Anda di halaman 1dari 1702

HIMPUNAN

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
I<ESELAMATAN DAN I<ESEHATAN I<ERJA
DAFTARISI
Halaman

Undang-Undang .
I. Undang-Undang Uap tahun 1930 (Stoom Ordonnantie) 1
2. Undang-Undang No.3 Tahun 1951 tentang Pemjataan Beriakunja Undang-
Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 No. 23 dan Republik Indonesia
untuk Seluruh Indonesia (Lembaran NegaraNo. 4 Tahun 1951) II
3. Undang-Undang RI No.3 Tahun 1969 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi
Perburuhan Ititcmasional Nomor 120 Mengenai Hygiene Dalam Pemiagaan
Dan Kantor-Kantor (Lembaga Negara No. 14 Tahun 1969) 15
4. Undang-undang Republik Indonesia No.: 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 23
5. Undang-undang No~: 1 tahun 1970 tentang KeseJamatan Kerja 125
6. Undang-undang Rapublik Indonesia No. 21 tahun 2003 tentallg Pengesahan
fLO Convention No. 81 Concerning Labout Inspection in Industry and
commverce (Konvensi ILO No. 81 mengenai Pengawasan KetenagakeIjaan daJam
Industri dan Perdagangan 141
Peraturan Pemerintah
1. Peratunin Uap tahun 1930 (Stoom Verordening) 159
2. Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran,
Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida. 181
3. Peraturan Pemerintah No. J9 tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan
Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan 187
4.Peraturan Pemetintah No. II tahun 1979 tentang KeseJamatan KeIja pada
Pemumian danPengoJahan Minyak dan Gas Bumi 191
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia NomoI' 50 Tahun 2012 tentang
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja 233
Peraturan Presiden
L Peraturan Presiden RI. No. 21 Tahun 2010 tentang Pengawasan
KetenagakeIjaan 299
2. . Peraturan Presiden Rl. No. 34 Tahun 2014 tentang Pengesahan Convention
Concerning The Promotional Framework For Occupational Safety and
Health/Convention 187,. 2006 (Konvensi Mengenai Kerangku Kerja
Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja/Konvensi 187,2006) 311

iii
Peraturan Menttri
1. Peraturan Menteri Tenaga KeIja dan Transmigrasi RI No. Per-O I/MEN/1976
tentang Wajib Latihan Hyperkes Bagi Dokter Perusahaan 315
2. Peraturan Mentcri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Rl No. Per-O I/MEN/l979
tcntangKewajiban Latihan Hygiene Pemsahaan, Kesehatandan Keselamatan
KeJja Bagi Paramedis Pemsahaan 317
3. Peraturan Menteri Tenaga KClja dan Transmigrasi RI No. Per-0l/MEN/1978
ten tang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dalam Pellgangkutan dan
Penebangan Kayu 321
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Rl No. Per-02/MENil980
tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan
Keselamatan KeIja 331
5. Peraturan Menteri TenagaKetja dan Transmigrasi Rl. Per-O I/MEN/1980 tentang
Keselamatandan Kesehatan Kerja Pada Konstmksi Bangunan 337
6. Peraturan Mcnteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Rl No. Per-04/MEN/I 980
tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat PemadamApi Ringan 359
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.Per-O 1/MEN/1981
tentang Kewajiban Melapor PenyakitAkibat Kerja 373
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per-03/MEN/l982
tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja 381
9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per-02/MEN/1982
tentang Kwalifikasi Jum Las 385
10. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-02/MENII 983 tentang Instalasi
Alarm KebakaranAutomatik 415
11. Peratl.lran Menteri Tenaga Kerja No. PER-03JMEN/I 984 tentang Pengawasan
Ketenagakerjaan Terpadu 439
12. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Rl No. Per-031MEN1l985 tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja PemakaiallAsbes 471
13. Peraturan Menteri Tenaga KeIja RI No. Per-05/MENI1985 tcntang Pesawat
Allgkat dan Angkut 481
14. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No~ Per-03/MEN/1986 tentang Syarat-
Syarat Keselamatan dan Kesehatan di Tcmpat Kerja YangMengelola Pestisida 511
15. Peraturan Menteri Tenaga KeIja RI No. Per-04IMEN/1987 tentang Panitia
Pembina Keselamatall dan Kesehatan Kerja Serta Tata Cara PemmjukanAhli 519
Keselamatan Ketja
16. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Rl No. Per-0 llMENI I988 tentang Kwaliftkasi
dan Syarat-syarat OperatorPesawat Dap 525
17. Pcrahlran Menteri Tenaga KeIja RI No. Pcr-02JMEN/I 989 tentang Pengawasan
Instalasi Penyalur Petir 535
18. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per-02/MEN/1992
tentang Tata Cara Penunjukan Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan
dan Kesehatan Kerja 559

iv
19. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/MEN/1993 tentang Jaminan
Kecelakaan Kerja 567
20. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 041MEN/1995 tentang Perusahaan
Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja 581
21. Peraturan Menten Tenaga Kerja RI No. 03JMEN/1998 tentang Tata Cara
Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan 589
22. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-OlIMEN/l 998 tentang
Penyelenggaraan Pemelibaraan Kesebatan Bagi Tenaga Kerja dengan Manfaat
Lebih Baik dati Paket Jaminan Pemeliharaan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja 613
23. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-04/MEN/1998 tentang Pengankatan,
Pemberhentian, dan Tata Kerja Dokter Penasibat 623
24. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.Per-ll/MEN/2005
tentang Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan dan Peredaran
Gelap Narkotika, Psikotropika dan Zat AdiktifLainnya Di Tempat Kerja 633
25. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.Per-OI/MEN/I/2007
tentang Pedoman Pemberian Penghargaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) 641
26. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.Per-15/MENNIII/
2008 tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di Tempat Kerja' 675
27. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.Per-18/MEN/XII
2008 tentang Penyelenggara Audit Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan K.erja 685
28. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.Per-08/MEN/VII/
2010 tentang Alat PelindWlg Din 691
29. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.Per-09/MEN/VW
2010 tentang Operator dan Petugas Pesawat Angkat dan Angkut 703
30. Peraturan Mooteri Ketenagakerjaan RI No. 26 TaIluR 2014 tentang Tentang
Penyelenggaraan Penilaian Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja 721
31. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI No. 12 Tallun 2015 tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Listrik di Tempat Kerja 747
32. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI No. 31 Tallun 2015 tentang Pembaban
Atas Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per.02/MEN/1989 Tentang pengawasan
Instalasi Penyalur Petir 759
33. Peraturan Menteri KetenagakeIjaan RI No. 33 Toun 2015 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menten Ketenagakerjaan No. 12 Tahun 2015 tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Listrik <Ii Tempat KeJja 763

v
34. Peraturan Menten Ketenagakerjaan RI No.9 Tahuo 2016 tentang Keselamatan
dan Kcsehatan Kerja Dalam Pekerjaan Pada Ketinggian 771
35. Peraturan Menten Ketenagakerjaan RI No. 37 Tahuo 2016 tentang Keselamatan
dan Kesebatan Kerja Bejana Tekanan dan Tangki Timbun 809
36. Peraturan Menten Ketenagakerjaan RI No. 38 TahuR 2016 tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Pesawat Tenaga dan Produksi 889
37. Peraturan Menten Ketenagakerjaan RI No.6 TahuD 2017 tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Elevator dan Eskalator 1029
38. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI No.5 Tallun 2018 tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja 1133

Keputusao Menteri
1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep-155/MEN/1984 tentang
penyempurnaan Keputusan Menten Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
Kep-125/MEN/1982, tentang Pembentukan Susunan dan Tata Kerja Dewan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional, Dewan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Wilayah dan Panitia Pembina 1391
2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep-1135/MEN/1987 tentang Bendera
KeselamatanKerja 1399
3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep-333/MEN/1989 tentang
Diagnosis dan Pelaporan PenyakitAkibat Kerja 1407
4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep-245/MEN/1990 tentang Hari
Keselamatan Ketja Nasional 1417
5. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep-186/MEN/1999 tentang
Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja 1419
6. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep-187/MEN/1999 tentang
Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya 1435
7.. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.~ Kep-79/MEN/
2003 tentang Pedoman Diagnosis Dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan 1459
DanPenyakitAkibat Kerja
8. Keputusan Menteri Tenaga Ketja dan Transmigrasi RI No. Kep-239/MEN/
2003 t~ntang Pelaksanaan Sertiftkasi Kompetensi Calon Ahli Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Umum 1465
9. Keputusan Menten Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Kep-68/MENIlV/
2004 tentang Pencegahan Dan Penanggulangan HIV/AIDS Di Tempat Kerja 1469
10. Keputusan Menten Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Kep-372/MEN/
XIJ2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Bulan Keselamatan dan Kesehatan
KerjaNasionalTahun 2010-2014 Kecelakaan 1475

vi
Keputusan Bersama
1. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Ketja dan Menteri Pekerjaan Umum No.
KEP. 174/MEN/86, No. KEP. 104IKPTS/1986 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Pada Tempat Kegiatan Konstruksi'< 1485
2. Keputusan Bersama Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan Direktur
Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan
No. PP.7213/9-99, Kep. S071NW/1999 tentang Pemeriksaan dan Pengujian
Terhadap PesawatAngkat danAngkut, Pesawat Uap dan Bejana Tekan yang
berada di Kapal dan di Pelabuhan. 1489

Instruksi Menteri
1. Instnlksi Menteri Tenaga Kerja RI No. Ins. IllMlB/l997 tentang Pengawasan
Khusus K.3 Penanggulangan Kebakaran 1497

Keputusan Dirjen
1. Keputusan Direktur Jenderal Pembina~n Hubungan Perburuhan dan
Perlindu~ganTenaga Kerja No. Kept. 40/DP/l980 tentang Penetapan Bentukl
Fonnulir Sebagaimana Dimaksud Pasa17 Ayat (3) Peraturan Menteri Tenaga
Kerja,dan Transmigrasi No. PER. O2IMEN/1980 1519
2. Keputusan Direktur. Jenderal Pembinaan PengawasanKetenagakerjaan
No.' ~EP-20IPJPPKNI/2004 tenta~gSertifikasi Kompetensi Keselamatan
Kesehatan Kerja Bidan$ ~onstruksi 'Bangunan 1537
3. Keputu's~nDirektur Jenderal Pembin~anHul>unganIndustrial dan
Pengawasan Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja R.t No~ 'Kep. 84/
BW/1998 tentang CaraPengisian.Fonnulir Laporan dan'Anali$is·Statistik
Kecelakaan 1551
4. KeputusanDirektur Jenderal PembinaanHubungan Industrial dan
Pengawasan·Ketenagakerjaan No. Kep-470IBW/1999 tentang Persyaratan,
Penunjukan, Hale dan Ke)Vajiban Teknisi Lift 1567
s. I<eputusanDirektur 1enderal Penibinaan Hubungan Industrial dan
Pengawas~ Ketenag~erjaan No.: Kep-.311IBWI2002 tentang Sertifikasi
,Kompetensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Teknisi Listrik 1582
6. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan
No. Kep. 20/PPKNIIZOO5 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pencegahan
dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja 1585
7. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan
No. Kep-37/DJPPKJXI/2004 tentang Kelengkapan dan Identitas Ahli
Keselamatan dan Kesehatan Kerja 1603
8. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan
No. Kep. 113IDJPPKJIX/2006 tentang Pedoman dan Pembinaan Teknis
Petugas Keselamatan dan Kesehatan Kerja Ruang Terbatas (Confined
Spaces) 1609

vii
Keputusan Dirjen
9. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan
No. Kep. 53IDJPPKlVIIII2009 tcntang Pedoman Pelatiban dan Pemberian
Lisensi Petugas Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di Tempat Kerja 1635
10. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan
No. Kep. 48/DJPPKJVI1I20 11 tentang Bidang Jasa Pembinaan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja 1649
11. Keputusan Direktur lenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan
No. Kep. 84/PPK/X/20 12 tentang Tata Cara Penyusunan Dokumen
Pengendalian Potensi Bahaya Besar dan Menengah 1653
12. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan
No. Kep. 89IPPKlXIII20 12 tentang Pembinaan Calon Ahli Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) Spesialis Listrik 1681
13. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan
No. Kep. 741PPKlXIIJ2013 tentang Lisensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Bidang Supervisi Perancah 1687

viii
UNDANG-UNDANG(STOOM ORDONNANTIE)
VERORDENINGSTOOM ORDONNANTIE 1930ATAU
DENGAN KATADALAM BAHASAlNDONESIA
UNDANG-UNDANGUAPTAHUN 1930.

Pasail
1. Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan pesawat uap ialah ketel uap dan
alat-alat lainnya yang dengan peraturan Pemerintah ditetapkan demikian, langsung
atau tidak langsung berhubungan (atau tersambung) dengan suatu ketel uap dan
dipenmtukan bekerja dengan tekanan yang lebih besar (tinggi) daripada tekanan udara.
2. Ketel uap ialah suatu pesawat, dibuat guna menghasilkan uap atan stoom yang
dipergunakan di luar pesawatnya.

Pasal2
Yang disebut peralatan dari sesuatu pesawat uap dalam Undang-undang ini dimaksudkan
semua alat-alat yang ditujukan untuk pemakaian dengan aman dari pesawat uapnya.

Pasal3
Yang disebut pemakai dari sesUatu pesawat uap dalam Undang-undang ini dimaksud:
a. jika melulu untuk dipakai dalam nunah tangga ialah kepala keluanga ataupun pemimpin
dari sesuatu bangunan dalam mana pesawatnya dipergunakan;
b. dalam hallain-lainnya ialah kepala atau pemirnpin pemsahaan, ordememing (estate)
atau bangunan dimana pesawatnya dipakai.

Pasal4
Yang dimaksud dalam Undang-undang ini dengan pesawat uap tetap ialah: semua pesawat
yang ditembok atau dalam tembokan dan dengan pesawat berpindah ialah: semua pesawat-
pesawat yang tidak ditembok.

PasalS
I. Seseorang yang telah merencanakan suatu pesawat uap untuk dipergunakan di In-
donesia dapat mengajukan gambar ontwerpnyajika di Indonesia pada Kepala Jawatan
Pengawasan Perburuhan dan Pengawasan Keselamatan Kerja, alamat Westerdeksdijk
No.2, Amsterdam, yaitu Kantor Cabang Pusat Pemhelian, dari perwakilan Indone-
sia di Den Haag.
2. Dengan Peraturan Pemerintah telah ditetapkan:
a. Surat-surat keterangan yang hams dilampirkan pada pennintaan pengesahan
(good-keuring) tersebut di atas.
b. Jumlah pembayaran ongkos-ongkos bea yang diwajibkan pada Negara dan
c. Oleh Pejabat Instansi Pemerintah mana perusahaan tersebut dapat ditarik
kembali.

Pasal6
1. "Adalah dilarang untuk menjalankan atau mempergtmakan sesuatu pesawat uap dengan
tidak mempunyai Ijin untuknya, yang diberikan oleh Kepala Jawatan Pengawasan
keselamatan Kerja."
2. "Dengan Peraturan Pemerintah dapatlah di-tunjuk pesawat-pesawat uap atau atas
nama tidak berlaku ayat sebelum ini".

Pasal7
1. "Akte Ijin ito diberikan bila pemeriksaan dan pengujian atas pesawat uapnya dan
pemeriksaan atas alat-a1at perlengkapannya memberikan hasil yang memenuhi
syaratsyarat yang ditetapkan dalam peraturan Pemerintah".
2. "Untuk pesawat-pesawat uap yang dipasang dalam kabel berasal dari luar Indonesia,
yang di Negeri Belanda telah diperiksa dan diuji, adalah pengujian dimaksud daJam
ayat sebeJum mi, tidak menjadi keharusan, asalkan pesawat-pesawatnya itu tetap
berada dalam tempat semula, ketika diadakan pemeriksaan di negen Belanda ito, dan
pada surat permohonannya dilampirkan surat keterangan yang diberikan oleh Menteri
Perburuhan, Perniagaan dan Perindustrian di Negeri Belanda, yang menyatakan babwa
pemeriksaan dan pengujian disana itu telah diadakan dengan hasil memuaskan."

Pasal8
"Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan:
a. Keterangan-keterangan apa sajalah yang barns dimuat dalam pennohooan (surat
pennintaan) untuk mendapatkan aide ijin dan keterangan-keterangan apa sajaJah &tau
surat-surat apa sajalah yang hams dilampirkan pada pennohonan itu pula, Peraturan
Pemerintah itu menetapkan keterangan-keterangan apa dan syarat-syarat apa sajalah
yang hams dimuat dalam sesuatu aide ijin".
b. "Syarat-syarat apa sajalah yang hams dipenuhi oleh pesawat.-pesawat uap dimaksud
dalam pasal6 dan oleh alat-alat perlengkapan. ~,
c. "Cara pemeriksaan dan pengujian dan peraturan-peraturan yang hams dipedJatikan
bila melakukan pemeriksaan dan pengujian itu."

2
d. "Dalam hal-bal apa sajalah kepalajawatan Pengawasan Perbumhan dan Pengawasan
Keselamatan Kerja dapat memberikan Kebebasan atas syarat-syarat yang di muat
dalam Peraturan di Pemerintahnya secara penuh, secara untuk sebagian atau dengan
bersyarat (voorwaardelijk.)

Pasal9
"Untuk pemeriksaan pertama dan pengujian atas sesuatu pesawat uap yang dilakukan
oteh pemerintah atan oleh negara, pula untuk mendapatkan Akte Ijin sesuatu pesawat nap
yang dilakukan oleh pemerintah atau oleh negara, pula untuk mendapatkan sesuatu akte
bam, bilamana aIde semulanya hilang, adalah diwajibkan membayar jumlah biaya yang
akan ditetapkan dalam peraturan Pemerintah"

PasallO
"Pennohonan ijin untuk mempergunakan sesuatu pesawat uap hams menyediakan baik
para pekerja maupun alat-alat yang diperlukan untuk pemadatannya, kepada pegawai
pemerintah atau ahli yang mengerjakan pemadatan ini".

Pasalll
a. "Akibat-akibat buruk dan sesuatu pengujian, ialah dibebankan atau dipertanggung-
jawabkan kepada yang meminta pemadatan ini, kecuali bila pemadatan itu dilakukan
dengan tidak penuh kebijaksanaan sebagaimana mestinya".
b. "Dalam hal yang terakhir, yakni bila pemadatan itu tidak dilakukan dengan sempuma,
dan karenanya pesawat uap itu menjadi rusak, maka penggantian kerugian akan
dibayar oleh Pemerintah atau Negara".

Pasal12
1. "Bila Kepala Jawatan Pengawasan Perburuhan dan Pengawasan Keselamatan Kerja
berpendapat, bahwa pemakaian dari pesawat uapnya itu tidak dapat diluluskan,
mengingat syarat-syarat akan keselamatan, maka ia tidak akan memberikanijinnya
untuk pemakaian pesawat uap itu, lantas diberitahukannya hal ini kepada si pemohon
dengan mengemukakan alasan-alasanya."
2. "Si pemohon dapat mengajukan keberatan-keberatannya dalam tempo 14 hari sesudah
menerima pemberitahuan ito kepada sesuatu komisi yang terdiri atas (cacat ini):
Pegawai yang ditunjuk oleh Menteri Perburuhan sebagai ketua, dan orang ahli buat
tiap-tiap taboo sebagai anggota".

3
3. "Kecuali keberatan-keberatan itu ternyata benar-benar tidak dapat diberikan maka
komisi tersebut akan memerintahkan untuk memeriksa pesawat uapnya dan hila
perlu mengujinya kembali oleh pegawai pemeriksa lainnya atau oleh seorang ahli".
4. "Bila pemeriksaan ulangan itu memberikan kesan untuk menyatakan bahwa keberatan-
keberatan yang berkepentingan itu tidak beralasan, maka komisi tersebut diatas
memberitahukan kepada yang berkepentingan, ijinnya tetap tidak akan diberikan.".

Pasal13
1. "Kesemua pesawat-pesawat uap dengan alat-alat perlengkapannya yang dipakai
dikenakan pengawasan yang terus-menerus yang diadakan oleh Pemerintah atau
Negara. Pengawasan itu dilakukan oleh pegawai-pegawai dari Jawatan Pengawasan
Perburuhan dan Pengawasan Keselamatan Kerja secara yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah".
2. Bila menurut peraturannya untuk pemeriksaan dan pengujian pesawat-pesawat uap
ditunjuk ahli-ahli seiain dari pegawai dari Jawatan Pengawasan Perburuhan dan
Pengawasan Keselamatan Kerja yang bersangkutan, maka ahli-ahli itu mempunyailah
kekuatan yang sarna seperti pegawai pemeriksaan itu dan terhadapnya berlaku pulalah
segala sesuatu yang ditetapkan dalam ordonnantie mengenai tindakan-tindakan yang
diutarakan atau diperuntukan bagi pegawai-pegawai tersebut".

Pasal14
1. "Pegawai pemeriksa dan ahli-ahli yang dimaksud dalam pasal 13 mempunyai hak
memasuki secara bebas tempat-tempat, dimana pesawat-pesawat uap itu dan alat-
alat perlengkapannya berada".
2. "Bila mereka dilarang untuk masuk maka toch mereka hams masuk, kendatipun
dengan pertolongan dati tangan kuat (polisi)".
3. "Bita pesawat uap dan alat-alat perlengkapan hanya dapat didatangi melalui rumah
tempat tinggal, maka para pegawai ini tidak akan masuk dengan tidak seijin
penghuninya, selain dengan memperlihatkan perintah tertulis secara luar biasa, dari
kepala pemerintahan setempat".
4. Tentang masuk ini dibuatkan proses verbal olehnya, salinan dari padanya dikirimkannya
kepada penghuni romah tersebut dalam tempoh 2 x 24 jam.

Pasal15
"Pemakai dari sesuatu pesawat uap dan mereka yang meladeninya, diwajibkan pada para
pegawai dan ahli termaksud dalam pasal 13, memberikan semua keterangan yang
dikehendaki mengenai hal ikhwal yang bertalian dengan 'Undang-undang ini'~.

4
Pasal16
1. "Tiap-tiap uap seseringnya perlu oleh Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja ataupun
per-mintaan pemakainya, maka oleh jawatan tersebut diperiksa dan bila perlu diuji
kembali".

2. "Untuk pemeriksaan-pemeriksaan dan pengujian-pengujian dimaksud dalam ayat


sebelum ini pemakainya diharoskan membayar kepada Negara sejumlah biaya yang
akan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah".
3. "Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dati pasal3 Undang-undang ini, maka khusus
untuk berlakunya ayat sebelum ini, sebagai pemakai dari sesuatu pesawat uap
dianggap, ia yang atas nama dicatat Akte Ijinnya, selama ia tidak mengajukan secara
tertulis 8uatu permohonan, pencabutan Akte tersebut kepada Kepala Jawatan
Pengawasan Keselamatan Kerja".

PasalI7
"Pemakai pesawat-pesawat uap atau pemakai sesuatu pesawat uap harns menyediakan
untuk yang diserahi pemeriksaan dan pengujian, baik pekerja-pekerja maupun alat-alat
kerja yang dibutuhkan untuk pemeriksaan dan pengujiannya".

Pasal18
"Bila pemakai sesuatu pesawatuap berlawanan dengan pendapat sebagaimana diberitahukan
padanya oleh pegawai yang bersangkutan, merasa tidak beralasan cukup, baik untuk
pengujian dan pemeriksaan yang akan diadakan pada tempo-tempo biasa yang ditetapkan
dalam Peraturan Pemerintah, untuk mana pesawat uapnya hams diberhentikan, maupun
atas perintah dari pegawai tersebut untuk menyiapkannya guna pemeriksaan atau pengujian,
maka ia dapat mengemukakan keberatannya secara tertulis kepada pegawai itu dalam
tempo 3 hari setelah mene·rima pemberitahuan tersebut diatas. Pegawai tersebut
menetapkan, apakah dapat diberikan penundaan. Bila halnya dapat diselaraskan dengan
syarat-syarat keselamatan, maka sedapat mungkin ia mengabulkan keinginan dari pemakai
tersebut".

Pasal19
"Dalam Peraturan Pemerintah ditetapkan:
a. kewajiban-kewajiban apa yang hams dipenuhi
I. OlehPemakai:
1. dalam hal pemindahan dati pesawat uapnya.

5
2. HBila keadaan dari pesawat uap dan alat-alat perlengkapannya tidak sesuai
lagi dengan uraian dan syarat-syarat yang dimuat dalamAkte ljinnya".
3. "Bilamana atau sebutan dari pemegang Ijinnya tidak benar lagi".
4. "Dalam hal terdapat caeat dalam pesawat uap dan alat-alat
perlengkapannya".
5. "Dalam hal pembetulan pesawat uap dan alat-alat perlengkapannya".
6. "Mengenai pemeliharaan dan pengladenan pada pesawat uap dan alat-alat
perlengkapannya".
7. "Mengenai bangunan dan mangan dalam mana dipasangkan ketel-ketel
uap dari kapal-kapal api".
II. Oleh pemakai dan oleh seorang yang meladeni-nya sewaktu dipakai pesawat
uapnya, baik bila pesawat uap dan alat-alat perlengkapatmya sedang dipakai,
maupun bila tidak dipakai terhadap keselamatan keaja bagi pesawat·pesawat
nap dan alat perlengkapannya itu".
b. "Apa yang harus diperbuat oleh pemakai sesuatu pesawat uap untukmemungkinkan
tidak berbahaya, serta mempermudah pengawasannya, dan apa yang dapat diperintah
oleh pegawai-pegawai dan ahli-ahli tennaksud dalam pasal 13, bertalian dengan
pengawasan itu".
c. "Dalam bal-hal mana Akte Ijinnya dapat dicabut", "Pula dalam Peraturan Pemerintah
dimaksud dalam ayat (1 ), ditujukan dalam hal-hal mana Kepala Jawalan Pengawasan
Keselamatan Kerja dapat memberikan kebebasan dan aturan-aturan Peraturan
Pemerintah tersebut secara untuk sebagian atau dengan bersyarat"

Pasal20
1. "Para pegawai yang diserahi pengawasan atas pesawat uap adalah berbak memberikan
syarat-syarat yang dianggapnya perlu untuk menjamin keselamatan pesawat tersebut
dan pentaatan peraturan dari Undang-undang ini".
2. "Bila oleh mereka temyata, bahwa orang-orang yang diserahi peng1adenaD tidak
mempunyai kecakapan yang diperlukan, maka mereka dapat memerintahkan agar
orang-orang tersebut dibebaskan dari pekerjaan mengladeni itu".
3. "Dalam hal-hal tennaksud dalam ayat 1dan 2 pasal ini, pada pemakaiannya di berikan
tempo dalam mana ketentuan-ketentuan yang disebutkan dalam ayat-ayat ito hams
diturutinya".
4. "Bila pemakai merasa keberatan terhadap ketentuan-ketentuan semacam i~ maka
dapatlah ia dalam tempo 14 hari sesudah ia menerima pemberitahuannya,
mengemukakan keberatan-keberatannya kepada Kepala JawataD Pengawasan
Keselamatan Kerja, yang akan memberikan keputusan atas soalnya.. BiJa pemakai

6
juga tidak setujui dengan keputusan itu, maka dalam tempo 10 hari sesudah menerima
pemberitahuan keputusan itu, hams ia mengemukakan keberatan-keberatannya dengan
surat pennohonan bennaterai pada komisi dimaksud dalam pasal 12 yang akan
mengambil putusan akhir, dan selanjutnya menetapkan suatu tempo dalam mana
keputusan tersebut hams dipenuhi".
5. Segera setelah syarat-syarat yang diberikan itu dipenuhi, maka 'pemakai
memberitahukannya seeara tertulis kepada Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja,
dengan perantaraan pegawai yang bersangkutan dari Jawatan tersebut'.

Pasal21
1. "Bila pada pemeriksaan atau pengujian temyata pesawatnya tidak lagi memberikan
jaminan diperlukan untuk keselamatan dalam pemakaiannya, maka pegawai yang
bersangkutan melarang lebih lanjut pemakaian dari pesawat tersebut".
2. "Dari larang semacam itu diberitahukannya kepada PoUsi setempat dan Pamong
Praja yang akan mengurus Pelaksanaannya, dan pada Kepala Jawatan Pengawasan
Keselamatan Kerja."
3. "Pemakainya dapat mengemukakan keberatannya terhadap larangan yang diberikan
itu pada komisi, dimaksud dalam pasal12 dalam tempo yang ditetapkan didalamnya
itu.. Keeuali bila keberatan-keberatan itu dengan nyata tidak beralasan, maka komisi
tersebut tidak akan mengambil keputusan akhir untuk soalnya itu, hanya sesudah
pesawatnya diperiksa kembali, dan bila periu diuji oleh pegawai atau ahli lainnya"'.
4. "Bila larangan itu dapat dibantah lagi, karena dibenarkanoleb fihak atasan, atau karena
berakhimya tempo yang ditetapkan, maka Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan
Kerja laiu mencabut ijin yang telah diberikan untuk pesawat tersebut.

Pasal22
1. "Bila pegawai yang diserahi pengawasan mendapat sesuatu pesawat uap bekerja
tidak mempunyai Akte Ijin untuknya, maka ia melarang pemakaiannya lebih lanjut',.
2. Pesawat uap tidak boleh dipakai lagi hanya sesudah berhubung dengan sesuatu
permohonan tertulis dan temyata dari pemeriksaan dan pengujian menurot pasal 7
dan pasa18, bahwa tidak. ada keberatan lagi terhadap pemakai itu".

Pasal23
1.. "Tentang peledakan sesuatu pesawat uap si pemakai hams memberitahukannya dengan
segera pada Polisi setempat atan P'among Praja. Ia harns menjaga agar pada tempat
kecelakaan itu segala sesuatunya tidak berubah keadaannya sampai kedatangan
Pamong Praja tersebut, kecuali keadaannya dapat menimbulkan bahaya.. "

7
2. "Tentang peledakan dari sesuatu pesawat uap yang berada dalam sesuatu kapal atau
kendaraan darat, pemberitahuannya ditujukan kepada Polisi setempat dan Pamong
Praja, dimana kapal itu berlabuh atau bermula masuk, atau dimana kendaraan
tennaksud berada.
3. "Segera setelah kabar tentang peledakan itu, maka Polisi setempat atau Pamong
Praja tersebut mengambil tindakan seperlunya untuk menjamin agar segala sesuatunya
ditempat peledakan itu tetap tidak akan dapat timbul bahaya, sampai dimulai
pemeriksaan yang nanti lebih lanjut akan disebutkan.

Pasal24
I. "Pemeriksaan ditempat itu terutama dimaksud untuk menetapkan, apakah ledakan
ituakibat:
a. dari keteledoran atau kelalaian, ataupun dari tidak diindahkannya syarat-syarat
mengenai pemakaian pesawat uap itu dari pihak pemakai, atau dari pihak orang
yang diserahi meladeni pesawat uapnya, bila pemakai tersebut telah dapat
membuktikan, telah menjalankan kewajibannya menjamin pelaksanaan dari
syarat-syaratnya itu".
b. "Pemeriksaan ditempat itu, terutama dimaksud untuk menetapkan apakah
peledakan itu adalah akibat dari tindakan-tindakan sengaja dari pihak ketiga".

2.. "Tentang pemeriksaan ini oleh pegawai yang diserahi pemeriksaan tersebut atas dasar
sumpah jabatannya suatu proses verbal rangkap dua yang sedapat mungkin memuat
keterangan yang jelas dan tertentu tentang sebab dari kecelakaannya itu. Bila ada
sangkaan telah dilakukan hal yang dapat dihukum maka sehelai dari proses verbal itu
segera disampaikannya pada pegawai yang diserahi penuntutannya dan sehelai
salinannya kepada Kepada Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja, yang
segera seterimanya surat itu mencabut Akte Ijin yang diberikan untuk pesawat uap
yang meledak itu".
3. "Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja mengirimkan salman dari proses
Verbal ito pada pemakai (dus pemakai diberitahukannya dengan jalan mengirimkan
salinan dari ptoses verbal itu).

Pasal25
"Selain dari pesawat-pesawat yang diserahi pengusutan kejahatan-kejahatan dan
pelanggaran-pelanggaran pada umumnya, adalah pegawai-pegawai tersebut dalam pasal
13, yakni pegawai pemeriksa dari jawatan kits dan ahli-ahli yang ditunjuk oleh Kepala
Jawatan, berhak dan berkewajiban untuk mengusut dari Undang-undang ini dan dari syarat..
syarat yang diberikan guna pelaksanaan dari undang-undang ini.

8
Pasal26
"Pemakai dari sesuatu uap dihukum kurungan 3 bulan atau denda paling tinggi Rp 500,-"
a. Bila pesawat uapnya dijalankan sebelumAkte Ijinnya yang diperlukan untuk diberikan
atau setelah AIde Ijinnya itu dicabut, ataupun pemakaian selanjutnya dilarang menurut
ayat-ayat (1) dari pasa) 21 atau ayat (1) dan pasal 22"
b. Bila ia tidak cukup menjaga alat-alatpengamanannya, seperti yang diterangkan dalam
AIde Ijin yang diberikan".
c. Bila ia membiarkan alat-alat pengamanannya dirubah dengan tidak terlebih dahulu
diketahui oleh pegawai yang diserahi pengawasan atau membiarkan alat-alat itu
dihalang-halangi untuk bekerja dengan baik dan tepat.
d. Bila ia tidak cukup penjaga diindahkannya syarat-syarat istimewa yang diberikan
untuk pernakainya, atau syarat-syarat istimewa yang mengikat untuk
menjalankannya".
e. Bila telah terjadi peledakannya tidak segera memberitahukannya kepada Kepala
Pemerintahan setempat."

Pasal27
"Orang yang diserahi peladenan sesuatu pesawat uap yang tidak pada ternpatnya waktu
sesuatu pesawat uap bekerja, dihukum penjara paling lama satu bulan atau denda paling
banyak Rp. 300,-

Pasal28
"Hal-hal yang dalam undang-undang ini ditetapkan dapat dihukum, dianggap pelanggaran".

Pasal29
"Kekecualian dan overgangsbepalingen (aturan-aturan peralihan). "Undang-undang ini tidak
berlaku atas pesawat-pesawat uap yang dipasang dalam kapal-kapal dari Angkatan Laut
Kerajaan, Angkatan Laut RI dan dinas pembasmian penyelundupan candu dilaut". Selain
kekecualian-kekecualian yang akan ditunjuk dalam peraturan Pemerintah, tidak pula atas
pesawat-pesawat uap yang dipasang dalam kapal komunikasi dan Polisi daerah.

Pasal30
a. "Kecuali yang ditetapkan dalam pasal23 dan 24 adalah Undang-undang uap ini pula
tidak berlaku untuk pesawat-pesawat uap yang dipasang dalam kapal atau alat
penyebrangan yang tidak mempunyai buktinationaliteit dari Indonesia yang berlaku
atau Ijin yang mengantikan bukti nationaliteit itu bila para pemakai dapat menyatakan

9
bahwa telah dipenuhi peraturan Stoomwezen (peraturan uap) yang herlaku di negara
asal bendera yang dibawa oleh kapal ito atan alat penyebrang itu, atau kapal.. kapal ini
dapat mengajukan certificate penumpang atau certificate kebaikannya, dengan catatan
mengenai pengangkutan penumpang dari negaranya sendiri yang masih berlaku,
kecuali pemiliknya menyatakan untuk meminta pesawat-pesawat uapnya dimasukan
pengawasan dati Jawatan kita". "Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja
dapat rnenentukan, apakah dan dalam hal-hal mana bagi kapal-kapal yang telah
diklasifiseer dapat diterima pengawasan oleh biro-biro klasifikasi yang bersangkutan".
b. "Kecuali yang ditetapkan dalam pasal 23 dan 24 maka Undang-undang ini tidak
berlaku atas pesawat-pesawat uap yang dapat diangkut-angkut dan dimiliki oleh
pemilik-pemilik yang bertempat tinggal diluar neg~ bila pada pemakaiannya dapat
membuktikan bahwa telah dipenuhi peraturan-pcraturan uap yang berlaku dinegeri
dimana berada pemilik-pemilik tersebut dan bahwa pesawat-pesawat uap itu dipakai
kurang dari 6 bulan berturut-turut di Indonesia".

Pasal31
"Para pemakai dari pesawat-pesawat uap yang pada waktu berlakunya Undang-undang
ini mempWlyai akte-akte ijin tetap berhak memakai pesawat-pesawat uapnya dengan akteakte
itu dengan syarat-syarat yang dimuat dalam akte-akte ito.. Hal untuk. memakai akteakte itu
berakhir bila sesuatu bagian dari pesawat-pesawat uap atau alat-alat perlengkapannya diganti
barn dengan tidak disesuaikan dengan syarat-syarat yang dikeluarkan dengan Undang-
undang ini".

Pasal32
"Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang Uap 1930; Dengan Keputusan dari 3
September 1930 Lembaran Negara No. 340 ditetapkan babwa Undang-Undang Uap 1930
ini berlaku mulai 1Januari 1931. "Dengan ini diberilah singkatan nama Undang-Undang ini
yaitu yang dinamakan "Undang-undang Vap 1930".

10
UNDANG-UNDANG NOMOR3 TAHUN 1951
1ENfANG
PERNJATAAN BERLAKUNJA
UNDANG-UNDANGPENGAWASAN PERBURUHANTAHUN 1948 NO. 23
DARI REPUBLIKINDONESIA UNTUK SELURUH INDONESIA
(Lembaran Negara No.4 TahuR 1951)

PRESIDEN REPUBLIKINDONESIA,

Menimbang: 1. bahwa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia belum ada


undang-undang mengenai pengawasan perburuhanjang sesuai dengan
keadaan sekarang;
2. bahwa ketiadaan undang-undang itu sangat dirasakan dan oleh
karenanja perlu segera mengadakannja;
3. bahwa dengan menunggu selesainja pekerdjaan tersebut terlebih
dabuluperlu didjalankan undang-undang pengawasan perbumhan
Republik: Indonesia jang sudah ada;
4. bahwa "Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tabun 1948" dari
Republik: Indonesia adalah salah sam undang-undangjang dibutuhkan
dan oleh karenanja periu lekas didjalankan untuk seluruh Indonesia.

Menimbang : Pasal 36 dan 89 Undang-undangDasar Sementera Republik Indonesia;


Dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia

MEMUTUSKAN:
Dengan membatalkan segala peraturan jang berlawanan dengan Undang-undang ini,
menetapkan:
UNDANG-UNDANG PERNJATAAN BERLAKUNJA UNDANG-UNDANG
PENGAWASAN PERBURUHAN TAHUN 1948 NR. 23 DARt REPUBLIK
INDONESIA UNTUK SELURUHINDONESIA.

11
PASALI
Menjatakan berlaku untuk seluruh Indonesia Undang-undang Pengawasan Perburuhan
tangga123 Djuli 1948 No. 23 dari Republik Indonesiajang bunjinja sebagai berikut :

BAGIANI
Pasall
(1) Pengawasan Perburuhan diadakan guna :
a. mengawasi berlakunja undang-undang dan peraturan-peraturan perburuhan pada
chususnja;
b. mengumpulkan bahan-bahan keterangan tentang soal-soal hubungan kerdja dan
keadaan perburuhan dalam arti jang seluas-luasnja guna membuat undang-
undang dan peraturan-peraturan perburuhan;
c. mendjalankan pekerdjaan lain-lainnjajang diserahkan kepadanja dengan undang..
undang atau peraturan-peraturan lainnja.
.(2) Menteri jang diserahi urusan perburuhan mengadakan laporan tahunan tentang
pekerdjaan pengawasan perburuhan.

BAGIANII
Hak pegawai-pegawai pengawasan
perburuhan untuk memperoleh keterangan
Pasal2
(1) Menteri jang diserahi urusan perburuhan atau pegawai jang ditundjuk olehnja,
menundjuk pegawai-pegawai jang diberi kewadjiban mendjalankan pengawasan
perburuhan.
(2) Pegawai-pegawai tersebut dalam ajat (1) Pasal ini, beserta pegawai-pegawai pembantu
jang mengikutinja, dalam melakukan kewadjiban-kewadjiban tersebut dalam Pasall
ajat (1), berhak memasuki semua tempat-tempat, dimana didjalankan atan biasa
didjalankan pekerdjaan, atan dapat disangka bawah di situ didjalankan pekerdjaan
dan djuga segala rumahjang disewakan atau dipergunakan oleh madjikan atau wakilnja
untuk perumahan atau perawatan buruh. Jang dimaksud dengan pekerdjaan ialah
pekerdjaanjang didjalankan oIeh buruh untuk madjikan dalam suatu hubungan kerdja
dengan menerima upah.
(3) Djikalau pegawai-pegawai tersebut dalam ajat (I) ditolak untuk rnemasuki tempat-
tempat termaksud dalam ajat (2) maka mereka memasukinja, djika perIn dengan
bantuan Polisi Negara.

Pasal3
(1) Madjikan atau wakilnja, demikian pula semua buruhjang bekerdja pada madjikan i~
atas permintaan dan dalam waktu sepantasnjajang ditentukan oleh pegawai-pegawai
tersebut dalam Pasal2 ajat (1), wadjib memberikan semua keterangan-keterangan

12
yang sedjelas-djelasnjat baik dengan lisan maupun tertulisjang dipandang perlu olehnja
guna memperoleh pendapat jang pasti tentang hubungan kerdja dan keadaan
perburuhan pada umumnja di dalam pemsahaan itu pada waktu itu atauldan pada
waktu jang telah lampau.
(2) Pegawai-pegawai tersebut di atas berhak menanjai buruh dengan tidak dihadiri oIeh
orang ketiga.
(3) Oalam mendjalankan tugasnja pegawai-pegawai tersebut diwadjibkan berhubungan
dengan organisasi buruh jang bersangkutan.

Pasa14
Atas pennintaan pegawai-pegawai tersebut dalam Pasal 2 ajat (1) madjikan atau wakilnja
wadjib menunjuk seorang pengantar untuk memberi keterangan-keterangan pada waktu
diadakan pemeriksaan.
BAGIANIll
Menyimpan rabasta
PasalS
Pegawai-pegawai beserta pegawai-pegawai pembantu tersebut dalam Pasal 2 di luar
djabatannja wadjib merahasiakan segala keterangan tentang rahasia-rahasia di dalam suatu
perusahaan, jang didapatnja berhubungan dengan djabatannja.

BAGIANIV
Aturan Hukuman
Pasal6
(1 ) Barang siapadengan sengadja membuka rahasiajang dipertjajakan kepadanja termaksud
dalam Pasal5, dihukum dengan hukuman pendjara selama-Iamanja enam bulan atau
denda sebanjak-banjaknja enam ratus rupiah dengan tidak atau dipecat dari hak
memangku djabatan.
(2) Barang siapa karena kesilapannja menjebabkan rahasia itu mendjadi terbuka, dihukum
dengan hukuman kurungan selama-lamanja tiga bulan atan denda sebanjak-banjaknja
tiga ratus rupiah.
(3) Tidak ada tuntutan terhadap hal-hal tersebut dalam ajat (1) dan (2), djikalau tidak ada
pengaduan dari madjikanjang berkepentingan atauwakilnja.
(4) Barang siapa menghalang-halangi atau menggagalkan sesuatujang dilakukan oleh
pegawai-pegawai dalam melakukan kewadjibannja seperti tersebut dalam Pasal 2,
begitu pula barang siapa tidak memenuhi kewadjibannja termasuk dalam Pasa13 ajat
(1), dihukum dengan hukuman kurungan selama-Iamanja tiga bulan atau denda
sebanjak-banjaknja lima ratus rupiah.
(5) Barang siapa tidak memenuhi kewadjibannja tersebut dalam Pasal4 dihukum dengan
hukuman kurungan selama-Iamanja 3 bulan atau denda sebanjak-banjaknja lima ratus
rupiah.

13
(6) lIal-hal jang dikenakan hukuman tersebut dalam ajat (1) dan ajat (2) dianggap sebagai
kedjahatan, sedangkan jang tersebut dalam ajat (4) dan (5) dianggap sebagai
pelanggaran..
Pasal7
(1) Djikalau jang dikenakan hukuman tersebut dalam Pasal 6 itu suatu hadan hukum,
maka tuntutan dan hukuman dilakukan terhadap pengurus hadan hukum itu;
(2) Djikalau urusan badan hukwn itu diserahkan kepada badan hukum lain maka tuntutan
dan hukuman dilakukan terhadap pengurus badan hukum lain jang mengurus itu.

BAGIANV
Tentang mengusut pelanggarao
dan kedjahatan

PasalS
Selain dari pada pegawai-pegawaijang berkewadjiban mengusut pelanggaran dan kedjahatan
pada umumnja, pegawai-pegawai tersebut dalam Pasal 2 dan orang-orang lain menurut
undang-undang ditundjuk dan diberi kekuasaan untuk itu, kecuali diwadjibkan untuk
mendjaga dan membantu supaya aturan-aturan dalam undang-undang ini didjalankan,
diwadjibkan djuga untuk mengusut hal-hal jang dikenakan hukuman tersebut dalam
Pasal6.
PASAL II.
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintahkan pengundangan undang-
undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal6 Djanuari 1951 .

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


ttd.
SOEKARNO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 Djanuari 1951

MENTERI KEHAKIMAN, MENTERl PERBURUHAN,


ttd.. ttd.
WONGSONEGORO SOEROSO

14
UNDANG-UNDANG RAPUBLIKINDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 1969

TENTANG

PERSETUJUANKONVERSI ORGANISASI PERBURUHAN


INTERNASIONAL
NOMOR 120MENGENAI HYGIENE DALAM PERNIAGAAN
DAN KANTOR-KANTOR
(Lembaran Negara No. 14 tahun 1969)

DENGANRAHMATTUHANYANGMAHAESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang a. bahwa Indonesia semenjak tanggal12 Juli 1950 adalah anggota


dari Organisasi Perburuhan Intemasional;

b. bahwa Konvensi Perburuhan Intemasional No. 120 tentang Hy-


giene dalam Pemiagaan dan Kantor-kantor, yang telah diterima
oleh waki-wakil anggota Organisasi Perburuhan Intemasional,
dalam sidangnya keempat puluh delapan di Jenewa tahun 1964
dapat disetujui;
c. bahwa dengan pelaksanaan Konvensi tersebut pada ayat b di
atas, produktivitas kerja akan meningkat kegembiraan kerja dapat
dipupuk.

Mengiogat Pasal5 ayat (1) Undang-Undang Oasar 1945.

Dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.

MEMUIUSKAN

Menetapkan UNDANG-UNDANG TENTANG PERSETUJUAN KONVENSI


ORGANISASI PERBURUHAN INTERNASIONAL NOMOR 120
MENGENAI HYGIENE DALAM PERNIAGAAN DAN KANTOR-
KANTOR.

15
Pasall

Konvensi Organisasi Perburuhan Intemasional Nomor 129 mengenai Hygiene dalam


Perusahaan dan Kantor-kantor, yang telah diterima oleh wakil-wakil anggota-anggota
Organisasi Perburuhan Intemasional dalam sidangnya ke empat puluh delapan tahun 1964
dan yang bunyinya sebagaimana terlampir pada Undang-Undang ini, dengan ini disetujui.

Pasal2

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Diundangkan di Jakarta Disahkandi Jakarta


Padatanggal5April1969 Pada tanggal 5April 1969

Sekretaris Negara Presiden Republik Indonesia


Republik Indonesia

ALAMSYAH SOEHARTO
~ayorJenderalTNI JENDERAL TNI

16
KONVENSIILO (NO. 120)

MENGENAI

HYGIENE DALAM PERNlAGAAN DAN KANTOR-KANTOR


KONFERENSIUMUM ORGANISASI PERBURUHAN
INTERNASIONAL

Setelah diundang di Jenewa oleh Badan Pengurus Biro Perburuhan Internasional dan
setelah mengadakan sidangnya yang ke-48 pada tanggal 17 JUDi 1964, dan

Setelah memutuskan untuk menerima beberapa usul mengenai hygiene dalam


pemiagaan dan kantor-kantor yang termasuk soal ke 4 dari agenda sidang, dan

Setelah menetapkan bahwa usul ini hams berbentuk Konvensi Intemasional.

Menerima pada tanggal 8 Juli 1964 Konvensi dibawah ini yang dapat disebut :

Konvensi mengenai Hygiene Dalam Pemiagaan dan Kantor-kantor 1964.


BABI
KEWAJIBAN PIHAK-PIHAK
Pasall
Konvensi ini berlaku bagi :
(a) Badan-badan perniagaan;
(b) Badan-badan, lembaga-Iembaga, dan kantor-kantor pemberi jasa dimana pekerja-
pekerjanya terotama melakukan pekerjaan kantor.
(c) Setiap bagian dari badan, lembaga, atau kantor pemberi jasa dimana pekerjaannya
terutama melakukan pekerjaan dagang atau kantor sejauh mereka tidak tunduk pada
Undang-Undang atau peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan lain yang bersifat
nasional tentang hygiene dalam industri, pertambangan, pengangkutan atau pertanian.
Pasal2
Penguasa yang berwenang dapat setelah berkonsultasi dengan organisasi pengusaha dan
buruh yang langsung berkepentingan bila ada mengecualikan berlakunya seluruh atau
sebagian ketentuan-ketentuan konvensi ini menurut golongan yang khusus dari hadan,
lembaga atau kantor pemberijasa atan bagian-bagiannya termaksud pada pasal1 di mana
keadaan dan kondisi kerja adalah sedemikian rupa sehingga pelaksanaan seluruhnya atau
sebagian ketentuan tersebut di atas menjadi tidak sesuai.

17
Pasal3
Dalam setiap hal yang meragukan apakah untuk suatu badan, lembaga atau kantor pemberi
jasa konvensi ini berlaku, persoalannya hams diselesaikan baik oleh penguasa yang
berwenang sesudah konsultasi dengan wakil pengurus dan pekerja yang bersangkutan
apabila organisasi tersebut ada, maupun dengan cara lain yang sesuai dengan Undang-
undang dan kebiasaan nasional.

Pasal4
Setiap anggota yang meratifisir konvensi ini mengusahakan :
(a) supaya tetap memperlakukan Undang-undang atau Peraturan yang menjamin
berlakunya prinsi-prinsip umum yang tercantum dalam BAB II, dan
(b) menjamin supaya ketentuan-ketentuan mengenai rekomendasi hygiene (pemiagaan
dan kantor) 1964 atau ketentuan-ketentuan yang sarna dilaksanakan apabila ini
mungkin dan dikehendaki oleh kondisi nasional.
Pa8815
Undang-undang atau peraturan-peraturan yang melaksanakan ketentuan-ketentuan konvensi
ini dan setiap undang-undang atau peraturan yang melaksanakan ketentuan-ketentuan
rekomendasi hygiene (perniagaan dan kantor-kantor) 1964 atau ketentuan-ketentuan yang
sarna apabilaini mungkin dan dikehendaki oleh kondisi nasional harus direncanakan setelah
konsultasi dengan wakil-wakil organisasi-organisasi majikan dan buruh bila ada.
Pasal6
(1) Tindakan-tindakan yang tepat harns diambil dengan pengawasan yang memadai atau
cara-cara lain untuk menjamin pelaksanaan yang tepat dari undang-undang peraturan-
peraturan tersebut dalam pasal 5.
(2) Jika sesuai dengan pelaksanaan konvensi ini, tindakan yang perlu dalam bentuk
hukuman hams diambil untuk menjamin penegakan undang-undang atau peraturan-
peraturan itu.
BABII
ASA8-ASAS UMUM
Pasal7
Semua bangunan yang digunakan oleh pekerja-pekerja dan perlengkapannya hams selalu
dipelihara baik dan dijaga kebersihannya.

18
PasalS

Semua bangunan yang digunakan oleh pekerja-pekerja hams mempunyai ventilasi yang
cukup dan sesuai bersifat alami atau buatan atau kedua-duanya, yang memberi udara
segar atan yang dibersihkan.

Pasal9

Semua bangunan yang digunakan oleh pekerja-pekerja hams mempunyai penerangan yang
cukup dan sesuai, tempat-tempat kerja sedapat mungkin hams mendapat penerangan alam.

PasallO

Suhu yang nyaman dan tetap apabila keadaan memungkinkan hams mempertahankan
dalam bangunan yang dipergunakan oleh pekerja-pekerja.

Pasalll

Seroua tempat kerja harns disusun serta semua tempat duduk hams diatur sedemikian
rnpa sehingga tidak ada pengaruh yang berbahaya bagi kesehatan pekerja.

Pasal12

Persediaan yang cukup dati air minum yang sehat atau minuman lain yang sehat hams ada
bagi keperluan pekerja-pekerja.

Pasal13

Perlengkapan untuk mencuci dan saniter yang cukup hams disediakan dan terpelihara
baik.

Pasal14

Tempat..tempat duduk yang cukup dan sesuai hams disediakan UDtuk pekerja-pekerja dan
pekerja-pekerja hams diberi kesempatan yang cukup untuk menggunakannya.

PasallS

Fasilitas yang sesuai untuk mengganti, menyimpan dan mengeringkan pakaian yang tidak
dipakai pada waktu bekerja hams disediakan dan dipelihara dengan baik.

19
Pasal16

Bangunan di bawah tanah atau tidak berjendela dimana biasanya dijalankan pekerja hams
memenuhi standar hygiene yang baik.

Pasal17

Para pekerja hams dilindungi dengan tindakan yang tepat dan dapat dilaksanakan terhadap
bahan, proses dan teknik yang berbahaya, tidak sehat atau beracun atau untuk 8uatu
alasan yang membahayakan. Apabila sifat pekerjaan menghendakinya, penguasa yang
berwenang hams memerintahkan penggunaan alat pelindung diri.

Pasal18

Kebisingan dan getaran-getaran yang mungkin mempunyai pengaruh-pengaruh yang


berbahaya kepada pekerja hams dikurangi sebanyak mungkin dengan tindakan-tindakan
yang tepat dan dapat dilaksanakan.

Pasal19

Setiap badan, lembaga atau dinas pemberi jasa, atau bagiannya yang tunduk kepada konvensi
ini, dengan memperhatikan besarnya dan kemungkinan bahaya hams :
a. Apotik dan Pos PPPK sendiri, atau
b. Memelihara apotik atau pos PPPK bersama-sarna dengan badan, lembaga atall kantor
pemberi jasa atau bagiannya.
c. Mempunyai satu atau lebih lemari, kotak atau perlengkapan PPPK.

BAB III
KETENfUAN-KETENfUANTERAKHIR

Pasal20

Sufat ratifikasi konvensi ini hams disampaikan kepada Direktur lenderal Biro Perburuhan
Intemasional untuk didaftarkan.

Pasal21

(1 ) Konvensi ini hanya akan mengikat anggota Organisasi Perburuhan Intemasional yang
ratifikasinya telah didaftarkan pada Direktur lendera!.

20
(2) Konvensi ini akan berlaku 12 bulan sesudah tanggal ratifikasi oleh dua anggota
didaftarkan pada Direktur Jendera!.

(3) Selanjutkan konvensi ini akan mulai berlaku untuk tiap anggota 12 bulan sesudah
tanggal ratiflkasi anggota tersebut didaftarkan.
Pasa) 22

(1) Anggota yang telah meratifisir konvensi ini setelah lewat waktu 10 tahun terhitung
dari tanggal konvensi ini mulai berlaku dapat membatalkannya dengan menyampaikan
suatu keterangan kepada Direktur lenderal Biro Perburohan Intemasional untuk
didaftarkan. Pembatalan demikian barn akan berlaku satu tahun sesudah tanggal
pendaftarannya.
(2) Tiap anggota yang telah meratifisir konvensi ini dan tidak menggunakan hak
pembatalan menurut ketentuan pada ayat (1) tersebut di atas dalam tahun berikutnya
setelah Jewat 10 tahun Iagi dan sesudah ini, dapat membatalkannya konvensi itu pada
waktu berakhimya masa 10 tahun menurut ketentuan tercantum dalam pasal ini.
Pasal23

(I) Direktur lenderal Biro Perburuhan Intemasional hams memberitahukan kepada


segenap Anggota Organisasi Perburohan Intemasional tentang pendaftaran semua
ratifikasi, dan pembatalan yang disampaikan kepadanya oleh anggota-anggota
organisasi.
(2) Pada waktu memberitahukan kepada anggota-anggota organisasi tentang pendaftaran
dan ratifiikasi kedua yang disampaikan kepadanya Direktur Jenderal harus
memperingatkan anggota-anggota organisasi tanggal mulai berlaku konvensi ini.
Pasal24
Direktur Jenderal Biro Perburohan Intemasional hams menyampaikan kepada Sekretaris
Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk didaftarkan, sesuai dengan pasal 102 dari
Piagam/Perserikatan Bangsa-Bangsa hal ikhwal mengenai semua ratifIkasi dan pelaksanaan
dari yang didaftarkan menurot ketentuan pasal-pasal tersebut di atas.
Pasal25

Pada waktu-waktu yang dianggap periu, Hadan Pengurus Biro Perburuhan Intemasional
menyampaikan kepada Konferensi Dmwn laporan mengenai pelaksanaan Konvensi ini dan
hams mempelajari apakah soa1 peninjauan kembali Konvensi inl seluruhnya atau sebagian
perlu ditempatkan dalam agenda Konferensi.

21
Pasal26
(1) Jika Konferensi menerima Konvensi Baru yang merubah sebagian atau seluruhnya
Konvensi ini, kecuali jika Konvensi barn menentukan lain, maka :

(a) dengan menyimpang dari ketentuan pasa122 di atas, ratifikasi Konvensi barn oleh
anggota berarti pembatalan Konvensi ini pada saat itu juga karena hukum, jika dan
pada waktu Konvensi barn itu mulai berlaku.

(b) mulai pada tanggal Konvensi bam berlaku, Konvensi ini tidak dapat diratifikasi lagi
oleh anggota.

(2) Bagaimanapunjuga Konvensi ini akan tetap berlaku dalam bentuk dan isi yang asH
bagi anggota yang telah meratifikasinya, tetapi belum meratifisir Konvensi barn.

Pasal27
Bunyi naskah Konvensi ini dalam bahasa Inggris dan Perancis kedua-duanya adalah resmi.

22
UNDANG-UNDANG REPUBLIKINDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2003
TENTANG
KETENAGAKERJAAN
DENGANRAHMATTUHANYANGMAHAESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang 8. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka


pembanguanan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia selurohnya untuk mewujudkan masyarakat
yang sejahtera, arlil, makmur yang merata, baik materiil maupun
spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang DasarNegara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. babwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja
mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai
pelaku dan tujuan pembangunan;
c. bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja,
diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan
kualitas tenaga kerja dan peransertanya dalam pembangunan serta
peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan;
d. bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk
menjamin hak-hak dasar pekerjalburuh dan menjamin kesamaan
kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun
untuk mewujudkan kesejahteraan pekerjalburuh dan keluarganya
dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia
usaha;
e. bahwa beberapa undang-undang dibidang ketenagakerjaan
dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan
pembangunan ketenagakerjaan, oleh karena itu periu dicabut dan!
atau ditarik kembali;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada
huruf a, b, c,d, dan e perlu membentuk Undang-undang tentang
Ketenagakerjaan.

Mengingat PasalS ayat (I), Pasa120 ayat (2), Pasa127 ayat (2), Pasal 28, dan
Pasa133 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tabun 1945.

23
Dengan persetujuan bersama antara

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RAPUBLIKINDONESIA


DAN
PRESIDEJN REPUBUK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan: UNDANG-UNDANGTENTANG KETENAGAKERJAAN
BABI
KETEN1UANUMUM
Pasa11
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada
waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.
2. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
untuk masyarakat.
3. PekerJalburuh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan
dalam bentuk lain.
4. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan...
hadan lainnya yang mempekeIjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan
dalam bentuk lain.
S. Pengusaha adalah :
a. orang perseorangan, persekutuan, atau barlan hukum yang menjalankan suatu
perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau harlan hukum yang secara berfui sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau barlan hukum yang berada di Indonesia
mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang
berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
6. Perusahaan adalah :
a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orangperseorangan,
milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik
negara yang mempeketjakan pekerjalburoh dengan membayar upab atau imbalan
dalam bentuk lain;
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain.

24
7. Perencanaan tenaga kerja adalah proses penyusunan ketenagakerjaan secara
sistematis yang dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi,
dan pelaksanaan program pembangunan ketenagaketjaan yang berkesinambungan.
8. Informasi ketenagakerjaan adalah gabungan, rangkaian, dan analisis data yang
berbentuk angka yang telah diolah, naskah dan dokumen yang mempunyai arti, nilai
dan malma tertentu mengenai ketenagakerjaan.
9. Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk rnemberi, memperoleh,
meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap,
dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai denganjenjang
dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan.
10. Kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang
ditetapkan.
11. Pemagangan adalah bagiandari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan seeara
terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekeIja seeara langsung di
bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih
berpengalaman, dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam
rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.
12. Pelayanan penempatan tenaga kerja adalah kegiatan untuk mempertemukan
tenaga kerja dengan pemberi kerja, sehingga tenaga kerja dapat memperoleh pekerjaan
yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya, dan pemberi kerja dapat
memperoleh tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhannya.
13. Tenaga kerja asing adalah warga negara asing pemegang visa dengan lnaksud
bekerja di wilayah Indonesia.
14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekeIja/buruh dengan pengusaha atau
pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
IS. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerjalburuh
berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
16. Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para
pelaku dalam proses produksi barang danlatau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha,
pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-
Undang Dasar "Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
17. Serikat pekerjalserikat burub adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan
untuk: pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat
bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggungjawab guna memperjuangkan,
membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

25
18. Lembaga kerja sama bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya
terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/serikat bumb yang sudah tercatat di instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekerjalburuh.
19. Lembaga kerja sama tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan
musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur
organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buroh, dan pemerintah.
20. Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha
yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.
21. Perjanjlao kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan basil perundingan
antara serikat pekerjalserikat bumb atau beberapa serikat pekerjalserikat bumb yang
tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan
pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat
syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
22. Perselisihan bubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerjalburuh atau
serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan
kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar
serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perosahaan.
23. Mogok kerja adalah tindakan pekerjalburnb yang direncanakan dan dilaksanakan
seeara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk menghentikan
atau memperlambat pekerjaan.
24. Penutupan perusahaan (lock out) adalah tindakan pengusaha untuk menolak
pekerjalburuh seluruhnya atau sebagian untuk menjalankan pekerjaan.
2S.Pemutusao hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentuyang mengakibatkan berakhimya hak dan kewajiban antara pekerjalburuh
dan pengusaba.
26. Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan bells) taboo.
27. Slang hari adalah waktu antara pukul 06.00 sampai dengan pukuI 18.00. (satu)
hari adalah waktu selama 24 (dua puluh empat) jam.
28. Seminggu adalah waktu selama 7 (tujuh) hari.
29. Upah adalah hak pekerjalburuh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang
sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerjalburoh yang
ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan
perundang-undangan, tennasuk tunjangan bagi pekerjalburuh dan keluarganya atas
suatu pekerjaan danlatau jasa yang telah atau akan dilakukan.

26
30. Kesejabteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau
keperluan yang bersifat jasmaniah dan robaniah, baik di dalam maupun di luar
hubungan kerja~ yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi
produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.

31. Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan


pelaksanaan peraturan pemndang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

32. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

BAB II
LANDASAN,ASAS, DAN TUJUAN
Pasal2
Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahoo 1945.
Pasal3
Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan melalui
koordinasi fungsionallintas sektoral pusat dan daerah.

Pasal4
Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan :
8. memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;
b. mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai
dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;
c. memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan;
dan
d. meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
BAB III
KESEMPATAN DAN PERLAKUANYANGSAMA

Pasa15
Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sarna tanpa diskriminasi untuk memperoleh
pekerjaan.
Pasa16
Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sarna tanpa diskriminasi dari
pengusaha.

27
BABIV
PERENCANAAN TENAGA KERJA DANINFORMASI
KETENAGAKERJAAN

Pasal?
(1) Dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, pemerintah menetapkan kebijakan dan
menyusun perencanaan tenaga kerja;
(2) Perencanaan tenaga kerja meliputi :
a. perencanaan tenaga kerja makro; dan
b. perencanaan tenaga kerja milcro.
(3) Dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program pembangunan
ketenagakerjaan yang berkesinambungan, pemerintah harus berpedoman pada
perencanaan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal8
(1) Perencanaan tenaga kerja disusun atas dasar informasi ketenagakerjaan yang antara
lain meliputi :
a. penduduk dan tenaga kerja;
b. kesempatan kerja;
c. pelatihan kerja tennasuk kompetensi kerja;
d. produktivitas tenaga kerja;
e. hubungan industrial;
f. kondisi lingkungan kerja;
g. pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja; dan
h. jaminan sosial tenaga kerja.
(2) Informasi ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (I), diperoleh dari semua
pihak yang terkait, baik instansi pemerintah maupun swasta.
(3) Ketentuan mengenai tata cara memperoleh infonnasi ketenagakerjaan dan penyusunan
serta pelaksanaan perencanaan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (I)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

28
BABV
PELATllIANKERJA
Pasal9
Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan
mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan
kesejahteraan.
Pasal 10
(1) Pelatihan kerja dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pasar ketja dan dunia
usaha, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.
(2) Pelatihan kerja diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang mengacu pada
standar kompetensi kerja.
(3) Pelatihan kerja dapat dilakukan secara berjenjang.
»

(4) Ketentuan mengenai tata cara penetapan standar kompetensi kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menten.
Pasall1
Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau
mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui
pelatihan kerja.
Pasal12
(1) Pengusaha bertanggungjawab atas peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi
pekeljanya melalui pelatihan kerja.
(2) Peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diwajibkan bagi pengusaha yang memenuhi persyaratan yang diatur dengan
Keputusan Menteri.
(3) Setiap pekerjalburuh memiliki kesempatan yang sarna untuk mengikuti pelatihan kerja
sesuai dengan bidang tugasnya.
Pasal13
(1) Pelatihan kerja diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja pemerintah dan/atau
lembaga pelatihan kerja swasta.
(2) Pelatihan kerja dapat diselenggarakan di tempat pelatihan atau tempat kerja.
(3) Lembaga pelatihan kerja pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam
menyelenggarakan pelatihan kerja dapat bekerja sarna dengan swasta.

29
Pasal14
(I) Lembaga pelatihan kerja swasta dapat berbentuk hadan hukum Indonesia atau
perorangan.
(2) Lembaga pelatihan kerja swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memperoleh izin atau mendaftar ke instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan di kabupaten / kota.
(3) Lembaga pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah mendaftarkan
kegiatannya kepada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan dia
kabupatan / kota.
(4) Ketentuan mengenai tata cara perizinan dan pendaftaran lembaga pelatihan kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri..
Pasal15
Penyelenggaraan pelatihan kerja wajib memenuhi persyaratan :
a. tersedianya tenaga kepelatihan;
b. adanya kurikulum yang sesuai dengan tingkat pelatihan;
c. tersedianya sarana dan prasarana pelatihan kerja; dan
d. tersedianya dana bagi kelangsungan kegiatan penyelenggaraan pelatihan kerja.

Pasal16
(1) Lembaga pelatihan kerja swasta yang telah memperoleh izin dan lembaga pelatihan
kerja pemerintah yang telah terdaftar dapat memperoleh akreditasi dari lembagai
akreditasi.
(2) Lembaga akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat independen terdiri
atas unsur masyarakat dan pemerintah ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(3) Organisasi dan tata kerja lembaga akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal17
(1) Instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan di kabupatenlkota dapat
menghentikan sementara pelaksanaan penyelenggaraan pelatiban kerja, apabila di
dalam pelaksanaannya temyata :
a. tidak sesuai dengan arab pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasa19;
dan/atan
b. tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasa115.

30
(2) Penghentian sementara pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (I), disertai alasan dan saran perbaikan dan berlaku paling lama
6 (enam) bulan.
(3) Penghentian sementara pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja hanya dikenakan
terhadap program pelatihan yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 dan Pasal 15.
(4) Bagi penyelenggara pelatihan kerja dalam waktu 6 (enam) bulan tidak memenuhi dan
melengkapi saran perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi
penghentian program pelatihan.
(5) Penyelenggara pelatihan kerja yang tidak menaati dan tetap melaksanakan program
pelatihan kerja yang telah dihentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenakan
sanksi pencabutan izin dan pembatalan pendaftaran penyelengara pelatiban.
(6) Ketentuan mengenai tata cara pengbentian sementara, penghentian, pencabutan izin,
dan pembatalan pendaftaran diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal18
(1) Tenaga kerja berbak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti
pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga
pelatihan kerja swasta, atan pelatihan di tempat kerja.
(2) Pengakuan kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
sertifikasi kompetensi kerja.
(3) Sertifikasi kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat pula diikuti
oleh tenaga kerja yang telah berpengalaman.
(4) Untuk melaksanakan sertiftkasi kompetensi kerja dibentuk badan nasional sertifikasi
profesi yang independen.
(5) Pembentukan badan nasional sertiflkasi profesi yang independen sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal19
Pelatihan kerja bagi tenaga kerja penyandang cacat dilaksanakan dengan memperhatikan
jenis, derajat kecacatan, dan kemampuan tenaga ketja penyandang caeat yang bersangkutan.
Pasa120
(I) Untuk mendukung peningkatan pelatihan kerja dalam rangka pembangunan
ketenagakerjaan, dikembangkan satu sistem pelatihan keIja nasional yang merupakan
acuan pelaksanaan pelatihan kerja di semua bidang dan/atau sektor.
(2) Ketentuan mengenai bentuk, mekanisme, dan kelembagaan sistem pelatihan kerja
nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

31
Pasal21
Pelatihan kerja dapat diselenggarakan dengan sistem pemagangan.
Pasal22
(I) Pemagangan dilaksanakan atas dasar perjanjian pemagangan antara peserta dengan
pengusaha yang dibuat seeara tertulis.
(2) Perjanjian pemagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya
memuat ketentuan hak dan kewajiban peserta dan pengusaha serta jangka waktu
pemagangan.
(3) Pemagangan yang diselenggarakan tidak melalui perjanjian pemagangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dianggap tidak sab dan status peserta berubah menjadi
pekerjalburoh perusahaan yang bersangkutan.
Pasa123
Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas pengakuankualifikasi
kompetensi kerja dari perusahaan ataU lembaga sertifikasi.
Pasal24
Pemagangan dapat dilaksanakan di perusahaan sendiri atau di tempat penyelenggaraan
pelatihan kerja, atau perusahaan lain, baik di dalam maupun di luar wilayah Indonesia.
Pasal25
( I) Pemagangan yang dilakukan di luar wilayah Indonesia wajib mendapat izin dari Menteri
atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara
pemagangan hams berbentuk badan hukum Indonesia sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Ketentuan mengenai tata cara perizinan pemagangan di luar wilayah Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Keputusan Menten.
Pasa126
( 1) Penyelenggaraan pemagangan di luar wilayah Indonesia hams memperhatikan :
a. harkat dan martabat bangsa Indonesia;
b. penguasaan kompetensi yang lebih tinggi; dan
c. perlindungan dan kesejahteraan peserta pemagangan, termasuk melaksanakan
ibadahnya.

32
(2) Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat menghentikan pelaksanaan pemagangan di
luar \vilayah Indonesia apabila di dalam pelaksanaannya ternyata tidak sesuai dengan
ketentuan sebagain1ana dimaksud pada ayat (1).

Pasal27
(1 ) Menteri dapat mewajibkan kepada perusahaan yang memenuhi persyaratan untuk
melaksanakan program pemagangan.
(2) Dalam menetapkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menten hams
memperhatikan kepentingan perusahaan, masyarakat, dan negara.

Pasal28
(1) Untuk memberikan saran dan pertimbangan dalam penetapan kebijakan serta
melakukan koordinasi pelatihan kerja dan pemagangan dibentuk lembaga koordinasi
pelatihan kerja nasional.
(2) Pembentukan, keanggotaan, dan tata kerja lembaga koordinasi pelatihan kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)'1 diatur dengan Keputusan Presiden.

Pasal29
(1) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah melakukan pembinaan pelatihan kerja
dan pemagangan.
(2) Pembinaan pelatihan kerja dan pemagangan ditujukan ke arah peningkatan relevansi,
kualitas, dan efisiensi penyelenggaraan pelatihan kerja dan produktivitas.
(3) Peningkatan produktivitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan melalui
pengembangan budaya produktif, etos kerja, teknologi, dan efisiensi kegiatan
ekonomi, menuju terwujudnya produktivitas nasional.

Pasa130
(1) Untuk meningkatkan produktivitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2)
dibentuk lembaga produktivitas yang bersifat nasional.
(2) Lembaga produktivitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk jejaring
kelembagaan pelayanan peningkatan produktivitas, yang bersifat lintas sektor maupun
daerah.
(3) Pembentukan, keanggotaan, dan tata kerja lembaga produktivitas nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Keputusan Presiden.

33
BABVI
PENEMPATANTENAGAKERJA

Pasal3!
Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sarna untuk memilih, mendapatkan,
atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.

Pasa132
(1) Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif,
serta adiI, dan setara tanpa diskriminasi.
(2) Penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada jabatan
yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan dengan
memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum.
(3) Penempatan tenaga kerja dilaksanakan dengan memperhatikan pemerataan kesempatan
kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan program nasional dan
daerah.
Pasal33
Penempatan tenaga kerja terdiri dari :
a. penempatan tenaga kerja di dalam negeri; dan
b. penempatan tenaga kerja di luar negeri.

PasaI34
Ketentuan mengenai penempatan tenaga kerja di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam
Pasa! 33 huruf b diatur dengan undang-undang.

Pasa135
(1) Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerjadapat merekrut sendiri tenaga kerja
yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja.
(2) Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memberikan perlindungan sejak rekrutmen sampai penempatan tenaga kerja.
(3) Pemberi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam mempekerjakan tenaga
kerja wajib memberikan perlindungan yang mencakup kesejahteraan, keselamatan,
dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja.

34
Pasal36
(1) Penempatan tenaga kerja oleh pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat
(1) dilakukan dengan memberikan pelayanan penempatan tenaga kerja.
(2) Pelayanan penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat
terpadu dalam satu sistem penetnpatan tenaga kerja yang meliputi unsur-unsur :
a. pencari kerja;
b. lowongan pekerjaan;
c. infonnasi pasar kerja;
d. mekanisme antar kerja; dan
e. kelembagaan penempatan tenaga kerja.
(3) Unsur-unsur sistem penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilaksanakan seeara terpisah yang ditujukan untuk terwujudnya penempatan
tenaga kerja.

Pasal37
(1) Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal35 ayat (1)
terdiri dari :
8. instansi pemerintah yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan; dan
b. lembaga swasta berbadan hukum.
(2) Lembaga penenlpatan tenaga kerja swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hurufb dalam melaksanakan pelayanan penempatan tenaga kerja wajib memiliki izin
tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Pasal38
(1) Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1 )
huruf 8, dilarang memungut biaya penempatan, baik langsung maupun tidak langsung,
sebagian atau keseluruhan kepada tenaga kerja dan pengguna tenaga kerja.
(2) Lembaga penempatan tenaga kerja swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
ayat (1) hurufb, hanya dapat memungut biaya penempatan tenaga kerja dan pengguna
tenaga kerja dan dari tenaga kerja golongan dan jabatan tertentu.
(3) Golongan dan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan
Keputusan Menteri.

35
BAB VII
PERLUASAN KESEMPATAN KERJA

Pasal39
( 1) Pemerintah bertanggung jawab mengupayakan perJuasan kesempatan kerja baik di
dalam maupun di luar hubungan kerja.
(2) Pemerintah dan masyarakat bersama-sama mengupayakan perluasan kesempatan
kerja baik di dalam maupun di Iuar hubungan kerja.
(3) Semua kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah di setiap sektor diarahkan
untuk mewujudkan perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar
hubungan kerja.
(4) Lembaga keuangan baik perbankan maupun non perbankan, dan dunia usahaperlu
membantu dan memberikan kemudahan bagi setiap kegiatan masyarakat yang dapat
menciptakan atau mengembangkan perluasan kesempatan kerja.

Pasal40
( 1) Perluasan kesempatan kerja di luar hubungan kerja dilakukan melalui penciptaan
kegiatan yang produktifdan berkelanjutan dengan mendayagunakan potensi sumber
daya a1am, sumber daya manusia dan teknologi tepat guna.
(2) Penciptaan perluasan kesempatan kerja sebagairnana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan pola pembentukan dan pembinaan tenaga kerja mandiri, penerapan sistem
padat karya, penerapan teknologi tepat guna, dan pendayagunaan tenaga kerja sukarela
atau pola lain yang dapat mendorong terciptanya perluasan kesempatan kerja.

Pasal41
(1) Pemerintah menetapkan kebijakan ketenagakerjaan dan perluasan kesempatan kerja.
(2) Pemerintah dan masyarakat berssma-sama mengawasi pelaksanaan kebijakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibentuk
badan koordinasi yang beranggotakan unsur pemerintah dan unsur masyarakat.
(4) Ketentuan mengenai perluasan kesempatan kerja, dan pembentukan badan koordinasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasa139, Pasa140, dan ayat (3) dalam pasal ini diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

36
BAB VIII
PENGGUNAANTENAGAKERJA ASING

Pasal42
(1) Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin
tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan tenaga kerja asing.
(3) Kewajiban memiliki izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku bagi
perwakilan negara asing yang mempergunakan tenaga kerja asing sebagai pegawai
diplomatik dan konsuler.
(4) Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja
untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu.
(5) Ketentuan mengenaijabatan tertentu dan waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Menten.
(6) Tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang masa kerjanya habis
dan tidak dapat diperpanjang dapat digantikan oleh tenaga kerja asing lainnya.
Pasa143
(1) Pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus memiliki rencana
penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Rencana penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sekurang-kurangnya memuat keterangan :
a. alasan penggunaan tenaga kerja asing;
b. jabatan dan/atau kedudukan tenaga kerja asing dalam struktur organisasi
pemsahaan yang bersangkutan;
c. jangka waktu penggunaan tenaga kerja asing; dan
d. penunjukan tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai pendamping tenaga
kerja asing yang dipekerjakan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) tidak berlaku bagi instansi pemerintah,
badan-badan intemasional dan perwakilan negara asing.
(4) Ketentuan mengenai tata eara pengesahan reneana penggunaan tenaga kerja asing
diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal44
(1) Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar
kompetensi yang berlaku.

37
(2) Ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal45
( 1) Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib :
a. menujuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping tenaga
kerja asing yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan aIih keahlian dari tenaga
kerja asing; dan
b. melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang sesuai dengan kualifikasi jabatan
yang diduduki oleh tenaga kerja asing.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kerja asing
yang menduduki jabatan direksi dan/atau komisaris.

Pasal46
( 1) Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia danlatau
jabatan-jabatan tertentu.
(2) Jabatan-jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat ()) diatur dengan Keputusan
Menten.
Pasal47
(1) Pemberi kerja wajib membayar kompensasi atas setiap tenaga kerja asing yang
dipekerjakannya.
(2) Kewajiban membayar kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
bagi instansi pemerintah, perwakilan negara asing, barlan-hadan intemasional, lembaga
sosial, lembaga keagamaan, dan jabatan-jabatan tertentu di lembaga pendidikan.
(3) Ketentuan mengenai jabatan-jabatan tertentu di lembaga pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menten.
(4) Ketentuan mengenai besamya kompensasi dan penggunaannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasa148
Pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memulangkan tenaga kerja
asing ke negara asalnya setelah hubungan kerjanya berakhir.

Pasal49
Ketentuan mengenai penggunaan tenaga kerja asing serta pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan tenaga kerja pendamping diatur dengan Keputusan Presiden.

38
BAD IX
HUBUNGAN KERJA

Pasa150
Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerjalburuh.
Pasal51
(1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan.
(2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasa152
(1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar :
a. kesepakatan kedua belah pihak;
b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umUln,
kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.
(3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.
Pasal53
Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja
dilaksanakan oleh dan menjadi tanggungjawab pengusaha.
Pasal54
(1) Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat :
a. nama, alamat pernsahaan.. dan jenis usaha;
b. nama, jenis kelamin, umur, dan alat pekerjalburuh;
c. jabatan ataujenis pekerjaan;
d. tempat pekerjaan;
e. besamya upah dan cara pembayarannya;
f. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/
buruh;

39
g. mulai danjangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
(2) Ketentuan dalam pemjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan
f, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama,
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sekurang-kurangnya
rangkap 2 (dua),yang mempunyai kekuatan hukum yang sarna, serta pekerja/buruh
dan pengusaha masing-masing mendapat 1 (satu) perjanjian kerja.
Pasa155
Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para
pihak.
Pasal56
(1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan
atas:
a. jangka waktu; atau
b. selesainya 8uatu pekeIjaan tertentu.
Pasal5?
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta hams menggunakan
bahasa Indonesia dan huruf latin.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja
untuk waktu tidak: tertentu.
(3) Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila
kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku
perjanjian kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia.

Pasa158
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa
percobaan kerja.
(2) Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.

40
Pasal59
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu
yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu
tertentu, yaitu :
a. pekerjaan yang sekali selesai atauyang sementara sifatnya;
b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu
lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk barn, kegiatan barn, atau produk
tambahan yang masihdalam percobaan atau penjajakan.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang
bersifat tetap.
(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.
(4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat
diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali
untuk jangka waktu paling lama I (satu) tahun.
(5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut,
paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah
memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada peketjalburuh yang bersangkutan.
(6) Pembaroan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan seteJah melebihi
masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhimya perjanjian kerja waktu tertentu
yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1
(satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.
(7) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum
menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
(8) Hal-hallam yang belum diatur dalam pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Menteri.
Pasa160
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan
kerja paling lama 3 (tiga) bulan.
(2) Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha
dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.

41
Pasa161
(1) Perjanjian kerja berakhir apabila :
a. pekerja meninggal dunia;
b. berakhimya jangka waktu perjanjian kerja;
c. adanya putusan pengadilan dan/atan putusan atau penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap; atau
d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan
berakhimya hubungan kerja.
(2) Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak
atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah.
(3) Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerjalburuh menjadi
tanggungjawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan
yang tidak: mengurangi hak-bak pekerjalburuh.
(4) Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris pengusaha
dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerjalburuh.
(5) Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerjalburuh berhak
mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan pernsahaan, atau
perjanjian kerja bersama.
Pasal62
Apabila salah satu pibak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhimya jangka waktu
yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhimya bubungan lcerja
bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 61 ayat (1), pibak yang
mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar
upah pekerjalburuh sampai hatas waktu berakhimya jangka waktu perjanjian kerja.
Pasa163
(1) Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, maka pengusaha
wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerjalburuh yang bersangkutan.
(2) Surat pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya
memuat keterangan :
a. nama dan alamat pekerjalburuh;
b. tanggal mulai kerja;
c. jenis pekerjaan; dan
d. besarnya upah.

42
Pasal64
Pemsahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan pada perusahaan lainnya
melalui perjanjian pemborongan peketjaan atau penyediaan jasa pekerjalburuh yang dibuat
secara tertulis.

Pasa165
(1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan
melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.
(2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hams memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dan pemberi pekerjaan;
c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan
d. tidak menghambat proses produksi secara langsung.
(3) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hams berbentuk hadan hukum.
(4) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerjalburuh pada perusahaan lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya sarna dengan perlindungan
kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur lebihlanjut dengan Keputusan Menteri.
(6) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat ( I)
diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerjalburuh
yang dipekerjakannya.
(7) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud padaayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian
kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.
(8) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),OOn ayat (3), tidak terpenuhi,
maka demi hukurn status hubungan kerja pekerjalburuh dengan perusahaan penerima
pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerjalburuh dengan perusahaan
pemberi pekerjaan.
(9) Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (8), maka hubungan kerja pekerjalburuh dengan pemberi pekerjaan
sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (7).

43
Pasal66
( 1) Pekerjalburuh dari perusahaan penyedia jasa pekerjalburuh tidak boteh digunakan
oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang
berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuaJi untuk kegiatan jasa penunjang
atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
(2) Penyediajasa pekeIjaJburuh lUltukkegiatanjasapenunjang atau kegiatan yang tidak berbubungan
langsung dengan proses produksi hams memenuhi syarat sebagai berikut :
a. adanya hubungan kerja antara pekerjalburuh dan perusahaan penyedia jasa
pekerjalburuh;
b. perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud
pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 danlatau perjanjian kerja
waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua
belah pihak;
c. perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat, serta perselisihan yang
timbul menjadi tanggungjawab perusahaan penyediajasa pekerjalburuh; dan
d. perjanjian aotara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain
yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara
tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-
undangini.
(3) Penyedia jasa pekerja/bumb merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan
memiliki izin dari instansi yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan.
(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) huruf 8, hurufb,
dan huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja
antara pekerjalburuh dan perusahaan penyedia jasa pekerjalburuh beralih menjadi
hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.

BABX
PERLINDUNGAN,PENGUPAHANDAN
KFSEJABTERAAN
,
Bagian Kesatu
Perlindungan

Paragraf I
Penyandang Cacat

Pasal67
(I) Pengusaba yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan
perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.

44
(2) Pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang.. undangan yang berlaku.

Paragraf 2
Anak

Pasal68
Pengusaha dilarang mempekerjakan anak.

Pasal69
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasa168 dapat dikecualikan bagi anak berumur
antara 13 (tiga betas) tahun sampai dengan 15 (lima betas) tahoo untuk melakukan
pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik,
mental, dan sosial.
(2) Pengusaha yang mempeketjakan anak pada pekerjaan ringan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hams memenuhi persyaratan :
a. izin tertulis dari orang tua atau waH;
b. perjanjian kerja aotara pengusaha dengan orang tua atau waH;
c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
e. keselamatan dan kesehatan kerja;
f. adanya hubungan kerja yang jelas; dan
g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hurufa, b, f dan g dikecualikan bagi
anak yang bekerja pada usaha keluarganya.

Pasal70
(I) Anak dapat melakukan pekeIjaan di tempat kerja yang mempakan bagian dari kurikulum
pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang.
(2) Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit beromur 14 (empat belas)
tahun.
(3) Pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan syarat :
a. diberi petunjuk yangjelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan
dan pengawasan dalam melaksanakan pekerjaan; dan
b. diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

45
Pasal71
(1) Anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya.
(2) Pengusaha yang mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memenuhi syarat :
a. dibawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;
b. waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan
c. kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental,
sosial, dan waktu sekolah.
(3) Ketentuan mengenai anak yang bekerja untuk mengembangkan bakat dan minat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Keputusan Menten.

Pasa172
Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan pekerjalburuh dewasa, maka tempat
kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerjalburuh dewasa.

Pasal73
ADak dianggap bekerja bilamana berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.

Pasal74
(1) Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan
yang terburuk.
(2) Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;
b. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak
untuk pelacuran, produksi pomografi, pertunjukan porno, atau perjudian;
c. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk
produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat
adiktiflainnya; dan/atau
d. semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.
(3) Jenis-jenis pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak:
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hurufd ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal75
(I) Pemerintah berkewajiban melakukan upaya .penanggulangan anak yang bekerja di
luar hubungan kerja.
(2) Upaya penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

46
Paragraf 3
Perempuan

Pasal76

( 1) Pekerjalburoh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang
dipekerjakan antara puku123.00 s.d. 07.00.

(2) Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerjalbumh perempuan hamil yang menurut


keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun
dirinya apabila bekerja antara puku123.00 s.d. 07.00.

(3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerjalburuh perempuan antara puku123.00 s.d.


pukuI 07.00 wajib:
a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan
b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
(4) Pengusaha wajib menyediakan angkutan antarjemput bagi pekerjalburuh perempuan
yang berangkat dan pulang bekerja antara puku123.00 s.d. pukul 05.00.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Keputusan
Menteri.
Paragraf 4
WaktuKerja
Pasal77

(1) Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.


(2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6
(enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk
5 (lima) hari kerjadalam 1 (satu) minggu.
(3) Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi sektor
usaha atau pekerjaan tertentu.
(4) Ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha dan pekerjaan tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Keputusan Menten.

47
Pasal78
(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) hams memenuhi syarat :
a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1
(satu) hari dan 14(empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
(2) Pengusaha yang mepekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.
(3) Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurnfb tidak
berlaku bagi seldor usaha atau pekerjaan tertentu.
(4) Ketentuan mengenai waktu keIja lembur dan upah kerja lembur sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menten.
Pasal79
(1) Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.
(2) Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja
selama 4 (empat) jam terns meneros dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk
jamkerja;
b. istirahatmingguan 1 (satu) hari untuk6 (enam) harikerjadalam 1 (satu)minggu
atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari dalam 1 (satu) minggu;
c. cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerjal
buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus
menerus; dan
d. istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakanpada tahun
ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (sam) bulan bagi pekerjalburuh yang
telah bekerja selama 6 (enam) tabun secara terns menerus pada perusahaan
yang sarna dengan ketentuan pekerjalburuh tersebut tidak berhak lagi atas
istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk
setiap kelipatan maka kerja 6 (enam) taboo.
(3) Pelaksanaan waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hurof c
diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
(4) Hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) humf d hanya berlaku
bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu.
(5) Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Keputusan
Menteri.

48
Pasal80
Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/bunth untuk
melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.

Pasal81
(I ) Pekerjalburuh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan
kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu
haid.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam perjanjian
keja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal82
(1) Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleb istirahat selam 1,5 (satu setengah)
bulan sebelum saatnya melabirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah
melahirkan rnenurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
(2) Pekerjalburuh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh
istirahat 1,5 (sam setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter
kandungan atau bidan.

Pasal83
Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu hams diberi kesempatan sepatutnya
untuk menyusui anaknya jika hal itu harns dilakukan selama waktu kerja.

Pasal84
Setiap pekerjalburuh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 79 ayat (2) hurufb, C, dan d, Pasa} 80, dan Pasal 82 berhak mendapat upah penuh.

Pasa185
( 1) Pekerjalburuh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi.
(2) Pengusaha dapat mempekerjakan pekerjalbumh untuk bekerja pada hari-han libur
resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut hams dilaksanakan atau dijalankan
secara teros-meneros atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerjal
buruh dengan pengusaha.
(3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan pada hari
liburresmi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib membayat upah kerja lembur.
(4) Ketentuan mengenaijenis dan sifat pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Keputusan Menteri.

49
Paragraf 5
Keselamatan dan Kesehatan kerja

Pasal86
(1) Setiap pekerjalburuh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. moral dan kesusilaan; dan
c . perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama.
(2) Untuk melindungi keselamatan pekerjalburuh guna mewujudkan produktivitas ketja
yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku..

Pasal87
(1) Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perosahaan.
(2) Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BagianKedua
Pengupahan

Pasa188
(1) Setiap pekerjalburuh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan.
(2) Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan
pengupahan yang melindungi pekerjalburuh..
(3) Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerjalburuh sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) meliputi :
8. upah minimum;
b. upah kerja lembur;
c. upah tidak rnasuk kerja karena berhalangan;
d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;

50
f. bentuk: dan cara pembayaran upah;
g. denda dan potongan upah;
h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
1. struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
j. upah untuk: pembayaran pesangon; dan
k. upah untuk: perhitungan pajak penghasilan.
(4) Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf
a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi.

Pasa189
(1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal88 ayat (3) huruf a dapat terdiri
atas:
a. upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupatenlkota;
b. upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota.
(2) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan kepada pencapaian
kebutuhan hidup layak.
(3) Upah minimum sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) ditetapkah oleh Gubemur dengan
memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/
Walikota.
(4) Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal90
(1) Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dati upah minimum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89.
(2) Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan.
(3) Tata earn penangguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan
Menteri.
Pasa191
( 1) Pengaturan pengupaban yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan
pekerja/buruh atau serikat peketjalserikat buruh tidak boleh lebih rendah dan ketentuan
pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

51
(2) Dalam bal kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih rendah atau
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi
hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan
penmdang-undangan yang berlaku.

Pasal92
(1) Pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan,
jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi.
(2) Pengusaha melakukan peninjauan upab secara berkala dengan memperhatikan
kemampuan perusahaan dan produktivitas.
(3) Ketentuan mengenai struktur dan skala upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal93
( 1) Upah tidak dibayar apabila pekerjalburnh tidak melakukan pekerjaan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha wajib
membayar upah apabila :
a. pekerjalburnh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
b. pekerjalburuh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya
sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
c. pekerjalburuh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan,
mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran
kandungan, suami dan isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua
atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggaI dunia;
d. pekerjalburuh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan
kewajiban terhadap negara;
e. pekerjalburnh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadab
yang diperintahkan agamanya;
f. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi
pengusaha tidal< mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun
halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;
g. pekerjalburuh melaksanakan hak istirahat;
h. pekerjalburuh melaksanakan togas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan
pengusaha; dan
i. pekerjalburuh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

52
(3) Upah yang dibayarkan kepada pekerjalburuh yang sakit sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a sebagai berikut :
a. untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100 % (seratus perseratus) dan upah;
b. untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari
upah;
c. untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50 % (lima puluh perseratus) dari upah;
d. untuk bulan selanjutnya dibayar 25 % (dua puluh lima perseratus) dan upah
sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha.
(4) Upah yang dibayarkan kepada pekerjalburuh yang tidak masuk bekerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c sebagai berikut :
a. pekerjalburuh menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari;
b. menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
c. mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
d. membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
e. isteri melahirkan atau kegugurankandungan, dibayar untuk selama 2 (dua)
hari;
f. suami/isteri, orang tualmertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dibayar
untuk selama 2 (dua) hari; dan
g. anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1
(satu) hari.
(5) Pengaturan pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasa194
Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka besamya
upah pokok sedikit-dikitnya 75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah upah pokok
dan tunjangan tetap.

Pasal95
( 1) Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerjalburuh karena kesengajaan atau kelalaiannya
dapat dikenakan denda..
(2)Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan
pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah
pekerjalburuh.
(3) Pemerintah mengatur pengenaan denda kepada pengusaha dan/atau pekerjalburuh,
dalam pembayaran upah.
(4) Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerjaJ
buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.

53
Pasal96
Tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan segala pembayaran yang timbul dari
hubungan kerja menjadi kadaluwarsa setelah melampauijangka waktu 2 (dua) tahun sejak
timbulnya hak.
Pasa197
Ketentuan mengenai penghasilan yang layak, kebijakanpengupahan, kebutuhan hidup layak,
dan perlindungan pengupahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, penetapan upah
minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89, dan pengenaan denda sebagaimana
dimaksud dalam Pasa195 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal98
( 1) Untuk memberikan saran, pertimbangan, dan merumuskan kebijakan pengupaban
yang akan ditetapkan olehpemerintah, serta untuk pengembangan sistem pengupahan
nasional dibentuk Dewan Pengupahan Nasional, Provinsi, dan KabupatenIKota.
(2) Keanggotaan Dewan Pengupahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari
unsur pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, perguruan
tinggi, dan pakar.
(3) Keanggotaan Dewan Pengupahan tingkat Nasional diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden, sedangkan keanggotaan Dewan Pengupahan Provinsi, KabupatenIKota
diangkat dan diberhentikan oleh Gubemur/BupatiIWalikota.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pembentukan, komposisi keanggotaan, tata cara
pengangkatan dan pemberhentian keanggotaan, serta tugas dan tata kerja Dewan
Pengupahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan
Keputusan Presiden.
Bagian Ketiga
Kesejahteraan

Pasal99
( 1) Setiap pekerja/bumh dan keluarganya berhak untuk memperolehjaminan sosial tenaga
kerja.
(2) Jaminan sosial tenaga ketja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PasallOO
( 1) Untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan keluarganya, pengusaha
wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan.

54
(2) Penyediaan fasilitas kesejahteraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ), dilaksanakan
dengan memperhatikan kebutuhan pekerjalburuh dan ukuran kemampuan perusahaan.
(3) Ketentuan mengenai jenis dan kriteria fasilitas kesejahteraan sesuai dengan kebutuhan
pekerjalburuh dan ukuran kemampuan perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2), diatur dengan Peraturan Pemerintah.

PasallOl

(1) Untuk meningkatkan kesejahteraan pekerjalburuh, dibentuk koperasi pekerjalburuh


dan usaha-usaha produktif di perusahaan.
(2) Pemerintah, pengusaha, dan pekerjalburuh atau serikat pekerjalserikat buruh berupaya
menumbuhkembangkan koperasi pekerjalburuh, dan mengembangkan usaha
produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Pembentukan koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Upaya-upaya untuk menumbuhkembangkan koperasi pekerjalburuh sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BABXI
HUBUNGAN INDUSTRIAL

Bagian Kesatu
Umum
Pasal 102

(1 ) Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan


kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan
penindakan terhadap pelanggaran peraturan perondang-undangan ketenagakerjaan.
(2) Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerjalburuh dan serikat pekerjalburuhnya
mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga
ketertiban demi kalangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis,
mengembangkan keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan
dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya.
(3) Dalam melaksanakan hubungan industrial, pengusaha dan organisasi pengusahanya
mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas
lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka,
demokratis, dan berkeadilan.

55
Pasal103

Hubungan Industrial dilaksanakan melalui sarana :


a. serikat pekerja/serikat buruh;
b. organisasi pengusaha;
c. lembaga kerja sarna bipartit;
d. lembaga kerja sarna tripartit;
e. peraturan perusahaan;
f. perjanjian kerja bersama;
g. peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan; dan
h. lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Bagian Kedua
Serikat PekerjaiSerikat Buruh
Pasall04
(1) Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat
huruh.
(2) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasall 02, serikat pekerja/
serikat buruh berhak menghimpun dan mengelola keuangan serta
mempertanggungjawabkan keuangan organisasi termasuk dana mogok.
(3) Besamya dan tata cara pemungutan dana mogok sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diatur dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerjal
serikat buruh yang bersangkutan.
Bagian Ketiga
Organisasi Pengusaha
Pasal105
(1) Setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha.
(2) Ketentuan mengenai organisasi pengusaha diatur sesuai dengan peratw'an penmdang-
undangan yang berlaku.

56
Bagian Keempat
Lembaga Kerja Sarna Bipartit

Pasall06
(1) Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekeIjalburuh atau
lebih wajib menlbentuk lembaga kerja sarna bipartit.
(2) Lembaga kerja sarna bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai
forum komunikasi, dan konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan di perusahaan.
(3) Susunan keanggotaan lembaga kerja sarna bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) terdiri dan unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh yang ditunjuk oleh pekeljal
buruh secara demokratis untuk mewakili kepentingan pekerjalburuh di perusahaan
yang bersangkutan.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pembentukan dan susunan keanggotaan lembaga kerja
sarna bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan
Keputusan Menteri.

Bagian Kelima
Lembaga Kerja Sarna Tripartit

Pasa} 107
( 1) Lembaga kerja sarna tripartit memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada
pemerintah dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan pemecahan masalah
ketenagaketjaan.
(2) Lembaga Kerja sarna Tripartit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari :
a. Lembaga Kerja sarna Tripartit Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota; dan
b. Lembaga Kerja sarna Tripartit Sektoral Nasional, Provinsi, dan KabupatenIKota.
(3) Keanggotaan Lembaga Kerja sarna Tripartit terdiri dari unsur pemerintah, organisasi
pengusaha, dan serikat pekerjalserikat buruh.
(4) Tata kerja dan susunan organisasi Lembaga Kerja sarna Tripartit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam
Peraturan Perusahaan

Pasal108
(1) .Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh)
orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan
oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

57
(2) Kewajiban membuat peraturan perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku bagi perusahaan yang telah memiliki perjanjian kerja bersama.

Pasall09
Peraturan perusahaan disusun oleh dan menjadi tanggung jawab dan pengusaha yang
bersangkutan.
PasalllO
( 1) Peraturan perusabaan disusun dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari
wakil pekerjalburuh di perusahaan yang bersangkutan.
(2) Dalam hal di perusahaan yang bersangkutan telah terbentuk serikat pekerja/serikat
buruh maka wakil pekeIjalburuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengu111s
serikat pekerja/serikat buruh.
(3) Dalam hal di perusahaan yang bersangkutan belum terbentuk serikat pekerja/serikat
buruh, wakil pekerjalburuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pekerja/
buruh yang dipilih seeara demokratis untuk mewakili kepentingari para pekerjalburuh
di perusahaan yang bersangkutan.

Pasal111
( 1) Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat :
a. hak dan kewajiban pengusaha;
b. hak dan kewajiban pekerjalburuh;
c. syarat kerja;
d. tata tertib perusahaan; dan
e. jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.
(2) Ketentuan dalam peraturan perusahaan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Masa berlaku peraturan perusahaan paling lama 2 (dua) tahun dan wajib diperbaharui
setelah habis masa berlakunya.
(4) Selama masa berlakunya peraturan perusahaan, apabila serikat pekerjalserikat buruh
di perusahaan menghendaki perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama, maka
pengusaha wajib melayani.
(5) Dalam hal perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) tidak mencapai kesepakatan, maka peraturan perusahaan tetap berlaku
sampai habis jangka waktu berlakunya.

58
Pasal112
(1) Pengesahan peraturan perusahaan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) hams sudah diberikan dalanl waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak naskah peraturan perusahaan diterima.
(2) Apabila peraturan perusahaan telah sesuai sebagaimana ketentuan dalam Pasal III
ayat (I) dan ayat (2), maka dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sudah terlampaui dan peraturan perusahaan belum disahkan
oleh Menten atau pejabat yang ditunjuk, maka peraturan perusahaan dianggap telah
mendapatkan pengesahan.
(3) Dalam hal peraturan perusahaan belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal III ayat (1) dan ayat (2) Menteri atau pejabat yang ditunjuk hams
memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha mengenai perbaikan peraturan
perosahaan.
(4) Dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan
diterima oleh pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pengusaha wajib
menyampaikan kembali peraturan perusahaan yang telah diperbaiki kepada Menteri
atau pejabat yang ditunjuk.
Pasall13
(1) Perubahan peraturan pemsahaan sebelum berakhir jangka waktu berlakunya hanya
dapat dilakukan atas dasar kesepakatan antara pengusaha dan wakil pekerjalburuh.
(2) Peraturan perusahaan hasil perobahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hams
mendapat pengesahan dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal114
Pengusaha wajib memberitahukan dan menjelaskan isis serta memberikan naskah peraturan
perusahaan atau perubahannya kepada pekerjalburuh.
Pasa1115
Ketentuan mengenai tata cara pembuatan dan pengesahan peraturan perusahaan diatur
dengan Keputusan Menteri.
Bagian Ketujuh
PeIjanjian Kerja Bersama
Pasall16
(1) Perjanjian kerja bersama dibuat oleh serikat pekerjalserikat buruh atau beberapa serikat
pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha.

59
(2) Penyusunan perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan secara musyawarah.
(3) Perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hams dibuat secara
tertulis dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia..
(4) Dalam hal terdapat perjanjian kerja bersama yang dibuat tidak menggunakan bahasa
Indonesia, maka perjanjian kerja bersama tersebut harns diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia oleh penerjemah tersumpah dan terjemahan tersebut dianggap sudah
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal117

Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (2) tidak mencapai
kesepakatan, maka penyelesaiannya dilakukan melalui prosedur penyelesaian perselisihan
hubunganindustrial.
Pasall18
Dalam I (satu) perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) perjanjian kerja bersama yang
berlaku bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan.

Pasal119

(1) Dalam hal di satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerjalserikat buruh, maka
serikat pekerja/serikat buruh tersebut berhak mewakili pekerjalburuh dalam
perundingan pembuatan perjanjian kerja bersarna dengan pengusaha apabila memiliki
jumlah anggota lebih dari 50 % (lima puluh perseratus) darijumlab seluruh pekerja/
buruh di pel1lsahaan yang bersangkutan.

(2) Dalam hal di satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerjalserikat buruh
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi tidak memiliki jumlah anggota lebih dari
50 % (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerjalburuh <Ii perusahaan maka
serikat pekerjalserikat buruh dapat mewakili pekerjalburuh dalam penmdingan dengan
pengusaha apabila serikat pekerjalserikat bumh yang bersangkutan telah mendapat
dukungan lebih 50 % (lima puluh perseratus) dari jumlah seluroh pekerjalburoh di
perusahaan melalui pemungutan suara.

(3) Dalanl hal dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak: tercapai maka serikat
pekerja/serikat buruh yang bersangkutan dapat mengajukan kembali pennintaan untuk
merundingkan perjanjian kerja bersama dengan pengusaha setelah melampaui jangka
waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak dilakukannya pemungutan suara dengan
mengikuti prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

60
Pasal120
(1) Dalam hal di satu perosahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerjalserikat buruh
maka yang berhak mewakili peketjalburoh melakukan penmdingan dengan pengusaha
yang jumlah keanggotaannya lebih dari 50 % (lima puluh perseratus) dari selttruh
jumlah pekerjalburuh di perusahaan tersebut.
(2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) tidak terpenuhi, maka
serikat pekerja/serikat buroh dapat melakukan koalisi sehingga tercapaijumlah lebih
dari 50 % (lima pulub perseratus) dari selurubjumlah pekerjalburuh di perusahaan
tersebut untuk mewakili dalam perundingan dengan pengusaba.
(3) Dalam hal ketentuan sebagairnana dimaksud pada ayat (I) atau ayat (2) tidak terpenuhi,
maka para serikat pekerja/serikat buruh membentuk tim perunding yang
keanggotaannya ditentukan seeara proporsional berdasarkanjumlah anggota masing-
masing serikat pekerja/serikat buroh.
Pasall21
Keanggotaan serikat pekerjalserikat buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 dan
Pasal 120 dibuktikan dengan kartu tanda anggota.
Pasa1122
Pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (2) diselenggarakan oleh
panitia yang terdiri dari wakil-wakil pekerjalburuh dan pengurus serikat pekerja/serikat
buruh yang disaksikan oleh pihak pejabat yang bertanggungjawab di bidangketenagakerjaan
dan pengusaha.
Pasal123
(1) Masa berlakunya perjanjian kerja bersama paling lama 2 (dua) tahun.
(2) Perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang
masa berlakunya paling lama 1 (satu) taboo berdasarkan kesepakatan tertulisantara
pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh.
(3) Penmdingan pembuatan perjanjian kerja bersama berikutnya dapat dimulai paling
cepat 3 (tiga) bulan sebelum berakhimya perjanjian kerja bersama yang sedang
berlaku.
(4) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pads ayat (3) tidak mencapai
kesepakatan maka perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku, tetap berlaku untuk
paling lama 1 (satu) taboo.
Pasal124
( I ) Perjanjian kerja bersama paling sedikit memuat :
a. hak dan kewajiban pengusaha;
b. hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat bumh serta pekerja/buroh;

61
c. jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama; dan
d. tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama.
(2) Ketentuan dalam perjanjian kerja bersama tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Dalam hal isi perjanjian kerja bersama bertentangan dengan pcraturan perundang'"
undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka ketentuan yang
bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan.
Pasal125
Dalam hal kedua belah pihak sepakat mengadakan perubahan perjanjian kerja bersama,
maka perubahan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kerja
bersama yang sedang berlaku.
Pasal126
(1) Pengusaha, serikat pekerjalserikat buruh dan pekerjalburuh wajib melaksanakan
ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama.
(2) Pengusaha dan serikat pekerjalserikat bumh wajib memberitahukan isi perjanjian
kerja bersama atau perubahannya kepada seluruh pekerjalburuh.
(3) Pengusaha hams mencetak dan membagikan naskah perjanjian kerja bersama kepada
setiap pekerjalburuh atas biaya perusahaan.
Pasal127
(1) Perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha dan pekerjalburuh tidak boleh bertentangan
dengan perjanjian kerja bersama.
(2) Dalam hal ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertentangan dengan perjanjian kerja bersama, maka ketentuan dalam perjanjian kerja
tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam perjanjian kerja
bersama.
Pasal128
Dalam hal perjanjian kerja tidak memuat aturan-aturan yang diatur dalam perjanjian kerja
bersama maka yang berlaku adalah aturan-aturan dalam perjanjian kerja barsama.
Pasal129
(1) Pengusaha dilarang mengganti perjanjian kerja bersama dengan peraturan perusahaan
selama di perusahaan yang bersangkutan masih ada serikat pekerja/serikat buruh.

62
(2) Dalam hal di perusahaan tidak ada lagi serikat pekerjalserikat buruh dan perjanjian
kerja bersama diganti dengan peraturan pemsahaan, maka ketentuan yang ada dalam
peraturan perusahaan tidak boleh lebih rendah dari ketentuan yang ada dalam perjanjian
kerja bersama.
Pasal 130
(1) Dalam bal perjanjian kerja bersama yang sudah berakhir masa berlakunya akan
diperpanjang atau diperbabarui dan di pernsahaan tersebut hanya terdapat 1 (satu)
serikat pekerjalserikat buruh, maka perpanjangan atau pembuatan pembaharuan
peIjanjian kerja bersama tidak mensyaratkan ketentuan dalam Pasall19.
(2) Dalam hal perjanjian kerja bersama yang sudah berakhir masa berlakunya akan
diperpanjang atau diperbaharui dan di perusahaan tersebut terdapat lebih dari 1 (satu)
serikat pekerjalserikat buruh dan serikat pekerjalserikat buruh yang dulu berunding
tidak lagi memenuhi ketentuan Pasal120 ayat (1), maka perpanjangan atau pembuatan
pembaharuan peIjanjian kerja bersama dilakukan oleh serikatpekerja/serikat buruh
yang anggotanya lebih 50 % (lima puluh t>erseratus) dari jumlah seluruh pekerjal
buruh di perusahaan bersama-sarna dengan serikat pekerja/serikat buruh yang
membuat perjanjian kerja bersama terdahulu dengan membentuk titn perunding secara
proporsionaL
(3) Dalam hal perjanjian kerja bersama yang sudah berakhir masa berlakunya akan
diperpanjang atau diperbaharui dan di perosahaan tersebut terdapat lebih dari 1 (satu)
serikat pekerja/serikat buruh dan tidak satupun serikat pekerja/serikat buruh yang
ada memenuhi ketentuan Pasal 120 ayat (1), maka perpanjangan atau pembuatan
pembaharuan perjanjian kerja bersama dilakukan menurut ketentuan Pasal 120 ayat
(2) dan ayat (3).

Pasal131
(1) Dalam hal terjadi pembubaran serikatpekerjalserikat buruh atau pengalihan kepemilikan
perusahaan maka perjanjian kerja bersama tetap berlaku sampai berakhirnya jangka
waktu perjanjian kerja bersama.
(2) Dalam hal terjadi penggabungan perosahaan (merger) dan masing-masing perusahaan
mempunyai perjanjian kerja bersama maka perjanjian kerja bersama yang berlaku
adalah perjanjian kerja bersama yang lebih menguntungkan pekerjalburuh.
(3) Dalam hal terjadi penggabungan perusahaan (merger) antara perusahaan yang
mempunyai perjanjian kerja bersama dengan perusahaan yang belum mempunyai
perjanjian kerja bersama maka perjanjian kerjabersama tersebut berlaku bagi
perusahaan yang bergabung (merger) sampai dengan berakhimya jangka waktu
perjanjian kerja bersama.

63
Pasal132
(1) Perjanjian kerja bersama mulai berlaku pada hari penandatanganan kecuali ditentukan
lain dalam perjanjian kerja bersama tersebut.
(2) Perjanjian kerja bersama yang ditandatangani oleh pihak yang membuat perjanjian
kerja bersama selanjutnya didaftarkan oleb pengusaha pada instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan.
Pasal133

Ketentuan mengenai persyaratan serta tata cara pembuatant perpanjangan, perubahan,


dan pendaftaran perjanjian kerja bersama diatur dengan Keputusan Menten.
Pasal134

Dalam mewujudkan pelaksanaan hak dan kewajiban pekerja/buruh dan pengusaha t


pemerintah wajib melaksanakan pengawasan dan penegakan peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan.
Pasal135
Pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan dalam mewujudkan bubungan
industrial merupakan tanggung jawab pekerjalburuh, pengusaha, dan pemerintah.

Bagian Kedelapan
Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Paragraf I
Perselisihan Hubungan Industrial

Pasal136
(1) Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleb pengusaha
dan pekerja/buruh atau serikat pekerjalserikat buruh secara musyawarah untuk
mufakat.
(2) Dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak tercapai, maka pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/
serikat buruh menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui prosedur
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dengan undang-undang.

64
Paragraf 2
Mogok KeIja
Pasal 137

Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerjalserikat buruh dilakukan
secara sab, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.
Pasal138
(1) Pekerjalburuh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh yang bermaksud mengajak
pekerja/burnh lain untuk mogok kerja pada saat mogok kerja berlangsung dilakukan
dengan tidak melanggar hukum.
(2) Pekerja/buruh yang diajak mogok kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
memenuhi atan tidak memenuhi ajakan tersebut.
Pasal139
Pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan yang melayani
kepentingan umum dan/atau perusahaan yangjenis kegiatannya membahayakan keselamatan
jiwa manusia diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kepentingan unlum dan!
atau membahayakan keselamatan orang lain.
Pasal140
(1) Sekurang.. kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) bari kerja sebelum mogok kerja
dilaksanakan, pekerja/buroh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan
secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) sekurang-kurangnya memuat :
a. waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja;
b. tempat mogok kerja;
c. alasan dan sebab-sebab mengapa hams melakukan mogok kerja; dan
d. tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretatis
serikat pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja.

(3) DaJam hal mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota
serikat pekerja/serikat buruh, maka pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditandatangani oleh peIWakilan pekerja/buruh yang ditunjuk sebagai koordinator
dan/atau penanggung jawab mogok kerja.

65
(4) Dalam hal mogok kerja dilakukan tidak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka
demi menyelamatkan alat produksi dan aset perusahaan, pengusaha dapat mengambil
tindakan sementara dengan cara :
a. melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses
produksi; atau
b. bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi
perosahaan.
Pasal141
(1) Instansi pemerintah dan pihak perusahaan yang menerima surat pemberitahuan mogok
kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal140 wajib memberikan tanda terima.
(2) Sebelum dan selama mogok kerja berlangsung, instansi yang bertanggungjawab di
bidang ketenagakerjaan wajib menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya
pemogokan dengan mempertemukan dan merundingkannya dengan para pihak yang
berselisih.
(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menghasilkan
kesepakatan, maka hams dibuatkan perjanjian bersama yang ditandatangani oleh
para pihak dan pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan sebagai saksi.
(4) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidale menghasilkan
kesepakatan, maka pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan segera menyerahkan masalah yang menyebabkan terjadinya mogok
kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang.
(5) Dalam hal perundingan tidale menghasilkan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), maka atas dasar perundingan antara pengusaha dengan serikat pekerjaJ
serikat burnh atau penanggung jawab mogok kerja, mogok kerja dapat diteruskan
atau dihentikan untuk sementara atau dihentikan sarna sekali.

Pasal142
(1) Mogok kerja yang dilakukan tidale memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal139dan Pasal140 adalah mogok kerja tidak sah.
(2) Akibat hukum dari mogok kerja yang tidak sab sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1)
akan diatur dengan Keputusan Menten.

Pasal143
( 1) Siapapun tidak dapat menghalang-halangi pekerja/buruh dan serikat pekerjalserikat
buruh untuk menggunakan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan
damai.

66
(2) Siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerjal
buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja secara
sah, tertib, dan damai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal144
Terhadap mogok kerja yang dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 140, pengusaha dilarang :
a. mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar
perusahaan; atau
b. memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh
dan pengurus serikat pekerjalserikat bumh selama dan sesudah melakukan mogok
kerja.
Pasal145
Dalam hal peketja/buruh yang melakukan mogok kerja secara sab dalam melakukan tuntutan
hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja/buruh berhak
mendapatkan upah.

Paragraf 3
Penutupan Perusahaan (lock-out)

Pasal146
(1) Penutupan perusahaan (lock out) merupakan hak dasar pengusaha untuk menolak
pekerja/buruh sebagian atan seluruhnya untuk menjalankan pekerjaan sebagai akibat
gagalnya perundingan.
(2) Pengusaha tidak dibenarkan melakukan penutupan perusahaan (lock out) sebagai
tindakan balasan sehubungan adanya tuntutan nOffilatif dari pekerja/buruh dan/atau
serikat pekerjalserikat buruh.
(3) Tindakan penutupan perusahaan (lock out) hams dilakukan sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku.
Pasal147
Penutupan perusahaan (lock out) dilarang dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang
melayani kepentingan umum dan/atau jenis kegiatan yang membahayakan keselamatan
jiwa manusia, meliputi rumah sakit, pelayanan jaringan air bersih, pusat pengendali
telekomunikasi, pusat penyedia tenaga listrik, pengolahan minyak dan gas bumi, serta
kereta api.

67
Pasal 148
(1) Pengusaha wajib memberitahukan secara tertulis kepada pekerjalburub dan/atau
serikat pekerja/serikat buruh, serta instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari keIja sebelum penutupan
perusahaan (lock out) dilaksanakan.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :
a. waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri penutupan perosahaan (lock
out); dan
b. alasan dan sebab-sebab melakukan penutupan perusahaan (lock OIIt).
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleb pengusaha
dan/atau pimpinan perusahaan yang bersangkutan.
Pasal149
(I) Pekerjalburuh atau serikat pekerja/serikat buruh dan instansi yang bertanggungjawab
di bidang kctenagakerjaan yang menerima secara langsung surat pemberitahuan
penutupan perusahaan (lock out) sebagaimana dimaksud dalam Pasa) 148 hams
memberikan tanda bukti penerimaan dengan mencantumkan hari, tanggal dan jam
penerimaan.
(2) Sebelum dan selama penutupan perusahaan (lock out) berlangsung, instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan berwenang langsung menyelesaikan
masalah yang menyebabkan timbulnya penutupan perusahaan (lock out) dengan
mempertemukan dan merundingkannya dengan para pihak yang berselisih.
(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menghasilkan
kesepakatan maka hams dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para
pihak dan pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
sebagaisaksi.
(4) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghasilkan
kesepakatan, maka pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan segera menyerahkan masalah yang menyebabkan terjadinya
penutupan perusahaan (lock out) kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial.
(5) Apabila perundingan tidak menghasilkan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), nlaka atas dasar perundingan antara pengusaha dan serikat pekerjalserikat
buruh penutupan perusahaan (lock out) dapat diteruskan atau dihentikan untuk
sementara atau dihentikan sarna sekali.
(6) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) dan ayat (2) tidak diperlukan
apabila:
a. pekerjalburuh atau serikat pekerja/serikat buruh melanggar prosedur mogok
kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasa1140;

68
b. pekerjalburuh atau serikat pekerjalserikat buruh melanggar ketentuan normatif
yang ditentukan dalam perjanjian kerja, peraturan pemsahaan, perjanjian kerja
bersama, atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BABXII
PEl\RJTUSANHUBUNGANKERJA

Pasal150
Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi
pemutusan hubungan kerja yang terjadi di hadan usaha yang berbadan hukum atau tidak,
milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik barlan hukum, baik milik swasta
maupun milik negara, maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai
pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain.
Pasal151
(1) Pengusaha, pekerjalburuh, serikat pekerjalserikat buruh, danpemerintah, dengan
segala upaya hams mengusahakan agar jangan tetjadi pemutusan hubungan kerja.
(2) Dalam hal segala upaya telahdilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat
dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh
pengusaha dengan serikat pekerjalserikat buruh atau dengan pekerjalburuh apabila
pekerjalburuh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekelja/serikat buroh.
(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) benar-benar tidak
menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja
dengan pekerjalbumh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.
Pasal152
(1) Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai alasan yang menjadi
dasarnya.
(2) Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterima oleh
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial apabila telah dirundingkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (2).
(3) Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya <lapat diberikan oleh
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika temyata maksud untuk
memutuskan hubungan kerja telah dinmdingkan, tetapi perundingan tersebut tidak
menghasilkan kesepakatan.

69
Pasal153

( 1) Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan :


a. pekerja/buruh berhalangan masuk kelja karena sakit menurut keterangan dokter
selanla waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan seeara terus-menerus;
b. pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi
kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
c. pekerja/buroh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
d. pekerja/bumh menikah;
e. pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui
bayinya;
f. pekerjalburuh mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan
pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, keeuali telah diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
g. pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/
serikat burub" pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat burub
di luat jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau
berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjiankerja bersama;
h. pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang belWajib mengenai
perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
i. karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, wama kuHt, golongan,
jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
j. pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau
sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokteryangjangka
waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
(2) Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) batal demi hukum dan pengusaba wajib mempekerjakan kembali pekerjaJ
bumh yang bersangkutan.

Pasal154

Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) tidak diperlukan dalam hal:
a. pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telab dipersyaratkan
secara tertulis sebelumnya;

70
b. pekerja/buruh mengajukan pennintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan
sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhimya
hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;
c. pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja,
peraturan perosahaan, petjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan;
atall
d. pekerja/buruh meninggal dunia.
Pasal155
(] ) Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
151 ayat (3) batal demi hukum.
(2) Selarna putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum
ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerjalburuh hams tetap melaksanakan segala
kewajibannya.
(3) Pengusaha dapat Inelakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) bempa tindakan skorsing kepada pekerjaJburuh yang sedang dalam
proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-
hak lainnya yang biasa diterima pekerjaJburuh.
Pasa1156
(1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang
pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang
seharusnya diterima.
(2) Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit sebagai
berikut:
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah:
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua)
bulanupah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dan 3 (tiga) tahun, 3 (tiga)
bulanupah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atall lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat)
bulanupah;
e. mas a kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dan 5 (lima) tahun, 5 (lima)
bulan upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam)
bulan llpah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tabun, 7
(tujuh) bulan upah;

71
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tabun, 8
(delapan) bulan upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebib, 9 (sembilan) bulan upah;
(3) Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan sebagai berikut :
a. masa kerja 3 (tiga) tabun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua)
bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dan 9 (sembilan) tabun, 3
(tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tabun atau lebib tetapi kurang dari 12 (dua betas)
tahun, 4 (empat) bulan upah;
d. masa kerja 12 (dua belas) tabun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas)
tahun, 5 (lima) bulan upah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan betas)
tahun, 6 (enam) bulan upab;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh
satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua
puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah.
(4) Dang penggantian hak yang seharunya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi :
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana
pekerjalburuh diterima bekerja;
c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15 % (lima
belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja
bagi yang memenuhi syamt;
d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.
(5) Perubahan perhitungan uang pesangon, perhitungan uang penghargaan masa kerja,
dan uang penggantian hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

72
Pasal157
( 1) Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang
penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima yang
tertunda, terdiri atas :
a. upah pokok;
b. segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada
pekerjalburuh dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang
diberikan kepada pekerjalburuh secara curna-curna, yang apabila catu hams
dibayar pekerjalburuh dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antafa
harga pernbelian dengan harga yang hams dibayar oleh pekerjalburuh.
(2) Dalam hal penghasilan pekerjalburuh dibayarkan atas dasar perhitungan harian, maka
penghasilan sebulan adalah sarna dengan 30 kali penghasilan sehari.
(3) Dalam hal upah pekerjalburuh dibayarkan atas dasar perhitungan satuan hasil,
pemotonganlborongan 3tau komisi, maka penghasilan sehari adalah sarna dengan
pendapatan rata-rata per hari selama 12 (dua belas) bulan terakhir, dengan ketentuan
tidak boleh kurang dari ketentuan upah minimum provinsi atau kabupaten/kota.
(4) Dalam hal pekerjaan tergantung pada keadaan cuaea dan upahnya didasarkan pada
upah borongan, maka perhitungan upah sebulan dihitung dari upah rata-rata 12 (dua
belas) bulan terakhir.
Pasal158
(1) Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerjalburuh dengan alasan
pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut :
a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik
perusahaan;
b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan
perusahaan;
c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau
mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat aditifl ainnya dilingkungan kerja;
d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
e. menyerang, menganiaya, mengancam, atan mengintimidasi ternan sekerja atau
pengusaha di lingkungan kerja
f. membujuk ternan sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
g. dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya
barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;

73
b. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan ternan sekerja atau pengusaha dalam
keadaan bahaya di tempat kerja;
1. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang sebarusnya
dirahasikan kecuali untuk kepentingan negara; atau
j. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana
penjara 5 (lima) taboo atau lebih.
(2) Kesalahan berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hams didukung dengan bukti
sebagai berikut :
a. pekerjalburuh tertangkap tangan;
b. ada pengakuan dari pekerjalburuh yang bersangkutan; atau
c. bukti lain bempa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di
perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua)
orang saksi.
(3) Pekerjalburuh yang diputus hubungan kerjanya berdasarkan alasan sebagaimana
dimaksudpada ayat (1), dapat memperoleh uang penggantian hak sebagai dimaksud
dalam Pasal 156 ayat (4).
(4) Bagi pekerjalburuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tugas dan fungsinya
tidak mewakili kepentingan pengusaha seeara Iangsung, selain uang penggantian
hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besamya dan
pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama.

Pasal159
Apabila pekerjalburuh tidak menerima pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal158 ayat (1), pekerjalburuh yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan ke
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan indusrtial.

Pasal160
( I) Dalam hal pekerjalburuh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak
pidana bukan atas pengaduan pengusaha, maka pengusaha tidak wajib membayar
upah tetap wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerjalburuh yang menjadi
tanggungannya dengan ketentuan sebagai berikut :
a. untuk 1 (satu) orang tanggungan: 25 % (dua puluh lima perseratus) dari upah;
b. untuk 2 (dua) orang tanggungan: 35 % (tiga puluh lima perseratus) dari upah;
c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan : 45 % (empat puluh lima perseratus) dari
upah;
d. untuk 4 (empat) orang tanggungan : 50 % (lima puluh perseratus) dari upah.

74
(2) Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk paling lama 6 (enam)
bulan takwin terhitung sejak han pertama pekerja/buruh ditahan oleh pihak yang
belWajib.
(3) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan keIja terhadap pekerjalburuh yang
setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan peketjaan sebagaimana mestinya karena
dalam proses perkara pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir dan pekeIjalburuh dinyatakan tidak
bersalah, maka pengusaha wajib rnempekerjakan pekerjalburuh kembali.
(5) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan
berakhir dan pekeIjalburuh dinyatakan bersalah, maka pengusaha dapat rneJakukan
pemutusan hubungan kerja kepada pekerjalbumh yang bersangkutan.
(6) Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) dilakukan
tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
(7) Pengusaha wajib membayar kepada pekerja/buruh yang mengalami pemutusan
hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5), uang penghargaan
masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak
sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).

Pasal161
(1) Dalam hal pekerjalbumh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam petjanjian
kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan
pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerjalburuh yang bersangkutan diberikan
surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.
(2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing berlaku untuk
paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
(3) Pekerjalburuh yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (I) memperoleh uang pesangon sebesar I (satu) kali ketentuan
pasa} 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan
Pasa} 156 ayat (3) dan nang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

Pasa1162
(1) Pekerjalburuh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang
penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(2) Bagi pekerjalburuh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang tugas dan
fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain menerima

75
uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal156 ayat (4) diberikan uang pisah yang
besamya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan
atau perjanjian kerja bersama.
(3) Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hams
memenuhi syarat :
a. mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-Iambatnya
30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
b. tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
c. tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.
(4) Pemutusan hubungan kerja dengan alasan pengunduran diri atas kemauan sendiri
dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Pasal163
(1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekeJjalburuh dalam
hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan
perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan bubungan kerja, maka
pekerjalburuh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal156
ayat (3) dan uang penggantian bak sesuai ketentuan dalam Pasal156 ayat (4).
(2) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerjalburuh karena
perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak
bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaannya, maka pekerjalburuh berbak atas
uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal156 ayat (2), uang penghargaan
masa kerja 1 (satu) kali ketentuan dalam Pasal156 ayat (3), dan uang penggantian
hak sesuai ketentuan dalam Pasal156 ayat (4).
Pasall64
( 1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerjalburuh karena
perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerogian secara terns
menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan Inemaksa (force majeur), dengan
ketentuan pekerja/buruh berhak atas nang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan
Pasal156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal156 ayat (4).
(2) Kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hams dibuktikan dengan
laporan keuangan 2 (dua) tahoo terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.
(3) Pengusaha dapat melakukan pemntusan hubungan kerja terhadap pekerjalburuh karena
perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut

76
atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan
efisiensi, dengan ketentuan pekerjalburuh berhak atas uang pesangon sebesar 2(dua)
kali ketentuan Pasa! 156 ayat (2), nang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156
ayat (4).

Pasal165

Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerjalburuh karena


perusahaan pailit, dengan ketentuan pekerjalburuh berhak atas uang pesangon sebesar 1
(satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu)
kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156
ayat (4).
Pasal166

Dalam hal hubungan kerja berakhir karena pekerjalburuh meninggal dunia, kepada ahU.·
warisnya diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya sarna dengan perhitungan 2
(dua) kali uang pesangon sesuai ketentuan Pasa1156 ayat (2), 1 (satu) kali uang penghargaan
masa kerja sesuai ketentuan Pasal156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketenman
Pasal 156 ayat (4).
Pasal167
(1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan kerja terhadap pekerja/buruh karena
memasuki usia pensiun dan apabila pengusaha telah mengikutkan pekerjalburuh pada
program pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha, maka pekerjalburuh
tidak berhak mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan PasaI 156 ayat (2), uang
penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal156 ayat (3), tetapi tetap berhak atas
uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal156 ayat (4).
(2) Dalam hal besarnya jaminan atau manfaat pensiun yang diterima sekaligus dalam
program pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) temyata lebib kecil daripada
jumlah uang pesangon 2 (dna) kali ketentuan Pasal156 ayat (2) dan uang penghargaan
masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak
sesuai ketentuan Pasal156 ayat (4), maka selisihnya dibayar oleb pengusaha.
(3) Dalam hal pengusaha telah mengikutsertakan pekerjalburuh dalam program pensiun
yang iurannyalpreminya dibayar oleh pengusaha dan pekerjalburuh, maka yang
diperhitungkan dengan uang pesangon yaitu uang pensiun yang premiJiurannya dibayar
oleh pengusaha.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat diatur
lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

77
(5) Dalam hal pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/buruh yang mengalami
pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun pada program pensiun maka
pengusaha wajib memberikan kepada pekerja/buruh uang pesangon sehesar 2 (dua)
kali ketentuan Pasal156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal156 ayat (4).
(6) Hak atas manfaat pensiun sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) tidak menghilangkan hak pekerja/buruh atas jaminan hari tua yang
bersifat wajib sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal168
( 1) Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa
keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil
oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya
karena dikualifikasikan mengundurkan diri.
(2) Keterangan tertulis dengan bukti yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hams diserahkan paling lambat pada hari pertama pekerja/buruh masuk bekerja.
(3) Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pekerja/buruh yang
bersangkutan berhak menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156
ayat (4) dan diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal169
( 1) Pekcrja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan
perbuatan sebagai berikut :
a. menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerjalburuh;
b. membujuk dan/atau menyuruh pekerjalburuh untuk. melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
c. tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga)
bulan berturut-turut atau lebih;
d. tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/buruh;
e. memerintahkan pekerja/buruh untu~ melaksanakan pekerjaan di luar yang
diperjanjikan; dan
f. memberikan pekerjaan yang membahayakanjiwa, keselamatan, kesebatan, dan
kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada
perjanjian kerja.

78
(2) Pemutusan hubungan keIja dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) pekerja/
buruh berhak mendapat uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasa} 156 ayat (2),
uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

(3) Dalam hal pengusaha dinyatakan tidak melakukan perbuatan sebagaimana dinlaksud
pada ayat (1) oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial roaka
pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan pekerjalburuh yang bersangkutan
tidak berhak atas uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), dan uang
penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3).

Pasal170

Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tidakmemenuhi ketentuan Pasal151 ayat (3)
dan Pasal 168, kecuali Pasal 158, Pasal 160 ayat (3), Pasal 162, dan Pasal 169 batal demi
hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan pekerjalburuh yang bersangkutan serta
membayar seIuruh upah dan hak yang seharusnya diterima.

Pasal171

Pekerjalburuh yang mengalami pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga


penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang belWenang sebagaimana dimaksud
pada Pasa1158, Pasal160 ayat (3), dan Pasal 162, dan pekerjalburuh yang bersangkutan
tidak dapat menerima pemutusan hubungan kerja tersebut, maka pekerjalburuh dapat
mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu
paling lama I (satu) tahun sejak tanggal dilakukan pemutusan hubungan kerjanya.
Pasal172

Pekerjalburuh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan


kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melamapaui batas 12 (dua belas)
bulan dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja dan diberikan uang pesangon 2 (dua)
kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 2 (dua) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (3), dan uang pengganti hak I (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (4).
BAB XIII
PEMBINAAN
Pasal173
(1) Pemerintah melakukan pembinaan terhadap unsur-unsur dan kegiatan yang
berhubungan dengan ketenagakerjaan.

79
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat mengikutsertakan organisasi
pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan organisasi profesi terkait.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2), dilaksanakan secara
terpadu dan terkoordinasi.
Pasal174
Dalam rangka pembinaan ketenagakerjaan, pemerintah, organisasi pengusaha, serikat
pekerjalserikat buruh dan organisasi profesi terkait dapat melakukan kerja sarna intemasional
di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal175
( 1) Pemerintah dapat memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang telah
berjasa dalam pembinaan ketenagakerjaan.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam bentuk
piagam, uang, dan/atau bentuk lainnya.

BABXIV
PENGAWASAN

Pasal176
Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang
mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan peraturan penmdang-
perundangan ketenagakerjaan.
Pasal!7?
Pegawai pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 ditetapkan
oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal178
(1) Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja tersendiri pada instansi
yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang ketenagaketjaan pada pemerintah
pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
(2) Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Keputusan Presiden..

80
Pasal179
(I) Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasa1178 pada
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupatenlkota wajib menyampaikan laporan
pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan kepada Menteri.
(2) Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Menteri.
Pasal180
Ketentuan mengenai persyaratan penunjukan, hak dan kewajiban, serta wewenang pegawai
pengawas ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal176 sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal181
Pegawai pengawas ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 176 wajib :
a. merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan;
b. tidak menyalahgunakan kewenangannya.

BABXV
PENYIDIKAN

Pasal182
(1) Selain penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga kepada pegawai
pengawas ketenagakerjaan dapat diberi wewenang khusus sebagai penyidik pegawai
negeri sipil sesuai dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belWenang :
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang tindak
pidana di bidang ketenagakerjaan;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga mel~an tindak pidana
di bidang ketenagakerjaan;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau hadan hukum sehubungan
dengan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;
d. melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara
tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;
e. melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak pidana
di bidang ketenagakerjaan;

81
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana di bidang ketenagakerjaan; dan
g. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang membuktikan
tentang adanya tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
(3) Kewenangan penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BABXVI
KETENTUAN PIDANADANSANKSIADMINISTRATIF
Bagian Pertama
Ketentuan Pidana
Pasal183
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasa174, dikenakan
sanksi pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahoo dan paling lama 5 (lima) taboo
dan/atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana
kejahatan.
Pasal184
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasall67 ayat (5),
dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan/atan dengan paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratusjuta rupiah)
dan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana
kejahatan.
Pasal185
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1),
dan ayat (2), Pasa168, Pasal69 ayat (2), Pasa180, Pasa182, Pasal90 ayat (I), Pasa)
143, dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tabun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat
ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (I) merupakan tindak pidana
kejahatan.

82
Pasal186
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal35ayat 92)
dan ayat (3), Pasa193 ayat (2), PasaI13?, dan Pasal 138 ayat (I), dikenakan sanksi
pidana penjara paling singkat I (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan!
atau denda paling sedikit Rp. 10.000.000,00 (sepuluhjuta rupiah) dan paling banyak
Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana
pelanggaran.
Pasal187
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal37 ayat (2),
Pasal44 ayat (1), PasaI45 ayat (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76,
Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (I) dan ayat (2), Pasal 85 ayat (3), dan Pasal 144,
dikenakan sanksi pidana kunmgan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12
(dua belas) bulan dan/atau dengan paling sedikit Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana
pelanggaran.
Pasal188
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2),
Pasal38 ayat (2), Pasal63 ayat (1), Pasal78 ayat (1), Pasal108 ayat (1), Pasall!1
ayat (3), Pasall14, dan Pasa1148, dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp.
5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana
pelanggaran.
Pasal189
Sanksi pidana penjara, kurungan, danlatau denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha
membayar hak-hak dan/atau ganti kerugian kepada tenaga kerja atau pekerjalburuh.
Bagian Kedua
SanksiAdministratif

Pasal190
(1) Menteri atau pejabat yang ditunjuk mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran
ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal5, Pasal6, Pasal15, Pasal25,
Pasal38 ayat (2), Pasal45 ayat (1),Pasa147 ayat (1), Pasa148, Pasa187, Pasall06,
Pasal 126 ayat (3), dan Pasa} 160 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang ini serta
peraturan pelaksanaannya.

83
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bempa :
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. pembatasan kegiatan usaha;
d. pembekuan kegiatan usaha;
e. pembatalan persetujuan;
f. pembatalan pendaftaran;
g. pengbentian sementara sebagian atau selurub alat produksi;
i. pencabutan ijin.
(3) Ketentuan mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

BABXVII
KETENfUANPERALIHAN

Pasal191 .
Semua peraturan pelaksanaan yang mengatur ketenagakerjaan tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang..
undang.
BAB XVIII
KETENIUANPENUIUP

Pasal 192
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka :
1. Ordonansi tentang Pengerahan Orang Indonesia Untuk Melakukan Pekerjaan Di Luar
Indonesia (Staatsblad Taboo 1887 Nomor 8);
2. Ordonansi tanggal 17 Desember 1925 Peraturan tentang Pembatasan Kerja Anak
Dan Kerja Malam Bagi Wanita (Staatsblad Tabun 1925 Nomor 647);
3. Ordonansi Tabun 1926 Peraturan mengenai Kerja Anak-anak Dan Orang Muda Oi
Atas Kapal (Staatsblad Tahun 1926 Nomor 87);
4. Ordonansi tangga14 Mei 1936 tentang Ordonansi untuk Mengatur Kegiatan-kegiatan
Mencari Calon Pekerja(Staatsblad rahun 1936 Nomor 208);
5. Ordonansi tentang Pemulangan Buruh Yang Diterima Atau Dikerahkan Dari Luar
Indonesia (Staatsblad Tahun 1939 Nomor 545);

84
6. Ordonansi Nomor 9 rabun 1949 tentang Pembatasan Kerja Anak-anak (Staatsblad
Tabun 1949 Nomor 8);

7. Undang-undang Nomor 1Tabun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang


Kerja rahun 1948 Nomor 12 Dari Republik Indonesia Untuk Selumh Indonesia
(Lemberan Negara Tahun 1951 Nomor 2);
8. Undang-undang Nomor 21 Tabun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan Antara Serikat
Buruh Dan Majikan (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 69, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 598a);

9. Undang-undang Nomor 3 Tabun 1958 tentang Penempatan Tenaga Asing (Lembaran


Negara Tabun 1958 Nomor 8);
10. Undang-undang Nomor 8Tabun 1961 tentang Wajib Kerja Sarjana (Lembaran Negara
Tabun 1961 Nomor 207, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2270);
11. Uodang-undang Nomor 7 Pops Tabun 1963 tentang Pencegaban Pemogokan dan!
atau Penutupan (Lock Out) Di Perusahaan, Jawatan, dan Badan Yang Vital (Lembaran
Negara rabun 1963 Nomor 67);
12. Undang-undang Nomor 14 Tabun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai
Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tabun 1969 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2912);
13. Undang-undang Nomor 25 Tabun 1997 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara
Tahun 1997 Nomor 73, Tambaban Lembaran Negara Nomor 3702);
14. Undang-undang Nomor 11 Tabun 1998 tentang Perobahan BerlakunyaUndang-undang
Nomor 25 Taboo 1997 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 1998
Nomor 184, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3791);
15. Undang-undang Nomor 28 Tabun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang Nomor 3 Taboo 2000 tentang Pembahan Atas Undang-
undang Nomor 11 Tahun 1998 tentang Perubahan Berlakunya Undang-undang Nomor
25 Taboo 1997 tentang Ketenagakerjaan Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara
Tabun 2000 Nomor 240, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4042), dinyatakan
tidak berlaku lagi.
Pasal193
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

85
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 25 Maret 2003
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEGAWATI SOEKARNOPUfRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 Maret 2003
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIKJNDONESIA

BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARAREPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR39


PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIKINDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2003
TENTANG
KETENAGAKERJAAN

I. UMUM
Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri
tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan merata, baik
materiil maupun spiritual.
Pembangunan ketenagakerjaan hams diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak
dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja/burnh serta pada saatyang
bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusifbagi pengembangan dunia usaha.

86
Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan. Keterkaitan
itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama, sebelum dan sesudah masa kerja
tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk
itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif, antara lain mencakup
pengembangan sumberdaya manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga
kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja,
dan pembinaan hubungan industrial.
Pembinaan hubungan industrial sebagai bagian dari pembangunan ketenagakerjaan hams
diarahkan untuk terns mewujudkan hubungan industrial yang hannonis, dinamis, dan
berkeadilan, Untuk itu, pengakuan dan penghargaan terhadap hak asasi manusia sebagaimana
yang dituangkan dalam TAP MPR NO.XVIIIMPRlI998 hams diwujudkan. Dalam bidang
ketenagakerjaan, ketetapan MPR ini merupakan tonggak utama dalam menegakkan
demokrasi di tempat kerja. Penegakkan demokrasi di tempat kerja diharapkan dapat
mendorong partisipasi yang optimal dari seluroh tenaga kerja dan pekerja/buruh Indonesia
untuk membangun negara Indo!1esia yang dicita-citakan.
Beberapa peraturan penmdang-undangan tentang ketenagakerjaan yang berlaku selama
ini, termasuk sebagian yang merupakan produk kolonial, menempatkan pekerja pada posisi
yang kurang menguntungkan dalam pelayanan penempatan tenaga kerja dan sistem
hubungan industrial yang menonjolkan perbedaan kedudukan dan kepentingan sehingga
dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan mass kini dan tuntutan masa yang
akan datang.
Peraturan perundang-undangan tersebut adalah :
Ordonansi tentang Pengerahan Orang Indonesia Untuk Melakukan Pekerjaan Di Luar
Indonesia (Staatsblad Tahun 1887 No.8);
Ordonansi tanggal 17 Desember 1925 Peraturan tentang Pembatasan Kerja Anak
Dan Kerja Malam Bagi Wanita (Staatsblad Taboo 1925 Nomor 647);
Ordonansi Tahoo 1926 Peraturan Mengenai Kerja Anak-anak dan Orang Muda Di
Atas Kapal (Staatsblad Tahun 1926 Nomor 87);
Ordonansi tanggal4 Mei 1936 tentang Ordonansi untuk Mengatur Kegiatan-kegiatan
Mencari Calon Pekerja (Staatsblad Tahun 1936 Nomor 208);
Ordonansi tentang Pemulangan Buruh Yang Diterima atau Dikerahkan Dari Luar
Indonesia (Staatsblad Tabun 1939 Nomor 545);
Ordonansi Nomor 9 Tahun 1949 tentang Pembatasan Kerja Anak-anak (Staatsblad
Taboo 1949 Nomor 8);
Undang-undang Nomor 1Taboo 1951 tentang Pemyataan Berlakunya Undang-undang
Kerja Tahun 1948 Nomor 12 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia
(Lembaran Negara Taboo 1951 Nomor 2);

87
Undang-undang Nomor 21 tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat
Buruh dan Majikan (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 69, Tarnbahan Lembaran
Negara Nomor 598 a);
Undang-undang Nomor 3 Tabun 1958 tentang Penempatan Tenaga Asing (Lembaran
Negara Tahun 1958 Nomor 8);
Undang-undang NOlnor 8 Tabun 1961 tentang Wajib Ketja Sarjana (Lembaran Negara
Tahun 1961 Nomor 207, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2270);
Undang-undang Nomor 7 Pnps Tabun 1963 tentang Pencegahan Pemogokan dan!
atau Penutupan (Lock Out) Di Perusahaan, Jawatan dan Badan Yang Vital (Lembaran
Negara Tahun 1963 Nomor 67);
Undang-undang Nomor 14 rabun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai
Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2912);
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara
Tahun 1997 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3702);
Undang-undang Nomor 11 Taboo 1998 tentang Perubahan Berlakunya Undang-undang
Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tabun 1998
Nomor 184, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3791); dan
Undang-undang Nomor 28 rabun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2000 tentang Perobahan Atas Undang-
undang Nomor 11 Tahun 1998 tentang Perubahan Berlakunya Undang-undang Nomor
25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara
Tabun 2000 Nomor 240, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4042).
Peraturan perundang-undangan tersebut di atas dipandang perlu untuk dicabut dan diganti
dengan Undang-undang yang bam. Ketentuan-ketentuan yang masih relevan dari peraturan
perundang-undangan yang lama ditampung dalam Undang-undang ini. Peraturan pelaksanaan
dari undang-undang yang telah dicabut masih tetap berlaku sebelum ditetapkannya peraturan
barusebagaipengganti.
Undang-undang ini disamping untuk mencabut ketentuan yang tidak sesuai lagi dengan
tuntutan dan perkembangan zaman, dimaksudkan juga untuk menampung perubahan yang
sangat mendasar di segala aspek kehidupan bangsa Indonesia dengan dimulainya era
refonnasi tahun 1998.
Di bidang ketenagakerjaan intemasional, penghargaan terhadap hak asasi manusia di tempat
kerja dikenal melaini 8 (delapan) konvensi dasar Intemasional Labour Organization (ILO).
Konvensi dasar ini terdiri atas 4 (empat) kelompok yaitu :
Kebebasan Berserikat (Konvensi ILO No. 87, dan No. 98);

88
Diskriminasi (Konvensi ILO No. 100, dan No. Ill)
Kerja Paksa (Konvensi ILO No. 29, dan No. 105); dan
PerlindunganAnak (Konvensi ILO No. 138" dan No. 182).
Komitmen bangsa Indonesia terhadap penghargaan pada hak asasi manusia di tempat
kerja antara lain diwujudkan dengan rneratifikasi kedelapan konvensi dasar tersebut. Sejalan
dengan ratifikasi konvensi mengenai hak dasar tersebut, maka Undang-undang
ketenagakerjaan yang disusun ini harus pula mencenninkan ketaatan dan pengbargaan
pada ketujuh prinsip dasar tersebut.
Undang-undang ini antara lain memuat :
Landasan, asas, dan tujuan pembangunan ketenagakerjaan;
Perencanaan tenaga kerja dan infonnasi ketenagakerjaan;
Pemberian kesempatan dan perlakuan yang sarna bagi tenaga kerja dan pekerjaJ
buruh;
Pelatihan kerja yang diarahkan untuk meningkatkan dan mengembangkan keterampilan
serta keahlian tenaga kerja guna meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas
perusahaan.
Pelayanan penempatan tenaga kerja dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja secara
optimal dan penempatan tenaga kerja pada pekerjaan yang sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah dan masyarakat
dalam upaya perluasan kesempatan kerja;
Penggunaan tenaga kerja asing yang tepat sesuai dengan kompetensi yang diperlukan;
Pembinaan hubungan industrial yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila diarahkan
untuk menumbuhkembangkan hubungan yang harmonis, dinamis dan berkeadilan
antar para pelaku proses produksi;
Pembinaan kelembagaan dan sarana hubungan industrial, termasuk perjanjian kerja
bersama, lembaga kerja sarna bipartit, lembaga kerja sarna tripartit, pemasyarakatan
hubungan industrial dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial;
Perlindungan pekerjalburuh, tennasuk perlindungan atas hak-hak dasarpekerjalburuh
untuk berunding dengan pengusaha, perlindungan keselamatan, dan kesehatan kerja,
perlindungan khusus bagi pekerjalburuh perempuan, anak, dan penyandang cacat,
serta perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan jaminan sosial tenaga kerja;
Pengawasan ketenagakerjaan dengan maksud agar dalam peraturan perundang-
undangan di bidang ketenagakerjaan ini benar-benar dilaksanakan sebagaimana
mestinya.

89
II. PASALDEMI PASAL
Pasal!
Angka 1 s.d. angka 33 Cukup jelas
Pasa12
Pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan dalam rangka pembaogunan manusia Indo-
nesia seutuhnya. Oleh karena itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk
mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, aelil, makmur, dan merata
baik materiil maupun spiritual.
Pasal3
Asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan
nasional, khususnya asas demokrasi Pancasila serta asas adil dan merata. Pembangunan
ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan dengan berbagai pihak yaitu
antara pmerintah, pengusaha dan pekerja/buruh. Oleh sebab itu, pembangunan
ketenagakerjaan dilaksanakan seeara terpadu dalam bentuk kerja sarna yang saling
mendukung.
Pasal4
Humfa
Pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja merupakan suatu kegiatan yang terpadu
untuk dapat memberikan kesempatan kerja seluas-luasnya bagi tenaga kerja Indonesia.
Melalui pemberdayaan dan pendayagunaan ini diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat
berpartisipasi seeara optimal dalam Pembangunan Nasional, namun dengan tetap
menjunjung nilai-nilai kemanusiaan.
Hurufb
Pemerataan kesempatan kerja harus diupayakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagai satu kesatuan pasar kerja dengan memberikan kesempatan
yang sarna untuk memperoleh pekerjaan bagi seluruh tenaga kerja Indonesia sesuai dengan
bakar, minat, dan kemampuannya. Demikian pula pemerataan penempatan tenaga kerja
perlu diupayakan agar dapat mengisi kebutuhan di seluruh sektor dan daerah..
Huruf c Cukup jelas.
Huruf d Cukup jelas.

90
Pasal5
Setiap tenaga keIja mempunyai hak dan kesempatan yang sarna untuk memperoleh peketjaan
dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan
aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan, tennasuk
perlakuan yang sarna terhadap para penyandang caeat.
Pasal6
Pengusaha harus memberikan hak dan kewajiban pekerjalburuh tanpa membedakan jenis
kelamin, suku, ras, agama, warna kulit, dan aliran politik.

Pasal7
Ayat (1)

Pereneanaan tenaga kerja yang disusun dan ditetapkan oleh pemerintah dilakukan melalui
pendekatan perencanaan tenaga kerja nasional, daerah, dan sektoral.

Ayat (2)
Hurufa.
Yang dimaksud dengan pereneanaan tenaga kerja makro adalah proses penyusunan reneana
ketenagakerjaan seeara sistematis yang memuat pendayagunaan tenaga kerja secara opti-
mal, dan produktifguna mendukung pertumbuhan ekonomi atau sosial, baik seeara nasional,
daerah, maupun sektoral sehingga dapat membuka kesempatan kerja seluas-luasnya,
meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan kesejahteraan pekerjalburuh.
Hurufb
Yang dimaksud dengan pereneanaan tenaga kerja mikro adalah proses penyusunan reneana
ketenagakerjaan secara sistematis dalam suatu instansi, baik instansi pemerintah maupun
swasta dalam rangka meningkatkan pendayagunaan tenaga kerja secara optimal dan
produktifuntuk mendukung peneapaian kinerja yang tinggi pada instansi atau perusahaan
yang bersangkutan.
Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal8
Ayat (1)
Informasi ketenagakerjaan dikumpulkan dan diolah sesuai dengan maksud disusunnya
perencanaan tenaga kerja nasional, perencanaan tenaga ketja daerah provinsi atau kabupaten/
kota.

91
Ayat (2)
Dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, partisipasi swasta diharapkan dapat
memberikan infonnasi mengenai ketenagakerjaan. Pengertian swasta mencakup perusahaan,
perguroan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat di pusat, provinsi atau kabupaten/
kota.
Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal9

Yang dimaksud dengan peningkatan kesejahteraan dalam pasal ini adalah kesejahteraan
bagi tenaga kerja yang diperoleh karena terpenuhinya kompetensi kerja melalui pelatihan
kerja.
PasallO
Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat2
Penetapan standar kompetensi kerja dilakukan oleh Menten dengan mengikutsertakan sektor
terkait.
Ayat (3)

Jenjang pelatihan kerja pada umumnya terdiri atas tingkat dasar, trampil, dan ahli.
Ayat 4 Cukup jelas.

Pasalll
Cukupjelas

Pasal12
Ayat (I)
Pengguna tenaga kerja terampil adalah pengusaha, oleh karena itu pengusaha bertanggung
jawab mengadakan pelatihan kerja untuk meningkatkan kompetensi pekerjanya.
Ayat2

Peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi diwajibkan bagi pengusaha karena


perusahaan yang akan memperoleh manfaat basil kompetensi pekerjalburuh.

92
Ayat3

Pelaksanaan pelatihan kerja disesuaikan dengan kebutuhan serta kesempatan yang ada di
perusahaan agar tidak mengganggu kelancaran kegiatan perusahaan.

Pasal13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pelatihan kerja swasta juga tennasuk pelatihan kerja perusahaan.
Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal14

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) Cukup jelas..

Ayat (3)
Pendaftaran kegiatan pelatihan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah dimaksudkan
untuk mendapatkan infonnasi sehingga hasil pelatihan, sarana dan prasarana pelatihan
dapat berdayaguna dan berhasil guna secara optimal.

Ayat (4) Cukup jelas.

Pasal15
Cukup jelas.

Pasal16
Cukup jelas.

Pasal17
Cukupjelas.

Pasal18Ayat(l)
Cukup jelas.

93
Ayat(2)
Sertifikasi kompetensi adalah proses pemberian sertiftkat kompetensi yang dilakukan secara
sistematis dan obyektifmelalui uji kompetensi yang mengacu kepada standar kompetensi
nasional danlatau intenlasional.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.

Pasal19
Cukup jelas.

Pasa120
Ayat (1)
Sistcm pelatihan ketja nasional adalah keterkaitan dan keterpaduan berbagai unsur pelatihan
kerja yang antara lain meliputi peserta, biaya, sarana, dan prasarana, tenaga kepelatihan,
program dan metode, serta lulusan. Dengan adanya sistem pelatihan kerja nasional, semua
unsur dan sumber daya pelatihan kerja nasional tersebar di instansi pemerintah, swasta,
dan perusahaan dapat dimanfaatkan secara optimaL
Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal21
Cukupjelas

Pasa122

Ayat (1)

Cukup jelas.

.Ayat (2)
Hak peserta pemagangan antara lain memperoleh uang saku dan/atau transpor, memperoleh
jaminan sosial tenaga kerja, memperoleh sertifikat apabila lulus di akhir program.
Hak pengusaha antara lain berhak atas hasil kerja/jasa peserta pemagangan, merekrut
pemagang sebagai pekerja/buruh bila memenuhi persyaratan.

94
Kewajibanpeserta pemagangan antara lain menaati perjanjian pemagangan, mengikuti tata
tertib program pemagangan, dan mengikuti tata tertib perusahaan.

Adapun kewajiban pengusaha antara lain menyediakan uang saku dan/atau uang transpor
bagi peserta pemagangan, menyediakan fasilitas pelatihan, menyediakan instruktur, dan
perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja.

Jangka waktu pemagangan bervariasi sesuai dengan jangka waktu yang diperlukan untuk
mencapai standar kompetensi yang ditetapkan dalam program pelatihan pemagangan.

Ayat (3)

Dengan status sebagai pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan, maka berhak atas
segala hal yang diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Pasal23

Sertifikasi dapat dilakukan oleh lembaga sertiftkasi yang dibentuk dan/atau diakreditasi
oleh pemerintah bila programnya bersifat umum, atau dilakukan oleh perusahaan yang
bersangkutan hila programnya bersifat khusus.
Pasa124
Cukup jelas.

Pasal25
Cukup jelas.

Pasal26
CukupJelas.

Pasa127
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat(2)

Yang dirnaksuddengan kepentingan perusahaan dalam ayat ini adalah agar terjamin
tersedianya tenaga terampiJ dan ahli pada tingkat kompetensi tertentu seperti juru las spesialis
dalamair.

95
Yang dimaksud dengan kepentingan masyarakat misalnya untuk membuka kesempatan
bagi masyarakat memanfaatkan industri yang bersifat spesiftk seperti teknologi budidaya
tanaman dengan kultur jaringan.
Yang dimaksud dengan kepentingan negara misalnya untuk menghemat devisa negara,
maka perusahaan diharuskan melaksanakan program pemagangan seperti keahlian membuat
alat-alat pertanian modem.
Pasa128
Cukup jelas.

Pasa129
Cukupjelas.

Pasa130
Cukup jelas.

Pasa) 31
Cukup jelas.

Pasa132
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan terbuka adalah pemberian informasi kepada pencari kerja
secarajelas antara lainjenis pekerjaan, besamya upab, dan jam kerja. Hal ini diperlukan
untuk melindungi pekerjalburuh serta untuk menghindari terjadinya perselisiban setelah
tenaga kerja ditempatkan.
Yang dimaksud dengan bebas adaIah pencari kerja bebas memilihjenis pekerjaan dan
pemberi kerja bebas memilih tenaga kerja, sehingga tidak dibenarkan pencari kerja
dipaksa untuk menerima suatu pekerjaan dan pemberi kerja tidak dibenarkan dipaksa
untuk menerima tenaga kerja yang ditawarkan.
Yang dimaksud dengan obyektif adalah pemberi kerja agar menawarkan pekerjaan
yang cocok kepada pencari kerja sesuai dengan kemampuannya dan persyaratan
jabatan yang dibutuhkan, serta harns memperhatikan kepentingan umum dengan
tidak memihak kepada kepentingan pibak tertentu.
Yang dimaksud dengan adil dan setara adalah penempatan tenaga kerja dilakukan
berdasarkan kemampuan tenaga kerja dan tidak didasarkan atas ras, jenis kelamin,
warna kulit, agama, dan aliran politik.

96
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3)
Pemerataan kesempatan kerja harns diupayakan di seluruh wilayah Negara Republik In-
donesia sebagai satu kesatuan pasar kerja nasional dengan memberikan kesempatan yang
sarna untuk memperoleh pekerjaan bagi seluruh tenaga kerja sesuai dengan bakat, minat,
dan kemampuannya. Demikian pula pemerataan kesempatan kerja perlu diupayakan agar
dapat mengisi kebutuhan tenaga kerja di seluruh sektor dan daerah.

Pasal33
Cukup jelas.

Pasa134
Sebelum undang-undang mengenai penernpatan tenaga kerja di luar negeri diundangkan
maka segala peraturan perundangan yang mengatur penempatan tenaga kerja di luar negeri
tetap berlaku.

Pasal35
Ayat (1)
Yang dimaksud pemberi kerja adalah pemberi kerja di dalam negeri.

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasa136
Cukup jelas.

Pasal37
Ayat (1)
Hurufa.
Penetapan instansi pemerintah yang bertanggungjawab di bidang ketenagaketjaan di tingkat
pusat dan daerah ditentukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

97
Hurufb. Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal38
Cukup jelas.

Pasal39

Cukup jelas.

Pasal40

Cukup jelas.

Pasa141
Karena upaya perluasan kesempatan kerja mencakup Hntas sektoral, maka hams jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasa143
Ayat (1)
Rencana penggunaan tenaga kerja warga negara asing merupakan persyaratan untuk
mendapatkan izin kerja (IKTA).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan hadan intemasional dalam ayat ini adalah hadan-hadan intemasional
yang tidak mencari keuntungan seperti lembaga yang bemaung di bawah Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) antaca lain ILO, WHO, dan UNICEF.

98
Ayat (4)
Cukupjelas.

Pasal44
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan standar kompetensi adalab kualifikasi yang hams dimiliki oleh
tenaga kerja warga negara asing antara lain pengetahuan, keahlian, keterampilan di bidang
tertentu, dan pemahaman budaya Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasa145
Ayat (1)

Humfa.
Tenaga kerja pendamping tenaga kerja asing tidak secara otomatis menggantikan atau
menduduki jabatan tenaga kerja asing yang didampinginya. Pendampingan tersebut lebih
dititikberatkan pada alih teknologi dan alih keahlian agar tenaga kerja pendamping tersebut
dapat memiliki kemampuan sehingga pada waktunya diharapkan dapat mengganti tenaga
kerja asing yang didampinginya.
Hurufb.
Pendidikan dan pelatihan kerja oleh pemberi kerja tersebut dapat dilaksanakan baik di
dalam negeri maupun dengan mengirimkan tenaga kerja Indonesia untuk berlatih di luar
negeri.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasa146
Cukup jelas.

Pasa147
Ayat (1)
Kewajiban membayar kompensasi dimaksudkan dalam rangka menunjang upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

99
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasa148

Cukup jelas.

Pasal49

Cukupjelas.

Pasa150

Cukup jelas.

Pasal51

Ayat (I)
Pada prinsipnya perjanjian kerja dibuat secara tertulis, namun· melihat kondisi masyarakat
yang beragam dimungkinkan perjanjian kerja secara lisan.

Ayat (2)
Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis hams sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, antara lain perjanjian kerja waktu tertentu, antarkerja
antardaerah, antarkerja antarnegara, dan perjanjian kerja Iaut.

Pasa152

Ayat (I)

Huruf a Cukup jelas.

Hurufb.
Yang dimaksud dengan kemampuan atau kecakapan adalah para pihak yang mampu atau
cakap menurut hukum untuk membuatperjanjian. Bagi tenaga kerja anak, yang
menandatangani perjanjian adalah orang tua atau walinya.

100
Huruf c Cukup jelas.
Huruf d Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal53
Cukup jelas.

Pasal 54 Ayat (1)

Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan tidak boleh bertentanganpada ayat ini adalah apabila di perusahaan
telah ada peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, maka isi perjanjian kerja
baik kualitas maupun kuantitas tidak boleh lebih rendah dari peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama di perosahaan yang bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal55

Cukup jelas.

Pasa156

Cukupjelas.

PasalS7

Cukup jelas.

Pasa158

Cukup jelas.

101
Pasal59
Ayat (1)
Perjanjian kerja dalam ayat ini dicatatkan ke instansi yang bertanggung jawab dibidang
ketenagakerjaan.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pekerjaan yang bersifat tetap dalam ayat ini adalah pekerjaan yang
sifatnya terns menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian
dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman.
Pekerjaan yang bukan musiman adalah pekerjaan yang tidak tergantung cuaea atau suatu
kondisi tertentu. Apabila pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang terns meneros, tidak
terputus-putus, tidak dibatasi waktu, dan merupakan bagian dari suatu proses produksi,
tetapi tergantung cuaea atau pekerjaan itu dibutuhkan karena adanya suato kondisi tertentu
maka pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan musiman yang tidak termasuk pekerjaan
tetap sehingga dapat Inenjadi objek perjanjian kerja waktu tertenm.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukupjelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.

Pasal60
Ayat (1)
Syarat nlasa percobaan kerja hams dicantumkan dalam perjanjian kerja. Apabila perjanjian
kerja dilakukan secara lisan.. maka syaratmasa percobaan kerja hams diberitabukan kepada
pekerja yang bersangkutan dan dicantumkan dalam surat pengangkatan. DaJam hal tidak
dicantumkan dalam petjanjian kerja atau dalam surat pengangkatan, maka ketentuan masa
percobaan kerja dianggap tidak ada.

102
Ayat (2)
Cukupjelas.

Pasal61
Ayat (1)
Hurufa Cukup jelas.
Burnf b Cukup jelas.
Huruf c Cukup jelas.
Hurufd
Keadaan atau kejadian tertentu seperti bencana alam, kerosuhan sosial, atau gangguan
keamanan.

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud hak-hak yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku atau hak..
hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perosahaan, atau perjanjian kerja
bersama adalah hak-hak yang harus diberikan yang lebih baik dan menguntungkan pekerja/
buruh yang bersangkutan.

Pasa162
Cukup jelas.

Pasa163
Cukup jelas.

Pasa164
Cukup jelas.

Pasal65
Cukup jelas.

103
Pasal66
Ayat (1)
Pada pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan usaha pokok atau kegiatan yang
berhubungan langsung dengan proses produksi, pengusaha hanya diperbolehkan
mempekerjakan pekerjalburuh dengan perjanjian kerja waktu tertentu dan/atau perjanjian
kerja waktu tidak tertentu.
Yang dimaksud kegiatanjasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung
dengan proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok (core
business) suatu perosahaan.
Kegiatan tersebut antara lain: usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha
penyediaan makanan bagi pekerjalburuh (catering)t usaha tenaga pengaman (security/
satuan pengamanan), usaha jasa penunjang di pertambangan dan penninyakan, serta usaha
penyediaan angkutan pekerjalburuh.

Ayat(2
Humf a Cukup jelas.
Humfb Cukup jelas.
Hurufc
Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat ketja maupun penyelesaian perselisihan
antara penyedia jasa tenaga kerja dengan pekerjalburuh hams sesuai dengan peraturan
perundang.. undangan yang berlaku.
Pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan penyedia jasa pekerjalburuh memperoleh
hak (yang sarna) sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama atas perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta
perselisihan yang timbul dengan pekerja/buruh lainnya di perosahaan pengguna jasa pekerjaJ
buruh.
Huruf d Cukup jelas,
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal67
Ayat (1)
Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini misalnya penyediaan aksesibilitas,
pemberian alat kerja, dan alat pelindung diri yang disesuaikan dengan jenis dan derajat
kecacatannya.

104
Ayat (2) Cukup jelas.

Pasa168
Cukup jelas.

Pasal69
Cukup jelas.

Pasal70
Cukup jelas.

Pasa171
Ayat (I)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk melindungi anak agar pengembangan bakat
dan minat anak yang pada umumnya muneul pada usia ini tidak terhambat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

PasaI72

Cukup jelas.

Pasal73
Cukup jelas.

Pasa174
Cukup jelas.

105
Pasa175
Ayat (1)
Penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan kerja dimaksudkan untuk
menghapuskan atau mengurangi anak yang bekerja di luar hubungan kerja. Upaya tersebut
hams dilakukan seeara tereneana, terpadu, dan terkoordinasi dengan instansi terkait.
Anak yang bekerja di luar hubungan kerja misalnya anak penyemir sepatu atau anak penjual
koran.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal76
Ayat (I)
Yang bertanggungjawab atas pelanggaran ayat ini adalah pengusaha.
Apabila pekerja/buruh perempuan yang dimaksud dalam ayat ini dipekerjakan antara pukul
23.00 s.d. 07.00 maka yang bertanggungjawab atas pelanggaran tersebut adalah pengusaha.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal77
Ayat (I)
Cukup jelas.

106
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat(3)
Yang dimaksud sektor usaha atau pekerjaan tertentu dalam ayat ini misalnya pekerjaan di
pengeboran minyak lepas pantai, sopir angkutan jarak jauh, penerbangan jarak jauh,
pekerjaan di kapal (Iaut), atau penebangan butan.

Ayat(4)
Cukup jelas.

Pasal78
Ayat (1)
Mempekerjakan lebih dari waktu kerja sedapat mungkin harns dihindarkan karena pekerjal
buruh harus mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat dan memulihkan kebugarannya.
Namun, dalam hal-hal tertentu terdapat kebutuhan yang mendesak yang harns diselesaikan
segera dan tidak dapat dihindari sehingga pekerjalburuh hams bekerja rnelebihi waktu
kerja.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

PasaI79
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a Cukup jelas.
Hurufb Cukup jelas.
Humf c Cukup jelas.
Hurufd
Selama menjalankan istirahat panjang, pekerja/buruh diberi uang kompensasi hak istirahat
tahunan tahun kedelapan sebesar 1/2 (setengah) bulan gaji dan bagi perusahaan yang telah
memberlakukan istirahat panjang yang lebih baik dari ketentuan undang-undang ini, maka
tidak boleh mengurangi dari ketentuan yang sudah ada.

107
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukupjelas.
Pasa180
Yang dimaksud kesempatan secukupnya yaitu menyediakan tempat untuk melaksanakan
ibadah yang memungkinkan pekerjalburuh dapat melaksanakan ibadahnya secara baik,
sesuai dengan kondisi dan kemampunan perusahaan.

Pasal81
Cukup jelas.

Pasa182
Ayat (1)
Lamanya istirahat dapat diperpanjang berdasarkan surat keterangan dokter kandungan
atau bidan, baik sebelum maupun setelah melahirkan.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal83
Yang dimaksud dengan kesempatan sepatutnya dalam pasal ini adalah lamanya waktu
yang diberikan kepada pekerjalburuh perempuan untuk menyusui bayinya dengan
memperhatikan tersedianya tempat yang sesyai dengan kondisi dan kemampuan perusahaan,
yang diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Pasal84
Cukup jelas.

Pasa185

Ayat (1) Cukup jelas.

108
Ayat (2)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk melayani kepentingan dan kesejahteraan
umum. Disamping itu untuk pekerjaan yang karena sifat dan jenis pekerjaannya tidak
memungkinkan pekerjaan itu dihentikan.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.

Pasa186
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan
keselamatan dan untuk meningkatkan derajat kesehatan para pekerjalburuh dengan cara
pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja,
promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.
Ayat (3) Cukup jelas.

Pasa187
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah bagian
dari sistem manajemen pemsahaan secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi,
perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses, dan sumber daya yang
dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan
kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan
dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.
Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal88
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan penghasilan yang memenuhi kehidupan yang layak adalah jumlah
penerimaan atau pendapatan pekerjalburuh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu
memenuhi kebutuhan hidup pekerjalburuh dan keluarganya seeara wajar yang meliputi
makanan dan minuman, sandang, pennnahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, danjaminan
hari tua.
Ayat (2) Cukup jelas.

109
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.

Pasa189
Ayat (I) Huruf a Cukup jelas.
Hurufb
Upah minimum sektoral dapat ditetapkan untuk kelompok lapangan usaha beserta
pembagiannya menurut klasifikasi lapangan usaha Indonesia untuk kabupatenlkota,
provinsi.. beberapa provinsi atau nasional dan tidak bo1eh lebih rendah dari upah minimum
regional daerah yang bersangkutan.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak dalam ayat
ini ialah setiap penetapan upah minimum harus disesuaikan dengan tahapan pencapaian
perbandingan upah minimum kebutuhan hidup layak yang besamya ditetapkan oleh
Menteri.

Ayat (3) Cukup jelas.


Ayat (4)
Pencapaian kebutuhan hidup layak perin dilakukan secara bertahap karena kebutuhan hidup
layak tersebut merupakan peningkatan dari kebutuhan hidup minimum yang sangat
ditentukan oleh tingkat .kemampuan dunia usaha.

Pasa190
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Penanggungah pelaksanaan upah minimum bagi perusahaan yang tidak mampu
dimaksudkan untuk membebaskan perusahaan yang bersangkutan melaksanakan upah
minimum yang berlaku dalam kurun waktu tertentu. Apabila penangguhan tersebut berakhir
maka perusahaan yang bersangkutan wajib melaksanakan upah minimum yang berlaku
pada saat itu tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan upah minimum yang
berlaku pada waktu diberikan penangguhan.

Ayat (3) Cukup jelas.


Pasal 91 Cukup jelas.

110
Pasal92
Ayat (1)
Penyusunan stmktur dan skala upah dimaksudkan sebagai pedoman penetapan upah
sehingga terdapat kepastian upah tiap pekerjalburuh serta untuk mengurangi kesenjangan
antara upah terendah dan tertinggi di pemsahaan yang bersangkutan.
Ayat (2)
Peninjauan upah dilakukan untuk penyesuaian harga kebutuhan hidup, prestasi kerja~
perkembangan dan kemampuan perosahaan.
Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal93
Ayat (1)
Ketentuan ini merupakan asas yang pada dasarnya berlaku UDtuk semua pekerjalburuh,
kecuali apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak dapat melakukan pekerjaan hukan
karena kesalabannya.
Ayat (2)
Hurufa
Yang dimaksud pekerja/burub sakit ialah sakit menurut keterangan dokter.
Hurufb Cukup jelas.
Huruf c Cukup jelas
Humfd
Yang dimaksud dengan menjalankan kewajiban terhadap negara adalah melaksanakan
kewajiban negara yang telah matur dengan peraturanperundang-undangan.
Pembayaran upah kepada pekerjaJburuh yang menjalankan kewajiban terhadap negara
dilaksanakan apabila :
negara tidak melakukan pembayaran; atau
negara membayar kurang dan upah yang bia~a diterima pekerja/buruh, dalam hal ini
maka pengusaha wajib membayar kekurangannya.
Humfe
Yang dimaksud dengan menjalankan kewajibaan ibadah menurut agamanya adalah
melaksanakan kewajiban ibadah menurut agamanya yang telah diatur dengan peraturan
perundang-undanga.
Huruf f Cukup jelas.
Huruf g Cukup jelas.

III
Huruf h Cukup jelas.

Hurof i Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.


Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.

Pasal94
Yang dimaksud dengan tunjangan tetap dalam pasal ini adalah pembayaran kepada pekerja/
buruh yang dilakukan secara teratur dan tidak dikaitkan dengan kehadiran pekerjalburuh
atau pencapaian prestasi kerja tertentu.

Pasa195
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud didahulukan pembayarannya adalah upah pekerjalburuh hams dibayar
lebih dahulu dari pada utang lainnya.

Pasal 96 Cukup jelas.


Pasal 97 Cukup jelas.
Pasal 98 Cukup jelas.

Pasal 99 Cukup jelas.

PasallOO
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan fasilitas kesejahteraan antara lain pelayanan keluarga berencana,
tempat penitipan anak, perumahan pekerjalburuh, fasilitas beribadah, fasilitas olah raga,
fasilitas kantin, fasilitas kesehatan, dan fasilitas rekreasi.

112
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.

PasallOI

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan usaha-usaha produktifdi perusahaan adalah kegiatan yang bersifat
ekonomis yang menghasilkan pendapatan di luar upah.
Ayat (2) Cukup jelas..
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.

Pasal 102 Cukup jelas.

Pasal 103 Cukup jelas.

Pasal104
Ayat (1)
Kebebasan untuk membentuk, masuk atau tidak masuk menjadi anggota serikat pekerjal
serikat buruh merupakan salah satu hak dasar pekerjalburuh.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 105 Cukup jelas.

Pasall06
Ayat (1)
Pada perusahaan denganjumlah pekerja/buruh kurang dari 50 (lima puluh) orang, komunikasi
dan konsultasi masih dapat dilakukan seeara individual dengan baik dan efektif. Pada
perusahaan dengan jurnlab pekerjalburuh 50 (lima puluh) orang atau lebih, komunikasi
dan konsultasi perlu dilakukan melalui sistem perwakilan.
Ayat (2) Cukupjelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.

113
Pasal 107 Cukup jelas.

Pasal 108 Cukup jelas.

Pasal 109 Cukup jelas.

Pasat 110 Cukup jelas.

Pasal 111 Ayat (1) Humf a Cukup jelas.


Hurufb Cukup jelas.
Humfc
Yang dimaksud dengan syarat kerja adal~h hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/
buruh yang belum diatur dalam peraturan perundang.. undangan.
Huruf d Cukup jelas.
Huruf e Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan penmdang-
undangan yang berlaku adalah peraturan perusahaan tidak boleh lebih rendab kualitas atau
kuantitasnya dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan apabila temyata
bertentangan, maka yang berlaku adalah ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.

Pasal 112 Cukup jelas.

Pasall13 Cukupjelas.

Pasall14
Pemberitahuan dilakukan dengan cara membagikan salinan peraturan perusahaan kepada
setiap pekerja/buruh, menempelkan di tempat yang mudah dibaca oleh para pekerja/buruh,
atan memberikan penjelasan langsung kepada pekerja/burub.

114
Pasal 115 Cukup jelas.

Pasal 116 Ayat (I) Cukup jelas.


Ayat (2)
Pernbuatan perjanjian kerja bersama bams dilandasi dengan itikad baik, yang berarti hams
ada kejujuran dan keterbukaan para pihak secta kesukarelaanlkesadaran yang artinya tanpa
ada tekanan dari satu pihak terhadap pihak lain.
Ayat (3)
Dalam hal perjanjian kerja bersama dibuat dalam bahasa Indonesia dan diterjemahkan
dalam bahasa lain, apabila terjadi perbedaan penafsiran, maka yang berlaku perjanjian
kerja bersama yang menggunakan bahasa Indonesia.
Ayat (4) Cukup jelas.

Pasal117
Penyelesaian melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat dilakukan
melalui lemhaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Pasall18 Cukup jelas.

Pasal 119 Cukup jelas.

Pasal120 Cukup jelas.

Pasal121 Cukup jelas.

Pasal122 Cukup jelas.

Pasal123 Cukup jelas.

Pasa1118 Ayat (I) Cukup jelas.


Ayat (2)
Yang dimaksud tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
herlaku adalah kualitas dan kuantitas isi perjanjian kerja bersama tidak boleh lebih rendah
dari peraturan perundang-undangan.

115
Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal125 Cukup jelas.

Pasal 126 Cukup jelas.

Pasal127 Cukup jelas.

Pasal128 Cukup jelas.

Pasa1129 Cukup jelas.

Pasal130 Cukup jelas.

Pasa} 131 Cukup jelas.

Pasal132 Cukup jelas.

Pasal 133 Cukup jelas.

Pasal 134 Cukup jelas.

Pasal 135 Cukup jelas.

Pasal 136 Cukup jelas.

Pasal137
Yang dimaksud dengan gagalnya penmdingan dalam pasal ini adalah tidak tercapainya
kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat disebabkan
karena pengusaha tidak mau melakukan perundingan atau perundingan mengalami
jalan buntu.
Yang dimaksud dengan tertib dan damai adalah tidak mengganggu keamanan dan
ketertiban umum, dan/atau mengancam keselamatan jiwa dan harta benda milik
perusahaan atau pengusaha atau orang lain atau milik masyarakat.

116
Pasal138 Cukup jelas.

Pasal139
Yang dimaksud dengan perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan
yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia adalah rumah sakit,
dinas pemadam kebakaran, panjaga pintu perlintasan kereta api, pengontrol pintu air,
pengontrol arus lalu Hntas udara, dan pengontrol arus lalu lintas laut.
Yang dimaksud dengan pemogokan yang diatur sedemikian repa yaitu pemogokan yang
dilakukan oleh para pekerjalburuh yang tidal<: sedang menjalankan tugas.

Pasal140 Ayat (1) Cukup jelas.


Ayat (2) Huruf a. Cukup jelas.
Hurufb
Tempat mogok kerja adalah tempat-tempat yang ditentukan oleh penanggung jawab
pemogokan yang tidak menghalangi pekerjalburuh lain untuk bekerja.
Hurnf c Cukup jelas.
Hurof d Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.

Pasal 141 Cukup jelas.

Pasal 142 Cukup jelas.

Pasal143
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan menghalang-halangi dalam ayat ini antara lain dengan cara :
a. menjatuhkan hukuman;
b. mengintimidasi dalam bentuk apapun; atau
c. melakukan mutasi yang merogikan.

117
Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 144 Cukup jelas.

Pasal145
Yang dimaksud dengan sungguh-sungguh melanggar hak nonnatifadalah pengusaha secara
nyata tidak bersedia memenubi kewajibann)'a sebagaimana dimaksud dan/atau ditetapkan
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan
perundang-undangan ketenagakerjaan, meskipun sudah ditetapkan dan diperintahkan oleh
pejabat yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan.
Pembayaran upah pekerjalburuh yang mogok dalam pasal ini tidak menghilangkan ketentuan
pengenaan sanksi terhadap pengusaha yang melakukan pelanggaran ketentuan normatif.

Pasal 146 Ayat (1) Cukup jelas.


Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3)
Dalam hal penutupan perusahaan (lock out) dilakukan secara tidak sab atau sebagai tindakan
balasan terhadap mogok yang sab atas tuntutan normatif, maka pengusaha wajib membayar
upah pekerjalburuh.

Pasal147 Cukup jelas.

Pasal 148 Cukup jelas.

Pasal 149 Cukup jelas.

Pasal150 Cukup jelas.

Pasal151
Ayat (I)
Yang dimaksud dengan segala upaya dalam ayat ini adalah kegiatan-kegiatan yang positif
yang pada akhimya dapat menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja antara lain
pengaturan waktu kerja, penghematan, pembenahan metode kerja, dan memberikan
pembinaan kepada pekerjalburuh.

118
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 152 Cukup jelas.

Pasal153 Cukup jelas.

Pasal 154 Cukup jelas.

Pasal155 Cukup jelas.

Pasal 156 Cukup jelas.

Pasal157 Cukup jelas.

Pasal158 Cukup jelas.

Pasal 159 Cukup jelas.

Pasal160

Ayat (I)
Keluarga pekerjalburuh yang menjadi tanggungan adalah istrilsuami, anal< atau orang yang
syah menjadi tanggungan pekeJjalburuh berdasarkan perjanjian kerja, peraturan perusahaan
atau perjanjian kerja bersama.

Ayat (2) Cukup jelas.


Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.
Ayat (6) Cukupjelas.
Ayat (7) Cukup jelas.

119
Pasal161 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Masing-masing surat peringatan dapat diterbitkan secara berurutan atau tidak, sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja atall peraturan perusahaan atau perjanjian
kerja bersama.
Dalam hal surat peringatan diterbitkan secara berurutan maka surat peringatan pertama
berlaku untukjangka 6 (enam) bulan. Apabila pekerja/buruh melakukan kembali pelanggaran
ketentuan dalam perjanjian kerja atall peraturan perusahaan atall perjanjian kerja bersama
masih dalam tenggang 6 (enam) bulan maka pengusaha dapat menerbitkan surat peringatan
kedua, yang juga mempunyai jangka waktu berlaku selama 6 (enam) bulan sejak
diterbitkannya peringatan kedua.
Apabila pekerja/buroh masih melakukan pelanggaran ketentuan dalam perjanjian kerja atau
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat menerbitkan
peringatan ketiga (terakhir) yang berlaku selama 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya
peringatan ketiga. Apabila dalam kurun waktu peringatan ketiga pekerja/buruh kembali
melakukan pelanggaran perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama, maka pengusaha dapat melakukan pemlltusan hubungan kerja.
Dalam hal jangka waktu 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya surat peringatan pertama
sudah terlampaui, maka apabila pekerja/buruh yang bersangkutan melakukan kembali
pelanggaran perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, maka
surat peringatan yang diterbitkan oleh pengusaha adalah kembali sebagai peringatan pertama,
demikian pula berlaku juga bagi peringatan kedua dan ketiga.
Perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama dapat memuat
pelanggaran tertentu yang dapat diberi peringatan pertama dan terakhir. Apabila pekerjal
buruh melakukan pelanggaran perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian
kerja bersama dalam tenggang waktu masa berlakunya peringatan pertama dan terakhir
dimaksud, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja.
Tenggang waktu 6 (enam) bulan dimaksudkan sebagai upaya mendidik pekerjalburuh
agar dapat memperbaiki kesalahannya dan disisi lain waktu 6 (enam) bulan ini meropakan
waktu yang cukup bagi pengusaha untuk melakukan penilaian terhadap kinerja pekerja/
buruh yang bersangkutan.

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 162 Cukup jelas.

Pasal 163 Cukup jelas.

120
Pasal 164 Cukup jelas.

Pasal 165 Cukup jelas.

Pasal 166 Cukup jelas.

Pasal167
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3)
Contob dan ayat ini adalah :
Misalnya uang pesangon yangseharunya diterima pekerjalburuh adalah Rp.
10.000.000,00 dan besarnya jaminan pensiun menurut program pensiun adalah Rp.
6.000.000,00 serta dalam pengaturan program pensiun tersebut telah ditetapkan premi
yang ditanggung oleh pengusaha 60 % (enam puluh perseratus) dan oleh pekerja/
bumh 40 % (empat pulub perseratus), maka :
Perhitungan hasil dari presmi yang sudah dibayar oleh pengusaha adalah : sebesar 60
% x Rp. 6.000.000,00 = Rp. 3.600.000,00
Besamya santunan yang preminya dibayar oleh pekerjalburuh adalab sebesar 40 % x
Rp. 6.000.000,00 = Rp. 2.400.000,00
Jadi kekurangan yang masih hams dibayar oleh pengusaha sebesar Rp. 10.000.000,00
dikurangi Rp. 3.600.000,00 = Rp. 6.400.000,00
Sehingga uang yang diterima oleh pekerjalburuh pada saat PHK karena pensiun
tersebut adalah :
Rp. 3.600.000,00 (santunan dari penyelenggara program pensiun yang preminya 60
% dibayar oleh pengusaha)
Rp. 6.400.000,00 (berasal dan kekurangan pesangon yang hams dibayar oleh
pengusaha)
Rp. 2.400.000,00 (santunan dan penyelenggara program pensiun yang preminya 40
% dibayar oleh pekerja/buruh)

Jumlah Rp. 12.400.000,00 (dua belas juga empat rams ribu nlpiah)
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.
Ayat (6) Cukup jelas.

121
Pasal168
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dipanggil secara patut dalam ayat ini adalah pekerjalburuh telah
dipanggil secara tertulis yang ditujukan pada alamat pekerja/buruh sebagaimana tercatat di
perusahaan berdasarkan laporan pekerja/buruh. Tenggang waktu antara pemanggil pertama
dan kedua paling sedikit 3 (tiga) bari kerja.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 169 Cukup jelas.

Pasal 170 Cukup jelas.

Pasal171
Tenggang waktu 1 tahun dianggap merupakan waktu yang cukup layak untuk mengajukan
gugatan.
Pasal 172 Cukup jelas.

Pasal173
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pembinaan ayat ini adalah kegiatan yang dilakukan secara berdaya
guna dan berhasil guna untuk memperoleh basil yang lebih baik untuk meningkatkan dan
mengembangkan semua kegiatan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang melakukan koordinasi dalam ayat ini adalah instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan.

Pasal174 Cukup jelas.

Pasal 175 Cukup jelas.

Pasal176
Yang dimaksudkan dengan independen dalam pasal ini adalah pegawai pengawas dalam
mengambil keputusan tidak terpengaruh oleh pihak lain.

122
Pasal 177 Cukup jelas.
Pasal 178 Cukup jelas.
Pasal 179 Cukup jelas.
Pasal 180 Cukup jelas.
Pasal 181 Cukup jelas.
Pasal 182 Cukup jelas.
Pasal183 Cukup jelas.
Pasa! 184 Cukup jelas.
Pasal 185 Cukup jelas.
Pasal 186 Cukup jelas.
Pasal 187 Cukup jelas.
Pasal 188 Cukup jelas.
Pasa} 189 Cukup jelas.
Pasal190 Cukup jelas.
Pasal191
Yang dimaksud peraturan pelaksanaan yang mengatur ketenagakerjaan dalam undang-
undang ini adalah peraturan pelaksanaan dari berbagai undang-undang di bidang
ketenagakerjaan baik yang sudah dicabut maupUD yang masih berlaku. Dalam hal peraturan
pelaksanaan belum dicabut atau diganti berdasarkan undang-undang ini, agar tidak terjadi
kekosongan hukum, maka dalam Pasal ini tetap diberlakukan sepanjang tidak bertentangan
dengan undang-undang ini.
Demikian pula, apabila terjadi suatu peristiwa atau kasus ketenagakerjaan sebelum undang-
undang ini berlaku dan masih dalam proses penyelesaian pada lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial, maka sesuai dengan azas legalitas, terhadap peristiwa
atau kasus ketenagakerjaan tersebut diselesaikan berdasarkan peraturan pelaksanaan yang
ada sebelum ditetapkannya undang-undang ini.

Pasal 192 Cukup jelas.


Pasa} 193 Cukup jelas.

TAMBAHANLEMBARANNEGARA
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4279

123
124
UNDANG-UNDANGNO.1 TAHUN 1970
TENTANG
KESELAMATAN KERJA

DENGANRAHMATTUHANYANGMAHAESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:

a. bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta
produktivitas Nasional;
b. bahwa setiap orang tainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula
keselamatannya;
c. bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan
efisien;
d. bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya upaya untuk membina Donna-
norma perlindungan kerja;
e. bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang
memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan
perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan tehnologi.

Mengingat:

1. Pasal-pasal 5, 20 dan 27 Undang-Undang Dasar 1945;


2. Pasal-pasal 9 dan 10 Undang-undang nomor 14 tahun 1969 tentang ketentuan-
ketentuan pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia taboo
1969 nomor 55, Tambahan Lembaran Negara nomor 2912).

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-Royong :

Memutuskan :

1. Mencabut : Veiligheidsreglement tahoo 1910 (St bI. No. 406);


2. Menetapkan : Undang-undang Tentang Keselamatan Kerja.

125
BABf

TENTANGISTILAH-ISTILAH
Pasal!
Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan :

( 1) "tempat kerja" ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau
tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk
keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber stau sumber-sumber bahaya
sebagaimana diperinci dalam pasal 2; Tennasuk tempat kerja ialah semua ruangan,
lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang
berhubungan dengan tempat kerja tersebut.
(2) "pengurus" ialah orang yang mempunyai tugas pemimpin langsung sesuatu tempat
kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.
(3) "pengusaha" ialah:
a. orang atau badan hukunl yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan
untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
b. orang atau harlan hukum yang seeara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha
hukan miliknya dan untukkeperluan itu mempergunakan tempat kerja;
c. orang atau badan hukum yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum
termaksud pada (a) dan (b), jika kalau yang diwakili berkedudukan diluar Indo-
nesia.
(4) "direktur" ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan
Undang-undang ini.
(5) "pegawai pengawas" ialah pegawai tehnis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga
Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
(6) "ahli keselamatan kerja" ialah tenaga tehnis berkeahlian khusus dari Luar Departemen
Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menten Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya
Undang.. undang ini.
BABII
RUANGLINGKUP
Pasa12
(1) Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat
kerja, baik didarat, didalam tanah, dipermukaan air, didalam air maupun diudara,
yang berada didalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

126
(2) Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja dimana :
8. dibuat, dicoba, dipakai atan dipergunakan mesin, pesawat, alat perkakas,
peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan,
kebakaran atau peledakan;
b. dibuat.. dioleh, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan
bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun,
menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;
c. dikerjakan, pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau
pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan
pengairan, saluran, atau terowongan dibawah tanah dan sebagainya atau dimana
dilakukan pekerjaan persiapan;
d. dilakukan usaba : pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan,
pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan
kesehatan;
e. dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak atau bijih logam
lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau minerallainnya, baik dipennukaan atau
didalam bumi, maupun didasar perairan;
f. dilakukanpengangkutan barang, binatang atau manusia, baik didaratan, melalui
terowongan, dipermukaan air, dalam air tnaupun diudara;
g. dikerjakan bongkar muat barang muatan dikapal, perahu, dermaga, dok, stasiun
dan gudang;
h. dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain didalam air;
1. dilakukan pekerjaan dalam ketinggian diatas permukaan tanah atau perairan;
j. dilakukan pekerjaan dibawah tekanan udara atau sOOu yang tinggi atau rendah;
k. dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan,
terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
I. dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lubang;
m. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, gas,
hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atan getaran;
n. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
o. dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi atau
telepon;
p. dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian)
yang menggunakan alat tehnis;
q. dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan
listrik, gas, minyak atauair;
r. diputar film, dipertunjukan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya
yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.

127
(3) Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja ruangan.. ruangan
atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan atau kesehatan
yang bekerja dan/atau yang berada diruangan atau lapangan itu dan dapat dirubah
perincian tersebut dalam ayat (2).
BAB III
SYARAT-SYARAT KESELAMATAN KERJA

Pasa13
(1) Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
a. mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
e. memberi pertolongan pada kecelakaan;
f. memberi alat-alat perlindungan diri padapara pekerja;
g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara
dan getaran;
h. mencegah dan mengendalikan timbulknya penyakit akibat kerja baik physik
maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan;
i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
1. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya;
D. mengamankan dan memperlancar pangangkutan orang, binatang, tanaman atau
barang;
o. mengamankan dan memelihara segalajenis bangunan;
p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang;
q. mencegah terkena aHran listrik yang berbahaya;
f. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

(2) Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat
(1) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, tehnik dan tebnologi serta
pendapatan-pendapatan barn dikemudian han.

128
Pasa14
(1) Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam
perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,
pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk tehnis
dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
(2) Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip tehnis ilmiah menjadi suatu kurnpulan
ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang mencakup bidang
konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat perlindungan,
pengujian, dan pengesahan, pengepakan atau pembungkusan, pemberian tanda-tanda
pengenal atas bahan, barang, produk tehnis dan aparat produksi guna menjamin
keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya
dan keselamatan umum.
(3) Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat
(I) dan (2); dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang berkewajiban
memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan tersebut.

BAD IV
PENGAWASAN

Pasa15
(1) Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini, sedangkan
para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan
pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undang ini dan membantu
pelaksanaannya.
(2) Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja
dalam melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan perundangan.

Pasa16
(1) Barang siapa tidak dapat menerima keputusan direktur dapat mengajukan pennohonan
banding kepada Panitia Banding.
(2) Tata cara permohonan banding, susunan Panitia Banding, tugas Panitia Banding dan
lain-Iainnya ditetapkan oleh Menten Tenaga Kerja.
(3) Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.

Pasa17
Untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini pengusaha hams membayar retribusi
menumt ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan pernndangan.

129
Pasa18
(1) Pengurus diwajibkanmemeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan
fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan
sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.
(2) Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang berada dibawah
pimpinannya, secara berkala pada Dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan
dibenarkan oleb Direktur.
(3) Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan
perondangan.
BABV
PEMBINAAN
Pasal9
( 1) Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru
tentang:
a. kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat
kerjanya;
b. semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat
kerjanya;
c. a1at-a1at perlindungan din bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
d. cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjannya.
(2) Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia
yakin bahwa tenaga k.erja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut diatas.
(3) Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang
berada dibawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelalman dan pemberantasan
kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian
pertolonganpertama pada kecelakaan.
(4) Penguros diwajibkan memenuhi dan mentaati sernua syarat-syarat dan ketentuan-
ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankannya.

BABVI
PANlTIAPEMBJNAKESELAMATAN
KESEHATAN KERJA
PasallO
( 1) Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesebatan Kerja guna memperkembangkan kerja sarna, saling pengertian dan
partisipasi efektif dati pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-
tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama dibidang keselamatan
dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.

130
(2) Susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-Iainnya
ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.

BAB VII
KECELAKAAN

Pasalll
(1) Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalarn tempat kerja
yang dipimpinnya pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
(2) Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai tennaksud dalam
ayat (I) diatur dengan peraturan perundangan.

BAB VIII

KEWAJIBAN DANHAKTENAGAKERJA

Pasal12
Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk :
3. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas atau ahli
keselamatan kerja;
b. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;
c. Memenuhi dan mentaati seroua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang
diwajibkan;
d. Meminta pada pengums agar dilaksanakan semua syarat-syarat keselamatan dan
kesehatan yang diwajibkan;
e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat keselamatan dan kesehatan
kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya, kecuali
dalam hal-halkhusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang
masih dapat dipertanggungjawabkan.

131
BABIX
KEWAJIBAN BILAMEMASUKITEMPATKERJA

Pasal13
Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk
keselamatan kerja dan memakai alat-a1at perlindungan diri yang diwajibkan.

BABX
KEWAJIBANPENGURUS

Pasal14
Pengurus diwajibkan :
a. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat
keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua peraturan
pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-
tempat yang mudah dilihat dan terbacadan menurut petunjuk pegawai pengawas
atau ahli keselamatan kerja;
b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja
yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang
mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli Keselamatan
Kerja;
c. Menyediakan seeara cuma-euma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada
tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang
lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang
diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau abli keselamatan kerja.

BABXI
KETENlUAN-KETENTUANPENUIUP

Pasal15
( 1) Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal diatas diatur lebih lanjut dengan
peraturan perundangan.
(2) Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana
atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-Iamanya 3 (tiga)
bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
(3) Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.

132
Pasal16
Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada waktu undang-
undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan didalam satu tahun sesudah Undang-undang
ini mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut atau berdasarkan Undang-
undangini.
Pasall7
Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-undang ini
belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja yang ada pada waktu
Undang-undang ini mulai berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-undang ini.
Pasal18
Undang-undang ini disebut "Undang-undang Keselamatan Kerja" dan mulai berlaku pada
hari diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang..
undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 12 Januari 1970
Presiden Republik Indonesia
ttd.

SOEHARTO

Jenderal T.N.!.
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal12 Januari 1970
Sekretaris Negara Republik
Indonesia

ttd.

ALAMSJAH
Mayor lenderal T.N.I.

Lembaran Negara Republik Indonesia


Tahun 1970 Nomor 1

133
PENJELASAN

atas
UNDANG-UNDANG No.1 tahuD 1970
Tentang

KESELAMATAN KERJA

PENJELASANUMUM

Veiligheidsreglement yang ada sekarang dan berlaku mulai 1910 (stbl. No. 406) dan
semenjak itu disana sini mengalami perubahan mengenai soal-soal yang tidak begitu berarti,
temyata dalam hal sudah terbelakang dan perlu diperbaharui sesuai dengan perkembangan
peraturan perlindungan tenaga kerja lainnya dan perkembangan serta kemajuan teknik,
tehnologi dan industrialisasi di Negara kita dewasa ini dan untuk selanjutnya.
Mesin-mesin, alat-alat, pesawat-pesawat barn dan sebagainya yang serba pelik banyak
dipakai sekarang ini, bahan-bahan tehnis bam banyak dioleh dan dipergunakan, sedangkan
mekanisasi dan elektriftkasi diperluas dimana-mana.

