting baca‐tulis,
sepintar‐pintar guru nalar, seindah seni, dan sebaik budi
pekerti).
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) 2000
melalui buku Principles and Standards for School Mathematics
juga menjabarkan tentang kebutuhan terhadap matematika
di dunia yang selalu berubah. Dalam buku tersebut dijelaskan
beberapa contoh kebutuhan akan matematika, antara lain:
Ketika Matematika Jadi Ibu | 5
“Mathematics for life, mathematics as a part of cultural
heritage, mathematics for the workplace, mathematics for the
scientific and technical community.”
Pentingnya matematika juga dijabarkan oleh Jujun S.
Suriasumantri dalam bukunya yang berjudul “Filsafat Ilmu”.
Dia mejelaskan bahwa matematika merupakan salah satu
sarana/alat berfikir ilmiah. Kita tentu sepakat bahwa berfikir
ilmiah merupakan hal penting dalam rangka memperoleh
pengetahuan. Bukankah sejarah telah mencatat bahwa Nabi
Ibrahim As “menemukan” Tuhan melalui kemampuan berfikir
ilmiahnya?
Jabaran di atas hanya sebagian kecil dari segudang alasan
betapa pentingnya matematika. Setelah memahami
pentingnya matematika, tentu kita tidak patut lagi
menghindari matematika hanya karena alasan “sepele” yang
bahkan oleh sebagian orang mampu dikalahkan dengan
mudah. So, mari pelajari matematika dengan baik dan
rasakan apa yang akan kita dapatkan darinya.
6 | Siska Yulia Rahmi
Ketika Matematika Jadi Ibu
A. Matematika Jadi Ibu, Bagaimana Bisa?
Matematika?
Ibu???
Tentu saja kalimat tersebut hanya majas, bukan makna
sebenarnya. Siapa yang tidak kenal dengan wanita hebat
bernama ibu. Ibu yang dengan senang hati mengorbankan
segala yang dimiliki demi kebahagiaan putra putrinya, ibu
yang tak pernah lelah berbuat untuk memberikan
kenyamanan bagi sang buah hati, ibu yang tak pernah bosan
memberikan wejangan demi kebaikan anak tercinta dalam
hidup dan kehidupan setelahnya, dan ia wanita hebat yang
dicintai dengan segala kelebihan dan kekurangannya, karena
ia bernama IBU.
Lantas, bagaimana bisa matematika menjadi ibu?
Erman Suherman dalam bukunya “Strategi Pembelajaran
Matematika Kontemporer” menyebutkan bahwa matematika
sebagai ratu atau ibunya ilmu berarti bahwa matematika
berperan sebagai sumber perkembangan bidang ilmu lainnya.
Hal ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dimaksud oleh
pendahulunya, Roger Bacon. Nah, dari sini kita tau bahwa
istilah matematika menjadi ibu bukanlah hal baru dalam dunia
pendidikan. Namun, makna “Ibu” yang akan kita bahas di sini
mengambil sudut pandang yang berbeda dengan pendapat di
atas. Karena dalam bahasan kita ini, matematika bukan
Ketika Matematika Jadi Ibu | 7
dipandang sebagai sarana perkembangan, melainkan sebagai
ibu kehidupan.
B. Ibu yang Baik Itu…
Ibu adalah tonggak keluarga, karena darinyalah lahir
generasi‐generasi yang hebat dan luar biasa. Namun sebelum
melahirkan generasi‐generasi hebat, maka terlebih dahulu ia
harus menjadi hebat. Dan ibu yang hebat adalah ia yang bisa
memberi teladan bagi putra‐putrinya, menasihati bahkan
dalam diamnya.
Keteladanan justru memiliki efek yang lebih besar dalam
perubahan sikap seseorang bila dibandingkan dengan doktrin
atau perintah. Oleh karena itu, berilah teladan melalui
ucapan, perbuatan, bahkan melaui diammu, hingga kau akan
takjub dengan perubahan‐perubahan yang terjadi di
lingkunganmu. Tidak perlu kaget jika ada pribadi yang
berubah atas diammu. Bukankah setiap orang bertugas
mengambil pelajaran dari setiap kejadian?
