Anda di halaman 1dari 2

Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) melansir setidaknya ada 10 potensi masalah Pemilu tahun 2014.

Hal ini
diungkap oleh Direktur LPI Boni Hargens di Gallery Cafe Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat,
Minggu (9/2).

Pertama, Boni menyebut sosialisasi kandidat calon legislatif tidak optimal karena masih didominasi
sosialisasi sosok atau figur. "Bukan sosialisasi ideologi dan program kerja yang akan dijalankan pada
periode 2014-2019," tutur Boni.

Kedua, model kampanye partai politik (Parpol) masih bertumpu pada politik visual dengan menjual figur,
bukan dengan menjual gagasan atau program konkrit untuk perubahan Indonesia pada periode
pemerintahan mendatang.

"Ketiga, kecurigaan terhadap netralitas KPU sebagai penyelenggara pemilu masih menjadi beban berat
bagi parpol dan masyarakat pemilih. Terutama setelah adanya wacana lembaga sandi negara
(Lemsaneg) terlibat dalam pengawasan pemilu, meskipun kesepakatan itu sudah dibatalkan," terang dia.

Yang keempat, ada persoalan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang ternyata hingga saat ini belum
diselesaikan oleh KPU. "Di sini ada kecurigaan munculnya kartu pemilih siluman atau surat suara siluman
yang bermaksud menggembungkan suara partai atau figur tertentu," bebernya.

Kelima, persoalan dana saksi yang semula hendak didanai negara. Keenam yakni, mengenai kecurigaan
terhadap aparat keamanan. "Yang dalam praktek membantu mengamankan surat suara hasil
pencoblosan agar sampai ke tangan KPUD atau KPU pusat secara utuh sebagaimana perolehan asli di
TPS," sebut Boni.

Selanjutnya ketujuh, Bawaslu yang tak bisa menarik jarak dari KPU dan cenderung menjadi bagian dari
penyelenggara pemilu dianggap tidak netral sepenuhnya. Ini juga berpotensi menjadi salah satu
permasalahan pemilu.

"Kedelapan, money politics atau politik uang dalam bentuk langsung maupun tidak langsung masih
menjadi permasalahan dan hantu dalam pemilu 2014," paparnya.

Kesembilan, soal tabulasi suara KPU masih dicurigai sebagai peluang manipulasi suara, apalagi lanjut
Boni, jika belum disiapkan mekanisme transparansai penghitungan suara yang bisa diamanati publik.
Hal ini, kata Boni bisa menjadi mulus kalau aparat intelegen masih secara diam-diam bekerja sama
dengan KPU untuk kepentingan partai tertentu.

Terakhir adalah kekerasan politik berpotensi terjadi di daerah yang sentimen primodial masih kental,
model penggalangan politiknya masih bertumpu pada ikatan kekeluargaan atau ikatan primordial
umumnya dan pengaruh bos lokal masih dominan dalam melakukan kontrol sosial.

Karenanya dia meminta semua pihak mengawasi agar Pemilu 2014 berjalan dengan baik tanpa adanya
kecurangan. "Ini harus kita awasi bersama karena Pemilu menjadi tonggak besar bangsa kita.
Pemerintah, aparat keamanan dan KPU harus jeli mengawasi," tukasnya. (chi/jpnn)

Anda mungkin juga menyukai