Dengan majunya industrialisasi, mekanisasi, elektriflkasi dan modemisasi, maka dalam


kebanyakan hal berlangsung pulalah peningkatan intensitet kerja operasionil dan tempo
kerja para pekerja.
Hal-hal ini memerlukan pengerahan tenaga seeam intensif pula dari para pekerja.
Kelelahan, kurang perhatian akan hal-hal lain, kehilangan keseimbangan dan lain-lain
merupakan akibat dari padanya dan menjadi sehab terjadinya kecelakaan.

Bahan-bahan yang mengandung racun, mesin-mesin, alat-alat, pesawat-pesawat dan


sebagainya yang serba pelik serta cara-cara kerja yang buruk, kekurangan ketrampilan
dan latihan kerja, tidak adanya pengetahuan tentang sumber bahaya yang barn, senantiasa
merupakan sumber-sumber bahaya dan penyakit-penyakit akibat kerja.

Maka dapatlah dipahami periu adanya pengetahuan keselamatan kerja dan kesehatan
kerja yang maju dan tepat.

Selanjutnya dengan peraturan yang maju akan dicapai keamanan yang baik dan realistis
yang merupakan faktor sangat penting dalam memberikan rasa tentram, kegiatan dan
kegairahan bekerja pada tenaga kerja yang bersangkutan dan hal ini dapat mempertinggi
mutu pekerjaan, meningkatkan produksi dan produktivitas kerja.

134
Pengawasan berdasarkan Veligheidsreglement selurohnya bersifat represief.
Dalam Undang-undang ini diadakan perubahan prinsipil dengan merubahnya menjadi
lebih diarahkan pada sifat Preventief.
Dalam praktek dan pengalaman dirasakan perIu adanya pengaturan yang baik sebelum
perusahaan-perusahaan, pabrik-pabrik atau bengkel-bengkel didirikan, karena amatlah sukar
untuk merubah atau merombak kembali apa yang telah dibangun dan terpasang didalamnya
guna memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja yang bersangkutan.
Peraturan bam ini dibandingkan dengan yang lama, banyak mendapatkan perubahan-
pernbahan yang penting, baik dalam isi maupun bentuk dan sistimatikanya.

Pernbaharuan dan perluasannya adalah mengenai :


I. Perluasan ruang lingkup.
2. Perobahan pengawasan represief menjadi preventief.
3. Pemmusan tehnis yang lebih tegas.
4. Penyesuaian tata usaha sebagaimana diperlukan bagi pelaksanaan pengawasan.
5. Tambahan pengaturan pembinaan keselamatan kerja bagi management dan Tenaga
Kerja.
6. Tambahan pengaturan pemungutan retribusi tahunan.

PENJELASAN PASALDEMI PASAL:

Pasall

Ayat 1
Dengan perumusan ini ruang lingkup bagi berlakunya Undang-undang ini jelas
ditentukan oleh tiga unsur :
1. Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi sesuatu usaha.
2. Adanya TenagaKerja yang bekerja disana.
3. Adanya bahaya kerja ditempat itu.
Tidak selalu Tenaga Kerja hams sehari-hari bekerja dalam 8uatu tempat kerja.

135
Sering pula mereka untuk waktu-waktu tertentu hams memasuki ruangan, ruangan
untuk mengontrol, menyetel, menjalankan instalasi-instalasi, setelah mana mereka keluar
dan bekerja selanjutnya dilain tempat.
Instalasi-instalasi itu dapat merupakan sumber-sumber bahaya dengan demikian
haruslah memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja yang berlaku baginya, agar setiap
orang termasuk tenaga kerja yang memasukinya dan atau untuk mengerjakan sesuatu
disana, walaupun untuk jangka waktu pendek, terjamin keselamatannya.
lnstalasi-instalasi demikian itu misalnya mmah-nunah transfonnator, instalasi pompa
air yang setelah dihidupkan, berjalan otomatis, ruangan-ruangan instalasi radio, listrik
tegangan tinggidan sebagainya.
Sumber bahaya adakalanya mempunyai daerah pengaruh yang meluas. Dengan
ketentuan dalam ayat ini praktis daerah pengaruh ini tercakup dan dapatlah diambil tindakan-
tindakan penyelamatan yang diperlukan. Hal ini sekaligus menjamin kepentingan umum.
Misalnya suatu pabrik dimana diolah bahan-bahan kimia yang berbahaya dan dipakai
serta dibuang banyak air yang mengandung zat-zat yang berbahaya.
Bila air buangan demikian itu dialirkan atau dibuang begitu saja kedalam sungai maka
air sungai itu menjadi berbahaya, akan dapat mengganggu kesehatan manusia, ternak,
ikan dan pertumbuhan tanam-tanaman.
Karena itu untuk air buangan itu harns diadakan penampungannya tersendiri atau
dikenakan pengolahan terdahulu, dimana zat-zat kimia didalamnya dihilangkan atau
dinetralisir, sehingga aimya itu tidak berbahaya lagi dan dapat dialirkan kedalam sungai.
Dalam pelaksanaan Undang-undang ini dipakai pengertian tentang tenaga kerja
sebagaimana dimuat dalam Undang-undang tentang ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai
Tenaga Kerja, maka dipandang tidak periu lagi dimuat definisi itu dalam Undang-undang
mi.
Usaha-usaha yang dimaksud dalam Undang-undang ini tidak hams selalu mempunyai
motif ekonomi atau motif keuntungan, tapi dapat merupakan usaha-usaha sosial seperti
perbengkelan disekolah-sekolah teknik, usaha rekreasi dan dirumah-nunah sakit, dimana
dipergunakan instalasi-instalasi listrik dan atau mekanik yang berbahaya.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukupjelas.
Ayat (5) Cukup jelas.
Ayat (6)

136
Guna pelaksanaan Undang-undang ini diperlukan pengawasan dan untuk ini diperlukan
staf-staf tenaga-tenaga pengawasan yang kuantitatief cukup hesar serta bennutu.

Tidak saja diperlukan keahlian dan penguasaan teoritis bidang-bidang spesiaJisasi


yang beraneka ragam, tapi mereka hams pula mempunyai banyak pengalaman dibidangnya.

Stafdemikian itu tidak didapatkan dan sukar dihasilkan di Departemen Tenaga Kerja
saja.

Karena itu dengan ketentuan dalam ayat ini Menteri Tenaga Kerja dapat Inenunjuk
tenaga-tenaga ahli dimaksud yang berada di Instansi-instansi Pemerintah dan atau Swasta
untuk dapat memfonner personalia operasionil yang tepat.

Maka dengan demikian Menteri Tenaga Kerja dapat mendesentralisir pelaksanaan


pengawasan atas ditaatinya Undang-undang ini seeara meluas, sedangkan Policy
Nasionalnya tetap menjadi tanggung-jawabnya dan berada ditangannya, sehingga terjamin
pelaksanaannya secara seragam dan serasi bagi seluruh Indonesia.

Pasal2

Ayat (1)

Materi yang diatur dalam Undang-undang ini mengikuti perkembangan masyarakat


dan kemajuan teknik, tehnologi serta senantiasa akan dapat sesuai dengan perkembangan
proses industrialisasi Negara kita dalam rangka Pembangunan Nasional.

Selanjutnya akan dikeIuarkan peraturan-peraturan organiknya, terbagi baik atas dasar


pembidangan tehnis maupun atas dasar pembidangan industri seeara sektoral.

Setelah Undang-undang ini, diadakan peraturan-peraturan perundangan Keselamatan


Kerja bidang listrik, uap, radiasi dan sebagainya, pula peraturan perundangan. Keselamatan
Kerja sektoral, baik didarat, dilaut maupun diudara.

Ayat (2)

137
Dalam ayat ini diperinci sumber bahaya yang dikenal dewasa ini yang bertalian
dengan:
1. Keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat-alat kerja serta peralatan lainnya, bahan-
bahan dan sebagainya.
2. Lingkungan.
3. Sifat pekerjaan.
4. Cara kerja.
5. Proses Produksi.

Ayat (3)
Dengan ketentuan dalam ayat ini dimungkinkan diadakan perubahan-perubahan atas
perincian yang dimaksud sesuai dengan pendapatan-pendapatan baru kelak kemudian han,
sehingga Undang-undang ini, dalam Pelaksanaan tetap berkembang.

Pasal3
Ayat (1)
Dalam ayat ini dicantumkan arah dan sasaran-sasaran seeara konkrit yang hams
dipenuhi oleh syarat-syarat keselamatan kerja yang akan dikeluarkan.
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasa14
Ayat (1)
Syarat-syarat Keselamatan kerja yang menyangkut perencanaan dan pembuatan,
diberikan pertama-tama pada perusahaan pembuat atau produsen dan barang-barang
tersebut, sehingga kelal< dalam pengangkutan dan sebagainya itu barang-barang itu sendiri,
tidak berbabaya bagi tenaga kerja yang bersangkutan dan bagi umum, kemudian pada
perusabaan-perusahaan yang memperlakukannya selanjutnya yakni yang mengangkutnya,
yang mengadakannya, memperdagangkannya, memasang, memakainya atau
mempergunakannya memelihara, dan menyimpannya.

Syarat-syarat tersebut diatas berlaku pula bagi barang-barang yang didatangkan dari
luar negeri.
Ayat (2)

138
Dalam ayat ini ditetapkan secara konkrit ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi
oleh syarat-syarat yang dimaksud.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasats
Cukup jelas.

Pasal6
Panitia Banding ialah Panitia Tehnis yang anggota-anggotanya terdiri dari ahli-ahli
dalam bidang yang diperlukan.
Pasal7
Cukup jelas.
Pasa18
Cukup jelas.

Pasal9
Cukup jelas.

PasallO
Cukup jelas.

Ayat (1)
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan kerja bertugas memberi pertimbangan
dan dapat membantu pelaksanaan usaha pencegahan kecelakaan dalam perusahaan yang
bersangkutan serta dapat memberikan dan penerangan efektif pada para pekerja yang
bersangkutan.

Ayat (2)
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu Badan yang
terdiri dari unsur-unsur penerima kerja, pemheri kerja dan Pemerintah (tripartite).
Pasalll
Cukup jelas.

139
Pasal12
Cukup jelas.

Pasal 13
Yang dimaksud dengan barang siapa ialah setiap orang baik yang bersangkutan
maupun tidak bersangkutan dengan pekerjaan ditempat kerja.

Pasal14
Cukup jelas.

Pasal15
Cukup jelas.

Pasal16
Cukup jelas.

Pasa117
Peraturan-peraturan Keselamatan Kerja yang ditetapkan berdasarkan
'Veiligheidreglement 1910 dianggap ditetapkan berdasarkan Undang-undang ini sepanjang
tidak bertentangan dengannya.

PasaI 18
Cukup jelas.

Tambahan Lembaran Negara Republik


Indonesia Nomor 2918.

140
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR21 TAHUN 2003
TENTANG
PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 81 CONCERNING LABOUR
INSPECTION IN INDUSTRY AND COMMERCE (KONVENSI ILO NO. 81
MENGENAl PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM
INDUSTRI DAN PERDAGANGAN)
DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHAESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang a. bahwa salah satu upaya untuk menciptakan hubungan industrial


yang hannonis dan berkeadilan serta untuk menjamin penegakan
hukum dan perlindungan tenaga kerja, dilakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan
ketenagaketjaan:
b. bahwa ketentuan Konvensi ILO No. 81 dapat lebih menjamin
pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan di Indonesia sesuai
dengan standar intetnasional :
c. bahwa Konferensi Ketenagakerjaan Intemasional ketiga puluh
tanggal 11 Juli 1947 di Jenewa, Swiss, telah menyetujui ILO
Convention No. 81 Concerning Labour Inspection in Indus/1Y
and Commerce (Konvensi ILO No. 81 mengenai Pengawasan
Ketenagakerjaan Dalam Industri dan Perdagangan);
d. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut dalam huruf a, b dan
c dipandang periu mengesahkan ILO Convention No. 81 Con-
cerning Labour Inspection in Industry and Comlnerce (Konvensi
ILO No. 81 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam
Industri dan Perdagangan) dengan Undang-undang;
Mengingat 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20 dan
Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
Intemasional (Lembaran Negara Republik Indonesia rahun 2000
Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4012);
Dengan persetujuan bersarna antara
DEWAN PERWAKILAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

141
MEMUTUSKAN
Menetapkan UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN ILO
CONVERTION NO. 81 CONCERNING LABOUR INSPECTION IN
INDUSTRY AND COMMERCE (KONVENSI ILO NO. 81
MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM
INDUSTRI DAN PERDAGANGAN).
Pasall
Mengesahkan lLO Convention No. 81 Concerning Labour Inspec-
tion in Industry and Commerce (Konvensi ILO No. 81 mengenai
Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam lndustri dan Perdagangan) yang
salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggris dan bahasa Perancis,
dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagaimana terlampir
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-undang ini.

Pasa12
. Undang-undang ini mulai berlaku pada taoggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.

Telah sab
pada tanggal 25 Juli 2003
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 Juti 2003
SEKRETARIS NEGARAREPUBLIK INDONESIA
ttd.
BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARAREPUBLIK INDONESIATAHUN 2003 NOMOR 91

Salinan sesuai dengan aslinya


SEKRETARIATNEGARARl
Kepala Biro Hukum.
ttd.
BAHARUDDIN MAMASTA

142
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIKINDONESIA
NOMOR21 TAHUN2003
lENTANG
PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 81 CONCERNING
LABOUR INSPECTION IN INDUSTRY AND COMMERCE
(KONVENSIILO NO. 81 MENGENAI PENGAWASAN
KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN)

1. UMUM
Masalab ketenagakerjaan di masa datang akan terns berkembang semakin kompleks
sehingga memerlukan penanganan yang lebih serius. Pada masa perkembangan
tersebutpergeseran nilai dan tata kehidupan akan banyak terjadi. Pergeseran dimaksud
tidak jarang melanggar peraturan p~rundang-undangan yang berlaku.
Menghadapi pergeseran nilai dan tata kehidupan para pelaku industri dan perdagangan,
pengawasan ketenagakerjaan dituntut untuk mampu mengambil langkah-Iangkah
antisipasi serta mampu menampung sega)a perkembangan yang terjadi. Oleh karena
itu penyempumaan terhadap sistem pengawasan ketenagakerjaan harns terus
dilakukan agar peraturan perundang-undangan dapat dilaksanakan secara efektifoleh
para pelaku industri dan perdagangan. Dengan demikian pengawasan ketemagaketjaan
sebagai suatu sistem mengemban misi dan fungsi agar peraturan perundang-undangan
di bidang ketenagakerjaan dapat ditegakkan.
Penerapan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan juga dimaksudkan untuk
menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi pengusaha dan pekerja/buruh
sehingga kelangsungan usaha dan ketenangan kerja dalam rangka meningkatkan
produktivitas kerja dan kesejahteraan tenaga kerja dapat terjamin.
Negara Kesatuan Republik Indonesia periu meratifikasi ILO Convention No. 81 Con-
cerning Labour Inspection in Industry and Commerce (Konvensi ILO No. 81 mengenai
Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam Industri dan Perdagangan sehingga pengawasan
ketenagakerjaan dapat dilaksanakan secara lebih efektif sesuai standar ILO.

II. POKOK·POKOKPIKIRANYANGMENDORONGLAHIRNYAKONVENSI
1. Konvensi ILO No. 81 Tahun 1947 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan
dalam Industri dan Perdagangan meminta semua negara anggota ILO untuk
melaksanakan sistem pengawasan ketenagakerjaan di tempat kerja.
2. Agar sistem pengawasan ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan
mempunyai pengaturan yang sesuai dengan standar intemasional sehingga dirasa
periu untuk mengesahkan Konvensi ILO No. 81.

143
III. ALAS~~INDONESIAM"ENGESAHKAN
KONVENSI
1. Pengawasan ketenagakeljaan merupakan suatu sistem yang sangat penting dalam
penegakan atau penerapan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Penegakan atau penerapan peraturan perundang-undangan merupakan upaya
untuk menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi pengusaha dan
pekerjalburoh. Keseimbangan tersebut diperlukan lmtuk menjaga kelangsungan
usaha dan ketenangan kerja yang pada akhimya akan meningkatkan produktivitas
kerja dan kesejahteraan tenaga kerja.
2. Agar peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dapat
dilaksanakan dengan baik, maka diperlukan pengawasan ketenagakerjaan yang
independen dan kebijakan yang sentralistik.
3. Selama ini pengawasan ketenagakerjaan diatur dalam Undang-undang Nomor
3 Tahun 1951 tentang Pemyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan
Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dan Republik Indonesia untuk selumh In-
donesia dan Undang-undang Nomor 1Tabuo 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Kedua Undang-undang tersebut secara eksplisit belum mengatur mengenai
kemandirian profesi Pengawas Ketenagakerjaan serta supervisi tingkat pusat
sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 4 dan Pasal 6 Konvensi ILO
Nomor 81. Dengan meratifikasi Konvensi ILO No. 81 memperkuat pengaturan
pengawasan ketenagakerjaan yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor
13 Tabun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
4. NegaraKesatuan Republiklndonesia sebagai bagian darimasyarakatduncia dan
sebagai anggota ILO mempunyai kewajiban moral untuk melaksanakan
ketentuan yang bersifat internasional termasuk standar ketenagakerjaan
intemasional.

IV. POKOK-POKOK KONVENSI


I. Negara anggota ILO yang memberlakukan Konvensi ini hams melaksanakan
sistem pengawasan ketenagakerjaan di tempat kerja.
2. Sistem pengawasan ketenagakerjaan di tempat kerja harns diterapkan di seluruh
tempat kerja berdasarkan penmdang-undangan, yang pengawasannya dilakukan
oleh pengawas ketenagakerjaan.
3. Fungsi sistem pengawasan ketenagakerjaan hams :
a. menjamin penegakan hukum Inengenai kondisi kerja dan perlindungan
tenaga kerja dan peraturan yang menyangkut waktu kerja, pengupahan,
keselamatan, kesehatan serta kesejahteraan, tenaga kerja anak serta or-
ang rouda dan masalah-masalah lain yang terkait.
b. memberikan infonnasi tentang masalah-masalah teknis kepada pengusaha
dan pekerjalburuh mengenai cara yang paling efektif untuk mentaati
peraturan perundang-undangan.

144
c. memberitahukan kepada pemerintah mengenai terjadinya penyimpangan
atau penyalahgunaan yang secara khusus tidak diatur dalam peraturan
perundang...undangan yang berlaku.
4. Pengawasan ketenagakerjaan harns berada di bawah supervisi dan kontrol
pemerintah pusal.
5. Pemerintah Pusat harus menetapkan peraturan-peraturan untuk: nleningkatkan :
a. kerjasama yang efektifantara unit pengawasan dengan instansi pemerintah
lainnya dan swasta yang menangani kegiatan serupa.
b. kerjasama antara Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dengan pengusaha
dan pekerjalburuh atau organisasi pengusaha dan organisasi pekerjalburuh.
6. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan terdiri atas Pegawai Negeri Sipil yang sta-
tus hubungan kerja dan syarat tugasnya diatur sedemikian rupa sehingga
menjamin pelaksanaan tugas pengawasan ketenagakeIjaan yang independen.
7. Sesuai dengan syarat-syarat uotUk menjadi Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan
dalam peraturan penmdang-undangan nasional, maka pengawas ketenagakerjaan
hams:
a. direkrut dengan memperhatikan syarat-syarat jabatan.
b. Inemperoleh pelatihan agar dapat menjalankan tugas sebagaimana mestinya.
8. Persyaratan rekruitmen dan pelatihan hams ditetapkan oleh pemerintah.
9. Jumlah dan spesialisasi Pengawas Ketenagakerjaan harns mencukupi untuk
menjamin pelaksanaan tugas-tugas pengawasan yang efektif.
10. Pejabat yang berwenang mempunyai kewajiban :
a. menetapkan pengaturan-pengaturan yang diperlukan agar Pengawas
Ketenagakerjaan dapat diberikan kantor lokal, perlengkapan dan fasilitas
transportasi yang memadai sesuai dengan persyaratan tugas pekerjaan.
b. membuat pengaturan-pengaturan yang diperlukan untuk mengganti biaya
perjalanan Pengawas Ketenagakerjaan dalam pelaksanaan tugas-tugas
mereka.
11. Pengawas Ketenagakerjaan atau kantor pengawasan lokal hams memberikan
laporan secara periodik kepada kantor pengawasan pusat mengenai hasil kegiatan
pengawasan.
12. Negara anggota ILO yang mengesahkan Konvensi ini wajib memberikan laporan
terhadap pelaksanaan Konvensi tersebut.

v. PASALDEMIPASAL

Pasall
Apabila terjadi perbedaan penafsiran antara terjemahan Konvensi dalam bahasa
Indonesia dengan salinan naskah aslinya, maka yang berlaku adalah salinan
naskah asli Konvensi dalam bahasa Inggris.

145
Pasal2
Cukupjelas

TAMBAHAN LEMBARANNEGARAREPUBLIK INDONESIANOMOR 4309

146
KONVENSI NOMOR 81
MENGENAI
PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRIDAN
PERDAGANGAN

Konferensi Umum Organisasi Perburuhan Intemasional,


Setelah diundangkan di Jenewa oleh Badan Pimpinan Kantor Perburuhan Internasional,
dan setelah mengadakan Sidangnya yang Ke-tigapuluh pada tanggal19 Juni 1947, dan
Setelah menerima beberapa usulan tertentu yang berkaitan dengan pengorganisasian
pengawasan ketenagakerjaan dalam industri dan perdagangan, yang merupakan agenda
keempat persidangan, dan
Setelah menetapkan bahwa usulan-usulan tersebut hams berbentuk konvensi internasional.
Menyetujui pada tanggal sebelas bulan Juli tahun seribu sembilan ratus empat puluh tujuh,
Konvensi ini, yang dapat disebut Konvensi Pengawasan Ketenagakerjaan 1947.

BAGIANI
PENGAWASANKETENAGAKERJAAN
DALAM INDUSTRI
Pasall
Setiap Anggota Organisasi Perburuhan Intemasional yang memberlakukan Konvensi ini
hams melaksanakan sistem pengawasan ketenagakerjaan di tempat kerja industri.
Pasal2
1. Sistem pengawasan ketenagakerjaan di tempat kerja industri hams diterapkan di
seluruh tempat kerja di mana ketentuan perundang-undangan mengenai kondisi kerja
dan perlindungan pekerjalburuh saat melaksanakan pekerjaannya dapat ditegakkan
oleh pengawas ketenagakerjaan.
2. Perondang.. undangan atau peraturan nasional dapat mengecualikan pelaksanaan
konvensi ini bagi pemsahaan pertambangan dan transportasi atan bagian dan kedua
jenis perusahaan tersebut.
Pasal3
1. Fungsi sistem pengawasan ketenagakerjaan adalah :
(a) menjamin penegakan ketentuan hukum mengenai kondisi kerja dan perlindungan
pekerja saat rnelaksanakan pekerjaannya, seperti ketentuan yang berkaitan
dengan jam kerja, pengupahan, keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan,
penggunaan pekerjalburuh anak dan orang muda serta masalah-masalah lain
yang terkait, sepanjang ketentuan tersebut dapat ditegakkan oleh pengawas
ketenagakerjaan;
(b) memberikan keterangan taknis dan nasehat kepada pengusaha dan pekerjal
buruh mengenai cara yang paling efektif untuk menaati ketentuan hukum.

147
(c) memberitahukan kepada pihak yang berwenang mengenai terjadinya
penyimpangan atau penyalahgunaan yang secara khusus tidak diatur dalam
ketentuan hukum yang berlaku.
2. Tugas lain yang dapat menjadi tanggung jawab pengawas ketenagakerjaan tidak
boleh menghalangi pelaksanaan tugas pokok pengawas atau mengurangi
kewenangannya dan ketidakberpihakannya yang diperlukan bagi pengawas dalam
berhubungan dengan pengusaha dan pekerjalburuh.
Pasa14
1. Sejauh praktek-praktek administratif Anggota memungkinkan.. pengawasan
ketenagakerjaan harus berada di bawah pengawasan dan kendaH pemerintah pusat
2. Dalam hal negara federal, istilah "pemerintahan pusat" berarti pemerintah federal
atau pemerintahan pusat dari unit federasi..
Pasa15
Pihak yang berwenang hams menerapkan pengaturan yang sesuai untuk memajukan :
(a) kerjasama efektifantara unit pengawasan dengan unit pelayanan pemerintah lainnya
serta lembaga umum atau swasta yang menangani kegiatan serupa; dan
(b) kerjasama aotara pegawai pengawasan ketenagakerjaan dengan pengusaha dan pekerja/
bumh alau organisasi pengusaha dan organisasi pekerjalburuh.
Pasal6
Pegawai pengawas harns terdiri dari Pegawai Negeri Sipil yang status dan kondisi
pekerjaannya sedemikian rupa sehingga ada jaminan keberlangsungan pekerjaan dan
kemandirian dari perubahan pemerintahan dan dari pengaruh luar yang tidak patut.
Pasa17
1. Sesuai dengan syarat-syarat penerimaan pegawai negeri sipil yang ditetapkan dalam
perundang-undangan atau peraturan nasional, penerimaan pengawas ketenagakerjaan
harus dilaksanakan semata-mata berdasarkan persyaratan untuk menjalankan
tugasnya.
2. Cara untuk menilai persyaratan yang tersebut di atas ditetapkan oleh pihak yang
berwenang.
3. Pengawas ketenagakerjaan barus dilatih dengan pelatihan yang sesuai untuk
menjalankan tugasnya.
Pasal8
Baik laki-laki maupun perempuan dapat ditunjuk sebagai pegawai pengawas dan apabila
diperlukan tugas khusus dapat diberikan kepada pengawas laki-Iaki atau perempuan.
Pasa19
Setiap Anggota harus mengambillangkah-Iangkah yang diperlukan untuk. menjamin agar
tenaga ahli teknis dan spesialis yang memenuhi syarat tennasuk spesialis di bidang obat-
obatan, ketehnikan, kelistrikan dan kimia, dilibatkan dalam tugas pengawasan dengan cara

148
yang dianggap paling sesuai dengan kondisi nasional, dengan maksud untuk menjamin
penegakan ketentuan hukum yang berkaitan dengan perlindungan kesehatan dan
keselamatan pekerja/buruh pada saat melaksanakan pekerjaan. Keterlibatan tenaga ahli
dan spesialis yang tersebut di atas juga dimaksudkan untuk menyelidiki pengaruh proses,
bahan dan metode kerja terhadap kesehatan dan keselamatan pekerjalburuh.
PasallO
Jumlah pengawas ketenagakerjaan hams mencukupi untuk menjamin pelaksanaan tugas-
tugas pengawasan yang efektif dengan mempertimbangkan :
(a) pentingnya tugas-tugas yang hams dilaksanakan oleh pengawas, khususnya :
i) jumlah, sifat, ukuran, dan situasi tempat kerja yang dapat diawasi;
ii) jumlah dan klasifikasi pekerja/buruh di tempat kerja bersangkutan; dan
ill) jumlah serta kenunitan ketentuan hukum yang harns ditegakkan.
(b) sarana material yang dapat dipergunakan oleh pengawas; dan
(c) kondisi praktis agar kunjungan pengawasan dapat dilaksanakan secara efektif.
Pasalll
1. Pihak yang berwenang menerapkan pengaturan yang diperlukan agar pengawas
ketenagakerjaan dapat memiliki :
(a) kantor lokal yang dilengkapi dengan perlengkapan yang memadai sesuai dengan
persyaratan pekerjaan dan dapst dipakai oIeh seroua orang yang terkait;
(b) fasilitas transportasi yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas-tugas mereka,
apabila transportasi umum tidak tersedia.
2. Pihak yang berwenang harusmenerapkan pengaturan yang diperlukan untuk
mengganti biaya perjalanan dan .pengeluaran tambahan pengawas ketenagakerjaan
dalam pelaksanaan tugasnya.
Pasal12
1. Pengawas ketenagakerjaan yang diberikan mandat berhak untuk :
(a) secara bebas, memasuki setiap tempat kerja yang dapat diawasi eli setiap saat,
baik siang maupun malam, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, dan
(b) pada siang hari, memasuki setiap tempat yang diperkirakan dapat diawasi, dan
(c) melakukan pemeriksaan, pengujian atau penyelidikan yang dipandang periu untuk
meyakinkan bahwa ketentuan hukum benar-benar ditaati, daD khususnya :
i) memeriksa pengusaha atau pegawai perosahaan, baik sendiri atau dengan
kehadiran saksi, mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan
pelaksanaan ketentuan hukum..
ii) meminta buku-buku, catatan atau dokumen lain yang penyimpangannya
diwajibkan oleh perundang-undangan atau peraturan nasional mengenai
kondisikerja, untuk memastikan bahwa buku.. buku, catatan atau dokumen

149
tersebut sudah sesuai dengan perundang-undangan atau peraturan tersebut,
dan untuk menyalin atau mengutip dokumen tersebut.
ill) mewajibkan pemasangan peringatan yang diharuskan oleh ketentuan
hukum..
iv) mengambil atau membawa contoh bahan-bahan dan zat yang digunakan
atau dipakai untuk dianalisa dengan pemberitahuan kepada pengusaha atau
wakiJnya..
2.. Pada saat kunjungan pengawasan, pengawas harus memberitahu pengusaha atan
wakilnya tentang kehadirannya, kecuali hila pengawas tersebut mempertimbangkan
bahwa pemberitabuan itu akan merugikan pelaksanaan tugasnya..
Pasal13
1.. 'Pengawas ketenagakerjaan harns diberi kewenangan untuk mengambil langkah-
langkah dengan maksud untuk memperbaiki penyimpangan yang ditemui di bangunan,
tata letak atau metode kerja yang mungkin dapat mengancam kesehatan atau
keselamatan pekerja.
2. Sesuai dengan hak banding kepada otoritas peradilan atau administratif yang
dimungkinkan oleh ketentuan hukum, pengawas hams diberi kewenangan, dalam
rangka melaksanakan langkah-langkah tersebut di atas, untuk membuat atau
menyuruh dibuatnya perintah yang mengharuskan :
(a) perubahan atas instalasi atau bangunan, dalam jangka waktu tertentu, sesuai
dengan ketentuan hukum tentang kesehatan dan keselamatan pekerja/buruh;
atau
(b) tindakan segera apabila ada ancaman yang membahayakan kesehatan dan
keselamatan pekerja/buruh.
3. Apabila prosedur sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak sesuai dengan praktek
administrasi atau hukum Anggota, pengawas memiliki hak untuk meminta kepada
pihak yang berwenang untuk mengeluarkan perintah atau untuk mengambillangkah-
langkah segera.
Pasal14
Instansi pengawasan ketenagakerjaan harus diberitahukan tentang adanya keeelakaan kerja
dan kasus penyakit akibat kerja dengan cara sebagaimana ditetapkan dalam perundang-
undangan atall peraturan nasionaL
Pasal15
Berdasarkan ketentuan pengecualian sebagaimana diatur dalam perundang-undangan atau
peraturan nasional, pengawas ketenagakerjaan :
(a) dilarang mempunyai kepentingan langsung maupun tidak langsung di perusahaan
yang diawasi;
(b) dianeam dengan hukuman yang sesuai atau tindakan disipliner agar tidak membuka
rahasia manufaktur atau komersial atau proses kerja yang diketahui pada waktu
menjalankan tugas, bahkan setelah selesai meninggalkan pekerjaan sebagai pengawas; dan

150
(c) hams memegang teguh rahasia sumber setiap pengaduan tentang adanya kesalahan
dan pelanggaran perundang-undangan atau peraturan dan tidak boleh memberitahukan
kepada pengusaha atau wakilnya bahwa kunjungan pengawasan dilakukan
berdasarkan atas adanya laporan pengaduan tersebut.
Pasal16
Tempat kerja hams diawasi sesering dan selengkap mungkin uotuk menjamin pelaksanaan
ketentuan hukum yang efektif.
Pasal 17
1. Orang-orang yang melanggar atau mengabaikan pelaksanaan ketentuan hukum yang
dapat ditegakkan oleh pengawas ketenagakerjaan hams dikenakan tuntutan hukum
segera tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Pengecualian dapat dilakukan melalui
perundang-undangan atau peraturan nasional tentang kasus-kasus dimana
pemberitahuan terlebih dabulu untuk melakukan tindakan perbaikan atau pencegahan
perlu diberikan.
2.. Pengawas ketenagakerjaan memiliki kewenangan untuk memberikan peringatan dan
nasihat daripada memulai atall menyarankan tuntutan.
Pasal18
Aneaman hukuman yang sesuai terhadap pelanggaran ketentuan hukum yang ditegakkan
oJeh pengawas ketenagaketjaan dan terhadap usaba menghalangi pengawas ketenagakerjaan
dalam menjalankan tugasnya hams diatur dalam perundang-undangan atau peraturan
nasional dan dilaksanakan secara efektif..
Pasal19
I.Pengawas ketenagakerjaan atan kantor pengawasan lokal sesuai dengan keadaan
yang ada hams memberikan laporan periodik kepada kantor pengawasan pusat
mengenai hasil kegiatan pengawasan yang dilaksanakan.
2. Laporan tersebut hams dibuat dengan cara tertentu dan mencakup materi sebagaimana
ditetapkan dari waktu ke waktu oleh kantor pusat laporan tersebut hams disampaikan
seeara rutin sebagairnana ditetapkan oleh kantor pusat dan paling tidak sekali dalam
setahun..
Pasal20
I. Kantor pengawasan pusat hams menerbitkan laporan umum tahunan mengenai
pengawasan yang berada di bawah wewenangnya. .
2.. Laporan umum tahunan itu harns diterbitkan dalaln waktu yang sesuai sesudah akhir
tahun dimana pengawasan tersebut dilaksanakan dan selambat-Iambatnya dalamjangka
waktu dua belas bulan.
3. Salinan laporan tahunan harns disampaikan kepada Direktur Jenderal Kantor
Perburuhan Internasional dalam waktu yang sesuai setelah penerbitan laporan itu
dan selambat-lambatnya dalamjangka waktu tiga bulan.

151
Pasa121
Laporan tahunan yang diterbitkan oleh kantor pengawasan pusat hams mencakup materi
sebagai berikut berikut dan hal-hal lain yang relevan sepanjang hal-hal tersebut berada di
bawah kewenangan kantor pusat :
(a) perundang-undangan dan peraturan yang terkait dengan pekerjaan pelayanan
pengawasan;
(b) pegawai pengawas ketenagakerjaan;
(c) statistik tempat kerja yang dapat diawasi dan jumlah pekerjalburuh yang bekerja di
tempat tersebut;
(d) statistik kunjungan pengawasan;
(e) statistik pelanggaran dan sanksi yang diterapkan;
(t) statistik kecelakaan kerja;
(g) statistik penyakit akibat kerja.

BAGIAN II
PENGAWASKETENAGAKERJAAN
DI PERDAGANGAN
Pasal22
Setiap Anggota Organisasi Perburuhan Intemasional yang memberlakukan Bagian Kedua
dari Konvensi ini wajib memiliki sistem pengawasan di tempat kerja perdagangan.

Pasa123
Sistem pengawasan ketenagakerjaan di tempat kerja perdagangan wajib diberlakukan di
tempat kerja di mana ketentuan hukum yang berkaitan dengan kondisi dan persyaratan
kerja serta perlindungan terhadap pekerjalburuh saat melaksanakan pekerjaannya dapat
ditegakkan olehpengawas.

Pasa124
Sistem pengawasan di tempat kerja perdagangan wajib mematuhi persyaratan-persyaratan
yang ditetapkan dalam Pasal 3 hingga Pasal 21 dari Konvensi ini, sepanjang persyaratan-
persyaratan tersebut dapat dilaksanakan.

BAGIAN III
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal25
1. Setiap Anggota Organisasi Perburuhan Intemasional yang meratifikasi Konvensi ini
diperkenankan, dengan melampirkan suatu deklarasi pada ratiflkasi Konvensi tersebut,
untuk mengecualikan pemberlakuan Bagian Kedua dari Konvensi ini.
2. Setiap Anggota yang telah membuat deklarasi tersebut diperkenankan untuk
mencabutnya kembali dengan membuat deklarasi barn.

152
3. Setiap Anggota yang memberlakukan dan mengikatkan diri pada deklarasi yang dibuat
berdasarkan ayat 1pasal ini wajib menjelaskan, setiap tahun dalam laporan tahunannya
mengenai pelaksanaan Konvensi ini, kedudukan hukum masing-masing beserta
pelaksanaannya sehubungan dengan ketentuan-ketentuan yang tercantum pada bagian
kedua Konvensi ini dan juga menjelaskan sampai sejauh Inana pengaruh yang telah
diberikan, atau pengaruh yang diusulkan untuk diberikan, terhadap ketentuan-
ketentuan yang dimaksud.
Pasal26
Dalam hal adanya keraguan mengenai apakah suatu perusahaan, bagian atau pelayanan
dari suatu perusahaan atau tempat kerja merupakan suatu usaha, bagian atau tempat kerja
yang terkena pemberlakuan Konvensi ini atau tidak, maka pihak yang berwenang wajib
menjawab dan menyelesaikan masalah yang timbul akibat pertanyaan ini.
Pasal27
DalamKonvensi ini, istilah "ketentuan hukum'~ mencakup perundang-undangan dan
peraturan, ketentuan putusan arbitrase dan kesepakatan bersama yang mempunyai kekuatan
hukum dan yang dapat ditegakkan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan.
Pasa128
Wajib dimasukkan ke dalam laporan tahunan yang dibuat berdasarkan ketentuan Pasa122
Konstitusi Organisasi Perburuhan Intemasional keterangan lengkap mengenai semua
pemndang-undangan dan peraturan yang berpengaruh terhadap Konvensi ini.
Pasal29
1. Dalam hal Anggota yang wilayah hukumnya mencakup daerah yang cukup luas
yang karena jumlah penduduknya yang sedikit atau karena tahapan pembangunan
wilayah tersebut, menyebabkan pihak berwenang berpendapat bahwa ketentuan-
ketentuan Konvensi ini menjadi tidak mungkin atau tidak praktis untuk dilaksanakan
secara efektif,maka pibak yang berwenang dapat mengecualikan daerah tersebut
dan pemberlakuan Konvensi ini, balk secara mcnyeluruh maupun dengan pengecualian
bagi perusahaan atau pekerjaan tertentu yang oIeh pihak yang berwenang dianggap
cocok untuk dikecualikan.
2. Setiap An ota wajib menyebutkan, dalam Iaporan tahunan untuk pertama kali
mengenai pelaksanaan Konvensi ini yang dibuat sesuai dengan ketentuan Pasal 22
Konstitusi Organisasi Perburuhan Intemasional, hams menyebutkan setiap daerah
yang diusulkan untuk dikecualikan seperti ditentukan dalam pasal ini dan wajib
memberikan alasan pengecualiannya. Setelah lewat tanggal laporan tahunan yang
pertama, tidak ada Anggota yang diperbolehkan menggunakan ketentuan pasal ini,
kecuali untuk daerah-daerah yang sudah disebutkan.
3. Setiap Anggota yang menggunakan ketentuan-ketentuan pasal ini, dalam laporan
tahunanberikutnya harns menyebutkan daerah-daerah yang dinyatakan bebas dari
pemberlakuan ketentuan-ketentuan pasal ini.

153
Pasal30
1. Sehubungan dengan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Konstitusi
Organisasi Perburuhan Intemasional sebagaimana diubah dengan Perangkat
Amandemen Konstitusi Organisasi Perbumhan Intemasional, 1946, selain dari wilayah
sebagaimana dimaksud ayat 4 dan 5 dari pasal perubahan tersebut, setiap anggota
Organisasi yang meratifikasi Konvensi ini hams menyamapaikan kepada Direktur
lenderal Kantor Perburuhan Intemasional segara setelah ratiftkasi sebuah deklarasi
yang menyatakan bahwa :
(a) wilayah yang ditetapkannya sebagai wilayah dimana ketentuan.. ketentuan
Konvensi ini wajib diberlakukan tanpa perubahan sarna sekali;
(b) wilayah yang ditetapkannya sebagai wilayah dimana ketentuan-ketentuan
Konvensi ini wanib diberlakukan dengan perubahan-perubahan, disertai dengan
rincian mengenai perubahan-perbahan tersebut;
(c) wilayah yang ditetapkannya sebagai wilayah dimana ketentuan-ketentuan
Konvensi ini tidak dapat diberlakukan, disertai alasan-alasan mengapa Konvensi
ini tidak dapat diberlakukan;
(d) wilayah dimana diberlakukannya atau tidaknya ketentuan-ketentuan Konvensi
ini belum diputuskan.
2. Langkah-langkah sebagaimana dimaksud sub-ayat (a) dan (b), ayat 1 Pasal ini harus
dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahian dari ratiftkasi dan memiliki kekuatan
hukum ratiftkasi.
3. Setiap Anggota dapat sewaktu-waktu dengan pernyataan berikutnya menunda selumh
atau sebagian pertirnbanganyang dibuat melalui naskah asH pemyataan dengan
memperhatikan ketentuan sub-ayat (b), (c), atau (d) yang tercantum dalam ayat 1
pasal ini.
4. Setiap Anggota dapat sewaktu-waktu mencabut ratiftkasi Konvensi ini sesuai dengan
ketentuan Pasa134 dan menyampaikannya kepada Direktur Jenderal mengenai maksud
perubahan atas syarat-syarat perubahan terdahulu dan menyatakan pendirian sekarang
sehubungan dengan wilayah tersebut.
Pasa131
1. Apabila subyek Konvensi ini berada di dalam lingkup kekuasaan otonomi dari suatu
wilayah non-metropolitan, maka Anggota yang bertanggung jawab atashubungan
intemasional dati wilayah yang bersangkutan dapat, dengan persetujuan dari pemerintah
wilayah tersebut, menyampaikan kepada Direktur Jenderal Kantor Perburuhan
Intemasional suatu deklarasi atau nama wilayah tersebut yang berisi pemyataan
menerima kewajiban-kewajiban yang dibebankan Konvensi ini.
2. Deklarasi yang berisi pemyataan menerima kewajiban-kewajiban yang dibebankan
Konvensi ini dapat disampaikan kepada Direktur Jenderal Kantor Perburuhan
Intemasional oleh :

154
(a) dua atan lebihAnggota Organisasi sehubungan dengan wilayah yang berada di
bawah wewenang bersama Anggota-Anggota tersebut; atau
(b) otoritas intemasional yang benvenang, yang bertanggungjawab atas administrasi
wilayah yang bersangkutan berdasarkan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa
atau sejenisnya, sehubungan dengan wilayah tersebut.
3. DekJarasi-deklarasi yang disampaikan kepada Direktur Jenderal Kantor Perburuhan
Intemasional sesuai dengan ayat-ayat terdahulu dan Pasal ini hams menyebutkan
apakah ketentuan-ketentuan Konvensi ini akan diberlakukan di wilayah yang
bersangkutan tanpa perubahan atau dengan perubahan, apabila deklarasi tersebut
menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan Konvensi ini barn akan diberlakukan dengan
perubahan, deklarasi tersebut wajib menyebutkan rincian-rincian dari perubahan-
perubahan yang dimaksud.
4. Anggota, para Anggota atau otoritas intemasionaI yang berwenang dapat sewaktu-
waktu, dengan membuat deklarasi barn, membatalkan seluruh atau sebagian hak
untuk melakukan suatu perubahan seperti yang dimaksud di dalam deklarasi
sebelumnya.
5. Anggota, para Anggota atau otoritas intemasional yang berwenang dapat sewaktu-
waktu, dimana ratiftkasi Konvensi ini dapat dicabut sesuai dengan ketentuan dari
Pasa134, menyampaikan kepada Direktur Jenderal suatu deklarasi bam yang membuat
perubahan-perubahan atas pemyataan-pernyataan yang dibuat dalam deklarasi
sebelumnya serta menyatakan pendirian yang sekarang sehubungan dengan
pemberlakuan Konvensi ini.
BAGIANIV
KE1EN1UANPENUTUP
Pasa132
Ratifikasi resmi Konvensi ini harus disampaikan kepada Direktur lenderal Kantor
Perburuhan Intemasional untuk didaftar.
Pasal33
1. Konvensi ini mengikat hanya bagi Anggota Organisasi Perburuhan Intemasional yang
diratifJ.kasinya telah didaftar oleh Direktur JenderaL
2. Konvensi ini mulai berlaku dua belas bulan setelah tanggal ratiftkasi oleh dua Anggota
Organisasi Perburuhan In~emasional didaftarkan pada Direktur JenderaL
3. Selanjutnya Konvensi ini akan berlaku bagi setiap Anggota dua belas bulan setelah
tanggal ratifikasinya didaftar.
Pasal34
1. Anggota yang telah meratifikasi Konvensi ini dapat membatalkannya, setelah ratiftkasi
tersebut melampaui jangka waktu sepuluh taboo terhitung sejak tanggal Konvensi ini
mulai berlaku, dengan menyampaikan keterangan Direktur Jenderal Kantor Perburuhan
Intemasional untuk didaftar. Pembatalan itu tidak akan berlaku hingga satu tahun
setelah tanggal pendaftarannya.

155
2. Setiap Anggota yang telah meratifikasi Konvensi ini dan yang dalam waktu satu
tahun setelah berakhirnya masa sepulub tabun sebagaimana tersebut dalam ayat
tersebut di atas tidak menggunakan hak pembatalan menurut ketentuan dalam pasal
ini, akan terikat untuk sepuluh taboo lagi, dan seteJah itu dapat membatalkan Konvensi
ini pada waktu berakhimya tiap-tiap masa sepulub tabun sebagaimana diatur dalam
Pasal ini.
Pasal35
1. Direktur Jenderal Kantor Perburohan Internasional wajib memberitahukan kepada
segenap Anggota Organisasi Perburuhan Intemasional tentang pendaftaran semua
ratifikasi deklarasi dan pembatalan yang disampaikan kepadanya oleh Anggota
Organisasi.
2. Pada saat memberitahukan kepadaAnggota Organisasi tentang pendaftaran ratifikasi
kedua yang disampaikan kepadanya, Direktur Jenderal wajib meminta perhatian
Anggota Organisasi mengenai tanggal mulai berlakunya Konvensi ini.
Pasal36
Direktur Jenderal Kantor Perburuhan Intemasional wajib menyampaikan kepada Sekretaris
Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk didaftarkan sesuai dengan Pasal102 Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa, hal ikhwal mengenai semua ratifikasi deklarasi dan pembatalan
yang didaftarkannya menurut ketentuan pasal.. pasal tersebut di atas.
Pasa137
Pada waktu yang dianggap perlu, Badan Pengurus Kantor Perburuhan Internasional wajib
menyampaikan kepada Konferensi laporan mengenai pelaksanaan Konvensi ini dan wajib
mempertimbangkan perlunya mengagendakan, dalam Sidang Umum Konferensi, perubahan
Konvensi ini seluruhnya atau sebagian.
Pasa138.
1. Apabila Konferensi menyetujui, sebuah Konvensi bam yang memperbaiki Konvensi ini
secara keselurohan atau sebagian, kecuali Konvensi bam menentukan lain, maka :
(a) ratifikasi oleh Anggota atas Konvensi bam yang memperbaiki, secara hukum
dengan sendirinya berarti pembatalan secara langsung atas Konvensi ini tanpa
mengurangi ketentuan dalam Pasal34 di atas, jika dan bilamana Konvensi bam
yang memperbaiki itu mulai berlaku;
(b) sejak tanggal Konvensi baru yang memperbaiki itu berlaku, Konvensi ini tidak
dapat disahkan lagi olehAnggota.
2. Konvensi ini akan tetap berlaku dalam bentuk dan isi aslinya bagi Anggota yang yang
telah meratifikasinya tetapi belum meratifikasi Konvensi yang memperbaikinya.
Pasa139
Bunyi naskah Konvensi ini dalam bahasa Inggris dan bahasa Perancis kedua-duanya adalah
resmi.

156
Teks asli Konvensi adalah teks asli (otentik) yang disetuju; pada Sidang Umum Organisasi
Perburuhan Internasional ke-30, yang dise/enggarakan di Jenewa, dan ditutup pada
tanggalll Juli 1947.
Dalam hal ini Konvensi tersebut telah disahkan pada tangga/19 Juli 1947.

157
158
PERATURAN UAP(STOOMVERORDENING)
STOOMVERORDENING 1930ATAU DENGAN KATA
DALAM BAHASAINDONESIAPERATURAN UAP
TAHUN1930

Pasall
"Ketel-ketel uap yang dimaksud dalam pasa) 1dari undang-undang uap 1930 dibagi atas :
a. ketel-ketel uap dalarn mana tekanan yang ditirnbulkan oleh uapnya adalah lebih besar
dari 1/2 kg tiap em 2 melebihi tekanan udara luar; dan
h. ketel-ketel uap dalam mana tekanan yang ditimbulkan oleh uapnya paling tinggai 12
kg em 2 melebibi tekanan udara luar (ketel-ketel uap tekanan rendah).

Pasal2
Pesawat-pesawat uap yang dimaksud dalam pasal I dari Undang-undang uap 1930
adalah :
a. Pemanas-pemanas air diperuntukan guna mempertinggi temperetur dari air pengisi
untuk ketel-ketel uap dengan jalan pemanasan dengan hawa pembakaran.
b. Pengering-pengering uap diperuntukan guna mempertinggi temperatur dari uapnya,
dengan jalan pemanasan dari hawa pembakaran. Bila pesawat-pesawat ini
bersambungan langsung dengan ketel uapnya, maka ia dianggap bersatu dengan
ketel uapnya.
c. Penguap-penguap diperuntukan guna membuat air sulingan dengan jalan pemanasan
dengan uap; dan
d. bejana-bejana uap kedalam mana langsung atau tidak langsung dimasukkan uap dari
ketel uapnya, terkecuali pesawat-pesawat yang disebut dalam ayat c.

Pasal3
1. Pipa-pipa uap penghubung tennasuk bejana-bejana uap hanya hila garis tengah ukuran
dayanya metebihi 450 mm.
2. "Cylinder-cylinder dan saiut-salut uap dari mesin.. mesin uap tidak tennasuk bejana
uap."
3. Pipa-pipa uap diperuntukan guna memanasi bahan cair pula tidak termasuk bejan-
bejana uap."

159
Pasal4
1. "Seseorang yang menghendaki pengesahan atas gambaran rencana dimaksud dalam
pasal 5 dari undang-undang nap 1930, pesawat uap yang diperuntukan guna dipakai
di Indonesia, hams untuk keperluan itu mengajukan surat pennohonan bermaterai.
Di Indonesia pada Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan keIja, di Negeri Belanda
pada perwakilan dari Jawatan tersebut yang berada pada Departemen urusanjajahan
dengan melampirkan gambar kalkiur dan dua afdruknya, dengan skala tidak kurang
dan 1 : 12, dengan ukuran-ukuran tertulis lengkap dan selanjutnya dengan keterangan-
keterangan dari bahan-bahan yang akan dipakai guna pembuatan pesawat uapnya."
2. "Jika pengesyahan yang dimintakan itu diberikan, malea kalkiur dan sehelai afdruknya
dengan dibubuhi tanda pengesyahan dikembalikan pada pemohon."
3. "Sesuatu pengesyahan yang diberikan baik di Negeri Belanda maupun di Indonesia
dapat sewaktu-waktu dicabut oleh Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja,
kepada perwalcilannya dan pula pada yang bersangkutan, diberitahukan dengan segera
tentang pencabutan itu dengan menerangkan alasan-alasan yang menyebabkan
pencabutannya."
"Pencabutan itu tidak berlaku atas pesawat-pesawat yap yang telah dimulai
pembuatannya."
"Waktu pemberian tabu, seperti yang dimaksud tadi diterima oleh yang bersangkutan."

Pasa15
1. Diharuskan membayar pada negara untuk pemeriksaan di Indonesia atas gambar-
gambar mengenai ketel uap Rp. 30,- mengenai pesawat uap lainnya Rp. 20,- ini
suatu pesawat uap lainnya yaitu selain ketel uap yang dimaksud.. Suatu a1at yang
termasuk perlengkapan dari sesuatu pesawat uap, yang gambarnya tidak bersama
diajukan dengan gambar pesawat uapnya yakni jumlah Rp. 20,-.
2. Jika pemeriksaan dimaksud dalam ayat I mengharuskan diadakan penyelidikan-
penyelidikan bahan, malea biaya yang berbubungan dengan penyelidikan-penyelidikan
bahan itu, dibebanakan pada yang meminta diperiksa gambar-gambar itu.
3. Gambar-gambar reneana yang diajukan itu tidak dikembalikan pada pengirimnya,
hanya setelah dipertunjukan kepada Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan kerja
suatu keterangan yang menyatakan, bahwa jumlah yang menurut ayat 1 telah
dibayarkan di kasNegeri atau salah satu kantor dari Jawatan Pengawasan Keselamatan
Kerja.

160
Pasal6
1. "Seorang yang menghendaki Ijin untuk menjalankan sesuatu pesawat uap, dimaksud
dalam pasaJ 6 dan Undang-undang uap 1930, hams untuk kepengawasan Keselanlatan
Ketja disertai dengan afdruk yang dibubuhi tanda pengesahan dari gambar rencana
yang telah disahkan dirnaksnd dalam pasaI 5 ayat 1, atan bila tidak ada pemeriksaan
seperti dimaksud dalam pasal yang disebut terakhir ini, disertai dengan gambar
pembuatan dari pesawat uapnya dengan skala 1 : 12 yang digambarkan dengan
ukuran-uk:uran tertulis lengkap dan bila pesawatnya akan ditembok pula disertai dengan
gambar penembokannya, dalam gambar mana dimuat selnua ukuran yang diperlukan
untuk perbitungan dati luas pemanasannya."
2. a. Surat pennohonan itu memuat keterangan nama pembuat dan tempat dimana
terletak pabriknya, tahun pembuatan, pula pabrik flomor dari pesawat uapnya.
b. Tujuan pemakaian dari pesawat uapnya.
c. Bagi ketel-ketel uap, besar luas pemanasan dan jumlab luas panggangnya
terhitung dalam M2. Bagi pemanas-pemanas air, pengering-pengering uap dan
penguap-penguap fuas pemanasannya dalanl M2, bagi bejana-bejana uap bukan
penguap,garis tengah terkecil daTi pipa-pipa pemberi nap dan isinya dalam
dm3, dan bila ia diperuntukan guna memanasi bahan cair dibawah tekanan
dalam suatu ruangan yang terpisah dari uapnya, pula dari luas pemanasan dari
ruangan untuk bahan cair tersebut. (Dengan luas pemanasan diartikan bidang
yang kena hawa pembakaran atau uap yang memanasinya).
d. Tekanan yang sebenamya yang tertinggi dalam kg/cm2 yang dikehendaki bagi
pesawat uapnya (dengan tekanan sebenamya diartikan selisih dari tekanan yang
ditimbulkan uapnya, dengan tekanan dari udara tercemar yang sarna-sarna
menekan pada dinding-dinding dari pesawat uapnya. Dalam pada mana 1
atmosfer ditetapkan sarna dengan 1 kg/cm2. (Disini dipakailah
detecnischeatmosfir).
c. Bahan-baban yang dipakai guna pembuatan pesawat uapnya dalam pelbagai
bagian-bagiannya, kecuali bila ini telah temyata dari gambar pembuatan tersebut
diatas.
f. Tingkap-tingkap pengamannya dan ukuran-ukurannya serta perlengkapan
selanjutnya dari pesawat uapnya; dan
g. Tempat dimana pesawat uapnya telah dipasangkan atau akan dipasangkan dan
waktu kapan pesawat uapnya menurut yang ditetapkan dalam pasal 7 dari
undang-undang uap 1930, akan dapat diperiksa dan diuji."
3. "Jika pesawat uap telah pemah dipakai dahulunya di Indonesia, maka ini barns
diterangkan dalam surat permohonannya, hila mungkin dengan mempertunjukan atau
melampirkanAkte Ijin dahulunya."

161
4. "Surat permohonan itu diajukan oleh pemohon pada pegawai yang diserahi
pengawasan atas pesawat-pesawat nap di dalam wilayah dimana pesawat uapnya
hendak dipakai."

Pasal?

Tidak diperlukanAkte Ijin :

a. Bagi ketel-ketel uap yang mempunyai jumlah tidak melebihi 0,2 sebagai hasil kalian
dari jumlah Iuas pemanasannya dalam M2 dengan jumlah tekanan sebenamya yang
tertinggi dalam Kglcm2 kecuali bila tekanan ini lebih besar dari 2 atmosfer.

b. Bagi pemanas air yang dibuat dari pipa-pipa yang mempunyai garis tengah ukuran
dalam sebesar 50 mm atau kurang.

c. Bagi pengering-pengering uap yang tidak langsung bersatu dengan ketel uapnya,
yang dibuat dari pipa-pipa yang mempunyai garis tengah ukuran dalam sebesar 25
nun atau kurang.

d. Bagi bejana-bejana uap yang diperuntukan guna memanasi bahan cair dibawah tekanan,
sepertinya peti-peti embun, penampung-penampung uap dan sebagainya yang
mempunyai garis tengah ukuran dalam sarna dengan atau lebih kecil dati 450 mrn,
atau jumlah hasil kalian dan isinya dalam dm3 dengan tekanan uapnya tiap kglcm2
tidak Inelebihi angka 600 dan pula untuk bejan-bejana uap semacam itu yang
mempunyai isi tidak mengingat tekanannya, kurang darilOO dIn3.

e. Bagi bejana-bejana uap yang diperuntukan guna mamanasi baban cair dibawah tekanan,
seperti bejana-bejana penguap pertama, air tebu dan sebagainya mempunyai jumlah
dimaksud dibawah d tidak melebihi angka 300 dan pula bagi bejana-bejana uap
semacam itu yang mempunyai isi tidak mengingat tekanannya kurang dati 75 dIn3."

Pasa18

"Akte Ijin itu adalah diberikan setelah pesawat uapnya oleh Jawatan Pengawasan
Keselamatan Kerja diperiksa dan diuji menurut ditetapkan dalam pasal berikut"

Pasal9

uPemeriksaan pesawat-pesawat uap seperti dimaksud dalam pasal sebelum ini terdiri atas
semua tindakan atau pekerjaan yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian bahwa pada
pembuatan dan perlengkapan dari pesawat-pesawat uap itumemenuhi yang ditetapkan
dalam pasal 10 sid 27."

162
Pasal! 0
1. "Tebal plaat dari pesasat-pesasat nap dan ukuran-ukuran dari bagian-bagiannya yang
bersatu padu, berhubung dengan jenis bahan yang dipakai dan keadaan pelaksanaan
atau pekerjaannya, harus memberikan cukup jaminan keselamatan dalam
pemakaiannya."
2. Dasar-dasar guna mempertimbangkan apakah telah dipenuhi syarat-syaratnya itu
adalah ditetapkan oleh Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja dan
diumumkan baik di Negeri Belanda maupun di Indonesia dengan seeara yang akan
ditetapkan olehnya perubaban-perubahan dalam dasar-dasar itu dilakukan seeara itu
juga.
Bila perubahan-perubahan itu membawa syarat-syarat yang lebih berat, maka syarat-
syarat itu dipakai tidak lebih lekas dari satu tahun setelah pengumuman.
3. Jika temyata bahwa sesuatu pesawat uap telah dibuatkah sarna sekali, sesuai dengan
gambar rencana yang disyahkan menurut pasal4, maka pemeriksaan apakah dipenuhi
dasar-dasar dimaksud dalam ayat sebelum ini dari pasal ini, tidak diadakan lagi."
Pasalll
I. "Pada atau untuk ketel-ketel uap adalah besi cor atau besi tuang hanya dapat
dipergunakan :
a. Untuk ketel-ketel uap yang bekerja dengan tekan kerja yang tidak lebih dari 3
kg/cm2 dan mempunyai isi tidak lebih dari 100 dm3.
b. Untuk ketel-ketel uap tekanan rencah.
c. Untuk salut-salut uap dari cylinder-cylinder dari mesin-mesin uap yang langsung
bersambungan dengan ketel uapnya, jadi yang tennasuk bagian dari ketel uapnya,
bila mesin-mesin uap itu dipasangkan diatas ketel uapnya.
d. Untuk bagian-bagian berukuran keeil, yang mana tidak akan menimbulkan
bahaya. Dengan ini tidak tennasuk bagian-bagian yang sewaktu.. waktu harns
ditanggalkan, (dibuka), seperti tutup-tutup dari lubang-Iubang lalu orang, dan
lubang-lubang pembuangan kotoran sambungan-sambungan dari ujung pipa-
pipa dari ketel-ketel uap berpipaair dan sebagainya, keterangan-keterangan,
katup-katup, rumab-rumah dari tingkap-tingkap pengaman bila garis tengah
dan lubang penyalur uapnya melebihi 102 mm dan pula tekanan uap sebenamya
melebihi 10 kg/cm dengan pengertian,bahwa mengenai bagian-bagian diInaksud
diatas ini dengan besi tuang itu tidak diartikan bahan-bahan yang ternyata oleh
pengolahan istimewa dibuatkan cukup liat (besi tuang yangdapat ditempa).
2. "Dilarang memakai pemanas-pemanas air dengan pengering-pengering uap yang sarna
sekali atau untuk sebagian dibuat dari besi tuang, kecuali bila gans tengah ukuran
dalam dari pipa yang kena hawa pembakaran berjumlah 200 mm atau kurang."

163
3. "Pada penguap-penguap adalah dilarang memakai tutup-tutup dan besi tuang bila ini
mempunyai dinding dobel dan didalamnya dimasukkan uap."
4. "'Kuningan hanya dapat dipakai untuk alat perlengkapan dari pesawat-pesawat uap
yang untuknya tidak disyaratkan lain bahan, untuk pipa-pipa api dari ketel-ketel uap
yang mempunyai garis tengah ukuran dalam disyaratkan lain bahan. Untuk pipa-pipa
api dari ketel-ketel uap yang mempunyai garis tengah ukuran dalam sebesar 10 em
dan untuk pipa-pipa pemanas dan pesawat-pesawat uap."
5. "Dimana dalam peraturan ini disyaratkan pemakaian dan perunggu, dapat pula dipakai
lain-lain bahan campuran, sepanjang dinyatakan oleh Kapala Jawatan Pengawasan
Keselamatan Kerja, bahwa bahan campuran itu sekurang-kurangnya salna baiknya
untuk tujuan pemakaiannya."

Pasa112
Tiap ketel uap hams diberi perlengkapan sebagai berikut :
a. Sekurang-kurangnya dua tingkap pengaman, yang baik pembuatannya dan berukuran
yang cukup, dipasangkan pada ketel uapnya sendiri atau pada kamar uapnya atau
punuknya.
b. Sekurang-kurangnya satu pedoman tekanan.
c. Sekurang-kurangnya dua kerangan coba atau pengukuran air, dan satu gelas pedoman
air memakai kerangan sembur, yang dapat ditusuk sewaktu ketelnya beruap atau
dua gelas pedoman air semacam itu.
d. Sekurang-kurangnya dua alat pengisi, yang tidak bergantungan satu sarna lainnya,
yang masing-masing dapat memberikan kebutuhan air pada ketel uapnya dengan
leluasa, dimana sekurang-kurangnya satu dari alat-alat ini harus dapat bekerja sendiri.
Dengan alat pengisi yang clapat beketja sendiri, diartikan pompa uap, injecteru-injecteru
dan alat-alatyang tidak tergantung pada mesin induknya.
e. Suatu alat yang dapat bekerja sendiri, yang dapat memberitahukan kekurangan air
dalam ketel uapnya lepas dari machinist atau tukang pengladennya.
f. Suatu tanda dari batas air terendah yang diperbolehkan.
g. Suatu karangan memakai plendes berukuran 40 mm garis tengabnya dan 8 mm
tebalnya untuk padanya dipasangkan pedoman tekanan coba.
h. Suatu kerangan pembuang atau katub yang dipasangkan yang baik pada katel uapnya,
baik langsung maupun memakai suatu pipa dari tembaga, perunggu, baja cair dan
baja tuang, pipa mana tidak boleh kena tembokan.
1. Lubang-lubang lalu orang dan lumpur seperlunya.

164
j. Suatu plat yang dipasangkan memakai 4 baut tembaga, memakai kepala yang
terpendam yang mempunyai garis tengah sekurang-kurangnya 10 mm, pada plat
mana hams tertera jelas dan utuh :

1. tekanan uap yang tertinggi yang diperbolehkan dalam kg, tiap em; dan
2. tahun dan tempat pembuatannya pula mana dari pembuatnya.

Pasal13

Ketel-keteluap tekanan rendah harns diberi perlengkapan sebagai berikut :


a. Sekurang-kurangnya satu gelas pedoman air;
b. Sekurang-kurangnya satu alat pengisi;
c. Satu pipa pengaman terbuka, yang ujungnya berada pada tinggi batas air terendah,
mempunyai garis tengah ukuran dalam sekurang-kurangnya 50 mm dan mempunyai
jarak antara ujung-keujung diukur secara tegak lurns paling besar 5 M;
d. Suatu kerangan pembuangan; dan
e. Suato plat nama sesuai dengan yang ditetapkan dalam pasal 12 dibawah j.

Pasal 14

1. Untuk ketel-ketel uap yang mempunyai isi kurang dari 500 dm dan diperuntukan
guna bekerja paling tinggi 3 kg/cm2 adalah cukup satu tingkap pengaman seperti
dimaksud dalam pasal 12 ayat a.
2. Dua atau lebih ketel-ketel uap yang mempunyai tekanan uap bersama dan bersambung
demikian repa hingga ketel-ketel uap ito tidak dapat dipakai masing-masing, dianggap
seperti satu ketel uap untuk hal-hal yang bertalian untuk tingkap-tingkap pengaman,
pedoman tekanan, dan alat-alat pengisi yang disyaratkan baginya.

3. Pedoman tekanan pada ketel-ketel uap semacam itu, harns dipasangkan pada kamar
uapnya, kecuali bila tiap ketelnya diperlengkapi dengan alat semacam itu.
4. Alat-alat pengisi hams sendiri-sendiri dapat memberikan jumalah air yang diberikan
pada ketel-ketel itu sekomoplitnya.
Pasal15
Pesawat-pesawat uap selain keteI-ketel uap harns diberi perlengkapan sebagai berikut :

165
A. Pemanas-pemanas air:
1. Satu tingkap pengaman;
2. Satu kerangan pembuang;
3. Satu katup yang menutup sendiri pada lubung pengisinya; dan
4. Lubang-lubang laIn orang atau lubang-lubang kecil yang diperlukan untuk
pemeriksaan.

B. Pengering-pengering uap dengan :


1. Satu tingkap pengaman bila pesawat uapnya dapat ditutup terpisah dari ketel
uapnya;
2. Kerangan-kerangan pembuang air seperlunya; dan
3. Lubang-lubang lalu orang atau lubang-lubang lebih keeil yang diperlukan untuk
pemeriksaan.

C. Penguap-penguap dengan :
1. Satu tingkap pengaman;
2. Satu pedoman tekanan;
3. Satu gelas pedoman air; dan
4. Satu kerangan pembuang.

D. Bejana-bejana uap dengan:


1. Satu tingkap pengaman bila tekanan uap sebenamya yang tertinggi yang
diperbolehkan untuknya berjumlah kurang dari tekanan uap yang tertinggi yang
diperbolehkan untuk pesawat uap yang memberikan uap pada bejana uapnya,
dan dua tingkap pengaman bila tekanan dalam bejana uapnya kurang dari 1/2
dari tekanan tertinggi yang diperbolehkan untuk pesawat uap yang memberikan
uap pada bejana uapnya, atau bila terdapat pemanasan bahan cair dalam ruangan
yang tidak terpisah dati nap yang dimasukan;
2. Bila periu suatu kerangan untuk dapat memberitahukan apakah dalam bejana
uapnya masih berada tekanan, kerangan mana hams dapat ditusuk sewaktu
bejana uapnya bekerja;
3. Satu pedoman tekanan; dan
4. Lubang-lubang laiu orang atau yang lebih kecil yang diperbolehkan untuk
pemeriksaan.

Pasal16
"Pesawat-pesawat uap tersebut dibawah A sId D hams jika mungkin diperlengkapi dengan

166
pelat nama menurut yang ditetapkan dalam pasal12 dibawah J."
I. "Untuk bejana-bejana uap yang bersambungan langsung dengan ketel uap yang
diperuntukan guna bekerja dengan tekanan yang sarna seperti ketel uapnya, adalah
tidak periu diberi tingkap-tingkap pengaman dan pedoman-pedoman tekanan."
2. "Pada bejana-bejana uap hams dipasangkan tingkap-tingkap pengamannya, pada
bejana itu sendiri, atau pada pipa pemberi uapnya dan mulut-mulut dari tingkap-
tingkap pengamannya harns juga perlu diheri pinjarnan, agar bahan-bahan yang berada
dalam bejana uap itu tidak dapat menyebabkan tingkap-tingkap itu menjadi tersumbat."
3. "Bila berbagai bejana uap diberi uap oleh satu pipa uap, malea adalah cukup bila pada
pipa itu dipasangkan satu pedornan tekanan, dan pula satu tingkap pengaman, kecuali
bila untuk satu atau lebih dari bejana-bejana uap tersebut diperlukan dua tingkap
pengaman, menurut yang diperlukan dalam pasal 15 dibawah d."
4. "Pada bejana-bejana uap yang diperuntukan guna dalam sebuah ruangan terpisah
dan uap yang disalurkan, dari sesuatu pesawat uap memanasi bahan cair, yang embun
atau uapnya dapat mempunyai tekanan lebih dari 1/2 kg/em haruslah pada ruangan
tersebut dalam pasal 15 dibawah d.2.3.4. Mulut dari tingkap itu hams perlu dibcri
penjamin, agar bahan-bahan yang berada dalam bejana tersebut tidak dapat
menyebabkan tingkap itu menjadi tersumbat"

Pasal17
1. "Dasar-dasar guna mempertimbangkan apakah pembuatan tingkap-tingkap pengaman
dimaksud dalam pasaI 12 sId 16 baik, dan apakah ukuran-ukurannya meneukupi,
adalah ditetapkan oleh Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja. Mengenai
dasar-dasar itu berlakulah segala sesuatu yang ditetapkan dalam ayat keldua dari
pasal 10 mengenai dasar-dasar dimaksud dalam ayat tersebut."
2. "Tingkap-tingkap pengaman itu hams diperbuat dan dipasangkan pada pesawat uapnya
demikian rupa, hingga dapat mudah diangkat dan diperiksa. u
3. "Muatannya hams diatur demikian rupa, hingga tingkap-tingkapnya dapat menyalurkan
uapnya segera, bila tekanan didalam pesawat uapnya menjadi lebih tinggi dari yang
diperbolehkan untuk pesawat uapnya.·'
4. "Jika dudukan-dudukannya tidak termasuk satu dengan rumah tingkapnya haruslah
ia dijamin secukupnya agar jangan terlepas."
5. "Bila sesuatu tingkap pengaman ditekan dengan dua atau lebih bobotan, maka haruslah
bobotan ini terdiri atas bundaran-bundaran yang padat, yang hanya berlainan tebalnya,
ia harns dapat dilepaskan satu demi satu dan dijamin agar jangan dapat bergeseran."
6. "Semua tingkap pengaman hams diperbuat sedemikian rupa hingga ia tidak terlepas
dan bobotannya tidak: dapat bergeseran pada tangan-tangan pemikulnya, sedangkan
tingkap-tingkap dan tangan-tangan pemikulnya hams dapat mudah bergerak."

167
Pasal18
"'Pesawat dalam mana tekanan yang ditimbulkan oleh uapnya tidak lebih dari 1/2 kg/em
melebihi tekana udara luar, boleh mempunyai satu tingkap hawa saja, atau alat lain, melalui
mana hawa luar dapat masuk kedalam pesawat uapnya, segera bila tekanan didalam
pesawatnya menjadi lebih keeil dengan tekanan hawa luar, jika pesawat uapnya tidak
taban terhadap tekanan dari 1 kg/em dari sebelah luamya."
Pasal19
1. "Pedoman tekanannya hams menunjukkan tekanan dari uapnya dengan jelas dan
betul sampai sekurang-kurangnya 2 kg/cm2 melebihi tekanan sebenamya yang
tertinggi yang diperbolehkan bagi bekerja pesawat uapnya."
2. "Tekanan sebenarnya yang tertinggi hams ditunjukkan dengan suatu tanda yang
jelas pada skala dari pedoman tekannya."
3. "Pedoman tekanannya hams bersambung dengan pesawat uapnya, memakai pipa
yang mengandung air dan pada ketel-ketel nap hams dipasangkan demikian rupa
hingga tukang ladennya dapat melihatnya dari tempat berdirinya biasa."

Pasal20
"Bagi ketel-ketel yang mempunyai luas pemanasan kurang dan 5 M2 adalah eukup satu
alat pengisi, asalkan ini seialu dapat mudah dijalankan dengan tangan. Karena ketel itu
keeil, maka berdrijfs-zekerheidnyajuga dapatlah diperkecil. Akan tetapi syarat-syarat mutlak
tetap, yakni kapasiteit dari pompa tangan itu hamslah ini stoom-produksi dari pesawat
uapnya."

Pasa121
1. "Pada ketel-ketel uap haruslah tiap alat pengisi atau tiap pipa pengisinya sedekat
mungkin pada ketel uapnya mempunyai rumah tingkap. Antara rumah tingkap dan
ketel uapnya hams dipasangkan suatu kerang atau katup dan antara katup dan tingkap
yang menutup sendiri itu hams dipasangkan suatu kerangan coba.'~
2. "Pada ketel-ketel uap tekanan rendah adalah eukup satu rumah tingkap, untuk mana
dapat dipergunakan rumah tingkap dari pompa pengisinya."

Pasa122
"Tanda dari batas air terendah yang diperbolehkan hams dipasangkan pada atau didekat
gelas pedoman aimya. Pada ketel-ketel uap darat sekurang-kurangnya 10 em diatas titik
tertinggi yang kena hawa pembakaran.Pada ketel-ketel uap kapal sekurang-kurangnya 15
em diatas titik itu."
Pasa123

1. "Jika gelas pedoman air dan kerangan-kerangan coba dipasangkan pada satu pipa

168
bersama, haruslah garis tengah dari ukuran dalam, baik dari pipa itupun dari pipa-
pipa penyambung dengan pesawat uapnya, sekurang-kurangnya 50 mm. Jika ia
disambungkan sendiri-sendiri dengan pesawat uapnya, maka garis-garis tengah itu
hams sekurang-kurangnya 25 mm, kecuali pada ketel-ketel uap kecil dimana pipa-
pipa penyambungnya sangat pendeknya dan dapat dianggap sebagai lurus atau
mempunyai sesuatu bengkokkan dengan garis tengah yang besar. Jika ia dibengkokkan
secara siku haroslah dalam bengkokkan itu dipasangkan suatu sumbat guna dapat
menusuk pipa-pipanya."

2. "Gelas-gelas pedoman air harns mempunyai kerangan-kerangan atau katup penutup


dan penyemprot."
3. "Panjang dari gelas-gelas pedoman air harns demikian rupa hingga tinggi aimya
dapat dilihat sekurang-kurangnya 60 mm, diatas dan 400 dibawah batas air terendah
yang diperbolehkan. Garis tengah ukuran dalam dari gelas-gelas pedoman yang
cylindrisch itu hams sekurang-kurangnya 8 rom."

4. "Ketel-keteI uap yang diberi berapi dimuka dibelakang hanls pada setiap tempat
perapiannya mempunyai 1 gelas pedornan air dan 2 kerangan coba atau 2 gelas
pedoman air."

Pasa124

1. "Rumah-rumah dari kerangan-kerangan dan katup-katup, rumah-rumah tingkap pun


potten dari tingkap-tingkap pengaman dan rumah-rumah dari kerangan-
kerangan dan katup-katup yang dimaksud dalam pasal 23 ayat 2 sepanjang dalam
peraturan ini tidak ditetapkan yang lain, hams diperbuat dari perunggu, baja tuang
lemah atau baja cairo Bagian dalam dari kerangan-kerangan katup-katup dan runlah-
rumah tingkap, pula tingkap-tingkap dan dudukan-dudukan dari tingkap-tingkap
pengaman, harns diperbuat dari bahan atau bahan campuran yang baik dan tepat
untuk keperluannya."
2. Kerangan-kerangan pakking yang mempunyai lubang penyalur lebih dari 30 mrn
hams mempunyai penjamin agar sumbatnya tidak terlepas bila uliran wartelnya rusak
atau baut-baut geserannya putus."

Pasal25

"Pipa-pipa yang menyambungkan pesawat-pesawat uap satu sarna lainnya hams diperbuat
sedemikian rupa, hingga pemuaian dari pipa-pipa itu tidak dapat menimbulkan kerusakan-
kerusakan, bila perlu ia harns mempunyai kerangan-kerangan pembuang."

169
Pasal26
"Dalam kapal-kapal uap yang dipergunakan guna pengangkutan penumpang-penumpang
haruslah ruangan dalam mana dipasangkan ketel-ketel uapnya secukupnya dipisahkan
dengan dinding-dinding besi dan kamar-kamar tempat berdiam penumpang-penumpang
itu. Aturan ini tidak berlaku atas kapal-kapal yang tidak bergeladak."

Pasal27

1. "Pengujian dan pesawat-pesawat uap seperti yang dimaksud dalam pasa18, dilakukan
dengan jalan pemadatan dengan air dingin sampai didapatkan tekanan sebenamya
pada pesawat-pesawat uap yang harns bekerja dengan tekanan dari 5 kg/em atau
kurang, besar dua kali dari tekanan bekerja pesawat-pesawat uap itu. Pada pesawat-
pesawat uap yang hams bekerja dengan tekanan lebib dari 5 tetapi kurang dari 10
kglem sebesar 5 kg/em lebib dari 5 tetapi kurang dari 10 kg/em sebesar 5 kg/em
lebih dari tekanan bekerja pesawat-pesawat uap itu. Padapesawat-pesawat uap yang
hams bekerja dengan tekanan yang lebih tinggi sebesar 1 1/2 tekanannya itu.~~
2. "Pesawat-pesawat uapnya dibiarkan dibawab tekanan pengujian itu selama diperlukan
untuk dapat memberikan bagian-bagian dari pesawat-pesawat nap itu dengan
baiknya."
3. "Pesawat uapnya hams dapat menahan tekanan pengujian itu dengan tidak bocor
dan dengan tidak melihatkan percobaan dalam bentuk dinding-dindingnya, dengan
bocor itu diartikan bahwa aimya kelauar dari sambungan dalam bentuk selain dari
beberapa tetesan atau pancaran keeil yang mengembun."
4. "Dalam memakai pasal ini mengenai ruangan dari bahan cair dan bejana uap
diperuntukan guna memanasi bahan cair tersebut dalam suatu ruangan yang terpisah
dari uapnya, haruslah untuk tekanan uap dalam pasal ini dibaea tekanan embun."

Pasa128
1. "Bita yang melakukan pemeriksaan yang diuraikan dalam pasa19 menganggap perIu,
maka untuk ketel-ketel uap itu dapat memerintabkan pengujian dengan uap."
2. "Tetapi pengujian dengan uap itu adalah diwajibkan, jika Kepala Jawatan Pengawasan
Keselamatan Kerja menurut ayat ke 3 yang ditetapkan dalam pasal31 membebaskan
pengujian dengan tekanan air."

170
Pasal29
1. UPengujian pertama dari sesuatu pesawat uap dilakukan sebelum pesawat uap itu
ditembok atau diberi bersalut."

2. "Tetapi bila salutan yang diberikan oleh pembuat pesawat uapnya dan yang diberi
bemama atau merk dari pembuat tersebut terdapat dalam keadaan utuh, maka pegawai
atau ahli yang menguji pesawat uap itu adalah berkuasa untuk mengabulkan salutan
itu tidak dibongkar."

Pasal30
"Bila pegawai atau ahli setelah pemeriksaan dan pengujian berpendapat bahwa pesawat
uapnya memberikan cukup jaminan keselarnatan dalam pemakaiannya, maka ia atas nama
Kepala D.P.K.K. pada pemohon atas pennohonannya secara tertulis dan bila perlu dengan
syarat-syarat untuk sementara memakai pesawat uapnya."

Pasal31

]. Yang telah melakukan pemeriksaan dan pengujian selekas mungkin memberikan


laporannya kepada Kepala Jawatan yang akan memberikan ijinnya yang dimintakan,
bila dari laporan itu temyata bahwa pesawat uapnya itu memenuhi syarat-syarat
yang ditetapkan.
2. Bila Kepala tersebut berpendapat bahwa cacat atau penyimpangan dari syarat-syarat
dati pasal 10 sid 26 tidak menimbulkan bahaya segera dalam pemakaiannya, maka
ijin yang dimintakan itu dapat diberikan dengan syarat, bahwa cacat atau
penyimpangan-penyimpangan itu dengan ancaman untuk ijin tersebut dalam tempo
paling lama 1taboo yang akan ditetapkan oleh Kepala tersebut itu tadi hams diperbaiki
atau dihilangkan.
3. Bila pada pemeriksaan dari sesuatu pesawat temyata bahwa karena bangunannya
yang istimewa, tidak perlu secara penub atau untuk sebagian dipakainya satu atan
lebih aturan-aturan yang memuat dalam pasal 10 sId 27 maka Kepala Jawatan
Pengawasan Keselamatan Kerja dapat memberikan kebebasan dari aturan-aturan itu
secara penuh atau untuk sebagian.
4. Jika pemakaian dari sesuatu pesawat uap yang mempunyai bangunan istimewa
memberikan keganjilan-keganjilan yang tidak termuat dalam peraturan ini, maka
Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja dapat mengikat pemakaiannya dengan
syarat-syarat yang akan temyata perlu adanya.

171
5. Dalam pemberian ijin menurut yang ditetapkan dalam syarat-syarat sebelum ini dari
pasal ini Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja dapat memberikan syarat-
syarat istimewa yang harns diindahkan pada pemakaian pesawat uapnya.
6. Bita ijinnya tidak diberikan maka dengandiam-diamjadi batallah ijin sementara yang
dimaksud dalam pasal yang terdahulu, bila ini telah diberikan.

Pasa132

"Yang dimaksud dalanl pasal30 dan 31 adalah berlaku untuk pemeriksaan dan pengujian
dimaksud dalam pasal12 ayat 3 dan Stoommordonnantie 1930."

Pasal33
"Pemakai-pemakai dari pesawat-pesawat uap yang padanya diberikan ijin secara bersyarat,
seperti yang ditetapkan dalam pasal 31 adalah berkewajiban setelah cacat-cacat yang
dituliskan dalam Akte ijin itu bapus atau telah diperbaiki, memberitabukannya secara tertulis
kepada Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja melalui Ir. dari Jawatan tersebut."

Pasa134

Akte Ijin itu memuat :


a. Nama dan sedapat moogkin kwalitas dan tempat tinggal dari sipemakai;

b. Nama dari pabrik dari pembuatnya, dan tempat dimana pabrik itu terletak, pula nomor
pabrik dan pesawat dan tahun daTi pada pernbuatannya;

c. Macam dan tujuan pemakaian dati pesawatnya dan sedapat mungkin sejelas-jelasnya
keterangan sesuatu tempat atau kendaraan atau aolat pelayaran dimana pesawat uap
itu akan ditempatkan;
d. Untuk ketel-ketel nap bentuknya dan ukuran-ukuran dari ketelnya dan luar
panggangnya pula jumlah bidang pemanasannya dalam M2, untuk pamanas-pemanas
air, pamanas-pemanas uap dan penguap-penguap, luas pemanasannya, dan untuk
bejana-bejana uap selain penguap-penguap yang diperuntukan untuk memanasi bahan
carr dalam tekanan daJam suatu ruangan yang terpisab dari uapnya, dan untuk besi
bahan cair dalam suato ruangan yang terpisah dari uapnya : luas pemanasannya dari
ruangan yang diperuntukan untuk bahan cair dan terhitung dalam M2. Untuk bejana-
bejana u lainnya hukan penguap-penguap isi dalam dIn3 dan garis tengab terkecil
dari pipa-pipa pemberi uapnya;

172
e. Bahan-bahan dari mana diperbuat pesawat uapnya dalam rangkaian berbagai bagian-
bagiannya;

f. Jumlah, macam dan ukuran-ukuran yang penting dari bangunan-bangunan


pengamannya yang termasuk perlengkapan dari pesawat uapnya;
g. Tekanan uap yang sebenamya yang tertinggi yang diperboloehkan dalam tiap cm2;
h. Jika perlu syarat-syarat istimewa yang hams diperhatikan dalam pemakaian pesawat
uapnya dan dalam hal-hal dimaksud dalam ayat kedua dan ketiga dari pasal 31 ini
pula masing-masing;
i. Cacat-cacat atau penyimpangan-penyimpangan yang hams diperbaiki atau dihilangkan
dan tempo yang diberikan untuk keperluan itu; dan
j. Penyimpangan-penyimpangan yang diperbolehkan dan syarat-syarat istimewa yang
diikatkan pada menjalankan pesawat uapnya.

Pasal35
1. "Akte ijin hams disimpan baik-baik dan atas permintaan dari pegawai yang berhak
harus diperlihatkan atau disediakan untuknya."
2. "Bita Akte itu hHang maka atas permintaan yang berkepentingan atau atas petunjuk
dari pegawai yang berhak untuk halnya itu (untuk mengetahui kehilangannya) akte
itu diganti dengan yang bam."
3. "Untuk akte yang diperbaharui semacam itu diharuskan membayar selainnya harga
materai, bila mengenai sesuatu ketel uap pula sejumlah masing-masing Rp. 25,,, ,
Rp. 30,-, Rp. 35,-, Rp. 45,-, atau Rp. 50,- tergantung pada ukuran-ukuran dan
perimbangan seperti diterangkan dalam ayat kesatu dari pasal berikut. Dan bila
mengenai pesawat uap lainnya sejumlah Rp. 25,- satu dan lainnya kecuali bila dapat
dijelaskan itu dapat keterima oIeh Kepala Jawatan Pengawasan keselamatan Kerja,
bahwa hilangnya itu terjadi diluar dari kekuasaan manusia."

Pasa136
1. Jumlah yang dibayar pada Negara oleh pemohon untuk pemeriksaan pertama dan
pengujian dari sesuatu pesawat uap adalah sebesar :
a. Untuk ketel-ketel uap yang mempunyai luaspemanasan 5 M2 atan kurang, dan
dimana pula perimbangannya roangan air dan uap dalam dm3 dibagi luas pemanasan
dalam M2 tidak melebihi angka 50,jumlahnya adalah Rp. 37,5;

173
b. Untuk ketel-ketel uap yang mempunyai luas pemanasan 10 M2 atau kurang dan
yang tidak termasuk dibawah a, untuk ketel-ketel uap memakai pemanasan listrik
sejumlah Rp. 90,-;
c. Untuk ketel-ketel uap yang mempunyai luas pemanasan lebih dari 10 sId 25 M2 Rp.
135,-lebih dari 25 sid 50 M2 Rp. 150,-lebih dari 50 sId 75 M2 Rp. 225,-lebih dari
75 M2 Rp. 270,-; dan
d. Untuk pesawat-pesawat uap selain ketel-ketel uap Rp. 37,5 kecuali hila luas
pemanasannya berjumlah lebih dari 5 M2 atau isinya lebih dari 1000 dm3 daIam hal
mana biayanya adalah Rp. 90,-.

Pasa137
1. Bagi tiap pesawat uap adalahjumlah-jumlah dimaksud dalam pasal sebelum ini hanya
diperhitungkan sekali saja.
2. Penagihan ulangan darijumlah-jumlah itu diadakan dalam bal :
a. Pemindahan dan ketel-ketel uap darat tetap, kelainan tempat dan yang tennuat
dalam Akte ljin sebagai tempat pemasangan semula;
b. Pemindahan dari ketel-ketel uap kapal kecuali dari ketel-ketel uap dari bargas-
bargas kecil yang tidak mempunyai geladak tetapi kelainan kapal dari yang
tennuat dalam Akte Ijinnya sebagai kapal dimana dipasangnya, atau pemindahan
kedarat; dan
c. Diadakan pemeriksaan bam dan pengujian bam seperti dimaksud dalam pasal
12 dari Undang-undang uap 1930, bila keberatan-keberatan yang dikemukakan
temyata tidak beralasan.
3 Dalam hal1uas pemanasannya sesuatu pesawat uap dibesarkan bila ini tidak membawa
salah satu hal tersebut dalam ayat terdahulu dan pasal ini, haroslah dibayar selisih
dari biaya-biaya menurut luas pemanasan yang barn dan yang semua.

Pasal38
"Jika pemeriksaan atau pengujian dari sesuatu pesawat uap diadakan diluar negeri, maka
ongkos-ongkos perjalanan dan penginapan dari pegawai atau ahli yang diserahi pemeriksaan
atau pengujian itu dibebankan pada pemohon sampai sejumlah yang ditetapkan oleh kepala
Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja."

Pasa139
1. Para pemakai dari pesawat-pesawat uap harns mengusahakan :
1. Jika penleriksaan dimaksud dalam ayat 1membawa harns diadakan penyelidikan-
penyelidikan bahan, maka biaya-biaya. yang bertalian dengan penyelidikan-
penyelidikan itu dibebankan pada pemohon.

174
2. Biaya dimaksud dalam ayat-ayat 1 dan 1a tersebut ini dibebankan pada pemohon,
dengan tidak mengindahkan apakah idzinnya diberikan atau tidak.

3. Jika beberapa kete} uap disambungkan satu sarna lainnya memakai pipa-pipa
uap atau lainnya, diperuntukan guna dipakai bersama-samaan, diperiksa atau
diuji sewaktu sekali kunjungan pegawai atau ahli yang bersangkutan, pada
perusahaan itu Iapangan usaha atau bangunan instalasi, dalam mana ketel-ketel
uap itu dipasang, maka biaya untuk ketel nap yang mempunyai luas pemanasan
yang terbesar diperhitungkan menurut tarief tersebut diatas, sedangkan untuk
tiap ketel lainnya diperhitungkan tidak lebih dari Rp. 90,-. Ini merupakan
keringanan dari tariefuya.

a. agar pesawat-pesawat uapnya dan segala sesuatu yang dianggap tennasuk


dalamnya berada dalam keadaan pemeliharaan yang baik;

b. agar pada ketel-ketel uapnya penguap-penguap berada satu atau lebih pipa-
pipa gelas pengganti gelas-gelas pedoman air;

c. agar tekanan uap dalam pesawat uapnya tidak pemah melebihi maxiInum
yang tennuat dalam Akte Ijin yang diberikan ini tentulah Sdr. mengetahui
keperluannya dan pentingnya~

d. agar tinggi dari sesuatu ketel uap tidak pemah menjadi turun dibawah
tanda dimaksud dalam pasal 12 dibawah f.

2. "Yang dianggap termasuk dalam sesuatu kete} uap ialah dapur api, lorong-Iorong
asap dan api perlengkapannya semua yang menjamin kelangsungan merata dari
bekerjanya pesawat uap ita"

3. Para pamakai hams menyuruh melayani dan mempekerjakan pesawat-pesawat uap


itu oleh orang yang berpengetahuan vak dan mempunyai pengertian yang cukup
tentang pengerjaannya.

4. "Jika oleh pemakai didapatkan suatu cacat pada pesawat uapnya, maka ia hams
memberitahukannya pada Ir. yang bersangkutan dari Jawatan Pengawasan
Keselamatan Kerja yang bila perlu mengadakan pemeriksaan di tempat, dan
menunjukkan cara bagaimana pembetulannya dapat dikerjakan. Bita pemakai
berkeberatan terhadap cara pembetulan yang ditunjukkannya, maka dimintakan
keputusan dari Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja.

175
Pasa140
1. "Pemeriksaan dalam dari ketel-ketel uap kapal, diadakan sekurang-kurangnya sekali
dalam 1 tahun dan ketel uap darat sekurang-kurangnya sekali dalam 2 tahun."
2. UKetel-ketellokomotif dari kereta api dan trem, diuji kembali sekurang-kurangnya
selalu dalam 3 tahun terhitung dari 13nggal dijalankannya setelah pengujian atau opname
terakhir. Pengujian semacam itu diadakan setelah tiap pembetulan yang penting, ini
untuk mengetahui apa pembetulan itu memenuhi syarat-syaratnya dan dapat menahan
keadaan dalam bedrijfnya nanti. Selain dalam pemeriksaan yang dimaksud dalam
ayat sebelum ini dari pasal ini, haruslah paling lama 9 taboo sesudah dijalankan pertama
kalinya ketel-ketel uap dari tiap lokomotif yang telah bekerja selama itu diperiksa loor
dan dalamnya secara teliti, setelah pipa-pipa api dan salurannya dibongkar, sesudah
itu pemeriksaan itu diulangi selalu paling lambat sesudah 6 taboo terhitung dari tanggal
menjalankannya, sesudah pemeriksaan terdahulu dari padanya yang semacam itu
juga. Kepala Jawatan Pengawasan Keselamatan Kerja dapat meluluskan pada pengums
dari Jawatan Kereta Api dan Trem untuk menunda pemeriksaan ini untuk tempo
yang ditetapkannya."
3. "Pesawat-pesawat uap selain ketel-ketel uap dan yang bangunannya mengijinkan
diperiksa dalamnya sekurang-kurangnya sekali dalam 4 tahun."

Pasa141
1. "Jumlah yang harns dibayar pada Negara oleh pemakai dari sesuatu pesawat uap
untuk pemeriksaan-pemeriksaan dan pengujian-pengujian yang dimaksud dalam pasal
16 dari Undang-undang Uap 1930, adalah untuk setahun penanggalan sebesar Rp.l 0,-
untuk tiap ketel uap, ditambah dengan 10 sen tiap-tiap M2 luas pemanasannya. Dan
Rp. 5,- untuk tiap pesawat uap lainnya."
2. "Jumlah-jumlah dimaksud dalam ayat 1 adalah dibayar untuk tahun penanggalan
sepenuhnya dalam nama Akte Ijin dari pesawat uapnya berlaku." Jadi disini ditekankan
pada pengertian selama Akte Ijin itu berlaku, jadi tidak tergantung kepada dipakai
atau tidak dipakainya.
3. "Menyimpang dari·yang ditetapkaQ dalam ayat sebelum ini, mw K~pala Jawatan
Pengawasan Keselamatan Kerja memberikan pembebasan pembayaran :
a. terhadap seseorang yang dalam tahun penanggalan baik untuk selama-lamanya
maupun untuk sekurang-kurangnya 1 tahun berhenti menjadi pemakai dari
sesuatu pesawat uap, untuk bulan-bulan berikutnya dari pada bulan dalam masa
ia berhenti menjadi pemakai pesawat uapnya, dengan pengertian bahwa dalam
hal-hal istimewa menurut pertimbangan Kepala Jawatan Pengawasan
Keselamatan KeIja, dapat diadakan penyimpangan dari tempo minimum tersebut;

176
b. terhadap seseorang yang dalam tahun penanggalan menjadi pemakai dari pesawat
uap untuk sekurang-kurangnya I tahun, untuk bulan-bulan berikutnya daripada
dalam mana ia menjadi pemakai pesawat uapnya, dengan pengertian bahwa
bila untuk pesawat uapnya dalam tahun penanggalan yang dimaksud olehnya
telah dibayar jumlah untuk perneriksaan pertama dalam pengujian scperti
temaksud dalam pasal 36, maka ia dibebaskan dari pembayaran tahun
penanggalan sepenuhnya. Dalam hal-hal istimewa oleh Kepala lawatan
Pengawasan Keselamatan Ketja dapat diadakan penyimpangan dari tempo mini-
mum tersebut.
Pasa142
1. "Pemeriksaan tahunan ari ketel-ketel uap dari kapaI-kapal dilakukan dengan
mengutamakan sewaktu kapal-kapal itu dimasukkan galangan, tentang hal mana harns
diberitahukan tepat pada waktunya pada pegawai yang diserahi pengawasan."
2. Para pemakai dari ketel-ketel uap yang dipasang dalam kapal-kapal sungai, bargas-
bargas uap dan sekoci, hams mengusahakan agar ketel-ketel itu untuk pemeriksaan
tahunan dari ketel-ketel uapnya tepat pada waktunya berada ditempat yang ditunjuk
untuk pemeriksaan itu.
Pasal43
1. "Bila untuk keperluan sesuatu pemeriksaan suatu pesawat uap hams diberhentikan,
maka pemakaiannya hams mengusahakan :
a.. agar pesawat uapnya kosong sarna sekali dan semua bagian-bagiannya, baik
dari luar maupun dari dalam, pula lorong-lorong asapnya diberikan secukupnya;
b. agar semua bag ian dari pesawat uapnya dingin secukupnya untuk
memungkinkan pemeriksaan itu;
c.. agar bila pesawat uapnya bersambungan dengan satu atau lebih pesawat uap
yang sedang bekerja, pipa-pipa uap pembuang, pipa-pita pengisi bersama dari
pesawat uap yang akan diperiksa itu dilepaskan, jadi terpisah atau ditutup
memakai suatu plendes buta yang dipasang antara katup dan pesawat uapnya.
Pasal44
I. "Pengujian-pengujian dari pesawat-pesawat uap yang dilakukan sesudah pengujian
untuk menjalankan pesawat-pesawat uapnya, adalah dilakukan dengan tekanan pal-
ing tinggi tiga kilogram tiap sentimeter persegi lebih dari tekanan yang diperbolehkan."
2. "Bila yang menguji pesawat uapnya berpendapat, bahwa pesawat uapnya tidak dapat
bekerja lagi dengan aman memakai tekanan yang diperbolehkan dahulunya, maka ia
memberitahukan pada pemakainya tekanan berapa dapat diperbolehkan untuk
pemakaian selanjutnya dengan mengemukakan alasan-alasannya. Pemakai hams segera
tunduk pada keputusan itu.. "

177
3. 'liBila pemakai mengemukakan keinginannya untuk memakai pesawat uap itu dengan
tekanan lebm rendah seperti yang ditunjukan, maka Kepala D.P.K.K. memerintahkan
pada pegawai yang bersangkutan dari J awatan tersebut uotuk atas namanya
mengadakan perubahan-perubahan seperlunya dalamAkte Ijinnya, tanggal dan nomOT
dari perintah ini hams dicatat oleh pegawai itu pada perubahan-perubahan dalam
Akte Ijinnya."
4. "Bila pemakai berkeberatan terhadap keputusan dimaksud dalam ayat kedua dan
dengan cara seperti yang disyaratkan dalam pasa112 dari Undang-undang uap 1930."
5. "Bila keputusan dimaksud dalam ayat kedua dari pasal ini menjadi tidak dapat digugat
lagi karena dibenarkan oleh pihak atasan atau oleh karena berakhimya tempo yang
ditetapkan maka AJ. nya dirubah seperti yang ditetapkan dalam ayat ketiga dari
pasa! ini."
6. "Bita pemakai, baik segera maupun sesudahnya keputusan pihak atasan, dengan
perantaraan pegawai yang bersangkutan memberitahukan kepada kepala D.P.K.K.
bahwa ia bersedia menjalankan pembetulan-pembetulan yang diperlukan untuk
membuat pesawat uapnya tahan terhadap tekanan yang diperbolehkan semula, maka
Kepala D.P.K.K. rnemberikan pada pemakaiannya suatu tempo dalam mana
pembetulan-pembetulan itu hams diselesaikan. Sesudah pembetulan-pembetuJan itu
maka pesawat uapnya tidak boleh dijalankan hanya sesudah diperiksa dan diuji
kembali."
Pasal45
1. "Seseorang yang telah melakukan pemeriksaan dan pengujian, mencatatkannya dalam
A.Lnya dengan menerangkan hasil dari pemeriksaan itu dan juga tindakan-tindakan
yang bolehjadi hams diambil guna menjamin pemakaian selanjutnya yang aman."
2. "Bita pemeriksaan ito dilakukan oleh seorang ahli seperti dimaksud dalam pasal!3
ayat (2) dati Undang-undang uap 1930, maka ia diwajibkan segera mengirimkan
salinan dari pendapatan-pendapatannya pada Insinyur dari D.P.K.K, dimana pesawat-
pesawat uapnya termasuk wilayah kekuasaanya."

Pasal46
1. "Bila pesawat-pesawat uap yang dapat dipindahkan, dialihkan dari tempat, kendaraan
atau kapal dimana dipasangnya menurut Akte Ijinnya, maka para pemakainya
berkewajiban bila mengenai pesawat-pesawat uap termasuk dalam bangunanlinstalasi
atau perusahaan-perusabaan yang ditujukannya membawa pemindahan yang berulang-
ulang seperti komidi putar, bioskop dan sebagainya dalam tempo sebulan sesudahnya
pemindahan itu memberitahukannya pada Insinyur dari D.P.K.K., dimana pesawatnya
uap itu sebelum pemindabannya termasuk dalam wilayah kekuasaannya dan dalam
hal-hal lainnya dalam tempo yang sarna ia hams memberitahukannya pada Kepala
D.P.K.K."

178
2. "Bagi pesawat-pesawat uap yang dipasang pada kendaraan-kendaraan dan
diperuntukan pula guna menjalankan kendaraan itu, pemberian tabu itu hanya barns
dilakukan, bila pemindahannya berlangsung bila dari delapan minggu berturut."

Pasal47
1. "Bita suatu pesawat uap karena keadaan apapun juga mengalami kejadian bingga
keadaan tidak sesuai lagi secara kata tertulis dengan uraian yang dimuat dalam A.!.
nya, pula bilamana pemegang ijin yang termuat dalamnya karena penjualan pesawat
uapnya atau karena sebab lain apapunjuga menjadi tidak benar lagi, maka dalam hal
pertama adalah pemakaiannya dan dalam hal kedua orang yang atas namanya dicatat
A.I. nya berkewajiban segera memberitahukannya pada Kepala D.P.K.K dengan
perantaraan pegawai yang dalam daerah yang bersangkutan diserahi pengawasan
atas pesawat-pesawat uap."
2. "Bila dalam hal kedua dimaksud dalam ayat kesatu itu, orang yang mendapat hak
memakai pesawat uapnya pula hendak memakainya, maka ia memberitahukan dalam
sebulan sesudah ia menjadi pemakai, pada Kepala D.P.K.K, dengan cara seperti yang
diuraikan dalam ayat kesatu dan herupa suatu surat permohonan benneterai yang
memuat permintaan agar akte ijinnya dibalik nama menjadi atas namanya."
3. "Bita para pegawai yang diserahi pengawasan mendapatkan pesawat-pesawat uap
dalam keadaan dimaksud dalam ayat kesatu dari pasal ini, dengan tidak diberitahukan
oleh pemakainya secara yang diuraikan diatas ini, maka mereka segera melaporkannya
pada Kepala D.P.K.K."

Pasal48
I. "Bita sesuatu pesawat uap mengalami perubahan seperti dimaksud d alam pendahuluan
dari pasal sebelum ini atau dipindahkan ketempatlain atau kendaraan atau kapal lain
dari yang dicatat dalarn A.I. nya maka pesawat uapnya tidak boleh dijalankan kembali,
sebelum pemakai UDtuk itu mendapatkan kekuasaan dari insinyur yang bersangkutan
dari D.P.K.K, ini untuk menampung segala sesuatunya bertalian dengan perubahan-
perubahan itu atau pemindahan-pemindahan itu. Jadi untuk diperiksa pesawat uapnya
apakah tetap memenuhi syarat-syaratnya dan untuk membereskan pencatatan
perubahan pemakainya, tempat kedudukan pesawat uapnya."
2. "Dalam pemindahan dari ketel-ketel uap darat tetap, selaluA.I. nya dicabut dan atas
ketel-ketel uapnya dilakukan pemeriksaan dan pengujian kembali."
3. "Dalam hal pemindahan dari pesawat-pesawat uap lainnya, Kepala D.P.K.K,
memutuskan, apakah Aktenya hams dirubah atau dicabut."

179
Pasal49
"Bila sesuatu pesawatuap tidak dipakai lebih lama dari tiga tahun berturut-turut, maka
kepala D.P.K.K.dapat mencatuAJ.nyat"

Pasal50
"Dengan hukuman penjara paling lama 3bulan atau denda paling tinggi limaratus Golden
dihukum seseorang yang tidak menunaikan kewajiban-kewajiban yang dibebankan dengan
aturan-aturan dari Peraturan Pemerintah ini."

Pasa150a
1. "Bita dikehendaki, maka Kepala D.P.K.K, berhak memerintahkan mengadakan
pemeriksaan dan pengujian-pengujian atas pesawat-pesawat uap yang atasnya tidak
berlaku aturan-aturan dari "Undang-undang uap 1930."
2. "Untuk pemeriksaan-pemeriksaan dan pengujian-pengujian dimaksud dalam ayat
kesatu pemohonnya harns membayar pada Negara biaya-biaya pemeriksaan dimaksud
dalam ayat kesatu dari pasal 41, tetapi dengan pengertian, bahwa biaya-biaya itu
diperhitungkan untuk tiap pemeriksaan atau pengujian."

Pasal51
"Keputusan-keputusan yang diambil oleh Direktur Pekerjaan Umum, Kepala Jawatan Urusan
Uap dan Kepala D.P.K.K, menurut reglemen-reglemen yang dahulu, tetaplah berlaku dengan
tidak berubah."

Pasa152
"Peraturan Pemerintah ini dapat disebut sebagai "Peraturan Uap 1930 ia herlaku terhitung
mulai 1 Januari 1931."

STAATSBLADVAN NEDERLANDSCHE-INDIE
LODWIT TEGANGAN VAN HIET GEBRUIK
VAN DROEGLOODWIT
(loodwit ordonoantie 1931 No. 509)

180
PRESIDEN
REPUBLIKINDONESIA
PERATURAN PEMERINTAHREPUBLIKlNDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1973
lENTANG
PENGAWASAN ATAS PEREDARAN PENYIMPANAN DAN
PENGGUNAANPESTISIDA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.


Menimbang a. bahwa dalam rangka usaha meningkatkan produksi pertanian,
pestisida mempunyai peranan yang sangat penting;
b. bahwa untuk melindungi keselamatan manusia, sumber-sumber
kekayaan perairan, fauna dan flora alami serta untuk menghindari
kontaminasi lingkungan, dipandang perlu segera mengeluarkan
peraturan pemerintah tentang pengawasan atas peredaran,
penyimpanan dan penggunaan pestisida; .,"
c . bahwa untuk melaksanakan Undang-undang Nomor 11 tahun 1962
tentang Hygiene untuk usaha-usaha bagi umum, perlu dikeluarkan
peraturan Pemerintah tentang Pengawasan atas Peredaran,
Penyimpanan dan penggunaan Pestisida.
Mengingat 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945;
2. Ordonansi Bahan-bahan Berbahaya (Stbl. 1949-377);
3. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1951 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 3) tentang pemyataan
berlakunya Undang-undang Kecelakaan 1947 Nomor 33 dari
Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia;
4. Undang-undang Nomor9 Tahun 1960 (Lembaran Negara
RepublikIndonesia 1960 Nomor 131 TambahanLembaranNegara
Republik Indonesia Nomor 2068) tentang Pokok-pokokkesehatan;
5. Undang-undang Nomor 2 Prp Tahun 1960 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 14) tentang Perdagangan;
6. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1962 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 48) tentang Hygiene Wltuk
usaha-usaha bagi wnum;
7. Undang-undang Nomor 6 rabun 1967 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tabun 1967 No. 10, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor (2824) tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Petemakan dan Kesehatan Hewan);

181
8. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2918) tentang Keselamatan
Kerja.

MEMUTUSKAN

Menetapkan PERATURANPEMERINTAHREPUBLIKINDONESIATENfANG
PENGAWASAN ATAS PEREDARAN, PENYIMPANAN DAN
PENGGUNAAN PESTISIDA.

Pasall

Dalam Peraturan Pemerintab ini yang dimaksud dengan :

a. Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang
dipergunakan untuk :
Memberantas atan mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman,
bagian-bagian tanaman atau hasil-basil pertanian;
Memberantas rerumputan;
Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan;
Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman
tidak temasuk pupuk; hewan piaraan dan ternak;
Memberantas atau mencegah binatang-binatang atau jasad-jasad renik dalam
rumabtangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan;
Memberantas atau mencegah binatang-bianatang yang clapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan
pada tanaman, tanah atau air.
b. Peredaran adalah impor ekspor dan jual beli pestis ida didalam negeri termasuk
pengangkutannya.

c. Penyimpanan adalah memiliki dalam persediaan dihalaman atau didalam ruang yang
digunakan oleh importir, pedagang atau di usaha-usaha pertanian.

d. Penggunaan adalah menggunakan pestisida dengan atau tanpa alat dengan maksud
seperti tersebut dalam sub a pasal ini.

e. Pemohon adalah setiap orang atau badan hukum yang mengajukan pennohonan
pendaftaran dan ijin pestisida.

182
Pasal2

(1) Setiap orang atau badan hukum dilarang menggunakan pestisida yang tidak didaftar
dan atau memperoleh ijin Menteri Pertanian.

(2) Prosedurpennohonan pendaftaran dan ijin diatur lebih lanjut oleh Menteri Pertanian.

(3) Peredaran dan penyimpanan pestisida diatur oleh Menteri Perdagangan atas Usul
Menteri Pertanian.

Pasal3

(1) Ijin yang dimaksudkan dalam pasal2 Peraturan Pemerintah ini diberikan sebagai ij in
tetap, ijin sementara atau ijin Percobaan.

(2) Ijin sementara dan ijin percobaan diberikan untukjangka waktu 1 (satu) tahun.

(3) Ijin tetap diberikan untukjangka waktu 5 (lima) tahun, dengan ketentuan bahwa ijin
tersebut dalamjangka waktu itu dapat ditinjau kembali atau dicabut apabila dianggap
perlu karena pengaruh samping yang tidak diinginkan.

(4) Peninjauan kembali atau pencabutan ijin temp, ijin sementara atau ijin percobaan
dilakukan oleh Menteri Pertanian.

Pasal4

(1) Ijin diberikan apabila pestisida itu dianggap efektif, aman dan memenuhi syarat-
syamt tehnis lain serta digunakan sesuai dengan petunjuk yang tercantum pada label.

(2) Syarat-syarat tehnis dan pemberian label diatur lebih lanjut oleh Menteri Pertanian.

Pasal5

(1) Untuk keperluan pendaftaran dan pemberian ijin, pemohon dikenakan biaya yang
hesar ditetapkan oleh Menteri Pertanian.

(2) Biaya untuk keperluan pendaftaran dan pemberian ijin tersebut pada ayat (1) pasal
ini, wajib disetorkan kepada Kantor Bendahara negara.

183
Pasal6

Setiap orang atau badan hukum dilarang mengedarkan, menyimpan atau menggunakan
pestisida yang telah memperoleh ijin menyimpang dari petunjuk-petunjuk: yang ditentukan
pada pemberian ijin.

Pasal7

Setiap orang atau barlan hukum dilarang mengedarkan, menyimpan atau menggunakan
pestisida wajib memberikan kesempatan dan ijin, kepada setiap pejabat yang ditunjuk oleh
Menteri Pertanian yang diberi wewenang untuk mengadakan pemeriksaan tentang
konstroksi ruang penyimpanan, cara penyimpanan, keselamatan dan kesehatan kerja,
pembukuan pengeluaran, mutu label, .pembungkus dan residu.

Pasa18

Barang siapa melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan Pasa} 2, 6, 7 dan
9 Peraturan Pemerintah ini diancam dengan ukuran berdasarkan ketentuan Pasa19 Undang-
undang Nomor 11 Tahun 1962.

Pasal9

Setiap orang atau barlan hukum yang mengedarkan dan menyimpan pestisida pada saat
peraturan Pemerintah ini berlaku wajib menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan Peraturan
Pemerintah ini didalamjangka waktu 12 (dua betas) bulan.

PasaiiO

Hal-hal yang secara langsung maupun tidak langsung menyangkut keselamatan dan
kesehatan manusia diatur oleh Menteri Kesehatan dan Menten Tenaga Kerja sesuai dengan
bidang dan wewenang masing-masing.

Pasalll

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan ini, diatur lebih lanjut oleh Menteri
Kesehatan, Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan.

184
Pasal12

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal di Undangkan. Agar supaya setiap
orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta.
Pada tanggal17 Maret 1973.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.

SOEHARTO
JENDERALT.N.I.

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 17 Maret 1973

SEKRETARIS NEGARAREPUBUK
INDONESIA

ttd.

SUDHARMONO S.D.
MAYORJENDERALTNI

LEMBARANNEGARARI
TAHUN 1973 NOMOR 12

185
186
PRESIDEN
REPUBLIKINDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIKlNDONESIA
NOMOR19TAHUN 1973
TENTANG
PENGATURAN DANPENGAWASAN KESELAMATAN
KERJADffiIDANGPERTAMBANGAN

PRESIDEN REPUBLIKINDONESIA

Menimbang a. bahwa pertambahan mempunyai fungsi yang penting dalam


pembangunan ekonomi nasional dan pertahanan negara,
sebingga periu diadakan pengaturan lebih lanjut tentang
pengawasan keselamatan kerja dibidang pertambangan
sebagaimana disebutkan dalam Pasal16 Undang-undang nomor
44Prp. TaM 1960 Undang-undang No. 11 Tahun 1967;
b. bahwa Undang-undang No. 1 Tahun 1970 mengatur
Keselamatan Kerja secara umum termasuk bidang
pertambangan yang menjadi tugas dan tanggungjawab Menteri
Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi;
c. bahwa untuk memperlancar pelaksanaan usaha-usaha
pertambangan yang merupakan proses yang tents-meneros,
membutuhkan peralatan yang khusus dan menghadapi
kemungkinan biaya yang mempunyai tingkat berulangnya
kecelakaan yang begitu besar dan khas, dianggap perlu untuk
mengadakan penyelenggaraan pengawasan keselamatan kerja
yang legih effisien dan effektief;
d. bahwa Departemen Pertambangan telah mempunyai personil
dan peralatan yang khusus untuk menyelenggarakan
pengawasan keselamatan ikerja dibidang pertambangan;
e. bahwa karenanya perIn diadakan ketentuan tentang pengaturan
dan pengawas keselamatan kerja dibidang pertambangan antara
Menten Tenaga Kerja,.:Transmigrasi dan Koperasi dan Menteri
Pertambangan.
Mengingat 1. Pasal5 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945;
2. Undang-undang No. 44 Prp. Tahun 1960 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Taboo 1960 No. 133; Tambaban Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2070);

187
3. Undang-undang Nomor II Tahun 1967 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 22; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831 );
4. Undang-undang Nomor 14 Tabun 1969 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tabun 1969 Nomor 55);
5. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tabun 1970 Nomor 1; Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2918);
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
1969 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tabun 1969
Nomor 60; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2916);
7. Mijn Polite Reglemen; (Staatsblad 1930 Nomor 341).

MEMUTUSKAN

Menetapkan PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGATURAN DAN


PENGAWASAN KESELAMATAN KERJA DIBIDANG
PERTAMBANGAN

Pasal 1
Pengaturan keselamatan kerja dibidang pertarnbangan termaksud dalam Undang-undang
nomor 44 Prp. Tahun 1960 dan Undang-undang Nomor 11 Tabun 1967 dan Peratura
Pemerintah Nomro 32 Tahun 1969, dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 1Tabun
1970 dilakukan oleh Menten Pertambangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Tenaga
Kerja, Transmigrasi dan koperasi.

Pasal2
Menteri Pertanlbangan melakukan pengawasan atas keselamatan kerja dalam bidang
Pertambangan dengan berpedoman kepada Undang-undang Nomor 1 rabun 1970 serta
peraturan pelaksanaannya.

Pasa13
(1) Untuk pengawaan keselamatan kerja dibidang pertambangan mengangkat pejabat-
pejabat yang akan melakukan tugas tersebut setelah mendengar pertimbangan Menteri
Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi;
(2) Pejabat-pejabat tennaksud pada ayat (1) Pasal ini dalam melaksanakan tugasnya
mengadakan kerja sarna dengan Pejabat-pejabat Keselamatan Kerja Departemen Tenaga
Kerja, Transmigrasi dan Koperasi baik: di Pusat maupun di Daerah.

188
Pasa14
Menteri pertambangan memberikan laporan seeara berkala kepada Menteri Tenaga Kerja,
Transmigrasi dan Koperasi mengenai pelaksanaan pengawasan termaksud dalam Pasal 1,
2 dan 3 Peraturan Pemerintah ini.
Pasal5
Peraturan Pemerintah ini tidak berlaku lagi pengaturan dan pengawasan terhadap Ketel
uap sebagaimana dimaksud dalam Stoom Ordonnantie 1930 (8thl. 1930 Nomor 225).
Pasal6
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya agar supaya setiap
orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Pemturan Pemerintah ini dengan
Penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 14 April 1973
PRESIDEN REPUBLIKINDONESIA

ttd.

SOEHARTO
JENDERAL TNI.

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal14April1973
MENTERIISEKRETARISNEGARA
REPUBLIKINDONESIA

ttd.

SUDHARMONO SH.
MAYORJENDERAL TNI

LEMBARAN NEGARAREPUBLIK INDONES.IATAHUN 1973


NOMOR25
Disalin sesuai aslinya oleh
SEKRETARlATKABINET

189
190
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIKINDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 1979
TENTANG
KESELAMATAN KERJAPADA PEMURNIAN DAN PENGOLAHAN
MINYAKDAN GAS BUMI

PRESIDEN REPUBLIKINDONESIA

Menimbang bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 44 Prp.


Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Lembaran
Negara Tabun 1960 Nomor 133; Tambahan Lembaran NegaraNomor
2070), dianggap perlu mengatur lebih lanjut keselamatan kerja pada
pemumian dan pengolahan minyak dan gas bumi dengan suatu
Peraturan Pemerintah :
Mengingat 1. Pasal 5 ayat (2) Undang..undang Dasar 1945;
2. Undang..undang No. 44 Prp. Tabun 1960 tentang Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor
133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2070)
3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1; Tarnbahan
Lembaran Negara Nomor 2918);
4. Undang-undang Nomor 8 rabun 1971 tentang Perusahaan
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Lembaran
Negara rahun 1971 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2971).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KESELAMATAN


KERJA PADA PEMURNIAN DAN PENGOLAHAN MINYAK
DAN GAS BUMI.

BABI
KElENTUANUMUM

Pasall
Didalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

191
a. Pemumian dan Pengolahan adalah usaha memproses minyak dan gas bumi didaratan
atau didaerah lepas pantai dengan cara mempergunakan proses fisika dan kimia
guna memperoleh dan mempertinggi mutu hasil minyak dan gas bumi yang dapat
digunakan;
b. Tempat pemumian dan pengolahan adalah tempat penyelenggaraan pemurnian dan
pengolahan minyak. dan gas bumi termasuk didalamnya peralatan, bangunan dan
instalasi yang seeara langsung atau tidak langsung (penunjang) berhubungan dengan
proses pemumian dan pengolahan;
c. Perusahaan adalah perusahaan yang melakukan usaha pemurnian dan pengolahan
minyak dan gas bumi;
d. Pengusaha adalah Pimpinan Perusahaan;
e. kepala Teknik Pemurnian dan Pengolahan adalah Penanggung jawab dari suatu
pemumian dan pengolahan minyak dan gas bumi yang selanjutnya disebut Kepala
Teknik;
f. Menteri adalah Menten yang bertanggungjawab dalam bidang pertambangan minyak
dan gas bumi;
g. Direktur lenderal adalah Direktur lenderal yang lapangan tugasnya meliputi urusan
pertambangan minyak dan gas bumi;
h. Direktur adalah Direktur Direktorat yang lapangan tugasnya meliputi urusan
Keselamatan kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
i. Kepala Inspeksi adalah Pelaksana Inspeksi Tambang Minyak dan Gas Bumi;
J. Pelaksanaan Inspeksi Tambang adalah Pelaksana Inspeksi Tambang Minyak dan
Gas bumi.

Pasa12
(1) Tata usaha dan pengawasan keselamatan kerja atas pekerjaan-pekerjaan serta
pelaksanaan pemumian dan pengolahan minyak dan gas burni berada daIam wewenang
dan tanggung jawab Menteri.
(2) Menteri melimpahkan wewenangnya untuk mengawasi pelaksanaan ketentuan-
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini kepada Direktur lenderal dengan hak
substitusi.
(3) Pelaksanaan tugas dan pekerjaan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) dilakukan
oleh Kepala Inspeksi dibantu oleh Pelaksana Inspeksi Tambang.

192
(4) Kepala Inspeksi memimpin dan bertanggungjawab mengenai pengawasaan ditaatinya
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan mempunyai wewenang sebagai
Pelaksana Inspeksi Tambang.
(5) Pelaksanaan Inspeksi Tambang melaksanakan pengawasan ditaatinya ketentuan-
ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal3
(1) Pengusaha bertanggung jawab penuh atas ditaatinya ketentuan-ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah ini dan kebiasaan yang baik dalam teknik pemumian dan
pengolahan minyak dan gas bumi.
(2) Dalam hal Pengusaha menjalankan sendiri pimpinan dan pengawasan, ditempat
pemumian dan pengolahan, ia menjabat sebagai Kepala Teknik dan mendapat
pengesahan dan kepala Inspeksi.
(3) Dalam hal Pengusaha tidak menjalankan sendiri pimpinan dan pengawasan ditempat
pemumian dan pengolahan ia diwajibkan menunjuk seorang sebagai Kepala Teknik
yang menjalankan pimpinan dan pengawasan dan pemurnian dan pengolahan yang
hams disahkan terlebih dahulu oIeh Kepala Inspeksi sebelum yang bersangkutan
melakukan pekerjaannya.
(4) Kepala Teknik tennaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harns memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh Kepala Inspeksi.
(5) Kepala Teknik wajib menunjuk seorang wakil yang disahkan oleh Kepala Inspeksi
sebagai penggantinya, apabila ia berhalangan atau tidak ada ditempat selama maksimum
3 (tiga) bulan berturot-turut, kecuali apabila ditentukan lain oleh Kepala Inspeksi.
(6) Serah terima tanggung jawab antara Kepala Teknik dan wakilnya termaksud pada
ayat (5) harus dilakukan seeara tertulis.

BABII
BANGUNAN

Pasa14
(1) Selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum mulai membangun atau mengadakan
perubahan dan atau perluasan tempat pemurnian dan pengolahan. Pengusaha
diwajibkan menyampaikan secara tertulis kepada Kepala Inspeksi mengenai hal-hal:
a. Lokasi geografis;
b. Denah bangunan dan instalasi pemumian dan pengolahan;
c. Bahan baku, bahan penolong beserta hasil pemumian dan pengolahannya;
d. Proses diagram;

193
e. Instalasi pencegah kebakaran yang bersifat permanen baik dengan air maupun
bahan kimia;
f. Jumlah dan perincian tenaga kerja dan atau tambahannya;
g. Hal-hal yang dianggap perlu oleh Kepala Inspeksi.
(2) Apabila dalam pelaksanaannya terdapat perubahan mengenai hal-hal yang telah diajukan
sesuai dengan ketentuan termaksud pada ayat (I). Pengusaha diwajibkan
menyampaikannya secara tertulis kepada Kepala Inspeksi.
(3) Dalam masa pembangunan tempat pemurnia dan pengolahan, pembuatan, pendirian,
penyusunan dan pemasangan semua peralatan, bangunan dan instalasi pemumian
dan pengolahan berada dibawah pengawasan Kepala Inspeksi.

Pasal5
(1) Semua bangunan dan instalasi dalam tempat pemurnian dan pengolahan hams
memenubi syarat-syarat tehnis dan keselamatan kerja yang sesuai dengan sifat-sifat
khusus dari proses dan lokasi yang bersangkutan.
(2) Perencanaan, pendirian dan pemeliharaan instalasi pemurnian dan pengolahan hams
dilaksanakan dengan bail< untuk menjaga keselamatan terhadap alat, pesawat dan
peralatan serta para pekerja.
(3) Semua bangunan dan instalasi yang didirikan didalam daerah yang mempunyai
kemungkinan besar bagi timbulnya hahaya kebakaran, harns dibuat dari bahan-bahan
yang tidak mudah terbakar.
(4) Semua bangunan dan instalasi harus dilengkapi dengan sistim telekomunikasi yang
baik.
(5) Instalasi unit proses pemurnian dan pengolahan dan instalasi lainnya hams ditempatkan
pada lokasi yang tidak mudah menimbulkan berbagai bahaya dan kerusakan terhadap
sekitarnya.
(6) Instalasi-instalasi unit proses yang berlainan fungsinya hams diatur penempatannya
sesuai dengan sifat bahan-bahan yang diolah dan dihasilkan, dengan maksud untuk
mengurangi atau membatasi menjalamya kerusakan apabila terjadi kecelakaan dan
atau kebakaran.
(7) Semua peralatan, bangunan dan instalasi yang dapat menimbulkan kemungkinan
terjadinya arus listrik yang diakibatkan oleh petir atau liar, muatan statis dan sebagainya,
harus dilengkapi dengan suatu sistim untuk meniadakannya.
(8) Dalam mengadakan perbaikan dan pemeliharaan tempat pemumian dan pengoJahan
hams digunakan cara, peralatan dan tenaga yang memenuhi syarat.

194
Pasa16

Tanda warna peralatan pada tempat pemumian dan pengolahan seperti kolom pipa, pesawat,
J

rambu tanda bahaya, alat pelindung, dan lain-Iainnya harns memenuhi keseragaman warna
yang disetujui oleh Kepala Inspeksi..

BAB III
JALANTEMPATKERJA

Pasal7
(1) Jalan dalam tempat pemurnian dan pengolahan hams baik dan cukup lebar, sehingga
setiap tempat dapat dicapai dengan mudah dan cepat oleh orang maupun kendaraan
serta hams dipelihara dengan baik, diberi penerangan yang cukup dan dimana
dilengkapi dengan rambu-rambu lalu lintas..

(2) Apabila didalam tempat pemumian dan pengolahan terdapat jalan kereta api, maka
jalan tersebut hams dibuat sesuai dengan keadaan tanah, bebanjalan serta kecepatan
keretaapi.

(3) Sepanjangjembatan sekeliling lubang yang membahayakan dan pinggir tebing yang
terbuka harus diberi pagar yang cukup kuat.

(4) Setiap instalasi unit proses pemumian dan pengolahan hams mempunyai tempat
kerja dan tempat lalu-lintas yang baik, aman dan harus selaiu dalam keadaan bersih.

(5) Lantai terbuka, selokan dan penggalian ditempat kerja hams diberi tanda yangjelas
dan dapat dilihat dengan mudah, baik pada siang maupun malam bari.

(6) Geladak kerja, lantai dan lorong, termasuk titian untuk berjalan, jembatan, tangga
dan lubang yang dibuat dilantai dan dinding, hams dipelihara dengan baik dan dibuat
dengan memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja, serta apabila dianggap periu
dilindungi denganpagar yang aman.untuk mencegah tetjadinya bahaya atau kecelakaan..

(7) Tangga hams dilengkapi sekurang-kurangnya pada I (sam) sisi dengan tempat
pegangan yang kuat.

(8) Tangga yang dapat dipindah-pindahkan hams dilengkapi dengan alat pengaman
terhadap kemungkinan bergeser.

195
(9) Bejana, reservoir dan bak yang terbuka yang berisikan bahan cair, tennasuk yang
mendidih, panas atau yang dapat melukai, sepanjang dapat menimbulkan bahaya
hams dikelilingi dengan pagar yang aman atau dibuat usaha-usaha lainnya untuk
mencegah kecelakaan.
( lO)Jembatan tempat kerja dan tangga harns diperiksa secara berkala.

Pasa18

( 1) Tempat kerja harus bersih dan dipelihara dengan baik;


(2) Tampat kerja harns dilengkapi dengan penerangan yang sesuai dengan syarat-syarat
keselamatan kerja dan kesehatan kerja.
(3) Ruangan kerja hams mempunyai ventilasi yang baik yang disesuaikan denganjumlah
orang dan keadaan udara yang terdapat dalam ruangan tersebut.
(4) Ruangan kerja harns diatur sedemikian rupa, sehingga kebisingan berada dibawah
nilai ambang batas yang ditentukan, atau apabila hal ini tidak dapat dicapai para
pekerja hams dilengkapi dengan alat pelindung diri.
(5) Ruangan kerja harus dapat dicapai dan ditinggalkan dengan mudah dan aman melalui
pintu-pintu tertentu dan harns tcrpelihara dengan baik.
(6) Ditempat-tempat tertentu untuk keadaan damrat hams tersedia alat-alat penyelamat
yang sesuai dengan kebutuhan.

BABIV
PESAWATDAN PERKAKAS

Pasa19
( 1) Pesawat, pesawat pengangkat, mesin perkakas dan perkakas hams terbuat dan
terpelihara sedemikian rupa, sehingga memenuh syarat-syarat tehnis yang baik dan
aman.
(2) Peralatan tennaksud pada ayat (1) hams diperiksa seeara berkala.

PasallO

( 1) Bagian-bagian pesawat : mesin perkakas dan a1at transrnisi yang bergerak, yang
dapat membahayakan pekerja yang melayaninya dan membahayakan lalu Hntas, harus
terlindung dengan baik dan aman.

196
(2) Pesawat dan mesin perkakas yang dalam penggunaannya dapat menimbulkan bahaya
terhadap pekerja yang melayaninya hams diberi pelindung dan dipasang sedemikian
rupa sehingga tidak membahayakan.
(3) Ruangan diantara pesawat atau mesin perkakas hams cukup lebar dan bebasdari
benda-benda yang dapat merintangi dan menimbulkan bahaya terhadap pekerja yang
melayaninya dan lalu lintas.
(4) Pesawat dan mesin perkakas yang karena akibat perputaran yang sangat tinggi
mungkin dapat pecah beterbangan, hams dilindungi dengan baik, serta kecepatan
putarannya tidal< boleh melebihi batas kecepatan aman yang telah ditentukan untuk
pesawat tersebut.
(5) Masing-masing mesin perkakas yang digerakkan oleh pesawat seeara sentral, hams
dapat dihentikan seeara sendiri.
(6) Apabila sesuatu pesawat atau mesin perkakas perlu dijalankan untuk percobaan atau
hal-hal lain yang bersifat sementara dengan tidak memakai alat pelindung maka pada
tempat yang mereka terlihat harus dipasang rambu-rambu tanda bahaya yang jelas.

Pasall!
(1) Pada pesawat pengangkat hams dinyatakan dengan jelas batas daya angkat aman
yang telah ditentukan untuk pesawat tersebut.
(2) Bagian-bagian yang bergerak. seperti rantai, roda gigi, dan rem serta alat pengaman
pesawat pengangkat hams seialu berada dalam keadaan baik.
(3) Pesawat pengangkat harns dilayani oleh ahli yang ditunjuk oleh Kepala Teknik.
(4) Dilarang membebani pesawat pengangkat melebihi : batas daya angkat aman yang
telab ditentukan untuk pesawat tersebut.

Pasal12
(1) Pemasangan dan penggunaan pompa beserta perlengkapannya, untuk bagian-bagian
eair ataupun gas termasuk yang bertekanan tinggi dan bersuhu tinggi ataupun bersuhu
rendah sekali hams memenuhi syarat-syarat sebagaimana tereantum dalam standar
yang diakui oleh Menteri, keeuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah
ini atau oleb Kepala Inspeksi.
(2) Tekanan kerja didalam pompabeserta perlengkapannya tidak boleh melebihi batas
tekanan kerja aman yang telah ditentukan untuk pompa itu. Untuk keperluan tersebut
hams dipasang alat-alat pengamannya yang seialu dapat bekerja dengan baik diatas
batas tekanan kerja aman yang telah ditentukan.

197
(3) Pompa hams diperiksa secara berkala dan diuji kemampuannya menurut tata cara
yang ditentukan oleh Kepala Inspeksi.
(4) Apabila terjadi perubahan, penambahan atau pemindahan terhadap suatu pompa dan
perlengkapannya, maka kemampuan pompa terebut hams diuji kembali. Syarat-syarat
pemakaian yang diperbolehkan dan jangka waktu pemakaian sebelum inspeksi
berikutnya akan ditentukan kembali.

Pasal13

(1) Jika pada suatu baterai pompa, sebuah pompa atall lebih dibersihkan atau diperbaiki,
sedangkan yang lainnya masih digunakan, maka semua saluran pipa dari dan ke
pompa tersebut harns dilepaskan dan ditutup dengan flens mati.
(2) Semua saluran pipa yang bersuhu tinggi atau bersuhu rendah sekali harns disalut
dengan baik ditempat-tempat yang dapat menimbulkan bahaya terhadap orang dan
peralatan disekitamya. .

BABVI
KOMPRESOR, POMPAVAKUM BEJANATEKAN
DANBEJANAVAKUM

Pasal14
(1) Kompresor dan bejana tekan adalah peralatan yang bekerja dengan tekanan kerja
didalam peralatan melebihi 1/2 (seperdua) atmosfir tekanan lebih.
(2) Pompa vakum dan bejana vakum adalah peralatan yang bekerja dengan tekanan
kerja didalam peralatan kurang dari 1 (satu) atmosfir absolut.

Pasal15
(1) Pemasangan dan penggunaan kompresor, pompa vakum dan bejana tekan atau bejana
vakum dan peralatannya hams memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam
standar yang diakui oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan
Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspeksi.

(2) Bejana tekan atau bejana vakum, apabila diisi dengan zat cair atau gas bertekanan
tinggi atan dibawah atmosfir ataupun dicairkan, yang dapat menimbulkan bahaya
ledakan harns memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.

198
(3) Kompresor, pompa vakum dan bejana tekan atau bejana vakum hams diperiksa secara
berkala dan diuji kemampuannya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Kepala
Inspeksi.
(4) Pada kompresor, pompa vekum dan bejana tekan atau bejana vakum harus dipasang
alat-alat pengaman yang selalu dapat bekerja dengan baik diatas batas tekanan kerja
aman yang telah ditentukan untuk peralatan tersebut.
(5) Apabila terjadi perubahan, penambahan atau pemindahan terhadap suatu kompresor,
pompa bakum atau bejana tekan atau bejana vakun, maka kemampuan a1at-a1at tersebut
diuji kembali. Syarat-syarat pemakaian yang diperbolehkan dan jangka waktu
pemakaian sebelum inspeksi berikutnya akan ditentukan kembali.

BAB VII
INSTALASI UAPAIR

Pasal16
(1) Semuabagian instalasi uap air, kecuali ketel uap air, pesawat uap air dan yang sejenis,
hams memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam standar yang diakui
oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau
oleh Kepala InspeksL
(2) Pemasangan dan penggunaan instalasi uap air termasuk ketel uap air termasuk pada
ayat (1) hams aman, sehingga dengan demikian tidak akan menimbulkan bahaya
terhadap orang dan peralatan disekitamya.
(3) Apabila/terjadi perubahan, penambahan atau pemindahan terhadap instalasi Uap air
dan perlengkapannya, maka kemampuan instalasi tersebut beserta perlengkapannya
harns diuji kembali, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal17
(1) Jika pada suatu baterai ketel uap air, sebuah ketel atau lebih hams dibersihkan atau
diperbaiki, sedangkan yang lainnya masih digunakan, maka semua saluran pipa dari
dan ke ketel nap air tersebut hams dilepaskan dan ditutup dengan flem mati.
(2) Semua saluran uap air dan air panas yang digunakan hams disalut dengan baik
ditempat-tempat yang dapat menimbulkan bahaya terhadap orang dan peralatan
disekitamya.
(3) Semua saluran uap air hams dilengkapi dengan alat untuk pembuangan air kondensat.

199
BAB VIII
TUNGKUPEMANAS

Pasal18

(1) Tungku pemanas untuk memanaskan atau menguapkan minyak dan gas bumi atau
zat-zat lain harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam standar
yang diakui oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah
ini atau oleh Kepala Inspeksi.
(2) Tungku pemanas hams dipasang alat-alat pengaman yang selalu harus dapat bekerja
dengan baik.
(3) Apabila terjadi kebocoran aliran minyak dan gas bumi atau zat-zat lain dalam tungku
pemanas, aliran tersebut harus dapat dihentikan dengan segera dari tempat yang
aman.
(4) Apabila terjadi perubahan, penambahan atau pemindahan terhadap suatu tungku
pemanas dan perlengkapannya, maka kemampuan tungku pemanas tersebut beserta
perlengkapannya hams diuji kembali, syarat-syarat pemakaian yang diperbolehkan
dan jangka waktu pemakaian sebelum inspeksi berikutnya akan ditentukan kembali.

Pasal19

( 1) jika pada suatu baterai tungku pemanas, sebuah tungku pemanas atau lebih hams
dibersihkan atau diperbaiki, sedangkan yang lainnya masih digunakan, roaka semua
saluran pipa dan dan ketungku pemanas tersebut harus dilepaskan dan ditutup dengan
flens mati.
(2) Semua saluran pipa yang berisi uap dan cairan panas harus disalut dengan baik
ditempat-tempat yang dapat menimbulkan bahaya terhadap orang dan peralatan
disekitamya.

BABIX
KONDENSORDAN HEATEXCHANGER

Pasa120
(I) Kondensor dan heat exchanger beserta perlengkapanny~baik untuk bagian-bagian
cair dan gas dari minyak dan gas bumi ataupun zat-zat lain, termasuk. yang bertekanan
tinggi dan vakum hams memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam
standar yang diakui oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan
Pemerintah'ini atau oleh Kepala Inspeksi.

200
(2) Kondensor dan heat exchangerbeserta perJengkapannya harns diperiksa secara berkala
dan diuji kemampuannya menurut tata cara yang ditentukan oleh Kepala Inspeksi.
(3) Pada kondensor dan heat exchanger harns dipasang alat-alat pengaman yang selalu
harus dapat bekerja dengan baik.
(4) Apabila terjadi kebocoran aHran minyak dan gas bumi atau zat-zat lain didalam
kondensor atau heat exchanger, aliran tersebut hams dapat dihentikan dengan segera
dari tempat yang amana
(5) Apabila terjadi pembahan, penambahan atau pemindahan terhadap snatu kondensor
atau heat exchanger dan perlengkapannya, maka kemampuan kondensor atau heat
exchanger tersebut beserta perlengkapannya hams diuji kembali. Syarat-syarat
pemakaian yang diperbolehkan dan jangka waktu pemakaian sebelum diinspeksi
berikutnya akan ditentukan kembali.

Pasal21
(1) Jika pada suatu baterai kondensor atau heat exchanger, sebuah kondensor atau heat
exchanger atau lebih harns dibersihkan atau diperbaiki, sedangkan yang laimlya masih
dipergunakan maka semua saluran pipa dari dan ke kondensor atau heat exchanger
tersebut harus dilepaskan dan ditutup dengan fiens mati.
(2) Semua saluran pipa yang bersuhu tinggi atau bersuhu rendah sekali harns disalut
dengan baik ditempat-tempat yang dapat menimbulkan bahaya terhadap orang dan
peralatan disekitamya.

BABX
INSTALASI PENYALUR

Pasal22
(1) Pemasangan dan penggunaan pipa penyalur beserta perlengkapannya kecuali pipa
penyalur uap air yang bergaris tengah lebih dari 450 (empat ratus lima puluh) milimeter,
hams memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam standar yang diakui
oleh Menten, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau
oleh Kepala Inspeksi.
(2) Tekanan kerja didalam pipa penyalur beserta perlengkapannya tidak melebihi batas
tekanan kerja aman yang telah ditentukan dan untuk keperluan tersebut hams dipasang
alat-alat pengaman yang selalu dapat bekerja dengan baik diatas batas tekanan kerja
aman yang telah ditentukan.

201
(3) Letak pipa penyalur diatas pennukaan tanah atau di udara hams diatur sedemikian
rupa sehingga tidak mengganggu Jalu lintas orang dan kendaraan.
(4) Pada tempat-tempat tertentu pipa penyalur beserta perlengkapannya hams diberi
pelindung untuk mencegah terjadinya kecelakaan.
(5) Pipa penyalur yang ditanam hams dilengkapi dengan a1at atau cara untuk mengetahui
dengan segera apabila terjadi kebocoran.
(6) Sistem pipa penyalur hams berada dalam keadaan terpelihara dengan baik.

BABXI
TEMPATPENIMBUNAN

Pasa123

(1) Tempat penimbunan bahan cair dan gas lainnya yang mudah terbakar dan atau mudah
meledak dan zat yang berbahaya lainnya, harns memenuhi syarat-syarat sebagaimana
tercantum dalam standar yang diakui oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain
dalam Peraturan Pemerintah ini, atau oleh Kepala Inspeksi.
(2) Tempat penimbunan termaksud pada ayat (1) hams dilengkapi dengan alat-alat
pengaman dan mbuat atau dibangun sedemikian repa sehingga tidak akan menimbulkan
bahaya kebakaran atau ledakan serta apabila terjadi kebakaran atau ledakan hams
dapat dibatasi atau dilokalisir setempat.

(3) Tempat penimbunan yang berbentuk tanglO untuk bahan cair hams dikelilingi dengan
tanggul yang dapat menampung sejumlah bahan cair yang ditentukan. Tinggi tanggul
tidak boleh melebihi 150 (seratus lima puluh) sentimeter dari pennukaan tanah dibagian
luar tempat yang ditanggul,setiap tempat yang ditanggul harns dilengkapi dengan
sistim saluran untuk pengeringan yang dapat ditutup apabila diperlukan.
(4) Kapasitas tempst penimbunan tersebut harns dinyatakan denganjelas pacta masing-
masing tempat dan dilarang mengisi tempat penimbunan melebihi kapasitas yang
telah ditentukan.

(5) Aliran bahan cair dan gas dari dan ketempat penimbunan harns dapat dihentikan
dengan segera untuk masing-masing tempat penimbunan dari tempat yang aman.
(6) Tempat penimbunan hams seialu berada dalam keadaan terpelihara baik dan khusus
untuk tempat penimbunan berbentuk tangki seeara berkala harus diadakan
pembersihan dan pemeliharaan pada bagian dalam.

202
(7) Kompleks tempat penimbunan hams dilengkapi dengan sistim pemadam kebakaran
yang pennanen.

BABXlI
PEMBONGKARAN DAN PEMUATAN MINYAK DAN GAS BUMI
HASILPEMURNIANDANPENGOLAHANNYA
SERTABAHAN BERBAHAYALAINNYA

Pasal24

(1) Membongkar dan memuat minyak dan gas bumi beserta hasil pemumian dan
pengolahannya tennasuk gas bumi yang dicairkan, hams memenuhi syarat-syarat
sebagimana tercantum dalam standar yang diakui oleh Menteri, kecuali apabila
ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspeksi.

(2) Peralatan untuk membongkar dan memuat tennaksud pada ayat (1) harns dilengkapi
dengan alat-alat pengaman dan dibuat atan dibangun sedemikian rupa sehingga tidak
akan menimbulkan bahaya kebakaran atau ledakan atau bahaya lainnya, serta apabila
terjadi kebakaran atau ledakan atau kecelakaan tainnya hams dapat dibatasi atau
dilokalisir setempat.

(3) Kepala Teknik wajib mencegah terjadinya pencemaran oleh minyak dan gas bunli
beserta hasil pemurnian dan pengolahannya ditempat membongkar dan memuat.

(4) Dalam hal terjadi kebocoran pada waktu membongkar atau memuat minyak dan gas
bumi serta hasil pemumian dan pengolahannya, maka aliran bahan-bahan tersebut
hams dapat dihentikan dengan segera dari tempat yang aman, disusul dengan tindakan-
tindakan pengaman yang diperlukan.

(5) Untuk bahan cair dan gas lainnya yang berbahaya, diperlukan ketentuan tennaksud
pada ayat (I), (2), (3), dan (4).

(6) Pelaksanaan membongkar dan memuat minyak dan gas bumi serta hasil pemumian
dan pengolahannya harns diawasi oleh ahli dalam bidang tersebut. Ahli termaksud
hams dicatat oleh Kepala Teknik dalam Buku Pemurnian dan Pengolahan.

203
BAB XIII
PENGOLAHAN BAHAN BERBAHAYADAN ATAU MUDAH
TERBAKAR DANATAU MUDAHMELEDAK
DIDALAM RUANGAN KERJA

Pasal25
Pengolahan dan penggunaan bahan-bahan tertentu yang bersifat khusus yang berbahaya
dan atau mudah terbakar dan atau mudah meledak didalam ruangan kerja, hams dilakukan
dengan cara dan usaha sedemikian rupa sehingga kebakaran ledakan dan kecelak:aan lainnya
tidak akan terjadi.

Pasa126
(1) Ruangan kerja tertutup dimana bahan yang mudah terbakar atau meledak dibuat atau
dioleh, hams memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Sekurang-kurangnya hams terdapat 2 (dua) pintu yang terbuka keluar dan
bebas dan rintangan;
b. Sinar matahari yang masuk kedalam ruangan kerja harns diatur seeara terpencar;
c. Jumlah bahan-hahan yang mudah terbakar atau meledak tersebut tidak boleh
melebihi jumlah seperlunya yang akan dioleh atan digunakan langsung;
d. Ruangan kerja tersebut hams dilengkapi dengan alat pengaman yang sesuai.
(2) Bangunan dimana dipergunakan bahan-bahan berbahaya dan atau mudah terbakar
atau meledak, atau bangunan tempat penyimpanan hahan tersebut, hams terpisah
daTi bangunan lainnya dan para pekerjanya hams dilengkapi dengan alat pelindung
diri yang sesuai.
(3) Dalam ruangan kerja dan bangunan yang termaksud pada ayat-ayat (1) dan (2) para
pekerja dilarang mengenakan pakaian yang dapat menimbulkan bahaya muatan listrik
statis.

BABXIV
PROSES DAN PERALATAN KHUSUS

Pasal27
( 1) Untuk proses-proses dan peralatan-peralatan khusus yang sekaligus menggunakan
tekanan yang sangat tinggi atau sangat rendah, termasuk proses petrokimia, gas
bumi yang dicairkan dan proses-proses lainnya, sepanjang belum diatur atau belum
cukup diatur dalam ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini ditentukan lebih
lanjut oleh Kepala Inspeksi.

204
(2) Untuk pemumian dan pengolahan didaerah lepas pantai tennasuk proses, peralatan,
bangunan dan instalasi, sepanjang belum diatur dan cukup diatur dalam ketentuan-
ketentuan Peraturan Pemerintah ini ditentukan lebih lanjut oleh Kepala Inspeksi.

BABXV
LISTRIK

Pasal28

(1) Pesawat pembangkit tenaga listrik, pesawat yang menyalurkan tenaga Iistrik atau
menggunakan tenaga listrik, harns memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum
dalam standar yang dilakukan oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain dalam
Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspeksi..

(2) Untuk mencegah teIjadinya kecelakaan yang disebabkan oleh terputusnya aliran listrik,
KepaIa Teknik wajib menjamin kelangsungan aliran listrik tersebut dilokasi-lokasi
tertentu atau instalasi-instalasi tertentu ditempat pemumian dan pengolahan.

Pasa129
(1) Pesawat pembangkit tenaga listrik, pesawat yang menyalurkan tenaga listrik atau
menggunakan tenaga listrik dan peralatan penyalur tenaga listrik lainnya, hams dipasang
dan dilindungi sedemikian mpa sehingga percikan api yang mungkin timbul tidak
akan menimbulkan kebakaran terhadap bahan-bahan yang mudah meledak dan
terbakar.

(2) Alat pembantu yang menyalurkan tenaga listrik kepesawat yang menggunakannya
hams disusun, diatur dan dipasang dengan baik.

(3) Dilarang menggunakan kawat atau kabellistrik yang tidak disalut ditempat yang
menimbulkan bahaya.

(4) Pengamanan kawat atau kabel baik disalut maupun tidak, tennasuk jarak antara
kawat atall kabel tersebut dengan dinding baik eli luar maupun didalam bangunan,
tingginya dari permukaan tanah dan jarak: antara kawat atau kabel masing-masing
hams cukup. Luas penampang kawat atau kabel tersebuthams sesuai dengan kekuatan
arus listrik yang mengalir didalamnya untuk mencegah timbulnya bahaya.

(5) Kawat atau kabellistrik diatas tanah dan diluar bangunan harns dilengkapi dengan
penangkal petir yang baik dalam jumlah yang cukup.

205
(6) Bagian-bagian pesawat, penyalur atau peralatan lainnya yang menggunakan arus
listrik hams terlindung dan yang menggunakan tegangan tinggi harns dilengkapi
dengan tanda peringatan.
(7) Daya tahan isolasi seluruh jaringan salurnn listrik dan tiap bagiannya hams memenuhi
syarat-syarat keselamatan kerja.
(8) Dalam penyaluran tenaga kerja listrikharus dipasang sejumlah sambungan pengaman
yang cukup dan dapat bekerja dengan baik.

Pasa130

( 1) Pekerjaan pemasangan, pemeliharaan dan perbaikan instalasi listrik hanya boleh


dilakukan oleh atau dibawah pengawasan ahli yang ditunjuk oleh Kepala Teknik.

(2) Pekerjaan termaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap pesawat dan penyalur
yang sedang dialiri aros listrik tegangan rendah dengan mengindahkan tindakan
pencegahan kecelakaan. Dilarang melakukan pekerjaan apapun terhadap pesawat
dan penyalur yang sedang dialiri aros listrik tegangan tinggi.

BABXVI
PENERANGAN LAMPU

Pasal31

( 1) Penerangan lampu dalam instalasi dan diseluruh tempat pemurnian dan pengolahan
harus baik.

(2) Dalam tempat pemumian dan pengolahan serta unit-unitnya tidak boleh digunakan
penerangan lampu selain dari pada lampu listrik yang dilindungi dengan tutup geJas
yang kuat dan kedap gas. Ditempat-tepat yang dianggap perlu sebelah luar tutup
lampu tersebut hams dilindungi dengan keranjang pelindung yang baik dan cukup
kuat.
(3) Pada tempat dan instalasi tertentu hams disediakan alat penerangan lampu darurat
yang aman yang setiap waktu siap digunakan.
(4) Pada tempat dan pekerjaan tertentu hams digunakan arus listrik tegangan dibawah
50 (lima puluh) volt.

206
BABXVII
PENJELASAN

Pasal32
( 1) Pekerjaan pengelasan hanya boleh dilakukan oleh ahli las yang ditunjuk Teknik dan
disahkan oleh Kepala Inspeksi, ahli las tennaksud hams dicatat oleh Kepala Teknik
dalam Buku Pemumian dan Pengolahan.
(2) Sebelum dilakukan pekerjaan pengelasan harns diambil tindakan pengamanan yang
sesuai dengan jenis pekerjaan dan keadaan setempat untuk mencegeh terjadinya
keeelakaan, kebakaran atau ledakan.
(3) Untuk pekerjaan pengelasan tertentu dan ditempat-tempat tertentu yang dianggap
berbahaya wajib digunakan peralatan dan atau cara pengelasan yang khusus serta
hams dengan ijin tertulis KepalaTeknik dan hams diawasi oleh tenaga ahli dalam
bidang tersebut.

BAB XVIII
PENYIMPANGAN DAN PEMAKAIAN
ZAT-ZATRADIOAKTIF

Pasal33
(1) Penyimpanan, pemakaian dan pemeliharaan zat-zat radioaktif serta peralatan yang
menggunakan zat-zat tersebut hams memenuhi peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Penyimpanan, pemakaian dan pemeliharaan zat dan peralatan tennaksud pada ayat
(I) hams dilakukan oleh ahli yang ditunjuk oleh Kepala Teknik dan hams memenuhi
syarat-syarat sebagaimana yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Ahli teffilaksud hams dieatat oleh Kepala Teknik dalam Buku Pemumian
dan Pengolahan.
(3) Kepala Teknik wajib mencegah timbulnya bahaya atau kecelakaan yang disebabkan
oleh penyinaran zat-zat radioaktif, dengan cara melakukan tindakan-tindakan yang
diperlukan.
BABXIX
PEMADAMKEBAKARAN

Pasal4
(1) Alat-alat pemadam kebakaran beserta perlengkapan penyelamat hams memenuhi
syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam standar yang diakui oleh Menteri, kecuali
apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atan oleh Kepala Inspeksi..

207
(2) Pengusaha wajib menyediakan alat pemadam kebakaran beserta perlengkapan
penyelamat yang baik setiap saat siap untuk digunakan, tennasuk instalasi air yang
pennanen dengan tekanan yang diperlukan lengkap dengan hydrant secukupnya,
mobil pemadam kebakaran dengan air dan bahan kimia dengan jumlah yang cukup
dan apabila diperlukan instalasi pennanen untuk pemadam kebakaran dengan bahan
kimia.
(3) Instalasi pemadam kebakaran yang permanen disamping dilengkapi dengan sistim
pemompaan utama hams dilengkapi pula dengan sistim pemompaan yang tidak
tergantung pada jaringan pusat tenaga listrik tempat pemumian dan pengolahan.
(4) Pada tempat-tempat tertentu hams disediakan alat pemadam kebakaran yang portabel
dalam jumlah yang cukup yang sejenisnya disesuaikan dengan sifat kebakaran yang
mungkin timbul, serta pekerja yang bekerja ditempat-tempat yang bersangkutan hams
dapat melayani atau menggunakan alat tersebut.
(5) Pada tempat-tempat tertentu hams dipasang alat komunikasi yang dapat berhubungan
langsung dengan station pemadam kebakaran apabila terjadi kebakaran atau
kecelakaan.
(6) Pada tempat yang mempunyai kemungkinan besar akan timbulnya bahaya kebakaran,
hams dipasang sistim alarm yang apabila terjadi kebakaran ditempat tersebut dapat
segera diketahui.

Pasa135
( 1)Kepala Teknik wajib membentuk regu pemadam kebakaran yang tetap dan terlatih
dengan baik serta seialu berada dalam keadaan siap.
(2) Kepala Teknik wajib menunjuk seorang petugas yang bertanggungjawab dalam hal
penanggulangan kebakaran, petugas tersebut harus dicatat oleh Kepala Teknik dalam
Buku Pemumian dan Pengolahan.
(3) Kepala Teknik wajib memeriksa secara berkala kondisi semua alat pemadam kebakaran
beserta perlengkapan penyelamat.

BABXX
LARANGAN DAN PENCEGAHAN UMUMDALAMTEMPAT PEMURNlANDAN
PENGOLAHAN

Pasa136
( 1) Pengusaha hams mengambil tindakan pengamanan terhadap tempat pemurnian dan
pengolahan tennasuk pemagaran sekelilingnya.

208
(2) Orang-orang yang tidak berkepentingan dilarang memasuki tempat pemumian dan
pengolahan, kecuali dengan ijin Kepala Teknik.
(3) Dilarang membawa atau menyalakan api terbuka, membawa barang pijar atau sumber
yang dapat menimbulkan percikan api didalam tempat pemumian dan pengolahan,
kecuali ditempat-tempat yang ditentukan atau dengan ijin Kepala Teknik. Untuk
keperluan tersebut Kepala Teknik wajib menunjuk petugas-petugas yang berhak
memeriksa setiap orang. Petugas-petugas tersebut harns dicatat dalam Buku Pemumian
dan Pengolahan.
(4) Pengusaha wajib menentukan pembagian daerah dalam tempat pemumian dan
pengolahan sesuai dengan tingkat bahaya dengan cara memasang rambu-rambu
peringatan ditempat-tempat yang mudah terlihat.
(5) Pada tempat-tempat tertentu dimana terdapat atau diperkirakan terdapat akumulasi
bahan-bahan yang mudah meledak dan atau mudah terbakar hams diambiJ tindakan-
tindakan pencegahan khusus untuk mencegah timbulnya kecelakaan, ledakan atau
kebakaran.
(6) Pada tempat-tempat tertentu yang dianggap perlu dan dimana dapat timbul bahaya
harns dipasang papan peringatan atau larangannya yang jelas dan mudah terlihat.

BABXXI
PENCEMARANLlNGKUNGAN

Pasal37
Pengusaha wajib menyediakan alat-alat pencegahan dan penanggulangan pencemaran
lingkungan.

Pasal38
(1) Kepala Teknik wajib berosaha dengan haik untuk mencegah terjadinya pencemaran
darat dan air yang disebabkan oleh pembuangan sampah industri tennasuk air buangan
industri.
(2) Dilarang membuang air buangan industri yang mengandung kadar zat radioaktifdan
hahan kimia yang dapat membinasakan hayati kesaluran air, sungai dan Iaut.
(3) Pembuangan air bangunan industri kesaluran air, sungai dan laut tidak boleh
mengandung:
a. Kadar minyak bumi beserta basil pemumian dan pengolahannya melebihi jumlah
kadar yang ditentukan;
b. Kadar bahan kimia lainnya melebihi jumlah kadar yang ditentukan.

209
Pasal39
( 1) Kepala Teknik wajib berusaha dengan baik untuk mencegah pencemaran udara yang
disebakan oleh pembuangan gas dan bahan-bahan lainnya keduara.
(2) Dilarang membuang gas beracun dan bahan beracun ke udara.
(3) Pembuangan gas dan bahan lainnya keduara melalui cerobong pembakaran tidak
boleh mengandung bahan-bahan tertentu melebihi jumlah kadar yang diteDtukan.
(4) Gas yang mudah terbakar dan tidak terpakai lagi apabila dibuang ke udara hams
dibakar.

BABXXll
PERLENGKAPAN PENYELAMATAN DAN PELINDUNGDIRI

Pasa140
( 1)Pengusaha wajib menyediakan dalam jumlah yang cukup alat-alat penyelamat dan
pelindung diri yang sejenisnya disesuaikan dengan sifat pekerjaan yang dilakukan
oleh masing-masing pekerja.
(2) Alat-alat termaksud pada ayat (1) setiap waktu hams memenuhi syarat-syarat
keselamatan kerja yang telah ditentukan.
(3) Kepa1a Teknik wajib mengawasi bahwa alat-alat tersebut benar-benar digunakan
sesuai dengan kegunaannya oleh setiap pekerja dan orang lain yang memasuki tempat
kerja.
(4) Para pekerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja diwajibkan meoggunakan
a1at-a1at termaksud pada ayat (1).

DAB XXIII
PERTOLONGANPERTAMAPADAKECELAKAAN

Pasal41
(1) Pada tempat harns ditentukan dalam tempat pemumian dan pengolahan hams tersedia
petugas dan tempat yang memenuhi syarat untuk keperluan pertolongan pertama
pada kecelakaan, dilengkapi dengan obat dan peralatan yang cukup termasuk mobil
ambulans yang berada dalarn keadaan siap digunakan.
(2) Pada tempat-tempat tertentuharus disediakan alat-alat dan obat untuk memberikan
pertolongan pertama pada kecelakaan termasuk alat untuk mengangkut korban
kecelakaan.

210
Pasal42
(1) Kepala Teknik diwajibkan memberikan pengetahuan mengenai pertolongan pertama
pada kecelakaan kepada sebanyak mungkin pekerja bawahannya, sehingga para
pekerja tersebut mampu memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan.
(2) Pada tempat-tempat tertentu barus dipasang petunjuk-petunjuk yang singkat
dan jelas tentang tindakan pertarna yang harus dilakukan apabila terjadi
kecelakaan.

BABXXIV
SYARAT-SYARAT PEKERJA, KESEHATAN DAN KEBERSIHAN

, Pasa143

(I) Tugas atau pekerjaan dalam tempat pemurnian dan pengolahan yang keselamatan
dan kesehatan para pekerjanya sangat tergantung pada pelaksanaan yang baik, hanya
dapat diserahkan kepada pekerja-pekerja yang dapat dipercaya dan memenuhi syarat-
syarat jasmani dan rokhani yang diperlukan.
(2) Seorang peketja hams segera dibebaskan dati tugas atau pekerjaannya, apabila ternyata
yang bersangkutan tidak memenuhi syarat dan kurang dapat dipercaya atau jika oleh
Pelaksana Inspeksi Tambang dianggap perlu untuk membebaskan yang bersangkutan
setelah diadakan pemeriksaan khusus terhadapnya.

Pasa144
(1) Kepala Teknik wajib :

a. melaksanakan ketentuan umum tentang kesehatan keJja;


b. memperhatikan kebersihan seluruh tempat pemurnian dan pengolahan;
c. memperhatikan kesehatan para pekerjanya.
(2) Kepala Teknik wajib menyediakan air minum yang memenuhi syarat-syarat kesehatan
serta tempat-tempat untuk berganti pakaian dan membersihkan barlan bagi para pekerja
dalam jumlah yang cukup, bersih, dan memenuhi syarat kesopanan.
(3) Kepala Teknik wajib mengambillangkah-Iangkah tertentu untuk mencegah timbulnya
penyakitjabatan pada para pekerjanya yang dipekerjakan ditempat-tempat atau dengan
bahan-bahan yang membahayakan kesehatan.

211
BAoBXXV
KEWAJIBAN UMUM PENGUSAHA, KEPALATEKNIK DAN PEKERJA
BAWAHANNYA

Pasa145

( 1) Kepala Teknik wajib menjaga ditaatinya ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah


ini dengan cara membina, memberikan instruksi, menyediakan peralatan dan
perlengkapan serta melakukan pengawasan yang diperlukan, sepanjang hal itu tidak
ditetapkan seeara nyata-nyata menjadi kewajiban Pengusaha.
(2) Setiap pekerja yang menjadi bawahan dari Pengusaha atau Kepala Teknik yang ditunjuk
menjadi pimpinan atau ditunjuk untuk melakukan pengawasan pada suatu bagian
daripada suatu pekerjaan, didalam batas-batas lingkungan pekerjaan yang menjadi
wewenangnya, wajib menjaga ditaatinya ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah
ini seperti halnya seorang Kepala Teknik.

Pasal46

(1) Kepala Teknik atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakilinya wajib mendampingi
Pelaksana lnspeksi Tambang pada saat Pelaksana Inspeksi Tambang melaksanakan
pemeriksaan ditempat pemumian dan pengolahan.
(2) Pengusaha, Kepala Teknik dan setiap pekerja yang berada di tempat pekerjaan wajib
memberikan keterangan yang benar yang diminta oleh Pelaksana Inspeksi Tambang
mengenai hal-hal yang diperlukan.
(3) Pengusahadiwajibkan menyediakan fasilitas pengangkutan komunikasi, akomodasi,
dan fasilitas lainnya yang layak yang diperlukan Pelaksana Inspeksi Tambang datam
melaksanakan pemeriksaan dan penyidikannya.

Pasal47

( 1) Kepala Teknik wajib membuat dan menyimpan ditempat pekerjaan daftar kecelakaan
pemurnian dan pengolahan yang disusunmenurut bentuk yang ditetapkan oleh Kepala
Inspeksi.
(2) Kepala Teknik wajib memberitahukan secara tertulis setiap kecelakaan yang menimpa
seseorang ditempat pekeIjaan yang bersangkutan dalam jangka waktu 2x24 (dua
kali dua puluh empat) jam setelah kecelakaan tersebut terjadi atau setelah diketahui
akibat dari kecelakaan tersebut kepada Kepala Inspeksi dan kepala Pemerintah Daerah
setempat. Pemberitahuan tersebut hams dibuat menurut bentuk yang ditetapkan oleh
Inspeksi.

212
(3) Pemberitahuan hams disampaikan dengan segera kepada Kepala Inspeksi antara lain
dengan telepon, telakx, telegram dalam hal terjadi kecelakaan yang menimbulkan
Iuka-Iuka herat atau kematian seseorang akibat luka-Iuka pada kecelakaan sebelumnya,
kematian tersebut wajib diberitahukan dengan segera seeara tertulis kepada Kepala
Inspeksi.
(4) Kepala Teknik wajib memberitahukan dengan segera kecelakaan yang menimbulkan
kerugian materiil yang besar kepada Kepala Inspeksi dengan menyebut sifat serta
besarnya kerugian tersebut.
(5) Apabila oleh Kepala Inspeksi dianggap perIu, sehubungan dengan kemungkinan dapat
harimya Pelaksanaan Inspeksi Tambang dalam waktu singkat ditempat kecelakaan,
sejauh hal tersebut tidak mengganggu jalannya tindakan-tindakan penyelamat dan
tidak membahayakan, maka segala sesuatu ditempat teresebut hams dalam keadaan
tidak berubah sampai selesainya penyidikan oleh Pelaksana Inspeksi Tambang.
(6) Selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah selesainya tiap triwulan, Kepala Teknik
wajib menyampaikan kepada Kepala Inspeksi laporan kecelakaan pemumian dan
pengolahan yang terjadi dalam triwulan tersebut menurut bentuk yang ditetapkan
oleh Kepala Inspeksi.
(7) Setiap akhir taboo takwin, Kepala Teknik wajib menyampaikan kepada Kepala Inspeksi
daftar jumlah tenaga kerja rata-rata dalam setahun menurut bentuk yang ditetapkan
oleh Kepala InspeksL

Pasa148
(I) Untuk keperluan pemberitabuan tennaksud dalam Pasa147 ayat (2) dan (3) kecelakaan
pemumian dan pengoIahan dibagi dalam 4 (empat) golongan yaitu :
8. ringan, kecelakaan yang tidak menimbulkan kehilangan bari kerja;
b. sedang, kecelakaan yang menimbulkan kehilangan hari kerja dan diduga tidak
akan menimbulkan cacat jasmani dan rokhani yang akan menggangu tugas
pekerjaannya;
c. berat, kecelakaan yang rnenimbulkankehilangan hari kerja dan diduga akan
menimbuIkan caeat jasmani dan atau rokhani yang akan mengganggu tugas
pekerjaannya;
d. mati, kecelakaan yang menimbulkan kematian segera atau dalamjangka waktu
24 (dua puluh empat) jam setelah terjadinya kecelakaan.
(2) Untuk keperluan laporan kecelakaan pemurnian dan pengolaban termaksud dalam
Pasal 47 ayat (6), digunakan penggolongan, kecelakaan temaksud pada ayat (I)
yang didasarkan pada keadaan nyata akibat kecelakaan terhadap pekeIja yang mendapat
kecelakaan.

213
BABXXVI
PENGAWASAN

Pasal49
( 1) Pelaksanaan Inspeksi Tambang berwenang menetapkan petunjuk-petunjuk tertuJis
setempat yang berhubungan dengan tindakan-tindakan yang harns dilakukan uotuk
melaksanakan syarat-syarat yang ditetapkan berdasarkan :
a. ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini;
b. ketentuan-ketentuan khusus termaksud pada ayat (2).
(2) Direktur cq. Kepala Inspeksi berwenang menetapkan ketentuan khusus sebagai
pelengkap dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah
ini.
(3) Pengertian istilah-istilah : "cukup", "baik", "sesuai", "aman", "tertentu", "diakui",
"ditentukan", yang terdapat dalam ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini
ditetapkan oleh Kepala Inspeksi.
(4) Dalam batas-batas tertentu pada pemeriksaan setempat Pelaksana Inspeksi Tambang
diberi wewenang untuk menilai sesuatu keadaan dengan menerapkan istilah-istilah
tennaksudpada ayat (3).
Pasal50
(I) Pada tempat pemurnian dan pengolahan wajib ada Buku Pemumian dan Pengolahan
menurut bentuk dan contoh yang ditetapkan oleh Kepala Inspeksi. Buku tersebut
hams disahkan oleh Pelaksana Inspeksi Tambang dengan membubuhi nomor dan
parap pada tiap-tiap halaman.
(2) Dalam Buku Pemurnian dan Pengolahan, Pelaksana Inspeksi Tambang meneatat
sendiri segala keputusannya dan pendapatnya mengenai pelaksanaan ketentuan-
ketentuan Peraturan Pemerintah ini..
(3) Dengan tidak mengurangi ketentuan pada ayat (2), segala pemberitahuan resmi dari
Kepala Inspeksi kepada Kepala Teknik yang dilakukan seeara tertulis, telegram, telex,
atau telepon (setelahdisusul dengan pemyataan tertulis), apabila diminta oleb Kepala
Inspeksi pemberitahuan resmi tersebut setelah diterima oleh Kepala Teknik, hams
dicatat dalam Buku Pemumian dan Pengolahan dan dibuat salinan sesuai dengan
aslinya dan ditandatangani oleh Kepala Teknik.
(4) Selain oleh Pelaksana Inspeksi Tambang, Buku Pemumian dan Pengolahan tidak
diperkenankan diisi oleh orang lain dengan catatan-catatan lainny~ kecuali catatan-
catatan yang seeara nyata ditetapkan dalam ketentuan-ketentuan Peraturan
Pemerintah ini. Dalamjangka waktu I (satu) minggu salinan catatan tersebut hams
dikirim kepada Kepala Inspeksi.

214
(5) Kepala Teknik diwajibkan selekas mungkin mengirimkan kepada Pengusaha salinan
keputusan dan pemberitahuan resmi yang dicatat dalam Buku Pemumian dan
Pengolahan tennaksud pada ayat-ayat (2) dan (3).
(6) Buku Pemurnian dan Pengolahan harns selalu dapat dibaca oleh para peketja tennaksud
dalarn Pasal 45 ayat (2).

BABXXVII
TUGAS DANWEWENANG PELAKSANAAN INSPEKSI
TAMBANG

Pasa151
(1) Kecuali pejabat-pejabat yang pada umumnya disertai tugas melakukan penyidikan
tindak pidana, Kepala Inspeksi dan Pelaksana Inspeksi Tambang berwenang untuk
melakukan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan-ketentuan Peraturan
Pemerintah ini.
(2) Pelaksana Inspeksi Tambang wajib membuat berita acara berdasarkan sumpah
jabatannya tentang hasil penyidikan dan menyampaikannya kepada Direktur cq. Kepala
Inspeksi.
(3) Pelaksana Inspeksi Tambang dalam melakukan tugasnya setiap waktu berwenang
memasuki pemurnian dan pengolahan termasuk pada masapembangunannya.
(4) Dalam hal Pelaksana Inspeksi Tambang ditolak untuk memasuki tempat pemurnian
dan pengolahan termaksud pada ayat (3), Pelaksana Inspeksi Tambang dapat meminta
bantuan Kepala Pemerintah Daerah dan atau Kepolisian setempat.

BABXXVIII
KEBERATAN DANPERTIMBANGAN
Pasa152
(1) Apabila Pengusaha atau Kepala Teknik tidak dapat menerima keputusan Pelaksana
Inspeksi Tambang dalam hal-hal yang bersifat tehnis, maka ia dapat mengajukan
keberatan kepada Kepala Inspeksi untuk dipertimbangkan.
(2) Keputusan Kepala Inspeksi dalam hal tennaksud pada ayat (1) adalah mengikat.

BABXXIX
KETENTIJANPIDANA
Pasal53
(I) Dipidana selama lamanya 3 (tiga)bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,-
(serams ribu rupiah). Pengusaha yang melakukan pelanggaran atas ketentuan-

215
ketentuan BAB I pasa13 ayat-ayat (1), (2) dan (3), BAB II Pasal4 ayat-ayat (1), (2)
dan Pasal 5, BAB XIX pasal 34, BAB XX pasal 36 ayat-ayat (1) dan (4), BAB XXI
pasal37, BAB XXII Pasal40 ayat-ayat (1) dan (2) dan BAB XXV Pasa146 ayat-ayat
(2) dan (3).

(2) Dipidana selama-Iamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,-
(seratus ribu rupiah) Kepala Teknik yang melakukan pelanggaran atas ketentuan-
ketentuan BAB I Pasa12 ayat (5), BAB II Pasal 6, BAB III Pasal 7 dan 8, BAB IV
Pasal9, 10 dan II, BAB V Pasal12 dan 13, BAB VI Pasal14 dan 15, BAB VII Pasal
16 dan 17, BAB VIII Pasal18 dan 19, BAB IX Pasal20 dan 21, BAB X Pasa122,
BAB XI Pasa123, BAD XII Pasa124, BAB XIII Pasa125 dan 26 ayat-ayat (1) dan
(2), BAB xv Pasal 28, 29 dan 30, BAB XVI Pasal 31, BAB XVII Pasal 32, BAB
XVIII Pasal 33, BAB XIX Pasal 35, BAB XX Pasal 36 ayat-ayat (2), (3), (5) dan
(6), BAB XXI Pasal38 dan 39, BAB XXI Pasa140 ayat (3), BAB XXIII Pasa141 dan
42, BAB XXIV pasal43 dan 44, BAB XXV Pasa145 ayat (1), Pasa146 ayat-ayat (1)
dan (2) dan Pasa147, BAB XXVI Pasa150 ayat-ayat (1), (3), (4), (5) dan (6), BAB
XXVII PasaI 51 ayat (3).

(3) Dipidana selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,..
(seratus ribu rupiah) setiap orang yang melakukan pelanggaran atas ketentuan..
ketentuan BAB XIII Pasa126 ayat (3), BAB XXII PasaI40 ayat (4) dan BAB XXV
pasa145 ayat (2) dan 46 ayat-ayat (1) dan (2).

(4) Dipidana selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginyaRp. 100.000,-


(seratus ribu rupiah) barang siapa yang melakukan pelanggaran atas ketentuan-
ketentuan BAB XX Pasal 36 ayat-ayat (2) dan (3).

Pasa154

Dipidana selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi.. tingginya Rp. 100.000,- (seratus
ribu rupiah), Pengusaha, Kepaia Teknik atau wakilnya yang dalam hal terjadinya pelanggaran
oleh bawahannya terhadap ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini :

a. telah memberikan perintah pckcrjaan, yang diketahuinya, bahwa perintah-perintah


tersebut bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini;

b. karena tindakannya ataukelalaiannya, ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah


ini tidak dapat ditaati ;

216
c. tidak mengambil tindakan terhadap atau kelalaian bawahannya, sedangkan diketahuinya
bahwa tindakan atau kelalaian terebut bertentangan dengan ketentuan-ketentuan
perundangan;
d. lalai dalam melakukan pengawasan terhadap bawahannya.

Pasa155

(1) Tindakan pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini adalah
pelanggaran..

(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dan Perseroan, suatu
perserikatan orang yang lainnya atau suatu yayasan, maka tuntutan pidana dilakukan
dan hukuman pidana serta tindakan tata tertib dijatuhkan baik terhadap barlan hukum,
perseroan, perserikatan atau yayasan itu maupun terhadap mereka yang memberi
perintah melakukan tindak pidana yang dimaksud atau yang bertindak sebagai
pemimpin atau penanggungjawab dalam perbuatan atau kelalaian itu ataupun terhadap
kedua-duanya.

BABXXX
KETENTUANPERALIHAN

Pasal56
(I) Dalam tempat pemurnian dan pengolahan yang sudah ada dan bereparasi pada saat
berlakunya Peraturan Pemerintah ini, wajib diadakan penyesuaian dengan ketentuan-
ketetuan Peraturan Pemerintah ini.

(2) Dalam hal yang luar biasa Direktur dapat menetapkan ketentuan-ketentuan lebih
lanjut mengenai Pelaksanaan ketentuan tennaksud pada ayat (1).

BABXXXI
PENENlUANPENUnJP

Pasal57
Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini aOO ditetapkan
lebih lanjut oleh Menten.

217
Pasal58
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan agar supaya setiap or-
ang clapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintab ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal25 Mei 1979
PRESIDEN REPUBLIKINDONESIA

ttd.

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 Mei 1979
MENTERllSEKRETARIS
NEGARAREPUBLIK INDONESIA

ttd.

SUDHARMONO, SH.

LEMBARANNEGARA REPUBLIK INDONESIA


TAHUN 1979 NOMOR 18

218
PENJELASAN
ATAS
PEMERINTAHREPUBLIKINDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 1979
TENTANG
KESELAMATANKERJAPADAPEMURNIANDAN PENGOLAHAN
MINYAK DAN GAS BUMI

1. PENJELASANUMUM
Undang-undang Nomor 44 Prp.. Taboo 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
meliputi pula pemumian dan pengolahan minyak dan gas bumi.. Sebagaimana halnya dengan
bidang usaha pertambangan minyak dan gas bumi lainnya, maka pemumian dan
pengolahannya dewasa ini telah pula mengalami perkembangan yang pesat, sehingga dapat
diperoleh hasil-hasil pemurnian dan pengolahan yang baik dalam jumlah maupun dalam
jenisnya berkembang pula dan jauh berbeda jika dibandingkan dengan masa lamapau,
antara lain bahan bakar minyak dan gas bumi serta hasil-hasil pemumian dan pengolahan
lainnya..
Perkembangan yang pesat ini adalah hasil daripada kemajuan tehnologi yang telah dicapai
dalam dunia perminyakan yang dengan sendirinya membawa pengaroh barupula dalam
berbagai bidang, khususnya bidang keselamatan kerja..
Kewajiban Pemerintah tidak saja hams menyelenggarakan usaha-usaha kearah pembangunan
dan perkembangan pertambangan minyak dan gas bumi, tetapi harus pula metindungi
manusia, modal dalam segala bentuknya serta kekayaan alam dan lingkungan terhadap
bahaya-bahaya yang mungkin timbul sebagai akibat kegiatan-kegiatan tersebut diatas..
Disamping penggunaan peralatan mesin, pesawat dan lain sebagainya yang serba modem
serta penerapan proses-proses fisika dan kimia berdasarkan tehnologi mutakhir
mengakibatkan pengawasan atas usaha tersebut perlu pula dikembangkan termasuk
keselamatan kerjanya.
Peraturan Pemerintah ini juga mencakup salah satu Peraturan Pemerintah mengenai
keselamatan kerja tennaksud dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-oodang Nomor 8 Tabun
1971 (Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor
1971)..
Disamping kewajiban-kewajiban pemsahaan untuk mentaati Peraturan Pemerintah ini,
Perusahaan masih tetap wajib mentaati peraturan-peraturan lain yang berlaku misalnya
Undang-undang kecelakaan (Undang-undang Nomor 2 Tahun 1951 (Lembaran Negara
Tabun 1951 Nomor 3), tennasuk Pelaporan berdasarkan Undang-undang tersebut kepada
instansi Pemerintah yang bersangkutan..

219
Mengenai standar-standaryang diterapkan dalam ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah
inj terlebih dulu hams diakui oIeh Menten. Untuk keperluan tersebut Menteri membentuk
suatu panitia khusus yang bertugaas.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas Pemerintah menganggap perlu
mengatur secara khusus keselamatan kerja pada pemumian dan pengolahan minyak dan
gas bumi dalam suatu Peraturan Pemerintah. Menyusun atau menilai standar-standar yang
akan diakui.

II. PENJELASANPASAIJDEMIPASAL

Pasall
Hurufa
Cukupjelas

Hurufb

Yang dimaksud dengan "Peralatan bangunan dan instansi tidak langsung" dalam
ketentuan ini antara lain peralatan dan atau bangunan dan atau instansi sebagai
penunjang yakni :
tenaga termasuk pembangkit;
air tennasuk pemumiannya;
gas termasuk oxygenplant, ammonia plant, acetlene plant, nitrogen plant;
zat kimia tennasuk pembuatan asam dan basa;
perbengkelan tennasuk bengkel-bengkel pemeliharaan' ~
pembongkaran dan pemuatan termasuk para penimbunan;
dan lain-lain.

Tidak termasuk dalam pengertian tersebut di atas ialah perumahan pegawai, tempat
peristirahatan, tempat rekreasi, tempat ibadah, rumah sakit

Huruf c sampai dengan huruf j


Cukup jelas.

Pasa12
Ayat (1)
Cukup jelas.

220
Ayat(2)

Yang dimaksudkan dengan hak substitusi dalam ketentuan ini adalah pelimpahan
wewenang Direktur Jenderal kepada Direktur.
Ayat (3) dan ayat (4)

Kepala Inspeksi dan Pelaksana Inspeksi Tambang adalah pejabat Direktorat yang
diangkat oleh Direktur Jendera!.
Ayat(4)
Cukup jelas.
Pasal3
Cukupjelas.
Pasal4
Ayat (1) dan ayat (2)
Cukupjelas.
Ayat(3)

Yang dimaksud dengan "masa pembangunan" ialah jangka waktu dimulai dari
perencanaan sampai dengan saat mulai digunakannya tempat pemumian dan
pengolahan.
Dalam jangka waktu tersebut termasuk perencanaan, persiapan lokasi dan
pembangunan.
Pasa15
Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "syarat-syarat tehnis dan keselamatan ketja yang sesuai dengan
sifat-sifat khusus dari proses dan lokasi yang bersangkutan" dalam ketentuan ini
misalnya : taban tekanan, taban suhu, tahan korosi, tahan erosi, tahan getaran,
kebisingan, kebocoran, pencemaran, konstruksi bangunan dan sebagainya.
Ayat (2) sampai dengan ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat(7)
Yang dimaksud dengan "sistim untuk meniadakannya" dalam ketentuan ini ialah

221
penyalur listrik kedaJam tanah (grounding, earthing) dan sebagainya.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal6
Cukup jelas.
Pasa17
Ayat (I) sampai dengan ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan "pagar yang aman" dalam ketentuan ini ialah pagar yang
lengkap dengan palang samping (guard rail) dan pinggir pengaman pada lantai (toe
board).
Ayat (7) dan ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Yang dimaksud dengan 'bejana, reservoir dan bak yang terbuka" dalam ketentuan ini
antara lain: pada proses pembersihan Iilin (wak treating), kota pendingin (box cooler),
mereu pendingin (cooling tower) dan sebagainya.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Pasa18
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "bersih" dalam ketentuan ini ialah pelaksanaan pengaturan
dan pemeliharaan yang tertib (good housekeeping).
Ayat (2) sampai dengan ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "pintu-pintu tertentu" dalam ketentuan ini tennasuk pintu
darurat.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan "alat penyelamat" dalam ketentuan ini dan Pasa140 ayat (1 )

222
Peraturan Pemerintah ini ialah antara lain: tali penyelamat (safetyline, escape line)
jala penyelamat (safety net), tangga penyelamat (escape ladder) dan sebagainya.
Pasa19
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan :
a. "Pesawat" ialah motor listrik, motor bakar, mesin uap, turbin uap, turbin gas
dan sebagainya;
b. "Pesawat pengangkat" ialah crane, elevator dan pesawat lainnya yang sejenis;
c. HMesin perkakas" ialah mesin bubut, mesin bor, mesin frains dan sebagainya;
d. "Perkakas" ialah segala macam alat yang dikerjakan dengan tenaga.

Ayat(2)
Cukup jelas.
PasallO
Ayat (I)
Yang dimaksud dengan "alat transmisi" dalam ketentuan ini ialah untuk memindahkan
gerakan dari peralatan yang satu keperalatan yang lain (transmision), seperti rantai,
tali (belt), batang penggerak (comecting rod), ban penggerak (driving belt) dan
sebagainya.
Ayat (2) dan ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "hatas kecepatan aman" dalam ketentuan ini ialah kecepatan
putaran pennenit (rotation) perminutes maksimum yang diperbolehkan untuk pesawat
tersebut.
Ayat (5) dan ayat (6)
Cukup jelas.
Pasalll
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "batas daya angkut aman" daJam ketentuan ini ialah daya
angkat maksimum yang diperbolehkan untuk pesawat pengangkat tersebut.

223
Ayat (2) sampai dengan ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 12
Ayat (1) sampai dengan ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)

Dalam pengertian "perubahan" termaksud dalam ketentuan ini dan Pasal-pasal 15


ayat (5), 16 ayat (3), 18 ayat (5) dan 20 ayat (5) tidak tennaksud perbaikan ringan.

Pasal13
.Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "baterai pompa" dalam ketentuan ini ialah 'suatu susunan
pompa yang dapat merupakan rangkaian seri atau rangkaian paralel atau kombinasi
rangkaian seri dan parale!.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "atmosfir tekana lebih" dalam ketentuan ini ialah atmosfir
overdruk (ato) atau atmosphare uberdruck (atu) atan gauge pressure.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasall5
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "dibawah atmosfir" dalam ketentuan ini ialah kurang dari 1
(satu) atmosfir absolut.

Ayat (3) dan ayat (4)


Cukup jelas.

224
Ayat (5)
Lihat penjelasan Pasal12 ayat (5)
Pasal16
Ayat (I)
Terhadap ketel uap air dan pesawat uap air termaksud dalam Pasal ini dan Pasal 17
berlaku Stoom Ordonnatie 1930 (Staatsblad 1930 Nomor 225) sebagaimana telah
diubah dan ditambah. Yang dimaksud dengan "pesawat nap air" dalam ketentuan ini
ialah kondensor, economizer, super heater sebagai pelengkap ketel uap air.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Lihat penjelasan Pasal12 ayat (5)
Pasall7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "batemi ketel uap air" dalam ketentuan ini ialah suatu rangkaian
ketel uap air paratel.
Ayat (2) dan (3)
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "tungku pemanas" dalam ketentuan ini ialah rurnace dan
yang sejenis.
Ayat (2) sampai dengan ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Lihat penjelasan Pasal12 ayat (5)
Pasal19
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "baterai tungku pemanas" dalam ketentuan ini ialah suatu
susunan tungku pemanas yang dapat merupakan rangkaian sen atau rangkaian paralel
atall kombinasi rangkaian seri dan paraleI.

225
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasa120
Ayat (1) sampai dengan ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Lihat penjalasan Pasal12 ayat (5)
Pasal21
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "baterai kondensor atau baterai heat exchanger" dalam
ketentuan ini ialah suatu susunan kondensor atau suatu susunan heat exchanger
yang OOpat merupakan rangkaian seri atau rangkaian paraleI atau kombinasi rangkaian
seri dan paralel.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal22
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pipa penyalur" dalam ketentuan ini ialah sistim pipa untuk
mengangkut minyak. bumi, gas bumi dan zat-zat dari semua tempat ketempat lain
dengan cara pengaliran.
Ayat (2) sampai dengan ayat (6)
Cukup jelas.
Pasa123
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "tempat penimbunan" dalam ketentuan ini ialah tangki dan
tempat penyimpanan lainnya didaratan atau didaerah lepas pantai baik secara tersendiri
maupun secara berkelompok.
Ayat (2) sampai dengan ayat (7)
Cukup jelas.
Pasa124
Ayat (1) sampai dengan ayat (5)
Cukup jelas.

226
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan "ahli" dalam ketentuan ialah ahli membongkar dan memuat
kapal (loading master) ataujabatan sederajat.
Pasa125
Cukupjelas.
Pasal26
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan sinar matahari yang masuk hams secara terpencar (diffius)
dalam ketentuan ini ialah untuk menghindarkan penyinaran secara langsung yang
dapat mengakibatkan pengaruh terhadap zat-zat yang terdapat didalam ruangan kerja.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "alat pelindung diri" dalam ketentuan ini dan pasal 40 ayat
( I) ialah personal protective equipment.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal27
Ayat (1)
Mengingat perkembangan tehnologi dimana pada proses-proses tertentu tekanan
yang sangat tinggi atau sangat rendah, digabung dengan suhu yang sangat tinggi
atau sangat rendah, digabung dengan suhu yang sangat tinggi atau sangat rendah,
sehingga untuk proses terebut dibutuhkan peralatan-peralatan khusus yang dapat
taban terhadap gabungan kedua sifat tersebut yang belum tercakup dalam ketentuan
Peraturan Pemerintah ini, maka perlu adanya pengaturan lebih Ianjut yang mengikuti
perkembangan tehnologi dimasa-masa yang akan datang.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "bangunan dan instalasi" dalam ketentuan ini ialah antara lain
kapal, tongkang, platform dan tempat penimbunan dengan konstruksi khusus.
Pasal28
Cukupjelas.
PasaI29
Ayat (1) sampai dengan ayat (6)
Cukup jelas.

227
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan "sambungan pengaman" dalam ketentuan ini ialah antara lain
alat pemutus arus termasuk sekering (fuse), pemutus arus listrik (circuit breaker)
dan sebagainya.
Pasal30
Ayat (I)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini yang dimaksudkan dengan :
a. "tegangan rendah" ialah tegangan listrik (voltage) sampai dengan 250 (dua
ratus lima puluh) volt;
b. "tegangan tinggi" ialah tegangan listrik diatas 250 (dua ratus lima puluh) volt.
Pasa13!
Ayat (1)
Pengertian "baik" dalam ketentuan ini ditentukan dengan memperhatikan segi kesehatan
kerja sebagaimana tercantum dalam peraturan Intemasional Labour Organization
(ILO).
Ayat (2) sampai dengan ayat (4)
Cukup jelas.

Pasa132
Ayat (1) dan ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "tenaga ahli" dalam ketentuan ini ialah sarjana teknik atau
yang berpengalaman sederajat.

Pasa133
Cukup jelas.

Pasal34
Cukup jelas.

Pasa135
Ayat (1)

228
Cukupjelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "penanggulangan kebakaran" dalam ketentuan ini ialah
pencegahan dan pemadam kebakaran termasuk pemeliharaan peralatannya dan
tersedianya peralatan tersebut ditempat-tempat yang telah ditentukan.
Ayat (3)
Cukupjelas.
Pasal36
Ayat (1) sampai dengan ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan Utingkat bahaya" dalam ketentuan ini ialah besar atau kecilnya
kemungkinan terjadinya bahaya didaerah tersebut.
Ayat (5) dan ayat (6)
Cukupjelas.
Pasal 37 dan Pasal 38
Cukup jelas.
Pasa139
Cukup jelas.
Pasal40
Ayat (1)
Lihat penjelasan Pasal 8 ayat (6) dan Pasal 26 ayat (2) sampai dengan ayat (4)
Cukup jelas..
Pasal 41 dan Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal43
Ayat (1)
Persyaratan jasmani dan rokhani termaksud dalam ketentuan ini ditentukan dengan
memperhatikan ketentuan Pasal 8 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 (Undang-
undang Keselamatan Kerja).
Ayat (2)
Cukup jelas.

229
Pasal44
Cukup jclas.
Pasal45
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "membina" dalam ketentuan ini ialah membuat agar para
pekerja:
a. mempunyai kesadaran mengenai bahaya dan keselamatan kerja (safety
mindedness);
b. trampil dalam mencegah dan mengatasi bahaya.

Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasa146
Cukup jelas.

Pasal47
Ayat (1) sanlpai dengan ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Apabila dalam hal ini terjadi kecelakaan tindakan-tindakan penyelamatan membutuhkan
bahwa keadaan pada saat kecelakaan perlu dirubah, maka Kepala Teknik dapat
melaksanakan perubahan tersebut dan kemudian memberikan laporan selengkapnya
kepada Inspeksi atau Pelaksana Inspeksi Tambang mengenai keadaan sebelum
diadakan perubahan.
Ayat (6) dan ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal48
Ayat (1)

Penggolongan kecelakaan pemumian dan pengolahan dalam ketentuan ini dimaksudkan


untuk keperluan pemberitahuan segera dari Kepala Teknik dan Kepala Inspeksi.
Ayat (2)

230
Laporan kecelakaan pemumian dan pengolahan dalan ketentuan ini dimaksudkan
untuk kepeluan penilaian kecelakaan berdasarkan kenyataan dan pembuatan statistik
kecelakaan.

Pasal49

Ayat (1) sampai dengan ayat (3)


Cukup jelas.
Ayat (4)

Mengingat bahwa istilah-istilah yang dimaksud dalam ketentuan ini merupakan istilah-
istilah yang sangat tergantung pada berbagai faktor, penentuan mengenai maIma
istilah-istilah tersebut perlu ditetapkan oleh Direktur cq. Kepala Inspeksi.

Ayat(5)
Cukupjelas.

Pasal50
Yang dimaksud dengan "Buku Pemurnian dan Pengolahan dalam ketentuan-ketentuan
Peraturan Pemerintah" ini iaJab suatu bentuk buku yang disediakan untuk digunakan
ditempat pemurnian dan pengolahan dan harns diisi sesuai dengan ketentuan pasal
ini, cara-cara penyusunan dan pengisian ditetapkan oleh Kepala Inspeksi.
................ sampai dengan Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal56
Penyesuaian tennaksud dalam ketentuan ini wajib segera dilaksanakan. Apabila dati
segi tehnis penyesuaian tidak dapat segera dilaksanakan, maka Direktur dapat
menentukan ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai tenggang waktu yang hams
dipenuhi oleh Pengusaha.
Pasal 57 dan Pasal58
Cukupjelas.

TAMBAHANLEMBARAN NEGARAREPUBLIKINDONESIA

231
232
PERATURAN PE:MERINTAHREPUBLIK INDONESIA
NOMOR50TAHUN2012
'IENTANG
PENERAPAN SISTEMMANAJEMEN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

DENGAN RAHMATTUHANYANG MAHAESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 87 ayat (2) Undang-Undang


Nomor 13 Tabun 2003 tentang Ketenagakerjaan, periu menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja;
Mengingat 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang...Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39,
Tambaban Lembaran Negara Republik .Indonesia Nomor 4279);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tabun 1970 Nomor 1,
Tambahan Letnbaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918);

:MEMUIUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENERAPAN SISTEM
MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA.

233
BAD I
KETENnJANUMUM

Pasail
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat
SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam
rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
2. Keselamatan dan Kesehatan KeIja yang selanjutnya disingkat K3 adalah segala kegiatan
untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui
upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
3. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
untuk masyarakat.
4. Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atan imbalan
dalam bentuk lain.
5. Perusahaan adalah:
a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan,
milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik
negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan
dalam bentuk lain;
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain.
6. Pengusaha adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu
perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atan badan hukum yang berada di Indonesia
mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang
berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

234
7. Audit SMK3 adalah pemeriksaan secara sistematis dan independen terhadap
pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan untuk mengukur suatu hasil kegiatan yang
telah direncanakan dan dilaksanakan dalam penerapan SMK3 di perusahaan.
8. Menten adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
ketenagakerjaan.

Pasal 2
Penerapan SMK3 bertujuan untuk:
a. meningkatkan efektiiitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang
terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi;
b. mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan
melibatkan unsur manajemen, pekerjalburuh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh;
serta
c. menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong
produktivitas.

Pasal 3
(1) Penerapan SMK3 dilakukan berdasarkan kebijakan nasional tentang SMK3.
(2) Kebijakan nasional tentang SMK3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertuang
dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.

DAB II
SISTEMMANAJEMEN KESELAMATANDAN
KESEHATANKERJA

Baglan Kesatu
Umum

Pasal 4
(1) Kebijakan nasional tentang SMK3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, sebagai
pedoman perusahaan dalam menerapkan SMK3.

235
(2) Instansi pembina sektor usaha dapat mengembangkan pedoman penerapan SMK3
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebutuhan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasa' 5
(I) Setiap perusahaan wajib rnenerapkan SMK3 di perusahaannya.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi perusahaan:
a. mempekerjakan pekerjalburuh paling sedikit 100 (serams) orang; atau
b. mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi.
(3) Ketentuan mengenai tingkat potensi bahaya tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pengusaha dalam menerapkan SMK3 wajib berpedoman pada Peraturan Pemerintah
ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan serta dapat memperhatikan konvensi
atau standar intemasional.

Pasal6
(1) SMK3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) meliputi:
a. penetapan kebijakan K3;
b. perencanaan K3;
c. pelaksanaan rencana K3;
d. pemantauan dan evaluasi kinerja K3; dan
e. peninjauan danpeningkatan kinerja SMKJ.
(2) Penerapan SMKJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertuang dalam pedornan
yang tercantum dalam Lampiran I sebagai bagian yang tidak terpisahkan dati Peraturan
Pemerintah ini.

Bagian Kedua
Penetapan Kebijakan K3

Pasa.7
(1) Penetapan kebijakan K3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a
dilaksanakan oleh pengusaha.

236
(2) Dalam menyusun kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha paling
sedikit hams:
a. melakukan tinjauan awal kondisi K3 yang meliputi:
1. identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko;
2. perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sektor lain yang lebih
bail<:;
3. peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan;
4. kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang berkaitan
dengan keselamatan; dan
5. penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan.
b. memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara terus-menerus; dan
c. memperhatikan masukan dari pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat
buruh.
(3) Kebijakan K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memllat:
a. visi;
b. tujuan perosahaan;
c. kOlnitmen dan tekad melaksanakan kebijakan; dan
d. kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan seeara
menyelumh yang bersifat umum dan/atau operasional.

Pasal 8

Pengusaha harns menyebarlllaskan kebijakan K3 yang telah ditetapkan kepada seluruh


pekerjalburuh, orang lain selain pekerja/buruh yang berada di perosahaan, dan pihak lain
yang terkait.

Bagian Ketiga
Perencanaan K3

Pasal9
(1) Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal6 ayat (1) hurufb dilakukan untuk
menghasilkan rencana K3.

237
(2) Rencana K3 disusun dan ditetapkan oleh pengusaha dengan mengacu pada kebijakan
K3 yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 7 ayat ( 1)..
(3) Dalam menyusun rencana K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pengusaha harns
mempertimbangkan:
a.. hasil penelaahan awal;
b.. identifikasi potensi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko;
c.. peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya; dan
d. sumber daya yang dimiliki..
(4) Pengusaha dalam menyusun rencana K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harns
melibatkan Ahli K3, Panitia Pembina K3, wakil pekerja/buruh, dan pihak lain yang
terkait di perusahaan..
(5) Rencana K3 paling sedikitmemuat:
a.. tujuan dan sasaran;
b. skala prioritas;
c. upaya pengendalian bahaya;
d.. penetapan sumber daya;
e.. jangka waktu pelaksanaan;
f. indikator pencapaian; dan
g. sistem pertanggungjawaban.