Nah, konsep inilah yang ingin penulis hadirkan melalui
bahasan “ketika matematika jadi ibu”. Mencoba menemukan
dan memahami makna‐makna tersirat yang terdapat dalam
setiap materi matematika. Sehingga, selalu ada “oleh‐oleh”
yang bisa dibawa pulang dari kelas matematika yang diikuti.
Tentu saja oleh‐oleh yang dimaksud bukan tugas rumah atau
pe‐er yang biasa diberikan oleh guru mata pelajaran. Bukan
pula rasa pusing setelah mengerjakan latihan‐latihan rumit
yang menguras pikiran. Melainkan, makna tersirat berupa
pesan moral yang memiliki segudang manfaat bagi kita dalam
8 | Siska Yulia Rahmi
menjalani kehidupan sebagai makhluk individu, makhluk
sosial, dan sebagai khalifah di muka bumi.
Kemampuan menyerap pesan moral tersebut sejalan
dengan kurikulum 2013 yang menitik beratkan tujuannya
dalam peningkatan karakter peserta didik sehingga dapat
menjadi manusia Indonesia yang memiliki kemampuan hidup
sebagai pribadi dan warga Negara, serta mampu
berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
bernegara, dan peradaban dunia.
Tujuan tersebut tidak akan tercapai dengan baik jika
matematika diajarkan hanya sebagai teori saja. Oleh karena
itu, matematika harus diajarkan dengan makna, sehingga
kelas matematika tidak hanya akan menjadi kelas hitung‐
hitungan yang menjadi momok bagi sebagian besar siswanya.
Akan tetapi dapat menjadi kelas bahasa, kelas seni, kelas
hukum, bahkan kelas agama dalam waktu bersamaan.
Dengan menemukan pesan/makna tersirat/keteladanan
pada suatu materi, maka akan timbul pandangan baru
terhadap matematika. Seolah matematika seperti sosok ibu
yang “cerewet” dengan wejangannya dalam berbagai situasi.
Dan ajaibnya ketika matematika jadi ibu, maka rasa takut
terhadapnya akan jadi kekuatan yang menyulap benci
menjadi cinta. “Kalau cinta sudah membara, rindu jadi
mengebu‐gebu” (Happy Feat. Pasto Maia). Dengan demikian,
belajar matematika akan menjadi momen yang dinanti‐
natikan oleh siswa. Untuk itu, mari kita lihat pesan‐pesan
moral yang dicontohkan oleh “Ibu hebat” ini.
Ketika Matematika Jadi Ibu | 9
1. Pembagian
Sumber: https://assets‐
a1.kompasiana.com/statics/crawl/5528bfa16ea834a1338b4567.png
a. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah Nak.
10 | Siska Yulia Rahmi
b. Memberi tak harap kembali: Ikhlaslah Nak!
Nak, apa yang kau harapkan saat memberi?
Ucapan terimakasih? Otomatis kau peroleh
Balasan? Kau akan dapatkan itu Nak
Pujian? Akan banyak kau dengar
Nak, ikhlaslah… maka kau akan takjub dengan hasilnya
Bukankah kita sudah akrab dengan ayat ini Nak?
Ketika Matematika Jadi Ibu | 11
îÅÁt/ tβθè=yϑ÷ès? $yϑÎ/ ª!$#uρ 3 @≅sÜsù ×≅Î/#uρ $pκö:ÅÁムöΝ©9 βÎ*sù É⎥÷⎫x÷èÅÊ
∩⊄∉∈∪
Nak, sebagai manusia biasa tentunya kita tidak
akan luput dari khilaf dan salah. Maka berbuat baiklah
sebanyak yang kau bisa, agar kebaikan yang kau
lakukan menjadi penutup kesalahan‐kesalahanmu.
Sebagaimana janji Allah Swt kepada kita Nak…
12 | Siska Yulia Rahmi
t⎦÷⎤Ïδõ‹ãƒ ÏM≈uΖ|¡ptø:$# ¨βÎ) 4 È≅øŠ©9$# z⎯ÏiΒ $Zs9ã—uρ Í‘$pκ¨]9$# Ç’nûtsÛ nο4θn=¢Á9$# ÉΟÏ%r&uρ
Lihatlah hasil dari perkalian bilangan bulat di atas
Nak! Dia mengajarkanmu tentang etika bergaul
bukan? Ibarat pergaulan antara laki‐laki dan
perempuan yang bukan mahram, maka janganlah
berkhalwat karena kau tentu tak mengharapkan
keburukan terjadi padamu. Rasulullah Saw juga telah
mengingatkan kita tentang hal tersebut bukan?