Bagian Keempat

Pelabaoaan Reneana K3
PasallO

(1) Pelaksanaan rencana K3 diJakukan oleh pengusaha berdasarkan rencana K3


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c dan Pasal 9..
(2) Pengusaha dalam melaksanakan reneana K3 didukung oleh sumber daya manusia di
bidang K3, prasarana, dan sarana.
(3) Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hams memiliki:
a.. kompetensi kerja yang dibuktikan dengan sertifikat; dan

238
b. kewenangan di bidang K3 yang dibuktikan dengan surat izin kerja/operasi dan!
atan surat penunjukkan dari instansi yang berwenang.
(4) Prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit terdiri dari:
a. organisasi/unit yang bertanggungjawab di bidang K3;
b. anggaran yang memadai;
c. prosedur operasilkerja, infonnasi, dan pelaporan serta pendokumentasian; dan
d. instruksi kerja.

Pasal 11

(I) Pengusaha dalam melaksanakan rencana K3 harns melakukan kegiatan dalam


pemenuhan persyaratan K3.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) paling sedikit meliputi:
a. tindakan pengendalian;
b. perancangan (design) dan rekayasa;
c. proseduf dan instruksi kerja;
d. penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan;
e. pembelian/pengadaan barang danjasa;
f. produk akhir;
g. upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana industri; dan
h. rencana dan pemulihan keadaan darurat.
(3) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf f,
dilaksanakan berdasarkan identifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko.
(4) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g dan huruf h dilaksanakan
berdasarkan potensi bahaya, investigasi, dan analisa kecelakaan.

Pasal 12
(1) Pengusaha dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
harns:
a. menunjuk sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi kerja dan
kewenangan di bidang K3;

239
b. melibatkan seluruh pekerjalburuh;
c. membuat petunjuk K3 yang hams dipatuhi oleh seluruh pekerjalburuh, orang
lain selain pekerjalburuh yang berada di perusahaan, dan pibak lain yang terkait;
d. membuat prosedur informasi;
e. membuat prosedur pelaporan; dan
f. mendokumentasikan seluruh kegiatan.
(2) Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diintegrasikan dengan
kegiatan manajemen perusahaan.

Pasalt3
(1) Prosedur infonnasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf d harns
memberikan jaminan bahwa informasi K3 dikomunikasikan kepada semua pihak
dalam pemsahaan dan pihak terkait di luar perusahaan.
(2) Prosedur pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) hurof e terdiri
atas pelaporan:
a. terjadinya kecelakaan di tempat kerja;
b. ketidaksesuaian terhadap peraturan perundang-undangan danlatau standar;
c. kinerja K3;
d. identifikasi sumber bahaya; dan
e. yang diwajibkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pendokumentasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf f paling
sedikit dilakukan terhadap:
a. peraturan perundang-undangan di bidang K3 dan standar di bidang K3;
b. indikator kinerja K3;
c. izin keIja;
d. hasil identiflkasi, penilaian, dan pengendalian risiko;
e. kegiatan pelatihan K3;
f. kegiatan inspeksi, kalibrasi dan pemeliharaan;
g. catatan pemantauan data;
h. hasil pengkajian kecelakaan di tempat kerja dan tindak lanjut;

240
J. identifikasi produk tennasuk komposisinya;
j. informasi mengenai pemasok dan kontraktor; dan
k. audit dan peninjauan ulang SMK3.

Raglan Kelima
Pemantauan dan Evaluasi Kinerja .K3
Pasal14
(1) Pengusaha wajib melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja K3.
(2) Pemantauan dan evaluasi kinerja K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui
pemeriksaan, pengujian, pengukuran, dan audit internal SMK3 dilakukan oleh sumber
daya manusia yang kompeten.
(3) Dalam hal perusahaan tidak memiliki sumber daya untuk melakukan pemantauan
dan evaluasi kinerja K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menggunakan
jasa pihak lain.
(4) Hasil pemantauan dan evaluasi kinerja K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaporkan kepada pengusaha.
(5) Hasil pemantauan dan evaluasi kinerja K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
digunakan untuk melakukan tindakan perbaikan.
(6) Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi kinerja K3 sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau
standar.

Bagian Keenam

Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SM.K3


Pasa) 15
(1) Untuk menjamin kesesuaian dan efektifitas penerapan SMK3, pengusaha wajib
melakukan peninjauan.
(2) Peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kebijakan,
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi.
(3) HasH peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk melakukan
perbaikan dan peningkatan kinerja.

241
(4) Perbaikan dan peningkatan kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
dilaksanakan dalam hal:
a. terjadi perubahan peraturan perundang-undangan;
b. adanya tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar;
c. adanya perubahan produk dan kegiatan perusahaan;
d. terjadi perubahan struktur organisasi perusahaan;
e. adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk epidemiologi;
f. adanya hasil kajian kecelakaan di tempat kerja;
g. adanya pelaporan; dan/atau
h. adanya masukan dan pekerjalburuh.

BAB III
PENILAIAN SMKJ

Pasal16
(1) Penilaian penerapan SMK3 dilakukan oleh lembaga audit independen yang ditunjuk
oleh Menteri atas permohonan perusahaan.
(2) Untuk perusahaan yang memiliki potensi bahaya tinggi wajib melakukan penilaian
penerapan SMK3 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Penilaian sebagaimana ditnaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Audit SMKJ yang
meliputi:
a. pembangunan dan terjaminnya pelaksanaan komitmen;
b. pembuatan dan pendokumentasian rencana K3;
c. pengendalian perancangan dan peninjauan kontrak;
d. pengendalian dokumen;
e. pembelian dan pengendalian produk;
f. keamanan bekerja berdasarkan SMK3;
g. standar pemantauan;
h. pelaporan dan perbaikan kekurangan;
1. pengelolaan material dan perpindahannya;
j. pengumpulan dan penggunaan data;

242
k. pemeriksaan SMK3; dan
1. pengembangan keterampilan dan kemampuan.
(4) Penilaian penerapan SMK3 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tcrtuang dalam
pedoman yang tercantum dalam Lampiran II sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Pemerintah ini.

Pasal17
(1) HasH audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal16 dilaporkan kepada Menteri dengan
tembusan disampaikan kepada menteri pembina sektor usaha, gubemur, dan bupati/
walikota sebagai bahan pertimbangan dalam upaya peningkatan SMK3.
(2) Bentuk laporan hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertuang dalam
pedoman yang tercantum dalam Lampiran III sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Pemerintah ini.

BABIV
PENGAWASAN

PasallS
(1) Pengawasan SMK3 dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan pusat, provinsi dan!
atau kabupatenlkota sesuai dengan kewenangannya.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pembangunan dan terjaminnya pelaksanaan komitmen;
b. organisasi;
c. sumber daya manusia;
d. pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang K3;
e. keamanan bekerja;
f. pemeriksaan, pengujian dan pengukuran penerapan SMK3;
g. pengendalian keadaan darurat dan bahaya industri;
h. pelaporan dan perbaikan kekurangan; dan
1. tindak lanjut audit.

243
Pasal19
(1) Instansi pembina sektor usaha dapat melakukan pengawasan SMK3 terhadap
pelaksanaan penerapan SMK3 yang dikembangkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

(2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan seeara
terkoordinasi dengan pengawas ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal20
Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal18 dan Pasal 19 digunakan sebagai
dasar dalam melakukan pembinaan.

BABV
KETENTUANPERALIHAN

Pasal21
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Perusahaan yang telah menerapkan
SMK3, wajib menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling lama 1
(satu) tahun.

DAB VI
KETENfUANPENUTUP

Pasall2
Peraturan Pemerintah mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

244
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggaI 12 April 2012

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANGYUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal12April2012

MENTERI HUKUM DAN HAKASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

LEMBARANNEGARAREPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 100

Salinan sesuai dengan aslinya


KEMENTERlAN SEKRETARIATNEGARARI
Asisten Deputi Perondang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

Wisnu Seti·awan

245
246
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAHREPUBLIKINDONESIA
NOMOR 50 TAHUN 2012
lENTANG
PENERAPAN SISTEMMANAJEMEN
KESELAMATANDANKESEHATANKERJA

I. UMUM
Globalisasi perdagangan saat ini memberikan dampak persaingan sangat ketat dalam
segala aspek khususnya ketenagakerjaan yang salah satunya mempersyaratkan adanya
perlindungan atas keseIamatan dan kesehatan kerja.
Untuk meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, tidak
terlepas dari upaya pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur,
terstruktur, dan terintegrasi melalui SMK3 guna menjamin terciptanya suatu sistem
keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen,
pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerjalserikat buruh dalam rangka mencegah dan
mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang
nyaman, efisien dan produktif.
Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja melalui SMK3 telah berkembang di
berbagai negara baik melalui pedoman maupun standar. Untuk memberikan
keseragaman bagi setiap perusahaan dalam menerapkan SMK3 sehingga perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja, peningkatan efisiensi, dan
produktifitas perusahaan dapat terwujud maka perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah
yang mengatur penerapan SMK.3.

247
Peraturan Pemerintah ini memuat:
a. ketentuan umum;
b. sistem Manajemen Keselamatan dan Kesebatan Kerja;
c. penilaian SMK3;
d. pengawasan;
e. ketentuan Peralihan; dan
f. ketentuan Penutup.

II. PASALDEMI PASAL


Pasall
Cukup jelas.

Pasal2
Cukup jelas.

Pasal3
Cukup jelas.

Pasal4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ketentuan peraturan perundang-undangan antara
lain ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan, minyak
dan gas bumi, atau pertambangan.

PasalS
Ayat (1)
Cukup jelas.

248
Ayat (2)
Hurufa
Cukup jelas.
Hurufb
Yang dimaksud dengan "tingkat potensi bahaya tinggi" adalah perusahaan
yang memiliki potensi hahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan yang
merugikan jiwa manusia, terganggunya proses produksi dan pencemaran
Iingkungan kerja.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal6
Cukup jelas.

Pasal7
Cukup jelas.

Pasal8
Penyebarluasan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dapat dilakukan
melalui media antara lain papan pengumuman, brosuf, verbal dalam briefing/
apel, dan/atau media elektronik lainnya.
Yang dimaksud dengan pihak lain antara lain subkontraktor, penyewa, tamu,
pelanggan, pemasok.

Pasal9
Ayat (1)
Cukupjelas.

249
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Hurufa
Yang dimaksud dengan "penelaahan awal" adalah kegiatan yang
dilakukan pengusaha untuk mengetahui posisi/kondisi/tingkat
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan terhadap
penerapan peraturan perondang-undangan keselamatan dan kesehatan
kerja. Kegiatan tersebutjuga mencakup evaluasi terhadap kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja yang ada, partisipasi pekerja/buruh
dan/atau serikat pekeIja/serikat buruh, tanggungjawab pimpinan unit
kerja, analisa dan statistik kecelakaan, dan penyakit akibat kerja,
secta upaya-upaya pengendalian yang sudah dilakukan.
Hurufb
Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko dilakukan
terhadap mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat kerja, peralatan lainnya,
bahan-bahan, lingkungan kerja, sifat pekerjaan, cara kerja, proses
produksi, dan sebagainya.
Huruf c
Yang dimaksud "persyaratan lainnya" adalah standar, pedoman, dan
peraturan perusahaan.
Humfd
Yang dimaksud dengan "sumber daya" adalah personil yang memiliki
kualifikasi dan kompetensi keselamatan dan kesehatan kerja, sarana
keselamatan dan kesehatan kerja, alat pelindung diri, a1at pengaman,
dan anggaran yang dialokasikan untuk program keselamatan dan
kesebatan kerja.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan pihak lain yang terkait di perusahaan antara lain
akuntan publik, konsultan, penyedia jasa, dan penyewa.
Ayat (5)
Cukupjelas.

250
PasaltO
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukupjelas.
Ayat (3)
HUl1Jfa
Yang dimaksud"kompetensi keIja" adalah kemampuan setiap individu
yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja
yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Hurofb
Yang dimaksud dengan instansi yang berwenang antara lain
kementerian kesehatan.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasalll
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Humfa
Tindakan pengendalian meliputi pengendalian terhadap kegiatan,
produk barang danjasa yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan
dan penyakit akibat kerja sekurang-kurangnya mencakup
pengendalian terhadap bahan, peralatan, lingkungan kerja, cara ketja,
sifat peketjaan, dan proses kerja.
Hurufb
Perancangan (design) dan rekayasa meliputi pengembangan, verifikasi
tinjauan ulang, validasi dan penyesuaian berdasarkan identifikasi
sumber bahaya, penilaian dan pengendalian risiko kecelakaan dan
penyakit akibat kerja.

251
Humfc
Penyusunan prosedur dan instruksi kerja memperhatikan syarat.. syarat
keselamatan dan kesehatan kerja dan ditinjau ulang apabila terjadi
kecelakaan, perubahan peralatan, perubahan proses dan/atau
perubahan bahan baku serta ditinjau ulang secara berkala.
Hurufd
Dalam kontrak penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan, rnemuat
jaminan kemampuan perusahaan penerima pekerjaan dalam
memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja.
Hurufe
Dalam pembelianlpengadaan barang dan jass perIn memperhatikan
spesifikasi teknis dan aspek keselamatan dan kesehatan kerja serta
kelengkapan lembar data keselamatan bahan.
Rumff
Produk akhir dilengkapi dengan petunjuk pengoperasian, spesifikasi
teknis, lembar data keselarnatan bahan, label dan/atau infonnasi
keselamatan dan kesehatan kerja lainnya.
Hurufg
Cukup jelas.
Hurufh
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "potensi bahaya" adalab kondisi atau keadaan baik
pada orang, peralatan, mesin, pesawat, instalasi, bahan, cara kerja, sifat
kerja, proses produksi dan lingkungan yang berpotensi menimbulkan
gangguan, kerusakan, kerugian, kecelakaan, kebakaran, peledakan,
pencemaran, dan penyakit akibat kerja.
Yang dimaksud dengan "investigasi" adalah serangkaian kegiatan untuk
mengumpulkan keterangan/data atas rangkaian temuan kejadian gangguan,
kerusakan, kerugian, kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran, dan
penyakit akibat kerja.

252
Yang dimaksud dengan "analisa kecelakaan" adalah serangkaian kegiatan
untuk mengadakan analisa dan penyelidikan untuk mengetahui/
membuktikan kebenaran atau kesalahan sebuah fakta yang kemudian
menyajikan kesimpulan atas kejadian kecelakaan, kebakaran, peledakan,
pencemaran, dan penyakit akibat kerja yang merupakan bagian penting
program pencegahan kecelakaan.
Pasal12
Cukupjelas.

Pasal13
Cukupjelas.

Pasal14
Cukupjelas.

PasallS
Cukupjelas.

Pasa116
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan perusahaan yang memiliki potensi bahaya tinggi
antara lain pemsahaan yang bergerak di bidang pertambangan, minyak
dan gas bumi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

253
Pasall7
Cukup jelas.

Pasal18
Cukup jelas.

Pasal19
Cukup jelas.

Pasal20
Cukup jelas.

Pasal21
Cukup jelas.

Pasall2
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARAREPUBLIK INDONESIA NOMOR 5309

254
LAl\'WlRANI
PERATURANPEMERINfAHREPUBLIKINDONESIA
NOMOR SO TAHUN 2012
lENTANG
PENERAPANSISTEMMANAJEMENKESELA1\1ATAN
DANKESEHATANKERJA

PEDOMAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN


KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
(SMKJ)

Dalam menerapkan SMK3, setiap perusahaan wajib melaksanakan:


A. penetapan kebijakan K3;
B. perencanaan K3;
c. pelaksanaan reneana K3;
D. pemantauan dan evaluasi kinerja K3; dan
E. peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3.

A. PENETAPAN KEBIJAKAN K3
1. Penyusunan kebijakan K3 dilakukan melalui:
a. tinjauan awat kondisi K3; dan
b. proses konsultasi antara pengurus dan wakil pekerja/buruh.

2. Penetapan kebijakan K3 hams:


a. disahkan oleh pucuk pimpinan perusahaan;
b. tertulis, tertanggal dan ditanda tangani;
c. secara jelas menyatakan tujuan dan sasaran K3;
d. dijelaskandan disebarluaskan kepada seluruh pekerja/buruh, tamu,
kontraktor, pemasok, dan pelanggan;

255
e. terdokumentasi dan terpelihara dengan baik;
f. bersifat dinamik; dan
g. ditinjau ulang secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut
masih sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam perusahaan dan
peraturan perundang-undangan.

3. Untuk melaksanakan ketentuan angka 2 huruf c sampai dengan huruf g,


pengusaha dan/atan pengurus harns:
a. menempatkan organisasi K3 pada posisi yang dapat menentukan keputusan
perusahaan;
b. menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana-sarana
lain yang diperlukan di bidang K3;
c. menetapkan personil yang mempunyai tanggung jawab, wewenang dan
kewajiban yangjelas dalam penanganan K3;
d. membuat perencanaan K3 yang terkoordinasi;
e. melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan K3.

4. Ketentuan tersebut pada angka 3 huruf a sampai dengan huruf e diadakan


peninjauan ulang secara teratur.

5. Setiap tingkat pimpinan dalam perusahaan hams menunjukkan komitmen


terhadap K3 sehingga SMK3 berhasil diterapkandan dikembangkan.

6. Setiap pekerjalburuh dan orang lain yang berada di tempat kerja hams berperan
serta dalam menjaga dan mengendalikan pelaksanaan K3.

B. PERENCANAAN K3
1. Pengusaha menyusun rencana K3 berdasarkan:
a. Hasil penelaahan awal
HasH penelaahan awal merupakan tinjauan awal kondisi K3 perusahaan
yang telah dilakukan pada penyusunan kebijakan.

256
b. Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko
Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan penilaian risiko harns
dipertilnbangkan pada saat merumuskan rencana.

c. Peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya


Peraturan pe11lndang-undangan dan persyaratan lainnya hams:
1) ditetapkan, dipelihara, diinventarisasi dan diidentifikasi oleh
perusahaan; dan
2) disosialisasikan kepada seluruh pekerja/buruh.

d. Sumber daya yang dimiliki


Dalam menyusun perencanaan hams mempertimbangkan sumber daya.
yang dimiliki meliputi tersedianya sumber daya manusia yang kompeten,
sarana dan prasarana serta dana.

2. Rencana K3 yang disusun oleh perusahaan paling sedikit memuat:


a. Tujuan dan Sasaran
Tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan ditinjau kembali secara teratur
sesuai dengan perkembangan. Tujuan dan sasaran K3 paling sedikit
memenuhi kualifIkasi:
1) dapat diukur;
2) satuanlindikator pengukuran; dan
3) sasaran pencapaian.

Dalam menetapkan tujuan dan sasaran K3, pengusaha hams berkonsultasi


dengan:
1) wakil pekerja/buruh;
2) ahliK3;
3) P2K3; dan
4) pihak-pihak lain yang terkait.

257
b. Skala Prioritas
Skala prioritas merupakan urutan pekerjaan berdasarkan tingkat risiko,
dimana pekerjaan yang mempunyai tingkat risiko yang tinggi diprioritaskan
dalam perencanaan.
c. Upaya Pengendalian Bahaya
Upaya pengendalian bahaya, dilakukan berdasarkan hasil penilaian risiko
melalui pengendalian teknis, administratif: dan penggunaan alat pelindung
diri.
d. Penetapan Sumber Daya
Penetapan sumber daya dilaksanakan untuk menjamin tersedianya swnber
daya manusia yang kompeten, sarana dan prasarana serta dana yang
memadai agar pelaksanaan K3 dapat berjalan.
e. Jangka Waktu Pelaksanaan
Dalam perencanaan setiap kegiatan hams mencakup jangka waktu
pelaksanaan.
f. Indikator Pencapaian
Dalam menetapkan indikator pencapaian hams ditentukan dengan param-
eter yang dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerjaK3 yang sekaligus
merupakan infonnasi mengenai keberhasilan pencapaian tujuan penerapan
SMK3.
g. Sistem Pertanggung Jawaban
Sistem pertanggung jawaban hams ditetapkan dalam pencapaian tujuan
dan sasaran sesuai dengan fungsi dan tingkat manajemen perusahaan yang
bersangkutan untuk menjamin perencanaan tersebut dapat dilaksanakan.
Peningkatan K3 akan efektif apabila semua pihak dalam perusahaan
didorong untuk berperan serta dalampenerapan dan pengembangan SMK3,
dan memiliki budaya perusahaan yang mendukung dan memberikan
kontribusi bagi SMK3. Berdasarkan hal tersebut pengusaba harus:
1) menentukan, menunjuk, mendokumentasikan dan mengko-
munikasikan tanggungjawab dan tanggung gugat di bidang K3 dan
wewenang untuk bertindak dan menjelaskan hubungan pelaporan
untuk semua tingkatan manajemen, pekerja/buruh, kontraktor,
subkontraktor, dan pengunjung;

258
2) nlempunyai prosedur untuk memantau dan mengkomunikasikan
setiap perubahan tanggung jawab dan tanggung gugat yang
berpengaruh terhadap sistem dan program K3; dan
3) nlemberikan reaksi secara cepat dan tepat terhadap kondisi yang
nlenyimpang atau kejadian...kejadian lainnya.

c. PELAKSANAAN RENCANA K3
Pelaksanaan rencana K3 hams dilaksanakan oleh pengusaha dan/atau pengurus
perusahaan atau tempat kerja dengan:
1. menyediakan sumber daya manusia yang mempunyai kualifikasi; dan
2. menyediakan prasarana dan sarana yang memadai.
1. Penyediaan Sumber Daya Manusia
8. Prosedur Pengadaan Sumber Daya Manusia
Dalam penyediaan sumber daya manusia, perusahaan hams membuat
prosedur pengadaan secara efektif, meliputi:
1. )Pengadaan sumber dayamanusia sesuai kebutuhan dan memiliki
kompetensi kerja serta kewenangan dibidang K3 yang
dibuktikan melalui:
a) sertifikat K3 yang diterbitkan oleh instansi yang
betwenang; dan
b) surat izin kerjaloperasi dan/atau surat penunjukan dari
instansi yang berwenang.
2)Pengidentifikasian kompetensi kerja yang diperlukan pada setiap
tingkatan manajemen pemsahaan dan menyelenggarakan setiap
pelatihan yang'dibutuhkan;
3) Pembuatan ketentuan untuk mengkomunikasikan informasi K3
secara efektif;
4) Pembuatan peraturan untuk memperoleh pendapat dan saran
para ahli; dan
5) Pembuatan peraturan untuk pelaksanaan konsultasi dan
keterlibatan pekerjalburoh secara aktif.

259
b. Konsultasi, Motivasi dan Kesadaran
Dalam menunjukkan komitmennya terhadap K3, pengusaha dan/atau
pengurus harus melakukan konsultasi, motivasi dan kesadaran dengan
melibatkan pekerjalburuh maupun pihak lain yang terkait di dalam
penerapan, pengembangan dan pemeliharaan SMKJ, sehingga semua
pihak merasa ikut memiliki dan merasakan hasilnya.

Dalam melakukan konsultasi, motivasi dan kesadaran SMK3,


pengusaha danlatau pengul11s hams memberi pemahaman kepada
tenaga kerja atau pekerjalburuh tentang bahaya fisik, kimia, ergonomi,
radiasi, biologi, dan psikologi yang mungkin dapat menciderai dan
melukai pada saat bekerja, serta pemahaman sumber bahaya
tersebut. Pemahaman tersebut bertujuan untuk mengenali dan
mencegah tindakan yang mengarah terjadinya insiden.

c. Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat


Bentuk tanggungjawab dan tanggung gugat dalam pelaksanaan K3,
harns dilakukan oleh perusahaan dengan cara:
1) menunjuk, mendokumentasikan dan mengkomunikasikan
tanggungjawab dan tanggung gugat di bidang K3;
2) menunjuk sumber daya manusia yang berwenang untuk
bertindak dan menjelaskan kepada semua tingkatan manajemen,
pekerjalburuh, kontraktor, subkontraktor, dan pengunjung
meliputi:
a) pimpinan yang ditunjukuntuk bertanggung jawab harus
memastikan bahwa SMK3 telah diterapkan dan hasilnya
sesuai dengan yang dibarapkan oleh setiap lokasi danjenis
kegiatan dalam perusahaan;
b) pengurus hams mengenali kemampuan tenaga kerja
sebagai sumber daya yang berharga dan dapat ditunjuk
untuk menerima pendelegasian wewenang dan tanggung
jawab dalam menerapkan dan mengembangkan SMK.3;
3) mempWlyai prosedur untuk memantau dan mengkomunikasikan
setiap perubahan tanggung jawab dan tanggung gugat yang
berpengaruh terhadap sistem dan program K3;

260
4) memberikan reaksi secara cepat dan tepat terhadap kondisi
yang menyimpang atau kejadian-kejadian lainnya.

d. Pelatihan dan Kompetensi Kerja


Pelatihan dan kompetensi Kerja, dilakukan dengan melakukan
pengidentiftkasian dan pendokumentasian standar kompetensi kerja
K3.

Standarkompetensi kerja K3 dapat diidentifikasi dan dikembangkan


sesuai kebutuhan dengan:
1) menggunakan standar kompetensi kerja yang ada;
2) memeriksa uraian tugas danjabatan;
3) menganalisis tugas kerja;
4) menganalisis hasil inspeksi dan audit; dan
5) meninjau ulang laporan insiden.

Hasit identifikasi kompetensi kerja digunakan sebagai dasar penentuan


program pelatihan yang harns dilakukan, dan menjadi dasar
pertimbangan dalam penerimaan, seleksi dan penilaian kinerja.

2. Menyediakan Prasarana Dan Sarana Yang Memadai


Prasarana dan sarana yang disediakan meliputi:
a. OrganisasilUnit yang bertanggungjawab di bidang K3
Perusahaan wajib membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat P2K3 yang bertanggung
jawab di bidang K.3. P2K3 adalah badan pembantu di tempat kerja
yang mernpakan wadah keIjasama antara pengusaha dan tenaga kerja
atau pekerja/buruh untuk mengembangkan kerjasama saling
pengertian dan partisipasi efektifdalam penerapan keselanlatan dan
k.esehatan kerja.
Keanggotaan P2K3 terdiri dari unsur pengusaha dan tenaga ketja
atau pekerjalburuh yang susunannya terdiri dari Ketua, Sekretaris
dan Anggota.

261
P2K3 mempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan baik
diminta maupun tidak kepada pengusaha atau pengurus mengenai
masalah keselamatan dan kesehatan kerja.

b. Anggaran
Perusahaan harns mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan K3
secara menyeluruh antara lain untuk:
1) keberlangsungan organisasi K3;
2) pelatihan SDM daIam mewujudkan kompetensi kerja; dan
3) pengadaan prasarana dan sarana K3 termasuk alat evakuasi,
peralatan pengendalian, peralatan pelindung diri.

c. Prosedur operasi/kerj 8, informasi, dan pelaporan serta


pendokumentasian
1) Prosedur operasi/kerja harus disediakan pada setiap jenis
pekerjaan dan dibuat melalui analisa pekerjaan berwawasan K3
(Job Safety Analysis) oleh personil yang kompeten.

2) Prosedur infonnasi K3 hams menjamin pemenuhan kebutuhan


untuk:
a) mengkomunikasikan hasil dari sistem manajemen, temuan
audit dan tinjauan ulang manajemen dikomunikasikan pada
semua pihak dalam perosahaan yang bertanggungjawab
dan memiliki andil dalam kinerja pemsah~;
b) melakukan identiftkasi dan menerima infonnasi K3 dari
luar pemsahaan; dan
c) menjamin bahwa informasi K3 yang terkait
dikomunikasikan kepada orang-orang di luar perusahaan
yang membutuhkan.

Infonnasi yang perlu dikomunikasikan meliputi:


a) persyaratan ekstemaVperaturan perundangan-undangan
dan intemallindikator kinerja K3;
b) izin kerja;

262
c) basil identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko serta
sumber bahaya yang meliputi keadaan mesin-mesin,
pesawat-pesawat, alat kerja, peralatan lainnya, bahan-
bahan, lingkungan kerja, sifat pekerjaan, cara kerja, dan
proses produksi;
d) kegiatanpelatihanK3;
e) kegiatan inspeksi, kalibrasi dan pemeliharaan;
f) pemantauan data;
g) hasil pengkajian kecelakaan, insiden, keluhan dan tindak
lanjut;
h) identifikasi produk tennasuk komposisinya;
i) informasi mengenai pemasok dan kontraktor; dan
j) audit dan penitij'auan ulang SMK3.

3) Prosedur pelaporan infonnasi yang terkait harns ditetapkan


untuk menjamin bahwa pelaporan yang tepat waktu dan
memantau pelaksanaan SMK3 sehingga kinerjanya dapat
ditingkatkan. Prosedur pelaporan terdiri atas:
a) Prosedur pelaporan internal yang harns ditetapkan untuk
menangani:
(1) pelaporan terjadinya insiden;
(2) pelaporan ketidaksesuaian;
(3) pelaporan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja;
dan
(4) pelaporan identifJ.kasi sumber bahaya.
b) Prosedur pelaporan ekstemal yang harns ditetapkan untuk
menangani:
( 1) pelaporan yang dipersyaratkan peraturan perundang-
undangan; dan
(2) pelaporan kepada pemegang saham atau pihak lain
yang terkait.

263
Laporan hams disampaikan kepada pihak manajemen dan/atau
pemerintah.

4) Pendokumentasian kegiatan K3 digunakan untuk:


a) menyatukan seeara sistematik kebijakan, tujuan dan
sasarao K3;
b) menguraikan sarana peneapaian tujuan dan sasaran K3;
e) mendokumentasikan peranan, tangguog jawab dan
prosedur;
d) memberikan arahan mengenai dokumen yang terkait dan
menguraikan unsur-unsur lain dari sistem manajemen
perusahaan; dan
e) menunjuk bahwa unsur-unsur SMK3 yang sesuai untuk
perusahaan telah diterapkan.

Dalam pendokumentasian kegiatan K3, perusahaan harns


menjamin bahwa:
a) dokumen dapat diidentifikasi sesuai dengan uraian tugas
dan tanggung jawab di perusahaan;
b) dokumen ditinjau ulang seeam berkala danjika diperlukan
dapat direvisi;
e) dokumen sebelum diterbitkan harns lebih dahuIu disetujui
oleh personil yang berwenang;
d) dolcumen versi terbaru hams tersedia di tempat kerja yang
dianggap perlu;
e) semua dokumen yang telah usang harus segera
disingkirkan; dan
f) dokumen mudah ditemukan, bermanfaat dan mudah
dipahami.

d. Instruksi kerja
Instruksi kerja merupakan perintah tertulis atau tidak tertulis untuk
melaksanakan pekerjaan dengan tujuan untuk memastikan bahwa
setiap pekerjaan dilakukan sesuai persyaratanK3 yang telah ditetapkan.

264
Kegiatan dalam pelaksanaan rencana K3 paling sedikit meliputi:
I. Tindakan Pengendalian
Tindakan pengendalian harns diselenggarakan o)eh setiap perusahaan
terhadap kegiatan-kegiatan, produk barang dan jasa yang dapat
menimbulkan risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Tindakan pengendalian dilakukan dengan mendokumentasikan dan
melaksanakan kebijakan:
a. standar bagi tempat kerja;
b. perancangan pabrik dan bahan; dan
c. prosedur dan instruksi kerja untuk mengatur dan mengendalikan
kegiatan produk barang dan jasa.
Pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat keIja dilakukan melalui:
a. Identifikasi potensi bahaya dengan mempertimbangkan:
1) kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya;
dan
2) jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat
terjadi.
b. Penilaian risiko untuk menetapkan besar kecilnya suatu risiko yang
telah diidentifikasi sehingga digunakan untuk menentukan prioritas
pengendalian terhadap tingkat risiko kecelakaan atan penyakit akibat
kerja.
c. Tindakan pengendaJian dilakukan melalui:
I) pengendalian teknis/rekayasa yang meliputi eJiminasi, subtitusi,
isolasi, ventilasi, higienitas dan sanitasi;
2) pendidikan dan pelatihan;
3) insentif, penghargaan dan motivasi diri;
4) evaluasi melalui internal audit, penyelidikan insiden dan etiologi;
dan
5) penegakan hukum.

2. Perancangan dan Rekayasa

265
Tahap perancangan dan rekayasa meliputi :
a. pengembangan;
b. veriflkasi;
c. tinjauan ulang;
d. validasi; dan
e. penyesuaian.

Dalam pelaksanaan perancangan dan rekayasa hams memperhatikan


unsur-unsur:
a. identifikasi potensi bahaya;
b. prosedur penilaian dan pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit
akibat kerja; dan
c. personil yang memiliki kompetensi kerja harus ditentukan dan diberi
wewenang dan tanggungjawab yangjelas untuk melakukan veriflkasi
persyaratan SMK3.

3. Prosedur dan Instruksi Kerja


Prosedur dan instruksi kerja hams dilaksanakan dan ditinjau ulang seeara
berkala terutamajika terjadi perubahan peralatan, proses atau bahan baku
yang digunakan oleh personal dengan melibatkan para pelaksana yang
memiliki kompetensi kerja dalam menggunakan prosedur.

4. PenyerahanSebagian Pelaksanaan Pekerjaan


Perusahaan yang akanmenyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan
kepada perusahaan lain hams menjamin bahwa perusahaan lain tersebut
memenuhi persyaratan K3. Veriftkasi terhadap persyaratan K3 tersebut
dilakukan oleh personal yang kompeten dan berwenang serta mempunyai
tanggung jawab yang jelas.

5. Pembelian/Pengadaan Barang dan lass


Sistem pembelian/pengadaan barang danjasa hams:

266
a. terintegrasi dalam strategi penangananpencegahan kecelakaan dan
penyakit akibat kerja;
b. menjamin agar produk barang dan jasa serta mitra kerja perusahaan
memenuhi persyaratan K3; dan
c. pada saat barang dan jasa diterima di tempat kerja, perusahaan hams
menjelaskan kepada semua pihak yang akan menggunakan barang
dan jasa tersebut mengenai identifikasi, penilaian dan pengendalian
risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

6. Produk Akhir
Produk akhir bempa barang atau jasa harns dapat dijamin keselamatannya
dalam pengemasan, penyimpanan, pendistribusian, dan penggunaan serta
pemusnahannya.

7. Upaya Menghadapi Keadaan Darurat Kecelakaan dan Bencana Industri


Perusahaan hams memiliki prosedur sebagai upaya menghadapi keadaan
darurat kecelakaan dan bencana industri, yang meliputi:
a. penyediaan personil dan fasilitas P3K dengan jumlah yang cukup
dan sesuai sampai mendapatkan pertolongan medik; dan
b. proses perawatan lanjutan.

Prosedur menghadapi keadaan darurat hams diuji seeara berkala oleh


personil yang memitiki kompetensi kerja, dan untuk instalasi yang
mempunyai bahaya besar hams dikoordinasikan dengan instansi terkait
yang berwenang untuk mengetahui kehandalan pada saat kejadian yang
sebenamya.

8. Reneana dan Pemulihan Keadaan Darurat


Dalam melaksanakan rencana dan pemulihan keadaan darurat setiap
perusahaan hams memiliki prosedur reneana pemulihan keadaan darurat
seeara cepatuntukmengembalikan pada kondisi yang normal dan
membantu pemulihan tenaga kerja yang mengalami trauma.

267
D. PEMANTAUANDANEVALUASIKINERJA
Pemantauan dan evaluasi kinerja K3 dilaksanakan di perusahaan meliputi:
1. Pemeriksaan, Pengujian, dan Pengukuran
Pemeriksaan, pengujian, dan pengukuran hams ditetapkan dan dipelihara
prosedumya sesuai dengan tujuan dan sasaran K3 serta frekuensinya disesuaikan
dengan obyek mengacu pada peraturan dan standar yang berlaku.

Prosedur pemeriksaan, pengujian, dan pengukuran secara umum meliputi:


8. personil yang terlibat hams mempunyai pengalaman dan keahlian yang
cukup;
b. catatan pemeriksaan, pengujian dan pengukuran yang sedang berlangsung
hams dipelihara dan tersedia bagi manajemen, tenaga kerja dan kontraktor
kerja yang terkait;
c. peralatan dan metode pengujian yang memadai hams digunakan untuk.
menjamin telah dipenuhinya standar K3;
d. tindakan perbaikan harus dilakukan segera pada saat ditemukan
ketidaksesuaian terhadap persyaratan K3 dari hasil pemeriksaan, pengujian
dan pengukuran;
e. penyelidikan yang memadai harus dilaksanakan untuk menemukan
penyebab permasalahan dari suatu insiden; dan
f. hasil temuan hams dianalisis dan ditinjau ulang.

2. Audit Internal SMK3


Audit internal SMK3 hams dilakukan secara berkala untuk mengetahui
keefektifan penerapan SMK3.

Audit SMK3 dilaksanakan secara sistematik dan independen oleh personil yang
memiliki kompetensi kerja dengan menggunakan metodologi yang telah
ditetapkan.

Pelaksanaan audit internal dapat menggunakan kriteria audit ekstemal


sebagaimana tercantum pada Lampiran II peraturan ini, dan pelaporannya dapat
menggunakan fonnat laporan yang tercantum pada Lampiran III peraturan ini.

268
Frekuensi audit harus ditentukan berdasarkan tinjauan ulang hasil audit
sebelumnya dan bukti sumber bahaya yang didapatkan di tempat kerja. HasH
audit harns digunakan oleh pengurus dalam proses tinjauan ulang manajemen.

Hasil temuan dari pelaksanaan pemantauan dan evaluasi kinetja serta audit SMK3
harus didokumentasikan dan digunakan uotuk tindakan perbaikan dan
pencegahan.-Pemantauan dan evaluasi kinerja serta audit SMK3 dijamin
pelaksanaannya secara sistematik dan efektifoleh pihak. manajemen.

E. PENINJAUAN DAN PENINGKATAN KINERJASMK3


Untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan yang berkesinambungan guna pencapaian
tujuan SMK3, pengusaha dan/atau pengurus perusahaan atau tempat kerja hams:
1. melakukan tinjauan ulang terhadap penerapan SMK3 secara berkala; dan
2. tinjauan ulang SMK3 hams dapat mengatasi implikasi K3 terhadap seluruh
kegiatan, produk barang dan jasa termasuk dampaknya terhadap kinerja
perusahaan.

Tinjauanulang penerapan SMK3, paling sedikit meliputi:


1. evaluasi terhadap kebijakan K3;
2. tujuan, sasaran dan kinerjaK3;
3. hasil temuan audit SMK3; dan
4. evaluasi efektifitas penerapan SMK3, dan kebutuhan untuk pengembangan
SMK3.

Perbaikan dan peningkatan kinerja dilakukan berdasarkan pertimbangan:


1. perubahan peraturan perundang-undangan;
2. tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar;
3. perubahan produk dan kegiatan perusahaan;
4. perubahan struktur organisasi perusahaan;
5. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk epidemologi;
6. hasil kajian kecelakaan dan penyakit akibat kerja;

269
7. adanya pelaporan; danlatau
8. adanya saran dari peketjalburuh.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUD~OrONO

Salinan sesuai dengan aslinya


KEMENTERIAN SEKRETARIATNEGARARI
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

Wisnu Setiawan

270
LAMPlRANll
PERATURAN PEl\fERINTAHREPUBUKlNDONESIA
NOMOR SOTAHUN 2012
TENfANG
PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN
KESEHATANKERJA

PEDOMAN PENILAIAN PENERAPAN SMK3

Pedoman penilaian penerapan SMK.3 meliputi:


A. kriteriaAudit SMK3;
B. penetapan kriteria audit tiap tingkat pencapaian penerapan SMK3; dan
C. ketentuan penilaian basil Audit SMK3.

A. KRITERlAAUDITSMK3
1. Pembangunan Dan Pemeliharaan Komitmen
1.1 Kebijakan K3
1.1.1 Terdapat kebijakan K3 yang tertulis, bertanggal, ditandatangani
oleh pengusaha atau pengurus, secara jelas menyatakan tujuan
dan sasaran K3 serta komitmen terhadap peningkatan K3.
1.1.2 Kebijakan disusun oleh pengusaha dan/atan penguros setelah
melaluiproses konsultasi dengan wakil tenaga kerja.
1.1.3 Perosahaan mengkomunikasikan kebijakan K3 kepada seluruh
tenaga kerja, tamu, kontraktor, pelanggan, dan pemasok dengan
tata cara yang tepat.
1.1.4 Kebijakan khusus dibuat untuk masalah K3 yang bersifat khusus.
1.1.5 Kebijakan K3 dan kebijakan khusus lainnya ditinjau ulang secara
berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut sesuai dengan
perubahan yang terjadi dalam perusahaan dan dalam peraturan
perundang-undangan.

271
1.2 Tanggung Jawab dan Wewenang Untuk Bertindak
1.2.1 Tanggungjawab dan wewenang untuk mengambil tindakan dan
melaporkan kepada semua pihak yang terkait dalam perusahaan
di bidang K3 telah ditetapkan, diinformasikan dan
didokumentasikan.
1.2.2 Penunjukan penanggung jawab K3 harus sesuai peraturan
perundang-undangan.
1.2.3 Pimpinan unit kerja dalam suatu perusahaan bertanggung jawab
atas kinerja K3 pada unit kerjanya.
1.2.4 Pengusaha atau pengurus bertanggungjawab secara penuh untuk
menjamin pelaksanaan SMK3.
1.2.5 Petugas yang bertanggung jawab untuk penanganan keadaan
damrat telah ditetapkan dan mendapatkan pelatihan.
1.2.6 Perusahaan mendapatkan saran-saran dari para ahli di bidang K3
yang berasal dari dalam dan/atau luar perosahaan.
1.2.7 KineIja K3 tennuat dalam laporan tahunan perusahaan atau laporan
lain yang setingkat.
1.3 Tinjauan dan Evaluasi
1.3.1 Tinjauan terhadap penerapan SMK3 meliputi kebijakan,
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi telah
dilakukan, dicatat dan didokumentasikan.
1.3.2 Hasil tinjauan dimasukkan dalam perencanaan tindakan
manajemen.
1.3.3 Pengurus hams meninjau ulang pelaksanaan SMK3 secara berkala
untuk menilai kesesuaian dan efektivitas SMK3.
1.4 Keterlibatan dan Konsultasi dengan Tenaga Kerja
1.4.1 Keterlibatan dan penjadwalan konsultasi tenaga kerja dengan
wakil perusahaan didokumentasikan dan disebarluaskan ke
seluruh tenaga kerja.
1.4.2 Terdapat prosedur yang memudahkan konsultasi mengenai
perubahan-perubahan yang mempunyai implikasi terhadap K3.
1.4.3 Perusahaan telah membentuk P2K3 Sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

272
1.4.4 Ketua P2K3 adalah pimpinan puncak atau pengurus.
1.4.5 Sekretaris P2K3 adalah ahli K3 sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
1.4.6 P2K3 menitikberatkan kegiatan pada pengembangan kebijakan
dan prosedur mengendalikan risiko.
1.4.7 Susunan penguros P2K3 didokumentasikan dan diinfonnasikan
kepada tenaga kerja.
1.4.8 P2K3 mengadakan pertemuan seeara teratur dan hasilnya
disebarluaskan di tempat kerja.
1.4.9 P2K3 melaporkan kegiatannya seeara teratur sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
1.4.10 Dibentuk kelompok-kelompok kerja dan dipilih dan wakil-wakil
tenaga kerja yang ditunjuk sebagai penanggung jawab K3 di
tempat kerjanya dan kepadanya diberikan pelatihan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
1.4.11 Susunan kelompok-kelompok kerja yang telah terbentuk
didokumentasikan dan diinformasikan kepada tenaga kerja.

2. Pembuatan dan Pendokumentasian Rencana K3


2.1 Rencana strategi K3
2.1.1 Terdapat proseduf terdokumentasi untuk identifikasi potensi
bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko K3.
2.1.2 Identiftkasi potensi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko
K3 sebagai rencana strategi K3 dilakukan oIeh petugas yang
berkompeten.
2.1.3 Rencana strategi K3 sekurang-kurangya berdasarkan tinjauan
awal, identifikasi potensi bahaya, penilaian, pengendalian risiko,
dan peraturan perundang-undangan serta infonnasi K3 lain baik
dati dalam maupun luar perusahaan.
2.1.4 Rencana strategi K3 yang telah ditetapkan digunakan untuk
mengendalikan risiko K3 dengan menetapkan tujuan dan sasaran
yang dapat diukur dan menjadi prioritas serta menyediakan
sumber daya.

273
2.1.5 Rencana kerja dan rencana khusus yang berkaitan dengan
produk, proses, proyek atau tempat kerja tertentu telah dibuat
dengan menetapkan tujuan dan sasaran yang dapat diukur,
menetapkan waktu pencapaian dan menyediakan sumber daya.
2.1.6 Rencana K3 diselaraskan dengan rencana sistem manajemen
perusahaan.
2.2 ManualSMK3
2.2.1 Manual SMK.3 meliputi kebijakan, tujuan, rencana, prosedur K.3,
instruksi kerja, formulir, catatan dan tanggung jawab serta
wewenang tanggung jawab K3 untuk semua tingkatan dalam
perusahaan.
2.2.2 Terdapat manual khusus yang berkaitan dengan produk, proses,
atau tempat kerja tertentu.
2.2.3 Manual SMK3 mudah didapat oleh semua personil dalam
perusahaan sesuai kebutuhan.
2.3 Peraturan perundangan dan persyaratan lain dibidang K3
2.3.1 Terdapat prosedur yang terdokumentasi untuk mengidentifikasi,
memperoleh, memelihara dan memahami peraturan perundang-
undangan, standar, pedoman teknis, dan persyaratan lain yang
relevan dibidang K3 untuk seluruh tenaga kerja di perusahaan.
2.3.2 Penanggung jawab untuk memelihara dan mendistribusikan
informasi terbaru mengenai peraturan perundangan, standar,
pedoman teknis, dan persyaratan lain telah ditetapkan
2.3.3 Persyaratan pada peraturan perundang-undangan, standar,
pedoman teknis, dan persyaratan lain yang relevan di bidang K.3
dimasukkan pada prosedur-prosedur dan petunjuk-petunjuk kerja.
2.3.4 Perubahanpada peraturan perundang-undangan, standar,
pedoman teknis, dan persyaratan lain yang relevan di bidang K3
digunakan untuk peninjauan prosedur-prosedur dan petunjuk-
petunjuk kerja.
2.4 Informasi K3
2.4.1 Infonnasi yang dibutuhkan mengenai kegiatan K.3 disebarluaskan
secara sistematis kepada selumh tenaga kerja, tamu, kontraktor,
pelanggan, dan pemasok.

274
3. Pengendalian Perancangan dan Peninjauan Kontrak
3.1 PengendaJian Perancangan
3.1.1 Prosedur yang terdokumentasi mempertimbangkan identifikasi
potensi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko yang dilakukan
pada tahap perancangan dan modifikasi.
3.1.2 Prosedur, instruksi kerja dalam penggunaan produk,
pengoperasian mesin dan peralatan, instalasi, pesawat atau proses
serta informasi lainnya yang berkaitan dengan K3 telah
dikembangkan selama perancangan dan/atau modifikasi.
3.1.3 Petugas yang berkompeten melakukan verifikasi bahwa
perancangan dan/atau modifikasi memenuhi persyaratan K3 yang
ditetapkan sebelum penggunaan basil rancangan.
3.1.4 Semua perubahan dan modifikasiperancangan yang mempunyai
implikasi terhadap K3 diidentifikasikan, didokumentasikan, ditinjau
ulang dan disetujui oleh petugas yang berwenang sebelum
pelaksanaan.
3.2 Peninjauan Kontrak:
3.2.1 Prosedur yang terdokumentasi barus mampu mengidentifikasi
bahaya dan menilai risiko K3 bagi tenaga kerja, lingkungan, dan
masyarakat, dimana proseduf tersebut digunakan pada saat
memasok barang dan jasa dalam suatu kontrak.
3.2.2 Identifikasi bahaya dan penilaian risiko dilakukan pada tinjauan
kontrak oleh petugas yang berkompeten.
3.2.3 Kontrak ditinjau ulang untuk menjamin bahwa pemasok dapat
memenuhi persyaratan K3 bagi pelanggan..
3.2.4 Catatan tinjauan kontrak dipelihara dan didokumentasikan.

4. Pengendalian Dokurnen
4.1 Persetujuan, Pengeluaran dan Pengendalian Dokumen
4.1 .1 Dokurnen K3 mempunyai identifIkasi status, wewenang, tanggal
pengeluaran dan tanggal modiftkasi.
4.1.2 Penerima distribusi dokumen tercantum dalam dokumen tersebut.

275
4.1.3 Dokumen K3 edisi terbam disimpan secara sistematis pada tempat
yang ditentukan.
4.1.4 Dokumen usang segera disingkirkan dari penggunaannya
sedangkan dokumen usang yang disimpan untuk keperluan
tertentu diberi tanda khusus.
4.2 Perubahan dan Modifikasi Dokumen
4.2.1 Terdapat sistem untukmembuat) menyetujui perubahan terhadap
dokumenK3.
4.2.2 Dalam hal terjadi perubahan diberikan alasan terjadinya pelllbahan
dan tertera dalam dokumen atau lampirannya dan
menginformasikan kepada pihak terkait.
4.2.3 Terdapat prosedur pengendalian dokumen atau daftar seluruh
dokumen yang mencantumkan status dari setiap dokumen
tersebut, dalam upaya mencegah penggunaan dokumen yang
usang.

5. Pembelian dan Pengendalian Produk


5.1 Spesiftkasi Pembelian Barang dan Jasa
5.1.1 Terdapat prosedur yang terdokumentasi yang dapat menjamin
bahwa spesifikasi teknik dan informasi lain yang relevan dengan
K3 telah diperiksa sebelum keputusan untuk membeli.
5.1.2 Spesifikasi pembelian untuk setiap sarana produksi, zat kimia
atau jasa harus dilengkapi spesifikasi yang sesuai dengan
persyaratan peraturan perundang-undangan dan standar K3.
5.1.3 Konsultasi dengan tenaga kerja yang kOlnpeten pada saat
keputusan pembelian, dilakukan untuk menetapkan persyaratan
K3 yang dicantumkan dalam spesifikasi pembelian dan
diinfonnasikan kepada tenaga kerja yang menggunakannya.
5.1.4 Kebutuhan pelatihan, pasokan alat pelindung diri dan perubahan
terhadap prosedur kerja hams dipertimbangkan sebelwn pembelian
dan penggunaannya.
5.1.5 Persyaratan K3 dievaluasi dan menjadi pertimbangan dalam seleksi
pembelian.

276
5.2 Sistern Verifikasi Barang dan Jasa Yang Telah Dibeli
5.2.1 Barang dan jasa yang dibeli diperiksa kesesuaiannya dengan
spesifikasi pembelian.
5.3 Pengendalian Barang dan Jasa Yang Dipasok Pelanggan
5.3.1 Barang dan jasa yang dipasok pelanggan, sebelum digunakan
terlebih dahulu diidentiftkasi potensi bahaya dan dinilai risikonya
dan catatan tersebut dipelihara untuk memeriksa prosedur.
5.4 Kemampuan Telusur Produk
5.4.1 Semua produk yang digunakan dalam proses produksi dapat
diidentifJk:asi di seluruh tahapan produksi dan instalasi, jika
terdapat potensi masalah K3.
5.4.2 Terdapat prosedur yang terdokumentasi untuk penelusuran
produk yang telah terjual, jika terdapat potensi masalah K3 di
dalam penggunaannya.

6. Keamanan Bekerja Berdasarkan SMK.3


6.1 Sistem Kerja
6.1.1 Petugas yang kompeten telah mengidentifikasi bahaya, menilai
dan mengendalikan risiko yang timbul dari suatu proses kerja.
6.1.2 Apabila upaya pengendalian risiko diperlukan, maka upaya tersebut
ditetapkan melalui tingkat pengendalian.
6.1.3 Terdapat prosedur atau petunjuk kerja yang terdokumentasi untuk
mengendalikan risiko yang teridentifikasi dan dibuat atas dasar
masukan dati personil yang kompeten serta tenaga kerja yang
terkait dan disahkan oleh orang yang berwenang di perusahaan.
6.1.4 Kepatuhan terhadap peraturan penmdang-undangan, standar serta
pedoman teknis yang relevan diperhatikan pada saat
mengembangkan atau melakukan modifikasi atau petunjuk kerja.
6.1.5 Terdapat sistem izin kerja untuk tugas berisiko tinggi.
6.1.6 Alat pelindung diri disediakan sesuai kebutuhan dan digunakan
secara benar serta selalu dipelihara dalam kondisi layak pakai.

277
6.1.7 Alat pelindung diri yang digunakan dipastikan telah dinyatakan
layak pakai sesum dengan standar dan/atau peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
6.1.8 Upayapengendalian risiko dievaluasi secara berkala apabila terjadi
ketidaksesuaian atau perubahan pada proses kerja.
6.2 Pengawasan
6.2.1 Dilakukan pengawasan untuk menjamin bahwa setiap pekerjaan
dilaksanakan dengan aman dan mengikuti prosedur dan petunjuk
kerja yang telah ditentukan.
6.2.2 Setiap orang diawasi sesuai dengan tingkat kemampuan dan
tingkat risiko tugas.
6.2.3 Pengawas/penyelia ikut serta dalam identifikasi bahaya dan
membuat upaya pengendalian.
6.2.4 Pengawaslpenyelia diikutsertakan dalam melakukan penyelidikan
dan pembuatan laporan terhadap terjadinya kecelakaan
dan penyakit akibat kerja serta wajib menyerahkan laporan dan
saran-saran kepada pengusaha atau pengurus.
6.2.5 Pengawaslpenyelia ikut serta dalam proses konsultasi.
6.3 Seleksi dan Penempatan Personil
6.3.1 Persyaratan tugas tertentu termasuk persyaratan kesehatan
diidentifikasi dan dipakai untukmenyeleksi dan menempatkan
tenaga kerja.
6.3.2 Penugasan pekerjaan barus berdasarkan kemampuan dan
keterampilan serta kewenangan yang dimiliki.
6.4 Area Terbatas
6.4.1 Pengusaha atau pengurus melakukan penilaian risiko lingkungan
kerja untuk mengetahui daerah-daerah yang memerlukan
pernbatasan izin masuk.
6.4.2 Terdapat pengendalian atas daerahltempat dengan pembatasan
izin masuk.
6.4.3 Tersedianya fasilitas dan layanan di tempat kerja sesuai dengan
standar dan pedoman telmis.

278
6.4.4 Rambu-rambu K3 hams dipasang sesuai dengan standar dan
pedoman teknis.
6.5 Pemeliharaan, Perbaikan, dan Perubahan Sarana Produksi
6.5.1 Penjadualan pemeriksaan dan pemeliharaan sarana produksi serta
peralatan mencakup verifikasi alat-alat pengarnan serta persyaratan
yang ditetapkan oleh peraturan penmdang-undangan, standar dan
pedoman teknis yang relevan.
6.5.2 Semua catatan yang memuat data secara rinei dari kegiatan
pemeriksaan, pemelibaraan, perbaikan dan perubaban yang
dilakukan atas sarana dan peralatan produksi hams disimpan dan
dipelihara.
6.5.3 Sarana dan peralatan produksi memiliki sertifikat yang masih
berlaku sesuai dengan persyaratanperaturan penmdang-undangan
dan standar.
6.5.4 Pemeriksaan, pemeliharaan, perawatan, perbaikan dan setiap
perubahan barus dilakukan petugas yang kompeten dan
berwenang.
'"6.5.5 Terdapat prosedur untuk menjamin bahwa Jika terjadi perubahan
terhadap sarana danperalatan produksi, perubaban tersebut hams
sesuai dengan persyaratan peraturan perundang-undangan,
standar dan pedoman teknis yang relevan.
6.5.6 Terdapat prosedur pennintaan pemeliharaan sarana dan peralatan
produksi dengan kondisi K3 yang tidak memenuhi persyaratan
dan periu segera diperbaiki.
6.5.7 Terdapat sistem untuk penandaan bagi peralatan yang sudah tidak
aman lagi untuk digunakanatau sudah tidak digunakan.
6.5.8 Apabiia diperlukan dilakukan penerapan sistem penguncian
pengoperasian (lock out system) untuk mencegah agar sarana
produksi tidak dihidupkan sebelum saatnya.
6.5.9 Terdapat prosedur yang dapat menjamin keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja atau orang lain yang berada didekat sarana
dan peralatan produksi pada saat proses pemeriksaan,
pemeliharaan, perbaikan dan perubahan.

279
6.5.10 Terdapat penanggungjawab untuk menyetujui bahwa sarana dan
peralatan produksi telah aman digunakan setelah proses
pemeliharaan, perawatan, perbaikan atau perubaban.
6.6 Pelayanan
6.6.1 Apabila perusahaan dikontrak untuk menyediakan pelayanan yang
tunduk pada standar dan peraturan perundang-undangan mengenai
K3, maka periu disusun prosedur untuk menjamin bahwa
pelayanan memenuhi persyaratan.
6.6.2 Apabila perusahaan diberi pelayanan melalui ko~trak, dan
pelayanan tunduk pada standar dan peraturan perundang-
undangan K3, maka perlu disusun prosedur untuk menjamin
bahwa pelayanan memenuhi persyaratan.
6.7 Kesiapan Untuk Menangani Keadaan Darurat
6.7.1 Keadaan darurat yang potensial di dalam dan/atau di luar tempat
kerja telah diidentifikasi dan prosedur keadaan darurat telah
didokumentasikan dan diinfonnasikan agar diketahui oleh seluruh
orang yang ada di tempat kerja.
6.7.2 Penyediaanalat/sarana dan prosedur keadaan darurat berdasarkan
hasil identifikasidan diuji serta ditinjau secara rutin oleh petugas
yang berkompeten dan berwenang.
6.7.3 Tenaga kerja mendapat instruksi dan pelatihan mengenai prosedur
keadaan darurat yang sesuai dengan tingkat risiko.
6.7.4 Petugas penanganan keadaan darurat ditetapkan dan diberikan
pelatihan khusus serta diinfonnasikan kepada seluruh orang yang
ada di tempat kerja.
6.7.5 Instruksilprosedur keadaan damrat dan hubungan keadaan damrat
diperlihatkan secara jelasdan menyolok serta diketahui oleh
seluruh tenaga kerja diperosahaan.
6.7.6 Peralatan, dan sistem tanda bahaya keadaan darurat disediakan,
diperiksa, diuji dan dipelihara secara berkala sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, standar dan pedoman teknis yang
relevan.
6.7.7 Jenis, jumlah, penempatan dan kemudahan untuk mendapatkan
alat keadaan darurat telah sesuai dengan peraturan penmdang-
undangan atau standar dan dinilai oleh petugas yang berkompeten
dan berwenang.

280
6.8 Pertolongan Pertama PadaKecelakaan
6.8.1 Perusahaan telah mengevaluasi alat P3K dan menjamin bahwa
sistem P3K yang ada memenuhi peraturan perundang-undangan,
standar dan pedoman teknis.
6.8.2 Petugas P3K telah dilatih dan ditunjuk sesuai dengan peraturan
perundangan-undangan.
6.9 Rencana dan Pemulihan Keadaan Darurat
6.9.1 Prosedur untuk pemulihan kondisi tenaga kerja maupun sarana
dan peralatan produksi yang mengalami kerosakan telah ditetapkan
dan dapat diterapkan sesegera mungkin setelah terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
7. Standar Pemantauan
7.1 Pemeriksaan Bahaya
7.1.1 Pemeriksaan/inspeksi terhadap tempat kerja dan cara kerja
dilaksanakan seeara teratur.
7.1.2 Pemeriksaan/inspeksi dilaksanakan oIeh petugas yang
berkompeten dan berwenang yang telah memperoleh pelatihan
mengenai identifikasi bahaya.
7.1.3 Pemeriksaan/inspeksi mencari masukan dari tenaga kerja yang
melakukan tugas di tempat yang diperiksa.
7.1.4 Daftar periksa (check list) tempat kerja telah disusun untuk
digunakan pada saat pemeriksaanJinspeksi.
7.1.5 Laporan pemeriksaanlinspeksi berisi rekomendasi untuk tindakan
perbaikan dan diajukan kepada pengurnsdan P2K3 sesuai dengan
kebutuhan.
7.1.6 Pengusaha atau pengurus telah menetapkan penanggung jawab
untuk pelaksanaan tindakan perbaikan dari hasil iaporan
pemeriksaanlinspeksi.
7.1.7 Tindakan perbaikan dari hasil laporan pemeriksaan/inspeksi
dipantau untuk menentukan efektifitasnya.
7.2 PemantauanlPengukuran Lingkungan Kerja
7.2.1 Pemantauanlpengukuran lingkungan kerja dilaksanakan secara
teratur dan hasilnya didokumentasikan, dipelihara dan digunakan
untuk penilaian dan pengendalian risiko.

281
7.2.2 Pemantauanlpengukuran lingkungan kerja meliputi fsktor fisik,
kimia, biologi, ergonomi dan psikologi.
7.2.3 Pemantauan/pengukuran lingkungan kerja dilakukan oleh petugas
atau pihak yang berkompeten dan berwenang dari dalam danJ
atau luar perusahaan.
7.3 Peralatan Pemeriksaanllnspeksi, Pengukuran dan Pengujian
7.3.1 Terdapat prosedur yang terdokumentasi mengenai identifikasi,
kalibrasi, pemeliharaan dan penyimpanan untuk alat pemeriksaan,
ukur dan uji mengenai K3.
7.3.2 Alat dipelihara dan dikalibrasi oleh petugas atau pihak yang
berkompeten dan belWenang dari dalam dan/atau luar perusahaan..
7.4 Pemantauan Kesehatan Tenaga Kerja
7.4.1 Dilakukan pemantauan kesehatan tenaga kerja yang bekerja pada
tempat kerja yang mengandung potensi bahaya tinggi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
7.4.2 Pengusaha atau pengurus telah melaksanakan identiftkasi keadaan
dimana pemeriksaan kesehatan tenaga kerja perlu dilakukan dan
telah melaksanakan sistem untuk membantu pemeriksaan ini.
7.4.3 Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dilakukan oleh dokter
pemeriksa yang ditunjuk sesuai peraturan perundang-undangan.
7.4.4 Perusahaan menyediakan pelayanan kesehatan kerja sesuai
peraturan perundang-undangan.
7.4.5 Catatan mengenai pemantauan kesehatan tenaga kerja dibuat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
8.. Pelaporan dan Perbaikan Kekurangan
8.1 PelaporanBahaya
8.1.1 Terdapat prosedurpelaporan bahaya yang berbubungan dengan
K3 dan prosedur ini diketahui oleh tenaga kerja.
8.2 Pelaporan Kecelakaan
8.2.1 Terdapat prosedur terdokumentasi yang menjamin bahwa semua
kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kebakaran atau peledakan
serta kejadian berbahaya lainnya di tempat kerja dicatat dan
dilaporkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

282
8.3 Pemeriksaan dan pengkajian Kecelakaan
8.3.1 Tempat kerja/perusahaan mempunyai prosedur pemeriksaan dan
pengkajian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
8.3.2 Pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan kerja dilakukan oleh
petugas atau Ahli K3 yang ditunjuk sesuai peraturan perundang-
undangan atau pihak lain yang berkompeten dan berwenang.
8.3.3 Laporan pemeriksaan dan pengkajian berisi tentang sebab dan
akibat serta rekomendasilsaran dan jadwal waktu pelaksanaan
usaba perbaikan.
8.3.4 Penanggungjawab untuk melaksanakan tindakan perbaikan atas
laporan pemeriksaan dan pengkajian telah ditetapkan.
8.3.5 Tindakan perbaikan diinfonnasikan kepada tenaga kerja yang
bekerja di tempat terjadinya kecelakaan.
8.3.6 Pelaksanaan tindakan perbaikan dipantau, didokumentasikan dan
diinformasikan ke seluruh tenaga kerja.
8.4 Penanganan Masalah
8.4.1 Terdapat prosedur untuk menangani masalah keselamatan dan
kesehatan yang timbul dan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
9. Pengelolaan Material dan Perpindahannya
9.1 Penanganan Secara Manual dan Mekanis
9.1.1 Terdapat prosedur untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan
menilai risiko yang berhubungan dengan penanganan secara
manual dan mekanis.
9.1.2 Identifikasi bahaya dan penilaian risiko dilaksanakan oleh petugas
yang berkompeten dan berwenang.
9.1.3 Pengusahaatau pengurus menerapkan dan meninjau cara
pengendalian risiko yang berhubungan dengan penanganan secara
manual atau mekanis.
9.1.4 Terdapat prosedur untuk penanganan bahan meliputi
metode pencegahan terhadap kerusakan, tumpahan dan/atau
kebocoran.

283
9.2 Sistem Pengangkutan, Penyimpanan dan Pembuangan
9.2.1 Terdapat prosedur yang menjamin bahwa bahan disimpan dan
dipindahkan dengan cara yang aman sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
9.2.2 Terdapat prosedur yang menjelaskan persyaratan pengendalian
bahan yang dapat rusak atan kadaluarsa.
9.2.3 Terdapat prosedur yang menjamin bahwa bahan dibuang dengan
cara yang aman sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
9.3 Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya (BKB)
9.3.1 Perusahaan telah mendokumentasikan dan menerapkan prosedur
mengenai penyimpanan, penanganan dan pemindahan BKB sesuai
dengan persyaratan peraturan perundang-undangan, standar dan
pedoman teknis yang relevan.
9.3.2 Terdapat Lembar Data Keselamatan BKB (Material Safety Data
Sheets) meliputi keterangan mengenai keselamatan bahan
sebagaimana diatur pada peraturan perundang-undangan dan
dengan mudah dapat diperoleh.
9.3.3 Terdapat sistem untuk mengidentiftkasi dan pemberian label secara
jelas pada bahan kimia berbahaya.
9.3.4 Rambu peringatan bahaya terpasang sesuai dengan persyaratan
peraturan perundang-undangan danlatau standar yang relevan.
9.3.5 Penanganan BKB dilakukan oleh petugas yang berkompeten dan
berwenang.

10. Pengumpulan Dan Penggunaan Data


10.1 Catatan K3
i 0.1.1 Pengusaba atau pengurus telah mendokumentasikan dan
menerapkan prosedur pelaksanaan identifikasi, pengumpulan,
pengarsipan, pemeliharaan, penyimpanan dan penggantian catatan
10.
10.1.2 Peraturan perundang-undangan, standar dart pedoman teknis 10
yan.g relevan dipelihara pada tempat yang mudah didapat
10.1.3 Terdapat prosedur yang menentukan persyaratan untuk menjaga
kerahasiaan catatan.

284
10.1.4 Catalan kompensasi kecelakaan dan rehabilitasi kesehatan tenaga
kerja dipelihara.
10.2 Data dan Laporan K3
10.2.1 Data K3 yang terbaru dikumpulkan dan dianalisa.
10.2.2 Laporan rutin kinetja K3 dibuat dan disebarluaskan di dalam tempat
kerja.

11. Pemeriksaan SMK3


11.1 Audit Internal SMK3
11.1.1 Audit internal SMK3 yang terjadwal dilaksanakan untuk
memeriksa kesesuaian kegiatan perencanaan dan untuk
menentukan efektifitas kegiatan tersebut.
11.1.2 Audit internal SMKJ dilakukan oleh petugas yang independen,
berkompeten dan berwenang.
11.1.3 Laporan audit didistribusikan kepada pengusaha atau pengurus
dan petugas lain yang berkepentingan dan dipantau untuk
menjamin dilakukannya tindakan perbaikan.

12. Pengembangan Keterampilan dan Kemampuan


12.1 Strategi Pelatihan
12.1.1 Analisis kebutuhan pelatihan K3 sesuai persyaratan peraturan
perundang-undangan telah dilakukan.
12.1.2 Rencana pelatihan KJ bagi semua tingkatan telah disusun.
12.1.3 Jenis pelatihan K3 yang dilakukan hams disesuaikan dengan
kebutuhan untuk pengendalian potensi bahaya.
12.1.4 Pelatihan dilakukan oIeh orang atau badan yang berkompeten
dan berwenang sesuai peraturan penmdang-undangan.
12.1.5 Terdapat fasilitas dan sumber daya memadai untuk pelaksanaan
pelatihan yang efektif.
12.1.6 Pengusaha atau pengurus mendokumentasikan dan menyimpan
catatan seluruh pelatihan.

285
12.1.7 Program pelatihan ditinjau secara teratur untuk menjamin agar
tetap relevan dan efektif.
12.2 Pelatihan Bagi Manajemen dan Penyelia
12.2.1 Anggota manajemen eksekutif dan pengurus berperan serta dalam
pelatihan yang mencakup penjelasan tentang kewajiban hukum
dan prinsip-prinsip serta pelaksanaan KJ.
12.2.2 Manajer dan pengawas/penyelia menerima pelatihan yang sesuai
dengan peran dan tanggung jawab mereka.
12.3 PelatihanBagi TenagaKerja
12.3.) Pelatihan diberikan kepada seroua tenaga kerja tennasuk tenaga
kerja bam dan yang dipindahkan agar mereka dapat melaksanakan
tugasnya secara amana
12.3.2 Pelatihan diberikan kepada tenaga kerja apabila di tempat kerjanya
terjadi perubahan sarana produksi atau proses.
12.3.3 Pengusaha atau pengurus memberikan pelatihan penyegaran
kepada semua tenaga kerja.
12.4 Pelatihan Pengenalan dan Pelatihan Untuk Pengunjung dan Kontraktor
12.4.1 Terdapat prosedur yang menetapkan persyaratan untuk
memberikan taklimat (briefing) kepada pengunjung dan mitra
kerja guna menjamin K3.
12.5 Pelatihan Keahlian Khusus
12.5.1 Perusahaan mempunyai sistem yang menj"amin kepatuhan
terhadap persyaratan lisensi atau kualifikasi sesuai dengan
peraturan perundangan untuk melaksanakan tugas khusus,
melaksanakan pekerjaan atau mengoperasikan peralatan.

B. PENETAPANKRITERlAAUDITTlAPTINGKATPENCAPAlANPENERAPAN
SMK3
Pelaksanaan penilaian dilakukan berdasarkan tingkatan penerapan SMK3 yang terdiri
dan 3 (tiga) tingkatan yaitu:
1. Penilaian Tingkat awal
Penilaian penerapan SMK3 terhadap 64 (enam puluh empat) kriteria sebagaimana
tercantum dalam kolom 3 pada Tabel 1.

286
2. Penilaian Tingkat Transisi
Penilaian penerapan SMK3 terhadap 122 (seratus dua puluh dua) kriteria
sebagaimana tercantum dalam kolom 3 dan kolom 4 pada Tabel I.
3. Penilaian Tingkat Lanjutan
Penilaian penerapan SMK3 terhadap 166 (seratus enam puluh enam) kriteria
sebagaimana tercantum dalam kolom 3, kolom 4, dan kolom 5 pada Tabell.
Kriteria yang digunakan dalam penilaian berdasarkan Tabel 1 berikut:

Tabel 1
Kriteria pada Tingkat Penerapan SMK3

NO ELEMEN TINGKAT TINGKAT TINGKAT


AWAL TRANSISI LANJUTAN
(Seluruh (Seluruh
tingkat awal tingkat awaI,
dan transisi) transisi dan
lanjutan)
1 2 3 4 5
1 Pembangunan dan 1.1.1, 1.1.2, 1.2.1, 1.1.4, 1.1 . 5,
pemeliharaan 1.1.3, 1.2.3, 1.3.1, 1.2.7, 1.3.2,
komitmen 1.2.2, 1.4.2 1.4.10, 1.4.11
1.2.4,
1.2.5)
1.2.6 t
1.3.3,
1.4.1,
1.4.3,
1.4.4,
1.4.5,
1.4.6,
1.4.7;
1.4.8,
1.4.9

287
2 Strategi 2.1.1, 2.1.2,2.1.3, 2.1.5,2.1.6,
pendokumentasian 2.4.1 2.1.4, 2.2.1, 2.2.2, 2.2.3,
2.3.1, 2.3.2, 2.3.3
2.3.4
3 Peninjauan ulang 3.1.1, 3.1.2,3.1.3, 3.2.3, 3.2.4
desain dan kontrak 3.2.2 3.1.4, 3.2.1
4 Pengendalian 4.1.1 4.1.2,4.2.1 4.1.3, 4.1.4,
dokumen 4.2.2,4.2.3
5 Pembelian 5.1.1, 5.1.3 5.1.4,5.1.5,
5.1.2, 5.3.1,5.4.1,
5 ..2.1 5.4.2
6 Keamanan bekerja 6.1.1, 6.1.2, 6.1.3, 6.1.8,6.6.1,
berdasarkan SMK3 6.1.5, 6.1.4, 6.2.2, 6.6.2, 6.9.1
6.1.6, 6.2.3, 6.2.4,
6.1.7, 6.2.5, 6.5.1,
6.2.1, 6.5.5, 6.5.6,
6.3.1, 6.5.10,
6.3.2, 6.7.1, 6.7.2,
6.4.1, 6.7.3, 6.7.5,
6.4.2, 6.7.7
6.4.3,
6.4.4,
6.5.2,
6.5.3,
6.5.4,
6.5.7,
6.5.8,
6.5.9,
6.7.4,
6.7.6,
6.8.1,
6.8.2

288
7 Standar 7.1.1, 7.1.2,7.1.3, 7.3.1,7.3.2
pemantauan 7.2.1, 7.1.4,7.1.5,
7.2.2, 7.1.6,7.1.7,
7.2.3, 7.4.2
7.4.1,
7.4.3,
7.4.4,
7.4.5
8 Pelaporan dan 8.3.1 8.1.1,8.2.1, 8.3.3, 8.3.4,
perbaikan 8.3.2 8.3.5, 8.3.6,
8.4.1
9 Pengelolaanmaterial 9.1.1, 9.1.3,9.1.4, 9.2.2, 9.3.2
dan perpindahannya 9.1.2, 9.3.5
9.2.1,
9.2.3,
9.3.1,
9.3.3,
9.3.4
10 Pengumpulan dan 10.1.1, 10.1.3, 10.1.4
penggunaanjasa 10.1.2,
10.2.1,
10.2.2
11 Audit SMK3 11.1.1,
11.1.2, 11.1.3
12 Pengembangan 12.2.1, 12.1.2, 12.1.1,
keterampilan dan 12.2.2, 12.1.4, 12.1.3,
kemampuan 12.3.1, 12.1.5, 12.1.7, 12.3.3
12.5.1 12.1.6,
12.3.2,
12.4.1

289
c. KETENTUAN PENlLAIAN HASILAUDITSMKJ

Penilaian basil Audit SMK3 terdiri dari 3 kategori yaitu:

1. Kategori Tingkat awal

Perusahaan yang memenuhi 64 (enam puluh empat) kriteria, kriteria tersebut


sebagaimana tercantum dalam kolom 3 pada Tabel 1.

2. Kategori Tingkat Transisi

Perusahaan yang memenuhi 122 (seratus dua puluh dua) kriteria, kriteria
tersebut sebagaimana tercantum dalam kolom 3 dan kolom 4 pada Tabel I.

3. Kategori Tingkat Lanjutan

Perusahaan yang memenuhi 166 (seratus enam puluh enam) kriteria, kriteria
tersebut sebagaimana tercantum dalam kolom 3, kolom 4, dan kolom 5 pada
Tabell.

Tingkat penilaian penerapan SMK3 ditetapkan sebagai berikut:

I. Untuk tingkat pencapaian penerapan 0-59% tennasuk tingkat penilaian penerapan


kurang.

2. Untuk tingkat pencapaian penerapan 60-84% termasuk tingkat penilaian


penerapan baik.

3. Untuk tingkat pencapaian penerapan 85-100% termasuk tingkat penilaian


penerapan memuaskan.

Tingkat penilaian penerapan SMK3 dapat dilihat pada Tabel2:

290
Tabel2
Penilaian Tingkat Penerapan SMK3

Kategori Tingkat Pencapaian Penerapan


Perusahaan 0-590/0 60...84% 85-1000/0
Kategori Tingkat Tingkat Tingkat Penilaian
tingkat Penilaian Penilaian Penerapan
awal (64 Penerapan Penerapan Baik Memuaskan
kriteria) Kurang
Kategori Tingkat Tingkat Tingkat Penilaian
tingkat Penilaian ,Penilaian Penerapan
transisi Penerapan Penerapan Baik Memuaskan
(122 Kurang
kriteria)
Kategori Tingkat Tingkat Tingkat Penilaian
tingkat Penilaian Penilaian Penerapan
lanjutan Penerapan Penerapan Baik Memuaskan
(166 Kurang
kriteria)

Selain penilaian terhadap tingkat pencapaian penerapan SMK3, juga dilakukan penilaian
terhadap perusahaan berdasarkan kriteria yang menurut sifatnya dibagi atas 3 (tiga) kategori,
yaitu:
1. Kategori Kritikal
Temuan yang mengaldbatkanfata/ity/kematian.
2. Kategori Mayor
a) Tidak memenubi ketentuan peraturan perundang-undangan;
b) Tidak melaksanakan salah satu prinsip SMK3; dan

c) Terdapat temuan minor untuk satu kriteria audit di beberapa lokasi.

3. Kategori Minor
Ketidakkonsistenan dalam pemenuhan persyaratan peraturan perundang-undangan,
standar, pedoman, dan acuan lainnya.

291
Dalam hal penilaian perusahaan termasuk kategori kritikal atau mayor, maka dinilai
belum berhasil menerapkan SMK3 dan penilaian tingkat penerapan SMK3 tidak
mengacu pada Tabel 2.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Salinan sesuai dengan aslinya


KEMENTERlAN SEKRETARIATNEGARA RI
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

WlSDU Setiawan

292
LAMPlRANm
PERATURANPEMERINTAHREPUBLIKINDONESIA
NOMOR 50TAHUN 2012
TENTANG
PENERAPANSISTEMMANAJEMENKESELAMATAN
DANKESEHATANKERJA

LAPORAN AUDIT
SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN
DAN KESEHATAN KERJA
(SMK3)

NAMA PERUSAHAAN
UNITKERJA
<NAMA TEMPAT KERJAYANG DIAUDIT>
<LOKASI>

TINGKATAUDIT: <AWALITRANSISIILANJUTAN>
Nomor : <No. Laporan>

<NAMAPENYELENGGARAAUDITINDEPENDEN>

DISTRlBUSI LAPORAN :
1. <NAMA TEMPATKERJA YANG DIAUDIT>
2. <KEMENTERIANYANG MEMBIDANGI KETENAGAKERJAAN>
3. <NAMAPENYELENGGARAAUDITINDEPENDEN>
4. <DINASYANG MEMBIDANGIKETENAGAKERJAAN>

293
<No.
LAPORAN AUDIT <No.
No.
laporan> SISTEM Halaman Halaman> dari
Laporan MANAJEMEN
<Total
KESELAMATAN
Halaman> ,
DAN KESEHATAN
TgI. <Tanggal KERJA Audit kef <No.
Laporan>
Distribusi Distribusi>
Laporan
<NAMA TEMPAT Dari 3
KERJA>

No. <No. RINGKASAN Auditor Ketua Tim


Pekerjaan Pekerjaan> Auditor

1. PERUSAHAANYANG DIAUDIT
Nama perusahaan
Jenis usaha

2. LINGKUPAUDIT
Ruang lingkup pelaksanaan audit ekstemal SMK3 di <nama tempst kerja> meliputi:
a. <unit kerja unit proses/bagian tempat kerja> <lokasi>
b. dan seterusnya

3. PELAKSANAANAUDIT
Tanggal : <dan s.d. pelaksanaan audit>
Tempat : <alamat>

4. TUJUAN AUDIT
Untuk membuktikan tingkat pencapaian penerapan dan pengembangan dan kinerja
K3 pada <nama tempat kerja> sesuai dengan SMK3 dan ketentuan.. ketentuan hukum
yang berlaku di Indonesia.

294
5. TIM AUDITOR
Timauditor(NAMAPENYELENGGARAAUDITINDEPENDEN)terdiridari:
1. <NAMA>, Auditor senior
2. <NAMA>, Auditorjunior

No. <No. LAPORAN AUDIT Halaman <No.


laporan> SISTEM
Laporan Halaman>
MANAJEMEN
dari <Total
KESELAMATAN
Halaman>
DAN
Tgl. < Tanggal KESEHATAN Distribusi <No.
Laporan> KERJA Distribusi>
Laporan
Dari 3
<NAMA TEMPAT
KERJA>
No. <No. RINGKASAN Auditor Ketua Tim
Pekerjaan Pekerjaan> Auditor

6. GAMBARANUMUMTEMPATKERJA
a. <Proses produksi>
b. <Penerapan K3>

7. JADWAL AUDIT

NO KEGIATAN WAKTU KETERANGAN PENGHUBUNG

1 PERTEMUAN
AWAL

2 PEMERIKSAAN
DAN PENILAIAN
KRITERIA

3 PERTEMUAN
AKHIR

295
<No.
LAPORAN AUDIT Halaman <No.
No.
SISTEM Halaman>
laporan>
Laporan MANAJEMEN
dari <Total
KESELAMATAN Halaman>
DAN
Tgl. <Tanggal KESEHATAN Distribusi <No.
Laporan> KERJA Distribusi>
Laporan
Dari 3
<NAMA TEMPAT
KERJA >

No. <No. LAPORAN Auditor Ketua Tim


Pekerjaan> DTAMA Auditor
Pekerjaan

8. DAFTAR KRITERIAAUDIT DAN PEMENUHANNYA

PEMENUHANNYA

NO. NO. TIDAK KETIDAKSESUAIAN


KRITERIA BERLAKU KESESUAIAN
MAYOR MINOR

296
9. PENJELASAN TENTANG KRITERIA TIDAK BERLAKU
<elemenlkriteria yang tidak bisa diterapkan>

10. URAlANTEMUANKETIDAKSESUAIAN
<uraian mengenai temuan yang tidak sesuai minor/mayor>

11. TINDAKLANJUT
<saran perbaikan ketidaksesuaian>

12. HASILAUDIT
<kesimpulan prosentase perolehan hasil audit>

No. <No. LAPORAN AUDIT Halaman <No.


laporan> SISTEM
Laporan Halaman>
MANAJEMEN
dari <Total
KESELAMATAN
Halaman>
DAN
Tgl. <Tanggal KESEHATAN Distribusi <No.
Laporan Laporan> KERJA Distribusi>
Dari 3
<NAMA TEMPAT
KERJA>

No. <No. LAPORAN Auditor Ketua Tim


Pekerjaan Pekerjaan> UTAMA Auditor

297
13. DATAPENDUKUNG LAPORANAUDIT
a. daftar hadir pertemuan perusahaan yang diaudit; dan

b. respon perosahaan terhadap tindak: lanjut temuan ketidaksesuaian.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Salinan sesuai dengan aslinya


KEMENTERIAN SEKRETARIATNEGARARI
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

WiSDU Setiawan

298
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR21 TAHUN 2010
lENTANG
PENGAWASANKETENAGAKERJAAN
DENGANRAHMATTUHANYANGMAHAESA
PRESIDEN REPUBLIK. INDONESIA,

Menimbang bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal178 ayat (2) Undang-Undang


Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dipandang perIu
menetapkan Peraturan Presiden tentang Pengawasan Ketenagakerjaan;
Mengingat I. Pasal4 ayat (I) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-UndangNomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan
Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948
Nomor 23 Dari Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4);
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tabun 2003 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);
4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO
Convention No. 81 Concerning Labour Inspection In Industry And
Commerce (Konvensi ILO No. 81 Mengenai Pengawasan
Ketenagakerjaan Dalam Industri dan Perdagangan) (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 91, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4309);
5. Undang-Undang Nomor 32 Taboo 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,

299
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tabun 2008 (Lembaran Negara Republik Indo-
nesia Tahun 2008 Nomor 59~ Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan PenyeJenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, dan Pemerintah Daerah KabupatenIKota (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahuo 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4741);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tabun 2008 tentang Dekonsentrasi
dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Taboo
2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4816);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan PERATURAN PRESIDENTENTANG PENGAWASAN
KETENAGAKERJAAN.

DAB I
KE1ENIUANUMUM
Pasail
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan :
1. Pengawasan Ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan
pelaksanaan peraturan perundang-undangandi bidang ketenagakerjaan.
2. Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat adalah unit kerja
pengawasan ketenagakerjaan pada Kementerian yang menangani urusan di bidang
ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi adaJah unit kerja
pengawasan ketenagakerjaan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi yang
menangani urosan di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

300
4. Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota adalah unit
kerja pengawasan ketenagakerjaan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten/
Kota yang menangani urusan di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
5. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut Pengawas
Ketenagakerjaan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan dalam
jabatan fungsional Pengawas Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
6. Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan.

Pasal2
Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan dalam satu kesatuan sistem pengawasan
ketenagakerjaan yang terpadu, terkoordinasi, dan terintegrasi yang meliputi :
a. Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan;
b. Pengawas Ketenagakerjaan; dan
c. Tata cara pengawasan ketenagakerjaan.

BABII
UNITKERJAPENGAWASAN
KETENAGAKERJAAN
Pasal3
( 1)Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja pengawasan ketenagakerjaan
pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan
pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
(2) Untuk menyelenggarakan pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1), di lingkungan organisasi unit keIja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi
yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah KabupateniKota dibentuk jabatan
fungsional pengawas ketenagakerjaan.
(3) Ketentuan mengenai pembentukan unit kerja pengawasan ketenagakerjaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang.. undangan.
Pasal4
Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan

301
Pemerintah KabupatenfKota dalam melaksanakan pengawasan ketenagakerjaan didukung
dengan sarana dan prasarana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

PasalS
( 1) Pengawasan ketenagakerjaan oleh unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi
yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah KabupatenIKota dilaksanakan seeara
terkoordinasi.
(2) Koordinasi antar unit kerja pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1) dilaksanakan melalui :
a. Koordinasi Tingkat Nasional;
b. Koordinasi Tingkat Provinsi.

Pasal6
( 1)Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat menyelenggarakan rapat
Koordinasi Tingkat Nasional yang dihadiri oleh seluruh unit kerja pengawasan
ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang
ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota,
sekurangkurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Dalam rapat Koordinasi Tingkat Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), unit
kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintab Pusat, dapat mengikutsertakan
instansi pemerintah terkait danlataupihak lain yang dipandang perlu.

Pasal7
Hasil rapat Koordinasi Tingkat Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 menjadi
pedoman pelaksanaan Koordinasi Tingkat Provinsi.

PasalS
(1) Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi menyelenggarakan
rapat Koordinasi Tingkat Provinsi yang dihadiri seluruh unit kerja pengawasan
ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
ketenagakerjaanpada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi· yang bersangkutan.
sekurang-kurangnya I (satu) kali dalam 1 (sam) tahoo.

302
(2) Dalam rapat Koordinasi Tingkat Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (I), unit
kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi, dapat mengikutsertakan
instansi Pemerintah dan instansi Pemerintah Daerah terkait dan/atau pihak lain yang
dipandang perlu.
Pasal9
(1 ) Hasil rapat Koordinasi Tingkat Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal8, menjadi
pedoman pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan oteh unit kerja pengawasan
ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang
ketenagakerjaan pada Pemerintah KabupatenIKota.
(2) ,Dalam rangka pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang Iingkup tugas
dan tanggungjawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah KabupatenIKota
dapatmelaksanakan rapat kerja teknis operasional.

PasallO
( 1)Hasil pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan di KabupatenIKota dilaporkan kepada
Bupati/Walikota.
(2) BupatilWalikota melaporkan hasil pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan di
wilayahnya kepada Gubemur.

Pasalll
(1) HasH pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan di Provinsi dilaporkan kepada
Gubemur.
(2) Gubemur melaporkan hasil pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan di wilayahnya
kepada Menteri dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri.

Pasal12
Menteri melaporkan hasil pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan secara nasional kepada
Presiden.
Pasal13
Ketentuan lebih lanjut mengenai~koordinasi unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada
instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada
Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dan tata cara
pelaporan pengawasan ketenagaketjaan diatur oleh Menteri dengan memperhatikan ketentuan
peraturan pemndang-undangan.

303
BAB III
PENGAWASKElENAGAKERJAAN
Pasal14
( 1) Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan yang
mempunyai kompetensi dan independen.
(2) Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

PasallS
(1) Dalam rangka memenuhi kebutuhan Pengawas Ketenagakerjaan dilakukan pengadaan
Pengawas Ketenagakerjaan.
(2) Pengadaan Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan melalui :
a. Pengadaan Pegawai Negeri Sipil bam sebagai Pengawas Ketenagakerjaan;
b. Pendayagunaan Pegawai Negeri Sipil menjadi Pengawas Ketenagakerjaan.

(3) Pengadaan Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal16
( 1)Menteri menetapkan Rencana Kebutuhan Pengawas Ketenagakerjaan seeara nasional.
(2) Penetapan Rencana Kebutuhan Pengawas Ketenagakerjaan secara nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (l)dilaksanakan paling lama 1 (satu) taboo sejak
ditetapkannya Peraturan Presiden inr aan disesuaikan secara berkala 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tabun.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Rencana Kebutuhan Pengawas Ketenagakerjaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.

PasslI7
( 1)Dalam rangka memenuhi Pengawas Ketenagakerjaan yang berdaya guna dan berhasil
gunadilakukan peningkatan kualitas Pengawas Ketenagakerjaan.
(2) Peningkatan kualitas Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

304
Pasa) 18
Instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada
Pemerintah Pusat melakukan pembinaan fungsional Pengawas Ketenagakerjaan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal19
(1) Pengawas Ketenagakerjaan bertugas melaksanakan pengawasan ketenagakerjaan.
(2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (I), Pengawas Ketenagakerjaanjuga
diberikan kewenangan sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal20
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Pengawas Ketenagakerjaan wajib :
a. merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan;
b. tidak menyalahgunakan kewenangannya.

Pasal21
Ketentuan mengenai hak, kewajiban, tugas dan wewenang Pengawas Ketenagakerjaan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BABIV
TATA CARAPENGAWASAN
KETENAGAKERJAAN
Pasal22
(1) Unit ketja pengawasan ketenagaketjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi,
dan Pemerintah Kabupaten/Kota menyelenggarakan pengawasan ketenagakerjaan
sesuai dengan kewenangannya, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Pengawas
Ketenagakerjaan.
(2) Tata cara pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal23
( I) Dalam hal terjadi pennasalahan atas pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan di
Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota yang berdampak nasional atau intemasional, maka

305
unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat melakukan langkah..
langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan pengawasan
ketenagaketjaan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
berkoordinasi dengan instansi yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang
ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah KabupatenIKota
dimana permasalaban tersebut terjadi.

BABV
PEMBINAAN PENGAWASAN
KETENAGAKERJAAN
Pasal24
( 1) Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat melakukan pembinaan
pengawasan ketenagakerjaan kepada unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada
instansi yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang ketenagakerjaan pada
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah KabupatenIKota.
(2) Dalam rangka pembinaan terhadap unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada
instansi yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang ketenagakerjaan pada
Pemerintah KabupatenIKota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat
melimpahkan pelaksanaannya kepada Gubemur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang.. undangan.

Pasal2S
Pembinaan pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasa} 24
dimaksudkan untuk mendukung kemampuan unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada
instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada
Pemerintab Provinsi dan Pemerintah KabupatenIKota dalam menyelenggaralam pengawasan
ketenagakerjaan yang menjadi kewenangannya.

Pasal26
Pembinaan pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal25 meliputi
bidang:
a. kelembagaan;
b. sumber daya manusia Pengawas Ketenagakerjaan;
c. sarana dan prasarana;

306
d. pendanaan;
e. administrasi;
f. sistem infonnasi pengawasan ketenagakerjaan.

Pasal27
Pembinaan pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 26
dilaksanakan melalui :
a. bimbingan;
b. konsultasi;
c. penyuluhan;
d. supervisi dan pemantauan;
e. sosialisasi;
f. pendidikan dan pelatihan;
g. pendampingan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan;
h. kegiatan lain dalam rangka pembinaan.

Pasal28
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24, Pasa125, Pasal 26, dan Pasal 27, diatur oleh Menteri dengan
memperhatikan ketentuan peraturan pemndang-undangan.

Pasal29
(1) Apabila unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang Iingkup tugas dan
tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi dan
KabupatenIKota belum juga mampu setelah diIakukan pembinaan pengawasan
ketenagakerjaan, maka untuk sementara pengawasan ketenagaketjaan dilakukan oleh
unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat.
(2) Unit ketja pengawasan ketenagaketjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat menyerahkan kembali
urusan pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila
unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota
telah mampu menyelenggarakan pengawasan ketenagakerjaan.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perondang-undangan.

307
BABVI
JARINGAN INFORMASI PENGAWASAN
KETENAGAKERJAAN

Pasal30
Dalam rangka pengawasan ketenagakerjaan dibentuk jaringan infonnasi pengawasan
ketenagakerjaan sebagai satu kesatuan sistem infonnasi pengawasan ketenagakerjaan.

Pasal31
Jaringan infonnasi pengawasan ketenagakerjaan mempunyai fungsi :
a. sebagai sarana pelayanan infonnasi;
b. meningkatkan penyebarluasan dan pemahaman pengetahuan di bidang pengawasan
ketenagakerjaan.

Pasal32
(1) Jaringan informasi pengawasan ketenagakerjaan terdiri dari :
a. pusatjaringan;
b. anggota jaringan..
(2) Pusat jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah unit kerja
pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya
di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat.
(3) Anggotajarmgan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufb adalah:
a. unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan
tanggungjawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi;
b. unit kerja pengawasan ketenagakerJaan pada instansi yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Kabupatenl
Kota.

Pasal33
Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi bertindak sebagai pusat
jaringan di Provinsi dengan anggotajaringan unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada
instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada
Pemerintah KabupatenIKota.

308
PasaI34
Ketentuan mengenai bentuk, isi, dan pengelolaan data dan infonnasi dalamjaringan infonnasi
pengawasan ketenagakerjaan diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal35
( 1) Unit kerja pengawasan ketenagaketjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat sebagai pusat jaringan
mempunyai tugas melakukan pembinaan, pengembangan, pemantauan kepada anggota
jaringan infonnasi pengawasan ketenagakerjaan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh
Menteri.

Pasal36
(1) Pihak lain dapat menjadi anggota jaringan informasi pengawasan ketenagaketjaan.
(2) Ketentuan lebih Ianjut mengenai persyaratan dan tata cara menjadi anggotajaringan
infonnasi pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
oleh Menteri.

Pasal37
Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan jaringan informasi pengawasan
ketenagakerjaan dibebankan kepada anggaran pusatjaringan dan masing-masing anggota
jaringan informasi pengawasan ketenagakerjaan.

BABVII
KETENTUAN LAIN-LAIN

PasaI38
(1) Dalam rangka pengawasan ketenagakerjaan, Menteri dapat melakukan :
a. kerjasama intemasional di bidang pengawasan ketenagakerjaan;
b. pemberian penghargaan; dan
c. pengembangan sistem pengawasan ketenagakerjaan.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh
Menteri.

309
BAB VIII
KETENfUANPENUIlJP

Pasal39
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Maret 2010

PRESIDEN REPUBLIK INDON'ESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANGYUDHOYONO

310
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 34 TAHUN 2014

TENfANG

PENGESAHAN CONVENTION CONCERNING THE PROMOTIONAL FRAME-


WORK FOR OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH! CONVENTION 187,2006
(KONVENSlMENGENAIKERANGKAKERJAPENINGKATANKESELAMATAN
DAN KESEHATAN KERJAIKONVENSI 187,2006)

DENGANRAHMATTUHANYANGMAHAESA

PRESIDEN REPUBLIKINDONESIA

Menimbang: a. Bahwa Pemerintah Republik Indonesia sebagai anggota Organisasi


Ketenagakerjaan Intemasional memiliki komitmen yang kuat untuk
meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja sejalan dengan
ketentuan yang telah digariskan oleh Organisasi Ketenagakerjaan
Intemasional dengan tetap mengedepankan kepentingan dan
kebutuban hukum nasional;
b. Bahwa Convention Concerning the Promotional Framework for
Occupational Safety and Health/Convention 187, 2006 (Konvensi
mengenai Kerangka Kerja Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan
KerjaIKonvensi 187, 2006) menitikberatkan pada upaya negara
anggota OrganisasiKetenagakerjaan Internasional untuk
mempromosikan kerangka kerja keselamatan dan kesehatan
kerja melalui kebijakan, sistem, dan program nasional dalam
mencapai terwujudnya budaya keselamatan dan kesehatan kerja
nasional;

311
c. Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, Konvensi
tersebut periu disahkan dengan Peraturan Presiden;
d. Bah\va berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, hurufb, dan huruf c~ periu menetapkan Peraturan Presiden
tentang Pengesahan Convention Concerning the Promotional Frame-
work/or Occupational Safety and Health/ Convention 187,2006
(Konvensi mengenai Kerangka Kerja Peningkatan Keselamatan dan
Kesehatan KerjaiKonvensi 187, 2006);

Mengingat 1. Pasa14 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahoo 1945;
2. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian
Intemasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4012);

MEMUTUSKAN
Menetapkan PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENGESAHAN CONVEN-
TION CONCERNING THE PROMOTIONAL FRAMEWORK
FOR OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH! CONVENTION
187,2006 (KONVENSI MENGENAI KERANGKA KERJA
PENINGKATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA/
KONVENSI 187,2006).

Pasall
(1) Mengesahkan Convention Concerning the Promotional Framework for Occupa-
tional Safety and Health/Convention 187, 2006 (Konvensi mengenai Kerangka Kerja
Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan KerjaIKonvensi 187, 2006) yang telah
diadopsi oleh Organisasi Ketenagakerjaan Intemasional dalam sidang ketenagakerjaan
intemasional ke-95 pada tanggal 15 Juni 2006 di Jenewa, Swiss.
(2) Naskah ash Konvensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan Bahasa
Inggris dan Bahasa Perancis sebagai bahasa resminya.
(3) Salinan naskah asli Konvensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan terjemahannya
dalam Bahasa Indonesia menjadi lampiran yang tidak terpisahkan dan Peraturan
Presiden ini.

312
Pasal2
Dalam hal terjadi perbedaan penafsiran antara salinan naskah ash Konvensi dan salinan
naskah terjemahannya dalam Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasa) 1,
yang diberlakukan salinan naskah asli Konvensi.

Pasal3
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini


dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 23 April 20 14

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 24 April 2014

MENTERI HUKUM DAN HAKASASI MANUSIA


REPUBLIK. INDONESIA

AMIR SYAMSUDIN
Lembara Negara Republik Indonesia tahun 2014 Nomor 89

Salinan sesuai dengan aslinya


SEKRETARIAT KABINET,
Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat

SISWANTO ROESYIDI

313
314
PERATURAN MENTERI TENAGAKERJA, TRANSKOP
NOMOR: PERJOIIMEN/1976
TENTANG
KEWAJIBAN LATlHAN PERKES BAGI DOKTER
PERUSAHAAN

MENTERI T"ENAGA KERJA TRANSMIGRASI DAN KOPERASI


Menimbang
1. Bahwa setiap tenaga kerja perlu mendapat perlindungan kesehatan keselamatan kerja
sehingga rnelaksanakan pekerjaannya dengan baik.
2. Bahwa dokterperusahaan harns dapat melakukan usaha-usaha Hygiene perusahaan
kesebatan dan keselamatan kerja sesuai dengan nonna-nonna perlindungan dan
perawatan tenaga kerja.
3. Bahwa untuk melaksanakan usaha-usaha tersebut pada angka 2 diatas, maka periu
dikeluarkan peraturan tentang kewajiban Latihan Hiperkes bagi Dokter Perusahaan.
Mengingat:
1. Undang-undang No. 1 Tabun 1970.
2. Keputusan Presiden No. 34 Tabun 1972.
3. Keputusan Presiden RJ No.9 Taboo 1973.
4. Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1974.
5. Keputusan Menten Tenaga Kerja R.I No. 153 dan 158 Tabuo 1969.

MEMUTUSKAN

Menetapkan:
Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transkop tentang kewajiban latihan Hiperkes bagi Dokter-
dokter perusahaan
Pasall
Setiap perusahaan diwajibkan untuk mengirimkan setiap dokter perusahaannya untuk
mendapatkan ]atihan dalam bidang Hygiene Perusahaan. Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Pasal2
Yang dimaksud dengan dokter perusahaan ialah setiap dokter yang ditunjuk atau bekerja
diperusahaan yang bertugas dan atau bertanggung jawab at as Hygiene Perusahaan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

315
Pasal3

Lembaga Nasional dan Lembaga Daerah Hygiene Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan
Kerja ditunjuk menyelenggarakan Latihan dan Lapangan Hygiene perusahaan kesehatan
dan keselamatan kerja dalam pasal 1 dengan petunjuk dan bimbingan Direktur Jenderal
Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi.

Pasa14

Lembaga Nasional dan Lembaga Daerah Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja hams
mendaftar dan melaporkan semua dokter perusahaan yang teah dilatih kepada Direktur
lenderal Perlindungan dan Perawatan Tanaga Kerja.

PasalS

Segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan latihan hiperkes tersebut diatur
lebih lanjut oleh Direktur Lembaga Nasional Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja.

Pasal6

Perusahaan-perusahaan yang tidak melaksanakan ketentuan tersebut pasal 1peraturan ini


diancam dengan hukuman sebagaimana dimaksud pada pasal 15 ayat 2 Undang.. undang
No. 1Tabun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Pasa17

Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

DITETAPKAN DI JAKARTA
PADATANGGAL 3 JUNI 1976

MENTER! TENAGAKERJA
TRANSMIGRASI DAN KOPERASI

TTD.

SOEBROTO

316
MENTER! TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
PERATVRAN MENTERI TENAGAKERJADANTRANSMIGRASI
NOMOR : Per. Ol/MEN/1979
TENfANG

KEWAJlBAN LATIHAN HYGIENE PERUSAHAAN KESEHATAN


DAN KESELAMATAN KERJABAGI TENAGAPARAMEDIS
PERUSAHAAN
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
Menimbang 1. Bahwa pelaksanaan perlindungan dan perawatan tenaga kerja
terhadap kesehatan dan keselamatan ditempat kerja perlu dijamin
penyelenggaraannya sehingga betul-betul dapat dinikmati oleh para
tenaga kerja;
2. Bahwa tenaga kerja para medis hygiene perusahaan-perusahaan
dan keselamatan kerj a harus dapat melaksanakan usaha
penyelenggaraan hygiene perusahaan, kesehatan dan keselamatan
kerja diperosahaan/tempat kerja masing-masing;
3. Bahwa untuk dapat melaksanakan tugas-tugas penyelenggaraan
tersebut tenaga para medis hygiene perusahaan dan keselamatan
kerja hams mendapatkan latihan dalam bidang hygiene perusahaan,
kesehatan dan keselamatan kerja;
4. Bahwa untuk melaksanakan usaha-usaha tersebut pda angka 3,
maka perlu dikeluarkan peraturan tentang Kewajiban Latihan
Hygiene Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja bagi tenaga
para medis Perusahaan.

Mengingat 1. Undang-undang No. 14 Tabun 1969;


2. Pasal9 ayat (3) Undang-undang No.1 Tabun 1970;
3. Keputusan Presiden R.I No. 44 dan 45 Tahun 1975;
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transkop No. Per/OllMen/1976;
5. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigra~i No. 71IMenl
1978.
MEMUTUSKAN:

Menetapkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi ten tang kewajiban
Latihan Hygiene Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja bagi
tenaga Para Medis dan Perusahaan.

317
Pasall

Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga para medis diwajibkan untuk mengirimkan
setiap tenaga tersebut untuk mendapatkan latihan dalam bidang Hygiene Perusahaan,
Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Pasa12
Yang dimaksud tenaga Para Medis ialah tenaga Para Medis yang ditunjuk atau ditugaskan
untuk melaksanakan atau membantu penyelenggaraan tugas-tugas hygiene perusahaan,
kesehatan dan keselamatan kerja diperusahaan atas petunjuk dan bimbingan dokter
perusahaan.
Pasa13
Pusat dan Balai Bina Hygiene Perusahaan dan Kesehatan dan Keselamatan Kerja ditunjuk
untuk menyelenggarakan latihan dalam lapangan hygiene perusahaan, kesehatan dan
keselamatan kerja da1am pasal 1 serta melaporkan tugas-tugas tersebut kepada Direktur
Jendera1 Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja.
Pasal4
(1) Setiap tenaga para medis yang telah dapat menyelenggarakan latihan akan mendapatkan
sertifikat.
(2) Dengan sertifikat tersebut tenaga kerja medis yang bersangkutan telah memenuhi
syarat-syarat untuk menyelenggarakan pelayanan hygiene perusahaan dan kesehatan
kerja sesuai dengan fungsinya.
Pasa15
Segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan Latihan Hygiene Perusahaan
Kesehatan Kerja tersebut akan ditentukan oleh Kepala Pusat Bina Hygiene Perusahaan,
Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Pasa16
Perusahaan-perusahaan yang tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan tersebut pada pasal
1 dari peraturan ini diancam dengan hukuman sebagaimana dimaksud pada pasal 15 ayat
(2) Undang-undang No.1 Tahoo 1970 tentang Keselamatan KeIja.

Pasal?

Pegawai Pengawas Kesehatan Kerja akan melakukan pengawasan terhadap ditaatinya


ketentuan sebagaimana tersebut pada pasal 1.

318
Pasal8
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

DITETAPKAN OJ JAKARTA
PADATANGGAL 26 Pebruan 1979
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

Cap. ttd.

(HARUN ZAIN)

319
320
PERATIJRAN MENTERI
TENAGA KERJA, TRANSMIGRASI DAN KOPERASI
NO. PER. OllMEN/1978
TENTANG
KESELAMATAN DANKESEHATAN KERJADALAM PENEBANGA~DAN
PENGANGKUTANKAYU

MENTERITENAGA KERJA, TRANSMIGRASI DAN


KOPERASI

Menimbang a. bahwa belum adanya ketentuan atau norma-norma untuk


memberikan perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan
kerja yang bertalian dengan penebangan dan pengangkutan
kayu;
b. bahwa untuk itu segera pelaksanaan ketentuan tersebut dalam
pasal2 ayat 2 UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
dilaksanakan dengan Peraturan Menteri.

Mengingat 1. Undang-undang No. 14 tahun 1969, tentang Ketentuan-


ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja;
2. Undang-undang No.1 Taboo 1970, tentang Keselamatan Ketja;
3. Keputusan Presiden No. 44, No. 45 tahun 1974, yo. Keputusan
Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No.
KEPTS.lOOO-/MEN/1975

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi tentang


Keselamatan dan Kesebatan Kerja dalam penebangan dan pengangkutan kayu.

BAD I
KElENTUANUMUM

Pasall

Yang dimaksud didalam Peraturan Menteri ini dengan :


I. Penelitian hutan: ialah peninjauan pengamatan, pencatatan obyek hutan yang
mendahului kegiatan pembukaan maupun pengerjaan suatu
hutan dan dilakukan langsung dihutan.

321
2. Pemetaan hutan ialah pembuatan peta yang dilakukan dengan pengukuran
obyek butan didarat maupun dari udara terkecuali dengan
penggunaan satelit.
3. Pembuatanjalan ialah pembuatan suatu jalan dalam hutan untuk keperluan
lalu lintas orang maupun barang, termasuk kegiatan
pemetaan, persiapan dan perawatannya.
4. lalan ialah suatu jalur tanah terbuka yang menghubungkan dua
tempat untuk lalu Iintas orang, binatang, kendaraan tennasuk
landasan pesawat terbang.
5. Pangkalan induk ialah tempat pemukiman dan tempat kerja sebagai pangkalan
untuk kegiatan menangani exploitasi hutan.
6. Isyarat ialah kegiatan, gerakan dan tanda untuk memberitahukan
sesuatu pihak lain yang disampaikan oleh pemberi isyarat
dengan cara audio atau visual.
7. peralatan pohon ialah bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya Wltuk
mengangkat dan mengangkut kayu.
8. Pemanjatan pobon ialah memanjat pohon dalam hutan dalam rangka melakukan
tugas kehutanan.
9. Penebangan kayu ialah menebang pohon atau pepohonan dengan alat bennesin
atau tidak.
10. Pemangkasan pohon : ialah memotong dahan, ranting, daun kulit pohon yang telah
tumbang untuk menjadi kayu gelondong.
11. Penarikan kayu ialah menarik kayu dengan mesill, binatang, traktor maupun
kabel.
12. Peluncuran kayu ialah meluncurkan, menggulingkan kayu, ditempat yang
landai meupun datar.
13. Pemuatan dan ialah memuat atau membongkar kayu ke atau dari suatu
pembongkaran kayu kendaraan.
14. Penimhunan dan ialah menimbun atau menumpuk kayu untuk menanti
penumpukan kayu pengerjaankayu selanjutnya.
15. Pengapungan kayu ialah untuk mengangkut kayu secara diapungkan di air
sungai telaga atau laut.
16. Alat Pelindung diri ialah alat atau perlengkapan untuk dipakai tenaga kerja guna
melindungi dirinya terhadap lingkungan kerja.

322
BARIl

Pasa12

Yang diatur oleh Peraturan Menteri ini adalah keselamatan kerja dalam tempat kerja
yang terdapat pada penebangan dan pengangkutan kayu diwilayah hutan.

BAB III
NORMA-NORMAKESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJAPADA
PENEBANGANDANPENGANGKUTANKAYU

Pasa13

Norma-norma Keselamatan dan Kesehatan Kerjapada penjelasan hutan (timber cruising)


adalah:
1. Adanya pemeriksaan kesehatan terhadap tenaga kerja sebelum melaksanakan
penjelajahan hutan yang dilakukan oleh Dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan
dibenarkan oleh Direktur.
2. Perlu adanya perlengkapan-perlengkapan (kompas, peta dengan ukuran skala
sekurang-kurangnya 1.50.000, parang, peluit kelambu dan tenda).

3. Penentuan lokasi kemah mengikuti pedoman :


a. dekat sungai yang mengalir;
b. jauh dari pohon yang mati;
c.. daerah yang kering dan cukup mendapat sinar matahari;
d. dapur hams terpisah dengan kemah atau tempat tidur.

4. Adanya usaha-usaha sebagai berikut:


8. terpisahnya penjelajah dari regunya; ~
b.. pengunaan tanda atau peluit apabila penjelajah terpisah dari regunya;
c. berkemah sebelum Malam hari;
d.. terhindamya dari medan yang curam;
e. pemakaian alat-alat pelindung diri bagi setiap anggota pada waktu bekerja.

323
5. Adanya laporan keinduk pangkalan (base camp) bila salah seorang anggota penjelajah
butan tersebut tersesar, yang dilakukan oleh kepala regu atau wakilnya sehingga
dapat diambillangkah-langkah pencarian secepat mungkin.

6. Adanya kornunikasi antara induk pangkalan (base camp) dengan regu penjelajah
apabila terjadi sesuatu hal (kecelakaan) untuk secepatnya mendapatkan pertolongan.

Pasa14
Nonna-nonna Keselamatan dan Kesebatan Kerja pada penebangan kayu :

1. Sebelum menebang sebuah pohon, pekerja hams memeriksa dengan teliti untuk
menentukan dati bagian manakah pemotongan hams dilakukan dari sisi yang amant

2. Waspada terhadap kulit kayu yang terlepas ataupun dahan-dahan kayu yang lapuk
dan dapat m,enimpa orang, batang-batang, potongan-potongan kayu atau rintangan-
rintangan lainnya yang dapat melenting atau terlempar dari pangkal pohon yang
ditebang.

3. Pembersihan reruntuhan yang ada disekitar pangkal pobon yang mungkin dapat
mengganggu keselamatan.

4. Pemilihan dan pembuatan jalan yang aman untuk menyelamatkan din.

5. Permintaan nasehat pada pemimpin kerja apabila penebang belum yakin akan
keselamatannya pada waktu penebangan kayu atau pemotongan yang berbahaya.

6. Tidak seorangpun boleh berdiri langsung sejajar dengan ujuang batang pohon yang
ditebang.

7. Potongan bawah (mataO dilakukan dengan satu taktikan yang aman, dalam dan
tingginya kiran-kim 1/3 garis menengah, sedangkan ganjal dibiarkan pada pohon
yang akan ditumbangkan kearah tertentu.

8. Potongan belakang (balas) dilakukan kemudian kira-kira 1/3 inchi diatas potongan
mata dan hams dijaga agar membentuk satu sudut yang baik. Penahanan kayu hams
dilakukan secara berhati-hati sehingga kayu hanya jatuh kearah yang dikehendaki.

9. Pencegahan adanya kayu yang mencuat dengan pemotongan balok extra yang cukup
miring dengan sudut keatas.

10. Pemasangan ganjal atau biji hanya diperlukan apabila ada bahaya kayu akan kearah
belakang.

324
11. Pemotongan kayu sejauh mungkin dilakukan didaerah terbuka.

12. Kewaspadaan terhadap lentingan balik dari dahan-dahan dan ujung kayu sewakm
menumbangkan pohon.

13. Kewaspadaan terhadap kulit kayu atau dahan kayu yang dapat jatuh pada waktu
mengganjal atau memasang baji pohon.
14. Pemukulan ganjal atau baji hanya boleh dilakukan dengan martil.

15. Penghentian motor (mesin) dan pemberian peringatan kepada orang-orang yang
berada disekitar daerahdimana kayu akan ditumbangkan sebelum penyelesaian akhir
potongan belakang.
16. Penghindaran kemungkinan gergaji saling berbenturan dilakukan dengan cara bekerja
tidal< terlalu dekat satu dengan lainnya.
17. Penebangan pohon tidak boleh dilakukan apabila angin bertiup yang dapat merubab
arab penebangan yang dikehendaki.

18. Larangan berhenti didaerah pada jarak 6 meter dari pangkal pobon yang ditebang
pada waktu menghindarkan diri.
19. Pemindahan gergaji mesin dari pobon yang satu kepohon yang lain atau dari pemotongan
yang satu kepemotongan yang lain hams dilakukan dalam keadaan mesin berhenti.
20. Penggunaan gergaji mesin dilakukan dengan kedudukan kaki yang kuat.
21. Cara turon dari batang pobon tidak boleh dilakukan dengancara meloncat untuk
menghindarkan terjadinya kecelakaan.

PasalS

Norma-norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada penyeretan dengan traktor


(yarding) :
1. Operator traktor barns mengikuti pedoman sebagai berikut :
1.1 Pemeriksaan terhadap olie, bahan bakar, air, baut-bautan dan peralatan lain
sebelum mengoperasikan traktor;
1.2 Berusaha jangan sampai ada orang lain menjalankan traktor dimaksud selanla
waktu bekerja;

325
1.3 Tidak diperbolehkan mengangkut penumpang sewaktu mengoperasikan traktor;
1.4 Diperhatikannya keadaan sekelilingnya (medan kerja, terutama terhadap
pemantunya/chokerman selama mengoperasikan traktor;
1.5 Pemakaian alat-alat pelindung diri selama bekerja (sarong tangan, topi pengaman,
kaca mata pengaman);
1.6 Berada dalam jarak yang aman dari daerah penebangan;
1.7 Penarikan didaerah berbukit hams dilakukan dengan cermat;
1.8 Pisau traktor (buldozer) hams selalu diletakkan dalam kedudukan yang tereadah
sewaktu berhenti beroperasi;
1.9 Sewaktu mengisi baban bakar dilarang menyalakan api (merokok);
1.10 Segera dilaporkannya setiap kali ada gangguan atau gejala gangguan mesin
kepada pimpinan kerja/mekanik yang bertugas.
2. Pembantu (chokerman) hams mengikuti pedoman-pedoman sebagai berikut .
2.1 Pemakaian alat-alat pelindung diri selama bekerja (sarong tangan, topi pengaman
dan lain-lain);
2.2 Berada dalamjarak yang aman (seialu dibelakang samping kayo yang sedang
ditarik);
2.3 Diperhatikannya keadaan sekelilingnya (terutama terhadap pohon-pohoolrant-
jng-ranting yang lapuklmati).
2.4 Pemasangan tali pengikat (sling) dilakukan dengan sempuma (mengikat secara
kuat-kuat)

Pasal6

Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada pemuatan kayu dengan loader:
1. Pemeriksaan kabel, pipa-pipa angin dan peralatan lain sebelum beroperasi.
2. Waspada terhadap keadaan sekitamya terutama terbadap karyawan-karyawan lain
dengan cara membunyikan/memberikian tanda-tanda (isarat).
3. Tidak diperkenankan mengangkut (mengayun) kayo melewati pekerja..
4. Peletakan kayu diatas truk hams selalu tepat dan jangan sampai melewati kabin truk;
5. Segera dilaporkan setiap ada gangguan atau gejala gangguan mesin pada pimpinan
kerja/mekanik.

326
Pasa17
Nonna Keselamatan dan Kesehatan kerja pada pengangkutan kayu dengan truk :

1. Pengemudi tmk hams mengikuti pedoman.. pedoman sebagai berikut :


1.1 Pemakaian a1at pelindung diri untuk ,keselamatan kerja;
1.2 Pemeriksaan olie, bahan bakar, air, rem, ban, dan peralatan lainnya sebelum
mengoperasikan truk;
1.3 Pemeriksaan keadaan kabeI pengikat (sling) sebelum dipergunakan;
1.4 Pengikatan kayu harns dilakukan dengan sempurna;
1.5 Kecepatanjangan melamapaui daya muat truk dengan mengingat keadaanjalan
dan jembatan yang akan dilalui;
1.6 Kecepatan tidak boleh melampaui batas yang telah ditetapkan dan selaiu
memperhatikan rambu-rambu jalan;
I .7 Setiap 20 km perjalanan diadakan pemeriksaan terhadap tali-tali pengikat kayu;
1.8 Tidak dibenarkan membawa penumpang lain selalna membawa muatan;
1.9 Segela dilaporkan setiap ada gangguan atau gejala-gejala gangguan mesin kepada
pimpinan kerjalmekanik;
1.10 Berusaha jangan sampai ada orang lain menjalankan truk dimaksud selama waktu
bekerja;
1. I1 Dilarang berada dalam kabin dan berada dideapan truk sewaktu pemuatan
dilakukan
1.12 Mengusahakan agar tidak seorang pun boleh berada di depan truk sewaktu
pemuatan-pemuatan dilakukan.
Pasa18

Nonna Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada pengangkutan kayu dan lori/loko.
Masinis hams mengikuti pedoman-pedoman sebagai berikut :
]. Pemakaian alat-alat pelindung diri.
2. Pemeriksaan peralatan dan perlengkapan (bahan bakar, olie, rem dan peralatan lainnya)
sebelum mengoperasikan Ioko beserta rangkaiannya.
3. Beban yang ditarik lokomotif tidak boteh melampaui batas beban keadaan jalan rei
yang telah ditetapkan oleh Pengusaha Pengurus.

327
4. Tidak melampaui batas kecepatan yang telah ditetapkan dan memperhatikan rambu..
rambu serta keadaan rei dan bantalan.
5. Tidak diperbolehkan mengangkut penumpang sewaktu mengoperasikan loko.
6. Segera dilaporkan setiap ada gejala-gejala gangguan dan gangguan mesin kepada
pimpinan kerja.
7.. Kecuali masinis yang bertugas tidak dibenarkan orang lain menjalankan laka.

Pasa19
Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada waktu pemuatan kayu kekapal :
1. Pemakaian alat-alat pelindung diri (sarong tangan, topi, pelampung).
2. Diperhatikannya keadaan seke~ilingnya pada waktu melepaskan rakit.. rakit.
3. Pemasangan tali pengikat dilakukan dengan sempurna.
4. Memperhatikan kode/tanda-tanda yang dipakai dalam waktu pemuatan/
5. Tidak dibenarkan melakukan pemuatan pada waktu ada hujan deras adan angin ribut.
6. Kapal penarik/tug boat harns selalu dipersiapkan selama berlangsungnya pemuatan
untuk memberi pertolongan kepada karyawan yang mendapat kecelakaan.

PasallO
Disamping Norma-norma yang hams diperhatikan seperti diatas maka setiap unit kerja
pada penebangan dan pengangkutan kayu hams diperhatikan pula:
1. Pada pekerjaan pengangkutan barang dari bawah sikap tubuh hams tegak dengan
lutut berada dalam keadaan menekuk dan pekerjaan mengangkat dilakukan dengan
kekuatan tumpuhan pada kaki bukan pada punggung.
2. Tersedianya peralatan dan obat-obatan untuk pertolongan pertama pada kecelakaan
tennasuk untuk pencegahan :
a. Linta/pacet, serangga, ular;
b. Malaria;
c. Sakit perot;
d. Keracunan terhadap pestisida.
3. Tersedianya penerangan lampu yang cukup, apabila pekerjaan dilak:ukan pada waktu
malamhari.

328
BADlY
KEWAJlBANPENGUSAHAIPENGURUS
PADADAN PENGANGKUTAN KAYU

Pasalll
Selain kewajiban yang telah ditetapkan dalam Undang-undang No.1 Tahun 1970,
PengusahaIPengurus dalam Peraturan Menteri ini berkewajiban pula:

1. Menerapkan nonna-norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja seperti tersebut di atas


Bah II Peraturan Menteri ini.
2. Harus memperhatikan tentang :
2.1 kondisi-kondisi dan bahaya yang mungkin timbul dalam tepat kerja dan
mengusahakan pencegahannya;
2.1. penyediaan dan penggunaan alat-alat pelindung diri dalam tempat kerja dan
alat-alat pengaman tennasuk alat penyelamat dirL

3. Menyediakan tempat pemukiman sementara buruh dan sekitamya yang harns selalu
terpelihara dalam keadaan baik dan bersih.

BABVI
PELAKSANAAN UMUM

Pasal12
Untuk kelancaran pelaksanaan Peraturan Menteri ini Direktur Jenderal Perlindungan dan
Perawatan Tenaga Kerja dapat melakukan kerja sarna dengan Direktur Jenderal Kehutanan.

Pasal13
Direktur Jenderal Perlindungan dan Perawatan Kerja dalam hal ini Lembaga Nasional
Perusahaan dan Kesehatan Kerja beserta Lembaga-lembaga Daerah melakukan pengujian
Laboratories pengembangan keahlian dan penerapan yang bersangkutan dengan Norma-
nonna sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini.

Pasa! 14
Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat memberikan petunjuk-petunjuk
dalam hal kemungkinan timbulnya bahaya-bahaya akibat belum adanya Donna-nonna seperti
yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini.

329
Pasal15

Kepala Kantor Wilayah setempat melakukan koordinasi pelaksanaan Peraturan Menteri ini
didaerah.

BAB VII
SANKSIDAN KETENTUAN PENUfUP

Pasal16

Setiap orang baik yang bersangkutan maupun tidak bersangkutan dengan pekerjaan ditempat
kerja ini, yang tidak melaksanakan Peraturan Menteri ini diancam dengan hukuman sesuai
dengan Pasal 15 ayat (2) Undang-undang No. 1 tahun 1970.
Pasa117
Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan :

DITETAPKAN DI : JAKARTA
PADA TANGGAL : 7 Pebruari 1978

MENTERI
TENAGAKERJA, TRANSMIGRASI
DAN KOPERASI

ttd..

SUBROTO

330
MENIERI
TENAGA KERJADAN TRANSMIGRASI

PERATURAN MENTERI TENAGAKERJADANTRANSMIGRASI


No. : Per.02IMenl1980

TENTANG

PEMERIKSAAN KESEHATANTENAGAKERJA
DALAM PENYELENGGARAAN KESELAMATAN KERJA

MENTERI TENAGAKERJA DAN TRANSMIGRASI


Menimbang a. bahwa keselamatan kerja yang setinggi-tingginya dapat dicapai
bila antara lain kesehatan tenaga kerja berada dalam taraf yang
sebaik-baiknya.
b. bahwa untuk menjamin kemampuan fisik dan kesehatan tenaga
kerja yang sebaik-baiknya perlu diadakan pemeriksaan kesehatan
yang terarah.
Mengingat 1. Undang-undang No. 1 Th 1970;
2. Keputusan Presiden R.I No. 44 Th. 1974 dan No. 4S Th. 1974;
3. Keputusan Presiden R.I No. 47 Th. 1979;
4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Transkop No. Kepts. 79/MenJ
1977;
5. Peraturan Menten Tenaga Kerja Transkop No. Per. 0 l/Menl1976;
6. Keputusan menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 71/MENI
1978.
MEMUIUSKAN
Menetapkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang
Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dan Penyelenggaraan
Keselamatan Kerja.
Pasall
Yang dimaksud dengan :
(a) Pemeriksaan Kesehatan sebelum kerja adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan
oleh dokter sebelum seorang tenaga kerja diterima untuk melakukan pekerjaan.

331
(b) Pemeriksaan kesehatan berkala adalah pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu
tertentu terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh dokter.

(c) Pemeriksaan Kesehatan Khusus adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh
dokter secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu.

(d) Dokter adalah dokteryang ditunjuk oleh Pengusaha dan telah memenuhi syarat sesuai
dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Koperasi No. Per. 10/
Men/1976 dan syarat-syarat lain yang dibenarkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan
Hubungan Perburuhan dan Periindungan Tenaga Kerja.

(e) Direktur ialah pejabat sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Transmigrasi dan Koperasi No. Kepts. 79/Menl1977.

Pasal2

(1) Pemeriksaan Kesehatan sebelum bekerja ditujukan agar tenaga kerja yang diterima
berada dalam kondisi kesehatan yang setinggi-tingginya, tidak mempunyai penyakit
menular yang akan menganai tenaga kerja lainnya, dan cocok untuk pekerjaan yang
akan dilakukan sehingga keselamatan dan kesehatan tenaga keja yang bersangkutan
dan tenaga kerja lain-Iainnya yang dapat dijamin.

(2) Semua perusahaan sebagaimana tersebut dalam pasal 2 ayat (2) Undang-undang
No. 1 Th. 1970 harus mengadakan Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja.

(3) Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran
jasmani, rontgen pam-paru (bilamana mungkin) dan laboratorium rutin, serta
pemeriksaan lain yang dianggap perlu.

(4) Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu periu dilakukan pemeriksaan yang sesuai dengan
kebutuhan guna mencegah bahaya yang diperkirakan timbul.

(5) Pengusaha atau pengurus dan dokter wajib menyusun pedoman pemeriksaan
Kesehatan Sebelum Kerja yang menjamin penempatan tenaga kerja sesuai dengan
kesehatan dan pekerjaan yang akan dilakukannya dan pedoman tersebut harus
mendapatkan persetujuan terlebih dahulu oleh Direktur.

(6) Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Ketja dibina dan dikembangkan mengikuti
kemampuan perusahaan dan kemajuan kedokteran dalam keselamatan kerja.

(7) Jika 3 (tiga) bulan sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh dokter
yang dimaksud pasall (sub d), tidak ada keragu-raguan maka tidak: perlu dilakukan
pemeriksaan kesehatan sebelum kerja.

332
Pasal3

(1) Pemeriksaan Kesehatan Berkala dimaksudkan untuk mempertahankan derajat


kesehatan tenaga kerja sesudah berada dalam pekerjaannya, serta menilai kemungkinan
adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan seawal mungkin yang perlu dikendalikan
dengan usaha-usaha pencegahan.

(2) Semua perusahaan sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (2) tersebut diatas hams
melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi tenaga kerja sekurang-kurangnya 1
tahun sekali kecuali ditentukan lain oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan
Perburohan dan Perlindungan Tenaga Kerja.

(3) Pemeriksaan Kesehatan Berkala metiputi fisik lengkap, kesegaranjasmani, rontgen


paru-pam (bilamana mungkin) dan laboratorium rutin serta pemeriksaan lain yang
dianggap perlu.

(4) Pengusaha atau pengurus dan doker wajib menyusun pedoman pemeriksaan kesehatan
berkala sesuai dengan kebutuhan menurutjenis-jenis pekerjaan yang ada.

(5) Pedoman Pemeriksaan kesehatan berkala dikembangkan mengikuti kemampuan


perusahaan dan kemajuan kedokteran dalam Keselamatan KeIja.

(6) Dalam hal ditemukan keahlian-keahlian atau gangguan-gangguan kesehatan pada


tenaga kerja pada pemeriksaan berkala, pengurus wajib mengadakan tindak lanjut
untuk memperbaiki kelainan-kelainan tersebut dan sebab-sebabnya untuk menjamin
terselenggaranya keselamatan dan kesehatan kerja.

(7) Agar pemeriksaan kesehatan berkala mencapai sasaran yang luas, maka pelayanan
kesehatan diluar perusahaan dapat dimanfaatkan oleb pengurus menurut keperluan.

(8) Dalam melaksanakan kewajiban pemeriksaan kesehatan berkala Direktur Jenderal


Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan Tenaga Kerja dapat menunjuk
satu atau beberapa Badan sebagai penyelenggara yang akan membantu perusahaan
yang tidal< mampu melakukan sendiri pemeriksaan kesehatan berkala.

Pasal4

Apabila Badan sebagaimana dimaksud pasal 3 ayat (8) didalam melakukan pemeriksaan
kesehatan berkala menemukan penyakit-penyakit akibat kerja, maka Badan tersebut hams
melaporkan kepada Ditjen Binalindung Tenaga Kerja melalui Kantor Wilayah Ditjen
Binalindung Tenaga Kerja.

333
PasaI5
(1) Pemeriksaan Kesehatan khusus dimaksudkan untuk menilai adanya pengaruh-
pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau golongan-golongan tenaga
kerja tertentu.
(2) Pemeriksaan Kesehatan Khusus dilakukan pula terhadap :
a. tenaga kerja yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang memerlukan
perawatan yang lebih dari 2 (dua) minggu;
b. tenaga kerja yang berusia diatas 40 (empat puluh) tahun atau tenaga kerja wanita
dan tenaga kerja cacat, serta tenaga kerja muda yang melakukan pekeIjaan
tertentu;
c. tenaga kerja yang terdapat dugaan-dugaan tertentu mengenai gangguan-
gangguan kesehatannya perin dilakukan pemeriksaan khusus sesuai dengan
kebutuhan.
(3) Perneriksaan Kesehatan Khusus diadakan pula apabila terdapat keluhan-keluhan
diantara tenaga kerja, atau atas pengamatan pegawai pengawas keselamatan dan
kesehatan kerja, atau atas penilaian Pusat Bina Hyperkes dan Keselamatan dan Balai-
balainya atau atas pendapat umum dimasyarakat.
(4) Terhadap kelainan-kelainan dan gangguan-gangguan kesehatan yang disebabkan akibat
pekerjaan khusus ini berlaku ketentuan-ketentuan Asuransi Sosial Tenaga Kerja sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasa16
(1) Perusahaan-perusahaan yang diwajibkan melakukan pemeriksaan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada pasal 2, 3 dan 5 wajib membuat reneana pemeriksaan
kesehatan sebelum bekerja, berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus.
(2) Pengurus wajib membuat laporan dan menyampaikan selambat-lambatnya 2 (dua)
bulan sesudah pemeriksaan kesehatan dilakukan kepada Direktur Jenderal Binalindung
Tenaga Kerja melalui Kantor Wilayah ditjen Binalindung Tenaga Kerja setempat.
(3) Pengurus bertanggungjawab terhadap ditaatinya peraturan ini.
(4) Peranan dan fungsi paramedis dalam pemeriksaan kesehatan kerja ini akan ditetapkan
lebih·lanjut oleh dokter sebagaimana tersebut pasal 1 sub (d).
Pasal7
(1) Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang No. I Tahun 1970 melakukan pengawasan terhadap ditaatinya
pelaksanaan peraturan ini.
(2) Untuk menilai pengaruh pekerjaan terhadap tenaga kerja Pusat Bina Hyperkes dan
Keselamatan Kerja beserta Balai-balainya menyelenggarakan pelayanan dan pengujian
di perusahaan.

334
(3) Bentuklformulir permohonan sebagai dokter Pemeriksa Kesehatan, pelaporan dan
bentuk/fonnulir Jain yang diperlukan guna pelaksanaan Peraturan Menten ini ditetapkan
oleh Direktur.
Pasa18
(1) Dalam hal terjadi perbedaan pendapat mengenai hasil pemeriksaan kesehatan berkala,
dan pemeriksaan kesehatan khusus, maka penyelesaiannya akan dilakukan oleh Majelis
Pertimbangan Kesehatan Daerah.
(2) Apabila salah satu pihak tidak menerima putusan yang telah diambil oleh Majelis
Pertimbangan Kesehatan Daerah, maka dalam jangka waktu 14 hari setelah tanggal
pengambilan keputusan tersebut pihak yang bersangkutan dapat mengajukan
persoalannya kepada Majelis Pertimbangan Kesehatan Pusal.
(3) Pembentuk~n susunan keanggotaan serta tugas dan wewenang Majelis Pertimbangan
Kesehatan Pusat dan Daerah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan
Perburuhan dan Perlindungan Tenaga Kerja.
Pasa19
Pengurus bertanggungjawab atas biaya yang diperlukan terhadap pemeriksaan kesehatan
berkala atau pemeriksaan kesehatan khusus yang dilaksanakan atas perintah baik oleh
Pertimbangan Kesehatan Daerah atau pun oleh Majelis Pertimbangan Kesehatan Pusal.
PasallO
Penguros yang tidak mentaati ketentuan-ketentuan dalam Peraturan ini diancam dengan
hukuman sesuai dengan Pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-undang No. Tabun 1970 tentang
Keselamatan Kerja.
Pasal II
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

DITETAPKAN DI JAKARTA
PADATANGGAL 13 - 3 - 1980
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

ttd.

(HARUN ZAlN)

335
336
Lampiran Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi
No. PER.OlIMEN/1980

PERATURAN
MENTERITENAGAKERJADANTRANSMIGRASI
NO. PER OlIMEN/1980
TENTANG:
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJAPADAKONSTRUKSI BANGUNAN
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
Menimbang a. bahwa kenyataan menunjukkan banyak terjadi kecelakaan,
akibat belum ditanganinya pengawasan keselamatan dan
kesehatan kerja secara mantap dan penyeluruh pada pekerjaan
konstroksi bangunan, sehingga karenanya perlu diadakan upaya
untuk membina norma perlindungan kerjanya;
b. bahwa dengan semakin meningkatnya pembangunan dengan
penggunaan tehnologi modem, harns diimbangi pula dengan
upaya keselamatan tenaga kerja atau orang lain yang berada
ditempat kerja.
c. bahwa sebagai pelaksana Undang-undang No.1 tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja, dipandang perlu UDtuk menetapkan
ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada pekerjaan Konstruksi Bangunan.
Mengingat I. Pasa) 10 (a) Undang-undang No. 14 Tahun 1969 tentang
ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja.
2. Pasal 2 (2c) dan Pasal 4 Undang-undang No.1 Tahun 1970
tentang KeselamatanKerja.

MEMUTUSKAN

Menetapkan PERATURAN MENTER! TENAGA KERJA DAN TRANSMI-


GRASlTENTANGKESELAMATANDANKESEHATANKERJA
PADAKONSTRUKSI BANGUNAN

BABI
KETENllJANUMUM

Pasall
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :

337
a. Konstruksi Bangunan ialah kegiatan yang berhubungan dengan seluruh tahapan yang
dilak.uakan ditempat kerja.
b. Tempat Kerja ialah tempat sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (I) dan ayat (2)
huruf c, k, 1, Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja..
c.. Direktur ialah Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan
Tenaga Kerja sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menten Tenaga Kerja,
Transmigrasi dan Koperasi No. Kep. 79/MEN/1977.
d.. Pengurus ialah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab terhadap pekerjaan
pada konstruksi bangunan secara aman.
e. Perancah (Scaffold) ialah bangunan peralatan (platfonn) yang dibuat untuk sementara
dan digunakan sebagai penyangga tenaga kerja, bahan.. bahan serta alat-alat pada
setiap pekerjaan kO.DStruksi bangunan termasuk pekerjaan pemeliharaan dan
pembongkaran.
f.. Gelagar (pulog or bearer) ialah bagian pari perancah untuk tempat meletakkan papan
peralatan..
g.. Palang penguat (brace) ialah bagian dari peranah untuk memperkuat dua titik
konstruksi yang berlainan guna mencegah pergeseran konstruksi hangunan perancah
tersebut..
h. Perancah tangga (ladeer scaffold) ialah suatu perancah yang menggunakan tangga
sebagai tiang untuk penyangga peralatannya.
i. Perancah kursi gantung (beatswain's chair) ialah suatu perancah yang berbentuk
tempat duduk yang digantung dengan kabel atau tambang.
j. Perancah dongkrak tangga (ladder jack scaffold) ialah suatu perancah ayang
peralatannya mempergunakan dongkrak untuk menaikkan dan menurunkannya dan
dipasang pada tangga.
k. Perancah topang jendela (window jack scaffold) ialah suatu perancah yang
peralatannya dipasang pada balok tumpu yang ditempatkan menjulur dari jendela
terbuka.
1. Perancah kuda-kuda (trestle scaffold) ialah suatu perancah yang disangga oleb kuda-
kuda.

Pasal2

Setiap peket:jan konstruksi bangunan yang akan dilakukan wajib dilaporkan kepada
Direktur atauPejabat yang ditunjuknya.

338
Pasal3
( I) Pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan hams diusahakan pencegahan atau
dikurangi terjadinya kecelakaan atau sakit akibat kelja terhadap tenaga kerjanya.
(2) Sewaktu pekerjaan dimulai harns segera disusun suatu unit keselamatan dan kesehatan
kerja hal tersebut hams diberitahukan kepada setiap tenaga kerja.
(3) Unit keselamatan dan kesehatan kerja tersebut ayat (2) pasal ini meliputi usaha-
usaha pencegahan terhadap : kecelakaan, kebakaran, peledakan, penyakit akibat kerja,
pertolongan pertama pada kecelakaan dan usaha-usaha penyelamatan.

Pasa14
Setiap terjadi keceJakaan kerja atau kejadian yang berbahaya hams dilaporkan kepada
Direktur atau Pejabat yang ditunjuknya.

BABII
TENTANGTEMPATKERJADANALAT-ALATKERJA

Pasa15
(1) Disetiap tempat kerja hams dilengkapi dengan sarana untuk keperluan keluar masuk
dengan aman.
(2) Tempat-tempat kerja, tangga-tangga, lorong-Iorong dan gang-gang tempat orang
bekerja atau sering dilalui, hams dilengkapi dengan penerangan yang cukup sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
(3) Semua tempat kerja harns mempunyai ventilasi yang cukup sehingga dapat
mengurangi bahaya debu, uap dan bahaya lainnya.

Pasa16

Kebersiban dan kerapihan ditempat kerja harns dijaga sehingga bahan-bahan yang
berserakan, bahan-bahan bangunan, peralatan dan alat-alat kerja tidak merintangi atau
menimbulkan kecelakaan.

Pasal?

Tindakan pencegahan harus dilakukan untuk menjamin bahwa peralatan perancah, alat-
alat kerja, bahan-bahan dan benda-benda lainnya tidak dilemparkan, diluncurkan atau
dijatuhkan kebawah dari tempat yang tinggi sehingga dapat menyebabkan kecelakaan.

339
Pasa18

Semua peralatan sisi-sisi lantai yang terbuka, lubang-lubang dilantai yang terbuka, atap-
atap atau panggung yang dapat dimasuki, sisi-sisi tangga yang terbuka semua galian-
galian dan lubang-lubang yang dianggap berbahaya harus diberi pagar atau tutup pengaman
yang kuat.

Pasa19

Kebisingan dan getaran ditempat kerja tidak boleh melebihi ketentuan Nilai Ambang Batas
yang berlaku.

PasallO

Orang yang tidak berkepentingan, dilarang memasuki tempat kerja.

PasallI

Tindakan harns dilakukan untuk mencegah bahaya terhadap orang yang disebabkan olrh
runtuhnya bagian yang lemah dari bangunan darurat atau bangunan yang tidak stabil.

BAB III
TENTANGPERANCAH

Pasal12

Perancah yang sesuai dan aman hams disediakan untuk semua pekerjaan yang tidak dapat
dilakukan dengan aman oleh seseorang yang berdiri diatas konstruksi yang kuat dan
pennanen, kecuali apabila pekerjaan tersebut dapat dilakukan dengan aman dengan
mempergunakan tangga.

Pasa!13

( 1) Perancah hams diberi lantai papan yang kuat dan rapat sehingga dapat menahan
dengan aman tenaga kerja, peralatan dan bahan yang dipergunakan.
(2) Lantai perancah hams diberi pagar pengaman, apabila tingginya lebih dari 2 meter.

Pasal14

Jalan-jalan sempit, jalan-jalan dan jalan-jalan landasan (runway) hams dari bahan dan
konstruksi yang kuat, tidak rusak dan aman untuk tujuan pemakaiannya.

340
Pasal15

(1 ) Perancah tiang kayu yang terdiri dari sejumlah tiang kayu dan bagian atasnya dipasang
gelagar sebagai tempat untuk meletakkan papan-papan perancah hams diberi palang
pada semua sisinya.
(2) Untuk perancah tiang kayu hams digunakan kayu lurns yang bailc

Pasal16
( 1) Perancab gantung hams terdiri dari angker pengaman, kabel-kabel baja penggantung
yang kuat dan sangkar gantung dengan lantai papan yang dilengkapi pagar pengaman.
(2) Keamanan perancah gantung hams diuji tiap hari sebelum digunakan.
(3) Perancah gantung yang digerakkan dengan mesin hams menggunakan kabel baja.
Pasal!7

.Perancah tupang sudut (outrigger cantilever) atau perancah tupang siku (ji scaffold),
hanya boleh digunakan oleh tukang kayu, tukang cat, tukang listrik, dan tukang-tukang
lainnya yang sejenis, dan dilarang menggunakan panggung perancan tersebut untuk
kepetluan menempatkan sejumlah bahan-bahan.
Pasal18

(1) Tangga yang digunakan sebagai kaki perancah hams dengan konstruksi yang kuat
dan dengan letak yang sempuma.. Perancah tangga hanya boleh digunakan untuk
pekerjaan ringan.
(2) Dilarang menggunakan perancahjenis dongkrak tangga (ledderjack) untuk pekeljaan
pada pennukaan yang tinggi..
(3) Perancah kuda-kuda hanya boleh digunakan sewaktu bekerja pada pennukaan rendah
dan jangka waktu pendek.
(4) Perancab siku dengan penunjang (bracket scaffold) hams dijangkarkan kedalam
dinding dan diperhitungkan untuk dapat menahan muatan maksimum pada sisi luar
dari lantai peralatan.
(5) Perancab persegi (square scaffold) hams dibuat secara teIiti untuk menjamin kestabilan
perancah tersebut.
Pasal19
Perancah tupangjendela hooya boleh digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan ringan dengan
jangka waktu pendek dan hanya untuk melaIui jendela terbuka dimana perancah jenis
tersebut ditempatkan.

341
Pasal20
Tindakan pencegahan hams dilakukan agar dapat dihindarkan pembebanan lebih terhadap
lantai perancah yang digunakan untuk truck membuang salnpah.
Pasa121
Perancah pada pipa logam hams terdiri dari kaki, gelagar palang dan pipa penghubung
dengan ikatan yang kuat, dan pemasangan pipa-pipa tersebut harns kuat dan dilindungi
terhadap karat dan cacat-cacat lainnya.
Pasal22
Perancah beroda yang dapat dipindah-pindahnya (mobile scaffold) hams dibuat sedemikian
rupa sebingga perancah tidak memutar waktu dipakai.
Paal23

Perancah kursi gantung dan alat-alat sejenisnya hanya digunakan sebagai perancah alam
hal pengecualian yaitu apabila pekerjaan tidak dapat dilakukan secara aman dengan
menggunakan alat-alat lainnya.
Pasa124
Truck dengan perancah bak (serial basket trucks) harns dibuat dan digunakan sedemikian
rupa sehingga tetap stabil dalam seroua kedudukan dan semua gerakan.

BABIV
TENTANGTANGGADANTANGGARUMAH

Pasal25

(1) Tangga hams terdiri dari 2 kaki tangga dan sejumlah anak tangga yang dipasang
pada kedua kaki tangga dengan kuat.

(2) Tangga hams dibuat, dipelihara dan digunakan sebaik-baiknya sehingga dapat
menjamin keselamatan tenaga kerja.

Pasa126
(1) Tangga yang dapat dipindah-pindahkan (por-table stepledders) dan tangga kura-
kuda yang dapat dipindah-pindahkan, panjangnya tidak boleb lebih dari 6 meter dan
pengembangan antara kaki depan dan kaki belakang hams diperkuat dengan pengaman.

342
(2) Tangga bersambung dan tangga mekanik, panjangnya tidak boleh lebih dari 15 meter.

(3) Tangga tetap hams terbuat dari bahan yang taban terbadap cuaea dan kondisi lainnya,
yang panjangnya tidak boleh lebih dari 9 meter.
Pasa127

Tangga nunah harns dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menahan dengan aman beban
yang hams dibawa melalui tangga tersebut, dan hams cukup lebar untuk pemakaianya
secara aman.

BABV
TENTANGALAT-ALATANGKAT

Pasal28

Alat-alat angkat hams direncanakan dipasang, dilayani dan dipelihara sedemikian rupa
sehingga terjamin keselamatan dalam pemakaiannya.
Pasal29
Poros penggerak, mesin-mesin, kabel-kabel baja dan pelataran dari semua alat-alat angkat
hams direncanakan sedemikian rnpa sehingga tidak terjadi kecelakaan karena terjepit,
muatan lebih kerusakan mesin atau putusnya kabel baja pengangkat.
Pasal30
( 1) Setiap kran angkat harns dibuat dan dipelihara sedemikian rupa sehingga setelah
diperhitungkan besamya, pengaruhnya, kondisinya, ragamnya muatan dan kekuatan,
perimbangan dari setiap bagian peralatan bantu yang terpasang, maka tegangan
maksimum yang terjadi hams lebih kecil dari tegangan maksimum yang diijinkan
dan hams ada keseimbangan sehingga dapat berfungsi tanpa melalui batas-hatas
pemuaian, pelenturan, getaran, puntiran dan tanpa terjadi kerusakan sebelum hatas
waktunya.
(2) Setiap kran angkat yang tidak direncanakan untuk mengangkut muatan kerja
maksimwn yang diijinkan pada semua posisi yang dapat dicapai, hams mempunyai
petunjuk radius muatan dan petunjuk tersebut hams dipelihara agar selalu bekerja
dengan baik.
(3) Derek (Derricks) hams direncanakan dan dibangun sedemikian repa sehingga terjamin
kestabilannya waktu bekerja.

343
(4) Kaki rangka yang berbentuk segitiga hams dari bahan yang memenuhi syarat dan
dibangun sedemikian rupa sehingga terjamin keamanannya waktu mengangkatnya
beban maksimum.
Pasa131
Tindakan pencegahan harns dilakukan untuk melarang orang memasuki daerah lintas keran
jalan (travelling crane) untu,k menghindari kecelakaan karena terhimpit.
Pasal32

Pesawat-pesawat angkat monoril hams dilengkapi sakelar pembatas untuk menjamin agar
perjalanan naik dari peralatan angkat (lifting device) hams berhenti dijarak yang aman
pada posisi atas.
Pasal33
Tiang derek (gin pales) harns dari bahan yang kuat dan hams dijangkarkan dan diperkuat
dengan kabeL
Pasa134
Semua bagian-bagian dari kerekan (winches) hams direncanakan dan dibuat dapat menahan
tekanan beban maksimum dengan aman dan tidak merusak kebel atau tambang.
Pasal35
(1) Penggunaan dongkrak hams pada posisi yang aman sehingga tidak memutar atau
pindah tempat.
(2) Dongkrak harus dilengkapi dengan peralatan yang effektif untuk mencegah agar
tidak melebihi posisi maksimum (over travel).

BABVI
TENTANGKABELBAJA, TAMBANQ RANTAIDAN PERALATAN BANTU

Pasal36

( 1) Semua tambang, rantai dan peralatan bantunya yang digunakan untuk mengangkat,
menurunkan atau menggantungkan hams terbuat dari bahan yang baik dan kuat dan
hams diperiksa dan diuji secara berkala untuk menjamin bahwa tambang rantai dan
peralatan bantu tersebut kuat untuk menahan beban maksimum yang diijinkan dengan
faktor keamanan yang mencukupi.

344
(2) Kabel baja hams digunakan dan dirawat sedemikian rupa sehingga tidak cacat karena
membelit, berkarat, kawat putus dan caeat lainnya.
Pasa137
Bantalan yang sesuai harns digunakan untuk mencegah agar tarnbang tidak menyentuh
pennukaan, pinggir atau sudut yang tajam atau sentuhan lainnya yang dapat mengakibatkan
rusaknya tambang tersebut.

Pasal38
(1) Rantai-rantai harus dibersihkan dan hams dilakukan pemeriksaan berkala, untuk
mengetahui adanya cacat, retak, rengat atau cacat-cacat lainnya.

(2) Rantai.. rantai yang cacat dilarang untuk dipergunakan.

Pasal39

( 1) Behan maksimum yang diij inkan hams dikurangi apabila (sling) digunakan pada
bennacam-macam sudul.

(2) Pengurangan tersebut ayat (1) diatas harus dihitung kekuatannya dan beban
maksimum yang diijinkan yang telah dihitung tersebut hams diketahui bend oleh
tenaga kerja.

Pasa140

Blok ckara (pully block) harns direncanakan dibuat dan dipelihara dengan baik sehingga
tegangannya sekecil mungkin dan tidak merusak kabel atau tambang.

Pasa141

Kaitan (hooks) dan Pengunci (scackles) hams dibuat sedemikian rupa sehingga beban
tidal< lepas.

BAB VII
TENTANGMESIN-MESIN

Pasal42

(1) Mesin-mesin yang digunakan harns dipasang dan dilengkapi dengan alat pengaman
untuk menjamin keselamatan kerja.

345
(2) Alat-alat pengaman tersebut ayat (1) diatas harns terpasang sewaktu mesin dijalankan.
Pasa143
( 1) Mesih hams dihentikan untuk pemeriksaan dan perbaikan pada tenggang waktu yang
sesuai dengan petunjuk pabriknya.
(2) Tindakan pencegahan harns dilakukan untuk menghindarkan terjadinya kecelakaan
karena mesin bergerak seeara tiba-tiba.
Pasal44

Operator mesin hams terlatih untuk pekerjaannya dan harus mengetahui peraturan
keselamatan kerja untuk mesin tersebut.

BAB VIII
TENTANGPERALATANKONSTRUKSI BANGUNAN

Pasa145
( 1) Alat-alat penggalian tanah yang digunakan harus dipelihara dengan baik sehingga
terjamin keselamatan dan kesehatan dalam pemakaiannya.
(2) Tindakan pencegahan hams dilakukan untuk menjamin kestabilan mesin penggali
tanah (power shevel) dan hams diusahakan agar orang yang tidak berkepentingan
dilarang masuk ketempat kerja yang terdapat bahaya kejatuhan benda.
Pasa146
Sebelum meninggalkan buldozer atau scraper, operator hams melakukan tindakan
pencegahan yang perlu untuk menjamin agar mesin-mesin tersebut tidak bergerak.
Pasa147

Perlengkapan instansi pengolahan aspal hams direncanakan, dibuat dan dilengkapi dengan
alat-a1at pengaman dan dijalankan serta dipelihara dengan baik untuk menjamin agar tidak
ada orang yang mendapat kecelakaan oleh bahan-bahan panas, api terbuka, uap dan debu
yang berbahaya.
Pasal48
(1) Tindakan pencegahan hams dilakukan untuk menjamin agar kestabilan tanah tidak
membahayakan sewaktu mesin penggilingjalan digunakan.

346
(2) Sebelum meninggalkan mesin penggiling jalan operator hams melakukan segala
tindakan untuk menjamin agar mesin penggiling jalan tersebut tidak bergerak atau
pindah tempat.

Pasa149

Mesin adukan beton (cncrete mixer) yang digunakan hams dilengkapi dengan alat-a1at
pengaman dan dijalankan serta dipelihara untuk menjamin agar tidak ada orang yang
mendapat kecelakaan disebabkan bagian-bagian mesin yang berputar atau bergerak atau
boleh karena kejatuhan bahan-bahan.

Pasa150

Mesin pemuat (loading machines) hams dilengkapi dengan kap (cab) yang kuat dan
dilengkapi dengan apat pengaman sehingga tenaga kerja tidak tergencet oleh bagian-bagian
mesin yang bergerak.

Pasal51

Mesin.. mesin pekeIjaan kayu yang digunakan hams dipelihara dengan baik sehingga teIjamin
keselamatan dan kesehatan dalam pemakaiannya.

Pasal52

(1) Gergaji bundar hams dilengkapi dengan alat-alat untuk mencegah bahaya singgung
dengan mata gergaji dan alat pencegah bahaya tendangan belakang, terkena serpihan
yang berterbangan atau mata gergaji yang patah.

(2) Tindakan pencegahan hams dilakukan agar daun gergaji bundar tidak terjepit atau
mendapat tekanan dati samping.

Pasal53

Daun gergaji pita hams dengan tegangan, dudukan dan ketajaman yang memenuhi syarat
dan harns tertutup kecuali bukan yang perlu untuk menggergaji.

Pasal54

Mesin ketam hams dilengkapi dengan peralatan yang baik untuk mengurangi bidang bukan
send yang membahayakan dan untuk mengurangi bahaya tendangan belakang.

347
Pasa155

(I) Alat-alat kerja tangan hams dan mutu yang cukup baik dan harns dijaga supaya
selalu dalam kebadaan baik.

(2) Penyimpanan dan pengangkutan alat-alat tajam hams dilakukan sedemikian rupa
sebingga tidak membabayakan.
(3) Perencanaan dan pembuatan alat-alat kerja tangan bams cocok untuk keperluannya
dan tidak menyebabkan terjadinya kecelakaan.

(4) Alat-alat kerja tangan boleh digunakan khusus untuk keperluannya yang telah
direncanakan.

Pasa156

Semua bagian-bagian alat-alat peneumatik termasuk selang-selang dan selang sambungan


hams direncanakan untuk dapat menahan dengan aman tekanan kerja maksimum dan
hams dilayani dengan hati-hati sehingga tidak merusak atau menimbulkan kecelakaan.

Pasa157

( 1) Alat penebak paku (pawder actuated tools) hams dilengkapi dengan alat pengaman
untuk melindungi atau menahan pantulan kembali dari paku dan benda-benda yang
ditembakkan oleh a1at tersebut.

(2) Untuk keperluan alat tersebut ayat (1) diatas harus dipergunakan patrum (cartridge)
dan paku tembak (projectile) yang cocok.

(3) Operator yang menggunakan alat tersebut ayat (I) hams berumur paling sedikit 18
tahun dan terlatih.
(4) Penyimpanan dan pengangkutan alat penembak paku dan patrum harus sedemikian
rupa untuk mencegah kecelakaan

Pasal58

(1) Traktor dan truck yang digunakan barns dipelihara sedemikian rupa untuk menjamin
agar dapat menahan tekanan dan muatan maksimum yang diijinkau dan dapat
dikemudikan serta direm dengan aman dalam situasi bagaimanapunjuga.

(2) Traktor dan truck tersebut ayat (1) pasal ini hanya boleh dijalankan oleh pengemudi
yang terlatih.

348
Pasa159

Truck lif (lift truck) yang digunakan harns dijalankan sedemikian rupa untuk menjamin
kestabilannya.

Pasal60

BABIX
TENTANGKONSTRUKSID AWAHTANAH

Pasa160

Setiap tenaga kerja dilarang memasuki konstruksi bangunan dibawah tanah kecuali tempat
kerja telah diperiksa dan bebas dari bahaya-bahaya kejatuhan benda, peledakan, uap, debu,
gas atau radiasi yang berbahaya.

Pasal61

(1) Apabila bekerja dalam terowongan, usaha pencegahan hams dilakukan untuk
menghindarkan jatuhnya orang atau bahan atau kecelakaan lainnya.

(2) Terowongan harns cukup penerangan dan dilengkapi denganjalan keluar yang aman
direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga dalam keadaan damrat
terowongan harns segera dapat dikosongkan.

Pasa162

Apabila terdapat kemungkinan bahaya nmtuhnya batu atau tanah dari atas sisi konstruksi
bangunan dibawah tanab, maka konstruksi tersebut hams segera diperkuat.

Pasal63
Untuk mencegah bahaya kecelakaan, penyakit akibat kerja maupun keadaan yang tidak
nyaman, konstruksi dibawah tanah harns dilengkapi dengan ventilasi buatan yang cukup.

Pasal64
( 1) Pada konstruksi bangunan dibawah tanah hams disediakan sarana penanggulangan
bahaya kebakaran.
(2) Untuk keperluan ketentuan ayat (1) diatas, hams disediakan alat pemberantas
kebakaran.

349
Pasa165

(1) Ditempat kerja atau ditempat yang selalu hams disediakan penerangan yang cukup
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2) Penerangan damrat hams disediakan ditempat-tempat tersebut ayat (1) diatas tenaga
kerja dapat menyelamatkan diri dalam keadaan darurat.
Pasa166
( 1) Tenaga kerja yang mengebor tanah hams dilindungi dari bahaya kejatuhan benda-
benda) bahaya debu, uap, gas, kebisingan dan getaran.

(2) Tenaga kerja dilarang masuk ketempat dimana kadar debunya melebihi ketentuan
nilai ambang batas yang berlaku, kecuali apabila mereka memakai respirator.

BABX
TENTANGPENGGALIAN

Pasal67

( 1) Setiap pekerjaan, hams dilakukan sedemikian rupa sehingga terjamin tidak adanya
bahaya terhadap setiap orang yang disebabkan oleh kejatuhan tanah, batu atau bahan-
bahan lainnya yang terdapat dipinggir atau didekat pekerjaan galian.

(2) Pinggir-pinggir dan dinding-dinding pekerjaan galian hams diberi pengaman dan
penunjang yang kuat untuk menjamin keselamatan orang yang bekerja didalam lubang
atau parit.
(3) Setiap tenaga kerja yang bekerja dalam lubang galian hams dijamin pula keselamatannya
dari bahaya lain selain tersebut ayat (1) dan (2) diatas.

BABXI
TENTANGPEKERJAAN MEMANCANG

Pasa168

(1) Mesin pancang yang digunakan hams dipasang dan dirawat dengan baik sehingga
terjamin keselamatan dalam pemakaiannya.

(2) Mesin pancang dan peralatan yang dipakai hams diperiksa dengan teliti secara berkala
dan tidak boleh digunakan kecuali sudah terjamin keamanannya.

350
Pasal69

Tenaga kerja yang tidak bertugas menjalankan mesin pancang dilarang berada disekitar
mesin pancang yang sedang dijalankan.
Pasa170
Mesin pancang jenis terapung (floating pile drivers) yang digunakan harns dilengkapi
pengaman dan dijalankan sedemikian rupa sehingga kestabilannya atau tidak tenggelam.
Pasal71
Tindakan pencegahan harns dilakukan untuk menghindarkan agar supaya pelat penahan
(sheet piling) tidak berayun atau berputar yang tidak terkendalikan oleh tekanan angin,
roboh oleh tekanan air atau tekanan lainnya.

BABXII
TENTANGPEKERJAANBETON

Pasa172
Pembangunan konstruksi beton harus direncanakan dan dihitung dengan teliti untuk
menjamin agar konstruksi dan penguatnya dapat memikul beban dan tekanan lainnya sewaktu
membangun tiap-tiap bagiannya.
Pasal73
(1) Usaha pencegahan yang praktis hams dilakukan untuk menghindarkan terjadinya
kecelakaan tenaga kerja selama melakukan pekerjaan persiapan, dan pembangunan
konstruksi beton.
(2) Pencegahan kecelakaan dimaksud ayat (1) pasal ini terutama adalah :
a. singgungan langsung kulit terhadap semen dan dapur;
b. kejatuhan benda-bendan dan bahan-bahan yang diangkut dengan ember adukan
beton (concrete buckets);
c. sewaktu beton dipompa atau dicor pipa-pipa termasuk penghubung atau
sambungan dan penguat harus kuat;
d. sewaktu pembekuan adukan (setting concrete) hams terhindar dan goncangan
dan bahan kimia yang dapat mengurangi kekuatan;
e. sewaktu lempengan (panel) atall lembaran beton (slab) dipasang kedalam
dudukannya hams digerakkan dengan hati-hati;

351
f. terhadap melecutnya ujung besi beton yang mencuat waktu ditekan atau diregang
dan sewaktu diangkat atau diangkut;
g. terhadap getaran sewaktu menjalankan alat penggetar (vibrator).

Pasa174

Setiap ujung-ujung mencuat yang membahayakan harus dilengkungkan atau dilindungi.

Pasa175

Menara atau tiang yang dipergunakan untuk mengangkat adukan beton (concrete bucket
towers) hams dibangun dan diperkuat sedemikian rupa sehingga terjamin kestabilannya.

Pasa176

Beton hams dikerjakan dengan hati-hati untuk menjamin agar pemetian betoD (bekisting)
dan penguatnya dapat memikul atau menahan seluruh beban sampai beton menjadi beku.

BAB XIII
TENTANGPEKERJAAN LAINNYA

Pasa177

Bagian-bagian yang siap dipasang (prefabricated parts) hams direncanakan dan dibuat
dengan baik sehingga dapat diangkut dan dipasang dengan aman.

Pasa178

(1) Bagian-bagian konstruksi baja sedapat mungkin hams dirakit sebelum dipasang.

(2) Selama pekerjaanpembangunan konstruksi baja, harus dilakukan tindakanpencegahan


bahaya jatuh atau kejatuhan benda terhadap tenaga kerja.

Pasa179

Bagian atas dari lantai sumuran barns tertutup papan atau hams dilengkapi dengan peralatan
lain untuk melindungi tenaga kerja terhadap kejatuhan benda.

Pasa180

Pemasangan rangka atap hams dilakukan dari peralatan perancah atau tenaga kerja harus
dilengkapi dengan peralatan pengaman lainnya.

352
Pasa181
Untuk melindungi tenaga kerja sewaktu melakukan pekerjaan konstruksi, hams dibuatkan
lantai kerja sementara yang kuat.
Pasal82
Alat pemanas yang digunakan untuk memanaskan aspa} harus direncanakan, dibuat dan
digunakan sedemikian rupa sehingga dapat mencegah kebakaran dan tenaga kerja tidak
tersiram bahan panas.

Pasal83
( I) Tenaga kerja hams dilindungi terhadap bahaya singgungan langsWlg kulit dan bahaya-
bahaya singgung lainnya terhadap baban pengawet kayu.
(2) Kayu yang telah diawetkan dilarang dibakar ditempat kerja.

Pasa184
Apabila bahan-bahan yang mudah terbakar digunakan untuk keperluan Iantai permukaan
dinding dan pekerjaan.. pekerjaan lainnya, hams dilakukan tindakan pencegahan untuk
menghindarkan adanya api terbuka, bunga api dan sumber-sumber api lainnya yang dapat
menyulut uap yang mudah terbakar yang timbul ditempat kerja atan daerah sekitamya.
Pasa185
(1) Asbes hanya boleh digunakan apabila bahan lainnya yang kurang berbahaya tidak
tersedia.
(2) Apabila asbes digunakan, maka tindakan pencegahan hams dilakukan agar tenaga
kerja tidak menghirup serat ashes.
Pasal86

Tenaga kerja yang melakukan pekerjaan matas atap harns dilengkapi dengan alat pelindung
diri yang sesuai untuk menjamin agar mereka tidak jatuh dari atap atau dari bagian-bagian
atap yang rapuh.
Pasa187
(1) Dalam pekerjaan mengecat dilarang menggunakan bahan cat, pernis dan zat wama
yang berbahaya, atau pelamt yang berbahaya.
(2) Tindakan pencegahan harus dilakukan agar tukang cat tidak menghirup uap, gas,
asap dan debu yang berbahaya.
(3) Apabila digunakan bahan cat yang mengandung zat yang clapat meresap kedalam
kulit, tukang cat harns menggunakan alat pelindung diri.

353
Pasa188

(1) Tindakan pencegahan hams dilakukan untuk menghindarkan timbulnya kebakaran


sewaktu mengelas dan memotong dengan las busur.
(2) Juru las dan tenaga kerja yang berada disekitamya hams dilindungi terhadap serpihan
bunga api, uap radiasi dan sinar berbahaya lainnya.

(3) Penggunaan dan pemeliharaan peralatan las hams dilakukan dengan baik untuk
menjamin keselamatan dan kesehatan juru las dan tenaga kerja yang berada
disekitarnya.

Pasal89

(1) Untuk menjamin. keselamatan dalam pekerjaan peledakan (blasting) hams dilakukan
tindakan penceg8han kecelakaan.

(2) Tindakan pencegaban dimaksud ayat (1) pasal ini terutama adalah:

a. sewaktu peledakan dilakukan sedapat mungkin jumlah orang yang berada di


sekitamya hanya sedikit dan euaea serta kondisi lainnya tidak berbahaya;

b. lubang peledakan hams dibor dan diisi bahan peledak dengan hati-hati untuk
menghindarkan salah peledakan atan peledakan seeara tiba-tiba waktu pengisian;

c. peledakan hams dilakukan dengan segera setelah pengisian dan peledakan


tersebut harus dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah salah satu peledakan
atau terjadinya peledakan-peledakan sebagian;

d. sumbu-dumbu dari mutu yang baik dan dipergunakan sedemikan rupa untuk
menjamin peledakan dengan aman;

e. menghindarkan peledakan mendadak jika peledakan dilakukan dengan tenaga


listrik;

f. tenaga kerja dilarang memasuki daerah peledakan sesudah terjadinya peledakan


kecuali apabila telah diperiksa dan dinyatakan amaD.

Pasa190

Untuk menjamin kesehatan tenaga kerja yang mengolah batu agar tidak menhisap debu
silikat, haros· dilakukan tindakan pencegahan.

354
BABXIV
TENTANGPEMBONGKARAN

Pasal91

(1) Rancana pekerjaan pengangkutan hams ditetapkan terlebih dahulu sebelum pekerjaan
pembongkaran dimulai.

(2) Semua instalasi, Iistrik, gas, air dan uap harus dimatikan, kecuali apabila diperlukan
sepanjang tidak membahayakan.

Pasal92

(1) Semua bagian-bagian kacan, bagian-bagian yang lepas, bagian-bagian yang mencuat
hams disingkirkan sebel\lrn pekerjaan pembongkaran dimulai.

(2) Pekerjaan pembongkaran harns dilakukan tingkat demi tingkat dimulai dari atap dan
seterusnya kebawah.

(3) Tindakan-tindakan pencegahan hams dilakukan untuk menghindarkan bahaya


rubuhnya bangunan.

Pasal93

(1) Alat mekanik untuk pembongkaran hams direncanakan, dibuat dan digunakan
sedemikian rupa sehingga terjamin keselamatan operatomya.

(2) Sewaktu a1at mekanik untuk pembongkaran digunakan, terlebih dahulu harns
ditetapkan daerab berbahaya dimana tenaga kierja dilarang berada.

Pasal94

Dalam hal tenaga kerja atau orang lain mungkin tertimpa bahaya yang disebabkan oleh
kajatuhan benda atau benda dari tempat kerja yang lebih tinggi, hams dilengkapi dengan
penadah yang kuat atau daerah berbahaya tesebut harns dipagar.

Pasa195

(1) Dinding-dinding tidak boleh dirubuhkan kecuali lantai dapat menahan tekanan yang
diakibatkan oleh runtuhnya dinding tersebut.

(2) Tenaga kerja harns dilindungi terhadap debu dan pecahan-pecahan yang berhamburan.

355
Pasal96
( t) Apabila tenaga kerja sedang membongkar lantai hams tersedia papan yang kuat yang
ditumpu tersendiri bebas dari lantai yang sedang dibongkar.
(2) Tenaga kerja dilarang melakukan pekerjaan didaerah bawah lantai yang sedang
dibongkar dan damb tersebut harus dipagar.
Pasa197
Konstruksi baja hams dibongkar bagian demi bagian sedemikian rupa sehingga terjamin
kestabilan konstruksi tersebut agar tidak membahayakan sewaktu dilepas.
Pasal98

Tindakan pencegahan hams dilakukan untuk menj amin agar tenaga kerja dan orang-orang
lain tidak kejatuhan bahan-bahan atau benda-benda dati atas sewaktu cerobong-cerobong
yang tinggi dirubuhkan.

BABXV
TENTANGPENGGUNAANPERLENGKAPAN
PENYELAMATAN DAN PERLINDUNGAN DIRI

Pasa199

( 1) Alat-alat penyelamat dan pelindung diri yang jenisnya disesuaikan dengan sifat
pekerjaan yang dilakukan oleh masing-masing tenaga kerja hams disediakan dalam
jumlah yang cukup.
(2) Alat-alat termaksud pada ayat (1) pasal ini hams seialu memenuhi syarat-syarat
keselamatan dan kesehatan kerja yang telah ditentukan.
(3) Alat-alat tersebut ayat ( I) pasal ini hams digunakan sesuai dengan kegunaannya oleh
setiap tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja.
(4) Tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja diwajibkan menggunakan
alat-alat termaksud pada ayat (1) pasal ini.
<

BABXVI
KETENTUANPERALIHAN

PasallOO

Setiap pekerjaan konstruksi bangunan yang sedang direncanakan atau sedang dilaksanakan
wajib diadakan penyesuaian dengan ketentuan Peraturan Menteri ini.

356
BABXVII
KETENTUANLAIN-LAIN
PasallOI
Terhadap pengertian istilah-istilah "cuku", "sesuai", "baik", "aman", "tertentu", "sejauh
.... sedemikan mpa" yang terdapat dalam Peraturan Menteri ini hams sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku atau ditentukan oleh Direktur atau pejabat
yang ditunjuknya.
Pasal102
Penguros wajib melaksanakan untuk ditaatinya semua ketentuan dalam Peraturan Menteri
ini.
BABXVIll
KETENTUANHUKUMAN
Pasal103
(1) Dipidana selama-Iamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,·
(seratus ribu rupiah), pengurus yang melakukan pelanggaran atas ketentuan pasal
102.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menten ini adalah pelanggaran.
(3) Menten dapat meminta Menteri yang membawahi bidang usaha konstruksi bangunan
guna mengambil sangsi administratif terhadap tidak dipenuhinya ketentuan atau
ketentuan-ketentuan Peraturan Menteri ini.

BABXIX
KETENTUANPENUrUP
Pasall04
Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud dalam
Udnang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja melakukan pengawasan
terhadap ditaatinya Pelaksanaan Peraturan ini.
Pasall05
(1) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Menteri ini akan diatur lebih lanjut.
(2) Hal-hal yang memerlukan peraturan pelaksanaan dari Peraturan menteri ini akan
ditetapkan lebih Ianjut oleh Direktur.

357
Pasal106
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

DITETAPKAN DI: JAKARTA


PADATANGGAL: 6 MARET 1980

MENTERI
TENAGA KERJA DANTRANSMIGRASI

TID

(HARUN ZAIN)

358
PERATURANMENTERITENAGAKERJADANTRANSMIGRASI
NOMOR : Per-64lMenl1980

Tentang

SYARAT-SYARAT PEMASANGAN DAN PEMELIHARAAN ALATPEMADAM


APIRINGAN

MENTERI TENAGA KERJA DANTRANSMIGRASI :

Menimbang a. bahwa dalam rangka untuk mensiap-siagakan pemberantasan


pada mula terjadinya kebakaran, maka setiap alat pemadam api
ringan harus memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja;
b. babwa untuk itu perlu dikeluarkan Peraturan Menteri yang
mengatur tentang syarat-syarat pemasangan.dan pemeliharaan
alat pemadam api ringan tersebut;
Mengingat 1. Pasal 2 yo. Pasal 4 Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja.
2. Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 158 Tahun 1972
tentang Program Operasionil, serentak, singkat, padat, untuk
pencegahan dan penanggulangan kebakaran.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang Syarat-
syarat Pemasangan dan Pemeliharaan alat pemadam api ringan.

BABI
Keterangan Umum

Pasall
(1) Alat pemadam api ringan ialah alat yang ringan serta mudab dilayani oleh satu orang
untuk memadamkan api pada mula terjadi kebakaran.
(2) Menteri ialah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
(3) Pegawai pengawas ialah pegawai tahnis berkeahlian khusus dari dalam Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang ditunjuk oleb Menten.
(4) Abli keselamatan kerja ialah tenaga tehnis berkeahlian khusus dari luar Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang ditunjuk oleh Menten Tenaga Kerja dan
Transmigrasi untuk mengawasi ditaatinya peraturan ini.

359
(5) Pengums ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu tempat kerja
atau bagian yang berdiri sendiri.

Pasal2
(1) Kebakaran dapat digolongkan :
a. Kebakaran bahan padat kecuali logam (Golongan A);
b. Kebakaran bahan cair atau gas yang mudah terbakar (Golongan B);
c. Kebakaran instalasi listrik bertegangan (Golongan C);
d. Kebakaran logam (Golongan D).
(2) Jenis alat pemadam api ringan terdiri :
a. Jenis cairan (air);
b. Jenis busa;
c. Jenis tepung kering;
d. Jenis gas (hydrocarbon berhalogen dan sebagainya).
(3) Penggolongan kebakaran dan jenis pemadam api ringan tersebut ayat (1) dan ayat
(2) dapat diperluas sesuai dengan perkembangan tehnologi.

Pasal3
Tabung alat pemadam api ringan hams diisi sesuai dengan jenis dan konstmksinya.

BABII
Pemasangan

Pasa14
( 1) Setiap satu atan kelompok alat pemadam api ringan harns ditempatkan pada posisi
yang mudah dilihat dengan jelas, mudah dicapai dan diambil serta dilengkapi dengan
pemberian tanda pemasangan.
(2) Pemberian tanda pemasangan tersebut ayat (I) harns sesuai dengan lampiran I.
(3) Tinggi pemberian tanda pemasangan tersebut ayat (l)·adalah 125 em dari dasar
lantai tepat diatas satu atau kelompok alat pemadam api ringan bersangkutan.
(4) Pemasangan dan penempatan alat pemadam api ringan hams sesuai dengan jenis dan
penggolongan kebakaran seperti tersebut dalam lampiran 2.
(5) Penempatan tersebut ayat (1) antara alat pemadam api yang satu dengan lainnya atau
kelompok satu dengan lainnya tidak boleh melebihi 15 meter, kecuali ditetapkan lain
oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

360
(6) Semua tabung alat pemadam api ringan sebaiknya berwama merah.

Pasal5

Dilarang memasang dan menggunakan alat pemadam api ringan yang didapati sudah
berlubang-lubang atau cacad karena karat.

Pasal6

( 1) Setiap a1at pemadam api ringan harusdipasang (ditempatkan) menggantung pada


dinding dengan penguatan sengkang atau dengan konstruksi penguat lainnya atau
ditempatkan dalam lernari atau peti (box) yang tidak dikunci.

(2) Leman atau peti (box) seperti tersebut ayat (1) dapat dikunci dengan syarat bagian
depannya hams diberi kaca aman (safety glass) dengan tebal maximum 2 mm.

Pasal7

( 1) Sengkang atau konstruksi penguat lainnya seperti tersebut Pasal 6 ayat (1) tidak
boleh dikunci atau digembok atau diikat mati.

(2) Ukurang panjang dan lebar bingkai kaca aman (safety glass) tersebut Pasal 6 ayat
(2) harus disesuaikan dengan besarnya alat pemadam api ringan yang ada dalam
lernan atau peti (box) sehingga mudah dikeluarkan.

Pasal8

Pemasangan alat pemadam api ringan harns sedemikian rupa sehingga bagian paling atas
(puncaknya) berada pada ketinggian 1,2 m dari permukaan Iantai kecuali jenis CO 2 dan
tepung kering (dru chemical) dapat ditempatkan lebih rendah dengan syamt, jarak antara
dasar alat pemadam api ringan tidak kurang 15 em dari petmukaan lantai.

Pasa19

Alat pemadam api ringan tidak boleh dipasang dalam ruangan atau tempat dimana suhu
melebihi 49°C atau turon sampai minus 44°C kecuali apabila alat pemadam api ringan
tersebut dibuat khusus untuk suhu diluar batas tersebut diatas.

PasallO

Alat pemadam api ringan yang ditempatkan dialam terbuka harns dilindungi dengan tutup
pengaman.

361
BAB III
PemeUharaan

Pasalll
(1) Setiap alat pemadam api ringan hams diperiksa 2 (dua) kali dalam setahun, yaitu :
a. pemeriksaan dalamjangka 6 (enam) bulan;
b. pemeriksaandalamjangka 12 (dua belas) bulan:
(2) Cacad pada alat perlengkapan pemadam api ringan yang ditemui waktu pemeriksaan,
hams segera diperbaiki atau alat tersebut segera diganti dengan yang tidak cacad.
PasalI2
(1) Pemeriksaanjangka 6 (enam) bulan seperti tersebut Pasal 11 ayat (1) meliputi hal-
halsebagaiberikut:
a. berisi atau tidaknya tabung, berkurang atau tidaknya tekanan dalam tabung,
rusak atau tidaknya segi pengaman cartridge atau tabung bertekanan dan mekanik
penembus segel;
b. bagian-bagian luar dari tabung tidak boleh cacad termasuk handel dan label
harus selalu dalam keadaan baik;
c. mulut panear tidak boleh tersumbat dan pipa pancar yang terpasang tidak boleh
retak atau menunjukkan tanda-tanda rusak;
d. untuk alat pemadam api ringan cairan atau asam soda, diperiksa dengan eara
mencampur sedikit larutan sodium bicarbonat dan 8sam keras diluar tabung,
apabila reaksinya eukup kuat, maka alat pemadam api ringan tersebut dapat
dipasang kembali;
e. untuk alat pemadam api ringan jenis busa diperiksa dengan cara mencampur
sedikit larutan sodium bicarbonat adan aluminium sulfat diluar tabung, apabiIa
cukup kuat, maka alat pemadam api ringan tersebut dapat dipasang kembali;
f. untuk alat pemadam api ringan hydrocarbon berhalogen kecuali jenis tetra
chlorida diperiksa dengan cara menimbang,jika bera~ya sesuai dengan aslinya
dapat dipasang kembali;
g. untuk alat pemadam api carbon tetrachlorida diperiksa dengan cara melihat isi
cairan didalam tabung dan j ika masih memenuhi syarat dapat dipasangkembali;
h. untuk alat pemadam api jenis carbon dioxida CO2 hams diperiks(i dengan eara
menimbang serta mencocokkan beratnya dengan berat yang tertera pada alat
pemadam api tersebut, apabila terdapat kekurangan berat sebesar 10 % tabung
pemadam api itu hams diisi kembali sesuai dengan berat yang ditentukan.

362
(2) Cara-cara pemeriksaan tersebut ayat (1) diatas dapat dilakukan dengan cara lain
sesuai denan perkembangan.
Pasal13

(1) Pemeriksaan jangka 12 (dua belas) bulan seperti tersebut Pasal 11 ayat (1) b untuk
semua alat pemadam api yang menggunakan tabung gas (cartiedge) selain dilakukan
pemeriksaan sesuai pasal12 dilakukan pemeriksaan lebih lanjut menumt ketentuan
ayat (2), (3), (4), dan (5) pasal inL

(2) Untuk alat pemadam apijenis cairan dan busa dilakukan pemeriksaan dengan membuka
tutup kepala secara bati-hati dan dijaga supaya tabung dalam posisi berdiri tegak,
kemudian diteIiti sebagai berikut :
a. isi alat pemadam api harns sampai batas permukaan yang telah ditentukan;
b. pipa pelepas isi yang berada dalam tabung dan saringan tidak boleh tersumhat
atau bootu;
c. ulir tutup kepala tidak boleh cacad atau rusak, dan saluran penyemprotan tidak
boleh tersumbat;
d. peralatan yang bergerak tidak boleh msak, dapat bergerak dengan bebas,
mempunyai rusuk atau sisi yang tajam dan bak gesket atau paking hams masih
dalam keadaan baik;
e. gelang tutup kepala hams masih dalam keadaan baik;
f. bagian dalam dan alat pemadam api tidal< boleh berlubang atau cacad karena
karat;
g. untuk jenis cairan busa yang dicampur sebelum dimasukkan larutannya hams
dalam keadaan baik;
h. untuk jenis cairan busa dalam tabung yang dilak, tabung harus masih dilak
dengan baik;
i. Iapisan pelindung dari tabung gas bertekanan, harns dalam keadaan baik;
j.. tabung gas bertekanan hams berisi penuh sesuai dengan kapasitasnya.

(3) Untuk alat pemadam apijenis hydrocarbon berhalogen dilakukan pemeriksaan dengan
membuka tutup kepala secara hati-hati dan dijaga supaya tabung dalam posisi berdiri
tegak, kemudian diteliti menurut ketentuan sebagai berikut :
8. isi tabung hams diisi dengan berat yang telah ditentukan;
b. pipa pelelas isi yang berada dalam tabung dan saringan tidak boleh tersumbat
atau bootu;

363
c. ulir tutup kepala tidak boleh rusak dan saluran keluar tidak boleh tersumbat;
d. peralatan yang bergerak tidak boleh rosak, hams dapat bergerak dengan bebas,
mempunyai rusuk atau sisi yang tajam dan luas penekan hams dalam keadaan
baik;
e. gelang tutup kepala harns dalam keadaan baik;
f. lapisan pelindung dari tabung gas hams dalam keadaan baik;
g. tabung gas bertekanan hams terisi penuh sesuai dengan kapasitasnya.

(4) Untuk alat pamadam api ringan jenis tepung kering (dry chemical) dilakukan
pemeriksaan dengan membuka tutup kepala secara hati-hali dan dijaga supaya tabung
dalam posisi berdiri tegak dan kemudian diteliti menurut ketentuan-ketentuan sebagai
berikut:
a. isi tabung hams sesuai dengan berat yang telah ditentukan dan tepung keringnya
dalam keadaan tercurah bebas tidak berbutir;
b. uHr tutup kepala tidak boleh rusak dan saluran keluar tidak holeh buntu atau
tersumbat;
c. peralatan yang bergerak tidak boleh rosak, dapat bergerak dengan bebas,
mempunyai rusuk dan sisi yang tajam;
d. gelang tutup kepala hams dalam keadaan baik;
e. bagian dalam dari tabung tidak boleh berlubang-Iubang atau cacad karena karat;
f. lapisan pelindung dari tabung gas bertekanan hams dalam keadaan baik;
g. tabung gas bertekanan harus terisi penuh, sesuai dengan kapasitasnya yang
diperiksa dengan cara menimbang.

(5) Untuk alat pemadam api ringan jenis pompa tangan eTC (Carbon Tetrachlorida)
harns diadakan pemeriksaan lebih lanjut sebagai berikut :
a. peralatan pompa hams diteliti untuk memastikan bahwa pompa tersebut dapat
bekerja dengan baik;
b. tuas pompa hendaklah dikembalikan lagi pada kedudukan terkunci sebagai semula;
c. setelah pemeriksaan selesai, bila dianggap perlu segel diperbaharui.

Pasal14

Petunjuk cara-cara pemakaian alat pemadam api ringan harus dapat dibaca dengan jelas.

364
Pasal15
(1) Untuk setiap alat pemadam api ringan dilakukan percobaan secara berkala dengan
jangka waktu tidak melebihi 5 (lima) tahun sekali dan hams kuat menahan tekanan
coba menurut ketentuan ayat (2), (3) dan ayat (4) pasal ini selama 30 (tiga puluh)
detik.
(2) Untuk alat pemadam api jenis busa dan cairan hams taban terhadap tekanan coba
sebesar 20 kg per cm2.
(3) Tabung gas pada alat pemadarn api ringan dan tabung bertekanan tetap (stored pres-
sure) hams taban terhadap tekanan coba sebesar satu setengah kali tekanan kerjanya
atau sebesar 20 kg per cm2 dengan pengertian, kedua angka tersebut dipilih terbesar
untuk dipakai sebagai tekanan coba.
(4) Untuk alat pemadam api ringanjenis carbon dioxida (C02) harus dilakukan percobaan
tekan dengan syarat :
a. percobaan tekan pertama satu setengah kali tekanan kerja;
b. percobaan tekan ulang satu setengah kali tekanan kerja;
c. jarak tidak: boleh dari 10 taboo dan untuk percobaan kedua tidak lebih dari 10
tahun dan untuk percobaan tekan selanjutnya tidak boleh lebih dari 5 (lima)
tahun.
(5) Apabila aIat pernadam apijenis carbon dioxida (C02) setelah,diisi dan oleh sesuatu
hal dikosongkan atau dalam keadaan dikosongkan selama lebih dari 2 (dua) tahun
terhitung dari setelah dilakukan percobaan tersebut pada ayat (4), terhadap alat
pemadam api tersebut hams dilakukan percobaan tekan ulang sebelum diisi kembali
danjangka waktu percobaan tekan berikutnya tidak boleh lebih dari 5 (lima) tahun.
(6) Untuk tabung-tabung gas (gas containers) tekanan cobanya hams memenuhi ketentuan
seperti tersebut ayat (4) pasal ini.
(7) Jika karena sesuatu hal tidak mungkin dilakukan percobaan tekan terhadap tabung
alat pemadam api dimaksud Pasal 15 ayat (6) diatas, maka tabung tersebut tidak
boleh digunakan sudah 10 (sepuluh) tahoo terhitung tanggal pembuatannya dan
selanjutnya dikosongkan.
(8) Tabung-tabung gas (gas containers) dari jenis tabung yang dibuang setelah digunakan
atau tabungnya telah terisi gas selama 10 (sepuluh) taboo tidak diperkenankan dipakai
lebih lanjut dan isinya supaya dikosongkan.
(9) Tabung gas (gas containers) yang telah dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk
dipakai lebih lanjut hams dimusnahkan.

365
Pasal16
Apabila dalam pemeriksaan alat pemadam apijenis carbon dioxida (C02) sesuai dengan
ketentuan dalam pasal 12 terdapat cacad karena karat atau beratnya berkurang 10 % dari
berat seharusnya, terhadap alat pemadam api tersebut harns dilakukan percobaan tekan
dan jangka waktu percobaan tekan berikutnya tidak boleh lebih dan 5 (lima) taboo.

Pasal17

Setelah dilakukan percobaan tekan terbadap setiap alat pemadam api ringan, tanggal
percobaan tekan tersebut dicatat dengan cap diselembar pelat logam pada badan tabung..

Pasal18

( 1) Setiap tabung alat pemadam api ringan harns diisi kembali dengan cara :
a. untuk 8sam soda, busa, bahan kimia, harus diisi setahun sekali;
b. untuk jenis caiTan busa yang dicampur lebih dahulu hams diisi 2 (dua) taboo
sekali~
c. untuk jenis tabung gas hydrocarbon berhalogen, tabung harus diisi 3 (tiga)
tahun sekali, sedangkan jenis lainnya diisi selambat-Iambatnya 5 (lima) taboo..
(2) Waktu pengisian tersebut ayat (1) disesuaikan dengan lampiran III.
(3) Bagian dalam daTi tabung alat pemadam api ringan hydrocarbon berhalogen atau
tepung kering (dry chemical), harus benar-benar kering sebelum diisi kembali.

Pasal19

Alat pemadam api ringan jenis cairan dan busa diisi kembali dengan cara :
(1) Bagian dalam dan tabung alat pemadam api jenis cairan dan busa (Chemical hams
dicuci dengan air bersih).
(2) Saringan, bagian dalam tabung, pipa pelepas isi dalam tabung dan alat-alat expansi
tidak boleh buntu atau tersumbat;.
(3) Pengisian ulang tidak boleh melewati tanda batas yang tertera.
(4) Setiap melakukan penglarutan yang diperlukan, hams dilakukan dalam bejana yang
tersendiri.
(5) Larutan sodium bicarbonat atau tarutan lainnya yang memerlukan penyaringan,
pelaksanaannya dilakukan secara menuangkan kedalam tabung melalui saringan..
(6) Timbel penahan alat lainnya untuk menahan asam atau lamtan garam asam ditempatkan
kembali kedalam tabung.

366
(7) Timbel penahan yang agak longgar hams diberi lapisan tipis/petroleumjelly sebelum
dimasukkan.
(8) Tabung gas sistim dikempa hams diisi dengan gas atau udara sampai pada batas
tekanan kerja, kemudian ditimbang sesuai dengan berat isinya termasuk lapisan zat
pelindung.

Pasa120

Alat pemadam api ringan jenis hydrocarbon berhalogen harns diisi kembali dengan cara :
(1) Untuk tabung gas bertekanan, harns diisi dengan gas atau udara kering sampai batas
tekanan kerjanya.
(2) Tabung gas bertekanan dimaksud ayat (1) hams ditimbang dan lapisan cat pelindung
dalam keadaan baik. .
(3) Jika digunakan katup atau pen pengaman, katup atau pen pengaman tersebut hams
sudah terpasang sebelum tabung dikembalikan pada kedudukannya.

Pasal21

(1) Alat pemadam api ringan jenis tepung kering (dry chemical) hams diisi dengan cara ;
a. Dinding tabung dan mulut pancar (nozzle) dibersihkan dari tepung kering (dry
chemical) yang melekat;
b. Ditiup dengan udara kering dari kompressor;
c. Bagian sebelah dalam dari tabWlg hams diusahakan seialu dalam keadaan kering.
(2) Untuk tabung gas bertekanan harns ditimbang dan lapisan cat perlindungan hams
dalam keadaan baik.
(3) Katup atau pen pengaman hams sudah terpasang sebelum tabung dikembalikan pada
kedudukannya.

Pasal22

(1) Semua alat pemadam api ringan sebelum diisi kembali sebagaimana dimaksud pasal
18, 19, 20 dan pasal 21, hams dilakukan pemeriksaan sesuai ketentuan pasal 12 dan
pasal 13 dan kemungkinan harusdilakukan tindakan sebagai berikut :
a. Isinya dikosongkan secara normal;
b. Setelah seluruh isi tabung dialihkan keluar, katup kepala dibuka dan tabung
serta alat-alat diperiksa.

367
(2) Apabila dalam pemeriksaan alat-alat tersebut ayat (1) terdapat adanya cacad yang
menyebabkan kurang amannya alat pemadam api dimaksud, maka segera hams
diadakan penelitian.
(3) Bagian dalam dan luar tabung, harns diteliti untuk memastikan bahwa tidak terdapat
lubang-lubang atau cacad karena karat.

(4) Setelah cacad-cacad sebagaimana tersebut ayat (3) yang mungkin mengakibatkan
kelemahan konstruksi diperbaiki, a1at pemadam api hams diuji kembali dengan tekanan
sebagaimana yang disyaratkan dalam pasal 15.
(5) Ulir katup kepala hams diberi gemuk tipis, gelang tutup ditempatkan kembali dan
tutup kepala dipasang dengan mengunci sampai kuat
(6) Apabila gelang tutup seperti tersebut ayat (5) terbuat dati karet, hams dijaga gelang
tidak terkena gemuk.
(7) Tanggal, bulan dan taboo pengisian, hams dicatat pada hadan alat pemadam api
ringan tersebut
(8) Alat pemadarn api ringan ditempatkan kembali pada posisi yang tepat

(9) Penelitian sebagaimana tersebut ayat (2) dan ayat (3) berlaku juga terhadap jenis
yang kedap tumpah dan botol yang dipecah.

Pasal23

Pengisian kembali alat pemadam apijenis carbon dioxida (C02) dilakukan sesuai dengan
ketentuan pasal 22 tersebut diatas.

Pasa124

Pengurus hams bertanggung jawab terhadap ditaatinya peraturan ini.

BAD IV
Ketentuan Pidana

Pasa125

Pengurus yang tidak mentaati ketentuan tersebut pasal 24 diancam dengan hukuman
kurungan selama-Iamanya3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100,000,- (seratus
ribu rupiah) sesuai dengan pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-undang No.1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja.

368
BABV
Ketentuan Peralihan
Pasal26
Alat pemadam api ringan yang sudah dipakai atau digunakan sebelum Peraturan Menteri
ini ditetapkan, pengurus diwajibkan mernenuhi ketentuan peraturan ini dalam waktu satu
tahun sejak berlakunya Peraturan ini.
BABV)
Ketentuan Penutup
Pasa127
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 14 April 1980

MENIERI
TENAGA KERJADAN TRANSMIGRASI

Cap/ttd.

HARUNZAIN

SALINAN SESUAI DENGAN ASLINYAOLEH


A.N. SEKRETARIS JENDERAL
KEPALABIRO UMUM

Cap/ttd.

Drs. SOETARNO M.
NIP. 1600103

369
370
JANGKA WAKTU UNTUK PEMERIKSAAN PENGISIAN KEMBALI DAN
PERCOBAAN TEXAN

Jarak waktu Jarak waktu


Jenis alat pemadam pengisian kembali
apiringan Pemeriksaan percobaan tekan
(tahun) (tahun)

Air
AsamSoda A, I *) S
Tabung Gas AdanB S S
Gas yang dipadatkan A 5 5

Busa
Kimia A 1 5
Tabung Gas
Cairan busa yang di
calnpur terlebih dabulu AdanB 2 5
Tabung cairan busa
yang mlak AdanB 5 S

Tepung kering/Dry
Chemical
TabungGas AdanB 5 S
Gas yang dipadatkan A S 5
Carbon Dioksida
Lihat pasal
CO2 A IS ayat (4)
Halogenated Hydro-
carbon
Tabung Gas AdanB 3 5
Gas yang dipadatkan A S S

A = Pemeriksaan 6 bulan sekali sesuai dengan ketentuan pasal12.


B = Adalah pemeriksaan 12 bulan sekali sesuai dengan ketentuan pasal13.
*):: Pada alat pemadam api ringan dan jenis botol yang dipecahkan tidak pertu selalu
mengganti asamnya dengan syarat bahwa derajat kesamaan isi botol masih
memenuhi syarat, namun botol tersebut harus dichek terhadap adanya retak-retak.

371
372
PERATURAN
MENTERITENAGAKERJA DAN TRANSMIGRASI
NOMOR: PER - OlIMEN/1981

TENTANG
KEWAJIBAN MELAPORPENYAKIT
AKlBATKERJA

MENTERITENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI :

Menimbang 8. bahwa penyakit akibat kerja herat bertalian dengan kemajuan


tehnologi sehingga pengetahuan tentang penyakit-penyakit tersebut
perlu dikembangkan antara lain dengan pemilikan data yang
lengkap;
b. bahwa untuk melindungi kes~lamatan dan kesehatan tenaga kerja
terhadap pengaruh akibat kerja, perIn adanya tindakan pencegahan
lebih lanjut;
c. bahwa penyakit akibat kerja yang diderita oleh tenaga kerja
meropakan suatu kecelakaan yang hams dilaporkan.

Mengingat 1. Undang-undang No. 14 tahun 1964;


2. Undang-undang No. 2 tahoo 1951;
3. Undang-undang No. 1 tahun 1970;
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.
02/Men/1980.

MEMUTUSKAN
Menetapkan PERATIJRAN MENTERI TENAGAKERJADANTRANSMIGRASI
TENTANG KEWAJIBAN MELAPORKAN PENYAKIT AKIBAT
KERJA.
Pasall
Yang dimaksud dalam Peraturan Menten ini dengan :
a. Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau
lingkungan kerja.
b. Pengurus ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung tempat kerja atau
bagaimana yang berdiri sendiri.

373
c. Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja ialah dokter atau pegawai yang
berkeahlian khusus yang ditunjuk oleh Menten Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

d. Dokter ialah dokter sebagaimana dimaksud dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi No.. Per. 021Men/1980.

Pasa12

(I) Apabila dalam pemeriksaan kesehatan bekerja dan pemeriksaan kesehatan khusus
sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No. Per 02IMenl1980 ditemukan penyakit kerja yang diderita oleh tenaga kerja,
pengurus dan Badan yang ditunjuk wajib melaporkan seeara tertulis kepada Kantor
Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan Tenaga Kerja
setempat.

(2) Penyakit akibat kerja yang wajib dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pasal ini adalah sebagaimana ditetapkan dalam 1ampiran Peraturan Menteri ini.

Pasa13

( 1) Laporan sebagaimana dimaksud pasa12 ayat (1) hams dilakukan dalam waktu paling
lama 2 x 24 jam setelah penyakit tersebut dibuat diagnosanya.

(2) Bentuk dan tata cara pelaporan sebagaimana dirnaksud ayat (1) pasal ini ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan dan Perlindungan Tenaga Kerja.

Pasa14

(1) Pengurus wajib dengan segera melakukan tindaQn-tindakan preventifagar penyakit


akibat kerja yang sarna tidak terulang kembali diderita oleh tenaga kerja yang berada
dibawah pimpinannya..

(2) Apabila terdapat keragu-raguan terhadap hasil pemeriksaan yang telab dilakukan oleh
Dokter, pengurus dan meminta bantuan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
dalam hal ini aparatnya untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja.

(3) Pengurus wajib menyediakan seeara cuma-cuma seroua alat perlindungan diri yang
diwajibkan penggunaannya oleh tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya
untuk pencegahan penyakit akibat kerja.

374
Pasal5

(1) Tenaga kerja harns memberikan keterangan-keterangan yang diperlukan hila diperiksa
oleh Dokter atau pegawai pengawas keselamatan dan kesehatan kerja.

(2) Tenaga kerja hams memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan untuk
pencegahan penyakit akibat kerja.

(3) Tenaga kerja harns memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat untuk pencegahan
penyakit akibat kerja.

(4) Tenaga kerja berhak meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat-syarat
pencegahan penyakit akibat kerja sebagaimana ditetapkan pada pasal4 ayat (1) dan
ayat (3).

(5) Tenaga kerja berhak menyatakan keberatan untuk melakukan pekerjaan pada pekerjaan
yang diragukan keadaan pencegahannya terhadap penyakit akibat kerja.