“Janganlah seorang laki‐laki berdua‐duaan
(khalwat) dengan wanita kecuali bersama
mahromnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ketika Matematika Jadi Ibu | 13
3. Operasi Aljabar (PtSLV)
Ibu bilang:
Jika kamu dihadapkan pada suatu masalah, maka bijak
dan berlaku adillah Nak. Maka serumit apapun masalah
yang Kau hadapi akan terselesaikan dengan baik.
Contoh Soal:
Untuk variabel bilangan asli kurang dari , tentukan
penyelesaian dari pertidaksamaan !
Penyelesaian:
(kedua ruas ditambah 1)
(kedua ruas dikurang )
(kedua ruas dibagi 2)
Jadi, himpunan penyelesaian dari adalah:
Pembelajaran karakter itu dimulai dari dasar. Maka
sebelum mengenalkan cara mudah (konsep pindah ruas)
dalam penyelesaian soal, wajib bagi guru mengajarkan
konsep dasar sambil menanamkan sikap adil dan
bijaksana pada siswanya.
4. Operasi pada logika matematika
a. Konjungsi (etika berkawan)
14 | Siska Yulia Rahmi
Pernyataan Konjungsi
Konjungsi dilambangkan dengan “ ” dibaca
“dan”. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memuat
arti kata “dan” sebagai “Penghubung satuan bahasa
(kata, frasa, klausa, dan kalimat) yang setara, yang
termasuk tipe yang sama serta memiliki fungsi yang
tidak berbeda. Contoh: ayah dan ibu, adik dan kakak,
kakek dan nenek, aku dan temanku, guru dan siswa,
dll.
Nak, konjungsi akan bernilai benar “ ” jika
keduanya (pernyataan dan ) bernilai benar. Jadi
ingatlah Nak, nilai kebenaran dalam konjungsi
mengajarkanmu tentang etika berkawan. Kau baru
bisa dikatakan benar jika dirimu benar dan temanmu
juga benar. Maka, saling mengingatkanlah. Teman
yang baik adalah mereka yang selalu mengingatkan
dan saling tolong menolong dalam kebenaran.
Bukankan Allah Swt juga telah mengajarkan
kepada kita…
Ketika Matematika Jadi Ibu | 15
ÉΟøOM}$# ’n?tã (#θçΡuρ$yès? Ÿωuρ ( 3“uθø)−G9$#uρ ÎhÉ9ø9$# ’n?tã (#θçΡuρ$yès?uρ
Disjungsi dilambangkan dengan “ ” dibaca
“atau”. Kamus Besar Bahasa Indonesia memuat arti
kata “atau” sebagai “(p) kata penghubung untuk
menandai pilihan di antara beberapa hal (pilihan).
Maka tugas kita adalah memilih yang baik dan
meninggalkan yang tidak baik.
16 | Siska Yulia Rahmi
Hal tersebut juga bisa kau pelajari melalui
disjungsi Nak, karena disjungsi hanya akan bernilai
salah “ ” jika keduanya (pernyataan dan ) bernilai
salah. Kau tentu tau Nak, bahwa dalam hidupmu
engkau akan selalu dihadapkan pada pilihan‐pilihan.
Maka tugasmu adalah memastikan bahwa kau
memilih yang benar, agar selamat hidupmu. “Di antara
kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal
yang tidak bermanfaat” (HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu
Majah no. 3976. Syaikh Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih).
c. Implikasi (amar ma’ruf nahi munkar)
Pernyataan Implikasi
Pertahankan yang benar,
Jangan berbalik arah
Perbaiki kesalahan,
“Jika Kau tak sanggup,”
maka tentanglah dengan
hatimu
Implikasi hanya akan bernilai salah “ ” jika
pernyataan pertama ( ) bernilai benar dan pernyataan
kedua ( ) bernilai salah. Artinya, kau bertugas
menegakkan kebenaran, memperbaiki kesalahan, dan
jangan sekali‐kali kau ubah sesuatu yang sudah benar
menjadi salah. Saat pesan itu sudah kau lakukan Nak,
Ketika Matematika Jadi Ibu | 17
maka kau sudah jadi orang benar yang beruntung.