Pasa16

(1) Pusat Bina Hyperkes Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan keIja menyelenggarakan
latihan-Iatihan dan penyuluhan kepada pihak-pihak yang bersangkutan, dalam
meningkatkan pencegahan penyakit akibat kerja.

(2) Pusat Bina Hygiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Badan-badan
lain yang ditunjuk oleh Menteri menyelenggarakan bimbingan diagnosa penyakit akibat
kerja.

Pasal7

Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksudkan dalam


Undang-undang No. 1taboo 1970 melakukan pengawasan terhadap ditaatinya pelaksanaan
peraturan ini.

Pasa18

Pengurus yang tidak mentaati ketentuan-ketentuan dalam peraturan Menteri ini, diancam
dengan hukum sesuai dengan pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-undang No. 1 tahun 1970
tentang keselamatan kerja.

375
Pasa19

Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

DITETAPKAN DI: JAKARTA


PADA TANGGAL: 4 APRIL 1981

MENlERI
TENAGA KERJADANTRANSMIGRASI

ttd.

(HARUN ZAIN)

376
MENTERITENAGA KERJADAN TRANSMIGRASI
Lampiran Peraturan Menteri Tenaga
Kerja Dan Transmigrasi
Nomor Per.Ol/Men/1981
Tanggal 4 April 1981

DAFTAR PENYAKIT-PENYAKlTKERJAYANG
HARUS DILAPORKAN

No. Jenis PenyakitAkibat Kerja Keterangan


1 2 3
1 Pneukoniosis yang disebabkan oleh debu min- 1. Penyakit-penyakit pam-pam
eral pembentukan jaringan perut (slikosis, dan saluran pernafasan
antrakosilikosis, asbestosis), yang (bronkhopulmoner) yang
silikosisnya merupakan faktor utama disebabkan oleh debu logam
penyebab cacat atau kematian. keras.
2 Penyakit-penyakit paru-pam dan saluran 2. idem
pernafasan(bronkhopulmoner) yang
disebabkan oleh debu logam keras.
3 Penyakit pam-paru dan saluran pemafasan 3. idem
(brounkhopulmoner) yang disebabkan oleh
debu kapas, vIas, hennep dan sisal
(bissinosis).
4 Asma akibat kerja yang disebabkan oleh 4. idem
penyebab-penyebab sensitisasi dan zat.. zat
perangsang yang dikenal dan berada dalam
proses pekerjaan.
5 Alveolitis allergis dengan penyebab faktor dari 5. idem
luar sebagai akibat penghirupan debu-debu
organik.
6 Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh 6. idem
berilium atau persenyawaan-persenyawaan
yang beracun.

377
Penyakit-penyakit yang disebabkan oleb
7 7. idem
kedmium atau persenyawaan-persenyawaan
yang beracun.
8 Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh 8. idem
fosfor atau persenyawaan-persenyawaan
yang beracun
9 Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh krom 9. idem
atau persenyawaan-persenyawaan yang
beracun
10 Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh 10. Semua pekerjaan yang
mangan atau persenyawaan-persenyawaan bertalian dengan kejadian
yang beracun pemaparan terhadap penye-
bab yang bersangkutan.
11 Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh arsen 11. idem
atau persenyawaan-persenyawaan yang
beracun
12 Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh air 12. idem
raksa atau persenyawaan-persenyawaan yang
beracun
13 Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh timah 13. idem
hitam atau persenyawaan-persenyawaan
yang beracun
14 Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh flour 14. idem
atau persenyawaan-persenyawaan yang
beracun
15 Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh 15. idem
karbon disulfida
16 Penyakit-penyakit yang disebabkan oleb 16. idem
derivat-derivat halogen dari persenyawaan
hidrokarbon alffatik atau oromatik yang
beracun
17 Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh ben- 17. idem
zene atan homolog yang beracun
18 Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh 18. Semua pekerjaan yang
derivat-derivat nitro dan animo dan benzene bertalian dengan kejadian
atau homolog-homolog yang beracun pemaparan terhadap penye-
bab yang bersangkutan.
19 Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh 19. idem
nitrogliserin atau ester-ester lain asam nitrat.

378
20 Penyakit-penyakit yang disebabkan alkohol- 20. idem
alkohol atau keton.
21 Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh gas 21. idem
atau uap penyebab asfiksia seperti : karbon
monoksida, hidrogen sianida atau derivat-
derivat yang beracun, hidrogen sulfida.
22 Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh 22. idem
kebisingan..
23 Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh 23. idem
getaran mekanik (kelainan-kelainan otot, ural,
tulang, persendian, pembuluh darah tepi atau
syaraf tepi).
24 Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh 24. idem
pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih..
25 Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh 25. idem
radiasi yang mengion.
26 Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh 26. idem
penyebab fisik, kimiawi atau biologis yang
tidak tennasuk golongan penyakit akibat ketja
lainnya
27 Kangker kulit epiteliome primer yang 27. idem
disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak
mineral, antrasen stau persenyawaan-
persenyawaan produk-produk atau residu-
residu dari zat-zat ini..
28 Kangker paru-pam atau mesotelioma yang 28.. idem
disebabkan oleh asbes.
29 Penyakit-penyakit infeksi atau parasit yang 29. (a) Pekerjaan kesehatan dan
didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki laboratorium. (b) Pekerjaan
resiko kontaminasi khusus. Penyakit-penyakit kesehatan hewan. (c) Pekerja-
yang disebabkan oleh suhu tinggi atau suhu an yang bertalian dengan
rendah atau panas radiasi atau kelembaban binatang, hewan mati, bagian-
udara tinggi. bagian hewan mati atau
30 Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh suhu barang-barang yang mungkin
tinggi atau suhu rendah atau panas radiasi atau telah mengalami kontaminasi
kelembaban udara tinggi. oleh hewan mati. (d) Pekerjaan
lain yang mengandung risiko
khusus terjadinya konta-minasi.

379
380
PERATURAN
MENTERI TENAGAKERJA DAN TRANSMIGRASI
NO.03/MENf1982

TENTANG
PELAYANANKESEHATANKERJA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI R.I


Menimbang bahwa dalam rangka melindungi tenaga ketja terhadap setiap gangguan
kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja serta
kemampuan fisik dari tenaga kerja, malea perlu dikeluarkan peraturan
tentang Pelayanan Kesebatan Kerja.
Mengingat I. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor I, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2918).
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per-
02/Men/1980.
3. Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
Kepts.79/Men/1977.
MEMUTUSKAN

Menetapkan PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANS-


MIGRASITENTANG PELAYANAN KESEHATAN KERJA.
Pasall

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :


a. Pelayanan Kesehatan adalah usaha kesehatan yang dilaksanakan dengan tujuan :
1. Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri baik fisik
maupun mental, terutama dalam penyesuaian pekerjaan dengan tenaga kerja.
2. Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul dari
pekerjaan atau lingkungan kerja.
3. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik
tenaga kerja.
4. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi tenaga kerja yang
menderita sakit.
b. Tempat kerja adalah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) Undang-
undang Nomor 1 Tahoo 1970.

381
c. Pengurus adalah sebagaimana yang dimaksud dalam pasall ayat (2) Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1970.
d. Pengusaha adalah sebagaimana yang dimaksud pada surat Keputusan Menten Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No. Kepts. 79fMenl1977.
e. Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah dokter atau pegawai
tehnis yang berkeahlian khusus yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi.
Pasa12
Tugas pokok pelayanan Kesehatan Kerja metiputi :
a. pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus;
b. Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga keIja;
c . Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja;
d. Pembinaan dan pengawasan pembinaan seni-tair;
e. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan untuk kesehatan tenaga kerja;
f. Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit umum dan penyakit akibat kerja;
g. Pertolongan Pertama pada kecelakaan;
h. Pendidikan Kesehatan untuk tenaga kerja dan latihan untuk petugas Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan;
i.. Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan
alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan ditempat
kerja;
j.. Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja;
k. Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerjayang mempunyai kelainan tertentu
dalam kesehatannya;
1. Memberikan laporan berkala tentang Pelayanan Kesehatan KeIja kepada penguros.
Pasal3
(1) Setiap tenaga kerja berbak mendapatkan Pelayanan Kesehatan Kerja.
(2) Pengurus wajib memberikan Pelayanan Kesehatan Kerja sesuai dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan tehnologi..
Pasa14
(1) Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja dapat :
a. Diselenggarakan sendiri oleh pengurus;

382
b. Diselenggarakan oleh pengurus dengan mengadakan ikatan dengan dokter atau
Pelayanan Kesebatan lain;
c. Pengurus dari beberapa perusahaan secara bersama-sama menyelenggarakan
suatu Pelayanan Kesehatan Kerja.
(2) Direktur mengesahkan cara penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan KeIja sesuai dengan
keadaan.
Pasa15
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja dipimpin dan dijalankan oleh seorang dokter
yang disetujui oleh Direktur.
PasaI6

(1) Pengurus wajib memberikan kebebasan profesional kepada dokter yang menjalankan
Pelayanan Kesehatan Kerja:
(2) Dokter dan tenaga kesebatan dalam melaksanakan Pelayanan Kesehatan Kerja, bebas
memasuki tempat-tempat kerja untuk melakukan pemeriksaan-pemeriksaan dan
mendapatkan keterangan-keterangan yang diperlukan.
Pasa17
(1) Pengurus wajib menyampaikan laporan pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Kerja
kepada Direktur.
(2) Tata cam bentuk Iaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur.
Pasa18
Dokter maupun tenaga kerja kesehatan wajib memberikan keterangan-keterangan tentang
Pelaksanaan Kesehatan Kerja kepada Pegawai Pengawas Keselarnatan dan Kesehatan kerja
jika diperlukan.
Pasa19
Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja melakukan pengawasan terhadap
ditaatinya pelaksanaan peraturan ini.
PasallO
(1) Pelanggaran terhadap Pasal 3 ayat (2), Pasa16 ayat (1), Pasal 7 ayat (1), dan Pasa}
8 diancam hukuman kurungan selama-Iamanya tiga bulan atau denda setinggi-
tingginya seratus ribu rupiah, sesuai dengan Pasa115 ayat (2) Undang-undang Nomor
1 Tahun 1970.

383
(2) Tindakan pidana tersebut pada ayat (1) adalah

Pasalll

Hal-hal yang dianggap periu untuk melaksanakan peraturan ini akan diatur oleh Direktur.
Pasal12
Peraturan ini mulai berlaku tanggal ditetapkan.

DITETAPKANDI : JAKARTA
PADATANGGAL : 23 - 4 - 1982

MENI'ERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

ttd.

(HARUN ZAIN)

Disalin sesuai dengan aslinya


Sub Direktorat Pembinaan dan Pengawasan
Kesehatan Kerja
Kepala

dr. H.A.R. Rahman


NIP. 160002776

384
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJADAN TRANSMIGRASI
NO : PER.02/MEN/1982
TENTANG
KWALIFIKASI JURU LAS DITEMPAT KERJA
MENTERITENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI :

Menimbang a. bahwa dengan kamajuan tehik dan tehnologi dewasa ini


khususnya dalarn bidang konstruksi las, diperlukan tingkat
ketrampilanjuru las yang memadai;
b. bahwa untuk itu perlu dikeluarkan Peraturan menteri tentang
kwalifikasi Juro Las di Tempat Kerja.

Menetapkan 1. Undang-undang Uap Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


(Lembaran Negara Tabun 1970, No. I TLN 2918);
2. Undang-undang Uap Tabun 1930 (Stoom Ordonantie 1930).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN


TRANSMIGRASI TENTANG KWALIFIKASI JURU LAS
DITEMPATKERJA

BABI
KETENTUANUMUM
Pasall
Dalam Peraturan Menten ini dimaksud dengan :
a. Tempat kerja adalah Tempat sebagaimana dimaksud pada pasal 1 ayat (I) Undang-
undang No. I Tahun 1970;
b. Pengurus adalah Pengurus sebagaimana dimaksud'pada pasal 1 ayat (2) Undang-
undang No. 1 Tahun 1970;
c. Pegawai Pengawas adalah Pegawai Pengawas sebagaimana dimaksud pada pasal 1
ayat (5) Undang-undang No. 1 rabun 1970;
d. Direktur adalah Direktur sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menter;' Tcnaga
Kerja dan Transmigrasi No. 79 Tabun 1977.

385
Pasa12

( 1) Peraturan Menten ini meliputi kwalifikasi juru las untuk ketrampilan pengelasan
sambungan las tumpul dengan proses las busur listrik, las busur listrik subtnerged,
las gas busur listrik tungstem, las karbit atau kombinasi dari proses las tersebut yang
dilakukan dengan tangan (secara manual), otomatis atau kombinasi.
(2) Syarat untukjuru las yang melakukan pengelasan secara otomatis akan diatur lebih
lanjut.
Pasal3

( 1) Juru las dianggap trampil apabila telah menempuh ujian las dengan hasil memuaskan
dan mempunyai sertifikat juru las.

(2) Juru las tersebut ayat (1) dianggap tidak trampil apabila selama 6 (enam) bulan terns
menerus tidak melakukan pekerjaan las sesuai dengan yang tercantum dalam sertifikat
juru las.

Pasa14

(1) Peserta Juru las harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :


a. berbadan sehat baik physik lnaupun mental yang dinyatakan dengan surat
keterangan dokter pemeriksa kesehatan badan tenaga kerja sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
b. berumur sekurang-kurangnya 18 tahun;
c. pernah mengikuti dan lulus latihan las dasar atau mereka yang oleh Direktur
dianggap memenuhi syarat.

(2) Direktur dapat mengadakan perubahan terhadap syarat-syarat tersebut pada ayat
(1 ).

Pasa15

(1) Jenis pekerjaan las yang ditetapkan pada sertifikat juru las.

(2) Pada pekerjaan las yang beraneka ragam, tiap jenis pekerjaan las dilakukan olehjuru
las sesuai dengan jenis pekerjaan las yang tercantum pada masing-masing sertifikat
juru las.

Pasal6

( 1) Juru las digolongkan atas :

386
I. TANDA UNTUK. MENYATAKAN TEMPAT ALAT PEMADAM API RINGAN 2. TANDA UNTUK MENYATAKAN TEMPAT ALAT PEMADAM
YANG DIPASANG PADA DINDING YANG DIPASANG PADA TIANO KOLOM
3sem
1~
MERAH
MERAH
E
T
u
V\
-...I
....
N
V.
l~
SKALA = 1 : 2
TIANGKOLOM
CATATAN: a. Bentuk segi empat b.· Bentulc IiDgkaran
1. Segi tip sama sisi deDpn warDa dasar merah.
2. ~ sisi 35 em. .
CATATAN: . SKALA
3. Tingi humf3 em. berwamaputih..
1. Wama dasar tanda pem8sanpn maah.
4. Tinggi tanda panah 1.5 em warDa putih 2. Lebar BAN pada kolom 20 em sekitar kolom
386 a
KEBAKARAN DAN JENIS ALAT PEMADAM API RlNGAN Lampiran 2.
KEBAKARAN ALAT PEMADAM API RlNGAN YANG HAR.US DlPAKAI PADA MULA KEBAKARAN
I 2 3 4 S 6 7 8
TETRACHLOOR 2) 3) TEPUNO
GOLONGAN BAHAN YANG TERBAKAR AIR BUSA KOOlSTOP KARBON- B.C.F.6)
9 liter 'liter CHLOORBR.OOM- DlOKSIDA (HAle
P + PK PO 4) PM 5)
MEmMN 1,4 kg
12 kc Ilks 12kS
I liter
I. Kebakatan pi apcrmuban ballan scpcrti : v v
v Dikombinui X V
KAYU. KER.TA,S. TEKSnL. dsb. 8 ~ dennnlir ~
2. Kcbabru .........._ datam dati behan scpcrti : 'ly x x x x X
KAYU. MAJUN, ~ BATU ebb. 8 xx ~
BAHANPADAT 3. Kebakatancllri BARANG2 YANG JARANG TER- xx v v x V
A . X
KECUAlI lOOAM DAPATDAN8E1U1AJlGAJlGlbaadadimusium2. . 8/ @
aaip2. koIcbHoIcbi cIsb. ~XX6)
~ X X I)

4. Kcbabtaa dIri bahIa2 JIftI pada pcmanaan


V X X
pmpana aacaprai ICpCI1i KARET BUSA. dan .X X X .(i) X
PLAmK BUSA cIsb.
XX

I. Kebakacan dati 8cnsin. 8eftso1. Cat. rUt Llk. AspaI. X


Gemuk.. Miayak dan tcbacianya V x
XX7) @
(Vans tidalc dapaI ~r denpn air) e e
2. Kcbabran dati Alkohot din scbapnpanya
~ e
yang dapat mdarut dal.m air X X X X
(bcn:ampur. . . . . air) X X I) Q;> e e
~ e
8 BAHANCAIR 3. Ou ,ang mcnplir
X X V X V
dan @
GAS I

4. Bahan2 Yaaa dcapA air maabcntuk ps yang


~ e
X X ·V
dapat tctbabr scpcrti : KARBID. POSFIT X V
XX XX
dsb. ~ ~ e
C APARAT2 USTRIK Panil Peocbubua& Pdi . . . .bunc. SENTR.AL ·V
X X rlClatantuk
BERTEGANGAN Tclcpon.. TrusfGnnator cIsb. X·X @- InstaIasi2
T~UI\ClIk X
(BERSPANlNO)
XX 1nsca11si2
~~ X I) Hubanpn Hubungaa
~
X X X X X
D LOO:AM ~ Natmim. Kalsi~ Alumitaium X
XX XX XX XX e ~ XX

KETERANGAN : I). Janpa dipabi cIaIam naanpa bel, yang I). Jcais Halon Formula Halon No. :
tatutup dalam mana bcrIda--a2
~. 8ai1cscbli X -= Tidal: dapat dipabi . 2). P dasaI: NatriumbibtboDll 8nJmotrit1uoramcchau CIkF3IB.T.M. 1301
3). 'PKdaarpramalbli BromochIorocfifluoremetbana aiCIF2IB.C.F. 1211
Baik XX == Menasat 4). PO 1cpIaC pcmadam Carbon Dioxida .
'i>- CO2
X 5). PM _ _ kc:babtaa Iopm DibIomocIifluocoscnenchaAa CBr2F2 1202
V == Dapatd~i == Bc:rbabaya
XX 6). Baci""""" sendiri anaDgki. meru.sak . CH28lC1 1011
7). Bcrbahayabrcna~~ CartJon'Tdnchlorida CCIA 104
bahan2 yang mudah t~ mdRS). Methyl bromide
- CHJBr 1001

386b
a. lUlu las kelas I (satu)
b. Juru las kelas II (dua)
c. IUn! las kelas III (tiga)

(2) Juru las kelas I (satu) boleh melakukan pekerjaan las yang dilakukan oleh juru las
kelas II (dua), dan kelas III (tiga).
(3) Juru las kelas II (dua) boleh melakukan pekerjaan las yang dikerjakan oleh juru las
kelas III (tiga) tetapi dilarang mengelas jenis pekerjaan yang boleh dilakukan oleh
juru las kelas I (satu).
(4) Juru las kelas III (tiga) dilarang melakukan pekerjaan las yang boleh dilakukan oleh
jur las kelas II (dua) atan kelas I (satu)

Pasal7
(1) Pekerjaan las yang boleh dilakukan oleh Juru las kelas I (satu), kelas II (dua) dan
kelas III (tiga) tetapi dilarang mengelas jenis kelas II (dua) dan kelas III (tiga) adalah
seperti tersebut pada lampiran I tabel 1.

(2) Direktur dapat merubah jenis pekerjaan pada lampiran I tabel 1 tersebut pada ayat
(1).
DAB II
PENGUJIAN JURU LAS
Pasal8
Pengujianjuru las terdiri dari :
a. Ujian teon
b. Ujian praktek
Pasa19
( 1) Ujian teon tersebut pasal8 humfa untukjuru las karbit meliputi pengetahuan peraturan,
cara kerja praktis, sebagai berikut :
a. pencegahan kecelakaan, penyakit akibat kerja, kebakaran dan peledakan;
b. penggunaan alat-alat las misalnya lampu gas, botol das, generator gas;
c . nyala gas misalnya sifat, penyetelan, pengaruh pada las;
d. cara pengelasan;
e. persiapan mengelas;
f. pencegahan dan perbaikan kesalahan las;
g. bahan induk dan bahan pengisi.

387
(2) Ujian teori tersebut pasal 8 huruf a untuk juru las busur listrik dan juru las TIG
(tungstem inner gas weldeing) meliputi pengetahuan peraturan, cara kerja praktis,
sebagai berikut :
a. pencegahan kecelakaan, penyakit akibat kerja, kebakaran dan peledakan;
b. penggunaan alat dan mesin las;
c. persiapan las;
d. pencegahan dan perbaikan kesalahan las;
e. pengaruh panjang busur listrik, arus listrik, polarity, pengamatan terak-terak
gas untuk TIG
(3) Ujian teori bagi juru las selain dari pada jenis las tersebut ayat (I) dan ayat (2)
ditetapkan oleh Direktur.

PasallO
Ujian praktek tersebut pada pasa18 huiufb, setiap pesertajuru las hams dapat menunjukkan
ketrampilan mengelas seperti tersebut pada tabel 2 lampiran I dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. untuk juru las kelas I (satu) hams lulus melakukan percobaan las, 1G, 20, 30, 40,
50 dan6G;
b. untukjuru las kelas II (dua) hams lulus melakukan percobaan las 10, 20, 30 dan
4G;
c. untuk juru las kelas III (tiga) hams lulus melakukan percobaan las 1G dan 2 G
Pasal11
(1) Bagi peserta ujian praktekjurulas hams menempuh contob percobaan las pelat dan
pipa seperti pada Lampiran II gambar 1 dan gambar 2.
(2) Pada contoh percobaan las tersebut ayat (I) diberi tanda sebagai berikut :
a. tanda uji dari Pegawai Pengawas;
b. nama atau Domor kode juru las;
c. kode perusahaan;
d. tanda pelaksanaan ujian;
e. tanda posisi las.
(3) Pemberian tanda-tanda tersebut ayat (2) hams jelas dan terang dan ditempatkan
pada bahan induk las muka dan jauh dari sambungan las.
Pasal12

(1) Bagi juru las yang tidak lutus ujian dapat diberikan kesempatan ujian ulang dan jika
tidak lulus juga maka diharuskan mengikuti latihan las untuk memperbaiki
ketrampilannya.

388
(2) Bagi juro las yang sudah lulus ujian akan tetapi dalam waktu 6 (enam) bulan tidak
dapat membuktikan pekerjaan las sesuai dengan yang tercantum dalam sertifikat
kembali hams menempuh ujian ulang.

BAB III
SYARATLULUS UJIAN

Pasal13
(I) Contob percobaan las diuji dengan urutan sebagai berikut :
a. sifat tampak;
b. radiografis;
c. makroskopis;
d. sifat mekanis.

(2) Apabila dari hasil pengujian sifat tampak sudah menunjukkan tidak memenuhi syarat,
maka sudah dapat dinyatakan tidak lulus dan pengujian selanjutnya tidak periu
dilakukan.
(3) Apabila hasil pengujian sifat tampak baik, akan tetapi hasil pengujian radiografis
tidak memenuhi syarat maka sudah dapat dinyatakan tidak lulus dan pengujian
selanjutnya tidak periu dilakukan.
(4) Apakah hasil pengujian radiografis baik maka dilanjutkan dengan pengujian
malgoskopis dan sifat mekanis.
Pasal14

Dalam melakukan pengujian sifat tampak, hal yang dinilai adalah sebagai berikut :
a. kampuh las harns penuh, lurns dan tinggi serta lebar las hams rata : Tinggi las tidak
boleh melebihi ketentuan yang tercantum pada Lampiran 1 tabel3;

b. permukaan las harns rata, tidak boleh ada benjolan-benjolan, lekukan-Iekukan dan
pergantian setiap elektroda las hams rata serta tidak boleh terdapat takik-takik yang
tajam kecuali dalam takik antara las dan bahan induk tidak melebihi 10 % dari tebal
pelat dan maksimum 0,5 mm;

c. dalamnya tembusan las yang diperkenankan adalah kurang dari 0,1 tebal pelat akan
tetapi tidak lebih dan 1 mm serta panjang garis terak seperti pada Lampiran I tabe14;
d. apabila terdapat tembusan las yang kurang dibeberapa tempat maka jumlah panjang
tembusan las yang kurang tersebut tidak boleh lebih dari 25 mm;

389
e. kecekungan akar las (root convavity) diperkenankan apabila permukaan akan akar
las adalah rata, dalamnya cekungan tidak melebihi 1,2 mm dan teballas tidak kurang
dan tebal pelat;
f. untuk sambungan las memanjang, kemelesetan permukaan dari bagian-bagian yang
dilas tUlnpul tidak boleh melebihi kemelesetan 1,2 mIn Wltuk tebal pelat salnpai dengan
10 mm, 10 % dari tebal pelat dengan maximum 3 mm untuk tebal pelal lebih dari 10
mm sampai dengan 32 mm dan 3 mm untuk tebal pelat lebih dari 32 mm;
g. untuk sambungan las melingkar kemelesetan pennukaan dari bagian-bagian yang
dilas tumpul tidak boleh melebihi kemelesetan 1,2 mm untuk tebal pelat sampai dengan
6 mm, 10 % dari tebal pelat ditambah 1,2 mm untuk tebal petat lebih dari 6 mm sId
25 mm dan 4 mm untuk tebal pelat lebih dari 25 mm.
Pasal15

(1) Dalam melakukan pengujian radiografis hal yang dinilai adalah sebagai berikut:
a. pada sambungan las tidak boleh mengandung rctak-retak;
b. tidak boleh terdapat retak Inelnanjang (garis terak) yang panjangnya melebihi
ketentuan yang tercantum pada lampiran I tabel 4. Dan jika terdapat terak-
terak yang berjajaran dengan jarak antara kurang dari 3 mm dianggap meropakan
I (sam) buah terak;
c. tidak bolch terdapat terak-terak beljajaran yang meropakan garis denganjumlah
panjang lebih dari tebal pelat (t) untuk panjang las 12t kecuali apabila jarak
antara terak-terak melebihi 6 L, dimana L adalab panjang terak yang terpanjang
didalamjajaran terak; "
d. jumlah luas liang-liang renik tidak boleh lebih dari 0,60 x 25,4 x (t mm2 atau
1,5 mm2). Apabila panjang las kurang dari 150 mm t jumlah liang-liang renik
berkurang menurot perbandingan;
e. ukuran terbesar dan suatu liang renik adalah 20 % dari t, tetapi tidak boleh
melebihi 3 mm, kecuali jika jarak antara liang-liang renik adalah 25 mm atau
lebih, ukuran liang renik diperkenankan 30 % dari t, tetapi tidak boleh melebihi
6mm.
f. Pada panjang las 2 t, tetapi tidak lebih dari 25 mm, diperkenankan terdapat
jumlah luas kumpulan-kumpulan liang-liang renik (clustered) dengan konsentrasi
0,04 x 25,4 x t mm2 atau t mm2;
g. liang-liang renikyang berjajaran dapat diterima apabila jumlah diameter dari
liang-liang renik tidal< melebihi pada panjang 12 t untuk < 12,5 mm dan pada
panjang 150 mm untuk t > 12,5 mm denganjarak antara liang-liang renik tidak
kurang dari 6x diameter liang renik terbesar.

390
(2) Penentuan liang-liang renik untuk tebal pelat diantara dua gambar pembanding menurut
tebal pelat yang tertipis dan dua gambar pembanding tersebut atau disesuaikan dengan
tabel dan gambar tersebut pada Lampiran III.

(3) Noda-noda hitam dengan bentuk bulat atau oval diinterprestasikan sebagai liang renik
(gelembung gas).

(4) Ketentuan tersebut ayat (I) hurnfd sid dapat digunakan untuk bahan feritik, austenitik,
logam besi dan kantong wofram (tungstem incusions).

(5) Tembusan las atau pembakaran las yang kurang dari hasil pengujian radiografis
tersebut ayat (1) diperbolehkan dalam batas-batas tertentu sesuai dengan pasal 14
huruf c.

Pasal16

(1 ) Untuk pengujian makroskopis benda coba diambil dari bagian percobaan las dari
posisi las tersukar alau dan bagian yang menurut pengujian radiografis mengandung
cacat las.

(2) Penampang las melintang dari benda coba tersebut ayat (1) poles dan dietsa sampai
bentuk las tampak dengan jelas.

(3) Penilaian penampang las tersebut ayat (2) tidak boleh mengandung cacat sebagai
berikut:
3. retak;
b. pembakaran atau tembusan las yang kurang, melebihi batas yang ditentukan
pada pasal 14 huruf c dan d;
c. ukuran liang renik dan atau terak yang bertebaran melebihi batas yang ditentukan
pada pengujian radiografis sebagaimana tersebut pasal15 ayat (I) hurufb, c,
e, fdan g.

Pasal17

(1) Dalam pengujian sifat mekanis dilakukan dengan 2 (dua) percobaan lengkung las
muka dan 2 (dua) percobaan lengkung.

(2) Tebal duri D maksimum untuk percobaan lengkung tersebut ayat (1) sesuai dengan
Lampiran I tabelS danjarak L antara kedua rol tidak boleh lebih dan 0 + 2, 2 T.

(3) Pengambilan batang-batang coba lengkung tersebut ayat (1) sesuai dengan Lampiran
II Gambar 3, 4, 5, 6, 7 dan 8.

391
BADlY
BATAS BERLAKUNYABAHAN CONTOH
PERCOBAA~LAS

Pasal18
Kelompok bahan dan batas berlakunya jenis logam untuk contoh percobaan las bagi ujian
juru las sesuai dengan lampiran I tabel 10 dan 11.
Pasal19
(1) Bahan induk yang akan digunakan untuk percobaan las dikelompokkan sesuai dengan
Lampiran I tabel 10.
(2) Berlakunya contoh percobaan las tersebut ayat (1) sesuai dengan Lampiran I tabel
11.
Pasa120
Bahan pengisi fluksi dan gas terdiri dari :
a. Las busur listrik;
b. Las karbit;
c. Las busur listrik TIG (Tungstem Innert gas Welding)
PasaI21

(1) Untuk las busur elekroda las dibagi dalam kelompok sesuai 1ampiran I tabel 2.
(2) Penggantian dari suatu kelompok elektroda las dengan kelompok elektroda las lain
harns diadakan uji ulang, kecualiuntuk nomor 1 sampai dengan nomor 4 b dengan
jumlah unsur paduan tidak melebihi 6 % dan belraku untuk kelompok elektroda las
nomor 4c sampai dengan nomor 6 seperti tercantum lampiran I tabel12.
Pasa122
(1) Untuk las karbit, kawat las dibagi dalam kelompok sesuai dengan Lampiran I tabel
13.
(2) Penggantian dari suatu kelolnpok kawat las dengan kelompok kawat las lain hams
diuji ulang.
Pasa123
(1) Untuk las busur listrik TIG (Tungsten Innert gas Welding) kawat las dibagi dalam
kelompok sesuai dengan Lampiran I tabel14.

392
(2) Penggantian dan suatu kelompok kawat las dengan kelompok kawat lain hams diuji
ulang.

(3) Penggantian dan suatu jenis gas tunggal dengan gas tunggallain atau dengan gas
campuran harns diuji ulang.

Pasa124

(1) Untuk las busur listrik submeerged, elektroda las dibagi dalam kelompok sesuai
dengan Lampiran I tabel15.

(2) Penggantian elektroda las dengan kadar Mn (1,75 % - 2,25 %) dengan elektroda las
dengan kadar Mn kurang dari 1,00 % atau sebaliknya hams diuji ulang.

(3) Penggantian tipa atau komposisi finks harus diuji ulang.

(4) Penggantian ukuran butir-butir finks tidak perlu diuji ulang.

Pasal25
Posisi percobaan las berlaku untuk posisi las tertentu sesuai dengan Lampiran 1 tabel 9.
Pasal26
Percobaan dari suatu proses las ke proses las yang lain atau ke proses las kombinasi
diperlukan uji ulang.

BABV
KETENTUANLAIN-LAIN

Pasal27
Pengelasan contoh percobaan las seperti pada Lampiran I tabel 2 dilakukan dari satu sisi
tanpa pelat alas dan berlaku untuk teknik pengelasan dari 2 (dua) sisi dan dari satu sisi
dengan atau tanpa pelat alas.
Pasal28
(1) Bagi juru las yang telah menempuh ujian juru las dan lulus dengan kwalifJkasi golongan
1 (satu) sebelurn berlakunya Peraturan Menteri ini tetap diakui sebagai juru las kelas
I (satu) sedangkanjuru las golongan II (dua) dan golongan III (tiga) ditinjau kembali.
(2) Peninjauan kembali juru las golongan II (dua) dan golongan III (tiga) tersebut ayat
(1) ditetapkan oleh Direktur.

393
BABVI
KETENTUANPENUIUP

Pasal29

( 1) Juru las yang telah menempuh ujian juru las dengan hasil memuaskan diberikan
sertifikat juru las sesuai dengan kwalifikasinya disertai buku kerja jum las.

(2) Sertifikasi juru las dan buku kerja juru las tersebut ayat (1) dikeluarkan oleh Direktur.

Pasal30

(I) Pengawasan jum las dilakukan oleh Pegawai Pengawas.

(2) Jurn las yang dianggap tidak terampil sertifIkat dan buku kerjanya dicabut oleh Direktur
atas usul Pegawai Pengawas.

Pasal31

Setiap 3 (tiga) bulan sekali Pengurus ataujuru las hams memperlihatkan buku kerjajuru
las kepada Pegawai Pengawas setempat untuk dicatat dan diketahui.

Pasal32

Pengurus wajib melaksanakan dan bertanggungjawab terhadap ditaatinya Peraturan Menteri


ini.

Pasal33

Pengurus yang tidak mentaati sebagaimana tersebut pasal 32 dihukum dengan hukuman
kunmgan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus
ribu rupiah) seba.gaimana dimaksud pasa115 ayat (2) Undang-undang No. I Tabun 1970
tentang Keselamatan Kerja.

Pasa134

Pelaksanaan lebih lanjut dari Peraturan Menteri ini ditetapkan oleh Direktur.

Pasal35

Segala peraturan yang mengatur kwalifIkasi juru las yang bertentangan dengan Peraturan
Menteri ini dinyatakan tidak berlaku.

394
Pasal36

Peraturan Menteri ini mulai herlaku sejak tanggal ditetapkan.

DITETAPKAN DI : JAKARTA
PADA TANGGAL : 8 Maret 1982

MENTERI
TENAGAKERJA DAN TRANSMIGRASI

ttd.

HARUNZAIN

395
Tabel : 1 Lampiran I Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.02/
Men/1982 tentang Kwalifikasi Juru Las di Tempat Kerja.

DAFfAR PENGELOMPOKAN PEKERJAAN LAS

NO. JENIS JURULAS JURULAS JURULAS


'KONSTRUKSI KELAS I KELAS II KELASIII
I Ketel-ketel uap Sambung..sambungan Tangan penyangga Pekerjaan-pekerjaan
bejana tekan'l aparat pada bagian..bagian isolasi, bagian dari, las yang tidak
industri kimia dan yang mengalami dapurpengapianketel menderita tekanan
industri penninyakan tekanan (over druck- uap. salat-salat bagian
over druck) misalnya luar.
badan silindris, front,
dinding, pipa-pipa
sebagai penguat,
penguat .. penguat
dinding, plendes
sambung-sambungan
pipa dan pipa..pipa
bertekanan.

II Mesindanalatkerja Penyangga lager, Penguat-penguat, Roda-roda alat


kerang turbine, konsul.. konsul,lubang- pel a den an,
konstruksi roda, lubang inspeksi dan konstruksi dudukan
plendes-plendes dan lain-lain. yang ringan pelat-
lain-lain bagian mesin. petat pelindung.

III Alat-alat angka dan Penyangga.. penyangga Pekerjaan las sam- K0 t ak-k0 tak
transport jembatan pemuat, bungan pada sam- pelindung, tangga
giokon vonkranen (tas bungan pekerjaan dan anak tangga,
dati kran), pertalen voor go tongan 1 dengan potor-potor ballast.
kranen. sifat sederhana dan
sedang, tromol lier
(Winch) kerangka lier,
bordes-bordes
penguat-penguat.

396
IV Konstroksi baja Alat-alat angkat Kolom-kolom pelat- Got-got, pipa-pipa,
(kraan),pintu-pintuair pelat dasar, pengan- saluran, jendela-
mentase khusus. tung-pengantungketell jendela, balok-balok
bejana tekan. dinding.

V lembatan Dlunmg induk (hoof- B 0 r des .. b 0 r des, Pekerjaan-pekerjaan


dlinggers) penyangga-konseI-konsel tangga. pipa, saluran, got-
penyangga melintang, gOt.
diagonal-diagonal dan
batang-batang vertika],
penguat-penguat,
penyangga-penyangga
angin.

VI Saluran-saluran pipa Pipa-pipa Vap, pipa- Pipa-pipa air dingin,


pipa penyalur baban distribusi gas sejauh
yang kerofis, mudah pekerjaannya dila-
terbakar dan beracUD, kukan secara mudah
saluran-saluran pipa dan sederhana.
dipakai pada suhu
rendah.

VII Peralatan kereta api Pelanting-pelanting Lokomotif-Iokomotif Konstruksi ringan


(atel, drasi, wieg, balk), dan kereta-kereta seperti langit-Iangit
balok-balok bumper, kerangka. kerangka atap
konstruksi bagian- kereta, dinding..
bagian penyangga dinding dan lain-
kereta, sambungan lain.
pokok dari pada
pelanting.

397
Keterangan

Pekerjaan-pekerjaan montage dan reparasi :

Pekerjaan ini dimaksud yang dikerjakan dilapangan yang berkaitan dengan kelompok-
kelompok tersebut diatas, pada umumnya pengawasan dan pengelolaan lebih berkurang
dari pada bengkel dan kebanyakan diserahkan saja pada juru lasnya, lagi pula pekerjaan
banyak dipersulit oleh keadaan tempat (gang-gang sempit dan lain-lain).

398
TABEL2

Posisi Las Tanda Gambar Penjelasan


Pelat:
Kedudukan pelat hori-
zontal, pengelasan dari
atas.
Dibawah Tangan 10
tZ?~ ~~:~dukan
~
sumbu
pipa horizontal, pada
waktu pengelasan pipa
diputar-putar,
pengelasan dari atas.
PeIat:
Kedudukan pelat
vertikal dengan sumbu
las horizintal.
2G Pipa:
Kedudukan sumbu
pipa vertikal dengan
sumbu las horizontal,
pada waktu pengela-
san pipa tidak boleh
diputar-putar.
Pelat:
Kedudukan pelat
Vertikal 3G
vertikal dengan sumbu
las vertikaL
Pelat:
kedudukan pelat hori-
Diatas Kelapa 40 zontal pengelasan dari
bawah.
Pipa : Kedudukan
sumbu pipa horizontal,
Horizontal 5G dengan sambungan las
vertikal, paa waktu
pengelasan pipa tidal<
boleh diputar-putar.

399
Pipa : Kedudukan pip
miring 45° dari
Miring 45° 6G norizontal, pacta wakt
pengelasan pipa tida
boleh diputar-putar.

Penyimpanan kedudukan benda kerja yang diperkenankan tidak boleh lebih dari keterangan
sebagai berikut :
Untuk 1G, 2G, 30, 4G dan 50 : 150 terhadap bidang-bidang horizontal & vertikaL
Untuk 60, 450 terhadap bidang horizontaL

TABEL3

Tabel petat atau tabel Tinggi las maximum (berlaku untuk las
dinding Pipa (t) mm muka dan las akar) mm

t<3 1
t> 3 sId 6 1,5
t> 6 sId 12 2,5
t > 12 sId 25 3
t > 25 5

TABEL4

Tabel Pelat atau dinding Pipa t Panjang garis terak

t < 20 mm 6,5 mm
t > 20 mm sid 60 nun t/3
t>60mm 20mm

400
TABELS

T t B

t 20mm t 30mm
> 20 mm sid 30 mm t 1,5 t
>30mm 30mm 1,5 T

Tabel T dan lebar batang coba lengkung tergantung dari tebal dinding Pipa t dan diameter
dalam pipa Dd dari contoh las seperti pada Tabel 5.

TabeJ6 Tabel7
I T Db I b

< lOmm t
<50mm 1/4 lingkaran pipa
> IOmm lOmm > 50 sid 76 mm 20mm
>76mm 30 mm
Percobaan lengkung las muka dilakukan dengan pemlukaan las muka menghadap kebawah
sehingga akan mengalami tegangan tarik yang terbesar.
Percobaan lengkung las akar dilakukan dengan permukaan las akar menghadap kebawah
sehingga akan mengalami tegangan tarik terbesar. Bagian tengah-tengah Las hams berada
dibawah tengah-tengah dari pelengkung.
TABEL8.

DMaximum
21
1. II 3T

II
N
v
x) Rm ... Kuat tarik
xx) Untuk bahan-bahan yang istimewa dan baja-baja "CLAOOr.I)H TTlstansi yang
berwenang dapat menentukan syarat-syarat lain.

401
TABEL9.

Posisi Percobaan Berlaku untuk posisi las X)


Las Pelat Pipa

IG 20 IG
20 10,20 IG2G
3G 10, 3G .................
40 10,40 ..................
50 10, 30, 40, IG5G
60 Semua Semua
X) Kwalifikasi pengelasan untuk pipa berlaku untuk Pelat dengan posisi las yang
tercantum pada Tabel 9 apabila diameter pipa dari percobaan las > 200 mm.
Kwalifikasi pengelasan pipa dengan Dd > 80 mm tidak berlaku untuk pengelasan
pipa < 80 mm.
Catatan: Jum las yang telah lulus uji contoh 20 dan 5G pipa dengan diameter luar > 200
mm dengan teknik pengelasan dari satu sisi tanpa petat alas, dengan syarat-
syarat pemeriksaan khusus sesuai dengan prosedur las yang berl~ yang
ditentukan oleh instansi yang berwenang.

TABELIO.

c Mn Cr Mo V Sisa Rexx)
Kelompok x} kglmm2
< < < < <
I 0,23 1,6 - - - 0,8 33
II 0,25 1,6 2.. 5 0,6 0,12 0,8 45
III 0,25 1,6 2,5 1,1 0,16 0,8 45
IV BAJATAHAN KARAT AUSTENTIK.
V BAHAN-BAHAN LAIN TERMASUKBAJA "CLADDED"*
XX) Yang dimaksud dengan sisa adalah nilai spesifik maksimum dan jumlah unsur-unsur
(laddie analysis) yang tidak disebut dalam Tabel untuk masing-masing kelompok,
kecuali Si tidak termauk dalam ketentuan ini.
XX) Re - Batas VIur.

402
Baja cladded - clad material
Kelompok bahan menurut ketentuan pada Tabel 11.

TABELl1.

Percobaan Las Kelompok Berlaku untuk kelompok bahan


bahan
Dengan las karbit atau TIG
Dengan las busur Listrik
I I I, II dan III
II I dan II I, II dan III
III I.. II dan III I II dan III
N N N
V DITENTUKAN OLEH INSTANSIYANG BERWENANG

Baja Cladeed : lalah baja yang permukaannya dilapisi dengan bajallogam lain, dimana
massa dari bajallogam pelapis 3 % dari massa baja induk. Proses pelapisan
dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya digulungkan (digilaskan)
dituangkan (di cor) dll.

403
PENGELOMPOKAN ELEKTRODA lAS UNTUK LAS BUSUR LISTRIK

Tabel12.

Kelompok Bahanpelapis Posisilas AmsListrik Menmutklasifikasi


1'b elek1roda las AWS.

1. Oksida Besi Tinggi D1 bawah tangan Bolak batik atau searah SFA5.1 E6020
elektroda (..)atau (+) SFA5.5 E7020
.. AI
Las sudut horizontal Bolak baJik atau searah
elektroda
Serbuk Besi Titania Oi bawah tangan Bolak batik atau searab SFA 5.1 E7024
elektroda(..)atau (+)
Lassudutborizont~ Bolak batik atau searab
elektroda(..)atau (+)
~S~uk Besi Oksida Oi bawah tangan Bolak batik atau searah SFA5.l E6027 dan
Besi elektroda (..)atau (+) SFA5.5E7072-Al
Las sudut horizontal Bolak batik atau searab
elektroda(..)
SerbukBesi Oi bawah tangan Bolak batik atau searah SFA5.1 E7028
Hidrogen Rendah elektroda (+)
Las sudnt horizontal Bolak balik atan searah
elektroda (+)
2. Natrium Titania Semua Bolak balik abu searah SFA5.l E6012
elektroda(..)
Tinggi
Kalium Titania Semua Bolak batik atau searah SFA5.1 E6013
elektroda (..)atau(+) SFA 5.53013..0,
Tinggi E9013-Gdan
Eloo13-G
3. Serbuk Besi Titania Semua Bolak batik: atan searah SFA5.l E7014
elektroda (..)atau (+)
Natrium Sellulose Semua Searah elektroda (+) SFA5.1 E6010
Tinggi SFA5.5 E7010..0,
E801CJ...G
E9010-0
dan EJ001o-G
Kalium Selulose Semua Bolak batik atau searah SFA5.l E6011
Tinggi elektroda (+) SFA5.5E7011-G,
E8011-G.
E90II-G
4.a Natrium Hidrogen Semua Searah Elektroda (+) E 10011-0
Rendah SFA5.1 E7015
SFA5.5 E701s-G,
E8015-G,
E9015-G,
ElOOlo..o,
EI1015-o,
E12016-G

404
Kalium Hidrogen Semua Bolak balik atau searah SFA5.1 E7016
Rendah elektroda (+) SFA 5.5 E701HJ,
E801~
E901
ElOOl
~1~81t.a
SerbukBesi Semua Bolak balik atau searah SFA 5.111818
Hidrogen Rendab elektroda(+) SFA5.5ilJ

Sernua
El20i~
4.b. Natriwn Hidrogen Searah Elektroda (+) SFA5.4 ES02..15
Rendah
deng8!1 Kalium Hidrogen ISemua Bolak batik atau searah SFA5.4ES02-16
uumlah Rendah elektroda(+)
unsur-unsur
~
4.c. Natriwn Hidrogen Semua Searah Elektroda (+) SFA5.4E41o-15
den~ Rendah E43O-15,
~umalah ES02-1S,
unsur-unsur E505-15,
paduan dan E7Cr..16.
>60/0 Kalium Hidrogen Semua Bolak batik atau searab SFA5.4E41G-16
Rendah elektroda (+) E430-16,
E502-16,
E50S.. 16,
dan E7Cr-16.
Natrium Hidrogen Semua Searah Elektroda (+) SFA E308.. 15,
5. E30SL..IS
Rendah E309Cb..1'5;
Elektroda E308Mo-IJ
E31o-15, '
lasCr-Ni E31()Cb.:15,
E312..15,
El6-8-2-15
E316-15 '
E316L-t'S,
E317-15,
E318-15,
E320-15
E33()..15:
E347·15, dan
E349-15.
Kalium Hidrogen Semua Bolak balik atau searah SFA5.4 EJ08.. 16)
Rendah elektroda (+) E08L-} 0,
E309Cb-16
E308Mo-16,
E31o-16
FjlOC~16
E310Mo-l6,
E312-15,
El6-8-2..16
E308Ll6-16,
E316L..16,
817-16
E318..16:
E32o-16,
E33Q-16,
E347·16
E349-16:
IP.Nr~ .. TENTS FLF:KTROnA LAS VANC1 TTnAK TF.Rr A NTTrM PA nA TA "APT 1')

405
TABEL13
PENGELOMPOKAN KAWATLAS (JNTUJ( LAS KARBID

Kelompok Menurut Klasiftkasi


Untuk Pengelasan Jenis Bahan
No. A.W.S.
1 Baja Karbon Rendah dan Baja SFA 5.2 RG45, RG.60
Paduan Rendah danRG65
2 Diozidised Cu SFA5.7. RCV
3 Paduan Cu-Si SFA5.7. RCuSi-A
4 Paduan Cu-Ni SFA 5.7. R CuNi
5 Co, paduan Cu-Zn, Baja, Besi tuang, SFA 5.7. R CuZn
Baja dengan Besi Tuang

6 Paduan Ni-Cu SFA 5.14. R NiCu-5

7 Paduan ni Cr.Fe SFA 5.14. R Ni Cr Fe-4

TABEL14

PENGELOMPOKANKAWATLASUNTUKTIG

Kelompok Untuk Pengelasan Jenis Bahan Menurut Klasifikasi


No. A.W.S.
1 Baja karbon rendah dan bajan SFA 5.2 RG 45, RG 60
paduan rendah dan RG 65.
2 Baja tahan karat Cr dan Cr-Ni SFA5.9ERXX
3 Aluminium dan alulninium paduan SFA 5.10 ER 1100, ER1260,
ER5554, ER5356, ER5556,
ERS183, ER5654danER4043
4 Ni SFA 5.14. ER Ni.3
5 Ni-Cu SFA 5.14. ER Ni . . Cu - 7
6 Ni - Cr - Fe SFA 5.14. ER NiCr.3 dan ER
NiCrFe-5
7 Ni-Mo dan Ni-Mo-Cr SFA5.14. ERNi-Mo-4danER
Ni-Mo-5

406
TABEL15

PENGELOMPOKANELEKTRODALASUNTUK
LAS BUSUR LISTRIK SUBMERGED
Susunan Kimia
Kelompok C Mn Si S P Cu Jumlah Menurut
No. Unsur- K waliftkasi
unsur A.W.S.SFA
lain 5.17
maks
I. Maks Maks
0,10 0,30-0,55 0,05 0,035 0,03 0,15 0,50 EL8
Merendah
Maks
0,10 0,30-0,55 0,10- 0,035 0,03 0,15 0,50 EL8K
0,20
0,07- 0,35.. 0,60 Maks
0,15 0,05 0,035 0,03 0,15 0,50 EL12
2. Maks 0,90-1,40 0,40- 0,035 0,03 0,15 0,50 EM5K
0,06 0,70
Mn-Mediutn 0,07- 0,85-1,25 Maks 0,035 0,03 0,15 0,50 EM 12
0,15 0,05

0,07- 0,85-1,25 0,15- 0,035 0,03 0,15 0,50 EM 12K


0,15 0,35

0,07- 0,90-1,40 0,45- 0,035 0,03 0,15 0,50 EM13K


0,19 0,70

0,12- 0,85-1,25 0,15- 0,035 0,03 0,15 0,50 EM15K


0,20 0,35

3. 0,10- 1,75-2,25 Maks 0,035 0,03 0,15 0,50 EM 14


Mn-Tinggi 0,18 0,05

407
LAMPIRANII PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMI-
GRASI NO. PER O2IMEN/1982 TENTANG KWALlFIKASI JURU
LAS DITEMPAT KERJA

Contoh Percobaan Las untuk Pelat :


Ukuran contoh percobaan las pelat untuk ujian kwalifIkasi Juru Las adalah panjang mini-
mum 300 nun lebar 250 mm seperti Gb. I

, .' , 1

min: 300mm

-Gb. 1-

Penyerongan kampuh las 600 - 700 berlaku untuk contoh percobaan las dengan posisi las
1G sl 40. Untuk posisi las 20 penyerongan kampuh las diperkenankan 150 untuk pelat
bawah dan 450 uDtuk pelat atas.
t untuk contoh percobaan las busur listrik 12 sid 15 mm.
t untuk contoh percobaan las karbit & Tig 3,5 sId 6 mm.
ContohPercobaan Las untuk Pipa :
Ukuran contoh percobaan las pipa untuk ujian kwalifikasi Juru Las adalah panjang 250
mm dan diameter Dd = diameter dalam pipa yang bersangkutan seperti Gb. 2.

408
Untuk contoh pecobaan las busur listrik Dd > 200 mm, t > 6 rom.
Untuk contoh pecobaan las karbid dan rig Dd = + 75 sid 100 mm, t = 3,5 sid 6 mm.

PENGAMBILAN BATANG-BATANG LENGKUNG DAR! CONTOH PERCOBAAN LAS


PELAT.

- Obr. 3-

- •• 1

PENGAMBILAN BATANG-BATANG COBA LENGKUNG DAR! CONTOH LAS PIPA.

Untuk contoh percobaan


1,;---- A
las 50 dan 6G pada
pengambilan batang coba
sebagai patokan harus
diperhatikan bagian A
(posisi dibawah tangan) dan
bagian B (posisi diatas
kepala).

eLM Batang coba


lengkung las
muka.
eLA Batang coba
lengkung las
akar.

-Gbr.4-

409
BENTUKDANUKURANBATANGCOBALENGKUNG UNTUK CONTOHPERCOBAAN
LASPELAT.

-Gbr. 5-

Tabel T dan lebar b dari barang coba lengkung tergantung dan tebal t dari contoh las
seperti pada tabe15.
Pennukaan las fiuka dan las akar hams diratakan dengan pennukaan pelal.

BENTUK DAN UKURAN BATANG COBA DAN LENGKUNG UNTUK CONTOH


PERCOBAAN LAS PIPA.

Mit :

-"'----------f--·_·· ------. -Gbr.6-

.. J , ...

.......

410
Pennukaan las muka dan las akar harus diratakan dengan permukaan dinding pipa.

P.ERCOBAAN LENGKUNG DILAKUKAN DENGAN DURI PELENGKUNG YANG


UJUNGNYADIBULATKAN DAN ROL-ROL TUMPUYANG DAPAT DIPUTAR.

Syarat-syarat
percobaan lengkung :
- atr. I -
I
i ; !
j i !
~-----f
- (;hr. , -

Batang coha lengkung dilengkung sampai mencapai sudut lengkung 1800 merupakan bentuk
U sepe,rti paa gambar 8 tidak diperkenankan menunjuk retakan lebih dari 3 mm pada arah
panjang dan 1,5 mm pada arab lintang batang coba.

Apabila terdapat dua buah batang coba lengkung menujukkan retak-ratak melebihi ketentuan
tersebut diatas maka hasil percobaan lengkung dinyatakan tidak memenuhi syarat.

Apabila terdapat satu batang coba lengkung menujukkan retak-retak melebihi ketentuan
tersebut diatas, pengawas ujian dapat mengijinkan untuk mengadakan percobaan lengkung
yang sarna (lengkung las muka atau lengkung las akar).
Apabila satu batang coba dari percobaan ulang menunjukkan retak-retak melebihi ketentuan
tersebut diatas maka basil percobaan lengkung dinyatakan tidak memenuhi syarat.

Apabila percobaan lengkung ulang berhasil dengan baik, maka percobaan lengkung
dinyatakan memenuhi syarat.

411
LAMPIRAN III Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. per. 02IMeni
1982 Tentang Kwalifikasi Jur Las di Tempat Kerja.

Tabel Jumlah dan ukuran liang-liang Renik Maksimum yang diperkenankan menurut
film radiograp uotuk panjang las 150 mm.

rebaI Ukuran Liang-liang renik (gelembung gas) mm Jumlah


pelat as liang
Ukuran Ukuran Ukuran
mm renik
Besar Jumlah Sedang Jumlah Halus Jumlah
3 - .. - - 0,4 49 4,
6 - - 0,6 31 0,4 100 10
12 2,5 4 0,8 40 0,5 101 19
19 3 4 0,9 50 0,6 99 29
25 3 5 1 50 0,7 101 38
37 3 7 1,2 50 0,8 99 58
50 3 10 1,4 51 1 100 75
62 3 ]2 1,6 51 1,1 99 97
75 3 ]5 1,7 50 1,2 99 II

Gambar untuk tiap-tiap pelat menunjukkanjumlah dan besar liang maksimum yang masih
dapat diterima (acceptable). Tebal pelat : 12 mm.
Batas jumlah gelembung-gelembung gas yang diperkenankan : 19 mm2

Gambar gelembung-gelembung gas Jumlah gelembung 2 gas


l'.t.t'' ...
I°.s1 :.::.
'..".:. . :....
'.~:-:.;:, ..:,::..:,...)...
.... ., uljy
:' ;:,~ .i.. =::; ..
...... e-,w.

• unr. 1_

~ .
...' .:.-. . .' .
00·:······. ., "
........ ··r·-:":'.:
;,,~::., . :--' .• ;.~. ' :"'~t""~'
,:'',' ' ', :~') .. '..::."'~
Ubna ' 'luI
412
Teba) pelat : 19 mm
Batas jumlah luas gelembung gas yang diperkenankan : 29 mm2.

O . . ".
0-' II".
-...
":.:
... ..

: " . ..
••
.•
••
' . . . . " .
".:' • ."
" " . ".'
...

~""
-
.' ' . •••
.- .
.0 :
-ES
. 19.
I
fm·

Ukuran Campuran
Ukuran Gelembung gas: JumIab gelembung 2 gas:

E:t-~ ._._. ._Cj_4


0.9 " ••,' ., ,I- .. . .. '.. .
'fIn,"..
.
f. : ·..'
1Itft. .
'":
". • • so ...
t'._ "" " ••• .".. o. 4 •

~ ' · ~~ ~''t ~ :J
c=
.6' ". ..
..• tilt- ·f •
":
..
llrt

".:' _

"
• • • •.'
"." •• " .~
•. ,,"
;: ••••f

"
' ' '. • .
.
• • .. .. .•• • •_ _.fIt .. ••• .... " • .,.'!l' __ • .... ~.. ., ~

UIN.aR .lIlut •

Gambar 2
Tebal pelat : 25 mm.
Batas jumlah luas gelembung-gelembung gas yang diperkenankan : 38 mm2

Ukuran gelembung 2 gas: Jumlah gelembung 2 gas :

IJ
...
lJ• •'
••
..
..
' .. "
• #
.
..
• #1 fI,

'• • • • ,,'" #1"


..

.,
.. . . . . . . .,

• .'

'"
It ..

413
Tebal pelat : 50 mm.
Batas jumlah luas gelembung-gelembung gas yang diperkenankan : 75 mm2.

Ukuran gelambung 2 gas : Jumlah gelembung 2 gas :

J,0 .4o::"• ... ••". ~. ',,:."


.
, :-". • • .....,
:.'
..
. .' .. ." .. - ' . )1

: .. .., 4o •• ' 21
...... 4o.. . 4ot• • • • " ..... • " ... :
2
Uk"'I" Cam""••

3,0
• •• .. •• If)

• f"' .' •.,•~ h· " ••


UtUilft Betar

1,4 1# •• • #II , • 1#." " • '" • tt " . ••• . ' S1


•• ~.;,'" ...... : ••• tt • • • • • • , .

• " .
.~ • 4' • • • ..'
f' .' : ' ': .
' "
:." , "
.• • " • , .. "
If: • ". •
f.'" • " •••• " •••
•• ", • • It
II.

414
PERATURANMENTERITENAGAKERJA
NO.: PERl02/MEN/1983
TENfANG:
INSTALASIALARM KEBAKARAN OTOMATIK

MENTERITENAGA KERJA:

Menimbang a. bahwa dalam rangka kesiap siagaan pemberantasan pada mula


terjadinya kebakaran maka setiap instalasi alarm kebakaran otomatik
harns memenuhi syarat-syarat Keselamatan Kesehatan Kerja;
b. bahwa untuk itu perlu dikeluarkan Peraturan Menteri yang mengatur
instalasi Alarm Kebakaran Otomatik.

Mengingat 1. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


(Lembaran Negara Republik Indonesia No. 1 Tahun 1970 No.
2918);
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per
03/Men/I978 tentang Persyaratan Penunjukan dan Wewenang
serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan
Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja.

MEMUTUSKAN

Menetapkan PERATURANMENTERITENAGAKERJATENTANGINSTALASI
ALARMKEBAKARAN OTOMATIK

BABI
KETENTUANUMUM
Pasall

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan ;


a. Instalasi Alann Kebakaran Otomatik adalah sistim atau rangkaian alarm kebakaran
yang menggunakan detektor panas, detektor asap, detektor nyala api dan titik panggil
secara manual serta perlengkapan lainnya yang dipasang pada sistim alarm kebakaran;

b. Kelompok Alann adalah bagian dari sistim alarm kebakaran termasuk relai, lampu,
saklar, hantaran, dan detektor sehubungan dengan perlindungan satu area;

c. Detektor lini adalah detektor yang unsur perasa atau peninderaannya berbentuk batang
atau pita;

415
d. Titik panggil manual atau tombol pecah kaca adalah alat yang bekerja secara manual
dan alarmnya tidak dapat dioperasikan sepanjang kaca penghalangnya belum
dipecahkan;

e. Ruang kontrol adalah ruangan dimana panil indikator ditempatkan;

f. Detektor adalah alat untuk mendeteksi pada mula kebakaran yang dapat
membangkitkan alann dalam suato sistem;

g. Panil Indikator adalah suatu panil kontrol utama yang dilengkapi indikator beserta
peralatannya;

h. Detektor panas adalah suatu detektor yang sistem bekerjanya didasarkan atas panas;

i. Detektor nyata api (flamedetektor) adalah detektor yang sistem bekerjanya didasarkan
atas nyala api;
j. Detektor asap (smoke detector) adalah detektor yang sistem bekerjanya didasarkan
atas asap;

k. Panil mimik adalah panil timan yang memperlihatkan indikasi kelompok alann kedalam
bentuk diagram atau gambar;

1. Panil pengulang adalah suatu panil indikator kebakaran duplikat yang hanya berfungsi
memberi petunjuk saja dan tidak perlu dilengkapi peralatan lainnya;

m. Tegangan ekstra rendah adalah tegangan antara fasa dan nol, paling tinggi 50 volt;

n. Sistem penangkap asap (sampling device) adalah suatu rangkaian yang terdiri dari
penginderaan dengan alat-alat penangkap asapnya;

o. Pengurus adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab terhadap
penggunaan instalasi alann kebakaran otomatik;

p. Pegawai Pengawasan atauAhli Keselamatan Kerja adalah Pegawai Teknis berkeahlian


khusus yang ditunjuk oleh Menten sesuai dengan Undang-undang No. 1Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja;

q. Direktur adalah Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan


Tenaga Kerja sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja,
Transkop No. Kepts. -79/Men/1977;

r. Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab dalam bidang ketenagakerjaan.

416
Pasa12
Peraturan ini mulai berlaku untuk perrncanaan, pemasangan, pemeliharaan dan pengujian
instalasi alann kebakaran otomatik ditempat kerja.

Pasal3
(I) Detektor h lru~ dipasang pada bagian bangunan kecuali apabila bagian bangunan
tersebut telah dilzndungi dengan sistem pemadam kebakaran otomatik.
(~) pabiL· Jctektor-detektor dipasang dalam suatu ruangan aman yang tahan api (stong
room), maka detektor-detektor tersebut hams memiliki kelompok alarm yang terpisah
atau hams terpasang dengan alat yang dapat mengindikasi sendiri yang dipasang
diluar roangan tersebut..
(3) Setiap ruangan harns dilindungi secara tersendiri dan apabila suatu ruangan terbagi
oleh dinding pemisah atau rak yang mempunyai eelah 30 (Tiga Puluh) em kurang
dari langit-Iangit atau dari balok melintang harus dilindungi secara sendiri-sendiri.
(4) Barang-barang dilarang uotuk disusun menumpuk seolah-olah membagi mangan,
kecuali untuk ruang demikian telah diberikan perlindungan secara terpisah.
Pasal4
( 1) Pada gedung yang dipasang sistem alann kebakaran otomatik maka untuk ruangan
tersembunyi hams dilindungi dan disediakan jalan untuk pemeliharaannya, kecuali
hal-hal sebagai berikut :
a. ruangan tersembunyi dimana api kebakaran dapat tersekat sekurang-kurangnya
selama satu jam;
b. mangan tersembunyi yang berada diantara lantai paling bawah dengan tanah
yang tidak berisikan perlengkapan listrik atau penyimpanan barang dan tidak
mempunyaijalan masuk;
c. ruangan tersembunyi dengan jarak kurang dati 80 (delapan puluh) em dibawah
atap;
d. ruangan tersembunyi dengan jarak kurang 80 (delapan puluh) em yang terletak
diantara langit-langit palsu dan bahan taban api diatasnya;
e. ruangan tersembunyi dengan jarak kurang dari 35 (tiga puIuh lima) em yang
terletak diantara pennukaan sebelah langit-Iangit dengan pennukaan sebelah
bahwa lantai atasnya tanpa menghiraukan konstruksinya.
(2) Apabila suatu ruangan tersembunyi dengan jarak kurang dari 80 (delapan puluh) em
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) c dan d terdapat peralatan listrik yang
dihubungkan dengan hantaran utama dan peralatan listrik tersebut tidak diselubungi
dengan bahan yang tidak dapat terbakar, maka pada ruangan tersebut hams dipasang
detektor denganjarak 6 (enam) m dari lokasi peralatan listrik tersebut.

417
Pasal5

( 1) Setiap perlengkapan listrik seperti papan, saklar, papan pengukur dan sejenisnya
yang memiliki Iuas pcnnukaan melampaui 1,5 (satu setengahO m2 dan ditempatkan
dalam almari, maka almari itu hams dipasang detektor, kecuali bila perlengkapan
tersebut secara sepenuhnya terselubung dalam bahan yang tidak dapat terbakar.

(2) Setiap perlengkapan hubung bagi yang tidak ditetapkan seeara masuk kedalam tembok
hams dianggap sebagai telah dilindungi oleh perlindungan normal bagi daerah yang
bersangkutan.

(3) Setiap perlengkapan hubung bagi yang terbuat dari bahan yang tidak terbakar dan
pemasangannya dimasukkan kedalam tembok tidak periu dipasang detektor.

Pasal6

( 1) Setiap almari dalam tembok yang memiliki tinggi lebih dari 2 (dua) m atau tingginya
mencapai langit-Iangit serta mempunyai isi lebih dan 3 (tigaO m3 hams dipasang
detektor.

(2) Almari seperti tersebut ayat (1 ) tidak diperlukan pemasangan detektor hila ruangannya
terbagi-bagi oleh pemisah atau rak-rak sehingga menjadi bilik-bilik yang mempunyai
isi kurang dari 3 (tiga) m3.

Pasal7

Almari tembok tempat kain atau sejenisnya tenpa mengbiraukan ukurannya barus dipasang
detektor.

Pasa18

( 1) Lubang untuk sarana alat pengangkut, peluncur lif, penaik vertikal dan lubang
sejenisnya dengan Iuas lebih dari 0, I (satu persepuluh) m2 dan kurang dari 9 (sembilan)
m2 serta kedap;

(2) Bila lubang seperti tersebut dalam ayat (1) tidak kedap kebakaran, maka detektor
hams dipasang disetiap langit-Iangit lantai dengan jarak horizontal tidak lebih 1,5
(satu setengah) m dari lubangnya.

(3) Setiap daerah diantara dua lantai yang memiliki lubang dengan luas lebib dari 9
(sembiIan) m2, m8ka disetiap tingkat harns dipasang satu detektor pada langit-langitnya
dengan jarak 1,5 (satu setengah) m dari sisi lubang.

418
(4) BHa lubang seperti tersebut dalam ayat (1) dengan pintu tahan api dan dapat menutup
sendiri secara otomatik tidak perlu dipasang detektor pada setiap lantainya.

Pasa19

Ruang bangunan tangga dalam bangunan yang kedap kebakaran hams dipasang detektor
diatasnya sedangkan untuk ruang bangunan tangga yang tidak kedap kebakaran hams
dipasang detektor pada setiap permukaan lantai utamanya.

PasallO

(1) BHa pintu tahan api memisahkan daerah yang dilindudngi dengan daerah yang tidak
dilindungi, maka harns dipasang detektor didaerah yang dilindungi dengan jarak 1,5
(satu setengah) m dari pintu tersebut.

(2) Bila pintu taban api memisahkan dua daerah yang dilindungi penempatan detektor
seperti ayat (1) tidak diperlukan.

Pasalll

Setiap lantai gedung dimana secara khusus dipasang saluran pembuangan udara harns
dilindungi sekurang-kurangnya satu detektor asap atau sejenisnya yang ditempatkan pada
saluran mendatar lubang pengisap sedekat mungkin dengan saluran tegaknya.

Pasal12

(1) Langit-Iangit yang membentuk kisi-kisi dengan luas yang terbuka lebih dari 2/3 (dua
pertiga) luas seluroh langit-Iangit tidak diperlukan detektor dibawah langit-langit
tersebut dan detektor dipasang pada langit-langit sebelah atasnya.

(2) Apabila bagian langit-langit yang berbentuk kisi-kisi mempunyai ukuran tiap kisinya
dengan salah satu sisi lebih dari 2 (dua) m dan luasnya lebih dari 5 (lima) m2 hams
dipasang detektor dibawahnya.

(3) Bila digunakan detektor nyala api untuk maksud Iangit-Iangit seperti ayat (1), maka
detektor harns dipasang pada bagian atas dan bawah dari langit-Iangit tersebut.

419
Pasal13

( 1) Dinding luar dari bangunan yang akan dilindungi tersebut dari baja yang digalvanisasi,
kayu, semen, asbestor atau bahan semacam itu maka hams dipasang detektor bila :

a. bangunan tersebut berada padajarak 9 (sembilan) m dan bangunan yang tidak


dilindungi yang terbuat dari bahan yang sarna;

b. bangunan tersebut berada pada jarak 9 (sembilan) m dari gudang (tempat


penimbunan) bahan-bahan yang mudah terbakar.

(2) Detektor tersebut ayat (1) hams ditempatkan dibawah emperan atap sepanjang dinding
luar denganjarak 12 (dua belas) m satu dengan lainnya.

Pasal14

Rumah penginapan, Unit Perumahan yang tidak terbagi dan semacamnya yang memiliki
bentuk yang tidak lazim serta merupakan hunian tunggal dengan luas tidak lebih dari 46
(empat puluh enam) m2 cukup dilindungi dengan sebuah detektor sedang kamar mandi
dan kakusnya tidak diperlukan perlindungan khusus.

Pasal15

Bila gedung memiliki atap tidak datae yang berbentuk gigi gergaji prisma atau sejenisnya
hams dipasang satu deretan detektor dengan jarak tidak lebih dari 1 (satu) m dari garis
tegak lurus dibawah bubungan atapnya dan kelandaian atap lebih kecil dati 1 (satu) : 20
(dua puluh) dianggap beratap datar.

Pasal16

Lokasi atau area yang tidak memerlukan pemasangan detektor adalah :

a. kakus tunggal, kamar mandi/pancuran atau kamar mandi tunggal;

b. berada terbuka dengan deretan tiang kolom, jalanan beratap atau atap yang
menggantung dan sebagainya jika terbuat dari bahan yang tidak dapat terbakar dan
ruangan tersebut tidak dipakai untuk menyimpan barang ataupun sebagai tempat
parkir mobillkendaraan;

c. pelataran, kap penutup, saluran dan sejenisnya yang lebarnya kurang dari 2 (dua) m
serta tidak menghalangi mengalimya udara yang barns bebas mencapai detektor
yang terpasang diatasnya.

420
Pasal17

Semua permukaan kontak listrik dan saluran sistem harns memiliki kontak yang baik
dengan permukaan yang rata dan terbuat dan perak atau bahan sejenisnya.

Pasal18
Detektor, pemancar berita kebakaran dan panil indikator hams ditempatkan sedemikian
mpa sehingga alat tersebut secara normal tidak terganggu oleh getaran atau goncangan
yang dapat menimbulkan operasi palsu dari sistem.
Pasal19
(I) Perlengkapan yang akan ditempatkan pada lokasi yang mengandung kelelnbaban,
korosi atau keadaan khusus yang lainnya, maka disain dan konstruksi hams menjamin
bekerjanya sistem tanpa meragukan.
(2) Peralatan serta perlengkapan yang dipasang pada ruangan yang mengandung gas
atau debu yang mudah terbakar atau meledak:, maka peralatan serta perlengkapan
tersebut hams memenuhi persyaratan untuk penggunaan ruangan tersebut.
Pasa120
Panil indikator harns dilengkapi dengan :
a. fasilitas kelompok alarm;
b. sakelar reset alann;
c. pemancar benta kebakaran;
d. fasilitas pengujian dan pemeliharaan;
e. fasilitas pengujian baterai dengan volt meter dan amper meter;

f. sakelar penguji baterai;


g. indikator adooya tegangan listrik;
h. sakelar yang dilayani secara manual serta lampu peringatan untuk memisahkan lonceng
dan peralatan kontroljarakjauh (remote control);
I. petunjuk alann yang dapat didengar;

j. sakelar petunjuk bunyi untuk kesalahan rangkaian.

421
Pasa121
( 1) Panil indikator hams ditempatkan dalam bangunan pada tempat yang aman, mudah
terlihat dan mudah dicapai dari ruangan masuk utama dan harus mempunyai ruang
bebas I (satu) m di depannya.
(2) Apabila panil indikator disain untuk dapat melakukan pemeliharaan dari belakang
panil, maka hams diadakan ruangan bebas 1 (satu) m.
(3) Apabila panil indikator ditempatkan dibelakang pintu, maka pintu teISebut harus diberi
tanda sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasa130 dan tidak boleh dikunci.
(4) Menyimpang dan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) panil indikator
dapat ditempatkan pada tempat yang jauh dati ruangan masuk utama dengan syarat
hams dipasang panil mimik atau panil pengulang seeara jelas kelihatan dari ruangan
masuk utama.
Pasal22
Setiap kelompok alann hams dilengkapi dengan :
8. indikator alann yang bempa lampu merah atau sarana lain yang setaraf;
b. indikator yang mengeluarkan isyarat palsu yang bempa lampu kuning atau isyarat
lain yang setaraf dan indikator tersebut dapat digunakan untuk beberapa kelompok
alann;
c. penguji alann hempa fasilitas pengujian untuk simulasi detektor dalam membangkitkan
alann;
d. penguji kepalsuan fasilitas pengujian kesalahan;
e. sakelarpenyekat dilengkapi lampu putib dengan tulisan "SEKAT' dan untuk indikator
gabungan dengan tulisan "SEKAT KELOMPOK";
f. tanda pengenal untuk sakelar atau indikator yang ditempatkan dibagian depan panil
indikator.
Pasa123
Pada panil indikator hams dipasang suatu isyarat yang dapat terlihat dan terdengar dari
jarakjauh yang bekerja apabila ada sebuah detektor atan terjadi suatu rangkaian terbuka.

Pasa124
Pada bagian depan panil indikator barns dipasang :
a. amper meter jenis kumparan dengan batas ukur yang sesuai atau lampu berwama
biro untuk menunjukkan pengisian atall pengosongan;

422
b. volt meter jenis kumparan dengan batas ukur yang sesuai dan dipasang tetap;

c. sakelar penguji baterai dengan kemampuan uji 3 (tiga) kali beban penuh dalam keadaan
sakelar pengisi terbuka dan sakelar tersebut harns dari jenis yang tidak mengunci
yang dapat meriset sendiri.

Pasa125

Lampu panil indikator bila digunakan lampu jenis kawat pijar hams dari jenis kawat pijar
kembar dengan kedudukan bayonet atau dua lampu pijar tunggal dan tegangan yang masuk
tidak boleh lebih dari 80 (delapan puluh) % tegangan lampu.

Pasal26

( 1) Penyusunan indikator hams sedemikian ropa, sehingga bekerjanya setiap indikator


dapat menunjukkan seeara jelas asal suatu panggilan.

(2) Apabila luas bangunan atau lokasi detektormungkin menunjukkan semua lokasi seeara
tepat pada panil indikator maka penyusunan dan penempatan indikator dapat dilakukan
pada suatu panil yang terpisah didekatnya dengan diberi tanda secara pennanen.

Pasal27

( 1) Pengawatan dari bagian tegangan ekstra rendah pada panil indikator, panil pengulang
atau panil mimik harns menggunakan kabel PVC atau yang sederajat dengan ukuran
yang sesuai.

(2) Kabel sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hams terdiri dan sekurang-kurangnya
7 (tujuh) urat dengan garis tengah tidak kurang dari 0,67 (enam puluh tujuh
perseratus) mm.

(3) Bagian tegangan ekstra rendah panil indikator,panil pengulang atau panil mimik hams
dilakukan pengawatan dengan hantara yang nilai penyekatnya mampu terhadap
tegangan 250 (dua ratus lima puluh) volt.

Pasal28

(1) Pada atau didekat panil indikator hams dipasang titik panggil manual yang mudah
dicapai serta terlihat jelas setiap waktu.

(2) Semua titik panggil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dihubungkan dengan
kelompok alann detektor otomatik yang meliputi daerah dimana titik panggil manual
tersebut dipasang.

423
(3) Penutup titik panggil manual hams jenis "pecah kaca" atau dari jenis lain yang disetujui
oleh Pegawai Pengawas.
(4) Titik panggil manual yang tidak merupakan bagian dati paWl indikator harus disambung
menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal23 (dua puluh tiga) dan Pasal
49 (empat puluh sembilan).

Pasal29

( 1) Lemari panil indikator kebakaran hams kedap debu dan mempunyai pintu yang dapat
dikunci.
(2) Semua indikator kelompok dan sakelamya yang berada didalam lernari tersebut harus
tetap tampak dari luar taopa membuka pintu almarinya.

Pasa130

( 1) Panil indikator hams diberi tanda secara pennanen dan jelas tentang pabrik pembuatnya
dan disertai tipe dari panil dan nomor pengesahan sistem alarmnya.

(2) Apabila lemari panil indikator ditempatkan disebuah ruangan khusus, mw bagian
depan pinto ruangan tersebut hams diheri tulisan "PANIL INDIKATOR KEBAKARAN"
dengan warna yang kontras terhadap wama disekitarnya.

(3) Pintu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak boleh memiliki tanda lain selain
tulisan "PANIL INDlKATOR KEBAKARAN" dengan tinggi huruftidak kurang dan
50 (lima puluh) mm.

Pasal31

( 1) Setiap sistem alann kebakaran harns mempunyai gambar instalasi secara lengkap
yang mencantumkan letak detektor dan kelompok alarm.

(2) Gambar instalasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hams sesuai dengan instalasi
yang terpasang sebenarnya dan disahkan oleh Direktur atau Pejabat yang ditunjuk.

Pasal32

Penggunaan simbol dalam sistem alann kebakaran hams sesuai dengan lampiran Peraturan
Menteri ini.

Pasal33

( 1) Setiap instalasi alarm kebakaran barns mempunyai buku akte pengesaban yang
dikeluarkan oleh Direktur.

424
(2) Selain buku akte pengesahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hams disediakan
pula buku catatan yang ditempatkan diruangan panil indikator.
(3) Buku catatan sebagaimana dimaksud dalarn ayat (2) digunakan untuk mencatat semua
peristiwa alarm, latihan, penggunaan alann dan pengujiannya.
(4) Buku akte pengesahan dan buku catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
(2) hams ditunjukkan kepada Pegawai Pengawas atau Ahli Keselamatan KeIja.

Pasa134

(1) Setiap kelompok alarm barns dapat melindungi maximum 1000 (seribu) m2 luas
lantai dengan ketentuanjumlah detektor danjarak penempatannya tidak boleh lebih
dari yang ditetapkan dalam Pasal 6 sid 65 pasal 72 dan 78 dengan mengingat jenis
detektomya.

(2) Setiap lantai harns ada kelompok alarm kebakarall tersendiri.


(3) Apabila ada lantai yang bersangkutan terdapat ruangan yang dipisahkan oleh dinding
taban kebakaran yang tidak clapat dicapai melalui lantai itu, maka ruangan tersebut
barns memiliki kelompok alarm kebakaran tersendiri.

Pasal35

Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) diatas batas
luas lantai untuk satu kelompok alann kebakaran dapat diperluas areanya dengan syarat
sebagai berikut :
a. dalarn bangunan yang tidak bertingkat dan tidak terbagi-bagi satu kelompok alarm
kebakaran dapat melindungi area maksimum 2000 (dua ribu) m2luas lantai;
b. ruangan tersembunyi dengan luas tidak lebih dari 500 (lima ratusO m2 detektomya
dapat dihubungkan dengan kelompok alarm kebakaran yang berada dibawahnya,
jikajumlah luas yang dilindungi tidak Iebih dari 1000 (seribu) m2;
c. lantai panggung (mezzanine) detektomya dapat dihubungkan dengan kelompok alarm
kebakaran lantai dibawahnya bila jumlah luas yang dilindungi tidak lebih dari 1000
(seribu) m2;
Pasal36
Sumber tenaga listrik untuk sistem alarm kebakaran harns dengan tegangan tidak kurang
dati 6 (enam) Volt.

425
Pasa137

( 1) Sumber tenaga listrik sebagaimana dalam Pasal 36 hams dalam bentuk baterai
akimulator yang diisi terus-menerus dengan pengisi baterai.

(2) Sumber tenaga listrik sebagaimana dimaksud Pasal 36 alam bentuk bateria kering
tidak boleh digunakan kecuali dalam keadaan khusus dan diijinkan oleh Pegawai
Pengawas.

(3) Suatu pembatas rangkaian yang dapat memutus dan menyambung sendiri hams
dipasang didalam rangkaian antara baterai dengan sistemnya dan ditempatkan dekat
baterai.
Pasa138

( 1) Pengisi baterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) hams dapat mengisi
secara terns menerus sehingga tegangan baterai akimulator tetap.

(2) Pengisi baterai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hams terpasang tetap (tanpa
kontak rusuk) dan dihubungkan pada sisi pemberi arus dari papan hubung utama
atan sakelar utama.

(3) Pengisi baterai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat disambung pada bagian
beban sakelar tersebut, dengan syarat sakelarnya diberi tanda yangjelas untuk sistem
alarm kebakaran.

(4) 8uatu sakelar pemisah untuk sumber tenaga pengisi baterai hams dipasang didekat
pengisi baterai tersebut.

(5) Sakelar pemisah sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) barns dipasang didalam lernari
pooH indikator.

Pasal39

Baterai akimulator sistem alarm kebakaran harus mampu bertahan selama sekurang-
kurangnya 4 (empat) hari penub untuk memberikan isyarat secara nonnal tanpa adanya
bantuan dan pemberi aros utama.

Pasal40

Baterai akimulator hams ditempatkan diruangan terpisah pada tempat yang kering,
berventilasi yang cukup, mudah dicapai untuk suatu pemeriksaan serta didalam lemari
yang terkunci atau suatu tempat yang hanya bisa dibuka dengan menggunakan suatu alat
dan bagian dalamnya hams dilindungi dati korosi.

426
Pasal41

Perlengkapan tambahan yang tidak merupakan peralatan pokok dari sistem alann kebakaran
yang telah disahkan dapat dihubungkan lewat relai dengan syarat bahwa alat perlengkapan
tambahan tersebut tidak mengganggu bekerjanya sistem.

Pasal42

(I) Tegangan yang lebih dari tegangan ekstra rendah untuk pelayanan jarak tidak: boleh
kepanil indikator.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (I) tidak berlaku tegangan sumber
tenaga utama untuk panil indikator.

(3) Apabila digunakan alat tambahan seperti alat pengendali springkler, C02, air condi-
tioning dan sebagaimana yang bergabung dengan instalasi alarm kebakaran harns
disediakan sumber tenaga dengan tegangan ekstra rendah dan alat tambahan tersebut
tidak boleh mempengaruhi sumber daya instalasi alarm kebakaran.

Pasa143

(1) Apabila digunakan sakelar alimn air (flow switch) sakelar tekanan air (pressure
switch) dan sejenisnya untuk menggerakkan alann kebakaran yang berhubungan
dengan instalasi pemadam kebakaran bentuk tetap seperti springkler, C02, dan
sebagainya dapat disambung sebagai kelompok alarm terpisah dan paniI indikator
alarm atas persetujuan Direktur atau pejabat yang ditunjuk.

(2) Penggunaan sakelar aliran air (flow switch) dan sejenisnya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (I) yang disambung khusus untuk keperluan isyarat saja, harns
dikelompokkan terpisah dari indikator alarm.

Pasal44

(I) Sistem alarm kebakaran barns dilengkapi sekurang-kurangnya sebuah lonceng.

(2) Lonceng sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hams dipasang diluar bangunan dan
dapat terdengar dari jalan masuk utama serta dekat dengan panil indikator.

(3) Sirene, pengaum atau sejenisnya dapat dipakai sebagai pengganti lonceng atas
persetujuan Direktur atau pejabat yang ditunjuk.

427
Pasal45

(I) Lonceng harus dari jenis bergetar dan bekerjanya dengan sumber tenaga baterai.
(2) Lonceng hams dipandang dengan sebuah genta yang berdiameter sekurang-kurangnya
150 (seratus lima puluh) mm.
(3) Gangguan pada sirkit lonceng tidak boleh mempengaruhi berfungsinya alarm..
(4) Sirkit loneeng hams diamankan dengan sebuah pengaman arus lebih yang sesuai..
(5) Lonceng yang dipasang diluar bangunan hams dari jenis konstruksi yang tahan cuaea.

(6) Pacla loneeng harns ditulis "KEBAKARAN" dengan warna kontras dan tinggi hmufuya
tidak kurang dari 25 (dua puluh lima) mm.
Pasa146

Pengawasan sistem alann kebakaran hams dipasang sesuai ketentuan pengawatan instalasi
tegangan ekstra rendah, kecuali yang ditetapkan dalam Pasa147.
Pasal47

( 1) Semua hantaran sistem alann kebakaran hams dari jenis yang disiplin.
(2) Penampang hantaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya
1,2 (satu dua persepuluh) mm2, sedangkan lubang, kabel ini hams sekurang-kurangnya
berinti 4 (empat) dan setiap inti terdiri 10 (sepuluh) urat dengan diameter tidak kurang
dari 0,25 (dua puluh lima perseratus) rom.

(3) Tebal salut hantaran sekurang-kurangnya 0,25 (dua puluh lima perseratus) mm dan
tebal selubung sekurang-kurangnya 1 (satu) mm.

Pasa148

Hantaran sistem alarm kebakaran antar gedung hams dari jenis yang dapat ditanam dan
hams diberi perlindungan terhadap kerusakan mekanik.

Pasal49
(1) Pengawatan dengan sistem lingkar masuk (loop in system) hams dipakai pada detektor
yang dihubungkan paralel dan setiap hantaran yang masuk dan keluar dengan tegangan
yang sarna hams disambung pada sekrup tersendiri pada tenninal yang sama.

(2) Sepanjang hantaran tidak. boleh ada sambungan kecuali pada pengawatan yang sangat
panjang atau untuk menyambung hantaran fleksible yang menurun..

428
(3) Sambungan hanya diperkenankan dalam kotak tenninal tertutup.
Pasal SO
(1) Terjadinya kontak antara yang bertegangan dengan langit-Iangit dimana dipasang
detektor bams dicegah.

(2) Bila suatu detektor dipasang dengan menggunakan hantaran fleksible berisolasi ganda,
maka bantam fleksible itu tidak boleh lebih panjang dari 1,5 (satu setengab) m.
(3) Diameter bantam fleksible sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya
0,75 (tujub pulub lima perseratus) mm dan barns memilikijepit hantaran pada setiap
ujungnya.
Pasal51

Detektor dapat dilengkapi dengan alat indikator dengan syarat bila ada gangguan pada
indikator tersebut tidak mempengaruhi berfungsinya detektor.
Pasa152

Pengawatan sistem alann kebakaran harns terpisah dari pengawatan instalasi tcnaga dan
atau penerangan.
Pasal53
Semua detektor kecuali detektor yang dipasang pada etalase toko hams diusahakan ruangan
bebas sekurang-kurangnya dengan radius 0,3 (tiga persepuluh) dengan kedalaman 0,6
(enam persepuluh) m.
Pasa154

(1) Dalam satu sistem alarm kebakaran boleh dipasang detektor panas, asap dan nyala
secara bersama dengan syarat tegangannya harns sarna.
(2) Detektoryang dipasang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan
ketentuan satu detektor asap atan satu detektor nyala dapat menggantikan dua detektor
panas.
Pasa155
Bila instalasi kebakaran otomatik yang telah ada ditambah maka gabungan instalasi tersebut
hams diuji bahwa instalasinya menyatu dan berfungsi dengan baik serta disahkan oleh
Direktur.

429
Pasa156
(1) Tahanan isolasi setiap kelompok alarm terhadap tanah harus diuji dengan cara semua
hantaran terhubung paralel dengan alat ukur tahanan isolasi.
(2) Alat ukur tahanan isolasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mempunyai
tegangan 24 (dua puluh empat) volt aros searah atau dua kali tegangan kerjanya
dengan ketentuan pilih yang terbesar dan mempunyai taban tidak boleh kurang dari
nilai hasil bagi 50 (lima puluh) mega ohm denganjumlah detektor, titik panggil dan
lonceng atau satu mega ohm dengan ketentuan pilih yang terkecil.

BAB II
PEMELIHARAAN DAN PENGUJIAN

Pasa157
( 1) Terhadap instalasi alarm kebakaran otomatik hams dilakukan pemeliharaan dan
pengujian berkala seeara mingguan, bulanan dan tahunan.
(2) Pemeliharaan dan pengujian tahunan dapat dilakukan oleh konsultan kebakaran atau
organisasi yang telah diakui oleh Direktur atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal58

Pemeliharaan dan pengujian mingguan antara lain meliputi : Membunyikan alann secara
simulasi, memeriksa kerja lonceng, memeriksa tegangan dan keadaan baterai, memeriksa
seluruh sistem alarm dan mencatat hasil pemeliharaan serta pengujian buku catatan.
Pasal59

Pemeliharaan dan pengujian bulanan antara lain meliputi : Menciptakankebakaran simulasi,


memeriksa lampu-lampu indikator, memeriksa fasilitas penyediaan sumber tenaga damrat,
mencoba dengan kondisi gangguan terhadap sistem, memeriksa kondisi dan kebersihan
panel indikator dan mencatat hasil pemeliharaan dan pengujian dalam buku catatan.
Pasal60

Pemeliharaan dan pengujian tahunan antara lain meliputi : Memeriksa tegangan instalasi,
memeriksa kondisi dan keberhasilan seluruh detektor serta menguji sekurang-kurangnya
20 (dua puluh) % detektor dari setiap kelompok instalasi sehingga selambat-lambatnya
dalam waktu 5 (lima) tahun~ seluruh detektor sudah teruji.

430
BAB III
SISTEM DETEKSI PANAS

Pasa161

(I) Letak dan jarak antara dua detektor harns sedemikian rupa sehingga merupakan
letak yang terbaik bagi pendeteksian adanya kebakaran yaitu :
a. untuk setiap 46 (empat puluh enam) m2 luas lantai dengan tinggi langit-Iangit
dalam keadaan rata tidal< lebih dati 3 (tiga) m harns dipasang sekurang-kurangnya
satu buah detektor panas;

h. jarak antara detektor dengan detektor hams tidak lebih dari 7 (tujuh) m
keseluruhan jurusan ruang biasa dan tidak boleh lebih dari 10 (sepuluh) m
dalam koridor;

e. jarak detektor panas dengan tembok atau dinding pembatas palingjauh 3 (tiga)
m padaruang biasa dan 6 (enam) m dalam koridor serta paling dekat 30 (tiga
puluh) em.

(2) Detektor panas yang dipasang pada ketinggian yang berbeda (staggered principle)
sekurang-kurangnya satu detektor untuk 92 (sembilan puluh dua) m2 fuas lantai
dengan syarat :
a. detektor disusun dalamjarak tidak boleh lebih 3 (tiga) m dari dinding;
b. sekurang-kurangnya setiap sisi dinding memiliki satu detektor;
c. setiap detektor berjarak 7 (tujuh) m.

Pasa162

Jarak detektor panas dapat dikurangi dengan mengingat pertimbangan sebagai berikut :
a. bila daerah yang dilindungi terbagi-bagi oleh rusuk, gelagar, pipa saluran atau pembagi
semacam itu yang mempunyai kedalaman melampaui 25 (dua puluh lima) em maka
untuk setiap bagian yang berbentuk demikian hams ada sekurang-kurangnya sebuah
detektor bila luas bagian tersebut melampaui 57 (lima puluh tujuh) m2, namun jika
langit-langitnya terbagi dalam daerah lebih sempit, maka hams dipasang sekurang-
kurangnya satu detektor untuk luas 28 (dua puluh delapan) m2;

b. bila letak Iangit-Iangitmelampaui ketinggian 3 (tiga) m dari lantai, maka batasan luas
lingkup untuk satu detektor harns dikurangi dengan 20 (dua puluh) % dari luas
lingkupnya.

431
Pasa163

(1) Ruangan tersembunyi yang mempunyai ketinggian tidak lebih dari 2 (dua) m dan
pancaran panas kesamping tidak terhalang gelagar yang menjorok kebawah dari
langit-langit sedalam 50 (lima puluh) % dari tingginya hams dipasang sekurang-
kurangnya satu detektor untuk 92 (sembiIan puluh dual m21uas lantai denganjarak
antara detektor maximum 9 (sembilan) m serta jarak antara dinding tidak boleh lebih
dari 6 (enam) m.
(2) Bila gelagar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melampaui 50 (lima puluh) %
tetapi tidak lebih dan 75 (tujuh puluh lima) % dari tinggi ruangan tersembunyi, maka
berlaku ketentuan pasal 61 ayat (1) a.

(3) Bila gelagar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melampaui 75 (tujuh puluh lima)
0/0 dari tinggi ruangan tersembunyi, maka tiap ruangan yang terbagi tersebut memenuhi
ketentuan Pasal 62.
(4) Bila detektor panas dipasang dipuncak lekukan atap ruangan tersembunyi, maka
jarak antar detektor dalam arab memanjang tidak boleh lebih dari 9 (sembilan) m.

(5) Bila atap ruangan tersembunyi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) itu miring,
maka deretan detektor yang terbawah terletak paling jauh 6 (enam) m secara hori-
zontal terbitung dan satu titik yang mempunyai jarak vertikal dari permukaan langit-
langit sebelah atas dengan permukaan sebelah bawah atau sejauh 80 (de puluh)
em, kemudian jarak deretan detektor horizontal berikutnya hams 8 (delapan) m,
sedangkan jarak arab memanjang dapat dilakukan maksimum 15 (lima belas) m.

Pasal64

Pemasangan detektor hams diatur sedemikian rupa sehingga elemennya yang peka panas
tidak boleh berada posisi kurang dari 15 (lima belas) m atau lebib dari 100 (seratus) mm
dibawah pennukaan langit-langit. Apabila terdapat kerangka penguat bangunan deteksi
dapat dipasang pada sebelah bawah kerangka tersebut, asalkan kerangka itu tidak
mempunyai kedalaman melampaui 25 (dua puluh lima) em.

Pasal65

Pada satu kelompok sistem alarm kebakaran tidak boleh dipasang lebih dari 40 (empat
puluh) buah detektor panas.

432
Pasal66
(1) Instalasi alann kebakaran otomatik yang menggunakan detelctor panas jenis ini hams
memiliki elemen Iebur yang panjangnya tidak melebihi 3 (tiga) m. Pemasangan detektor
jenis lini tersebut hams ditempatkan sepanjang ruangan yang harus dilindungi dan
jarak antara detektor satu dengan lainnya tidak lebih dari 3 (tiga) m serta jarak dari
dinding tidak lebih dati 1 1/2 (satu setengah) m.
(2) Pemasangan detektor jenis lini hams disusun sedemikian rupa sehingga untuk suatu
panjang tertentu tidak terdapat lebih dari 3 (tiga) perubaban arah.
(3) Alat hubung detektor jenis Hoi harns ditempatkan pada tingkat bangunan yang
bersangkutan serta berada dalam peti kedap debu dan terhubung dengan indikator
seeara listrik.
(4) 8uatu bangunan dengan atap yang berpuncak memanjang hams ada detektor jenis
Hni dengan elemen lebur sepanjang puncak memanjangnya. Apabila jajaran puncak
memanjangnya melebihi 4,5 (empat lima persepuluh) m dari sesamanya harns
dipasang deretan elemen lebur.
(5) Pengawatan Hni harus dilindungi dari kerusakan secara mekanik.

BAD IV
SISTEM DETEKSIASAP

Pasal67
Detektor asap hams dapat bekerja baik dan kepekaannya tidak terpengaruh oleh variasi
tegangan yang bergerak dalam batas kurang atau lebih 10 (sepuluh) % dari tegangan
nominalnya.

Pasal68
(I) Bila detektor asap dipasang secara terbenam, maka alas dati elemen penginderaannya
hams berada sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) mm dibawah pennukaan langit-
langit
(2) Dalam menentukan letak detektor asap hams memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. bila detektor asap dipasang dalam saluran udara yang mengalir dengan kecepatan
lebih dari I (satu) m perdetik perlu dilengkapi dengan alat penangkap asap
(sampling divice);

433
b. bila disuatu tempat dekat langit-langit atau atap dimungkinkan dapat timbul
suhu tinggi, maka detektor perlu diletakkanjauh dibawah langit-langit atau atap
tersebut agar detektor dapat bereaksi sedini mungkin;

c. apabila detektor asap dipasang dekat dengan saluran udara atau dalam ruang
berairconditioning hams diperhitungkan pengaruh aHran udara serta gerakan
asapnya.

Pasa169

Pemasangan detektor asap harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :


a. untuk setiap 92 (sembilan puluh dua) n12 tuas lantai harus dipasang sekurang-
kurangnya satu detektor asap atau satu alat penangkap asap;

b. gerak antar detektor asap atau alat penangkap asap tidak boleh melebihi dari 12 (dua
belas) m dalam ruangan biasa dan 18 (delapan belas) m di dalam koridor;
c. jarak dari titik pusat detektor asap atau alat penangkap asap yang terdekat ke dinding
atau pemisah tidak boleh melebihi dari 6 (enam) m dalam ruangan biasa dan 12 (dua
betas) m di dalam karidor.

Pasa170

(I) Dalam ruangan tersembunyi yang tingginya tidak melebihi 2 (dua) m dan penyebaran
asap kesamping tidak terhalang oleh gelagar yang menjorok kebawah sampai 50
(lima puluh) % dari tingginya, sekurang-kurangnya harns dipasang satu detektor
asap untuk setiap 184 (seratus delapan pulub empat) m2 luas lantai. Jarak antar
detektor asap tidak melebihi dari 18 (delapan be las) m dan jarak dari dinding atau
pemisah ke detektor terdekat tidak boleh melebihi dari 12 (dua belas) m.
(2) Bila gelagar yang menjorok kebawah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melampaui
50 (lima puluh) % tetapi tidak melebihi 75 (tujuh puluh lima) % dari tingginya ruangan
tersebut hams dipasang sekurang-kurangnya satu detektor untuk setiap 92 (sembilan
puluh dua) m2 luas lantai.

(3) Bila gelagar yang menjorok kebawah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melampaui
75 (tujuh puluh lima) % dari tingginya ruangan tersebut, maka setiap bagian ruangan
hams dilindungi seeara tersendiri.

(4) Bila detektor asap dipasang dipuncak lekukan atau ruangan tersembunyi, maka jarak
antar detektor asap dalam arah memanjang tidak boleh lebih dari 18 (delapan betas) m.

434
(5) Bila atap ruangan tersembunyi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) miring, maka
deretan detektor asap yang terbawah terletak paling jauh 6 (enam) m secara hori-
zontal terhitung dari suatu titik yang mempunyai jarak vertikal dari pennukaan langit-
langit sebelah atas dengan permukaan sebelah bawah atap sejauh 80 (delapan puluh)
em, kenludian jarak deretan detektor horizontal berikutnya harns 12 (dua belas) m,
sedangkanjarak arah memanjang dapat dilakukan sampai 30 (tiga puluh) m.

Pasal71

Bila ruangan tersembunyi terbagi-bagi sehingga mempengaruhi kelancaran aliran adara,


maka harns dipasang detektor sedemikian rupa untuk menjamin pendeteksian dini.
Pasa172

Setiap kelompok alarm kebakaran hams dibatasi sampai 20 (dua puluh) buah detektor
asap dan dapat melindungi ruangan tidak lebih dari 2000 (dua ribu) m2 luas lantai. Jika
dipakai sistem alat penangkap asap, maka tidak boleh dipasang lebih dari 12 (dua belas)
buah alat penangkap asap dengan satu elemen pengindera. Sistem ini dianggap sebagai
satu kelompok alarm kebakaran.
Pasa173
(1) Berkas sinar yang membentuk bagian suatu sistem dari detektor asap jenis optik
hams dilindungi terhadap timbulnya alarm palsu.
(2) Elemen peka cahaya detektor asap jenis optik hams ditempatkan sedemikian rupa
atau diberi perisai, sehingga bila ada sinar dari manapun datangnya selain dari sumber
yang dikehendaki tidak mempunyai pengaruh terhadap kerjanya detektor.
(3) Bila detektor asapjenis optik memiliki sistem monitor terhadap sumber cahaya secara
meneros, maka sumber cahaya itu harns diganti dengan yang baru, sekurang-
kurangnya sekali setahun.

Pasal74

(1) Desain sistem alat penangkap asap hams sedemikian rupa sehingga bila asap memasuki
titik tangkap yang terjauh untuk meneapai elemen penginderaan hams dapat dicapai
dalam waktu80 (delapan puluh) detik.
(2) Penyusunan sistem alat penangkap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
sedemikian rupa sehingga kecepatan aHran udara ke setiap titik tangkap perbedaannya
tidak boleh lebih besar atau lebih kecillO (sepuluh) % dari kecepatan rata-rata dan
kegagalan aHran dari titik tangkap dapat menimbulkan gangguan pada alann.

435
Pasal7S

Pada sistem alat penangkap asap harns tersedia dua kipas angin, satu digerakkan oleh arus
listrik dari sumber utama dan yang satu dari baterai akimulator, atau hanya satu kipas
angin yang digerakkan oleh aros listrik dari sumber utarna dengan satu sakelar pemindah
otomatik ke baterai akimulator.
Pasa176
Setiap titik tangkap hams dapat menyalurkan udara yang ditangkap langsung kebagian
penginderaan detektomya sebelum udara itu bercampur dengan udara daerah lain.

BABV
SISTEM DETEKTORAPI (FLAME DETECTOR)

Pasa177
(I) Detektor nyala api hams mempunyai sifat yang stabil dan kepekaannya tidak
terpengaruh oleh adanya perubahan tegangan dalam batas kurang atau lebih 10
(sepuluh) % dari tegangan nominalnya.
(2) Kepekaan dan kestabilan detektor nyala api hams sedemikian rupa sehingga bekerjanya
tidak terganggu oleh adanya cahaya radiasi yang berlebihan atau adanya perubahan
sOOu dari 00 (nol derajat) C sampai 650 (enam puluh lima derajat) C.
Pasal78
Satu kelompok alann kebakaran hams dibatasi sampai dengan 20 (dua puluh) detektor
nyala api untuk melindungi secara baik ruangan maksimum 2000 (duaribu) m2 luas laotai
kecuali terhadap ruangan yang luas tanpa sekat, maka atas persetujuan Direktur atau
pejabat yang ditunjuknya dapat diperluas lebib dari 2000 (dua ribu) m2 luas lantai.
Pasal79
Detektor nyala api yang dipasang diluar ruangan (udara terbuka) hams terbuat dari bahan
yang taban cuaca dan tidak mudah berkarat dan pemasangannya hams sedemikian rupa
sehingga tidak mudah bergerak karena pengaruh angin, getaran atau sejenisnya.
Pasal80
Pemasangan detektor nyala api dalam gardu listrik atau daerah lain yang sering mendapat
sambaran petir, hams dilindungi sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan alarm palsu.

436
BABVI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasa181

Instalasi alann kebakaran Otomatik yang sudah digunakan sebelum Peraturan ini ditetapkan,
Pengurus wajib memenuhi ketentuan Peraturan Menteri ini dalam waktu 2 (dua) tahun
sejak berlakunya Peraturan Menteri ini.
Pasa182
Pengurus wajib melaksanakan untuk ditaatinya semua ketentuan dalam Peraturan Menteri
ini.

BAB VII
KETENTUANPIDANA

Pasa183
(1) Pengurus yang tidak mentaati ketentuan Pasal 82 diancam hukuman kunmgan selama-
lamanya tiga bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah)
sesuai dengan Pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran.

BAB VIII
KElENTUANPENUIUP

Pasa184
Pemasangan InstalasiAlann Kebakaran Otomatik yang belum diatur dalam Peraturan Menteri
ini dapat dilakukan setelah mendapat ijin dari Direktur.
Pasal85

Pegawai Pengawas dan Abli Keselamatan Ketja melakukan pengawasan terhadap ditaatinya
Peraturan Menteri ini.
Pasa186
Hal-hal yang memerlukan pedoman pelaksanaan dari Peraturan Menteri ini ditetapkan lebih
lanjut oleh Direktur.

437
Pasal87
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

DITETAPKAN DI : JAKARTA
PADATANGGAL : 10AGUSTUS 1983

MENTERITENAGAKERJA

T.T.D

SUDOMO

438
PERAnJRANMENTERI TENAGAKERJA
NO. PER-03IMEN/l984
TENTANG
PENGAWASAN KETENAGAKERJAANTERPADU

MENTERITENAGAKERJA,

Menimbang : a. Babwa keberhasilan pengawasan ketenagakerjaan merupakan salah


satu faktor yang sangat menentukan bagi terciptanya keserasian
hubungan kerja antara pengusaha dan tenaga kerja bagi keberhasilan
pembangunan. Oleh karena itu diperlukan adanya penanganan yang
lebih sungguh-sungguh, di samping adanya aparat pelaksana yang
tanggap, tangguh dan tangkas dalam menangani masalah
ketenagakerjaan pada umumnya dan pengawasan pada khususnya;
b. Bahwa pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan memerlukan kesatuan
gerak, untuk itu diperlukan keterpaduan pengawasan sehingga tidak
terjadi tumpang tindih, kesimpang siuran dan pemborosan;
c. Babwa untuk itu periu diatur dengan Peraturan Menteri.

Mengingat 1. Undang-undang Uap Tahun 1930;


2. Undang-undang No. 14/1969;
3. Undang-undang No. 3/1951;
4. Undang-undang No. 1/1970;
5. Undang-undang No. 8/1981;
6. Peraturan Pemerintah No. 27/1983;
7. Keputusan Presiden R.I. No. 45001983;
8. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-199/MEN/1983.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Pengawasan Ketenagakerjaan
Terpadu.

Pasall
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

439
(a) Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan ialah Pegawai Departemen Tenaga Kerja yang
diserahi tugas mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagaketjaan
yang terdiri dari Pegawai Pengawas Umum dan Pegawai Spesialis.
(b) Pegawai Pengawas Umum ialah Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang diserahi
tugas mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan secara
preventif.
(c) Pegawai Pengawas Spesialis ialah Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang diserahi
tugas mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan baik
seeara preventif ataupun represif.
(d) Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu ialah suatu sistem pengawasan pelaksanaan
perundang-undangan yang merupakan rangkaian kegiatan:
Penyusunan rencana;
Pemeriksaan di perusahaan atau di tempat kerja;
Penindakan korektif baik secara preventif maupun secara represif;
Pelaporan hasil pemeriksaan.

Pasal2
Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan terpadu bertujuan untuk:
a. Mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan;
b. Memberi penerangan tehnis serta nasehat kepada pengusaha atau pengurus dan atau
tenaga kerja tentang hal-hal yang dapatmenjamin pelaksanaan efektifdaripada peratwan
perondang-undangan ketenagakerjaan;
c. Mengumpulkan bahan-bahan keterangan tentang hubungan kerja dan keadaan
ketenagakerjaan dalam arti yang luas guna pembentukan dan penyempumaan peratwan
perundang-undangan ketenagakerjaan.

Pasal3
Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan terpadu didasarkan atas rencana kerja
pengawasan:
a. Kepala Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan menyusun rencana kerja Pengawasan di
Kantor Departemen Tenaga Kerja dengan memperhatikan keadaan ketenagakerjaan
di daerahnya, setelah berkonsultasi dengan Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja;
b. Kepala Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan wajib membina dan memberi
pertunjuk-petunjuk tebnis dalam menyusun rencana kerja pengawasan seperti tersebut
sub (a).

440
Pasal4
Tahap pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan terpadu dilakukan:
a. Pemeriksaan pertama, adalah pemeriksaan lengkap yang dilakukan kepada perusahaan
atau tempat kerja baru atau yang belurn pernah diperiksa;
b. Kontrol, adalah pemeriksaan ulang yang dilakukan setelah pemeriksaan pertama baik
secara lengkap maupun tidak;
c. Pemeriksaan khusus, adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap masalah
ketenagakerjaan yang bersifat khusus seperti pengujian, kecelakaan, adanya laporan
pihak ketiga, perintah atasan.

PasalS
(I) Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh Pegawai Pengawas Umum dan oleh
Pegawai Pengawas Spesialis.
(2) Pegawai Pengawas tersebut ayat (1) ditunjuk oleh Menteri dan diberi legitimasi sesuai
dengan bidangnya masing-masing.
(3) Pegawai Pengawas tersebut ayat (1) dalam menjalankan tugas pengawasan
menggunakan bentuk-bentuk sebagaimana tersebut dalam Lampiran Peraturan ini.
(4) Bentuk-bentuk Pengawasan yang telah ada masih tetap berlaku sepanjang belum
tecakup dalarn bentuk-bentuk sebagaimana terlampir.

Pasal6
( 1)Untuk dapat ditunjuk sebagai Pegawai Pengawas Umum hams memenuhi syarat:
a. Pegawai Departemen Tenaga Kerja;
b. Berpendidikan sekurang-kurangnya Sarjana Muda atau pangkat Pengatur Muda
TkJ (Gol. II/b);
c. Telah mengikuti pendidikan sebagai Pegawai Pengawas Umum.
(2) Untuk dapat ditunjuk sebagai Pegawai Pengawas Spesialis hams memenuhi syarat:
a. Telah menjabat sebagai Pegawai Pengawas Umum sekurang-kurangnya 4
(empat) tahun;
b. Mempunyai keahlian khusus;
c. Telah mengikuti pendidikan sebagai Pegawai Pengawas Spesialis.

Pasal7
Pegawai Pengawas Umum berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-
undangan ketenagakerjaan yang bersifat preventif dan represif non yusticiaL

441
Pasal8
Pegawai Pengawas Umum berwenang:
a. Memasuki tempat kerja;
b. Meminta keterangan baik lisan maupun tertulis kepada pengusaha atau pengurus,
dan atau tenaga kerja atau serikat buruhlserikat tenaga kerja tanpa dihadiri oleh pihak
ketiga;
c. Menjaga, membantu dan memerintahkan pengusaha atau pengurus dan atau tenaga
kerja agar mentaati peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan;
d. Menyelidiki keadaan ketenagakerjaan yang belum jelas dan atau tidak diatur dalam
peraturan penmdang-undangan;
e. Memberikan peringatan atau teguran terhadap penyimpangan peraturanperaturan yang
telah ditetapkan;
f. Meminta bantuan polisi apabila ditolak memasuki perusahaan atau tempat kerja atau
pihak-pihak yang dipanggil tidak memenuhi panggilan;
g. Meminta pengusaha atau pengurus seorang pengantar untuk mendampingi dalam
melakukan pemeriksaan.

Pasal9
Pegawai Pengawas Umum mempunyai tugas dan kewajiban:
a. Melaksanakan pemeriksaan pertama dan kontrol di perusahaan atau di tempat kerja;
b. Memberikan bimbingan, pembinaan dan penyuluhan kepada tenaga kerja dan
pengusaha atau pengurus tentang peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan;
c. Merahasiakan segaia sesuatu yang diperoleh yang periu dirabasiakan dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya;
d. Melaporkan semua kegiatan yang berhubungan dengan tugas dan kewajiban;
e. Mencatat hasil pemeriksaan dalam buku Akte Pengawasan Ketenagakerjaan dan
disimpan oleh pengusaha atau pengurus.

PasallO
Pcgawai Pengawas Spesialis berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan perundang-undangan
ketenagakerjaan baik bersifat preventif maupun represif.

Pasall1
Pegawai Pengawas Spesialis berwenang:
a. Memasuki tempat kerja;

442
b. Meminta keterangan baik lisan maupun tertulis kepada pengusaha atau pengurus dan
atau tenaga kerja atau serikat buruh tanpa dihadiri oleh pihak ketiga.
c. Menjaga, membantu dan memerintahkan pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja
agar mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan;
d. Memberikan peringatan atau teguran terhadap penyimpangan peraturan penmdang-
undangan yang telah ditentukan;
e. Melakukan pengujian tehnik persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja;
f. Menetapkan dan menyelesaikan masalah kecelakaan yang berhubungan dengan
hubungan kerja;
g. Memanggil pengusaha atau pengurus dan atau tenaga kerja atau serikat buruh;
h. Membuat berita acara setiap pelanggaran;
i. Melarang pemakaian atau penggunaan bahan/alat pesawat yang berbahaya;
j. Meminta bantuan polisi apabila ditolak memasuki perusahaan atau tempat kerja atau
pihak-pihak yang dipanggil tidak memenuhi panggilan;
k. Meminta pengusaha atau pengurus seorang pengantar untuk mendampingi dalam
melakukan pemeriksaan;
I. Melaksanakan penyidikan setiap pelanggaran peraturan perundang-undangan.

Pasal12
Pegawai Pengawas Spesialis mempunyai tugas dan kewajiban:
a. Melaksanakan kontrol dan pemeriksaan di perusahaan atau di tempat kerja;
b. Memberikan bimbingan, pembinaan dan penyuluhuan kepada tenaga kerja dan
pengusaha atau pengurus tentang peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan;
c. Merahasiakan segala sesuatu yang diperoleh yang periu dirahasiakan dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya;
d. Melaporkan semua kegiatan yang berhubungan dengan tugas dan kewajibannya sesuai
dengan ketentuan;
e. Mencatat basil pemeriksaan dalam Buku Akte Pengawasan Ketenagakerjaan dan
disimpan oleh pengusaha atau pengurus.

Pasal13
Selama Pegawai Pengawas sebagaimana dimaksud Pasal 5 belum ditunjuk, Pegawai
Pengawas Perburuhan dan Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja
yang telah ada berfungsi sebagai Pegawai Pengawas Umum dan Pegawai Pengawas
Spesialis.

443
Pasal14
Dengan dikeluarkannya Peraturan ini, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur
ten tang ,vewenang, fungsi serta tugas dan tanggungjawab Pegawai Pengawas Perburuhan
dan Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang bertentangan. dengan
Peraturan ini dinyatakan tidak berlaku lagi.

PasallS
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di: Jakarta.


Pada tanggal: 23 Agustus 1984.

Menteri Tenaga Kerja R.I.,

SUDOMO

444
DEPARTEMENTENAGAKERJAREPUBLIKINDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL
BINAHUBUNGAN KETENAGAKERJAANDAN PENGAWASAN NORMAKERJA
JI. Jend. Gatot Subroto Kav. 51 Jakarta

Lampiran : I
Kartu Pemeriksaan No. (x)
Tanggal Pemeriksaan Pegawai yang melakukan pemeriksaan Kandep: .
......................... Nama: .
Tanggal Pemeriksaanl Pangkat/Jabatan: . Wilayah: .
Kontrol Terakhir O'O'.

Jenis Perusahaan Jumlah orang No. Klasifikasi


W.N.I W.N.A ILO:
Laki-laki Wanita Laki-Iaki Wanita
D!M!A!D!M!A!D!M!A!D!M!A

1. Nama Perusahaan:
2. Alamat dan Nomor Telepon:
3. Kalau perusahaan tersebut di atas
merupakan cabang Kantor
Pusat terletak di:
4. Jumlah tenaga kuda dan kendaraan
yang dipergunakan perosabaan:
5. Pengurus perusahaan tersebut (Nama
dan Alamat ):
6. a. Nama SB yang berada di perusahaan:
b. Nama Pengurus SB: 1. Ketua .
2. Sekretaris .
7. Status perusahaan: PMAlPMDNlPatungan
dan lain-lain:

445
I. Waktu Kerja:
a. Bagaimana pelaksanaan waktu kerja:
dan waktu istirahat di perusahaan
tersebut:
b. Bagaimana pelaksanaan cuti: (I) .

(2) .

(3) .

(4) .

(5) .

c. Bagaimana pelaksanaan kerja lembur:

d. Bagaimana pelaksanaan kerja malam:


Wanita

II. Hubungan Kerja:


1. Adakah perjanjian kerja:
2. Adakah peraturan perusahaan:
a .
b .
c .
3. Adakah perjanjian perburuhan (PKB): a .
b .
c .
d .
III. Upah:
1. Berapa besarnya upah minimum!
maksimum:
2. Berapa besarnya upah minimum

446
yang ditetapkan Gubernur di:
daerah tersebut:
3. Sistem, tempat dan waktu
pembayaran: a .
b .
c .
4. Komponen-komponen upah kalau
ada sebutkan apa saja yang
ada di perusahaan tersebut: a .
b .
c .
d .
5. Apakah ada potongan upah kalau
ada sebutkan apa saja dan untuk
apa: a .
b .
c .
d .
6. Apakah ada aturan denda:

IV. Kecelakaan Kerja:


1. Apakah perusahaan tennasuk perusahaan
W.S.T. (sebutkan nomor urnt pendaftaran
BentukI):
2. Berapajumlah kecelakaan yang terjadi
Di perusahaan dalam 1 tahun terakhir
(baik kecelakaan dalam hubungan
kerja maupun tidak)
3. Berapa jumlah kecelakaan berhubung
dengan hubungan kerja dan jumlah
tunjanganlganti rugi dalam 1 tahun
terakhir

447
4. Apakah perusahaan telah memenuhi
kewajiban-kewajiban sesuai Undang-
Undang No. 2/1951:

5. Apakah karyawan diasuransikan:

V. Tenaga Kerja AKAD:


1. Apakah ada tenaga kerja AKAD 7:
2. Kalau ada, dari mana dan berapa
jumlahnya:
3. Sebutkan syarat-syarat kerja mereka:

VI. Jaminan Sosial:


1. Apakah ada jaminan jabatan pada
karyawan dan keluarganya dan:
bagaimana pelaksanaan
2. Apakah ada koperasi karyawan:

3. Adakah fasilitas rekreasi, olah raga,:


dan lain-lain
4. Adakah jaminan hari tua untuk
karyawan dan bagaimana
pelaksanaan:
VII. Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
Umumnya:
1. Apakah telah tersedia Undang-undang
No. 1/1970 dan apakah telah di:
pasang seeara tepat:
2. Apakah telah tersedia gambar/poster K
& KK yang sesuai dan terpasang
secara baik
3. Apakah telah terdapat tanda-tanda
larangan sesuai dengan sifat bahaya

448
yang ada
4. Apakah tenaga kerja dilengkapi
dengan pelindung diri dan apakah
sudah sesuai, serta teIah berfungsi:

5. Apakah di perusahaan telah dibentuk


Panitia Pembina K & KK. Bila telah
ada apakah telah berfungsi:
6. Apakah kewajiban membayar
Retribusi tahunan telah dipenuhi
7. Apakah pengurus telah melakukan
pembinaan dan latihan di bidang
keselamatan dan kesehatan kepada
tenaga kerja

VIII. Keselamatan Kerja Mekanik:


1. Apakah mesin, pesawat, peralatan dan lain
sebagainya yang sesuai dengan peraturan
perundangan harns mendapat izin/pengesa-
han sudah ada izin/pengesahan
2. Apakah mesin,pesawat, peralatan dan lain:
sebagainya serta bagian-bagian yang
berbahaya telah dilengkapi dengan alat
pengaman. Bila sudah bagaimana
kondisi dan kerjanya
3. Apakah tata letak mesin, pesawat,
peralatan dan lain sebagainya sudah
memenuhi persyaratan
4. Apabila pemeliharaan mesin, pesawat,
peralatan dan lain sebagainya sudah
memadai
5. Bila ada bejana tekan apakah sudah ada
pengesahan pengizinan ulang, dan

449
bagaimana peralatan pengamannya
6. Bila ada pesawat angkat apakah sudah:
dilengkapi dengan a1at pengaman, diberi
tanda beban maksim~ dan dilayani
oleh aparat yang dibenarkan

IX. Keselamatan Kerja Listrik:


1. Apakah ada gambar instalasi listrik:
2. Apakah sudah dilakukan penguluran:
terhadap instalasi
3. Bagaimana keadaan phisik instalasi:
4. Apakah pengaman instalasi dan
peralatan listrik sudah memadai dan
apakah sudah sesuai dengan jenis
ruangannya
5. Apakah instalasi dan peralatan listrik:
sudah dihubungkan tanah
6. Bila pesawat lift apakab sudah ada izin:
pemakaiannya. Dan apakah perawatan
dan pelayanannya sudah mencukupi
7. Apakah ada resiko babaya sambaran:
petir, bila ada apakah ada penangkall
penyalur petir
8. Bagaimana keadaan phisik instalasi:
Penangkal petir isotop dan apakah
ada pencantolan pengukuran
tekanannya

x. Keselamatan Kerja Uap:


1. Bila ada pesawat uap apakah sudah ada
izin pemakaiannya
2. Kapan tanggal pemeriksaan terakhir:
3. Bagaimana keadaan phisik pesawat dan

450
air pengisiannya
4. Bagaimana keadaan phisik perlengkapan
pengamannya
5. Bagaimana perawatan pesawat uap:
6. Apakah dilayani oleh operator yang ber
pengalamanlberkeahlian

x. Kesebatan Kerja:
1. Bagaimana keadaan tempat kerja
(ukuran,ventilasi,iklim,penerangan,
faktor kebisingan, radiasi,debu,biologis
getaran dan lain sebagainya)
2. Bagaimana fasilitas sanitaimya:
3 . Apakah tersedia fasilitas ruang ganti
pakaian
4. Dan mana sumber air produksi:
5. Bagaimana pembuangan sampah dan
air bekas. Bila ada pengolahan
sebelumnya bagaimana sistemnya
6. Bagaimana pelayanan dan sarana
kesehatan kerja
7. Apakah telah dilakukan pengujian
kesehatan tenaga kerja, baik: awal
maupun berkala, dan oteh siapa
8. Bagaimana fasilitas P3K-nya
9. Bila tenaga kerja diberikan makan
maka bagaimana fasilitas dan
penyelenggaraannya
10. Apakah ada kecurigaan adanya
penyakit akibat kerja

XII. Penanggnlangan Kebakaran & Konstruksi Bangunan:


1. Apakah bangunan tempat kerja terbuat .

451
dari bahan yang mudah terbakar
2. Apakah tersedia alat pemadam api, dan
apakah jenis serta jumlahnya telah
memadai
3. Kapan dilakukan pengisian terakhir alat
pemadam api ringan.
4. Apakah terdapat instalasi alann kebakaran/
hydrant kebakaranJinstalasi spinkler
5. Apakah di tempat kerja dipakai, diolah,
disimpan bahan yang mudah meledakl
terbakar. Bila ya, bagaimana pengamanan
dan penanganannya
6. Khusus pada pelaksanaan proyek
konstruksi bangunan apakah telah ada
pengamanan baik untuk tenaga kerja
maupun umum
7. Apakah pencacah yang digunakan telah
mendapat pengesahan
8. Apakah tempat-tempat kerja dilengkapi
dengan pintu darurat yang memadai

XIII. Keadaan yang kurang baik:


1. Tulislah kekurangan-kekurangan yang
terdapat di perusahaan
2. Adakah pelanggaran-pelanggaran/
kekurangan-kekurangan dari
pemeriksaan yang lalu yang belum
dilaksanakan
3. Tindakan apa yang Saudara ambit atas
yang tersebut dalam sub 1 dan 2
4. Tulislah pengaduan dari tenaga kerja
mengenai hal-hal yang menyangkut
perusahaan tersebut

452
5. Tulislah pengaduan dari pihak
PengusahafPengurus
6. Lain-lain yang periu dilaporkan:

XIV. Pendapat Pegawai Pengurus:

Mengetahui dan telah memeriksa Kartu Pemeriksaan ini .................. 19...


Kakandep, Yang melakukan
pemeriksaan,

( ) ( )
NIP.: NIP.

(x) No. urut tahun kalender

453
Lampiran: II

BERITAACARAPEMERIKSAAN
Pada hari ini tanggal. saya yang bertanda tangan di bawah
ini NarrJa 'NIP .Partgkat Da1arrl
kedudukan saya sebagai Pengawas Ketenagakerjaan berdasarkan UU No. 14/1969 jo UU No. 3/
1951 dan UU No. 1/1970 dan dalam kedudukan saya sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil
sebagai dimaksud UU No. 8/1981, telah memeriksa seorang:
. . Nama:
Umur:
. . Alamat:
.. Pekerjam:t:
- Jabatan:

Yang bersangkutan, dalam kedudukan sebagai atas pelanggaran


UU/Peraturan Atas pertanyaan saya telah dijawab sebagai
berikut:
1. Pertanyaan:
2. Jawaban:
3. Pertanyaan:
4. Jawaban:
dan seterusnya

Demikian BeritaAcara Perneriksaan in saya buat dan saya tanda tangani dengan mengingat
sumpah, serta telah saya baca dihadapan yang saya periksa dan dibubuhi tanda tangan dalam
keadaan sadar tanpa paksaan.

Yang diperiksa ........., 19 .


Yang memeriksa,

NIP.
Diketahui
Kakandep Tenaga Kerja,

NIP.

454
Lampiran III

DEPARTEMENTENAGAKERJARI

Nomor: ................. , .
Lampiran:
Perihal: NOTA PEMERIKSAAN Kepada:
yth. Sdr .

di-

Sehubungan dengan pemeriksaan di perusahaan Saudara (Akte Pengawasan


No " ) pada tanggal , tentang
pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang Ketenagakerjaan, maka diminta agar
Saudara memperhatikan hal-hal di bawah ini:

Demikian Nota Pemeriksaan ini dibuat sebagai peringatan, dan kepada Saudara diminta
untuk melaporkan segala sesuatunya secara tertulis kepada kami dalam waktu
................................. hari setelah menerima surat ini.

Mengetahui
KEPALAKANTOR DEPARTEMEN Pegawai Pengawas
TENAGAKERJA yang memeriksa,

( ) ( )
NIP. NIP:

Tembusan kepada Yth.:


1. Kepala Kanwil Depnaker .
2. Arsip.

455
tampiran : IV
LAl\tPIRAN DATA DAN EVALUASI
(8MACAM)
KAN[)EP 'rENAGA KERJA DATA
:1
KANWIL I)EPARTEMEN ·fENAGA KERJA
PROPINSI.
JENtS JUMlAH TENAGA KERJA JUM..AH JUMlAH TENAGA KERJA
DATA ORANG ANN< PERUSAHMN ORANG ANAK
MUOA UMUR WNt WNA MUOA UNUR
WHo 7/81 MUDA 10-12 12.14 W.8J WDA 1Q..12 T 12..14
KlUI liP I LIP I liP I liP I liP L
3 I 4 I 5 I 6 I I 8 I 9 I 10 I 11 I 13 1. 24 25126 21
Disampaikan : MENTERI TENAGA KERJA •••• ~ .. 110 • • ., ,. , . '" • • • I " . , ,. • •
Kantor
I. [)itjen Binawas
2. [lit. BNPTK
3. Dit BNKK ..............................................
\0
NIP. . . V')
~
KANDEP KERJA DATA : PENGAWASANNORMA KERJA
Bentuk .2
KANWILDEPARTEMEN TENAGA KERJA
PROPINSI .

PEMERlS,KAAN PEMERIKSAAN
KONTROL
DATA PERTAMA, KHSUSU KETERANGAN
NORMA NORMA NORMA NORMA NORMA NORMA
KLUI U'MUM KHUSUS UMUM KHUSUS UMUM KHUSUS
I 2 3 4 5 6 7 8
~

Disampaikan : TENAGA KERJA ....................., 19 .


Kepa.la Kantor
Tembusan: 1. DitjenBinawas
2. DitBN'PTK
3. Dit BNKK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . e ...... • • • • • • • • • ... •• .. • • • • ...

N'IP .
~
Vl
......:a
KANDEP TENI\GA KERJf\ : PELANGGARAN NORMA KERJA
Be-ntuk :
KAN\\llOEPARTEMEN KERJA TAHUN
PROPINSI
01
JUMLA~I BERJTA IL\CARA 01LAN
PERSUAHAAN J t
KHUSUS
2 3 4 5 I 6 7 J 8 9
K.ERJA ....................,..............•.... 19...•.
Kepala
2.
.,
..." t. • . . . ,- . . . . . . . . ~ . . . . . . . " '" . . . .- .. , -4 • -. • • -J' i: • , .lit • • ., . . . $: " ... • .,
00
NIP " . to
~
KANDEP TENAGA KERJA DATA : PERJJINAN DAN PENGESAHAN
Bentuk : 4
KANWll DEPARTEMEN KERJA l'AHlJN .
PROPINSI

JENIS JUMLAB IllN YANG DITERB1TK.'"


PENGESAUANiPERIJINAN
PERMOHONAN
KETERAN(iAN
Stsa IPesawat I Alas IBtjana Ilnstalasl
KIJJI Wanda t------+-...-,.-+--......---1
I 2 I 4 S f6 I7 I8 9 10 II 12 I 13 14 15 I 16 I 17 I 18 I 19 20

Disampaikan : MENTERI TENAGA KERJA .....................,..•...... " 19 .


KepalaKantor
Tembusan: 1. Ditjen Binawas
2. Oil. BN.PTK
3. DjtBNKK •• ".... '. •.••••..••••..•••.••••••• 11.- ..... "..

~ NIP .
Vl
\0
KANDEP TENAGA KERJA DATA
BULAN Bentuk' S
KANWIL DEPARTEMEN TENAGA KERJA TAHUN .
PROPINSI .
JUMLAH nlNJANOAN
JUMLAH KORBAN KERUQIAN
,,-,,SUS ( RoJ
CACAT STMlJ KETERANO
MATI (LUKA RERAT) (HIllA RI!\!(lAN) BAR! YANG AN
Uti
2~'SI Ino UU I II 2f~1 1/10
It '
PJ
HILANQ
(HARt ORAN<i)
2 3 4 5 6 I Q I 10 I II 12 13 I 14 IS
Oisampaikan : MENTERI TENAGA KERJA ...................., 19 .
Kepala Kantor
I. Ditjen Hlnawas
2. Oil. BNPTK
3.. Dit. BNKK .................. , - . o
NIP . \0
'-:::.t
KANDEP KERJA DATA : UNSUR PENYEBAB & TYPE KECELAKAAN
BULAN Bentuk: 5A
KANWIL DEPARTEMEN TENAGA KERJA TAHUN
PROPIN'SI "'..... .
UNSUR TYPE
PENYE8AB KECFL.t\KAAN
IUMLAU KETER
JUMLAH
KASUS
()
KORBAN ANGAN
A 8 C D E f G Ii I J K L M N P a b c d e r h i J

I 2 3 4 S 6 7 Ie 9 10 II 12 11 14 IS 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
~

Disampaikan : MENTERI TENAGA KERJA ...................." 19 .


Kepala Kantor
J. Binawas
2. DitBNPTK
..................... " "' - .
3. Dit
NIP .
,J:::..
0'\
--
KANDEP TEN'AGA KERJA MENONJOL
BULAN Bentuk: 6
KANWIL KERJA
PROPfNSI .
Disampaikan : TENAGA KERJA ...................., 19 .
Kantor
Tembusan: ~. Dil BNPTK
3~ Dil. BNKK
N
\0
~
KANDEP KERJA EVALUASI
Bentuk: 7
KANWIL KERJA
'PROPINSJ .
NO

Disampaikan : MENTERITENAGA KERJA ............................................ J9.....


Kepala Kantor
Tembusan: I. Diijen Binawas
2. Ott. BNPTK
... ~ ,. ,. '* l' .. f' ,. ,. " ,. .
3. Dil BNKK
NIP .
~
0\
W
No . Lampiran: V

LAPORAN KECELAKAAN

(Termasuk kebakaran. peledakan.. penyakit akibat kerja)


sesuai UU No. 2/1951 dan UU No. 1/1970)

I. Nama dan alamat Perusahaan:


2. No. Akte Pengawasan:

I. PIMPINAN PERUSAHAAN:

3. Nama:
4. Alamat Lengkap;

II. DATA KOR'BAN:

5. Nama: ..................... No. Angota ASTEK *)


6.. Alamat:
7. Umur.. kelamin: .................. tahun, Jaki..lakilpe:rempuan
8.. Jenispekerjaan pokok:
9. Unitlbagian perusahaan:
10. Pendapatan: Gaji Rp tambahan Rp. . .

Ill. DAT A PERISTIWA:

1.1. Tempa! kejadian: Oi dalamJdiluar tempat kerja


)2. Waktu kejadian: jam tanggal .
J3. Apa yang sedang dilakukan
korban pade saat terjadinya
kecelakaan:
14. Apakah dibenarkan/diijinkan si
korban melakukan pekerjaan
dan berada di tempat tersebut: ya/tidak
15. Uraikan secara singkat
bagainlana peristiwa kecelakaan
terjadi: .................................................. )
16. Akibat yang diderita korban: Mati/Cacat tetap/Sementara tak
mampu bekerja.
17. Keterangan lukalcederalsakitdi bagian: ...............................................)
18. Sebutkan bendalzat yang
Mengakibatkan cederalluka: .................................. " )

464
IV.. LAIN-LAIN:

19. Nama dan alamat dokter/tabib


yang memberikan pertolongan:
20. Bila dirawat di rumah sakit
sebutkan nama dan alamatnya
21. Siapa yang mernbayar ongkos
Pengangkutan:
22. Siapa yang akan menerima ganti
rugi/tunjangan dan bagaimana
Caranya:
23. Perkiraan kcrogian:
. . Waktu ..........................•............... harj.
. . Material Rp .
24. Keterangan Jain-lain:

Dilaporkan dengan sesungguhnya di ..


Pimpinan Perusahaan,

( )

CATATAN:

I. Laporan kecelakaan ini harus dikirimkan selambat-Iambatnya dalam waktu 2x24


jam setelah peristiwanya
2. Laporan kecelakaan ini dibuat dalaol rangkap 4 dan diperuntukkan:
8. Warns putih ke Kantor Depnaker setempat.
b. Warna bijau keKantor Wilayah Depnaker setempat.
c. Warna kuning ke KantorPerum ASTEK setempat (khusus bagi peserta
ASTEK)
d. Warna merah sebagai arsipPerusahaan

*). BHa ada


**). BHa ,perlu dapat ditambah lembar kertas lain
• **). Misal Jan telunjuk tangan kanan putus..
*.**). Misal mesin, paku, bahan kimia, arus Iistrik dan sebagainya.

465
Lampiran VI

DEPARTEMEN TENAGA KERJA RI

AKTE PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN


NO.

Gambar Garuda

Nama Perusahaan:

Alamat Perusahaan:

Kantor Departemen Tenaga Kerja ..


Kantor WilayahDepartemen Tenaga Kerja Propinsi

........................................

466
AKTEPENGA WASAN KETENAGAKERJAANINI DIKELUARKAN
'BERDASARKAN
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NO TGL .

PERHATJAN

1. Akte ini harus disiJupan dengan baik di Perusahaan atau Tempat Kerja

2. Pada waktu diadakan pemeriksaan Akte ini harus ditunjukkan kepada Pegavvai
Pengawas yang bersangkutan.

3. Saran atau tindakan yang diberikan oleh Pega\vaiPenga\vas harns dilaksanakan.


daJam \vaktu yang ditetapkan.

4. Setiap perubahan yang terjadi di Perusahaan sehingga tidak sesuai lagi dengan
keadaan yang tertulis dalam Akte ini harus segera dilaporkan ke Kantor 'Depat1enlen
Tenaga Kerja setenlpat selanlbat-lanlbatnya 2 (dua) minggu setelah terjadi
perubahan.

5. Buku A.kte ini terdiri dari halalnan dan tidak dibenarkan untukmemisah-
misahkan lembaran yang terdapat di dalamnya.

KEWAJIBAN

1. PengusahalPimpinan Perusahaan \vajib mentaati semua peraturan perundangan


ketenagakerjaan yang berlaku

2. Pengusaha wajib membayar retribusi pengawasan di Kantor Bendahara Negara


setempat yang besarnya sesuai ketetapan kantor departemen Tenaga Kerja.

3.Untuk pengeluaran atau petnbaha.ruan Akte ini dipungut biaya sebesar Rp.
..................... (. ) dan dibayarkan diKantorBendahara
Negara setempa.t

SANKSI

Pelanggaran terhad~p ketentuan yagnberlaku di bidang Ketenagakerjaan dapat


dipidana sesuai dengan perundang-undangan yang berJaku.

467
No. Pendaftaran: °KLUI No ..

AKTE PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN


NO.

1. Induk:
Cabang
2. Alamat:

3. Nama dan alamat pemilik:

4. Nama dan 81amat pengurus:

5. Jenis Usaha:

6. Tanggal mendirikan. membangun


kembali atau memindahkan:

7. No. Akte Perusahaan bila


Perusahaan berbentuk
Badan Hukum:
8. Cabang di selurub Indonesia; ada /tidak ada.
9. Data tenaga Kerja:
Jumlah WNl WNA Jumlah
L P Jumlah L P Jumlah Besar
Status DMADMA 0 MADtvtA LP
Bulan
Harlan
Borongan
Satuan

10. Gaya gerak:


11. Jenis pesawat tenaga:
12. Jumlah kekuatan pesawat:
t 3. Bahan baku dan bahanpenoJong
yang dianggap berbahaya:

KANTOR WILAYAH DEPARTEMEN TENAGA


KERJA
PROPINSl .
Kepala.,

•••••., : ••• ,., ••••, ••"•••• !.,••••


NIP .

468
Saran/tindakan yang dilakukan dan
Jenis Hal-hal yang tanda tangan serta nama terang
'fanggal
Kunjungan didapat Pegawai Pengawas yang
Bersangkutan
1 2 3 4

Semua syarat-syarat dan petunjuk-petunjuk tersebut di dalatn Akte Pengawasan ini harus
dipenuhi dan dilaksanakan dalam tempo yang telah ditetapkan terhitung Inulai dari
tanggal-tanggal pemeriksaan dan setelah selesai supaya selekas-Iekasnya dilaporkan
kepadaKepala Kantor Departemen TenagaKerja setempat.

469
470
MENTERITENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI TENAGAKERJA
NOMOR: Per-G3IMENffAHUN 1985

TENfANG

KESELAMATANDAN KESEHATANKERJA
PEMAKAIAN ASBES

MENTERITENAGAKERJA

Menimbang a. bahwa industri asbes semakin .meningkat dan pemakaian asbes


semakin meluas dalam pembangunan dewasa ini, dan asbes
merupakan bahan pembangunan dan bahan pembuat alat yang
belum dapat diganti dengan bahan lain sehingga pemakaian asbes
dalam pembangunan sampai sekarang tetap dipertahankan.
b. bahwa debu serat asbes yang terkandung diudara dapat
membahayakan manusia, terutama terhadap orang yang seeara
langsung terlibat dalam proses produksi yang menggunakan bahan
asbes diperusahaan.
c. hahwa untuk mengatasi bahaya yang mungkin terjadi atau untuk
melindungi tenaga kerja dalam perusahaan yang menggunakan
bahan asbes dalam proses produksinya, periu dikeluarkan
peraturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja pemakaian
asbes.

d. bahwa untuk itu periu diatur keselamatan dan kesehatan kerja


pemakaian asbes dengan Peraturan Menten.

Mengingat 1. Undang-undang No. 14 Taboo 1969;


2. Undang-undang No.3 Tahoo 1951;
3. Undang-undang No.1 Tahun 1970;
4. Keputusan Presiden R.I. No. 45/M Tahun 1983;
5. Keputusan Presiden R.I. No. 15 Tahun 1984.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG


KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJAPEMAKAIANASHES.

471
BABI
PENGERTIAN
Pasall

Dalam Peraturan Menten ini yang dimaksud dengan :


a. Tenaga Kerja adalah orang yang bekerja pada tempat kerja dengan menerima upah;
b. Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat
kerja atau sebagainya yang berdiri sendiri;
c. Ventilasi buang adalah a1at yang berfungsi untuk mengeluarkan debu dari lingkungan
kerja melalui peralatan mekanis yang meliputi corong pengepul, pipa-pipa penyalur
pembersih udara dan lain-lain yang berhubungan dengan fungsi pengeluaran debu;
d. Asbes adalah serat yang belum terikat oleh semen atan bahan lain;
e. Tempat kerja adalah tiap ruangan atan lapangan yang tertutup atau terbuka bergerak
atan tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk
keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber bahaya;
f. Nilai ambang batas asbes adalah angka yang menunjukkan konsentrasi serat asbes
diudara tempat kerja, dimana dengan konsentrasi dibawah angka ini orang yang
terpapar dalam waktu 8 jam sehari dan 40 jam seminggu tidak akan mengalami
ganggung kesehatan dan kenyamanan kerja;
g. Pegawai Pengawas adalah Pegawai Tehnis berkeahlian khusus dari Departemen
Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri;
h. Alat pelindung diri adalah tutup hidung, mulut, respirator, pakaian kbusus termasuk
sepatu, kaos tangan, tutup kepala dan lain-lain perlengkapan yang digunakan untuk
melindungi diri dari bahaya pemaparan asbes;
i. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas ketenagakerjaan.
BABII
PENGGUNAANASBES
Pasa12
Ashes atau bahan yang mengandung asbes tidak boleh digunakan dengan cara
menyemprotkan.
Pasa13
Setiap proses atau pekerjaan yang menggunakan atau pemakaian ashes bim (crosidolt)
dilarang.

472
BAB III
KEWAJIBANPENGURUS

Pasa14

(1) Penguros berkewajiban :


a. menyediakan alat-alat pelindung diri bagi tenaga kerja;

b. memberikan penerangan kepada tenaga kerja mengenai :


1. bahaya yang mungkin terjadi karena pemaparan asbes;
2. cara-cara kerja yang aman;
3. pemakaian alat pelindung diri yang benar.

c. memberitahukan secara tertulis kepada Menteri dan menjelaskan proses


produksi, jenis asbes yang dipakai atau ditambang, barang jadi dan lokasi
kegiatan-kegiatannya selambat-Iambatnya dalam waktu 14 hari sebelum proses
dimulai;

d. memasang tanda atau rambu-rambu ditempat-tempat dilingkungan kerja


sedemikian rupa sehingga mudah dilihat atan dibaca, bahwa setiap orang yang
berada dilokasi tersebut hams menggunakan alat pelindung dirt sesuai dengan
tanda atau rambu-rambu yang ada.

(2) Pengurus mengambillangkah-langkah seperlunya agar tenaga ketja mentaati ketentuan


peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal5

(1) Pengums wajib melakukan pengendalian terhadap debu asbes yang terkandung diudara
lingkungan kerja dengan mengambil sample pada beberapa tempat yang diperkirakan
konsentrasi debu asbesnya tinggi dalam setiap 3 bulan atau pada frekuensi tertentu.

(2) Analisa debu asbes dilakukan oleh Pusat Bina Hiperkes Departemen Tenaga Kerja
atau Laboratorium lain yang sidyahkan oleh Menteri Tenaga Kerja atau Pejabat yang
ditunjuknya.

(3) Menteri Tenaga Kerja atau Pejabat yang ditunjuk berhak memeriksa hasil analisa
tersebut (2).

473
Pasal6
Pengurus hams memberikan kepada tenaga kerja yang bekerja dalam tambang atau setiap
proses yang memakai asbes, sebuah buku petunjuk yang secara terperinci menjelaskan
mengenai bahaya-bahaya yang berhubungan dengan asbes dan cara-cara pencegahannya.
Pasal7
Pengurus atau tenaga kerja yang ditunjuk harus memberikan penerangan atau infonnasi
yang diminta oleh Pegawai Pengawas yang mengadakan inspeksi ditempat kerja.
BABIV
KEWAJJBANTENAGAKERJA

Pasal8
( 1) Selama melakukan tugas pekerjaannya tenaga kerja wajib memakai alat pelindung
diri yang diperlukan.

(2) Tenaga kerja wajib memakai atau melepas dan menyimpan alat pelindung diri dan
pakaian kerja ditempat yang telah ditentukan.
(3) Tanaga kerja wajib melapor kepada pengurus apabila ada:
a. kerusakan alat kerja;
b. kerusakan alat pelindung diri;
c . kerusakan alat ventilasi diruang kerja atau alat pengaman lainnya.

Pasa19
Ditempat-tempat yang kadar asbesnya melampaui nilai ambang batas yang telah ditentukan
dalam peraturan yang berlaku, tenaga kerja harus menggunakan respirator khusus dan
alat pelindung diri khusus lainnya.

BABV

ALAT PELINDUNGDIRI

PasallO
Alat pelindung diri dan pakaian kerja yang telah dipakai tenaga kerja tidak boleh dipakai
tenaga kerja lain kecuali bila alat pelindung diri dan pakaian kerja sudah dibersihkan.
Pasal1!
(1) Pembersihan alat pelindung diri harns dilakukan didalam pabrik;

474
(2) Pakaian kerja dibersihkan di :
a. tempat kerja;
b. binatu diluar tempat kerja dengan cara pengiriman sedemikian rupa sehingga
pakaian kerja dibasahi dan dimasukkan dalam tempat yang kedap air dan seeara
jelas diberi label "PAKAIAN MENGANDUNGASBES".

(3) Pakaian kerja sesudah dipakai hams dibersihkan dan disimpan ditempat yang telah
ditentukan.

BABVI
KEBERSIHAN LINGKUNGAN KERJA

Pasal12

(1) Pada setiap roang kerja wajib dipasang alat ventilasi yang sesuai, agar debu serat
asbes yang terkandung diudara tempat kerja berada dibawah nilai ambang batas.

(2) Alat ventilasi wajib dihidupkan pada waktu proses industri dijalankan, dilakukan
perbaikan atau perawatan peralatan proses industri.

(3) Alat ventilasi hams diperiksa oleh pengurus seeara teratur selama-lamanya 3 (tiga)
bulan sekali dan basil pemeriksaannya hams dieatat dan disimpan untuk waktu mini-
mum 3 (tiga) taboo.

(4) Alat ventilasi dan alat pelindung diri serta hasil pemeriksaan tersebut ayat (3), diperiksa
dan diawasi oleh Pegawai Pengawas.

PasalI3

(1) Kantong-kantong filter alat ventilasi yang tclah penuh debu asbes ditempatkan pada
tempat yang tertutup untuk menghindari penyebaran debu ashes.

(2) Filter hams dibersihkan dan diganti oleh petugas yang ditunjuk.

Pasal14

(1) Tempat kerja termasuk mesin, alat-a1at bengkel, peralatan tambang atau pabrik dan
lain-lain yang digunakan dalam proses produksi hams diusahakan tetap bersih dan
bebas dari akumulasi debu asbes.

475
(2) Untuk mernbersihkan debu ashes dilarang menggunakan hembusan udara tekan tetapi
hams dengan peralatan pembersih hampa udara atau pembersih basah atau dengan
cara lain yang tepat untuk menghisab debu asbes.

(3) Petugas yang melaksanakan pembersihan tersebut ayat (1) dan (2) pasal ini hams
memakai alat pelindung diri dan respirator.

Pasal15

(1) Pembungkus atau kantong yang digunakan untuk tempat asbes hams tidak dapat
ditembus debu asbes.

(2) Asbes atau sampah asbes, kecuali ashes semen atau bahan asbes yang telah terikat
tidak boleh disimpan, dikirim atan didistribusikan tanpa wadah yang tertutup
sempurna.

(3) Semua wadah yang mengandung ashes atau sampah ashes hams diberi tanda dengan
tulisan "Bahan asbes tidak boleh dihirup~' kecuali produk-produk ashes semen dan
asbes yang terikat oleh bahan lain.

Pasal16

( 1) Pembungkus atau kantong ashes yang telah digunakan untuk tempat asbes hams
dibuang sedemikian rupa, sehingga tidak dapat dipergunakan lagi.

(2) Sampah asbes hams dibuang dengan jalan menyebarkan secara merata ditanah
kemudian ditimbun tanah paling sedikit setebal 25 em atau dengan cam lain yang
dibenarkan.

Pasal17

(1) Apabila Pegawai Pengawas menemukan bahwa kadar serat ashes ditempat kerja
melampaui nHai hatas yang herlaku, Pegawai Penga\vas berhak mewajibkan pengusaha
mengadakan tehnologi pengendalian yang sepadan, menyediakan alat respirator dan
pakaian pelindung khusus lainnya.

(2) Apabila setelah diperintahkan pengusaha tetap tidak mau melaksanakan atau tidak
melakukan suatu tindakan kearah itu Pegawai Pengawas melalui Menteri
menyampaikan dan meminta kepada instansi yang berwenang menutup perusahaan
agar perusahaan tersebut ditutup.

476
BAB VII
PE:MERIKSAANKESEHATANTENAGAKERJA

Pasal18

(1) Tenaga kerja yang terlibat dalam proses atau pekerjaan yang memakai asbes wajib
diperiksakan kesehatannya kepada dokter pemeriksa kesehatan kerja.

(2) Pemeiksaan kesehatan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini hams dilaksanakan
secara rutin setiap tahun sekali yang meliputi :
a. Foto dada dengan sinar X posterior anterior ukuran 350 x 430 mm yang
pembacaannya diserahkan kepada seorang radiolog;
b. Riwayat pekerjaan;
c. Riwayat Inerokok;
d. Pengujian kimia;
e. Tes fungsi paru-pam.

(3) Pengusaha wajib menanggung biaya pemeriksaan kesehatan tenaga kerjanya.

PasaI19

(1) Dokter yang melakukan pemeriksaan hams memberikan laporan atas hasil pemeriksaan
dan menyebutkan nama tenaga kerja yang terkena penyakit akibat pemakaian asbes
dalam proses produksi disertai petunjuk tindakan lebih lanjut untuk kesehatannya
kepada pengurus.

(2) HasH pemeriksaan tenaga kerja termasuk film pemeriksaan dada dengan sinar X,
hams disimpan baik-baik oleh pengurus selama masa kerja tenaga kerja yang
bersangkutan.

(3) Pengurus wajib membuat laporan dan menyampaikan selambat-Iambatnya 2 (dua)


bulan sesudah dilakukan kepada Menteri melalui Kantor Wilayah Departemen Tenaga
Kerja setempat.

Pasal20

Menteri atau Pejabat yang ditunjuk dapat merubah syarat-syarat dan frekuensi pemeriksaan
kesebatan tenaga kerja menurut basil pemeriksaan tidak boleh bekerja pada telnpat kelja
yang berdebu asbes.

477
Pasa121

(1) Pengurus wajib mentaati keterangan dokter pemeriksa kesehatan kerja untuk
memindahkan tenaga kerja karena menurut basil pemeriksaan tidak boleh bekerja
pada tempat kerja yang berdebu asbes.

(2) Apabila tenaga kerja tersebut ayat (1) berkeinginan bekerja lagi pada pekerjaan semula,
hams ada surat keterangan dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja bahwa kesehatan
tenaga kerja tersebut cukup mantap untuk bekerja ditempat tenaga kerja tersebut
yang mengandung debu asbes.

BAB VIII
KETENTUANPIDANA

Pasa122

Pengurus yang tidak memenuhi ketentuan pasa14 ayat (1), 5 ayat (1), 12, 18, 19 ayat (3),
21 ayat (1), 23 dan pasal 44 diane am dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga)
bulan atau denda setinggi.. tingginya Rp. 100.000,- (Seratus ribu rupiah) sesuai dengan
pasal15 Undang.. undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

BABIX
KETENTUANPERALIHAN

Pasal23

Selama-lamanya dalam jangka waktu 14 bari setelah Peraturan Menteri ini berlaku,
perusahaan yang memakai asbes dalam proses produksinya atau melakukan penambangan
asbes, wajib melaporkan secara tertulis kepada Menten atau pejabat yang ditunjuk dengan
menjelaskan proses produksi, jenis asbes yang dipakai atau ditambang, barang jadi dan
lokasi kegiatannya.

Pasa124

Apabila perusahaan yang memakai ashes dalam proses produksinya atau menambang
asbes belum melaksanakan kesebatan terhadap tenaga kerja, selama-lamanya dalam jangka
waktu 90 han setelah berlakunya peraturan ini wajib melaksanakannya.

478
BABX
KETENfUANPENUIUP

Pasal25

Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

DITETAPKAN DI JAKARTA
PADA TANGGAL 4 .. 7 - 1983

MENTERITENAGAKERJA

ttd.

SUDOMO

479
480
MENTERITENAGAKERJA
REPUBLIK INDONESIA

PERATURANMENTERI
TENAGAKERJAREPUBLIKINDONESIA
NO.: PER.05/MEN/1985
TENTANG
PESAWAT ANGKATDANANGKUT
MENTERITENAGA KERJAREPUBLIKINDONESIA

Menimbang a. bahwa dengan meningkatnya pembangunan dan tehnologi


dibidang industri, penggunaan pesawat angkat dan angkut
merupakan bagian integral dalam pelaksanaan dan peningkatan
proses produksi;
b. bahwa dalam pembuatan~ pemasangan, pemakaian, perawatan
pesawat angkat dan angkut nlengandung bahaya potensial;
c. bahwa perlu adanya perlindungan atas keselamatan dan
kesehatan kerja setiap tenaga ketja yang melakukan pembuatan,
pemasangan, pamakaian, persyaratan pesawat angkat dan
angkut.

Mengingat 1. Pasal 2 ayat (2) huruf f dan g;


Pasal3 ayat (1) humfn dan p;
Pasal 4 ayat (I) Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja.
2. Peraturan Menteri Tenaga KeIja, Transmigrasi dan Koperasi
No. PER. 03/MEN/1978, tentang Persyaratan Penunjukan dan
Wewenang serta KewajibanPegawai Keselamatan dan
Kesehatan Kerja danAhli Keselamatan Kerja.
3. Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan
Koperasi No. KEP. 79/MEN/1977, tentang Penunjukan Direktur
sebagai dimaksud dalam Undang-undang No.1 Tahun 1970.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK


INDONESIA TENTANG PESAWAT ANGKATDAN ANGKUT.

481
BAH I
KETENfUANUMUM

Pasal1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :

1. Direktur ialah sebagaimana yang dimaksud dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi No. Kep.79/MEN/1977;

2. Pegawai Pengawas ialah Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang
ditunjuk oleh Menteri;

3. Ahli Keselamatan Kerja ialah tenaga tehnis berkeahlian khusus dari luar Departemen
Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya
Undang-undang Keselamatan Kerja;

4. Pengurus ialah Pengurus seperti dimaksud dalam Undang-undang No. 1/1970 yang
bertanggung jawab terhadap pesawat angkat dan angkut.

5. Pengusaha ialah orang atau Badan Hukum sepertj yang dimaksud dalam Undang-
undang No. 1 Tahun 1970 yang memiliki Pesawat Angkat;

6. Pesawat adalah kumpulan dari beberapa alat secara berkelompok atau berdiri sendiri
guna menghasilkan tenaga baik mekanik maupun bukan mekanik dan clapat digunakan
tujuan tertentu;

7. Alat adalah suatu unit konstruksi yang dibuat untuk digunakan atau menghasilkan
suatu hasil tertentu dan dapat merupakan suatu bagian yang berdiri sendiri dari pesawat
itu;

8. Instalasi adalah 8uatu jaringan baikpipa maupun bukan yang dibuat guna suatu tujuan
tertentu;

9. Pembuat dan pemasang pesawat angkat adalah orang atau Badan Hukum yang
melakukan pekerjaan pembuatan dan pemasangan instalasi pesawat angkat dan
bertanggung jawab selama batas waktu tertentu terhadap pekerjaannya;

10. Pesawat angkat dan angkut ialah suatu pesawat atau alat yang digunakan untuk
memindahkan, mengangkat muatan baik bahan atau barang atau orang secara vertikal
dan atau horizontal dalamjarak yang ditentukan;

482
11. Peralatan angkat ialah alat yang dikonstruksi atau dibuat khusus untuk mengangkat
naik dan menurunkan muatan;

12. Pita transport ialah suatu pesawat atau alat yang digunakan untuk melnindahkan
muatan secara continu dengan menggunakan bantuan pita;

13. Pesawat angkutan diatas landasan dan diatas permukaan ialah pesawat atau alat
yang digunakan untuk memindahkan muatan atau orang dengan menggunakan kemudi
baik didalam atau diluar pesawat dan bergerak diatas suatu landasan maupun
permukaan;

14. Alat angkutan jalan ril ialah 8uatu alat angkutan yang bergerak diatas jalan ril;

15. j alan ril ialah jaringan ril dan perlengkapannya yang dipasang secara permanen yang
digunakan untuk jalan lokomotif, gerbong dan peralatan lainnya guna mengangkut
muatan.

Pasal2

Bahan konstruksi serta perlengkapan dari pesawat angkat dan angkut hams cukup kuat,
tidak cacat dan memenuhi syarat

Pasal3

(I) Beban maksimum yang diijinkan dari pesawat angkat dan angkut hams ditulis pada
bagian yang mudah dilihat dan dibaca dengan jelas.

(2) Semua pesawat angkat dan angkut tidak boleh dibebani Jnelebihi beban maksimum
yang diijinkan.

(3) Pengangkatan dan penurunan muatan pada pesawat angkat dan angkut hams perlahan-
lahan.

(4) Gerak mula dan berhenti secara tiba-tiba dilarang.

Pasa14

Setiap pesawat angkat dan angkut harus dilayani oleh operator yang mampunyai
kemampuan dan telah memiliki ketrampilan khusus tentang Pesawat Angkat dan Angkut.

483
BABII
RUANGLINGKUP

Pasal5

( 1) Peraturan ini berlaku untuk perencanaan, pembuatan, pemasangan, peredaran,


pemakaian, perubahan dan atau perbaikan tehnis serta pemeliharan pesawat angkat
dan angkut.

(2) Pesawat angkat dan angkut dimaksud ayat (1) adalah :


a. peralatan angkat;
b. pita transport;
c. pesawat angkutan diatas landasan dan diatas permukaan;
d. alat angkutanjalan rit

BAB III
PERALATANANGKAT

Pasal6

Peralatan angkat antara lain adalah lief, takel, peralatan angkat listrik, pesawat pneumatik,
gondola, keran angkat, keran magnit, keran lokomotif, keran dinding dan keran sumbu
putar.

Pasal7

Baut pengikat yang dipergunakan peralatan angkat hams mempunyai kelebihan ulir sekerup
pada suatu jarak yang cukup untuk pengencang, jika perlu harns dilengkapi dengan mur
penjamin atau gelang pegas yang efektif.

Pasa18

(1) Garis tengah tromol gulung sekurang-kurangnya berukuran 30 kali diameter tali baja
dan 300 kali diameter kawat baja yang terbesar.

(2) Tromol gulung hams dilengkapi dengan flensa pada setiap ujungnya, sekurang-
kurangnya memproyeksikan 2 1/2 kali garis tengah tali gaja.

(3) Ujung tali baja pada tromol gulung hams dipasang dengan kuat pada bagian dalam
tromol dan sekurang-kurangnya harns dibelit 2 kali secara penuh pada tromol saat
kait beban berada pada posisi yang paling rendah.

484
Pasa19

(I) Tali baja yang digunakan untuk mengangkat harns :


a. terbuat dari bahan baja yang kuat dan berk\valitas tinggi;
b. mempunyai faktor keamanan sekurang-kurangnya 3 1/2 kali beban maksimum;
c. tidak boleh ada sambungan;
d. tidak ada simpul, beIitan, kusut, beIjumbai dan terkupas.

(2) Tali baja hams diberi pelumas yang tidak mengandung asam atau alkali.

(3) Tali baja harns diperiksa pada waktu pemasangan pertama dan setiap hari oleh op-
erator serta sekurang-kurangnya satu kali dalam seminggu oleh tenaga yang
berkeahlian khusus Pesawat Angkat dan Angkut dari Perusahaan.

(4) Tali baja dilarang digunakan jika terdapat kawat yang putus, aus atau karat sesuai
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. 12 % untuk tali baja 6 x 7 pada panjang 50 em;
b. 20 % untuk tali baja 6 x 19 pada panjang 50 em;
c. 25 % untuk tali baja 6 x 37 pada panjang 50 em;
d. 25 % untuk tali baja 6 x 6 I pada panjang 50 cnl;
e. Untuk tali baja khusus :
12 % untuk tali baja seal pada panjang 50 em;
15 % untuk tali baja lilitan potongan segi tiga pada panjang 50 em.

PasallO

(1) Tali serat untuk perlengkapan pengangkat hams dibuat dari serat alam atau sintetis
yang berkwalitas tinggL

(2) Tali serat sebelum dipakai harus diperiksa dan selama dalam pemakaian untuk
menangkat tali harus diperiksa sesering mungkin dan sekurang.. kurangnya 3 bulan.

(3) Pemeriksaan dimaksud ayat (2) dilakukan akibat kikisan serat yang putus, terkelupas,
berjumbai, perubahan ukuran panjang atau penalnpang tali, kerusakan pada serat,
perubahan warna dan kerusakan lainnya.

(4) Tali serat harus digulung pada tromol yant tidak mempunyai permukaan yang tajanl
dan mempunyai alur sekurang-kurangnya sebesar diameter tali.

485
Pasalll
(1) Rantai harus diganti apabila :
a. tidak sesuai dengan ketentuan yang direncanakan;
b. salah satu mata rantai mengalami perubahan panjang lebih dari 5 % dari ukuran
panjang mata rantai semula;
c. pengausan satu sarna lainnya melebihi 1/4 dari diameter rantai semula.
(2) Perbaikan rantai hams dilakukan oleh orang yang ahli.
(3) Rantai dilarang:
a. dipukul walaupun untuk. maksud meluruskan atan memasang pada tempatnya;
b. disilang, diplintir, dikusutkan unttuk dibuat simpul;
c. ditarik bilaterbimpit beban;
d. dijatuhkan dari suatu ketinggian;
e. diberi beban kejutan;
f. digunakan untuk mengikat muatan.
Pasal12
(1) Sling hams dari rantai, tali baja atau tali serat dan mempunyai kekuatan yang memadai.
(2) Sling yang cacat dilarang dipakai.
(3) Bila digunakan sling lebih dan satu beban barns dibagi rata.
Pasal 13
( 1) Cakra pengantar barns terbuat dari logam yang taban kejutan atau bahan lain yang
mempunyai kekuatan yang sarna.
(2) Diameter cakra pengantar sekurang-kurangnya 20 kali diameter yang digunakan.
(3) Poros cakra pengantar harus mudah dilumasi dan pelumasannya dilakukan secara
teratur dan cukup.
(4) Alur cakra pengantar hams dibuat sedemikian rupa sehingga tidak merusak tali.

Pasal14
( 1) Kait untuk mengangkat beban hams dibuat dari baja tempa yang dipanaskan dan
dipadatkan atau dari bahan lain yang mempunyai kekuatan yang sama.
(2) Kait hams dilengkapi dengan kunci pengaman.

486
Pasal15

(1) Kekuatan tarik klem pengikat hams sekurang-kurangnya 1 1/2 kali tali pengikat

(2) Klem pengikat untuk sangkar gantung harns mempunyai pengunci mur atau dengan
cara lain yang cukup memadai.

Pasal16

Semua peralatan angkat hams dilengkapi dengan rem yang seeara efektifdapat mengerem
suatu bobot yang tidak kurang dari I 1/2 beban yang diijinkan.

Pasall?

(1) Tali pengatur peralatan angkat hams diperlengkapi dengan peralatan gerakan tali dan
tanda arah yangjelas gerak muatanjika tali ditarik.

(2) Tuas tali pengatur peralatan angkat harns secara tegas dibedakan terhadap sekelilingnya.

(3) Tuas tali pengatur setiap peralatan angkat hams mempunyai model yang sarna dalan1
satu perusahaan.

Pasal18

Menaikkan, menurunkan dan mengangkat muatan dengan pesawat pengangkat hams diatur
dengan sandi isyarat yang seragam dan yang benar-benar dimengerti.

Pasal19

( 1) Apabila lebih dari seorang tenaga kerja yang bekerja pada peralatan angkat operator
hams bekerja berdasarkan isyarat hanya dari satu orang yang ditunjuk.

(2) Penjaga kait, penjaga rantai, penjaga bandul ataupun orang lain yang ditunjuk hams
kelihatan oleh operator.

(3) Apabila operator menerima isyarat berhenti pesawat hams segera dihentikan.

Pasa120

(1) Muatan harus dinaikkan secara vertikal untuk menghindari ayunan pada waktu
diangkat.

(2) Untuk mengangkat muatan diluar jangkauan pesawat hams diambillangkah-langkah


pengaman yang diperlukan dan disaksikan oleh yang bertanggung jawab.

487
Pasal21
Sebelum memberikan isyarat untuk menaikkan muatan, pemberi isyarat harns yakin bahwa :
a. Semua tali, rantai, bandul atau perlengkapan lainnya telah dipasang sebagaimana
mestinya pada muatan yang diangkat.
b. Muatan telah dibuat seimbang sebagaimana mestinya dan tidak akan menyentuh
benda sedemikian repa sehingga sebagian dari muatan atau benda akan berpindah.

Pasa122

Jika suatu muatan saat diangkat tidak berjalan sebagaimana mestinya, operator hams segera
membunyikan tanda peringatan dan menurunkannya muatan untuk mengatur kembali.

Pasa123

Operator peralatan angkat hams menghindari pengangkatan muatan melalui orang-orang.

Pasa124

Untuk memindahkan muatan berbahaya seperti logam cair ataupun pengangkatan dengan
magnit melalui tempat-tempat kerja maka :
a. Sebelumnya harns diberikan peringatan secukupnya agar tenaga kerja mempunyai
kesempatan ketempat yang aman;
b. Jika tenaga kerja tidak dapat meninggalkan pekerjaan dengan segera, alat hams
dihentikan sampai tenaga kerja meninggalkan daerah yang berbahaya.

Pasal25

Peralatan angkat tidak diperbolehkan menggantung muatan pada waktu mengalami perbaikan
ataupun hagian-bagian bawahnya digunakan oleh mesin yang bergerak.

Pasal26

Jika peralatan angkat beroperasi tanpa muatan :


a. Penjaga sling atau penjaga rantai hams mengaitkan sling stau rantainya pada kait
secara kuat sebelum bergerak;
b. Operator hams menaikkan kait secukupnya agar orang-orang dan benda-benda tidak
tersentuh.

488
Pasal27

Operator alat kerek tidak boleh meninggalkan peralatannya dengan muatan yang tergantung.

Pasa128

Pesawat, alat-alat, bagian instalasi listrik pada peralatan angkat hams dibuat, dipasang,
dipelihara sesuai dengan ketentuan-ketentuan instalasi listrik yang berlaku.

Pasal29

Semua peralatan angkat yang digerakkan dengan tenaga listrik harns dilengkapi dengan
alat batas otomatis yang dapat menghentikan motor, bila muatan melebihi posisi yang
diijinkan.

Pasal30

(1) Semua bagian kerangka lier dan dongkrak harns terbuat dari logam.

(2) Kerangka dan tabung pengangkat lier dan dongkrak hams dibuat dengan angka
keamanan sekurang-kurangnya :
s. 12 untuk besi tuang;
b. 8 unwk baja wang;
c. 5 untuk baja konstruksi atau baja tempa.

(3) Kaki dari kerangka lier atau dongkrak hanls dipancangkan pada fondasi secara kuat
dan kokoh.

(4) Lier atau dongkrak harns dilengkapi dengan peralatan pengaman untuk mencegah
agar tidak melebihi posisi maksimum yang ditentukan..

(5) Lier atau dongkrak yang digerakkan dengan tenaga uap:


a. tidak boleh bocor;
b. uap bekasnya tidak menghambat pandangan operator.

(6) Lier atau dongkrak yang digerakkan dengan tenaga tangan, muatan tuasnya tidak
boleh melebihi dari 10 kg.

489
Pasa131
(I) Jenis dan ukuran tali yang digunakan pada blok dan takel hams sesuai dengan cakra
pengantamya.
(2) Blok dan take} pengangkat harns dilengkapi dengan alat yang dapat mengatur gerakan
sehingga pada saat muatan digantung tali atau rantai penarik tidak pertu ditarik atau
ditahan dan muatan tetap berada ditempatnya.
Pasal32

(1) Rantai takel pengangkat dan rantai sling hams dibuat dari besi tempa atau baja tempa
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2) Angka keamanan untuk rantai takel pengangkat dan sling sekurang-kurangnya 5.
(3) Rantai takel pengangkat dan sling hams dimudahkan atau dinormalisir kembali secara
berkala:
a. 6 bulan untuk rantai berdiameter tidak lebih dan 2 1/2 mm;
b. 6 bulan untuk rantai yang digunakan untuk mengangkut logam-logam cair;
c. 12 bulan untuk rantai uang tidak terse but pada sub a dan b.

Pasa133
( 1) Peralatan angkat listrik harus :
a. dikonstruksikan dari baja;
b. dibuat dengan angka keamanan sekurang-kurangnya :
8 untuk baja tuang~
5 untuk baja konstruksi atan baja tempa;
dilengkapi dengan rem otomatis yang mampu menahan muatan, jika
muatan dihentikan.

(2) Alat kontrol dari peralatan angkat listrik hams dilengkapi dengan suatu alat yang
dapat mengembalikan secara otomatis tuas atau tombol pada posisi netra), jika tuas
atau tombol tersebut dilepaskan.

(3) Setiap peralatan angkat yang dijalankan dengan tenaga listrik harus dilengkapi dengan
alat pembatas otomatis yang dapat Inenghentikan tenaga tarik beban, jika muatan
melewati batas tertinggi yang diijinkan.

(4) Setiap peralatan angkat harus dilengkapi dengan rem yang secara efektif dapat
mengerem sekurang-kurangnya 1 1/2 kali beban yang diijinkan.

490
Pasal34
(1) Peralatan angkat pneumatik harns :
a. dikonstruksi dari baja;
b. dibuat dari angka keamanan sekurang-kurangnya :
8 untuk baja tuang;
5 untuk baja konstruksi 8tau baja tempa.

(2) SHinder udara peralatan angkat pneumatik gantung hams ditempatkan pada trolinya
seeara kuat dan amaDo

(3) Tuas pengontrol katup peralatan angkat pneumatik gantung hams dilengkapi dengan
alat yang dapat mengembalikan tuas kontrolnya seeara otomatis keposisi netral,jika
handel pada tali kontrollepas.

Pasal35

Setiap gondola harns memenuhi syarat sebagai berikut :


a. tidak mempunyai rintangan-rintangan pada tali baja penggantungnya;
b. kemampuan daya ikat tuas pengaman terjamin;
c. kedudukan tali baja pada alumya;
d. kelebihan tali baja yang berada diatas tanah selama gondola tergantung sekurang-
kurangnya 1 m.

Pasa136

(1) Kemampuan daya angkat mesill pengangkat gondola hams sesuai dengan berat beban
yang diangkat

(2) Gondola dilarang dimuati melebihi maksimum yang diijinkan.

(3) Behan maksimum yang diijinkan dimaksud ayat (2) tennasuk berat tali baja, mesin
pesawat angkat, pelataran, orang dan peralatannya.

Pasa137

( 1) Pelataran dilarang diturunkan dengan kejutan.

(2) Konstruksi pelataran hams cukup kuat dan aman.

491
Pasa138

Dilarang merubah atau menambah perlengkapan-perlengkapan gondola tanpa ijin instansi


yang berwenang.
Pasa139

(1) Motor listrik penggerak gondola harus dihubung tanahkan.

(2) Besamya tegangan listrik yang digunakan tidak boleh melebihi 10 % dari tegangan
listrik yang telah ditetapkan.

Pasal40

Gondola yang digunakan didaerah dekat Iaut atau korosif hams diadakan pemeriksaan
setiap hari sebelum bekerja terhadap bagian dan semua perlengkapannya oleh operator.

Pasa141

Tuas dilarang diikat seeara tetap.

Pasa142

( 1) Semua bagian yang berbahaya yang OOpat menyebabkan kecelakaan hams dilindungi.

(2) Operator dan tenaga kerja hams menggunakan alat pelindung diri yang sesuai dengan
bahaya yang dihadapi.

Pasa143

( 1) Pelataran dilarang digunakan selain yang telah ditetapkan.

(2) Pemindahan pelataran harns diIaksanakan dilantai bawah.


Pasal44

Dilarang menggantungkan pelataran gondola pada gantungan-gantungan yang bersifat


sementara.

Pasa145

Penggantian motor gondola hams dilakukan dilantai paling bawah.

Pasa146

Pelataran hams dipasang sedemikian mpa sehingga terhindar terhadap sentuhan-sentuhan


kedinding bangunan.

492
Pasal47

Motor gondola hams dipasang pada pelataran dengan kuat dan harns dihubung tanahkan
tersendiri.

Pasal48

Gondola harns dipasang sesuai dengan penggunaan yang telah ditentukan.

Pasa149

Setiap roda gigi dan alat perlengkapan transmisi dari keran angkat hams dilengkapi dengan
tutup pengaman.

Pasal50

Keran angkat digerakkan dari lantai harns diberi ruang bebas dengan lebar sekurang-
kurangnya 90 em sepanjang jalan gerak keran angkat tersebut.

Pasa151

Konstnlksi dan letak rnangan operator hams bebas dan mempunyai pandangan luas
kesekeliling operasi muatan.

Pasa152

(I) Keran angkat yang beroperasi dilapangan terbuka hams diJengkapi dengan ruangan
operator yang tertutup dengan jendela pada semua sisinya yang dapat bergerak keatas
dan kebawah.

(2) Ruangan operator dimaksud ayat (1) hams metnpunyai pintu dengan jendela yang
dapat bergerak.

Pasal53

Dilarang masuk keruangan operator keran angkat, kecuali orang yang diberi kuasa untuk
itu.

Pasa154

Setiap orang dilarang menumpang pada muatan atau sling keran angkat sewaktu beroperasi.

493
Pasal55

Semua keran angkat harus dilengkapi dengan alat otomatis yang dapat memberi tanda
peringatan yangjelas, apabila beban maksimum yang diijinkan.

Pasal56

Keran angkat magnit harns memenuhi syarat sebagai berilmt :

a. rangkaian listrik magnitnya dalam keadaan baik dan tabaoan isolasinya diperiksa
secara teratur;

b. sakelar a1at kontrol magnit dilindungi untuk: meneegah tersentuh seeara tidak sengaja
keposisi putus (off);

c. saat mengangkat tabung magnit, cakra pengantar dan bobot imbang kabel magnitnya
tidak boleh mengendor.

Pasa157

(1) Tabung magnit tidak boleh dibiarkan tergantung diudara selama tidak digunakan dan
hams diturunkan ketanah atau ketempat yang telah disediakan.

(2) Tabung magnit harus dilepas jika keran angkat akan digunakan untuk operasi lain
yang tidak menggunakan magnit.

Pasal58

Keran angkat berpindah harns direncanakan dan dipasang sedemikian rupa sehingga setiap
saat terdapat ruang bebas yang cukup diantaranya :

a. titik tertinggi dari keran tersebut dan konstIUksi atas;

b. bagian-bagian keran dan tembok, pilar atau bangunan tetap tainnya;

c. bagian ujung keran satu sarna lain dalam dua sudut sejajar.

Pasal59

Keran angkat berpindah hams direncanakan dengan angka keamanan sekurang-kurangnya :

a. 3 untuk kait yang digunakan keran yang digerakkan dengan tenaga manusia;

b. 4 untuk kait yang digunakan keran yang digerakkan dengan tenaga mesin;

494
C. 5 untuk kait yang digunakan keran, untuk melayani bahan-bahan yang berbahaya
seperti logam lurner, mudah menggigit dan sejenisnya;
d. 8 untuk roda gigi dan poros transmisi;
e. 6 untulc tali baja;
f. 4 untuk bagian kerangka keran.

Pasal60

Keran angkat yang beroperasi dilapangan terbuka hams :


a. direncanakan dengan memperhitungkan angin;
b. dilengkapi dengan kunci roda, jepitan rei, jangkar dan rem dengan pasak pengunei.

Pasal61

Perakitan kerangka keran angkat berpindah hams dikeling dan atau dilas.

Pasa162

Keran angkat berpindah hams dilengkapi peralatan untuk mencegah roda gigi atau roda
penggerak lainnya jatuh, jika putus atau terlepas.

Pasal63

Keran angkat berpindah monori! hams dilengkapi dengan sekurang-kurangnya satu


pengaman tangkap untuk menaban muatan jika poros penggantungnya rusak.

PasaI64

Keran angkat berpindah hams dilengkapi dengan :


a. jalan masuk yang aman dengan 18ngga tetap dari lantai sampai ruangan operator dan
dari ruangan operator keJembatanjalan kaki;
b. jalan penyeberangan sekurang-kurangnya 45 em lebamya disepanjang kedua sisi
jembatan;
c. jalan penyeberangan pada kedua ujung jembatan tersebut sub (b) mempunyai lebar
sekurang-kurangnya 30 em dan sekurang-kurangnya 38 em lebamya bila jalan troli
tidak dapat dilewati secara aman;
d. sepanjang sisi jalan kaki yang terbuka hams diberi pagar pengaman dan pengaman
pinggir.

495
Pasal65

Keran lokomotif hams dilengkapi dengan indikator otomatis yang dapat memberi tanda
peringatan bila muatan yang diangkat melebihi beban angkat maksimum yang diijinkan.

Pasa166

Keran lokomotifharus mempunyai ruang bebas sekurang-kurangnya 35 em antara kerangka


keran yang berputar dengan kerangka keran angkutan.

Pasa167

Pada ruang kemudi kereta angkut dan ruangan operator keran lokomotifharus dilengkapi
dengan tangga pegangan tangan.

Pasa168

Pada kedua ujung kereta angkut lokomotifharus dilengkapi dengan penyambung otomatis
yang dapat dilepas dari setiap ujung sisinya.

Pasal69

Keran lokomotiftenaga listrik hams dihubung tanahkan.

Pasa170

Pelas pasak pondasi tiang keran dinding harus ditempatkan pada pondasi yang kuat dan
pelat pasaknya tersebut harns dikaitkan pada pondasi secara kuat.

Pasa171

Keran dinding yang dilengkapi dengan dongkrak yang digerakkan dengan manusia harns
dipasang:

a. Pasak pcngunci dan ulir pengunci untuk menahan muatan yang digantungjika gagang
engkol dilepas;

b. Rein pengontrol untuk menahan turunnya muatan.

Pasa172

Roda gigi pada roda keran bersumbu putar hams dihindarkan dari benda-benda yang
dapat mengganggu putaran.

496
Pasal73

(I) Keran bersumbu putar yang menggunakan tenaga mesin harus dilengkapi dengan
rem yang dapat menghentikan gerakan putar.

(2) Dalam pamakaian bobot imbang hams diketahui secara jelas tentang berat muatan
dan posisi bobot imbang tersebut.
Pasal74

Keran bersumbu putar harus dilengkapi dengan sebuah daftar atau alat sejenisnya yang
dapat rnenunjukkan perbandingan keseimbangan antara posisi berat muatan dan posisi
bobot imbangnya.

BABIV
PITA TRANSPORT

Pasa175

Pita transport antara lain adalah : eskalator, ban beIjalan dan rantai berjalan.
Pasal76

(1) Konstroksi mekanis pita transport hams cukup kuat untuk menunjang muatan yang
telah ditetapkan baginya.

(2) Semua pita transport hams dibuat sedemikian rupa sehingga titik geser yang berbahaya
antara bagian-bagian atau benda yang berpindah atau tetap ditiadakan dan atau
dilindungi.

Pasa177

(1) Pita transport yang ditinggalkan dan sering dilalui hams dilengkapi dengan tempat
jalan kaki atau teras pada seluruh panjangnya dan lebar tidak kurang dari 45 em dan
mempunyai sandaran standar dan atau pengaman pinggir.

(2) Lantai atau teras kerja pada tempat-tempat bongkar dan muat harriS dalatll kondisi
anti slip.

(3) Lantai, teras dan tempatjalan kaki disamping pita transport hams bersih dari sampah
dan bahan-bahan lain.

497
(4) Saluran air pada lantai harns disediakan disekitar pita transport.

(5) Penyeberangan pada pita transport harus disediakan jembatan yang me'menuhi syarat.

(6) Tenaga kerja dilarang berdiri dikerangka penahan pita transport terbuka pada saat
memuat atall memindahkan barang-barang atau pada saat membersihkan rintangan-
rintangan.

Pasal78

Sabuk, rantai transmisi, poros penggerak, tabung-tabung atau eakra dan roda gigi pada
peralatan dan penggerak hams diberi pengaman sesuai dengan peraturan yang berlaku
untuk perlengkapan transmisi tenaga mekanis.

Pasal79

(1) Pita transport yang tidak tertutup yang dilalui tenaga kerja pada bagian bawahnya
harns dipasang tutup pengaman.

(2) Dilarang menaiki ban pita transport, kecllali dengan ijin tertentu.

Pasal80

( 1) a. Pita transport tertutup yang digunakan untuk membawa bahan-bahan yang


dapat terbakar atau meledak hams dilengkapi dengan lubang pelepas pengaman
yang langsung menuju keudara luar.

b. Lubang pelepas pengaman tidak diperbolehkan dihubungkan dengan eerobong,


pipa lubang angin atau saluran asap untuk tujuan lain.

(2) Bila konstruksi pembuangan tidak memungkinkan, saluran lubang pelepasan atau
pengaman pada pita transport hams dilengkapi dengan tutup pelepas.

Pasal81

(1) Pita transport yang digerakkan dengan tenaga mekanis pada tempat-tempat
membongkar dan memuat, pada akhir perjalanan dan awal pengambilan dan atau
pada berbagai tempat lain yang memadai hams diperlengkapi dengan alat untuk
menghentikan mesin ban transport dalam keadaan darurat.

(2) Pita transport yang membawa muatan melebihi sudut kemiringan harus dilengkapi
dengan alat mekanis yang dapat mencegah mesin berbalik dan membawa muatan
kembali kearah tempat memuat, jika sumber tenaga dihentikan.

498
(3) Jika dna ban transport atan lebih beroperasi bersama harns dipasang alat pengalnan
yang dapat mengatur bekerja sedemikian rupa sehingga kedua pita transport berhenti
apabila salah satu pita transport tidak dapat bekerja secara terns meneros.

Pasal82

Pita transport untuk mengangkut semen, pupuk buataD, serat kayu, pasir atau bahan
sejenisnya hams dilengkapi dengan kilang keruk atau alat lainnya yang sesuai.

Pasal83

Jika pita transport membentang sampai pada tempat yang tidak kelihatan dari pos kontrot
haros dilengkapi dengan gong, peluit atan lampu semboyan dan hams digunakan oleh
operator sebelum menjalankan mesin.

Pasal84

Pita transport harns dilengkapi dengan sistim pelumasan otomatis.

Pasal85

Dilarang untuk mencoba menyetel atau untuk memperbaiki perlengkapan pita transport
tanpa menghentikan dahulu sumber tenaganya dan mengunci tuas atau tombol dalam
keadaan berhenti.

Pasal86

Ujung pengisian pita transport yang panjangnya kurang dari 1 (satu) meter diatas lantai,
harns diberi pagar pelindung.

Pasal87

Setiap penghantar gerakan dari peralatanjejak eskalator hams dapat dilalui dengan amaDo

Pasa188

Konstruksi alur penghantar hams dibuat sedemikian rupa sehingga mencegah gerakan ..
pelnindahan gerakan jejak, atau memutuskan jejak rantai penghubung.

Pasal89

Sudut kemiringan dari setiap eskalator harns tidak melebihi 300 dan arah bidang datar.

499
Pasa190
Bidang injak eskalator terbuat dari bahan yang padat, rata dan tidak licin dan bila terbuat
dari logam yang mempunyai kisi-kisi, tebal kisi sekurang-kurangnya 3 mm.

Pasal91

Lantai pemberangkatan dan lantai pemberhentian setiap eskalator harus dari bahan yang
dapat menghasilkan sesuatu ikatan terhadap jejak kaki pemakai.

Pasal92

Satu motor listrik dilarang untuk menggerakkan 2 atau lebih eskalator berdampingan, dan
dapat dilayani secara sendiri.

Pasa193

Rantai eskalator hams mempunyai angka keamanan sekurang.. kurangnya 10 kecuali rantai
yang terbuat dari baja tuang yang dianeling dengan angka keamanan sekurang-kurangnya
20.

Pasa! 94

Setiap eskalator hams dilengkapi dengan sistem elektro mekanis yang beketja secara otomatis
yang dapat menghentikan eskalator apabila sumber tenaga putus.

Pasal95

(1) Untuk menjalankan setiap eskalator hams menggunakan sebuah kunci kontak atau
alat sakelar yang hanya dapat diJayani oleh operator.

(2) Tombol penghenti eskalator hams ditempatkan pada tempat yang dapat dicapai oleh
masyarakat umum pada lantai penghantar atas dan bawah.

(3) Tombol penghenti dimaksud ayat (2) hams mempunyai tanda yang jelas dan
bertuliskan tombol penghenti.

(4) Saat menekan tombol penghenti, mekanis penghenti gerakan hams dapat menghentikan
eskalator secara perlahan.. lahan.
Pasa196

Setiap eskalator yang digerakkan dengan listrik yang mempunyai pase banyak hams
dilengkapi dengan peralatan yang dapat mencegah motor berputar batik atau bila adanya
kegagalan pase.

500
Pasa197

(1) Ruang mesin setiap eskalator hams mempunyai ukuran tepat sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang berlaku sehingga memudahkan pemeliharaan.

(2) Ruang mesin hams mempunyai penerangan yang cukup dan dilengkapi denganjalan
masuk yang amall.

BABV
PESAWATANGKUTAN DIATAS LANDASAN
DAN DIATAS PERMUKAAN

Pasal98

Pesawat angkutan diatas landasan dan diatas permukaan antara lain adalah : truk-truk
derek, traktor, gerobak, forklift dan kereta gantung.

Pasal99

Semua peralatan pelayanan pesawat angkutan diatas landasan dan diatas pennllkaan harus
dibuat sedemikian rupa sehingga mempunyai keseragaman dalam fungsi, gerak dan
wamanya..

Pasal100

Peralatan pelayanan dimaksud pasa) 99 harns cukup baik, tidak berbahaya bagi operator
dalam lingkup geraknya.

Pasal 101

Semua perlengkapan pesawat angkutan diatas Iandasan dan diatas permukaan sebelum
digunakan hams diperiksa terlebih dahulu oleh operator.

PasaII02

Pesawat angkutan diatas landasan dengan motor bakar dilarang dijalankan didaerah yang
terdapat bahaya kebakaran dan atau peledakan dan atau ruangan tertutup.

Pasal 103

Pesawat angkutan diatas landasan sebelum memuat dan membongkar muatan rem harns
digunakan j ika diatas tanjakan roda hams diganjaL

501
Pasall04

Pesawat angkutan diatas landasan dengan motor bakar harus dijalankan dengan aman
sesuai dengan kecepatan yang telah ditentukan.

Pasal105

Lantai kerja yang dilalui pesawat angkutan landasan hams :

a. dikonstruksi eukup kuat dan rata dengan memperhatikan keeepatan, jenis roda dan
ban yang digunakan;

b. tidak mempunyai belokan dengan sudut yang tajam, tanjakan yang terjal,jalan yang
bebas dan pelataran yang rendah;

e. mempunyai tanda-tanda pada kedua sisi disepanjang jalan.

Pasal106

Lebar kiri kanan sisijalan bebas yang dilalui truck sekurang.. kurangnya :

a. 60 em dan lebar kendaraan atau muatan yang paling lebar jika digunakan lalu lintas
satu arab;

b. 90 em dari kedua lebar kendaraan atau muatan yang paling lebar jika digunakan lalu
lintas dua arab.

Pasal107

Truck, truck derek, tractor dan sejenisnya harns dilengkapi dengan lampu-lampu
penerangan dan peringatan yang efektif.

Pasal108

Untuk pelayanan pengangkutan muatan menggunakan gerobak hams sesuai denganjenis


pekerjaan yang dilakukan.

Pasal109

Gerobak dorong yang beroda satu atau dua harus dilengkapi dengan pelindung tangan
pada gagangnya dan dilengkapi dengan ban rem.

PasalllO

Gerobak dorong yang beroda tiga atau empat hams dilengkapi dengan alat pengunci yang
digunakan saat gerobak itu berhenti.

502
Pasallil

Jika memuati gerobak dorong beroda tiga, muatan yang berat hanls ditempatkan dibagian
belakang bawab dan muatan hams seimbang.

Pasal112

Froklift harns dilengkapi dengan atap pelindung operator dan bagian yang bergerak atau
berputar diberi tutup pengaman.

Pasall13

Dalam keadaan jalan garpu harns berjarak setinggi-tingginya 15 em dari permukaan jalan.

Pasal114

Bila mengendarai forklift dibelakang kendaraan lain hams berjarak sekurang-kurangnya


10 meter dan belakang kendaraan depannya.

Pasal115

Dilarang menggunakan forklift untuk tujuan lain selain untuk mengangkat, mengangkut
dan menumpuk barang.

BABVI
ALATANGKUTAN JALAN RIL

Pasall16

Alat angkutan jalan ril antara lain adalah : lokomotif, gerbong dan lori.

Pasalll?

Bahan, konstruksi dan perlengkapan jalan ril hams cukup kuat, tidak cacat dan memenuhi
syarat

Pasall18

Batang tarik wesel, kawat-kawat sinyal atau bagian-bagian lain dan peralatan jalan ril
yang berbahaya hams dilindungi, dan atau dilengkapi dengan peralatan pengaman.

503
Pasal119

Jalan ril hams diadakan pemeriksaan dalam waktu-waktu tertentu.

Pasal 120

( 1) Ril pengaman hams dipasang tidak lebih dari 25 em dibagian dalam ril dengan lebar
dimana tilrungan melebihi :
a. 250 pada jalan ril dengan lebar 1.435 meter atau lebih;
b. 400 pada jalan ril dengan lebar kurang dari 1.435 meter;
c. 200 pada semua jalan ril dengan sudut lereng 2 persen atau lebih.

(2) Jalan ril diatas jembatan atau kuda-kuda yang panjangnya 30 meter atau lebih hams
dilengkapi dengan ril pengaman.

Pasal 121

Kuda-kudajalan ril pada kedua sisinya hams dilengkapi dengan peralatanjalan kaki pada
bagian luamya dan mempunyai mang bebas sekurang-kurangnya 1 (satu) meter antara
pagar dan muatan dengan ukuran yang paling besar.

Pasal122

Lubang-lubang pembongkaran Inuatan diba\vah jalan ril harns diberi tutup terali yang
melnenuhi syarat.

Pasal123

( 1) Selnboyan wesel hams dikonstruksi dan dipasang sedemikian rupa sehingga tuas
tidak akan bergeser pada arah memanjang ril;

(2) Sudut pada lidah wesel hams dibulatkan.

Pasal 124

Putaran padajalan ril harns dilengkapi dengan alat pengunci yang lnencegah putaran tersebut
berbalik pada waktu putaran dijalankan.

Pasal125

(1) Ruang bebas horizontal sisi-sisi lokomotip gerbong pada muatannya terhadap
bangunan tidak boleh kurang dari 75 em.

504
(2) Ketentuan pada ayat (I) tidak berlaku bagi ruang bebas horizontal padajalan ril yang
menurun.

(3) Ruang bebas antara lokomotip gerbong dan muatannya pada saat bersitnpangan dan
Hntas berdampingan atau melintas bersama satu arah tidak boleh kurang dari 75 em.

(4. Jika tenaga diperlukan untuk naik diatas atap gerbong atau Inuatannya maka ruang
bebas vertikal sekurang-kurangnya 2,15 meter sampai kebangunan atau rintangan-
rintangan lainnya, 3 meter sampai kekawat dan 4,3 meter sampai kekawat penghantar
listrik.

(5) Apabila ruang bebas yang dimaksud ayat (4) tidak dapat dipenuhi, tanda ukuran
hams dipasang pada jarak yang diperlukan pada tiap sisi bangunan.

(6) Jika halaman pabrik dikelilingi pagar, pintu masuk dan keluar untuk alat angkut jalan
ril harns cukup lebar.
(7) Apabila rnang bebas tidak ada hams dipasang tanda-tanda yang bertuliskan tidak ada
ruang bebas, secara jelas dan mudah dibaca.
Pasal126

Jika alat angkutan jalan ril berada didekat bangunan, sehingga tenaga kerja tidak dapat
berdiri atau lewat dengan aman antara bangunan dan pesawat yang berjalan maka :

a. hams dipasang alat penghalang disamping bangunan;

b. dilarang adanya pintu pada bangunan yang menuju keluar jalan riL
PasaI 127
(1) Semua jalan persilangan jalan ril dengan jaIan-jaian yang rarnai hams dihilangkan
dengan menggunakan jembatan udara atau ~erowongan untuk lalu lintas kendaraan
atau pejalan kaki.
(2) Jika pemasanganjembatan atau terowongan pada persilanganjalan denganjalan ril
tidak dapat dilaksanakan :
a. hams dipasang tanda-tanda yang bertuliskan BAHAYA atau PERSILANGAN;

b. jalan persilangan harns dibuat rata dengan sebelah atas ril;

c. pada persilangan-persilangan yang rarnai hams ditambah oleh penjaga ril kereta
atau isyarat lampu suara.

505
Pasal128

Balok bentur harns dipasangpada ujungjalan ril, dengan ruangan yang cukup untuk Jewat
dibelakang bumper secara aman.

Pasal129

( 1) Tanda pemberi peringatan dan alat pengaman atau penghalang pada ril hams jelas.

(2) Apabila a1at angkutanjalan Til dijalankan pada waktu malam han semua tanda pemberi
peringatan, alat penghalang dan semboyan wesel dan perlengkapan lainnya hams
diberi cahaya.

Pasal130

Pintu putar, pintu dorong dan pintu palang hams dijamin bekerjanya dalam membuka dan
menutup.

Pasal 131

(1) Jika arus lokomotip listrik alat angkutan jalan ril harns dipindahkan melalui kawat,
troH harns ditunjang dan diatur sedemikian rupa sehingga putusnya salah satu
penghantar kontak tidak akan menimbulkan penghantar tegangan pada trolL

(2) Kawat penghantar dimaksud ayat (1) hams berjarak vertikal 3 meter dari tanah atau
tempat umum yang dapat dipakai.

Pasal132

(1) Jika arus listrik pada lokomotip listrik dipindahkan melalui ril yang ketiga yang tidak
terletak pada ja1an yang tertutup., maka jalan ril bertegangan hams ditutup dengan
alat pengaman yang cukup dengan bahan isolasi dan banya sisi kontaknya terbuka.

(2) Pada kontak terbukanya harus dipasang tanda peringatan yang bertuliskan
"(BAHAYA)" denganjelas dan terang.

Pasal 133

Gerbong yang berada pada jalan ril simpang hams diganjal.

506
BAR VII
PENGESAHAN

Pasal134

(I) Setiap perencanaan pesawat angkat dan angkut hams mendapat pengesahan dari
Direktur atau Pejabat yang ditunjuknya, kecuali ditentukan lain.

(2) Permohonan pengesahan dimaksud pada ayat ( 1) hams diajukan secara tertulis kepada
Direktur atau Pejabat yang ditunjuknya dengan melalnpirkan :

a. gambar rencana dan instalasi listrik serta sistim pengamannya dengan skala
sedemikian rupa sehingga cukup jelas dan terang;

b. keterangan bahan yang akan digunakan.

Pasal135

(1) Setiap pembuatan, peredaran, pemasangan, pemakaian, perubahan, dan atau perbaikan
tehnis pesawat angkat dan angkut hams mendapat pengesahan dari Direktur atau
Pejabat yang ditunjuknya.

(2) Pemohon dimaksud ayat (I) harus mengajukan pennohonan secara tertulis kepada
Direktur atau Pejabat yang ditunjukn~a dengan melampirkan :

a. Gambar konstruksi dan instalasi listrik serta sistim pengamannya dengan skala
sedemikian rupa sehingga cukup jelas dan terang;

b. Sertifikat bahan dan sambungan-sambungan konstruksinya;

c. Perhitungan kekuatan konstroksi dari bagian-bagian yang penting.

Pasa1136

Direktur atau Pejabat yang ditunjuknya betWenang mengadakan perubahan tehnis atas
permohonan yang diajukan tersebut dalam Pasal134 dan Pasa1135.

Pasal!3?

Pembuatan dan pemasangan pesawat angkat dan angkut hams dilaksanakan oleh pembuat
dan pemasang yang telah mendapat pengesahan oleh Direktur atau Pejabat yang ditunjuknya.

507
BAB VIII
PEMERIKSAANDAN PENGUJIAN

Pasal138
( 1) Setiap pesawat angkat dan angkut sebelurn dipakai harns diperiksa dan diuji terlebih
dahulu, dengan standard uji yang telah ditentukan.
(2) Untuk pengujian beban lebih, hams dilaksanakan sebesar 125 % darijumlah beban
maksimum yang ditujikan.

(3) Besamya tahanan isolasi dan instalasi listrik Pesawat Angkat dan Angkut hams
sekurang-kurangnya memenuhi yang ditentukan dalam PUlL (Peraturan Umum
Instalasi Listrik).
(4) Pemeriksaan dan pengujian ulang pesawat angkat dan angkut dilaksanakan selambat-
lambatnya 2 (dua) tahun setelah pengujian pertama dan pemeriksaan pengujian ulang
selanjutnya dilaksanakan 1 (satu) tabun sekali.
(5) Pemeriksaan dan pengujian dimaksud dalam pasal ini dilakukan oleh Pegawai
Pengawas dan atauAhli Keselamatan Kerja kecuali ditentukan lain.
Pasal139
Biaya pemeriksaan dan pengujian Pesawat Angkat dan Angkut dibebankan kepada
Pengusaha.