Bukankah agama kita sudah mengajarkan hal tersebut
jauh sebelum matematika hadir sebagai ilmu Nak?
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat
yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada
yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar,
merekalah orang‐orang yang beruntung.” (QS. Ali‐
Imran: 104).
d. Biimplikasi (kebersamaan)
Pernyataan Biimplikasi
Biimplikasi hanya akan bernilai
benar “ ”
jika kedua pernyataan ( dan )
bernilai sama
(sama‐sama benar atau sama‐
sama salah)
Bukankah biimlikasi mengajarkan kepada kita tentang
indahnya kebersamaan Nak?
18 | Siska Yulia Rahmi
Catatan:
Contoh:
Ketika Matematika Jadi Ibu | 19
Perhatikanlah Nak,,,
- Melakukan sesuatu dengan setengah hati akan
memberikan hasil yang mengecewakan bukan?
- Jika tampil apa adanya hasilnya sama saja,,, apa
adanya
- Namun lihatlah ketika kau berusaha memberikan
lebih, maka hasil yang kau peroleh akan membuatmu
layak untuk berbangga
Jadi, maksimalkan potensi yang kau punya dalam
melakoni peranmu agar kau bisa tuai hasil yang
menggembirakan Nak…
6. Bertindaklah setelah Berfikir Nak!
Dalam matematika kita mengenal istilah “postulat,” yang
dalam Kamus Besar bahasa Indonesia diartikan sebagai
“asumsi yang menjadi pangkal dalil yang dianggap benar
tanpa perlu membuktikannya; anggapan dasar; aksioma.”
Dan salah satu postulat dalam geometri menyebutkan
bahwa:
“Untuk sembarang dua titik pada garis, ada titik ketiga
pada garis yang berada di antara kedua titik tersebut.”
Apa yang dapat kau pelajari dari postulat ini Nak?
20 | Siska Yulia Rahmi
Bukankah ia mengatakan bahwa ada orang lain di
sekitarmu?
Maka berucap dan berbuatlah dengan
mempertimbangkan akibatnya untuk dirimu dan orang‐orang
di sekitamu. Pikirkan dengan baik, lalu ucapkan dan
lakukanlah yang terbaik. Di saat itulah kau disebut sebagai
orang yang bijaksana Nak.
7. Sistem Aksiomatik (Kebijaksanaan Hukum Itu Bersifat
Mutlak Nak)
Metode aksiomatis adalah “Suatu prosedur dalam hal
mana untuk menunjukkan atau membuktikan sesuatu
(misalnya teorema dan yang lainnya) dilakukan melalui
penelitian, pengamatan, trial‐error, atau penajaman intuisi
yang dilakukan secara benar” (I Putu Wisna Ariawan, 2014: 1).
Dalam sistem aksiomatis, ada tiga syarat yang harus
dipenuhi:
- Syarat konsistensi
- Syarat independen
- Syarat lengkap
Dan inilah bagaimana hukum dapat diterima Nak.
Jika penelusuran terhadap materi ini dilanjutkan, maka
kita akan digiring pada aturan penarikan kesimpulan dalam
logika matematika. Aturan baku yang terstruktur untuk
menarik kesimpulan berdasarkan data dan fakta yang ada.
Waah… sepertinya ada profesi baru untuk matematikawan
Nak,,, DETEKTIF. Bisakah?
Aturan ini lagi‐lagi memberikan nasihat kepada kita, Kau
mau mengambil nasihat itu kan Nak?
Ketika Matematika Jadi Ibu | 21
C. To Be Continue…
CONGRATULATIONS!
Untuk Siapa?
Atas dasar apa?
Untukmu…
Iya, Kamu…
Selamat untukmu yang bertanya… hanya itu?
Bagaimana dengan bidang lain dalam matematika?
Kalkulus?
Statistika?
Trigonometri?
dan Kawan‐kawannya?
Pesan‐pesan yang telah kita bahas sebelumnya hanya
sebagian kecil dari banyak pesan yang secara tidak langsung
dicontohkan oleh matematika melalui materi yang menjadi
cakupannya. Ibarat puzzle, maka tugas kita adalah
mengumpulkan serpihan‐serpihan yang berserakan kemudian
menyusunnya secara proporsional sehingga terlihatlah
lukisan utuh yang menakjubkan. Semakin kuat kita berusaha
menemukan makna tersirat berupa keteladanan yang
tersimpan dalam setiap materi matematika, maka akan
semakin dekat kita pada gelar matematikawan sejati.
22 | Siska Yulia Rahmi
Assalamualaikum :
Ibu Hebat
Akulah Matematikawan
Sejati
A. Welcome Ibu Hebat
Nah, sudah kita bahas beberapa pesan moral yang
diajarkan matematika melalui materi‐materi yang dipelajari di
kelas. Oleh karena itu, bukan hal yang berlebihan jika
setelahnya kita menyebut matematika sebagai “guru
kehidupan,” layaknya orangtua (ibu) yang menjadi madrasah
pertama bagi putra‐putrinya. Dan jangan heran jika rasa cinta
terhadap matematika mulai tumbuh di hati kita.
Jadi, mari ucapkan salam menyambut hadirnya
matematika dalam keseharian kita. Jika hadirnya matematika
sudah bisa diterima dengan baik, maka pandangan negatif
terhadapnya tentu sudah bisa diubah. Kemudian, ucapkan
selamat tinggal pada persepsi bahwa matematika itu sulit dan
membosankan.
Mari berucap dengan bangga dan penuh keyakinan:
Matematika itu mudah
Matematika asik dan menyenangkan
Matematika menarik dan penuh tantangan
Matematika syarat akan makna
Ketika Matematika Jadi Ibu | 23
Assalamu’alaikum Matematika…
Welcome ibu hebat!
Aku siap menjadi hebat bersamamu
B. Akulah Matematikawan Sejati
Berbagai artikel telah memaparkan sejarah dan temuan
dari para matematikawan yang memberikan dampak besar,
baik terhadap perkembangan ilmu matematika itu sendiri
maupun terhadap perkembangan ilmu lain. Walaupun ada
perbedaan pendapat dalam sejarah dan perkembangannya,
namun kisah dan karya matematikawan tetap mengundang
decak kagum kita. Oleh karena itu, pada bagian ini penulis
akan memaparkan matematikawan hebat tersebut bersama
dengan temuan mereka yang dirangkum dari berbagai
sumber.
- Al‐Khawarizmi
Sumber: https://encrypted‐
tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRsh3L9qwGAylkSAHe2hXodv1jb
M3VirknniG0aNBNvAXQquq5t
24 | Siska Yulia Rahmi
Nama lengkap ilmuan Muslim asal Khawarizm,
Uzbekistan ini adalah Abu Ja’far Muhammad bin Musa
al‐Khawarizmi. Namanya diabadikan sebagai cabang
ilmu matematika, yaitu algoritma. Melalui bukunya yang
berjudul “Al‐Mukhtasar fi Hisab al‐jabr wa al‐
Muqabalah,” Al‐Khawarizmi memperkenalkan angka 0
(nol) yang dalam bahasa arab disebut “sifr.” Karya
monumental tersebut juga membahas solusi sistematik
dari linear dan notasi kuadrat.
- Al‐Karaji
Mohammed Abattouy dalam karyanya bertajuk
“Muhammad Al‐Karaji: A Mathematician Engineer from
the Early 11th Century” menyebutkan bahwa pada awal
abad ke ‐ 8 M, peradaban Islam telah menguasai
teknologi mesin air sehingga melahirkan sebuah
revolusi pertanian berbasis penguasaan di bidang
hidrologi. Al‐Karaji juga dicatat sebagai orang pertama
yang membebaskan aljabar dari operasi geometris.
Sejarawan matematika Franz Woepcke memuji Al‐
Karani sebagai ahli matematika pertama yang
memperkenalkan teori aljabar kalkulus (dalam Extrait
du Fakhri, traite d’Algebre par abou Bekr Mohammed
Ben Alhacan Alkarkhi, Paris, 1853).