BABIX
KETENTUANPERALIHAN
Pasal140
Pesawat angkat dan angkut yang sudah dipakai sebelum peraturan ini ditetapkan pengurus
atau pengusaha yang memiliki pesawat angkat dan angkut diwajibkan memenuhi ketentuan-
ketentuan peraturan Menten ini dalam waktu 1 (satu) taboo sejak berlakunya peraturan
ini.

BABX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal141

Terhadap pengertian istilah "cukup", "sesuai'\ "baik", "aman", "tertentu", "'sekurang-


kurangnya", "sejauh", "sedemikian rupa", yang terdapat dalam Peraturan Menteri ini
ditentukan oleh Direktur atau Pejabat yang ditunjuknya.

508
Pasal142

Pengurus hams bertanggung jawab terhadap ditaatinya Peraturan Menteri ini.


BABXI
KETENTUAN PIDANA

Pasal143

(I) Pengurus yang melanggar ketentuan tersebut pasal 142 diancam dengan hukuman
kurungan selama-Iamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.l 00.000,-
(seratus ribu rupiah) sesuai dengan Pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-undang No. 1
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1 ) adalah pelanggaran.


BAB XII
KETENfUANPENUfUP

Pasal144

Pegawai Pengawas dan Ahli Keselamatan Kerja melakukan pengawasan terhadap ditaatinya
Peraturan Menteri ini.
Pasal145

Hal-hal yang memerlukan pedoman pelaksanaan dan Peraturan Menten ini ditetapkan lebih
lanjut oleh Direktur.
Pasal146

Peraturan Menteri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

DITETAPKANDI JAKARTA
PADATANGGAL 2 Agustus 1985

MENTERITENAGA KERJA

ttd.

SUDOMO

509
510
PERATURAN MENTERITENAGAKERJA REPUBLIKINDONESIA
NOMOR : P'ER-03IMENI1986

lENTANG

SYARAT-SYARATKESELAMATAN DAN KESEHATAN


DI TEMPATKERJAYANG MENGELOLAPESTISIDA

MENfERITENAGAKERJA
Menimbang a. bahwa penggunaan pestisida yang demikian luas sebagai akibat
dari perkembangan pembangunan dan teknologi dapat
menimbulkan efek sampingan yang rnembahayakan manusia,
khususnya tenaga kerja;

b. bahwa untuk Inelindungi tenaga kerja terhadap bahaya pestisida,


maka dipandang periu untuk mengeluarkan peraturan mengenai
syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja dalam mengolah
pestisida.
c. bahwa untuk itu perIu ditetapkan dengan Peraturan Menten.

Mengingat I. Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

2. Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1973 tentang Pengawasan Atas


Peredaran, Penyimpangan dan Penggunaan Pestisida.
3. Keputusan Presiden R.I. No. 45/M/Tahun 1983 tentang
Pembentukan Kabinet Pembangunan IV.

4. Keputusan Presiden No. 15 Tahun 1984 tentang Struktur


Organisasi Departemen.
5. Peraturan Menten Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 2/MEN/
1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam
Penyelenggaraan Kesehatan Kerja.

MEMUIUSKAN

Menetapkan PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG SYARAT -


SYARAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJADI TEMPAT
KERJA YANG MENGELOLAPESTISIDA.

511
Pasall

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

a. Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang
digunakan untuk :
1. memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak
tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.
2. memberantas rerumputan.
3. mematikan dan atau mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan.
4. mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atan bagian-bagian tanaman
tidak tennasuk pupuk.
5. nlemberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan
temak.
6. tnemberantas atau mencegah hama-hama air.
7. memberantas atau nlencegah binatang-binatang dan jasad renik dalam rumah
tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan.
8. memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang yang periu dilindungi dengan penggunaan
pada tanaman, tanah atau air.

b. Mengelola pestisida adalah kegiatan membuat, mengangkut, menyimpan, mengolah,


menggunakan, memusnahkan pestisida dan atau bahan aktif pestisida.

c. Tempat keIja adalah tempat sebagaimana dimaksud dalam pasall ayat (1) dari Undang-
Undang No. 1 tahun 1970.

d. Keadaan darurat adalah suatu keadaan dimana diperlukan tindakan segera karena
hal-hal tertentu seperti kebocoran gas, tumpahan kebakaran dan peJedak.

e. Pengurus adalah sebagaimana dimaksud pasal 1 ayat (2) dari Undang-undang No.1
tahun 1970.

f. Pega\vai Pengawas adalah pegawai sebagaimana dimaksud pasal 1 ayat (5) dari
Undang-undang No. 1 tahun 1970.

g. Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab dalam bidangketenagakerjaan.

512
Pasal2

(1) Tenaga kerja adalah yang dipekerjakan mengelola pestisida harns memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut :
a. telah berumur 18 (delapan betas) tahun ke atas.
b. telah menjalani pemeriksaan kesehatan dokter pemeriksa sesuai No. 02/Men/
1980.
c. telah mendapat penjelasan serta pengetahuan tentang bahaya-bahaya
pencegahannya dan cara pemberian pertolongan pertama adalah terjadi
keracunan.

(2) Tenaga kerja yang dipekerjakan mengelola pestisida hams memenuhi ketentuan-
ketentuan sebagai berikut :
a. tidak boleh mengalami pemaparan lebih dari 5 jam sehari, dan 30 jam seminggu.
b. memakai alat-alat pelindung diri yang berpakaian kerja, sepatu lars tinggi, sarong
tangan, kacamata pelindung atau pelindung muka dan pelindung pernafasan.
c. menjaga kebersihan badan, pakaian kerja, alat pelindung diri, alat perlengkapan
kerja, tempat kerja serta menghindarkan tumpahan, percikan pestisida.
d. dalam penyemprotan tidak boleh menggunakan pestisida dalam bentuk debu.

(3) Pengelolaan pestisida dilarang dilakukan oleh :


a. tenaga kerja dalam keadaan mabuk atau yang mempunyai kekurangan-
kekurangan lain baik fisik maupun mungkin dapat membahayakan.
b. tenaga kerja yang Inka atau mempunyai penyakit kulit pada anggota badan
yang kemungkinan dapat terkena oleh pestisida kecuali hila dapat dilakukan
tindakan perlindungan.
c. wanita hamil atau menyusui.

Pasal3

(1) Pada tempat kerja harns dipasang tanda-tanda peringatan tentang bahaya-bahaya
yang dapatditimbulkan dengan cara yang sederhana dan mudah dimengerti serta
jelas dan mudah dibaca.

(2) Pada tempat kerja tertentu harus dipasang gambar alat pelindung diri yang wajib
dipakai.

513
Pasal4

Tempat kerja hams dijaga bersih agar selalu dalam keadaan bersih, bebas dari ceceran
bahan pestisida ataupun bahan kimia lain yang berbahaya sehingga tenaga kerja terhindar
dari kontak bahan-bahan tersebut baik melalui kulit, pemafasan maupun kulit.

Pasal5

( 1) Kadar pestisida di tenlpat kerja tidak boleh melebihi nilai ambang batas yang telah
ditentukan.

(2) Pada tempat-tempat mengelola pestisida hams dipasang alat pengendalian bahaya
yang diperlukan alat deteksi dan alann, ventilasi, instalasi pemadam kebakaran.

(3) Proses produksi hams dilakukan secara tertutup yang menjamin tidak akan terjadi
kebocoran bahan pestisida, ataupun hasil-hasil sampingan.

(4) Setiap bahan hams diberi kode secara jelas sehingga mudah dibedakan dengan bahan-
bahan yang lain.

Pasal6

Telnpat kerja dimana dikelola pestisida harns menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan
kerja.

Pasal7

( 1) Tenaga kerja di mana terdapat pestisida ham mendapatkan pemeriksaan kesehatan


berkala 1 (sam) kali dalam setahun dan Pemeriksaan Khusus sekurang-kurangnya 1
(satu) kali dalam 6 (enam) bulan.

(2) Pemeriksaan Khusus seperti tersebut ayat ( 1) dilakukan sesuai dengan jenis pestisida
yang digunakan.

Pasal8

Gudang atau tempat penyinlpanan pestisida harns Inelnenuhi syarat sebagai berikut :
a. Lokasi gudang harns terpisah dari aktifitas umum dan tidak terkena banjir dan lantai
gudang hams miring.
b. Dinding dan lantai gudang kuat dan tnudah dibersihkan.

514
c. Pinm ditutup rapat dan diberi tanda peringatan atau dengan tulisan atau gambar.
d. Selaln dikunci apabila tidak ada kegiatan.
e. Tidak boleh disimpan bersama-sama bahan-hahan lain.
f. mempunyai ventilasi, penerangan yang cukup dan suhu memenuhi ketentuan yang
berlaku.
g. Dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran sesuai kebutuhan yang berlaku.
h. Cara penyimpanan pestisida hams memenuhi persyaratan yang berlaku terhadap
kemungkinan bahaya peledakan.

Pasal9

Pengangkutan pestisida melalui darat, sungai, laut dan udara dilakukan, dan pada waktu
mengangkut harns dicegah agar tidak terjadi ~tumpahan atau percikan dan diawasi seorang
petugas sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Pasalto

(I) Wadah pestisida hams kuat tidak mudah pecah, bocor, robek atau bereaksi dengan
isinya dan seialu dalam keadaan tertutup rapat

(2) Wadah pestisida diberi label yang mencantumkan keterangan-keterangan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Penmdang-undangan yang berlaku.

(3) Wadah pestisida yang sudah kosong hams segera dimusnahkan atau dibersihkan
dengan cara amao sesuai bentuk dan sifat pestisida.

Pasalll

(1) Semua peralatan yang digunakan untuk mengelola pestisida harns memenuhi
persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja.

(2) Semua peralatan yang dimaksud ayat (1) yang akan diperbaiki hams dibersihkan
pada tempat khusus sehingga peralatan tersebut bebas dati pestisida.

(3) Tenaga kerja yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud ayat-ayat (2) hams
menggunakan alat pelindung diri.

515
Pasal12

( 1) Alat yang dipergunakan untuk mempersiapkan, memakai dan mencampur pestisida


tidak boleh dipakai untuk keperluan lain dan diberi tanda yang jelas untuk
membedakannya.

(2) Persiapan dan pencampuran pestisida dilakukan sedemikian mpa sehingga kontaminasi
terhadap tenaga kerja dapat dihindarkan.

(3) Selama persiapan dan pencampuran pestisida tidak boleh ditinggalkan dan selalu ada
petugas yang mengawasi.

(4) Jika pestisida digunakan di ruang tettutup, maka setelah selesai penyemprotan hams
diberi tanda "dilarang masuk tanpa alat pelindung diri" untukjangka waktu tertentu.

Pasal13

Air limbah yang akan dibuang dari tempat kerja hams:


a. Memenuhi ketentuan yang berlaku.
b. Diawasi terns menerus sehingga dapat dijamin bahwa setiap saat diketahui mutu air
yang akan dibuang.

Pasal14

( 1) Pemusnahan pestisida dan atau wadah pestisida hams dilakukan dengan cara yang
tidak Inembahayakan tenaga kerja dan lingkungan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

(2) Pengums hams menyampaikan berita acara pemusnahan pestisida kepada Menteri.

Pasal15

Bagi tenaga kerja yang mengelola pestisida, pengurus hams:


a. Menyediakan fasilitas untuk merawat dan mencuci pakaian kerja dan alat-alat
pelindung diri serta b~.natu.
b. Mengadakan tempat penyimpanan pakaian kerja dan alat-alat pelindung diri yang
khusus terpisah dan tempat penyimpanan pakaian sehari-hari.
c. Menyediakan air, sabun, handuk dan tempat mandi.
d. Menyediakan fasilitas untuk makan dan minum yang letaknya aman.

516
e. Membuat laporan dan menyampaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sesudah
pemeriksaan kesehatan kepada Menten melalui Kantor WiJayah/Kandep setempat.
f. Membuat prosedur dan unit penanggulangan keadaan darurat.

Pasal16

Pegawai Pengawas melakukan pengawasan terhadap ditaatinya pelaksanaan peraturan ini.

Pasal17

(1) Pelanggaran terhadap pasal 2 sampai dengan pasal 15 dari Peraturan ini diancam
dengan hukuman sebagaimana dimaksud pasal 15 ayat (2) Undang.. undang No. 1
Tahun 1970.

(2) Tindak pidana tersebut pada ayat (1) adalah pelanggaran.

Pasal18

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

DITETAPKAN DI JAKARTA
PADATANGGAL 15 April 1986

MENTER! TENAGA KERJA

ttd.

SUDOMO

517
518
MENTERI TENAGA KERJA
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERITENAGAKERJA
NOMOR : PER-04/MEN/1987
TENTANG
PANlTIAPEMBINAKESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJASERTA
TATA CARAPENUNJUKAN AHLI KESELAMATAN KERJA

MENTERI TENAGAKERJA

Menimbang:
a. bahwa untuk mencegah terjadinya gangguan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja
dalaln rangka peningkatan efisiensi dan produktivitas kerja, perlu penerapan
keselamatan kerja, higene perusahaan dan kesehatan kerja di perusahaan-perusahaan;
b. bahwa bertalian dengan hal tersebut di atas, perusahaan perIn memiliki Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk membantu pimpinan perusahaan dalatn
penerapan keselamatan kerja, higene perusahaan dan kesehatan kerja;
c. bahwa untuk maksud itu perin ditetapkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Mengingat:
1. Undang-undang No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai
Tenaga Kerja;
2. Undang-undang No.1 Tabun 1970 tentang Keselamatan Kerja;

3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No. PER-03/MEN/1978


tentang Persyaratan Penunjukan dan Wewenang serta Kewajiban Pegawai Pengawas
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja.
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-03/MEN/1984 tentang Pengawas
Ketenagakerjaan Terpadu.

519
MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG PANITIA PEMBINA
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJASERTA TATA CARAPENUNJUKANAHLI
KESELAMATAN KERJA
Pasall
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
a. Tempat kerja ialah setiap ruangan atau lapangan, terbuka atau tertutup bergerak atau
tetap dimana tenaga keIja bekerja atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan
suatu usaha dan terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya;
b. Pengurus ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu tempat kerja
atau bagiannya yang berdiri sendiri;
c. Ahli Keselamatan Kerja ialah tenaga tehnis berkeahlian khusus dari luar Departemen
Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri lenaga Kerja dan berfungsi membantu
pimpinan perusahaan atau pengurus untuk menyelenggarakan dan meningkatkan
usaha keselamatan kerja, higene perusahaan dan kesehatan kerja, membantu
pengawasan ditaatinya ketentuan-ketentuan peraturan perundangan bidang
keselamatan dan kesehatan kerja;
d. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut P2K3
ialah badan pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara
pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling pengertian dan
partisipasi efektif dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.
Pasal Z
(1) Setiap tempat kerja dengan kriteria tertentu pengusaha atau pengurus wajib membentuk
P2K3.
(2) Tempat kerja dimaksud ayat (1) ialah :
a. Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus mempekerjakan 100 orang atau
lebih;
b. Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus mempekerjakan kurang dari
100 orang, akan tetapi menggunakan bahan, proses dan instalasi yang
mempunyai risiko yang besar akan terjadinya peledakan, kebakaran, keracunan
dan penyinaran radio aktif.

520
Pasal3
(1) Keanggotaan P2K3 terdiri dari unsur pengusaha dan pekerja yang susunannya terdiri
dari Ketua, Sekretaris dan Anggota.
(2) Sekretaris P2K3 ialah Ahli Keselamatan Kerja dari perusahaan yang bersangkutan.
(3) P2K3 ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuknya atas usul dari pengusaha
atau pengurus yang bersangkutan.
Pasal4
( I) P2K3 Inempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan baik diminta maupun
tidak kepada pengusaha atau pengurus mengenai masalah keselamatan dan kesehatan
kerja.
(2) Untuk melaksanakan tugas tersebut ayat (l),P2K3 mempunyai fungsi :

a. Menghimpun dan mengolah data tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di


tempat kerja;
b. Melnhantu menunjukkan dan Inenjelaskan kepada setiap tenaga kerja :
1) Berbagai faktor bahaya di tempat kerja yang dapat menimbulkan gangguan
keselamatan dan kesehatan kerja, terlnasuk bahaya kebakaran dan
peledakan serta cara penanggulangannya;
2) Faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja;
3) Alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
4) Cars dan sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan pekerjaannya.

c. membantu pengusaha atau pengurus dalam :


1) Mengevaluasi cara kerja, proses dan lingkungan kerja;
2) Menentukan tindakan koreksi dengan altematifterbaik;
3) Mengembangkan sistem pengendalian bahaya terhadap keselatnatan dan
kesehatan kerja;
4) Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan, penyakit akibat kerja serta
mengambillangkah-langkah yang diperlukan;
5) Mengembangkan penyuluhan dan penelitian di bidang keselamatan kerja,
higene penlsahaan, kesehatan kerja dan ergonomi;

521
6) Melaksanakanpemantauan terhadap gizi kerja dan menyelenggarakan
makanan di perusahaan;
7) Memeriksa kelengkapan peralatan keselamatan kerja;
8) Mengembangkan pelayanan kesehatan tenaga kerja;
9) Mengembangkan laboratorium kesehatan dan keselamatan kerja,
melakukan pemeriksaan laboratoriwn dan melaksanakan interprestasi basil
pemeriksaan;
10) Menyelenggarakan administrasi keselamatan kerja, higene perusahaan dan
kesehatan kerja.
d. Membantu pimpinan perusahaan menyusun kebijaksanaan manajemen dan
pedoman kerja dalam rangka upaya rneningkatkan keselamatan kerja, higene
perusahaan, kesehatan kerja, ergonomi dan gizi tenaga kerja..
PasalS
( 1) Setiap pengusaha atau pengurus yang akan mengangkat Abli Keselamatan Kerja hams
mengajukan pennohonan secara tertulis kepada Menteri.
(2) Pennohonan penunjukan Abli Keselamatan Kerja sebagaimana dimaksud ayat (1)
hams bermeterai cukup dan dilampirkan :
a. Daftar riwayat hidup calon Abli Keselamatan Kerja;
b. Surat Keterangan pengalaman kerja;
c. Surat keterangan berbadan sehat dari dokter;
d. Surat pemyataan bekerja penuh di perusahaan yang berangkutam;
e. Poto copy Ijazah atau STTB terakhir;
f. Sertifikat pendidikan khusus yang diselenggarakan oleh Departemen Tenaga
Keja atau Badan atau Lembaga Pendidikan yang diakui Departeman Tenaga
Ketja.
Pasal6
Permohonan yang dimaksud pasal 5 disampaikan kepada Menteri dengan tembusan
disampaikan kepada :
a. Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat;
b. Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja dimana perusahaan yang bersangkutan
melakukan kegiatan usahanya;

Pasal'
Untuk menunjuk Ahli Keselamatan Kerja, Menteri membentuk Tim Penilai yang seeara
fungsional diketuai oleh Direktur Jenderal Bina Hubungan Ketenagakerjaan dan Pengawasan

522
Norma Kerja dan anggotanya terdiri dan pejabat Departemen Tenaga Kerja dan Instansi
atau Badan atau Lembaga di Luar Departemen Tenaga Ketja yang dipandang perlu.
Pasal8
Tim Penilai sebagaimana dimaksud pasal 7 mempunyai fungsi :
a. Memeriksa kelengkapan persyaratan calon Ahli Keselamatan Kerja yang diajukan
pengusaha atau penguros;
b. Melakukan pengujian kemampuan tehnis di bidang keselatnatan kerja, higene
perusahaan kesehatan kerja dan ergonomi;
c. Menyampaikan kepada Menteri :
1) Untuk dikeluarkan keputusan penunjukan sebagai Ahli Keselamatan Kerja apabila
calon Ahli Keselamatan Kerja yang bersangkutan dinilai telah memenuhi
persyaratan oleh Tim PeniJai;
2) Untuk dikeluarkan keputusan penolakan pennohonan pengusaha atau pengurus,
apabila caton Ahli Keselamatan Kerja yang bersangkutan dinilai tidak memenuhi
persyaratan oIeh Tim Penilai.
Pasa19
Bagi pengusaha atau pengurus yang ditolak pennohonannya sebagaimana dimaksud pasal
8 huruf c butir 2 dapat mengajukan kembali pennohonan penunjukan Ahli Keselamatan
Kerja sesuai prosedur sebagaimana dimaksud pasal5.
PasallO
Keputusan penunjukan Ahli Keselamatan Kerja dapat dicabut apabila :
a. Tidak memenuhi peraturan perundang-undangan keselamatan kerja;
b. Pindall ke perusahaan lain;
c. Melakukan kesalahan atau kecerobohan sehingga menimbulkan kecelakaan;
d. Mengundurkan diri;
e. Meninggal dunia
Passl!!
(1) Keputusan PenunjukanAhli Keselamatan Kerja sebagaimana dimaksud pasal8 huruf
c butir 1 berlaku untuk jangka waktu 3 tahun.
(2) Setelah tenggang waktu sebagaimana dimaksud ayat (1) berakhir, dapat dimintakan
perpanjangan kepada Menten.

523
(3) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud ayat (2) diajukan menurut prosedur
pasal 6 dengan melampirkan :
a. Foto copy keputusan penunjukan Ahli Keselamatan Kerja yang bersangkutan;
b. Surat Pemyataan pengurus yang menyatakan bahwa Abli Keselamatan Kerja
yang bersangkutan mempunyai prestasi baik.

Pasal12
Sekurang-kurangnya 3 bulan sekali pengurus wajib menyampaikan laporan tentang kegiatan
P2K3 kepada Menteri melalui Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat.

Pasal13
(1) Abli Keselamatan Kerja yang telah ditunjuk sebelum Peraturan Menten ini berlaku,
tetap berlaku sampai paling lama 1 (satu) taboo sejak Peraturan Menteri ini dinyatakan
berlaku.
(2) Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja dimaksud ayat (1) dapat diperpanjang dengan
melalui prosedur bagaimana dimaksud pasal 11 ayat (2) dan (3)

Pasal14
Pengusaha atau pengurus yang tidak memenuhi ketentuan pasal2 diancam dengan hukuman
kurungan selama-Iamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus
ribu rupiah) sesuai ketentuan pasal 13 ayat (2) dan (3) Undang-undang No.1 Tabun 1970
tentang Keselamatan Kerja.

Pasal15
Pegawai Pengawas Keselamatan Kerja dimaksud Undang-undang No. 1 Tahun 1970,
melakukan pengawasan terhadap ditaatinya pelaksanaan Peraturan Menten ini.

Pasal16
Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

.DITETAPKAN DI JAKARTA
PADATANGGAL 23JULI1987

MENTERITENAGAKERJA

ttd.

SUDOMO

524
MENTERlTENAGAKERJA
REPUBLIK ThTDONESIA
PERATURAN MENTERI TENAGAKERJA
NOMOR: PER. OlIMEN/1988
TENTANG
KWALIFIKASI DAN SYARAT-SYARAT OPoERATOR PESAWAT DAP

MENTERITENAGA KERJA
Menimbang a. bahwa dengan semakin meningkatnya penggunaan pesawat uap
dibidang industri dan jasa dimana pesawat uap dapat
mengakibatkan kerugian baik terhadap harta maupun jiwa
manusia, sehingga perlu diusahakan pencegahannya;
b. bahwa kecelakaan atau peledakan pesawat uap dapat disebabkan
karena operator pesawat uap kurang memahami pelayanan
pesawat uap, alat pengaman dan perlengkapan yang kurang baik;
c. bahwa oleh karena operator pesawat uap memegang peranan
penting dalam pengoperasian pesawat uap untuk mencegah
teljadinya kecelakaan dan peledakan, sehingga perlu diatur tentang
kwaliftkasi dan syarat-syarat operator pesawat uap;
d. bahwa untuk itu perlu dikeluarkan Peraturan Menteri tentang
Kwalifikasi dan syarat-syarat operator pesa\vat uap.

Mengingat 1. Undang-undang No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan


Pokok Mengenai Tenaga Kerja.
2. Undang-undang No. I Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(L.N.-1970 No.1)
3. Undang-undang Uap Tahun 1930 (Stoom Ordonantie 1930/Stb
No. 225 Tahun 1930).
4.Peraturan Uap 1930 (Stoom Verordening 1930/Stb. 339 Tahun
1930).
5. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kepts. 199/1983 tentang
Struktur Organisasi Departemen Tenaga Kerja.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Klasifikasi dan Syarat-syarat


Operator Pesawat Uap.

525
BABI
KETEN1UANUMUM

Pasal1
Dalam peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
a. Menteri ialah Menten yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan.

b. Pegawai Pengawas adalah pegawai pengawas sebagaimana dimaksud pads pasal 1


ayat (5) Undang-undang No.1 Taboo 1970.

c. Pemakai adalah pemakai sebagaimana dimaksud pada pasal 3 Stoom Ordonantie


1930.

d. Pesawat Uap adalah pesawat uap sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 Stoom
Ordonantie 1930.

e. Operator adalah tenaga kerja berkeahlian khusus untuk melayani pemakaian pesawat
uap.

BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal2

Peraturan menteri ini meliputi kwaliftkasi wewenang, syarat-syarat dan kewajiban melapor.

BAB III
KWALIFIKASI
Pasal3
Kwalifikasi operatorterdiri dari 2 kelas yaitu :

1. Operator kelas I
2. Operator kelas II

( 1) Operator kelas I

a. Sekurang-kurangnya berpendidikan SLTAjurusan mekanik, listrik, atau


IPA.
b. Telah berpengalaman dibidang pelayanan pesawat uap sekurang-kmangnya
2 tabun.

526
c.. Berkelakuan baik dari kepolisian..
d. Berbadan sehat dan dokter.
e. Vmur sekurang-kurangnya 23 tabun.
f. Hams lulus paket Al + A2
g. Lulus ujian yang diselenggarakan oleh Departemen Tenaga Ketja eq. Ditjen
Binawas.
(2) Operator kelas II
a. Sekurang-kurangnya berpendidikan SLTP, dan diutamakan teknik mekanik,
atau listrik.
b. Pemah sebagai pembantu operator selama 1 tahun.
e. Berkelakuan baik dari kepolisian..
d. Umur sekurang-kurangnya 20 tahoo.
e. Berbadan sehat dari dokter.
f. Mengikuti kursus operator paket AI.
g. Lulus ujian yang diselenggarakan oleh Departemen Tenaga kerja cq. Ditjen
Binawas.

Pasal4

Menteri atan pejabat yang ditunjuknya dapat menetapkan syarat pendidikan dan pengalaman
calon operator selain tersebut pada ayat (1) sub. a, b dan ayat (2) sub. a, b pasal ini.

Pasal5

( 1) Pelaksanaan kursus operator dapat dilakukan oleh Departemen Tenaga Kerja atau
Lembaga yang ditunjuk.
(2) Kurikulum kursus operator dilaksanakan sesuai dengan lampiran peraturan.

(3) Menteri atau pejabat yang ditunjuknya sewaktu-waktu dapat mengganti, menambah
atan mengurangi mata pelajaran dan atau jam pelajaran dalam lampiran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) pasal ini sesuai dengan kebutuhan.

Pasal6

( I) Sertifikat operator diterbitkan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya setelah
yang bersangkutan dinyatakan tutus.

527
(2) Sertifikat operator dapat dicabut oleh Menten atau Pejabat yang ditunjuknya bila
operator yang bersangkutan dinilai tidak berkemampuan lagi sebagai operator atas
usul pegawai pengawas bidang uap setempat.

Pasal7

Operator kelas II dapat ditingkatkan menjadi operator kelas I dengan ketentuan :


a. Telah berpengalaman sebagai operator kelas II sekurang-kurangny 2 tahun secara
terns menerus..
b. Telah mengikuti pendidikan paket A2 dan lulus ujian yang diselenggarakan oleh Ditjen
Binawas.
BABIV
KEWENANGAN OPERATOR

Pasa18

(1) Operator kelas I berwenang melayani :


a. Sebuah ketel uap dengan kapasitas uap lebih besar dari 10 ton/jam;
b. Pesawat uap selain uap untuk semua ukuran;
c. Mengawasi kegiatan operator kelas II bila menurut ketentuan pada peraturan
ini periu disampingi operator kelas II.

(2) Operator kelas II berwenang melayani :


a. Sebuah ketel uap dengan kapasitas uap paling tinggi 10 ton/jam;
b. Pesawat uap selain ketel uap untuk semua ukuran.

Pasa19

( 1) Jumlah operator yang diperlukan untuk setiap ship pelayanan adalah sebagaimana
tercantum dalam lampiran I Peraturan menteri ini.
(2) Operator tersebut pada ayat (1) hams dibantu oleh satu atau beberapa tenaga bantu
dalam hal pelayanan unit instalasi uap.

BABV
KEWAJlBAN OPERATOR

PasallO
(1) Dilarang meninggalkan tempat pelayanan selama pesawat uapnya dioperasikan.

528
(2) Melakukan pengecekan dan pengamatan kondisi/kenlanlpuan kelja se11a nlera\Vat
pesawat uap, alat-alat pengaman dan alat perlengkapan lainnya yang terkait dengan
bekerjanya pesawat uap yang dilayaninya.
(3) Operator harns mengisi buku laporan harian pengoperasian pesawat uap yang
bersangkutan selama melayani pesawat tlap meliputi data tekanan kerja, produksi
uap, debit airpengisi ketel uap, pH air,junl1ah bahan bakardan lain-lain, serta tindakan
operator yang dilakukan selama melayani pesawat uap yang bersangkutan.
(4) Apabila pesawat uap dan atau alat-alat pemgamanJperlengkapalmya tidak berfungsi
dengan baik atau rusak, maka operator harus segera nlenghentikan pesawatnya dan
segera melaporkan pada atasannya.
(5) Untuk operator kelas I disamping kewajiban tersebut pada ayat (I), (2), (3) dan (4)
juga wajib nlengawasi kegiatan dan mengkoordinir operator kelas II.
(6) Operator kelas I bertanggungjawab atas seluruh unit instalasi uap.
(7) Pelnakaian pesawat uap dimana Inenurut peraturan ini tidak diperlukan operator
kelas I, maka operator kelas II atau salah satu operator kelas II yang ditunjuk oleh
perusahaan bertanggung jawab atas seluruh instalasi uap.
(8) Segera melaporkan kepada atasannya apabila terjadi kerusakan/peledakan atau
gangguan-gangguan lain pada pesawat uap dan alat-alat perlengkapannya.
(9) Membuat laporan bulanan penlakaian pesawat uap kepada P2K3 diperusahaan yang
bersangkutan.

BABVI
KETENfUANHUKUM

Pasalll
Operator yang melanggar ketentuan sebagaimana tersebut pada pasal 10 ayat (1) dapat
dikenakan hukuman kurungan atau denda sesuai dengan pasal 27 Undang-undang Uap
1930 (Stoom Ordonantie 1930).

BAB VII
ATURAN PERALIHAN

Pasal12
I. Sertifikat operator yang telah diterbitkan sebelunl peraturan ini berlaku akan diadakan
peninjauan kembali disesuaikan dengan ketentuan dalam peraturan ini.
2. Untuk pelaksanaan ketentuan ayat (1) pasaI ini, perusahaan yang memiliki sertifikat
operator wajib mengembalikan sertifikat dimaksud kepada Menteri atau pejabat yang
ditunjuknya melalui Kantor Departemen Tenaga kerja setempat.

529
BAB VIII
KETENTUANPENUI11P
Pasal13
Peraturan Menteri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 23 Januari 1988

Menteri Tenaga Kerja R.I

ttd..

SUDOMO

Kepada Yth. :
1. Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja.
2. Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja.
Di
SELURUH INDONESIA
Tembusan:
1. Sekjen Depnaker
2. Irjen Depnaker
3. Ditjen BinawasIBinapenta
4. Dir.BNKK & Hiperkes

530
LAMPIRANI Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor Per.OIIMEN/1988
Tanggal 25 Januari 1988
Tentang Jumlah Operator Pesa\vat Uap

1. BERLAKUNYA UNTUK PERUSAHAAN DIMANAHANYAADASATU KETEL


UAPATAUBEBERAPAKETELUAPTETAPITEMPATNYATERPISAH.
Kapasitas Uap Jumlah Operator untuk satu ketel uap
Operator kelas II Operator kelas I
< 10 T/j 1 orang 1 orang
>10T/j-<20T/j - 1 orang
> 20 T/j - 40 T/j 1 orang 1 orang
> 40 T/j - < 60 T/j 2 orang I orang
60 T/j .. < 80 T/j 3 orang 1 orang
> 80 T/j 3 orang 2 orang

2. BERLAKU UNTUK PERUSAHAAN DIMANA DIPAKAI BEBERAPA KETEL


UAPYANGDIPASANGPARALELPADASATURUANGANTIDAKTERPISAH.
Jumlah Operator pada setiap ruangan
Kapasitas setiap ketel uap (Q)
Operator Kelas II Operator Kelas I
< 10T/j EQ < 20 T/j Uml. ketel uap)

EQ > 20 T/j 2
Oml ketel uap I)

2 I orang
Oml. ketef uap)
> 10 T/j - < 20 T/j (Jm!. ketel uap)
2 2
Oml. ketel uap)
> 20 T/j .. < 40 T/j Jml. ketel uap
2
(Jml. ketel uap)
> 40 T/j - < 60 T/j 2 xJml. ketel uap
2
Oml ketel uap)
> 60 T/j - < 80 T/j 3 xJmL ketel uap
2
> 80 T/j 3 x Jml. ketel uap Jm!. ketel uap

Catatan 1. Bila hasil pembagian pada daftar II mendapatkan angka pecahan maka
jumlah operator hams dibulatkan keatas.

531
2. EQ = Jumlah kapasitas uap seluruh ketel uap yang ada dalam ruang yang
bersangkutan.
LAMPIRAN II : Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor Per.OlIMEN/1988
Tanggal 25 Januari 1988
Tentang Kurikulum Operator Pesawat Uap.
PAKET:Al

Kode Mata Pelajaran Jumlah Jam


Al -2 Kebijaksanaan Depnaker, Binawas & 2
DBNK & Hyperkes.
AI-3 Undang-undang Keselamatan Kerja 4
AI-4 Undang-undang / Peraturan U ap 1930 8
Al-5 Jenis pesawat uap dan cara bekerjanya 4
Al -6 Fungsi Appendages/perlengkapan pesawat 4
uap
AI-7 Air pengisi ketel uap dan cara pengolahannya 6
AI-8 Sebab-sebab peledakan pesawat uap 2
Al . .9 Cara mengoperasikan pesawat uap 8
Al -10 Persiapan pemeriksaan dan pengujian 4
pesawat uap
Al -11 Pengetabuan instalasi listrik untuk ketel uap 4
Al . . 12 Praktikum 24

Jumlah 78
Catatan :
Al -12 : Diusahakan meliputi : ketel pipa api, ketel pipa air, keteI automatic dan instalasi
pengolahan air ketel.
PAKET:A2

Kode Mata Pelajaran Jumlah Jam


A2 -1 Pengetabuan bahan 8
A2 -2 Peninjauan konstruksi pesawat uap 8
A2-3 Pemeriksaan secara tidak merusak 4
A2-4 Perpindahan panas 4
A2-5 Pengetahuan tentang bahan bakar dan 6
pembakaran

532
A2-6 Anatisa kecelakaan peledakan 4
A2-7 Cara inspeksi dan reparasi pesawat uap 6
A2-8 Keselamatan kerja bidang mekanik 2
A2-9 Keselamatan kelja bidang listrik 2
A2-10 Keselamatan kerja bidang kcbakaran 2
A2-11 Kesehatan ketja 2
A2 -12 Pedoman Penghayatan dan Pengamalan 4
Pancasila
A2 -13 Kebijaksanaan Depnaker 2
Jumlah 54

Catatan 1. Untuk pendidikan dimana Al dan A2 ditenlpatkan seeara bersama, maka


A2 -12 dan A2 -13 ditiadakan .
2. 1jam pelajaran 45 mend.

KURIKULUM OPERATOR PESAWAT VAP


PA,KETA2 (OPERATOR KEIJAS I)

Kode Jumlah Jam


A2 -1 Pengetahuan bahan 8
A2-2 Peninjauan konstruksi pesawat uap 8
A2-3 Pemeriksaan secara tidak merusak 4
A2-4 Perpindahan panas 4
A2-5 Pengetahuan tentang bahan bakar dan 6
pembakaran
A2-6 Analisa kecelakaan/peledakan 4
A2-7 Cara inspeksi dan reparasi pesawat uap 6
A2-8 Keselamatan kerja bidang mekanik 2
A2-9 Keselamatan kerja bidang listrik 2
A2-10 Keselamatan kerja bidang kebakaran 2
A2-11 Kesehatan kerja 2
A2-12 Pedoman Penghayatan dan Pengamalan 4
Paneasila (P4) 2
A2-13 Kebijaksanaan Depnaker

Jumlah 54

Catatan I. Untuk pendidikan dimana A I dan A2 ditempuh seeara bersamaan, maka


A2 -12 dan A2 -13 ditiadakan.
2. 1 jam pelajaran = 45 menit.

533
KURIKULUM OPERATORPESAWAT UAP
PAKET At (OPERATORKELAS II)

Kode Mata Pelajaran Jumlah Jam


Al -I Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) 8
Al-2 Kebijaksanaan Depnaker, Binawas & D BNKK & Hyperkes 2
AI-3 Undang-undang Keselamatan Kerja 4
Al-4 Undang-undang/Peraturan Uap 1930 8
Al -5 Jenis Pesawat Uap dan cara bekerjanya 4
Al-6 Fungsi Appendages/perlengkapan Pesawat Uap 4
Al -7 Air Pengisi Ketel Uap dan cara Pengolahannya 6
Al-8 Sebab-sebaba peledakan Pesawat Uap 2
Al ...9 Cara mengoperasikan Pesawat Uap 8
Al -10 Persiapan pemeriksaan dan pengujian pesawat uap 4
Al -11 Pengetahuan Instalasi Listrik untuk ketel uap 4
Al -12 Praktikum 24

Jumlah 78

Catatan
At -12 Diusahakan meliputi :ketel pipa api, ketel pipa air, ketel automatic dan instalasi
pengolahan air keteL

534
MENTERITENAGAKERJA
REPUBLIKINDONESIA
PERATURAN MENTERITENAGAKERJA
NO.: PER.02IMEN/1989
TENTANG
PENGAWASAN INSTALASI PENYALURPETIR

MENTERITENAGAKERJA

Menimbang a. bahwa tenaga keJja dan sumber produksi yang berada ditempat
kerja periu dijaga keselamatan dan produktivitasnya;
b. bahwa sambaran petir dapat menimbulkan bahaya baik tenaga kerja
dan orang lainnya yang berada ditempat kerja serta bangunan dan
isinya;
c. bahwa untuk itu perIu diatur ketentuan tentang instalasi penyalur
petir dan pengawasannya yang ditetapkan dalam suatu Peraturan
Menten.

Mengingat '1. Undang-undang No. 3 Th. 1951 tentang Pemyataan Berlakunya


Undang-undang Pengawasan Perburuhan No. 23 Th. 1948 dan
Republik Indonesia.
2. Undang-undang No. 14 Th 1969 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Mengenai Tenaga Kerja.
3. Undang-undang No. 1 Th 1970 tentang Keselamatan Kerja.
4. Keputusan Presiden R.I. No. 64/M Tahun 1988 tentang
Perbentukan Kebinet Pembangunan V.
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No.
PER-03/MEN/1978 tentang Persyaratan Penunjukan dan
Wewenang serta Kewajiban Pegawai Pengawas KeseIamatan dan
Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja.
6. Peraturan Menten Tenaga Kerja No. PER-03/MEN/1984 tentang
Pengawasan Ketenagakerjaan terpadu.
7. Peraturan Menten Tenaga Kerja No. PER-04/MEN/1987 tentang
Tata Cam PenunjukanAhli Keselamatan Ketja.

MEMUTUSKAN

Menetapkan PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG


PENGAWASAN INSTALASI PENYALURPETIR.

535
BABI
KETENTUANUMUM

Pasal1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :

a. Direktur ialah Pejabat sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang No. 1


Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;

b. Pegawai Pengawas ialah Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang ditunjuk oleh


Menteri Tenaga Kerja;

c. Ahli Keselamatan Kerja ialah Tenaga Tehnis berkeahlian khusus dari luar Departemen
Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja uotuk mengawasi ditaatinya
Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;

d. Pengurus ialah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab penuh terhadap
tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri;

e. Pengusaha ialah orang atau badan hukum seperti yang dimaksud pasal ] ayat (3)
Undang-undang No. 1 Tabun 1970;

f. Tempat kerja ialah tempat sebagaimana dimaksud pasal 1 ayat (1) Undang-undang
No. 1 Tahun 1970;

g. Pemasang instalasi penyalur petir yang selanjutnya disebut Instalasi ialah hadan hukum
yang melaksanakan pemasangan instalasi penyalur petir;

h. Instalasi penyalur petir ialah seluruh susunan sarana penyalur petie terdiri atas penerima
(Air Terminal/Rod), Penghantar penurunan (Down Conductor), Elektroda Bumi)
Earth Electrode) termasuk perlengkapan lainnya yang merupakan satu kesatuan
berfungsi untuk menangkap muatan petir dan menyalurkannya kebumi;

i. Penerima ialah peralatan dan atau penghantar dari logam yang menonjollurus keatas
dan atau mendatar guna menerima petir;

J. Penghantar penurunan ialah penghantar yang menghubungkan penerima dengan


elektroda bumi;

k. Elektroda bumi ialah bagian dari instalasi penyalur petie yang ditanam dan kontak
langsung dengan bumi;

536
1. Elektroda kelompok ialah beberapa elektroda bumi yang dihubungkan satu dengan
lain sehingga merupakan satu kesatuan yang hanya disambung dengan satu penghantar
penurunan;
m. Daerah perlindungan ialah daerah dengan radius tertentu yang termasuk dalam
perlindungan instalasi penyalur petir;
n. Sambungan ialah suatu konstruksi guna menghubungkan secara listrik antara penerima
dengan penghantar penurunan, penghantar penunman, penghantar penuronan dengan
penghantar penurunan dan penghantar penurunan dengan elektroda bumi, yang dapat
bempa las, klem atau kopeling;
o. Sambungan ukur ialah sambungan yang terdapat pada penghantar penurunan dengan
sistem pembumian yang dapat dilepas untuk memudahkan pengukuran tahanan
pembumian;
p. Tahanan pembumian ialah tahanan bumi yang hams dilalui oleh arns listrik yang
berasal dari petir pada waktu peralihan, dan yang mengalir dari elektroda bumi kebumi
dan pada penyebarannya didaIam bumi;
q. Massa logam ialah Massa logam dalam maupun nlassa logam luar yang merupakan
satu kesatuan yang berada didalam atau pada bangunan, misalnya perancah-peraneah
baja, lift, tangki penimbun, mesin, gas dan pemanasan dari logam dan penghantar-
penghantar listrik.
Pasal2
( 1) Instalasi penyalur petir hams direncanakan, dibuat, dipasang dan dipelihara sesuai
dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dan atau standard yang diakui;
(2) Instalasi penyalur petir seeara umum hams memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. kemampuan perlindungan seeara tehnis;
b. ketahanan mekanisl;
c. ketahanan terhadap korosi;
(3) Bahan dan konstruksi instalasi penyalur petir hams kuat dan memenuhi syarat;
(4) Bagian-bagian instalasi penyalur petir hams memiliki tanda hasil pengujian dan atau
sertifikat yang diakui.
Pasal3

Sambungan-sambungan hams merupakan suatu sambungan elektris, tidak ada kemungkinan


terbuka dan dapat menahan kekuatan tarik sarna dengan sepuluh kali berat penghantar
yang menggantung pada sambungan itu.

537
Pasa14
( 1) Penyambungan dilakukan dengan cara :
a. dilas
b. diklem (plat Idem, bus kontak klem) dengan panjang sekurang-kurangnya 5
cm;
c. disolder dengan panjang sekurang-kurangnya 10 em dan khusus untuk
penghantar penurunan dari pita hams dike ling.
(2) Sambungan hams dibuat sedemikian rupa sehingga tidak berkarat.
(3) Sambungan-sambungan hams ditempatkan sedemikian cupa sehingga dapat diperiksa
dengan mudah.
Pasal5

Semua penghantar penurunan petir harns dilengkapi dengan sambungan pada tempat yang
mudah dicapai.
Pasal6
(1) Pemasangan instalasi penyalur petir hams dilakukan oleh Intalatir yang telah mendapat
pengesahan dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya.
(2) Tata cara untuk mendapat pengesahan sebagaimana dimaksud ayat (1), diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal7

Dalam hal pengaruh elektrolisa dan korosi tidak dapat dicegah maka semua bagian instalasi
hams disalut dengan timah atau cara lain yang sarna atau memperbaharui bagian-bagiannya
dalam waktu tertentu.
BABII
RUANGLINGKUP
Pasal8
Yang diatur oleh Peraturan Menteri ini adalah Instalasi Penyalur Petir non radioaktip di
tempat kerja.

Pasa19

(1) Tempat kerja sebagaimana dimaksud pasal 8 yang periu dipasang instalasi penyalur
petir antara lain:

538
a. Bangunan yang terpencil atau tinggi dan lebih tinggi dari pada bangunan
sekitamya seperti : menara-menara, cerobong, silo, antena pemancar, monumen
dan lain-lain;
b. Bangunan dimana disimpan, diolah dan digunakan bahan yang mudah meledak
atau terbakar seperti pabrik-pabrik amunisi, gudang penyimpanan bahan peledak
dan lain-lain;
c. Bangunan untuk kepentingan umum seperti : tempat ibadah, nunah sakit, sekolah,
gedung pertunjukan, hotel, pasar, stasiun, candi dan lain-lain;
d. Bangunan untuk menyimpan barang-barang yang sukar diganti seperti : mu-
seum, perpustakaan, termpat penyimpanan arsip dan lain-lain;
e. Daerah-daerah terbuka seperti ; daerah perkebunan, Padang Golf, Stadion Olah
Raga dan tempat-tempat lainnya.
(2) Penetapan pemasangan instalasi penyalur petir pada tempat kerja sebagaimana
dimaksud ayat (I) dengan memperhitungkan angka index seperti tercantum dalam
lampiran I Peraturan Menteri ini.
BAD III
PENERIMA (AIR TERMINAL)
PasallO
(I) Penerima harns dipasang ditempat atau bagian yang diperkirakan dapat tersambar
petir dimana jika bangunan yang terdiri dari bagian-bagian seperti bangunan yang
mempunyai menara, antena, papan reklame atau suatu blok bangunan hams dipandang
sebagai suatu kesatuan.
(2) Pemasangan penerima pada atap yang mendatar hams benar-benar menjamin bahwa
seluruh luas atap yang bersangkutan tennasuk dalam daerah perlindungan.
(3) Penerima yang dipasang diatas atap yang datar sekurang-kurangnya lebih tinggi 15
em dari pada sekitamya.
(4) Jumlah dan jarak antara masing-masing penerima hams diatur sedemikian rupa
sehingga dapat menjamin bangunan itu tennasuk dalam daerah perlindungan.
Pasalll

Sebagai penerima dapat digunakan :


a. logam bulat panjang yang terbuat dan tembaga;
b. hiasan-hiasan pada atap, tiang-tiang, cerobong-cerobong dari logam yang disambung
baik dengan instalasi penyalur petir;
c. atap-atap dati logam yang disambung secara elektris dengan baik

539
Pasal 12

Semua bagian bangunan yang terbuat dari bukan logam yang dipasang menjulang ke atas
dengan tinggi lebih dari 1 (satu) meter dari atap harus dipasang penerima tersendiri.

Pasal 13

Pilar beton bertulang yang dirancangkan sebagai penghantar penurunan untuk suatu instalasi
penyalur petir, pilar beton tersebut harus dipasang menonjol di atas atap dengan mengingat
ketentuan-ketentuan penerima, syarat-syarat sambungan dan elektroda bumi.

Pasal 14

(1) Untuk menentukan daerah perlindungan bagi penerima dengan jenis Franklin dan
sangkar Faraday yang berbentuk mncing adalah suatu kerucut yang mempunyai
sudut puncak 1120 (seratus dua belas);

(2) Untuk menentukan daerah perlindungan bagi penerima yang berbentuk penghantar
nlendatar adalah dua bidang yang saling memotong pada kawat itu dalam sudut 1120
(seratus dua belas);

(3) Untuk tnenentukan daerah perlindungan bagi penerima denganjenis lain adalah sesuai
dengan ketentuan tehnis dari masing-masing penerima.

BABIV
PENGHANTARPENURUNAN

Pasal 15

(1) Penghantar penurunan hams dipasang sepanjang hubungan (nok) dan atau sudut-
sudut bangunan ke tanah sehingga panghatar penurunan merupakan suatu sangkar
dari bangunan yang akan dilindungi.

(2) Penghantar penurunan hams dipasang secara sempurna dan hams diperhitungkan
pemuaian dan penyusutannya akibat perubahan suhu.

(3) Jarak antara alat-alat pemegang penghantar penurunan satu dengan yang lainnya
tidak boleh lebih dari 1,5 meter.

(4) Penghantar penurunan hams dipasang lurus kebawah dan j ika terpaksa dapat mendatar
atau melampaui penghalang.

540
(5) Penghantar penurunan harns dipasang dengan jarak tidak kurang 15 em dari atap
yang dapat terbakar kecuali atap dari logam, genteng atau batu.

(6) Dilarang memasang penghantar penurunan di bawah atap dalam bangunan.

Pasal16

Semua bubungan (nok) hams dilengkapi dengan pengbantar penurunan, dan untuk atap
yang datar harns dilengkapi dengan penghantar penurunan pada sekeliling pinggimya,
kecuali persyaratan daerah perlindungan terpenuhi.

Pasal17

( 1) Untuk rnengamankan bangunan terhadap loncatan petir dari pohon yang letaknya
dekat bangunan dan yang diperkirakan dapat tersambar petir, bagian bangunan yang
terdekat dengan pobon tersebut hams dipasang penghantar penunman.

(2)Penghantarpenuronan hams selalu dipasang pada bagian-bagian yang menonjol yang


diperkirakan dapat tersambar petir.

(3) Penghantarpenuronan hams dipasang sedemikian rupa, sehingga pemeriksaan dapat


dilakukan dengan mudah dan tidak mudah rusak.

Pasal18

(1) Pengbantar penurunan hams dilindungi terhadap kerusakan-kerusakan mekanik,


pengaruh cuaca, kimia, (elektrolisa) dan sebagainya.

(2) Jika untuk melindungi penghantar penurunan itu dipergunakan pipa logam, pipa
tersebut pada kedua ujungnya harus disambungkan secara sempuma baik elektris
maupun mekanis kepada penghantar untuk mengurangi tahanan induksi.

Pasal 19

( I) Instalasi penyalur petir dari 8uatu bangunan paling sedikit hams mempunyai 2 (dua)
buah penghantar penurunan.

(2) Instalasi penyalur petir yang mempunyai lebih dari satu penerima, dari penerima
tersebut hams ada paling sedikit 2 (dua) buah penghantar penurunan.

(3) Jarak antara kaki penerima dan titik pencabangan penghantar penurunan paling besar
5 (lima) meter.

541
Pasal20

Bahan penghantar penurunan yang dipasang khusus hams digunakan kawat tembaga atau
bahan yang sederajat dengan ketentuan :
a. penampang sekurang-kurangnya 50 mm2;
b. setiap bentuk penanlpang dapat dipakai dengan tebal serendah-rendahnya 2 film.

Pasal21

( I) Sebagai penghantar penurnnan petir dapat digunakan bagian-bagian dari atap, pilar-
pilar, dinding-dinding, atau tulang-tulang baja yang mempunyai Massa logam yang
baik.

(2) Khusus tulang-tulang baja dari kolom beton hams memenuhi syarat, kecuali :
a. Sudah direncanakan sebagai penghantar penurunan dengan memperhatikan
syarat-syarat sambungan yang baik dan syarat-syarat lainnya;
b. Ujung-ujung tulang baja mencapai gans pennukaan air dibawah tanah sepanjang
waktu.

(3) Kolom beton yang bertulang baja yang dipakai sebagai penghantar penurunan harns
digunakan kolom beton bagian luar.

Pasa122

Penghantar penurunan dapat digunakan pipa penyalur air hujan dari logam yang dipasang
tegak dengan jumlah paling banyak separuh dari jUlnlah penghantar penurunan yang
diisyaratkan dengan sekurang-kurangnya dua buah mcrnpakan penghantar penurunan
khusus.

Pasa123

(1) Jarak minimum antara penghantar penuruna yang satu dengan yang lain diukur sebagai
berikut:
a. pada bangunan yang tingginya kurang dari 25 meter maximum 20 meter;
b. pada bangunan yang tingginya antara 25 - 50 meter tnakajaraknya {30 - (0,4
x tinggi bangunan) };
c. pada bangunan yang tingginya lebih dari 50 meter Inaximuln 10 meter.
(2) Pengukuranjarak dimaksud ayat (1) dilakukan dengan nlenyusuri keliling bangunan.

542
Pasal24

Untuk bangunan-bangunan yang terdiri dari bagian-bagian yang tidak sarna tingginya tiap-
tiap bagian harus ditinjau secara tersendiri sesuai pasal 23 kecuali bagian bangunan yang
tingginya kurang dari seperempat tinggi bangunan yang tertinggi, tingginya kurang dari 5
meter dan mernpunyai luas dasar kurang dari 50 m2•

Pasal25

( 1) Pada bangunan yang tingginya kurang dari 25 meter dan mempunyai bagian-bagian
yang menonjol kesamping hams dipasang beberapa penghantar penurnnan dan tidak
menurot ketentuan pasa] 23.

(2) Pada bangunan yang tingginya lebih dari 25 meter, semua bagian-bagian yang menonjol
ke atas hams dilengkapi dengan penghantar penurunan kecuali untuk menara-menara.

Pasal26

Ruang antara bangunan-bangunan yang menonjol kesamping yang merupakan ruangan


yang sempit tidak perIu dipasang penghantar penurunanjika penghantar penurunan yang
dipasang pada pinggir atap tidak terputus.

Pasal27

(1) Untuk pemasangan instalasi penyalur petir jenis Franklin dan sangkar Faraday, jenis-
jenis bahan untuk penghantar dan pembumian dipilih sesuai dengan daftar pada
Iampiran II Peraturan Menteri ini.

(2) Untuk pemasangan instalasi penyalur petirjenis Elektrostatic dan atau jenis lainnya,
jenis-jenis baban untuk penghantar dan pembumian dapat menggunakan bahan sesuai
dengan daftar pada lampiran II Peraturan Menteri ini dan atau jenis lainnya sesuai
dengan standard yang diakui.

(3) Penentuan bahan dan ukurannya dan ayat (1) dan ayat (2) pasal ini, ditentukan
berdasarkan beberapa faktor yaitu ketahanan mekanis, ketahan terhadap pengaruh
kimia terutama korosi dan ketahanan terhadap pengaruh lingkungan lain dalam batas
standard yang diakui.

(4) Semua penghantar dan pengebumian yang digunakan hams dibuat dari bahan yang
memenuhi syarat, sesuai dengan standard yang diakui.

543
BABV
PEMBUMIAN

Pasal28

( 1) Elektroda bumi harns dibuat dan dipasang sedemikian rupa sehingga tahan pembumian
sekecil mungkin :
(2) Sebagai elektroda bumi dapat digunakan :
a. tulang-tulang baja dari lantai-lantai kamar dibawah bumi dan tiang pancang
yang sesuai dengan keperluan pembumian;
b. pipa-pipa logam yang dipasang dalam bumi seeara tegak;
c. pipa-pipa atau penghantar lingkar yang dipasang dalam bumi secara mendatar;
d. pelat logam yang ditanam;
e. bahan logam lainnya dan atau bahan-bahan yang cara pemakaian menurut
ketentuan pabrik pembuatnya.

(3) Elektroda bumi tersebut dalam ayat (2) hams dipasang sampai Inencapai air dalam
bumi.
Pasal29

(1) Elektroda bumi dapat dibuat dari :


a. Pipa baja yang disepuh dengan Zn (Zincum) dan garis tengab sekurang-
kurangnya 25 mm dan tebal sekurang-kurangnya 3,25 mm;
b. Batang baja yang disepuh dengan Zn dan garis tengah sekurang-k:urangnya 19
mm;
c. Pita baja yang disepuh dengan Zn yang tebalnya sekurang-kurangnya 3 mm
dan lebar sekurang-kurangnya 25 mm.

(2) Untuk daerah-daerah yang sifat korosipnya lebih besar, elektroda bumi hams dibuat
dari:
a. Pipa baja yang disepuh dengan Zn dan garis tengah dalam sekurang-kurangnya
50 mm dan tebal sekurang-kurangnya 3,5 mm;
b. Pipa dari tembaga atau bahan yang sederajat atau pipa yang disepuh dengan
tembaga atau bahan yang sederajat dengan garis tengah daJam sekurang-
kurangnya 16 mm dan tebal sekurang-kurangnya 3 mm;
c. Batang baja yang disepuh dengan Zn dengan garis tengah sekurang-kurangnya
25mm;

544
d. Batang tembaga atau bahan yang sederajat atau batang baja yang disalur dengan
tembaga atau yang sederajat dengan garis tengah sekurang-kurangnya 16 mIn;
e. Pita baja yang disepuh dengan Zn dan tebal sekurang.. kurangnya 4 mm dan
lebar sekurang-kurangnya 25 tnrn.

Pasal30

(1) Masing-masing penghantar penurunan dari suatu instalasi penyalur petir yang
mempunyai beberapa penghantar penurunan harns disambungkan dengan elektroda
kelompok.
(2) Panjang suatu elektroda bumi yang dipasang tegale dalam bumi tidak boleh kurang
dan 4 meter, kecuali jika sebagian elektroda bumi itu sekurang-kurangnya 2 meter
dibawah batas minimum permukaan air dalarn bumi.
(3) Tulang-tulang besi dari lantai beton dan gudang dibawah bumi dan tiang pancang
dapat digunakan sebagai elektroda bumi yang memenuhi syarat apabila sebagian dari
tulang-tulang besi ini berada sekurang-kurangnya I (satu) meter dibawah permukaan
air dalam bumi.
(4) Elektroda bumi mendatar atau penghantar lingkar hams ditanam sekurang-kurangnya
50 em didalam tanah.
Pasal31
Elektroda bumi dan elektroda kelompok hams dapat diukur tahanan pembumiannya seeara
tersendiri maupun kelompok dan pengukuran dilakukan pada musim kemarau.
Pasal32
Jika keadaan alam sedemikian rupa sehingga pembumian tidak dapat tercapai secara tehnis,
clapat dilakukan eara sebagai berikut :
a. masing-masing penghantar penurunan hams disambung dengan penghantar lingkar
yang ditanam lengkap dengan beberapa elektroda tegak atau mendatar sehinggajumlah
tahanan pembumian bersama memenuhi syarat;
b. membuat suatu bahan lain (bahan kimia dan sebagainya) yang ditanam bersama
dengan elektroda sehingga tahanan pembumian memenuhi syarat.
Pasal33
Elektroda bumi yang digunakan untuk pembumian instalasi listrik tidak boleh digunakan
untuk pembumian instalasi penyalur petir.

545
PasaI34

( 1) EIektroda bumi mendatar atau penghantar dapat dibuat dari pita baja yang disepuh
Zn dengan tebaI sekurang-kurangnya 3 mm dan lebar sekurang-kurangnya 25 mm
atau dan bahan yang sederajat.
(2) Untuk daerah yang sifat korosipnya lebih besar, elektroda bumi mendatar atau
penghantar lingkar hams dibuat dari :
a. Pita baja yang disepuh Zn dengan ukuran lebar sekurang-kurangnya 25 mm
dan tebal sekurang-kurangnya 4 mm dari bahan yang sederajat;
b. Tembaga atau bahan yang sederajat, bahan yang disepuh dengan tembaga atau
bahan yang sederajat, dengan luas penampang sekurang-kurangnya 50 mm2
dan bila bahan itu berbentuk pita hams mempunyai tebal sekurang-kurangnya
2mm;
c . Elektroda pelat yang terbuat dari tembaga atau bahan yang sederajat dengan
luas satu sisi permukaan sekurang-kurangnya 0,5 m2 dan tebal sekurang-
kurangnya 1 nun, jika berbentuk sHinder maka luas dinding silinder tersebut
harus sekurang-kurangnya 1m2•

BABVI
MENARA

Pasal35
(I) Instalasi Penyalur Petir pada bangunan yang menyerupai menara seperti menara air,
silo, mesjid, gereja, dan lain-lain hams diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Bahaya meloncatnya petir;
b. Hantaran listrik;
c. Penempatan penghantar;
d. Daya tahan terhadap gaya mekanik;
e. Sambungan-sambungan antara massa logam dari suatu bangunan..

(2) Instalasi penyalur petir dari menara tidak boleh dianggap dapat melindungi bagunan-
bangunan yang berada disekitamya.

Pasal36

(1) Jumlah dan penempatan dari penghantar penunman pada bagian luar dari menara
harns diselenggarakan menurut pasal 23 ayat (1).

(2) Didalam menara dapat pula dipasang suatu penghantar penurunan untuk memudahkan
penyambungan-penyambungan dari bagian-bagian logam menara itu.

546
Pasal37

Menara yang selu11lhnya terbuat dari logam dan dipasang pada pondasi yang tidak dapat
menghantar, hams dibumikan sekurang-kurangnya pada dua tempat dan pada jarak yang
sarna diukur menyusuri keliling menara tersebut.

Pasal38

Sambungan...sambungan pada instalasi penyalur petir untuk menara hams betul-hetul


diperhatikan terhadap sifat korosip dan elektrolisa dan harns seeara dilas karena kesukaran
pemeriksaan dan pemeliharaannya.

BAB VII
BANGUNAN YANG MEMPUNYAI ANTENA

Pasal39

(1) Antena hams dihubungkan dengan instalasi penyalur petir dengan menggunakan
penyalur tegangan lebih, kecuali jika antena tersebut berada dalam daerah yang
dilindungi dan penempatan antena itu tidak akan menimbulkan loncatan bunga api.

(2) Jika antena sudah dibumikan secara tersendiri, maka tidak perlu dipasang penyalur
tegangan lebih.

(3) Jika antena dipasang pada bangunan yang tidak mempunyai instalasi penyalur petir,
antena harus dihubungkan kebumi melalui penyalur tegangan lebih.

Pasal40

(1) Pemasangan penghantar antara antena dan instalasi penyalur petir atau dengan bumi
hams dilaksanakan sedemikian rupa sehingga bunga api yang timbul karena aliran
besar tidak dapat menimbulkan kerusakan.

(2) Besar penampang dari penghantar antara antena dengan penyalur tegangan lebih,
penghantar antara tegangan lebih dengan instalasi penyalur petir atau dengan elektroda
bumi harns sekurang...kurangnya 2,5 mm2•

(3) Pemasangan penghantar antara antena dengan instalasi penyalur petir atau dengan
elektroda bumi harns dipasang selurus mungkin dan penghantar tersebut dianggap
sebagai penghantar penurunan petir.

547
Pasa141

(1 ) Pada bangunan yang mempunyai instalasi pcnyalur petir" pemasangan pcnyalur


tegangan lebih antara antena dengan instalasi penyalur petir harus pada tempat yang
tertinggi.

(2) Jika suatu antena dipasang pada tiang loganl, tiang tersebut harns dihubungkan dengan
instalasi penyalur petir.

Pasal42

( 1) Pada bangunan yang tidakmempunyai instalasi penyalur petir, pemasangan penyalur


tegangan Iebih antara antena dengan elektroda bunli harus dipasang diluar bangunan.

(2) Jika antena dipasang seC3ra tersekat pada suatu tiang besi, tiang besi ini hanls
dihubungkan dengan bumi.

BAB VIII
CERODONG YANG LEDIH TINGGI DARI 10 M

Pasal43

( 1) Pemasangan instalasi penyalur petir pada cerobong asap pabrik dan lain-lain yang
mempunyai ketinggian lebih dari 1. 0 meter harus diperhatikan keadaan seperti dibawah
ini:
a. Timbulnya karat akibat adanya gas atau asap terutan1a untuk bagian atas dan
instalasi;
b. Banyaknya penghantar penurunan petir;
c. Kekuatan gaya mekanik.

(2) Akibat kesukaran yang timbul pada pemeriksaan dan pemeliharaan, pelaksanaan
pemasangan dari instalasi penyalur petir pada cerobong asap pabrik dan lain-Iainnya
hams diperhitungkan juga terhadap korosi dan elektrolisa yang mungkin terjadi.

Pasal44

Instalasi penyalur petir yang terpasang dicerobong tidak boleh dianggap dapat melindungi
bangunan yang berada disekitamya.

548
Pasa145

( 1) Penerima petir harns dipasang menjulang sekurang-kurangnya 50 em diatas pinggir


cerobong.

(2) Alat penangkap bunga api dan cineing penutup pinggir bagian puncak cerobong
dapat digunakan sebagai penerima petir.

(3) Penerima hams disambung satu dengan lainnya dengan penghantar lingkar yang
dipasang pada pinggir atas dari cerobong atau sekeliling pinggir bagian luar, dengan
jarak tidak boleh lebih dari 50 em dibawah puncak cerobong.

(4) Jarak antara penerima satu dengan lainnya diukur sepanjang keliling cerobong paling
besar 5 meter. Penerima itu hams dipasang dengan jarak sarna satu dengan lainnya
pada sekelilingnya.
(5) Batang besi, pipa besi dan cincing besi yang digunakan sebagai penerima hams
dilapisi dengan timah atau bahan yang sederajat untuk mencegah korosi.

Pasa146

(1) Pada tempat-tempat yang terkena bahaya termakan asap, uap atau gas sedapat
mungkin dihindarkan adanya sambungan.
(2) Sambungan-sambungan yang terpaksa dilakukan pada tempat-tempat ini, hams
dilindungi secara balk terhadap bahaya korosi.
(3) Sambungan antara penerima yang dipasang secara khusus dan penghantar penurunan
hams dilakukan sekurang-kurangnya 2 meter dibawah pinggir puncak dari cerobong.

Pasa147
(1) Instalasi penyaIur petir dari cerobong sekurang-kurangnya hams mempunyai 2 (dua)
penghantar penurunan petir yang dipasang dengan jarak yang sarna satu dengan
yang lain.
(2) Tiap-tiap penghantar penunman hams disambungkan langsung dengan penerima.
Pasal48

( 1) Cerobong dari logam yang berdiri tersendiri dan ditempatkan pada suatu pondasi
yang tidak dapat menghantar hams dihubungkan dengan tanah.

(2) Sabuk penguat dari cerobong yang terbuat dari logam hams disambung secara kuat
dengan penghantar penurunan.

549
Pasal49

( 1) Kawat penopang atau penarik untuk cerobong hams ditanahkan ditempat pengikat
pada alat penahan ditanah dengan menggunakan elektroda bumi sepanjang 2 meter.

(2) Kawat penopang atau penarik yang dipasang pada bangunan yang dilindungi hams
disambungkan dengan instalasi penyalur petir bangunan itu.

BABIX
PEMERIKSAA~DAN PENGUJIAN

Pasa150

( 1) Setiap instalasi penyalur petir dan bagian-bagiannya hams dipelihara agar selalu bekerja
dengan tepat, aman dan memenuhi syarat.

(2) Instalasi penyalur petir hams diperiksa dan diuji :


a. Sebeluln penyerahan instalasi penyalllr petir dari instalatir kepada pemakai;
b. Setelah ada perubahan atau perbaikan suatu bangunan dan atau instalasi penyalur
petir;
c. Secara berkala setiap dua tahun sekali;
d. Setelah ada kerusakan akibat sambaran petir.

Pasa151

(1) Penleriksaan dan pengujian instalasi penyaluf petir dilakukan oleh pegawai pengawas,
ahli keselamatan kerja an ataujasa inspeksi yang ditunjuk.

(2) Pengurus atau pemilik instalasi penyalur petir berkewajiban membantu pelaksanaan
pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan oleh pegawai pengawas, ahli keselamatan
kerja dan atau jasa inspeksi yang ditunjuk tennasuk penyediaan alat-alat bantu.

Pasa152

Dalatn pemeriksaan berkala harns diperhatikan tentang hal-hal sebagai berikaut :


a. elektroda bumi, terutalna pada jenis tanah yang dapat menimbulkan karat;
b. kerusakan-kerusakan dan karat dan penerima, penghantar dan sebagainya;
c. sambungan-sambungan;
d. tahanan pembunlian dari masing-masing elektroda maupun elektroda kelompok.

550
Pasa153

(1) Setiap diadakan pemeriksaan dan pengukuran tahanan pembumian hams dicatat dalam
buku khusus tentang hari dan tanggal basil pemeriksaan.

(2) Kerusakan-kerusakan yang didapati harns segera diperbaiki.

Pasal54

( 1) Tahanan pembumian dari seluruh sistem pembumian tidak boleh lebih dari 5 ohm.

(2) Pengukuran tahanan pembumian dari elektroda bumi harns dilakukan sedemikian
mpa sehingga kesalahan-kesalahan yang timbul disebabkan kesalahan polarisasi bisa
dihindarkan.

(3) Pemeriksaan pada bagian-bagian dari instalasi yang tidak dapat dilihat atau diperiksa,
dapat dilakukan dengan menggunakan pengukuran seeara listrik.

BABX
PENGESAHAN

Pasal55

(1) Setiap perencanaan instalasi penyalur petir harns dilengkapi dengan galnbar reneana
instalasi.

(2) Gambar rencana sebagairnana dimaksud pada ayat (1) hams menunjukkan : gambar
bagan tampak atas dan tampak samping yang mencakup gambar detail dari bagian-
bagian instalasi beserta keterangan terinci tennasuk jenis air tenninal, jenis dari atap
bangunan, bagian-bagian lain peralatan yang ada diatas atap dan bagian-bagian logam
pada atau diatas atap_

Pasa156

(1) Gambar reneana instalasi sebagaimana dimaksud pada pasal 55 harns mendapat
pengesahan dan Menteri atau pejabat yang ditunjuknya.

(2) Tata cara UDtuk mendapat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

551
Pasal57

( 1) Setiap instalasi penyalur petir hams Inendapat sertifikat dari Menteri atau Pejabat
yang ditunjuknya.

(2) Setiap penerinla khusus seperti elektrostatic dan lainnya harns lnendapat sertifikat
dari Menteri atau pejabat yang ditunjuknya.

(3) Tata eara untuk mendapat sertifikat sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal58

Dalatn hal terdapat perubahan instalasi penyalur petir, nlaka pengurus atau pemilik hams
mengajukan permohonan perubahan instalasi kepada Menteri cq. Kepala Kantor Wilayah
yang ditunjuknya dengan melampiri gambar rencana perubahan.

Pasal59

Pengurus atau pelnilik wajib mentaati dan melaksanakan semua ketentuan dalanl Peraturan
Menteri ini.

BABXI
KETENTUAN PIDANA

Pasa160

Pengurus atau pelnilik yang Inelanggar ketentuan pasal 2, pasal 6 ayat (1), pasal 55 ayat
(1), pasal 56 ayat (1), pasal 57 ayat (1) dan (2), pasal 58 dan pasal 59 diancam adanya
hukunlan kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.
100.000,- (seratus ribu rupiah) sebagaimana dimaksud pasal15 ayat (2) dan (3) Undang-
undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselalnatan Kerja.

BAB XII
ATURAN PERALmAN

Pasal61

Instalasi penyalur petir yang sudah digunakan sebelum Peraturan Menteri ini ditetapkan,
Pengurus atau Pemilik wajib menyesuaikan dengan Peraturan ini dalam waktu 1 (satu)
tahun sejak berlakunya Peraturan Menteri ini.

552
BAB XIII
KETEN1UANPENUroP

Pasal62
Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

DITETAPKAN DI JAKARTA
PADA TANGGAL 21 PEBRUARI 1989

MENTERI TENAGA KERJAR.I

ttd.

DRS. COSMAS BATUBARA

553
LAMPIRAN I PERATURAN MENTER] TENAGA KERJA
NOMOR PER.02/MEN/1989
TANGGAL 21 PEBRUARI 1989

A. MACAM STRUKTURBANGUNAN

Penggunaan dan lsi IndeksA


tBangunan biasa yang tak perlu diamankan baik bangunan maupun - 10
isinya.
Bangunan dan isi jarang dipergunakan seperti danau ditengah sawah, 0
gudang, menara atau tiang metal.
8angunan yang berisi peralatan sehari-hari atau tempat tinggal orang
seperti tempat tinggal rumah tangga, toko, pabrik kecil, tenda atau 1
stasiun kereta api.
Bangunan atau isinya cukup penting, seperti menara air, tenda yang
berisi cukup banyak orang tinggal, toko barang-barang berharga, 2
kantor, pabrik, gedung pemerintah, tiang atau menara non metal.
Bangunan yang berisi banyak sekali orang, seperti bioskop, mesjid, 3
~eraja,
sekolah, monumen bersejarah yang sangat penting.
Instalasi gas, minyak atau bensin, rumah sakit. 5
lBangunan yang mudah meledak 15

B. KONSTRUKSI BANGUNAN

Penggunaan dan lsi Indeks B


Seluruh bangunan terbuat dari logam (mudah menyalurkan listrik). 0
Bangunan dengan konstruksi beton bertulang, atau rangka besi dengan 1
atap logam.
Bangunan dengan konstruksi beton bertulang kerangka besi dan atap 2
bukan logam. Bangunan kayu dengan atap bukan logam.
Bangunan kayu dengan atap bukan logam 3

554
c. TlNGGIBANGUNAN

Tinggi Bangunan ( m) Indeks C


Sampaidengan 6 0
12 2
17 3
25 4
35 5
50 6
70 7
100 8
140 9
200 10

D. SITUASI BANGUNAN

Situasi Bangunan Indeks D


Pitanah datar pada semua ketinggian 0
Pikaki bukit sampai tiga perempat tinggi bukit atau dipegunungan 1
$ampai 1000 m
Dipuncak gunung atau pegunungan lebih dari 1000 m 2

E. PENGARUH KILAT

Hari Guroh per Tabun Indeks E


2 0
4 1
8 2
16 3
32 4
64 5
128 6
256 7

555
F. PERKIRAANBAHAYA(R)

R=A+B+C+D+E Perkiraan bahaya Pengamanan


di bawah 11 diabaikan tidakperlu
sarna dengan 11 keeil tidakperlu
12 sedang agak dianjurkan
13 agak besar dianjurkan
14 besar sangat dianjurkan
lebih dan 14 sangat besar sangat perlu

DITETAPKAN DI JAKARTA
PADATANGGAL 21 PEBRUARI 1989

.MENTERITENAGA KERJA

Ttd.

DRS. COSMAS BATUBARA

556
LAMPIRAN II: PERATURAN MENTERITENAGAKERJA
NOMOR : PER.02IMEN/1989
TANGGAL : 21 PEBRUARl1989
JENIS BAHAN DAN UKURAN TERKECIL

NO. KOMPONEN JENIS UKURAN


BENfUK
BAHAN TERKECIL
I 2 3 4 5

1. Penangkap petir
I) Penangkap petir tegak
.. Kepala dengan dudukan .. tembaga pejal runcing Q 1"(dudukan
adalah dengan
bahan yang
sarna)
.. baja galvanis pejal Q 1"dari pipa
runcing
-aluminium pejal Q I"
runcing
.. Batang tegak - tembaga sHinder Q IOmm
pejal
pitapejal 25mmx3 mm
.. baja galvanis sHinder Q I"~
pejal
pitapejal 25mmx3mm
-aluminium silinder Q 1"
pejal
pitapejal 25 mmx4mm

2) Penangkap petir batang - tembaga silinderpejal Q8mm


pendek pitapejal 25mmx3 mm

.. baja galvanis sHinder pejal Q 8 ronl


pitapejal 25 mm x 3 mtn

-aluminium silinderpejal Q 1/2"


pitapejal 25 mrnx4 mm

557
3) Penangkap petir datar - tenlbaga silinder pejal Q8mm
pitapejal 25mrnx3mm
pillin 50mm2

- baja galvanis sHinder pejal Q 1/2'·


pitapejal 25mmx4mm

2. Penghantar penyalur utama - tembaga silinder pejal Q8mm


pitapejal 25mmx3mm
50mm2
pillin
- baja galvanis silinder pejal Q8mm
pita pejal 25mmx3mm

-aluminium siliner pejal Q 1/2"


pitapejal 25mmx4mm

3. Elektroda Pengebumian - tembaga sHinder pejal Q 1/2"


pitapejal 25mrnx4mm

- baja galvanis sHinder pejal Q 1/2"


pitapejal 25mmx4mm

DlTETAPKAN DI JAKARTA
PADATANGGAL 21 PEBRUARI 1989

MENTERITENAGA KERJAR.I

ttd.

DRS. COSMAS BATUBARA

558
MENfERlTENAGAKERJA
REPUBLIK INONESIA

PERATURANMENTERITENAGAKERJA
REPUBLIKlNDONESIA
NO. PER. 02IMEN/1992
lENTANG
TATACARAPENUNJUKANKEWAJIBANDANWEWENANGAHLI
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

MENTERI TENAGA KERJA R.I

Menimbang a. bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan pasall ayat (6) dan pasal
5 ayat (2) Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, perlu menetapkan tata cara penunjukan,
kewajiban dan wewenang ahli keselamatan dan kesehatan kerja;
b. bahwa tata cara penunjukan, kewajiban dan wewenang ahli
keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi
No. PER-03/Men/1978 dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja
No. PER-04/Men/1987 sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan
sehingga perlu disempumakan;
c. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Mengingat 1. Undang-undang Uap tahun 1930 (8tb 1930 No. 225);


2. Undang-undang No. 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja;
3. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
4. Peraturan Uap tahun 1930 (Stb 1930 No. 339);
5. Keputusan Presiden RI No. 15 tahun 1984 yo, Keputusan
Presiden No. 30 tahun 1987 tentang Susunan Organisasi
Departemen;
6. Keputusan Presiden RI No. 64/M tahun 1988 tentang
Pembentukan Kabinet Pembangunan V;
7. Peraturan Menteri Tenaga KerjaNo. Per-04lMenlI987 tentang
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Tata
Cara Penunjukan AhJi Keselamatan Kerja.

559
MEMUTUSKAN:

Menetapkan PERATURAN MENTERITENAGAKERJATENTANG TATA CARA


PENUNJUKAN, KEWAJIBAN DAN WEWENANG AHLI
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA.
BABI
KETENIUANUMUM

Pasall
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :
a. Abli keselamatan dan kesehatan kerja ialah tenaga tehnis berkeahlian khusus dari luar
Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi
ditaatinya Undang-undang Keselamatan Kerja.
b. Pengurus ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu tempat kerja
atau bagiannya yang berdiri sendiri.
c. Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau
tetap dimana tenaga kerja melakukan pekerjaan atau yang sering dimasuki tenaga
kerja untuk keperluan suatu usaha, dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber
bahaya.
d. Direktur ialah Direktur sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No.1 tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja.

Pasa12
(1) Menteri Tenaga Kerja atau Pejabat yang ditunjuk berwenang menunjuk ahli
keselamatan dan kesehatan kerja pada tempat kerja dengan kriteria tertentu dan pada
perusahaan yang memberikan jasa dibidang keselamatan dan kesehatan kerja.
(2) Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :
a. Suatu tempat kerja dimana pengurus mempekerjakan tenaga kerja lebih dari
100 orang;
b. Suatu tempat kerja dimana pengurus mempekerjakan tenaga kerja kurang dari
100 orang akan tetapi menggunakan bahan, proses, alat dan atau instalasi yang
besar risiko bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
BAB II
TATA CARAPENUNJUKAN AHLI KESELAMATAN DAN
KESEHATANKERJA
Pasal3
Untuk dapat ditunjuk sebagai ahli keselamatan dan kesehatan kerja hams memenuhi
persyaratan sebagai berikut :

560
Berpendidikan Sarjana, Sarjana muda atau sederajat dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Sarjana dengan pengalaman kerja sesuai dengan bidang keahliannya sekurang-
kurangnya 2 tahun;
2. Sarjana Muda atau sederajat dengan pengalaman kerja sesuai dengan bidang
keahliannya sekurang-kurangnya 4 tahun :
3. Betpendidikan Sarjana, Sarjana muda atau sederajat dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Berbadan sehat;
b. Berkelakuan baik
c. Bekerja penuh di instansi yang bersangkutan
d. Lulus seleksi dari Tim Penilai
Pasa14
(1) Penunjukan ahli keselamatan dan kesehatan kerja ditetapkan berdasarkan pennohonan
tertulis dari pengurus atau pimpinan instansi kepada Menteri Tenaga Kerja atau Pejabat
yang ditunjuk.
(2) Pennohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harns melampirkan :
a. Daftar riwayat hidup;
b. Surat keterangan pengalaman kerja dibidang kesela.matan dan kesehatan kerja;
c. Surat keterangan berbadan sehat dari Dokter;
d. Surat keterangan pemeriksaan psykologi yang menyatakan sesuai untuk
meIaksanakan tugas sebagai ahli keselamatan dan kesehatan kerja;
e. Surat berkelakuan baik dari Polisi;
f. Surat keterangan pemyataan bekerja penuh dari perusahaan/instansi yang
bersangkutan;
g. Foto copy ijazah atau Surat Tanda Tarnat Belajar terakhir;
h. Sertifikat pendidikan khusus keselarnatan dan kesehatan kerja, apabila yang
bersangkutan memilikinya.
Pasal5
(1) Penunjukan ahli keselamatan dan kesehatan ketja diberikan setelah nlelnperhatikan
pertimbangan Tim Penilai.
(2) Tim Penilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditunjuk Menten Tenaga Kerja'l
dan diketuai oleh Direktur Jenderal yang membidangi keselamatan dan kesehatan
kerja yang anggotanya terdiri dan Pejabat Departemen Tenaga Kerja, Badan dan
Instansi lain yang dipandang perlu.

561
Pasal6
(1) Tim Penilai sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 mempunyai tugas melakukan
penilaian tentang syarat-syarat administrasi dan kemampuan pengetahuan tehnis
keselamatan dan kesehatan kerja.
(2) Kemampuan pengetahuan tehnis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah
kemampuan melakukan identifikasi, evaluasi dan pengendalian masalah-masalah
keselamatan dan kesehatan kerja ditempat kerja dengan bidang tugasnya.
Pasal?

( 1) Keputusan penunjukan ahli keselamatan dan kesehatan krrja sebagaimana dimaksud


dalam pasa14 ayat (1) berlaku untukjangka waktu 3 (tiga) tahun.

(2) Keputusan penunjukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dimintakan
perpanjangan kepadaMenteri Tenaga Kerja atau Pejabat yang ditunjuk.
(3) Pennohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan menurut
prosedur dalam pasal 4 ayat (1) dengan melampirkan :
a. Semua lampiran sebagaimana disebut dalam pasal4 ayat (2);
b. Salinan keputusan penunjukan ahli keselamatan dan kesehatan kerja yang lama;
c. Surat pemyataan dari pengurus atau pimpinan instansi mengenai prestasi ahli
keselamatan dan kesehatan kerja yang bersangkutan;
d. Rekapitulasi laporan kegiatan selama menjalankan tugas.

(4) Dalam keputusan penunjukan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
Tim Penilai dapat melakukan pengujian kembali tentang kemampuan pengetahuan
tehnis keselamatan dan kesehatan kerja.

Pasa18

( 1) Keputusan penunjukan ahli keselamatan dan kesehatan kerja tidak berlaku apabila
yang bersangkutan :
a. Pindah tugas keperusahaan atau instansi lain;
b. Mengundurkan diri;
c. Meninggal dunia;

(2) Keputusan penunjukan ahli keselamatan dan kesehatan keIja dicabut apabila yang
bersangkutan terbukti :
a. Tidak memenuhi peraturan perundang-undangan keselamatan dan kesehatan
kerja;

562
b. Melakukan kesalahan dan kecerobohan sehingga menimbulkan keadaan
berbahaya;
c. Dengan sengaja dan atau karena kehilafannya menyebabkan terbukanya rahasia
suatu perusahaan/instansi yang karena jabatannya wajib untuk dirahasiakan.

BAB III
KEWAJIBANDANWEWENANG
AHLI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Pasal9
(1) Ahli keselamatan dan kesehatan kerja berkewajiban :
a. Membantu mengawasi pelaksanaan peraturan perundangan keselamatan dan
kesehatan kerja sesuai dengan bidang yang ditentukan dalam keputusan
penunjukannya;

b. Memberikan laporan kepada Menteri Tenaga Kerja atau Pejabat yang ditunjuk
mengenai hasil pelaksanaan tugas dengan ketentuan sebagai berikut :
I. Untuk ahli keselamatan dan kesehatan kerja ditempat kerja satu kali dalam
3 (tiga) bulan, kecuali ditentukan lain;
2. Untuk ahli keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan yang
memberikan jasa dibidang keselamatan dan kesehatan kerja setiap saat
setelah selesai melakukan kegiatannya.
c. Merahasiakan segala keterangan tentang rahasia perusahaan/instansi yang
didapat berhubung dengan jabatannya.

(2) Tembusan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hurufb ditunjukan kepada:
a. Kantor Departemen Tenaga Ketja setempat.
b. Kantor WilayahDepartemen Tenaga Kerja setempat.
c. Direktur Bina Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

PasallO

(1) Ahli keselamatan dan kesehatan kerja berwenang untuk :


a. Memasuki tempat kerja sesuai dengan keputusan penunjukan;
b. Meminta keterangan dan atan informasi mengenai pelaksanaan syarat-syarat
keselamatan dan kesehatan kerja ditempat kerja dengan keputusan
penunjukannya;

563
c. Memonitor, memeriksa, menguji, menganalisa, mengevaluasi dan memberikan
persyaratan serta pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja yang meliputi :
1. keadaan dan fasilitas tenaga kerja;
2. keadaan mesin-mesin, pesawat, alat-alat kerja, instalasi serta peralatan
lainnya;
3. penanganan bahan-bahan,
4. proses produksi,
5. sifat pekerjaan,
6. lingkungan kerja
(2) Perincian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dapat dirubah sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi.

(3) Ahli keselamatan dan kesehatan kerja yang ditunjuk berdasarkan Undang-undang
Uap tahun 1930 dan ahli keselamatan dan kesehatan kerja yang bekerja pada perusahaan
yang memberikan jasa dibidang keselamatan dan kesehatan kerja dalam memberikan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1) hurufchams mendapat persetujuan
Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.

BABIV
KETENTUANPERALIHAN
Pasall1

( 1) Ahli keselamatan dan kesehatan kerja yang telah ditunjuk sebelum Peraturan Menteri
ini berlaku, tetap berlaku sampai berakhimya jangka waktu dalam keputusan
penunjukannya.

(2) Setelah berakhir jangka waktu penunjukannya sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), dapat dimintakan perpanjangan sesuai prosedur sebagaimana dimaksud dalam
pasa} 7 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4).

BABV
KETENTUANPENUTUP
Pasal12

Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan melaksanakan pengawasan terhadap ditaatinya


Peraturan Menteri ini.

564
Pasal13
Dengan menetapkannya Peraturan Menteri ini, maka Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Transmigrasi dan Koperasi No. Per. 03/Menl1978 dan Peraturan Menten Tenaga KeIja
No. Per-04/MenlI987 pasall, hurufa, b dan c 5,6,7,8,9,10,11 dan 13, khusus yang
mengatur AbU KeseJamatan Kerja dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal14
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

DITETAPKANDI JAKARTA
PADATANGGAL 30 -12 -1992

MENTERI TENAGAKERJA R.I

ttd.

DRS. COSMAS BATUBARA

565
566
MENTERI TENAGA KERJA
REPUBLIK INDONESIA

PERATIJRANMENTERITENAGAKERJAR.I

NOMOR: PER.04/MEN/1993

TENfANG

JAMINAN KECELAKAAN KERJA

MENTERI TENAGA KERJA,

Menimbang a. bahwa sebagai pelaksana pasal 19 ayat (2) dan (3) Undang-undang
No.3 tahun 1992 tentang laminan Sosial Tenaga kerja, dipandang
perIn diatur perlindunganjaminan kecelakaan kerja hagi tenaga kerja
yang belum mendapatkan perlindungan berdasarkan pentahapan
kepesertaan sebagai mana diatur dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 ten tang Penyelenggaraan
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja;
b. bahwa sesuai dengan prinsip resiko pekerjaan (resque profesioneel)
merupakan tanggungan pengusaha terhadap tenaga kerja yang
tertimpa kecelakaan kerja;
c. bahwa untuk ituperiu ditetapkan dengan Peraturan Menteri;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial


Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tabun 1992
Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3468);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang
Penyelenggaraan Program laminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran
Negara Republik Indonesia rabun 1993 Nomor 20, Tambahan
Negara Republik Indonesia 3520);

567
3. Keputusan Presiden Nomor 64/M Tahun 1988 tentang Pembentukan
Kabinet Pembangunan V;
4. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit 'Yang
Timbul Karena Hubungan Kerja.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG JAMINAN
KECELAKAAN KERJA.

BABI
PENGERTIAN
Passll
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
I. Tenaga Kerja adalah setiap orang bekerja pada perusahaan yang belum wajib mengikuti
program jaminan sosial tenaga kerja karena adanya pentahapan kepesertaan;
2. Pengusaha adalah :
a. Orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik
sendiri;
b. Orang, persekutuan atau badan hukum yang seeara berdiri sendiri menjalankan
perusahaan bukan miliknya;
e . Orang, persekutuan atan badan hukum yang berada di Indonesia, mewakili perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam hurufa dan hurufb yang berkedudukan di luar wilayah
Indonesia.
3. Perosahaan adalah setiap bentuk Badan usaha yang mempekerjakan tenaga kerja
dengan tujuan mencari untung atau tidak, baik milik swasta maupun milik negara;
4. Keeelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja,
tennasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula keeelakaan
yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah manuju tempat kerja, dan pulang
ke romah melalui jalan yang bisa atau wajar dilalui.
5. Sementara tidak mampu bekerja adalah keadaan tenaga kerja yang sementara tidak
mampu bekerja karena masih dalam keadaan perawatan dokter.
6. Cacad sebagian untuk selama-lamanya adalah hilang atau tidak berfungsinya sebagian
anggota tubuh tenaga kerja untuk selama-lamanya.
7. Cacad total untuk selama-lamanya adalah karena tenaga kerja tidak mampu bekerja
sarna sekali untuk selama-lamanya.

568
8. Upah sebulan adalah upah yang diterinla oleh tenaga kerja selama satu bulan terakhir
dengan ketcntuan sebagai berikut :
a. jika upah dibayarkan seeara harian , rnaka upah sebulan sarna dengan upah
sehari dikalikan 30 (tiga puluh);
b. jika upah dibayarkan seeara borongan atau satuan maka upab sebulan dihitung
dari upah rata-rata 3 (tiga) bulan terakhir;
c. jika pekerjaan tergantung dari keadaan cuaca yang upahnya didasarkan pada
upah borongan, maka upah sebulan dihitung dari upah rata-rata 12 (dua belas)
bulan terakhir.
9. Dokter pemeriksa adalah dokter perusahaan atau dokter yang ditunjuk oleh pengusaha
atau dokter pemerintah yang memeriksa dan merawat tenaga kerja.
10. Dokter penasihat adalah dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan atas usul dan
diangkat oleh Menteri Tenaga Kerja.
11. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan adalah pegawai teknis berkeahlian khusus dari
Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja ;
12. Atas Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan adalah:
a. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang berkedudukan di tingkat Kantor
Departemen Tenaga Kerja iaIah Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja yang
bersangkutan;
b. PegawaiPengawas Ketenagakerjaan yang berkedudukan di tingkat Kantor
WilayahDepartemen Tenaga Kerja yang bersangkutan;
c . Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang berkedudukan di tingkat Departemen
Tenaga KeIja Pusat ialah Direktur Bina Pengawasan Norma Perlindungan Tenaga
Ketja.

BABII
HAKDAN KEWAJIBANTENAGAKERJA
Pasal2
( 1) Tenaga Kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak mendapatkan jaminan kecelakaan
kerj a yang terdiri dari :
a. pengangkutan dari tempat kejadian ke Rumah Sakit yang terdekat atau ke
rumahnya;
b. pemeriksaan, pengobatan dan atau perawatan di Rumah Sakit
c. biaya pemakaman.
(2) Selainjaminan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga diberikan santunan bempa
uang yang terdiri dari :

569
a. santunan sementara tidak mampu bekerja sebagai pengganti upah;
b. santunan cacad sebagian untuk selama-Iamanya;
c. santunan cacad total untuk selama-lamanya
d. santunan kematian.
(3) Besamya Jaminan Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2)
adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menten ini.

Pasal3
( I) Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia karena kecelakaan kerja maka santunan
kematian sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf d dibayarkan kepada
janda atau duda atau anak yang menjadi tanggungannya.
(2) Dalam hal janda atau duda atau aoak tidak ada maka Jaminan Kematian dibayar
sekaligus kepada keturunan sedarah yang ada dan tenaga kerja menurut garis lurus
ke bawah dan garis lurus ke atas dihitung sampai derajat kedua.
(3) Dalam hal tenaga kerja tidak mempunyai keturunan sedarah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), maka Jaminan Kematian dibayarkan sekaligus kepada pihak yang
ditunjuk oleh tenaga kerja dalam wasiatnya.
(4) Dalam hal tidak ada wasiat biaya pemakaman dibayarkan kepada pengusaha atau
pihak lain guna pengurusan pemakamn
(5) Dalam hal janda atau anak lebih dari satu orang, maka santunan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dibagi rata dan sarna banyaknya antara mereka.

Pasal4
Tenaga kerja berkewajiban memberikan daftar susunan keluarga yang menjadi
tanggungannya kepada perusahaan termasuk perubahannya.

BABII
HAKDAN KEWAJIBAN PENGUSAHA
Pasal S
Pengusaha wajib memberikan Jaminan Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud Pasa12
kepada tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja.

Pasal6
Pengusaha wajib membuat daftar Perusahaan wajib Bayar Jaminan Kecelakaan Kerja di
perusahaan atau di bagian perusahaan yang berdiri sendiri yang dibuat sesuai dengan
Bentuk K.K 1 (terlampir) dan didaftarkan ke Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat

570
PasalS
( 1)Pengusaha wajib melaporkan secara tertulis kecelakaan kerja yang menimpa tenaga
kerja kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat, dalam waktu tidak lebih
dari 2x24 (dua kali dua puluh empat) jam.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan secara lisan sebelum
dilaporkan secara tertulis
(3) Dalam hal penyakit yang timbul karena hubungan keJja, Iaporan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) disampaikan dalam waktu tidak Iebih dari 2X24 (dua
puluh empat) jam setelah penyakit tersebut didiagnosis oleh Dokter Pemeriksa.
(4) Laporan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) dilakukan dengan
mengisi Laporan Kecelakaan Kerja Tahap I sesuai dengan Bentuk KK 2 (terlampir)

Pasal9
(1) Pengusaha wajib mengirimkan Laporan Kecelakaan Kerja Tahap II kepada Kantor
Departemen Tenaga Kerja setempat dengan mengisi Bentuk KK3 (terlampir) dalam
waktu tidak lebih dari 2 X 24 (dua puluh empat) janl setelah tenaga kerja yang
tertimpa kecelakaan kerja berdasarkan surat keterangan dokter dinyatakan :
a. keadaan sementara tidak mampu bekerja telah berakhir;
b. keadaan cacat sebagian untuk selama-Iamanya;
c. keadaan cacat total untuk selama-Iamanya;
d. meninggal dunia.
(2) Surat keterangan dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menggunakan Bentuk
KK 4 (terlampir)
(3) Dalam hal penyakit yang timbuI karena hubungan keIja surat keterangan dokter
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menggunakan BentukKK 5 (terlampir)
(4) Bentuk KK 4 atau KK 5 sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) harus
disampaikan oleh pengusaha kepada Kantor Departemen Tenaga ketja setempat.

PasallO
Tenaga keIja yang tertimpa kecelakaan kerja sementara tidak mampu bekerja perusahaan
wajib terns membayar upah tenaga kerja yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (2) huruf a sampai Dokter Pemeriksa menetapkan akibat kecelakaan kerja
yang dideritanya.
Pasalll
Pengusaha tidak diwajibkan untuk membayar jaminan kecelakaan kerja kepada tenaga
kerjayang tertimpa kecelakaan kerja atau santunan kematian kepada keluarganya dalarn
hal:

571
a. karena disengaja oleh tenaga kerja yang bersangkutan;
b. menolak tanpa alasan yang sah akan diperiksa dokter yang ditunjuk oleh perusahaan;
c. sebelum selesai pengobatan tenaga kerja menolak pertolongan dalam huruf b tanpa
alasan yang sab;
d. pergi ke tempat lain sehingga dokter yang ditunjuk oleh perusahaan tidak dapat
memberikan pertolongan yang dianggap periu untuk memulihkan kesehatannya.

Pasal12
Dalam hal tenaga kerja pada waktu kecelakaan kerja sedang berada di bawah pengaruh
minuman keras stau sesuatu yang memabukkan karena disengaja, maka dengan persetujuan
Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan pengusaha berhak mengurangi besarnya sanmnan
kecelakaan kerja sebanyak -banyaknya 50% (lima puluh persen) dari yang seharusnya
diterima.
Pasal13
( 1)Dalam hal terjadi perbedaan pendapat mengenai kecelakaan atau bukan kecelakaan
kerja, maka Pegawai Ketenagakerjaan berwenang menetapkan dan mewajibkan
pengusaha untuk terlebib dabulu:
a. Membayar pertolongan
b. Membayar biaya pemakaman
(2) Dalam hal Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan temyata menetapkan bukan sebagai
kecelakaan kerja. Maka pengusaha tidak dapat meminta kembali biaya yang telah
dikeluarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (I).

BABIV
TATACARAPEMBAYARAN JAMINAN
Pasal14
(1) Setelah keceJakaan kerja terjadi pengusaha hams membuat perhitungan dan membayar
besamya santunan kecelakaan dalam waktu selambat-Iambatnya 7 (tujuh) haei
terhitung sejak dimana disampaikan laporan kecelakaan kerja Tahap II dengan
menggunakan Bentuk K.K6 (terlampir)
(2) Perhitungan besamya santunan kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) hams disampaikan tenaga kerja atau keluarganya dan Kantor Departemen Tenaga
Kerja setempat.
(3) Dalam hal perhitungan besamya santunan kecelakaan kerja yang dilakukan oleh
pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak sesuai dengan ketentuan
yang berlaku maka Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan berwenang untuk

572
menetapkan besarnya santunan kecelakaan kerja walaupun tidak ada pengaduan
keberatan dari tenaga kerja atau keluarganya dengan menggunakan Bentuk KK7
(terlampir).

Pasal15
(1) Dalam hal pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasall4 ayat (1) belum mampu
menghitung sendiri besarnya santunan kecelakaan kerja dapat meminta bantuan kepada
Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan.
(2) Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hams
membuat perhitungan besamya santunan kecelakaan kerja sesuai dengan ketentuan
yang berlaku
(3) Pegawai wajib membayar santunan kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) kepada tenaga kerja atau keluarga yang ditinggalkan dalam waktu selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari.

Pasal16
( 1)Dalam hal pengusaha, tenaga kerja atau keluarganya tidak dapat menerima penetapan
besarnya santunan kecelakaan kerja yang ditetapkan oleh Pegawai Pengawas
Ketenagakerjaan, dapat mengajukan keberatan atau banding kepada Atasan Pegawai
Pengawas Ketenagakerjaan dalam waktu selambat-Iambatnya 14 (empat beIas) hari
terhitung sejak penetapan diterima.
(2) Atasan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dalam waktu selambat-Iambatnya 30
(tiga puluh) hari harns sudah mengeluarkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1).
(3) Dalam hal pengusaha, tenaga kerja atau keluarganya tidak dapat menerima penetapan
besarnya santunan kecelakaan kerja yang ditetapkan oleh atasan Pegawai Pengawas
Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) clapat mengajukan keberatan
atau banding kepada Menteri Tenaga Kerja dalam waktu selambat-Iambatnya 14
(empat be Ias) ban terhitung sejak penetapan diterima.
(4) Setelah ada penetapan besamya santunan kecelakaan kerja oleh Pegawai Pengawas
Ketenagakerjaan, atas Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan atau oleh Menteri Tenaga
Kerja yang tidal< dapat dimintakan banding lagi maka:
a. Dalam hal penetapan tersebut lebih besar dari pada yang dibayarkan, maka
perusahaan harns membayar kekurangannya dalam waktu selambat-lambatnya
7 (tujuh) hari sejak penetapan.
b. Dalam hal penetapan tersebut lebih keeil dari pada yang dibayarkan, maka
perosahaan tidak boleh meminta kelebihannya dari tenaga kerja atau keluarganya.

573
Pasal17
Dalam hal terjadi cacat diluar tabel persentase santunan tetap, sebagian dan cacad-cacad
lainnya, maka Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan menetapkan besamya persentase cacad
dengan persetujuan Dokter Penasehat setempat.

Pasalls
(1) Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja dalam waktu selambat-lambatnya 3
(tiga) tahoo setelah terjadinya kecelakaan kerja dapat mengajukan permintaan kepada
Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan untuk mcnetapkan kembali besamya jaminan
kecelakaan kerja yang telah ditetapkan, apabila keadaan cacad sebagian untuk selama-
lamanya mengalami perusahaan yang ditetapkan dengan surat keterangan Dokter
Pemeriksa.
(2) Dalam hal pengusaha atau tenaga kerja tidak clapat menerima penetapan Pegawai
Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berlaku
apabila perubahan tersebut disengaja oleh tenaga kerja atau akibat kecelakaan kerja
bam.

BABV
SANKSI
Pasal19
Pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8 ayat (1),
Pasal 9 ayat (1), Pasal 10, Pasa) 13 ayat (1), Pasal 14 ayat (1), dan Pasal 15 ayat (3)
merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 19 Undang-undang No. 3 tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

BABVI
KETENTUANLAIN·LAIN
Pasal20
( 1) Setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) Pegawai
pengawas Ketenagakerjaan segera melaksanakan penilaian atas laporan tersebut, dan
apabiia dipandang periu mengadakan penelitian mengenai sebab-sebab dan akibat
kecelakaan kerja tersebut.
(2) Setiap orang yang diminta keterangan atau bantuan keahliannya oleh Pegawai
Pengawas Ketenagakerjaan hams memenuhi pennintaan tersebut
(3) Apabila diperlukan perusahaan hams menunjukkan laporan kecelakaan kerja
sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (4) kepada Pegawai Pengawas
Ketenagakerjaan.

574
Pasal 21
Setiap orang yang melihat atau mengetahui terjadinya kecelakaan kerja yang menimpa
tenaga ketja dibenarkan memberitahukan perihal kecelakaan dimaksud kepada perusahaan
dan Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat atau terdekat dengan tidak menghilangkan
kewajiban perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).

Pasal22
Dalam hal tenaga keIja yang tertimpa kecelakaan keIja dipekerjakan kembali pada perusahaan
dengan mendapatkan upah, maka upah yang diterima tenaga kerja hams tidak boleh lebih
kecil dari besarnya upah pada saat tertimpa kecelakaan kerja.

BAB VII
KETENIUANPENUIUP
Pasal23
Pengawas terhadap ditaatinya pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Pegawai
Pengawas Ketenagaketjaan Departemen Tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang No.3 Tahun 1951.

Pasal24
Segala ketentuan yang ada dan bertentangan dengan Peraturan Menteri ini dinyatakan
tidak berlaku lagi.

Pasal25
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan

Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 27 - 2 - 1993

MENTERITENAGAKERJA
TID
DRS. COSMAS BATUBARA

575
LAMPIRAN : PERATURANMENTERITENAGAKERJA
NOMOR: PER-04/MEN/1993
TANGGAL: 27 PEBRUARI 1993

I. BESARNYAJAMINAN KECELAKAAN KERJA


A Santunan
1. Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB) 4 bulan pertama 100% x Upah
sebulan, 4 bulan kedua 75% x upah sebulan dan bulan seterusnya 500/0 x
upah sebulan.

2. Cacad
a. Cacad sebagian untuk selama-lamanya dibayarkan secara sekaligus
(Lumpsum) dengan besarnya % sesuai dengan tabel x 60 bulan upah.
b. Caead total untuk selama-Iamanya dibayarkan seCara sekaligus
(Lumpsum sebesar 70% x 60 bulan upah.
c. Cacad kekurangan fungsi dibayar seeara sekaligus (Lumpsum) dengan
besamya santunan adalah : % berkurangnya fungsi x % sesuai tabel
x 60 bulan upah.

3. Santunan Kematian dibayarkan seeara sekaligus (Lumpsum)


a. Santunan sekaligus sebesar 60% x 60 bulan upah, sekurang-
kurangnya sebesar laminan Kematian.
b. Biaya pemakaman sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) ..
1m 0.60"

B. Pengobatan danperawatan sesuai dengan biaya yang dikeluarkan.


I Dokter
2 Ohat;
3 Operasi;
4 Rontgen, Laboratorium;
5 Perawatan Puskesman, Rumah Sakit Umum Kelas I;
6 Gigi;
7 atau;

576
8 Jasa tabib/sinheltradisional yang telah menjadi ijin resmi dan instansi yang
berwenang.l

C. Penyakit yang timbul karena hubungan kerja


Besamya santunan dan biaya pengobatanJperawatan sarna dengan A dan B.

D. Ongkos pengangkutan tenaga kerja dari tempat kejadian kecelakaan kerja ke


Rumah Sakit atau ke Rumahnya sebesar biaya yang diperlukan

II. TABEL PERSENTASE SANTUNAN CACAD TETAP SEBAGIAN DAN


CACAD-CACAD LAINNYA.

Macam cacad Tetap Sebagian 0/0 x Upah


Lengan kanan dari sendi bahu kebawah 40
Lengan kiri dari sendi bahu kebawah 35
Lengan kanan dari atau dari atas siku kebawah 35
Lengan kiri dari atau dati atas siku kebawah 30
Tangan kanan dari atau dari atas pergelangan kebawah 32
Tangan kiri dari atau dari atas pergelangan kebawah 28
Kedua belab kaki dari pangkaI paha kebawah 70
Sehelah kaki dari pangkal paha kebawah 35
Kedua belah kaki dari mata kaki kebawah 50
Kedua belah kaki dari mata kaki kebawah 25
Kedua belah mata .
70
Sebelah mata atau diplopia pada penglihatan dekat 35
Pendengaran pada kedua belah telinga 40
Pendengaran pada sebelah teIinga 20
Ibu jari tangan kanan 15
Ibu jari tangan kiri 12
Telunjuk tangan kanan 9
Telunjuk tangan kiri 7

577
Salah satu jari lain tangan kanan 4
Salah satu jari lain tangan kiri 3
Ruas pertama telunjuk kanan 4,5
Ruas pertama telunjuk kiri 3,5
Ruas pertama jari lain tangan kanan 2
Ruas pertamajari lain tangankiri 1,5
Salah satu ibu jari kaki 5
Salah satujari telunjuk kaki 3
Salah satu jari kaki lain 2
Terkelupasnya kulit kepala 10-22
lnnpotensi 3
Kaki memendek sebelah : kurang dari 5 cm 10
5 - 7,5 em 20
7,5 atau lebih 30
Penurunan daya dengar kedua belah telinga setiap 10 desibel 6
Penurunan daya dengar sebelah telinga setiap 10 desibel 3
Kehilangan daun telinga 5
Cacad hilangnya cuping hidung 10
Kehilangan daya ciuman 30
Perforasi sekat rongga hidung 15
Kehilangan daya penciuman 10
Kehilangan kemampuan kerja phisik
50% - 70% 40
25% - 50% 20
10% - 25% 5
Hilangnya kemampuan kerja mental tetap 70
kehilangan sebagian fungsi penglihatan setiap kehilangan efisiensi
tajam penglihatan 10% 7
Apabila efisiensi penglihatan kanan dan kiri berbeda maka efisiensi
penglihatan binokuler dengan rumus kehilangan efisiensi penglihatan :

578
(3x % ef.peng.terbaik) + % ef.peng.terburuk
Setiap kehilangan efisiensi tajam penglihatan 10% 7
Kehilangan penglihatan wama 10
Setiap kehilangan lapangan pandang 10% 7

Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 27 ... 2 ... 1993

MENTERI TENAGAKERJA
TTD
DRS.COSMASBATUBARA

579
DAFTARPERUSAHAAN
WAJIB BAYARJAMINAN KECELAKAANKERJA

BENTUK KANDEPT.K:
KK.l NO.KLUI:
1. Nama dan alamat Perusahaan No. Pendaftaran :
2. a. Nama dan alamat Pimpinan Perusahaan
b. NomorTelepon
Harlan ......................................... orang
3. Jumlah
tenaga kerja Bulanan ......................................... orang
Borongan ......................................... orang
Jumlah: ......................................... orang

Harian Rp .
4. Besamya upah dari masing-
masing tenaga kerja Bulanan Rp .
Borongan Rp .
Jumlah: Rp .
Dibuat dengan sesungguhnya di :

pada tanggal :
Pimpinan Perusahaan

( )

Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 27 - 2 - 1993

MENTERITENAGAKERJA
TTD
DRS. COSMAS BATUBARA

580
MENTERITENAGAKERJA
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERITENAGAKERJAR.I
NO. PER.04/MEN/1995
TENTANGPERUSAHAAN JASAKESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

MENTERI TENAGA KERJARJ

Menimbang a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan disemua sektor


kegiatan dengan penerapan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang
semakin meningkat untuk memenuhi tingkat produksi yang tinggi
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang dalam
pelaksanaannya dapat menimbulkan kecelakaan apabila tidak
ditangani secara profesional dan berkesinambungan.
b. bahwadalam rangka mencegah teljadinya bahaya kecelakaan, perlu
mengikutsertakan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan
masalah pengawasan K3 mulai dati tahap konsultasi, pabrikasi,
pemeliharaan, reparasi, penelitian, pemeriksaan, pengujian, audit
K3 dan pembinaan K3;
c . bahwa Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep.1261IMen/1988
sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan, sehingga perlu
disempumakan;
d. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Mengingat 1. Undang-oodang Uap tahoo 1930 (StaatsbIad taboo 1930 No. 225).
2. Undang-undang No.3 tahun 1951 tentang Pernyataan berlakunya
Undang-undang Pengawasan Perburuhan tahun 1948 No. 23 dari
Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara
Taboo 1951 No.4).
3. 'Undang-undang No. 14 tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan
Pakak mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1969
No. 55, Tambahan Lembaran Negara No. 2912).
4. Undang-undang No.1 rahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Lembaran Negara Tabun 1970 No.1, Tambahan Lembaran
Negara No. 2918).
5. Keputusan Presiden RI No. 961M taboo 1993 tentang Pembentukan
Kabinet Pembangunan V.

581
6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per. 02/Menl1992 tentang
Tata Cara Penunjukan, Kewajiban dan WewenangAhli Keselamatan
dan Kesehatan Kerja.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG


PERUSAHAAN JASA KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA.
BAB)
KETENrUANUMUM

Pasall

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :


a. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang mempekerjakan pekerja dengan tujuan
mencari untung atau tidak, baik milik swasta maupun milik negara;
b. Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut PJK3
adalah perusahaan yang usahanya dibidang jasa K3 untuk membantu pelaksanaan
pemenuhan syarat-syarat K3 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku:
c. Pengawasan Ketenagakerjaan adalah suatu sistem pengawasan terhadap pelaksanaan
peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan yang merupakan rangkaian
kegiatan pemeriksaan dan pengujian guna melakukan tindakan korektifbaik secara
prefentif maupun represif;
d. Pemeriksaanadalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh bahan
keterangan tentang suatu keadaan disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dalam rangka tindakan korektif;
e. Pengujian adalah rangkaian kegiatan penilaian suatu obyek secara tehnis atau medis
yang mempunyai resiko bahaya dengan cara memberi beban uji atau dengan teknik
pengujian lainnya sesuai dengan ketentuan tehnis atau medis yang telah ditetapkan;
f. Petneriksaan dan pengujian teknik adalah pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan
pada keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat-alat dan peralatan kerja, bahan-
bahan, lingkungan kerja, sifat pekerjaan, cara kerja dan proses produksi;

g. Pemeriksaan dan pengujian kesehatan kerja adalah pemeriksaan yang dilakukan


terhadap kesehatan tenaga kerja dan lingkungan kerja;

582
h. AbU Keselamatan dan Kesehatan kerja yang selanjutnya disebut Abli K3 adalah tenaga
tehnis berkeahlian khusus dari Iuar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh
Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi Iangsung ditaatinya Undang-undang
Keselamatan Kerja;
1. Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu tempat
kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri;
j. Pengusaha adalah :
1. orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan
milik sendiri;
2. orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan
perusahaan bukan milikmya;
3. orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia , tnewakili
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 yang
berkedudukan diluar wilayah Indonesia.
k. Dokter pemeriksa adalah dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh
Direktur sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) Undang-undang No.1 tahun
1970;
I. Direktur adalah Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga KeIja untuk melaksanakan
Undang-undang Keselamatan Kerja.

Pasal2

(1) PJK3 dalam melaksanakan kegiatan jasa K3 harus terlebih dahulu memperoleh
keputusan penunjukan dari Menteri Tenaga Ketja c.q. Direktur Jenderal Pembinaan
Hubungan Industrial dan Pengawasan K.etenagakerjaan.
(2) Untuk memperoleh keputusan penunjukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harns memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalamBab II.

Pasa13

PJK3 sebagaimana dimaksud dalam pasal2 ayat (1) meliputi :


a. Jasa Konsultan K3;
b. Jasa Pabrikasi, Pemeliharaan, Reparasi dan Instalasi Teknik K3;
c. Jasa Pemeriksaan dan Pengujian Teknik;
d. Jasa Pemeriksaan / Pengujian dan atau Pelayanan Kesehatan Kerja;
e. JasaAuditK3;
f. Jasa Pembinaan K3.

583
Pasa14
(1) Perusahaan Jasa Pemeriksaan dan Pengujian Teknik sebagaimana dimaksud dalam
pasal 3 huruf c meliputi bidang :
a. Pesawat uap dan bejana tekan;
b. Listrik;
c. Penyalur petir dan peralatan elektronik;
d. Lift;
e. Instalasi proteksi kebakaran;
f. Konstruksi Bangunan;
g. Pesawat angkat dan angkut dan pesawat tenaga dan produksi;
h. Pengujian merusak (DestructifTest) dan tidak merusak (Non DestructifTest).
(2) Perusahaanjasa sebagaimana dimaksud dalam pasa13 huruf d meliputi bidang :
a. Kesehatan Tenaga Kerja;
b. Lingkungan Kerja;

(3) Rincian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) dapat diubah sesuai dengan
perkembangan teknik dan tehnologi yang ditetapkan oleh Menten Tenaga Kerja.
Pasal5
Perusahaan Jasa sebagaimana dimaksud dalam pasa14 ayat (1) dilarang melakukan kegiatan
PJK3 sebagaimana dimaksud dalam pasal3 huruf a, b, e dan f.

Pasa16

Ahli K3 atau dokter pemeriksa yang bekerja pada PJK3 mempunyai tugas melakukan
pemeriksaan dan pengujian teknik atau pemeriksaanlpengujian dan atau pelayanan kesehatan
kerja sesuai dengan Keputusan Penunjukannya.

BAD II
SYARAT-8YARATPENUNJUKAN

Pasal?
Untuk menjadi PJK3 sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 huruf b hams memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a. Berbadan hukum;
b. Memiliki ijin usaha perusahaan (SIUP);
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
d. Memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan;

584
e. Memiliki peralatan yang memadai sesuai usaha jasanya;
f. MemilikiAhli K3 yang sesuai dengan usaha jasanya yang bekerja penuh pada perusahaan
yang bersangkutan;
g. Memiliki tenaga tehnis sesuai usaha jasanya sebagaimana dimaksud dalam pasal 3
hurof b.

Pasa18

(1) Untuk mendapat Keputusan Penunjukan sebagaimana dimaksud dalam pasal2, PJK3
hams mengajukan pennohonan kepada Menteri Tenaga Kerja c.q. Direktur Jenderal
Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat dalam rangkap 3 (tiga)
dan diberi materai disertai lampiran :
a. Salinan akte pendirian perusahaan;
b. Salinan Surat Ijin Usaha Perusahaan (SIUP);
c. Surat keterangan domisili perusahaan;
d. Salinan bukti NPWP perusahaan;
e. Daftar peralatan yang dimiliki sesuai usaha jasanya;
f. Struktur organisasi perusahaan;
g. Salinan wajib lapor ketenagakerjaan;
h. Salinan Keputusan Penunjukan sebagai Ahli K3 atau dokter pemeriksa kesehatan
tenaga kerja kecuali untuk perusahaan jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal
3 huruf b dan f;
i. Riwayat hidup Ahli K3 atau Tenaga Tehnis yang bekerja pada perusahaan yang
bersangkutan.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hams mencantumkan bidang
usaha jasa sebagaimana dimaksud dalam pasa14 ayaat (1) dan (2) yang sesuai dengan
Ahli K3 yang dimiliki.

(4) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tembusannya disampaikan kepada
Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Kepala Kantor Wilayah Departemen
Tenaga Kerja Setempat.

Pasal9

(I) Setelah permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diterima, Direktur


Pengawasan NOffila Keselamatan dan Kesehatan kerja memeriksa kelengkapan syarat-
syarat administrasi dan syarat-syarat tehnis.

585
(2) Dalam melaksanakan pemeriksaan kelengkapan syarat-syarat administrasi dan syarat-
syarat tehnis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Direktur Pengawasan Norma
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat membentuk Tim Penilai.
(3) Ketua, anggota, hak, kewajiban dan masa kerja Tim Penilai sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Pcngawasan Norma
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
(4) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menten Tenaga
Kerja c.q Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal
diterimanya pennohonan, menetapkan penolakan atau keputusan penunjukan.
(5) Penolakannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) harus disertai alasan-alasannya.

PasallO
(1) Keputusan Penunjukan PJK3 sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (4) berlaku
untukjangka waktu 2 (dua) tabun, dan setelah berakhir dapat diperpanjang.
(2) Untuk mendapatkan Keputusan Penunjukan perpanjangan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (I), PJK3 hams mengajukan surat permohonan perpanjangan dengan
melampirkan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) dan daftar
kegiatan selama berlakunya Keputusan Penunjukan.
(3) Pengajuan permohonan perpanjangan PJK3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
harus diajukan dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum berakhir
masa berlakunya Keputusan Penunjukan yang lama.

BAB III
HAKDANKEWAJIBAN
Pasalll
PJK3 yang telah mendapatkan Keputusan Penunjukan sebagaimana dimaksud dalam pasal
9 ayat (4) berhak :
a. Melakukan kegiatan sesuai dengan Keputusan Penunjukannya;
b. Menerima imbalan jasa sesuai dengan kontrak diluar biaya retribusi pengawasan
norma keselamatan dan kesehatan kerja, sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;

Pasa112
PJK3 yang telah mendapatkan Keputusan Penunjukan sebagaimana dimaksud dalam pasal
9 ayat (4) berkewajiban :

586
a. Mentaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. Mengutamakan pelayanan dalam rangka pelaksanaan pemenuhan syarat-syarat K3
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. Membuat kontrak kerja dengan pemberi kerja yang isinya antara lain memuat secara
jelas hak dan kewajiban;
d. Memeliahara dokumen kegiatan untuk sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.

Pasal13
Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 PJK3 harns melaporkan dan
berkonsultasi dengan Kepala Kantor Departemen atau Kepala Kantor Wilayah Departemen
Tenaga Kerja setempat sebelum dan sesudah melakukan kegiatan dengan menyerahkan
laporan tehnis sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal14
.PJK3 yang melakukan kegiatan dibidang jasa pemeriksaan dan pengujian teknik atau jasa
pemeriksaan/pengujian dan atau pelayanan kesehatan keIja yang mengak ib atkan kerusakan
atau kerugian pihak lain karena tidak mengikuti prosedur sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, wajib bertanggung jawab atas kerusakan atau kerugian tersebut.

BABIV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal15
Dalam hal adanya perubahan Ahli K3 atau tenaga tehnis, PJK3 hams melaporkan kepada
Menteri Tenaga Kerja c.q. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan
Pengawasan Ketenagakerjaan.
Pasal16
(1) Penunjukan PJK3 sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menten ini untuk mencapai
nihil kecelakaan ditempat kerja.

(2) Untuk mencapai nihil kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), PJK3 harns
memiliki sarana dan prasarana yang diperlukan untuk pemenuhan syarat-syarat K3
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Untuk memenuhi pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
Menteri Tenaga Kerja dapat menunjang badan usaha tertentu untuk melaksanakan
kegiatan jasa K3.

587
BABV
SANKS}
Pasa) 17
PJK3 yang telah ditunjuk oleh Menten Tenaga kerja c.q. Direktur Jenderal Pembinaan
Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan, apabila dalam melaksanakan
kewajibannya tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Menten ini dapat dikenakan sanksi
Pencabutan Keputusan Penunjukan sebagai PJK3.
BABVI
KETENTUAN PERt\LIHAN
Pasal18
PJK3 yang telah mendapat Keputusan Penunjukan dari Mentel; Tenaga kerja c.q. Direktur
Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan berdasarkan
Keputusan Menteri Tenaga Kelja No. Kep. 1261/Men!1988 tetap berlaku sampai berakhimya
Keputusan Penunjukan yang lama.
BAB VII
KETENTUANPENUTUP
Pasal 19
Pegawai Pengawas Ketenagaketjaan melakukan pengawasan terhadap ditaatinya Peraturan
Menteri ini.
Pasa120
Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, maka Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.
Kep. 1261/Men/ 1988 tentang syarat-syarat Penunjukan Perusahaan Jasa Pemeriksaan dan
Pengujian Teknik Pesawat Uap dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasa121
Peraturan Menten ini mulai berlaku ,pada tanggap ditetapkan.

DITETAPKAN DI JAKARTA
PADATANGGAL 12 OKTOBER 1995

MENTERITENAGAKERJARJ

Ud.

DRS.ABDULATIEF

588
MENTERJ TENAGA KERJA
REPUBUKINOONESIA

PERATURANMENTERITENAGAKERJA
NOMOR: 03lMEN/98

TENfANG

TATA CARAPELAPORAN DAN PEMERIKSAAN


KECELAKAAN

MENTERITENAGAKERJA

Menimbang 8. bahwa sebagai pelaksanaan Pasalll UU No.1 Tahun 1970 tentang


Keselamatan dan Kesehatan Kerja, diperlukan adanya ketentuan
mengenai tata cam pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan di tempat
kerja.
b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Mengingat I. Undang-undang Nomor 3 Tabun 1951 tentang Pernyataan


Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tabun 1948
No. 23 Dari Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia
(Lembaran Negara Tabun 1951 Nomor 4);
2. Undang-undang Nomor 1 Tabun 1970 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (Lembaran Negara rahun 1970 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 1981);
3. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 14); .
4. Keputusan Presiden R.I Nomor 96/M/Tahun 1993 tentang
Pembentukan Kabinet Pembangunan VI;
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per -04/MEN/1993
tentang Jaminan Kecelakaan Kerja;

589
6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER -05/MEN/1993
tentang Petunjuk. Tekllis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran
luran, Pembayaran Santunan.. dan Pelayanan Jaminan Sosial
Tenaga Kerja.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Tentang Tata eara Pelaporan dan
Pemeriksaan Kecelakaan.
BABf
PENGERTIAN

Pasall

Dalam Peraturan Menten ini yang dimaksud dengan :


1. Kecelakaan aalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga selTIula
yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.
2. Kejadian berbahaya lainnya ialah suatu kejadian yang potensial.. yang dapat
menyebabkan kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja kecuali kebakaran, peledakan
dan bahaya pembuangan limbah.
3. Tenlpat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau
tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk
keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.
4. Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu tempat
kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.
5. Pegawai pengawas adalah pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (5)
'UU No. 1 Tabun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
6. Penguros adalah:
a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu
perusahaan milik sendiri;
b. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia
me\vakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang
berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
7. Menteri adalah Menteri yang membidangi ketenagakerjaan.

590
BABII
TATACARAPELAPORAN KECELAKAAN

Pasal2

(I) Pengurus atau pengusaha wajib melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi di tempat
kerja dipimpinnya.

(2) Kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :

a. Kecelakaan kerja;

b. Kebakaran atau peledakan atau bahaya pembuangan limbah;


c. Kejadian berbabaya lainnya.

Pasal3
Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal2 ayat (1) berlaku bagi pengurus
atau pengusaha yang telah dan yang belum mengikutsertakan pekerjaannya kedalam pro-
gram jaminan sosial tenaga kerja berdasarkan Undang-undang No.3 Tahoo 1992.
Pasal4
(1) Pengurus atau pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal3 wajib melaporkan secara
tertulis kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam Passl 2 ayat (2) hUtUf a) b, c dan d
kepada Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat dalam waktu tidak lebih dari
2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam terhitung sejak terjadinya kecelakaan dengan
fonnulir laporan kecelakaan sesuai contoh bentuk 3 kk2 A lampiran 1.
(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara
lisan sebelum dilaporkan secara tertulis.
Pasal S
(1) Pengurus atau pengusaha yang telah mengikutsertakan pekerjaannya pada program
jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, melaporkan
kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) hurnf a dan b dengan tata
cara pelaporan sesuai peraturan Menten Tenaga Kerja No. PER-05/MEN/1993.
(2) Pengurus atau pengusaba yang belum mengikutsertakan pekerjaannya pada pro-
gramjaminan sosial tenaga kerja, sebagaimana dimaksud dalam pasal3, melaporkan
kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 2 huruf a dan b dengan tata
cara pelaporan sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-04/MENI
1993.

591
BAB III
PEMERIKSAAN KECELAKAAN
Pasal6
(1) Setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1), dan Pasal
5, Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja rnemerintahkan pegawai pengawas untuk
melakukan pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan.
(2) Pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilaksanakan terhadap setiap kecelakaan yang dilaporkan oleb pengurus atau
pengusaha.
(3) Pemeriksaan dan pekerjaan kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Pasal7
Pegawai pengawas dalam melaksanakan pemeriksaan dan pengkajian mempergunakan
formulir laporan pemeriksaan dan pengkajian sesuai Lampiran II untuk kecelakaan kerja,
Lampiran III untuk penyakit akibat kerja, Lampiran IV untuk peledakan, kebakaran dan
bahaya pembuangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 limbah dan Lampiran V untuk
bahaya lainnya.
PasalS
(1) Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja berdasarkan hasil pemeriksaan dan
pengkajian kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 pada tiap-tiap akhir
bulan menyusun analisis laporan kecelakaan dalam daerah hukumnya dengan
menggunakan fonnulir sebagaimana Lampiran VI peraturan ini.
(2) Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja harns menyampaikan analisis laporan
sebagaimana dimaksud paa ayat (1) kepada Kepala Kantor Wilayah DepartemenTenaga
Kerja setempat selambat-lambatnya tanggal5 bulan berikutnya.
Pasal9
(1) Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja berdasarkan analisis Iaporan
kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 menyusun analisis kecelakaan dalam
daerah hukumnya dengan menggunakan fonnulir sebagaimana Lampiran VII peraturan
ini.
(2) Analisis kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat untuk tiap bulan.
(3) Kepala Kantor Wilayah DepartemenTenaga KeIja harus segera menyampaikan analisis
kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri atau Pejabat yang
ditunjuk.

592
PasallO

Cara pengisian fonnulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II, III, IV, V, VI dan VII
sebagaimana dimaksud dalam pasal 7ayat (1), pasa18 ayat (I) dan pasal9 ayat (1) diatur
lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan.

Pasalll

Direktur lenderal Pembinaan Hubungan .Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan


berdasarkan analisis laporan kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (I)
menyusun analisis laporan kekerapan dan keparahan kecelakaan tingkat nasional.

BAD IV
SANKSI

Pasal12

Pengunls atau pengusaha yang melanggar ketentuan Pasa12, Pasal 4 ayat (1), diancam
dengan hukuman sesuai dengan ketentuan Pasal 15 ayat (2) UU No. 1Tahun 1970 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

BABV
PENGAWASAN

Pasal13

Pengawasan terhadap ditaatinya Peraturan Menteri ini dilakukan oleh pegawai pengawas
ketenagakerjaan.

BABVI
KETENTUANPENUTUP

Pasal14

Dengan dikeluarkannya Peraturan Menten ini, maka fonnulir bentuk 3 KK2 dalam Peraturan
Menten No. PER-04/MEN/1993 dan Peraturan Menten No.PER-05/MEN/1993 dinyatakan
tidal< berlaku.

593
PasallS
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada Tanggal 26 Februari 1998

MENTERl TENAGA KERJA

ttd.

Drs. Abdul Latief

594
Lampiran I: PERATURAN MENTERI
NOMOR 03IMENTAHUN 1998
TANGGAL: 26 Pebruari 1998

LAPORAN KECELAKAAN
FORMULIR BENTUK 3
KK2A
Wajibdilaporbndaflm2x24pmseteJab BtNl\JK
tajdnyakecdabm KK2A

I NPP
I KodePos: I No. Telp. :
L (p
NtmJ'PcDIafiarao(BentukKKI)

No.KPA.:
Kode Pos : No. Telp. :
L: P.:

Unit/BagiMPemsabaan

4.
1. BapiDIlI_
UraianKejdanKecelaban
Jam:
F··)
a··)

H··)

E··)

Meninwl dunia Sakit Lokl-luia

1) Benatjalan I SambiJbekerja Ttdakbiaja


2) Diawatdi: AIamar: I RumabSakit I Puskesmas I Poliklinik

595
6. Nama dan alamat dober/tenaga medik yang
memberikan pertolooganpertarna (dalam hal
penyakityqtiniUkamIa~ke%.Ja,nanll
dol1eryangpertamablimendiagnosa) .- -
7. Kejadian eli tempat kerja yangmembahayakan
keseJamatandankesehalanketja( misal kemkar.ul
peledakan, rubuhnya konstruksi bangunan, dan
Jain..lain)
8. Perl<iraankerugian ~
a wak1u(daJam bari-omng}
b. material
9 U~ tenagakerja
a Upah(upah piok dan tunjangan) Rp.
b. Penerimaan JaiD.Iain Rp.
c. Jumlaha+b Rp.
lO. KecelakaandicatatdllamBtill Kocdakaan
pada No. Unit
11. Kt'ttJaan lain-Iain yqp:rlu

*) Jika perlu dapat ditalubah Dibuat dengan


sesunggllhnya

N alna dan tanda tangao pimpinan perusahaan Jabatan Tanggal

Laporan kecelakaan ini dikirim :


- Warna putih~ Merab dan Merah Jambu ke Kandep
- Tenaga Kcrja setempat
- Wama Kuning untuk arsip perusahaan
- Warna Hijau dan Biro Penyelenggara I PT. JAMSOSTEK (Persero)
- (Persero Jamsostek)

Ditetapkan di . J a k art a
Pada tanggal . 26 Pebruari 1998

Menteri Tenaga Kerja

ttd.

Drs. ABDUL LATIEF

596
Lampiran II Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor 03IMEN Taboo 1998
Tanggal 26 Peb111ari 1998

,LAPORAN PEMERIKSAAN DAN PENGKAJlAN


KECELAKAAN KERJA

KANDEP TENAGAKERJA : NO.


KANWILDEPNAKER KLUI

I. DATAUMUM:

A. Identitas Perusahaan
1. Nama Perusahaan
2. Alamat Perusahaan
3.. Alamat Pengurus

B. Infonnasi Kecelakaan
1.. Tempat, Tanggal, Jam Kecelakaan :
2.. Sumber Laporan
3.. Tanggal Diterima Laporan
4.. Tanggal Pemeriksaan
5. Atasan Langsung Karban
6. Saksi-saksi

c. Lain-lain
1.. P2K31 Ahli K3 Ada I Tidak *)
2. KKB/PP Ada I Tidak *)
3.. Program Jamsostek Ada I Tidak *)
4. Unit Kerja SPSI Ada / Tidak *)
5. Jumlab Tenaga Kerja Ada / Tidak *)
6. Asuransi lainnya Ada / Tidak *)

597
II. DATAKORBAN
KodeA

1. Jumlah orang

Laki-laki orang

Perempuan orang

2. Nama a. Umur tahun


D
b. Umur tahun
D
c. *)

3. AkibatKec. Mati orang ~

LukaBerat orang ~

Lukaringan orang 0
Tanpa Korban jam orang yang
hHang

Jumlah kerugian Rp.

4. Bagian Tubuh Yang Cidera

a.
D
b. *)
D
598
III. FAKTA YANGDIDAPAT

1. Kondisi Yang Berbahaya


a.
b.
c.
d.
dan seterosnya.

2. Tindakan Yang Berbahaya


a.
b.
c.
d.
dan seterusnya

IV. URAIAN TERJADINYAKECELAKAAN

*) Bila perlu dibuat lampiran tersendiri.

v. SUMBERKECELAKAAN KODEC

VI. lYPEKECELAKAAN o
VII. PENYEBABKECELAKAAN KODED
1.

2.
Kondisi Yang Berbahaya
Tindakan Yang Berbahaya
o
KODEE
VIII. SYARATYANGDmERIKAN
o
IX. TINDAKAN LEBm LANJUT

599
x. HAL-HAL LAIN YANG PERLU DILAPORKAN
I. Jumlahjam kerja / hari jam
2. Jumlahjam orang yang hilang jam orang

Mengetahuai : ................................. 19 .
Kepala Kantor Pegawai Pengawas
Departemen Tenaga Kerja

(------) (-----)

Ditetapkan Jakarta
Pada Tanggal

MENTER! TENAGAKERJA

ttd.

DRS.ABDULLATIEF

*) Coret yang tidak perlu

600
Lampiran III: Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor 03/MEN Tahun 1998
Tanggal : 26 Pebruari 1998

LAPORANPEMERIKSAANDANPENGKAJlAN
PENYAKITAKIBATKERJA

KANDEPTENAGAKERJA : NO.
KANWlL DEPNAKER KLUI

I. DATAUMUM

A. Identitas Perusahaan
1. Nama Perusahaan
2. Alamat Perusahaan

3. Nama Pengurus
4. Alamat Penguros

5. Jenis Perusahaan

B. Infonnasi PenyakitAkibat Kerja


1. Tempat / Tanggal
2. Sumber Laporan
3. Tanggal Diterima Laporan :
4. Tanggal Pemeriksaan
5. Atasan Langsung Korban
6. Saksi-saksi

601
c. Lain-lain
1. P2K3 / Ahli K3 Ada / Tidak *)
2. KKB/PP Ada I Tidak *)
3. Program Jamsostek Ada / Tidak *)
4. Unit Kerja SPSI Ada / Tidak *)
5. Jun1lah Tenaga Kerja Ada / Tidak *)
6. Asuransi lainnya Ada I Tidak *)

II. DATA KORBAN

A. Identitas KodeA

1. Nama
2. NIP
3. Jenis Kelamin

4. Jabatan
5. Unit / Bagian KeIja

6. Lama Bekerja

B. Riwayat Pekerjaan

c. Riwayat Penyakit

D. Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Bekerja

1. Dilakukan / Tidak Dilakukan *)

2. Kelainan Yang Di Temukan

E. Pemeriksaan Kesehatan Berkala

1. Dilakukan / Tidak Dilakukan *)

2. Kelainan Yang Ditemukan

602
F. Pemeriksaan Kesehatan Sekarang
1. Kelainan Yang Ditemukan
Keluhan Penderita
Mental
Fisik
Laboratorium
ECG
Rontgen
Pantologi Anatomi
G Pemeriksaan Tambahan I Biologi Monitoring
(Pengukuran kadar kimia penyebab sakit, di dalam tubuh tenaga kerja misalnya
kadar dalam unn, darah, dan sebagainya, dan hasil tes/pemeriksaan fungsi or-
gan tubuh tertentu akibat pengaruh bahan kimia tersebut misalnya tes fungsi
paru-pam, dan sebagainya)

III. FAKTAYANGDIDAPAT

HASIL PEMERIKSAAN LINGKUNGAN KERJA DAN CARA KERJA

1. Faktor lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi terhadap sakit penderita.


Faktor Fisik
Faktor Kimia
Faktor Biologi
Faktor Psikologi
2. Faktor cara kerja yang dapat mempengaruhi terhadap sakit penderita.
Peralatan Kerja
Proses Produksi
Ergonomi
3. Upaya Pengendalian
Alat Pelindung Diri
Ventilasi

603
Penyedot Udara Lokal

IV. KESIl\1PULAN
Penderita / tenaga kerja tersebut di atas menderita penyakit akibat kerja :
Diagnosis:

v. CACAT AKIBAT KERJA


Penyakit akibat kerja tersebut di atas menimbulkanltidak menimbulkan.
a. Cacat fisik / mental *)
b. Kehilangan kemampuan kerja

VI. TINDAKANLEBIH LANJUT

Mengetahuai : ................................. 19 .
Kepala Kantor Pegawai Pengawas
Departelnen Tenaga Kerja

(-----)
(-----)

Ditetapkan Jakarta
Pada Tanggal

MENTERI TENA,GA KERJA

ttd.

DRS. ABDUL LATIEF

*) Caret yang tidak perIn

604
Lampiran IV: Peraturan Menten Tenaga Kerja
Nomor 03IMEN Tahun 1998
Tanggal : 26 Pebruari 1998

LAPORANPEMERIKSAAN DAN PENGKAJIAN


PERISTIWAKEBAKARANIPELEDAKANIBAHAYA
PEMBUANGANLlMBAH

KANDEPTENAGAKERJA : NO.
KANWIL DEPNAKER KLUI

I. DATAUMUM

A. Identitas Perusahaan
1. Nama Gedung/Bangunan
2. Jenis kegiatan/usaha
3. Alamat

4. Pemilik
5. Pengelola
6. Nama Penguros
7. Data Konstruksi Bangunan
Luaslahan .......................... m2
Luas bangunan .......................... meter
Konstmksi Bangunan
* Struktur utama
* Larltai
* Dinding luar

605
* Dinding dalam
* Rangka plapond

* Penutup plapond

* Rangka atap
* Penutup atap

Tinggibangunan .......................... meter


Jumlah lantai
Jumlah luas lantai
Dibangun tahun .......................... m2
Rincian peruntukan mangan/unit kerja

No. Unitkerja Lokasi

8. Sarana proteksi kebakaran ......... buah, jenis ..


Alat PemadamApi Ringan ......... buah, jenis
......... buah, jenis
......... buah, jenis
Instalasi Alarm Kebakaran Otomatik : Ada / Tidak *)
Instalasi H ydran Ada I Tidak *)
Instalasi Springkler Ada / Tidak *)
Sarana Evakuasi Ada I Tidak *)
Instalasi Penyalur Petir Ada! Tidak *)
Instalasi Khusus (sebutkan)

606
B. Infonnasi Kecelakaan
(Kejadian Kebakaran / Peledakan I Bahaya Pembuangan Limbah)
1. Waktu kejadian Hari .
Tanggal: .
Jam .
2. Sumber Laporan
3. Tanggal Diterima Laporan
4. Tanggal Pemeriksaan

c. Lain-lain
1. P2K3 I Ahli K3 Ada I Tidak *)
2. KKB/PP Ada / Tidak *)

3. Unit Kerja SPSI Ada I Tidak *)


4. Program Jamsostek Ada I Tidak *)
5. Regu penanggulangan kebakaran I
6. Buku Prosedur Tanggap Darurat I

7. Data Pengawasan
a. No.ltanggal AIde Pengawasan
b. No.ltanggal Sertifikat Instalasi
proteksi kebakaran.
c. Tanggal Pemeriksaan terakhir
Oleh
d. No.ltanggal Nota pemeriksaan

e. Syarat-syarat yang telah diberikan


(Copy dokumen pengawasan dilampirkan)

607
II. DATA KORBAN
KodeA

1. Jumlah orang Q]
Laki-laki orang
0
Perempuan orang
0
2. Nama a. Umur tahun
D
b. Umur

(Jelaskan alat, mesin'l bahan apa yang digunakan)


tahun
D
c. *)

3. Akibat Kec. Mati orang


0
LukaBerat orang
0
Lukaringan orang
0
(Nama dan keterangan saksi)
Tanpa Korban jam orang yang
hilang

Jumlah kerugian Rp.

. 4. Bagian Tubuh Yang Cidera

a.
D
b. *)
D
608
5. Lain-lain
a. Kerugian harta Rp .
Bangunan Rp .
Peralatan Rp .
Bahan Rp .
Lain-lain Rp .

Total Rp .

b. Dampak akibat kejadian kebakaran


Bagian-bagian bangunan yang terbakar
Peralatan yang rusak
Berapa lama waktu yang diperlukan untuk rehabilitasi
Masalah hubungan kerja karyawan

Ill. FAKTAYANGDIDAPAT
(Proses terjadinya kebakaran / peledakan / bahaya pembuangan limbah) *)

1. Kondisi berbahaya
a.
b.
c.
d.
dan seterusnya

2. Perbuatan berbahaya
a.
b.
c.
d.
dan seterusnya
3. Proses berbahaya
4. Fungsi sarana proteksi kebakaran yang ada

609
IV. URAIANTERJADINYAKECELAKAAN

(Uraian kejadian kebakaran/peledakan/bahaya pembuangan limah) *)

1. Tempat/lokasi asal mula:

2. Kegiatan yang sedang dilakukan atau kegiatan terakhir di tempat asal kejadian.

(Jelaskan alat, mesin~ bahan apa yang digunakan)

3. Tanda-tanda yang diketahui/dilihat :

(Nama dan keterangan saksi)

4. Langkahltindakan yang segera dilakukan setelah mengetahui adanya kebakaran/


peledakan/bahaya/pennbuangan limbah *)

610
5. Bantuan yang datang memberikan pertolongan

6. Sketsa tempat kerja


(Berikan tanda lokasi asal api, bagian yang terbakar dan bagian yang tidak
terbakar bila perlu dilampirkan gambar tersendiri)

7. Sketsa tempat asa) mula kebakaranlpeledakanlbahaya pembuangan limbah *)

8. Diagram alur proses


(Bita perlu dilampirkan gambar detail yang diduga menjadi faktor penyebab
awal terjadinya kebakaran/peledakanlbahaya pembuangan Iimbah *)

v. SUMBERKECELAKAAN
(Sumber utama penyebab kebakaran/peledakanlbahaya pembuangan limbah *)

KodeB

o
Listrik, api terbuka, reaksi kimia, pengelasan, bunga api pembakaran, bunga api
mekanik, penyalaan spontan, sambaran petir, paparan radiasi, pemanasan lebih,
permukaan panas, listrik statik, pembakaran sampah, dan lain-lain.

VI. TYPEKECELAKAAN
(Kronologis terjadinya korban manusia) KodeC

o
611
VII. TYPE KECELAKAAN
(Faktor utama penyebab terjadinya korban manusia) KodeD
1. Kondisi berbahaya D
2. Tindakan berbahaya KodeE

D
VIII. SYARAT-SYARATYANG DIBERIKAN
(Upaya-upaya untuk pencegahan, memperkecil resiko, sarana proteksi kebakaran,
dan lain-lain)

IX. TINDAKAN LEBm LANJUT

x. HAL-HALLAIN YANG PERLU DILAPORKAN


(Langkah-langkah yang telah diambil oleh perusahaan)

Ditetapkan J a k art a
Pada Tanggal 26 Pebruari 1998
MENTERITENAGA KERJA

ttd.

DRS. ABDULLATIEF

Mengetahuai :
Kepala Kantor ................................. 19 .
Departemen Tenaga Kerja Pegawai Pengawas

(-----) (-----)

*) Coret yang tidak perlu

612
PERATURANMENTERI TENAGAKERJA
NOMOR: PER-GlIMEN/1998

lENTANG

PENYELENGGARAAN PEMELIHARAAN KESEHATAN


BAGITENAGAKERJADENGANMANFAAT LEBrn BAlK
DARI PAKET JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN
DASARJAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

MENTERIlENAGAKERJA

Menimbang a. Bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 2 ayat (4) Peraturan


Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang penyelenggaraan Pro-
gram Jaminan Sosial Tenaga Kerja, pengusaha yang
menyelenggarakan sendiri program pemeliharaan kesehatan bagi
tenaga kerjanya dengan manfaat lebih baik dari Paket Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Dasar, tidak wajib ikut dalam
pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan oleh Badan
Penyelenggara.

b. Bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan kesatuan


pendapat dalam pelaksanaan di lapangan mengenai penyelenggaraan
pemeliharaan kesehatan dengan menfaat yang lebih baik, maka
perlu pengaturan lebih lanjut.

c. Bahwa untuk itu periu ditetapkan dengan Peraturan Menten.

Mengingat 1. Undang-undang No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga


Kerja (Lembaran Negara R.I Tahun 1992 No. 14, Tambahan
Lembaran Negara No. 3468). .

2. Undang-undang No.3 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran


Negara RJ Tahun 1992 No. 1100, Tambahan Lembaran Negara
No. 3495).

3. Peraturan Pemerintah No. 14 Taboo 1993 tentang Penyelenggaraan


Program Jarninan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara R.I
Tahun 1993 No. 20, Tambahan Lembaran Negara R.I. 3520).

613
4. Peraturan Pemerintah No. 36 Taboo 1995 tentang Penetapan Badan
Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran
Negara R.I Tabun 1995 No. 59).

5. Keputusan Presiden R.I. No. 96/M Tahun 1993 tentang


Pembentukan Kabinet Pembangunan VI.

6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-02/MEN/1982 tentang


Pelayanan Kesehatan Kerja.

7. Peraturan Menten Tenaga Kerja No. PER-05/MEN/1993 tentang


Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan.. Pelnbayaran luran,
Pembayaran Santunan dan Pelayanan laminan Sosial Tenaga Kerja.

8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-02/MEN/1997 tentang


Peningkatan Biaya Bersalin, Kacamatan dan Prothesa Gigi Bagi
Tenaga Kerja Peserta Program Jaminan 80sial Tenaga Kerja.

MEMUTUSKAN

Menetapkan PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG


PENYELENGGARAAN PEMELIHARAAN KESEI-IATAN BAGI
TENAGAKERJADENGAN MANFAAT LEBIH BAlK DARI PAKET
JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DASAR JAMINAN
SOSIAL TENAGA KERJA.

BABI
PENYELENGGARA

Pasall
Perusahaan yang menyelenggarakan sendiri pemeliharaan kesehatan dapat dengan
cara:
a. Menyediakan sendiri atau bekelja sanla dengan fasilitas Pelaksana Pelayanan
Kesehatan (PPK);
b. Bekerjasama dengan badan yang menyelenggarakan pemeliharaan
kesehatan; dan
c. Bersama beberapa perusahaan menyelenggarakan suatu pelayanan
kesehatan.

614
Pasal2
Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam pasal I dinyatakan dengan manfaat lebih dari
Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja apabila
memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a Liputan pelayanan kesehatan yang diberikan sekurang-kurangnya harns memenuhi
ketentuan sebagaimana tercantum dalam BAB II dan BAB III peraturan ini.
b Pelaksana pelayanan kesehatan yang ditunjuk barns memiliki izin sesuai dengan
ketentuan peraturan penmdang-undangan yang berlaku.
c Pelaksana pelayanan kesehatan hams mudah dijangkau oleh tenaga kerja dan
keluarganya.
BABII
KEPESERTAAN
Pasal3
(1) Kepesertaan meliputi tenaga kerja laki-Iaki maupun wanita dan keluarga yang terdiri
suami atau isteri dan anak yang sah.
(2) Anak sehagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah anak kandung, anak angkat dan
anak tiri yang berosia sampai dengan 21 tahoo, belurn bekerja, belum menikah dengan
pembatasan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang anak.
BABIn
PAKETPELAYANAN KESEHATAN

Pasal4
Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dengan manfaat lebih baik daripada jaminan
kesehatan dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang diberikan kepada tenaga kerja dan
keluarganya sekurang-kurangnya meliputi :
a. rawat jalan tingleat pertama;
b. rawatJalan tingleat lanjutan;
c. rawat inap;
d. pemeriksaan kehamilan dan persalinan;
e. penunjang diagnostik;
f. pelayanan khusus; dan
g. gawat darurat.

615
Pasal5
( 1) Pelayanan rawat jalan tingkat pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasa14 huruf a,
sekurang-kurangnya meliputi :
a. bimbingan dan konsultasi kesehatan;
b. pemeriksaan kehamilan, nifas dan ibu menyusui;
c. keluarga berencana;
d. imunisasi bayi, anak dan ibu hamil;
e. pemeriksaan dan pengobatan dokter umum;
f. pemeriksaan dan pengobatan dokter gigi;
g. pemeriksaan laboratorium sederhana;
h. tindakan medis sederhana;
1. pemberian obat-obatan dengan berpedoman kepada daftar obat esensial nasional
plus (DOEN PLUS), atan generik; dan
j. rujukan ke rawat tingkat lanjutan.
(2) Pelayanan rawatjaian tingkat pertama dilakukan di Pelaksana Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama.

Pasal6
( 1) Pelayanan rawat jalan tingkat lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal4 hurufb
sekurang-kurangnya meliputi :
a. pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter spesialis;
b. pemeriksaan penunjang diagnostik lanjutan;
c. pemberian obat-obatan DOEN PLUS atau generik; dan
d. tindakan khusus lainnya.
(2) Pelayanan rawatjalan tingkat lanjutan dilakukan di Pelaksana Pelayanan Kesehatan
Tingkat lanjutan, atas dasar rujukan dari Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama.

Passl7
( 1) Pelayanan rawat inap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, selrurang-
kurangnya meliputi :
a. pemeriksaan dokter;
b. tindakan medis;
c. penunjang diagnostik;
d. pemberian obat-obatan DOEN PLUS atau generik; dan
e. menginap dan makan.
(2) Pelayanan rawat inap dilakukan di Rumah Sakit yang ditunjuk.

616
Pasal8
(I) Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf d, sekurang-kurangnya meliputi :
a. pemeriksaan kehamilan oleh dokter umum atau bidan;
b. pertolongan persalinan oleh dokter umum atau bidan, atau rumah bersalin;
c. perawatan ibu dan bayi;
d. pemberian obat-obatan DOEN PLUS atau generik;
e. menginap dan makan; dan
f. rujukan ke Rumah Sakit atau Rumah Bersalin.
(2) Pertolongan persalinan bagi tenaga kerja atau istri tenaga kerja diberikan untuk :
a. persalinan kesatu, kedua dan ketiga;
b. rawat inap sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari.
(3) Biaya persalinan normal tiap anak sekurang-kurangnya sarna dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi peserta program jaminan sosial
tenaga kerja.

Pasal9
(1) Pelayanan penunjang diagnostik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e,
meliputi:
a. pemeriksaan laboratorium;
b. pemeriksaan radiologi;
c . pemeriksaan :
Electro Encephalography (EEG);
Electro Cardiography (EeG);
Ultra Sonography (USG);
compuerized Tomography Scanning (CT Scanning); dan
pemeriksaan diagnostik lanjutan lainnya.
(2) Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan
dengan tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan daerah.
(3) Pemeriksaan diagnostik dilakukan di Rumah Sakit atau Pelaksana Pelayanan
Kesehatan.
PasallO
(1) Pelayanan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal4 huruff, sekurang-kurangnya
meliputi :

617
a. Kacamata;
b. Prothesa mata;
c. Prothesa gigi;
d. Alat bantu dengar; dan
e. Prothesa anggota gerak.
(2) Pelayanan khusus dilakukan di Pelaksana Pelayanan Kesehatan yang ditunjuk.

(3) Standar yang ditetapkan atau indikasi medis dengan pengaturan sebagai berikut :
a. peserta yang mendapat resep kacamata dan dokter spesialis mata dapat
memperoleh kacamata di optik dengan ketentuan :
harga pembelian untuk frame dan lensa hams lebih besar dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi peserta Program Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Jaminan Sosial Tenaga Kerja;
penggantian lensa sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sekali dan 50 %
dari harga pembelian untuk frame dan lensa; dan
penggantian frame sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sekali dan 50 0/0
dari harga pembelian untuk frame dan lensa.

b. peserta yang memerlukan prothesa mata dapat diberikan atas anjuran dokter
spesialis mata dan diambil di Rumah Sakit atau perusahaan alat-alat kesehatan,
dengan penggantian harus lebih hesar dari ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku bagi peserta Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Jamsostek;

c. peserta yang memerlukan prothesa gigi dapat diberikan di Balai Pengobatan


Gigi dengan penggantian hams lebih besar dari ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku bagi peserta Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Jamsostek;

d. peserta yang memerlukan prothesa kaki dan prothesa tangan dapat diberikan
atas anjuran dokter spesialis di Rumah Sakit, dengan penggantian hams lebih
besar dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang herlaku bagi peserta
Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Jamsostek;

e. peserta memerlukan alat bantu dengar dapat diberikan atas anjuran dokter
spesialis di Rumah Sakit dengan penggantian hams lebih besar dari ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi peserta Program Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Jamsostek.

618
Pasalll

(1) Pelayanan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf g, meliputi :
a. pemeriksaan dan pengobatan;
b. tindakan medik;
c. pemberian obat-obatan DOEN PLUS atau generik; dan
d. rawat inap.
(2) Gawat darurat yang memerlukan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi .
a. kecelakaan dan roda paksa bukan karena kecelakaan kerja;
b. seranganjantung;
c. serangan 88ma berat;
d. kejang;
e. pendarahan berat;
f. muntah berak disertai dehidrasi;
g. kehilangan kesadaran (koma) tennasuk epilepsi atau ayan;
h. keadaangelisah pada penderita gangguan mendadak, pendarahan, ketuban pecah
dini.
(3) Pelayanan gawat darurat dilakUkan di Pelaksana Pelayanan Kesehatan yang ditunjuk.

Pasal12

(1) Batas maksimal hari rawat inap harns lebih besar dari 60 (enam puluh) hari tennasuk
perawatan ICU/ICCU untuk setiap jenis penyakit dalam satu tahun.
(2) Batas maksimal dari perawatan ICU/ICCU sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hams lebih besar dari 20 (dua puluh) hari.
(3) Standar rawat inap ditetapkan sebagai berikut :
a. sekurang-kurangnya kelas dua pada rumah sakit pemerintah; atau
b. sekurang-kurangnya kelas tiga pada rumah sakit swasta.
Pasal13
Ketentuan mengenai dasar perhitungan iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahoo 1993 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Ketja tidak berlaku dalam perhitungan
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dengan manfaat lebih baik.

619
BAD IV
KETENTUANLAIN-LAIN

Pasal14
(I) Pengaturan Penyelenggaraan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi tenaga
kerja dan keluarganya harus tercantum secara rinei dalam Peraturan Perosabaan dan
Kesepakatan Kerja Bersama atau pada tempat yang mudah dilibat dan dibaca oleh
pekerja.
(2) Pengaturan penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1) harus lengkap meiiputi : penyelenggaraan kepesertaan dan paket pelayanan.

Pasal15
(1) Dalam hal perusahaan telah menyelenggarakan Program Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan bagi tenaga kerja dan keluarganya dengan manfaat lebih baik, pengusaha
harus mengajukan permohonan persetujuan kepada Kepala Kantor Wilayah
Departemen Tenaga Kerja setempat dengan dilampiri data Penyelenggara, Kepesertaan
dan paket palayanan.
(2) Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat memberikan rekomendasi
persetujuan atau menolak permohonan pengusaha berdasarkan hasil pemeriksaan
Pegawai Ketenatakerjaan.
(3) Apabil dalam waktu 30 (tiga puluh) hari Kepala Kantor Wilayab Departemen Tenaga
Kerja setempat belum memberikan jawaban atas pennohonan pengusaba sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), permohonan pengusaha tersebut dianggap disetujui.

Pasal16
( 1) Perusahaan yang telah mendapat persetujuan untuk menyelenggarakan sendiri Pro-
gram Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi tenaga kerja dan keluarganya, wajib
membuat laporan secara triwulan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga
Kerja setempat.
(2) Laporan secara triwulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan mengisi
fonnulir yang akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan
Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan.

Pasal17
( 1) Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan yang telab disetujui oleh Kepala Kantor
Wilayah Departeman Tenaga Kerja tidak boleh meniadakan Pelayanan Kesehatan
Kerja yang telah ada di pemsahaan dan hams memanfaatkan untuk meningkatkan
penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan.

620
(2) Tata cara dan mekanisme pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (10 diatur lebih lanjut oleh Menteri.
BABV
KETENIUANPENUIUP

PasallS

Perusahaan yang mernenuhi ketentuan Peraturan Menteri ini dinyatakan telah


menyelenggarakan program pemeliharaan kesehatan dengan manfaat lebih baik dari Paket
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jaminan SosiaI Tenaga Kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal2 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggara
Program Jaminan Sosial Tenaga kerja.
Pasal19

Dengan ditetapkan Peraturan Menteri ini, maka pasal40 Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor Per. 05/MEN/1993 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran
luran, Pembayaran Santunan dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja dinyatakan tidak
berlaku lagi.
Pasal20

Peraturan ini mulai herlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 17 Pebruari 1998

MENTER! TENAGA KERJA R.I.

ttd.

DRS. ABDUL LATIEF

621
622
PERATURAN MENTERI TENAGAKERJA
NOMOR: PER-04/MEN/1998

lENTANG

PENGANGKATAN, PEMBERHENTIAN DAN TATAKERJA


DOKTERPENASEHAT

MENTERITENAGAKERJA

Menimbang a. bahwa untuk meningkatkan pelayanan program jaminan


kecelakaan kerja, Dokter Penasehat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (1) Peraturan PemerintahNomor 14 Tahun 1993,
harus mempunyai kesamaan langkah dan persepsi dalam
menangani kasus kecelakaan kerja yang berkaitan dengan masalah
medis;
b. bahwa untuk mewujudkan kesamaan langkah dan persepsi
tersebut, periu diatur penangkatan, pemberhentian dan tatakerja
bagi Dokter penasehat.
c. bahwa untuk itu periu ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Mengingat 1. Undang-undang No~ 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga


Kerja (Lembaran Negara R.I Taboo 1992 No. 14, Tahun 1992
Tambaban Lembaran Negara No. 3468).

2. Peraturan Pemerintah No. 14 Taboo 1993 tentang Penyelenggaraan


Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara R.I
Taboo 1993 No. 20, Tambahan Lembaran Negara RJ 3520).
3. Peraturan Pemerintah No. 36 Taboo 1995 tentang Penetapan Badan
Penyelenggara (Lembaran Negara RJ Tabun 1995 No. 59).
4. Keputusan Presiden R.I Nomor 22 Tabun 1993 tentang penyakit
yang timbul karena hubungan kerja.
5. Keputusan Presiden R.I No. 96/M Tabun 1993 tentang
Pembentukan Kabinet Pembangunan VI.
6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-04/MEN/1993 tentang
Jaminan Kecelakaan Kerja.

623
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.PER-05/MEN/1993 tentang
Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran luran,
Pembayaran Santunan dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
MEMU11JSKAN

Menetapkan PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG


PENGANGKATAN, PEMBERHENTIAN DAN TATA KERJA
OOKTER PENASEHAT.

BABI
PENGERTIAN
Pasall
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. • Tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melakukan pekerjaao baik di dalam
maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkanjasa atau barang untuk memenuhi
kebutuhan masyarakatn.
2. Perusahaan adalah setiap bentuk hadan usaha yang mempekerjakan tenaga kerja
dengan tujuan mencari untung atau tidak, haik milik swasta maupun milik negara.
3. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan bubungan kerja,
tennasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, tennasuk penyakityang timbul
karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi daJam perjalanan
berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang
biasa atau wajar dilalui.
4. Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau
lingkungan kerja.
5. Cacat sebagian adalah hilangnya atau tidak. berfungsinya sebagian anggota tubuh
tenaga kerja untuk selama-Iamanya.

6. Cacat total adalah keadaan tenaga kerja tidak mampu bekerja sarna sekali untuk
selama-Iatnanya.

7. Cacat fungsi adalah keadaan berkurangnya kemampuan atau tidak: berfungsinya


sebagian anggota tubuh tenaga kerja akibat kecelakaan untuk selama-lamanya.

8. Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada tenaga kerja
untuk sesuatu pekerjaan yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam

624
bentuk uang ditetapkan menurut 8uatu perjanjian, atau peraturan perundang-undangan
dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja pengusaha dengan tenaga kerja,
termasuk tunjangan, baik untuk tenaga kerja sendiri maupun keluarganya.
9. Dokter Penasehat adalah dokter yang ditunjuk oleh Menten Kesehatan atas usul dan
diangkat oleh Menteri Tenaga Kerja.

10. Dokter Pemeriksa adalah dokter perusahaan atau dokter yang ditunjuk oleh perusahaan
atau dokter pemerintah yang memeriksa dan merawat tenaga kerja.
11. Badan Penyelenggara adalah badan hukum yang bidang usahanya menyelenggarakan
program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
12. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan adalah Pegawai Teknis berkeahlian khusus dari
Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri.
13. Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab dalam bidang ketenagakerjaan.

BAB II
FUNGSIDANTUGASDOKTERPENASEHAT
Pasal2
Dokter Penasehat mempunyai fungsi memberikan pertimbangan medis kepada Pegawai
Pengawas Ketenagakerjaan dan atau Badan Penyelenggara dalam menyelesaikan kasus
Jaminan Kecelakaan Kerja.
Pasal3
Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Dokter Penasehat
mempunyai tugas :
1. Melakukan pemeriksaan rekam medis dan bila dipandang perlu melakukan
pemeriksaan ulang kepada tenaga kerja.
2. Menetapkan besarnya persentase cacat fungsi, cacat anatomis, dan penyakit akibat
kerja bila terjadi perbedaan pendapat antara Badan Penyelenggara dengan pengusaha
dan atau tenaga keIja ahli warisnya.
3. Memberikan pertimbangan medis kepada Menteri Tenaga Kerja uDtuk menetapkan
besamya persentase cacat dan penyakit akibat kerja yang belum diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
4. Mengadakan konsultasi dengan dokter pemeriksa dan atau dokter spesialis bila terdapat
keraguan dalam m~netapkan penyakit akibat kerja atau persentase cacat

625
BAB III
PENGANGKATAN DANPEMBERHENflAN
OOKTERPENASEHAT
Pasa) 4
( 1) Menteri mengangkat dan memberhentikan Dokter Penasehat.
(2) Pengangkatan Dokter Penasehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan memperhatikan :
a. Kebutuhan Dokter Penasehat untuk setiap wilayah kerja:
b. Perkembangan kepesertaanjaminan sosial tenaga kerja;
c. Tingginya angka kecelakaan kerja.

Pasal5
(1) Untuk dapat diangkat menjadi Dokter Penasehat, hams memenuhi persyaratan :
a. Warga Negara Indonesia;
b. Pegawai Negeri Sipil dengan pangkat minimal golongan 1111b;
c. Sekurang-kurangnya dokter umum;
d. Mempunyai surat penunjukan dari Menteri Kesehatan;
e. Memiliki Sertif:tkat lfyperkes atau keahlian di bidang kesehatan kerja.
(2) Dokter Penasehat sebagaimana dimaksud pada ayat (10 diangkat untuk masa kerja
selama (5) tahun.

Pasa) 6

Dokter Penasehat dapat diberhentikan dengan alasan :


8. Dicabut penunjukannya oleh Menteri Kesehatan;
b. Mutasi ke luarwilayah kerjanya;
c. Tidak dapat menjalankan tugasnya dengan lancar;
d. Meninggal dunia.

Pasal7

(1) Untuk meningkatkan kelancaran tugas Dokter Penasehat, Menteri mengangkat seorang
Koordinator Dokter Penasehat untuk seluruh Indonesia yang berkedudukan di Pusal.
(2) Koordinator Dolder Penasehat bertanggungjawab dan melaporkan semua kegiatannya
kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan.

626
BAD IV
TATA CARAPE:MBERIAN PERTIMBANGAl~ MEDIS
Pasal8
(1) Badan Penyelenggara dalam hal memerlukan pertimbangan medis dari Dokter
Penasehat harus menyampaikan secara tertulis kepada Pegawai Pengawas
Ketenagakerjaan setempat.
(2) Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dalam memintai pertimbangan medis, hams
menyampaikan permintaan seeara tertulis kepada Dokter Penasehat di wilayah
kerjanya.
(3) Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan selambat-Iambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari
terhitung sejak menerima perrnintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hams
menyampaikan kepada Dolder Penasehat.
(4) Pennintaan pertimbangan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai lampiran
rekam medis dan atau data kecelakaan lainnya.

Pasal9
(1) Dokter Penasehat setelah menerima permintaan dari Pegawai Pengawas
Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) a hams segera
mempelajari rekam medis dan atau data kecelakaan lainnya.
(2) Dalam hal rekam medis dan atau data kecelakaan lainnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dipandang masih belum mencukupi, Dokter Penasehat melakukan
pemeriksaan ulang.
(3) Pemeriksaan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tennasuk pemeriksaan
penunjang diagnostik dan konsultasi kepada dokter spesialis.

Pas.110
(1) Dokter Penasehat setelah meneliti rekam medis dan atau data kecelakaan lainnya dan
atau melakukan pemeriksaan ulang, memberikan pertimbangan medis tentang :
a. besamya persentase cacat akibat kecelakaan kerja dan atau penyakit akibat
kerja yang telah tercantum dalam peraturan perundang-undangan;
b. besarnya persentase caeat akibat kecelakaan kerja dan atau penyakit akibat
kerja yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(2) Pertimbangan Dokter Penasehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai
masukan bagi Menten atau Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dalam menetapkan
besarnyajaminan kecelakaan kerja.

627
Pasalll

(1) Biaya untuk pemeriksaan rekam medis dan atau data kecelakaan lainnya dan atau
penleriksaan ulang sebagaimana dimaksud dalalTI Pasal 9 dibebankan kepada Badan
Penyelenggara.

(2) Rincian biaya sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Badan
Penyelenggara.

Pasal12

( 1) Dokter Penasehat hams sudah memberikan pertimbangan secara tertulis kepada


Menteri atau Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan selambat-Iambatnya 14 (empat
belas) hari terhitung sejak diterimanya surat permintaan.

(2) Pemberian pC11imbangan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dengan menyampaikan


formulir bentuk DP sebagailnana dalam Lampiran Peraturan ini.

BABV
PELAPORAN

Pasal13

Dokter Penasehat harus menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya setiap 3 (tiga) bulan,
kepada Menteri Inelalui Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga kerja dengan tembusan
kepada instansi terkait.

BABVI
PEMBINAAN

Pasal14

(1) Pembinaan operasional Dokter Penasehat dilakukan oleh Menteri Tenaga Kerja atau
Pejabat yang ditunjuk.

(2) Pembinaan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan antara
lain dcngan pcnataran, penyuluhan dan temu konsultasi baik tingkat regional maupun
tingkat nasional.

628
BAB VII
KETENIlJANPENUTUP

PasallS

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 20 Pebruari 1998

MENTERI TENAGA KERJA

ttd.

ABDULLATIEF

629
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI TENAGAKERJA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR PER. 04/MEN/1998
TANGGAL: 20PEBRU~1998

FORMULIRDP
Nomor
Lampiran

KepadaYth.
Pengawas Ketenagakerjaan
eli
Kanwil Departemen Tenaga Kerja
Propinsi .

Perihal : Surat Keterangan Dokter Penasehat Tenaga Kerja

Berdasarkan surat permintaan pertimbangan medis No .


tanggal .
Dengan ini saya Dokter Jabatan Dokter Penasehat Tenaga Kerja
menerangkan dengan sesungguhnya bahwa :

1. Nomor Tenaga Kerja :


NomorKPJ
Jenis Pekerjaan

2. Nama Perusahaan
Jenis Usaha
NPP
Alamat

3. Kecelakaan kerja pada tanggal


4. Pemeriksaan pada tanggal

630
5. Setelah membaca dan mempelajari
a. Laporan Kecelakaan Tahap I
b. Laporan Kecelakaan Tahap II
c. Surat Keterangan Dokter bentuk KK4-F3B yang ditandatangani oleh
Dokter Jabatan : Dokter Umum/Spesialis .
Dengan keterangan sebagai berikut .
d. Melakukan pemeriksaan ulang pada tanggal ..
Kepada
Nama
Umur
Pekerjaan

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dapat diberikan pertimbangan medis sebagai


berikut:
Sembuh tanpa cacat %
Cacat fungsi %
Cacat sebagian/Anatomis %
Cacat Total %
Penyakit Akibat Kerja %

6. Keterangan lain-lain yangperlu :

Dibuat dengan sesungguhnya di ;


Pada tanggal .
Dolder Penasehat

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 20 Pebruari 1998

MENTER! TENAGA KERJA

ttd.

ABDULLATIEF

631
632
PERATURAN
MENTERITENAGAKERJADANTRANSMIGRASI
REPUBLIKINDONESIA
NOMOR: PER. 11/MENNl/200S

TENTANG

PENCEGAHANDANPENANGGULANGAN
PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAPNARKOTIKA,
PSIKOTROPIKADAN ZATADIKTIFLAINNYA DI TEMPAT KERJA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI


REPUBLIKINDONESIA

Menimbang a. bahwa untuk mencegah dan menanggulangi pengaruh buruk


terhadap kesehatan, ketertiban, keamanan dan produktivitas kerja
akibat penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya di tempat kerja diperlukan
upaya pencegahan dan penanggulangan yang optimal;

b. bahwa untuk keberhasilan upaya pencegahan dan penanggulangan


sebagaimana dimaksud pada hurufa diperlukan peran aktifpihak
pengusaha dan pekerjalbumh atau serikat pekerja/serikat bumh;

c. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri;

Mengingat 1. Undang-undangNo. 3 tahun 1951 tentang Pemyataan Berlakunya


Undang-undang Pengawasan Perburohan tahun 1948 No. 23 dan
Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1951 Nornor 4);

633
2. Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1970 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2918);

3. Undang-undang No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika


(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1997 Domor 10,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3671);

4. Undang-undang No.2 tahoo 1997 tentang Narkotika (Lembaran


Negara Republik Indonesia tahun 1997 nomor 67, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3698);

5. Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan


(Lembaran Negara Reptiblik Indonesia tahun 2003 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4279);

6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2002


tentang Badan Narkotika Nasional;

7. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2002


tentang Penanggulangan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan zat Adiktiflainnya;

8. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187IM taboo 2004


tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu;

9. Peraturan Menten Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER. 02/


Men/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam
Penyelenggaraan Keselamatan Kerja;

10. Peraturan Menten TenagaKerja dan Transmigrasi No. PER. 031


Menl1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.

Memperhatikan : 1. Rekomendasi Seminar dan Lokakarya Tripartit Nasional Program


Bebas Narkotika, Psikotropika dan ZatAdiktiflainnya di Tempat
Kerja tanggal 26 Juni 2002;

2. RekomendasiASEAN Senior Official Meeting on Drug Matters


(ASOD) di Manila Pilipina tangga120 - 24 September 2004.

634
MEMUTUSKAN:

Menetapkan PERATURANMENTERITENAGAKERJADANTRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENCEGAHAN DAN
PENANGGULANGAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOrIKA,
PSIKOTROPlKA DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA DJ TEMPAT
KERJA.

Pasall

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1. Narkotika adalah zat atau ohat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantimgan.

2. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika
yang berkhasiat psikoatif melalui pengaruh selektif pada susunan syarafpusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

3. Zat adiktiflainnya adalah zat yang berpengaruh psikoaktif di luar yang disebut narkotika
dan psikotropika.

4. Penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktiflainnya adalah penggunaan


narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya di luar keperluan medis, tanpa
pengawasan dokter dan merupakan perbuatan melanggar hukum.

5. Peredaran gelap narkotika, psikotropika dan zat adiktiflainnya adalah setiap kegiatan
atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara tanpa hak dan melawan hukum
yang ditetapkan sebagai tindak pidana.

6. Pencegahan dan penanggulangan narkotika, psikotropika dan zat adiktiflainnya adalah


upaya yang dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya dan menanggulangi dampak negative dari
penggunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.

7. Pekerjalburuh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan
dalam bentuk lain.

635
8. Pengusaha adalab :

a. Orang perseorangan, persekutuan, atau hadan hukum yang menjalankan suatu


perusahaan milik sendiri;

b. Orang perseorangan, persekutuan~ atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya;

c. Orang perseorangan, persekutuan, atau hadan hukum yang berada di Indone-


sia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b
berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

9. Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau ~terbuka, bergerak atau
tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk
keperluan suatu usaba dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.
Tennasuk tempat kerja adalah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya
yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut.

10. Perusahaan adalah :

a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan,
milik persekutuan ataumilik badan hukum, baik milik swasta maupun milik
negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan
dalam bentuk lain;

b. Usaba-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan


mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain.

Pasal2

(1) Pengusaha wajib melakukan upaya aktif pencegahan dan penanggulangan


penyalahgunaan dan peredaran ge)ap narkotika, psikotropika dan zat adiktiflainnya
di tempat kerja.

(2) Upaya aktifpencegahan dan penanggulangan·penyalahgunaan dan peredaran gelap


narkotika, psikotropika dan zat adiktiflainnya di tempat kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (I) adalah :
a. penetapan kebij~an;
b. penyusunan dan pelaksanaan program.

636
(3) Dalam melaksanakan upaya pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya di tempat kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan melibatkan pekerja/buruh,
serikat pekerjalserikat buruh, pihak ketiga atau ahli dibidang narkotika, psikotropika
dan zat adiktiflainnya.

Pasal3

Dalam melaksanakan upaya pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran


gelap narkotika, psikotropika dan zat adiktiflainnya di tempat kerja, pengusaha, pekerja/
buruh dan serikat pekerjaJserikat buroh dapat berkonsultasi dengan instansi pemerintahan
yang terkait.
Pasal4

(1) Proses penetapan kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a,
hams melalui konsultasi antara pengusaha dengan peketja/bumh dan atau serikat
pekerjalserikat buroh.

(2) Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hams dinyatakan seeara tertulis dan
sekurang-kurangnya memuat :

a. komitmen pengusaha dalam upaya pencegahan dan penanggulangan;

b. komitmen pembentukan unit yang menangani program pencegahan dan


penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika
dan zat adiktiflainnya di tempat kerja.

(3) Unit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hurufb dapat merupakan unit tersendiri
atau terintegrasi dengan panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)
atau Pelayanan Kesehatan Kerja.
(4) Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harns diberlakukan tanpa diskriminasi.

Pasal S

(1) Pelaksanaan program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b,
dilaksanakan dengan cara :

a. mengkonsumsikan kebijakan dan program kepada semua pekerja/buruh;

b. melaksanakan program penyuluhan, pendidikan dan latihan untuk meningkatkan


kesadaran pekerjalburuh;

637
c. mengembangkan program bantuan konsultasi bagi pekerja/buroh;

d. melaksanakan evaluasi kebijakan dan program secara berkala.

(2) Pelaksanaan program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terintegrasi dalam
program keselamatan dan kesehatan kerja.

Pasal6

( 1) Pengusaha dapat meminta pekerja/buruh yang diduga menyalahgunakan narkotika,


psikotropika dan zat adiktif lainnya untuk melakukan tes dengan biaya ditanggung
perusahaan.

(2) Pelaksanaan tes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hams dilakukan oleh sarana
pelayanan kesehatan atau laboratorium yang berwenang sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

(3) HasH tes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hams dijaga kerahasiaanhnya
sebagaimana yang berlaku bagi data rekam medis lainnya.

(4) Berdasarkan basil tes sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dokter yang telah
mendapatkan pelatihan di bidang narkotika, psikotropika dan zat adiktiflainnya dapat
menetapkan apakah pekerja/buruh hams mengikutiperawatan dan atau rehabilitasi.

Pasa) 7

(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai pekerja/buruh yang membutuhkan perawatan dan
atau rehabilitasi akihat penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktiflainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan
Pemsahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.

(2) Pengusaha dapat menjatuhkan tindakan disiplin kepada pekerja/buruh dalam hal
pekerjaJburuh tidak bersedia untuk mengikuti program pencegahan, penanggulangan,
perawatan dan atau rehabilitasi akibat penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan
zat adiktiflainnya.

PasalS
( 1) Pengusaha atau pekerja/buruh hams segera melaporkan kepada Kepolisian Negara
Republik Indonesia apabila ditemukan seseorang atau lebih memiliki atau mengedarkan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya di tempat kerja.

638
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan juga kepada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten!Kota melalui mekanisme
pelaporan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau Pelayanan
Kesehatan Kerja.
Pasal9
Peraturan Menten ini mulai berIaku sejak tanggaJ ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal27 Juni 2005

MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA

Ttd.

FAHMIIDRIS

639
640
PERATURANMENTERITENAGAKERJADANTRANSMIGRASI
REPUBLIKINOONESIA

NOMOR: PER-Ol/MENIII2007
TENTANG
PEDOMANPEMBERIAN PENGHARGAAN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA(K3)
MENTER! TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIKINDONESlA,

Menimbang:
a. bahwa untuk memberikan motivasi dan dorongan bagi pernsabaan-perusahaan serta
berbagai pihak terkait yang telah berhasil menerapkan nonna K3 di perusahaan/
tempat kerja dan mencapai nihil kecelakaan kerja maka periu diberikan penghargaan;
b. bahwa untuk pelaksanaan pemberian penghargaan sebagaimana tersebut di atas,
perlu ditetapkan dengan Peraturan Menten.

Mengingat:
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia taboo 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4279);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 1918);
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-05/MEN/1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-03/MEN/1998 tentang Tata Cara
Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan;
5. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-463/MEN/1993 tentang Pola Gerakan
Nasional Membudayakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
KESA1U: Pedoman pemberian penghargaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri ini.

641
KEDUA Penghargaan sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU meliputi:
a. Kecelakaan nihil (zero accident award);
b. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3);
c. Pembina keselamatan dan kesehatan kerja (K3);
d. Pemerduli/pemerhati K3.

KETIGA Pedoman tersebut pada Diktum KESATU merupakan petunjuk bagi semua
pihak dalam pelaksanaan pengajuan, penilaian dan pemberian penghargaan
keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

KEEMPAT: Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggalll Januari 2007

MENTER!
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

ERMANSUPARNO

642
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI TENAGAKERJADAN TRANSMIGRASI
REPUBUKINDONESIA
NOMOR: PER-oIIMENIII2007
TENTANG
PEOOMANPEMBERIANPENGHARGAAN
KESE.LAMATAN DAN KESEHATAN KERJA(K3)

DAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan upaya untuk menciptakan
lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera, bebas dari kecelakaan, kebakaran,
peledakan, pencemaran lingkungan dan penyakit akihat kerja. Kecelakaan kerja dapat
menimbulkan kerugian bagi tenaga kerja, pengusaha, pemerintah dan masyarakat,
yang dapat bempa korban jiwa manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan.
Karena itu perlu dilakukan langkah-langkah nyata untuk mencegah dan mengurangi
terjadinya kecelakaan kerja secara maksimal. Program Pembangunan Nasional dalam
era industrialisasi dan globalisasi yang ditandai dengan Makin meningkatnya
pertumbuhan industri yang mempergunakan proses dan teknologi canggih, periu
diimbangi dengan peningkatan kualitas tenaga kerja dan penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja yang baik dan benar.
Melalui Program Gerakan Nasional Membudayakan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, Pemerintah berusaha memberikan motivasi dan dorongan kepada semua pihak
yang terkait dengan proses produksi untuk meningkatkan kesadaran dalam
melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja di setiap tempat kerja dan program
membudayakan keselamatan dan kesehatan kerja menjadi tanggung jawab semua
pihak yang terkait dengan proses produksi.
B. RuangLingkup
Ruang lingkup yang diatur dalam peraturan menteri ini adalah:
1. Penghargaan
a. Jenis penghargaan
b. Bentuk penghargaan
c. Pemberian penghargaan

643
2. Tata cara untuk memperoleh penghargaan
a. Pengajuan dan penilaian kecelakaan nihil
b. Pengajuan dan penilaian sertifikasi SMK3
c. Pengajuan untuk pemerduli K3
d. Verifikasi
e. Timpenilai
3. Kriteria penilaian penghargaan
a. Kecelakaan nihil
b. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
c. Penghargaan Pembina KJ
d. Penghargaan Pemerduli K3
4. Pembiayaan penghargaan
5. Penyelenggaraan penyerahan penghargaan

C. Pengertian
1. Penghargaan KJ adalah tanda penghargaan keselamatan dan kesebatan kerja
yang diberikan pemerintah kepada Perusahaan, BupatiIWalikota, Gubemur dan
Pemerduli K3yang telah berhasil dalam melaksanakan program keselamatan
dan kesehatan kerja.
2. Penghargaan kecelakaan nihil adalah tanda penghargaan keselamatan
dan kesehatan kerja yang diberikan pemerintah kepada manajemen perusabaan
yang telah berhasil dalam melaksanakan program keselamatan dan
kesehatan kerja sehingga mencapai nihil kecelakaan kerja pada jangka waktu
tertentu.
3. Penghargaan SMKJ adalah tanda penghargaan sistemmanajemen keselamatan
dan kesehatan kerja yang diberikanpemerintah kepada manajemen perusabaan
yang telah berhasil dalam melaksanakan sistem keselamatan dan kesehatan kerja
yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan pada jangka waktu
tertentu.
4. Penghargaan pembina K3 adalah tanda penghargaan keselamatan dan kesebatan
kerja yang diberikan pemerintah kepada Gubemur, BupatiIWalikota yang telab
berhasil melaksanakan program pembinaan K3 kepada perusahaan.
5. Penghargaan pemerduli K3 adalah tanda pengbargaan keselamatan dankesehatan
kerja yang diberikan pemerintah kepada tenaga kerja yang telah mempunyai
prestasi dalam bidang K3 yang dapst meningkatkan penerapan K3 dan mampu
secara signiflkan dalam mendorong pelaksanaan K.3 sehingga perusabaan yang
bersangkutan mendapatkan penghargaan tingkat nasional, dan atau seseorang

644
yang mempunyai kepedulian, jasa dan prestasi yang dapat menggerakkan
masyarakat untuk meningkatkan penerapan K3.
6. Kecelakaan nihil adalah suatu kondisi tidak terjadi kecelakaan di tempat kerja
yang mengakibatkan pekerja sementara tidak mampu bekerja (STMB) selama
2x 24 jam dan atau menyebabkan terhentinya proses dan atau rusaknya peralatan
tanpa korbanjiwa dimana kehilangan waktu kerja tidak melebihi shift berikutnya
pada kurun waktu tertentu dan jumlah jam kerja orang tertentu.
7. Jam Kerja Nyata adalah jam kerja yang dihitung pada hari berjalan dikurangi
absen dan sakit.
8. Jam Lembur Nyata adalab jam lembur yang dihitung tan,pa kompensasi upah.
9. Jam Kerja Orang adalahjumlahjam kerja nyata yang dicapai oleh tenaga kerja
pada perusahaan..

BABII
PENGHARGAAN

A. Jenis Penghargaan
1. Kecelakaan Nihil;
2. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3);
3. PembinaK3;
4. Pemerduli 10.
B. Bentuk Pengbargaan
Penghargaan dapat diberikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi R.I dalam bentuk:
1. Sertifikat;
2. Piagam;
3. Plakat;
4. Trophy;
5. Lencana.
c. Pemberian Penghargaan
Penghargaan diberikan kepada:
1. Perusahaan yang telah berhasil mencapai kecelakaan nihil dalam bentuk piagam
atau plakat. Model piagam dan plakat tersebut sebagaimana tercantum dalam
lampiranI;

645
2. Perusahaan dengan nilai kecelakaan nihil tertinggi di sektor usaha
tertentu dalam bentuk trophy. Model trophy sebagaimana tercantum dalam
lampiran II;
3. Perusahaan yang telah berhasil menerapkan sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja dalam bentuk sertifikat dan bendera. Model sertifikat dan
bendera sebagaimana tercantum dalam lampiran III dan IV;
4. Perusahaan yang telah menerima sertifikat SMK3 dengan nilai audit tertinggi
pada sektor usaha tertentu dalam bentuk trophy sebagaimana tercantum dalam
lampiran II;
5. Gubemur/Bupati/Walikota yang telah berhasil membina K3 dalam bentuk lencana
sebagaimana tercantum dalam lampiran V;
6. Tenaga kerja pemerduli K3 dalam bentuk piagam atau plakat. Model piagam
dan plakat tersebut sebagaimana tercantum dalam lampiran VI.

BAB III
TATACARAUNTUKl\1EMPEROLEH PENGHARGAAN

A. Pengajuan dan Penilaian Penghargaan


1. Kecelakaan Nihil
Setiap perusahaan yang telah memenuhi persyaratan untuk memperoleh
penghargaan kecelakaan nihil, dapat mengajukan permohonan kepada instansi
yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan di KabupatenIKota dengan
disertai data pendukung sebagai berikut:
Jumlah jam kerja nyata seluruh tenaga kerja yang ada di lokasi perosahaan
selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dan diperinci dalamjumlahjam kerja
nyata tabunan;
Jumlah jam kerja lembur nyata setiap tenaga kerja, yang bekerja lembur
selama 3 (tiga) taboo berturut-turut dan diperinci dalam jumlab jam kerja
tabunan;
Jumlah jam kerja nyata dari seluruh tenaga kerja pada kontraktor dan atau
sub kontraktor (jika ada dan dianggap merupakan bagian dari perusahaan)
yang ada di lokasi perusahaan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dan
diperinci dalamjumlahjarn kerja tahunan;
Jumlah jam kerja lembur nyata dari seluruh tenaga kerja kontraktor dan
atan sub kontraktor Gika ada dan dianggap merupakan bagian dari
perosahaan) yang ada di lokasi perusahaan selama 3 (tiga) tahun bertumt-
turut dan diperinci dalam jumlah jam kerja tahunan;

646
2. Sertifikasi Sistem Manajemen K3 (SMK3)
Untuk mendapatkan penghargaan sistem manajemen K3, perusahaan dapat
mengajukan pennohonan audit SMK3 sebagaimana telah ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per. 05/Men/1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
3. Pemerduli K3
Setiap perusabaan atau lembaga atan instansi yang berkepentingan dapat
mengajukan nama pekerja/tenaga kerja yang Jayak untuk mendapatkan
penghargaan sebagai pemerduli K3.
B. Proses administrasi Pengajuan Penghargaan
I. Pada instansi tingleat KabupatenIKota :
a. Instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupatenl
Kota mengajukan pennobonan penghargaan sebagaimana dimaksud pada
butir A sub 1 kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan di Provinsi.
b. Surat permohonan sebagairnana dimaksud pada butir 1 (satu) sub a
termasuk data pendukung yang diperlukan untuk penilaian Pembina K3
dan pemerduli K3.
c . Bentuk suratpennohonan dan rekapitulasi daftar perusahaan serta Iampiran
data pendukung sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII, Lampiran
VIII, Lampiran IX dan Lampiran X Pedoman ini.
2. Pada instansi tingkat Propinsi:
a. Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Provinsi
mengajukan permohonan penghargaan (rekapitulasi dari permohonan
instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/
kota) kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi c.q. Direktur
Jenderal Pembinaan Pengawasan K.etenagakerjaan.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud padabutir 2 (dua) sub a
termasuk data pendukung yang diperlukan untuk penilaian Pembina K3
dan pemerduli K3.
c. Bentuk surat pengantar pengajuan permobonan dan rekapitulasi daftar
perusahaan serta data pendukung calon penerima penghargaan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI, Lampiran XII, Lampiran
XIII dan Lampiran XIV Pedoman ini.

647
c. "erifikasi
1. Penilaian pennohonan sebagaimana dimaksud butir A sub 1 dilakukan oleh tim
penilai KabupatenIKota;
2. Hasil penilaian dituangkan dalam berita acara pelneriksaan yang memuat
sekurangkurangnya:
1) hari, tanggal, tahun, nama dan alamat perusahaan;
2) jumlah tenaga kerja,jam kerja nihil kecelakaan, periode perhitungan;
3) tanda tangan anggota tim penilai, pengurus perusahaan, pejabat
yang bertanggung jawab dalam bidang pengawasan ketenagakerjaan di
daerah.
3. Berita acara pemeriksaan yang dilengkapi dengan data sebagaimana dimaksud
butir C sub 1 dan sub 2 disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan di Provinsi dengan tembusan kepada Direktur Jenderal
Pembinaan Pengawasan Ketenagakerj aan.

D. Tim Penilai
1. Penunjukan
a. Tim penilai tingkatKabupatenIKota ditunjuk oleh Bupati/Walikota atau
Pejabat yang ditunjuk;
b. Tim penilai tingkat Propinsi ditunjuk oleh Gubemur atau Pejabat yang
ditunjuk;
c. Tim penilai tingkat Pusat ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pembinaan
Pengawasan KetenagakeIjaan.
2. Keanggotaan
Keanggotaan tim penilai tingkat KabupatenIKotaJProvinsi dan ·Pusat terdiri dari
pejabat struktural, pegawai teknis pengawasan ketenagakerjaan dan dapat
melibatkan profesional K3 atau pihak terkait
3. Tugas Tim penilai:
a. Tim penilai KabupatenIKota melakukan pemeriksaan terhadap kebenaran
pennohonan dan data yang diajukan sebagaimana dimaksud butir A sub 1
dan sub 3 di perusahaan.
Pemeriksaan di perusahaan besar meliputi:
1). Komitmen dalam kebijakan K3;
2). Sistem manajemen K3 dan Audit SMK3;
3). Program K3;
4). Organisasi K3;

648
5). Administrasi K3 yang meIiputi pendataan, pemeriksaan kecelakaan,
statistik dan prosedur pelaporan;
6). Sarana P3K;
7). Pengendalian bahaya industri;
8). Pengendalian kebakaran;
9). Hygiene industri;
10). Pelatihan di bidang K3;
11). Jamsostek.
Pemeriksaan di perusahaan menengah meliputi:
1). Komitmen dalam kebijakan K3;
2). Sistem Manajemen K3 dan Audit SMK3;
3). Program K3;
4). Organisasi K3;
5). Administrasi K3 yang meliputi pendataan, pemeriksaan kecelakaan,
statistik dan prosedur pelaporan;
6). SaranaP3K;
7). Pelatihan di bidang K3;
8). Jamsostek.
Pemeriksaan di perusahaan kecil meliputi :
1). Komitmen daJam kebijakan K3;
2). Sistem Manajemen K3 dan Audit SMK3;
3). Program K3;
4). Organisasi K3;
5). Administrasi K3 yang meliputi pendataan, pemeriksaan kecelakaan,
statistik dan prosedur pelaporan;
6). Sarana P3K;
7). Jamsostek.
b. Tim penilai Provinsi dapat melakukan uji petik terhadap laporan tim penilai
yang disampaikan oleh KabupatenIKota.
c. Dinas KetenagakeJjaan Provinsi mengirimkan seluruh hasillaporan tim penilai
Kabupaten/Kota dan hasil uji petik kepada Direktur Jenderal Pembinaan
Pengawasan Ketenagakerjaan;
d. Tim penilai Pusat dapat melakukan uji petik terbadap laporan tim penilai yang
disampaikan oleh KabupatenIKota dan basil uji petik yang diIakukan oleh tim
penilai Propinsi;

649
e. Penilaian terbadap pembina dan pemerduli K3 dilakukan tim penilai pusat.

BABIV
KRITERlAPENILAIAN PENGHARGAAN

A. Kecelakaan Nibil
1. Pengelompokan Perusabaan:
Kecelakaan Nibil diberikan kepada perusahaan berdasarkan pengelompokan:
a. Jumlah tenaga kerja
1). Lebih dari 100 orang sebagai kelompok perusahaan besar;
2). 50 - 100 orang sebagai kelompok perusahaan menengah;
3). sampai dengan 49 orang sebagai kelompok perusahaan keeil.
b. Sektor usaha berdasarkan klasifikasi lapangan usaha Indonesia (KLUI)
dan hobot resiko bahaya sesuai dengan penjelasan pasal2 ayat (1) Undang-
undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yaitu 5 variabel
potensi bahaya yang terdiri dari:
1). Mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat-alat kerja, peralatan lainnya,
bahan-bahan dan sebagainya;
2). Lingkungan;
3). Sifatpekerjaan;
4). Cara kerja;
5). Proses produksi.
Sehingga masing-masing kelompok perusahaan diberikan hobot nilai
I sampai dengan 5 sesuai matrik sebagai berikut:

Sektor Sub JenisUsaha BoOOt


Sektor Resiko
Bahaya

1.1. Pertanian tanaman pangan 2


1.2. Pertanian tanaman lainnya 2
1.3. Jasa pertanian dan petemakan 2
1.4. Kehutanan dan penebangan hutan 4
1.. 5. Perburuan, pembiakan binatang liar 5

650
1.6. Perikanan laut 4
1.7. Perikanan darat 3
2 2.1. Pertambangan batubara 5
2.2. Pertambangan minyak dan gas bumi 5
2.3. Pertambangan bijih logam 5
2.4. Penggalian barn, tanah liat dan pasir 2
2.5. Penambangan dan penggalian garam 1
2.6. Pertambangan bahan kimia dan
pupuk mineral 5
2.7. Pertambangan dan penggalian lain 2
3 3.1. lndustri makanan, minuman dan
tembakau 4
3.2. Industri tekstil, pakaianjadi dan kuHt 4
3.3. Industri kayu dan barang dati kayu,
termasuk perabot rumah tangga 3
3.4. Industri kertas, barang dan kertas,
perc<etakan dan penerbitan 5
3~5. Industri kimia dan barang-barang dari
bahan kimia, minyak bumi, batubara,
karet dan plastik 5
3.6. Industri barang galian bukan logam,
kecuali minyak dan batubara 5
3.7. Industri logam dasar 5
3.8. Industri barang dan logam, mesin dan
peralatannya 4
3.9. Industri pengolahan lainnya 4
4 4.1. Listrik 5
4.2. Gas dan nap 5
4.3. Penjemihan, penyediaan dan
penyaluran air 2
5 5.1. Bangunan sipil 5
5.2. Bangunan listrik: dan komunikasi 5
6 6.1. Perdagangan besar 3

651
6.2. Perdagangan eeeran 2
6.3. Rumah makan dan minum I
6.4. Hotel dan penginapan 2
7 7.1. Angkutan darat, angkutan dengan
saluran pipa 4
7.2. Angkutan air 4
7.3. Angkutan udara 5
7.4. Penggudangan dan jasa penunjang
angkutan 3
7.5. Komunikasi 2
8 8.1. Lembaga keuangan 2
8.2. Asuransi 2
8.3. Usaha persewaan/jual beli tanah,
gedung dan jasa perusahaan 2
9 9.1. Jasa pemerintahan dan pertabanan
keamanan 3
9.2. Jasa kebersihan dan sejenisnya 2
9.3. Jasa sosial dan kemasyarakatan 2
9.4. Jasa hiburan dan kebudayaan 4
9.5. Jasa perorangan dan rumah tangga 2
9.6. Badan international dan hadan ekstra
teritorial 2
10 00 Kegiatan yang belum jelas batasannya

2. Batasan Penilaian
a. Kecelakaan kerja yang menghilangkan waktu kerja apabila kecelakaan yang
menyebabkan seorang pekerja tidak dapat melakukan pekerjaamya telah terjadi
kecelakaan kerja selama 2 x 24 jam;
b. Kehilangan waktu kerja dihitung berdasarkan kenyataan tidak mampu bekerja
dan untuk bagian tubuh yang cacat selamanya dihitung berdasarkan ketentuan
yang berlaku;
c. Kehilangan waktu kerja apabila korban kecelakaan kerja (pekerja) tidak dapat
bekerja kembali pada shift berikutnya sesuai jadwal kerja;

652
d. Tidak terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan kehilangan waktu kerja
berturutturut selama 3 (tiga) tahoo atau telah mencapaijumlahjam kerja orang
sekurangkurangnya sebanyak sebagaimana dalam tabel berikut:

Sektor Sub Jenis Usaha Bobot Jam Kerja Orang pada


Sektor Perusahaan

Besar Menengah Kecil

1.1 Pertanian tanaman pangan 2 4,8juta 480.000 240.000


1.2 Pertanian tanaman lainnya 2 4,8 juta 480.000 240.000
1.3 Jasa pertanian dan pete:r:nakan 2 4,8juta480.ooo 240.000
1.4 Kehutanan dan penebangan 4 2,4 juta 240.000 120.000
hutan
1.5 Perburuan, pembiakan 5 1,2juta 120.000 60.000
binatang liar
1.6 Perikanan laut 4 2,4juta 240.000 120.000
1.7 Perikanan darat 3 3,6juta 360.000 180.000
2 2. I Pertambangan batubara 5 1,2juta 120.000 60.000
2.2 Pertambangan minyak dan 5 l,2juta 120.000 60.000
gasbumi.
2.3 Pertambangan bijih logam 5 1,2juta 120.000 60.000
2.4 Penggalian baru, tanah Iiat 2 4,8 juta 480.000 240.000
danpasir
2.5 Penambangan dan penggalian 6juta 600.000 300.000
garam
2.6 Pertambangan bahan kimia 5 l,2juta 120.000 60.000
dan pupuk mineral
2.7 Pertambangan dan penggalian 2 4,8 juta 480.000 240.000
lain
3 3.1 Industri makanan, minuman 4 2,4 juta 240.000 120.000
dan tembakau
3.2 Industri tekstil, pakaian 4 2,4 juta 240.000 120.000
jadi dan kulit

653
3.3 Industri kayu dan barang dari 3 3,6 juta 360.000 180.000
kayu, termasuk perabot rumah
tangga
3.4 Industri kertas, barang dan 5 1,2juta 120.000 60.000
kertas, percetakan dan
penerbitan
3.5 Industri kimia dan 5 1,2 juta 120.000 60.000
barang-barang dan bahan kimia,
minyak bumi, batubara, karet
danplastik
3.6 Industri barang galian bukan 5 1,2juta 120.000 60.000
logam, kecuali minyak dan
batubara
3.7 Industri logam dasar 5 1,2 juta 120.000 60.000
3.8 Industri barang dari logam, 4 2,4 juta 240.000 120.000
mesin dan peralatannya.
3.9 Industri pengolahan lainnya 4 2,4 juta 240.000 120.000
4 4.1 Listrik 5 1,2 juta 120.000 60.000
4.2 Gas dan uap 5 1) juta 120.000 60.000
4.3 Penjemiban, penyediaan dan 2 4,8 juta 480.000 240.000
penyaluran air
5 5.1 Bangunan sipil 5 1,2 juta 120.000 60.000
5.2 Bangunan listrik dan 5 1,2 juta 120.000 60.000
komunikasi
6 6.1 Perdagangan besar 3 3,6 juta 360.000 180.000
6.2 Perdagangan eceran 2 4,8 juta 480.000 240.000
6.3 Rumah makan dan minum 1 6juta 600.000 300.000
6.4 Hotel dan penginapan 2 4,8 juta 480.000 240.000
7 7.1 Angkutan darat, angkutan 4 2,4 juta 240.000 120.000
dengan saluran pipa
7.2 Angkutan air 4 2,4 juta 240.000 120.000
7.3 Angkutan udara 5 1,2 juta 120.000 60.000

654
7.4 Penggudangan danjasa 3 3,6 juta 360.000 180.000
penunjang angkutan
7.5 KomWlikasi 2 4,8 juta 480.000 240.000
8 8.1 Lembaga keuangan 2 4,8 juta 480.000 240.000
8.2 Asuransi 2 4,8 juta 480.000 240.000
8.3 Usaha persewaan/jual beli 2 4,8 juta 480.000 240.000
tanah, gedung dan jasa
perusahaan
9 9.1 Jasa pemerintahan dan 3 3,6 juta 360.000 180.000
pertahanan keamanan
9.2 Jasa kebersihan dan 2 4,8 juta 480.000 240.000
sejenisnya
9.3 Jasa sosial dan 2 4,8 juta 480.000 240.000
kemasyarakatan .
9.4 Jasa hiburan dan··kebudayaan 4 2,4 juta 240.000 120.000
9.5 Jasa perorangan dan rumah 2 4,8 juta 480.000 240.000
tangga
9.6 Badan international dan barlan 2 4,8 juta 480.000 240.000
ekstra teritorial
10 00 Kegiatan yang belumjelas
batasannya

e. Kehilangan waktu kerja tidak diperhitungkan selama korban kecelakaan kerja


dalam proses medis danjika korban kecelakaan kerja temyata tidak dapat bekerja
kembali pada tempat semula, maka perhitungan kehilangan waktu kerja
sebagaimana dimaksud pada butir 2 huruf b;
f. Kehilangan waktu kerja tidak diperhitungkan apabila kecelakaan kerja adalah
sebagai akibat perang, bencana alam dan hal-hal lain yang di fuar kontrol
perusahaan;
g. Perhitungan jam kerja selamat dimulai sejak: terjadinya suatu kecelakaan kerja
yang dapat mengakibatkan angka perhitungan menjadi nol dan akan bertambah
secara kumulatif sesuai jam kerja yang dicapai.
3. Tata Cara Perhitungan Jumlah Kerja Orang (JKO)

655
a. Perhitungan jam kerja diperinci sebagai berikut:
1). Semua jam kerja tenaga kerja nyata yang melaksanakan kegiatan
perusahaan tennasuk kontraktor dan sub-kontraktornya pada masing-
masing bidang pekerjaan;
2). Jam kerja pada butir a. 1) dinilai berdasarkan pada pembagian unit-unit
kerja yang merupakan tanggungjawab/pengawasan masing-masing kepala
unit kerja, tennasuk kontraktor dan sub-kontraktor yang melaksanakan
pekerjaan untuk perosahaan tersebut.
b. Perhitungan kehilangan waktu kerja akibat kecelakaan dapat dirinci sebagai
berikut:
1). Kehilangan waktu kerja dihitung berdasarkan kenyataan tidak mampu
bekerja dan untuk bagian tubuh yang cacat selamanya dihitung berdasarkan
ketentuan yang berlaku;
2). Kehilangan waktu kerja diperhitungkan apabila korban kecelakaan kerja
(pekerja) tidak dapat bekerja kembali pada shift berikutnya sesuaijadwal
kerja;
3). Kehilangan waktu kerja tidak diperhitungkan selama korban kecelakaan
kerja da)am proses medis dan jika korban kecelakaan kerja temyata tidak
dapat bekerja kembali pada tempat semula, maka perhitungan kehilangan
waktu kerja seperti termaksud pada butir b. 1);
4) . Kehilangan waktu kerja tidak diperhitungkan apabila kecelakaan kerja adalah
sebagai akibat perang, bencana a1am dan hal-hal lain yang di luar kontrol
perusahaan.
c. Penghargaan kecelakaan nihil bagi perusahaan-perusahaan dari sektor konstruksi
dapat diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
1). Penghargaan kecelakaan nihil diberikan kepada perusahaan kontraktor
utama yang telah selesai melaksanakan pekeIjaan (tanpaterjadi kecelakaan
kerja yang mengakibatkan hilangnya jam kerja), dengan waktu pelaksanaan
kegiatan minimal 1 (satu) tahun;
2). Perusahaan-perusahaan sub-kontraktor merupakan pendukung data bagi
perusahaan kontraktor utama;
3). Jika terjadi kecelakaan kerja baik pada perusahaan kontraktor utama
maupun pada perusahaan sub-kontraktor, maka seluruh jam kerja yang
telah dicapai akan menjadi nol secara bersama.

4. Contoh Cara perhitungan:


Jam kerja orang selama tiga tahun adalah:

656
a. Jumlah Jam Kerja Orang tahun I = Jumlah jam kerja nyata se)ama 1 tahun
tersebut (+) jumlah jam lembur nyata (-) jumlah jam absen
b. Jumlah Jam Kerja Orang tahun II = Jumlah jam kerja nyata selama 1 tahun
tersebut (+) jumlah jam lembur Dyata (-) jumlah jam absen
c. Jumlah Jam Kerja Orang tahuD III = Jumlah jam kerja nyata selama I tahun
tersebut (+) jumJah jam lembur Dyata (-) jumlah jam absen
d. Jumlah jam kerja orang selama 3 tabun = JKO tabun I (+) JKO tahun II (+)
IKO tabun III

B. Penghargaan Sistem Manajemen K3 (SMK3)


Untuk mendapatkan penghargaan sistem manajemen K3, perusahaan dapat
mengajukan pennohonan audit SMK3 sebagaimana teJah ditetapkan dalam Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor Per. 05/Men/1996 ten tang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

C. Penghargaan Pembina K3
Penghargaan Pembina K3 diberikan kepada GubemurlBupati/Walikota yang telah
berhasil melaksanakan program pembinaan K3 kepada perusahaan sehingga
perusahaan yang bersangkutan memperoleh penghargaan SMK3 dan atau kecelakaan
nihil sebanyak 0,05 % dari jumlah perusahaan pada wilayah yang bersangkutan.

D. Pemerduli K3
Penghargaan Pemerduli K3 diberikan kepada:
1. Tenaga kerja yang telah mempunyai prestasi dalam bidang K3 yang dapat
meningkatkan penerapan K3 dan mampu secara signiftkan dalam mendorong
pelaksanaan K3 sehingga perusahaan yang bersangkutan mendapatkan
penghargaan tingkat nasional.
2. Seseorang yang mempunyai kepedulian, jasa dan prestasi yang dapat
menggerakkan masyarakat untuk meningkatkan penerapan K3.

BABV
PEMBIAYAAN PENGHARGAAN
Biaya yang timbul sebagai akibat pemberian penghargaan dibebankan kepada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) serta sumbersumberdana lain yang tidak mengikat.

657
BABVI
PENYELENGGARAANPENYERAHAN PENGHARGAAN
I. Penyelenggaraan penyerahan penghargaan dapat dilaksanakan oleh perusahaan jasa
pihak ketiga sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Segala resiko akibat penyelenggaraan penyerahan penghargaan menjadi tanggung
jawab perusahaan jasa pibak ketiga.
3. Perusahaan jasa pihak ketiga tidak dapat dituntut akibat adanya ketentuan atau kebijakan
pemerintah yang mengakibatkan tidak dapat dilaksanakannya kegiatan tersebut.

BABVII
PENUIUP
1. Pedoman ini dipergunakan sebagai standar untuk melakukan penilaian dan pengajuan,
penghargaan di bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terhadap Perusahaan,
Gubemur/Bupati/WalikotalTenaga Kerja (Pekerja).
2. Spesifikasi, arti, maksud dan tujuan dari model piagam, plakat, trophy, sertifikat,
bendera, lencana dan pin yang terdapat dalam lampiran pedoman ini akan dijelaskan
dalam Keputusan Direktur lenderal Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan.
3. Hal-hal yang belum diatur dalamPedoman ini ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur
lenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 11 Januari 2007
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.

ERMAN SUPARNO

658
LAMPIRAN INI (LIHAT FISIK)

LAMPlRAN VII
PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN
KESELAMATAN DANKESEHATAN KERJA(K3)

BENTUKSURATPENGANTARPENGAJUAN PERMOHONAN
PENERIMAAN PENGHARGAAN KECELAKAAN NIHIL DAN PEMERDULI K3

KOP SURAT DINAS


Tanggallbulanltahun
No
Lampiran : ....... Berkas Perusahaan
Perihal Penghargaan K3
Yth.
Kepala Dinas Yang Membidangi Ketenagakerjaan
Provinsi .
Di Tempat
Dengan ini kami sampaikan daftar nama perusahaan/Pemerduli K3 yang telah
dilakukan verifIkasi oleh tim penilai tingkat Kab/Kota sebagaimana terlampir dalam
rekapitulasi. Kepala Instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan Kab/Kota

TTD.
Nama Terang
NIP.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggalll Januari 2007
MENTER!
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ERMAN SUPARNO

659
LAMPIRAN VIII

PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN


KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (1(3)

REKAPITULASI DAFfAR PERUSAHAAN CALON PENERIMA PENGHARGAAN


KABIKOTA

Sektor Sub Jenis Usaha Nama Jumlah Jam Kerja Periode


Sektor Perusahaan TK Orang (JKO)

1.1 Pertanian Tanaman 1


Pangan 2
3
Dst
1.2 Pertanian tanaman 1
lainnya 2
3
Dst
1.3 Petemakan 1
2
3
Dst
1.4 Jasa pertanian dan
petemakan 2
3
Dst
1.5 Kehutanan dan 1
penebangan hutan 2
3
Dst
1.6 Perburuanl 1
penangkapan,
pembiakan 2
binatang liar 3
Dst
1.7 Perikanan laut
2
3
Dst

660
3.3 Industri kayu dan 1
barang dan kayu, 2
termasuk perabot 3
rumah tangga Dst
3.4 Industri kertas, 1
barang dari kertas, 2
percetakan dan 3
penerbitan Dst
3.5 Industri kimia dan 1
barang-barang dari 2
bahan kimia, minyak 3
bumi, batubara, Dst
karet dan plastik
3.6 Industri barang 1
galian bukan logam, 2
kecuali minyak dan 3
batubara Dst
3.7 Industri logam
dasar 1
2
3
Dst
3.8 Industri barang
dan logam,
mesin dan 2
peralatannya 3
Dst
3.9 Industri pengolahan 1
lainnya 2
3
Dst
4 4.1 Listrik
2
3
Dst
4.2 Gas dan uap 5
2
3
Dst

662
4.3 Penjemihan, I
penyediaan dari 2
penyaluran air 3
Ost
5 5.1 Bangunan sipil
2
3
Dst
5.2 Bangunan listrik
dan komunikasi 1
2
3
Dst
6 6.1 Perdagangan besar 1
2
3
Dst
6.2 Perdagangan eceran
2
3
Dst
6.3 Rumah makan dan 1
minum 2
3
Dst
6.4 Hotel dan 1
penginapan 2
Dst
7 7.1 Angkutan damt, 1
angkutan dengan 2
saluran pipa 3
Dst
7.2 Angkutan air
2
3
Dst
7.3 Angkutan udara 1
2
3
Dst

663
7.4 Penggudangan dan I
jasa penunjang 2
angkutan Dst
7.5 Komunikasi 1
2
Dst
8 8.1 Lembaga keuangan
2
3
Ost
8.2 Asuransi 1
2
3
Ost
8.3 Usaha 1
persewaan/jual beli 2
tanah, gedung dan 3
jasa perusahaan Ost
9 9.1 Jasa pemerintahan 1
dan pertahanan 2
keamanan 3
Dst
9.2 Jasa kebersihan dan
sejenisnya 2
3
Dst
9.3 Jasa sosial dan
kemasyarakatan 2
3
Ost
9.4 Jasa hiburan dan
kebudayaan 2
Ost
9.5 Jasa perorangan dan 1
rumah tangga 2
3
Dst
9.6 Badan intemasional
dan badan ekstra 2
tentorial 3
Ost

664
10 00 Kegiatan yang
belumjelas
batasannya

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Januari 2007
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ERMAN SUPARNO

LAMPIRANX
PEDOMANPEMBERIANPENGHARGAAN
KESELAMATAN DANKESE~TANKERJA(K3)
REKAPITULASIDAFrARCALON PENERIMAPENGHARGAANPEMERDULIK3

Nama TempatITanggal Alamat Institusi Jasa Prestasi


Lahir BidK3 *

* Keterangan:
I. Jasa Prestasi Bidang K3 dibuktikan dengan melampirkan dokumen;
2. Pas photo berwama ukuran (4 x 6) sebanyak 2 lembar.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggaI 11 Januari 2007
MENTER!
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ERMAN SUPARNO

665
LAMPlRANXI
PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA(K3)
BENTUKSURATPENGANTARPENGAJUANPERMOHONAN
PENERIMAAN PENGHARGAAN KECELAKAAN NIHIL DAN PEMERDULI K3

KOP SURAT DINAS


Tanggal/bulan/tahun
No
Lampiran : Berkas Perusahaan
Perihal : Penghargaan K3

Yth,

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI


Up. Direktur Jenderal Binwasnaker
Melalui Panitia Bulan K3 Tahun ....
Di Jakarta

Dengan ini kami sampaikan daftar nama perusahaaniPemerduli K3 yang telah dilakukan
verifJkasi oleh Tim Penilai tingkat Provinsi sebagaimana terlampir dalam daft-.ar rekapitulasi.

Kepala Instansi yang bertanggung jawab


di bidang ketenagakerjaan Provinsi
TTD
Nama Terang
NIP:

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Januari 2007
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ERMANSUPARNO

666
LAMPIRAN XII
PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN
KESELAMATAN DANKESEHATAN KERJA(K3)
REKAPITULASI DAFTARPERUSAHAAN CALON PENERIMAPENGHARGAAN
PROVINSI ••••..•

Sektor Sub Jenis Usaha Nama Kab/Kota Jumlah Jam Kerja Peri ode
Sektor Perusahaan TK Orang (JKO)

1.1 Pertanian Tanaman 1


Pangan 2
3
dst
1.2 Pertanian tanaman 1
lainnya 2
3
dst
1.3 Peternakan I
2
3
dst
1.4 Jasa pertanian dan
petemakan 2
3
dst
1.5 Kehutanan dan 1
penebangan butan 2
3
dst
1.6 Perburuanlpenangk-
apan, pembiakan 2
binatang liar 3
dst
1.7 Perikanan Iaut
2
3
dst
1.8 Perikanan darat
2
3
dst

667
668
670
8 8.1 Lembaga keuangan
2
dst
8.2 Asuransi 1
2
dst
8.3 Usaha 1
persewaanljual beli 2
tanah, gedung dan dst
jasa perusahaan
9 9.1 Jasa pemerintahan I
dan pertahanan 2
keamanan dst
9.2 Jasa kebersihan dan
sejenisnya 2
dst
9.3 Jasa sosial dan
kemasyarakatan 2
dst
9.4 Jasa hiburan dan
kebudayaan 2
dst
9.5 Jasa perorangan dan 1
rumah tangga 2
dst
9.6 Badan intemasional I
dan badan ekstra 2
teritorial dst
10 00 Kegiatan yang
belumjelas
batasannya

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggalll Januari 2007
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ERMANSUPARNO

671
LAMPlRANXIV
PEDOMANPEMBERIANPENGHARGAAN
KESELAl\'IATANDAN KESEHATAN KERJA(K3)
REKAPITULASIDAFTARCALON PENERlMAPL~GHARGAAN PEMERDULI K3

No Nama TempatITanggal Alamat Institusi Jasa Prestasi


Lahir BidK3 •

* Keterangan:
1. Jasa Prestasi Bidang K3 dibuktikan dengan melampirkan dokumen;
2. Pas photo berwama ukuran (4 x 6) sebanyak 2 lembar.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Januari 2007
MENTER!
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ERMAN SUPARNO

KEDUA Komponen dan besarnya biaya sebagaimana dimaksud dalam Diktum


KESATU merupakan komponen dan besamya biaya maksimal.
KETIGA Komponen dan besamya biaya sebagaimana dimaksud dalam Diktum
KESATU dilakukan evaluasi setiap 6 (enam) bulan.
KEEMPAT: Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

672
Ditetapkan di Jakarta
padatanggall1Juni2007
MENTER!
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ERMAN SUPARNO

LAMPIRAN
KEPUnJSAN
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR:KE~2~~ENNV2007
TENfANG
BIAYAPENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN
CALON TENAGA KERJA INDONESIA NEGARA TUJUAN REPUBLIK KOREA
KOMPONEN DAN BESARNYABIAYA
PENEMPATANDANPERLINDUNGANTENAGAKERJA
INDONESIAKE NEGARA REPUBLIK KOREA

NO. KOMPONEN BJAYA KETERANGAN


Rp. US$

1. Paspor 110.000,·
1.1 PNBP 50.000,- PP No. 19/2007
1.2 Sidik Jari 5.000,-
1.3 Pas Foto 55.000,-
2. Pemeriksaan kesehatan dan 250.000,- Sarana Kesehatan yang
psikologi ditunjuk Menten
Kesehatan dan ditetapkan
Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi
- Lembaga Psikologi yang

673
ditetapkan oleh Menteri
Tenaga Kerja dan
Transmigrasi
3. Visa Kerja 460.000,- Kedutaan Besar Korea
4. Asuransi Perlindungan TKI 400.000, .. Peraturan Menteri
Nakertrans RI
No. Kep.23/MENN/2006
5. Tiket Pemberangkatan 310 Maskapai Penerbangan.
Jakarta - Seoul
6. Airport Tax 100.000,- Perum Angkasa Pura.
7. Orientasi Kerja 1.035.000,-
a. Akomodasi
10 hari x Rp. 50.000,- 500.000,-
b. Konsumsi
10 hari x Rp. 35.000,- 350.000,-
c. Honor Instruktur 100.000,-
d. Transport Instruktur 70.000,-
e. Buku Pegangan 10.000,-
f. Alat Tulis Kantor 5.000,-

Jumlah 2.355.000,- 310


(Dua juta (Tiga
tiga ratus ratus
lima puluh sepuluh
lima ribu dolar)
rupiah)

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 11 Juni 2007
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESI,.
ttd.
ERMAN SUPARNO

674
MENTERI
'rENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA

PERATURANMENTERITENAGAKERJADANTRANSMIGRASI
REPUBLIKINDONESIA
NOMOR: PER.lSIMENNIIII2008
TENTANG
PERTOLONGAN PERTAMAPADAKECELAKAAN DITEMPATKERJA
MENTERI TENAGA KERJA'DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang a. bahwa dalam rangka memberikan perlindungan bagi pekerja/buruh


yang mengalami kecelakaan di tempat kerja perlu dilakukan
pertolongan pertama secara cepat dan tepat;
b. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal3 ayat (1) hurof e Undang-Undang
Nomor 1 Tabun 1970 tentang Keselamatan Kerja perlu menetapkan
ketentuan mengenai pertolongan pertama pada kecelakaan di tempat
kerja;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan b, perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri;
Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan
Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburohan tabun 1948
Nomor 23 Dati Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia
(Lembaran Negara Nomor 4 Taboo 1951);
2. Undang-Undang Nomor 3 Taboo 1969 tentang PersetujuanKonvensi
ILO Nomor 120 mengenai Hygiene Dalam Pemiagaan dan Kantor-
kantor (Lembaran Negara Nomor 14 Tahun 1969);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tabun 1970 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1818);
4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(Lembaran Negara Republik Indonesia rahun 2003 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 4279);

675
5. Undang-Undang Nomor 32 Tabun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tabun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
12 Tahoo 2008;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Daerah KabupatenIKota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
7. Keputusan Presiden Nomor 187IM Tahun 2004 tentang Pembentukan
Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 31fP 2007;
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER. 011
MENIIJ2007 tentang Pedoman Pemberian Penghargaan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan PERATURAN MENTER! TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN DI
TEMPATKERJA.

BABI
KETENTUANUMUM
Pasal t
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di tempat kerja selanjutnya disebut dengan
P3K di tempat kerja, adalah upaya memberikan pertolongan pertama secara cepat
dan tepat kepada pekerjalburub dan/atau orang lain yang berada di tempat kerja,
yang mengalami sakit atau cidera di tempat kerja.
2. Petugas P3K di tempat kerja adalah pekerjalburuh yang ditunjuk oleh pengurusl
pengusaha dan diserahi tugas tambahan untuk melaksanakan P3K di tempat kerja.
3. Fasilitas P3K di tempat kerj.a adalah seroua peralatan, perlengkapan, dan bahan yang
digunakan dalam pelaksanaan P3K di tempat kerja.
4. Pekerjalburuh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan
dalam bentuk lain.

676
5. Tempat Ketja ialah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka bergerak atau
tetap di mana tenaga kerja bekerja atan yang sering dilnasuki tenaga kerja untuk
keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya
sebagaimana diperinci dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor I Tahun 1970.
6. Pengusaha adalah :
a. orang perseorangan, persekutuan atau hadan hukum yang menjalankan suatu
perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan atau hadan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia
mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang
berkedudukan di luar wilayah Indonesia;
7. Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat
kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.

Pasal2
,.{ 1) ,,t!e:nw,Jlsarla wajib menyediakan petugas P3K dan fasilitas P3K di tempat kerja.
~,-{2) ,.,.. ' ' '~ wajib melaksanakan P3K di tempat kerja.
LlI,'A""'tJ'''llflol'.,
.... .......d't..JC!

BABII
PETUGAS P3KDI TEMPATKERJA
Pasal3
(1) Petugas P3K di tempat kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasa12 ayat (1) harns
memiliki lisensi dan buku kegiatan P3K dari Kepala Instansi yang bertanggungjawab
di bidang ketenagakerjaan setempat
(2) Untuk mendapatkan lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hams memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
a. bekerja pada perusahaan yang bersangkutan;
b. sehatjasmani danrohani;
c. bersedia ditunjuk menjadi petugas P3K; dan
d. memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar di bidang P3K di tempat kerja
yang dibuktikan dengan sertifikat pelatihan.
(3) Pemberian lisensi dan buku kegiatan P3K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
dikenakan biaya.
(4) Pedoman tentang pelatihan dan pemberian lisensi diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Direktur JenderaI Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan.

677
Pasal4
Petugas P3K dalam melaksanakan tugasnya dapat meninggalkan pekerjaan utamanya untuk
memberikan pertolongan bagi pekerja/buruh dan/atau orang lain yang mengalami sakit
atau cidera di tempat kerja. Pasa} 5
(1) Petugas P3K di tempat kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal3 ayat (1), ditentukan
berdasarkan jumlah pekerja/buruh dan potensi bahaya di tempat kerja, dengan rasio
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini.
(2) Pengurus wajib mengatur tersedianya Petugas P3K pada :
a. tempat kerja dengan unit kerja berjarak 500 meter atau lebih sesuai jumlah
pekerja/buruh dan potensi bahaya di tempat kerja;
b. tempat kerja di setiap lantai yang berbeda di gedung bertingkat sesuai jumlah
pekerjalburuh dan potensi bahaya di tempat kerja;
c. tempat kerja dengan jadwal kerja shift sesuai jumlah pekerja/buruh dan potensi
bahaya di tempat kerja.

Pasal6
Petugas P3K di tempat kerja mempunyai tugas :
a. melaksanakan tindakan P3K di tempat kerja;
b. merawat fasilitas P3K di tempat kerja;
c. mencatat setiap kegiatan P3K dalam buku kegiatan; dan
d. melaporkan kegiatan P3K kepada pengurus.

Pasal7
(1) Pengurus wajib memasang pemberitahuan tentang nama dan lokasi petugas P3K di
tempat kerja pada tempat yang mudah terlihat.
(2) Petugas P3K di tempat kerja dapat menggunakan tanda khusus yang mudah dikenal
oleh pekerja/buruh yang membutuhkan pertolongan.

BAB III
FASILITASP3KDITEMPATKERJA
Pasal8
(1) Fasilitas P3K sebagaimana dimaksud dalam Pasal2 ayat (1) meliputi:
8. ruang P3K; .
b. kotak P3K dan isi;
c . alat evakuasi dan alat transportasi; dan
d. fasilitas tambahan beropa alat pelindung diri danlatau peralatan khusus di tempat
kerja yang memiliki potensi bahaya yang bersifat khusus.

678
(2) Alat pelindung diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan peralatan
yang disesuaikan dengan potensi bahaya yang ada di tempat kerja yang digunakan
dalam keadaan darurat.
(3) Peralatan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa alat untuk
pembasahan tubuh cepat (shower) dan pembiJasan/pencucian mata.

Pasa) 9
(1) Pengusaha wajib menyediakan ruang P3K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1) huruf a dalam hal :
a. mempekerjakan pekerja/buruh 100 orang atau lebih;
b. mempekerjakan pekerja/buruh kurang dari 100 orang dengan potensi bahaya
tinggi.
(2) Persyaratan roang P3K sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. lokasi roang P3K:
I. dekat dengan toiletJkamar mandi;
2. dekatjalan keluar;
3. mudah dijangkau dari area kerja; dan
4. dekat dengan tempat parkir kendaraan.
b. mempunyai luas minimal_ c~up untuk menampung satu tempat tidur pasien
dan masih terdapat ruang gerak bagi seorang petugas P3K serta penempatan
fasilitas P3K lainnya;
c. bersih dan terang, ventilasi baik, memiliki pintu dan jalan yang cukup lebar
untuk memindahkan korban;
d. diberi tanda dengan papan nama yang jelas dan mudah dilihat;
e. sekurang-kurangnya dilengkapi dengan :
1. wastafel dengan air mengalir;
2. kertas tisue/lap;
3. usunganltandu;
4. bidai/spalk;
5. kotak P3K dan isi;
6. tempat tidur dengan bantal dan selimut;
7. tempat untuk menyimpan alat-alat, seperti : tandu dan/atau kursi roda;
8. sabun dan sikat;
9. pakaian bersih untuk penolong;
10. tempat sampah; dan
11. kursi tunggu bila diperlukan.

679
PasallO
Kotak P3K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) hurnf b harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a. terbuat dari bahan yang kuat dan mudah dibawa, berwama dasar putih dengan lambang
P3K berwarna hijau;
b. isi kotak P3K sebagaimana tercantum dalam lampiran II Peraturan Menteri ini dan
tidak boleh diisi bahan atau alat selain yang dibutuhkan untuk pelaksanaan P3K di
tempat kerja;
c.. penempatan kotak P3K:
1. pada tempat yang mudah dilihat dan dijangkau, diberi tanda arab yang jelas,
cukup cahaya serta mudah diangkat apabila akan digunakan;
2. disesuaikan dengan jumlah pekerjalburuh, jenis dan jumlah kotak P3K
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan Menteri ini;
3.. dalam hal tempat kerja dengan unit kerja berjarak 500 meter atau lebih masing-
masing unit kerja harns menyediakan kotak P3K sesuai jumlah pekerjalburuh;
4. dalam hal tempat kerja pada lantai yang berbeda di gedung bertingkat, maka
masing-masing unit kerja harns menyediakan kotak P3K sesuaijumlah pekerjal
burub.

Pasalll
Alat evakuasi dan alat transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat ( 1) huruf c
meliputi:
a. tandu atau a1at lain untuk memindahkan korban ke tempat yang aman atau rujukan;
dan
b. mobil ambulance atau kendaraan yang dapat digunakan untuk pengangkutan korban.

BAD IV
PENGAWASAN
Pasal12
Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Pengawas
Ketenagakerjaan pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan pada
Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupatenlkota BAB V KETENTUAN
PERALIHAN Pasal 13 Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, maka Surat Ketetapan
Kepala Djawatan Pengawasan Perburuhan Nomor l/Bb3/P tanggall Oktober 1956 tentang
Peraturan Khusus Untuk Pertolongan Pada Kecelakaan (Peraturan Khusus AA), dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku lagi..

680
BABVI
KETENTUANPENUfUP
Pasal14
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Agustus 2008
MENTER!
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
Dr. Ir. ERMAN SUPARNO, MBA., M.Si.

LAMPIRANI
PERATURANMENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR :PER.J S/MEN/VIIl12008
TENTANG
PERTOLONGAN PERTAMA (lADA KECELAKAAN 01 TEMPAT KERJA

RASIO JUMLAH PETUGAS P3K DI TEMPAT KERJA


DENGAN JUMLAH PEKERJA/BlJRUH BER.DASARKAN KLASIFfKASI
TEMPAT KERJA

KJasifikasJ Tetllpat Kerja Junllah Jumlah petugas P3K


~ >¥>_ _• _ k~rialBuruh
--+_.._Pe_·

Tempat kerja dengan potens; 25· ISO lomng


bahayarendah
> 150 f orang untuk setiap 150
orang atau kurang

Tempat kerja dengan potensi SIOO I orang


bahaya dnggj

;:. J00 t orang untuk setiap )00


orang atau kumng

Ditctapkan di Jakarta
pada tanual 13 Agustus 2008

MENTERI
TENAGA KERJADAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA.

ttd.

Dr.Ir. ERMAN SUPARNO~ MBA.,M.Si.

681
LAMPIRANII
PER/\Tl,;RAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRi\~SMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NO~iOR : PER.IS/MENl \llll/2008
TENTAN(j

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN 01 TE~tPAT KERJA

151 KOTA.K P3K

B KOTAKC
50 (un'uktoo
No pckerjalburoh pckerjalburuh pekerjwburuh
atau kuran ) atau kuran ) atau kuran )
I. Kasa steriI terbungkus 20 40 40
2. Perban (lcbar 5 em) 2 4 6
3. Perban (Iehar I0 em) 2 4 6
4. Plester (lebar 1..25 em) 2 4 6
5. Plester Cepat 10 15 20
6. Kapas (25 gram) 1 2 3
7. Kain segitigalmittela 2 4 6
8. GUDting 1 1. 1
9. Peniti 12 12 12
Jo. Sarong tangan sekali pakai 2 3 4
I 1. (pasangan) 2 4 6
12. Ma.~ker 1 I 1
13. Pinsel I I I
14. Lampu senter I 1 t
15. GeJas untuk cuci mala 1 2 3
16. Kantong plastik bersih t I
17. Aquades (100 mllar. Saline) 1 I
18. Povidon Iodin (60ml) 1 I
19. Alkohol 70010 1 I
20. Buku panduanP3K di tempat kerja I J
21. Buku catatan 1 I
Daftar isi kotak

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 A,gustus 2008

MENTERI
TENAGA K,ERJA DAN TRANSMlGRASI
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

682
LAMPIRAN III
PERATURi\NMENTERITENAGA KERJA DAN 'fRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : PER.) SIMENIV1IIJ2008
'fENTi\NG
PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAANDI TEMPAT KERJA

JUMLAH PEKERJA/BURUH, JENISKOTAK P3K


DAN JUMLAH KOTAK P3K

Kurang 26
A
eker·alburuh 1 kotak A
26 s.d SO BIA
I kolak B atau~
eker' alburuh 2 kotak A
5) s.d 100 1 kotak C atau,
pekerjalburuh 2 kotak. B atsu,
C/B/A
4 kotak A atau,
t kotak B dan 2 kotak A
Setiap 100 1 kotak C atau,
pekerjalburoh 2 kotak B atau,
CIB/A
4 kotak A atall,
I kotakB dan 2 kotak A

Keterangan :
I. I kotak B setara dengan 2 kolak A.
2.J kotak C setara dengan 2 kota.k B

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 AgustllS 2008

MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMfGRr\SI
'REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

Dr.Ir. ERMAN SUPARNO, MBA.,M.Si.

683
684
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA

PERATURANMENTERITENAGAKERJADAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR: PER.18/MENIXII2008

1ENTANG

PENYELENGGARAAUDIT
SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

MENTER! TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang a. bahwa dalam rangka meningkatkan perlindungan di perusahaan


perlu diterapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerjadi pemsahaan;
b. bahwa untuk mengawasi pelaksanaan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di perusahaan dapat
mengikutsertakan pihak yang berkompeten untuk
menyelenggarakan audit Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
hurufa dan humfb, perlu menetapkan Peraturan Menten tentang
Penyelenggara Audit Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja;

Mengingat I. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan


Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun
1948 Nomor 23 Dan Republik Indonesia Untuk Seluruh Indone-
sia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor
4);

685
2. Undang-UndangNomor 1 Tahun 1970tentangKeseiamatanKerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Taboo 1970 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918);
3. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah
beberapa kali diubah yang terkahir dengan Kepumsan Presiden
Nomor 311P Tahun 2007;
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.05/MEN/1996
tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja;

MEMUTUSKAN :
Menetapkan PERATURAN MENTERI TENAGAKERJADANTRANSMIGRASI
TENTANG PENYELENGGARAAUDIT SISTEM MANAJEMEN
KESELAMATANDAN KESEHATAN KERJA.

BABI
KETEN1UANUMUM
Pasall
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yang selanjutnya disingkat
SMK3, adalah bagian sistem manajemen secara menyeluruh termasuk struktur
organisasi, aktivitas perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses
dan pengembangan sumber daya untuk membangun, menerapkan, mencapai,
mengkaji, dan mengembangkan kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yang
disingkat dengan K3, dalam upaya mengendalikan risiko K3 di tempat kerja.
2. Penyelenggara audit SMK3 adalah hadan hukum yang ditunjuk oleh Menteri untuk
melakukan audit eksternal SMK3.
3. Audit ekstemal SMK3 adalah pemeriksaan secara sistematik dan independen, untuk
mengukur penerapan SMK3 di tempat kerja danlatau perusahaan yang hasilnya
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penilaian tingkat pencapaian penerapan
SMK3.
4. Audit internal SMK.3 adalah audit SMK3 yang dilakukan oleh perusahaan sendiri
dalam rangka pembuktian penerapan SMK3 dan persiapan audit eksternal SMK3
dan/atau pemenuhan standar nasional atau intemasional atau tujuan-tujuan lainnya.
5. Auditor SMK3 adalah tenaga teknis yang mempunyai kompetensi untuk: melaksanakan
audit SMK3 yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau pejabat
yang ditunjuk.

686
6. Menteri adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Pasal2
(1) Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 yang terintegrasi dengan sistem
manajemen perusahaan.
(2) Untuk mengukur kinerja penerapan SMK3 di perusahaan dilakukan audit SMK3.
(3) Audit SMK3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh penyelenggara
audit SMK3 yang ditunjuk oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

BAB II
PENYELENGGARAAUDITSMK3
Pasal3
Untuk dapat ditunjuk sebagai penyelenggara aud.it SMK3 sebagaimana dimaksud dalanl
Pasal 2 ayat (3) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. berbadan hukum;
b. memiliki Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP);
c. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
d. memiliki kantor pusat dengan kantor eabang di wilayah Indonesia bagian barat, bagian
tengah dan bagian timur;
e. memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan di tingkat pusat dan cabang;
f. memiliki sekurang-kurangnya 4 (empat) orang auditor eksternal senior SMK3 dan 8
(delapan) orang auditor ekstemaljunior SMK3 yang ditunjuk oleh Menteri; dan
g. memiliki program kerja reneana pelaksanaan audit SMK3.

Pasal4
(1) Perusahaan yang akan menjadi penyelenggara audit SMK3 mengajukan pennohonan
secara tertulis kepada Menteri c.q. Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan
Ketenagakerjaan.
(2) Pennohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan melampirkan :
a. copy akte pendirian perusahaan;
b. copy surat pengesahan perusahaan sebagai badan hukum;
c. copy Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP);
d. copy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
e. copy wajib lapor ketenagakerjaan di tingkat pusat dan cabang;
f. copy keputusan penunjukan auditor ekstemal SMK3;
g. bukti kepemilikan kantor pusat dan cabang di wilayah Indonesia bagian barat,
bagian tengah dan bagian timur;

687
h. susunan organisasi penyelenggara audit SMK3;
i. pas photo berwama terbaru pimpinan perusahaan ukuran 3 x 4 sebanyak 4
(e~pat)leDnba~ dan
j. program kerja rencana pelaksanaan audit SMKJ.
(3) Pennohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penilaian dan verifikasi
oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dalam jangka waktu
paling lama 10 (sepuluh) han kerja sejak permohonan diterima.
(4) Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan menyampaikan hasil
penilaian dan veriftkasi seeara tertulis kepada Menten.
(5) Menten menerbitkan keputusan penunjukan penyelenggara audit SMK3 dalam jangka
waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak penyampaian hasil penilaian dan verifikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

Pasal5
Dalam hal permohonan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan
ayat (2) tidak memenuhi persyaratan berdasarkan hasil penilaian dan verifikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), Menteri memberitahukan seeara tertulis kepada
perusahaan yang bersangkutan.

Pasal6
( 1) Keputusan penunjukan penyelenggara audit SMK3 berlaku untuk jangka waktu 3
(tiga) tahun dan dapat diperpanjang, setiap perpanjangan paling lama untukjangka
waktu yang sarna.
(2) Untuk mendapatkan keputusan penunjukan perpanjangan penyelenggara audit SMKJ,
perusahaan hams mengajukan pennohonan seeara tertulis dengan melampirkan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan laporan pelaksanaan
audit SMIG selama 3 (tiga) tahun terakhir.
(3) Pennohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan paling lambat
30 (tiga puluh) hari kerja sebelum berakhir jangka waktu keputusan penunjukan
yang bersangkutan.
Pasal7
Biaya pelaksanaan audit SMK3 dibebankan kepada perusahaan yang diaudit.

Pasal8
Penyelenggara audit SMK.3 hams:
a. merahasiakan basil audit SMKJ kepada pihak-pihak yang tidak berkepentingan;
b. melaporkan basil audit SMK3 kepada Menteri dan perosahaan yang diaudit;

688
c. menaati peraturan perundangan di bidang K3 yang berlaku; dan
d. berkoordinasi dengan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
sesuai domisili perosahaan yang diaudit.

Pasal9
Menteri dapat mencabut keputusan penunjukan penyelenggara audit SMK3 dalam hal :
a. tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8;
b. melakukan kegiatan konsultasi dalam bidang SMK3.

BAB III
PENGAWASAN
Pasall0
Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilaksanakan oleh Pegawai
Pengawas Ketenagaketjaan pada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan
pada Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupatenlkota.

BAD IV
KETENTUANPERALIHAN
Pasalll
Penyelenggara audit SMK3 yang ditunjuk sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini
tetap dapat melaksanakan audit SMK3 sampai dengan berakhirnyajangka waktu penunjukan.

BABV
KETENTUANPENUrUP
Pasal12
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggallO Nopember 2008
MENTER!
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
Dr. Jr. ERMAN SUPARNO, MBA., M.Si

689
690
MENTER.
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR PER. OS/MEN/VII/2010

TENTANG

ALAT PELINDUNG DIRI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI


REPUBLIK INDONESIA

Menimbang a. bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 3, Pasal 4 ayat


(1),Pasa19,Pasal12,PasaI13,danPasaI14 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja perlu diatur
menganai alat pelindung diri;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a periu diatur dengan Peraturan Menteri;

691
Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 3 Tabun 1951 tentang Pernyataan
Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburohan Tahun
1948 Nomor 23 Dari Republik Indonesia Untuk Seluroh Indo-
nesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tabun 1951
Nomor 4);

2. Undang-Undang Nomor 3 Tahuo 1969 tentang Persetujuan


Konvensi Organisasi Perburuhan Intemasional Nomor 120
Mengenai Hygiene Dalam Pemiagaan Dan Kantor-Kantor
(Lembaran Negara Republik Indonesia Taboo 1969 Nomor
14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2~,89);

3. Undang-Undang Nomor 1Tahun 1970tentangK.eselamatan


Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tabun 1970
Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor2918);

4. Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahoo 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4279);

5. Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010 tentang


Pengawasan Ketenagakerjaan;

6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Taboo


2009;

MEMUTUSKAN

Menetapkan PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN


TRANSMIGRASI TENTANG ALAr PELINDUNG DIRI.

692
Pasal I

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksudkan dengan:

I. Alat Pelindung Diri selanjutnya disingkat APD adalah suatu alat yang mempunyai
kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian
atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja.

2. Pekerja Iburuh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain.

3. Pengusaha adalah :
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu
perusahaan milik sendiri;

b. orang perseorangan, persekutuan, atau hadan hukum yang secara berdiri


sendiri menjalankan perosahaan hukan miliknya;

c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indo-


nesia mewakili perusahaan sehagaitnana dimaksud dalam hurufa dan huruf
b yang berkedudukan di luarwilayah Indonesia.

4. Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat
kerja atau bagiannya yang berdiri sendirL

5. Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak
atau tetap, di mana tenaga kerja bekerja atau sering dimasuki tenaga kerja untuk
keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber.. sumber bahaya,
tennasuk semua mangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan
bagian atau berhubungan dengan tempat kerja.

6. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang selanjutnay disebut Pengawas


Ketenagakerjaan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan dalam
Jabatan Fungsional Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

693
7. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah tenaga teknis berkeahlian khusus
dari luar Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang ditunjuk oleh Menteri.

Pasal2

(1) Pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerjalburuh di tempat kerja.

(2) APD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) haros sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia (8NI) atau standar yang berlaku.

(3) APd sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diberikan oleh pengusaha secara
cuma-cuma.

Pasal 3

(1) APD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi :


a. pelindung kepala;
b. pelindung mata dan muka;
c. pelindung telinga;
d. pelindung pemapasan beserta perlengkapannya;
e. pelindung tangan; dan/atau
f. pelindung kaki.

(2) Selain APD sebagaimana dimaksud pada ayat (I), tennasuk APD:
a. pakaian pelindung;
b. alat pelindungjatuh perorangan; dan/atau
c. pelampung.

(3) Jenis dan fungsi APD sebagainana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum
dalam Lampiran Peratumn Menteri ini.

Pasal 4

(1) APD wajib digunakandi tempat kerja di mana:


a. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat perkakas,
peralatan atau instalasi yang berbahaya yang <lapat menimbulkan kecelakaan,
kebakaran atau peledakan;

694
b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan
bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar, korosif, beracun,
menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi atau bersuhu rendah;
c. dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau
pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya tennasuk bangunan
perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau di
mana dilakukan pekerjaan persiapan;
d. dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan,
pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan
kesehatan;
e. dilakukan usaha pertarnbangan dan pengolahan batu-batuan, gas, minyak,
panas bumi, atau minerallainnya, baik di permukaan, di dalam bumi maupun
di dasar perairan;
f. dilakukan pengankutan barang, binatang dan manusia, baik di daratan, melalui
terowongan, di pennukaan air, dalam air maupun di udara;
g. dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok,
stasiun, bandar udara dan gudang;
h. dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;
i. dilakukan pekerjaan pada ketinggian di atas pennukaan tanah atan perairan;
j. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atan suhu yang tinggi atau
rendah;
k. dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan,
terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting.
1. dilakukan pekerjaan dalam nlang terbatas tangki, sumur atau lubang;
m. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, sasap, gas,
hembusan angin, cuaca, sinat atau radiasi, suata atau getaran;
n. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
o. dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan telekomunikasi radio,
radar, televisi, atau telepon;
p. dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset yang
menggunakan alat teknis;
q. dibangkitkan, dirnbah, dikt1ll1pulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan
listrik, gas, minyak atau air; dan
r. diselenggarakan rekreasi yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekani.

695
(2) Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan atau Ahli Keselamatan dan Kesehatan
Kerja dapat mewajibkan penggunaan APD di tempat kerja selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).

Pasal5

Pengusaha atau Pengurus wajib mengumumkan secara tertulis dan memasang rambu-
rambu mengenai kewajiban penggunaan APD di tempat kerja.

Pasal6

(1) Pekerja/buruh dan orang lain yang memasuki tempat kerja wajib memaki atau
menggunakan APD sesuai dengan potensi bahaya dan risiko.

(2) Pekerja/buruh berhak menyatakan keberatan untuk melakukan pekerjaan apabila


APD yang disediakan tidak memenuhi ketentuan dan persyaratan.

Pasa17

(1) Pengusaha atau Pengurus wajib melaksanakan manajemen APd di tempat kerja.

(2) Manajemen APd sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :


a. identifikasi kebutuhan dan syarat APD;
b. pemilihan APD yang sesuai denganjenis bahaya dan kebutuhan/kenyamanan
peketja/buruh;
c. pelatihan;
d. penggunaan, perawatan, dan penyimpanan;
e. penatalaksanaan pembuangan atau pemusnahan;
f. pembinaan;
g. inspeksi; dan
h. evaluasi dan pelaporan.

Pasa18

(1) APd yang rusak, retak atau tidak dapat berfungsi dengan baik hams dibuang danl
atau dimusnahkan.

696
(2) APD yang habis masa pakainyalkadaluarsa serta mengandung bahan berbahaya,
hams dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Pemusnahan APD yang mengandung bahan berbahaya hams dilengkapi dengan
berita acara pemusnahan.

Pasal9

Pengusaha atau pengurus yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal2, Pasal4, dan Pasal 5 dapat dikenakan sanksi sesuai Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1970.

PasallO

Pengawasan terhadap ditaatinya Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Pengawas


Ketenagakerjaan.

Pasalll

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri ini diundangkan dengan


penempatan dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tangga16 Juti 2010

MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA

ttd

DRS.H. A. MUHAIMIN ISKANDAR, M. SI.

697
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal6 Juli 2010

MENTER!
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

PATRIALIS AKBAR, SR.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 332

Salinan sesuai dengan aslinya


Kepala Biro Hukum,

Sunarno, SH, MH
NIP. 19580726 198503 1002

698
LAMPIRAN
PERATURANMENTERITENAGAKERJADANTRANSMIGRASI
REPUBLIKINDONESIA
NOMOR PER.08/MENNIIJ2010

lENTANG
ALATPELINDUNGDIRI

FUNGSI DAN JENISALAT PELINDUNG DIRI

1. Alat pelindung kepala


1.1 Fungsi
Alat pelindung kepala adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi
kepala dari benturan, terantuk, kejatuhan atau terpukul benda tajam atau benda
keras yang melayang atau meluncur di udara, terpapar oleh radiasi panas, api,
percikan bahan-bahan kimia, jasad renik (milcro organisme) dan suhu yang
ekstrim.
1.2 Jenis
Jenis alat pelindung kepala terdiri dari helm pengaman (safet)' helmet), topi
atau tudung kepala, penutup atau pengaman rambut, dan lain-Ian.

2. Alat pelindung mata dan muka


2.1 Fungsi
Alat pelindung mata dan muka adalah alat pelindung yang berfungsi untuk
melindungi mata dan muka dari paparan bahan kimia berbahaya, paparan partikel-
partikel yang melayang di udara dan di badan air, percikan benda-benda keeil,
panas, atau uap panas, radiasi gelombang elektromagnetik yang mengion maupun
yang tidak mengion, pancaran cahaya, benturan atau pukulan benda keras atau
benda tajam.
2.2 Jenis
Jenis alat pelindung mata dan muka terdiri dari kacamata pengaman (spec-
tacles), goggles, tameng muka (face shield), masker seIam, tameng muka dan
kacamata pengaman dalam kesatuan (full/ace masker).

699
3. Alat pelindung telinga
3.1 Fungsi
Alat pelindung telinga adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi
alat pendengaran terhadap kebisingan alau tekanan.
3.2 Jenis
Jenis alat pelindung telinga terdiri dari sumbat telinga (ear plug) dan penutup
telinga (ear muff).

4. Alat pelindung pemapasan beserta perlengkepannya


4.1 Fungsi
Alat pelindung pernapasan beserta perlengkapannya adalah alat pelindung yang
berfungsi untuk melindungi organ pemapasan dengan cara menyalurkan udara
bersih dan sehat dan/atau menyaring cemaran bahan kimia, mikro-organisme,
partikel yang bempa debu, kabut (aerosol), uap, asap, gas/ futne, dan sebagainya.
Jenis
Jenis alat pelindung pemapasan dan perlengkapannya terdiri dari Inasker'l res-
pirator, katrit, kanister, Re-breather. Airline respiratol; Continues Air Supp~v
Machine=Air Hose Mask Respiratol; tangki selaln ,Ian regulator (Se!/:Con-
tained Undenvater Breathing Apparatus / SCUBA). Self-Contained Breathing
Apparatus (SCBA), dan emergency breathing apparatus.

5. Alat pelindung tangan


5.1 Fungsi
Pelindung tangan (sarong tangan) adalah alat pelindung yang berfungsi untuk
melindungi tangan danjari-jari tangan dari pajanan api, suhu panas, suhu dingin,
radiasi elektromagnetik, radiasi mengion, arus listrik, bahan kimia, henturan,
pukulan dan tergores, terinfeksi, zatpatogen (virus, bakteri) danjasad renik.
5.2 Jenis
Jenis pelindung tangan terdiri dari sarong tangan yang terbuat dari logam, kulit,
kain kanvas, kain atau kain berpelapis, karet, dan sarong tangan yang taban
bahan kimia.

6. Alat pelindung kaki


6.1 Fungsi
Alat pelindung kaki berfungsi untuk melindungi kaki daTi tertimpa atau
berbenturan dengan benda-benda berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan

700
panas atau dingin, uap panas, terpajan suhu yang ekstrim, terkena bahan kimia
berbahaya dan jasad renik, tergelincir.
6.2 Jenis
Jenis pelindung kaki bempa sepatu keselamatan pada pekerjaan peleburan,
pengecoran logam, industri, kontruksi bangunan, pekerjaan yang berpotensi
bahaya peledakan, bahaya listrik, tempat kerja yang basah atau licin, bahan
kimia danjasad renik, dan/atau bahaya binatang dan lain-lain.

7. Pakaian pelindung
7.1 Fungsi
Pakaian pelindung berfungsi untuk melindungi barlan sebagian atau seluruh
bagian badan dari bahaya temperatur panas atau dingin yang ekstrim, pajanan
api dan benda-benda panas, percikan bahan-bahan kimia, cairan dan logam
panas, uap panas, benturan (impact) dengan mesin, peralatan dan bahan,
7.2 Jenis
Jenis pakaian pelindung terdiri dari rompi (Vests), n1Coveralls)
Jacket, dan pakaian pelindung yang menututpi luruh bagian
hadan.

8. Alat pelindungjatuh perorangan


8.1 Fungsi
Alat pelindungjatuh perorangan berfungsi membatasi gerak pekerja agar tidak
masuk ke tempat yang mempunyai potensi jatuh atau menjaga pekerjaan berada
pada posisi kerja yang diinginkan dalam keadaan Iniring maupun tergantung
dan menahan serta membatasi pekerja jatuh sehingga tidak membentur lantai
dasar.
8.2. Jenis
Jenis alat pelindung jatuh perorangan terdiri dari sabuk pengaman tubuh
(hamess), karabiner, tall koneksi (lanyard), tali pengaman (safety rope), alat
penjepit tali (rope clamp), alat penunm (decender), alatpanahanjatuh bergerak
(mobile fall arrester), dan lain-lain.

9. Pelampung
9.1 Fungsi
Pelampung berfungsi melindungi pengguna yang bekerja di atas air atau
dipermukaan air agar terhindar dati bahaya tenggelam dan atau mengatur

701
keterapungan (buoyancy) pengguna agar dapat berada pada posisi tenggelam
(negative buoyant) atau melayang (neutral bouyand) di dalam air.
9.2 Jenis
Jenis pelampung terdiri dari jaket keselamatan (life jacket), rompi keselamatan
(life vest), rompi pengatur keterapungan (Bouyancy Control Device)

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Juli 2010

MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA

tttd.

DRS. H. A. MUHAIMIN ISKANDAR, M.Si

Salinan sesuai dengan aslinya


Kepala Biro Hukum

Sunaroo, 8H, MH
NIP. 19580726198503 1 002

702
MENTERI
TENAGA KERJA DANTRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR PER. 09/MENNII/2010

TENTANG

QPERATOR DAN PETUGAS PESAWAT ANGKAT DAN ANGKUT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI


REPUBLIK INDONESIA

Menimbang Bahwa dengan berkembangnya penggunaan jenis dan kapasitas


pesawat angkat dan angkut maka perlu menyempurnakan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.01/MEN/1989 tentang
Kwalifikasi dan Syarat-Syarat Operator Keran Angkat dengan
Peraturan Menteri;

Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan


Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1,
Tarnbahan Lembaran Negara Nomor 2918);
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tabun 2003 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4279);
3. Undang.. Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia
Nomor 4437);

703
4.. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tabun
2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah
Daerah KabupatenlKota;
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tabun 2010
tentang Pengawasan Ketenagakerjaan;
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun
2009;
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor
PER.05/MEN/1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut;

MEMUTUSKAN

Menetapkan PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN


TRANSMIGRASI TENTANG OPERATOR DAN PETUGAS
PESAWAT ANOKAT DAN ANGKUT.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menten ini yang dimaksudkan dengan:
1. Operator adalah tenaga kerja yang mempunyai kemampuan dan memiliki
keterampilan khusus dalam pengoperasian pesawat angkat dan angkut.
2. Petugas adalah tenaga kerja yang mempunyai kemampuan dan memiliki
keterampilan khusus di bidang pesawat angkat dan angkut yang terdiri dari juru
ikat (rigger) dan teknisi.
3. Jum ikat (rigger) adalah tenaga kerja yang mempunyai kemampuan dan memiliki
keterampilan khusus dalam melakukan pengikatan barang serta membantu
kelancaran pengoperasian peralatan angkat..
4. Teknisi adalah petugaspelaksana pemasangan, pemeliharaan, perbaikan danlatau
pemeriksaan peralatan/komponen pesawat angkat dan angkut.
5. Pesawat angkat dan angkut adalah suatu pesawat atau alat yang digunakan untuk
memindahkan, mengangkat muatan baik bahan atau orang secara vertikal dan!
atau horizontal dalam jarak yang ditentukan.
6. Peralatan angkat adalah alat yang dikonstruksi atau dibuat khusus untuk mengangkat
naik dan menurunkan muatan.
7. Pita transport adalah suatu pesawat atau alat yang digunakan untuk memindahkan
muatan secara terns menerus (continue) dengan menggunakan bantuan pita.

704
8. Pesawat angkutan di atas landasan dan di atas permukaan adalah suatu pesawat
atau alat yang digunakan untuk memindahkan muatan atau orang dengan
menggunakan kemudi baik di dalam atau di luar pesawat dan bergerak di atas
landasan maupun pennukaan.
9. Alat angkutanjalan rei adalah suatu alat angkutan yang bergerak di atas jalan reI.
10. Lisensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat Lisensi
K3 adalah kartu tanda kewenangan seorang operator untuk mengoperasikan
pesawat angkat dan angkut sesuai dengan jenisdan kualifikasinya atau petugas
untuk penanganan pesawat angkat dan angkut.
11. Buku kerja (log book) adalah buku kerja yang diberikan kepada seorang opera-
tor untuk mencatat kegiatan selama mengoperasikan pesawat angkat dan angkut
sesuai dengan jenis dan kualifikasinya atau petugas untuk mencatat penanganan
pesawat angkat dan angkut.
12. Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat
kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.
13. Pengusaha adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu
perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secar~ berdiri
sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; dan
c. orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indo-
nesia mewakili perosahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf
b yang berkedudukan di luar wi Iayah Indonesia.
14. Pegawai pengawas ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut Pengawas
Ketenagakerjaan adalah pegawai negeri sipil yangdiangkat dan ditugaskan dalam
jabatan fungsional pengawas ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
15. Direktur Jenderal adalah Direktur Jendera] yang membidangi pembinaan
pengawasan ketenagakerjaan.

Pasal2
Peraturan Menteri ini mengatur kualifikasi, syarat-syarat, wewenang, kewajiban op-
erator dan petugas pesawat angkat dan angkut.

Pasal3
Pengusaha atau pengurus dilarang mempekerjakan operator danlatau petugas pesawat
angkat dan 80gkut yang tidak memiliki Lisensi K3 dan buku kerja.

705
Pasa14
Jumlah operator pesawat angkat dan angkut yang dipekerjakan oleh pengusaha atau
pengurus harns memenuhi kualifikasi dan jumlah sesuai dengan jenis dan kapasitas
pesawat angkat dan angkut sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri
ini.

DAB II
KUALIFIKASI DAN SYARAT-SYARAT
OPERATOR DAN PETUGAS PESAWAT ANGKAT DAN ANGKUT

Bagian Kesatu
Operator Pesawat Angkat dan Angkut

Pasal5
(1) Pesawat angkat dan angkut hams dioperasikan oleh operator pesawat angkat
dan angkut yang ." K3 dan buku kerja sesuai jenis dan
kualifikasinya.
(2) Operator pesawat angkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
operator peralatan angkat, pita transport, pesawat angkutan di atas landasan dan
di atas perlnukaan, dan alat angkutan jalan reL

Paragraf Kesatu
Operator Peralatan Angkat

Pasal6
(1) Operator peralatan angkat meliputi operator dongkrak mekanik (lier), takal, a1at
angkat listrik/lift barang/passenger hoist, pesawat hidrolik, pesawat pneumatik,
gondola, keran mobil, keran kelabang, keran pedestal, keran menara, keran gan-
try, keran overhead, keran portal, keran magnet, keran lokomotif, keran dinding,
keran sumbuputar, dan mesin pancang.
(2) Operator peralatan angleat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan
sebagai berikut:
a. operator kelas I;
b. operator kelas II; dan
c. operator kelas Ill.
(3) Pengklasifikasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi opera-
tor gondola, dongkrak mekanik (lier), takal, dan mesin pancang.

706
Pasal7
(1) Operator peralatan angkat sebagaimana dimaksud dalam pasa16 ayat (2) hurnf a
harns memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. sekurang-kurangnya berpendidikan SLTAIsederajat;
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahoo membantu pelayanan di
bidangnya;
c. herbadan sehat menurut keterangan dokter;
d. umur sekurang-kurangnya 23 tahun; dan
e. memilikiLisensi K3 dan buku kerja.
(2) Operator peralatan angkat sebagaimana dimaksud dalam Pasa16 ayat (2) humfb
harns memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. sekurang-kurangnya berpendidikan S;LTAI~ederajat;
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun membantu pelayanan di
bidangnya;
c. berbadan sehat menurut keterangan dokter;
d. umur sekurang-kurangnya 21 taboo; dan
e. memiliki Lisensi K3 dan buku kerja.
(3) Operator peralatan angkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal6 ayat (2) hurufc
harns memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. sekurang-kurangnya berpendidikan SLTP/sederajat;
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 1(satu) tahun membantu peJayanan di
bidangnya:
c. berbadan sehat menurot keterangan dokter;
d. umur sekurang-kurangnya 19 taboo; dan
e. memiliki Lisensi K3 dan buku kerja.
(4) Operator gondol~ dongkrak mekanik (lier), takal, dan mesin pancang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) harns memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. sekurang-kurangnya berpendidikan SLTP/sederajat;
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun membantu pelayanan di
bidangnya;
c. berbadan sehat menurut keterangan dokter;
d. umur sekurang-kurangnya 19 tahun; dan
e. memiliki Lisensi K3 dan buku kerja.

707
Pasal8
Operator peralatan angkat kelas III dapat ditingkatkan menjadi operator peralatan angkat
kelas II dan operator peralatan kelas II dapat ditingkatkan menjadi operator peralatan
angkat kelas I dengan persyaratan sebagai berikut:
a. berpengalaman sebagai operator sesuai dengan kelasnya sekurang-kurangnya 2
(dua) tahun terns menerus; dan
b. lulus uji operatorperalatan angkat sesuai dengan kualifikasinya.

Paragraf Kedua
Operator Pita Transport

Pasal9
Operator pit:>. transportmeliputi operator eskalator, ban berjalan, dan rantai berjalan.

Pasal 10
Operator pita transport sebagaimana ditnaksud dalam Pasal 9 barus n1emenuhi
persyaratan sebagai beiikut:
a. sekurang-kurangnya berpendidikan SLTP/sederajat;
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun membantu pelayanan di
bidangnya;
c. berbadan sehat menurut keterangan dokter;
d. umur sekurang-kurangnya 20 tahun; dan
e. memiliki Lisensi K3 dan buku kerja.

Paragraf Ketiga
Operator Pesawat Angkutan di atas Landasan dan di atas Permukaan

Pasalll
Operator pesawat angkutan di atas landasan dan di atas pennukaan meliputi antara
lain operator: dump truk, truk derek/trailer, alat angkutan bahan berbahaya, traktor,
kereta gantung, shovel, excavator/back hoe, compacto~ mesin giling, bulldozer,
loader, tanden roller, tire roller, gradel; vibrator, side boom, forklift danlatau lift
truk.
Pasal 12
Operator forklift dan/atau lift truk sebagaimana dimaksud dalam Pasalll diklasifikasikan
sebagai berikut:
a. operator kelas I; dan
b. operator kcl3~' If

708
Pasal13
Operator pesawat angkutan di atas landasan dan diatas pennukaan sebagaimana di
maksud dalam Pasa} II kecuali operator forklift dan/atau lift truk hams memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. sekurang-kurangnya berpendidikan SLTP/sederajat;
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun membantu pelayanan di
bidangnya;
c. berbadan sehat menurot keterangan dokter;
d. umur sekurang-kurangnya 19 taboo; dan
e. memiliki Lisensi K3 dan bukukerja.

Pasal14
(1) Operator forklift dan/atau lift truk kelas I sebagaimana dimaksud dalam Pasal12
huruf a harns memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. sekurang-kurangnya berpendidikan SLTNsederajat;
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun membantu pelayanan di
,"';",!,!;;',i,.L_,_,";;"~.&':':~·';" bidangnya;
c.
berbadan sehat menurut keterangan dokter;
d. umur sekurang-kurangnya 21 taboo; dan
e. memiliki Lisensi K3 dan buku kerja.
(2) Operator forklift dan/atau lift truk kelas II sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 hurufb harns memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. sekurang-kurangnya berpendidikan SLTP/sederajat;
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun membantu pelayanan di
bidangnya;
c. berbadan sehat menurut keterangan dokter;
d. umur sekurang-kurangnya 19 taboo; dan
e. memiliki Lisensi K3 dan buku kerja.

Pasa115
Operator forklift dan/atau lift truk ke'las II dapat ditingkatkan menjadi operator forklift
dan/atau lift truk kelas I dengan persyaratan sebagai berikut:
a. berpengalaman sebagai operator sesuai dengan kelasnya sekurang-kurangnya 2
(dua) taboo terns menrus; dan
b. lulus uji operator forklift dan/atau lift trok sesuai dengan kualifikasinya.

709
Paragraf Keempat
Operator Alat Angkutan Jalan Rei

Pasall6
Operator alat angkutan jalan reI meliputi operator lokomotif dan lori.

Pasal 17
Operator alat angkutanjalan reI sebagaimana dimaksud dalam Pasall6 hams memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. sekurang-kurangnya berpendidikan SLTAlsederajat;
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 1 (satu) taboo di bidangnya;
c. berbadan sehat menurut keterangan dokter;
d. umur sekurang-kurangnya 19 tahun; dan
e. memiliki Lisensi K3 dan buku kerja.

Bagian Kedaa
Petugas Pesawat Angkat daD Angkut

Pasall8
( I) Pengoperasian pesawat angkat dan angkut dapat dibantu oleh petugas pesawat
angkat dan angkut yang mempunyai Lisensi K3 dan buku kerja sesuai jenis dan
kualifikasinya.
(2) Petugas pesawat angkat dan angkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
juru ikat (rigger) dan teknisi.

Paragraf Kesatu
Juru lkat (rigger)

Pasal19
Juru ikat (rigger) sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (2) harns memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. sekurang-kurangnya berpendidikan SLTP/sederajat;
b. berpcngalaman sekurang-kurangnya 1 (sam) tahun di bidangnya;
c. berbadan sehat menurut keterangan dokter;
d. umur sekurang-kurangnya 19 tahun; dan
e. memiliki Lisensi K3 dan buku kerja.

710
ParagrafKedua
Teknisi

Pasal20
Teknisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal18 ayat (2) hams memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. sekurang-kurangnya berpendikan SLTNsederajat dan/atau berpengalaman di
bidangnya sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun;
b. berbadan sehat menurut keterangan dokter;
c. umur sekurang-kurangnya 21 taboo; dan
d. memiliki Lisensi K3 dan buku kerja.

BAB III
TATA C~RA MEMPEROLEH LISENSI K3 DAN BUKU KERJA

PasaI21
Direktur lenderal atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan Lisensi K3 dan buku kerja
operator atau petugas pesawat angkat dan angkut.

Pasa122
(1) Untuk memperoleh Lisensi K3 dan buku kerja operator atau petugas pesawat
angkat dan angkut sebagaimana dimaksud dalamPasal 21, pengusaha atau
pengurus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal dengan
melampirkan:
a. copy ijazah terakhir;
b. suratketerangan berpengalaman kerja membantu operator atau petugas
pesawat angkat dan angkut sesuai bidangnyayang diterbitkan oleh
perusahaan;
c. surat keterangan berbadan sehat dati dokter;
d. copy kartu tanda penduduk
e. copy sertifikat kompetensi sesuai denganjenis dan kualifikasnya; dan
f. pas photo berwarna 2 x 3 (3 lembar) dan 4 x 6 (2 lembar).
(2) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan
dokumen oleh Tim.
(3) Berdasarkan hasil pemeriksaan Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur
Jenderal menerbitkan Lisensi K3 dan buku kerja.

711
Pasal23
(1) Lisensi K3 dan buku kerja berlaku untuk jangka waktu 5 (litna tabun), dan dapat
diperpanjang untukjangka waktu yang sarna.
(2) Pennohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada
Direktur Jenderal dengan melampirkan:
a. lisensi K3 lama yang asli;
b. buku kerja asli yang telah diperiksa oleh atasannya;
c. surat keterangan berbadan sehat dari dokter;
d. copy kartu tanda penduduk;
e. copy sertifikat kompetensi sesuai dengan jenis dan kualifikasinya; dan
f. pas photo berwarna 2 x 3 (3 lembar) dan 4 x 6 (2 lembar).

Pasal24
Dalam hal sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf
e dan Pasal 23 ayat (2) huruf e belum dapat dilaksanakan maka dapat menggunakan
sertifikat pembinaan K3 yang dikeluarkan oleh Direktur JenderaL

Pasal25
Buku kerja operator atau petugas sebagaimana dimaksud dalam Pasa121 hams diperiksa
setiap 3 bulan oleh atasannya.
Pasal26
Lisensi K3 dan buku kerja hanya berlaku selama operator atau petugas pesawat angkat
dan angkut yang bersangkutaD bekerja di perusahaan yang mengajukan permohonan.

Pasal27
Lisensi K3 dan buku kerja dapat dicabut apabila operator atau petugas pesawat angkat
dan angkut yang bersangkutan terbukti:
a. melakukan tugasnya tidak sesuai dengan jenis dan kualifikasi pesawat angkat
danangkut;
b. melakukan kesalahan, atau kelalaian, atau kecerobohan sehingga menimbulkan
keadaan berbahaya atau kecelakaan kerja; dan
c. tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal34 sesuai
bidangnya.
BABIV
KEWENANGAN OPERATOR DAN PETUGAS
Pasal28
(1) Operator peralatan angkat Kelas I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(2) burnf a berwenang:

712
a. mengoperasikan peralatan angkat sesuai dengan jenisnya dengan kapasitas
Iebih dari 100 ton atau tinggi menara lebih dan 60 meter; dan
b. mengawasi dan membimbing kegiatan operator Kelas II dan/atan operator
Kelas III, apabila perlu didampingi oleh operator Kelas II dan/atau Kelas
III.
(2) Operator peralatan angkat Kelas II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(2) hurufb berwenang:
a. mengoperasikan peralatan angkat sesuai dengan jenisnya dengan kapasitas
lebih dari 25 ton sampai kurang dari 100 ton atau tinggi menara lebih dari 40
meter sampai dengan 60 meter; dan
b. mengawasi dan membimbing kegiatan operator Kelas III, apabila perlu
didampingi oleh operator Kelas III.
(3) Operator peralatan angkat Kelas III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(2) hurufc berwenang mengoperasikan peralatan angkat sesuai jenisnya dengan
kapasitas kurang dari 25 ton atau tinggi menara sampai dengan 40 meter.
(4) Operyl.!or ... 80gkatjenis gondola, dongkrak mekanik (lier), takal, dan mesin
papc'illl. ,.~~.;;·agaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) berwenang
mengoj)eraslkan gondola, dongkrak mekanik (lier), takal, dan mesin pancang.

Pasa129
Operator pita transport sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 berwenang
mengoperasikan eskalator, ban berjalan, dan rantai berjalan.

Pasa130
(1) Operator pesawat angkutan di atas landasan dan di atas permukaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasall1 ben:venang mengoperasikan antara lain operator: dump
truk, trek derek/trailer, alat angkutan bahan berbahaya, traktor, kereta gantung,
shovel, excavator/back hoe, compactor, mesin giling, bulldozer, loader, tanden
roller, tire roller, grader, vibrator, side boom, forklift ~an/atau lift truk.
(2) Operator forklift dan/atau lift trek kelas I sebagaimana dimaksud dalam Pasall2
humf a berwenang:
a. mengoperasikan forklift dan/atau lift truk sesuai dengan jenisnya dengan
kapasitas lebih dari 15 ton; dan
b. mengawasi dan membimbing kegiatan operator Kelas II.

(3) Operator forklift dan/atau lift trek kelas II sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 hurufb berwenang mengoperasikan forklift dan/atau lift trek sesuai jenisnya
dengan kapasitas maksimum 15 ton.

713
Pasa131
Operator alat angkutan jalan reI sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 berwenang
mengoperasikan lokomotifbeserta rangkainnya dan lori.

Pasal32
Juru ikat (rigger) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) berwenang
melakukan:
a. pengikatan barang atau bahan sesuai dengan prosedur pengikatan; dan
b. pemberian aba-aba pengoperasian pesawat angkat dan angkut.

Pasa133
Teknisi pesawat angkat dan angkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2)
betWenang melakukan:
a. pemasangan, perbaikan, atau perawatan pesawat angkat dan angkut; dan
b. pemeriksaan, penyeteian, dan mengevaluasi keadaan pesawat angkat dan angkut.

BAB V
KEWAJIBAN OPERATOR DAN PETUGAS

Pasal34
(1) Operator pesawat angkat dan angkut berkewajiban untuk:
a. melakukan pengecekan terhadap kondisi atau kemampuan kerja pesawat
angkat dan angkut~ alat-alat pengaman, dan alat-alat perlengkapan lainnya
sebelum pengoperasian pesawat angkat dan angkut;
b. bertanggungjawab atas kegiatan pengoperasian pesawat angkat dan angkut
dalam keadaan aman;
c. tidak meninggalkan tempat pengoperasian pesawat angkat dan angkut, selama
mesin dihidupkan;
d. menghentikan pesawat angkat dan angkut dan segera melaporkan kepada
atasan, apabila alat pengaman atau perlengkapan pesawat angkat dan angkut
tidak berfungsi dengan baik atau rusak;
e. Inengawasi dan mengkoordinasikan operator kelas II dan operator kelas III
bagi operator kelas I, dan operator kelas II mengawasi dan mengkoordinasikan
operator kelas III;
f. mematuhi peraturan dan melakukan tindakan pengamanan yang telah
ditetapkan dalam pengoperasian pesawat angkat dan angkut; dan
g. mengisi buku kerja dan membuat laporan harian selama mengoperasikan
pesawat angkat dan angkut.

714
(2) Juru ikat (rigger) berkewajiban untuk:
a. melakukan pemilihan alat bantu angkat sesuai dengan kapasitas beban kerja
aman;
b. melakukan pengecekan terhadap kondisi pengikatan arnan dan alat bantu
angkat yang digunakan;
c. melakukan perawatan alat bantu angkat;
d. mematuhi peraturan dan melakukan tindakan pengamanan yang telah
ditetapkan; dan
e. mengisi buku kerja dan membuat laporan harian sesuai dengan pekerjaan
yang telah dilakukan.
(3) Teknisi berkewajiban untuk:
a. melaporkan kepada atasan langsung, kondisi pesawat angkat dan angkut
yang menjadi tanggung jawabnya jika tidak aman atau tidak layak pakai;
b. bertanggung jawab atas basil pemasangan, pemelibaraan, perbaikan, dan!
atau pemeriksaan peralatanJkomponen pesawat angkat dan angkut;
c. mematuhi peraturan dan melakukan tindakan pengamanan yang telah
ditetapkan;
d. membantu pegawai pengawas ketenagakerjaan spesialis pesawat angkat
dan angkut dalam pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian pesawat angkat
dan angkut; dan
e. mengisi buku kerja dan membuat laporan harian sesuai dengan pekerjaan
yang telah dilakukan.

BAB VI
PEMBINAAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Pasa} 35
(I) Pelaksanaan pembinaan K3 bagi operator dan petugas pesawat angkat dan angkut
dilakukan oleh:
a. instansi yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang ketenagakerjaan
pada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupatenlkota; dan
b. perusahaan jasa keselamatan dan kesehatan kerja bidang pembinaan yang
ditunjuk oleh Direktur lenderal berkoordinasi dengan instansi yang lingkup
tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah
provinsi dan!atau pemerintah kabupaten/kota.
(2) Dalam hal perusahaan akan melakukan pembinaan secara mandiri (in house
training) maka hams mengajukan permohonan ke instansi yang lingkup tugas
dan tanggungjawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah provinsi dan!
atau pemerintah kabupatenlkota.

715
(3) Materi pembinaan K3 bagi operator dan petugas pesawat angkat dan angkut
ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

BAB VII
PENGAWASAN

Pasa136
Pengawasan terhadap ditaatinya Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Pengawas
Ketenagakerj aan.
BAB VIII
SANKSI

Pasal37
Pengusaha atau pengurus yang mempekerjakan operator dan/atau petugas pesawat
angkat dan angkut yang tidak men1iliki Lisensi K3 dan buku kerja, dan tidak memenuhi
kualifikasi dan jumlah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 dikenakan
sanksi sesuai Undang-Undang Nonlor 1 Tahun 1970.

BABIX
ATURAN PERALIHAN

Pasal38
(1) Bagi operator atau petugas pesawat angkat dan angkut yang telah memiliki Lisensi
K3 dan buku kerja sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini tetap berlaku sampai
berakhir jangka waktu Lisensi K3 dan buku kerja.

(2) Setelah berakhir jangka waktu berlakunya sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dapat diperpanjang sesuai dengan prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal39
Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini maka Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor PER.OIIMEN/1989 tentang Kwalifikasi dan Syarat-syarat Operator Keran
Angkat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

716
Pasa140
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri ini diundangkan dengan


penempatan dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal13 Juli 2010

MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

.A MUHAIMIN ISKANDAR, M.Si.

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 13 Juli 2010

MENTER!
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA

ttd.

PATRIALIS AKBAR, SR.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 340

Salinan sesuai dengan aslinya


Kepala Biro Hukum,

ttd.

Sunarno, SH, MH
NIP. 19580726 198503 1 002

717
LAMPIRAN

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR PER. 09IMEN/VII/201 0

TENTANG

OPERATOR DAN PETUGAS PESAWAT ANGKAT DAN ANGKUT

JUMLAH OPERATORYANG DIPERLUKAN


UNTUK SETIAPPENGOPERASlAN PESAWATANGKAT DAN ANGKUT

Jenis dan Kapasitas Kualifikasi dan Jumlah Operator


Nomor
Pesawat Angkat dan Angkut Kelas III Kelas II Kelas I
I. Peralat~n Angkat
1.1 Keran mobil, keran kelabang, kerau portal. kaaD ~t, keran lokomotif, pesawat hidrolik, dan pesawat pneumatik.
',"

sid 25 ton t';.....


....
. ·
,"""'' '
>25 ton dan < 100 ton orang 1 orang ·
>100 ton dan < 300 ton 1 orang 1 orang I orang
>300 ton dan < 600 ton 2 orang lonmg 1 orang
>600 ton 2 orang 2 orang 1 orang
1.2 Alai angkat listrikllift bareulWpattenger"" kmI ~ keran pedestol. keran tetap, keran gantry. kenm cI8IiDg dan kenm sumbu putar
sId 25 ton 1 orang .. ..
>25 ton dan < 100 ton .. I orcmg
>100 ton dan < 300 ton I orang .. I orang
>300 ton dan < 600 ton 1 orang 1 orang
>600 ton 1orang I orang I orang
1.3 Keran menara (lower crane).
Tinggi menaca sid 40 m 1 orang .. ·
Tinggi menara > 40 msid 60 m I 0I'IIg ·
Tinggi menaca > 60 m .. I orang
1.4 Gondola, dongkrak mekanik (lier) takal, daD mesin pa ttang IlOIkeias 1orang
n. Pita Transport non kelas lorang
III. Pesawat angkutan di atas landasan daD diatas pemmkaan. non kelas ) oraag
3.1 Jenis forklift dan/atau lift truk sid 15 ton. 1orang ·
3.2 Jenis forklift dan/alau lift truk> 15 ton. - 1 orang
IV. Alat angkutan lalan riJ. nonkelas 1orang

718
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal13 Juli 2010

MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

Drs. H.A MUHAIMIN ISKANDAR, M.Si.

Salinan sesuai dengan aslinya


Kepala Biro Hukum,

ttd.

Sunarao, SH, MH
NIP. 19580726 198503 1 002

719
720
MENTERIKITENAGAKERJAAN
RIPllBLlK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 26 TAHUN 2014
TENTANG
PENYELENGGARAAN PENILAIAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KETENAGAKE~JAAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang : a. bahwa berdasarkan... p, Pemerintah Nomor 50
Tahun 2012~~ tentaijg~,~~., Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatah~ , efektivitas perlindungan
keselamatan dan keSehataD· kerja melalui penerapan
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja perlu
diJakukan penilaian;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
daJam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan tentang Penyelenggaraan Penilaian
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
KeJja;
Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pemyataan
berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan
Tahun 1948 Nomor 23 untuk seluruh Indonesia dan
Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951
Nomor4);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2918);
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Republik
Indonesia Negara Nomor 4279);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5309);
5. Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010 tentang
Pengawasan Ketenagakerjaan;

721
6. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang
Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri
Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN TENTANG


PENYELENGGARAAN PENILAIAN PENERAPAN SISTEM
MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA.

BABI
KETENTUAN UMUM

Pasall

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:


1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan KeIja yang selanjutnya
disebut SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara
keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan
kegiatan kerja guna terciptanya tempat keIja yang efisien dan
produktif.

2. Penilaian Penerapan SMK3 yang selanjutnya ialah


pemeriksaan secara sistematis dan independen terhadap pemenuhan
kriteria yang telah ditetapkan untuk mengukur suatu hasil kegiatan yang
telah direncanakan dan dilaksanakan dalam penerapan SMK3 di
perusahaan.

3. Auditor SMK3 ialah tenaga teknis yang berkeahlian khusus dan independen
untuk melaksanakan audit SMK3 yang ditunjuk oleh Menteri atau pejabat
yang ditunjuk.

4. Lembaga Audit SMK3 adalah badan hukum yang ditunjuk oleh Menteri
untuk melaksanakan audit eksternal SMK3.

5. Audit Ekstemal SMK3 adalah audit SMK3 yang diselenggarakan oleh


Lembaga Audit dalam rangka penilaian penerapan SMK3 di perusahaan.

6. Perusahaan adalah:
a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang
perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik
swasta maupun milik negara yang mempekeIjakan pekeIja/buruh
dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan
mempekeIjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain.

7. Pengawas KetenagakeIjaan adalah pegawai negeri sipil yang diangkat dan


ditugaskan dalam jabatan fungsional pengawas ketenagaketjaan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

8. Dinas Provinsi adalah instansi yang bertanggung jawab di bidang


ketenagakerjaan di provinsi.

722
9. Direktorat Jenderal adalah unit ketja yang membidangi pembinaan
pengawasan ketenagakerjaan.
10. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang membidangi pembinaan
pengawasan ketenagakerjaan.
11. Menteri adalah Menteri Ketenagakerjaan.
Pasal2
(1) Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 yang terintegrasi dengan sistem
di perusahaan.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi perusahaan:
a. mempeketjakan peketja/buruh paling sedikit 100 (seratus) orang; atau
b. mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi.
Pasal3
(1) Perusaha~n yang telah melaksanakan penerapan SMK3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan penilaian penerapan SMK3 melalui
Audit Ekstemal SMK3 oleh Lembaga Audit SMK3 yang ditunjuk oleh
Menteri.
(2) Penilaian penerapan SMK3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
terhadap:
a. perusahaan yang secara sukarela mengajukan permohonan Audit SMK3;
b. perusahaan yang mempunyai potensi bahaya tinggi antara lain
perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, minyak dan gas
bumi;
c. perusahaan yang mempunyai potensi bahaya tinggi berdasarkan
penetapan Direktur Jenderal dan I atau Kepala Dinas Provinsi.
(3) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berdasarkan hasil
pemeriksaan dan pengujian di perusahaan oleh pengawas ketenagakerjaan.

BAB II
PELAKSANA AUDIT
Bagian Kesatu
Lembaga Audit SMK3
Pasal4
(1) Untuk dapat ditunjuk sebagai Lembaga Audit SMK3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), perusahaan harus mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal dengan
melampirkan persyaratan sebagai berikut:
a. fotokopi akte pendirian dan/atau aIde perubahan Perseroan Terbatas
dan tanda bukti pengesahan dari instansi yang berwenang;
b. fotokopi Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP);
c. fotokopi Surat Tanda Oaftar Perusahaan (TOP);
d. fotokopi Surat Keterangan Domisili Hukum;
e. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
f. fotokopi bukti kepemilikan kantor cabang paling sedikit di 3 (tiga)
wilayah pada Indonesia bagian barat, bagian tengah dan bagian timur;
g. fotokopi Wajib Lapor Ketenagakerjaan di tingkat pusat dan cabang;

723
h. fotokopi keputusan penunjukkan auditor eksternal SMK3 yang masih
berlaku, paling sedikit 4 (empat) orang auditor ekstemal senior SMK3
dan 8 (delapan) orang auditor ekstemal yunior SMK3;
i. fotokopi sertifikat kepesertaan jaminan sosial;
j. dokumen yang membuktikan telah berpengalaman melakukan
sertifikasi sistem manajemen;
k. struktur organisasi penyelenggara Audit SMK3 kantor pusat dan
eabang;
1. pas photo berwarna pimpinan perusahaan ukuran 3x4 em sebanyak 4
(empat) lembar; dan
m. dokumen panduan audit sistem manajemen yang digunakan oleh
lembaga audit sesuai dengan standar yang berlaku.
(2) Direktur Jenderal melakukan pemeriksaan dokumen dan verifikasi
lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lama 7
(tujuh) hari kerja.
(3) Direktur Jenderal melaporkan hasil pemeriksaan dokumen dan verifikasi
lapangan kepada Menteri dalam waktu paling lama 2 (dua) hari kerja.

Pasal5

(1) Berdasarkan hasil laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3),
Menteri dapat menerima atau menolak permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).
(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima,
Menteri menetapkan keputusan penunjukan Lembaga Audit SMK3 dalam
waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja.

Pasal6

(1) Keputusan penunjukan Lembaga Audit SMK3 berlaku untuk jangka waktu
3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama.

(2) Permohonan perpanjangan penunjukan Lembaga Audit SMK3 sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja
sebelum berakhir jangka waktu berlakunya keputusan penunjukan
Lembaga Audit SMK3.

(3) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan


oleh Lembaga Audit SMK3 dengan melampirkan:
a. persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
b. laporan pelaksanaan Audit SMK3 selama 3 (tiga) tahun terakhir; dan
e. fotokopi keputusan penunjukan Lembaga Audit SMK3 yang masih
berlaku.

(4) Direktur Jenderal melakukan pemeriksaan dokumen dan verifikasi


lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam waktu paling lama 7
(tujuh) hari kerja.

(5) Direktur Jenderal menetapkan keputusan perpanjangan penunjukan


Lembaga Audit SMK3 dalam waktu paling lama 2 (dua) hari kerja.

Pasal 7

Lembaga Audit SMK3 yang telah mendapatkan keputusan penunjukan oleh


Menteri mempunyai kewajiban:

724
a. menaati ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan
dan kesehatan kelja;
b. melaksanakan Audit SMK3 sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. menjaga kerahasiaan perusahaan yang diaudit; dan
d. melaporkan hasil Audit SMK3 kepada Menteri, perusahaan yang diaudit,
dan Dinas Provinsi.

Pasa18

Lembaga Audit SMK3 yang telah mendapatkan keputusan penunjukan oleh


Menteri dilarang:
a. melakukan kegiatan konsultasi dalam bidang SMK3;
b. melakukan jasa pabrikasi, pemeliharaan, reparasi, dan instalasi teknik K3;
c. melakukan pemeriksaan dan pengujian keselamatan dan kesehatan kerja;
dan
d. melakukan jasa pembinaan K3.

Pasa19
'.

(1) Menteri dapat mencabut keputusan penunjukan Lembaga Audit SMK3


apabila Lembaga Audit SMK3 tidak memenuhi ketentuan. sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 dan/atau Pasal8.

(2) Pencabutan keputusan sebagaimana dimaksud n


hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pengawas ke 1tentagaklerjlaaIl.

Bagian Kedua
Auditor SMK3

PasallO

(1) Pelaksanaan Audit Ekstemal SMK3 dilakukan oleh Auditor SMK3 yang
ditunjuk oleh Oirektur Jenderal.

(2) Auditor SMK3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:


a. auditor ekstemaljunior SMK3;
b. auditor ekstemal senior SMK3.

Pasall1

(1) Penunjukan auditor eksternal junior SMK3 sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 10 ayat (2) huruf a ditetapkan berdasarkan permohonan tertulis dari
pengurus atau pimpinan Lembaga Audit SMK3 kepada Oirektur Jenderal,
dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut:
a. daftar riwayat hidup;
b. surat keterangan sehat dan dokter;
c. fotokopi sertifikat pembinaan Auditor SMK3;
d. fotokopi ijasah pendidikan terakhir serendah-rendahnya 03 dengan
pengalaman kerja minimum 4 (empat) tahun di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja dan/atau SI dengan pengalaman kerja minimum 2
(dua) tahun di bidang keselamatan dan kesehatan kerja;
e. fotokopi keputusan penunjukan ahli keselamatan dan kesehatan kerja
yang masih berlaku;
f. surat keterangan telah melaksanakan Audit Eksternal SMK3 sebagai
peninjau sekurang-kurangnya 5 (lima) kali audit yang ditandatangani
oleh auditor ekstemal senior SMK3;

725
g. surat keterangan telah melaksanakan Audit Ekstemal SMK3 sebagai
auditor magang sekurang-kurangnya 5 (lima) kali;
h. surat rekomendasi dari auditor ekstemal senior SMK3;
i. pas foto terbaru berwama ukuran 4x6 em sebanyak 2 (dua) lembar; dan
j. surat pernyataan tidak sedang ditunjuk sebagai ahli keselamatan dan
kesehatan kerja spesialis.

(2) Direktur Jenderal melakukan pemeriksaan dokumen sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lama 2 (dua) hari kerja.

(3) Direktur Jenderal menetapkan keputusan penunjukan auditor ekstemal


junior SMK3 dalam waktu paling lama 2 (dua) hari kerja.

Pasal 12

Sertifikat pembinaan Auditor SMK3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11


ayat (1) huruf e diperoleh setelah yang bersangkutan dinyatakan lulus dalam
pembinaan Auditor SMK3 yang dilaksanakan sesuai dengan pedoman
sebagaimana tereantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini.

Pasal 13

(1) Penunjukan auditor eksternal senior SMK3 sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 10 ayat (2) huruf b ditetapkan berdasarkan permohonan tertulis" dari
pengurus atau pimpinan Lembaga Audit SMK3 kepada Direktur Jenderal,
dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut:
a. daftar riwayat hidup;
b. surat keterangan pengalaman kerja sesuai persyaratan tingkatan
auditor;
e. surat keterangan telah melaksanakan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh)
kali Audit Ekstemal SMK3 seeara penuh;
d. fotokopi keputusan penunjukan sebagai auditor ekstemal junior SMK3
yang masih berlaku;
e. tanda bukti telah mengikuti pengembangan kemampuan di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja sekurang-kurangnya 120 (seratus dua
puluh) jam; dan
f. pas foto terbaru berwarna ukuran 4x6 em sebanyak 2 (dua) lembar.

(2) Direktur Jenderal melakukan pemeriksaan dokumen sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lama 2 (dua) hari kerja.

(3) Direktur Jenderal menetapkan keputusan penunjukan auditor eksternal


senior SMK3 dalam waktu paling lama 2 (dua) hari kerja.

Pasal14

(1) Keputusan penunjukan auditor ekstemal junior SMK3 dan auditor


ekstemal senior SMK3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) dan
Pasal 13 ayat (3) berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat
diperpanjang untuk jangka waktu yang sama.

(2) Dalam hal keputusan penunjukan auditor ekstemal junior SMK3 dan
auditor ekstemal senior SMK3 telah diterbitkan, maka yang bersangkutan
tidak berhak merangkap sebagai ahli keselamatan dan kesehatan kerja
spesialis dan tidak berhak melaksanakan pemeriksaan dan pengujian
sesuai dengan penunjukan spesialisnya.

726
Pasal 15

(1) Permohonan perpanjangan keputusan penunjukan auditor ekstemal junior


SMK3 dan auditor eksternal senior SMK3 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (1) diajukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 atau Pasal13 dengan melampirkan:
a. persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) atau Pasal
13 ayat (1);
b. salinan keputusan penunjukan auditor eksternal junior SMK3 atau
auditor ekstemal senior SMK3;
c. rekapitulasi laporan kegiatan selama menjalankan tugas; dan
d. hasil evaluasi oleh tim evaluasi.

(2) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan


paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum berakhir jangka waktu
berlakunya keputusan penunjukan auditor eksternal junior SMK3 atau
auditor eksternal senior SMK3.

(3) Direktur Jenderal melakukan pemeriksaan dokumen sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lama 2 (dua) hari kerja.

(4) Direktur Jenderal menetapkan keputusan perpanjangan penunjukan


auditor eksternal junior SMK3 atau auditor eksternal senior SMK3 dalam
waktu paling lama 2 (dua) hari kerja.

Pasal16

(1) Keputusan penunjukan auditor eksternal junior SMK3 dan auditor


ekstemal senior SMK3 dicabut apabila:
a. pindah tugas dari Lembaga Audit SMK3;
b. mengundurkan diri;
c. meninggal dunia;
d. dikenakan sanksi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
e. melakukan kesalahan dan kecerobohan sehingga menimbulkan keadaan
berbahaya;
f. dengan sengaja dan I atau karena kekhilafannya menyebabkan
terbukanya rahasia suatu perusahaan danl atau instansi;
g. melaksanakan kegiatan pemeriksaan dan pengujian dalam bidang
keselamatan dan kesehatan kerja;
h. melakukan kegiatan konsultasi dalam bidang SMK3; dan/atau
i. adanya permohonan pencabutan dari pimpinan Lembaga Audit SMK3.

(2) Pencabutan keputusan penunjukan auditor ekstemal sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan
oleh pengawas ketenagakerjaan.

Pasal 17

Perusahaan yang mengajukan permohonan penunjukan sebagai Lembaga


Audit SMK3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan permohonan
penunjukan Auditor SMK3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal
13 tidak dipungut biaya.

727
Paragraf Kesatu
Kewajiban Auditor SMK3

Pasal 18

Auditor SMK3 mempunyai kewajiban:


a. melaksanakan Audit SMK3 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
b. merahasiakan hasil Audit SMK3 kepada pihak-pihak yang tidak
berkepentingan;dan
c. mematuhi peraturan keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan.

Paragraf Kedua
Kewenangan Auditor SMK3

Pasal 19

Auditor SMK3 mempunyai kewenangan:


a. memasuki semua tempat kerja yang terkait dengan Audit SMK3;
b. memberikan penilaian hasil Audit SMK3;
c. meminta perusahaan memberikan keterangan, menunjukkan dokumen dan
menyediakan petugas pendamping dalam pelaksanaan Audit SMK3; dan
d. menghentikan pelaksanaan Audit SMK3 apabila belum ada sistem yang
dibangun dan/atau keadaan yang membahayakan Auditor SMK3.

BABIn
MEKANISME AUDIT SMK3

Pasa120

(1) Pelaksanaan penilaian penerapan SMK3 melalui Audit Eksternal SMK3


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilakukan berdasarkan
kategori:
a. tingkat awal dengan pemenuhan terhadap 64 kriteria Audit SMK3;
b. tingkat transisi dengan pemenuhan terhadap 122 kriteria Audit SMK3;
dan
c. tingkat lanjutan dengan pemenuhan terhadap 166 kriteria Audit SMK3.

(2) Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dan
huruf b yang akan melakukan Audit Ekstemal SMK3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengajukan permohonan Audit SMK3 kepada
Lembaga Audit SMK3 yang telah ditunjuk oleh Menteri.

(3) Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c yang
akan melakukan Audit Eksternal SMK3 sebagaimana dimaksud
(1) mengajukan permohonan Audit SMK3 berdasarkan penetapan
Jenderal dan/ atau Kepala Dinas Provinsi.

(4) Contoh penetapan Direktur Jenderal dan/atau Kepala Dinas Provinsi


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II Peraturan Menteri ini.

728
Pasal21

(1) Lembaga Audit SMK3 wajib membuat perencanaan pelaksanaan Audit


SMK3 dan menyampaikan kepada Menteri atau Direktur Jenderal dengan
salinan disampaikan kepada Dinas Provinsi.

(2) Pelaksanaan Audit SMK3 sebagaimana dimaksud pada ayat (I) paling
sedikit dilakukan melalui tahapan:
a. pertemuan pembuka;
b. proses Audit SMK3;
c. pertemuan tim Auditor SMK3;
d. pertemuan penutup; dan
e. penyusunan laporan Audit SMK3.

(3) Dalam hal diperlukan, Lembaga Audit SMK3 dapat meminta informasi
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan kepada
Dinas Provinsi.

Pasal22

Pelaksanaan Audit SMK3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21


dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III Peraturan Menteri ini.

Pasal23

Lembaga Audit SMK3 menyampaikan laporan Audit SMK3 kepada Menteri c.q.
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Dinas Provinsi dan pengurus
perusahaan yang di audit dengan bentuk laporan sesuai dengan Peraturan
Pemerintah yang mengatur tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.

Pasa124

Laporan Audit SMK3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 menjadi


pertimbangan Menteri untuk memberikan penghargaan sesuai dengan tingkat
penerapan dan kategori penilaian hasil Audit SMK3.

BABIV
PENILAlAN HASIL AUDIT SMK3

Pasal25

Penilaian terhadap kriteria Audit SMK3 meliputi:


a. kategori kritikal;
b. kategori mayor; dan
c. kategori minor.

Pasa126

(1) Penilaian terhadap kriteria Audit SMK3 dengan kategori kritikal


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a ditetapkan terhadap
temuan pada peralatanl mesin/pesawat/instalasil bahan, cara kerja, sifat
kerja, lingkungan kerja dan proses kerja yang dapat menimbulkan korban
jiwa.

729
(2) Penilaian terhadap kriteria Audit SMK3 dengan kategori kritikal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus d itindaklanjuti dengan
tindakan koreksi paling lambat dalam jangka waktu lx24 jam.

Pasa127

(1) Penilaian terhadap kriteria Audit SMK3 dengan kategori mayor


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b ditetapkan terhadap:
a. tidak terpenuhinya peraturan perundang-undangan di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja;
b. tidak melaksanakan salah satu prinsip SMK3; dan
c. terdapat temuan minor untuk satu kriteria Audit SMK3 di beberapa
lokasi.

(2) Tidak melaksanakan salah satu prinsip SMK3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hurnf b dibuktikan apabila terdapat salah satu kriteria yang
berkesinambungan yang tidak dilaksanakan.

(3) Temuan minor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dibuktikan
apabila terdapat 3 (tiga) temuan lokasi dengan kriteria minor.

(4) Penilaian terhadap kriteria Audit SMK3 dengan kategori mayor


sebagaimana dimaksud ayat (1), harus ditindaklanjuti dengan tindakan
koreksi paling lambat dalamjangka waktu 1 (satu) bulan.

Pasal28

Penilaian terhadap kriteria Audit SMK3 dengan kategori minor sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 25 huruf c ditetapkan terhadap ketidakkonsistenan
dalam pemenuhan persyaratan peraturan perundang-undangan, standar,
pedoman, dan acuan lainnya.

Pasal29

(1) Dalam hal terdapat perbedaan interpretasi penilaian kriteria Audit SMK3
antara perusahaan dengan Lembaga Audit SMK3 maka para pihak
tidak menerima hasil Audit SMK3 dapat mengajukan keheratan
Direktur Jenderal.

(2) Direktur Jenderal melakukan pemeriksaan dokumen dan verifikasi


lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lama 7
(tujuh) han kerja.

(3) Direktur Jenderal menetapkan keputusan hasil Audit SMK3 dalam waktu
paling lama 2 (dua) hari kerja.

Pasal30

(1) Tingkat pencapaian penerapan SMK3 bagi setiap perusahaan yang telah
melakukan penilaian penerapan SMK3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20 ayat (1) meliputi:
a. tingkat penilaian penerapan kurang, apabila tingkat pencapaian
penerapan sebesar 0 - 590/0;
b. tingkat penilaian penerapan baik, apabila tingkat pencapaian penerapan
sebesar 60 - 84%;
c. tingkat penilaian penerapan memuaskan, apabila tingkat pencapaian
penerapan sebesar 85°/0-100°/0.

730
(2) Dalam hal perusahaan telah mencapai tingkat penilaian penerapan kurang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, maka Direktur Jenderal
dapat melakukan:
a. tindakan hukum pada perusahaan yang wajib Audit Ekstemal SMK3
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan; dan I atau
b. tindakan pembinaan pada perusahaan yang mengajukan permohonan
untuk dilakukan Audit Ekstemal SMK3.

(3) Dalam hal perusahaan telah mencapai tingkat penilaian penerapan baik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b maka Menteri dapat
memberikan penghargaan berupa:
a. sertifikat perak bagi perusahaan tingkat kategori awal, transisi dan
lanjutan; dan
b. bendera perak bagi perusahaan tingkat kategori lanjutan.

(4) Dalam hal perusahaan telah mencapai tingkat penilaian penerapan


memuaskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c maka Menteri
dapat memberikan penghargaan berupa:
a. sertifikat emas bagi perusahaan tingkat kategori awal, transisi dan
lanjutan; dan
b. bendera emas bagi perusahaan tingkat kategori lanjutan.

(5) Sertifikat perak dan sertifikat emas sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a dan ayat (4) huruf a sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV
dan Lampiran V Peraturan Menteri ini.

(6) Bendera perak dan bendera emas sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf b dan ayat (4) huruf b sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI
Peraturan Menteri ini.

(7) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) memiliki
masa berlaku paling lama 3 (tiga) tahun.

Pasal31

Biaya yang timbul akibat pelaksanaan Audit Ekstemal SMK3 dibebankan


kepada perusahaan yang diaudit.

BABV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal32

Audit SMK3 yang dilaksanakan sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini


masih tetap berlaku sampai dengan berakhimya jangka waktu penunjukan
Lembaga Audit SMK3, Auditor SMK3, dan penghargaan SMK3.

731
BABVI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal33

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:


a. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.05/MEN/1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Ketja;
b. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.18/MEN/XI/2008 tentang Penyelenggara Audit Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja; dan
c. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP.19/MEN/1997 tentang
Pelaksanaan Audit Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasa134

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2014

MENTERIKETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

M. HANIF DHAKIRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2014

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

YASONNA H. LAOLY

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 2031

732
LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJMN
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 26 TAHUN 2014

TENTANG
PENYELENGGARAAN PENILAIAN PENERAPAN SISTEM
MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PEDOMAN PEMBINAAN AUDITOR


SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

1. Kurikulum Pembinaan

Jam Pelajaran
No. Kurikulum (JP)
1 Review Materi Keselamatan dan
4
Kesehatan Keria
2 Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan
2
Ketia
3 SMK3 (PP No. 50 Tahun 2012) 2
. ~:~~rapan SMK3 (Lampiran I PP No. 50
:-""'.'
4
2
un 2012)
5 Mekanisme, Teknik Audit SMK3, Tingkat
6
Penerapan SMK3 dan Sertifikasi SMK3
6 Interpretasi Kriteria Audit 10
7 Pelaksana Audit SMK3 (Lembaga dan
2
Auditor)
8 Simulasi audit SMK3 10
9 Evaluasi 2
Jumlah Jam Pelaiaran 40
_______,. ., pelajaran sebanyak 40 JP, masing-masing selama 45 menit.

2. Metode Pembinaan
Penyelenggaraan metode pembinaan Auditor SMK3 dapat dilaksanakan
dengan cara:
a. Internal training atau inhouse training;
b. External training diselenggarakan oleh lembaga pembinaan keselamatan
dan kesehatan kerja yang telah mendapat penunjukan sesuai ketentuan
peraturan perundangan.

Metode Pelatihan dilaksanakan dengan cara:


a. Ceramah;
b. Diskusi;
c. Praktek atau kunjungan.

3. Penilaian Kelulusan Peserta


a. Unsur yang dinilai
1) Disiplin kehadiran mengikuti pelatihan;
2) Penguasaan materi yang terdiri dan ujian tertulis dan
simulasi/praktek;

733
b. Bobot Penilaian (untuk penentuan ranking di kelas)
1) Disiplin kehadiran;
Bagi peserta yang tingkat kehadirannya kurang dari 80°k., dinyatakan
tidak lutus.
2) Penguasaan materi pelajaran dinyatakan lulus apabila ujian tertulis
hasilnya 600/0 dan simulasi/ praktek hasilnya 400/0.
c. Kriteria kelulusan
Peserta dinyatakan lulus apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Disiplin kehadiran nilai serendah-rendahnya 60 yaitu apabila tingkat
kehadiran peserta yang bersangkutan 80% dari waktu yang
ditetapkan.
2) Penguasaan materi pelajaran:
a. Nilai ujian teori serendah-rendahnya 60.
b. Nilai simulasi/praktek serendah-rendahnya 60.

4. Sertifikasi Pembinaan
Peserta yang dinyatakan lulus seleksi oleh Tim Evaluasi diberikan sertifikat
yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal dengan format dan bentuk yang
telah ditetapkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal31 Desember 2014

MENTERIKETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

M. HANIF DHAKIRI

734
LAMPIRAN II
PERATURANMENTERIKETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 26 TAHUN 2014
TENTANG
PENYELENGGARAAN PENILAIAN PENERAPAN SISTEM
MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

CONTOH PENETAPAN DIREKTUR JENDERAL/KEPALA DINAS PROVINSI


TENTANG PERUSAHAAN WAJIB AUDIT EKSTERNAL SMK3

KOP SURAT DINAS

Tanggal/bulan/tahun
No
Lampiran
Perihal : Penetapan Perusahaan Wajib Audit Ekesternal SMK3

Yth.
Pimpinan Perusahaan
Alamat

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengujian keselamatan dan


kesehatan ketja oleh pengawas ketenagakerjaandanmengacu pada
ketentuanperaturan perundang-undangankeselamatandankesehatankerja ,
maka dengan ini menetapkan bahwa perusahaan Saudara mempunyai potensi
bahaya tinggi sehingga wajib untuk dilakukan penilaian penerapan SMK3
meJalui Audit Ekstemal SMK3.
Dengan ini kami perintahkan agar Saudara dapat berkoordinasi dengan
Lembaga Audit SMK3 yang telah ditunjuk oleh Menteri Ketenagaketjaan dalam
waktu segera.
Demikian disampaikan, atasperhatiannyadiucapkanterimakasih.

Direktur Jenderal/ Kepala Dinas Provinsi,

ttd

Nama Jelas
NIP.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2014

MENTER! KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
M. HANIF DHAKIRI

735
LAMPIRAN III
PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 26 TAHUN 2014

TENTANG
PENYELENGGARAAN PENILAIAN PENERAPAN SISTEM
MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PEDOMAN PELAKSANAAN AUDIT EKSTERNAL SMK3

A. PENETAPAN HARI AUDIT SMK3

Penetapan han Audit SMK3 dilakukan berdasarkan kategori ruang lingkup


kegiatan usaha, jumlah tenaga kerja, kompleksitas dan tingkat resiko
bahaya kegiatan usaha. Penentuan tingkat resiko mengacu sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kriteria yang digunakan dalam penetapan hari Audit SMK3 berdasarkan


kompleksitas dan tingkat resiko bahaya kegiatan usaha,
•",;,:;:~~~i~~~~~~~'~~C:urrlanla tercantum dalam Tabel 1 berikut:
Tabel 1
Kriteria Penetapan Hari Audit SMK3

DURASI AUDIT DURASI AUDIT


DI LOKASI 01 LOKASI
JUMLAH JUMLAH
(Han Gran d (Hari OranJ~)
TENAGA TENAGA
Risiko Risiko Risiko Risiko Risiko Risiko
KERJA KERJA
Tinggi Meneng Renda Tin Menengah Rendah
ah h
1-5 2 1 1 626-875 10 8 6
6-10 4 2 2 876-1175 10 8 6
11-15 6 4 2 1176-1550 10 8 6
16-25 6 4 4 1551-2025 10 8 6
26-45 6 6 4 2026-2675 12 10 8
46-65 6 6 4 2676-3450 12 10 8
66-85 6 6 4 3451-4350 12 10 8
86-125 6 6 4 4351-5450 15 12 10
126-175 8 6 4 5451-6800 15 12 10
176-275 8 6 4 6801-8500 20 15 12
276-425 8 6 4 8501-10700 20 15 12
426-625 10 8 6 >10700 25 20 15

Catatan: durasi waktu Audit SMK3 tidak termasuk waktu perjalanan ke


lokasi Audit SMK3 (pergi-pulang) dan kegiatan induksi keselamatan
dan kesehatan keIja.

736
Penetapan hari Audit SMK3 dikelompokkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Penetapan hari Audit SMK3 untuk kategori tingkat awal dilakukan
sekurang-kurangnya 40% dari Tabel 1
2. Penetapan han Audit SMK3 untuk kategon tingkat transisi dilakukan
sekurang-kurangnya 60% dari Tabel 1
3. Penetapan hari Audit SMK3 untuk kategori tingkat lanjutan dilakukan
sekurang-kurangnya 80% dan Tabel 1

B. RUANO LINOKUP AUDIT SMK3


Pelaksanaan Audit SMK3 harus dilakukan pada setiap tempat kerja yang
diajukan sebagai ruang lingkup yang disertifikasi.

C. METODE PENOAMBILAN CONTOH (SAMPLING)


1. Metode pengambilan contoh (sampling) hanya diberlakukan untuk
sektor-sektor usaha yang sifatnya berpindah-pindah tempat dan sejenis
berdasarkan ruang lingkup yang akan diaudit, antara lain:
a. Sektor usaha kontraktor, yang meliputi kegiatan:
1) Engineering (rekayasa)
2) Konstruksi
3) pemeliharaan dan perbaikan
4) jasa penyedia tenaga kerja.

b. Sektor usaha distribusi

2. Jumlah contoh (sample) Audit SMK3 yang diambil untuk sektor usaha
kontraktor dan distribusi mengacu kepada Tabe13.

Tabe13
Jumlah pengambilan contoh (sample) Audit SMK3

JUMLAH LOKASI JUMLAH CONTOH


PROYEK/KEGIATAN (SAMPLE) AUDIT
<4 2
4-7 2-3
8-11 3-4
12-19 4-5
20-29 5-6
30-39 6-7
40-99 7 - 10
100-199 10 - 15
200-399 15 - 20
400-699 20 - 27
700-999 27 - 32
>1000 Lebih dan 32

D. KETENTUAN KHUSUS PENILAlAN AUDIT SMK3 SEKTOR


KONSTRUKSI/JASA

Untuk kegiatan sektor konstruksi/jasa yang belum memiliki proyek dapat


dilakukan audit sistem dokumentasi SMK3 tanpa dilakukan penilaian
kegiatan/proyek, selanjutnya harus dilakukan kegiatan Audit SMK3
kembali oleh Lembaga Audit SMK3 terhadap kegiatan/proyek selambat-
lambatnya 1 (satu) tahun sejak diterbitkan surat keterangan Audit SMK3
oleh Kementerian.

737
Apabila dalam kurun waktu 1 (satu) tahun tidal< dapat dilakukan penilaian
kegiatanfproyek, maka surat keterangan Audit SMK3 dinyatakan tidak
berlaku.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal31 Desember 2014

MENTERIKETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

M. HANIF DHAKIRI

738
LAMPIRAN IV
PERATURAN MENTER! KETENAGAKERJMN
REPUBLlK INDONESIA

NOMOR 26 TAHUN 2014

TENTANG
PENYELENGGARAAN PENILAIAN PENERAPAN SISTEM
MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

BENTUK SERTIFlKAT PERAK TIAP TINGKAT KATEGORI PERUSAHAAN

A. SERTIFIKAT PERAK BAGI TINGKAT KATEGORI AWAL

Keterangan:
- Logo SMK3 di sebelah kiri bawah berwarna perak
- Ukuran sertifikat:
Panjang: 42 em
Lebar : 29 em

739
B. SERTlFIKAT PERAK BAGI TINGKAT KATEGORI TRANSISI

Keterangan:
- Logo SMK3 di sebelah kiri bawah berwama perak
- Ukuran sertifikat:
Panjang: 42 em
Lebar : 29 em

740
C. SERTIFlKAT PERAK BAGI TINGKAT KATEGORI LANJUTAN

Keterangan:
- Logo SMK3 di sebelah kiri bawah berwarna perak
.. Ukuran sertifikat:
Panjang: 42 em
Lebar : 29 em
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2014
MENTERIKETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
M. HANIF DHAKIRI

741
LAMPlRAN V
PERATURANMENTERIKETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 26 TAHUN 2014

TENTANG
PENYELENGGARAAN PENILAIAN PENERAPAN SISTEM
MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

BENTUK SERTIFIKAT EMAS TIAP TINOKAT KATEGORI PERUSAHMN

A. SERTIFlKAT EMAS BAGI TlNGKAT KATEGORI AWAL

Keterangan:
Logo SMK3 di sebelah kiri bawah berwama Emas
- Ukuran sertifikat:
Panjang: 42 em
Lebar : 29 em

742
B. SERTIFIKAT EMAS BAGI TINGKAT KATEGORI TRANSISI

Keterangan:
.. Logo SMK3 di sebelah kiri bawah berwarna emas
.. Ukuran sertifikat:
Panjang: 42 em
Lebar : 29 em

743
C. SERTIFIKAT EMAS BAGI TINGKAT KATEGORI LANJUTAN

Keterangan:
- Logo SMK3 di sebelah kiri bawah berwarna emas
- Ukuran sertifikat:
Panjang: 42 em
Lebar : 29 em
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2014
MENTERIKETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
M. HANIF DHAKIRI

744
LAMPIRAN VI
PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 26 TAHUN 2014

TENTANG
PENYELENGGARAAN PENILAIAN PENERAPAN SISTEM
MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

BENTUK BENDERA PERAK DAN BENDERA EMAS

A. BENDERA PERAK

UTAMAKAN
KESElAMATAN I KESEHATAN KERJA

Keterangan:
1. Ukuran:
a. Panjang : 140 cm
b. Lebar : 90 cm
c. Tebal border: 3 cm
2. Wama latar belakang putih

745
B. BENDERA EMAS

UTAMAKAN
KESELAMATAH & KESEHATAH KERJA

Keterangan:
1. Ukuran:
a. Panjang : 140 cm
b. Lebar : 90 cm
c. Tebal border: 3 cm
2. Warna latar belakang putih

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2014

MENTERIKETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

M. HANIF DHAKIRI

746
MENTERIKETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTER] KETENAGAKERJAAN


REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 12 TAHUN 2015

TENTANG

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LISTRIK


Dl TEMPAT KERJA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KETENAGAKERJAAN REPl!BLIK INDONESIA,

Menimbang bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) huruf


q dan Pasal 3 ayat (1) huruf q Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja perlu menetapkan
Peraturan Menteri tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Listrik di Tempal Kerja;
Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang
Pernyataan Belakunya Undang-Undang Pengawasan
Perburuhan Tabun 1948 No. 23 dari Republik Indonesia
untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1951 Nomor 4);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 1918);

3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Republik
Indonesia Negara Nomor 4279);

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang


Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja (Lembaran Ncgara Rcpublik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5309);

747
6. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2015 tentang
Kementerian Ketenagakerjaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 19);

7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nornor


PER.02/MEN/1992 tentang Tata Cara Penunjukan,
Kewajiban dan Wewenang AhU Keselamatan dan
Kesehatan Kerja;

8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor


PER.04/MEN/1995 tentang Pen..lsahaan Jasa
Keselamatan dan Kesehatan Ketja;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan PERATURAN MENTERl KETENAGAKERJAAN TENTANG


KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA USTRIK 01
TEMPAT KERJA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasa} 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:


1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3 adalah
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat keJja.

2. 'Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka,
bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekelja, atau sering dimasuki
tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber
bahaya, termasuk tempat kerja ialah semua ntangan, lapangan, halaman
dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan
dengan ternpat kerja tersebut.

3. Perusahaan adalah:
a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang
perseorangan, milik persekutuan t atau milik badan hukum. baik milik
swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerjajburuh
dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus
dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan
dalam bentuk lain.

4. Pembangkitan Listrik adalah kegiatan untuk memproduksi dan


membangkitkan tenaga listrik dari berbagai sumber tenaga.

5. Transmisi Listrik adalah kegiatan penyaluran tenaga listrik dari tempat


pembangkit tenaga listrik sampai ke saluran distribusi listrik..

6. Distribusi Listrik adalah kegiatan menyalurkan tenaga listrik dari sumbcr


daya listrik besar sampai ke pemanfaat listrik.

748
7. Pemanfaatan Listrik adalah kegiatan mengubah energi listrik menjadi
energi bentuk lain.

8. Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya


disebut PJK3 adalah Perusahaan yang usahanya di bidang jasa
keselamatan dan kesehatan kerja untuk membantu pelaksanaan
pemenuhan syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

9. Instalasi Listrik adalah jaringan perlengkapan listrik yang


membangkitkan, memakai, mengubah, mengatur, mengalihkan,
mengumpulkan atau membagikan tenaga listrik.

10. Perlengkapan Listrik adalah setiap benda yang digunakan untuk


keperluan pembangkitan, konversi, transmisi, distribusi atau
pemanfaatan energi listrik.

11. Peralatan Listrik adalah barang pemanfaatan listrik yang merupakan unit
lengkap dan dapat menguball energi listrik menjadi energi bentuk lain.

12. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut Pengawas


Ketenagakerjaan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan
ditugaskan dalam jabatan fungsional Pengawas Ketenagakerjaan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

13. Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3 Listrik adalah Pengawas


Ketenagakerjaan yang mempunyai keahlian khusus di bidang K3 listrik
yang berwenang untuk melakukan kegiatan pembinaan, pemeriksaan,
dan pengujian bidang listrik serta pengawasan, pembinaan, dan
pengembangan sistem pengawasan ketenagakerjaan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

14. Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung


sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.

15. Pengusaha adalah:


8. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu Perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara
berdiri sendiri menjalankan Perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di
Indonesia mewakili Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam h\lruf a
dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

16. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja bidang Listrik yang selanjutnya
disebut Ahli K3 bidang Listrik adalah tenaga teknis dari luar instansi yang
membidangi ketenagakerjaan yang mempu.nyai keahlian di bidang K3
listrik yang ditl..lnjuk oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

17. Teknisi Keselam.atan dan Kesehatan Kerja Listrik yang selanjutnya


disebut Teknisi K3 Listrik adalah tenaga teknis yang mempunyai
keterampilan di bidang K3 listrik dan memiliki lisensi dari Menteri atau
pejabat yang ditunjuk.

18. Dinas Provinsi adalah instansi yang bertanggung jawab di bidang


ketenagakerjaan di provinsi.

749
19. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang ketenagakerjaan.

Pasa12

Pengusaha dan/atau Pengurus wajib melaksanakan K3 listrik di tempat kerja.

Pasa13

Pelaksanaan K3 listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bertujuan:


a. melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja dan orang lain yang
berada di dalam lingkungan tempat kerja dari potensi bahaya listrik;
b. menciptakan instalasi listrik yang aman, handa! dan memberikan
keselamatan bangunan beserta isinya; dan
c. menciptakan tempat keJja yang selamat dan sehat untuk mendorong
produktivitas.

BAB II
RUANO LINGKUP

Pasal4

(1) Pelaksanaan K3 listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 merupakan


pelaksanaan persyaratan K3 yang meliputi:
a. perencanaan, pemasangan, penggunaan, perubahan, pemeliharaan;
b. pemeriksaan dan pengujian.

(2) Persyaratan K3 sebagaimana diInaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada


kegiatan:
a. pembangkitan listrik;
b. transmisi listrikj
c. distribusi listrik; dan
d. pemanfaatan listrik;
yang beroperasi dengan tegangan lebih dari 50 (lima puluh) volt arus bolak
balik atau 120 (seratus dua puluh) volt arus searah.

BABIII
PERENCANAAN,PEMASANGAN,PENGGUNAAN,
PERUBAHAN, DAN PEMELIHARAAN
Pasa15

(1) Kegiatan perencanaan, pemasangan, penggunaan, perubahan, dan


pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a yang
dilaksanakan pada kegiatan pembangkitan, transmisi, distribusi dan
pemanfaatan listrik wajib mengacu kepada standar bidang kelistrikan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Kegiatan sebagairnana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap


instalasi, perlengkapan, dan peralatan listrik.

(3) Standar bidang keJistrikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Standar Nasional Indonesia;
b. Standar Internasional; dan/atau

750
c. Standar Nasional Negara lain yang ditentukan oleh Pengawas
Ketenagakerjaan Spesialis K3 Listrik.

Pasa16

(1) Perencanaansebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) wajib


dilakukan pada pemasangan dan perubahan untuk kegiatan
pembangkitan, transmisi, distribusi dan pemanfaatan listrik.

(2) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) wajib


dilakukan pada penggunaan untuk kegiatan pembangkitan, transmisi,
distribusi dan pemanfaatan listrik.

(3) Perencanaan, pemasangan, perubahan, dan pemeliharaan seba.gaimana


dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilakukan oleh:
8. Ahli K3 bidang Listrik pada Perusahaan; atau
b. Ahli K3 bidang Listrik pada PJK3.

(4) Dalam hal kegiatan yang dilaksanakan berupa pemasangan dan


pemeliharaan pada pembangkitan, transmisi, distribusi dan pemanfaatan
listrik, dapat dilakukan oleh:
a. Teknisi K3 Listrik pada perusahaan; atau
b. Teknisi K3 Listrik pada PJK3.

Pasal 7

Untuk perusahaan yang memiliki pembangkitan listrik lebih dari 200 (dua
ratus) kilo Volt-Ampere wajib mempunyai Ahli K3 bidang Listrik.

Pasa18

Ketentuan dan tata cara penunjukan PJK3, Ahli K3 bidang Listrik dan Teknisi
K3 Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BABIV
PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN

Pasa19

(1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b


merupakan kegiatan penilaian dan pengukuran terhadap instalasi,
perlengkapan dan peralatan listrik untuk memastikan terpenuhinya
stalidar bidang kelistrikan dan ketentuan peraturan perundang-undangan

(2) Pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b


nierupakan kegiatan penilaian, perhitungan, pengetesan dan pengukuran
terhadap instalasi, perlengkapan dan peralatan listrik untuk mcmastikan
terpenuhinya standar bidang kelistrikan dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

(3) Pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) wajib dilakukan pada perencanaan, pernasangan, penggunaan,
perubahan, dan pemeliharaan untuk kegiatan pembangkitan" transmisi,
distribusi dan pemanfaatan listrik.

751
(4) Pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayal (1) dan ayat
(2) rnengacu kepada standar bidang kelistrikan dan peraturan perundang-
undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

Pasa! 10
(1) Pemeriksaan dan pengujian scbagaimana dimaksud dalam Pasol 9 ayat (1)
dan ayat (2) dilakukan oleh:
a. Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3 Listrik;
b. Ahli K3 bidang Listrik pada Perusahaan; dan/ atau
c. Ahli K3 bidang Listrik pada PJK3.

(2) Pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan:
a. sebelum penyerahan kepada pemilik/pengguna;
b. setelah ada perubahan/perbaikan; dan
c. sceara berkala.

(3) I-Iasil pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a dan huntf b yang dilakukan oleh Pengawas Ketcnagakerjaan
Spesialis K3 Listrik dan Ahli K3 bidang Listrik pada PJK3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c digunakan sebagai bahan
pertimbangan penerbitan pengesahan dan/atau pembinaan dan/atau
tindakan hukum.

(4) HasH pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a .dan huruf b yang dilakukan oleh Ahli K3 bidang Listrik pada
Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan
sebagai bahan pertimbangan pembinaan dan/atau tindakan hukum oleh
Pengawas Ketenagakerjaan.

(5) Pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan oleh Kepala
Dinas Provinsi.

Pasat 11

(1) Pemeriksaan secara berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2)
huruf c dilakukan paling sedikit 1 (satu) tahun sekali.

(2) Pengujian secara berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2)
huruf c dilakukan paling sedikit 5 (lima) tahun sekali.

(3) He.sil pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Provinsi.

(4) HasH pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) digunakan sebagai bahan pertimbangan pembinaan dan/ a tau
tindakan hukum oleh Pengawas Ketenagakerjaan

Pasal12
Perusahaan yang menggunakan perlengkapan dan peralatan listrik wajib
menggunakan perlengkapan dan peralatan listrik yang telah mempunyai
sertifikat yang diterbitkan oleh lembaga atau instansi yang berwenang..

752
BABV
PENGAWASAN
Pasal 13
Pengawasan pelaksanaan K3 listrik di tempat kerja dilaksanakan oleh
Pengawas Ketenagakerjaan.
BABVI
SANKSI
Passl14
Pengusaha dan/atau pengurus yang tidak memenuhi ketentuan dalam
Peraturan Menteri ini dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

BAB VII
KETENTUANPENUTUP
Pasal15
Pada saat Peraturan Menteri ini muJai berlaku, Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.75/MEN/2002 tentang Pemberlakuan
Standar Nasional Indonesia Nomor SNI 04-0225-2000 mengenai Persyaratan
Umum Instalasi Listrik 2000 (PUlL 2000) di Tempat Kerja, dicabl..lt dan
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal16
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 April 2015

MENTERIKETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
M. HANIF DHAKIRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 April 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY

BERTTA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 540

753
DEPARTEMEN TENAGAKERJADAN TRANSMIGRASI R.I.
DIREKTURJENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
DANPENGAWASANKETENAGAKERJAAN
JI. Jend. Gatot Subroto Kav. No.5 1 - JAKARTA
Kotak Pos. 4872 Jak. 12084 Telp. 5255733 Pes. 600 - Fax. (021) 5253913

KEPUTUSANDIREKTURJENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN


INDUSTRIALDAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

NO. : KEP. 3111BW/2002

TENTANG

SERTIFIKASIKOMPETENSI KESELAMATAN DAN KESEHATAN


KERJA TEKNISI LISTRIK

DIREKTURJENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL


DANPENGAWASANKETENAGAKERJAAN

Menimbang a. bahwa listrik mengandung potensi bahaya yang dapat mengancam


keselamatan tenaga kerja atau orang lain yang berada di dalam
IiDgkungan tempat kerja, dan mengancam keamanan bangunan
beserta isinya;

b. bahwa untuk menjamin keamanan dan keselamatan terhadap


iostalasi listrik, harns direncanakan, dipasang, diperiksa dan diuji
oIeh orang yang berkompeten dan memiliki ijin kerja sebagaimana
dimaksud dalam Standar Nasional Indonesia SNI 04-0225 Tabun
2000 tentang Persyaratan Dmwn Instalasi Listrik Taboo 2000
(pUlL 2000);

c. bahwa untuk itu periu dikeluarkan ketentuan dan persyaratan


kompetensi keselamatan dan kesebatan kerja bagi teknis listrik
yang ditetapkan dengan Surat Keputusan.

Mengingat 1. Undang-undang No.1 rabun 1970 tentang Keselamatan Kerja;

2. Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Permerintahan


Daerah;

754
3. Peraturan Pemerintah No. 25 Tabun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom;

4. Keputusan Presiden RI No. :228 taboo 2001 tentang Pembentukan


Kabinet Gotong Royong;

5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per. 04/Men.1995 tentang


Pemsahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja;

6. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. No. Kep-


23Menl2001, tentang Organisasi dan Tata kerja Departemen
Tenaga Kerj~ dan Transmigrasi;

7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. No. Kep-


75/Men/2002 tentang Berlakunya Standar Nasional Indonesia SNI
04-0225-2000 mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000
(PUlL 2000) di tempat kerja.

Menetapkan

PERTAMA Setiap teknisi yang diserahi tugas dan tanggungjawab dalam pekerjaan
pemasangan, pengoperasian, pemeliharaan, pemeriksaan, pengujian
dan perbaikan instalasi listrik hams memenuhi syarat kompetensi
keselamatan dan kesehatan kerja listrik yang dibuktikan dengan
sertifikat dan lisensi keselamatan dan kesehatan kerja listrik.

KEDUA a. Untuk mendapatkan sertiftkat dan lisensi sebagaimana dimaksud


pada amar pertama, teknisi listrik wajib mengikuti pembinaan
keselamatan dan kesehatan kerja listrik dan dinyatakan tulus;

b. Mata pelajaran dan syarat-syarat peserta pembinaan kesel.amatan


dan kesehatan kerja listrik seperti tercantum dalam lampiran
keputusan ini. .

KETIGA Penyelenggaraan pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja listrik


s~bagaimana dimaksud amar kedua dapat dilaksanakan oleh
perusahaanjasa keselamatan dan kesehatan kerja (PJK3) sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per. 04/Men/
1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

755
KEEMPAT Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan
apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan, akan diperbaiki
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Jakarta
Tanggal 6 September 2002

DIREKTURJENDERAL
PEMBINAAN HUBUNGANINDUSTRIAL
DAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

ttd.

MUZNITAMBUSAI
NIP. 140058574

756
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN
INDUSTRIALDAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
TENTANG SERTIFlKASI KOMPETENSI KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJATEKNISI LISTRIK
No. KEP-3IIBW12002
TANGGAL : 6 September 2002

KOMPETENSI, KURIKULUM DAN SYARATPESERTA


BIMBINGAN TEKNIK SERTIFlKASI K3 TEKNISI LISTRIK

A. KOMPETENSI

1. Umum
Dapat melakukan pekerjaan pemasangan, pengoperasian dan pemeliharaan
instalasi listrik secara benar dan aman bagi dirinya, orang lain, peralatan dan
aman dalam pengoperasiannya.

2. Akademik
Memahami secara baik tentang :
a. Potensi bahaya listrik
b. Cara pencegahan bahaya listrik
c. Prosedur kerja selamat
d. Membaca gambar
e. Memeriksa dan menguji instalasi listrik
f. Dasar-dasar teknik kelistrikan
g. Peraturan dan standar kelistrikan

3. Ketera,mpilan teknik
Dapat melakukan pekerjaan dengan benar antara lain:
a. Melaksanakan pekerjaan pemasangan instalasi listrik
b. Melaksanakan pekerjaan perawatan instalasi listrik
c. Mempergunakan alat ukur listrik
d. Mengoperasikan instalasi listrik
e. Mengidentifikasi dan mendeteksi bahaya listrik
f. Melakukan tindakan pertolongan pertama kecelakaan listrik

757
B. MATAPELAJARAN
1. Peraturan perundangan keselamatan dan
Kesehatan kerja listrik (ModulI) 2 jam
2. Dasar-dasar keselamatana dan kesehatan
kerja Iistrik (Modul 2) 3 jam
3. Dasar-dasar teknik instalasi listrik (MOOul 3) 3 jam
4. Identifikasi hahaya listrik (ModuI4) 2 jam
5. Sistem pengamanan (Modul 5) 5 jam
6. Persyaratan instalasi listrik ruang khusus (Modul 6) 3 jam
7. Sistem proteksi bahaya petir (MOOul 7) 2 jam
8. Klasifikasi pembebanan (Modul 8) 3 jam
9. Pengukuran listrik (Teori dan Praktek) (Modnl 9) 10 jam
10. Pertolongan Pertalna Kecelakaan Listrik (Modul 10) 2 jam
11. Evaluasi 3jam

Jumlah jam pelajaran (minimal) 40 jam

c. PERSYARATAN PESERTA
1. Sehat jasmani dan rohani
2. Berpendidikan serendah-rendahnya STM atau sederajat.
3. Pengalaman kerja sekurang-kurangnya 2 (dua) tabun sebagai tcknisi listrik.

Ditetapkan di Jakarta
Tanggal 6 September 2002

DIREKTURJENDERAL
PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
DANPENGAWASANKETENAGAKERJAAN

ttd.

MUZNITAMBUSAI
NIP. 140058574

758
MENTER' KETENAGAKERJAAN
REPUBUK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 31 TAHUN 2015
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR
PER.02/MEN/1989 TENTANG PENGAWASAN INSTALASI PENYALUR PETIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.. 02/MEN/1989


tentang Pengawasan Instalasi Penyalur Petir sudah tidak sesuai
dengan prosedur pelayanan keselamatan dan kesehatan kerja instalasi
penyalur petit;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
hurufa, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.02/MEN/1989 tentang
Pengawasan Instalasi Penyalur Petir;
Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 3 Taboo 1951 tentang Pernyataan
Berlakooya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Taboo 1948
No. 23 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4);
2. Undang-Undang Nomor 1 Taboo 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahoo 1970 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1918);
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 4279);
4.. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2015 tentang Kementerian
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia rahun 2015
Nomor 15);

759
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.02/MEN/1989 tentang
Pengawasan Instalasi Penyalur Petir;
6. Peraturan Menten Ketenagakerjaan Nomor 8 Tahun 2015 ten tang
Tata Cara Mempersiapkan Pembentukan Rancangan Undang-
Undang, Rancangan Peraturan Pernerintah, dan Rancangan Peraturan
Presiden Serta Pembentukan Rancangan Peraturan Menteri di
Kementerian Ketenagakerjaan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 411 );

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN TENTANG


PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA
NOMOR PER.02/MEN/1989 TENTANG PENGAWASAN
INSTALASI PENYALUR PETJR.

Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor
PER.02/MEN/1989 tentang Pengawasan Instalasi Penyalur Petir, diubah
sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Di antara Pasa149 dan Pasa150 disisipkan 2 (dua) Pasal dalam DAB
IX yakni Pasal 49A dan Pasal 49B, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal49A
Pembuatan, pemasangan, dan/atau perubahan instalasi penyalurpetir
hams dilakukan pemeriksaan dan pengujian oleh Pengawas
Ketenagakerjaan Spesialis K3 Listrik dan/atau Abli K3 bidang
Listrik.
Pasal49B
HasH pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud dalam
Pasa149A digunakan sebagai bahan pertimbangan pembinaan dan!
atau tindakan hukum oleh Pengawas Ketenagakerjaan
2. BAB Xdihapus.
3. BAB XI dihapus.

760
Pasalll
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menten ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal16 Oktober 20 15

MENTERI KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

M. HANIF DHAKlRI

Diundangkan di Jakarta
pada tangga120 Oktober 2015

DlREKTURJENDERALPERATURAN
PERUNDANG.. UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM
DAN HAKASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

BERITANEGARAREPUBLIK INDONESIATAHUN 2015


NOMOR 1533

SALINAN SESUAI DENGAN ASLINYA


KEPALA RO HUKUM,

N,SH
600324 198903 1 001

761
762
MENTERIKETENAGAKERJAAN
REPUBUK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 33 TAHUN 20J5
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN
NOMOR 12 TAHUN 201S TENTANG KESELAMATAt"J DAN
KESEHATAN KERJA LISTRIK DI TEMPAT KERJA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MARA ESA

MENTER} KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwaPeraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 12 Tabun 2015


tentang Keselamatan dan Kesehatan KerjaListrik di Tempat Kerja
sudah tidak sesuai dengan prosedur pelayanan keselamatan dan
kesehatan kerja listrik di tempat kerja;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam


hurufa, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Perubahan Atas
Pcraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor )2 Tahun 2015 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Listrik di Tempat Kerja;

Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pemyataan


Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948
No. 23 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran
NegaraRepubliklndonesiaTahun 19S1'Nomor4);

2. Undang-Undang Nomor 1 Tabun 1970 tentang Kcselamatan Kerja


(Lembaran Negara Republik Indonesia ]'ahun 1970 Nomor 1,
Tambahan Letnbaran Negara Republik Indonesia Nomor 1918);

3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 4279);

763
4. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2015 ten tang Kemcnterian
.Ketenagakerjaan (Lelnbaran Negara Republik Indonesia Tabun 2015
Nomor 15);

5. Peraturan Menten Ketcnagakerjaan Nomor 8 Tahun 2015 tcntang


Tata Cara Mempersiapkan Pembentukan Rancangan Undang-
Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan
Presiden Serta Pcmbcntukan Rancangan Peraturan Menteri di
Kementerian Ketenagakerjaan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 201 5 Nomor 411 );

6. Peraturan Mentcri Ketenagakerjaan Nomor 12 Tabun 2015 tentang


Keselamatan dan Kesehatan Kerja Listrik di Tempat Kcrja (Bcrita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 540);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN TENTANG


PERUBAHAN A T ASP ERA T U RAN MEN T E R I
KETENAGAKERJAAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LISTRIK DI
l"EMPAT KERJA.

Pasall
Ketcntuan Pasall 0 dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 12
1ahun 2015 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Listrik di Tempat
Kerja (Berita Negara Republik Indonesia Taboo 2015 Nomor 540)~
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

PasaltO
( 1) Pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh:
a. PengawasKetenagakerjaan Spesialis K3 Listrik;
b. AbU K3 bidang Listrik pada Perusahaan; danlatau
c. Ahli K3 bidangListrikpadaP1K3.
(2) Pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan:
8.. sebelum penyerahan kepada pemilikJpengguna;
b. setelah adaperubahanlperbaikan; dan

764
c. secara berkala
(3) HasH pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) digunakan sebagai bahan pcrtimbangan pembinaan dan/atau
tindakan hukum oleh Pengawas Ketenagakerjaan.
(4) Dihapus.
(5) Dihapus.
Pasalll
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tangga} diundangkan.
Agar setiap orangmengetahuinya, memerintahkanpengundangan
Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
'Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada taogga) 16 Oktober 2015
MENTER! KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

M. HANIF DHAKlRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 Oktober 2015
DIREKTUR, JENDERAL PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN I-IUKUM
DAN HAKASASI MAN'USIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDOI)O EKATJAHJANA

BERITA NEGARAREPUBLIK INDONESIA l'AHUN 2015 NOMOR 1535

765
MENTERIKETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KETENAGAKER,JAAN


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 33 TAHUN 2015
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KETENAGAKERJAAN
NOMOR 12 TAI-IUN 2015 TENTANG KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA LISTRIK DJ TEMPAT KERJA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERl KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang a. bah\.va Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 12


Tahun 2015 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Listrik di Tempat Kerja sudah tidak sesuai
dengan prosedur pelayanan keselamatan dan
kesehatan kerja listrik di tempat kerja;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan
dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan
Menteri tentang Perubahoan Atas Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Nomor 12 Tahun 2015 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Listrik di Tempat
Kerja;

1. Undang-Undang Nomor 3 'rahun 1951 tentang


Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan
Perburuhan Tahun 1948 No. 23 dari
Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4);

766
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1918);
3. Undang-Undang Nemor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomer 39, Tambahan
Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 4279);
4. Peraturan Presiden Nemer 18 Tahun 2015 tentang
Kementerian Ketenagakerjaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 15);
5. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomer 8 Tahun
2015 tentang Tata Cara Mempersiapkan Pembentukan
Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden Serta
Pembentukan Rancangan Peraturan Menteri di
Kementerian Ketenagakerjaan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 411);
6. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomer 12 Tahun
2015 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Listrik
di Tempat Kerja (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 540);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN TENTANG


PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI
KETENAGAKERJAAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LISTRIK DI
TEMPAT KERJA.

767
PasalI

Ketentuan Pasal 10 dalam Peraturan Menteri


Ketenagakerjaan Nomor 12 Tahun 2015 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Listrik di Tempat Ketja
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 540),
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 10
(1) Pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh:
a. Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3 Listrik;
b. Abli K3 bidang Listrik pada Pen.lsahaan;
dan/atau
c. Abli K3 bidang Listrik pada PJK3.
(2) Pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan:
a. sebelum penyerahan kepada pemilik/ pengguna;
b. setelah ada perubahan/perbaikan; dan
c. secara berkala.
(3) HasH pemeriksaan dan pengujian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) digunakan bahan
pertimbangan pembinaan dan/ a tau tindakan hukum
oleh Pengawas Ketenagakerjaan.
(4) Dihapus.
(5) Dihapus.

Pasal II

Peraturan Menteri inimulai berlaku pada tanggal


diunda.ngkan.

768
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 Oktober 2015

MENTERIKETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

M. HANIF DHAKIRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 Oktober 2015

DIREKTUR ..JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1535

SALINAN SESUAI DENGAN ASLINYA


LA 0 HUKU'M,

769
770
MENTERI KETENAGAKERJAAN
REPUBlIK INDONESIA

PERATURAN MENTER! KETENAGAKERJAAN


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2016
TENTANG
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KER\lA DALAM
PEKERJAAN PADA KETINGGIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) hUfUf

i dan Pasal 3 ayat (1) hUfUf a Undang-Undang Nomor 1


Tabun 1970 tentang Keselamatan Kerja perlu menetapkan
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Dalam Pekerjaan Pada Ketinggian;

Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang


Pemyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan
Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 Dari Republik
Indonesia Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan KeIja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1918);

771
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagaketjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4279);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara
RepubHk Indonesia Nomor 5309);
6. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 8 Tahun
2015 tentang Tata Cara Mempersiapkan Pembentukan
Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden Serta
Pembentukan Rancangan Peraturan Menteri di
Kementerian Ketenagakerjaan (Serita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 411);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN TENTANG


KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DALAM
PEKERJAAN PADA KETINGGIAN.

772
BABI
KETENTUAN UMUM

Pasall
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya
disingkat K3 adalah segaia kegiatan untuk menjamin
dan melindungi keselamatan dan kesehatan Tenaga
Kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja.
2. Bekerja Pada Ketinggian adalah kegiatan atau aktifitas
pekerjaan yang dilakukan oleh Tenaga Kerja pada
Tempat Kerja di permukaan tanah atau perairan yang
terdapat perbedaan ketinggian dan memiliki potensi
jatuh yang menyebabkan Tenaga Kerja atau orang lain
yang berada di Tempat Kerja cedera atau meninggal
dunia atau menyebabkan kerusakan harta benda.
3. Perangkat Pelindung Jatuh adalah suatu rangkaian
peralatan untuk melindungi Tenaga Kerja, orang lain
yang berada di Tempat Kerja dan harta benda ketika
Bekerja Pada Ketinggian agar terhindar dari
kecelakaan dan kerugian fmansial.
4. Perangkat Pencegah Jatuh adalah suatu rangkaian
peralatan UDtuk mencegah Tenaga Kerja memasuki
wilayah berpotensi jatuh agar terhindar dan
kecelakaan dan kerugian finansial.
5. Perangkat Penahan Jatuh adalah suatu rangkaian
peralatan untuk mengurangi dampak jatuh Tenaga
Kerja agar tidak cidera atau meninggal dunia.
6. Alat Pelindung Diri yang selanjutnya disingkat APD
adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk
melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi
sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di
Tempat Kerja.

773
1. Lantai Kerja Tetap adalah semua permukaan yang
dibangun aUiu tersedia untuk digunakan secara
berulang kali dalam durasi yang lama
8. Lantai Kerja Sementara adalah semua permukaan
yang dibangun atau tersedia untuk digunakan dalam
durasi yang tidak lama, terbatas pada jenis pekerjaan
tertentu atau ada kemungkinan rnntuh.
9. Angkur yang digunakan untuk bekerja pada ketinggian
yang selanjutnya disebut angkur adalah tempat
menambatkan Perangkat Pelindung Jatuh yang terdiri
atas satu titik tambat atau Iebih yang ada di alam,
struktur ban~an atau sengaja dibuat dengan
rekayasa teknik pada waktu atau pasca pembangunan
gedung.
10. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang
dan I atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan
sendiri maupun untuk masyarakat.
11. Pengusaha adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau hadan
hukum yang menjalankan suatu perusahaan
milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau hadan
hukum yang secara berdin sendiri menjalankan
perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau hadan
hukum yang berada di Indonesia mewakili
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a dan b yang berkedudukan di luar wilayah
Indonesia.
12. Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas
memimpin langsung sesuatu Tempat Ketja atau
bagiannya yang berdiri sendiri.
13. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang selanjutnya
disebut Pengawas Ketenagakerjaan adalah Pegawai

774
Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan dalam
jabatan fungsional Pengawas Ketenagakerjaan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
14. Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3 Lingkungan
KeJja adalah Pengawas Ketenagakerjaan yang
mempunyai keahlian khusus di bidang K3 lingkungan
kerja yang berwenang untuk melakukan kegiatan
pembinaan, pemeriksaan, dan pengujian bidang
lingkungan kerja serta pengawasan" pembinaan" dan
pengembangan sistcm pengawasan ketenagakeJjaan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
15. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang
selanjutnya disebut Ahli K3 adalah tenaga teknis
berkeahlian .khusus dari luar instansi yang
membidangi ketenagakerjaan yang ditunjuk oleh
Menten.
16. Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan,
tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana
Tenaga Kerja bekerja, atau yang sering dimasuki
Tenaga Kerja untuk keperluan suatu usaha dan
dimana terdapat sumber-sumber bahaya.
17. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia yang
selanjutnya disingkat SKKNI adalah rumusan
kemampuan . kerja yang mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian serta
sikap kerja yang relcvan dengan pelaksanaan tugas
dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan
ketentuan peraturan penmdang-undangan.
18. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang
membidangi pembinaan pengawasan ketenagakerjaan
dan keselamatan dan kesehatan kerja.
19. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.

775
Pasal2
Pengusaha dan/atau Pengurus wajib menerapkan K3
dalam Bekerja Pada Ketinggian.

Pasal3
Bekexja Pada Ketlnggian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 wajib memenuhi persyaratan K3 yang meliputi:
a. perencanaan;
b. prosedur keIja;
c. teknik bekerja amant
d. APD, Perangkat Pelindung Jatuh, dan Angkur; dan
e. Tenaga Kerja.

BAB II
PERENCANAAN

Pasal4
(1) Pengusaha dan/stau Pengurus wajib memastikan
bahwa semus kegiatan Bekerja Pada Ketinggian yang
menjadi tanggung jawabnya telah direncanakan
dengan tepat, dilakukan dengan cara yang aman, dan
diawasi.
(2) Pengusaha dan I atau Pengurus wajib memastikan
bahwa Bekerja Pada Ketinggian hanya dilakukan jika
situasi dan kondisi kerja tidak membahayakan
keselamatan dan kesehatan Tenaga Kerja dan orang
lain.

PasalS
(1) Pengusaha dan/atau Pengurus wajib memperhatikan
dan melaksanakan penilaian risiko dalam kegiatan
atau aktifitas pekerjaan pada ketinggian.
(2) Pengusaha dan I atau Pengurus wajib memastikan
bahwa Bekerja Pada Ketinggian sebagaimana
dimaksud dalam Pasa! 2 hanya dilakukan jika

776
pekerjaan dimaksud tidak dapat dilakukan di lantai
dasar.
(3) Dalam hal pekerjaan dilakukan pada ketinggian,
Pengusaha dan/atau Penguros wajib melakukan
langkah-Iangkah yang tepat dan memadai untuk
mencegah kecelakaan kerja.
(4) Langkah-langkah untuk mencegah kecelakaan kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak terbatas
pada:
a. memastikan bahwa pekerjaan dapat dilakukan
dengan aman dan kondisi ergonomi yang
memadai melalui jalur masuk (access) atau jalur
keluar (egress) yang telah disediakan; dan
b. memberikan peralatan keselamatan kerja yang
tepat untuk mencegah Tenega Kerja jatuh jika
pekeIjaan tidak dapat dilakukan pada tempat
atau jalur sebagaimana dimaksud pada huruf a.
(5) Dalam hal langkah-langkah sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) tidak dapat menghilangkan risiko
jatuhnya Tenaga Kerja, Pengusaha dan/atau Pengurus
wajib:
a. menyediakan peralatan kerja untuk
meminimalkan jarak jatuh atau mengurangi
konsekuensi dari jatuhnya Tenaga Kerja; dan
b. menerapkan sistem izin kerja pada ketinggian dan
memberikan instruksi atau melakukan hal
lainnya yang berkenaan dengan kondisi
pekerjaan.

777
BABm
PROSEDUR KERJA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal6
(I) Pengusaha dan/atau Pengurus wajib mempunyai
prosedur kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
hUruf b secara tertuIis untuk melakukan pekerjaan
pad~ .ke.tinggian.
(2) Prosedur kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. teknik dan cara perlindungan jatuh;
b. cara pengelolaan peralatan;
c. teknik dan cara melakukan pengawasan
pekerjaan;
d. pengamanan Tempat Kerja; dan
e. kesiapsiagaan dan tanggap darurat.
(3) Pengusaha danl atau Pengurus wajib memastikan
bahwa prosedur kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diketahui dan dipahami dengan baik oleh
Tenaga Kerja danI atau orang yang terlibat dalam
pekeIjaan sebelum pekerjaan dimulai.

Bagian Kedua
Daerah Berbahaya

Pasal7
(1) Setiap Pengusaha dan/atau Penguros wajib
memasang perangkat pembatasan daerah kelja untuk
mencegah masuknya orang yang tidak
berkepentingan.
(2) Pembatasan daerah keIja sebagaimana dimak:sud ayat
(1) dibagi menjadi 3 (tiga) kategori wilayah

778
berdasarkan tingkat bahaya dan dampak terhadap
keselamatan umum dan Tenaga Kerja.
(3) Pembagian kategori wilayah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) meHputi:
a. wilayah bahaya, merupakan daerah perge~an

Tenaga Ketja dan barang untuk bergerak vertikal,


bergerak horizontal, dan titik penambatan;
b. wilayah waspada, merupakan daerah antara
wilayah bahaya dan wilayah aman yang luasnya
diperhitungkan sedemikian rupa agar benda yang
terjatuh tidak masuk ke wilayah aman; dan
c. wilayah aman, merupakan daerah yang terhindar
dari kemungkinan kejatuhan benda dan tidak
mengganggu aktivitas Tenaga Kerja;
(4) Pembagian wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) wajib dibuat denah horizontal dan denah vertikal
di lokasi kerja sebagai pedoman bagi Tenaga Kerja,
penanggung jawab lokasi, dan Pengawas
Ketenagakerjaan.
(5) Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
dan huru! b hanya boleh dimasuki oleh Tenaga Kerja
dan Pengawas' Ketenagaketjaan.
(6) Batas wilayah sebagaimana dimaksud pada a:rat (3)
diberl tanda yang mudah terUhat dan dipahami oleh
setiap orang yang melintas atau berada di sekitar
lokasi kerja.

Bagian Ketiga
Benda Jatuh

PasalS
(1) Pengusaha dan/atau Pengurus wajib memastikan
bahwa tidak ada benda jatuh yang dapat
menyebabkan cidera atau kematian.
(2) Pengusaha dan/atau Pengurus membatasi berat

779
barang yang boleh dibawa Tenaga Kerja pada
tubuhnya di luar berat APD dan slat pelindung jatuh
maksimum 5 pima} ldlogram.
(3) Dalam hal berat barang melebihi 5 (lima) kilogram,
harns dinaikkan atau diturunkan dengan
menggunakan sistem katrol.

Bagian Keempat
Kesiapsiagaan dan Tanggap Darurat

Pasal9
(1) Pengusaha dan/atau Pengurus wajib membuat
rencana tanggap darurat secara tertulis.
(2)' Rencana tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada
ayat (I) paling sedikit memuat
a. daftar Tenaga Kerja untuk melakukan
pertolongan korban pada ketinggian;
b. peralatan yang wajib disediakan untuk
menangani kondisi darurat yang paling mungkin
teIjadi;
c. fasilitas Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
(p3K) serta sarana evakuasi;
d. nomor telepon dari pihak-pihak terkait dalam
penanganan tanggap darorat; dan
e. denah lokasi dan jalur evakuasi korban menuju
rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut.
(3) Rencana tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) wajib dipahami oleh Tenaga Kerja yang
terlibat dalam pekeIjaan..
(4) Pengusaha dan/atau Pengurus wajib memastikan
kesiapsiagaan tim tanggap darurat pada saat
berlangsung pekeJjaan pada ketinggian.
(5) Pengusaha danl atau Pengurus wajib melakukan
evaluasi ulang persyaratan K3 sebagaimana dimaksud
dalam Pasa! 3.

780
BABIV
TEKNIK BEKERJA AMAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasa110
(1) Pengusaha dan/atau Pengurus wajib memastikan dan
melaksanakan teknik bekerja aman untuk mencegah
Tenaga Kerja jatuh atau mengurangi dampak jatuh
dan ketinggian.
(2) Teknik bekerja aman sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. bekerja p~da Lantai Kerja Tetap;
b. bekerja pada Lantai Kerja Sementara;
c. bergerak secara vertikal atau horizontal menuju
atau meninggalkan lantai kerja;
d. bekerja pada posisi miring; dan
e. bekerja dengan akses tali.

Bagian Kedua
Bekerja Pada Lantai Kerja Tetap

Pasalll
(1) Upaya untuk mencegah jatuh pada Lantai Kerja Tetap
dapat berupa:
a. pemasangan dinding atau tembok pembatas,
pagar pengaman yang stabil dan kuat yang dapat
mencegah Tenaga Kerja jatuh dari Lantai Kerja
Temp;
b. memastikan setiap Tempat Kerja sudah memiliki
jalur masuk (access) atau jalur keluar (egress)
yang aman dan ergonomis; dan
c. memastikan panjang tali pembatas gerak (work

781
restraint) tidak melebihi jarak antara titik Angkur
dengan tepi bangunan yang berpotensi jatuh.
(2) Upaya mengurangi dampak jatuh dari ketinggian
dapat menggunakan alat penahan jatuh kolektif
berupa jaring atau bantalan.

Bagian Ketiga
Bekelja Pada Lantai Kelja Sementara

Pasal12
(1) Upaya untuk mencegah jatuh dari Lantai Kerja
Sementara dapat menggun~an slat penahan jatuh
perorangan berupa:
a. tali ulur tarik otomatis (retractable lanyard); at&u
b. tali ganda dengan pengait dan peredam kejut
(double lanyard with hook and absorbeJ).
(2) Penggunaan tali ulur tank otomatis (retractable
lanyard) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hum! a
harus dipastikan jarak dan ayunan jatuh yang aman.
(3) Penggunaan tali ganda dengan pengait dan peredam
kejut (double lanyard with hook· and absorbei)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, pengait
harus ditambatkan lebih tinggi darl kepala.
(4) Dalam hal Angkur untuk pengait sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) tidak tersedia, pengait dapat
ditambatkan pada ketinggian sejajar dada.

Pasal13
Lantai Kerja Sementara dan struktur pendukungnya tidak
boleh menimbulkan risiko runtuh atau terjadi perubahan
bentuk atau dapat mempengaruhi keselamatan
penggunaan.

782
Paragraf 1
Permukaan Rapuh, Perancah, dan Tangga

Pasal14
Pengusaha dan/atau Pengurus wajib memastikan tidak ada
Tenaga Kerja yang mendekati, melewati, dan melakukan
pekerjaan pada atau dekat dengan perrnukaan yang rapuh.

Pasal1S
(1) Pengusaha dan/atau Pengurus wajib memastikan
pekerjaan pada ketinggian yang menggunakan
perancah dan/atau tangga memenuhi persyaratan K3.
(2) Persyaratan K3 perancah dan/atau tangga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf2
Bekerja Pada Ketinggian Oi Alam

Pasal16
Pengusaha dan/atau Pengurus wajib memastikan Tenaga
Kerja yang melakukan pekerjaan pada ketinggian di alarn
melaksanakan persyaratan K3 sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri mi.

Bagian Keempat
Bergerak Secara Vertikal Atau Horizontal
Men-qju Atau Meninggalkan Lantai KeIja

Pasal17
(1) Pengusaha dan/atau Pengurus wajib menyediakan
alat pengangkut orang untuk pergerakan Tenaga Kerja
menl.\iu atau meninggalkan lantai kerja.
(2) Dalam hal jenis pekerjaan dan kondisi tertentu tidak
dapat dipasang alat pengangkut orang sebagaimana

783
dimaksud pada ayat (1), pergerakan Tenaga Kerja
dapat dilakukan dengan teknik bergerak sebagai
berikut:
a. Perangkat Penahan Jatuh perorangan vertika1;
b. Perangkat Penahan Jatuh perorangan horizontal;
c. alat penahan jatuh perorangan dengan tali ganda
pengait dan peredam kejut;
d. Perangkat Penahan Jatuh perorangan dengan
pemanjatan terpandu (lead climbing); dan
e. Perangkat Penahan Jatuh perorangan dengan tali
ulur tank otomatis.
(3) Teknik bergerak sebagaimana dimaksud pada qat (2)
harns dilengkapi dengan alat atau mekanisme
peredam kejut

Pasa118
(1) Teknik bergerak dengan menggunakan Perangkat
Penahan Jatuh perorangan vertikal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a hams
dipastikan:
a. Angkur ditempatkan pacta garis lurus vertikal
dengan posisi Tenaga Kerja;
b. sudut deviasi maksimum dari garis Iurus vertikal
sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak boleh
lebih dati 15 (lima belas) derajat; dan
c. setiap perangkat hanya digunakan oleh seorang
Tenaga Kerja.
(2) Teknik bergerak dengan menggunakan Perangkat
Penahan Jatuh perorangan horizontal sebagaimana
dimaksud dalam Pasa! 17 ayat (2) humf b hams
dipastikan:
a. mampu menahan beban jatuh sejumlah pekerja
yang terhubungj dan
b. jarak bentangan antara 2 (dua) titik Angkur tidak
boleh Iebih dari 30 (tiga puluh) meter.

784
(3) Teknik bergerak dengan menggunakan alat penahan
jatuh perorangan dengan tali ganda pengait dan
peredam kejut sebagaimana dimaksud dalam Pasa! 17
ayat (2) huruf c hams dipastikan:
a. pengait harns ditambatkan Iebih tinggi dari
kepala atau ditambatkan pada ketinggian sejajar
dada;
b. kedua pengait tidak ditambatkan pada struktur
yangsama;
c. pengait tidak ditambatkan pada struktur yang
dapat menambah jarak jatuh;
d.. pengait ditambatkan secara bergantian ketika
bergerak;.dan
e.. sling Angkur dapat digunakan apabila pengait
tidak cukup lebar untuk dikaitkan langsung ke
struktur.
(4) Teknik bergerak dengan menggunakan Perangkat
Penahan Jatuh perorangan dengan pemanjatan
terpandu (lead climbing) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (2) huruf d harus dipastikan:
a. sling Angkur hams cukup kuat menahan beban
jatuh;
b. posisi slip.g Angkur terakhir harus Iebih tinggi
dari kepala atau ditambatkan pada ketinggian
sejajar dada;
c. tali keselamatan terhubung dengan alat
pemegang tali yang mencengkeram secara
otomatis apabila terbebani;
d.. alat pemegang tali keselamatan terhubung
langsung ke Angkur yang mampu menahan
bebanjatuh;dan
e.. alat pemegang tali keselamatan dioperasikan oleh
pemandu. (bellayer) yang mengatur jarak jatuh
seminimal mungkin tetapi masih cukup nyaman
untuk bergerak..

785
(5) Teknik bergerak dengan menggunakan Perangkat
Penahan Jatuh perorangan dengan tali ulur tarik
otomatis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat
(2) huruf e harus dipastikan jarak dan ayunan jatuh
yangaman.

Bagian Kelima
Bekerja Pads Posisi Miring

Pasal19
(1) Bekerja pada posisi miring dapat dilakukan dalam hal
bekerja pada Lantai Kerja Tetap atau Lantai Kerja
Sementara tidak dapat dilakukan atau pekerjaan
mengharuskan Tenaga KeIja bekeIja pada posisi
miring.
(2) Dalam hal bekerja pada posisi miring tidak dapat
dihindari, Tenaga Kerja wajib menggunakan Perangkat
Penahan Jatuh perorangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 dan alat pemosisi kerja.
(3) Alat pemosisi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) berupa tali yang dapat menahan beban Tenaga
Kerja dan peralatan yang dibawa agar dapat bekerja
dengan aman dan nyaman.

Bagian Keenam
Bekerja Dengan Akses Tali

Pasal20
(1) BekeIja dengan akses tali dapat dilakukan dalam hal
bekerja pada Lantai Kerja Tetap atau Lantai Kerja
Sementara tidak dapat dilakukan atau pekerjaan
mengharuskan Tenaga Kerja bekerja dengan akses
tali.
(2) Dalam hal bekerja dengan akses tali tidak dapat
dihindari, maIm wajib memenuhi persyaratan:

786
a. mempunyai 2 (dua) tali (line) masing-masing
tertambat pada minimal 2 (dua) titik tambat
terpisah bempa:
1) tali keselamatan, yang dilengkapi dengan
perangkat perlindungan jatuh perorangan
bergerak (mobile personal fall arrester) yang
mempunyai mekanisme terkunci sendiri
mengikuti pergerakan Tenaga Kerja; dan
2) tali kerja, yang dilengkapi dengan alat untuk
naik dan turun.
b. menggunakan sabuk tubuh (full body harness)
yang sesuai.

BABV
ALAT PELINDUNG DIRI,
PERANGKAT PELINDUNG JATUH, DAN ANGKUR

Bagian Kesatu
Alat Pelindung Diri

Pasal21
(1) Pengusaha dan/atau Pengurus wajib menyediakan
APD secara cuma-cuma dan memastikan Tenaga Kerja
menggunakan APD yang sesuai dalam melakukan
pekerjaan pada ketinggian.
(2) APD sebagaimana dimaksud pada a18t (I)
dllaksanakan sesum dengan ketentuan peraturan
penmdang-undangan.

787
Bagian Kedua
Perangkat Pelindung Jatuh

Paragraf 1
Umum

Pasa122
Pengusaha dan/atau Pengurus wajib memastikan
Perangkat Pelindung Jatuh memenuhi persyaratan K3.

Pasal23
Perangkat Pelindung Jatuh terdiri atas:
a. Perangkat Pencegah Jatuh kolektif dan Perangkat
Pencegah Jatuh perorangan; dan
b. Perangkat Penahan Jatuh kolektif dan Perangkat
Penahan Jatuh perorangan.

Paragraf2
Perangkat Pencegah Jatuh Kolektif

Pasal24
Perangkat Pencegah Jatuh kolektif sebagaimana dimaksud
dalam Pasa1 23 huruf a haIUS memenuhi persyaratan:
a. dinding, tembok pembatas, atau pagar pengaman
dengan tinggi minimal 950 (sembilan ratus lima puluh)
milimeter;
b. pagar pengaman harus mampu menahan beban
minimal 0,9 (nol koma sembilan) kilonewton;
c. celah pagar memiliki jarak vertikal maksimal 470
(empat ratus q,Ijuh puluh) milimeter; dan
d. tersedia pengaman lantai pencegah benda jatuh
(toeboard) cukup dan memadai.

788
Paragraf3
Perangkat Pencegah Jatuh Perorangan

Pasal25
Dalam hal Perangkat Pencegah Jatuh kolektif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 tidak tersedia, Tenaga Kerja
wajib menggunakan Perangkat Pencegah Jatuh perorangan
yang paling sedikit terdiri atas:
a. sabuk tubuh (full body harness); dan
b. tali pembatas gerak (work restraint).

Paragraf4
Perangkat Penahan Jatuh Kolektif

Pasal26
(1) Perangkat Penahan Jatuh kolektif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 huruf b berupa jala atau
bantalan yang terpasang pada arab jatuhan.
(2) Perangkat Penahan Jatuh kolektif sebagaimana
dimaksud pada ayat (I) harus memenuhi persyaratan:
a. dipasang secara aman ke semua Angkur yang
diperlukan; dan
b. mampu menahan beban minimal 15 (lima belas)
kilonewton dan tidak mencederai Tenaga Kerja
yangjatuh.

Paragraf 5
Perangkat Penahan Jatuh Perorangan

Pasal27
(1) Perangkat Penahan Jatuh perorangan sebagaimana
dimaksud d.al:am Pasal 23 huruf b harus mampu
menahan beban jatuh minimal 15 (lima belas)
kilonewton.

789
(2) Perangkat Penahan Jatuh perorangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. bergerak vertika1;
b. bergerak horizontal;
c. tali ganda dengan pengait dan peredam kejut;
d. terpandu; dan
e. ulur tarik otomatis.
(3) Perangkat Penahan Jatuh perorangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a harus mempunyai alat
pengunci otomatis yang membatasi jarak jatuh Tenaga
Kerja maksimall,2 (satu koma dual meter.
(4) Perangkat Penahan Jatuh perorangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b hams mempunyai alat
pengunci otomatis yang mencengkeram tali pada
posisi jatuh.
(5) Perangkat Penahan Jatuh perorangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf chams mempunyai
panjang maksimal 1,8 (satu koma delapan) meter dan
mempunyai sistem penutup dan pengunci kait
otomatis.
(6) Perangkat Penahan Jatuh perorangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf d harus menggunakan
tali kennantle yang mempunyai elastisitas memanjang
minimal 5% (lima persen) apabila terbebani Tenaga
Kerja yang jatuh.
(7) Perangkat Penahan Jatuh perorangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf e harus mempunyai
sistem pengunci otomatis yang membatasi jarak jatuh
maksimal 0,6 (nol koma enam) meter.

Bagian Ketiga
Angkur

Pasal28
(1) Angkur terdiri atas:

790
a. Angkur permanen; dan
b. Angkur tidak pennanen.
(2) Angkur harus mampu menahan beban minimal 15
(lima betas) kilonewton.
(3) Dalam hal Angkur lebih dari 1 (satu) titik hams
mampu membagi beban yang timbul.

Pasal29
(1) Angkur permanen sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28 ayat (1) huruf a harus:
a. dilakukan pemeriksaan dan pengujian pertama;
b. memiliki akte pemeriksaan dan pengujian; dan
c. dilakukan pemeriksaan dan pengujian secara
berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 2 (dua)
tahun.
(2) Pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Pengawas
Ketenagakerjaan Spesialis K3 Lingkungan Kerja.
(3) Dalam hal Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3
Lingkungan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tidak tersedia, pemeriksaan dan pengujian dapat
dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis
K31ainnya.
(4) Dalam hal Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3
Lingkungan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3
lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
tersedia, pemeriksaan dan pengujian dapat dilakukan
oleh Ahli K3 pada perusahaan dan/atau perusahaan
jasa K3 sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal30
Angkur tidak permanen sebagaimana dimaksud dalam
Paw 28 ayat (1) huruf b dipakai pada saat Angkur

791
permanen tidak tersedia dan hams diperiksa serta
dipastikan kekuatannya.

BABVI
TENAGA KERJA

Pasa131
Pengusaha dan!atau Pengurus wajib menyediakan Tenaga
Kerjayang:
a. kompeten; dan
b. berwenang di bidang K3;
dalam pekerjaan pada ketinggian.

Pasal32
(1) Tenaga Kerja yang kompeten sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 humf a hams mengacu pada standar
kompetensi sesuai ketentuan peraturan perundang...
undangan.
(2) Tenaga Kerja yang kompeten sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibuktikan dengan sertiflkat kompetensi.
(3) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diperoleh mela1ui 'liji kompetensi oleh lembaga
yang berwenang sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal33
(1) Tenaga Kerja yang berwenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 huruf b dibuktikan dengan Lisensi K3
yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal.
(2) Lisensi K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang untukjangka waktu yang sama.

792
Pasal34
Ketentuan Tenaga Kerja bidang perancah, gondola, dan
pesawat angkat angkut dilaksanakan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal35
Tenaga Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasa! 31
meliputi:
a. Tenaga Ke~a bangunan tinggi tingkat 1 (satu);
b. Tenaga Kerja bangunan tinggi tingkat 2 (dua);
c. Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 1 (satu);
d. Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 2 (dua); dan
e. Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 3 (tiga).

Pasal36
(1) Tenaga Kerja bangunan tinggi tingkat 1 (satu)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a
merupakan Tenaga Kerja yang bekerja pada Lantai
Kerja Tetap dan/atau Lantai Kerja Sementara.
(2) Tenaga Kerja bangunan tinggi tingkat 1 (satu)
sebagaimana 'dimaksud pada ayat (1) mempunyai
tugas dan kewenangan:
a. bekerja pada Lantai Kerja Tetap dan/atau pada
Lantai Kerja Sementara dengan alat pelindung
jatuh berupa jala, bantalan, atau tali pembatas
gerak (work restraint); dan
b. bergerak menuju dan meninggalkan Lantai Kerja
Tetap atau Lantai Kerja Sementara dengan
menggunakan tangga.

Pasa137
(1) Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat 2 (dua)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 hurnf b
merupakan Tenaga Kerja yang bekerja pada Lantai Kerja
Tetap dan/atau Lantai Kerja Sementara serta bekerja

793
atau bergerak menuju dan meninggalkan lantai kerja
tetap atau sementara secara horizontal atau vertikal
pada struktur bangunan atau dengan posisi atau tempat
kerja miring.
(2) Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat 2 (dua)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas
dan kewenangan:
a. bekerja pada Lantai Kerja Tetap dan/atau pada
Lantai Kerja Sementara dengan alat pelindung jatuh
bempa jaJa, bantalan, atau tali pembatas gerak (work
restraint);
b. bergerak menuju dan meninggalkan Lantai Kerja
Tetap atau· Lantai Kerja Sementara dengan
menggunakan tangga;
c. bergerak menuju dan meninggalkan lantai kerja tetap
atau sementara secara horizontal atau vertikal pada
struktur bangunan;
d. bekerja pada posisi atall tempat kerja miring;
e. menaikkan dan menurunkan barang dengan sistem
katrolj dan
f. melakukan upaya pertolongan dalam keadaan
darurat.

Pasal38
Tenaga Kerja pada ketinggian sebagaimana dimaksud
dalam Pasa! 35 huruf c, huruf d, dan huruf e, merupakan
Tenaga Kerja yang mampu bekerja dan berwenang bekerja
pada Lantai Kerja Tetap, Lantai Kerja Sementara, bergerak
menuju dan meninggalkan Lantai Kerja Tetap atau Lantai
Kerja Sementara secara horizontal atau vertikal pada
struktur bangunan, beketja pada posisi atau tempat kerja
miring, akses tali dan/atau menaikkan dan menurunkan
barang dengan sistim katrol atau dengan bantuan tenaga
mesin, dengan tugas dan kewenangan:
a. Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 1 (satu):

794
1) membuat Angkur di bawah pengawasan Tenaga
Kerja pada ketinggian tingkat 2 (dua) dan/atau
Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 3 (tiga)j dan
2) melakukan upaya pertolongan din sendiri;
b. Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 2 (dua):
1) membuat Angkur secara mandiri;
2) mengawasi Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat
1 (satu) dalam pembuatan Angkur;
3) mengawasi Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat
1 (satu); dan
4) melakukan upaya pertolongan dalam keadaan
darurat pada ketinggian untuk tim kerja.
c. Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 3 (tiga):
1) menyusun perencanaan sistim keselamatan
Bekerja Pada Ketinggian;
2} melakukan pemeriksaan Angkur untuk keperluan
internal;
3) mengawasi Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat
2 (dua) dan/atau Tenaga Kerja pada ketinggian
tingkat 1 (satu); dan
4) melakukan upaya pertolongan dalam keadaan
darurat pada ketinggian.

BAB VII
PENGAWASAN

Pasal39
Pengawasan terhadap ditaatinya Peraturan Menteri ini
dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

795
Pasal40
Dalam hal Pengawas Ketenagakerjaan menemukan
pelanggaran terhadap syarat-syarat K3 yang diatur dalam
Peraturan Menteri ini. Pengawas KetenagakeJjaan dapat
menghentikan sementara kegiatan sampai dipenuhinya
syarat-syarat K3 oleh Pengusaha dan/atau Pengurus.

BAS VIII
SANKSI

Pasal41
Pengusaha dan/ atau Pengurus yang tidak memenuhi
ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dikenakan sankai
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahuo. 1970
tentang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

BABIX
KETENTUAN PERALlHAN

Pasal42
(I) Lisensi K3 yang telah diterbitkan sebelum Peraturan
Menteri ini tetap berlaku sampai dengan habis masa
berlakunya dan dapat diperpanjang dengan mengikuti
persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri ini.
(2) Lisensi teknisi akses tali 1 (satu), teknisi akees tali 2
(dua), dan teknisi akses tali 3 (tiga) yang diterbitkan
sebelum Peraturan Menteri ini, menjadi lisensi Tenaga
Kerja pada ketinggian tingkat 1 (satu), Tenaga Kerja
pada ketinggian tingkat 2 (dua), dan Tenaga Kerja
pada ketinggian tingkat 3 (tiga).

796
Pasal43
(1) Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)
Di Sektor Ketenagakerjaan Bidang Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Sub Bidang Bekerja Di Ketinggian
sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
KEP.325/MEN/XII/2011 diberlakukan paling lama 2
(dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.
(2) Sebelum di~lakukannya SKKNI sebagaimana
dimaksud pada ayat (I), dapat diterbitkan sertifikat
pembinaan K3 ~leh Direktur Jenderal dengan
ketentuan telah mengikuti pembinaan K3.
. (3) Pedoman pembinaan K3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dati Peraturan Menteri ini.

BABX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal44
Pada saat Peraturan Menten ini mulai berlaku, Keputusan
Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagaketjaan
Nomor KEP.45/DJPPK/IX/2008 tentang Pedoman
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bekerja Pada Ketinggian
Dengan Menggunakan Akses Tali (Rope Access), dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasa145
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

797
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Maret 2016

MENTERIKETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

M. HANIF DHAKIRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Maret 20 16

DIREKTUR JENDERAL
PERATURANPERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 386

SESUAI DENGAN ASLINYA


o HUKUM,

N,SH
NIP. 19600324 198903 1 001

798
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2016
TENTANG
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DALAM
PEKERJAAN PADA KETINGGIAN

PEDOMAN PEMBINAAN K3

A. Jenis Materi Pembinaan K3, meliputi:


a. materi dasar;
b. materi inti;
c. materi penunjang;
d. evaluasi.
Materi dasar, disampaikan oleh Pengawas Ketenagakerjaan dan/atau
Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3 Lingkungan Kerja.
Materi inti dan materi penunjang, disampaikan oleh Pengawas
Ketenagakerjaan Spesialis K3 Lingkungan Kerja dan/ atau praktisi yang
berkompeten.

B. Persyaratan Tenaga Kerja Pada Ketinggian


Tenaga Kerja pada ketinggian terdiri dari 2 (dua) kelompok, yaitu
a. Tenaga Kerja bangunan tiJiggi;
Tenaga Kerja bangunan tinggi tC?rdiri dari Tenaga Kelja bangunan
tinggi tingkat 1 (satu) dan Tenaga Ketja bangunan tinggi tingkat 2
(dua) yang memiliki kualifikasi untuk Bekerja Pada Ketinggian
dengan menggunakan metode pencegahan jatuh/fall protection.
b. Tenaga Kerja pada ketinggian;
Tenaga Kerja pada ketinggian terdiri dari Tenaga Kerja pada
ketinggian tingkat 1 (satu), Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 2
(dua), dan Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 3 (tiga) yang
memiliki kualifikasi untuk Bekerja Pada Ketinggian dengan
menggunakan metode pericegahan jatuh/ fall protection dan akses
tali/ rope access.

799
Untuk memiliki kualifikasi di atas, Tenaga Kerja pada ketinggian harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Tenaga Kerja bangunan tinggi tingkat 1 (satu):
a. mampu membaca, tulis, dan matematika sederhana;
b. sehat jasmani dan robani, tidak memiliki kekurangan fungsi
tubuh yang dapat ~enyebabkan bahaya saat bekerja di
ketinggian;dan
c. lulus evaluasi pembinaan K3 Tenaga Kerja bangunan tinggi
tingkat 1 (satu).
2. Tenaga Kerja bangunan tinggi tingkat 2 (dua):
a. minimum pendidikan SD atau sederajat;
b. sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki kekurangan fungsi
tubuh yang dapat menyebabkan bahaya saat bekerja di
ketinggian;dan
c. lulus evaluasi pembinaan K3 Tenaga Kerja bangunan tinggi
tingkat 2 (satu).
3. Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 1 (satu):
a. minimum pendidikan SD atau sederajat;
b. sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki kekurangan fungsi
tubuh yang dapat menyebabkan bahaya saat bekerja di
ketinggian; dan
c. lulus evaluasi pembinaan K3 Bekerja Pada Ketinggian tingkat
1 (satu).
4. Tenaga Kerja pada ketinggian tingkat 2 (dua):
a. minimum pendidikan SLTP atau sederajat;
b. sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki kekuraugan fungsi
tubuh yang OOpat menyebabkan bahaya saat bekeJja di
ketinggian;
c. memiliki sertiftkat pelatihan K3 Bekerja Pada Ketinggian··
tingkat 1 (satu) dan lisensi ketja yang masih berlaku;
d. telah mempunyai pengalaman 500 jam kerja pada ketinggian
tingkat 1 (satu) yang dibuktikan dalam buku kerja; dan
e. lulus evaluasi pembinaan K3 BekeIja Pada Ketinggian tingkat
2 (dua).

800
5. Tenaga Ketja pada ketinggian tingkat 3 (tiga):
a. minimum pendidikan SLTA atau sederajat;
b. sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki kekurangan fungsi
tubuh yang dapat menyebabkan bahaya saat bekerja di
ketinggian;
c. memiliki sertifikat pelatihan K3 Bekerja Pada Ketinggian
tingkat 2 (dua) dan lisensi ketja yang masih berlaku;
d. telah mempunyai pengalaman 1000 jam ketja pada ketinggian
tingkat 2 (dua) yang dibuktikan dengan buku kerja;
e. memiliki sertifikat pelatihan pertolongan pertama dengan
lisensi keterampilannya yang masih berlaku; dan
f. lu1us evaluasi pembinaan K3 BekeIja Pada Ketinggian tingkat
3 (tiga).

C. Kurikulum Pembinaan
Kurikulum pembinaan K3 Beketja Pada Ketinggian, meiiputi:
1. Kelompok materi dasar, yang disampaikan olch tenaga pembina
dari Kementerian Ketenagakerjaan atau dinas yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
ketenagakerjaan;
2. Kelompok materi inti dan penunjang, yang disampaikan oleh
Instruktur K3 Bekerja Pada Ketinggian yang terdaftar di
Kementerian Kctenagaketjaan atau dinas yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan dan asosiasi
terkait;
3. Evaluasi awat dan akhir pembinaan;
4. Setiap 1 (satu) jam pelajaran setara dengan 45 (empat puluh lima)
menit.

D. Tata Cara Memperoleh Sertifikat Pembinaan K3 dan Lisensi K3


1. Perusahaan Jasa K3 sebagai penyelenggara pembinaan K3
menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan
diketahui oleh dinas yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang ketenagakerjaan setempat.

801
2. Perusahaan Jasa K3 melaporkan pelaksanaan pembinaan K3
kepada Direktur Jenderal, sekaligus menyampaikan permohonan
penerbitan Sertiftkat Pembinaan K3 dan Lisensi K3 dengan
dilampiri dokumen pendukung yang lengkap dan benar.
3. Direktur Jenderal menerbitkan Sertifikat Pembinaan K3 dan
Lisensi K3 yang berlaku selama 5 (lima) tahun.
4. Lisensi Tenaga Kerja pada ketinggian terdiri atas:
a. Tenaga Kerja bangunan tinggi dengan metode pencegahan
jatuh tingkat 1 (satu);
b. Tenaga Kerja bangunan tinggi dengan metode pencegahan
jatuh tingkat 2 (dua);
c. Tenaga Kerja pada ketinggian dengan metode akses tali
tingkat 1 (satu);
d. Tenaga Kerja pada ketinggian dengan metode akses tali
tingkat 2 (dua); dan
e. Tenaga Kerja pada ketinggian dengan metode akses tali
tingkat 3 (tiga).

802
E. Kurikulum Pembinaan Tenaga ~erja Bangunan Tinggi
1. Tenaga Ketja Bangunan Tinggi Tingkat 1 (satu)
Jumlah
No. Materi Pembinaan
(Jp)

I. KELOMPOK DASAR
1. Peraturan Perundang-Undangan K3 dalam 2
pekerjaan pada ketinggian

II. KELOMPOK INTI


1. Karakteristik Lantai Kerja Tetap dan Lantai 2
Kerja Sementara
2. Alat pencegah dan penahan jatuh kolektif serta 2
alat pembatas gerak
3. Prinsip Penerapan Faktor Jatuh 1

III. KELOMPOK PENUNJANG


1. Teori dan praktek penggunaan tangga 1

IV. EVALUASI
1. Teen 1
2. Praktek 1

Jumlah 10

803
2. Tenaga Ketja Bangunan Tinggi Tingkat 2 {dual
Jumlah
No. Materi Pembinaan
(Jp)

L KELOMPOK DASAR
1. Peraturan Perundang-Undangan K3 dalam 2
pekerjaan pada ketinggian

II. KEWMPOK INTI


1. Karakteristik Lantai Kerja Tetap dan Lantai
Kerja Sementara
2. Alat pencegah dan penahan jatuh kolektif serta
alat pembatas gerak
3. Prinsip penerapan faktor jatuh 1
4. Prosedur ketja aman pada ketinggian 2
5. Teori dan praktek bergerak horizontal atau 4
vertikal menggunakan struktur bangunan
6. Teori dan praktek teknik bekerja aman pada 1
struktur bangunan dan bekerja dengan posisi
miring dan struktur miring
7. Teori dan praktek teknik menaikkan dan 1
menunmkan barang dengan sistem katrol

III. KELOMPOK PENUNJANO


1. Teori dan praktek upaya penyelamatan dalam 2
keadaan darurat

IV. EVALUASI
1. Teori 2
2. Praktek 3
Jumlah 20
'--_...J..-.. -...L-..- _ _- __-.I

804
F. Kurikulum Pembinaan Tenaga Kerja Pada Ketinggian
1. Tenaga Kerja Pada Ketinggian Tingkat 1 (satu)
Jumlah
No. Materi Pembinaan
(Jp)

I. KELOMPOK DASAR
1. Perundang-undangan K3 dalam pekerjaa.n pada 2
ketinggian

II. KELOMPOK INTI


1. Identifikasi bahaya dalam kegiatan akses tali 1
2. Pengetahuan kondisi ketidaktahanan 1
tergantung (suspension intolerance) dan
penanganannya
3. Penerapan prinsip-prinsip faktor jatuh lfall 1
factor) dalam akses tali.
4. Pemilihan, pemeriksaan, dan pemakaian 1
peralatan akses tali yang sesuai
5. Simpul dan Angkur dasar 2
6. Teknik manuver pergerakan pada tali 10
7. Teknik pemanjatan pada struktur 3

III. KELOMPOK PENUNJANG


1. Teknik penyelamatan diri sendiri dan korban 2
menuju arab turon dengan alat turon

N. EVALUASI
1. Evaluasi teori 2
2. Evaluasi praktek 5

Jumlah 30

805
2. Tenaga Kerja Pada Ketinggian Tingkat 2 (dua)
Jumlah
No. Materi Pembinaan
(JP)

I. KELOMPOK DASAR
1. Dasar-dasar K3 dan peraturan perundangan 3
yang terkait dengan bekerja di ketinggian.

II. KELOMPOK INTI


1. Teknik penyelamatan korban pada tali 12
2. Sistem jalur penambat (anchor line) tingkat 10
lanjutan
3. Teknik pemanjatan pada struktur tingkat 2
lanjutan

III. KELOMPOK PENUNJANG


1 Penentuan "zona khusus terbatas" (exclusion 1
zone) dan perlindungan uotuk pihak ketiga

N. EVALUASI
1. Evaluasi teon 2
2. Evaluasi praktek 5

Jumlah 35

806
3. Tenaga Kerja Pada Ketinggian Tingkat 3 (tiga)

No. Materi Pembinaan Jumlah (JP)

I. KELOMPOK DASAR
1. Kebijakan K3 dan peraturan perundangan yang 3
terkait dengan bekerja di ketinggian
2. Pengenalan SMK3 1

II. KELOMPOK INTI


1. Merencanakan dan menerapkan sistem 2
manajemen peralatan akses tali
2. Pemilihan penambat (anchor) yang tepat. 2
3. Pemilihan metode untuk mengakses tempat 2
kerja
4. Teknik penyelamatan korban pada tali tingkat 15
lanjutan

III. KELOMPOK PENUNJANG


1. Membuat dan menerapkan penilaian risiko (risk 2
assessment) di tempat kerja.

IV. EVALUASI
1. Evaluasi teori 3
2. Evaluasi praktek 5

Jumlah 35

MENTERIKETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

M. HANIF DHAKIRI

807
808
MENTERI KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJMN


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 37 TAHUN 2016
TENTANG
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
BEJANA TEKANAN DAN TANGKI TIMBUN

DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang a. bah\va untuk melaksanakan ketentuan Pasal2 ayat (2)


huruf a dan huruf b dan Pasal 3 ayat (1) huruf a dan
humf c Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, perlu mengatur keselamatan dan
kesehatan kerja bejana tekanan dan tangki timbun;
b. bah\va dalam rangka melaksanakan kebijakan
Pemerintah, perkembangan peraturan perundang-
undangan, perkembangan teknologi, dan pemenuhan
syarat keselamatan dan kesehatan kerja bejana
tekanan dan tangki timbun, perlu dilakukan
penyempumaan atas Peraturan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Nomor PER.OI/MEN/1982 tentang
Bejana Tekanan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b t perlu
menetapkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
tentang Keselamatan dan Kesehatan KeIja Bejana
Tekanan dan Tangki Timbun;

809
Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 ten tang
Pemyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan
Perburuhan Tabun 1948 Nomor 23 dan Republik
Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Kcselamatan Ketja (Lcmbaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1918);
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan
Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 4279);
4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang
Pengesahan ILO Conuention Nomor 81 Concerning
Labour Inspection in Industry and Commerce (Konvensi
ILO Nomor 81 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan
Dalam Industri dan Perdagangan) (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 91, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4309);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tabun 2012 tentang
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5309);
6. Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010 tentang
Pengawasan Ketenagakerjaan;
7. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2015 tentang
Kementerian Ketenagakerjaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 15);
8. Peraturan Menteri KetenagakeIjaan Nomor 8 Tahun
2015 tentang Tata Cara Mempersiapkan Pembentukan
Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden Serta
Pembentukan Rancangan Peraturan Menteri di
Kementerian Ketenagakerjaan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 411);

810
9. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 33 Tabun
2016 tentang Tata Cara Pengawasan Ketenagakerjaan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
1753);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN TENTANG
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA BEJANA
TEKANAN DAN TANGKI TIMBUN.

BABI
KETENTUAN UMUM

Pasall
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Bejana Tekanan adalah bejana selain Pesawat Uap
yang di dalamnya terdapat tekanan dan dipakai untuk
menampung gas, udara, campuran gas, atau
campuran udara baik dikempa menjadi cair dalam
keadaan larut maupun heku.
2. Tangki Timbun adalah bejana selain bejana tekanan
yang menyimpan atau menimbun cairan bahan
berbahaya atau cairan lainnya, di dalamnya terdapat
gaya tekan yang ditimbulkan oleh berat cairan yang
disimpan atau ditimbun dengan volume tertentu.
3. Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan,
tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap di mana
Tenaga Kerja bekerja, atau yang sering dimasuki
Tenaga Kerja untuk keperluan suatu usaha dan di
mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.
4. Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya
disingkat K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin
dan melindungi keselamatan dan kesehatan Tenag~

Kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan


penyakit akibat kerja.

811
5. Pengusaha adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang menjalankan suatu perusahaan
milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan
perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang berada di Indonesia mewakili
perusahaan sebagaimana dimaksud daism huruf
a dan b yang berkedudukan di luar wilayah
Indonesia.
6. Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas
memimpin langsung sesuatu Tempat Kerja atau
bagiannya yang berdiri sendiri.
7. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang
danl atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan
sendiri maupun untuk masyarakat.
8. Atat Pengaman adalah slat perlengkapan yang
dipasang secara permanen pada bejana tekanan atau
tangki timbun agar aman digunakan.
9. Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3 Pesawat Uap
dan Bejana Tekanan yang selanjutnya disebut
Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis adalah Pengawas
Ketenagakerjaan yang memiliki keahlian di bidang K3
Pesawat Uap dan Bejana Tekanan yang ditunjuk oleh
Menteri untuk melakukan pengujian norma
ketenagakerjaan sesuai peraturan perundang-
undangan.
10. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bidang Pesawat
Uap dan Bejana Tekanan yang selanjutnya disebut
Ahli K3 Bidang Pesawat Uap dan Bejana Tekanan
adalah tenaga teknis yang berkeahlian khusus dan
luar instansi yang membidangi ketenagakerjaan yang
ditunjuk oleh Menteri untuk mengawasi ditaatinya

812
peraturan perondang-undangan ketenagakerjaan di
bidang Pesawat Uap dan Bejana Tekanan.
11. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang
membidangi pembinaan pengawasan ketenagakerjaan.
12. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan bidang ketenagakerjaan.

Pasa12
(1) Pengurus dan/atau Pengusaha wajib menerapkan
syarat-syarat K3 Bejana Tekanan atau Tangki Timbun.
(2) Syarat-syarat K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesum dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan/atau standar yang berlaku.

Pasa13
Pelaksanaan syarat-syarat K3 Bejana Tekanan atau Tangki
Timbun sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 2 bertujuan:
a. melindungi K3 Tenaga Kerja dan orang lain yang
berada di Tempat Kerja dad potensi bahaya Bejana
Tekanan atau Tangki Timbun;
b. menjamin dan memastikan Bejana Tekanan atau
Tangki Timbun yang aman untuk mencegah terjadinya
peledakan. kebocoran. dan kebakaran; dan
c. menciptakan Tempat Kerja yang aman dan sehat
untuk meningkatkan produktivitas.

BABII
RUANO LINGKUP

Pasal4
Pelaksanaan syarat-syarat K3 Bejana Tekanan atau Tangki
Timbun sebagaimana dimaksud da)am Pasal 2 meliputi
kegiatan perencanaan. pembuatan, pemasangan,
pengisian, pengangkutan, pemakaian, pemeliharaan,
perbaikan, modifikasi, penyimpanan, dan pemeriksaan
serta pengujian.

813
PasalS
(1) Bejana Tekanan sebagaimana dimaksud dalam Pasa14
meliputi:
a. bejana penyimpanan gas, campuran gas;
b. bejana penyimpanan bahan bakar gas yang
digunakan sebagai bahan bakar untuk
kendaraan;
c. bejana transport yang digunakan untuk
penyimpanan atau pengangkutan;
d. bejana proses; dan
e. pesawat pendingin.
(2) Bejana Tekanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai tekanan lebih dari 1 kg/cm2 (satu
kilogram per sentimeter persegi) dan volume lebih dari
2,25 (dua koma dua puluh lima) liter.

Pasa16
(1) Tangki Timbun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
meliputi:
a. tangki penimbun cairan bahan mudah terbakar;
b. tangki penimbun cairan bahan berbahaya; dan
c. tangki penimbun cairan selain huruf a dan huruf
b.
(2) Tangki Timbun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
humf a memiliki volume paling sedikit 200 (dua ratus)
liter.
(3) Tangki Timbun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c memiliki volume paling sedikit 450 (empat
ratus lima puluh) liter dan/atau tempcratur lebih dari
99 0C (sembilan puluh sembilan derajat celcius).

814
BABIIl
SYARAT-SYARAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
BEJANA TEKANAN DAN TANGKI TIMBUN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal7
(1) Syarat-syarat K3 perencanaan Bejana Tekanan dan
Tangki Timbun sebagaimana dimaksud dalam PasaI 4
meliputi:
a. pembuatan gambar konstruksi/instalasi dan cara
kerjanya;
b. perhitungan kekuatan konstruksi;
c. pemilihan dan penentuan bahan pada bagian
utama harus memiliki tanda hasil pengujian
dan/atau sertifikat bahan yang diterbitkan oleh
lembaga yang berwenang;
d. menyediakan lembar data keselamatan asetilen
dan aseton, khusus pembuatan bejana
penyimpanan asetilen dan aseton; dan
e. pembuatan gambar konstruksi alat perlindungan
dan cara kerjanya.
(2) Pembuatan Bejana Tekanan dan Tangki Timbun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 selain
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), juga meliputi:
a. pembuatan spesiflkasi prosedur pengelasan WPS
(Welding Procedure Spesification) dan peneatatan
prosedur kualifikasi PQR (Procedure Qualification
Record) bila dilaksanakan dengan pengelasan;
b. pembuatan harns sesuai dengan gambar rencana;
c. perencanaan jumlah Bejana Tekanan atau Tangki
Timbun yang akan dibuat;
d. penomoran seri pembuatan; dan
e. reneana jenis zat pengisi.

815
(3) Pemasangan, perbaikan dan modifikasi Bejana
Tekanan dan Tangki Timbun sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 meliputi:
a. pembuatan gambar rencana pemasangan,
perbaikan atau modifikasi;
b. pembuatan rencana gambar fondasi, landasan,
rangka kaki;
c. pembuatan prosedur kerja aman pemasangan,
perbaikan dan modifikasi;
d. pelaksanaan pemasangan, perbaikan, dan
modifikasi hams sesuai dengan gambar rencana;
dan
e. pembuatan spesiftkasi prosedur pengelasan WPS
(Welding Procedure Spesijication) dan pencatatan
prosedur kualifikasi PQR (procedure Qualification
Record) bila dilaksanakan dengan pengelasan.
(4) Pemakaian Bejana Tekanan dan Tangki Timbun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 hams
dilakukan pemeriksaan dan pengujian sebelum
digunakan serta dilakukan pemeliharaan secara
berkala.
(5) WPS (Welding Procedure Spesijication) dan pencatatan
prosedur kualifikasi PQR (Procedure Qualification
Record) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) humf a
dan ayat (3) huruf e dilakukan evaluasi penilaian oleh
Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis.

Bagian Kedua
Bejana Tekanan

Pasa18
Bahan dan konstruksi Bejana Tekanan hams cukup kuat.

Pasal9
(1) Setiap Bejana Tekanan diberikan tanda pengenal
meliputi:
a. nama pemilik;
b. nama dan nomor urut pabrik pembuat;

816
c. nama gas atau bahan yang diisikan beserta
simbal kimia;
d. berat kosong tanpa keran dan tutup;
e. tekanan pengisian (Po) yang diijinkan kg/ cm 2 ;
f. berat maksimum dan isinya untuk bejana berisi
gas yang dikempa menjadi cair;
g. volume air untuk bejana berisi gas yang dikempa;
h. nama bahan pengisi porous mass khusus untuk
bejana penyimpanan gas yang berisi larutan
asetilen; dan
i. bulan dan tahun pengujian hidrostatik pertama
dan berikutnya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d tidak berlaku pada Bejana Tekanan berukuran
besar.
(3) Bejane penyimpan gas asetilen yang dilarutkan dalam
aseton, tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf g diganti dengan berat tarra yaitu berat
total dari berat kosong ditambah tingkap, ditambah
porous mass, dan ditambah banyaknya aseton yang
diperbolehkan.
(4) Tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) harus jelas, mudah dilihat, dibaca, tidak
dapat dihapus, tidak mudah dilepas, dan dicap pada
bagian kepala yang teba! dan pelat dinding Bejana
Tekanan.
(5) Dalam hal pengecapan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) tidak dimungkinkan maka dapat dicantumkan
pada plat nama tersendiri pada bagian Bejana
Tekanan.
(6) Pengecapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
tidak boleh dilakukan pada Bejana Tekanan yang
mempunyai tebal pelat dinding kurang dari 4 mm
(empat milimeter).

817
Pasall0
(1) Pengurus dan/atau Pengusaha yang mempunyai
bejana penyimpanan gas atau bejana transport harus
mempunyai daftar atau register yang memuat:
a. nomor seri pabrik pembuat;
b. riwayat nomor urut, nama pembuat, nama
penju~l, dan nama pemilik bejana penyimpanan
gas;
c. nama gas yang diisikan;
d. volume air dalam liter; dan
e. tanggal, tekanan, dan hasil pengujian hidrostatis.

Pasal 11
Tanda pengenal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan
daftar atau register sebagaimana dimaksud dalam Pasa} 10
dilarang dilakukan perubahan.

Pasal12
(1) Bahan Bejana Tekanan yang dibuat dari baja karbon
harus mempunyai kuat tarik tidak kurang 35 kgl mm2
(tiga puluh lima kilogram per milimeter persegi) dan
tidak lebih dari 56 kg/mm2 (lima puluh enam kilogram
per mili meter persegi).
(2) Dalam hal bahan Bejana Tekanan mempunyai kuat
tarik lebih dari 56 kg/mm2 (lima puluh enam kilogram
per mili meter persegi) maka perkalian kuat tank
dengan angka regang hingga putus hams
menghasilkan nilai paling sedikit 1200 (seribu dua
ratus) kecuali Bejana Tekanan tersebut tidak
mempunyai sambungan kuat tarik paling tinggi 75
kgj mm2 (tujuh puluh lima kilogram per mili meter
persegi).
(2) Angka regang hingga putus untuk baja karbon pada
batang coba dp 5 (lima) paling sedikit tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.

818
(3) Dalam hal tebal bahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) kurang dari 8 mm (delapan milimeter), angka
regang hingga putus boleh kurang dari ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Batang coba untuk percobaan kekuatan tarik dari
pelat bahan bejana harus diambil dan bagian
memanjang.
(5) Bejana Tekanan yang dibuat selain bahan baja karbon
harus memiliki tanda hasil pengujian stau sertifikat
bahan dari lembaga yang berwenang.

Pasal 13
(1) Bejana penyimpanan gas yang dipergunakan untuk
asetilen terlarut dalam aseton hams seluruhnya diisi
dengan bahan yang mengandung porous mass yang
merata.
(2) Bahan porous mass tidak boleh terbuat dari bahan
yang apabila bersenyawa dengan asetilen yang
dilarutkan dalam aseton merusak bejana
penyimpanan gas.
(3) Bahan porous mass harus tidak melesak atau mengecil
dan tidak menimbulkan kantong-kantong karena
sentuhan atau temperatur sampai 50 0C (lima puluh
derajat celcius).
(4) Bejana Tekanan yang tidak mempunyai sambungan
dan dibuat dari baja leleh harus rata dan bebas cacat.
(5) Khusus Bejana Tekanan yang diplOses dan ditarik dari
balok bajaj ingot yang panas tidak bolch mempunyai
rongga udara di dalamnya atau membentuk
cembungan atau cekungan.
(6) Bejana Tekanan tanpa sambungan yang dalam
pembuatannya mengalami cacat dilarang diperbaiki
dengan cara pengelasan.

819
Pasal 14
(1) Bejana penyimpanan gas. campuran gas, dan/atau
bcjana transport hanls dilengkapi dengan katup
pcnutup.
(2) Bejana penyimpanan gas, campuran gas, danl atau
bejana transport yang dipasang secara paralel dapat
Inenggunakan satu katup penutup.
(3) UHr penghubung pada bejana penyimpanan gas,
campuran gas, dan/ a tau bejana transport dengan pipa.
pengisi yang dipergunakan untuk gas yang mudah
terbaka.r harns ke kiri sedangkan untuk gas lainnya.
harus mempunyai uHr kanan, kecuali untuk bejana
penyiInpanan gas asetilen dan bejana penyimpanan
gas untuk bahan bakar gas hams mempunyai uBr
kanan.
(4) Katup penutup untuk bejana penyimpanan
asetilen atau amoniak harus seluruhnya dari baja.
sedangkan katup penutup bejana penyimpanan gas
gas lainnya harus seluruhnya dad logam yang
berbahan dasar tembaga atau logam lain selain baja
yang cukup baik.
(5) Konstruksi mur paking dari batang k,ltup penutup
harus mempunyai pengaman apabila batang katup
diputar, kecuali apabila mur paking dapat dibuka
maka batang katup tidal<: boleh terlepas dan gas dalam
bejana penyimpanan gas tidak dapat keluar.
(6) Katup penutup pada bejana penyimpanan gas yang
berisi asetilen terlarut dalam aseton harus aman agar
tidak tcrjadi kebocoran gas pada setiap kedudukan
katup.