- Umar Khayam
Hal menarik dari Umar Khayam adalah ia lebih dikenal
sebagai seorang penyair dibandingkan sebagai
matematikawan. Ia bahkan diyakini telah menulis
Ketika Matematika Jadi Ibu | 25
sekitar 1.000 puisi 400 baris. Namun demikian Umar
Khayam memiliki kontribusi besar dalam bidang
matematika, khususnya bidang aljabar dan
trigonometri. Ia dicatat sebagai matematikawan
pertama yang menemukan metode umum penguraian
akar‐akar bilangan tingkat tinggi dalam aljabar dan
memperkenalkan solusi persamaan kubus.
- Euclid
Sumber: https://encrypted‐
tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSQiVkhbT0NAry2XWt4fM5mDjP
MYMug8gL15hJml1N3t46JV99BBw
Ia adalah matematikawan asal Yunani yang dianggap
sebagai pelopor pembentuk geometri aksiomatis.
Euclid menggunakan istilah “postulat” yang merupakan
aksioma yang khusus digunakan pada bidang geometri.
Ia berhasil menulis 13 jilid buku, yang salah satunya
berjudul “Elemens.” Buku ini memuat 23 definisi, 5
aksioma, dan 5 postulat. Potulat kelima yang disusun
26 | Siska Yulia Rahmi
oleh Euclid menjadi bahasan lebih lanjut oleh ilmuan
sesudahnya. Hal ini kemudian melahirkan bidang baru
dalam geometri, di antaranya: Geometri Afin oleh
Leonhard Euler (1707‐1793), Geometri Absolut (Netral)
oleh Euler (1707‐1793), Poincare (1854‐1912), George
Cantor (1845‐1918), Geometri Proyektif oleh Arthur
Cayley (1821‐1895), Poncelet (1788‐1876), Von Staudt
(1798‐1867), serta Geometri Transformasi oleh Felix
Klein (1849‐1925).
Benar, para tokoh di atas adalah matematikawan hebat
yang namanya tercatat dalam sejarah perkembangan ilmu
matematika. Teori‐teori yang mereka temukan menjadi dasar
perkembangan ilmu pengetahuan, yang dampaknya bisa kita
rasakan saat ini. Sulit untuk membayangkan kesulitan yang
kita hadapai jika dulu mereka tidak berfikir dan berbuat lebih.
Pada bagian ini penulis mengajak kita semua untuk
menjadi matematikawan sejati. Bukan dengan mengkritisi
dan melanjutkan temuan‐temuan mereka tentang teori‐teori
matematika, namun cukup dengan menemukan makna
tersirat yang terkandung dalam setiap materi yang dipelajari.
Jadi, pada tahap ini kita sudah sepakat bahwa para
matematikawan sejati adalah mereka yang bisa mengambil
pelajaran dari setiap kejadian/peristiwa, kondisi, fakta, dan
data yang ditemukan. Tidak berhenti sampai di situ, karena
pelajaran yang diambil perlu untuk diterapkan dan
disebarluaskan sehingga memberikan manfaat bagi diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Ketika Matematika Jadi Ibu | 27
Catatan pentingnya adalah:
Peluang menjadi matematikawan sejati bukan hanya milik
mereka yang kuliah pada jurusan matematika, melainkan
juga mereka yang mau belajar dan mengambil makna
untuk dipedomani.
Tetapi akan sangat memalukan jika mahasiswa
matematika memilih menyerah menjadi matematikawan
sejati.
Sampai di sini, sudah bisakah kita meneriakkan bahwa:
“Akulah Matematikawan Sejati!”
Kemudian, mari buktikan dalam setiap peran yang kita
jalani…
1. Matematikawan sebagai Makhluk Individu
Individu berasal dari bahasa Prancis, individuel yang
berarti seseorang “yang tidak dapat dibagi‐bagi”. Setiap
individu memiliki ciri khas dalam dirinya. Ciri‐ciri dan watak
seseorang yang konsisten, memberikan kepadanya identitas
khusus yang disebut kepribadian (Darmansyah, 1986:69).