Pasal 15
(I) Katup penutup pada bejana penyinlpanan
campuran gas, dan/ atau bejana transport harLls diberi
pelindung katup yang aman da.n kua.t.

820
(2) Pelindung katup haros memberikan ruang bebas
antara dinding bagian dalam dengan bagian-bagian
katup penutup paling sedikit 3 mm (tip. milimeter).
(3) Pelindung katup diberi lubang dengan gans tengah
paling sedikit 6,5 mm (enam koma lima milimeter) dan
apabila diberi dua lubang atau Iebih males garis
tengahnya paling sedikit 5 mm (lima milimeter) serta
tutup pelindung hams selalu terpasang.
(4) Lubang pengeluaran gas dari katup penutup hams
dilengkapi dengan rour-mur penutup atau sumbat
penutup berulir.

Pasal16
(1) Bejana Tekanan bensi gas atau gas campuran yang
dapat menimbulkan tekanan melebihi dati yang
diperbolehkan, haros diberi tingkap pengaman atau
aIat pengaman seJenis yang dapat bekerja dengan
baik.
(2) Bejana Tekanan yang berisi gas atau gas campuran
yang dikempa menjadi eair melarut atau menjadi
padat dan gas yang dipanasisampai melebihi 50 oc
(lima puluh derajat celeius), termasuk juga bagian dari
pesawat pendingin yang dipanasi harus diberi tingkap
pengaman, kecuali apabila telah terdapat pelat
pengaman.
(3) Tingkap pengaman tersebut harus bekerja apabila
terjadi tekanan lebih besar dari tekanan kerja yang
diperbolehkan.
(4) Bejana Tekanan yang berisi gas atau campuran dalam
keadaan cair terlarut atau padat akan dipakai sesuai
dengan tekanan pengisian yang diperbolehkan harus
lebih rendah dan tekanan desain.
(5) Dalam hal sifat gas atau keadaan lain yang bersifat
khusus menyebabkan tingkap pengaman tidak dapat
dipergunakan. maka bejana yang bersangkutan harus
diberi pelat pengaman yang dapat pecah apabila

821
tekanan meningkat sampai dengan 5/4 (lima per
empat) kaH yang diperbolehkan.
(6) Alat-alat pengaman yang dihubungkan dengan pipa
pembuang yang tidak dapat tertutup harus disalurkan
langsung dengan pipa pembuang di atas atap
bangunan.
(7) Pipa pembuang sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
harus lebih tinggi 1 m (satu meter) dari atap dan
ujungnya harns dilengkungkan ke bawah.

Pasal17
(1) Bejana Tekanan yang berisi gas atau gas campuran
yang dipadatkan menjadi gas cair yang tidal<:
dilengkapi dengan aIat pengaman sebagaimana
dimaksud daiam Pasal 14 ayat (I), ayat (2), dan ayat
(4) hams dilengkapi dengan alat untuk menentukan
berat gas atau gas campuran.
(2) Bejana Tekanan yang berisi gas dalam keadaan beku
hams dilengkapi dengan alat yang dapat menunjukan
berat gas dalam kilogram dengan nilai tidak melebihi
hasil bagi volume Bejana Tekanan dalam satuan liter
dengan nilai volume jenis M Tabel yang tereantum
dalam Lampiran dan merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3) Bagian bawah dari Bejana Tekanan yang berisi gas
yang dipadatkan harus diberi alat pembuang gas yang
baik.

Pasal18
(1) Bejana penyimpanan gas dan bejana transport hams
diberi alat anti guling.
(2) Alat anti guling sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak boleh terhubung dengan tutup pelindung..

822
Pasal19
(1) Regulator penurun tekanan pada bejana penyimpanan
gas untuk zat asam atau oksigen haros dipasang
secara vertikal.
(2) Regulator penurun tekanan bejana penyimpanan gas
untuk zat air hams dipasang seC8r8 vertikal sehingga
pada waktu regulator dibuka tidak terjadi semburan
gas.
(3) Petunjuk tekanan dari regulator penurun tekanan
harns terpasang, mudah dibaca, dan terhindar dari
benturan.
(4) Untuk gas yang mudah beroksidasi, pemakaian katup
penutup maupun regulator penurun tekanan harus
dibuat aman dan kuat untuk menghindari terjadinya
kejutan tekanan dalam regulator penumn tekanan.
(5) Semua alat perlengkapan termasuk regulator penurun
tekanan dari bejana penyimpanan gas untuk zat asam
atau oksigen dan gas lain yang mudah beroksidasi
dUarang menggunakan gemuk dan bahan-bahan
pelumas yang mengandung minyak dan paking yang
mudah terbakar.

Pasal20
(1) Untuk bejana penyimpanan gas, campuran gas, dan
bejana transport berisi gas atau campuran gas, yang
dipadat menjadi cair atau terlarut harus sesuai
dengan persyaratan tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
(2) Dalam hal terdapat gas ataucampuran yang tidak
tercantum dalarn Tabel Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dad Peraturan Menteri ini,
nUai dari PI, PO, V, dan n ditetapkan oleh Menteri.
(3) Tekanan PO tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan Peraturan
Menteri ini berlaku untuk temperatur 15 0C (lima
~las derajat celcius).

823
(4) Dalam hal temperatur selain 15 0C (lima belas derajat
celcius), PO harus diperhitungkan setiap perbedaan
1 0C (satu derajat celcius) di atas atau di bawah
temperatur 150C (lima belas derajat celcius). tckanan
P harus ditambah atau dikurangi dengan 0,4 kg/cm2
(nol kama empat kilogram per sentimeter
untuk asetilen terlarut, 0,43 kg/ cm2 (nol koma empat
puluh tiga kilogram per sentimeter persegi) untuk gas
minyak, dan 0,52 kgjcm2 (no1 kama lima puluh dua
kilogram per sentimeter persegi) untuk gas lainnya.
(5) Bejana penyimpanan gas atau bejana transport yang
berisi butan, isobutan, propan yang dikempa menjadi
padat dan menjadi carr atau campuran, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. pengangkutan gas digolongkan menurut tekanan
pemadatannya;
b. tidak boleh diisi selain dengan gas butan,
isobutan, dan propan dengan tekanan lebih dari
2/3 (dua per tiga) tekanan PI huruC a pada
temperatur 50 0C (lima puluh derajat celcius); dan
c. volume gas yang diisikan tidak boleh melebihi 0,8
(nol korna delapan) kali volume bejana.

Pasa121
(1) Bejana penyimpanan gas hams diberi warn a sesuai
kode warna RAL 840-HR.
(2) Pemberian warna scbagaimana dimaksud pada ayat (1)
diaplikasikan pada bagian bahu bejana penyimpanan
gas, sedangkan pada bagian badan bejana
penyimpanan gas boleh diberikan warna lain, nsmun
tidak balch menggunakan warn a yang bisa
menimbulkan kerancuan dengan warna pads bagian
bahu bejana penyimpanan gas.
(3) Warna bejana penyimpanan gas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dad
Peraturan Menteri ini.

824
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
berlaku pada tabung Alat Pemadam Api Ringan
(APAR).

Pasa122
(1) Bejana Tekanan, kompresor yang memadat gas ke
dalam bejana dan pesawat pendingin harns dilengkapi
dengan petunjuk tekanan yang dapat ditempatkan
pada kompresor atau mesin pendingin selama masih
berhubungan secara langsung.
(2) Petunjuk tekanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling sedikit harus dapat menunjukan 1,5 (satu
koma lima) kali tekanan desain.
(3) Petunjuk tekanan hams dipasang pada tempat yang
mudah dilihat.
(4) Petunjuk tekanan hams diberi tanda strip merah pada
tekanan keIja tertinggi yang diperbolehkan.
(5) Petunjuk tekanan harus dilengkapi dengan sebuah
keran cabang tiga yang mempunyai flensa dengan
garis tengah 40 mm (empat puluh milimeter) dan tebal
5 mm (lima milimeter).

Bagian Ketiga
Tangki Timbun

Pasal23
Bahan, konstruksi, dan alat perlengkapan Tangki Timbun
harns cukup kuat.

Pasa124
Tangki Timbun yang berisi cairan yang mudah terbakar
harns dilengkapi:
8. plat nama;
b. pipa pengaman;
c. indikator volume atau berat;
d. pengukur temperatur;
e. katup pengisian dan pengeluaran;
f. lubang lalu orang/lubang pemeriksaan;

825
g. alat penyalur petir dan pembumian;
h. sarana pemadam kebakaran yang sesuai; dan
i. perlengkapan lainnya untuk pemeriksaan dan
pemeliharaan.

Pasal25
Tangki Timbun yang berisi cairan bahan berbahaya pada
temperatur tertentu terjadi reaksi kimia berubah menjadi
gas beracun atau terjadi reaksi kimia dan terjadi kenaikan
temperatur berubah menjadi gas beracun. harus
dilengkapi:
a. plat nama;
b. alat pendingin tangki;
c. gas scrubber;
d. tirai air;
e. sistem alarm;
f. katup pengaman;
g. indikator volume atau berat;
h. indikator suhu;
i. alat petunjuk tekanan gas beracun;
j. alat penyalur petir/pembumian; dan
k. alat perlengkapan lainnya untuk pemeriksaan dan
pemeliharaan.

Pasa126
Tangki Timbun yang berisi cairan selain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25 harus dilcngkapi:
a. plat nama;
b. pipa pengaman;
c. indikator volume atau berat;
d. pengukur temperatur;
e. katup pengisian dan pengeluaran;
f. lubang lalu orangjlubang pemeriksaan;
g. alat penyalur petir dan pembumian; dan
h. perlengkapan lainnya untuk pemeriksaan dan
pemeliharaan.

826
Pasal27
Lokasi tempat Tangki Timbun sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal 26 harns dipasang
tanda bahaya kebakaran. larangan merokok, larangan
membawa korek api, alat-alat api lain nya, dan larangan
membawa peralatan yang dapat menimbulkan peledakan
atau kebakaran.

Pasa128
(1) Lokasi tempat Tangki Timbun hams dipasang pagar
pengaman dengan jarak paling sedikit 25 m (dua
puluh lima meter) dihitung dari dinding Tangki
Timbun dan tanda larangan masuk bagi yang tidak
berkepentingan.
(2) Tinggi pagar pengaman sebagaimana dimaksud pads
ayat (1) paling rendah 2 m (dua meter).

BABIV
PENGISIAN

Pasa129
(1) Pengisian Bejana Tekanan dan Tangki Timbun harus
dilakukan tahapan sebagai berikut:
pembersihan dan pengecekan;
b. pengeringan; dan
c. pengisian.
(2) Khusus pengisian bejana penyimpanan gas dan bejana
transport untuk gas yang dikempa menjadi cair, selain
melalui tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
juga dilakukan:
a. penimbangan; dan
b. pengisian ulang.
(3) Penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a hams dilakukan timbangan kontrol.
(4) Timbangan kontrol sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) harus diperiksa oleh Pengurus paling sedikit 1
(satu) bulan sekali.

827
Pasa130
Pembersihan dan pengecekan sebagaimana dimaksud
dalam Pasa! 29 ayat (1) huruf a dilakukan untuk
memastikan tidak boleh ada:
a. karatan atau retak"'retak;
b. sisa gas;
c. sisa tekanan;
d. kotoran bahan yang mudah terbakar; dan
e. aseton yang diisikan kedalarn bejana penyimpanan gas
yang melebihi 42 % (empat puluh dua persen) dad
porous mass.

Pasal3!
(1) Pembersihan sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 30
untuk bejana penyimpan gas zat asam atau oksigen,
nitrogen, zat air dapat dilakukan dengan cara:
a. tingkap dilepas, bejana penyimpanan gas dibalik
dan dipukuIi dengan palu kayu agar karat dan
kotoran lainnya jatuh keluar;
b. bejana penyimpanan gas disandarkan dengan
posisi kepala di bawah dengan sudut 20 (dua
puluh) derajat, dimasukan pips uap yang hampir
sampai desar bejana penyimpanan gas, disemprot
dengan uap selama 2 (dua) jam, setiap setengah
jam diputar 90 (sembilan puluh) derajat;
c. bejana penyimpanan gas didirikan dengan posisi
kepala di bawah selama 2 (dua) jam sehingga air
dapat mengalir keluar; dan
d. bejana penyimpanan gas didirikan kernbali
dengan posisi kepala di atas dan melalui pipa
yang hampir sampai dasar disemprot dengan
angin kering selama 20 (dua puluh) menit.
(2) Pembersihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
untuk bejana penyimpanan gas yang beroksidasi
dilakukan dengan cara:
a. bejana penyimpanan gas yang sudah dikeringkan
diisi dengan bahan cair herupa totual, benzol,

828
atau bensin paling sedikit 1 liter dan ditutup
rapat kemudian diputarbalikan seJama 15 menit
dengan penempatan tengah-tengah bejana
penyimpanan gas di atas balok;
b. bahan cair sebagaimana dimaksud' pada hum! a
dituangkan dalam bejana penyimpanan gas
yang jernih, didiamkan sampai semua kotoran
turun, kemudian bahan cair diuji dan apabila
ternyata masih kotor maka harus diulangi dengan
memasukan bahan cair lagi sampai bahan calr
pembilas bersih dan tidak berwarna; dan
c. bejana penyimpanan gas disemprot dengan uap
kering selama 1 (satu) jam kemudian dikeringkan
dengan angin.
(3) Selain cara pembersihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan dengan cara lain
sesuai buku petunjuk daTi pabrik pembuat atau
standar.

Pasa132
Pengeringan bejana penyimpanan gas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (I) hurn! b dilakukan
dengan menggunakan angin bertekanan atau nitrogen yang
bebas dari kandungan minyak.

Pasa133
Bejana Tekanan yang sudah dibersihkan tidal< boleh dUsi
dengan zat lain yang berbeda dengan zat semula.

Pasa134
Bejana Tekanan atau Tangki Timbun yang dibubuhi tanda
tidak memenuhi syarat K3 dilarang dUsi atau digunakan.

Pasal35
Bejana Tekanan yang diisi dengan gas atau campuran gas
dalam keadaan cair atau terlarut tidak boleh melebihi berat
yang dinyatakan dengan kilogram daTi gas atau campuran
gas dihitung daTi hasil bagi angka yang menunjukan

829
volume Bejana Tekanan dalam liter dan nilai volume jenis
(V) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal36
(I) Gas herupa butan, isobutan, propan, dan
campurannya serta gas bumi yang tidak berbau
sebelum diisikan ke dalam Bejana Tekanan melalui
pemadatan harus dicampur dengan bau-bauan yang
sesuai, sehingga apabila 10/ 0 (satu persen) dari gas
tersebut berada di udara be bas segera dapat
diketahui.
(2) Untuk carbon monooxyd, dan zat cair dari gas carbon
monooxyd, yang tidak berbau, sebelum diisikan
kedalam Bejana Tekanan melalui pemadatan harus
dicampur dengan bau-bauan yang sesuai sehingga
apabila 10/0 (satu persen) dari gas tersebut berada di
udara bebas segera dapat diketahui.

Pasa137
(1) Dalam penglslan ulang bejana penyimpanan gas
asetilen dissous atau asetilen terlarut dalam aseton,
hams mempunyai berat tarra:
a. untuk isi 40 (empat puluh) liter tidak boleh
berkurang 1 kg (satu kilogram) atau lebih; dan
b. untuk isi 5 (lima) liter tidak boleh berkurang 0,2
kg (nol kama dua kilogram) atau lebih.
(2) Apabila berat tarra sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berkurang, pengtslan ulang ditangguhkan,
sesudahnya ditambah aseton atau bila perlu ditambah
porous mass.

Pasa138
(1) Pengisian Bejana Tekanan untuk gas yang mudah
terbakar dapat dilakukan menggunakan kompressor
atau pompa dengan tekanan kerja pengisian paling
banyak 1,3 (satu koma tiga) kali tekanan kerja.

830
(2) Apabila tekanan dalam pipa pengisi kurang dari 0,5
(no1 kama lima) atmosfermaka motor penggerak atau
pompa harus berhenti secara otomatis.

Pasa139
(1) Pengisian bejana penyimpan gas bempa zat a8am atau
oksigen me1alui pemadatan yang pembuatannya
secara elektrolisis hanya boleh mengandung 2 a/o (dua
perscn) isi zat air dan untuk zat air hanya bolch 1 0/0
(satu persen) isi zat asam tercampur.
(2) Tingkat kemumian zat a8am atau oksigen atau zat
asam dan zat air yang diisikan meIaIui pemadatan
secara bersama ke dalam beberapa bejana
penyimpanan gas, dicek dengan cara mengambil
sampel salah satu bejana penyimpanan gas tersebut.

Pasa140
(1) Pernindahan Bejana Tekanan isi maupun kosong tidak
boleh dilempar atau dijatuhkan.
(2) Pemindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus rnenggunakan alat bantu.

Pasa141
Bejana Tekanan dilarang dipergunakan sebagai rol
pengangkut atau sebagai alat lainnya.

PasaI42
(1) Bangunan tempat penyimpanan bejana penyimpanan
gas dan bejana transport dengan jumlah yang besar
harus terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar
dan lantai harus terbuat daTi bahan yang tidak
menimbulkan percikan api.
(2) Bangunan tempat penyimpanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), harus mempunyai ventilasi
yang cukup dan harus mempunyai pintu keluar atau
pintu penyelamatan.

831
Pasal43
(1) Bejana Tekanan yang tidak digunakan dilarang
ditempatkan dalam satu ruangan yang terdapat
Bejana Tekanan sedang digunakan.
(2) Bejana Tekanan dilarang ditempatkan atau disimpan
dekat tangga, gang, di depan lubang angin, alet
pengangkat, atau benda bergerak yang dapat
menyentuh atau menimpa.
(3) Bejana Tekanan yang berisi bahan yang tidak mudah
terbakar disimpan terpisah dari Bejana Tekanan berisi
bahan yang mudah terbakar.
(4) Bejana Tekanan dalam keadaan berisi harus
dilindungi dari sumber panas dan penyebab karat.

Pasa144
Bejana Tekanan yang berisi media beret jenis
melebihi berat jenis udara, dilarang disimpan dalam
ruangan bawah tanah yang tidak mempunyai ventilasi.

Pasal45
(1) Bejana penyimpanan gas dan bejana transport yang
berisi gas yang berbeda-beda harus disimpan secara
terpisah.
(2) Bejana penyimpanan gas dan bejana transport yang
telah berisi ditempatkan di tempat terbuka hams
dilindungi dari panas matahari dan hujan.

Pasa146
(1) Pengosongan Bejana Tekanan yang berisi gas
beroksidasi dan mudah terbakar harus dilak:ukan
dengan menyisakan tekanan untuk mencegah
masuknya kotoran.
(2) Pengisian kembali Bejana Tekanan untuk zat asam
a tau oksigen dan gas beroksidasi dilarang memakai
peralatan pemadat dan perlengkapan bejana yang
mengandung pelumas dan minyak.

832
(3) Untuk mengisi dan mengosongkan kembali Bejana
Tekanan untuk gas cair tidak boleh dipercepat dengan
pemanasan langsung dengan api terbuka atau nyala
gas, tetapi dapat menggunakan pemanasan dengan
kain basah atau udara panas atau menggunakan alat
pemanas listrik yang khusus dibuat untuk keperluan
tersebut, temperatur kontak bahan dipanaskan tidak
boleh melebihi 40 0C (empat puluh derajat celcius).
(4) Pada pengisian kembali Bejana Tekanan berisi asetilen
yang terlarut dalam aseton, bidang penghubung dari
tingkat. penunm tekanan harus dilapisi secara
sempurna.

Pasa147
(1) Bejana penyimpanan gas atau bejana transport untuk
gas cair selama diisi harns ditimbang untuk
menetapkan adanya kemungkinan pengisian yang
berlebihan.
(2) Setelah pengisian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) selesai, dilakukan penimbangan.
(3) Penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus dilakukan dengan timbangan kontrol dan tidak
diperbolehkan adanya sambungan pengtSl atau
penyaluran yang melekat pada bejana tersebut yang
dapat mengurangi penimbangan.
(4) Timbangan kontrol sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) diperiksa dan dikalibrasi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal48
(1) Bejana penyimpanan gas atau bejana transport yang
berisi gas yang mudah terbakar atau berbahaya bagi
kesehatan dalam keadaan terkempa menjadi cair atau
terlarutt apabila tidak dihubungkan dengan pipa
pengisi atau pipa lain yang sejenis harus diletakan
dalam posisi herdiri sehingga zat cairnya tidak dapat
keluar.

833
(2) Bejana penyimpanan gas atau bejana transport untuk
gas yang dikempa atau terlarut yang dilengkapi pipa
untuk pengambilan gas atau zat cair harus dilengkapi
tanda penunjuk arah aHran gas yang benar.
(3) Keran bejana penyimpanan gas yang berisi asetilen
terlarut dsiam aseton hams mempunyai tingkap
penutup keran.
(4) Kunci pembuka dan penutup tingkap penutup keran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus selalu
tergantung pada bejananya.

BABV
PENGANGKUTAN

Pasa149
(1) Bejana Tekanan dilarang diangkat dengan
me nggunakan. magnet peJlgang){at sling yang membelit
pada Bejana Tekanan.
(2) Alat angkut 8ejana Tekanan haros dilengkapi dengan
peralatan yang dapat mencegah timbulnya gerakan
atau geseran yang membahayakan.
(3) Pengangkutan Bejana Tekanan tidak bolehmelebihi
ukuran dan kapasitas kendaraan serta harus
dilindungi dari panas matahari.

Pasal50
(1) Kendaraan pengangkut Bejana Tekanan dalam
keadaan berisi harns sela1u disertai petugas.
(2) Kendaraan pengangkut Bejana Tekanan berisi gas
beracun, iritan, kotosif atau mudah terbakar, hams
disertai petugas yang mengerti mengenai cara bongkar
muat yang aman.
(3) Bejana Tekanan kosong hanya boleh diangkut dalam
keadaan keran tertutup.

Pasa151
Kendaraan yang diperuntukkan mengangkut Bejana
Tekanan dilarang mengangkut penumpang.

834
BABVI
PEMASANGAN DAN PERBAIKAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasa152
Bejana Tekanan dan Tangki Timbun yang dipasang pada
alat transportasi hams mempunyai konstruksi yang kuat
pan aman.

Pasal53
(1) Perbaikan Bejana Tekanan dan Tangki Timbun hams
dilakukan sesuai dengan prosedur sebagaimana
ditetapkan daIsm ketentuan peraturan perundang-
undangan dan / atau standar yang berlaku.
(2) Pekerjaan perbaikan Tangki Timbun harns dilakukan
sesuai dengan prosedur K3 pekerjaan di ruang
terbatss sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Bagian Kedua
Bejana Tekanan

Pasal54
(1) Pemasangan Bejana Tekanan baik vertikal maupun
horisontal harus di atas kerangka penumpu yang
kuat.
(2) Lokasi pemasangan Bejana Tekanan harus memiliki
ruang bebas untuk perawatan, pemeriksaan dan
pengujian.
(3) Lantai di sekitar lokasi pemasangan harns rata,
bersih, dan tidak Hein.
(4) Khusus Bejana Tekanan berisi gas stau campuran gas
berbahaya dan tekanan melebihi atmosfer harus
dilengkapi dengan pagar pengarnan dan dibuatkan
tanda larangan masuk kecuali bagi yang berwenang.

835
Sagian Ketiga
Tangki Timbun

Pasa155
(1) Ruangan tempat pemasangan Tangki Timbun di
bawah permukaan tanab lebih dari 50 em (lima puluh
sentimeter) haros:
a. mempuyai dinding dan perlengkapan yang
terbuat dad bahan yang tidak mudah terbakar;
dan
b. mempunyai lantai dasar yang kuat menahan
beban Tangki Timbun pada saat berisi penuh.
(2) Dinding dan lantai dasar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus mampu menahan rembesan apabila
terjadi tumpahan atau kebocoran Tangki Timbun.

Pasal56
(1) Pemasangan Tangki Timbun di atas lantai yang
mempunyai fondasi yang konstruksinya kuat
menahan beban Tangki Timbun pada saat terisi
penuh.
(2) Lantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mampumenahan resapan cairan Tangki Timbun.

Pasal57
(1) Pemasangan Tangki Timbun dengan menggunakan
kaki terbuat dad rangka baja. konstruksinya harus
kuat dan aman.
(2) Kaki rangka baja sebagaimana dimaksud ayat (1)
harus dipasang di atas fondasi dengan konstruksi
kuat menahan beban Tangki Timbun pada saat terisi
penuh.

Pasa158
(1) Tangki Timbun atau kelompok Tangki Timbun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 sampai
dengan Pasal 26 harus dikelilingi oleh tangguJ atau
tembok tanah atau tembok yang terbuat dari batu.

836
(2) Tanggul atau tembok sebagaimana dimaksud ayat (1)
harus mampu menahan dan menampung isi cairan
dalam Tangki Timbun sebagai berikut:
a. sebesar 80 % (delapan puluh persen) dad jumlah
isi tangki untuk pemasangan 1 (satu) Tangki
Timbun;
b. sebesar 60 % (enam puluh persen) dan jumlah isi
tangki untuk pemasangan 2 (dua) sampai dengan
4 (empat) Tangki Timbun; dan
c. sebesar 50 % (lima puluh persen) dad jumlah isi
tangki untuk pemasangan lebih dad 4 (empat)
Tangki Timbun.

BAB VII
PERSONIL

Bagian Kesatu
Umum

Pasal59
(1) Pengangkutan Bejana Tekanan dan Tangki Timbun
dilakukan oleh operator K3.
(2) Pemasangan, pemeliharaan, perbaikan, modifikasi dan
pengisian Bejana Tekanan dan Tangki Timbun
dilakukan oleh teknisi K3 bidang Bejana Tekanan dan
Tangki Timbun.
(3) Pekerjaan pengelasan pada pembuatan,
pemasangan, pemeliharaan, perbaikan atau modifikasi
Bejana Tekanan dan Tangki Timbun dilakukan oleh
juru las.
(4) Operator K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
teknisi K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
juru las sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
memiliki kompetensi dan kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturen perundang-undangan.

837
Bagian Kedua
Teknisi Bejana Tekanan dan Tangki Timbun

Pasal60
Teknisi K3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2)
harus memenuhi persyaratan:
a. berpendidikan minimal SMK jurusan teknik/SMA
jurusan IPA atau memiliki pengalaman paling sedikit 3
(tiga) tahun di bidang Bejana Tekanan;
b. berbadan sehat menurut keterangan dokter;
c. umur paling rendah 21 (dua puluh satu) tahun; dan
d. memiliki Lisensi K3.

Bagian Ketiga
Tata Cara Memperoleh Lisensi K3

Pasal61
(1) Untuk memperoleh Lisensi K3 Teknisi Bejana
Tekanan dan Tangki Timbun sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60 huruf d, Pengusaha atau Pengurus
mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur
Jenderal dengan melampirkan:
a. copy ijazah terakhir;
b. surat keterangan pengalaman kerja membantu
teknisi Bejana Tekanan dan Tangki Timbun
yang diterbitkan oleh perusahaan;
c. surat keterangan sehat dari dokter;
d. copy Kartu Tanda Penduduk;
e. copy sertifikat kompetensi; dan
f. pas photo berwama 2 x 3 (2 lembar) dan 4 x 6
(21embar).
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan pemeriksaan dokumen oleh Tim.
(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (t) dinyatakan lengkap, Direktur Jenderal
menerbitkan lisensi K3.

838
PasaI62
(1) Lisensi K3 berlaku untuk jangka waktu 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu
yang sarna.
(2) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan oleh Pengusaha atau
Pengurus kepada Direktur Jenderal dengan
melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasat 61 ayat (1) dan lisensi K3 asli.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum
masa berakhirnya lisensi K3.

Pasa163
Lisensi K3 hanya berlaku selama teknisi Bejana Tekanan
dan Tangki Timbun yang bersangkutan bekerja di
perusahaan yang mengajukan permohonan.

Pasa164
Dalam hal sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 ayat (1) huruf e belum dapat
dilaksanakan, dapat menggunakan surat keterangan
telah mengikuti pembinaan K3 yang diterbitkan oleh
Direktur J endera!.

Bagian Keempat
Kewenangan Teknisi

Pasa165
Teknisi Bejana Tekanan dan Tangki Timbun berwenang
melakukan:
a. pemasangan, perbaikan, atau perawatan Bejana
Tekanan dan Tangki Timbun; dan
b. pemeriksaan, penyetelan, dan mengevaluasi
keadaan Bejana Tekanan dan Tangki Timbun.

839
Bagian KeHma
Kewajiban Teknisi

Pasa166
Teknisi berkewajiban untuk:
a. melaporkan kepada atasan langsung, kondisi Bejana
Tekanan dan Tangki Timbun yang menjadi tanggung
jawabnya jika tidak aman atau tidak layak pakai;
b. bertanggung jawab atas hasil pemasangan,
pemeHharaan, perbaikan, dan/atau pemeriksaan
peralatan/komponen Bejana Tekanan dan Tangki
Timbun;
c. mematuhi peraturan perundang-undangan dan
melakukan tindakan pengamanan yang telah
ditetapkan; dan
d. membantu Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis
dalam pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian
Bejana Tekanan dan Tangki Timbun.

Bagian Keenam
Pencabutan Lisensi K3

Pasa167
Lisensi K3 dapat dicabut apabila teknisi Bcjana Tckanan
dan Tangki Timbun yang bersangkutan tcrbukti:
a. melakukan tugas tidak sesuai dengan jenis dan
kualifikasi Bejana Tekanan dan Tangki Timbun;
b. melakukan kesalahan, atau kelalaian, atau
kecerobohan sehingga menimbulkan keadaan
berbahaya atau kecelakaan kerja; dan
c. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 66.

840
BAB VIII
PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN

Pasa168
(1) Setiap kegiatan perencanaan, pembuatan,
pemasangan, pengisian, pengangkutan, pemakaian,
pemeliharaan, perbaikan, modifikasi, dan
penyimpanan Bejana Tekanan dan Tangki Timbun
haros dilakukan pemeriksaan dan/ atau pengujian.
(2) Pemeriksaan dan/atall pengujian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(2).

Pasa169
(1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dala.rn Pasa! 68
merupakan kegiatan mengamati, menganalisis,
membandingkan, menghitung dan mengukur Bejana
Tekanan dan Tangki Timbun untuk memastikan
terpenuhinya ketentuan peraturan perundang-
undangan dan/atau standar yang berlaku.
(2) Pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68
merupakan kegiatan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayet (1) dan semua tindakan
pengetesan kemampuan operasi, bahan, dan
konstruksi Bejana Tekanan dan Tangki Timbun untuk
memastikan terpenuhinya ketentuan peraturan
perundang-undangan dan/atau standar yang berlaku.

Pasa170
Pemeriksaan dan/atau pengujian sebagaimana dimaksud
dalsm Pasal68, meliputi:
a. pertama;
b. berkala;
c. khusus;dan
d. ulang.

841
Pasal71
(1) Pemen"ksaan dan/atau pengujian pertama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huru! a
dilakukan pada:
a. perencanaan;
b. pembuatan;
c. saat sebelum digunakan atau belum pemah
dilakukan pemeriksaan dan/atau pengujian; atau
d. pemasangan, perubahan atau modifikasi.
(2) Pemeriksaan dan/atau pengujian pertama pada
perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hurnf a meliputi pemeriksaan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).

Pasa172
(1) Pemeriksaan dan/atau pengujian pertama pada
pembuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71
ayat (1) huru! b meliputi pemeriksaan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
(2) Untuk Tangki Timbun selain dilakukan pemeriksaan
dan/atau pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan pemeriksaan dan/atau pengujian alat
pembumian, penyalur petit, dan sarana
penanggulangan kebakaran sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Pembuatan bejana penyimpanan gas (tabung LPG)
harns diJakukan pengujian suat mekanik dan uji
pecah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI)
atau Standar Internasional.
(4) Pembuatan bejana penyimpanan gas dan bejana
transport selain tabung LPG, per 200 unit diambil 2
(dua) unit untuk dilakukan pengujian sifat mekanik
dan uji pecah.
(5) Da!~m hal hasil pengujian sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) salah satu unit tidak memenuhi syarat.
diambil 1 (satu) unit lagi untuk dilakukan pengujian.

842
(6) Dalam hal hasil pengujian sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) kedua unit tidak memenuhi syarat.
diambil 2 (dua) unit lagi untuk dilakukan pengujian.
(7) Untuk bejana penyimpanan gas asetilen yang terlarut
dalam aseton selain diIakukan pengujian sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) juga diambil 1 (satu) unit
untuk dilakukan pemeriksaan dan pengujian porous
mass.
(8) Apabila pengujian porous mass sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) tidak memenuhi syarat t dapat
diambil 1 (satu) unit lagi untuk dilakukan pengujian
porous mass.
(9) Jika hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat
(4). ayat (5), ayat (6), ayat (7) dan ayat (8) tidak
memenuhi syarat, maka pembuatan terhadap 200
(dua ratus) unit bejana penyimpanan dianggap tidak
memenuhi syarat.
(10) Pelaksanaan pengujian sifat mekanik, sifat kimia t dan
porous mass dapat dilakukan di lembaga. uji yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(11) Untuk Tangki Timbun dilakukan pengetesan
kebocoran dengan pengisian air secara penuh
didiamkan selama 2 x 24 jam.
(12) Jika terjadi kebocoran atau perubahan bentuk pada
Tangki Timbun, kaki rangka baja, fondasi, dan lantai
maka hams dilakukan perbaikan sebelum digunakan.

Pasa173
(1) Pemeriksaan dan/atau pengujian pertama pada saat
sebelum digunakan atau belum pernah dilakukan
pemeriksaan dan / atau pengujian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71 ayat (I) huruf c meliputi:
a. gambar konstruksi/ instalasi;
b. sertifikat bahan dan keterangan lain;
c. catatan data pembuatan (manufacturing data
record);

843
d. cara kerja Bejana Tekanan untuk bejana proses;
e. bagian luar dan bagian dalam Bejana Tekanan;
f. ukuran/ dimensi teknis;
g. pengujian tidak merusak; dan
h. percobaan padat (hidrostatic test).
(2) Percobaan pedat (hidrostatic test) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf h, tekanan uji 1,5 kali
dari tekanan kerja yang diperbolehkan stau tekanan
desain atau tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dati Peraturan
Menteri ini.
(3) Dalsm pelaksanaan pereobaan padat (hidrostatic tes~,

Bejana Tekanan tidal< boleh berkeringat, atau bocar t


atau tidak boleh terjadi perubahan bentuk menetap
yang menyebabkan volume bejana meIebihi 0,2 % (nol
kama dua persen) dari volume semula.

Pasal74
(1) Pemeriksasn danj stau pengujian pertama pad a
pemasangan, perubahan atau modifikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71 ayat (l) huruf d meliputi
pemeriksaan persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3).
(2) Selain pemeriksaan sebagaimana dimaksud pads ayat
(1), hams dilakukan pemeriksaaan dan/atau
pengujian:
a. bagian luar dan bagian dalam Bejana Tekanan;
b. ukuran/dimensi teknis;
c. pengujian tidak merusak; dan
d. percobaan padat (hidrostatic test).
(3) Percobaan padat (hidrostatic test) sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf d, tekanan uji 1,5 (satu
kama lima) kali dari tekanan kerja yang diperbolehkan
atau tekanan desain atau tercanturn dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menten ini.

844
(4) Dalam pelaksanaan percobaan padat (hidrostatic test),
Bejana Tekanan tidak boleh berkeringat, atau bocor,
atau tidak boleh terjadi perubahan bentuk menetap
yang menyebabkan isi bejana melebihi 0,2 % (nol
koma dua persen) dari isi semula.

Pasal15
(1) Pemeriksaan dan/atau pengujian berkala
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 hurnf b
dilakukan sesuai dengan Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Pemeriksaan dan/atau pengujian berkala
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. gambar konstruksi/ instalasi;
b. sertifikat bahan dan keterangan lain;
c. catatan data pembuatan (manufacturing data
record);
d. cara kerja Bejana Tekanan untuk bejana proses;
e. bagian luar dan bagian dalam Bejana Tekanan;
f. bagian luar untuk Tangki Timbun;
g. ukuran/dimensi teknis; dan
h. pengujian tidak merusak.

(3) Untuk Tangki Timbun seiain dilakukan pemeriksaan


dan/atau pengujian sebagaimana dimaksud peda ayat
(2) dilakukan pemeriksaan dan/atau pengujian alat
pembumian, penyalur petir, dan sarana
penanggulangan kebakaran sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Apabila hasil pemeriksaan bejana sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak memenuhi persyaratan
K3 maka harus dilakukan percobaan padat (hidrostatic
test).
(5) Percobaan padat (hidrostatic test) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasel
74 ayat (3) dan ayat (4).

845
(6) Untuk Bejana Tekanan dengan volume sampai dengan
60 (enam puluh) liter harus dilakukan penimbangan
dengan hasil penimbangan tidak boleh lebih besar
atau lebih keeil 5 % (lima persen) dari berat semula.
(7) Untuk bejana penyimpanan gas asetilen yang terlarut
dalam aseton, pengujian berkala dilakukan sesuai
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Paw 72 ayat
(7).
(8) Pemeriksaan seeara berkala untuk Tangki Timbun
dilakukan paling lambat 2 (dua) tahun dan pengujian
dilakukan paling lambat 5 (lima) tabun.

Pasa176
(1) Pemeriksaan dan/atau pengujian khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf c
merupakan kegiatan pemeriksaan dan/atau pengujian
yang dilakukan setelah terjadinya kecelakaan kerja,
kebakaran, atau peledakan.
(2) Pemeriksaan dan/atau khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal77
(1) Pemeriksaan dan/atau pengujian uJang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 70 huruf d dilakukan apabila
hasil pemeriksaan sebelumnya terdapat keraguan.
(2) Pemeriksaan dan/atau pengujian u]ang sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1) dilakukan sebagaimana
pemeriksaan dan/atau pengujian dalam Pasal 73 ayat
(1). Pasal 74 ayat (2) dan Pasal 75 kecuali pada
percobaan padat (hidrostatic test).

Pasal78
(1) Pemeriksaan dan/atau pengujian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 70 huruf a, huruf b, dan huruf
d menggunakan contoh formulir tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.

846
(2) Pemeriksaan dan/ atau pengujian sebagaimana
dimaksud dalam Pasa! 70 hurnf c mengacu pada
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasa179
Pemeriksaan dan/atau pengujian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 70 dilakukan oleh:
a. Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis; atau
b. AhU K3 Bidang Pesawat Uap dan Bejana Tekanan.

Pasa180
(1) Pemeriksaan danl atau pengujian yang dilakukan
Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 79 hurnf a dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturen perundeng-undangan.
(2) Ahli K3 bidang Pesawat Uap dan Bejana Tekan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 huruf b harus
ditunjuk oleh Menteri sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Untuk dapat ditunjuk sebagai Ahli K3 bidang Pesawat
Uap dan Bejana Tekan harus memiliki kompetensi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal81
(1) Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80
ayat (3) metiputi:
a. pengetahuan teknik;
b. keterampilan teknik; dan
c. perilaku.
(2) Pengetahuan teknik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a mencakup:
a. memahami peraturan perundang-undangan di
bidang pesawat uap dan Bejana Tekanan;
b. mengetahui jenis-jenis pesawat uap dan
perlengkapannya;
c. mengetahui jenis-jenis Bejana Tekanan dan
perlengkapannya;

847
d. mengetahui cara menghitung kekuatan
konstruksi pesawat uap dan Bejana Tekanan;
e. mengetahui pipa penyalur;
f. mengetahuijenis dan sifat bahan;
g. mengetahui teknik pengelasan dan pengujian
tidak merusak (Non Destructive Test);
h. mengetahui jenis dan pengolahan air pengisi
ketel;
i. mengetahui proses pembuatan, pemasangan, dan
perbaikanl modifikasi;
j. mengetahui cara pemeriksaan dan/atau
pengujian pesawat uap dan pipa penyalur;
k. mengetahui cara pemeriksaan dan/atau
pengujian Bejana Tekanan;
1. mengetahui K3 nuklir;
m. mengetahui jenis korosi dan pencegahannya;
n. mengetahui kelistrikan dan alat kontrol
otomatis;dan
o. mengetahui jenis fondasi dan kerangka dudukan.
(3) Keterampilan teknik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hurufb mencakup:
a. memeriksa dan menganaHsis jenis...j enis pesawat
uap dan perlengkapannya;
b. memeriksa dan menganalisis jenis-jenis Bejana
Tekanan dan perlengkapannya;
c. mampu menghitung kekuatan konstruksi
pesawat uap dan Bejana tekanan;
d. memeriksa dan menganatisis pipa penyalur;
e. memeriksa dan menganalisis kekuatan bahan;
f. memeriksa dan menganalisis pengelasan dan
pengujian tidak merusak (Non Destructive Test);
g. memeriksa dan menganalisis air pengisi ketel
uap;
h. memeriksa dan menganalisis pembuatan.
pemasangan dan perbaikan/modifikasi;
i. memeriksa dan menguji pesawat uap dan pipa
penyalur;

848
j. memeriksa dan menguji Bejana Tekanan;
k. memeriksa dan menganalisis korosi dan
pencegahannya;
1. memeriksa dan menganalisis kelistrikan dan alat
kontral otomatis;
m. memeriksa dan menganalisis fondasi dan
kerangka dudukan; dan
n. mampu membuat laporan dan analisa hasil
pemeriksaan dan pengujian pesawat uap dan
Bejana Tekanan.
(4) Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat diubah sesuai dengan perkembangan teknik dan
teknologi.
(5) Perilaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi sikap jujur, hati-hati, teliti, koordinatif,
profesional, tegas, bertanggung jawab, patuh. dan
disiplin.

Pasa182
Pengurus dan/atau Pengusaha memfasilitasi dalsm
pelaksanaan pemeriksaan dan/atau pengujian Bejana
Tekanan atau Tangki Timbun berupa penyediaan alat-alat
bantu.

Pasal83
(1) Hasil pemeriksaan dan/atau pengujian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 70 harus dilaporkan ke
pimpinan unit kerja pengawasan ketenagakerjaan.
(2) HasiJ pemeriksaan dan/atau pengujian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib dituangkan dalam Surat
Keterangan yang diterbitkan oleh unit kerja
pengawasan ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Surat Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diJengkapi dengan alasan teknis pada lembar
tersendiri.

849
(4) Surat Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dibuat dalam 3 (tiga) rangkap dengan nncian:
a. lembar pertama, untuk pemilik;
b. lembar kedua, untuk unit pengawasan
ketenagakeljaan setempat; dan
c. lembar ketiga, untuk unit pengawasan
ketenagakerjaan pusat.
(5) Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) wajib menyampaikan surat
keterangan kepada unit pengawasan ketenagakerjaan
di pusat setiap 1 (satu) bulan sekali.

Pasa184
(1) Surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
83 ayat (2) meliputi Surat Keterangan Memenuhi
Persyaratan K3 atau Surat Keterangan Tidak
Memenuhi Persyaratan K3 tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
(2) Bejana Tekanan dan Tangki Timbun yang
mendapatkan Surat Keterangan Memenuhi
Persyaratan K3 diherikan Tanda Memenuhi Syarat K3
pada setiap Bejana Tekanan dan Tangki Timbun.
(3) Tanda memenuhi syarat K3 sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) hempa stiker yang dibubuhi stempel
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dan Peraturan Menteri ini.

Pasal8S
Bejana Tekanan dan Tangki Timbun yang tidak memenuhi
syarat K3 dibongkar atau dipotong dengan menggunakan
prosedur kerja yang aman.

850
BABIX
PENGAWASAN

Pasal86
Pengawasan pelaksanaan K3 Bejana Tekanan dan Tangki
Timbun di Tempat Kerja dilaksanakan oleh Pengawas
Ketenagakerjaan Spesialis sesuai dengan ketentuan
peraturan perondang-undangan.

BABX
SANKSI

Pasa187
Pengusaha dan/atau Pengurus yang tidak memenuhi
ketentuan dalam Peraturan Meteri ini dikenakan sanksi
sesuai dengan Undang-Undang Nornor 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

BABXI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal88
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku maka:
a. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor PER. 01/MEN/1982 tentang Bejana Tekanan;
b. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja
No.SE.06/MENj1990 tentang Pewamaan Botol
Baja/Tabung Gas Bertekanan; dan
c. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan
Ketenagakerjaan Nomor KEP/75/PPK/XII/2013
tentang Petunjuk Teknis Pembinaan Calon AhU
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bidang Pesawat
Uap dan Bejana Tekan, Pesawat Angkat-Angkut, dan
Pesawat Tenaga dan Produksi, khusus yang mengatur
Calon AhU Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bidang
Pesawat Uap dan Bejana Tekan;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

851
Pasal89
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya. memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tangga127 Desember 2016

MENTERIKETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA.

ttd.

M. HANIF DHAKIRI

Diundangkan di Jakarta
pada tangga127 Desember 2016

DIREKTUR JENDERAL
PERATURANPERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WlOODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1988