Kepribadian inilah yang akan menjadi topik khusus kita
pada bagian ini. Banyak teori yang berkembang dalam ilmu
psikologi berhubungan dengan kepribadian. Salah satunya
adalah teori yang dikembangkan oleh ahli filsafat Yunani
Hippocrates yang kemudian disempurnakan oleh Galenus dan
sekarang dikenal sebagai teori Hippocrates‐Galenus. Teori ini
28 | Siska Yulia Rahmi
menyatakan bahwa secara umum terdapat empat jenis
kepribadian manusia (phlegmatic, melancholic, choleric, dan
sanguine). Masing‐masing tipe kepribadian tersebut memiliki
kelebihan dan kekurangan tersendiri.
Sumber: http://images.app.goo.gl/poGucyQYe8EmvuhE8
Berbeda dengan teori psikologi yang dikemukakan oleh
ahli tersebut, al‐Qur’an menggolongkan kepribadian manusia
ke dalam tiga jenis saja. Tiga jenis kepribadian tersebut
dijelaskan dalam al‐Quran surat al‐baqarah ayat 1‐20
(kepribadian orang beriman, kepribadian orang kafir, dan
kepribadian orang munafik).
Dan matematikawan sejati sebagaimana yang telah kita
pahami sebelumnya adalah mereka yang bisa mengambil
Ketika Matematika Jadi Ibu | 29
pelajaran dari setiap kejadian/peristiwa, kondisi, fakta, dan
data yang ditemukan, kemudian menerapkan dan
menyebarluaskannya sehingga memberikan manfaat bagi diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Oleh karena itu tidak sulit bagi kita untuk menyepakati
bahwa matematikawan sebagai makhluk individu adalah ia
yang percaya akan adanya Tuhan, Sang Maha segalanya.
Kepercayaan itu akan terus tumbuh dan berkembang
terlepas dari apakah dia seorang phlegmatic, melancholic,
choleric, dan sanguine.
2. Matematikawan sebagai Makhluk Sosial
Sumber:http://4.bp.blogspot.com/sfLPsHaKGqU/UlZhofMCJKI/AAAAAAA
ABX0/AB9WiqBD8p4/s320/pengertian+manusia.jpg
30 | Siska Yulia Rahmi
Makhluk sosial artinya adalah makhluk yang hidup
“berkawan” atau berdampingan dengan makhluk lainnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa
manusia sebagai makhluk sosial adalah “manusia yang
berhubungan secara timbal‐balik dengan manusia lain.”
Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki ketergantungan
pada sesama. Dan manusia sebagai makhluk sosial juga Allah
Swt tegaskan dalam al‐Qur’an.
Ketika Matematika Jadi Ibu | 31
manfaat pada sesama. Karena, hal tersebutlah yang juga
dipelajarinya dari matematika.
3. Matematikawan sebagai Makhluk Tuhan
Hal yang patut dibanggakan sebagai makhluk Tuhan
adalah “Menjadi hamba.” Bahasan pada bagian ini terinspirasi
dari buku karangan Mas Sonny Abi Kim yang berjudul
“Menjadi Hamba.” Mas Sonny dalam bukunya menyebutkan
dengan tegas dan lugas bahwa puncak pencapaian adalah
“Menjadi hamba,” dan kita tentu tidak meragukan hal
tersebut.
Budi manfaat (2010:162) dalam bukunya yang berjudul
“Membumikan Matematika” juga menyebutkan bahwa
“Seorang matematikawan muslim sejati, adalah jika ilmunya
menjadikan ia dekat dengan Tuhannya, dan berujung dengan
mengungkapkan: “Rabbanaa maa kholaqta hadza baatila
subhaanaka faqinaa ‘adzaabannaar…” (Wahai Tuhan kami,
sungguh tidak ada satupun yang Engkau ciptakan dengan sia‐
sia. Maha suci Engkau, maka jauhkan kami dari siksa api
neraka)”
Setelah membaca dan memahami pembahasan pada
bagian kedua buku ini “Ketika matematika jadi ibu”, tentu
kita tidak akan kaget membaca ulasan budi manfaat tentang
matematikawan muslim sejati tersebut. Bukan tanpa alasan
penulis menyandingkan pesan moral matematika dengan al‐
Quran maupun Hadits Nabi, melainkan tersirat tujuan besar
untuk meyakinkan kepada diri sendiri maupun pembaca
bahwa sumber segala ilmu adalah al‐Quran.
32 | Siska Yulia Rahmi
Dalam versi yang berbeda, banyak pakar yang juga sudah
mengabadikan temuan mereka dalam buku‐buku fenomenal
penuh makna. Kita sebut saja, Abdussakir yang menulis buku
berjudul “Matematika dalam al‐Quran”, Arifin Muftie dengan
buku berjudul “Matematika Alam Semesta”, Abdullah Arik
yang menulis jurnal berjudul “Beyond Probability: God’s
Massage in Mathematics,” dan banyak karya lainnya yang juga
perlu kita baca dan pahami untuk bisa mengantarkan kita
“Menjadi hamba”.
Semakin kita mendalami matematika, kita akan semakin
takjub dan percaya dengan apa yang disampaikan oleh para
ilmuan yang sudah kita baca pada bagian pertama buku ini.
- “Tanpa matematika, maka tidak ada seni” (Luca
Pacioli).
- “Jika Tuhan itu ada, Dia adalah matematikawan
hebat” (Paul Dirac).
- “Matematika adalah bahasa Tuhan ketika menuliskan
alam semesta” (Galileo Galilei).
- “Lihat lebih dalam pada segala sesuatu dan kamu
akan menemukan matematika” (Dean Schlicter).
Para ahli ini bukanlah seorang muslim. Namun dari
ungkapan‐ungkapan yang mereka lontarkan kita dapat
mengetahui bahwa jauh di lubuk hatinya, mereka telah
sampai pada kesimpulan bahwa ada dzat Yang Maha Agung
yang telah menciptakan alam semesta dan segala isinya
dengan sempurna tanpa celah.
Lalu, kesimpulan apa yang kita peroleh dengan membaca
buku ini?
Ketika Matematika Jadi Ibu | 33
Daftar Rujukan
Abdussakir. 2014. Matematika dalam Al‐Qur’an. Malang: UIN‐
Maliki Press.
Ariawan, I Putu Wisnu. 2014. Geometri Bidang. Yokyakarta:
Graha Ilmu.
Darmansyah. 1986. Ilmu Dasar Sosial. Surabaya: Usaha
Nasional.
Hidayat, Aat. 2017, Psikologi dan Kepribadian Manusia:
Perspektif Al‐Qur’an dan Pendidikan Islam, Vol. 11, No.
2, dalam
“https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=
j&url=http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/jurnalP
enelitian/article, diunduh pada 28 April 2019.
Kim, Sonny Abi. 2018. Menjadi Hamba. Jakarta Timur: PPA
Institute.
Manfaat, Budi. 2010. Membumikan Matematika: dari Kampus
ke Kampung. Cirebon: Eduvision Publishing
Muftie, Arifin. 2007. Matematika Alam Semesta: Kodetifikasi
Bilangan Prima dalam al‐Qur’an. Bandung: PT Kiblat
Buku Utama.
NCTM. 2000. Principles and Standars for School Mathematics.
Reston: The NCTM, Inc.
Suriasumantri, Jujun S. 2007. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar
Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Yani, Ahmad. 2013. Mindset Kurikulum 2013. Bandung:
Alfabeta.
Suherman, Erman. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika
Kontemporer. Bandung: JICA.
34 | Siska Yulia Rahmi
Profil Penulis
Siska Yulia Rahmi, M.Pd. lahir pada tanggal 21 Mei 1989.
Lulus S1 di Program Studi Pendidikan Matematika Universitas
Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau pada tahun
2012. Setelah satu tahun menjadi tenaga pengajar di SDIT
Raudhaturrahmah Pekanbaru, pada tahun 2013 melanjutkan
pendidikan di Program Studi S2 Teknologi Pendidikan
Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Padang (UNP) dan
lulus pada tahun 2015. Sejak tahun 2015‐sekarang bekerja
sebagai dosen tetap pada Program Studi S1 Pendidikan
Matematika Universitas Al Washliyah (UNIVA) Labuhanbatu,
Rantauprapat‐Sumatera Utara.
Ketika Matematika Jadi Ibu | 35
36 | Siska Yulia Rahmi