SALINAN SESUAJ DENGAN ASLINYA


~~~I:'-A'IRO HUKUM,

852
LAMPiRAN
PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 37 TAHUN 2016
TENTANG
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
BEJANA TEKANAN DAN TANGKI TIMBUN I

DAFTAR LAMPlRAN

TABEL 1 ANOKA REGANG


TABEL2 BEJANA TEKANAN BERISI GAS ASAM MAUPUN GAS.
TABEL3 PEWARNAAN BEJANA PENYIMPANAN GAS
FORMULIR la SURAT KETERANGAN HASIL PEMERIKSMN DAN
PENGUJIAN BEJANA TEKANAN DAN TANGKI TIMBUN
OLEH AHLI K3 BIDANG PESAWAT VAP DAN BEJANA
TEKANAN YANG MEMENUHI PERSYARATAN
FORMULIR Ib SURAT KETERANGAN HASIL PEMERIKSAAN DAN
PENGUJIAN BEJANA TEKANAN DAN TANGKI TIMBUN
OLEH PENGAWAS KETENAGAKERJAAN SPESIALIS
PESAWAT UAP DAN BEJANA TEKANAN YANG
MEMENUHIPERSYARATAN
FORMULIR Ie SURAT KETERANGAN HASIL PEMERIKSAAN DAN
PENGUJIAN BEJANA TEKANAN DAN TANGKI TIMBUN
OLEH AHLI K3 BIDANG PESAWAT UAP DAN BEJANA
TEKANAN YANG TIDAK MEMENUHI PERSYARATAN
FORMULIR Id SURAT KETERANGAN HASIL PEMERIKSAAN DAN
PENGUJIAN BEJANA TEKANAN DAN TANGKI TIMBUN
OLEH PENGAWAS KETENAGAKERJMN SPESIALIS
PESAWAT UAP DAN BEJANA TEKANAN YANG TIDAK
MEMENUHIPERSYARATAN
FORMULIR 2 FORMULIR HASIL PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN
BEJANA TEKANAN
FORMULIR3a FORMULIR HASIL PEMERIKSAAN BULANAN TANGKI
TIMBUN
FORMULIR3b FORMULIR HASIL PEMERIKSAAN PERTAMA/BERKALA
TANGKI TIMBUN

853
FORMAT4a CONTOH STIKER MEMENUHI PERSYARATAN K3
FORMAT4b CONTOH STIKER TIDAK MEMENUHI PERSYARATAN K3

MENTERIKETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

M. HANIF DHAKlRl

SALINAN SESUAI DENGAN ASLINYA


ROHUKUM,
(

854
Tabel 1
Angka Regang

Kekuatan Tarik (kgjmm2 ) Regang Dalam (%)

35 32

36 31

37 30

38

39 29

40

41 28

42
43

44 27
45

46

47 22,5

48

49 24

50

51

52
53 23

54

55

56 22

Keterangan :
Bilamana kekuatan tank lebih dari 56 kg/mm 2 , maka angka ini dikalikan dengan angka
regang hingga putus dalam prosentase, harus menghasilkan serendah-rendahnya 1200

855
Tabel2
Bejana Tekanan Berisi Gas Asam Maupun Gas

No. Nama Gas Keadaan gas PI PO V n


1 '2 ~ 4 ~ n 7
1 Acetylene (acetyleen gas Dilarutkan dalam 60 15 5
karbid) Aseton
2 Ethylamine Aethylamine Cairan 10 ... 1,70 5
3 Ethane Aethaan Cairan 95 ... 3,3() 5
4 Ethylene, Aethyleen (eterna) Cairan 225 - 3,5(J 5
5 Ethylene oxide Aetheleen Cairan 10 - 1,30 5
oxid
6 Ammonia Ammonia Dilarutkan dalam 30 - 1.8e 5
air
7 Ammoniak dalam air dengan Dilarutkan dalam
30-40 % berat ammoniak air
4 - 1,25 2

8 Ammoniak dan air dengan Dilarutkan dalam 9 - 1,30 5


40-50 % berat amrnoniak air
9 Boornouride Dilarutkan dalam 225 150 ... 5
air
10 Methyl Bromida Broomethyl Dikempa 10 - 0,70 5

11 Chlorine Chloor (chlorida) Cair'an 22 - 0,80 2

12 Ethyl Chlorida Chloor aethyl Cairan


10 ... l,2S 5
13 Chlorine Carbonice Chloor Cairan 15 - O,8(J2
kooloxide
14 Chlorine methyl Chloor Cairan 16 - 1,25 5
methyl (methyl
chlorida)
15 Chlirine Hydrogen chloor Cairan 110 - I,SO 2
waterstof
(Hydrogenchlorida)
16 Gas-gas mulla Dikempa 225 150 - 5
11 Freon Cairan 13 - 0,89 5
(dichloordiflourmethaanl.
18 Gas campuran (gas minyak Dikempa 15 10 - 5
den2an 300/0 acetylene (max)
19 Carbondioxide Kooloxyde Dikempa 225 150 5
dioksid arang
20 Carbonic acid, (Carbon Dikempa 30 20 ... 5
monoxide).
Koozuur (koolmonoxyde)
asam arang

21 A~am Ar~ng lcairanl Cairan 250 - LSO 5


22 Coal gas, illluminating gas, Dikempa 225 150 - 2
gas bimpu
?~ Air 1JclArA
Campuran (mixture) :
ni1l'prnns:l 22:-\ lS0 - ~

1. udara dengan gas mulia Dikempa 225 150 - 5


24 2. nitrogen dengan gas mulls Dikempa 225 ISO 5
3. Oksigen dengan argon Dikempa 225 150 ... 5
,,~ M,..tns:lnp l\A,..t}uu:an n,i1l'pmn~ 14 - - ~
26 Methvlamine Cairan 10 - 170 5

856
27 Methylether Cairan 10 1 ],65 5
Methylaether
28 Oil gas (Olie gas) Dikempa 200 125 - 5
Qasminyak
29 Oil gas (Olie gas) Cairan 190 ... 2,50 5
Oas minyak
30 Propylene gas minyak Cairan 35 ... 2,25 5
Propyleen
31 Nitrogen Dikempa 225 150 5
Nitrogen, atik-stoC
zatlemas
32 Oksidul zatt lema Cairan 250 - 1,50 5
(Nitrogen monoxide)
33 Tetraoksid zat lemas Cairan 22 ... 0,80 2
(Nitrogen tetraoxid)
34 Tgas (aethyleenoxyde) Cairan 11 ... 1,26 5
dengan koolzuur
35 Vinylchloride Cairan 11 ... 1,26 5
36 Vinylmethy aethen Cairan 10 ... 1,50 5
37 Gas airfwater 2asl Dikempa 225 150 - 5
38 Zat air, hidrogen Dikempa 225 150 5
I (Hvdrogen). Water stor
39 Asam belerang muda Dikempa 12 ... 0,80 2
Sulfula dioxide
Swaveligzuur
40 Zat air belerang. Dikempa 45 - 1,45 2
(hydrogen sulfide)
swarth waterstof
41 Zat asam (Oxygen) Dikempa 225 150 - 5
Zuurstof

Keterangan:
PI tekanan pereobaan dengan air dalam satuan kg/em2 tekanan melebihi.
PO tekanan kerja yang diperbolehkan dalam kg/ cm2 tekanan melebihi.
V volume yang diperlukan dalam botol dalam satuan dm3 untuk setiap kg, gas
melarut atau yang dipadatkan.
n jangka waktu pengujian yang paling lama dalam tabun.

857
Tabe13
Pewamaan Bejana Penyimpanan Gas

I. Prinsip Pewamaan (Color Coding) Bejana Penyimpanan Gas


Prinsip pewarnaan (color coding) bejana penyimpanan gas harns sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau standar yang berlaku.
Berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, bahwa:
1. Warna bejana penyimpanan gas berhubungan dengan sifat kimia dan/atau fisika
dan gas-gasnya yang hendak ditonjolkan potensi bahaya.
2. Bejana penyimpanan gas yang mengandung lebih dari satu potensi bahaya yang
akan ditonjolkan, ditandai dengan gabungan warna dasar.
3. Bejana penyimpanan gas walaupun di udara mengandung potensi bahaya yang
beraifat fatal, ditandai dengan warna dasar menyolok.
Selain perwanaan Bejana penyimpanan gas sebagaimana tersebut di atas, masih dapat
ditambahkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Jenis-jenis warna dasar diusahakan seminimal mungkin, agar orang awam dapat
dengan mudah mengenal dan mengingat potensi bahaya dari bejana penyimpan gas
tersebut.
2. Gas-gas yang berbeda jenisnya tetapi mempunyai kesamaan potensi babaya yang
hendak ditonjolkan, diberi warna dasar yang sarna, namun dibedakan dengan
penandaan khusus di tempat tertentu pada badan atau leher. Penandaan tersebut
dapat berbentuk tulisan nama gas yang disablonkan secara menyolok sepanjang
badan Bejana penyimpanan gas atau hempa labeling tanda peringatan khusus
yang ditempelkan pada bagian leher.
3. Gas-gas yang jenisnya beraneka ragam dapat dikelompokkan menurut sifat dan
potenai bahayanya menjadi:
a. klasifikasi berdasarkan potensi babeya yang dimiliki gas tersebut, antara lain
mencekik, mengoksidasi, mudah terbakarI beracun dan atau korosif..
b. klasifikasi gas-gas spesifik, antara lain asetilen, oxygen, nitrous oxide.
c. klasiflkasi gas-gas inert untuk pemakaian jenis industri dan media, antara lain
argon, nitrogen, carbon dioxide, helium.
d. klasifikasi gas-gas campuran untuk jenis media stau yang dipergunakan untuk
pernafasan, entara lain udara atau udara sintetik, heliumloxygen,
oxygen/carbon dioxide, oxygen/nitrogen, oxygen/nitrous oxide, nitric
oxide/nitrogen NO< 1000 ppm (V IV),
e. klasifikasi gas-gas industri dan gas campuran, antara lain Udara atau udara
sintetik (02 S 23.5 0/0), Ammonia, Chlorine, Hydrogen, Krypton, Methane,
Argon/Carbon dioxide, Nitrogen I carbon dioxide.

858
II. Pewamaan dan flelabelan Bejana Penyimpanan Gas
1. Pewamaan Bejana Penyimpanan Gas
1. 1. Klasitlkasi warna beTdasarkan potensi bahaya yang dimiliki :
JENISGAS
Inert (Mencekik)

Light blue RAL


5012

Flammable {Mudah
Terbakar)

Toxic and/or Corrossive


(Beracun dan/stau
korosif)

1.2. Klasiflkasi gas-gas apesifik :


JENIS GAS
Maroon colour 541 in


as 38le
(3) or RAL 3007, Black
Red.
(Body & shoulder)
02 White RAL 9010 .._...-

Nitrous Oxide Blue RAL 5010


859
1.3. Klasifikasi gas-gas inert untuk pemakaianjenis industri dan medis
WARNAPADA
Ar

Nitrogen • Black RAL 9005

Carbon dioxide • Grey RAL 7037

1.4.

KJasiflkasi gas-gas campuran untuk jenis medis atau yang dipergunakan
untuk pemafasan

Black RAL 9005

White RAL
Brown RAL 8008
oxygen

Oxygen I
carbon Grey RAL 7037
dioxide

Oxygen I Bright green RAL 6018


nitrogen
0'1 < 200/0

nitrogen
()2:>23.5 %

860
1.5. Klasiftkasi gas-gas industri dan gas campuran
JENTS GAS

udara sintetik
O;J 23.5%

Chlorine Yellow RAL 1018

Bright gret~n

861
Nitrogen /
(~rbon
dioxide

2. Pelabeum Bejana Penyimpanan Gas


Seluruh bejana penyimpanan gas wajib diberi label untuk menunjukan isi gas di
dalamnya, dan keterangan lain yang mendukung~ dikarenakan label adaJah yang
utama untuk keperluan identifikasi isi gas di dalam bolol bajajtabung ga.s
bertekanan tersebut. Pewarnaan tabung hanya sebagai penanda. Untuk keperluan
medis. pelabelan mengikuti ketentutUl yang ditetapkan o1eh Peraturan Kementerian
Kesehatan.

Oambar 1. Contoh Label Botol Baja I Tabung Gas Bertekanan

Bentuk dan ukuran label dapat disesuaikan dengan dimensi dari bejana
penyimpanan gas itu sendiri. untuk ditampilkan pada beginn bahu bejana
peI:lyimpanan gas. Infonnasi berikut diperlukan dalam label:
8. Pictogram, yang menampilkan potensi bahaya utama dan poten. bahaya
tambahannya. Pictogram disesuaikan dengnn ketentuan pemturan perundang·
undangan;
b. NomoI' UN;
Nama gas dan sirat gas;
d. Nama ga.s huruf besar;
Keterangan potensi bahaya;
f. Keterangan dimensi dan tekanan tabung;
Standard yang dipakai;
h. Na.ma. pt~rusahaan pembuat tabung;
i. Alamat perusahaan pembuat tabung;
j. Informasi tambahan perusahaan pembuat tabung;

862
III. Pengecatan Bejana Penyimpanan Gas
1. Jems Cat
Cat yang dimaksud adalah cat produksi pabrik yang telah diakui oleh Instansi
PClncrintah yang berwenang dan mempunyai sifat-sifat berikut:
a. Cat tersebut harus mempunyai daya lekat terhadap baja yang cukup baik guna
melindungi permukaan bejana dengan sempuma dari pengaruh udara.
b. Cat tersebut harus mempunyai kekerasan dan elastisitet, agar daya lentumya
baik, sehingga cukup tahan pukul atau tekanan dan luar.
c. Cat tersebut harus tidak mudah terbakar dan laban air.
d. Cat hams dibuat agar tidak mudah berubah dan luntur.
c. Cat harus dibuat tahan terhadap cuaca udara yang berubah..ubah sehingga
Udale ada penuaan atau perubahan.
2. Pengecatan
Pada dasarnya pelaksanaan coating dan finishing harus dilakukan dengan memakai
cat yang telah disesuaikan dengan kelompok/jenis gas yang diisikan berdasarkan
sumber bahaya serta kondisi dari botol atau tabung gas bertekanan yang akan
digunakan. Jika lapisan telah dilakukan dengan anti karat, cat harus dikeringkan
sesuai dengan sifat-sifatnya.
3. Pengecatan Ulang
Pengecatan ulang boto1 baja atau tabung gas bertekanan hams diadakan apabila:
a. Warnanya sudah berubah, luntur dan sudah tidak menunjukkan lagi identitas
wama yang seluruhnya.
b. Warna cat yang seharusnya sudah hHang, atau tertutup sehingga identitas
wama tersebut dan 500/0 luasan permukaan badan botol baja.
Dilakukan pengujian/pengetesan bejana penyimpanan gas (hydrostatic test).

863
Formulir la
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI ............................................................•...............................
ALAMAT .

SURAT KETERANGAN
BEJANA TEKANAN / TANGKI TIMBUN 'It)
Nomor: .

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengujian yang telah dilakukan oleh Ahli K3
Bidang Pesawat Uap dan Bejana Tekanan pada tanggal sid ..
terhadap perencanaan/ pembuatan/ pemasangan/ pemakaian / perbaikan / modifikasi lk)
bejana tekanan I tangki timbun*), diterangkan bahwa:

A.DATA UMUM
1. Nama .
2. Jabatan .
3. Perusahaan .
4. Alamat .
5. Lokasi Objek: .

B. DATA TEKNIS
1. Jenis .
2. Bentuk/1YPe ..
3. Gambar Konstruksi : No : t tanggal : ..
4. Nama/Perusahaan Perencana .
5. Pabrik/PerusahaaIl Pembuat .
6. Perusahaan Pemasang ..
7. Tempat dan Tahun Pembuatan .
8. Tempat dan Tahun Pemasangan: .
9. Tekanan Desain .
Kg/cm2
10. Tekanan Kelja Yang Diijinkan
Kg/cm2
11. Kapasitas . Kg
12.Volume . Liter
13. NomoI' Seri Pabrik (MSN) .
14.Jumlah . Buah
15. Media yang ak.an diisikan .
16. Digunakan untuk .
17. Alat pengaman dan perlengkapan lainnya :
Jenis Jumlah Ukuran Letak

I
C. HASIL PEMERlKSAAN DAN PENGUJIAN
Hasil pemeriksaan dan pengujian terhadap bejana tekanan/tangki timbun*) secara
rinei sebagaimana terlampir.

864
D.EVALUASI (Alasan Teknis)

E. KESIMPULAN

MEMENUHI
PERSYARATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Demikian Surat Keterangan ini dibuat dengan sebenarnya agar dapat digunakan
sebagaimana mestinya dan berlaku sepanjang Bejana Tekanan/Tangki Timbun'"')
tidak dilakukan pel"ubahan teknis danl atau sampai dilakukan pemeriksaandan
pengujian selanjutnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Disetujui: Diperiksa kembali :


Pimpinan Unit Kerja Pengawas Yang Memeriksa Ahli K3
Pengawasan Ketenagakerjaan Bidang Pesawat Uap dan
Ketenagakerjaan Spesialis Pesawat Uap Bejana Tekanan
dan Bejana Tekanan

( ) ( ) ( .)

NIP . NIP . NO. REG .

Keterangan:
Lembar surat keterangan:
a. Lembar pertama, untuk pemilik;
b. Lembar kedua, untuk unit kerja pengawasan ketenagakerjaan setempat;
c. Lembar ketiga, untuk unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pusat.

865
Formulir Ib
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI .
ALAMAT .

SURAT KETERANGAN
BEJANA TEKANAN/TANGKI TIMBUN *)
Nomor: .

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengujian yang telah dilakukan oleh Pengawas
Ketenagakerjaan Spesialis PesawatUap dan Bejana Tekanan pada tanggal sid
...................... terhadap perencanaan / pembuatan / pemasangan / pemakaian /
perbaikan / modifikasi *) bejana tekanan I tangki timbun*), diterangkan bahwa:

A. DATA UMUM
1. Nama
2. Jabatan
3. Perusahaan
4. Alamat
5. Lokasi

B. DATA TEKNIS:
1. Jenis .
2. Bentuk/1YPe .
3. Gambar Konstruksi : No: tanggal : .
4. Nama/Perusahaan Perencana _ .
5. PabrikJPerusahaan Pembuat .
6. Perusahaan Pemasang .
7. Tempat dan Tahun Pembuatan .. .
8. Tempat dan Tahun Pemasangall: .
9. Tekanan Desain .
Kgjcm2
lO.Tekanan Kerja Yang Diijinkan
Kg/cm2
11. Kapasitas . Kg
12.Volume . Liter
13. Nomor Seri Pabrik (MSN) .
14.Jumlah . Buah
IS.Media yang akan diisikan .
16. Digunakan untuk .
17. Alat pengaman dan perlengkapan lainnya :
Jenis Jumlah Ukuran Letak

C. HASIL PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN

866
HasH pemeriksaan dan pengujian terhadap Bejana TekananjTangki Timbun*)
secara rinci sebagaimana terlampir.

D.EVALUASI (Alasan Teknis)

E. KESIMPULAN

MEMENUHI
PERSYARATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Demikian Surat Keterangan ini dibuat dengan sebenarnya agar dapat digunakan
sebagaimana mestinya dan berlaku sepanjang Bejana Tekanan/Tangki Timbun*)
tidak dilakukan perubahan teknis dan/atau sampai dilakukan pemeriksaan dan
pengujian selanjutnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Disetujui:
Pimpinan Unit Kerja Pengawas
Pengawasan Ketenagakerjaan Spesialis
Ketenagakerjaan Pesawat Uap dan Bejana
Tekanan

( ) { }

NIP , . NIP .

Keterangan:
Lembar surat keterangan:
Lembar pertama, untuk pemilik;
Lembar kedua, untuk unit kerja pengawasan ketenagakerjaan setempat;
- Lembar ketiga. untuk unit keIja pengawasan ketenagakerjaan pusat.

867
FormuUr Ie
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI ..
ALAMAT .

SURAT KETERANGAN
BEJANA TEKANAN I TANGKI TIMBUN *)
Nomor: .

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengujian yang telah dilakukan oleh Ahli K3
Bidang Pesawat Uap dan Bejana Tekanan pada tanggal sId .
terhadap pereneanaanl pembuatan I pemasangan I pemakaian/ perbaikan I modifikasi *)
bejana tekanan/tangki timbun*), diterangkan bahwa:

A. DATA UMUM
1. Nama
2. Jabatan
3. Perusahaan
4. Alamat
5. Lokasi

B. DATA TEKNIS
1. Jenis ..
2. Benmk/1'YPe .
3. Gantbar Konstruksi : No : , tanggal : .
4. Na.rna/Perusalla.an PerencaIla .
5. Pabrik/Perusahaan Pembuat .
6. Perusahaan Pemasang .. .
7. Tempat dan Tahun Pembuatall. .
8. Tempat dan Tahun Pemasatlgan.: .
9. Tekanan Desain .
Kg/cm2
10.Tekanan KeJja y8Z1g Diiji:r1kan . . .
Kg/cm 2
11.Kapasitas . Kg
12. Volume . Liter
13.Nomor Seri Pabrik (MSN) .
14.Jumlah . Buah
15. Media yang akan diisikarl ..
16. DigunakaJl untuk .
17. Alat pengaman dan perlengkapan lainnya :
Jenis Jumlah Ukuran Letak

C. HASIL PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN

868
Hasl! pemeriksaan dan pengujian terhadap bejana tekanan/tangki timbun*) secara
rinci sebagaimana terlampir.

D.EVALUASI (Alasan Teknis)

E. KESIMPULAN

TIDAK MEMENUHI
PERSYARATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Demikian Surat Keterangan ini dibuat dengan sebenamya dan dilarang


menggunakan/mengoperasikan Bejana Tekanan/Tangki Timbun*) terse but sebelum
dilakukan perbaikan/penyesuaian penggunaan/perhitungan kembaJi/. ..... *) dan
dilakukan pemeriksaan dan/atau pengujian ulang serta memenuhi persyaratan K3.

Disetujui: Diperiksa kembali :


Pimpinan Unit Kerja Pengawas Yang Memeriksa AhU K3
Pengawasan Ketenagakerjaan Bidang Pesawat Uap dan
Ketenagakerjaan Spesialis Pesewat Uap Bejana Tekanan
dan Bejana Tekanan

( ) ( ) ( )

NIP . NIP . NO. REG ..

Keterangan:
Lembar surat keterangan:
- Lembar pertama, untuk pemilik;
- Lembar kedua, untuk unit kerja pengawasan ketenagakerjaan setempat;
- Lembar ketiga, untuk unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pusat.

869
Formulir ld
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
OISNAKER PROVINSI .
ALAMAT .

SURAT KETERANGAN
BEJANA TEKANAN / TANGKI TIMBUN *)
Nornor: .

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengujian yang telah dilakukan oleh AhU K3
Bidang Pesawat Uap dan Bejana Tekanan pada tanggal sId .
terhadap perencanaan / pembuatan/ pemasangan/ pemakaian I perbaikan/ modifikasi *)
bejana tekanan/ tangki timbun*), diterangkan bahwa:

A. DATA UMUM
1. Nama
2. Jabatan
3. Perusahaan
4. Alamat
5. Lokasi

B. DATA TEKNIS
1. Jenis ..
2. Bentuk/Type .
3. Gambar Konstruksi : No : t tanggal : .
4. Nama/Perusallaan Perencana .
5. Pabrik/Perusahaan Pembuat .
6. Perusahaan Pemasang .
7. Tempat dan Tahun Pembuatan ..
8. Tempat dan Tahun Pemasangan: .
9. Tekanan Oesain ..
Kg/cm2
10.Tekanan Ketja Yang Diijinkan
Kg/cm2
11.Kapasitas . Kg
12.Volume . .. Liter
13. Nomor Seri Pabrik (MSN) .
14. Jumlah . BUM
IS.Media yang akan diisikan .
16. Digunakan untuk .
17. Atat pengaman dan perlengkapan lainnya :
Jenis Jumlah Ukuran Letak

870
C. HASIL PEMERIKSMN DAN PENGUJlAN
HasH pemeriksaan dan pengujian terhadap bejana tekanan/tangki timbun*) secara
rinci sebagaimana terlampir.

D.EVALUASI (Alasan Teknis)

E. KESIMPULAN

TIDAK MEMENUHI
PERSYARATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Demikian Surat Keterangan ini dibuat dengan sebenamya dan dilarang


menggunakan/mengoperasikan Bejana Tekanan/Tangki Timbun*) tersebut sebelum
dilakukan perbaikan/penyesuaian penggunaan/perhitungan kembali/ ...... *) dan
dilakukan pemeriksaan dan/atau pengujian ulang serta memenuhi persyaratan K3

Disetujui :
Pimpinan Unit Kerja Pengawas
Pengawasan Ketenagakerjaan Spesialis
Ketenagakerjaan Pesawat Uap dan Bejana
Tekanan

( ) ( )

NIP...............•......•........... NIP .

Keterangan:
Lembar surat keterangan:
.. Lembar pertama, untuk pemilik;
.. Lembar kedua, untuk unit kerja pengawasan ketenagakeIjaan setempat;
.. Lembar ketiga, untuk unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pusat.

871
Formulir 2
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI .

FORMULIR PEMERlKSAAN DAN PENGUJlAN


BEJANABERTEKANAN
Nomor: .

1. DATAUMUM
1. Pemilik
2. Alamat

3. Pemakai

4. Lokasi Unit
5. Nama Operator
6. Jenis Bejana
7. Pabrik Pembuat
8. Merk / Type

10. No. SerielNo. Unit


11. Tekanan Kerja Maks. Yang
Diperbolehkan
12. Kapasitas
13. Media yang digunakan
14. Temperatur kerja
15. Standar yang dipakai
16. Digunakan untuk
17. Tanggal Pemeriksaan dan
Pengujian
18. Lokasi Pemeriksaan dan
Pengujian
19.
20.

n. DATA TEKNIK

JumJah Roundshell
Cam penyambungan
Shell I Badan Material/bahan
Diameter dalam (ID)
Ketebalan (t)

872
Panjang Badan
Jenis
Penguat Jumlah
Ukuran/Dimensi
,Jenis/bentuk
Lengkungan (R)
Lekukan (r)
Depan/Atas Kemiringan
Diameter
Ketebalan
Material/Bahan
Tutup/Head
Jenis/bentuk
Lengkungan (R)
Lekukan (r)
Belakangl
Kemiringan
Bawab
Diameter
Ketebalan
Material I Bahan
Jenis/bentuk
Diameter Ketebalan I Panjang I Jumlah
Dimensi I I
Material
Cara pemaaangan
Diameter
Ketebalan
lnstalasi pipa
Jenis katup
Jumlah

III. PEMERIKSAAN

a}. Visual
Kondisi
No. Bagian-Bagian Memenuhi Keterangan
Tidak
syarat
Komponen Bejana terdiri a.ta.s:
a. Shell/badan
b. Head/tutup ujung
c.
d. Pipa-pipalchannel
e. Nozzle I nosel

873
Kondisi
No. Bagian-Bagian Memenu"hi"' ._ _ _. Keterangan
svarat Tidak
2. Kelengkapan bejana:
8. Pedoman tekanan
b. Pengukur temperature
c. Petat nama
d. Keran pembuang/drain
e. Keran yentilasi
f. Katup pengamanl safety
. . . . . _.~t;!!.~...._-_.__.._---------I------I------t-----------1
g. Katup pelarnpung
h. Katup vacuum
i. Filter
j. Steam Trap
3 Support
4. Instalasi pipa
a. Katup-katup
b. Support

Keterangan: Pemeriksaan visual dilakukan terhadap kondisi sambungan keretakan,


korosi, dan perubahan bentuk.

b). Dimensi

No. Komponen Ukuran/Dimensi Keterangan

Shell badan
8. Ketidak bulatan
1. b. Ketebalan
c. Diameter
d. Panjang
Head/tutup ujung
2. a. Diameter
b. Ketebalan
Pipa-pipa/ channel
a. Diameter
3.
b. Kctebalan
c. Panjang

Instalasi pipa
4. ...
Q. Diameter

874
ketebalan tertipis dari hasil pengukuran spot secara random.

PEGAWAI PENGAWAS / AHU K3


SPESIALIS PESAWAT UAP & BEJANA TEKAN

875
IV. PEMERJKSAAN TIDAK MERUSAK

IV.I. Shell/Badan
Jenis NOT: .

Cacat
No. Bagian yang NDT Lokasi Tidak Keterangan
Ada
Ada

II
I

GAMBAR:

PEGAWAl PENGAWAS / AHLI K3 PELAKSANA


SPESIALIS PESAWAT UAP & BEJANA TEKAN

876
IV.2. Head I Tutup Ujung
Jenis NDT: .

Cacat
No. Bagian yang NOT Lokasi Tidak Keterangan
Ada
Ada

GAMBAR:

. . . . . . . 11 • • • • • • • • • • • • • • " . , • • • • • • • • • " "'." • • 11:........ ••••••••••••••••••••••• , .

PEGAWAI PENGAWAS I AHLI K3 PELAKSANA


SPESIALIS PESAWAT UAP & BEJANA TEKAN

877
IV,). Pipa-pipalChannel
Jenis NOT: .

Cacat
No. Bagian yang NOT Lokasi Tidak Keterangan
Ada
Ada

GAMBAR:

PEGAWAI PENGAWAS / AHLI K3 PELAKSANA


SPESIALIS PESAWAT UAP & BEJANA TEKAN

NIP/NO REG

878
1V .4. NOZZle I Nosel
JenisNDT: ..

Cacat
No. Bagian yang NOT Lokasi Tidak Keterangan
Ada
Ada

GAMBAR:

................ "................................... to . . . . " • • • • • • • " • • • • • • • • • • , , , • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •

PEQAWAI PENGAWAS / ABU K3 PELAKSANA


SPESlALIS PESAWAT UAP & BEJANA TEKAN

879
IV.5. Instalasi Pipa
JenisNDT: .

Cacat
No. Bagian yang NDT Lokasi Tidal< Keterangan
Ada
Ada

GAM BAR:

PEGAWAI PENGAWAS I AHLI K3 PELAKSANA


SPESIALIS PESAWAT UAP& BEJANA TEKAN

880
V. PENUUJIAN HIDROSTATlS

No. Data Pengujian Simbol Keterangan

OP
Tekanan Desain
1. Kg/Cm2
WP
2. Tekanan Kerja
Kf!./Cm2
3. Tekanan Uji TP
KR/Cm2
0
4. Temperatur ambien
C
Waktu penahanan

5. s. Tekanan Desain/Kerja TO Menit

b. Tekanan Uji
Tl Menit

6. Kenaikan TemperatuI" oc

TP

OP/wp

TO Tl

CATATAN
Selama. dan setelah pengujian telah diperiksa bagian-bagian utama Bejana Tekana.n:
TerjadijTidak Terjadi Kebocoran;
Terjadi/Tidak Terjadi Perubahan Bentuk.

PEGAWAI PENOAWAS/AHLI K3
SPESIALIS PESAWAT UAP & BEJANA TEKAN

881
VI. K~::;lMfJULAN

VII. SARAN

PEGAWAI PENGAWASjAHLI K3
SPESIALIS PESAWAT UA? & BEJANA TEKAN

882
Formulir 3a
Formulir Pemeriksaan Bulanan Tangki Timbun

LOKASITANG~: __

NO. KONDISI VA TIDAl< TINDAK LANJUT

1. Ada tanda kebocoran di permukaan tangki

2. Kondisi tangki rusale, berkarat atau burnk

3. Baut, kelingan atau sambungan rusak

4. Penopang tangki rusak atau melengkung

5. Pondasi tangki terkikis

6. Pengukur ketinggian atau alarm rusa!<

7. Ventilssi terhalang / terhambat

8. ~gel ketup stau peking ada kebocoran

9. Jalur pemipaan terhalang atau rusak

10. Jalur pipa bawah tanah mencuat

11. Area bonpar must rusak

12. Sambungan tida!< ditutup/diberi Hensa


mati
13. Secondary containment rusak

14. Katup drainase tanggul terbuka

15. Pager gerbang atau penerangan rusak


l

16. Kotak peralatan penanganan tumpahan


tidaklenKka'P

Catatan:

883
Formulir 3b
Formulir PemerikSr'laO dan Pengujian Tangki Timbun

K.ode No:rnor FasiUtas:

Kota:

Telepon

Kota :

Telepon:

Nomor SeTi Tangki Timbun : Tanggal Pemasangan :

Tanggal Pemeriksaan dan Pengujian ._ , _ __. _

(] External
0 Pert,ama

0 External Internal

tanllllaJ tanual tan~al

Spesifikasi Tangki Timbun:

Konstruksi Tangki Timbun:

Approved internal
secondary containment

Synthetic Hner be-neath tank COncrete secondary


containment
Ri~e"ted -bottOm'--"--"'---'-
Ketebalan awal

Riveted shell Jumlah


Courses

Ketebalan Course Awal

Pondasi

Atap (Roof) o Tetap (Fixed)


o External floating
o tainnya

884
Pendeteksi Kebocoran

Groul'ldwater Monitoring
Monitoring
Tracer Technologies
Interstitial monitoring - jelaskari-"

Synthetic Liner o Lainnya

Pemeriksaan dan Pengujian Bagian Bawah (Bottom) Tangki Timbun

Metode Pengujian Tidak Merusak (NOT) Las-lasan Pelat


Vi tal 0 0
Ultrasonic (Spot) 0 0
Ultrasonic (SCan) 11 0
Liquid Penetrant 0 []
... _... Oil 0 C
Magnetic Particle 0 0
Radiography n 0
Mag Flux Scan 0 0
Vacuum Box (] 0
'rracer Gas 0 0
Holiday 0 0
Lainnya fsebutkan ) [J 0

Pemeriksaan dan Pengujian Oinding Baden (Shell) Tangki Timbun


Metode Pengujia Tidak Merusak (NOT) Las-tasan Petat
Vi la] IJ []
Ultrasonic {Spot} 0 0
Ultrasonic (Scan) 0 0
Liquid Penetrant 0 0
Penetrating Oil 0 0
Magnetic Particle [] U
..,
0 [J
Mag Flux Scan

~
[J
V Box 0
Tracer Gas 0
Holiday 0
Lal mya Isebutkan J 0 0

Pemeriksaan dan Pengujian Atap (Roof) Tangki Timbun

Metode Pengujian Tidak Merusak (NDT) Las-lasan Pelat


Visual [J C
Ultrasonic (Spot) 0 C
Ultrasonic (Scan) 0 [}
Liquid Penetrant [] 0
......... ,'" '-~".l:> on 0 0
Magnetic Particle 0 0
Radiography [J 0
Mag Flux Scan 0 0
Vacuum Box 0 LJ
Tracer Oas [] 0
Holiday 0 0
Lainnya l!t~htltka.n 1 0 [J

885
Hasil Pemeriksaan dan Pengujian Bagian Bawah Tangki Timbun

HasH Pemeriksaan dan Pengujian Dinding Badan (Shell) Tangki Timbun

Hasil Pemeriksaan dan Pengujian Atapl Roof Tangki Timbun

Kebocoran?

RINGKASAN PERBAIKAN : (penjelasan. tanggaJ. selesai. dan tanggal pengujian setelah perbaikan)
PondBsi; _

f.hlgian Bawah

Bitdan (Shell): .. ._~. . .._. .__.. _

Per1engkapan PenlllUWln , ._. . _

Ilasil: .. _

diperlukan)
Balian h..lOU' (ullrn:ronkt: Laju kcnosi diketahui?: 0 Ya 0 Tidak
[rahun) 111: '2: M3: Cl4: _

Bagian luar (visual): ('Tahun) 111: il2: 113: 114: '5: _

Bagian dahun : (TnhunJ

TANDA TANOAN:
Petugaa I Tanggal :

886
Format4a
Contoh Stiker Memenuhi Persyaratan K3

ICEMENTERIAN KETENAGAlCEIUAAN ILl


DtSNAKER PROVlNSl n ~.u ., .

MEMENUHI P£RSYAlATAN U

NAMA PERUSAHMN
NAMA 8£JANA ltKANAN/TANGKI nMBUN •...•.•....' .
rIPE/NO. SERf
kAPASlTAS / VOlUME
lOKASIBEJANA TEkANAH/TANGIO nMBUN u • • ..

887
Format 4b
Contoh Stiker Tidak Memenuhi l'er'SYflrfJJtan K3

KEMENTERIAN KETDIAGAKERJAAN R.I

888
MENTER' KETENAGAKERJAAN
REPU8UK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 38 TAHUN 2016
TENTANG
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PESAWAT TENAGA DAN PRODUKSI

DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2)


huru! a dan huru! m, Pasal 3, dan Pass} 4 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Ketja perlu mengatur syarat-syarat keselamatan dan
kesehatan kerja pesawat tenaga dan produksi;
b. bahwa dalam rangka melaksanakan kebijakan
Pemerintah, perkembangan peraturan perundang-
undangan, perkembangan teknologi, dan pemenuhan
syarat K3 pesawat tenaga dan produksi, perlu
dilakukan penyempumaan atas Peraturan Menteri
Tenaga Kerja Nomor PER.04/MENj 1985 tentang
Pesawat Tenaga dan Produksi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pesawat
Tenaga dan Produksi;

889
Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 3 Tabun 1951 tentang
Pemyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan
Perburuhan Tahun 1948 Nomer 23 dari Republik
Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1951 Nemer 4);
2. Undang-Undang Nomor Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1970 Nemor 1, Tarnbahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nemor 1918);
3. Undang-Undang Nomor 13 Tabun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nemor 4279);
4. Undang-Undang Nomer 21 Tabun 2003 tentang
Pengesahan ILO Convention No. 81 Concerning Labour
Inspection in Industry and Commerce (Konvensi ILO No.
81 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam
Industri dan Perdagangan) (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nemor 91, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nemor 4309);
5. Peraturan Pemerintah Nomer 50 Tahun 2012 tentang
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5309);
6. Peraturan Presiden Nemor 21 Tahun 2000 tentang
Pengawasan Ketenagakerjaan;
7. Peraturan Presiden Nomer 18 Tabun 2015 tentang
Kementerian Ketenagakerjaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 15);
8. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nemor 8
Tabun 2015 tentang Tata Cara Mempersiapkan
Pembentukan Rancangan Undang-Undang,
Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan
Peraturan Presiden serta Pembentukan Rancangan
Peraturan Menteri di Kementerian Ketenagakerjaan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
411);

890
9. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 33 Tahun
2016 tentang Tata Cara Pengawasan Ketenagakerjaan
(Serim Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
1753);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN TENTANG
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PESAWAT
TENAGA DAN PRODUKSJ.

BABI
KETENTUAN UMUM

Pasa11
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya
disingkat K3 adalah segels kegiatan untuk menjamin
dan melindungi keseJamatan dan kesehatan Tenaga
Kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat keJja.
2. Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3 Pesawat
Tenaga dan Produksi yang selanjutnya disebut
Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis adalah Pengawas
Ketenagakerjaan yang memiliki keahlian di bidang K3
Pesawat Tenaga Dan Produksi yang ditunjuk oleh
Menteri untuk melakukan pengujian norma
ketenagakerjaan sesuai peraturan perundang-
undangan.
3. AbU Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bidang Pesawat
Tenaga dan Produksi yang selanjutnya disebut AbU K3
Bidang Pesawat Tenaga dan Produksi adalah tenaga
teknis yang berkeahlian kh usus dan luar instansi
yang membidangi ketenagakerjaan yang ditunjuk oleh
Menteri untuk mengawasi ditaatinya peraturan
perundang-undangan ketenagakerjaan di bidang
Pesawat Tenaga Dan Produksi.

891
4. Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas
memimpin langsung sesuatu Tempat Kerja atau
bagiannya yang berdiri sendiri.
5. Pengusaha adalah:
a. orang perseorangan J persekutuan, atau hadan
hukum yang menjalankan suatu Perusahaan
milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan
Perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang berada di Indonesia mewakili
Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah
Indonesia.
6. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang
dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan
sendiri maupun untuk masyarakat.
7. Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan,
tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap di mana
Tenaga Kerja bekerja, atau yang sering dimasuki
Tenaga Kerja untuk keperluan suatu usaha dan di
mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.
8. Pesawat Tenaga dan Produksi adalah pesawat atau
alat yang tctap atau berpindah-pindah yang di pakai
atau dipasang untuk membangkitkan atau
memindahkan daya atau tenaga, mengolah, membuat
bahan, barang, produk teknis, dan komponen alat
produksi yang dapat menimbulkan bahaya
kecelakaan.
9. Alat Pengaman adalah alat perlengkapan yang
dipasang permanen pada Pesawat Tenaga dan
Produksi guna menjamin pemakaian pesawat tersebut
dapat bekerja dengan aman.

892
10. Alat Perlindungan adalah a1at perlengkapan yang
dipasang pada Pesawat Tenaga dan Produksi yang
berfungsi untuk melindungi Tenaga Kerja terhadap
kecelakaan yang ditimbulkan.
11. Alat Pelindung Diri yang selanjutnya disingkat APD
adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan
untuk melindungi seseorang yang fungsinya
mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi
bahaya di Tempat Kerja.
12. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang
membidangi Pengawasan Ketenagakerjaan.
13. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan bidang ketenagakerjaan.

Pasal2
(1) Pengurus dan/atau Pengusaha wajib menerapkan
syarat-syarat K3 Pesawat Tenaga dan Produksi.
(2) Syarat-syarat K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan/atau standar yang berlaku.

Pasa13
Pelaksanaan syarat-syarat K3 Pesawat Tenaga dan
Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bertujuan:
8. melindungi K3 Tenaga Kerja dan orang lain yang
berada di Tempat Kerja dari potensi bahaya Pesawat
Tenaga dan Produksi;
b. menjamin dan memastikan Pesawat Tenaga dan
Produksi yang aman, dan memberikan keselamatan
dalam pengoperasian; dan
c. menciptakan Tempat Kerja yang aman dan sehat
untuk meningkatkan produktivitas.

893
BAS II
RUANO LINGKUP

Pasa14
(1) Pelaksanaan syarat-syarat K3 Pesawat Tenaga dan
Produksi sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 2
meliputi kegiatan perencanaan, pembuatan,
pemasangan atau pcrakitan, pemakaian atau
pengoperasian, pemeliharaan, perbaikan, perubahan
ata.u modifikasi, serta pemeriksaan dan pengujian.
(2) Pesawat Tenaga dan Produksi meliputi:
a. penggerak mula;
b. mesin perkakas dan produksi;
c. transmisi t.enaga mekanik; dan
d. tanur (furnace).

BABII!
SYARAT-SYARAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PESAWAT TENAGA DAN PRODUKSI

Pasa15
(I) Syarat-~syarat K3 perencanaan dan pembuatan Pesawat
Tenaga dan Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (I) meliputi:
a. pembuatan gambar konstruksij instalasi dan eara
kerjanya;
b. perhitungan kekuatan konstruksi;
c. pemilihan dan penentuan bahan pada bagian utama
hams memiliki tanda hasil pengujian danl atau
sertifikat bahan yang diterbitkan oleh lembaga yang
beIVIenang;dan
d. pembuatan gambar konstruksi Alat Perlindungan dan
cara kerjanya.
(2) Syarat-syarat K3 pemasangan atau perakitan dan
pemakaian Pesawat Tenaga dan Produksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) selain memenuhi
persyaratan pada ayat (1) juga harus memenuhi:

894
a. pembuatan gambar konstruksi !ondasi;
b. perhitungan kekuatan konstruksi fondasi.
(3) Syarat-syarat K3 perbaikan) perubahan atau modifikasi
Pesawat Tenaga dan Produksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasa14 ayat (1) meIiputi:
a. pembuatan gambar rencana pebaikan. perubahan
atau modiftkasi;
b. perhitungan kekuatan konstruksi;
c. pemilihan dan penentuan bahan pada bagian utama
harus memiliki tanda hasil pengujian danl atau
sertifikat bahan yang yang diterbitkan oleh lembaga
yang berwenang;
d. pembuatan gambar konstruksi Alat Perlindungan dan
cars kerjanya;
e. pembuatan gambar rencana perubahan konstruksi
fondasi; dan
f. perhitungan kekuatan konstruksi fondasi.
(4) Pemakaian atau pengoperasian Pesawat Tenaga dan
Produksi sebagaimana dimaksud dalam Passl 4 harus
dilakukan pemeriksaan dan pengujian sebelum dilC~nlak:,an

serta dilakukan pemeliharaan secara berkala.

Pasa16
Pembuatan Pesawat Tenaga dan Produksi hams
menggunakan bagian. komponen. atau bahan yang
mempunyai sertifikat bahan yang diterbitkan oleh lembaga
yang berwenang.

Pasal7
(1) Pesawat Tenaga dan Produksi harus dilengkapi dengan
tombol dan penghenti.
(2) Penandaan tombol penggerak dan penghenti untuk
mesin di Tempat Kerja harus seragam.

Pasa18
(1) Pesawat Tenaga dan Produksi harns dilengkapi Alat
Pengaman.

895
(2) Semua bagian yang bergerak dan berbahaya dari
Pesawat Tenaga dan Produksi hams dilengkapi Alat
Perlindungan.
(3) Alat Pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hams sesuai dengan jenis, tipe/model, dan kapasitas
Pesawat Tenaga dan Produksi.
(4) Alat Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) harus dapat:
a. melindungi dan tindakan pengoperasian yang
salah;
b. mencegah pendekatan terhadap bagian atau
daerah yang berbahaya selama beroperasi;
c. memperlancar proses produksi; dan
d. berfungsi secara otomatis dan sesuai dengan
pengoperasian Pesawat Tenaga dan Produksi.

Pasa19
Alat Pengaman atau Alat Perlindungan dan pesawat atau
mesin yang sedang beroperasi, dilarang dipindahkan,
diubah, atau digunakan untuk tujuan lain.

Pasal10
Roda glgl yang terbuka pada pesawat atau mcsin yang
bergerak harus diberi Alat Perlindungan:
a. untuk putaran cepat dengan menutup keseluruhan;
atau
b. untuk putaran lambat pada titik pertemuan roda gigi.

Pasal 11
(1) Titik operasi dari Pesawat Tenaga dan Produksi hams
diberi Alat Perlindungan.
(2) Apabila titik operasi harus dapat dilihat, maka
digunakan Alat Perlindungan yang tembus
atau transparan yang memenuhi syarat.

896
Pasal 12
(1) Pemasangan Pesawat Tenaga dan Produksi hams
dipasang di atas fondasi dan konstroksi yang kuat.
(2) Jarak pemasangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus cukup Iebar dan bebas sehingga tidak
membahayakan lalu lintas barang dan orang.

Pasa113
Semua sekrup, penyetel. kunci, nipel pada bagia,n yang
bergerak ditempatkan terbenam atau diberi Alat
Perlindungan.

Pasa114
Tempat Kerja yang mengandung uap, gas, asap, yang
mengganggu atau berbahaya harus dilengkapi dengan alat
penghisap.

Pasal15
Pesawat Tenaga dan Produksi hams diberi pelat
nama yang memuat data Pesawat Tenaga dan Produksi.

Pasal16
(l)PerJengkapan dan instalasi listrik Pesawat Tenaga dan
Produksi hams sesuai dengan ketentuan peraturan
perondang-undangan bidang listrik.
(2) Pesawat Tenaga dan Produksi harus dilakukan
pembumian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal17
Mesin yang digerakkan dengan tenaga manusia tidak boleh
digerakan dengan motor penggerak.

Pasal18
Mesin yang tetap berputar atau bergerak setelah sumber
tenaganya diputus harns diberi perlengkapan pengunci
atau rem yang efektif dan dapat bekerja secara otomatis.

897
Pasa) 19
Pada mesin yang dioperasikan oleh kaki dengan
menggunakan pedal harus dilengkapi dengan alat pengunci
otomatis dan alat pelindung.

Pasa120
Pekerjaan yang menimbulkan serbuk, serpih~ debu, gas,
dan bunga api harus dipasang Alat Pengarnan dan Alat
Perlindungan.

Pasal21
(1) Sebelum mesin dioperasikan, harus dilakukan
pemeriksaan oleh operator untuk menjamin
keselamatan.
(2) Mesin yang sedang beroperasi harus selalu dalam
pengawasan operator.

Pasa122
Operator dilarang meninggalkan Tempat Kerja pada \\1aktu
Pesawat Tenaga dan Produksi sedang beroperasi.

Pasal23
Pada mesin yang berbahaya cara pengisiannya hams
dilakukan dengan cara pengisian mekanis atau disediakan
alat pengisi yang aman.

Pasa124
Pekerjaan menggiling dan menumbuk bahan yang
mengeluarkan debu dan dapat meledak harus dilakukan
dengan peralatan penangkap debu untuk mencegah terjadi
peledakan.

rasa! 25
Pelumasan dan pembersihan Pesawat Tenaga dan Produksi
harus dilaksanakan dalanl keadaan tidak beroperasi.

898
Pasa126
Pesawat Tenaga dan Produksi dilarang dicuci atau
dibersihkan dengan cairan yang mudah terbakar atau
bahan beracun.

Pasa127
(1) Pada Pesawat Tenaga dan Produksi yang sedang
diperbaiki, tenaga penggerak harus dimatikan dan alat
pengontrol hams segera dikunci serta diberi tanda
larangan pengoperasian.
(2) Kunci dan tanda larangan pengoperasian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak boleh dilepas sampai
kegiatan perbaikan selesai dan dinyatakan aman
untuk beroperasi.

Pasal28
(1) Alat pengendali Pesawat Tenaga dan Produksi dibuat
dan dipasang sehingga mudah dicapai dan aman.
(2) Tempat operator mesin harus cukup luas, aman, dan
mudah dicapai.

BABIV
PENGGERAK MULA

Pasal29
(1) Penggerak mula sebagaimana dimaksud dalam Pasa14
ayat (2) huruf a merupakan suatu pesawat yang
mengubah suatu bentuk energi menjadi tenaga
mekanik dan digunakan untuk menggerakan pesawat
atau mesin.
(2) Pengggerak Mula sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi motor bakar, turbin, kincir angin, atau motor
penggerak lainnya.

Pasal30
Penggerak Mula hams dipasang dengan fondasi yang
terpisah dan bangunan Tempat Kerja.

899
Pasal31
Daya yang dihasilkan Penggerak Mula tidak boleh melebihi
kapasitas.

Pasal32
(1) Penggerak Mula jenis motor bakar yang cara
pengoperasian awal dengan tenaga kempa atau angin
yang ditampung di dalam bejana tekanan, bejana
tekanan harus dalam kondisi aman sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Bejana tekanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilarang diisi dengan oksigen murni atau penggunaan
oksigen murni untuk menggerakkan secara langsung
Penggerak Mula.

Pasal33
Roda gaya dan bagian-bagian yang bergerak dari Penggerak
Mula harus dilengkapi dengan Alat Perlindungan.

Pasa134
(1) Semua Penggerak Mula harus dilengkapi dengan alat
pengatur atau regulator.
(2) Alat pengatur atau regulator harns dilengkapi
alat penghenti otomatis untuk menghentikan
penggeraknya apabila regulator tidak dapat berfungsi.

Pasal35
Alat pembatas kecepatan dan penghenti darurat hams
dilengkapi dengan sakelar jarak jauh sehingga dalam
keadaan darurat dapat dihentikan dan tempat yang aman.

Pasal36
Untuk Penggerak Mula yang memiliki cerobong, cerobong
harus dapat menjamin pembuangan gas buang secara
sempurna, aman, dan tidak menyebabkan pencemaran.

900
Pasa137
Untuk Penggerak Mula yang menggunakan sistem
pengendali, sistem pengendali harns dapat memberikan
informasi pengoperasian dari Penggerak Mula secara
langsung dan akurat.

BABV
MESIN PERKAKAS DAN PRODUKSI

Pasa138
(1) Mesin perkakas dan produksi sebagaimana dimaksud
delam Pasal 4 ayat (2) huruf b mempakan pesawat
atau alat untuk membuat, menyiapkan, membentuk,
memotang, mengepres, menarik, menempa,
menghancur, menggiling, menumbuk, merakit,
dan/atau memproduksi barang, bahan, dan produk
teknis.
(2) Mesin perkakas dan produksi sebagaimana dimaksud
pada eyat (1) meliputi mesin-mesin konvensional dan
berbasis komputer kontrol numerik (CNC) antara lain
mesin asah, mesin poles dan pelicin, mesin tuang dan
cetak, mesin tempa dan pres, mesin pan, mealn
penghancur, penggiling dan penumbuk (crusher
machine), mesin bar, mesin frais, mesin bubut, mesin
gunting/ potong plat, mesin rol dan tekuk plat, mesin
potong dan helah kayu, mesin ayak dan mesin
pemisah, mesin penyaring pasir, mesin pintal dan
mesin tenun, mesin jahit, mesin pengisi, mesin
pengungkit, mesin perapat tutup, mesin pengampuh
kaleng, mesin penutup botal, mesin pak dan
pembungkus, serta mesin lain yang sejenis.

Pasa139
Kanstruksi mesin perkakas dan produksi konvensional
maupun berbasis komputer kontrol numerik hams kuat
dan aman.

901
Pasa140
(1) Mesin asah, mesin poles, dan mesin pelicin harus
dilengkapi dengan tutup atau kap pelindung dan
penghisap.
(2) Mesin asah, mesin poles, dan mesin pelicin yang
menggunakan cairan pendingin. kap pelindung hams
dirancang agar pembuangan cairan pendingin tetap
baik.

Pasa141
(1) Mesin tempa, mesin pres, dan l'lfesin pon jika pengisian
benda kerja menggunakan sistem manual, mekanik,
danl atau elektrik harus dilengkapi penghenti darurat.
(2) Pengisian benda kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus menggunakan alat bantu untuk
memastikan anggota badan tidak nlasuk ke daerah
operasi.
(3) Pengoperasian secara mekanik atau elektrik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
beroperasi ketika anggota badan tidak berada pada
daerah operasi.

Pasa142
Mesin tempa, mesin pres, dan mesin pon yang dioperasikan
dengan sistem pnumatik dan hidrolik harus dilengkapi
katup pengatur tekanan, katup pengontrol, katup pelepas
yang bekerja secara otomatis, dan penunjuk tekanan yang
dapat dilihat secara jelas.

Pasa143
(1) Roda asah harus dipasang di antara dua flensa.
(2) Tebal dan diameter kedua flensa untuk roda asah
hams sarna dan apabila diikat permukaan flensa tidak
menyentuh roda asah.
(3) Diameter flensa tidak boleh kurang dari sepertiga
diameter roda asah.

902
Pasal44
Roda asah yang berdiameter Iebih dati 50 mm (lima puJuh
milimeter) harus dilengkapi dengan Alat Perlindungan yang
kuat dan amant

Pasa145
Roda asah yang dipasang eli ataa meja atau lantai kerja,
celah tutup atau kap pelindung hams menunjukan
permukaan roda maximum 90 0C (sembilan puluh derajat
celcius) dihitung pada proyeksi bidang tegak lurus
horizontal 65 OC (enam puluh lima derajat celcius) ke atas
dan maximum 25 0C (dua puluh lima derajat celcius) ke
bawah dari permukaan bidang horizontal.

Pasa146
(1) Poras roda asah hams dibuat dari baja atau bahan
lain yang setara.
(2) Ukuran minimum diameter poros roda asah dengan
kecepatan sampai 35 m/ det (tiga puluh lima meter per
detik) atau 7.000 feet/menit (tujuh ribu kaki per
menit) tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dati Peraturan Menteri ini.
(3) Ukuran diameter poros roda asah untuk kecepatan
lebih dan 35 mt det (tiga puluh lima meter per detik)
atau 7..000 feet/menit (tujuh ribu kaki per menit)
harus dilakukan perhitungan dengan memperhatikan
bentuk me sin. jenis bantalan dan kualitas bahan serta
cam kerja.

Pasal47
(1) Penahan benda kerja pada roda asah harus
memenuhi persyaratan:
a. dikonstruksi cukup kuat menahan benda kerja;
b. dibentuk sesuai dengan bentuk roda asah; dan
c. dipasang dengan aman dalam posisi sedekat
mungldn pada roda asah dengan jarak celah tidak
boleh lebih dari 3 rom (tiga millimeter).

903
(2) Pemasangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c tidak boleh dilakukan ketika roda asah sedang
beroperasi.

Pasa148
(I) Roda asah dioperasikan dan diuji kecepatannya sesuai
tabel sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Pera turan Men ten ini.
(2) Kecepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) haros
tertulis pada pelat nama mesin.
(3) Alat penyetel atau pengatur yang digunakan untuk
mengatur kecepatan motor harus dilengkapi dengan
alat pengunci atau alat pengontrol.

Pasa149
(1) Mesin tuang cairan logam yang berkapasitas sampai
dengan 900 kg (sembilan ratus kilogram) dapat
menggunakan tuas atau transmisi roda gigi.
(2) Mesin tuang cairan logam dengan kapasitas di atas
900 kg (sembilan ratus kilogram) harns menggunakan
transmisi roda gigi.
(3) Tuas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilengkapi dengan kunci pengaman yang dapat disetel
secara manual.
(4) Transmisi roda gigi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) haros dilengkapi dengan kunci atau
rem pengaman otomatis.
(5) Kecepatan angkat mekanis pada mesin tuang cairan
logam harus stabil sesuai dengan kecepatan yang
telah ditentukan.

Pasa] 50
Peralatan tuang, alur miring, atau platform angkat dari
mesin centrifugal horizontal yang berbentuk pipa atau
bentuk lain yang berlubang silindris, harns ditutup dengan
pengaman yang memenuhi syarat.

904
PasalSl
Selang atau pipa pnumatik dan I atau hidrolik harns diberi
Atat Perlindungan.

Pasal52
Alat pembersih kerak dan alat pelumas pada mesin temps
harus dilengkapi dengan tuas pengaman yang cukup
panjang.

Pasal53
Mesin tempa yang sedang tidak dioperasikan. palu tempa
harus terletak pada bantalan pengganjal.

Pasal54
(I) Penggantian, penyetelan, atau perbaikan kepala palu
mesin tempa, hams diganjal sehingga mampu
menerima beban sebesar berat palu tempa ditambah
gaya dorong.
(2) Pengganjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa:
a. sebuah balok kayu yang kuat yang tiap ujungnya
dibalut dengan logam dan pada sisinya dilengkapi
dengan sebuah pemegang;
b. sebuah pipa logam yang setiap ujungnya
dilengkapi dengan flensa; atau
c. bahan lain yang kedua ujungnya mempunyai
permukaan datar.

Pasal55
Bagian yang berputar atau bergerak maju mundur pada
sisi mesin pres atau stempel yang ditempatkan pada jarak
paling tinggi 2..6 m (dua koma enam meter) dan lantai atau
permukaan kerja, harus ditutup dengan Alat Perlindungan.

Pasal56
Mesin pon otomatis, semi otomatis, atau pengisian benda
kerja secara mekanik seperti pengisi jenis putar, pengisi

905
jenis serong, corong pengisi dan rol otomatis dan jalur
pengisi hams dilengkapi dengan:
a. perlindungan tetap dengan tinggi celah atau lubang
pemasukan benda kerja tidal< lebih dati 6 mm (enam
milimeter); dan
b. dengan membatasi gerak langkah stempel sehingga
celah titik operasi tidak Iebih 6 mm (enam milimeter).

Pasal57
(1) Alat Perlindungan pada mesin pon harus:
a. menutup daerah operasi dengan baik; dan
b. terbuat dari bahan yang kuat, tembus cahaya"
atau transparan dan tidak menyebabkan
kelelahan mata operator.
(2) Mesin pon jenis pengisian benda kerja secara manual
harus dilengkapi dengan Alat Perlindungan pengendali
interlok sensor yang menutup secara keseluruhan
daerah operasi dan pads pintu pemasukannya hams:
a. dapat dibuka hanya ketika stempel sedang
berhenti bekerja;
b. dapat menutup sebelum stempel bergerak;
c. diinterlok dikendalikan langsung pada kopling;
dan
d. mempunyai alat tambahan yang terpisah untuk
menahan pintu pemasukan supaya temp tertutup
ketika stempel sedang bergerak.

Pasa158
(1) Mesin penghancur, penggiling, dan penumbuk (ClUSher
machine) harus memiliki:
a. alat pengumpul atau penghisap debu;
b. alat bantu penempatan benda kerja menuju titik
operasi; dan
c. Alat Perlindungan sebagai penutup atau
penghalang yang dipasang pada corong pengisi.
(2) Mesin penghancur. penggiling. dan penumbuk yang
digerakkan dengan transmisi sabuk, harus memiliki

906
sabuk penggeser yang dapat menghentikan mesin.
(3) Mesin penghancur, penggiling. dan penumbuk (crosher
machine) yang digerakan dengan motor penggerak
jenis motor listrik harus merniliki alat penghenti motor
penggerak.
(4) Sabuk penggeser sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan motor penggerak jenis motor listrlk sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi persyaratan:
a. dapat menghentikan mesin dalam keadaan
darur4t; dan
b. tidak dapat dijalankan lagi sampai sabuk
penggeser dilepas atau alat penghenti motor
penggerak. dinonaktifkan.

Pasal59
(1) Bangunan ruang untuk menggiling atau menumbuk
bahtm kering yang mudah menyala harus dibuat dan
bahan yang tidak mudah terbakar.
(2) Bagian mesin penggiling atau mesin penumbuk haros
terbuat dari bahan perunggu. brons, atau bahan
lainnyaya.ng tida.k mudah mengeluarkan bunga api.

Pasal60
(1) Bahan yang mudah terbakar yang akan dimasukkan
ke tempat penggilingan atau penumbukan hams
dilakukan pemisahan melalui alat pemisahmagnetis
untuk menJamin tidak terdapat paku. kawat, atau
benda yang mengandung besi atau logam.
(2) Alat pemisah magnetis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) haros dilengkapi dengan alat pengunci atau
suatu alarm yang bekerja otomatis hila terdapat besi
atau logam dan menghentikan aliran bahan.

Pasal61
Pipa penyalur mesin penggiling atau penumbuk bahan
yang mudah terbakar harus dilengkapi dengan alat

907
penghenti untuk menghindari berbaliknya bahan ke pipa
utama atau konveyor.

Pasa162
(1) Mesin penghancur atau mesin penggiling yang
menggunakan rol harus dilengkapi dengan Alat
Perlindungan dan corong pengisi benda kerja yang
menjamin tangan operator tidak dapat menyentuh rot
(2) Dalam hal penghancuran dan penggilingan
menimbulkan debut uap beracun. atau bau yang
menyengat dan bahan yang sedang diolah, alat
pembuang hams dilengkapi dengan alat penghisap.

Pasal63
Mesin bor, mesin frais, dan mesin bubut harus memiliki
ruang bebas paling sedikit 60 em (enam puluh sentimeter)
dari mesin atau ujung langkah gerak maju mundur.

Pasal64
Mesin bar, mesin frais, dan mesin bubut harus dilengkapi
dengan cairan pendingin benda kerja.

Pasa165
Mesin potong yang digerakkan dengan motor penggerak
harus dilengkapi dengan alat penghenti pisau potong
secara otomatis dan Alat Perlindungan untuk memastikan
anggota badan tidak masuk ke titik operasi.

Pasal66
Mesin potong dengan memakai pedal kaki. maka pedal kaki
tersebut harus dilengkapi dengan Alat Perlindungan yang
dipasang mengurung pedal tersebut dan kuat menahan
beban atau bendayangjatuh padanya.

Pasal67
(1) Mesin roi harns dilengkapi dengan:
a. alat pemutus arus atau pemutar balik rol yang
mudah dijangkau dengan tangan atau kaki

908
operator; dan
b. Alat Perlindungan yang dapat diatur secara
manual atau otomatis dan dipasang pada sisi titik
operasi roJ yang arah putarannya ke dalam.
(2) Dilarang membersihkan rol tanpa terlebih dahulu:
a. menghentikan mesin; dan
b. memutus arus t kecuali pada mesin besar yang
didapat diputar dengan tangan dan dilengkapi
dengan alat pemutar gerakan (slow motion
control).
(3) Sebelum mengganti rol~ menyetel, atau melakukan
perbaikan pada mesin rol, semua sakelar atau katub
penggontrol mesin harus dikunci.

Pasal68
Mesin tekuk plat hams dilengkapi dengan:
a. alat pemutus arus yang mudah dijangkau dengan
tangan atau kaki operator; dan
b. Alat Perlindungan yang dapat diatur secara manual
atau otomatis dan dipasang pada sisi titik operasi rol
yang arah putarannya ke dalam.

Pasal69
(1) Mesin potong dan belah kayu yang menggunakan
pisau gergaji bundar/ lingkar atau pisau gergaji pita
harus dilindungi dengan Alat Perlindungan berbentuk
perisai dengan tinggi tidak kurang dari 1,2 m (satu
koma dua meter) terbuat dati:
a. besi atau baja yang tebalnya tidak kurang dan 6
mm (enam mill meter);
b. papan kayu yang tebalnya tidak kurang dari ..~ em
(lima sentimeter);
c. beton bertulang yang tebalnya tidak kurang dan
20 em (dua puluh sentimeter); atau
d. bahan lain yang kuat dan aman.
(2) Mesin potong dan belah kayu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dilengkapi dengan:

909
a. tuas, tombol tekan, sakelar, katub, atau slat lain
untuk menghentikan gergaji dalam keadaan
darurat; dan
b. aJat untuk mengunci semua pengontrol secara
aman daJam posisi berhenti beroperasi.

Pasal70
(1) Mesin potong dan belah kayu yang pengisian benda
kerja dengan konveyor atau corong pengisi haNs
dilengkapi pagar perlindungan dengan perlindungan
pinggir (toeboard).
(2) Kecepatan pemotong dari gergaji kayu harua &esuai
dengan jenis pekerjaan yang dilakukan.
(3) Gigi gergaji kayu harus sesuai dengan jenis pekerjaan
yang dilakukan.
(4) Pisau gergaji bundar/lingkar atau pisau gergaji pita
harns dipelihara dalam keadaan baik. tidal< retak. dan
diasah secara sempuma.

Pasa171
Lantai atau bangunan tempat mesin potong dan beJah kayu
hams bebas dari serbuk, potongan kayu, dan limbah kayu
lainnya.

Pasal72
Penggergajian kayu gelondong harus di1engkapi dengan alat
bantu penempatan benda kerja menuju titik operasi.

Pasa173
(1) Pisau gergaji jcnis bundarllingkar pada mesin belab
untuk kulit, kertas, karet, tekstil, atau bahan Jainnya.
harus dilengkapi dengan Atat Perlindungan yang
menutupi sisi pisau dan dapat:
a. menyetel sendiri secara otomatis sesum dengan
tcbalnya bahan; atau
b. secara tctap atau disetel dengan tangan sehingga
ruang antara dasar pelindung dengan bahan
tidak akan melebihi 10 mm (sepuluh milimeter)..

910
(2) Bagian pisau gergaji jenis bundar/lingkar di bawah
meja atau kuda-kuda dan mesin belah harns diberi
tutup perlindungan.

Pasat74
Mesin pengayak dan mesin pemisah, mesin penyaring
pasir. atau mesin lain yang sejcnis harus memiliki pintu
mcsin dengan sistem interlok untuk menghindarkan pintu
tcrbuka ketika mesin sedang beroperasi.

Pasal75
(1) Mesin pemisah dan mesin pengering sentrifugal hams
dilengkapi dengan:
a. tutup dari logam. tebal tidak kurang dan 1 mm
atau bahan lain yang mempunyai kekuatan sarna;
b. sistem interlok untuk menghindarkan penutup
terbuka ketika drum atau keranjang putar sedang
bergerak; dan
c. bibir drum atau keranjang harns dibuat aman.
(2) Motor penggerak mesin pemisah dan mesin pengering
sentrifugal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hams
dilengkapi dengan pengatur kecepatan dan alat
pengerem.
(3) Kecepatan motor penggerak mesin pemisah dan mesin
pengering sentrifugal sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) harns tertulis pada plat nama mesin.

Pasa176
(1) Mesin pemisah yang digunakan dalam pencucian dan
pencelupan untuk memisahkan cairan yang menguap
dan mudah terbakar dari bahan-bahan tekstil harus:
8. dilengkapi tutup bibir yang terbuat dan bahan
logam pada drum atau keranjangnya.
b. dilengkapi dengan pipa pembuang ke tangki
pemindah dengan menggunakan klep balik;
c. dilakukan pengurasan; dan

911
d. memiliki bantalan putar yang dirancang untuk
menghindarkan pemanasan yang berlebihan.
(2) Perlengkapan dan instalasi listrik pada mesin pemisah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harns kedap air
dan tahan api.

Pasa177
Mesin penyaring pasir delam kilang pengeeoran harus:
a. ditutup rapat dan dilengkapi dengan tempat
penampungan hasil penyaringan yang kuat dan aman;
b. dilengkapi Alat Perlindungan gerakan penyaring yang
ditempatkan pada jarak tidak kurang 50 em dari arab
gerakan;
c. dilengkapi tuas pemindah sabuk bila mesin
digerakkan dengan transmisi sabuk dan sakelar
pengontrol mesin bila mesin digerakkan dengan motor
penggerak listrik yang mudah dijangkau oleh
operator;dan
d. dilengkapi katup pengatur tekanan, katup pengontrol,
katup pelepas yang bekerja secara otomatis, dan
penunjuk tekanan yang clapat dilihat secara jelas bila
mesin penyaring digerakkan dengan sistem pnumatik
a tau hidrolik.

Pasa118
(1) Mesin pintal dan mesin tenun yang digerakkan dengan
transmisi roda gigi harus dilengkapi Alat
Perlindungan.
(2) Roda mesin pinta! dan mesin tenun harus diberi Alat
Perlindungan jala kawat yang kuat dan aman pada
kedua sisinya.
(3) Mesin pintal dan mesin tenun yang
untuk mengolah serabut asbes atau benang kaca
harus dilengkapi dengan penghisap debu sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Membersihkan bagian yang tidak bergerak pada lantai
bawah mesin pintal dan mesin tenun hanya boleh

912
dilakukan apabila mesin dalam keadaan berhenti
kecuaJi mengunakan alat penghisap.

Pasal79
(1) Silinder, beater, dan bagian-bagian yang bergerak dari
proses opening, picking, dan carding harus:
a. ditempatkan dalam ruangan yang tertutup bebas
debu;dan
b. dilengkapi dengan alat penghisap debu.
(2) Pintu-pintu dari proses opening, picking, dan carding
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi
dengan Alat Pengaman interlok.
(3) Rol pengisi pada proses opening, picking, carding
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilengkapi dengan tutup perlindungan yang kuat dan
aman untuk menghindarkan pekerja tersentuh rol
ketika mengisi bahan.

Pasal80
Bagian yang bergerak dari mesin jahit harus ditutup
seluruhnya kecuali bagian yang terbuka untuk menjahit.

Pasal81
(1) Mesin pengisi dan penutup botal dengan tekanan,
tempat pengisiannya harus dilengkapi alat pelindung
setinggi botol ditambah 100 mm (seratus milimeter)
yang dipasang menghadap operator.
(2) Alat Pertindungan pada mesin pengisi dan penutup
botol minuman harus terbuat dari:
a. logam plat dengan ketebalan tidak kurang dan
1,25 mm (satu koma dua puluh lima milimeter)
atau bahan lain yang sarna kuat apabila
pengisian dilakukan dengan tekanan sampai 5
kgjcm2 (lima kilogram per sentimeter persegi};dan
b. logam plat dengan ketebalan tidak kurang dan
2.5 mm (dua koma lima milimeter) atau bahan
lain yang sarna kuat apabila tekanan melebihi 5

913
kg!cm2 (lima kilogram per sentimeter persegi).

Pasal82
Pada mesin pengisi kaleng, mesin pengungkit kaleng, m.esin
perapat tutup kaleng, dan mesin pengampuh kaleng yang
otomatis atau semi otomatis, titik operasi harus dilengkapi
Alat Perlindungan kecuali celah yang diperlukan untuk
keluar dan masuk kaleng.

Pasal83
Mesin pak dan mesin pembungkus, penempatan pisau
potong hams dilengkapi Alat Perlindungan yang kuat dan
aman.

BABVI
TRANSMISI TENAGA MEKANIK

Pasal84
(1) Transmisi tenaga mekanik sebagaimana dimaksud
dalam Pasa! 4 ayat (2) huruf c merupakan bagian
peralatan mesin yang berfungsi untuk memindahkan
daya atau gerakan mekanik dan penggerak mula ke
pesawat atau mesin lainnya
(2) Transmisi tenaga mekanik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi transmisi sabuk, transmisi
rantai, dan transmisi roda gigi.

Pasa185
Ruangan bawah menara atau ruang khusus yang
mempunyai poros transmisi sabuk harus:
a. terkunci selama beroperasi dan dipasang tanda
larangan masuk kecuali yang berwenang;
b. mempunyai tinggi antara lantai dan plafon yang
memadai sehingga teknisi K3 bidang Pesawat Tenaga
dan Produksi dapat berdiri dan mdakukan
pekerjaan;dan
c. tersedia penerangan dan ventilasi yang cukup, lantai
yang kering, kuat, dan datar.

914
Pasal86
(1) Transmisi sabuk serta bagian-bagiannya yang berada
2,6 m (dua koma enam meter) atau kurang di atas
lantai dan dapat tersentuh hams diberi Alat
Perlindungan yang menutupseluruhnya atau sebagian
menutup pada bagian bawah dan memberikan celah
tidak lebih dati 15 em (lima belas sentimeter) di atas
lantai.
(2) Poras-poros pada transmisi sabuk yang berada pada
posisi rendah harns diberi Alat Perlindungan dengan
penutup yang memberikan celah tidal< lebih dari 15
em (lima belas sentimeter) di atas lantai.

Pasal87
(1) Bagian-bagian transmisi yang hams diberi Alat
Perlindungan metiputi:
b. ujung paros transmisi;
c. kopeling poros yang letaknya 2,6 m (dua kama
enam meter) atau kurang di atas permukaan
lantai;
d. transrtrisi roda gigi dan rantai;dan
e. transmisi sabuk serta bagian-bagiannya.
(2) Alat Perlindungan ujung poras transmisi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hurufa tidak ikut berputar.
(3) Alat Perlindungan rodagigi dan rantai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hurnf chams tertutup sarna
sekali, kecuali berada pada lokasi yang amana
(4) Alat Perlindungan transmisi sabuk serta bagian-
bagiannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huru!
d yang berada 2,6 m (dua koma enam meter)atau
kurang di atas lantai dan dapat tersentuh hams diberi
Alat Perlindungan yang menutup seluruhnya atau
dengan bagian menutup pada bagian bawah.

Pasal88
Peregang keseimbangan atau pengatur tegangan pada
transmisi sabuk yang.menggantung harus dipasang dengan

915
kuat dan terikat dengan aman untuk menjamin
keseimbangan atau tegangan transmisi sabuk stabil.

Pasa189
(1) Setiap pemasangan sabuk pada pull tetap atau lepas
harus dilengkapi dengan pengungkit atau pelepas
sabuk permanen.
(2) Pengungkit atau pelepas sabuk harus dilengkapi
dengan alat pengunci dan dalam keadaan norma)
harus dalam posisi mati.

Pasa190
Transmisi sabuk, rantai, dan roda gigi yang dikonstruksi
menyatu dengan Pesawat Tenaga dan Produksi dan
merupakan komponen dari Pesawat Tenaga dan
Produksi harus memenuhi ketentuan
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).

Pasa191
Pemilihan dan penentuan rodagigi harus berdasarkan
jenis, posisi poros transmisi, kapasitas dan daya yang
dihasilkan.

Pasa192
Rumah transmisi roda gigi harus dikonstruksi sesuai
dengan ukuran dan jenis roda gigi serta dapat
memudahkan perawatan.

BAS VII
TANUR (FURNAC.Ej

Pasa193
(1) Tanur (fUrnace) merupakan pesawat yang bekerja
dengan cara pemanasan dan digunakan .untuk
mengolah, memperbaiki, atau mengu~ah sifat logam,
barang atau produk teknis.
(2) Tanur (JUmace) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi blast furnace, basic oxygen furnace, electric arc

916
furnace, refractory fumace~ tanur pemanas (reheating
furnace), kiln, oven dan furnace lain yang sejenis.

Pasal94
Tanur (fUrnace) harus dilengkapi:
8. sistem pendinginan yang efektif;
b. sistem proteksi terhadap pencemaran lingkungan;
c. pelataran Tempat Kerja atau jembatan yang sesuai
pada semua titik ketinggian untuk dilintasi Tenaga
Kerja atau melakukan tugas sehari-hari;
d. perlengkapan hempa tangga permanen dengan bahan
tahan api yang kuat dan aman atau alat bantu angkat
lainnya.

Pasa195
Celah pada pelataran Tempat Kerja atau jembatan yang
dibuat dari konstruksi bahan besi hatus cukup rapat
untuk mencegah jatuhnya benda berat dari celah tersebut.

Pasa196
Pelataran Tempat Kerja, jembatan, dan tangga pada tanur
(JUmace) haros dilengkapi dengan pagar perlindungan,
pagar perlindungan pinggir (toeboard), dan semua sisi
terbukanya diberi penutup pada pertengahan pagamya.

Pasa197
(1) Cerobong tanur (,fUrnace) hams dapat menjamin
pembuangan gas huang secara sempurna, aman, dan
tidak menyebabkan pencemaran.
(2) Konstruksi cetobong tanur (fUrnace) haros sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dan standar.

Pasa198
Apabila lantai tanur (fUrnace) dibuat dari pelat, maka pelat
tersebut harus kuat dan aman.

917
Pasa199
(1) Pintu tanur (furnace) harus dilengkapi dengan bobot
imbang dengan bahan yang tahan terhadap
temperatur tinggi.
(2) Bobot imbang dan kabel harus tertutup pada gerakan
seluruh ketinggian perjalanan geraknya.
(3) Bobot imbang harus diberi perlindungan sehingga
tidak membahayakan terhadap Tenaga Kerja.
(4) Pintu angkat hams dibuat dengan aman sehingga
tidak jatuh apabila tenagageraknya tidak bekerja atau
roda penggerak pecah.

Pasal100
Pipa penyalur gas tanur (fUrnace) hams dipasang rapat
kuat dan dilengkapi dengan:
a. tingkap pengaman penutup otomatis yang segera
menutup bahan bakar bila terjadi kegagalan
penyaluran gas atau udara atau setiap kegagalan dari
penyaluran gas utama atau semburan udara dalam
tanur (jitmace); dan
b. pintu pengaman ledakan di dalam tanur (furnace).

PasallOl
Instalasi pipa penyalur minyak untuk tanur (fUrnace) yang
menggunakan bahan bakar minyak harus dilengkapi
dengan alat otomatis untuk menutup aliran minyak apabila
tekanan dalam pipa menurun terlalu rendah.

Pasall02
Semua instalasi tanur (fUrnace) harus dapat dikendalikan
secara sentra! dari jarak jauh untuk menghindarkan
Tenaga Kerja dati bahaya.

Pasal103
Sebelum tanu.r (furnace) dioperasikan harus oleh
operator untuk meyakinkan ruang pembakaran, instalasi
tanur (fUrnace) dan perlengkapannya berfungsi dengan
baik.

918
Pasa! 104
Pada saat menyalakan brander pada tanur (fUrnace), katup
penyalur udara dan katup penyalur baban bakar harus
dibuka perlahan untuk menyalurkan udara guna
mendapatkan penyalaan yang sempurna dan tidak terjadi
bahaya peledakan.

Pasal 105
Pada saat brander tanur (fttmace) dinyalakan, Tenaga Kerja
dilarang berdiri atau melewati di depan pintu tanur
(.fUrnace).

Pasal106
Tenaga Kerja dilarang untuk memasuki mangan tanur
(fUrnace) yang suhunya melebihi 50 OC (lima puluh Celsius),
terkecuali dalam hal darurat dengan melakukan tindakan
keselamatan secara khusus.

Pasall07
Operator dan Tenaga Kerja pada tanur (jUmace) harus
menggunakan APD yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan-undangan.

Pasal 108
Operator dilarang meninggalkan tempat pengoperasian dan
harus mengawasi pipa penyalur bahan bakar secara terus
menerus meskipun pipa tersebut telah dilengkapi dengan
tingkap pengaman otomatis.

Pasal109
Tanur (Jilmace) yang menggunakan sistem pengendali,
sistem pengendali harns dapat memberikan informasi
pengoperasian dari tanur (fUrnace) secara langsung dan
akurat.

919
BAB VIII
PERSONIL

Bagian Kesatu
Umum

PasalllO
(1) Pemasangan atau perakitan. pemeliharaan, perbaikan,
perubahan atau modifikasi Pesawat Tenaga dan
Produksi dilakukan oleh teknisi K3 bidang Pesawat
Tenaga dan Produksi.
(2) Pengoperasian Pesawat Tenaga dan Produksi
dilakukan oleh operator K3 bidang Pesawat Tenaga
dan Produksi.
(3) Teknisi dan operator K3 bidang Pesawat Tenaga dan
Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) harus memiliki kompetensi dan kewenangan
sesum dengan ketentuan peraturan
undangan.

Pasal 111
(1) Operator K3 bidang Pesawat Tenaga dan Produksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasa1 110 ayat (2)
meiiputi:
Q. operator penggerak mula;
b. operator mesin perkakas dan produksi; dan
c. operator tanur (furnace).
(2) Jumlah kebutuhan operator untuk pengoperasian
Pesawat Tenaga dan Produksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

920
Bagian Kedua
Teknisi K3 Bidang Pesawat Tenaga dan Produksi

Pasal112
Teknisi K3 bidang Pesawat Tenaga dan Produksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) barus
memenuhi persyaratan:
a. berpendidikan minimal SLTA atau sederajat;
b. memiliki pengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun di
bidangnya;
,c. berbadan sehat menurut keterangan dokter;
d. berumur paling rendah 21 (dua puluh satu)
tahun;dan
e. memiliki lisensi K3.

Bagian Ketiga
Operator Penggerak Mula

Pasal 113
(1) Operator penggerak mula sebagaimana dimaksud
dalam Pasal III huruf a meliputi operator motor
bakar, turbin uap, turbinair, turbin gas, dan kincir

(2) Operator penggerak mula sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) diklasifikasikan sebagai berikut:
a. operator kelas II; dan
b. operator kelas 1.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak berlaku bagi operator kincir angin.

Pasal 114
(1) Operator penggerak mula kelas II sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 113 ayat (2) huruf a harus
memenuhi persyaratan:
a. berpendidikan minimal SLTP/ sederajat
dan/atau memiliki pengalaman paling sedikit 3
(tiga) tabun membantu pengoperasian di
bidangnya;

921
b. berbadan sehat menurut keterangan dokter;
c. berumur paling rendah 21 (dua puluh satu)
tahun; dan
d. memiliki lisensi K3.
(2) Operator penggerak mula kelas I sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 113 ayst (2) huruf b hams
memenuhi persyaratan:
a. berpendidikan minimal SLTA/sederajat
dan/atau memiliki pengalaman paling sedikit
5 (lima) tahun membantu pengoperasian di
bidangnya;
b. berbadan sehat menurut keterangan dokter;
c. berumur paling rendah 23 (dua puluh tiga)
tahun; dan
d. memiliki lisensi K3.
(3) Operator penggerak mula kelas II dapat ditunjuk
menJadi operator penggerak mula kelas I
memenuhi persyaratan:
a. memiliki pengalaman sebagai operator sesuai
dengan kelasnya paling sedikit 2 (dua) tahun
terus menerus; dan
b. lulus uji operator pengggerak mula sesuai
dengan kualifikasinya.

Pasal 115
Operator kincirangin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 113 ayat (3) harus memenuhi persyaratan:
a. berpendidikan minimal SLTP/sederajat dan/atau
memiliki pengalaman paling sedikit 1 (satu) tahun
membantu pengoperasian di bidangnya.
b. berbadan sehat menurut keterangan dokter;
c. berumur paling rendah 19 (sembilan tahun;
dan
d. memiliki lisensiK3.

922
Bagian Keempat
Operator Mesin Perkakas dan Produksi

Pasall16
(1) Operator mesin perkakas dan produksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 111 huruf b meliputi
operator mesin mesin asah, mesin poles dan pelicin,
mesin tuang dan tetak, mesin tempa dan pres,
mesin pan, mesin penghancur, mesin penggiling
dan penumbuk (crusher machine), mesin bor, mesin
frais, mesin bubut, mesin gunting/ potong plat,
mesin rol dan tekuk plat" mesin potong dan belah
kayu, mesin ayak dan mesin pemisah, mesin
penyaring pasir, mesin pintal dan mesin tenun,
mesin jahit, mesin pengisi, pengungkit, perapat
tutup, pengampuh kaleng, penutup botol, mesin pak
dan pembungkus, sertamesin lain yang sejenis.
(2) Operator mesin perkakas dan produksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan sebagai
berikut:
&. operator kelas II; dan
b. operator kelas I.

Pasal 117
(1) Operator mesin perkakas dan produksi kelas II
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (2)
huruf a harus memenuhi persyaratan:
a. berpendidikan minimal SLTP/sederajat
dan/atau memiliki pengalaman paling sedikit 3
(tiga) tahun membantu pengopera.sian di
bidangnya.
b. berbadan sehat menurut keterangan dokter;
c. berumur paling rendah 21 (dua puluh satu)
tahun; dan
d. memiliki lisensi K3.

923
(2) Operator mesin perkakas dan produksi kelas I
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (2)
huruf b, harus memenuhi persyaratan:
a. berpendidikan minimal SLTA/sederajat
dan/atau memiliki pengalaman paling sedikit 5
(lima) tahun membantu pengoperasian di
bidangnya.
b. berbadan sehat menurut keterangan dokter;
c. berumur paling rendah 23 (dua puluh tiga)
tahun; dan
d. memiliki lisensi K3.
(3) Operator mesin perkakas dan produksi kelas II
dapat ditingkatkan menjadi operator mesin perkakas
produksi kelas I dengan persyaratan:
a. memiliki pengalaman sebagai operator sesuai
dengan kelasnya paling sedikit 2 (dua) tahun
terus meneros; dan
b. lulus uji operator mesin perkakas sesuai
dengan kualifikasinya.

Bagian Kelima
Operator Tanur (Furnace)

Pasal 118
(1) Operator tanur (furnace) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 111 buruf c meliputi operator dapur
tinggi (blast furnace), dapur oksigen (basic oxigen
furnace), dapur busur listrik (elektric arc furnace),
refactory furnace, dapur pemanas (reheating
furnace). kiln dan oven.
(2) Operator tanur (furnace) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diklasifikasikan sebagai berikut:
a. operator ketas II; dan
b. operator kelas I.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak berlaku bagi operator reheating furnace, kiln,
dan oven.

924
Pasal 119
(1) Operator tanur (furnace) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 118 ayat (2) huruf a harus memenuhi
persyaratan:
a. berpendidikan minimal SLTP/sederajat
dan/atau memiliki pengalaman paling sedikit 3
(tiga) tahun di bidangnya.
b. berbadan sehat menurut ket~rangan dokter;

c. berumur paling rendah 21 (dua puluh satu)


tahun; dan
d. memiliki lisensi K3.
(2) Operator tanur {furnace} sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 118 ayat (2) huruf b harus memenuhi
persyaratan:
a. berpendidikan minimal SLTA/sederajat
dan/stau memiliki pengalaman paling sedikit 5
(lima) tahun di bidangnya.
b. berbadan sehat menurut keterangan dokter;
c. berumur paling rendah 23 (dua puluh tiga)
tahun; dan
d. memiliki lisensi K3.
(3) Operator tanur (furnace) kelas II dapat ditingkatkan
menjadi operator tanur (furnace) kelas I dengan
persyaratan:
a. memiliki pengalaman sebagai operator sesuai
dengan kelasnya paling sedikit 2 (dua) tahun
terus meneros; dan
b. lulus uji operator tanur (furnace) sesuai dengan
kualifikasinya.

Bagian Keenam
Tata Cara Memperoleh Lisensi K3

Pasal 120
(l) Untuk memperoleh lisensiK3 operator atau teknisi
K3 bidang Pesawat Tenaga dan Produksi, Pengusaha

925
atau Pengurus mengajukan pennohonan tertulis
kepada Dircktur Jenderal dengan melampirkan:
a. fotokopi ijazah tcrakhir;
b. surat keterangan berpengalaman kerja
membantu operator atau tcknisi K3 bidang
Pesawat Tenaga dan Produksi yang diterbitkan
oleh perusahaan;
c. surat keterangan berbadan sehat dan dokter;
d. fotokopi Kartu Tanda Penduduk;
c. fotokopi sertifikat kompetensi; dan
f. pas photo berwama 2 x 3 (2 lembar) dan 4 x 6
(21embar).
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan pemeriksaan dokumen oleh Tim.
(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dinyatakan lengkap, Direktur Jenderal
menerbitkan lisensi K3.

Pasal 121
(1) Lisensi K3 berlaku untuk jangka waktu 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu
yang sarna.
(2) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan oleh Pengusaha dan/atau
Pengurus kepada Direktur Jenderal dengan
melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud
dalamPasal 120 ayat (1) dan lisensi K3 asli.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum
masa berakhirnya lisensi K3.

Pasal122
Lisensi K3 hanya berlaku selama operator atau teknisi
K3 bidang Pesawat Tenaga dan Produksi yang
bersangkutan bekerja di perusahaan yang mengajukan
permohonan.

926
Pasa1123
Dalam hal sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 120 ayat (1) huruf e dan Pasal 121 ayat (2)
belum dapat dilaksanakan, dapat menggunakan surat
keterangan telah mengikuti pembinaan K3 yang
diterbitkan oleh Direktur Jenderal.

Bagian Ketujuh
Kewenangan Operator dan Teknisi K3 bidang Pesawat
Tenaga dan Produksi

Pasal 124
(1) Operator penggerak mula kelas sebagaim~na

dimaksud dalam Pasal 113 ayat (2) huruf b


berwenang:
a. mengoperasikan penggerak mula sesuai dengan
jenisnya dengan kapasitas lebih dari 214,47
Horse Power (HPJ; dan
b. mengawasi dan membimbing kegiatan operator
Kelas II.
(2) Operator penggerak mula Kelas II sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 113 ayat (2) huruf a
berwenang mengoperasikan penggerak mula sesuai
dengan jenis dengan kapasitas sarna atau lebih keeil
dari 214,47 HP.
(3) Operator penggerak mula jenis kineir angin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (3)
berwenang mengoperasikan kincir angin.

Pasal125
(1) Operator mesin perkakas dan produksi kelas I
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (2)
huruf b berwenang mengoperasikan perkakas dan
produksi komputerisasi (eNC).
(2) Operator mesin perkakas dan produksi kelas II
sebagaimana dimaksud pasal 116 ayat (2) huruf a
berwenang mengoperasikan mesin perkakas dan
produksi konvensional.

927
Pasal126
(1) Operator tanur {furnace} Kelas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 118 ayat (2) hUfuf b
berwenang:
a. mengoperasikan tanur (furnace) sesuai dengan
jenisnya dengan kapasitas sarna dengan atau
lebih dari 50 (lima puluh) ton; dan
b. mengawasi dan membimbing kegiatan operator
Kelas II.
(2) Operator tanur (fUrnace) Kelas II sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 118 ayat (2) huruf a
berwenang mengoperasikan tanur (furnace) sesuai
dengan jenisnya dengan kapasitas lebih kecil dari 50
(lima puluh) ton.
(3) Operator tanur (fUrnace) jenis kiln dan oven
sebagaimana dimaksud Pasal 118 ayat (3)
berwenang mengoperasikan kiln dan oven.

Bagian Kedelapan
Kewajiban Operator dan Teknisi K3 bidang Pesawat
Tenaga dan Produksi

Pasal 127
(1) Operator Pesawat Tenaga dan Produksi
berkewajiban untuk:
a. melakukan pengecekan terhadap kondisi atau
kemampuan kerja Pesawat Tenaga dan
Produksi. Aiat Pengaman. dan alat-alat
perlengkapan lainnya sebelum pengoperasian
Pesawat Tenaga dan Produksi;
b. bertanggung jawab atas kegiatan pengoperasian
Pesawat Tenaga dan Produksi dalam keadaan
aman;
c. tidak meninggalkan tempat pengoperasian
Pesawat Tenaga dan Produksi.. selama mesin
dihidupkan;

928
d. menghentikan Pesa\vat Tenaga dan Produksi
dan segera melaporkan kepada atasan, apabila
Alat Pengaman atau perlengkapan Pesa'wat
Tenaga dan Produksi tidak berfungsi dengan
baikatau rusak;
e. operator kelas I mengawasi dan berkoordinasi
dengan operator kelas II; dan
f. mematuhi peraturan dan melakukan tindakan
pengamanan yang telah ditetapkan dalam
pengoperasian Pesa\\'at Tenaga dan Produksi.
(2) Teknisi K3 bidang Pesawat Tenaga dan Produksi
berke\vajiban untuk:
a. melaporkan kepada atasan langsung, kondisi
Pesawat Tenaga dan Produksi yang menjadi
tanggung jawabnya jika tidak aman atau tidak
layak pakai;
b. bertanggung jawab atas hasil pemasangan,
pemeliharaan, perbaikan, danl atau
penleriksaan peralatanjkomponen Pesawat
Tenaga dan Produksi;
c. mematuhi peraturan dan mclakukan tindakan
pengamanan yang telah ditetapkan; dan
d. membantu Penga\vas Ketenagakerjaan Spesialis
dalam pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian
Pesawat Tenaga dan Produksi.

Bagian Kesembilan
Pencabutan Lisensi K3

Pasal 128
Lisensi K3 dapat dicabut apabila operator atau teknisi K3
bidang Pesa\vat Tenaga dan Produksi yang bersangkutan
terbukti:
a. melakukan tugasnya tidak sesuai dengan jenis dan
kualifikasi Pesawat Tenaga dan Produk~i;

929
b. melakukan kesalahan, kelalaian, atau kecerobohan
sehingga menimbulkan keadaan berbahaya atau
kecelakaan kerja; dan
c. tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 127 sesuai dengan
bidangnya.

BABIX
PEMERlKSAAN DAN PENGUJIAN

Pasal129
(1) Setiap kegiatan perencanaan, pembuatan,
pemasangan atau perakitan, pengoperasian,
pemeliharaan, perbaikan, perubahan atau modiftkasi
Pesawat Tenaga dan Produksi harus dilakukan
pemeriksaan dan/atau pengujian.
(2) Pemeriksaan dan/atau pengujian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(2).

Pasal 130
(1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129
ayat (2) merupakan kegiatan mengamati, menghitung,
mengukur, membandingkan, dan menganalisis
Pesawat Tenaga dan Produksi untuk memastikan
terpenuhinya ketentuan peraturan perundangan dan
standar.
(2) Pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129
ayat (2) merupakan kegiatan pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan semua
tindakan pengetesan kemampuan operasi, bahan, dan
konstruksi Pesawat Tenaga dan Produksi untuk
memastikan terpenuhinya ketentuan peraturan
perundangan dan standar.

930
Pasal131
Pemeriksaan dan/ atau pengujian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 130) meliputi:
a. pertama;
b. berkala;
c. khusus;dan
d. ulang.

Pasal132
(1) Pemeriksaan dan/atau pengujian pertama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 huruf a
dilakukan pada saatsebelum digunakan atau belum
pernah dilakukan pemeriksaan dan/atau pengujian.
(2) Pemeriksaan pertama sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan pada tahap perencanaan,
pembuatan, perubahan, atau rnodifikasi Pesawat
Tenaga dan Produksi.
(3) Pemeriksaan pertama sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) me lipu ti pemeriksaan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasa) 5.
(4) Pemeriksaan dan/atau pengujian pertama
sebagaimana dhnaksud pada ayat (1) meliputi:
a. gambar konstruksi/ instalasi;
b. sertifikat bahan dan keterangan lain;
c. manufakturing data record;
d. cara kerja Pesawat Tenaga dan Produksi;
e. gambar kon·struksi dan Alat Perlindungan dan
cara kerjanya;
r. pengukuran-pengukuran teknis;
g. pengujian Alat Pengaman dan Alat Perlindungan;
h. pengujian tidak merusak (Non Destrnctiue Test);
dan
i. pengujian beban.
(5) Dalam hal perbaikan dan modifikasi Pesawat Tenaga
dan Produksi harns dilakukan pemeriksaan dan/atau
pengujian sebagairnana dimaksud pada ayat (4).

931
Pasal133
(1) Pemeriksaan berkala sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 131 humf b dilakukan secara berkala paling
lama 1 (satu) tahun sekali.
(2) Pengujian berkala sebagaimana dimaksud dalsm Pasal
131 huruf b dilakukan secara berkala paling lama 5
(lima) tahun sekali.
(3) Pemeriksaan berkala sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. pemeriksaan dokumen;
b. pemeriksaan visual; dan
c. pengukuran-pengukuran teknis.
(4) Pengujian berkala sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) meliputi:
a. pengujian Alat Pengaman dan Alat Perlindungan;
b. pengujian tidak. merusak (Non Destructive Test);
dan
c. pengujian beban.

Pasal 134
(I) Pemeriksaan dan/atau pengujian khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 huruf c
merupakan kegiatan pemeriksaan dan pengujian yang
dilakukan setelah terjadinya kecelakaan kerja,
kebakaran, ataupeledakan.
(~) Pemeriksaan dan I atau pengujian khusus
sebagaimana dimak:sud pada ayat (1) dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal135
(1) Pemeriksaan dan/atau pengujian ulang Pesawat
Tenaga dan Produksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 131 huruf d dilakukan bilamana hasil
pemeriksaan sebelumnya terdapat keraguan.

932
(2) Pemeriksaan danl atau pengujian sebagaimana
dinyatakan pada ayat (1) dilakukan sebagaimana
pemeriksaan dan pengujian dalam Paul 132, Pasal
133, dan Pasal134 kecuali pengujian beben.

PasalI36
Pemeriksaan dan I atau pengujian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 131 menggunakan contoh formulir tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.

Pasal137
Pemeriksaan danl atau pengujian sebagaimana dimaksud
dalam PasaI131 dilakukan oleh:
a. Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis; atau
b. AhU K3 Bidang Pesawat Tenaga dan Produksi.

Pasal138
(1) Pemeriksaan dan/atau pengujian yang dilakukan
Penpwas Ketenagakerjaan Spesialis sebagaimana
dimaksud dalam Pasa! 137 huruf a dilaksanakan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) AhU K3 Bidang Pesawat Tenaga dan Produksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 humf b
harus ditunjuk oleh Menteri sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
(3) Untuk dapat ditunjuk sebagai Ahli K3 Bidang Pesawat
Tenaga dan Produksi harus memiliki kompetensi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 139
(1) Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138
ayat (3) meiiputi:
a. pengetahuan teknik;
b. keterampilan teknik; dan
c. perilaku.

933
(2) Pengetahuan teknik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a paling sedikit meliputi:
a. memahami peraturan perundang-undangan di
bidang Pesawat Tenaga dan Produksi;
b. mengetahui jenis-jenis Pesawat Tenaga dan
Produksi dan perlengkapannya;
c. mengetahui cara menghitung kekuatan
konstruksi Pesawat Tenaga dan Produksi;
d. mengetahui jenis dan sifat bahan;
e. mengetahui sumber-sumber bahaya Pesawat
Tenaga dan Produksi;
f. mengetahui teknik pengelasan dan pengujian
tidak merusak (Non Destructive Test);
g. mengetahui proses pembuatan, pemasangan, dan
perbaikan/modifikasi;
h. mengetahui jenis korosi dan pencegahannya;
L mengetahui kelistrikan dan alat kontrol otomatis;
j. menge.tahui mekanik terapan;
k. mengetahui jenis fondasi dan kerangka dudukan;
1. mengetahui cara pemeriksaan danl atau
pengujian Pesawat Tenaga dan Produksi; dan
m. mengetahui cara pemeriksaan dan/atau
pengujian fondasi.
(3) Keterampilan teknik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hurnf b meliputi:
Q. memeriksa, menganalisis, dan menguji Penggerak:
Mula dan perlengkapannya;
b. memeriksa, menganalisis, dan menguji Mesin
Perkakas dan Produksi dan perlengkapannya;
c. memeriksa, menganalisis, dan menguji Transmisi
Tenaga Mekanik dan perlengkapannya;
d. memeriksa, menganalisis, dan menguji Tanur
(furnace) dan perlengkapannya;
e. memetiksa, menganalisis, dan menguji fondasi
dan kerangka;
f. memeriksa dan menganalisis sumber bahaya
Pesawat Tenaga dan Produksi;

934
g. memeriksa dan menganalisis pengelasan dan
pengujian tidak merusak (Non Destructive Test);
h. memeriksa dan menganalisis kelistrikan dan alat
kontrol otomatis; dan
i. mampu membu8t laporan dan analisis hasil
kegiatan pemeriksaan dan pengujian Pesawat
Tenaga dan Produksi.
(4) Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat diubah sesum dengan perkembangan teknik dan
teknologi.
(5) Perilakusebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi sikap jujur, hati-hati, teliti, koordinatif,
profesional, tegas, bertanggung jawab, patuh, dan
disiplin.

Pasal 140
Pengurus dan/atau Pengusaha memfasilitasi dalam
pelaksanaanpemeriksaan dan pengujian Pesawat Tenaga
dan Produksi herupa penyediaan alat-alat bantu.

Pasal141
(1) Hasil pemeriksaan dan pengujian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 131 harns dilaporkan ke
pimpinan unit kerja pengawasan ketenagakerjaan.
(2) Hasil pe.meriksaan dan pengujian sebagaimana pada
ayat (1) wajib dituangkan dalam surat keterangan
yang diterbitkan oleh unit kerja pengawasan
ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilengkapi dengan alasan teknis pada lembar
tersendiri.
(4) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dibuat dalam 3 (tiga) rangkap dengan rincian:
a. lembar pertama, untuk pemilik;
b. lembar kedua, untuk unit pengawasan
ketenagakeIjaan setempat; dan

935
c. lembar ketiga, untuk unit pengawasan
ketenagakerjaan pusat.
(5) Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) wajib menyampaikan surat
keterangan kepada unit pengawasan ketenagakerjaan
di pusat setiap 1 (satu) bulan sekali.

Pasal 142
(1) Surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
141 ayat (2) meliputi surat keterangan memenuhi
persyaratan K3 atau surat keterangan tidak memenuhi
persyaratan K3 tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
(2) Pesawat Tenaga dan Produksi yang mendapatkan
surat keterangan memenuhi persyaratan K3 diberikan
tanda memenuhi syarat K3 pada setiap Pesawat
Tenaga dan Produksi.
(3) Tanda memenuhi syarat K3 sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berupa stiker yang dibubuhi stempel
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BABX
PENGAWASAN

Pasal143
Pengawasan pelaksanaan K3 Pesawat Tenaga dan Produksi
di Tempat Kerja dilaksanakan oleh Pengawas
Ketenagakerjaan Spesialis sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

936
BABXI
SANKSI

Pasal144
Pengusaha dan/atau Penguros yang tidak memenuhi
ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dikenakan sanksi
sesum dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahuo 1970
ten tang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

BAS XII
KETENTUANPENUTUP

Pasal145
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku maka:
a. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Nomor PER. 04/MEN/1985 tentang Pesawat Tenaga
dan Produksi;
b. Surat Edaran Direktur Jenderal Pembinaan
Pengawasan Ketenagakerjaan Nomor
SE.NO.Ol/DJPPK/ VI/2009 tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Pembinaan dan Pengujian Lisensi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagi Petugas dan
Operator Pesawat Uap, Pesawat Tenaga dan Produksi,
Pesawat Angkat dan Angkut; dan
c. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan
Ketenagakerjaan Nomor KEP/75/PPK/XII/2013
tentang Petunjuk Teknis Pembinaan Calon Ahli
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bidang Pesawat
Uap dan Bejana Tekan, Pesawat Angkat-Angkut, dan
Pesawat Tenaga dan Produksi, khusus yang mengatur
Pembinaan Caton Ahli Keselamatan dan Kesehatan
Kerja bidang Pesawat Tenaga dan Produksi;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

937
Pasal146
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

Agar setiap orang mengetabuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal27 Desember 2016

MENTERJ KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

M. HANIF DHAKIRI

Diundangkan di Jakarta
pada tangga127 Desember 2016

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERJAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1989

NAN SESUAI DENGAN ASLINYA


o HUKUM,

NIP. 19600324 198903 1 001

938
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 38 TAHUN 2016
TENTANG
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PESAWATTENAGA DAN PRODUKSI

DAFrAR LAMPIRAN
1. TABEL:
A. DIAMETER POROS MINIMUM DAN TEBAL RODA GERINDA PADA
KECEPATAN OPERASI SAMPAI DENGAN 3S M/DETIK
B. DIAMETER POROS MINIMUM DAN TEBAL RODA OERINDA PADA
KECEPATAN OPERASI7.000 FEET/MENlT
C. KECEPATAN ROTASI RODA GERINDA YANG DIPERBOLEHKAN
D. KECEPATAN TES YANG DIPERBOLEHKAN UNTUK RODA GERINDA
E. JUMLAH DAN KUAUFlKASI OPERATOR PESAWAT TENAGA DAN
PRODUKSI
2. FORMULIR PEMERlKSMN DAN PENGUJIAN:
A. PENGGERAK MULA;
B. MESIN PERKAKAS DAN PRODUKSI;
C. TANUR (FURNACE); DAN
3. CONTOH STICKER MEMENUHI PERSYARATAN K3.
4. SURAT KETERANGAN MEMENUHI/TIDAK MEMENUHI PERSYARATAN
K3:
A. MOTOR DIESEL;
B. MESIN PERKAKAS DAN PRODUKSI;
C. TRANSMISI TENAGA MEKANIK; DAN
D. TANUR (FURNACE).
MENTERI KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

M. HANIF DHAKIRI
N SESUAl DENGAN ASLINYA
IROHUKUM,

NIP. 19600324 198903 1 001

939
\0
~
o

TABELA DIAMETER POROS MlNIMUMDAN TEBAL RODA GERINDA PADA KECEPATAN OPERASI SAMPAI DENGAN 35 M/DETIK

Diameter Tebal gerinda (mm)


Roda 6,4 9,5 12,7 15,8 19,0 25,4 31,7 38,1 40,5 50,8 51,2 63,5 70,0 76,2 82,6 88,9 102 114 127
(mm) Diameter Poros (mm)

SO 3,2 4,8 4,8 6,4 6,4 9,5


75 6,4 6,4 9,5 9,5 9,5 12,7
100 7,9 9,5 9,5 9,5 9,5 12,1
125 9,5 9,5 12,7 12,7 12,1 12,1
150 12..7 12,7 12,1 12,7 12,1 12,1 15,8 15,8 19,0 19,0 19,0 19,0 19,0 19,0 19,0 19..0 25,4 25,4 25,4
175 12,7 12,7 12,7 12,7 15,8 15,8 15,8 19,0 19,0 19,0 19,0 19,0 19,0 25,4 25,4 25,4 25,4 25,4 25,4
200 15,8 15,8 15,8 15,8 15,8 15,8 19,0 19,0 19,0 25,4 25,4 25,4 25,4 25,4 25,4 25,4- 31,7 31,7 31,7
230 15,8 15,8 15,8 15,8 19,0 19,0 19,0 19,0 25,4 25,4- 25,4- 25,4 25,4- 31,7 31,7 31,,7 31,7 31,7 31,7
255 19,0 19,0 19,0 19,0 19,0 19,0 19,0 19,0 25,4 25,4 25,4 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 38,1 38,1
305 19,0 19,0 19,0 19,0 19,0 25,4 25,4 25,4- 25,4 25,4 25,4- 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 38,1 38,1 38,1
355 22,2 22,2 22,2 22,2 25,4 25,4 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 38,1 38,1 38,1 38,1 38,1 38,1
405 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 38,1 38,1 38,1 38,1 38,1 44,5 44,5 44,5 44,S
460 31,7 31,7 31,7 38,1 38,1 38,1 38,1 38,1 38,1 38,1 44,5 44,5 44,5 47,6 47,6
510 38,1 38,1 38,1 38,1 38,1 38,1 38,1 44,S 44,5 44,5 47,6 47,6 47,6 47,6
610 38,1 38,1 38,1 44,5 44,5 44,5 44,5 44,5 44,5 50,8 50,8 50,8 50,8 50,8
660 38,1 38,1 44,5 44,5 44,5 44,5 50,8 50,8 50,8 50,8 57,2 51,2 57,2
160 44,S 44,5 50,8 50,8 50,8 50,8 50,8 51,2 57,2 63,5 63,5 63,5
915 50,8 57,2 57,2 57,2 63,5 63,5 63,5 10,0 70,0 16,2 76,2

tautan untuk kecepatan melebihi 7000 feet/menit dan roda gerinda yang berat ukuran porosnya yang tercantum pada table 2, tidak dapat
digunakan. Dalam hal lot ukuran porosnya sangat tergantung pada beberapa faktor antara lain perencanaan mesin, jenis bantalan, kualitas
bahan dan pabrik pembuatnya.
TABELB DIAMETER POROS MINIMUM DAN TEBAL RODA OERINDA PADA KECEPATAN OPERASI 7.000 FEET/MENIT

Tebal Gerinda (rom)


Diameter
Roda
11/ 13/
1/4 3/8 1/2 5/8 3/4 1 5/4 3/2 7/4 2 9/4 5/2 3 7/2 4 9/2 5
4 4
(mm) Diameter·Poros (mm)

2 1/8 3/1 3/1 1/4 1/4 3/8


3 1/4 6 6 3/8 3/8 1/2
4 5/1 1/4 3/8 318 3/8 1/2
5 6 3/8 3/a 1/2 1/2 1/2
6 3/8 3/8 1/2 1/2 1/2 1/2 5/8 5/8 3/4 3/4 3/4 3/4 3/4 3/4 3/4 3/4 1 1 1
7 1/2 1/2 1/2 1/2 1/2 5/8 5/8 3/4 3/4 3/4 3/4 3/4 3/4 1 1 1 1 1 1
8 1/2 1/2 1/2 5/8 5/8 5/8 5/8 3/4 3/4 1 1 1 1 1 1 1 5/4 5/4 3/4
9 5/8 5/8 5/8 5/8 5/8 3/4 3/4 3/4 1 1 1 1 1 5/4 5/4 5/4 5/4 5/4 5/4
10 5/8 5/8 5/8 3/4 3/4 3/4 3/4 3/4 1 1 1 5/4 5/4 5/4 5/4 5/4 5/4 3/2 3/2
12 3/4 3/4 3/4 3/4 3/4 1 1 1 1 1 1 5/4 5/4 5/4 5/4 5/4 3/2 3/2 3/2
14 3/4 3/4 3/4 7/8 1 1 5/4 5/4 5/4 5/4 5/4 5/4 5/4 3/2 3/2 3/2 3/2 3/2 3/2
16 7/8 7/8 7/8 5/4 5/4 5/4 5/4 5/4 3/2 3/2 3/2 3/2 3/2 7/4 7/4 7/4 7/4
18 5/4 5/4 3/2 3/2 3/2 3/2 3/2 3/2 3/2 7/4 7/4 7/4 15/ 15/
20 3/2 3/2 3/2 3/2 3/2 3/2 3/2 7/4 7/4 7/4 15/ 15/ 8 8
24 3/2 3/2 3/2 7/4 7/4 7/4 7/4 7/4 7/4 2 8 8 15/ 15/
26 3/2 3/2 7/4 7/4 7/4 7/4 2 2 2 2 2 8 8
30 7/4 7/4 2 2 2 2 2 9/4 2 9/4 2 2
36 2 9/4 9/4 9/4 9/4 5/2 5/2 9/4 5/2 9/4 9/4
11/ 11/ 5/2 5/2
4 4 3 3

CATATAN: Untuk kecepatan meJebihi 1.000 feet/menit dan roda·roda gerinda yang berat ukuran porosnya yang tercantum pada tabel2 adak dapat digunakan.
Dalam hal ini ukuran porosnya sangat tergantung pada beberapa faktor antara lain perencanaan mesin. jenis bantalan, kuaUtas bahan dan pabrik
pembuamya
\0
~
.....
~
tv

TABELC KECEPATAN ROTASI RODA GERINDA YANG DIPERBOLEHKAN

Kualifikasi BENTUK RODA GERINDA BAHAN PENGlKAT VITRlFEED DAN SILICA BAHAN PENGIKAT ORGANIK
KEC. KEC. KEC.
KEC.RENDAH KEC.SEDANG KEC. TINGGI
RENDAH SEDANO TINGGI (M/DET)
(M/DET) (M/DET)
(M/DET) (M/DET) (M/DET)
1 Bentuk I : roda-roda rata
Bentuk 4 : roda-:roda runcing
28 30 33 33 40 48
Bentuk 12: roda-roda bercela
Bentuk 13: roda-rodagancu
2 Bentuk 5 dan 7 roda recressed 28 30 33 33 40 48
3 Bentuk 2 : roda-roda silinderis 23 28 30 30 40 48
4 Bentuk 11: roda-roda mangkok 23 28 30 30 40 48
5 Bentuk 6 : roda-roda mangkok
23 25 28 30 38 45
cekung
6 Roda-roda potong berdiameter ... ~

- - - 38-70
lebih besar dari 400 nun
7 Roda potong berdiameter lebih ... ~

- - - 50-80
kecil dari 400 mm
8 Roda pengerindaan dalam 28-40 30-50 33-60 - .. 48-60
9 Rodaintan : 1. Roda potong
a. Pengikat dari logam dengan poros dari baja 70
b. Penlikat dari logam deniM poros dan baja campuran 38
c. Pengikat dan resin dengan poros resin atau baja campuran 38
2. Untuk semua tipe ......... 33
TABELD KECEPATAN TES YANG DIPERBOLEHKAN UNTUK RODA GERINDA

KECEPATAN OPERASI FAKTORTEST


KLASIFlKASl
PEREPHERAL(M/DEn MINIMUM

.. Rods-roda potong
Sampai dengan 80 m/det 1,2
.. Bahan pengikat dan karet
resionid dan selak, kecuali roda 1,25 s.d. 1,5
Sampai dengan 25 m/det
potong

- Bahan pengikat dari vitrifeed dan


silikat untuk penggerindaan 1,25 s.d. 1,5
Sampai dengan 25 m/det
basah

.. Bahan pengikat dari vitrifeed


untuk penggerindaan kering Sampai dengan 33 m/det 1,5 s.d. 1,75

\0
~
w
TABEL E JUMLAH DAN KUALIFIKASI OPERATOR PESAWAT TENAGA DAN
PRODUKSI

_. :: ~.,;~ .....

····TA.,..,.;O' y" ,(' .,.< .'. ·-In#la....a .....


:'~p
.,:'
::-::> •."".'.: ........: ...... ;. .[" .... ,;.
.. ...;...,. ..:- .... i..;.;•
y
... : ,.':'.: ,"':
','.; .. .::

l. Penggerak Mula
a s.d. 214,47 HP 1 orang -
> 214,47 HP 1 orang 1 orang
b Kincir Angin Non kelas 1 orang

2. Tanur (FUrnace)

a s.d. 50 ton 1 orang -


> 50 ton 1 orang lorana
b Kiln Oven Reheatina Furnace Non kelas 1 oranl!

3. Mesin Perkakas dan Produksi

Mesin Perkakas dan Produksi


a Konvensional 1 orang

Mesin Perkakas dan Produksi


b 1 orang
(eNe)

944
FORMULIR PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN PENGGERAK MULA, MESIN PERKAKAS
DAN PRODUKSI, DAN TANUR (FURNACE).

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA


DISNAKER PROVINSI ........•.....•...•.................•.............•........•...•............................
AIAMAT .

FORMULIR/ CHECK USTPEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN


PERENCANAANIPEMBUATAN
NO.: .

I. DATA UMUM
1 Peruaahaan Pembuat / Pemasang
2 Alamat
3 Pengurus J Penanggungjawab
4 Jemi8 Pesawat J Tipe
5 Merck I Tipe
6 No Sen I No Unit
7 Lokasi / Tabun Pembuatan
8 Kapasitu
9 No. SKP PJK3 I Bidang
10 No. SKP J Bidang AK3
11 Nama J No. Se~1kat Juru Las
12 Standart

II. PEMERIKSAAN DOKUMEN TEKNIS


1 G8J11bar rencana .. Memenuhi tidak memenuhi syarat
2 Perhitungan telmis .. Memenuhi tidak memenuhi syarat
3 Sertifikat bahan .. Mcmenuhi tidak memenuhi syarat
4 8ertifikat juru la8 • Memenuhi tidal< memenuhi syarat
5 Dafter safety device

III. PEMERIKSAAN BAHAN BAKU/MATERIAL


1 Pemerika&an bahan baku
komnonen utarna
2 Pemerikeaan Pemerik8aan babe
baku alat gerlindunun
3 Pemerikaaan safety device
a .
b...••........•..
c••••••....•.•..•

lV. PEMERlKSAAN HASIL PEKERJAAN


1 Pemeriksaan Kescauaian Gambar
I 2 Pengukuran - pengukuran teknis ·)sesuai dengan checklist peralatan PTP
3 Pemeriksaan visual ·)sesuai dengan checklist peralatan PTP
4 Pemeriksaan Cungsi
5 Pemeriksaan kapasitaa
6 Pemeriksaan hull pengujian
internal
7 Pemeriksaan kualitaa aambungan
las
8 Pemeriksaatl safety device
I a .

945
I. KESIMPULAN

II. PERSYARATAN YANG HARUS SEOERA DIPENUHI

Yang Memeriksa dan Menguji,


Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3/ Ahli K3
Pesawat Tenaga dan Produksi

f.. ·.. •..•••• .. •••• .. ••·•• .. •.. ••••••• l


NIP/NO. REG•..•.•.•..•...............

946
KEMENTERIAN KETENAGAKERJMN REPUBUK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI . . .
AltAMAT ..

FORMULIR/CHECKLISTPEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN


MOTOR DIESEL

1. DATAUMUM
1 Perusahaan Pemilik
2 Alamat
3 Pe:rusahaan Pemakai
4 Alamat
5 Pengurus I Penanggung jawab
6 Lokasi Unit
7 Jenis Pesawat / Tipe 2tak /4tak*)
8 Merek / Tipe
9 No Seri I No Unit
10 Perusahaan Pembuat / Pemasang
11 Lokasi / Tahun Pembuatan
12 Kapasitas
13 Digunakan Untuk
14 Nama I No. Sertifikat Juru Las
15 No. SKP I Bidang PJK3
16 No. SKP / BidangAK3
17 Sertitikaai Standar

W
KlaSifikasi Portable /Station"")
Nomor Izin pemakaian I Penerbil
Nama Operator
Data Riwayat Motor Diesel

n. DATA TEKNIK
A. MOTOR DIESEL
1 Merek I TIpe
2 Pabrik Pembuat / Nepra
3 Tahun Pembuatan
... Klasifikasi Portable I Station·)
5 Nomor Sen
6 Daya HP
7 Tenaga Mula Tenaga Kempa atau angina I Accu *)
8 Jumlah SiUnder
B. GENERATOR
1 Merek I Tipe
2 Pabrik Pembuat I Negara
3 Tahun Pembuatan
4 Nomor Sen
5 . Daya KVA/KW
6 Frekuensi HZ
8 Putaran Rpm
9 Tegangan
10 Faktor Days (+)

947
III. PEMERIKSAAN &. PENGUKURAN
Kondiai
No. Komponen Keterangan
Baik BUNk
A. KONSTRUKSIDASAR
I Pondasi Dasar
2 Rumah Diesel
3 Support I Penopang
4 Anchor Bolt
B. STRUKTUR KONSTRUKSI
1 Tangki Harlan
2 Muffler
3 Bejana Angin
4 Panel
C. SISTEM PELUMASAN
I ali
2 Oil Strainer I carter
3 Oil Cooler
4 Oli Filter
I 5 By Pass Filter
6 I Safety Valve
1 Packing
o. SISTEM BAHAN BAKAR
1 Tangki Harlan
2 F I J (Fuel Injector)
3 Sambungan..sambungan
4 Float Tank
5 Fuel Filter
I 6 F 1 P (Fuel Injector Pump)
I 7 Magnetic Screen
8 Governor
9 Troatle Shaft
10 Regulator
11 Shut Ofr Valve
E. ALAT BANTU MENGHIDUPKAN MESIN
1 Feed Pump
2 Fuel Valve
3 Priming Ring Pump
4 Heater Plug
5 Heater Switch
6 Pre Heater
7 Water Signal
8 Starting Switch
9 Kutub-kutub Baterai
Thenno8tart Tank
10
11
Thermostart
12
Heater Signal
13 Thennostart Switch
14 Glow Plug
15 Engine Speed Sensor
16 Manometer Sejana Tekan
17 Service Meter
~ Water Temperatur Sensor
Motor Stater
20 Safety Valve Bejana Tekan
21 Bejana Angin
F. SISTEM PENDINGIN

948
1 Cooling Water
2 Baut-baut Pengikat
3 KJem Pengikat
4 Radiator
5 Thermostart
6 Kipas/Fan
7 PeUndung Kipas
8 Putaran Kipas
9 Bantalan/Dudukan
G. SISTEMSIRKULASI UDARA
1 Pre-Cleaner
2 Dust Indicator
3 Air Cleaner/Filter
4 Turbocharger
5 Klem-Idem Pengikat
6 After Cooler
7 Mumer
8 SiJincer
9 Peredam Panas
10 Baut-baut Pengikat
H. BAGIAN-BAOIAN UTAMA

i
Bau.t.",baut Pengika"t Pen:dam
Support/Penopang
Rumah Fly Wheel
FlyWheel
5 Peredam Getaran
6 I Sabuk dan Pull
7 I Crankshaft I pores engkol
I. GENERATOR
1 Hubungan Terminal Generator
2 Kabel dati Generator ke pane) board
3 Panel Board
4 I Ampere Meter
5 I Volt Meter
6 Frequency
7 Circuit Breaker
8 8ak1ar On-Off
J. TRANSMISf
1 Roda Glgi
2 Transmisi Sabuk
3 Transmiai Rantai
K. MAIN DISTRIBUTOR PANEL
1 Hubungan kabel da.ri panel board ke
main distributor board
2 Kondiai Main DiatnlJutor Board
3 Ampere Meter
4 Volt Meter
5 Main Circuit Breaker
L. SAFETY DEVICE
1 Grounding
2 Penyalur Petir
3 Emergency stop
4 Governor
5 Thermo.tart
6 Water Signal
7 Pelindung Kipas
8 Silinccr

949
IV. PENGUJIAN NOT
NO. KOMPONEN YANG DIUJI HASIL KETERANGAN
1 Putaran Poros Diesel (rpm)
2 Pembumian (Groundingt
3 Pengujian Sambungan Las
4 Kebisingan
5 Pencahayaan
··6 Iklim kerja
7 Pondasi
8 Uji Behan (Load test)
V. PENOUKURAN DAN PENGUJlAN SAFETY DEVICE
1 Governor
2 Emergency stop
3 Tahanan Pembumian (Grounding)
4 Tabanan Isolasi
5 Panel - Panel Indikator I Listrik
6 Pressure Gauge
7 Temp. Indicator
8 Water Indicator
9 Katup .. Katup Pengaman
10 Radiator

TEOANGAN (VOLTAGE)
KOMPONEN LISTRIK KA
R..S R..T I S..T I R-N R-G I N-G
1 2 3 4 I 5 I 6 7 I 8
Panel Control I I t
Drawing ARUS LISTRIK (AMPERE)
FREQ COSQ Keterangan
R s I T
I
50/60
HZ I I
III. KESIMPULAN
.................................................................................................................................................... .. '

IV. PERSYARATANYANO HARUS SEGERA DlPENUHI


..........................................................................................................................................................
............................................................................................................................................... ...."
..................................................................................................................................................

Yang Memeriksa dan Mcnguji,


Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis I Ah1i K3
Bidang Pesawat Tenaga dan Produksi

f )
NIP/NO.REG .

950
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI •• .
ALAMAT .

FORMULIR/ CHECK UST PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN


TURBINUAP

I. DATA UMUM
1 Perusahaan Pemillk
2 Alamat
3 Perusahaan Pemakai
4 Alamat
5 Pengurus / Penanu.ung iawab
6 Lokasi Unit
7 Jenis Pesawat / Tipe
~erek/Tipe
o Seri / No Unit
Perusahaan Pembuat / Pemasang
11 Lokasi I Tabun Pembuatan
12 Kapasitas
13 Digunakan Untuk
14 Nama / No. Sertifikat Juru Las
15 No. SKP J Bidang PJK3
16 No. SKP J Bidang AK3
17 Sertifikasi Standar
18 No Izin Pemakaian I Penerbit
19 Nama Operator
20 Data Riwayat 1\trbin
II. DATA TEKNIK
A. TURBIN UAP
1 Merek
2 Nama Pabrik Pembuat
3 Kota / Negara Tempat Pembuat
4 Tabun Pembuatan
5 No.Serie
6 Daya Turbin Uap KW
7 Kecepatan Putaran Turbin Rpm
8 Kecepatan Putaran Kritis Turbin Rpm
9 Kecepatan Putaran Poros Out Put Rpm
10 Jenie Turbin Uap
11 Tekanan I Temperatur Uap Masuk Kf/,,/Cm2 / oc
12 Tekanan Uap Keluar Kg/Cm2
13 Serat Turbin Kg
B. GENERATOR LISTRlK
1 Merek J type
2 Nama Pabrik Pembuat
3 Kota / Negara Pembuat
4 No. serie
Kecepatan putaran generator Rpm
5
listrik
6 Daya KW
7 -- Volt
8 I Besamya Arus Listrik Max. Ampere
9 Cos cp

951
III. PEMERIKSMN & PENOUKlJRAN

Kondiai
No. Komponen Keterangan
Baik Burok
Kondisi steam valve autIet turbin
2 Kondisi steam valve inlet turbin
3 Kondisi oil cooler
4 Kondisi Knob load limit governor
5 Kondisi Oil Pump
6 Kondisi Governor Valve
7 Kondisi Knop Speed Setting
8 Kondisi Drain Valve
9 Kondisi manometer uap masuk
10 Kondisi Thermometer uap masuk
11 Kondisi manometer uap keluar
12 Kondisi Thermometer uap keluar
13 Kondisi manometer tekanan
pelumas
14 Kondisi tachometer rpm turbin
Kondisi Pressure relief warning
15
valve
16 Tahanan Pembumian

No Komponen Keterangan
A. FONDASI
1 Bahan Pondasi Mm
2 Panjang Pondasi Mm
3 Lebar Pondasi Mm
4 Tebal Pondasi Mm
5
Berat Jems Pondasi
Berdasarkan Percobaan Kg/cm2

6
Beratpondasiberdasarkan
perhitunaan Kg/cm 2

1
Daya dukung tanah
berdasarkan uii
8
Jarak antara area dasar Turbin
Uap dengan te'Pian pOndasi Mm
9 Kondisi visual pondasi * baik / buruk
10 Berat Total Pondasi Kg
B. BODY DAN PACKING
1 Jenis material body turbin uap
2 Diameter luar body turbin uap
3 Panjang body turbin uap
4 Kondisi visual body turbin uap * baik / buruk
5
Kondisi visual packing pada body
turbin uap * bail< / ada kebocoran
C. PIPING PADA TURBIN UAP
1 Kondisi Pipa Inlet It baik I buruk
2 Pipa inlet terpasang isolasi * ya / tidak
3 Diameter pipa inlet Mm
4
Tebal minimal pipa inlet hasil
Mm
penaukuran

952
5 Darl hasil permtungan. ternyata
tebal13ioa inlet ... memenuhi ayarat / tidak
Darl basil NOT. temyata ." baik / buruk (tidal< dilakukan)
6
sambunJtan pipa inlet
7 Kon.disi pipa outlet ." baik / buruk
8 I Pioa outlet terpasana i801asi *ya I tidak
Diameter pipa outlet hasil
9
oenmkuran Mm
Tebal minimal pipa outlet hasil
• 10 pengukuran Mm
Darl hasil perhitungan. ternyata
11
tebal Dioa inlet ... memenuhi syarat I tidak memenuhi syarat
D. TRANSMISI
1 Tranamisi Roda Qigi • balk I buruk
2 Transmisi Sabuk J buruk
... baik
3 Transmisi Rantai • b8ik I buruk
4 Rumah Transmisi • baik I buruk
5
Sambungan antara body gear box
denaan body turbin uan • baik / buruk
Kopting antara gear box dengan
6
turbin ua:p • safety guarding terpasang I tidal<: terpasang
I E. ROTOR DAN STATOR
! 1 Sudu-sudu Gerak • baik I buruk
2 Sudu-sudu Tetap • baik I bUJ:\lk
3 Poros • baik J buruk
4 Bantalan Poros • baik I buruk
5 Jalur oli • baik / buruk

IV.PENGUJIAN
No. Komponen Yang Diuji Hasil Keterangan
A. PENGUJIAN NOT
8. Pipa - pipa
1 Pipa wate • baik I buruk
2 Pipa outlet ... baik I buruk
3 Sambungan • bam I buruk
4 Sambungan Las ." balk J buruk
b. Transmisi
1 Transmisi Roda Gig;. * baik I buruk
c. Rotor 85 Stator
1 Sudu-sudu Qerak • baik buruk
• 2 Sudu-.udu Temp • baik buruk
3 Poros ." baik buruk
4 Bantalan Poros ·baik buruk
5 Jalur oli ·baik buruk
B. PENGUJIAN FUNOSI
1 Steam valve outlet turbin berfunasi
2 Steam valve inlet turbin berfungsi

~
Oil coller berfungsi baik berfungsi
Knob load limit governor berfungsi

Oov~orVNve benungm
7 Knop speed setting berfungsi
8 Drain Valve berfungsi
9 Manometer uap masuk benunoi
10 Thermometer uap masuk berfungsi
11 Manometer uap ke1uar bertungsi
12 Thermometer uap keluar berfungsi
13 Manometer tekanan pelumas
berfungai

953
Tachometer rpm turbin berCungsi
14
baik
15 Pressure Relief Warning Valve
berfun si
c. PENGUKURAN
1 Tahanan Isolasi
Kebisin an

KOMPONEN TEGANGAN (VOLTAGE)


KA
LISTRIK R-S R-T I S-T I R-N R-G I N-G
1 2 3 4 ! 5 I 6 7 I 8
Panel Control I I I
Drawing ARUS LISTRIK (AMPERE)
FREQ COSQ Keterangan
R I S I T
I I
1. KESIMPULAN

II. PERSYARATAN YANG HARUS SEGERA DIPENUHI

Yang Memeriksa dan Meaguji,


Pengawas Ketenagakerjaan Speaialis/ AhJ:i K3
Bidang Pesawat Tenaga dan Produksi

( 1
NIP/NO.REG .

954
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI .
ALAMAT .

FORMULIR/ CHECK LIST PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN


TURBIN GAS

I. DATA UMUM
sahaan Pemilik
2 Alamat
3 Perusahaan Pemaka.i
4 Alamat
5 Pengurus J Penanmnmg jawab
6 Lokaai Unit
7 Jenis / Tipe
8 Merek I Brand
9 No Seri J No Unit
10 Penggunaan
11 l{aP8sitaa
12 Lokasi I Tahun :"
.....
13 Pembuat J :"- .••--.-"J!!l
14 Nama I No. SertifikatJuru Las
15 No. SKP J Bidang PJK3
16 No. SKP I Bidang AK3
17 SertirJkaai Standar
18 No Ian Pemakaian J Penerbit

.o~ator
o Data ~wayat Turbm
'A TEKNIK
enisl Tipe
2 asitas Maksimum MW
3 Kapasitas Etrektif MW
4 Temperatur Udara Masuk (lnlate) OC
5 Tekanan Masuk (lnlate) kg/cm2
6 Jumlah Level Blade compresor
7 Jumlah Level Blade Turbine
8 Dimenai Mm
9 Berat Kg
10 Daya MW
11 Putaran Rpm
12 Panas Rata2 Kj J kWh

~
%
14 anan
15 ran aaa Exhaust Kg/s
16 Temperatur Oa8 Buang °C

KSAAN 85 PENGUKURAN
Kondisi
No. Komponen Keterangan
Baik Buruk
1 Kontrukai Pondasi
2 Rangka Utatna
3 Rangka Penguat
4 Casing J Shell
5 Sambungan las steel Casing J

955
Shell
6 Air Inlate Compressor
a) Air Inlet Housing
b) Air Inlet Duct
c Inertia Separator
d) Pre Filter
e) Main filter
f) Inlet Beltmouth
g) Inlet Guide Vane
h} Vakum Kondenaor
i) Penyaring Udara (Air Filter)
j) Pemanas Udara (Air Heater)
k) Economiser inlet
1 Compressor Discharge Case
7 Compressor
a) Rotor Wheels
b) Rotor Blade
c) Stub Shaft
d) Tie Bolt
e Inlet Casing
t) Forward Compressor Cosing
g) Aft Casing
h) Discharge Casing
i) Blow Off Valve
8 Combustion Section
aJ Combustion Chamber
Chasing
b) Combustion Chamber
c) Dome / Swider / Kubah
RuanaBakar
d) Combustion Liner
e) Fuel Nozzle
f) Fuel Haeter
g) Combustion end Covers
h) Ignitor I Sparkplug
i) DifCuser
j) Flow Sleeve
k) Flame Detector
1) Cross Fire Tube
m) Transition fieees
n) ReCraetori
0) EndCapa
9 Turbin
a} Wheel Rotor
b) Turbine Blade
c Stator
dl Turbin Guide Vanes
e Shell Turbin
f) Nozzle Turbin
g) Diaphragm
h} Shroud
i) Turbin casing
10 Main Shaft (Poros Utama)
a} Poros Turbin tekanan Tinggi
b} Poroa Utama
c Sliding Shoe
d} Bearing Seals

956
e) Bantalan
t) Saringan Oli (Oil Filten
g) Indikator Tekanan Oli
(Pressure Gauge)
h) Indikator Temp. Oil (Temp.
Ind.)
i) Turning Gear
11 Exhaust
a) Exhaust Frame Assy
b) Exhaust Difuser Assy
c) Exhaust Plenum
d) Exhaust Stack
e) Exhaust Thermocouple
Superheater outlet
Exhaust Diffuser
Exhoust Diffuser Isolation
Forward Diffuser
12 Transmition Places
13 Flex Hoses
14 IGVs and Bushing
15 Control Room
16 Saluran Pipa (Pipe Line)
a Pipa - Pipa Penghubung
b Pipa Bahan Bakar
c Pipa Oli
d Pipa Pendingin
17 Safety Device
a Flame Detector
b Warning Sistem
c Sensor Oetaran
d Sensor Tekanan
e Governor
1) Thermocouple
g) Purge Valves
h) Check Valves
i) Katup Pengaman Lainnya
I j) pagar Pengaman Lantai
k) Lantai dapur

W,
1) Pengaman Tangga
indung Diri
Sistem Pendingin
18 Transmisi
I a) Transmisi Roda Qigi
b Transmisi Sabuk
c) Transmisi Rantai
d) Rumah Transmisi

957
IV. PENGUJIAN
No KompOllen Yang Diuji Hasil Keter8D&8D
Las - lasan T Join Plat Steel Sheet
1
SaKian Luar
Las - lasan sambungan me1intang
2 Plat Steel Sheel BaZan Luar
3 Sam'bungan Las Pipa Pendinmn
4 Sambungan Las PiPEl bahan bakar
5 Sambungan las Pipa Oli
6 Compressor Blade
7 Turbine Blade
8 Poros Utama
9 PorOI Turbin tekanan Tinggi
10 Transmiai
11 Refractory tThermal Shock Test)
V.PENQUKURAN
1 Ketebalan dinding (Shell)
2 KetebaJan dinding' Ruang Sakal'
Ketebalan dinding Selubung Ruang
3 aalear
4 Ketebalan Rertraktori (Penahan Panas)
5 Ketebalan Pipe Pendingin
6 Ketebalan Pipa Bahan Bakar
7 Ketebalan Pipa Oli
8 Jarak Rotor blade dengan shen
9 Tahanan pembumian
VI. PENGUJIAN FUNGSI (RUNNING TEST)
1 Safety Device
a) Warning Sistem
b) Vibration Meter
c} Pressu~ Gauge
d) Temp.lndikator
e) Senaor Getaran
f} Sensor Tekanan
g) Thermocouple
h) Governor

==f i} Purge Valves


Jl Check Valves
kt Katup Pengaman Lainnya
1) aiatern Pendingin
2 Putaran· Poros Turbin
3 Putaran Poroa Utama
Siatem Pembakaran (Combustion
4
System)
Siatem Supplay Bahan Bakar (Fuel
5 Injection s.ustemJ
6 Fungsi Control (Control Rooml

KOMPONEN TEGANGAN (VOLTAGE)


KA
LISTRIK R-S R-T I 8-T I R-N R-G I N-G
1 2 3 4 I 5 I 6 7 I 8
Panel Control I I I
Drawing ARUS LISTRIK (AMPERE)
FREQ COSQ Keteranpn
R I s I T
I I

958
1. KESIMPULAN

II. PERSYARATAN YANG HARUS SEGERA DIPENUHI

Yang Memeriksa dan Menguji,


Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis/ Ahli K3
Bidang Pesawat Tenaga dan Produksi

t )
NIP/NO.REG•...................

959
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI ..........•.•.....•..................................•...........•.•.••.••..•.•••...•.......
AlAMAT ..•...............................................................•.....•...........•....•..

FORMULIR/ CHECK UST PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN


TURBIN AIR

I. <DATA UMUM
1 Pemilik J Pemakai
2 Alamat
3 Penguros I Penan~ iawab
4 Jems / Tipe I No Sen
5 Merek I Brand
6 Penggunaan
7 Kapssitas
8 Volume
9 Volume Effektif
10 Lokasi / Tahun Pembuatan
11 Perusahaan Pembuat I Pemasang
12 Nama I No. Sertifikat Juru Las
13 No. SKP I Bidang PJK3
14 No. SKP / Bidang AK3
15 Sertifikasi Standar
16 No Izin Pemakaian
17 Nama Ot>erator
18 Data Riwayat Turbin
II. DATATEKNIK
A. Turbin Air
1 Jenis J Ti'Pe
2 Kapasitas Maksimum MW
3 Ketinaian Air mm
4 Debit Air m3
5 Dimensi Spiral Case Inlet mm
6 Diameter Pipa Keluar mm
7 Putaran Rom
8 Runner
(a). Tipe Runner
(b). Diameter Runner mm
(c).Jumlah Sudu
B. Generator
1 Pabrik Pembuat
2 Merek / Tipe
3 Tahun Pembuatan I Negara
'4 No. Sed
5 Daya KW
6 Putaran Rpm
7 Voltase V
8 Frekuensi Hz
III. PEMERIKSAAN & PENGUKURAN
Kondisi
No. KOIQponen Keterangan
Balk I Buruk
1 Kontruksi Pondasi Turbin I
2 Bantalan Pondasi !

960
3 Saut Saut Penyanaa
4 Rumah Turbin (Turbine Shell)
5 Sambungan Las Rumah Turbin
6 Sambungan Pipa-pipa
7 Spiral Case
8 Runner
9 Guide Vane
10 Hidrolik
a). Pompa HidroUk
[1». Tangki Hidrolik
c . Cylinder Hidrolik lnlate Valve
d). Cylinder Hidrolik Guide Vanes
11 Oil Cooler
12 Sudu-sudu
13 Rotor
14 Stator
15 Bantalan poros
16 Alat-Alat Pengaman
a). Governor
b). Level indikator oli hidraulik
c). Indikator putaran turbin
d). Katup-katup pengaman
e). Grounding listrik
[t). Pemadam Api
17 Ruang Operator
a .Pintu
bi.Tanda.. tanda tJeDgoperasian
c . Lampu peneranpn
d). Pemadam api
18 Panel Listrik
19 Signal Indikator
20 Transmisi
(a). Transmisi Roda Iili
b}.Transmisi Sabuk
I (c). Transmisi Rantai
I (d). Rumah Transmiai

IV. PENGWIAN
No. Kompanen YanaOi\Ui Hasil Keter8ngan
1 Sistem Pembumian
2 Sistem Pengaman
3 Lingkungan Kerja
~Kecepatan
1--~n~';';';;";"';;";'K-ebi';;";'. sipn.·-.;.;.;;..;..-----+-------+-------------t
i....
(c). Pengujian Cahaya
d). Pengujian Temperatur
4 Pengujian Safety Device
a . Governor
b). Level Indikator Oli
c .lndikator Putaran Turbin
d). Katup Katup Pengaman
e . Grounding Listrik
ft). Pemadam Api
5 Transmisi

961
KOMPONEN TEGANGAN (VOLTAQE)
KA
LISTRIK R-S R-T I S-T I R-N R-G I N-G
1 2 3 4 I 5 I 6 7 I 8
Penel Control I I I
Drawing ARUS LISTRIK (AMPERE)
FREQ COSQ
s Keterangan
R I I T
I I
I. KESIMPULAN

II. PERSYARATAN YANG HARUS SEGERA DIPENUHI

Yang Memeriksa dan Menguji,


Pengawas KetenagakeIjaan Spesialis K3/AbU K3
Bidang Pesawat Tenaga dan Produksi

962
KEMENTERJAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI .... < .

AlAMAT .

FORMULIR/ CHECK LIST PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN


TURBIN ANGIN

1. DATA UMUM
1 Pemilik I Pemakai
2 Alamat
I 3 Pengurus I Penanggung jawab
4 Jenis I Tipe / No Sen
5 Merck I Brand
6 Penggunaan
7
8 Lokasi / Tahun Pembuatan
9 Perusahaan Pembuat I Femasang
10 Nama / No. Sertiftkat Juru Las
I 11 No. SKP / Bidang PJK3
12 No. SKP J Bidang AK3
13 Sertiflkasi Standar
• 14 No Inn Pemakaian
• 15 Nama Operator
• 16 Data Riwayat Turbin
II. DATA TEKNIK
1 Jenis I Tipe
2 Kapuitas Maksimum MW
3 Dimensi mm
4 acrat Kg
5 I Voltase v
6 Jumlah Blade (Kipas/Sudu)
7 Panjang Sudu mm
8 Ketinggian mm
9 Dimensi Pondasi mm

III. PEMERIKSMN & PENGUKURAN


KONDISI
NO. KOMPONEN KETERANGAN
BAlK BURUK
1 Kontruksi Pondasi Turbin
2 Sadan Turbin
3 Kondisi Saut badan Turbin
4 Base Platform (Lantai)
5 Tangga Naik
6 Rumah Generator
7 Poros turbin (main shaft)
8 Main Bearing
9 Oli Paras Utama
10 Blade J Kipas
11 Sensor Angin
12 Meja Putar
13 Sistem Hidrolik
(a). Cylinder Hidrolik
(b). Clamping Hidrolik
(c). Oli Hidrolik

963
14 SaIety Device
(a). Governor
(b). HOB (Tutup Sambungan
Kinasl
(c). Kil)as Pendingin (Coolina Fan)
d).Rem Mekanis Turbin
e). Pin Penaunci
:fl. Pant' Penpman Tanaa
[g). Alat Pelindung Om
15 Tranamisi
la). Transmisi Roda Gigi
b). Transmisi sabuk
e). Transmisi rantai
d). Rumah Transmisi

IV. PENGUJIAN
NO
KOMPONEN YANG OIUJI HAStL KETERANGAN
1 Safety Device
(a). Governor
fb}.Rem Mekanis
(c). Kipas Pendingin (Cooling Fan)
2 Sistem Hidrolik
3 Sensor AnRin
4 Meja Putar
5 Blade / Kipas
6 Transmisi
7 Tahanan Pembumian (Grounding
8 Kebisingan
9 Getaran
10 Temperatur

KOMPONEN TEGANGAN (VOLTAGE)


KA
LISTRIK R-S R-T I S-T I R-N R-G I N-G
1 2 3 4 I 5 I 6 7 I 8
Panel Control I I I
Drawing ARUS LISTRIK (AMPERE)
FREQ COSQ Keterangan
R I S I T
I I
I. KESIMPULAN
................................................................................................................................
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . /J .

II. PERSYARATAN YANG HARUS SEGERA DIPENUHI


....................................................................................................., .
....................................................................................................... /; " .

Yang Memeriksa dan Menguji,


Pengaw&s Ketenagakerjaan Speaia1ia K3/ Ahti K3
Bidang Pesawat Tenaga dan Produksi

( , )
NIP/NO.REO.••.•..•.•...........•.

964
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI .
AUMAT .

FORMULIRI CHECK LISTPEMERlKSAAN DAN PENGUJIAN


MESIN .BUBUT·(KONVENSIONAL/eNCl·

I. DATAUMUM
1 Perusahaan Pemilik
2 Alamat
3 Perusahaan Pemakai
4 Alamat
5 Penguru8 I Penanggung jawab
6 Lokasi Unit
7 Jeni8 Peaawat I Tipe
8 Merek I Tipe
9 No Seri I No. Unit
10 Perusahaan Pembuat I fernasang
11 Lokaai / Tabun Pembuatan
12 Kapalitas
13 Digunakan Untuk
14 No. SKP I Bidang PJK3
15 • No. SKP / Bidang AK3
16 Sertifika8i Standar
17 No l%in Pemakaian I Penerbit
18 Nama Operator
19 •Data Riwayat Mesin/peaawat
II. DATA TEKNIK
A. SPESIFlKASI MESIN BUBUT
1 Jenis I Tipe
2 Kecepatan Potong m/menit
3 Kecepatan putar mesin Rpm
4 Kecepatan asutan malesimal mm/min
5 Derat mesin Kg
6 Dimensi Meain Bubut mm
7 Dimensi Spindel I Sumbu putar mm
8 Panjang meja Bagian X mm
Bagian Y mm
9 Dimensi pondasi mm
Jarak Pondasi dengan Mesin/Pesawat mm
10
lain
11 Jenis peredam getaran pondasi
B. ENGINE UTAMA
1 Model/ T>rpe
2 Nomor aerie I unit
3 Daya (psi)
4 Kapasitas I Kecepatan mesin
5 Merek I tahun pembuatan
6 Pabrik pembuat

965
In. PEMERIKSAAN & PENGUKURAN
Kondisi
No. Komponen
Baile Buruk
1 Pondasi mesin
2 Bantalan pondasi fkaretlpegas)
3 Rangka mesin
(a). Rangka Utama
(b). Rangka PeJWIBt
4 Sambungan (Bolt Conection)
5 Kerangka Memaqjang (Sleeper)
6 Kerangka Melin1lmg (Cross)
7 Body Mesin un.-
8 Tempat geraml . . pemotongan
9 Selang air pendinsin/coolant
10 Tempat air pencJiD&in/coolant
11 Komponen Utama Meain
(a). Kepala tetap
(b). Spindle & Cekam
(e). Eretan utama. melintang 85 alas
(d). Kepa1a lepa8
(e). Sistem tnmsmisi
(I). Sistem pendingin bahan
12 Komponen list"1r
(a). Tegangan : V
(b). Days: KW

(d). Frequensi : Hz
~.Arns: A
(I). Panel Listrik
I (g). Penghantar
(h). lsoJasi
13 Atat Pengaman
(a). Limit switch
1. Tutup pelindung dan geram
2. piotu gear box
.3. pintu cOllb'ul'panel
(b). Rodagigi . . . ,
(c). Pen pengaDUID
(d).Stopel'
(e). Tahanan Peabumian (Grounding)
(l). Tutup peJindung (Safety Guarding)
(g). Tutup - Tutup Pengaman
(h). Rem mekania
(il. Emergency stop
14 Ttansmisi
(a). Transmisi Roda Gigi
(b). Transmlsi Sebuk
(c). Transmisi Rlmtai
(d). Rumah Tnu.misi
15 Sistem Hidrolik
(a). Tangki hidroJik
(b). Pips HidroJik
(c).. Relieve valve
(d). Check Val.vc

966
IV. PENOUKURAN DAN
PENOUJIAN
HASIL
NO. KOMPONEN YANG DIWI KETERANGAN
Baik Buruk
Pengujian safety devices
(a). Limit switch
(h). Pen pengaman
(c). Sloper
(d). Tahanan Pembumian
(Groundinm
(e). Rem mekanis
(t). Emergency stop
2 Pengujian kecepat8n
3 Pengujian Fungsi Komponen
utama
4 Pengujian Sambungan Las
5 Pengukuran getaran
6 Pengukuran pencabayaan
7 Pengu kuran kebisingan
8 .

TEOANGAN (VOLTAGE)
KOMPONEN LISTRIK KA
R·S R-T I S-T I R·N R·G I N·G
1 2 3 4 I 5 I 6 7 I 8
Panel Control I I I

Drawing ARUS LISTRIK (AMPERE)


FREQ COSQ Keterangan
R I S I T
I I
I. KESIMPULAN

U. PERSYARATAN vANo HARUS SEGERA DIPENUHI

Yang Memeriksa dan Menguji,


Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis/ AhU K3
Bidang Pesawat Tenaga dan Produksi

( )
NIP/NO.REG ..

967
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI .
ALAMAT ..

FORMULIR/CHECKLISTPEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN


MESIN FRAIS

1. DATAUMUM
1 Perusahaan Pemilik
2 Alamat
3 Perusahaan Pemakai
4 Alamat
5 Pengurus I Penanggung jawab
6 Lokasi Unit
--
7 Jenis Pesawat I Tipe
8 Merek / 'ripe
9 No Sen I No Unit
10 Perusahaan Pembuat I Pemasang
11 Loka.si / Tahun Pembuatan
12 Kapasitas
13 Digunakan Untuk
14 No. SKP / Bidang PJK3
15 No. SKP / Bidang AK3
16 Sertifikasi Standar
17 No lzin Pemakaian I Penerbit
18 Nama Operator
19 Data Riwayat Mesin/ pesawat
II. DATA TEKNIK
A. SPESIFlKASI MESIN FRAIS
1 Jenis / Tipe
2 Kapasit&s Makslmum
a) Diameter Cutter maksimal mm
b) Langkah spindle maksimal mm
c) Lintasan meja maksimaI VertikaI rom
d) Horisontal maju-mundur mm
e) Horisontal kiri-kanan mm
3 Kecepatan Spindel rpm
4 Kecepatan Potong MaksimaJ m/menit
5 Jarak Spindel dengan Meja mm
6 Langkah Spindel mm
B. MOTOR PENGERAK
1 Daya Motor Penggerak KW
2 Putaran rpm
3 Merek I No. Sen mm
4 Lokasi / 'rahun Pembuatan
5 Dimensi Mesin
a) Dimensi Meja mm
b) Dimensi Mesin
c) Berat Mesin kg
6 Dimensi Pondasi
a) Dimensi Pondasi mm
b) Jarak Pondasi mm
c) Jenis Peredam Getaran
d) Berat Pondasi Kg

968
lIl. PEMERIKSAAN & PENOUKURAN
Kondiai
No. Komponen Keterangan
Baile Buruk
Pondaai meain
2 BantaJan pondaai (karetl peps)
3 Rangka Meain
a) Rangka Utama
b) Rancka Penguat (Brace)
4 Meja Kerja
5 Untasan Meja Vertikal
Lintasan Meja Horisontal Maju-
6
Mundur
7 Lintalan Meja Hori80ntal Kiri.. Kanan
8 Handle Meja Vertikal
9 Handle Meja Horiaontal Maju-Mundur
10 Handle Meja HorisontaJ Kin-Kanan
11 Koloml Tiang
12 Pemegang Cutter
13 Spindle
14 Pemepng Benda Kerja
15 Kepala Vertikal
16 Lengan
17 Komponen listrik
a) Tegangan: V
b) Daya: KW
e) Phase:
d) Frequenai: Hz
e) Arus: A
1) Panel Liatrik
gJ Penghantar
h) laolasi
18 Alat Pengaman
(a). Limit switch
(b). Tahanan Pembumian (Grounding)
(e). Emergency atop
(d). Tutup Pelindung (Safety
GuardinRt
Ie). Tutup - Tutup Pengaman
(t). Pengunci Gerak Meja Vertikal
(g). Pengunci Oerak Meja HorisontaJ
Maju-Mundur
(h). Pengunci Gerak Meja Horiaontal
Kiri-Kanan
Ii). Pengunci Oerak Putar Lengan
0). Pengunci Gerak Putar Kepala
Vertikal
19 Tranamiai
(a). Transmisi Roda Gigi
(b). Transmisi Sabuk
(e). Tran.miai Rantai
(d). Rumah Transmiai

IV. PENGUJIAN
I Haail I
No. Komponen Yang Oiuji Keterangan

Pengujian safety devicea


I Memenuhi I Tidak
Memenuhi I
1
(a). Limit switch I I I

969
(b). Tahanan Pembumian
(Grounding)
(c). Emergency stop
(d). Pengunci Gerak Meja
Vertikal
(e). Pengunci Gerak Meja
Horisontal Maju-Mundur
(f). Pengunci Gerak Meja
Horisontal Kiri-Kanan
(g). Pengund Gerak Putar
Lengan
(hl. Pengunci Gerak Putar
Kepala Vertikal
3 Pengujian kecepatan
Pengujian Fungsi Komponen
4
utarna
5 Transmisi
6 Pengujian Sambungan Las
7 Pengujian getaran
8 Pengujian pencahayaan
9 Pengujian kebisingan

TEGANGAN {VOLTAGE)
KOMPONEN LlSTRIK KA
R-S R-T I S-T I R-N R-G I N-G I
1 2 3 4 I 5 I 6 7 I 8
Panel Control I I I
Drawing ARUS LISTRIK (AMPERE)
FREQ COSQ Keterangan
R I S I T
I I
I. KESIMPULAN

II. PERSYARATAN YANG HARUS SEGERA DIPENUHI

Yang Memeriksa dan Menguji.


Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3/Ahli K3
Bidang Pesawat Tenaga dan Produksi

970
KEMENTERIAN KETENAOAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI .. .
AI.,A.MAT .

FORMULIR/ CHECKLIST PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN


MESIN MOLDING

5 Penaurus I Penangung jawab


6 Lokasi Unit
7 Jenil Peeawat I Tipe
8 Merek I TiJ)e
9 No Sed I No Unit
Perusahaan Pembuat I Pemasang
Lokaai I Tahun Pembuatan
Kapaaitas
D' nakan Untuk
SKP I Bidang PJK3
SKP I Bidang AK3
'fikasi Standar
17 No Idn Pemaleaian I Penerbit
18 Nama OJ)erator
19 Data Riwayat Mesin/peaawat
II. DATA TEKNIK
A. SPESIFIKASI MESIN/PESAWAT
1 Jenis I Tipe
2 Kapaaitas Makaimum
3 Tekanan Injeksi Kg/cm 2
4 Langkah Itijek8i mm
5 Kecepatan Injeksi
B. CLAMPING UNIT
1 Kekuatan Tekan Molding Ton
2 Langkah Molding Mm
. 3 Tekana.n Injektor Ton
C. DIMENSI
1 Dimenai Meain
a) Dimenli Meja mm
b) Dimenai Mesin mm
c) Bcrat Meain
2 Dim.ensi Pondaa!
- si mm
b) Jarak Pondaai mm
c) Jeni. Peredam Getaran
d) Serat Pondaai Kg

III. PEMERIKSAAN & PENGUKURAN


KonCU.!
No. Komponen Keterangan
Balk Buruk
1 Pondaai mesin
2 BantaJan pondas! (karet/peps)
3 Rangka Meain

971
a) Rangka Utama
b) Rangka Penguat (Brace)
<4 Nozzle
5 Silinder Pemanaa
6 Screw
7 Thermostate
8 Moulding
9 Dudukan Moulding
10 Pendingin Molding
11 Hydro!ic Pump
12 Motor Listrlk
13 Gear Box
14 Selang Hydrolic (Hose)
15 Hopper
16 Control Panel
17 Komponenlistrlk
a) Daya Motor: V
b) Daya Pemanaa : KW
c) Phase:
d) Frekuensi: Hz
e) Arua A
1) Panel Listrik
g) Penghantar
h) Isolasi
18 Komponen HidroJik
a) Pompa Hidrolik
b) Saluran I Pipa Hidrolik
c) Motor HidroWe
d) Kap Pengontlol
e) Tangki Hidrotik
f) Saringan Hidrolik
g) Akumulator
19 Atat Pengaman
(a . Limit switch
(b .Tahanan Pembumian (Grounding)
c . Emergency stop
d . Tutup Pelindung (Safety Guarding)
e . Tutup • Tutup Pengaman
:6. Katup· kamp pengaman
[g). Fuse
h .lndikator Tekanan
ti). Indikator Panas
[j • Pintu Pengaman
20 Transmisi
(a). Transmisi Roda Olgi
(b). Transmisi Sabuk
(c). Transmiai Rantai
(d). Rumah transmiai

IV. PENGUJIAN
HASIL
NO. KOMPONEN YANG OIUJI TIDAK KETERANGAN
MEMENUHI
MEMENUHI
1 Pengujian safety devices
(a). Limit switch
(b). Tahanan Pembumian
{Groundinm
(e). Emergency stop

972
(d). Katup - katup pengaman
(e). Fuse
(1). lndikator Tekanan
(g). Indikator Panas
(h). Antu Pengaman
2 Pengujian kecepatan
3 Pengujian Fungsi Komponen
utama

Pengujian pencaha;yaan
8 Pengujien kebisingan

TEGANOAN (VOLTAGE)
KOMPONEN USTRIK KA
R-S R-T I S-T I R-N R-G I N-G
1 2 3 4 I 5 I 6 7 I 8
Panel Control I I I
Drawing ARUS LlSTRIK (AMPERE)
FREQ COSQ Keterangan
R I s I T

I I
I. KESIMPULAN

II. PERSYARATAN YANG HARUS SEGERA DIPENUHI

Yang Memeriksa dan·Menguji,


Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis I Ahli K3
Bidang Pesawat Tenaga dan Produksi

(. .1
NIP/NO.REG .

973
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI .. .
AL.AMAT .

FORMULIR/ CHECK LIST PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN


MESIN SEKRAP

I. DATA UMUM
1 Perusahaan Pemilik
2 Alamat
3 Perusahaan Pemakai
4 Alamat
5 Pengurus / Penanggung jawab
6 Lokasi Unit
7 Jenis Pesawat / Tipe
8 Merck / Tipe
9 No Sen / No Unit
10 Perusahaan Pembuat J Pemasang
11 Lokasi / Tahun Pembuatan
12 Kapasitas
13 Digunakan Untuk
14 No. SKP I Bidang PJK3
15 No. SKP / Bidang AK3
16 Sertifikasi Standar
17 No Izin Pemakaian I Penerbit
18 Nama Operator
19 Data Riwayat Mesin/pesawat
II. DATA TEKNIK
A. SPESIFlKASI MESIN/PESAWAT
1 Jenis I Tipe
2 Jumlah Langkah permenit
3 Panjang Langkah
4 jarak dari tepi bawah ram ke meja
5 Panjang Lintasan Meja (Vertikal)
6 Panjang Lintasan Meja (Horiosntal)
7 Sudut Putar Meja
B. MOTOR PENOGERAK
1 Daya Motor Pengerak KW
2 Putaran rpm
3 Merck / Tabun Pembuatan mm
4 No. SeTi
5 Pabrik Pembuat
C. DIMENSI
1 Dimensi Mesin
a) Dimensi Meja mm
b} Dimensi Meain mm
c} Berat Mesin kg
2 Dimenai Pondasi
a) Dimensi Pondasi rom
b) Jarak Pondasi rom
c) Jenis Peredam Getaran
d) Berat Pondasi Kg

974
III. PEMERIKSMN is PENOUKURAN
KONDISI
NO. KOMPONEN KETERANOAN
BAlK .BURUK
1 Pondaai mesin
2 Bantalan pondali fkaret/pegas)
3 Rangka Melin
a) Rangka Utama
b) Rangka Penguat (Brace)
4 Ram
5 Kuno Ram
6 Penptur kedudukan ram
7 Hantaran ulir
8 Hendel pahat
9 Pemundur Pahat
10 Kuncl Kepala Pahat
12 Tuas kecepatan
13 c1aqkah
14 I Hantaran vemkal dan hori80ntal
15 Ragum
16 Meja Ke.rja
17 Tranlmill roda gigi
18 Tranlmili sabuk

~-'----+-----f---+--------i
22 Komponen listrik
8) Tepngan: V
b) Days.: KW
c) Phase:
d) Frekuenli Hz
e} Ama A
f) Panel Liatrik
g) Penghantar
h) 1801aai
23 Alat Pengaman (Sqfety.Deuicea)
(a). Limit switch
(b). Tahanan Pembumian (Grvunding)
(e).. Emergency stop
(d). Tutup Pelindung (Sqfety
Guarding)
(e). Tutup - Tutup PeDpman
(1). Tuas Pengunci Sumbu
Horizontal
(g). Kotak Lonceng

IV. PENGUJIAN
HASIL
NO. KOMPONEN YANG DJUJI TIDAK KETERANGAN
MEMENUHI
MEMENUHI
1 Pengujian Safety Devices
(a). Limit switch
(b). Tahanan Pembumian
(Grounding)
(cl. Emergency stop
(d). Tuas Pengunci Sumbu
Horizontal
(el. Kotal< Lonceng
2 PensuJian Langkah Ram

975
Pengujian Fungsi Komponen
3
utama
4 Pengujian Sambungan Las
5 Pengujian transmisi
5 Pengujian getaran
6 PengujiBn pencahByaan
7 Pengujian kebisingan

TEOANGAN (VOLTAGE)
KOMPONEN LISTRIK KA
R-S R-T I 8-T I R-N R-Q I N-G
1 2 '3 4 I 5 I 6 7 I 8
Panel Control
Drawing
I t I
ARUS LlSTRlK (AMPERE)
FREQ COSQ Keterangan
R I s ( T

I I
1. KESIMPULAN

II. PERSYARATAN YANG HARUS SEGERA DIPENUHI

Yang Memeriksa dan Menguji,


Pengawas KetenagakeJjaan Spesialis I AbU K3
Bidang Pesawat Tenaga dan Produksi

f )
NIP/NO.REG .

976
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
-DISNAKER PROVINSI .
Al..AMAT "' .

FORMULIR/ CHECK LIST PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN


MESINBOR

I. DATAUMUM
1 Perusahaan Pemilik
2 Atamat
3 Pen1sahaan Pemakai
4 Alamat
5 Pengurus I Penanggung jawab
6 Lokasi Unit
7 Jems Pesawat I Tipe
8 Merck I Tipe
9 No Seri I No Unit
10 Perusahaan Pembuat I Pemasang
11 Lokasi I Tahun Pembuatan
12 Kapasitas t--------- -t

~
3 Untuk
1 _B_id_an~g_~_J_K_3 _+------------_------t
15 AK3
--...=..--------t-----------------------t
16 Sertiftkasi Standar
17 No lzin Pemakaian I Penerbit
18 Nama Operator
19 Data Riwayat Mesin/pesawat
II. DATA TEKNIK
A. SPESIFIKASI MESIN/PESAWAT
1 Jems I Tipe
2 Kecepatan Putar MaksUnum Rpm
Kecepatan Putar Spindel Rpm

Ff 6
Kecepatan Potong Maksimal
Langkah Spindel
Panjang LintasanMeja (Vertikal)
Rpm
Mm
mm
7 Panjang Untasan Meja (Horiomtal) mm
8 Sudut Putar Meja
B. MOTOR PENOGERAK
1 Daya Motor Penggerak KW
2 Putaran rpm
3 Merck I Tahun Pembuatan mm
4
I 5 Pabrik Pembuat
c. DIMENSI
Dimensi Mesin
a) Dimensi Meja mm
hJ Dimensi Memn mm
c) Berat Mesin kg
2 Dimensi Pondasi
a) Dimensi Pondasi mm
b) Jarak Pondasi mm
c) Jenis Peredam Getaran
d) Berat Pondasi Kg

977
III. PEMERIKSAAN & PENOUKURAN
............. ,,,

~2
':'<:':~?':'.-/':,>:.

""
'·,'OJ,;")",,
,,~,
:;t;

"
;:
:.:- <
cd::: ,~ :';-)~ >.'~~
',;;,
;; 'y.,'"

::,fjAlA·:h
':
' ',."

,:',,:::
t~"i .: ::f
- ,- - ....
1 Pondaai mesin
2 Bantalan pondui (karetl peps)
3 Rangka Mesin
a) Rangka Utama
b) Rangka Penguat (Brace)
4 Dudukan(Baae)
5 Koloml Tiang
6 Table (Meja)
7 Pemepng Mata Bor (Drill Chuck)
8 Spindel
9 Ragum
10 Meja Kelja
12 Belt
13 Pun
14 Komponen listrik
a) Tegangan : V
b) Daya: KW
c) Phaae:
d) Frekuensi Hz
e} Arua A
1) Panel Listrik
g) Penghantar
h) JaoJasi
15 Alat Pengaman (Safety Devices)
(a). Tabanan Pembumian (Oroundingt
(b). Emergency atop
(el· Tutup Pelindung (Safety
Guarding)
(d). Tutup • Tutup Pengaman
(e). Penlunci Magnetic Lengan Dan
Kolom
(f). Sloper PadaSpindle
(g). Penutup Titik Operaai
(h). Limit Switch Naik Lengan
(i). Limit Switch Turun Lenpn
16 •Tranamisi
(a). Transmisi Roda Gigi
(b). TranamiaiSabuk
(eJ. Tranamisi Rantai
(d). Rumah Tranamiai

IV.
HASIL
::.'
":, "'::TIDAK KETERt\NOAN
:i' ":' MEMENUHI :

2 3 4
Pengujian Safety Devices
(a). Limit switch
(b). Tahsnan Pembumian
(OroundlnQt
(el. Emergency stop
(d). Pengunci Magnetic
Lenun 'Dan Kolom

978
(e). Stoper PadaSpindle
(t). Limit Switch Naik Lengan
(g). Limit Switch Turun
Lenmm
2 Pengujian Kecepatan Putar
3 Pengujian Fungai Komponen
utama
4 Sambungan Las
5 Transmiai

7 Pengujian pencahayaan
8 Pengujian kebisingan

TEGANQAN (VOLTAGE)
KOMPONEN USTRIK KA
:R.-S R-T I 8-T I R-N R-Q I N-G
1 2 3." 4 l 5 I 6 7 I 8
Panel Control
Drawing
I I I
ARUS LlSTRIK (AMPERE)
FREQ COSQ Keterangan
R I S I T
I I
I. KESIMPULAN

II. PERSYARATAN YANG HARUS SEOERA DlPENUID

Yang Memeriksa dan Menguji)


Pengawas KetenagakeIjaan Spesialis / Ahli K3
Bidang Pesawat Tenaga dan Produksi

( )
NIP/NO.REG .

979
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI .
ALAMAT .

FORMULIR/ CHECK UST PEMERIKSAAN DAN PENOUJIAN


MESIN GERINDA

I. DATAUMUM
I 1 Perusahaan Pemilik
I 2 Alamat
3 Peruaahaan Pemakai
4 Alamat
5 Pengurus I Penanaung jawab
6 Lokasi Unit
7 Jenis Pesawat I Tipe
8 Merek I Tipe
9 No Seri / No Unit
10 Perusahaan Pembuat I Pernasang
II 1.oka8i I Tahun Pembuatan
12 Kapasitas
13 Digunakan Untuk
14 No. SKP I Bidang PJK3
15 No.. SKP / Bidang AK3
16 Sertifikasi Standar
17 No Izin Pemakaian I Penerbit
I 18 I Nama Operator
19 Data Riwayat Mesinl pesawat
II. DATA TEKNIK
A. SPESIFlKASI MESIN I PESAWAT
1 Jenia I Tipe
2 Kecepatan Putsr Makaimum Rpm
3 Keccpatan Potong Makaimal Rpm
4 Panjang Lintasan Mm
B. RODA GERINDA
1 Diameter Luar Mm
2 Diameter Dalam MDt
3 Tebal Mm
4 Bentuk
5 Putaranmaksimum Operaai Rpm
6 KIasiflkasi Potong I Basah I Kenna'
C. PLENDES I FLENSA
1 Diameter Mm
2 Tebal MID
3 Jumlah
D. MOTOR PENGGERAK
1 Daya Motor Penggerak KW
2 Putaran Rpm
3 Merck I Tahun Pembuatan Mm
4 No. Sen
5 Pabrik Pembuat
E. DIMENSI
1 OlmeDa! Mesin
a) Dimensi Meja Mm
b) Dimensi Me.in Mm
c) Berst Mesin

980
2 DimensiPonda.
al Dimensi Pondasi Mm
b) Jarak Pondasi Mm
c) Jenis Peredam Getaran
d) Serat Pondasi Kg
rn. PEMERIKSMN & PENGUKURAN
KONDISI
NO. KOMPONEN KETERANGAN
BAlK BURUK
1 Pondasi mesin
2 Bantalan pondasi (karet/pegaa)
3 I Rangka Mesin
a) Rangka Utama
b}Rangka Penguat (Brace)
4 Roda Gerinda
5 Plendes
6 Poros
7 Ragum
8 Meja Kerja
9 Transmisi roda gigi
10 Tranamisi sabuk
11 Transmisi rantai
12 Rumah transmiai
13 Belt
14 Puli
15 Tanda arab putaran dan kecepatan
Max
16 TombolS~/Soop

~8g1 Kunci, Grendel, Nipel Gemuk


Pengikat body
Tempat rauterI sisa pemotongan
__f_8_k_ _+-
•. -+_Sekru_--:;...p_Pe_nye_._te..::;.1_B-:a:...gaa_._n_Berge_. -r- --t ---.

21 Komponen listrik
a) Tegangan: v
b} Daya: KW
c) Phase:
d) Frekuensi: HZ
e) Ams: A
f) Panel Listrik:
g) Penghantar
hI Isolasi
22 Alat Pengaman (Safety Devices)
al Limit switch
bl Tahanan Pembumian (Grounding)
c) Emergency stop
d) Tutup Pelindung (Safety
Guarding)
e) Tutup ~ Tutup Pengaman
1) Atat pengunci atau alat pengontrol
kecepatan
g) 'russ pengunci kemiringan meja
h) Tuss pengunci. gerak :m.aju
mundurmeja

981
IV. PENGUJIAN
HASIL
NO. KOMPONEN YANG DIUJI TIDAK KETERANGAN
MEMENUHI
MEMENUHI
1 2 3 4 5
1 Pengujian Safety Devices
a) Limit switch
b) Tahanan Pembumian
(Groundinfit}
c) Emergency stop
d) Alat pengunci atau alat
pengontrol kecepatan
e) Tuas pengunci
kemiringan meja
~ Tuas pengunci gerak
maju mundur meja
2 Pengujian Kecepatan Pu tar
Diameter Flensa : Roda
3
Gerinda
Jarak Ragum ke Roda
4
Gerinda
Pengujian Fungsi Komponen
5
utama
6 Transmisi
7 Pengujian Sambungan Las
8 Pengujian getaran
9 Pengujian pencahayaan
10 Pengujian kebisingan

TEGANGAN (VOLTAGE)
KOMPONEN USTRIK KA
R-S R-T I 8-T I R.;N R-G I N-G
1 2 3 4 I 5 I 6 7 I 8
Panel Control
Drawing
I I I
ARUS LISTRIK (AMPERE)
FREQ COSQ Keterangan
R s
I I T
I I
1. KESIMPULAN

II. PERSYARATAN YANG HARUS SEGERA DIPENUHI

................... "' .
....................................................................................................................................................

Yang Memeriksa dan Menguji.


Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis / Abli K3
Bidang Pesawat Tenaga dan Produksi

t...........•....•....................)
NIP/NO.REG .

982
KEMENTERIAN KETENAOAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI .. .
ALAMAT .

FORMUUR/ CHECK LISTPEMERIKSAAN DAN PENOUJIAN


MESIN GERGAJI

I. DATAUMUM
1 Peruaahaan Pemilik
2 Alamat
3 Perusahaan Pemakai
4 Alamat
5 Pengurua I PelUlllHWUl iawab
~iUnit
I 7 ·TJenii-Pe-.-:w-a-t-I-T-j-pe-------+-------------------....
8 Merek I Tipe
No Sen I No Unit
Perusahaan Pembuat / Pemasang
Lokaai / Tahun Pembuatan
Kapaaitaa
13 Digunakan Untuk
14 No. SKP I Bldang PJK3
15 No. SKP I Bidana AK3
16 Sertifikaai Stande.r
17 No Izin Pemakaian I Penel'bit
18 Nama Operator
19 Data Riwayat Mesin/peaawat
II. DATA TEKNIK
A. SPESIFIKASI MESIN/PESAWAT
1 Jenil / Tipe
2 Kecepatan Putar Mata Potang I Rantai mm/s
3 I Kecepatan Patong MaksimaJ mm/s
4 Panjang Untaa8.n mm
5 Lebar Pemotonpn mm
I 6 Sudut putar lenpn
I B. MOTOR PENOGERAK
~tor Pe.naerak KW
Rpm
~Tahun Pembuatan mm
4 No.Seri
5 Pabrik Pembuat
C. DIMENSI
1 Dimens! Melin
a) Dimensi Meja mm
b) Olmenai Melin mm
c) Beral Mesin Kg
i 2 DimensiPondasi
a) Dimens! Pondam
b) Jarak Pondaa! mm
c) Jenia Peredam Getaran
d) Berat Pondasi Kg

983
In. PEMERlKSAAN & PENGUKURAN
, .:.)." i'."'.\\:·':; J,i'::,

Pondasi mesin
2 Bantalan pondaai (karetj peps)
3 Rangka Mesin
a) Rangka Utama
b) RangkaPequat fBrace)
4 Motor Pengerak
5 Sfstern Pendingin

b) Pompa Pendi.ngin
c) Saringan Pendingin
d) Klam Saluran Pendingin
e) Nosel Cairan Pendingin
7 Ragum
8 Meja Kerja
9 Belt
10 Puli
Tanda arah putaran dan kecepatan
11
Max
12 Tombol Star/Stop
13 Mata Gergaji
14 Pengikat Mata GergaUi
15 Roda Mata GerpJi Kanan
16 Roda Mata G~i Kiri
17 Lenpn mesin
18 Siatem Hidrolic
18 SHinder Hidrolik
a) Saluran Hidrolik
b) Relief Valve
c) Tangld Oli HidroJik
d) Pompa HidroUk
e} Filter Oli HidroJik
f) Levellndikator Oli Hidrolik
g) Pen Penpubuna Lengan Meain
Dengan Silinder Hidrolik
19 Roller Mata <Jeraa\fi
20 Baut Pengarah Mata Gergaji
21 Alur Mata Gergajl di Meja
22 Pengatur Kecepatan
23 Tempat rauterI .088 pemotongan
24 Komponen Uatrik
a) Tegang&n: V
b) Daya: KW
c) Phase: .
d) Frekuensi: .. .....•.... HZ
e) AnIs: A
f} Panel Listdk
g) Penghantar
h) Isolasi
15 Alat Pengaman (Safety Devices)
a) Limitswitch
b) Tahanan Pembumian (Grounding)
c) Emergency stop

984
IV. PENGUJIAN
BASIL
NO. KOMPONEN YANG DJUJI TIDAl<: KETERANGAN
MEMENUHI MEMBNUHI
:2 3 4 5
Penfmjian Safety Device.
a) Limit switch
b) Tahanan Pembumian
(Groundind
c) Emergency stop
d) Rellef Valve
I e) lndikator Level Oli
2 Pengujian Kecepatan Putar .'
4 Pengujian Fungsi Hidrolik
Pengujlan Fungal Komponen
5
utama

~1ge!ta~r~a~n~~==t====t===j===========j
pengujian Sambungan Las

Pengujian kebiaingan

TEGANGAN (VOLTAGE)
KOMPONEN LISTRIK KA
R-S R-T I ~T R-N I R-G I N-G
1 2 3 4 I 5 I 6 7 1 8
I I I
Panel Control ARUS USTRIK (AMPERE)
Drawing FREQ COSQ Keterangan
R I s I T

I I
I. KESIMPULAN

II. PERSYARATAN YANG HARUS SEGERA DIPENUHI


. . . . . . . . . . . . ... ., ,. •• ~ "'''' •••••• 111!' • • - "'" •• " •••••• "" •• "" ••• ., If ~ • • • ,. • • • ., • • • ' "" ,. " ••••

• •• "" ,,_ It tt , " ' . '" "' f!. ~ ,..,.,. OJ , .. " '"

Yang Memeriksa dan Menguji,


Pengawas Ketenagakerjaan SpesiaJis / Ahli K3
Bidang Pesawat Tenaga dan Produksi

t ; }
NIP/NO.REG•......................

985
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI .
AUMAT .

F(jR¥ULIRI cHECK'y~~~MERl-K$AAN DANPENGl1JIAN


",- ' :~S~l$I,TENA.GAJ\fEKANIK,,: '
".~. :,,,~.~~: ~.~" ":"E

1. DATAUMUM
1 Pcrusahaan Pemilik
2 Alamat
3 Peruaahaan Pemakai
4 Alamat
5 Pengurus I Penanggung jawah
6 Lokasi Unit
8 Merek I Tipe
9 No Seri I No Unit
10 Perusahaan Pembuat / Pemasang
11 LokaaiI Tahun Pembuatan
13 Digunakan Untuk
14 Nama I No. Sertifikat Juru Las
15 No. SKP I Bidang PJK3
16 No. SKP I Bidang AK3
17 Sertirlkasi Standar
18 Klaaifikaai Portable I Station·)
19 Nomor lzin pemakaian I Penerbit
20 Nama Operator
21Data Riwayat Tranamiai Tenap
Mekanik
II. DATA TEKNIK
TRANSMIsr TENAOA MEKANlK
1 Merek I Tipe
2 Pabrik Pembuat I Negara
3 Tahun Pembuatan
4 Jeni. Roda Oigi/Sabuk/Rantai*)
5 Klalifik.li Perpindahan Manual/ Sistem Control otomaus"")
6 Nomer Seri
7 Putaran rpm
8 Sumber Tenagll Penggerak

III. PEMERIKSAAN & PENGUKURAN


<;;;;:'<:1< ,~:' .'; ',,,':(
',:;;,
.:';: .,; ;,.;.}
Vft~"':"': ';'·:·1::<; ;c' ;<;•• :;. '.;;
;"
•NO.'!::!::".,:.'>?;;;::,..,"·'
'«;: <:,!~;;}'}:
'1,/:
~. ::";;;':';
. ',',.';, ...... ·,,;;:/t: ."

A. KONSTRUKSIDASAR
1 Support/Penopang
2 Klem Pengikat
3 Bantalan/Dudukan
4 Baut..baut Pengikat
5 Rumah Transmisi
6 Anchor Bolt
B. STRUKTUR
1 Poros
2 Bearing
3 Coupling
4 Roda gigi

986
5 Peogunci Roda gigi (Spi)
6 Rantai
7 Sabuk
8 puli
C. SISTEM PELUMASAN
1 Oli
2 . on StrainerI carter
Oil Cooler

By Pass Filter
6 Safety Valve
7 Packing
D. PENGATUR KECEPATAN
1 Perpindahan Rasio (Shift Gear)
2 Indikator Oetaran
3 Indikator Tekanan
4 Indikator KecePltan .Putaran
5 Indikator Temperatur
E. SAFETY DEVICE
1 Tahanan Pembumian (Grounding)
2 I Emergency stop

HASIL KETERANQAN

FREQ COSQ
50/60
HZ

I. KESIMPULAN

987
II. PERSYARATAN YANG HARUS SEGERA DIPENUHI

Yang Memeriksa dan Menguji,


Pengawaa Ketenapkerjaan ·Spesia1is I Ahti K3
BiQanI Pesawat Tenap. dan Produkai

( )
NIP/NO.REG ..

988
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI .. .
ALAMAT ..

FORMULIR/ CHECK LIST PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN


BLAST FURNACE

I. DATAUMUM
~~aanPemillk
3 Perusahaan Pemakai
4 Alamat
5 Pengurua I PenH IIilM ,Ill ·a.wab
6 Lokasi Unit
7 Jenia Pesawat I Tipe
8 Merek I Tipe
9 No Sed I No Unit
10 Puusahaan Pembuat I Pemasana
11 Lokasi I Tabun Pembuatan
12 Kapasitas
13 Volume Desain
14 Volume Efektif
15 Digunakan Untuk
16 Nama I No. Sertifikat Juru Las
17 No. SKP I Bidang PJK3
18 No. SKP I Bidang AK3
19 Sertifikasi Stander
20 Jenis I Klasifikasi
21 Nomor lzin pemakaian I Penerbit
22 Nama Operator
23 Data Riwayat Tanur

II. DATATEKNIK
1 Jenis I Tipe
2 Kapaaitas Makaimum Ton / m 3
3 Kapuitaa Effektif Ton 1m3
4 OOOensi mm
5 aerat Kg
6 Voltase V
7 Teba! Dinding I Shen Bawah (Bosch) mm
Teba! Dinding I Shell aadan (Stack &
8 Belly)
mm
9 Teba! Dinding I Shell Atas .(Middle Stack) mm
10 I Diameter Luar Shell mm
11 Jenis Material Shell
12 Tebal Refractories (Shanedl Cetakl mm
13 Teba! Refractories (Unshapedj Monolithic) mm
14 Diameter Dalam Refractories mm
15 Temperatur Kerja Pemanasan oc
16 Bahan Baker
17 I Tekanan Udara Panas (dan Hot Stove) KR/cm2
18 Teba! Pipa Udara Panas (dari Hot Stove) mm
19 Jumlah Tuyere
20 Diameter Tuyere mm

989
21 Tebal Pipa Tuyere mm
22 Tipe Pipa
23 Temp. Air Pendingin Masuk oc
24 Temp. Air Pendingin Keluar 00
25 Tekanan Air Pendingin
26 Diameter Pipe Pendingin nun
27 Tebal Pipa Pendingin mm
28 Teba! Pondasi mm
29 Berat Pondaai Kg

In. PEMERlKSAAN & PENGUKURAN


Kondisi
No. Komponen Keterangan
Baik Buruk
1 Kontruksi Pondasi 8last Furnace
2 FumaceSheD
3 Sambungan las steel shell
4 Slag Door (Rotating Test)
5 Tab Hole I Sam;p!ing Hole
Sa!uran Penuaagan (Tapping
6
SDOUt}
7 Tutup Furnace 'Roof/Cover Vessel)
8 Sistem Pendingin roof
9 Sistem Pcndhudn Shell
10 Refractory
11 Continuous Feeding ConveyOr
12 Safety Valve
(a), Furnace Top Bleeding Valve
(b). Snorting Valve
(e). Pressure Equalizing Bleeding
Valve
d .Safety Valve Nitrogen Supply
c). Safety Valve Argon
,1), Safety Valve Oxygen
'g). Gas StopVaJve
h), Sensor P8D8S (Infra red)
13 Dust Collector
a . Dust ReDlO't'er Bleeding Valve
(b). Electrostatia precipitator Bag
Filter
14 Tuyer
15 Pipa Tuyere
[8). Pipa Penyalur Udara Panas
b).Pipa Air PendinRin Sheel
c . Pipa Gas Buang
d). Holde.r Cap (Dudukan Pipa)
16 Sistem Kelistrikan
al. Mini Circuit Breaker (MOB)
(b).Sambungan dan Breaket
,

C , Tahanan IsoIasi
• 17 Furnace Top IKniter
18 Thermocouple
19 Emergency Stop
20 Sistem Pembumian (Grounding)
21 pagar Pengaman Lantai
122 Lantai dapur
23 Pagar Pengaman Tangga
24 Alat Pelindung Diri

990
IV. PENOUKURAN DAN PENOUJlAN
NO KOMPONEN YANG DIUJI HASIL KETERANGAN
1. SHELLWALL
1.1. Dye Penetrant Teat
1 Las - lasan T Join Plat Steel Sheel
Ballian Luar
2 Las - luan sambunS8n. me1intang
Plat Steel Shee! Baaian Luar
3 Las .. 1uan sambung8n. pipa tuyer
1.2. Wall Thickness Meter
1 Ketebalan dinding/shell bagian
bawah/bosch
2 Ketebalan dindinglshell
badan/lower stack IS belly
3 Ketebalan dinding/shell bagian
ataa/middle stack
tJJ· REFRACTORY
I 1 Pengetesan density dan porosity
2 Cold compressive strenath
3 Cold modulus of rupture
4 Hot Modulus of Rupture
5 Abrasion Resistance
6 permanent linear change
7 Ribbon Thermal Shock Testing
untuk firebrick cetak
Ribbon Thermal Shock Testing
8 untuk monolithic refractory
9 Thermal conductivity
10 Thermal diffusivity

III. PIPA-PIPA
111.1. Dye Penetrant Test
Sambungan las pada Pipa
1
PendinJdn
2 Sambungan las pada Pipa Penyalur
ganas
3 Sambungan las pada Pipa Oxigen
4 Sambungan las pacta Pipa N2
III.2. Wall Thickness Moter
1 Pipa Pendingin
2 Pipa PenyaIur panas
IV. SAFETY DEVICE (RUNNING TEST)
1 Emergency Stop
2 aistem Pembumian (Grounding)
3 Snorting Valve
! 4 Pressure Equalizing Bleeding Valve
I 5 I Safety Valve Nitrogen Supply
6 Safety Valve Argon
7 Safety Valve OxYtten
8 Sensor Panas (Infra red)
9 Dust Collector
10 Gas Stop Valve
11 Dust Remover BleedinR Valve
12 Sensor oksigen lance
13 Thermocouple
14 Hidrogen Cooling Safety Valve

991
KOMPONEN TEGANGAN (VOLTAGE)
KA
LISTRlK R-S R-T I 8-T I R-N R-O I N-G
1 2 3 4 I 5 I 6 7 I 8
Panel Control I I I
Drawing ARUS LISTRIK (AMPERE)
FREQ COSQ Keterangan
R I s I T
I I
I. KESIMPULAN

II. PERSYARATAN YANG HARUS SEGERA DlPENUHI

Yang Memeriksa dan Menguji,


Pengawas Ketenagakerjaan Spesia1is I Ab1i K3
Bidang Pesawat Tenaga dan Produksi

992
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBUK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI . ...........•......•........................................................................
Al.AMAT ..••..••.••..••..•••.•••.••...••.•.•..••..•.......•...•..•..••..••...•..•...•....•...•......

FORMUIJR/CHECK LlSTPEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN


BASIC OXYGEN FURNACE

I. DATA UMUM.
1 Perusahaan Pemilik
2 Alamat
3 Perusahaan Pemakai
4 Alamat
5 Pengurue I Penanggungjawab
6 Lokasi Unit
7 Jemie Pesawat I Tipe
8 Mere!< I Tipe
9 No Seri I No Unit
10 Perusahaan Pembuat I Pemasang
11 Lokasi I Tabun Pembuatan
12 Kapasitas
13 Volume Desain
14 Volume Efektif
IS Digunakan Untuk
16 Nama I No. SertifikatJuru Las
17 No. SKP I Bidang PJK3
18 No. SKP I BidangAK3
19 Sertifikasi Standar
20 Jenis/ Klasifikasi
21 Nomor Izin pemakaian / Penerbit
22 Nama Operator
23 Data Riwayat Tanur

II. DATA TEKNIK


1 Jenis/ Tipe
2 Kapasitas Maksimum Ton / m 3
3 Kapasitas EfTektif Ton / m 3
4 Dimenai mm
5 Berat Total Kg
6 Tebal Dinding mm
iameter Luar SheD mm
.s Material SheD
9 Tebal Refractories (Shaped I Cetak) mm
Tebal Refractories mm
10 ronsbaoedJ Monolithicl
11 Diameter Dalam Refractories mm
12 Temperatur Keda Pemanasan oc
13 Bahan Bakar
14 Tekanan Nozzle Cathy Burner Kg/cm 2
15 Tebal Pipa Cathy Burner mm
16 Jenis Pipa
17 Temp. Air Pendingin Masuk
18 Temp. Air PendinaiD KeJuar
19 Tekanan Air Pendingin
20 Diameter Pipa Pendingin mm

993
III. PEMERlKSAAN &; PENGUKURAN
Kondisi
No. Komponen Keterangan
Baik Buruk
1 Kontruksi Pondasi Furnace
2 Holder Bracket I Hangger
3 Sistem Hidrolik
a. Tilt Cylinder
b. Rocker Tilt
c. Tilting Table
d. Clamping hydrolic

F 4
e. Roda gigi penggerak
[tl· Motor gear box
Furnace Shell
a . Sambungan las steel shell
.
(b). Refractory Area Bottom
(c. Refractory Area Blow Slag Line
(d). Refractory Area Hot Spot
e). Refractory Area Coal Spot
5 Oxygen Lance
a. Sensor oksigen lance
b. Oxigen Lance Control system
(c). Tutup Furnace (Roof/Cover
Vessel)
(d. Sensor Panas (Infra red)
(e. Holder Cap
6 Sistem K~listrikan
a . Mini Circuit Breaker (MeB)
(b). Sam.bungan dan Breaket
c. Tahanan Isolasi
7 Sistem Pendingin
(a). Sistem Pendingin roof
(b). Sistern Pendingin Shell
(c). Pipa Nitrogen (Nitrogen Lance)
8 Safety Valve
(a). Snorting Valve
lb:. Safety Valve Nitrogen Supply
c. Safety Valve Argon
d). Safety Valve Oxygen
e. Safety Valve Steam
9 Control Room
10 Safety Device
a. Dust Remover Bleeding Valve
(b). Eleetrostatis precipitator Bag
Filter
(e). Thermocouple
(d). Load Cell
e. Emergency StoP
(1). Sistem Pembumian
fGroundinld
(g). Pager Pengaman Lantai
(h). Lantai dapur
(i). Pagar Pengaman Tangga
(i). Atat Pelindung Dm

994
IV. PENGUJIAN DAN PENGUKURAN
NO KOMPONEN YANG DJUJI HASJL KETERANGAN
I. PENOUJIAN NOT
A. SHELL WALL
Sambungan las T Join Plat Steel
Sheel Bulan Luar
2 Sambungan Las me1intang Plat
Steel Sheel &aldan Luar
3 Sambunaan Las pipa - pipa
B.. REFRACTORY
1Pengeteaan density dan porcaity
2Cold compreuive strength
I 3 I Cold modulus of rupture
I 4 Hot Modulus of Rupture
I 5 Abrasion Resistance
r 6 oermanent linear change
7 Ribbon Thermal Shock Testing
untuk firebrickcetak
'Ribbon Thermal Shock Testing
8 untuk monolithic refractory
I 9 Thermal conductivity
It .. - I -enna1 diffuaivity

C.. PlPA..PIPA
1 · Sambungan la8 pada Pipa
PendinJdn
2 Sambung&n las pada Pipa Penyalur
'Danas
las pada Pipa Oxigen
4 Sambunaan las pada Pip. Nitrogen
11.. SAFETY DEVICE (RUNNING TEST)
1 Emergencv Stop
2 Snorting Valve
3 Pressure 'EqualizinK BleedinK Valve
4 Safety Valve N2 SUpply
5 Safety Valve Oxyaen
6 I Safety Valve
7 TemJ). Indikator
8 Slstem Pendinginan Kejut
[a . Hidrogen Coolin. Safety Valve
tb . Hidroaen Coolin« Noale
c .Temp. Sensor (Thennocouolel
9 Pressure Gauge
10 Hanger
11 Duat Collector
12 au Stop Valve
13 Duat Remover Bleeding Valve
14 Okaigen lance Indikator

m. PENGUKURAN
NO KOMPONEN YANG Dl UKUR HASIL KETERANGAN
1 Siatem Pembumian (Oround.ina)
2 Ketebalan dindingl shell
3 Ketebalan Pipa Pendingin
4 Ketebalan Pipa 0Sigen
5 Ketebalan Pipa NitroRCn
6 Diameter Pipa. Pendinain

995
KOMPONEN TEGANGAN (VOLTAGE)
KA
LISTRIK R-S R-T I 8-T I R-N R-G I N-G
1 2 3 4 f 5 I 6 7 I 8
Panel Control I I I
Drawing ARUS USTRlK (AMPERE)
FREQ COSQ Keteranpn
R I s I T
I I
I. KESIMPULAN

............... • • 0 ! *.•• , ~ .-•• *.a .

II. PERSYARATAN YANG HARUS SEGERA DIPENUHI


. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . -. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ••••••••••••• w•••••

Yang Memeriksa dan Menguji,


Pengawil. Ketenagakerjaan Spesialis I AhliK3
Bidang Pesawat Tenaga dan Produksi

l )
NIP/NO.REG••.•••.•..•.......•.•..

996
KEMENTERIAN KETENAGAKERJMN REPUBLIK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI .
ALAMAT .

FORMULIR/ CHECKUST PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN

ELECTRIC ARC FURNACE

Penerbit

Ton m3
Ton m3
mm
K
v
mm
mm
mm
mm
mm
oc
mm.
kWh

oC
oc
K cm2
mm

997
III. PEMERlKSAAN 85 PENGUKURAN
Kondisi
No. Komponen Keterangan
Baik Buruk
1 Kontroksi Pondasi Furnace
2 Holder Bracket I Hangger
3 Sistem Hidrolik
a .Tilt Cylinder
b .Rocker Tilt
c .Tilting Table
dl. Clamping Hydrolic
e . Roda Gigi Penggerak
tn. Motor Gear Box
4 Furnace Shell
(a). Sambungan Las Steel Shell
b). Refractory Area Bottom
c). Refractory Area Blow Slag Line
d). Refractory Area Hot Spot
e . Refrac.tory Area Coal Spot
5 Sistem Kelistrikan
a .Tansformator
(bl.Mini Circuit Breaker (Mcb)
(c . Jenis Elektroda
(dJ. Diameter Elektroda
(e . Daya Pemanasan Elektroda
(fl. Flux Hopper
(g). Pegangan Elektroda
6 Pendingin
(a . Sistem Pendingin Roof
(b .Sistem Pendingin Shell
(c). Nitrogen Lance
d). Pipa Air Pendingin Sheet
(e). Holder Cap
Sensor Panas (Infra Red)
Dust Collector
(a). Dust Remover Bleeding Valve
(b). Electrostatis Precipitator Bag
I Filter
9 Thermocouple
10 LoadCeU
11 Emergency Stop
12 Sistem Pembumian (Grounding)
13 Pagar Pengaman Lantai
14 Lantai Dapur
15 Pagar Pengaman Tangga
16 Alat Pelindung Diri

IV. PENGUJIAN DAN PENGUKURAN


NO. KOMPONEN YANG DIUJI HASIL KETERANGAN
1. PENGUJIAN NOT
A. SHELL WALL
Sambungan las T join plat steel
1
sheel baJtian luer
Sambunganmsme~t~g~~
2
steel sheel baRian luar
3 $ambungan las pipa - pipa

998
8. REFRACTORY
1 Pengetesan density dan porosity
2 Cold compressive strength
3 Cold modulus of rupture
4 Hot modulus ofrupture
5 Abrasion resistance

7 IUbbon thermal shock testing


untuk firebrick cetak
SRibbon thermal ahocktelting
untuk monolithic re&actorv

=M Thermal conductivity
Thermal diffusivity
C. PIPA,-PIPA
I 1 Sambungan las pada pipa
I - r>endinlin
2 Sambungan las padS. dust collector
II. SAFE1Y DEVICE (RUNNING TEST)
Emergency stop
Sistem pembumian (grounding)
Snorting valve
Sensor panas (infra red)

at conector
1 Dust remover bleeding valve
8 Sensor hidrogen lance
9 Thermocouple
10 Hi<1rogen cooling safety valve
11 Hidrogen cooling n~e
III. PENGUKURAN
1 Diameter elei:troda

II 4 Ketebalan dindingl &hell


5 Kctcbalan pipa pendingin
ter pipa,pen<tiIulin
7 Daya motor hidrotic

KOMPONEN KA
TEGANGAN (VOLTAGE)
USTRIK R-S R-T I S-T I R·N R-G I N..G
1 2 3 4 I 5 I ,6 7 I 8
Panel Control I I I
Drawing ARUS LISTRIK (AMPERE)
FREQ COSQ Keterangan
R I s I T
I I
1. KESIMPULAN

999
II. PERSYARATAN YANG HARUS SEGERA DIPENUHI

Yang Memeriksa dan Menguji,


Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis I AhU K3
Bidang
Pesawat Tenaga dan Produksi

c )
NIP/NO.REG.•.....................

1000
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI ........•.......................•..••..•...•..•.•.................•...•......•..............
ALAMAT .

FORMUUR/ CHECK UST PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN


REHEATER FURNACE

I. DATAUMUM
1 Peruaahaan Pemilik
2 Alamat
3 Peruaahaan Pemakai
4 Alamat
I 5 I Pengurus I Penanggunaiawab
I 6 I Lokaai Unit

Perusahaan Pembuat I Pemasang


Lokasi I Tahun Pembuatan
12 Kapasitas
13 Volume Desain
14 Volume Efektif
15 Oigunakan Untuk
16 Nama I No.SertifikatJuru Las
I 17 No. SKP I Bidang PJK3
I 18 No. SKP I Bidana AK3
19 Sertiflkasi Standar
20 Jeni8 I Kla8ifikasi
21 Nomor Izin nemakaian I Penerbit
22 Nama ()gerator
23 Data Riwayat Tanur

IU. DATA TEKNIK


1 Jenis I TiDe
2 Jenis Billet
a . Dimensi Silet Maksimum nun I
b . Serat BUet Makaaimum
3 Kallwtas MaksUnum Ton Ii am
4 Kallaaitas Effektif Tonliam
5 Shell
(al. Tebal Dindinfl I Stell Shell mm
(b). Material Shell
(c). Tebal Refractories mm
(Sha1led/Cetakl
(d).Tebal Refractories mm
(Unshaned/Monolithic)
e .Jarak Antar Refractory mm
6 Jalur O'J)erasi Furnace
[a .Jumlah Jalur Ollet8&
b .Paniang Jalur Qperasi mm
c . Dimenai Total Furnace mm
d .Dimensi Efektive Furnace mm.
7 Proses Pembakaran
a). Bahan Bakar
b .TemD. Kena Pemanasan Awal
(c . Temp. Ketia Pemanasan Akhir

1001
d .Tekanan Nosel NO / LNO
e. Kapasitas Nose! NO/LNG
[t). Tekanan Nosel Oksigen
[g). Kapaaitas Nosel Oksigen
h). Tekanan Nose! N:z
i). Kapasitas Nosel N:z
[ tiI.1'ebal Pi'Pll Bahan Bakar mm
~eter Pioa Bahan Bakar mm
(1). Jenis ADa
8· Dimensi Pondasi mm
9 Sistem PendinJein
a . Temp. Air Pendin4rln Masuk
rb .Temo. Air PendinRin Kembali
c . Tekanan air PendinJdn
d . Laiu AHran Air Pendingin m 3 /iam I
e . Diameter Piaa Pendingin mID
(0. Tebal Pipa Pendingin
Ill. PEMERlKSAAN & PENGUKURAN
Kondisi
No. Komponen Keteranpn
Bail< Burok
1 Kontruksi Pondasi Furnace
2 Furnace Shen
3 Sambungan las steel shell
4 Tutup Furnace (Roof/Cover Vessel)
5 Refractory
(a). Furna.ee Roof I tutup
Refractory
(b). Furnace Sidewalls Refractory
c . Furnace Hearth Refractory
6 Heating Table/Charging Table
7 Furnace Top Igniter
8 Pipa& Nosel
a . Nosel NO7LNG
b .Pipa NO/LNG
c . Nosel Oksiaen
d .Pipa Okaitzen
e . Nosel NI
~f). Pipa N:z
:g). Safety Valve
h .Holder Cap
9 Sistem Pendinldn
fa . Sistem Pendingin 1\ttup I roof
(b). Sistem PendinRin Shell
(c). Pipa Air PendinRin
(d). Sistem Pendinginan Kejut I
Emenzencv
10 Sistem KeUstrikan
(a). Mini Circuit Breaker (MeB)
b . Sambunaan dan Breaket
(el. Tahanan lsola.si
11 I Control Room
12 Safety Device
a. Presure Gauge
(b). Temp. Indicator
c. Sensor - Sensor Bahan Bakar
I (d). Sensor Panas -(Infra red) I

1002
Thermocouple
(e). Tahanan Pembumian
(GroundinQ)
(f). Furnace Top Bleeding Valve
lJsl.', Saiety Valve Nitrogen Supply
Wh! Safety Valve NO/eNG
i). Safety Valve Oxygen
ti),Safety Valve N2
k. Dust Conector
. (1). Gas Stop Valve
m). Dust Remover Bleeding Valve
(n). Electrostatis precipitator Bag
Filter
OJ. Emergency Stop
~p). Pagar Pengaman Lantai
:q). Lantai dapur
r, Pagar Pengaman Tanga
s. Alat Pelindung Diri

IV. PENOUJIAN DAN PENOUKURAN


NO KOMPONENYANO DlUJ! HASIL KETERANOAN
I. PENGUJIAN NDT
D. SHELL WALL
Sambungan las T Join Plat Steel
Sheet Bagian Luar
2 Sambungan Las melintang Plat
Steel Sheel Bagian Luar
3 Sambungan Las pipa - pipa
E. REFRACTORY
1 Pengetesan density dan porosity
2 Cold compressive strength
3 Cold modulus of rupture
4 Hot Modulus of Rupture
5 Abrasion Resifitance
6 .permanent linear change
7 Ribbon Thermal Shock Testing
untuk f:arebrick cetal<
Ribbon Thermal Shock Testing
8 untuk monolithic refractory
9 Thermal conductivity
10 Thermal diffusivity
F. PlPA-PlPA
Sambungan las pada Pipa
Pendinlin
2 SambUIll8n las pada Pipa
NO/CNG
3 Sambungan las pada Pipa Oxigen
4 Sambungan las pada Pipa N2
5 Sambungan las pada Pipa
Hidroaen
II. SAFETY DEVICE (RUNNING TEST)
1 Emergency Stop
! 2 Snorting Valve

7 Safety Valve Hidrogen

1003
8 Temp. Indikator
Sistem Pendinginan Kejut
9
(Em.eraencu)
(a). Hidrogen Cooling Safety Valve
(b). Hidrogen Cooling Nosle
(el. Temp. Sensor (Thermocouplet
10 Pressure Gauge
11 Hangger
12 Dust Collector
13 Gas Stop Valve
14 Dust Remover Bleeding Valve
Oksigen lance Indikator
PENGUKURAN
Sistem Pembumian {Grounding)
Ketebalan dindinglshell
Ketebalan Pipa Pendingin
Ketebalan Pips Oxigen
5 Ketebalan Pips Nitrogen
. 6 Ketcbalan Pipa Hidrogen
7 Diameter Pipa Pendingin
8 Diameter Pipa Oxigen
9 Diameter Pipa Nitrogen
10 Diameter Pipa Hidrogen
11 Daya Motor Hidrotic

KOMPONEN TEGANGAN (VOLTAGE)


KA
LISTRlK R-S R-T I S-T I R-N R-G I N-G
I 2 3 4 I 5 I 6 1 I 8
Panel Control
Drawing
I I I
ARUS LISTRIK (AMPERE)
FREQ COSQ Ketenmpn
R I S T I
I I
V. KESIMPULAN

VI. PERSYARATAN YANG HARUS SEGERA DIPENUHI

.................................................. , ., "' .

Yang Memeriksa dan Menguji.


Pengawas Ketenagakerjaan Spesia1is I AbU K3
Bidang Pesawat Tenaga dan Produkai

1004
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI .
ALAMAT .

FORMULIR/ CHECK LIST PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN


LADLE

I. DATA UMUM
1 PemiJik
2 Alamat
3 Perusahaan Pemakai
4 Alamat
5 Pengurus I Penanggung iawab
6 Lokasi Unit
7 Jenis Pesawat I Tipe
8 Merek I Tipe
No Seri I No Unit

RH
11
12
Perusahaan Pembuat I Femasang
1okas1 I Tahun Pembuatan
Kapasitas
13 Volume Deaain
14 Volume Efektif
15 Digunakan Untuk
16 Nama I No. Sertitikat Juru Las
17 No. SKP I Bidang PJK3
18 No. SKP I Bidana AK3
19 Sertifikaai Standar
20 Jenis I Klasifikaai
21 Nomor lzin pemakaian I Penerbit
22 Nama Operator

II. DATA TEKNIK


1 Jenis I Tipe
2 l(apaaitas Makaimum Ton / m 3
3 Kapasitas EfI'ektif Ton I m 3
4 Dimensi mm
5 Serat Kg
6 Tebal Dinding I Shell mm
1 Diameter Luar SheD mm
8 Tebal Refractories (Sbaped/Cetak) mm
9 Tebal Refractories mm
(Unshaped I Monolithicl
10 Diameter Dalatn Refractories mm
11 Temperatur Ketia MaksUnum oc
12 Tebal Pipa Pendinain mm

III. PEMERIKSAAN &. PENGUKURAN


Kondiai
No. Komponen Keterangan
Baile Burak
1 Kontntksi Pondasi
2 Furnace Shell
3 Sambungan las steel shell
4 Saluran Penuangan (Tapping

1005
Spout)
5 Tutup Furnace (Roof/Cover Vesse~
6 Roda gigi penggerak
7 Motor gear box
8 Sistem Hidrolik
9 Tnt Cylinder
10 Rocker Tilt
11 Tilting Table
12 Clamping hydrolic
13 Refractory
15 Hanger
16 Emergency Stop
18 Alat Pelindung Diri

IV. PENGUJIAN DAN PENGUKURAN


NO KOMPONEN YANG DIUJI HASIL KETERANOAN
I. PENGUJIAN NOT
A. SHELL WALL
1 Las .. lasan T Join Plat Steel Sheet
2 Las ... lasan sambungan melintang
Plat Steel Sheel
3 Las ... lasan sambungan Handle
Hidrolic
FRACTORY
1 Pengetesan density dan porosity
2 Cold compressive strength
3 Cold modulus of rupture
4 Hot Modulus of Rupture
5 Abrasion Resistance
6 permanent linear change
7 Ribbon Thermal Shock Testing
untuk firebrick cetak
Ribbon Thermal Shock Testing
8 untuk monolithic refractory
9 Thermal conductivity
10 Thermal diffusivity
II. SAFETY DEVICE (RUNNING TESn
1 Emergency Stop
2 Sistem Pembumian (Grounding)
III. PENGUKURAN
1 Ketebalan dinding / shell

KOMPONEN TEGANGAN (vOLTAGE)


KA
LISTRIK R..S R..T I S...T I R-N R-G I N4
I 2 3 4 I 5 I 6 1 I 8
Panel Control I I I
Drawing ARUS LISTRIK (AMPERE)
FREQ COSQ
R I SIT
I I

I. KESlMPULAN

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .!' • • • • • • • • • • ! • • • '!' _ .

1006
II. PERSYARATAN YANG HARUS SEGERA DIPENUHI

Yang Memeriksa dan Menguji,


Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis / AbU K3
Bidang Pesawat Tenaga dan Produksi

f )
NIP/NO.REG .

1007
CONTOH STlKER MEMENUHI PERSYARATAN K3

KEMEN'TERIAH k£TENAGAKfRJAAN Itl


OISNAKER PROVtNSl ..

M£M£NUHI PEIlSYARATAN Q

NAMA PERUSAHAAN
NAMAMESJN
TIPe I NO SERI
KAPASJTAS
lOKASI MES'N

1008
SURAT KETERANGAN MEMENUHI/TIDAK MEMENUHI PERSYARATAN K3

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA


DISNAKER PROVINSI .
AlAMAT .

SURAT KETERANGAN
MOTOR DIESEL

Nomor: .

Berdasarkan pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan oleh AbU K3 Bidang


Pesawat Tenaga dan Produksi pada tanggal terhada,p motor diesel
diterangkan bahwa :
Perencanaan/pembuatan/ pemasangan/pengoperasian/perbaikan/modiftkasi*)
motor diesel, oleh :
Nama
Jabatan
Pemsahaan .
Alamat

DATA ,.. :
A.UMUM
1. Merek I Tipe
2. Jenis I Klasifikasi : .. ~ Portable I stasioner*)
3. Pembuat I Pemasang
4. No Seri
5. Tempat dan Tahun Pembuatan

B.TEKNIK
1. Gamber instalasi Motor Diesel : No : , tanggal: .
2. Gambar Konstnlksi Pondasi : No ) tanggal: .
3. Daya : , , HP
4. Bahan Bakar
5. Putaran : Rpm
6. Jumlah Sllinder
7. Tenaga Mula : Tenaga Kempa atau angin / Accu*)
8. Alat-alat perlengkapan : a) .
b) ..••.•••••.••.••..•.•.•.•.•......
c) ••••••••••••••••••••••.••••••••••
9. Alat pengaman dan perlindungan:
a) .
b) .
c) .
10. Dan lain-lain:
a) .
b) , .
c) ' .

1009
C. HASIL PEMERlKSAAN DAN PENGUJIAN
Hasu pemeriksaan dan pengujian terhadap motor diesel secara rind
sebagaimana terlampir.

D. EVALUASI (Alasan Teknia)

E. KESIMPULAN

MEMENUHI
PERSYARATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Demikian Surat Keterangan ini dibuat dengan aebenarnya agar dapat digunakan
sebagaimana meatinya dan berlaku aepanjang Motor Diesel tidak dilakukan
perubahan teknis dan/atau aampai dilakukan pemeriksaan dan penpjian
selanjutnya sesuaidengan ketentuan peraturan perundang.. undangan.

Disetujui: Diperiksa kembali: Yang Memeriksa:


Pimpinan Unit Kerja Pengawas Ketenagakerjaan AhU K3 Bidang Peaawat
Pengawasan SpesiaJis Pesawat Tenaga dan Produkai
Ketenagakerjaan Tenaga dan Produksi

c ) ( ) t )
NIP . NIP ! ••••••••• NO. REG .

Keterangan:
Lembar surat keterangan:
a. Lembar pertama. untuk pemilik;
b. Lembar kedua, untuk unit kerja pengawasan ketenagakerjaan setempat;
c. Lembar ketiga, untuk unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pusat.

-It) : Coret yang. tidak perlu

1010
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLlK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI ' .
AL.AMAT ..

SURAT KETERANGAN
MOTOR DIESEL

Nomor .

Berdasarkan pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan oleh Pengawas


Ketenagakerjaan Spesialis Pesawat Tenaga dan Produksi pada tanggal .
terhadap Motor Diesel diterangkan bahwa :
Perencanaan/pembuatan/pemasangan/pengoperasian/perbaikanjmodifikasi*)
motor diesel, oleh :
1. Nama
2. Jabatan
3. Perusahaan .
4. Alamat

DATA :
A.UMUM
1. Merek I Tipe
2. Jenis / Klasifikasi : Portable / stasioner*)
3. Pembuat I Pemasang
4. No Seri
5. Tempat dan Tahun Pembuatan

B.TEKNIK
1. Gamber instalasi Motor Diesel : No : , tangg~ : .
2. Gambar Konstruksi Pondasi : No : , tanggal: .
3. Daya : HP
4. Bahan Bakar
5. PutMan : ......•.......•..•....•..........Rpm
6. Jumlah Silirtder
7. Tenaga Mula : Tenaga Kempa atau angin / Accu*)
8. AIat-alat perlengkapan :a) .
b) ...............•...•..•.•......•..
c) •.••.•.••.•••••••••••••••..•••.••
9. Alat pengaman dan perllndungan:
a) ..
b) .
c) ..
10. Dan lain-lain:
a) ................•......••.•.....•
b) .
c) .

C. HASIL PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN


Basil pemeriksaan dan pengujian terhadap motor diesel secara rinci
sebagaimana terlampir.

1011
D. EVALUASI (Alasan Teknis)

E. KESIMPULAN

TIDAK MEMENUHI
PERSYARATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Demikian Surat Keterangan ini dibuat dengan sebenamya dan dilarang


menggunakan/mengoperasikan Motor Diesel tersebut sebelum dilakukan
perbaikan/penyesuaian penggunaan/perhitungan kembali/ *) dan
dilakukan pemeriksaan dan! atau pengujian ulang serta memenuhi persyaratan
K3.

Disetujui: Yang Memeriksa


Pimpinan Unit Kerja Pengawas
Pengawasan Ketenagakerjaan Spesialis
Ketenagakerjaan Pesawat Tenaga dan Produksi

r , ) ( )

NIP . NIP ,.

Kererangan:
Lembar surat keterangan
a. Leinbar pertama, untuk pemilik;
b. Lembar kedua, untuk unit kerja pengawasan ketenagakerjaan setempat;
c. Lembar ketiga, untuk unit kerja pengawasanketenagakerjaan pusat.

*) : Coret yangtidakperlu

1012
KEMENTERlAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI .
ALAM"AT : "' .

SURAT KETERANOAN
TURBIN UAP/GAS/AIR/ANGIN *)

NomOI': .

Berdasarkan pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan oleh Ahli K3 Bidang


Pesawat Tenaga dan Produksi pada tanggal terhadap turbin
uap/ gaslair lanpJ.n diterangkan bahwa :
Perencanaan/ pembuatan/ pemaaanganl pengoperasianl perbaikanl modifikasi *)
turbin uap19as/airl angin oleh :
1. NaDla .
2. Jabatan ..
3. Perusahaan .
4. Alamat .
DATA ..•••••.•.•...•..••. :
A.UMUM
1. Jeni8 Turbin / Tipe
2. Merek I No Seri
3. Pabrik Pem.buat I Pemasaz1g .......................••.•.••....
4. Tempat dan Tahun Pembuatan .

B.TEKNIS
1. Gamber insta1asi Turbin : No : " ' J tanggal : .
2. Gambar Konstruksi Pondasi : No : " ' J tanggal : .
3. Sumber Tenaga .
4. DayaMaksimum : KW/HP
5. Tekanan I temp. Masuk (inlate) : bar / OC
6. Tekanan I temp. Keluar (autIate): bar / DC
7. DebitAir : L/m~t
8. Kecepatan Aliran Udara I Angin : ~ .• ml s
9. Kecepatan Putaran Poros : rpm
10.A1at-alat perlengkapan : a) .
b) •.•••.' .
c) •..•.••.•••••..••.••.•••.••••••••
II.Alat pengaman dan perJindungan:
a) .
b) .............•..•................
c) .

12.Dan lain-lain:
a) ...•••••••••..••.•..............•.
b) .
c) •..••••....••.•....••...•.•..•....

1013
C. HAS1L PEMERIKSAAN DAN PENGWIAN
Hasil pemeriksaan dan pengujian terhadap turbin uap/gas/air/angin secara
rinei sebagaimana terlampir.

D.EVALUASI (Alasan Teknis)

E. KESIMPULAN

MEMENUHI
PERSYARATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Demikian surat keterangan hasil pemeriksaan dan pengujian ini dibuat dengan
sebenarnya agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan berlaku
sampai dengan pemeriksaan dan pengujian se1anjutnya dan tidak dilakukan
pe11lbahan teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang·undangan.

Disetujui: Pengawas Ahli K3


Pimpinan Unit Kerja KetenagakeIjaan Spesialis Bidang Pesawat Tenaga dan
Pengawasan Ketenagakerjaan Pesawat Tenaga dan Produksi Produksi Yang Memeriksa

f. ) ( ) ( )

NIP.................•........••...... NIP . NO. REO .

Keterangan:
Lembar surat keterangan
a. Lembar pertama, untuk pemilik
b. Lembar kedua, untuk unit kerja pengawasan ketenagakerjaan setempat
c. Lembar ketiga, untuk unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pusat

*) : Coret yang tidak perlu

1014
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI .........................•.........................................
AI..AMAT ........•...............•..•..•..•............•.......•......•.....

SURAT KETERANGAN
TURBIN UAP/GAS/AIR/ANGIN *)

Nomor: .

Berdasarkan pemerlksaan dan pengujian yang dilakukan oleh pengawas


ketenagakeJjaan spesialis Pesawat Tenaga dan Produksi pada tanggal .
terhadap turbin uaplgas/air/angin diterangkan bahwa:
Perencanaan/ pembuatan/ pemasangan/ pengoperasian/ perbaikan/ modifikasi *)
turbin uap/gas/air/ang).n Oleh :
1. Nama ...............•............................................................
2. Jabatan .
3. Perusahaan .
4. Almnat .
DATA .......•........•... :
A.UMUM
1. Jenis Turbin I Tipe
2. Merek / No Seri
3. Pabrik Pembuat I Pemasang
4. Tempat dan Tabun Pembuatan .

B.TEKNIS
1. Gambar instalasi Turbin : No : , tanggal : .
2. Gambat Konstruksi Pondasi : No : , tanggal: .
3. Sumber Tenaga .
4. Daya Maksimum : KW/HP
5. Tekanan I temp. Masuk (Wate) : bar / oc
6. Tekanan / temp. Keluar (outIate): bar / oc
7. Debit Air : L/menit
8. Kecepatan Aliran Udara / AngU1 : m/ s
9. Kecepatan Putaran Poros : ~ rpm
10. Alat-alat perlengkapan : a) .
b) .....•.•...•.••.•.••.•.••••..•••.•••.•......•..•••..•.••..••
c) ••.••..•..•..•.•••••..•••.....••••.•.•.•.••.••..•.•..••••.••
11. Alatpengaman dan perlindungan:
a) ••..•••.••..•••••...•...••.••...••.•...•.....•.....•....••••
b) .•..••..•.•............•..........•........................•
c) .................•.•.....................•...•..........•...
12. Dan lain-lain:
a} .
b} ...............................•............................
c) .....•.........•..•.....•........•........................••

C. HASIL PEMERlKSAAN DAN PENOUJIAN


Hasil pemerlksaan dan pengujian terhadap turbin uap I gas/air/ angin secara
rind sebagaimana terlampir.

1015
D.EVALUASI (Alasan TeknisJ

E. KESIMPULAN

TIDAK MEMENUHI
PERSYARATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Demikian sural keterangan hasil pemeriksaan dan pengujian ini dibuat dengan
sebenamya agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan berlaku
sampai dengan pemeriksaan dan pengujian selanjutnya dan tidale diJakukan
perubahan teknis sesum. dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Disetujui: Yang Memeriksa


Pimpinan Unit Kerja Pengawas Ketenagakerjaan
Pengawasan Ketenagakerjaan Spesialis Pesawat tenaga dan
produksi

( 1 f )

NIP . NIP .............•...........•....

Keterangan:
Lembar surat keterangan
a. Lembar pertama, untuk pemilik
b. Lembar kedua, untuk unit kerja pengawasan ketenagakerjaan setempat
c. Lembar ketiga. untuk unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pusat

*) : Coret yang tidak perlu

1016
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
DISNAJ{ER PROVINSI .•....•.•..•..........•...•...•.......•••.•.••••...........•.
ALAMAT ................................•............................

SURAT KETERANGAN
MESIN PERKAKAS DAN MESlN PRODUKSI (KONVENSIONAL/CNC)*)
JENIS .....•...•..... **)

Nomor: .

Berdasarkan pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan oleh AhIi K3 Bidang


Pesewat Tenaga dan Produksi pada tanggal terhadap mesin perkakas
dan produksi diterangkan bahwa :
Perencanaanl pembuatan/ pemasangan/ pemakaian atau pengoperasian/
perbaikan/ modifikasi "1 mesin perkakas dan )produksi oleh :
1. NaIDa .
2. Jabata:r1 ..•..•••.....•...•.•••••.....•.•..••...•.•..•..•.•...•.•••..•
3. Pemsah-aan •..••.........•.........•...............•..........•.........
4. Alam.at
DATA :
A.UMUM
1. Jenis Mesin atau Pesawat / Tipe: .
2. Pabrik Pembuat / Pemasang .
3. Mere:k·' No Sen ..
4. Tempet dan Tahun Pembuatan .

B.TEKNIS
1. Gambar lnata1asi Meain : No: ) tanggal: ..
2. Gambar Konstntksi Pondasi : No : , tanggal : ..
3. Daya Maksimum : ............................•...................... KW/H P
4. Kapasitas
5. Putaran Maksimum : rpm
6. Volume Injekai : cm3
7. Kapasitas Tekan Maksimum : Psi
8. Berat Total : Kg
9. Dimensi Total : m
lO.AIat-alat per1engkapan : a) .
b) .....•...•........•.....•.......••....•.••.........
c) .
11. Atat ·pengaman dan perlindungan:
a) ' .
b) .
c) .
12.Dan lain-lain:
a) ......•..................................•.....•...
b) .
c) .

C. HASIL PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN


Hasit pemeriksaan dan pengujian terhadap mesin perkakas dan produksi
(Konvensional/CNC)* secara rinci sebagaimana terlampir.

1017
D. EVALUASI (AIasan Teknis)

......................................................................................." .
E. KESIMPULAN

MEMENUHI
PERSYARATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Demikian Surat Keterangan ini dibuat dengan sebenarnya agar dapat


digunakan sebagaimana mestinya dan berlaku sepanjang Mesin Perkakas
dan Produksi tidak dilakukan perubahan teknis dan/atau sampai
dilakukan pemeriksaan dan pengujian selanjutnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Disetujui: Diperiksa kembali: Yang Memerikaa:


Pimpinan Unit Kerja Pengawas Ketenagaketjaan AbU K3 Kerja Bidang Pesawat
Pengawasan Spesialis Pesawat Tenaga dan Produksi
Ketenagakerjaan Tenaga dan Produksi

( ) ( ) ( , .)

NIP . NIP . NO. REG ..

Keterangan:
Lembar surat keterangan
8. Lembar pertama. untuk pemilik
b. Lembar kedua, untuk unit kerja pengawasan ketenagakerjaan setempat
c. Lembar ketiga, untuk unit kerja pengawasan ketenagaketjaan pusat

*) : Coret yang tidak perlu


**) : lsi salah satu jenis: mesin asah, mesin poles dan pelicin, mesin tuang dan
cetak, mesin tempa dan pres, mesin pon, mesin penghancur, penggiling dan
penumbuk (crusher machine), mesin bor, mesin frais, mesin bubut, mesin
gunting/potong plat, mesin rol dan tekuk plat, mesin potong dan belah kayu,
mesin ayak dan mesin pemisah, mesin penyaring pam, mesin pintal dan mesin
tenun, mesin jahit, mesin pengisi, pengungkit, perapat tutup. pengampuh
kaleng, penutup boto!, mesin pak dan pembungkus, scrta mesin lain yang
sejenis.

1018
KEMENTERlAN KETENAGAKERJMN REPUBLIK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI .•.•.•••..•..•.•.........•.........................•
ALAMAT .

SURAT KETERANOAN
MESIN PERKAKAS DAN MESIN PRODUKSI (KONVENSIONAL/CNC)*)
JENIS .•..... **)

Nomor: .

Berdasarkan pemeriksaaD dan pengujian yang dilakukan oleh pengawas


ketenagakerjaan spesialis Pesawat Tenaga dan Produksi pada tanggal .
terhadap mesin perkakas dan produksi diterangkan bmwa :
Perencanaan/ pembuatan/ pemasanganl pemakaian atau pengoperasianl
perbaikan/ modifikasi *) mesin perkakas dan produksi oleh :
1. Nama .
2. Jabatan ..
3. Perusahaan .
4. Alamat ..
DATA :
A. UMUM
1. Jenis Mesin atau Pesawat / Tipe: ..
2. Pabrik Pembuat I Pemaaang .
3. Merek I No Seri .
4. Tempat dart Tahun Pembuatan .

B. TEKNIS
1. Gambar Instalasi Meain : No: tanggal : .
2. Gamba.r Konstruksi Pondasi : No : tanggal : .
3. Daya Maksimum : KW/HP
4. Kapasitas
5. Putaran Maksimum : rpm
6. Volume Injeksi : cm3
7. Kapasitas Tekan Makaimum : Psi
8. Herat Total : Kg
9. Dimensi Total : m
IO.Alat..alatperlengkapan : a) .
b) .
c) .
Il.Alat pengaman dan perJindungan:
a) .
b} ............................................•......
c) •...........•......................................
12.Dan lain-lain:
a) ..•.....•..••......................................
b) ..........•..••..••.•.................••..•.•.•....
c) ..

1019
C. HASIL PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN
Hasil pemeriksaan dan pengujian terhadap mesin perkakas dan produksi
secara rind sebagaimana terlampir.

D. EVALUASI (Alasan Teknis)

.......................................................................................................................

E. KESIMPULAN

TIDAK MEMENUHI
PERSYARATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Demikian Surat Keterangan ini dibuat dengan sebenamya dan dilarang


menggunakan/mengoperasikan mesin perkakas dan produksi tersebut sebelum
dilakukan perbaikan/penyesuaian penggunaan/perhitungan kembali/ ...... *)
dan dilakukan pemeriksaan danl atau pengujian ulang aerta memenuhi
persyaratan K3.

Disetujui: Yang Memeriksa


Pimpinan Unit Kerja Pengawas
Pengawasan Ketenagakeljaan Ketenagakeljaan Spesialia
Pesawat Tenaga dan Produksi

( 1 l .!

NIP . NIP .

Keterangan:
Lembar surat keterangan
a. Lembar pertama, untuk pemilik
b. Lembar kedua, untuk unit kerja pengawasan ketenagaketjaan setempat
c. Lembar ketiga, untuk unit kerja pengawasan ketenagakeljaan pusat

*) : Coret yang tidak perlu


U) : lsi salah satu jenis: mesin asah, mesin poles dan pellcin, mesin tuang dan
cetak, mesin tempa dan pres, mesin pon, mesin penghancur, penggiling dan
penumbuk (crusher machine), mesin bor, mesin erais, mesin bubut, mesin
gunting/potong plat, mesin rol dan tekuk plat. mesin potong dan helah kayu,
mesin ayak dan mesin pemisah, mesin penyarins pasir, mesin pinta! dan mesin
tenun, mesin jahit, mesin pengisi, pengungkit, perapat tutup, pengampuh
kaleng. penutup botol. mesin pak dan pembungkus. serta mesin lain yang
sejenis.

1020
KEMENTERJAN KETENAGAKERJMN REPUBLIK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI .
ALAMAT .

SURAT KETERANGAN
TRANSMISI TENAGA MEKANIK

Nomor: .

Berdasarkan pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan oleh AbU K3 Bidang


Pesawat Tenaga dan Produksi pada tanggal terhadap transmisi tenaga
mekanik diterangkan bahwa :
Perencanaanl pembuatanl pemasanganl pengoperasianl perbaikanl modifikasi *)
tranamisi tenqa mekanik Oleh :
Nama , ..
Jabatan .
Perusahaan ..
Alamat .
DATA :
F. UMUM
6. Merek I Tipe
7. Jenis I Klasifikasi : Portable I stasioner*)
8. Pembuat I Pemasang
9. No Seri
lO.Tempat dan Tal1un Pembuatan .

G. DATA TEKNIK
1. Gambar instalasi : No : , tanggal: ..
2. Putaran : Rpm
3. Sumber tenaga
4. Alat-alat pedengkapan : a) .
b) .
c) .•.••••..•••...•....•.•.••.••.•..• ~ ..........•..•..
5. Atat pengaman dan perlindungan:
a) .
b) .
c) .
6. Dan lain-lain:
a) .
b) .
c} •..•.......•...••....•........•.....•..•.•..•.•.••.

H. HASIL PEMERIKSMN DAN PENGUJIAN


Hasil pemeriksaan dan pengujian terhadap transmisi tenaga mekanik secara
rinci sebagaimana terlampir

1021
I. EVALUASI (Alasan Teknis)

J. KESIMPULAN

MEMENUHI
PERSYARATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Demikian surat ·keterangan hasil pemeriksaan dan pengujian ini dibuat dengan
sebenarnya agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan berlaku
sampai dengan pemeriksaan dan pengujian selanjutnya dan tidak dilakukan
perubahan teknis sesum dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Disetujui: Diperiksa kembali: Yang Memeriksa:


Pimpinan Unit KeIja Pengawas Ketenagakerjaan AbU K3 Bidang Pesawat
Pengawasan Spesialis Pesawat Tenaga dan Produksi
Ketenagakerjaan Tenaga dan Produksi

r.•..•.........•.•.•.••..••.........) f ) ( )

NIP . NIP . NO. REO ..

Keterangan:
Lembar surat keterangan
a. Lembar pertama, untuk pemilik
b. Lembar kedua. untuk unit kerja pengawasan ketenagakeljaan setempat
c. Lembar ketiga, untuk unit kerja pengawasan ketenagakeljaan pusat

*) : Coret yang tidak perlu

1022
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBUK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI ..
ALAMAT .

SURAT KETERANGAN
TRANSMISI TENAGA MEKANlK

Nomor: .

Berdasarkan pemeriksaan dan pengujian yang dUakukan oleh Pengawas


ketenagakerjaan spesialis Pesawat Tenaga dan Produksi pada tanggal .
terhadap transmisi tenaga mekanikditerangkan bahwa :
Perencanaanl pembuatan/ pemasanganl pengoperasianl perbaikanl modifikasi *)
transmisi tenaga mekanikOleh :
1. Nama .
2. Jabatan ..
3. Perusahaan ..
4. Alamat .
DATA :
A. UMUM
1. Merek I Tipe
2. Jenis I Klasifikasi : Portable I stasioner*)
3. Pembuat I Pemasang
4. No Seri
5. Tempat dan Tahun Pembuatan .

B. DATA TEKNIK
1. Gambar instalasi : No; , tanggal : ..
2. Putaran : Rpm
3. Sumber tenaga
4. AIat-wat perlengkapan : a) •......•......•.•....•..•.••.......•..............•
b) .
c) .•••..........••.••..•.••......•.•.......•..•......
5. Alat pengaman dan perlindungan:
a) .••.•.•••••••.•............•....•....•.........•...
b) .
c} .••.•.••.••...•••......•.•.....•...................
6. Dan lain-lain:
a} ..
b) .
c) ..........•..•.............................•.......

C. HASIL PEMERIKSMN DAN PENGUJIAN


Hasit pemeriksaan dan pengujian terhadap transmisi tenaga mekanik secara
rinci sebagaimana terlampir.

D.EVALUASI (Alasan Teknis)

1023
E. KESIMPULAN

TIDAK MEMENUHI
PERSYARATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Demikian surat keterangan hasil pemeriksaan dan pengujian ini dibuat dengan
sebenarnya agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan berlaku
sampai dengan pemeriksaan dan pengujian selanjutnya dan tidak dilakukan
perubahan teknis sesuai dengan ketentuan peraturan penmdang-undangan.

Disetujui: Yang Memerik:sa


Pimpinan Unit Kerja Pengawas
Pengawasan Ketenagakerjaan Spesialis
Ketenagakerjaan Pesawat Tenaga dan Produksi

( ) ( )

NIP......•.......•............•...... NIP .

Keterangan:
Lembar surat keterangan
a. Lembar pertama, untuk pemilik
b. Lembar kedua, untuk unit kerja pengawasan ketenagakerjaan setempat
c. Lembar ketip, untuk unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pusat

*) : Coret yang tidak perlu

1024
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
DISNAKER PROVINS} .
ALAMAT .

SURAT KETERANGAN
TANUR (FURNACE)
JENIS: ....... **)

Nomor: .

Berdasarkan pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan oleh AhU K3 Bidang


Pesawat Tenaga dan Produksi pada tanggal terhadap tanur UUmace)
diterangkan bahwa :
Perencanaanl pembuatanj pemasangan/ pengoperasian/ perbaikanl modifikasi *)
tanur/furnace. Oleh :
1. Nama .
2. Jabatan .
3. Perusahaan .
4. Alalllat .
DATA :
A. UMUM
1. J enis Tanur (fUrnace) I Tipe
2. Pabrik Pembuat I Pemasang
3. Tempat dan Tabun Pembuatan .
5. No Seri:

B. TEKNIS
1. Gambar instalasi Tanur(fUmace): No ; , tanggal : ..
2. Gambar Konstruksi Pondasi : No : , tanggal : .
3. Sumber bahan bakar .
4. Volume Total : m3
5. Volume Effektif : m3
6. Kapasitas : Ton/jam
7. Temperatur Kerja : oc
8. Konsumsi daya : KWH/ton
9. Refractories
a. Shaped (cetak)
b. Unshaped (monolithic)
lO.Alat~alat perlengkapan : a) ..............................•.•.••.••.•....•.....
b) .
c} .
11. Alat pengaman dan perlindungan:
a} .
b) .
c) .
12. Dan lain-lain:
a} .
b) .
c) .

1025
C. HASIL PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN
HasiJ pemeriksaan dan pengujian terhadap tanur (fUrnace) secara rind
sebagaimana terlampir.

D. EVALUASJ (Alasan Teknis)

E. KESIMPULAN

MEMENUHI
PERSYARATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Dcmikian Surat Keterangan ini dibuat dengan sebenamya agar dapat digunakan
sebagaimana mestinya dan berlaku sepanjang Tanur (Furnace) tidak dilakukan
perubahan teknis dan/atau sampai dilakukan pemeriksaan dan pengujian
sclanjutnya sesum dengan ketentuan peraturan ·perundang-undangan.

Disetujui: Diperiksa kembali: Yang Memeriksa:


Pimpinan Unit Kerja Pengawas AbU K3 Bidang Pesawat
Pengawasan Ketenagakerjaan Tenaga dan Produksi
Ketenagakerjaan Spesialis PeS8.wat
Tenagadan
Produksi

l. l t ) ( )

NIP . NIP . NO. REG .

Keterangan:
Lembar surat keterangan
a. Lembar pertama, untuk pemilik
b. Lembar kedua, untuk unit kerja pengawasan ketenagakeljaan sctempat
c, Lembar kctiga, untuk unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pusat

*) Coret yang tidak perlu


**) Pilih salah satu: blast furnace, basic oxygen furnace, electric arc.furnace,
refractory furnace, tanur pemanas (reheating furnace), kiln, oven danftunace lain
yang sejenis

1026
KEMENTERIAN KETENAOAKERJAAN REPUBUK INDONESIA
DISNAKER PROVINSI ....•.•..••.••••......•.•.•....•...••.............•.
AUMAT ..

SURAT KETERANGAN
TANUR (FURNAC.Ej
JENIS: **)

Nomor: ..

Berdasarkan pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan oleh Pengawas


ketenagakerjaan spesia1is Pesawat Tenaga dan Produksi pada tanggal .
terhadap tanur (JUrnace) diterangkan bahwa :
Perencanaan/ pembuatan/ pemasangan/ pengoperasian/ perbaikanl modifikasi *)
tanur (furnace) oleh :
1. Nama
2. Jabatan
3. Perusahaan .
4. Alamat
DATA :
A. UMUM
1. Jews Tanur (furnace) I Tipe
2. Pabrik Pembuat I Pemaaang
3. Tempat dan Tahun Pembuatan .
4. No Seri:

B. TEKNIS
1. Gambar instalui Tanur (/itrnacet: No : , tanggal : .
2. Gambar Konstnlksi Pondaai.-_ : No : , tanggal : .
3. Sumber bal1.81l bakar .
4. Volume Total : m3
5. Volume Effektif : m3
6. Kapaaitas : Ton/jam
7. Temperatur Kerja : oc
8. Konsumsi d~a : KW"HJton
9. Refractories
a. Shaped (cctak)
b.Unshaped(monolitlUq : " " ;" .
10.A1at..alat perlengkap81l : a) .
b) .................•.....•.. c .

c) .
II.A1at pengaman dan perlindungan:
a) .
b) .
0) .•...•• ~ .
12. Dan lain-lain:
8)c c .
b) .
o} .

1027
C. HASIL PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN
Huil pemeriksaan dan pengujian terhadap tanur (fUmace) secara rind
sebagaimana terlampir.

D. EVALUASI (AJasan Tekn.is)

E. KESIMPULAN

T1DAK MEMENUHI
PERSYARATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Demikian Surat Keterangan ini dibuat dengan sebenarnya dan dilarang


menggunakan/mengoperasikan Tanur (Furnace) tersebut sebelum di1akukan
perbaikan/penyesuaian penggunaan/perhitungan kembali/ *) dan
dilakukan pemeriksaan dan/ atau pengujian ulang serta memenuhi
persyaratan K3.

Disetujui: Yang Memeriksa


Pimpinan Unit Ketja Pengawas
Pengawasan Ketenagakerjaan Spesialis
Ketenagakerjaan Pesawat Tenaga dan Produkai

( u)

L ) NIP .••.•.......................••

NIP............................•.•..•

Keterangan:
Lembar surat keterangan
8. Lembar pertama, untuk pemilik
b. Lembar kedua, untuk unit ketja pengawasan ketenagakerjaan setempat
c. Lembar ketiga, untuk unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pusat

*) Coret yang tidal< perlu


**) Pilih salah satu: blast furnace, basic oxygen furnace, electric arc furnace,
refractory furnace, tanur pemanas (reheating furnace), kiln, oven dan furnace Jain
yang sejenis

1028
IlENTERI KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN


REPUBUK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 2017
TENTANG
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
ELEVATOR DAN ESKALATOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2)


huruf a dan humf f dan Pasat 3 ayat (1) huru! a dan
hurufn Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, perlu mengatur keselamatan dan
kesehatan keJja elevator dan eskalator;
b. bahwa dengan perkembangan teknologi dan
pemenuhan syarat keselamatan dan kesehatan kerja
elevator dan eskalator serta perkembangan
peraturan perundang.. undangan, perlu dilakukan
penyempurnaan atas Peraturan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Nomor PER.03/MEN/1999 tentang
Syarat-Syarat Keselamatan dan Kesehatan KeIja Lift
untuk Pengangkutan Orang dan Barang;

1029
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimans
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perIl.:
menetapkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaar
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja ElevatoJ
dan EskaIator;

Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentan,


Pemyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasar
Perburohan Tabun 1948 Nomor 23 dari RepublU
Indonesia untuk Selwuh Indonesia (Lembaran Negan
Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tabun 1970 tentanl
Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republil
Indonesia Tahun 1970 Nomor 1f Tambahan Lembarar
Negara Republik Indonesia Nomor 1918);
3. Undang-Undang Nomor 13 Tabun 2003 tentan,
KetenagakeJjaan (Lembaran Negara Republil
Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahar
Lembaran Negara Republik: Indonesia Nomor 4279);
4. Undang-Undang Nomor 21 Tabun 2003 tentarlf
Pengesahan ILO Convention No. 81 Concerning Labou
Inspection in Industry and Commerce (Konvensi ILC
Nomor 81 mengenai Pengawasan KetenagakeJjam
Dalam Industri dan Perdagangan) (Lembaran Negan
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 91, TambahaJ
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4309);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tabun 2012 tentanJ
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan daJ
Kesehatan Kerja (Lembaran Negara Republik Inoonesi:
Tahun 2012 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negar:
Republik Indonesia Nomor 5309);
6. Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010 ten tan.
Pengawasan KetenagakeJjaan;
7. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2015 tentan
Kementerian Ketenagakerjaan (Lembaran Negar:
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 15);

1030
8. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 8
Tahun 2015 tentang Tata Cara Mempersiapkan
Pembentukan Rancangan Undang-Undang,
Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan
Peraturan Presiden serta Pembentukan Rancangan
Peraturan Menteri di Kementerian Ketenagakerjaan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 411);
9. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 33
Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengawasan
Ketenagakerjaan (Berita Negara Republik Indonesia
Tabun 2016 Nomor 1753);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN TENTANG
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ELEVATOR DAN
ESKALATOR.

BASI
KETENTUAN UMUM

Pasall
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya
disingkat K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin
dan melindungi keselamatan dan kesehatan Tenaga
Kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan keIja dan
penyakit akibat kerja.
2. Elevator adalah pesawat lift yang mempunyai kereta
dan bobot imbang bergerak naik turon mengikuti reI-
reI pemandu yang dipasang secara permanen pada
bangunan, memiliki governor dan digunakan untuk
mengangkut orang dan/atau barang.
3. Tali baja (wire rope) atau sabuk penggantung (belt)
adalah sejumlah tali kawat baja yang dipilin yang
merupakan untaian seperti tali tambang atau sabuk
yang terdiri dari tali kawat baja yang dilapisi

1031
pol~ruretan at8u sejenisnya yang digunakan untuk
menarik kereta.
4. Teromol Pcnggerak (traction sheave) adalah baguln dan
mcsin Elevator berbentuk tabung (cylinder) atau roda
katrol yang mempunyai alur untuk penempatan tali
baja stau sabuk penggantung.
5. Ruang Luncur (hoistway) adalah ruang tempat kereta
dan hobot imbang bergerak yang dibatasi oleh Lekuk
Dasar. dinding tegak lurus dan langit-langit.
6. Lekuk Dasar (pit) Elevator adalah bagian Ruang
Luncur yang berada di bawah lantai landas
pemberhentian terba\vah sampai pads dasar Ruang
Luncur.
7. Kereta (elevator cabin/car) adalah bagian dari elevntor
yang merupakan ruang tertutup (enclo~"'UTe) yang
mempunyai lantai, dindin& pintu dan atap yang
digunakan untuk rnengangkut orang dan barang
kbusus barang.
8. Governor adalah alat pengindera kecepatan lebih yang
beketja atas dasar gaya sentrifugal berfungsi sebagai
t

pemutus arus listrik dan menyebabkan rem pengaman


kereta bekerja apabila kereta dalam keadaan turun
mengalami kecepatan yang lebih tinggi dari }"8ng
ditetapkan.
9. Rem Pengaman Kereta (safety device) adalah per'alatan
mekanik yang ditempatkan pads bagian hawah stau
bagian atas dari kereta, bekerja untuk mc~nA:hentJ,kan

elevator apabila terjadi kecepatan lebih dengan cara


menjepit pads reI pemandu.
10. Bobot Imbang (counteruJeightj adalah
guna mengilnbangi berat kereta dan
muatan, diikat pada ujung lain dari tali
penggantung.
11. Rei Pemandu (guide rail) adalah batang berbentuk T
khusus, yang dipasang permanen tegak lurus
sepanjang Ruang Luncur untuk Jnemandu

1032
kereta dan Sabot Imbang dan berguna untuk
beJ!<eriarlva reID.
Peredam (buffer) adaJah aJat untuk meredam
tumbukan kereta atau Sobot 1mbang guna menyerap
tennga tumbukan kereta atau Bobot Imbang, apabila
kereta atau Bobot Imbang melewati batas yang sudah
ditetapkan.
13. Eskalator adalah pesawat transportasi untuk
memindahkan orang dan/atall barang, filcngikut.i jalur
Iintasan reI yang digerakka.n oleh motor list.rik.
14. Lekuk Dasar (pit) Eskalator adalah ruang bagian
bawah dari eskalator.
15. Anak Tangga 4ltau Palet adalah bagian dan eskalator
yang bergerak membnwa orang dan/atau barang,
disllsun berderet dan berangkai satu sarna lainnya
dengan f<.lntai yang merupakan rangkaian tidak
t.erputus.
16. Landas adalah bagifln dad eskalator yang tidak
bergerak pada kedua ujung yang nlcrupakan tern pat
nlasuk dan keluar orang dan/atau barang dad Anak
Tangga stau Palet.
17. Dinding Pelindung (Balustrade) adalah pasangan pelal
danl atau knea disepanjang lintasan kiri dan kanan
yang nlcrupakan hams area pengangkutan.
18. Pelindung Bawah (skt"rt panel) adalah dinding petat
penutup badan bagian dalam eskalator yang berada
pada kedua sisi Anak Tangga atall PaJet.
19. Ban Pegangan adalah bagian yang bergerak yang
mengikuti gernk Anak Tangga atau Patet yang
berfungsi sebagai pegangan bagi orang.
Linhlsan Luncur (void) adalah konstruksi bangunan
permanen tempat dimanl:1 eskaJator dipasang.
1. Tempat Kcrja adalah tiap ruangan atau Iapangan,
tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dirnana
tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki tenaga
kelja untuk keperluan suatu usaha dan dimana
terdapat sumber bahaya, termasuk tempat kerja ialah

1033
semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya
yang merupakan bagian-bagian atau yang
berhubungan dengan teolpat kerja tersebut.
22. Pengawas Ketenagakerjaan SpesiaJis K3 Listrik,
Elevator, dan Eskalator yang selanjutnya discbut
Penga\vas Kctenagakerjaan Spesialis adalah pengawas
kctenagakerjaan yang mempunyai keahlian khusus di
bidang K3 listrik, Elevator, dan Eskalator yang
benvenang untuk melakukan kegiatan pembinaan.
perneriksaan dan pengujian listrik, Elevator dan
Eskalator serta penga\vasan, pembinaan, dan
pengembangan sistem pengawasan ketenagakerjaan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
23. Pengusaha adalah:
a. orang pcrscorangan, pcrsckutuan, atau badan
hukutn yang nlcnjalankan suatu Perusahaan
milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau hadan
hukum yang secara berdiri sendiri
Pcrusa.haan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, atau badan
hukum yang berada di Indonesia mewakiH
Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a dan b yang berkedudukan di luar \vilayah
Indonesia.
24. Ahli Keselamatan dan Keschatan Kerja bidang Elevator
dan Eskalator adalah yang selanjutnya disebut Ahli K3
bidang Elevator dan Eskalator adalah tenaga teknis
berkeahlian khusus dad lusr inslansi yang
membidangi kctenagakerjaan yang mempunyai
keahlian di K3 Elevator dan Eskalator
ditunjuk oJeh Mentet*i untuk menga\v8si ditaatinyu
peraturan perundang- undangan di Elevator
dan Eskalator.
25. Pcngurus adalah orang yang mempunyai tugas
memimpin langsung suatu tCInpat kerja atau
bagiannya yang berdiri scndiri.

1034
26. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Y:1ng
n1t:~mbidangi penlbinaan pengawasan ketenagakerjaan.
27. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan bidang ketenagakerjaan.

p.-casal 2
(1) Pengurus dan/ atau Pengusaha \vajib menerapkan
syarat K3 Elevator dan Eskalator.
(2) Syarat K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan/atau standar di bidang
Elevator dan Eskalator.
(3) Standar bidang Elevator dan Eskalat6r sebagahnana
dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. Standar Nasional Indonesia; dan/atau
b. Standar lnternasional.

Pasal 3
Pelaksanaan syarat K3 Elevator dan Eskalator sebagainlann
dimaksud dalanl Pasal 2 bertujuan:
meJindungi tenaga kerja dan orang lain yang berada di
Tempat Kerja dan potensi bahaya Eleva tor dan
Eskalator;
b. menjanlin dan memastikan Elevator dan EskaJator
yang aman, handa! dan memberikan jaminan
keseJamatan dan kesehatan bagi pengguna; dan
c.menciptakan Tempat Kerja yang aman dan sehat
untuk meningkatkan produktivitas.

1035
BASIl
RUANO LINGKUP

Pasal4
Pelaksanaan syarat K3 Elevator dan EskaJator sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 meliputi kegiatan perencanaan,
pernbuatan, pemasangan, perakitan, pemakaian,
pcrawatan, pemeliharaan, perbaikan, pemeriksaan, dan
pengujian.

PasalS
(1) Elevator sebagaimana dimaksud dalam Pasf.ll 4
meliputi:
Q. Elevator penumpang;
b. Elevator panorama;
c. Elevator rumah tinggaJ;
d. Elevator pelayanan (service);
e. Elevator pasien;
f. Elevator penanggulangan kcbakaran (fire
Elevator);
g. Elevator disabilitas;
h. Elevator miring (incline Elevator);
i. Elevator barang; dan
j. Elevator lainnya yang memenuhi Pasal 1 angka 2.
(2) Eskalator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
meliputi:
a. Eskalator yang memiliki sudut kemiringan 27,5
(dua pulu.h tujuh koma lima) sampai
dengan 35 (tiga puluh lima) dan tnemiliki
anak tangga;
b. Eskalator yang memihki sudut 0 (nol) dcrajat
sampai paling tinggi 12 (dua belas) dcrajat dan
Incmiliki patet (Travelatotl.

1036
BABlII
SYARAT KESELAMATAN DAN KgSEHATAN Kfi':RJA
ELEVATOR DAN ESKALATOR

Bagian Kesatu
Umum

Pasa) 6
(1) Syarat K3 perencanaan dan pembuatan Elevator ntau
EskaJator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
meHputi:
a. pembuatan gambar rencana konstruksi dan
instalasi listrik;
b. persyaratan dan spesifikasi tcknis bagian dan
perlengkaptln Elevator atau fc'::skalator;
c. perhitungan t.eknis;
d. peJnbuatan diagram panel pengenda1i; dan
pemilihan dan penentuan bahan pada bagian
utama EJeVtitor atau Eskalator harus memiliki
tanda hasH pengujian danl atau sertifikat bahan
yang diterbitkan oleh lembaga yang bcr\ven~tng.

(2) Syarat K3 pemasangan, perakitan, pera\\'atan,


perbaikan Elevator alau Eskalator sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 meliputi:
a. pernbuatan gambar rcncana yang tclah
dinyatakan memenuhi persyaratan K3;
b. pembuatan dokumen gambar terpasang (as built
drawing);
c. pcmbuatan rencana Ruang Luncur atau Lintasan
Luncur dan kamar nlesin;
t

d. pemasangan bagian dan perlengkapan


hun.ls sesuai dengan perencanaan dan rnerniliki
sertifikat dan/atau dinyatakan memenuhi
persyaratan K3 dan lembaga ber\\renang;
e. \vajib menggunakan bagian atau perlengkapan
Elevator a tau Eskalator yang mempunyai
spesifikasi yang sarna atau setara

1037
spesifikasi yang terpasang apabila pcrbaikan atau
pcra,vatan memerlukan penggantian bagian atau
pcrlengkapan Elevator atau Eskalator; dan
r. \\'ajib membuat dan melaksanakan prosedur kerja
aman.
(3) Syarat K3 pemakaian Elevator atau Eskalator
sebagaimana dimaksud dalum Pasal 4 meliputi:
a. pcnyediaan prosedur pcmakaian yang aman;
b. pcmakaian yang scs\lai dcngan jenis dan
kapasitas; da.n
c. pemeliharaan untuk memastikan bagian dan
perlengkapan Elevator atau £t;skalator tetap
bcrfungsi dengan anUln.

Bagian Kcdua
Elevator

Pasal7
(1) Pt~rsyaratan K3 El(~vator sebagaimana dimaksud dataln
Pasal 4 dilaksanakan pada bagian Elevator meliputi:
a. mcsin;
b. tali/sabuk penggantung;
teromol;
d. bangunan Ruang Luncur, ruang atas dan Lekuk
Dasar;
e. Kereta;
f. Governor dan Rem Pengarnan Kereta;
g. Bobot 1mbang, ReI Pemandu dan Peredam; dan
h. instalasi Hstrik.
(2) Bahan dan konstruksi bagian scbaga-irnana dinlaksud
pada ayat (1) harus cukup kuat, tidak dan anlan
scrta sesuai dengan jenis dan peruntukannya.

1038
(3) Bagian Elevator scbagainlana dimaksud pada ayat (1)
yang be rasa I dari luar wajib memiliki
kelerangan spesifikasi yang memenuhi persyaratan K3
yang dibuktikan dengan sertifikat yang diterbitkan
oleh atau instansi yang bcnvenang dari
negara pembuat.
(4) sebagaimana dimaksud pads ayat (3) hams
memenuhi ketentuan peraturan perundang.. undangan
dan/atau standar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal2.

Paragraf 1
Mesin

Pasa18
(1) Mesin harus dipasang pada dudukan yang kuat dan
permanen.
(2) Mesin harus dilengkapi dengan rem berupa alat
pengaman elektrik dan mekanik yang dilengkapi
dengan saklar (brake SUJitch) untuk menjamin dapat
belrot>er,aSl dengan aman.
(3) Apabi1~l Elevator akan bergerak t rem sebagairnana
dimaksud pada ayat (2) mernbuka dengan tcnag;'l
elektromagnet, pneumatik, atau hidrolik dan harus
dapat memberhentikan mesin secara otomat.is pada
saat arus listrik putus.

Pasa19
(1) Elevator yang memiliki knmar nlcsin hanls mernenuhi
persyaratan:
a. bangunan kamar mesin hanlS kuat, bebas air
dan dibuat dari bahan tahan upi paling singkat.
(satu) jam;
b. kamar olesin harus mempunyai ruang bebas
didepnn alat pengendali paling keeil 700 (t.ujuh
ratus) milimeter, diantara barang bergerak palin.g
sedikit 500 x 600 (lima ratus kali enam ratus)

1039
milimeter dengan ketinggian paling rendah 2100
(dua ribu seratus) milimetcr dan/atau
mempunyai ruang bebas diatas mestn paling keeil
500 (lima ratus) milimeter;
c. area kerja daJam kamar mesin harus mcmpunyai
penerangan paling rcndah 100 (seratus) lux dan
50 (lima puluh) lux diantara area kerja;
d. kamar mesin memiliki vcntilasi a~'lU bcrpendingin
ruangan yang cukup sesuai dengan ketcntuan
pcraturan perundang-undangan;
c. pintu kamar mesin hams:
1) membuka arah ke lusr yang dilcngkapi kunci
untukmembuka dad lusr dan mnps kunci
untuk membuka dari datum (panic door);
2) terbuat dari bahan tahEln
1 (satu) jam; dan
3) mempunyai ukuran lebar paling sedikit
(tujuh ratus lima puluh) milimeter dan tinggi
paling rendah 2000 (dua ribu) milimeter.
f. mesin. alat pengendaH kerja dan panel
bagi listrik harus dipasang dalam kamar mesin;
g. seluruh benda berputar dan peralatan listrik yang
di kamar mesin wajib terlindung dan
diberikan tanda bahaya;
h. lubang tali bajajsabuk penggantung dilantai
kamar mesin diberikan pelindung setinggi 50
(lima puluh) milimeter;
i. tangga nlcnuju kamar mesin ha.rus dipasang
perrnanen, dilengkapi dengan pegar pengaman
dan tahan api;
j. jika ada p<~rbedatln ketinggian lantai dikanlar
mesin lebih dari 500 (lima ratus) milimeter rnaka
harus disediakan tangga dan pagar pengaman;
dan
k. setiap kamar mesin harus dHengkapi dengan alat
pemadam api ringan jenis kering dengan
kapasitas paling sedikit 5 (lima) kilogram.

1040
(2) Elevator yang tidak memiJiki kamar mesin harus
memenuhi persyaratan:
3. panel hubung bagi listrik dan alat pcngendati
harus dipasang diluar Ruang Luncur Elevator;
b. panel hubung bagi listrik harus dipasang pada
lantai yang sarna dengan alat pengendali kerja
tidak lebih dan 5000 (lima ribut millimeter;
c. area kerja dalam kanlar mesin hams mempunyai
penerangan paling rendah 100 (seratus) lux da n
50 (litna puluh) lux diantara area kerja;
d. mempunyai peralalan pembuka rem mesin secant
elektrik stau tnekanis untuk evakuasi yang
ditempatkan di datum lcrnari pengendali al,Hl
lemari tersendiri dekat lemari pengendali;
untuk peralatan penlbuka rem secara elektrik,
proses buka dan tutup rem secant bergantian
sampai berhcnti pada lantai pendaratan ha[~us

bekerja sceara otomatis mcskipun tOlllbol


pelnbuka reIn ditekan terus nlcnerus;
f. untuk peralatan penlbuka reIn secara mekanis,
hunts tersedia indikasi penunjuk kerataan Kereta
dengan tantai pendaratan datam bcntuk lampu
irldikator at.au indikator lain yang niudah dilihat;
g. pcnyediaan peralatan tambahan un tuk evakuasi
pada saat Kereta dan Bobot Imbang pada posisi
scimbang; dan
h. penyediaan alat pelnadarn api ringan jenis kering
dengan kapasitas paling sedikit 5 (liJna) kilogram
ditempatkan dekat pintu Elevator paling atas.
(3) Elevator harus dilengkapi dengan sakelar darurat
bct"\\'arna merah (ernergen.cy stop switch) dan di pasang
deka t dengan panel pengcndali.

1041
Paragraf2
Tali/Sabuk Pengganlung

Pasall0
(1) Tali I sabuk penggantung Kereta hams kuat, lu\Vcs.
tidak bolch terdapat sambungan dan menlpuny,li
spesifikasi seragam.
(2) Tali/ sabuk penggantung Kercta tidak bolch
menggunakan rantai.
(3) Talijsabuk penggantung Kereta harus mempunyHi
angka fsktor kcamanan untuk kecepat4ln sebngai
berikut:
a. 20 (dua puluh) meter per mcnit sampai dengan 59
(liJna pu)uh senlbilan) meter per rnenit. paling
sedikit 8 (deJapan) kaH kapasitas angkut
ditentukan;
b. 59 (lima puluh senlbilan) meter per nlcnit snnlpai
dengan 104 (seratus empat) nleter per menit,
paling sedikit 9,5 (sembilan kon13 lima) kah
kapasitas angkut yang ditentukan;
c. 105 (seratus lima) meter per menit sampai d(~ngan

209 (dua ralus sembilan) meter per menit. paling


sedikit 10,5 (sepuluh koma lima) kali kapasita.s
angkut yang ditentukan;
d. 210 (dua ratus sepuluh) meter per menit sampai
dengan 299 (dua ratus sembilan puluh s(~mbilan)

meter per menit, paling sedikit 1 1,5 (sel){~]as koma

HIna) kali kapasitas angkut yang ditentukan; dan


<.~, 300 ratus) nleter per menit. atau lcbih paling
1

sedikit 12 (dua belas) kali kapasitas angkut


ditentukan.
(4) Jika tuenggunakan penggnntung Ken.o:ta jenis tali, tali
olempunyai diameter paling keeil 6 (cnarn) rnilirneter
dan paling sedikit 3 (tiga) jaJur, khusus untuk Elevator
yang tidak mempunyai Sobot Imbang (tarikan gulung)
paling sedikit 2 (dua) jalur.

1042
(5) \Jika menggunakan penggantung Kereta jenis sabuk,
sabuk yang digunakan benlkuran paling keeH 3 x 30
(tiga kali tiga puluh) milimeter, paling sedikit 2 (dua)

Pasal 11
Elevator yang tidak mempunyai Bobot Imbang (tarikan
harus dilengkapi dengan peralatan pengaman yang
dapat rnemberhentikan rnolor penggerak secara otomHtis~

apabiJa alat penggantung Kereta penarik mcnjadi kendur.

Paragraf 3
Teronlo)

Pasall2
(1) Setiap Teromol Penggerak harrIs ctibed aLur
penempatan tali/sabuk penggant.ung Kereta untuk
mencegah terjepit atau tergelincir dari gulungan
Teromol Penggerak.
(2) Perbandingan antara gads tengah Teromol Penggerak
dengan tali I sabuk penggantung Kercta ditetapkan
sebagai bcrikut:
a. Elevator penurn pang atau bart'lng 40: 1 (cmpal
puluh banding satu)
b. Governor 25: 1 (dUB puluh lima banding satul

Parclgraf 4
Bangunan Ruang Luncur, Ruang Alas, dan Lekuk Dasar

Pasnl 13
(1) Bnngunan Ruang LunCUf, luang atas, dan u~kuk

Dasal' harus lnenlpunyai konstruksi yang kuat, kokoh,


tahan api dan tertutup rdpat n1ulai dan lantai ba\vah
Lekuk Dasar sampai bagian langit-langit Ruang
Luncur, kecuali Elevator Panorama dan Elevator
Miring.

1043
(2) Dinding Ruang Luncur, ruang atas dan Lekuk Dasa,r
Elevator Panorama, lantai terbawah dan lantai yang
dapat dilalui orang dengen ketinggian paling rendah
2000 (dua ribu) milimeter.
(3) Landasan jalur Kereta Elevator Miring (incline Elevator)
harus mempunyai pondasi yang kuat, tahan terhadap
cuaca.

Pasal 14
(1) Ruang Luncur, ruang atas, dan Lekuk Dasar harus
selalu bersih, bebas dan inatalasi atau peralatan yang
bukan bagian dan instalasi Elevator.
(2) Ruang Luncur barns tersedia penerangan yang cukup,
paling sedikit 2 (dua) titik di langit-langit (overhead)
dan bagian bawah Lekuk Dasar paling rendah 100
(seratus) lux.
(3) Ruang Luncur, ruang atas dan Lekuk Dasar UDtuk
Elevator Ekspres (non stop) harus dilengkapi dengan
pintu darurat paling sedikit 1 (satu) buah pada setiap
jarak paling jauh 11000 (sebelas ribu) milimeter,
dengan tinggi ambang pintu paling jauh 300 (tiga
ratus) milimeter dari levellantai.
(4) Pintu darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
harus terbuat dari bahan tahan api paling sedikit 1
(satu) jam, berengsel, berukuran lebar 700 (tujuh
ratus) milimeter dan tinggi 1400 (seribu empat ratus)
milimeter atau lebih serta hanya dapat dibuka dari
dalam Ruang Luncur, ruans 8taa, dan Lekuk Dasar
atau dari Kereta arab keluar..
(5) Pintu darurat sebagaimana dimaksud pada ayat f3)
harus dilengkapi dengan sakelar pengaman yang
menjamin Kereta tidak bergerak dan melanjutkan
gerakannya kecuali apabila pintu darurat Ruang
Luncur tertutup rspat dan terkunci dan hanya dapat
dibuka dari dalam Ruang Luncur tanpa anal< kunci
atau dari luar Ruang Luneur dengan kunci.

1044
(6) Pintu darurat sebagaimana dimaksud peda ayat (3)
tidak diperlukan apabila salah satu panel
Kereta samping dapat dibuka untuk kepcrluan
cvakuasi, untuk Ruang Luncur yang lebih dari 2 (dua)
unit Elevator.
(7) Apabila di dalarn Ruang Luncur t.erdapat jarak antara
Kereta dan piotu darurat melebihi 350 ratus lima
puluh) tnilin1cter, harus dilengkapi jembatan bantu
dengan lebar paling keeil 500 (lima ratus) militneter
dan bcrpagar untuk tujuan evakuasi.

Pasal 15
( 1) Ruang atas harus mempunyai ruang bebas paling kecil
500 (lima ratus) milimeter antara Kereta dan langit-
langit Ruang Luncur pada saat SObOL

menekan penuh buffer.


(2) Lekuk Dasar harus mempunyai ruang bebas paling
keeil 500 (lima ratus) miiimeter, kecuali Elevator
rumah tinggal paling kecil300 (tiga ratus) militneter.
(3) Lekuk Dasar harus dilengkapi deng,tn tangga sampai
ke dasar pit dimulai dati 1000 (seribu) milirnetcr diHtas
lantai paling bawah ntau pintu darurat.
(4) Lekuk Dasar yang berada pada salah satu lantai
ba:ng'unan yang tidak langsung berhubungan dengan
tanah, harus memenuhi syarat:
8. kekuatan struktur lantai tersebut paling scdikit
5000 Njm 2 (lima ribu ne\vton per mett~r persegi);
b. Sobot Imbang haros dilengkapi dcngan rem
pengaman (safety gear;' dan
c. di ba\\fah Lekuk Daser tidak boleh digunakan
untuk Tetnpat. Kerja dan!atau penyirnpanan
barang yang rnudah tn{~ledak atau terbakar,
kecuali 2 (dua) lantai di ba\vah Lekuk Dasar atau
lebih.
(5) Akses menuju ke Lekuk Dasar harus dis(~diakan
(dua) saklar pengaman (pit switch) yang dipHsang di
dalan1 Ruang Luncur dengan ketinggian 1500

1045
lima ralus) milimeter dari ambang pintu Elevator
paling bawah dan mudah dijangkau dan 500 (HIll,'
ratus) rnHimeter dad lantai pit.
{6} Lekuk Dasar antara 2 (dua) Elevator yang
bersebelahan harus diberi pengaman berupa sekat (pit
screen) mulai dari ketinggian 300 ratus) nliliJneter
dari dasar pit, sampat dengan 3000 (tiga ribu)
miHmet.er ke stas.

Pasal16
(1) Oaun pintu Ruang Luncur harus dibuat dari bahan
tahan api paling singkat 1 (satu) jarn dan dap<lt
nlcnutup rapat.
(2) Pinlu penut.up Ruang Luncur harus dilengkapi dengan
kunci kait (interlock) dan saklar pengaman
rnenjamin:
a. Kereta tidak bergerak dan melanjutkan
gerakannya kecuali apabila pintu pcnutup Ruang
I~uncur tertutup rapat dan terkunci;
b. dalam kondisi normal (auto), pintu hanya dapat
tcrbuka jika Kereta dalum keadaan berhenti
pcnuh dalam zona lantai pemberhentian.
(3) Pintu dapat terbuka jika Kereta sarna rata
lantai peolberhentian, pada kondjsi norma) dengan
toleransi hecla kerataan lantai Kereta dengan lantai
pcmberhentian tidak bolch lebih dari 10 (sepuluh)
milimeter.

Pasal 17
(1) Pada Ruang Luncur yang bcrisi lcbih dari 1 (satu)
Kereta. dan mempunyai jarak antar Keret.., paling
500 (lirna ratus) milimctcr harus dilcngkapi pcngarnan
berupa sekat (hoistway screen) yang dipasang sccarH
penuh sepanjang Ruang Luncur.
(2) Untuk Elevator Miring (incline Elevator) hams
dilengkapi tangga sepanjang reI.

1046
Paragraf 5
Kereta

Pasal 18
(I) Rangka Kereta hams terbuat dan baja dan kuat dapat
menahan beban akibat pengoperasian Elevator,
bekerjanya pesawat pengaman serta tumbukan antara
Kereta dengan Peredam.
(2) Badan Kereta hams t.ertutup rapat dan mernpunyai
pintu.
(3) Tinggi dinding Kereta harus paling rendah 2000 (dua
ribu) millimeter.
(4) LUBS lantai Kereta hams memenuhi persyaratan:
a. kecuali Elevator pasien dan Elevator barang, luns
lantai Kereta harus sesuai dengan jUtnlah
penumpang atau beban dan
tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peratura.n Menteri
ini;
b. luas Kereta Elevator sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, dapat diperluas paling besar 6
(enam persen) untuk Elevator pasien dan paling
besar 14 % (enlpat beins persen) untuk Elevator
Barang.

Pasal19
(1) Kereta Elevator harus dilengkapi dengan pintu yang
kokoh. alnan, bekerja otomatis, kecuali Elevat.or
rumah tinggal dan Elevator barang.
(2) Pintu Kereta sebagaimana dimaksud pada ayat (I)
harus rnernenuhi persyaratan:
a. ukuran paling kecil 700 (tujuh ratus) rnilirueter x
2000 (dua ribu) milimeter;
b. dilengkapi kunci kait dan saklar pengaman; dan
c. ct~lah antara ambang pintu Kereta dan ambang
pintu Ruang Luncur berukuran 28 (dua puluh

1047
delapan) sarnpai dengan 32 (tiga puluh dua)
milimeter.
F~) Sisi Kereta bngian luar dengan balok pernisah
(separator beam) Ruang l..,uncur mcmpunyai c.clah
puling sedikit 250 (dua rdtus lima puluh) milimeter
atau lebih.

Pasa120
(1) Elevator dilengkapi dengan peralatan tanda bahaya
alarrn bel dengan sumber tenaga cadangan dan
intercom yang dipasang pada lantai tertentu dan dapat
diopcrasikan dari dalam Kereta.
(2) Sclain peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Kereta Elevator harus dilengkapi dengan:
fl. ventHasi paling keeil 10/0 (satu persen) dari luas
Kereta dan penerangan paling rendah 50 (lilna
puluhJ luX;
b. pt~ncrangan darurat paling sedikit 5 (Jirnn) lux
selama 30 (tiga puluh) menit;
c. panel opera.si; dan
d. pet.unjuk posial Kereta pada lantai tertentu.
(3) Panel operaai sebagaimana dimaksud p4~da ayat (2)
huruf C, meliputi:
a. nama pembuat atau merk dagang keeuaH jika
diatur sendiri;
b. kapasitas beban puncak daJam satuan kilogram
atau orang;
c. rambu dilarang merokok dan petunjuk lainnya
bagi pemakai;
d. indikasi beban lebih dengan tulisan dan
visual;
c. tombol pintu bu~'1 dan pintu tutup;
f. tombol pcrmintaan lantai pemberhcntian;
g. tombol bel alann dan tenda bahaya; dan
h. intercom komunikasi dua arah.

1048
Pasal21
(l) Atap Kereta harus kuat menahan berat peralatan dan
beban sedikit 200 (dua ratus) kilogram.
(2) Atap Kereta harus dilengkapi pintu danlrat dcngan
pcrsyaratan:
berengseJ. dilengkapi dengan saklar pcngatnan
dan dapat dibuka dan luar Kcreta dengan
menarik pegangan tangan tanpn tt~rkunci;

b. tidak mengganggu bagian instalasi eli alas Htap


Kereta sc\vaktu dibuka; dan
c. mempunyai ukuran lebar paling kecil lebar 350 x
450 (tiga ratus lima puJuh kali empat ratus lima
pUlllh) milimetcr.
(3) Pintu darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
apabila dipasang pada dinding sarnping Keretn harus
memcnuhi persyaratan:
3. berengsel;
b. dengan llkuran lebar paling keeil 350 (tiga ratus
lima pllluh) millimeter dan tinggi paling rendah
1800 (seribu delapan ratus) nlilimeter;
dapat dibuka dari luar Kereta tanpa kunci at.au
dari dalam Kereta dengan kunci khusus;
d. dilengkapi saklar pengaman dan dihubungkan
dengan rangkaian pengendaJi yang berfungsi
untuk menghentikan Elevator apabila. pintu
darurat dalam keadaan terbuka; dan
e. dipasang pegangan tangan permanen dan dical
\Varna kuning.
(4) Atap Kereta harus dilengkapi pagar pt"nganHu1
permanen berkekuatan 90 (sembilan puluh) kllogranl
dan die'lt \varna kuning.
(5) Ukuran pagar pengaman sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dengan ketentuan:
8. untuk celah antara Kereta dengan dinding antara
300 (tiga ratus) milimetcr sampai dengan 850
(delapan ratus lima puluh) millimeter. tinggi pagar

1049
pengaman paling sedikit 700 (tujuh ralUS)

milimeter; dan
b. untuk celah antara Kereta dengan dinding lebih
dari 850 (delapan ratus lima puluh) milimeter,
tinggi pagar pengaman paling sedikit 1100 (seribu
seratus) milimeter.
(6) Di at.as atap Kereta dipasang:
a. lampu paling rendah 100 (seratus) lux dengan
kabcl lcntur paling pendek 2000 (dua ribu)
millimeter; dan
b. tombol pengoperasian manual di alas alap ({creta
dipasang permanen dan Inemiliki tombol utaIna
(common), naik, turun dan berhenti.

Pasal22
Interior di datam Kereta harus memenuhi persy,lr,ltan:
u. t{~rbuat dari bahan yang tidak mudah pecah dan tidak
membahayakan;
b. tidak menganggu penggunaan pintu darurat atap
dan perlengkapan di dalam Kereta; dan
c. harus rnemperhitungkan faktor keaulanan dan
kapasitas motor.

Paragraf 6
Governor dan Rem Pengaman Kereta

PasaJ 23
(1 ) Elevator harus dilengkapi dengan sebuah GOVt~rnor

yang mempunyai penjepit tali/sabuk Governor untuk


Inemicu bekerjanya Rem Pengaman Kereta jika
kecepatan lcbih.
(2) Governor yang dimaksud pada (1)
dilengkapi sakelar yang dapat nlcmutuskan aliran
listrik ke mesin sesaat sebelum Rem Pengalnan ({ereta
bekerja.
F,) I~em Pengaman Kcreta sebagailnana dilnaksud pada
ayat (1) harus bekerja pada saat Governor mencapai

1050
persentase kcccpatan Elevator 115% (seratus lin1H
helas persen) sampai dengan 140f)1& (seratus empat
puluh persen) dari kecepatan nominal.
(4) Pada saat Rem Pengaman Kereta beket:ja, Kcreta harus
berhenti secara bertahap.

Pasal 24
(1) Rem pengaman wajib dipasang Pflda Kereta [~Jevator.

(2) Rem pengalnan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


harus yang dapat memberhentikan Kcreta dengan
beban pe.nuh apabila terjadi kecepatan lebih stau
goncangan atau tali! sabuk penggantung Kereta putus.
(3) Rem Pengaman Kereta terdiri atas:
a. rern pengaman kerja berangsur (progressitJe); dan
b. rt~m pengaman kerja mendadak (instantaneous).
(4) Rem Pengaman Ker(~ta sebagainlana dimaksud pada
ayat (3) tidak boleh menggunakan sistern elektris.
hidroJis stau pneumatis.
(5) Rem Pengaman Kereta kerja berangsur (progressive)
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a hanya
bo1ch dipcrgu11akan untuk Elevator dengan kecepatan
60 (enam puluh) meter per menit stau lebih.
(6) Rem pengaman Kereta kerja nlcndadak (instantaneous)
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b hanyH
botch dipergunakan untuk Elevator dengan kecepatan
kurang dan 60 (enam puluh) meter per menit.

PasaJ 25
(1) Rem pcngam~ln tidak balch bekerja untuk pergcrakan
Kercta ke atas. kecuali jika dipasang rem pcng;::lman
khusus.
(2) I~em penganlan lebih dad 1 (satu) pas<'lug dengan 1
(satu) (jovernor maka harus dipergunakan jenis sarna
darl bekerja secara serempak.
(3) Elevator dengan kecepatan 60 (enanl puluh) meter per
menit stau lebih harus mempunyai alat pemutus

1051
kontak elektds untuk mcnghentikan motor ."'-'J"~"'''''''''''''''

sesaat sebelum rem peng,lman bekelja.

PaSEd 26
Elevator harus dilengkapi dengan:
(1) Sakclar peng;;lman lintas bstas (travel li,nit swiech)
untuk memberhcntikan mcsin seenra otomatis
sebelunl Kereta atau Bobot Imbang mencapai bfltas
perjalanan tcrakhir ke atas dan ke bawah.
(2) Alat pernbatas beban lebih (overload limit slvitcll)
untuk membcri tanda peringatan dan Elevator tidak
dapat berjalan bila beban melebihi kapasitas yang
ditentukan.

Paragraf 7
13obo( 1mbang, Rei Pemandu, dan Pereda.rn

Pasal27
(1) Sabot Imbang dibual dari bagian balok atau
lempengan logam atau dari betan bertulang.
(2) Area di lintasan Bobot 1mbang pada Lekuk Das~tr

harus diberi sekat pengaman (Cou.ntenveighr. Screen)


dengan ketinggian mulai dari 300 (tiga ratus)
millimeter dan lantai Lekuk Dasar setinggi 2500 (dUll
ribu lima ratus) mUimeter.
(3) Sekat pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus dipasang mengeJilingi Bobot Imbang apabila ada
celah lebih dari 300 (tiga ratus) milimeter.

Pasal28
(Il Rt~l Pcmandu Kercta dan Bobot Imbang harus kuar
unluk tnemandu jalannya kereta dan Bobot Imbang
dapat mcnahan getaran.
(2) ReI Pernandu Kereta dan 80bot Imbang hams kuat
untuk rnenahan beban tekanan Kereta dalam beban
penuh dan Bobot Imbang pada saat Rem Pengaman
Kereta bekerja.

1052
Pasa129
(1) Bobot Imbang dan Kereta dilcngkapi dengan Peredaln
dan ditempatkan pada Lekuk Dasar.
(2) Peredam sebagaimana dinlaksud pada ayat (1) hnrus
dapat meredam Kereta dan Bobot Imbang secara

(3) Peredam stau penyangga sebagaimana dimaksud pads


t1.yat (1 j terdiri dari jenis masif kenyal, pegas dan
hidrolik.
(4) Jenis Pered,un atau penyangga sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) penggunaannya disesuaikan kecepatan
Kereta dan Bobot Imbang.
(5) Pcredam untuk Elevator dengan kecepatan paling
sedikit 90 (sembilan puluh) meter per nlcnit harus
dilengkapi dengan saklar pengaman.

Paragraf8
Instalasi Listrik

Pasa130
(1) Rangka.ian. pengamanan dan pelayanan listrik harus
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang~

undangan.
(2) Sumber daya listrik yang digunakan untuk elevator
harus berasal daTi panel tersendiri.
(3) Sumber daya listrik untuk perlengkapan lain yang
bukan bagian dari Elevator tidak bolch bcrasal duri
panellistrik Elevator.
(4) Catu pengganti listrik otomatis atau Auto,nCltic
Rescue Dellice atau Uninteropted Potoer Supply \vajib
dipasang sehingga dapat mengoperasikan ElevaJ.or
untuk pendaratan darurat pada soat pnsokan listrik
ulatna tidak berfungsi.
(5) Tahanan pembumian elevator paling besar 5 (Utna)
Ohm pada sub panel daya Elevat.or dengan ukuran
kabel paling keeil 10 (sepuluh) millimeter persegi.

1053
Pasal31
(l) Rangunan yangmemiliki instalasi proteksi al('*r01
kcbakaran otomatik maka instalasi alarm harus
dihubungkan dengan inste.'tlasi listrik ~:levator.

(2) Pada kondisi terjadi kebakaran, Kereta glcvator harus


dapat beroperasi s<.-cara otomalis menuju kc lantai
evakuasi dan tidak melayani panggilan.

Paragraf9
Elevator Pcnanggulangan Kebakaran

Pasal32
Dfllanl hal Elevator digunakan juga Elevator
pcnanggu langan kebakaran, Elevator tersebut selain
nlclnenuhi persyaratan scbagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 saulpai dengan Pasal 31 juga harus memcnuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. mcmHiki cadangan daya listrik yang selalu dapat.
diopcrasikan sew8.ktu-\vaktu dan harus nlclniliki
panel listrik yang terpisah;
b. hanya dapat diopcrasikan pctugas pernad,inl
kebakaran dengan pengoperasian khusus
nlHnual dalam Kereta dan dapa!. berhenti disctiap
IHnmi;
c. dilantai evakuasi harus dilengkapi dengan sakJar
kebakaran yang dioperasikan secara manual;
d. dipasang label bertulisan «Elevator Penanggulangan
Kebakaran" pada lobi utama yang rncnjadi lantai
evakuasi;
instalasi listrik harus mempunyai ketahanan
paling singkat 2 (dua) jam;
f. dinding Ruang Luncur harus tertutup rapat dan tahan
api selama 1 (satu) jam;
Kcrcta berukuran paling kecil 1100 (seribu 5enltus)
lnilirneter x 1400 (seribu empat ratus) milimet.er dan
kapasitas angkut paling sedikit 630 (t~nam ratus tiga
puluh) kilogram;

1054
h. pintu Kercta berukuran paling kecil 800 (delapan
ratus) milimeter x 2100 (dua ribu seratus) milimeter;
i. waktu tempuh dari lantai teratas sampai lantai
evakuasi paling lama 60 (enam puluh) detik; dan
j. lantai evakuasi, akses menuju Ek~vtHOr

penanggulangan kebakaran tidak bolch tcrhalang.

Paragraf 10
Elevator Disabilitas

Pasa133
Dalanl hal Elevator digunakan oleh orang penyandang
disabilitas, Elevator tersebut selain memenuhi persyaratan
dimaksud dimaksud dalam Pasai 6 sampai
dengan Passl 3.t, juga harus tnenlenuhi persyaratan
sebagai berikut:
panel operasi khusus untuk penyarldang disabilitas
dengan mengunakan huru! braille dipasang didaIanl
Kereta dan di pintu lantai;
b. panel operasi 900 (scmhilan ratus) rnilimeter
sampai dengan 1100 (scribu seratus) milimeter;
c. pada saat panel disabititas diaktifkao, \.\'aktu bukaan
pintu paling cepat 2 (dua) menit;
d. ukuran lebar bukaan pintu Kereta paling kecil 1000
(seribu) milimeter atau mempunyai 2 (dua) sisi pintu
Kereta jika lebar bukaan paling kecil 800 (dclapnn
ratus) milimeter;
{~. inforn18si operasi melalui suara; dan
f. dipasang label bertulisan "Elevator Disabilitas".

Pasa134
(1) Elevator yang melayani lebih dari 10 (sepuluh) lfultai
atau 40 (empat puluh) meter harus dilengkapi dengan
sensor gcmpa yang dipasang pada strukur bangunan.
(2) Input signal sensor gempa harus dapHt
memberhentikan Elevator kc posisi lantai terdekat,

1055
pintu Kereta dan pintu luar terbuka, dan Elevator
tidak dapat dioperasikan.
(3) Apabila sensor gempa berfungsi akibat gClnpa,
Elevator hanya dapat dioperasikan setclah diperiksa
dan dinyatakan aman olch personil K3.

Bagian Ketiga
Eskalator

Paragraf 1
Umum

PasaJ35
(1) Persyarutan K3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal
dilaksanakan pada bagian Eskalator meliputi:
u. rllang rncsin, dan Lekuk DaStlr (pit);
b. peraistan penggerak;
c. anak tangga & palet;
d. bidang landas;
c. pagar pelindung;
f. Ban Peg;lngan;
g. Lintasan Luncur (void);
h. peralatan pengarnan; dan
L instalasi listrik.
(2) Bahan dan konstruksi bagian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus cukup kuat, tidak cacat, ,lman
dan sesuui dengan jenis dan peruntukannya.
(3) Hagian Eskalator sebagaimana dimaksud pads ayat (1)
yang bc~rdsal dad luar negeri wajib memiliki
keterangan spesifikasi yang memenuhi persyaratan K3
yang dibuktikan melalui sertifikat yang dikeluarkan
oleh lem baga atau instansi yang he~'en(1ng dari
ncgara pcmbuat.
(4) sebagahnana dimaksud ayat (3) harus
memenuhi ketentuan per'c:llUran perundang-undangan
danj atau standar sebagaimana dimaksud dalaJn
Pasa12.

1056
Paragraf2
Kerangka, Ruang l\.1esin~ dan Lckuk Oasar (Pit)

Pasa136
(1) struktur Eskalator terbuat dari baja profil yang
kokoh dan kaku, dan ditopang pada kedua ujung oleh
balok betan bangunan.
(2) Selunlh badan kenlngka Eskalator harus ditutup
dengan bahan yang tidak mudah pecah dan tHhan
terhadap tekanan paling sedikit 30 (tiga puluh)
kilogram pads bidang luas 10 cm2 (sepuluh centinleter
persegi).
(3) Kerangka Eskalator harus ditopang paling sedikit pada
dua balok pendukung ujung stas dan ujung bawah
dari konstruksi bangunan.
(4) Salak pendukung seb~lgailnana dirnaksud pada (:\yat

(3) harus dilapisi karet Peredam yang dapat


menghilangkan getaran ys.ng clapst merambat pada
struktur bangunan
(5) Eskalator dengan tinggi kerja vcrtikal lebih d~\ri

(enam) nleter, perlu tambahan pendukung pads bagian


tengah kenlngka, kecuali dirancang khusus dengan
perhHungan lendutan (defleksl) paling tinggi 0) l(~) (nol
koma satu persen).
(6) Dalam hal kerangka terdiri dari 2 (dua) bagian atau
lebih harus disambung dengan bebcrapa baul
penyambung stau pasak tipe 10,9 (sepuluh konls
sembilan) yang mempunyai kekuata.n torsi nntura 27
(dun puluh tujuh) sampai dengan 88 (delapan pu)uh
delapan) kilogrammeter.
(7) Frtktor keamanan konstruksi bagian Eskalatol" paling
sedikit 2.5 (dua kama lima) kali beban puncak.

Pasa137
(1) Ruang mcsin dan Lekuk Dasar hams mernpunyai
UkUrtlO paling keeil 0,3 m2 (nol koma tiga meter

1057
dan salah satu sisinya hams lcbih dad
(lima r.atus) millirneter.
(2) Dalam hal sisi ruang mcsin dan Lekuk Dasar
dan 500 (lima ralus) millimeter, harus dilengkapi alat
sensor pengaman batas (safety light barrier).
(3) Ruang mcsin dan Lekuk Dasar harus mcmpunyai
penerang~ln paling rendah 100 (seratus) lux
dilengkapi dengan jalan masuk yang aman.

Paragraf 3
Pcralatan penggerak

Pasa138
Peralatan pcnggerak terdiri dari mesin, roda bergigi, rantai
atau sabuk transmisi dan rantai penarik anak tangga.

Pasal39
(1) Satu mcsin dilarang untuk menggerakkan 2 (dua)
lcbih Eskalator.
(2) Setiap EskaJator harus dilengkapi dengan sislenl
clektro mekanis yang bekerja secara otomatis
dapat nlcnghentikan EskaJator apabila sumber
Hstrik put.us.
(3) Eskalator dengan sudut kurang dan 30
(tiga puluh) derajat kccepatannya paling tinggi 0.75
(nol koma tujuh puluh lima) meter per detik, dan
untuk Eskalator dengan sudut kerniringan 30
puluh) sampai dengan 35 (tiga puluh lima) derajat
kecepatannya paling tinggi 0,5 (no] koma liola) meter
per detik.
(4) Keccpatan Eskalator yang mcmiliki paler (traueiatoft
paling linggi 0,75 (nol koma tujuh Jilna) meter
detik.
(5) Kecepatan Eskalator sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dapat ditingkatkan sampai paling tinggi 0,90 fool
koma sembilan puluh) meter per detik harus
memenuhi persya.ratan:

1058
a. lebar palet tidak melebihi 1100 (seribu seratus)
milimeter; dan
b. palet bergerak horisontal paling sedikit sC~lnjang

1600 (seribu enam ratus) milimeter sebclurn


masuk pada pelat sisir.
(6) pergerakan Eskalator dapat menggunakan
penambahan alat pengatur kecepatan (variable speed
device).
(7) \.Jarak pemberhentian Eskalator pada saat daya listrik
putus a tau peralatan pengatnan listrik puttts
ditetapkan:
a. keccpatan 0,50 (n01 kama lima) meter per
paling rendah 200 (dua ratus) milinlctcr dan
paling tinggi 1000 (seribu) milimeter;
b. kecepatan 0,65 (nol kama enam puluh liola) tneter
per detik paling rendah 300 (tiga ratus) oliliIneter
dan paling tinggi 1300 (seribu tiga ratus)
n1 iii tneter;
c. kecepatan 0,75 (nol kuma tujuh puluh lima) meter
per detik paling rendah 350 (tiga ratus Urns
puluh) milimetcr dan paling tinggi 1500 (scribu
lima ratug) milimeter; dan
d. kecepatan 0,90 (nol kotna sembilan puluh) rnetcr
per detik paling rendah 550 (lima ratus lirna
puluh) milimeter dan paling tinggi 1700 (seribu
lujuh ratus) milimeter.

Pasa140
(1) Rantai atau sabuk transmisi danrantai penarik dad
jenis ro] stau engsel (roller chain) dengan kepingan
mala rantai harus terbuat dari plat baja yang dikeling.
(2) Kekuatan batas patah rantai transmisi da.tl rantai
penarik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paJin~~

keeil 140 (seratus ernpat puluh) kilograrn tiap It~nlbar

rantai.

1059
Paragraf 4
Anak Tangga atau Palet

Pasal41
(.1) Anak Tangga atau Patel dapal lerbuat dan plat baja,
baja tuang yang dianeling atau aluminium.
(2) Annk Tangga mempunyai ukuran lebar (depth) paling
s(~dikit 400 (cmpat ralUS) milinlcter, (width)
paling sedikit 560 (limaratus enam puluh) milimett:r.
dan tin&~ paling tinggi 240 (dua ratus enlpat puluh)
nlilimeter.
(3) Palct Inempunyai ukuran lebar (depth) paling sedikit
150 (seratus lima puluh) milimeter, panjang (lvidth)
paling sedikit 560 (Jin13 ralUS enam pu)uh) nliJimet.cr,
dan leba! paling sedikit 20 (dun puluh) miJiln(,~ter.

(4) Permuknfln Anak Tanggn atau Palet terbunt dad


bahan yang padat, rat.a, tidak Hein, dan menlpunyai
kisi-kisi dengan teba! paling kecil 3 (tiga) milimeter.
(5) Setiap satuan Anak Tangga atau ?alet sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dapat me nahan beban
paling sedikit 0,057 kgjcm l (nol koma nol lima puluh
tujuh kilogram per centimeter persegi).
(6) Kcrataan Anak Tangga sebelum masuk atau sctelah
keluar dari plat sisir paling kecil 600 (ennm ratus)
rnilimeter.
(7) Eskalator harus dilengkapi sikat pengaman (skirt
brnsJl) sepanjang Pelindung Bawah.
(8) Setiap Anak Tangga atau Palct harus mempunyai 4
(enlpat) buah roda a1.41,U 2 (dus) pas8.ng rods dalanl
keadaan baik) tidak pecah dan bcrjalan melalui rd
jalur hntas tersendiri yang posisinya sejajar.
(9) ReI jaJur lintas sebagaimana dimaksud pada nyat t8}
harus terbuat dad pelat baja dan dilengkapi dengan
alat pcngaman untuk Inencegah t.erjadinya loncatan
Anak Tangga atau Patet jika rantai putus.
(10) E:skalator lid:'ik botch dioperasikan apabila t.crdapat.
Anak atau Palet retak.

1060
Pa.ragraf 5
Bidang Landas

Pasa142
(1) Landas Eskalator meliputi pcJat
dan pelat sisir yang hams dipasang berder(~t yang
dikencangkan dengan sekrup.
(2) Gigi pads pelat sisir sebagaimana dimaksud pads ayat
(1) harus dapat masuk dalatn alur Anak Tangga atau
Palet dan terbuat dari bahan yang mudah patah
apabila terjadi benturan.
(3) Eskalator tidak diperbolehkan dioperasikan apabila
sisir ya.ng mengaJami patah paling banyak :2 (dua)
buuh dan sejajar.
(4) Bidang Landas dan pertnukaan lantai bangunan harus
rata atau terdapat perbedaan ket.inggian paling tinggi
nlilimeter.
(5) Penutup Bidang Landas harus terbuat dan bahnn
kuat dan tidak Hein.
(6) Penutup Bidang Lanclas harus dilengkapi sakelar
pemutus untuk nlenghentikan Eskalator jika pcnutup
Bidang Landas terbuka.
(7) Bidang Landas keluar dan masuk harns mcrnenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. mempunyai ruang bebas dengan ukuran paling
sedikit 160 (seratus enam puluh) milimeter dad
sisi terluar Ban Pegangan dan panjang paling
sedikit 2500 (dua ribu lima ratus) milimeter; at.au
b. jika panjang Bldang Landas paling besar 2000
(dua ribu) milimeter. lebar ruang bebas 2 (dua)
kali lebar luar Ban Pegangan ditambc111 160
(seratus enam puluh) milimcter.

1061
Paragraf6
Pagar Pelindung

Pasal43
(]) Pagar Pelindung terdiri dari 2 fdua) jenis yaitu:
u. Pelindung samping (balustrade); dan
b. Pelindung bawah (skirt panel).
(2) Pagar Pelindung se~-=tgaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dipasang pada kedua sisi Eskalat.or disepanjung
lintasan.
(3) Tinggi pelindung samping hams mempunyai linW
yang sarna, paling rendah 750 (t.ujuh ratus lima pu)uh)
mHirnetcr dan paling tinggi 1100 (seribu sero.tus)
rnililnctcr.
(4) Pelindung samping dapat menggunakan plat, kaca
tempered (tetnpered glass) atau bahan lain
npabila pecah tidak nlembahayakan.
(5) PeHndung samping sebagaimana dimaksud pads ayut
(3) mempunyai distribusi kekuatan tckanan sarnping
paling scdikit 58.5 kg/m (lima puluh delapan koma
JiJna kilogram per Ineter) dan tekanan vertikal paling
sedikit 73 kg/ m (tujuh puluh tiga kilogram per meter).
(6) Bagian kedua ujung pclindung samping harus cukup
lnenjorok keluar sampai Bidang Landas.
(7) Pelindung ba\yah harus terbuat dan bahan tahan
benturan. tahan gesekan, permukaan lidn dan tida.k
mudah aus.
(8) KeJenturan Pelindung Bawah tidak lebih dari 4 (ernp'dt)
rnillimeter jika diberi tekanan 50 (lima puluh) KU()J{f<Un.

(9) Celah antara Anak Tangga stau Palet dan PeJindung


Bawah paling besar 4 (em pat) milimeter dan junllah
jarak antar keduanya paling besar 7 (tujuh) milimett1'r.

1062
ParagraJ7
Ban Pegangan

Pasa144
(1) Ban Pegangan harus kuat, tidak cacat dan terbuat dari
karet vulkanisir berkanvas diperkuut sejumlah tali
baja atau plat baja yang ditanam dalamBan Pegangan,
(2) Kecepatan Ban Pegangan harus sarna dan scarah
dengan Anak Tangga Btau Palet.
(3) Oalum hal terjadi perbedaan kecepatan Anak Tanggn
atau Palet rerhadap Ban Pegangan, kecepatan Ban
Pcgangan harus lebih cepat dan tidak rnelebihi
(dua persen).
(4) Lebar Ban Pegangan harus 70 (tujuh puluh) lnilimeter
sarnpai dengan 100 (seratus) millimeter.
(5) Eskalator dilarang dioperasikan apabila kecepcltan Ban
Pegangan tidak sesuai ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).

Paragraf 8
Lintasan Luncur (Void)

Pasal45
(1) Kekuatan balok pendukung dudukan Eska)atof parla
Lintasan Luncur harus diperhitungkan sesuai dengan
spesifikasi Eskalator.
(2) Eskalator hanya dapat dipasang pada bangunan yang
teIah memenuhi syarat untuk pemasangan Eskalator
sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.
(3) Lintasan Luncur EskaJator tidak boleh digunaknn
sebagai Ternpat Kerja dan tempat penyirnpanan
barang.
(4) (~skalat()r yang terpasang di Iaotai yang langsung
berhubungan dengan tanah, dinding Lekuk Dtl.sar
bangunan (pit) harus kedap air.
(5)Penerangan ruangan Lintasan Luncur paling rcndah
50 (lima puluh) lux.

1063
(6) Scmuu bagian kerangka Eskalulor harus dituf.up
dcngan bahan yang tidak Jnudah
(7) Tinggi antara permukaan Anak Tangga atau Pakt
dcngan benda atau bangunan lain di atasnya harus
paling rendah 2300 (dua ribu tiga ratus) nliliJneter.

Pasa146
(1) Eskalator yang dipasang di area terbuka harus
dipasang pagur pengaman dcngan jarak 80 (delapan
pu)uh) milimeter sampai dengan 120 (seratus dilll

puluh) mil1nleter dari sisi iuar Bt:ln PegHngan.


(2) Jarak antara pagar pengaman atau dengan
pelindung samping paling bcsar 120 (seratus dua
puluh) nlilirneter.
(3) Tinggi pagar pengaman scbagaimana dimaksud padn
ayat (I) harus lebih tinggi 100 (seralus) milimeter dari
penIlukaan Ban Pegnngan.
(4) Pelnasangan ornamen di area Eskalator harus
mempunyai jarak paling scdikit 80 (delapan pu)uh)
IniliIneter dari sisi luar Ban Pegangan dan menlpunyai
tinggi paling sedikit 2100 (dua ribu seratus) milimctcr
dari Anak Tangga atau Palet.
(5) Apabila Eskalator dioperasikan pada terbuka.
jarak antara pelindung luar (outer deck) dengan balok
struktur atau dinding yang terbuka paling sedikit 400
(empat ratus) milimeter, apabila kurang maka harus
dipasang rambu peringatan sebelum balok strukt.ur
atau dinding yang tcrbuka tcrsebut.

Paragraf9
Peralatan Pengatnan

Pasal47
(1) gskalator harus dHengkapi alat pengaman paling
sedikit rnetiputi:
8. kunci atau pengendali operasi (remote infra red)
untuk mcngopcrasikan atau menghcntikan yang

1064
disertai dengan atau tanpa buoyi sebagai tanda
peringatan (start/stop key UJith bU?~r);

b. tombol penghenti pada kondisi darurat


(emergency stopping devices);
c. peralatan pengamanuntuk rantai Anak
atau Palet (broken step chain devk-e);
d. peralatan pengaman untuk rantai penarik (broken
drive chain device);
peralatan pengaman untuk Anak Tangga atau
Palet (broken step device);
f. peralatan pengaman untuk Ban Pegangan (broken
handrail device);
peralatan pengaman pencegah balik (non·
reverse deuice);
h. peralatan pengaman area rnasuk Ban Pegangan
(handrail entry device);
i. peralatsn pengaman plat sisir (C0T11b plate safety
device);
sikat pelindung dalam (skirt brush);
k. jika menggunakal1 motor yang lnemiliki rrekuensi
yang bervariable (variable frequency), harus
dilengkapi dengan pengaman kecepatan kbih
(overspeed protection);
1. jika Eskalator fnempunyai kctinggian antar lantai
Jebih dan 10 (sepuluh) meter harus dilengkapi
rem pengaman (safety brake); dan
m. Eskalator hanya dapat dioperasikan dengan
menggunakan kunci kontak atau pengendali
operasi (relnote infra red) sebagaimana dimaksud
peda ayat (1) huruf a.
(2) iombol penghenti pada kondisi darurat sebagaimana
dilnaksud pada ayat (1) hurtlf b harus ditempalkan
pada ternpat yang mudah dicapai dan dipasang pada
lantai penghantar stas dan bawah dengan jarak <:ultar
tombol penghenti harus kurang dari 30000 (tiga puluh
ribu) milirneter.

1065
(3) Totnbol penghenti pada kondisi darurat sebagnimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b harus nlcntpunyai
lunda yang jclas dan bertuliskan tombo} pengh{~nti.

Paragraf 10
Instalasi Listrik

Pasa148
(1) Rangkaian, pengamanan, dan pelayana.n Iistrik harus
scsuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan bidang listrik.
(2) Slunber daya lislrik yang digunukan untuk Eskalator
harus berasal dari panel tersendiri.
(3) Dalum hal terjadi gangguan daya )istrik, pengoperasian
kelnbali Eskalator harus dilakukan secant lnanuaL
(4) Tahanan pembumian Eska]ator besi:lr (HITla)
t)hnt pada sub panel daya Eskalator dengan ukuran
kabel pClnbumian paling keeil 6 (enam) millimeter
pcrsegi.

Pasa149
(1) Bangunan yang memiliki instalasi proteksi alarm
kebakaran otomatik maka instalasi alarm harus
dihubungkan dengan instalasi listrik Eskalator.
(2) Pada kondisi terjadi kebakaran. Eskalator harus dapat
bcrhenti secara otolnatis.

Pasa) 50
Dalarn hal Eskalator dipasang diIuar sclain
menlcnuhi persyaratan scbagaimana dimaksud dalum
Pasal 35 sampai dcngan Pasal 49 juga harus mernenuhi
persyuratan:
t:l. harus dilengkapi dengan pompa air pada Lekuk
bangunan;dan
b. bagian. komponen atau perlengkapan harus tahan air,
sunu atau cuaca.

1066
Pasa151
(1) Pengurus atau pengelola gcdung yang menliliki
Eskalator wajib memastikan keselamatan penggunt~an

Eskalator.
(2) Keselamatan pen~JUnaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (l) meliputi:
a. pelarangan rnembawa barang panjang, besar dan
berat melebihi kapasitas;
b. pelarangan lompat-lompat diatas Anak Tungga
stau Palet;
c. pelarangan anak keeiJ menggunakan Eskalator,
kecuali didampingi;
d. pelarangan memba\va troli dan kereta bayi pada
EskaJator yang beranak tangga;
e. pelarangan bersandar pada Bun Pegangan atau
pelindung sanlping;
f. pelarangan menginjak Pelindung Ba\vah (skirt
panel);
pelarangan penggunaan alas kaki berbahan karet
lunak atau tanpa alas kaki;
h. pelarangan berdiri dia.ntara anak tangga; dan
L anjuran memegang Ban Pegangan.

Pasa152
PCInilik atau Pengurus dan/ atau Pengusaha stau pengelola
gedung yang memiHki Elevator atau Eskalator \\tajib:
a. memasang tanda pels<rangan penggunaan Elevator
atau Eskalatof pada saat kondisi daruratkebakaran
dan tanda tcrsebut diletakkan pada tempat ynng
nludah dilihat dengan tulisan yang nludah dibacH dan
dipahatni;
b. memastikan pengunaan Elevator atau Eskalator
sesuaidengan peruntukannya;dan
c. olcmpunyai dan nleme lihara dokumen terkail
perencanaan, pembuatan, pemasangan t perakitan,
pemakaian, perawatan, pemeliharaan, perbaikan.
pemeriksaan, dan pengujian Elevator atau Eskalator.

1067
BABIV
PERSONIL K3

Pasal53
Pcrcncanaan, penlbuatan, pemasangan, perakitan,
perawat.nn, dan perbaikan Elevator d11n Eskalator \vajib
diJakukan olch pentsahann yang memenuhi persyaratan
sesuai dengan ketcntuan peraturan perundang-undangan.

Pasa154
(1) Pemasangan, perakitan, perbaikan, pera\YHtan~

pcmeliharaan dan/ a tau pengoperasian Elevator dan


Eskalator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 hnrus
dilakukan Teknisi K3 Elevator dan Eskalator.
(2) Dalam hal pemeliharaan dan pengoperaslsn Elev31.or
dan ~;skalator sebagairnana dinlaksud dalatn Pasal 4
dapHt dilakukan Operator K3 Elevator dan Eskalator.
(3) Tcknisi K3 dan Operator K3 bidang Elevator dan
Eskalator dan sebagairnana dimaksud padn ayat (1l~

harus memiliki kompetensi dan kew'cnang,ln K3


Elevator dan Eskalator.
(4) Scrtiflkasi kompetensi Teknisi K3 dan Operator K3
Elevator dan Eskalator sebagahnana dimaksud pads
ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan pcratllran
perundang-undangan.
(5) Kewcnangan Teknisi K3 dan Operator K3 Elevator dan
Eskalator sebagainlana dimaksud ayat (1) dibuklikan
dengan lisensi K3.

Pasal55
(.1) I«)mp<~tensi Teknisi K3 Elevator dan Eskalator
scbagailnana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3)
meliputi:
a. pengetahllan teknik;
b, keteranlpilan teknik; dan
c. perilaku.

1068
(2) Pengetahuan teknik sebagaimana dimaksud pada ayat.
(1) huruf a paling sedikit meliput.i:
u. rnengetahui peraturan perundangan K3 Elevator
dan Eskalator;
b. mengetahui teknik identifikasi, analisis dan
penilaian fisiko ser~'l pengendalian
bahaya pemasangan, perakitan. perbaikan,
pera\\ratan, perneliharaan dan/ at.au
pengoperasian Elevator dan Eskalator;
mengetahui persyaratan K3 pefnasangan,
perakitan, perbaikan, perawatan, pemeliharaan
dan/atau pengoperasian Elevator dB.n Eskalator;
d. mcngetahui teknik pertolongan kecelakaan
Elevator dan Eskalator; dan
e. rncngetahui pelaksanaan prosedur aman.
(3) Keteranlpilan teknik sebagainlona dimaksud pada ayat
(1) huruf b paling sedikit meliputi:
a. 111elaks8nakan peraturan perundangan K3
Elevator dan Eskalator;
b. melaksanakan identifikasi t analisis dal1 penilaian
risiko serta pengendalian potensi bflhaya
pemasangan t perskitan, perbaikan t pt~ra\\·ata.n,

dan/ atau p<~ngopt':rasian Elevator


dan Eskalator;
c. melaksanakan persyaratan K3 pemasangan,
perakitan, perbaikan, perawatan, penlcliharaan
dan pengoperasian Elevator dan Eskalator;
d. melaksanakan pertolongan kecelakaan kerja
Elevator dan Eskalator; dan
e. melaksanakan prosedur kerja aman.
(4) Perilaku sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf c
sikap taat aturan t tclit.i . tegas. disiplin, dan
bertanggung jawab.

1069
Pasal56
(I) Kornpetcnsi Operator K3 Elevator dan Eskalator
sebagainlsna dimaksud dalam Pasal 54 ayat. (3)
meliputi:
8. pengetahuan teknik;
b. kctcrampilan teknik; dan
c. perilaku.
(2) Pengctahuan teknik sebagaimana dimaksud pada
(1) huruf a, paling sedikit mcliputi:
3. mengetahui peraturan perundangan K3 Elcvlltor
dan Eskalator;
b. mengetahui tcknik identifikasi. analisis, penilaian
risiko, dan pengendalian potensi bahaya
pcmeliharaan danl a tau pengopcrasian Eleva tor
dan Eskalator;
c. mengetahui mengenai persyaratan K3
pemeliharaan dan pengoperasian Elevator dan
Eskalator;
d. tnt~ngetahui teknik pertolongan kecelakaan kt:rja
Elevator dan Eskalator; dan
e. mengetahui pelaksanaan prosedur kerja aman.
(3) Keterampilan tcknik sebagaimana dimaksud pada ayat
(I) huruf b paling sedikit meliputi:
8. rnelaksanakan peraturan perundangan K3
Elevator dan Eskalator;
b. melaksanakan identifikasi, analisis, penilaian
risiko, dan pengendalian patens!
perneliharaan danl atau pengoperasian Elevator
dan Eskalutor;
c. olclaksanakan persyaratan K3 pemcliharnan dan
pengoperasian Elevator dan ~:ska)ator;

d. lnelaksanakan pertolongan kecclakaan kerja


glevator dan Eskalntor; dan
c. melaksanakan prosedur kerja aman.
(4) Perilaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
nleliputi sikap taat aturan, teJiti, tegas, disiplin, dan
bertanggungjawab.

1070
Pasal57
Teknisi K3 Elevator dan Eskalator sebagaimana dimaksud
dalam Paaal 54 harus memenuhi persyarahln:
berpendidikan paling rendah SMK jurusan teknik atau
SMA atau sed(~rajat;

b. memiliki pengalama.n paling sedikit 2 (dun) tahun


membantu pckcrjaan pemasangan, perakitan t
perbaikan, perawatan, pemelihantan, dan/atau
pengoperasian di Elevator dan Eskalator;
c. berbadan sehat berdasarkan surat keterangan doktcr;
d. umur paling rendah 21 (dua puluh satu) tahun; dan
e. memiliki lisensi K3.

Pasal 58
Opt~rat.()r K3 F':lcvator dan Eskalator sebagainlarul dinlaksud
dalam Pasal 54 harus memenuhi persyaratan:
berpendidikan paling rendah SMK jurusan teknik
atau SMA atau sederajat;
b. memiliki pengalaman paling sedikit 1 (satu) tahun
membantu pekerjaan pemeliharaan dan!atau
pcngoperasian Elevator dan EskaJator;
c. be.. badun sehat bcrdasarkan surdl ketcrangan
dokter;
d. umUT paling rendah 21 (dua puluh satu) tahun; dan
c. mcmiHki liscnsi K3.

Bagian Keempat
Tata Cara Memperoleh Lisensi K3

Pasa159
(1) Untllk mcmperoleh Jiscnsi K3 Teknisi dan Operator
sebagairnana dimaksud dalaIn Pasal 57 huruf e dan
Pasal 58 huruf e, Pengusaha dan/atau Pengurus
mengajukan pertnohonan tertulis kepada Direktur
Jenderal dengan melampirkan:
3. fotokopi ijazah terakhir;

1071
b. surat keterangan pcngalaman kerja membantu
pelaksanaan pcmasangan, perakitan,
perawatan, perneliharaan, dan / atau
pengoperasian yang diterbitkan oleh
perusahaan;
c. surat keterangan sehat dad dokter;
d. fotokopi Kartu Tanda Penduduk;
fot-okopi sertifikat kompetcnsi; dtln
f. 2 (dua) lembar pas photo ber\varna 2x3 (dua
kali tiga) dan 4x6 (empat kuli ensIn).
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dHakukan pemeriksaan dokumen oleh tim.
(:'3) Datum hal persyaratan sebagaimann dirnaksud pada
ayat (1) dinyatakan Jengkap, Dircktur JendcraJ
menerbitkan lisensi K3.

Pasa160
(1) Lisensi K3 berlaku untuk jangka waktu 5 (Ulna)
tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka \vaktu
yang sarna.
(2) Permohonan perpanjangan sebagainlana dimaksud
pada ayat (1) diajukan oleh Pengusaha dan/atau
Pengurus kepada Direktur Jenderal dengan
melampirkan persyaratan sebagaimana diInaksud
dalam Pasal 59 ayat (1) dan lisensi K3.
(:~) Permohonan seba.gaimana dimaksud pada ayat (I)
diajukan paling larnbat 30 (tiga puluh) had sebelunl
masa berakhirnya liscnsi K3.

Pasal61
Lisensi K3 hanya berlaku selatna Teknisi K3
Operator K3 Elevator dan Eskalator )'ang bersangkutan
bckerja di perusahaan yang rnengajukan pernl0honan.

PasaJ62
(1) Dalam hal sertifikat kompetensi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) huruf e belum

1072
dapat dilaksanakan, dapat menggunakan surat
keterangan telah mengikuti pembinaan K3 yang
diterbitkan oleh Direktur Jenderal.
(2) Surat kcterangan telah mengikuti pefnbinaan K3
dimaksud pada ayat (1) diberikan
setelah dilakukan pembinaan dengan
peJaksanaan pembinaan tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dnri
Peraturan Menteri ini.

Bagian Kelima
Kewenangan Teknisi K3

Pasa163
Teknisi K3 Elevator dnn Eskabitor benvenang:
3. melakukan pemasangan, perakitan, perbaikan.
perawatan, pemeliharaan dan/atau pengoperasian
Elevfltor dan Eskalator sesuai
penugasannya;
b. menolak melakukan pemasangan, perakitan,
perbaikan, perawatan, petneliharaan dan/ atau
pelt1g()~~ra!Slan Elevator dan Eskalator, jika terdapat
persyaratan K3 yang belum terpenuhi dan
berpotensi tcrjadi kecelakaan kerja atau penyaki t.
akibat kerja;
c. melakukan tindakan korektif atau memberikan
rekomendasi untuk menghentikan pengoperasian
Elevator atau Eskalator kepada Pengurus,
ditemukan kondisi potensi bahaya pada Elevator
dan Eskalator; dan
d. menghentikan Elevator dan Eskalator padakondisi
darurat dan mengoperasikan kembali setelah
kondisi aman.

1073
Bagian Keenam
Kc\vajiban Teknisi K3

Passl64
Tcknisi K3 Elevator dan Eskalator berkewajiban untuk:
a. melnatuhi ketentuan peraturan perundang~

undangan dan/stau standar yang telah ditetapkan;


b. melaporkan kepada atasan langsung. kondisi
pelaksanaan pemasangan, perakitan, perbaikan,
perawatan. pemeliharaan dan/ stau pengoperaSitHl
ELevator atau Eskalator yang menjadi tanggung
ja\\'abnya jika tidak aman atau tidak layak
kerjakan;
c. bertanggung ja\vab atas hasH pemasangan,
perakitan, perbaikan) perawutan. pcnlclihnraan
dan/ atau pengoperasian Elevator dan Eskalator;
d. membantu melakukan pertolongan kecelakaan
Elevator dan Eskalator; dan
tnembantu Pengawas Ketenagakcrjaan Spesialis
dalam pclaksanaan pemeriksaan dan/stau
pengujian Elevator dan Eskalator.

Bagian Ketujuh
Kewenangan Operator K3

Pasa165
Operator K3 Elevator dan Eskalator berw'Cntlng:
H. rnelakukan pemeliharaan dan pengoperasiiln
Elevator dan Eskalator sesuai dengan lisensi K3;
olcnolak pengopcrasian Elevator dan Eskalator jika
terdapat persyaratan K3 yang belum terpenuhi dan
berpotcnsi terjadi kecelakaan kerja atau penyakit
akibat kerja; dan
c. menghcntikan Elevator dan Eskalator pada kondisi
darurat dan mengoperasikan kenlbali setclah
kondisi aman.

1074
Bagian Kedelapan
Kewajiban Operator K3

Pasal66
"J'i..l'-·IUIL'-I" K3 Elevator dan Eskalator berkewajiban untuk:
8. mematuhi peraturan perundang-undangan yang
teJah ditetapkan;
b. rnelaporkan kcpada atasan langsung, kondisi
Elevator dan Eskalator yang menjadi tanggung
jawabnya jika tidak aman atau tidak layak
dioperasi kan;
c. bertanggung jawab atas hasiJ penicliharaan dan
pengopcrasian Elevator dan Eskalator;
d. fTletnbantu nlclakukan pertolongan kecelukaan
Elevator dan Eskalator;
e. memhantu Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis
dalam pcJaksanaan pemeriksaan dan/at.au
pengujian Elevator dan EskalatoT.

Bagian KesembiJan
Pencabutan Lisensi K3

Pasal67
Lisensi K3 dapat dicabut apabila Teknisi K3 stau
()perator K3 Elevator dan Eskalator yang bersangkutan
t.erbukti:
tt. melakukan tugas tidak sesuai dengan penugasan
deln lisensi K3;
b. melakukan kesalahan, stau kelalaian, atau
kecerobohan sehingga menimbulkan keadaan
berbahaya atau kecelakaan kerja; atau
tidak melaksanakan ke\-vajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 atau Pasal 66.

1075
BAB V
PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN

Pasal68
(1) Sctiap kegiatan perencanaan, pembuatan,
pemasangan, perakitan, pemakaian, perawatan,
pemeliharaan dan/ atau pcrbaikan Elevator dan
Eskalator harus dilakukan pemeriksaan danl atau
pengujian.
(2) Pemeriksaan dan/atau sebagninlnna
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
nyat (3).

1'asal69
(1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalsrn Pasal
merupakan kegiatan mengamati, menganalisis,
membandingkan, menghitung, dan mengukur Elevator
atau Eskalator untuk memastikan terpenuhinya
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
nyat (3).
(2) Penb'ujian sebagaimana dim~lksud dalam Pasal 68
n'lerupakan kegiatan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan semua tindakan
pcngetesan kemanlpuan operasi, bahan, dan
konstruksi Elevator stau Eskalator untuk memastikan
tcrpenuhinya kctcntuan sebagaimana dimaksud dalam
PasaJ 2 ayat (3).

Pasal70
Pemcriksaan danl atau pcngujian S(~bagaimana

dalam Pclsa169, meliputi:


pertama;
b. berkala;
c. khusus; dan
d.. ulang.

1076
PaSfd 71
(1) Pemeriksaan dan I a tau pengujian pertHma
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf
diJakukan pada:
8. perencanaan;
b. pembuatan;
c. sebelum penyerahan kepada pemilik; atau
d. setelah dilakukan perbaikan dengan penggantian
bagian atau komponen utama.
(2) Pemeriksaan dan/atau pengujian perencanaan dan
pembuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a dan huruf b meiiputi pemeriksaan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasa16 ayat (1).

Pasa172
(1) Pemeriksaan danj atau pengujian pertanlH
sebagaimana. dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf
untuk Elevator meliputi:
a. kesesuaian gambar rencana dengan yang
terpasang;
b. gambnr terpasang (as built dral..ving);
c. mesin;
d. tali/ sabuk penggantung;
c. tcromol;
f. bangunan Ruang Luncur,ruang atas, dan Lekuk
Dasar;
g. Kereta;
h. Governor dan Rem Pengaman Kereta;
L Sobot Imbang, ReI Petnandu, dan Peredam;
j. instalasi listrik.
k. saklar pengaman;
1. buffer;
tn. perlengkapan pengaman beban lebih;
n. perlengkapan pengaman liotas butas;
o. alat komunikasi;
p. catu daya pengganti Hstrik otomatis atau
Automatic Rescue Device (ARD);

1077
q. fungsi lift penanggulangan kebakaran;
r. sensor gempa bumi (apabila ada); dan
s. perlengkapan pcngaman lainnya.
(2) Pcmeriksaan dan/atau pcngujian pertHJTln
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf
c untuk Eskalator meliputi:
a. kesesuaian gambar rencana dengan y~ng

tcrpasang;
b. gambar terpasang (as built drawing)
c. kerangka. ruang rnesin dan Lekuk Dasar (pit);
d. peralatan penggerak;
e. anak tangga dan palet;
f. Bidang Landas;
g. pagar pelindung;
h. Ban Pegangan;
i. Lintasan Luncur (Void);
j. peralatsn pengaman; dan
k. instHlasi listrik.
(3) Pemeriksaan dan/atau pengujian pertama
seba.gaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf
d Ineliputi pemeriksaan dan/ stau pengujian terhadap
bagian atau komponcn Elevator atau Eskalator yang
dilakukan perbaikan atau penggantian.

Pasa173
(1) Pemeriksaan dan/atau pengujian berkala sebagabnana
dimaksud dalum Pasal 70 huruf b dilakukan paling
sedikit 1 (satu) tahun sekali.
(2) Penlcriksaan dan/ atllu pengujian berkala sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk Elevator paling sedikit
mcHputi:
a. mesin;
b. tali/ sabuk penggantung;
c. teromol;
d. bangunan Ruang Luncuf, ruang atas dan Lekuk
Dasar;
e. Kereta;

1078
f. Governor dan Rem Pengalnan Kercta;
g. Bobol Imbang) Rei Pemandu dan Peredaln;
h. instalasi Jistrik.
i. saklsr pengaman;
j. buffeT;
k. perlengkapan pengaman beban lebih;
I. perlengkapan pengaman lintas batas;
m. alat komunikasi;
n. catu daya pengganti listrik otomatis aInu
Autolnatic Rescue Device (ARD);
o. fungsi lift penanggulangan kebakaran;
p. sensor gempa bumi (apabila ada); dan
q. perJengkapan pengaman lainnya.
(3) Pemeriksaan dan/stau pengujian berkala sebagaimana
diluaksud pads ayat (1) untuk Eskalator paling sedikit
meiiputi:
8. ruang mesin t dan Lekuk Dasar (pit);
b. pcralatan penggerak;
soak tangga dan palet;
d. Bidang Landas;
c. pagar pelindung;
I. Ban Pegangan;
Lintasan Luncur (void);
h. peralatan pengaman; dan
i. instalasi listrik.

Pasa) 74
(1) Pemeriksaan dan/atau pengujian khusus sebagaimana
dimaksud dalaln Pasal 70 huruf c merupakan kegiat.an
dan!atau pcngujian yang dilakukan
setelah terjadinya kecelakaan kerja.
(2) Pemeriksaan dan/atau pengujian khusus sebagaimana
dinlaksud pada ayat ti) dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

1079
Pasa175
(1) Pemeriksaan dan/atau pengujian ulang sebagainlana
dinlaksud dalam PasaJ 70 huruf d dilakukan
hasH pemcriksaan dan/atau pengujian sebelunlnya
terdapa t kcraguan.
(2) Pemeriksaan dan / atau pengujian ulang set>SR:SU1narla
dimaksud pada ayat (1) dilakukan
pemcriksflan dan/atau pengujian dalam Pasal 72,
Pasal 73. dan Passl 74.

Pasa176
Pcmeriksaan dan/atau pcngujian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 72, Pasat 73, dan Pasal 74 menggunakan
conloh formuHr tercHntum dalarn Lampiran
rnerupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ani.

Pasa177
Pcmeriks,lan dan/atau pengujiaon sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 70 dilakukan olch:
a. Pengaw'as Ketenagakerjaan Spesialis; dan/ atau
b. Ahli K3 bidang Elevator dan Eskalator.

Pasa178
(1) Pemeriksaan danl atau pengujian yang diJakukan
Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis
dimaksud dalanl Pasal 77 huruf a dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan pcraturan perundang-undangan.
(2) Ahli K3 bidang Elevator dan Eskalator sebagaimana
ditnaksud dalam Pasa] 77 huruf b hanls ditunjuk oleh
Menteri scsuai dengan ketentuan peruturan
perundang-undangan.
(3) Untuk dapat ditunjuk sebagai Ahli K3 bidang Elevator
dan Eskalator harus memiliki kompetensi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

1080
Pasal79
(1) Kompetensi AhU K3 bidang Elevator dan Eskalator
sebagaimana dimaksud dalam Pasnl 78 ayat {3}
meliputi:
a. pengetahuan teknik;
b. keterampilan teknik; dan
c. perilaku.
(2) Pengetahuan teknik sebagaimana dimaksud pada ayat.
(1) hurnf at paling sedikit meliputi:
a. memahami peraturan perundang-undangan
mengenai K3 Elevator dan Eskalator;
b. mengetahui teknik identifikasi, analisis, penilaian
risiko, dan pengendalian patensi bahayn
perencanaan, pembuatan, pernasangnn~

perakitan, pernakaian, pera\vatan, petueliharaan,


dan/ atau perbaikan Elevator dan Eskalator;
c. mengetahui jenis dan sifat bahan Elevator dan
Eskalator;
d. ulengetahui persyaratan K3 bagian-bagian dan
perlengkapan Elevator dan Eskalator;
mengetahlli persyaratan K3 peralatan dan/atau
sistem pengaman Elevator dan Eskalator;
f. teknik perhitungan konstruksi
Eleva tor dan Eskalator;
g. mengetahui teknik rangkaian instalasi listrik
Elevator dan Eskalator;
h. mengetahui persyarntan K3 perencanaan.
pernbllatan, pemasangan, perakitan t pemakaian.
pera\vatan, pemeliharaan, danl atau perbaikan
Elevator dan Eskalator;
i. mengetahui teknik perneriksaan dan/autU
pcngujian Elevator dan Eskalator;
j. mengetahui teknik pertolongan kecelakaan kcrja
Elevator dan Eskalator; dan
k. mengetahui pelaksanaan prosedur kerja aman.
(3) Keterampilan Teknik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, paling sedikit nleliputi:

1081
8. mcJaksanakan peraturan perundang-undangan
K,1 Elevator dun Eskalator;
b. melakukan identifikasi, analisis, penilaian risiko.
dan pengendalian potensi bahaya percncanaan,
pembuatan, pemasc.ulgan. perakitan, pemakaian~

perawatan, pemeliharaan. dan/atau


Elevator dan Eskalator;
c. memeriksa dan menganalisis jenis dan sifat
bahan Elevator dan Eskalator;
d. memeriksa dan/atau menguji perhitungan
konstruksi Elevator dan Eskalator;
c. memeriksa dan/ atau menguji persyaratan K3
bagian-bagian dan perlengkapan Elevator dan
Eskalator;
f. tnerneriksa danj atau nlenguji persyaratan K~3

peraluta.n dan I atau sistenl pengaman E<:leva.t.or


dan Eskalator;
g. nlenlcriksa danl atau luenguji instalasi list.rik
Eleva tor dan Eskalator;
h. mClneriksa danl a.tau olcnguji persyara.tan K~)

perencanaan, pembuatan, pernasangan.


perakitan, pemakaian, perawatan, perneliharaan,
dan/atau perbaikan Elevator dan Eskalator;
i. rnelaksanakan persyaratan K3 percncanaan,
pembuatan, pemasangan, perakitan, pernakaian.
perawalan, pemeliharaan, dan/ atau perbaikan
Elevator dan Eskalator;
j. melaksanakan pertolongan keceJaknan kerja
Elevator dan Eskalalor; dan
k. melaksanakan prosedur kerja aman.
(4) Perilnku sebagaitnana dimaksud pada ayat (1) hurur c
meliputi sikap taut aturan, teliti, tegas~ disiplin, dan
bertanggung jawab.

1082
Pasa180
t 1) HasH pemeriksaan dan/atau pengujian sebagairnana
dimaksud dalam Passl 70 hanls dHaporkan
pimpinan unit kerja penga\vasan ketenagakerjaan.
(2) Hasil pelneriksaan dan/atau pengujian sebagaiolan;'l
dimaksud pada uyat (1) \vajib dituangkan dalarn Surat
Keterangan yang diterbitkan oleh unit kerja
penga\\rasan ketenagakerjaan st.·suni dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Surat Kctcrangan sebagaimana ditnaksud pada ayat (2)
diJengkapi dengan hasH pemeriksaan da.n/atau
pengujian pada Jembar terpisah.
(4) Surat Keterangan sebagahnana dimaks'tld pada aya:H (2)
dibuat dala.m 3 (tiga) rangkap dengan rincian:
a. lembar pertama, untuk pemilik;
b. Jembar kedua, untuk unit pengawasan
ketenagakerjaan setetnpat; dan
e. Jembar ketiga. untuk unit penga\vasan
ketenagakerjaan pusat.
(5) Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) \vajib .menyampaikan surat
ketenlngan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
kepada unit pengawasan ketenagakerjaa.n di pusat
setiap 1 (satu) bulan sekalL

Pasa) 81
(1) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat
(1) dapat dilakukan seeara luring maupun daring.
(2) Pelaporan sceara daring sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan sceara bertahap.

Pasa182
Sural keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasai 80
ayat (2) meliputi:
a. Surat Keterangan Memenuhi Persyaratan K3; atau
b. Surat Keterangan Tidak Memenuhi Persyaratan K3;

1083
tcrcantum dalum Lampiran yang mcrupakan bagian tidak
tcrpisahkan dari Peraturan Menteri inL

Pasal83
(1) Elevator stau Eskalator yang memenuhi persyaratan
K3 sebagaimana dimaksud daIam Pasal 82 huruf a.
d.iberikan tands memenuhi syarat K3 pads Elevator
a tau Eskalator.
(2) Tanda mcmenuhi syarat K3 sebagaimana dimaksud
pads ayat (1) bcrupa stiker yang dibubuhi stempel
tercantum dalaln Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri inL

Pasal84
(1) Ek~vat()r atau Eskalator yang tidak memenuhi
persyaratan K3 scbagaimana dimaksud dalanl Pasa! 82
huruf b dilarang atau dihentikan pengoperasian
pernakaian.
(2) Pelarangan stau penghentian dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan peru.nC1ang-l.lnlC1an~;an.

(3) Tanda pelarangan atau penghentian berupa stikcr


yang dibubuhi stempel tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Mcnteri ina.

BABVI
PENGAWASAN

Pasa185
Pengawasan pelaksanaan K3 Elevator dan EskC'-llator
dilaksanakan oleh Penga\vas Ketenagakerjaan Spesialis
sesuai dt·ngan ketentuan peraturan perundang-undangan.

1084
BABVII
SANKSI

Pasa186
dan/stau Pengurus yang tidak memenuhi
ketentuan dalam PeraturanMcnteri ini dikenakan sanksi
sesuai dengan Undang-Undang Nomor ] Tahun ]970
tentang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

BABVUI
KE1"ENTUAN PERAI..,IHAN

Pasa187
Elevator danj atau Eskalator yang telah terpasang sebt~lum

Peraturan Menteri ini berlaku, wajib menyesuaikan dalam


jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diundangkannyn
Peraturan Menteri ini.

Pasal88
Pcngawas Kctcnagakerjaan Spesialis K3 Listrik yang
diangkat dan ditetapkan sebelum berlakunya Perat.uran
Menteri ini t wajib memiliki kOtnpetensi di bidang Elevator
dan Eskalator.

BABIX
KETENTUAN LAlN-LAlN

Pasa189
Penga\'v3s Kelenagakerjaan Spesialis K3 Listrik yang telah
diatur dalam pcraturan perundang-undangan yang tcrkait
dengan Pengawas Ketenagakerjnan Spesia.iis K:l Listrik
yang sudah ada sebelum Peraturan Menteri ini berlaku.
selanjutnya disebut sebagai Pengawas Ketenagakerjaan
Spesialis K3 Listrik, Elevator, dan Eskalator.

1085
BABX
KETENTUAN PENUTUP

Pasa190
Pada snat Peraturan ~1cnteri ini mulai berlaku:
8. Peraturan l\1enteri Tenaga Kerja dan
Nomor PER.03/MEN/1999 tentang Syarat-Syarat
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift untuk
Pcngangkutan ()rang dan Barang;
b. Pcraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 32 Tahun
2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Tennga Kerja dan Transmigrasi Nomor pgr~.

03/MEN/1999 tentang Syarat-Syarat Keselamatan


dan Kcschatan Kerja Lift unluk Pt'ngangkutan Orang
dan Sarang;
c. Peraturan Menteri Tenaga Kcrja Nonlor
PER.05/J\.1EN/1985 tentang Pcsawat Angkat
Angkut sepanjang mengatur Eskalator;
d. Keputusan Menteri Tenaga Kerjn dan TransInigrasi
Nomor 09/MEN/VII/2010 tentang Operator dan
Petugas Pesawat Angkat dan Angkut sepanjang
mengatur Operator Eskalator; dan
c. Kcputusan Direktur Jenderal Pernbinaan Hubungan
Industrial dan Penga\vasan Kctcnagakerjaan Nornor
K(4~P.407JBW/1999 tentang Persyaratan, Pcnunjukao,
Hak dan Kewajiban Teknisi Lift,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasa191
Pernturan Mcnteri ini mulaj berlaku pada
diundangkan.

1086
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Juli 2017

MENTERIKETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

M. HANIF DHAKIRI

Diundangkan di Jakarta
pads tangga16 Juli 2017

DIREKTUR JENDERAL
PERATURANPERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 909

SALIN~N SESUM DENOAN ASUNYA


ROHUKUM,

N,SH
P. 19600324 198903 1 001

1087
LAMPI RAN
PERA~rURAN MF';NTr:RI KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDC)NESJA
NOMOR6TAHUN 2017
TENTANG
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KE~JA
ELEVATOR DAN ESKALATOR

DAFTAR LAMPIRAN

TABEL 1 PERBANDINGAN ANTARA BEBAN DAN LUAS LANTAI


KERETA
TABEL 2 PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBINAAN TEKNISI K3
ELEVATOR DAN ESKALATOR
TABl~L 3 pgOOMAN PELAKSANAAN PEMBINAAN OPERATOR K3
ELEVATOR DAN ESKALATOR
F'ORMULrR 1 DAFTAR PEMERIKSAAN DAN/ATAU PENGUJIAN
PERENCANAAN ATAU PEMBUATAN
ELEVATOR/ESKALATOR
FC)RMULIR 2 DAFTAR PEMERIKSAAN DAN/ATAU PENGUJIAN
ELEVATOR SEBELUM PENYERAHAN KEPADA PEMILIK
F()RMULIR 3 DAFTAR PEMcERIKSAAN DAN/ATAU PENGUJJAN
ESKALATOR SEBELUM PENYERAHAN KEPADA PEMILIK
FORMULIR 4 DAFTAR PEM.ERfKSAAN DAN/ATAU PENGUJIAN
BERKALA ELEVATOR
FORMULIR 5 DAFTAR PEMERIKSAAN DAN/ATAU PENGUJIAN
BERKALA ESKALATOR
FORMULIR 6 SURAT KETERANOAN HASIL PEMERJKSAAN DAN
PENGUJIAN ELEVATOR ATAU ESKALATOR YANG
ME1V1ENUHI PERSYARATAN K3
F(JRl\1ULl R 7 SURAT KET~~RAN(JAN HASIL PEMERIKSAAN DAN
PENOU..JlAN ELEVATOR ATAU ESKALATOR YANG TIDAK
MEMENUHI PERSYARATAN K3

1088
FORMAT 1 CONTOH STIKER MEMENUHI PERSYARATAN K3
FORMAT 2 CONTOH STIKER TIDAK MEMENUHI PERSYARATAN K3

MENTERIKETENAGAKERJMN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

M. HANIF DHAKIRI

SALINAN SESUAI DENGAN ASLINYA


BIRO HUKUM,

NIP. 19600324 198903 1 001

1089
TABEL 1 PERBANDINGAN ANTARA BEBAN DAN LUAS LANTAI
KERETA

lllh ,lah Beban PelnbuJatan beban Luas lant.al (m.?)


"'fl
onlng (KiJ (kJ= Nnrn:t"Hll
t. ' 7' UHI 0,90 ± )(~

" ~" ·4 ~hO 1 10 ± )(tj'j

) l .cOl i.10 t' J ± )< f)

I. ,~ )' c .( ± ( J

I 620 ± ( t)

~._j, ) I ,~ 6~ ± (y.:>
, .:~( (~J
7 )d ±
) dB" 9: » ~o ± (~:I

) 102 1 250 ± ( t)

} 1156 1 2,75 ± { J

<' ~o 1360 ( ,)

. 496 : ± :' e J

.,
4, •

I'fi.
b~"" ~ ... ± (~)
L ,.C ... (~)
l'.:
.'Ot. r U ±
3~
" ±r
('l::l

f .. ), r
"~4' to
~" (}~)

I t. 7.1. ,0:701 :::


~€
± ,~
~)

Untuk JLunlah orang lebih besar dad 40 orang maka luas lantai ditentukan
berdasarkHn hasH perhitungan dari jumlah orang x 0,16 m 2 •

1090
TABEL 2 PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBINAAN TEKNISI K3
ELEVATOR DAN ESKALATOR

Pcrnbinaan Teknisi K3 Elevator dan Eskalator paling sedikit dilakukan 65


jam. pclajaran dengan setiap jam pelajaran (Jam pel) selama 45 menit~ materi
pembinaan dan durdsi pemhinaan sebagai berikut:

serta pell~end.ahfln
pen18sangan ,pcrakitan t
dan pengoperasian

Kom~)oJ1len serta PCJrlcJngJ<:8Imn

J)C1rak:itaJn. perawatan t
Elevator
pelnalsan~gaJn, perakitan. pelra\l~"Utan.

1091
TABEL 3 PEDOMAN PIt::LAKSANAAN PEMBINAAN OPERAT()R K3
ELEVATOR DAN ESKALATOR

PClnbinaan Operator K3 Elevator dan Eskalator paling sedikit dilakukan 45


jam pelajarun d(~ngan setiap jam peJajaran (,Jam pel) selama 45 menit, materi
penlbinaiio dan durasi pembinaan sebagai berikut:

1092
FORMULIR 1 DAFTAR PEMERIKSAAN DAN/ATAU PENGU\JlAN
PERENCANMN ATAU PEMBUATAN*)
ELEVATOR/ESKALATOR*)

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBUK INDONESIA


DISNAK.ER PROVINSI ..............................................................•.......
ALAMAT •.•....•.•....•.••.•.••.•....•.•....•.•.•........•....•.•........•....

DAfTAR PEMERJKSMN PERENCANAAN/PEMBUATAN*)


ELEVATOR/ESKALATOR*)

NO.: .....•..........................................................

1093
HI. KESIMPULAN

IV. PERS\{AR~.t\TAN YANG HARUS SEG'ERA DJPENUHI

Yang Memeriksa dan


Pengawas Ketenc:lRake[~janln
Listrik, Elevator,
Bidang Elevator dan Es1cal~ltor

1094
FORMULIR 2 DAFTAR PEMERIKSAAN DAN! ATAU PENGU,JIAN
ELEVATOR SEBELUM PENYERABAN Kf';PADA PEMILIK

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA


OtSNAKER PROVINSl .
ALAMAT .......•.......•••.....•..•....•.•.•.••.....•.•.•.•................•..

OAFTAR PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN ELEVATOR


SEBELUM PENYERAHAN KE PEMILrK
NO.: ..

1095
PerlCJr1lpatun panel Berada eli
dan PHS yang s~una dan
listrik berjarak tidak
lebih dan 5000

lntcn,sJI:as cuhnya
area kerja di

Inl,en,.sttas cahayu ~ 50 lux


dian tara area
kerja di kamar

Ada dan terpasang


pClln btU k:8
renl dengan baik
mesin SeCL\ra
dektrik ataupun
rne1<anis (nlanual)

1096
luwes dan
memiUki
spesifikasi bahall

pengguntung menggunakan
rantai
3. Nihil faktor - Kec. 20 59
kearnanan tali ml menit ~ 8 kali
sabuk penggantung kapasitas
angkutyang
dilentukan
.. Kec. 59 - 104
Ct9,5

.. Kec. 105 - 209


m/menit 10,5
kalj
.. Kec. 210 - 299
<! 11,5

1097
15. u~kuk dnsur Hntar
Elevator

1098
,2.

3.
4.

pcngaman. dapat
dibuka dariluar,
tidak mengganggu
instalasi, ukuran
~ 350 x 450
Berengsel, dapat
dibuka dari luar,
dilengkapi Saklar
pengaman, ada
pegangan tangan,
warna kunin t

1099
Ukuran ~ 350 x
1800mm
I 20. ¥PaSar pengaman Wamakuning
atap kereta ~90Kg
(kekuatan)
21. Ukuran pager Tinggi ~ 700 mm
pengaman dengan
celah 300 - 850 mm
22. Ukuran pagar -- ......TInBJij·~ 1100 mm
pengaman dengan
celah lebih dan 850
rom
23. Penerangan atap ~ 100 Lux dengan
kereta kabe11entur 2
f meter
24. Tombol Pennanen dengan
manual tombol utama
25. Syarat interior Bahan tidak
kereta mudah pecah dan .
membahayakan.
serta
memperhitungkan
factor keamanan
dan kapasitas
motor

1. Penjepit tali I sabuk Bekerja


governor
2 SaidaI' governor Berfungsi
11---.- .....Fu-·-n-gm.......-:;·kece::::;..--p-atan-----f--
3 115% .. 1400/0
I rem pengaman Berhenti bertahap
! kereta
4. Rem pengaman Dipasang pada
sangkar.
berfungsi secara
bertahap.

5. Bentukrem
berangsur. dan
Imendadak
Tidak boIeh
I
pengaman sistem e1ektria.
hidrolik, atau
I
oneumatis
6. Rem pengaman > 60 m/menit
beranour
7. Rem pen gam an < 60 m/menit
mendadak
8. Syarat rem Bekerja kebawah,
penttaman Bekerja serempak
9. Kecepatan kereta ~ Ada pemutus
60mJ menit elektrik
10. SakIar pengaman ! Berlungsi
lintas bataa !
11. i Alat pembatas Berf'ungsi
i beban Icbih
G. SOBOT IMBANG, REL PEMANDU DAN rIC ....
Bahan yang Beton I Steel Block
1. diper«Unakan
2. Pemasangan sekat
> 300 mm,
,_LP~!!gama'!_bo~
. L..,,_m.......e..;..n,ANlRe......,;1i1i;..oo.;·__·n..lgj.iIM·...;;;;bo..;;;...;;;;.bo..;;...t;;......a... --J. .........L. .,'" ... J

1100
1101
KESII\fPULAN

VI. PERSYAf(j\TAN YANG HARUS Sf;GERA DIPENUHf

Yang A-lemeriksa dan


Penga\vas Ke'lenag~ak«~rje18n5J)eS.~fllls
Listrik. Elevator,
Bidang Elevator dan t.;SJK;aJ8U)T

1102
FORlv1ULIR 3 DAFTAR PEMERIKSAAN DAN/ATAU pr;NGU.JJAN
ESKALATOR SEBELUM PENYERAHAN KEPADA P(~MILlJ<

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA


DISNi\KER PROVINSl .
t\ I.J\MAT ..............................•...........•..........•................

OAFTAR PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN ESKALATOR


SEBELUM PENYERAHAN KE PEMILIK
NO.: " .

1103
1104
160 mm
- Panjang 2500
rom
- \.Jika bidang
landas lebih
bcsar dan 2000)
ruang bebas 2 x
lebar ban

dit~tlml[)ah 160

1105
1106
1107
1108
IV, KESIA1PULAN

v. PEr~SYARAT:\N YANG HARUS SEGER!\ DIPENUHI

Yang Memeriksa dan


Pengawas Ke'tetJlagak4~rJ~lan V."" ...7U~...h ,'
Listrik. Elevator.
Bidang Elevator dan ......7.c'"""..~"'VI

1109
FORMULIR 4 DAF'TAR PEMERIKSAAN DAN/ATAU PENOUJI,\N
BERKALA ELEVAT()R

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK IND()NESIA


DISNAKER PROVINSI
ALA MAT

DAFTAR PEl\IER1KSAAN DAN PENGUJIAN BERKALA ELEVATOR

NO.' .

Pen.lsahuan Pcrnbuat I

1110
1111
kCHmHnnn udi I m I rnenit ~ 8 kali
~:lbuk penggontung kapasilas
angkutyang
ditentukan
• Kec. 59 - 104
m/menit ~ 9,5
kali
• Kec. 105 .. 209
mimenil;e 10,5
kuli
.. Kec. 210 • 299
m/menit ~ 11,5
kali
- Kec. u'*bih dari
300

1112
1113
1114
1115
cvakuasi
-dapat
dioperasikan
mnnual
Tersedia

Instalasi listrik

1116
1117
iV. I'ESIMPULAN

V PEf~S\{ARATAN '{ANG Hl\RUS SEGERA DIPENUHI

Yang Mcmeriksa dan .Mcnguji,


Pengawas Kctenagakcrjaan Spesialis
Listrik, Ek"Vator) dan Eskalator / AhH K3
Bidang Elevator dan Eskalator

1118
FORMULJR 5 DAFTAR PEMERIKSAAN DANI ATAU Pl<:N(,UJIAN
BERKALA ESKALATOR

KE~1ENTERIAN KETENAGi\KER.JAAN REPUBLIK INDONESIA


DISNAKER PROVINSI .
I\I~MAT ...............•...•.......•........•.................................

DAFTAR PE~lERIKSMN DAN PENGUJIAN BERKALA ESKALATOR

NO .

1119
300mm
pemberhentian
1300mm

tangga

1120
160mm
Panjang ~ 2500
tnt})
.. Jika bidang
landas lebih
bcgar dari 2000,
bcbas 2 x

dlt~:l.nlt)ah 160

1121
1122
1123
1124
IV, KESIMPULAN

PERSYARATAN YANG HARUS SEGERA DIPENUHI

Yang Memeriksa dan Menguji,


Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis 1\3
Listrik, Elevator, dan Eskalatorl Ahli J<3
Bidang Elevator dan Eskalator

1125
For~MULIR 6 SURAT KETERANGAN HASIL PEfvI El~I KSAAN DAN
PENGU..JlAN ELEVATOR ATAU ESKALAT()£~ YANG
tv1El\1ENUHI PERSYARATAN K3

KEl\1ENTERJAN KETKNAGAKER,JAAN REPUBL1K IND()NF':SIA


DISNAKER pr~()VINSI .
/\.Lf\l'v1AT .

SURAT KETERANGAN
ELEVATORjESKALATOR *)
Nomor: ...

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengujian yang telah dilakukan oleh ....
p;.H.la ranggal ... sid ... terhadap perencanaan/pernbuatanl peolasangan!
perakitan/penl\vatanjperbaikan *) ElevatorjEskalator), diterangkan bahwa:

1\. DATA UMUfv1

1. Narnn
Jabatan
~3. [)erll$(.!}1.1an .

4. j\lalnat .
Lokasi Objek: .

B. DATA 'l'EKNIS

1...Jcrlis .
BelltllkjT)lpe .
~3. Garnbar Konstruksi : No : ! tanggal: .
4, Nan1aj Pcrusahaan Pcrencana: .
Pnbrik/ Pcrusahaan Pelnbuat : .. .
6. Pcrusuhaan Pcrnasang .

C. HASlL PEl\1ERIKSAAN DAN PB:NGU,JIAN


Hasil pcnlcriksnan dan pengujian tcrhadap elevator/ eskalator"') sccara
rinci scbagaimana terlampir.

1126
D.KESIMPULAN

Iv1EMENUHI
PERSYARATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KER,JA

Dcmikian Surat Keterangan ini dibuat dengan sebenarnya agar dapat


digunakan sebagaimana mestinya dan berlaku sepanjang
~:lcvntor/Eskaltltor·) tidak dilakukan perubahan teknis dan/atau sanlpui
dilakuknn pClneriksuan dan pengujian selanjutnya sesuai dengan
ketentuan p(.~raturan perundang-undangan.

Disctujui: Pengawas
Pinlpinan Unit Kcrja Ketenagakerjaan :s p~~Sllall$
K3 Listrik, Elevator, dan
Eskalator

( l
NiP . NIP .

K{~terangnn:

Lernbar ~urat ketcrangan:


a. L(~mbar pertamo, untuk penlilik;
b. L(~nlbar kedun, untuk unit kerja penga\vasan ketenagakerjaan setempat;
L(~nlbar ketigo. untuk unit kerja pengawasan kctenagakerjaan pusat.

1127
F()J<MUL[[~ 7 SUf~AT KETERANGAN HASIL PEMERIKSAAN DAN
PENGU"JlAN ELEVATOR ATAU ESKALAT()R YANG TIDAK
l\H~!\1ENUH[ PEI~SYARATAN K3

KEtv1ENTERIAN KETENAf}AKER\JAAN REPUBLIK INDONESIA


DISNAKEI~ pr~()VINSI .
A t.:\l\1AT .

SURAT KETERANGAN
ELEVATOR/ESKAw\TOR*)
Nornor: ...

Berd:lsarkan hasil pct11criksaan dan pcngujian yang tc)ah dilakukan okh


pada tnnggal ... sid ... tcrhadap pcrcncanaan/pembuat<:tn/peOHl.Sangan/
pcrakitnn!pcrawatan/perbaikan ':Ie) Elevator/Eskalator), diterangkan bnJlwa:

A. DATA U?v1Ul\tl
1. Nurna
.Jnbatnn

l)erLlsn.h;'';l<ln .
i:l. j\l::lrll:;'lt .

L,()k(lSi ()bjck: .

B. DATA TEKNIS

1. ,Jerlis .
Bentuk/Type .
3. Nanlnl Perusahaan Pcrencana: .
4. PnbrikJPerusah~an Pernbuat .
Perusahann Pcrnasang .
b. TClnpat d<:ln Tahun Pelnbuatan: .. .

C. HASIL PEMEI<JKSAAN DAN PENGUJIAN


Hasil pelnerjk~aan dan pcngujian tcrhadap Elevator jEskalator*) seCEtra
rinci sebagaimana tcrlarnpir.

1128
D. EVALUASI (AhUwHl Teknis)

E. KESIMPULAN

TIDAKMEMENUHI
PERSYARATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Demikian Surat Keterangan ini dibuat dengan sebenarnya agnr dapat.


mestinya dan berlaku sepanjang
glcvator I Eskalator*) tidak dilakukan perubahan tcknis danj atau s;;unpai
dilakuknn pemeriksaan dan penglljian selanjutnya sesllai dengan
kctentuan pcraturan perundang-undangan.

f)ist:t.ujlli : Pengawas
Pimpinan Unit Kerja Ketenagakerjaan Spesialis
Pcnga\vasan K3 Listrik~ Elevator, dan
Eskalator

( )

NiP.............................•.... NIP .

Kelt·rangan:
Lemba.'" surat keterangan:
Lenlbar untuk pemilik;
b. Lcrnbar kedua, untuk unit kCIja pengc:nvasan kctcnagakerjaan setenlpat.;
Lenlbar kctiga, untuk unit kerja penga\,~ll\San ketenagakerjaan pusat.

1129
F()R1\1AT 1 C()NTOH STIKER MEMENUHI PERSYARATAN K3

K£MENTERIAN KETENAGAKERJAAN R.f


OlSNAK[~ PilOVINS! .. -. .

TANOA LAVAl< KESELAMATAH DAN Kf&EHATAN KERJA

NAMA nEVAmH/ESKI\lATO~"i
TIPE/NO.
j(;\P.'!t$IlAS /VOWMf.
lOKt.~S f!E:SJ\WAT UfT!ESKALATOR"I

1130
FORl\1AT 2 C()NTOH STIKER TIDAK MEMENUHI PERSYARATAN K~~

1131
1132
MENTER. KETENAGAKERJAAN
REPUBLJK INDONESIA

PERATURAN MENTER! KETENAGAKERJAAN


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 2018
TENTANO
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
LINGKUNGAN KERJA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERJ KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang 8. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 dan


Pasal 6 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1969 tentang
Persetujuan Konvensi 01"ganisasi Perburuha:n
Intemasional Nomor 120 Mengenai Hygiene dalam
Perniagaan dan Kantor-Kantor scrta ketentuan Pasal 2
ayat (2), Pasal 3 ayat (1) hum! it hurnf j, huruf k,
humf It dan huruf m Undang·Undang Nomor 1 Tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja. perlu mengatur
keselamatan dan kesehatan kerja lingkungan kerja;
b. bahwa dengan perkembangan teknologi dan
pemenuhan syarat keselamatan dan kesehatan kerja
lingkungan kerja serta perkembangan peraturan
perundang-undangan, perlu dilakukan perubahan
atas Peraturan Menten Perburuhan Nomor 7 Tahun
1964 tentang Syarat Kesehatan t Kebersihan serta
Penerangan dalam Tempat Kerja dan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja;

1133
c. bahwa berdasarkan pertilubangan sebagaimana
dimaksud dalam hunJ( It dan hun!f b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
tentang Keselatnatan dan Kesehatan Kerja LingkunpD
Kcrja:

Mengingat 1. Undang... Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang


Pemyataan Berlokunya Undnng-Undang Pengawasan
Perburuhan Tabun 1948 Nomor 23 dari Republik
Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara
Rcpublik Indonesia Tahun 1951 Hornor 4t;
2. Undang-Undang Nomar 3 Tahun 1969 tentang
Persetujunn Konvensi Organisasi Perburuhan
Intemasional Nomor 120 mengenai Hygiene deism
Perniagaan dan Kantor-Kantor (Lembaran Nega.ra
Republik Indonesia Tahun 1969 Namor 14, Tombohnn
Lembaran Hegara Republik Indonesia Nomor 2889~;
3. Undan.g-Undang NOInor 1 Tahun 1970 lenlang
Kcsclamatan Kctja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Negam Republik Indonesia Nomor 2918);
4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakeljaan (Len1 baran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Oaerah (L.embaran Negara Repubtik
Indonesia Tahun 2014 Nonl0r 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah beberapa kali diubah. terakhir
deng::in UndHng-lJndang Nomor 9 Tahun 2015 lental'1g
Pcmbahan Kcdua atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indone~ia T-ahun 2015 Ntuuor 58,
Tambahan LembArA.n Negara RepubHk Indonesia
Nomor 5679);

1134
6. Peraturan Pemerintah Nomor 50 rabun 2012 tentang
Penerapan Sistenl Manajenlcn Keselalnatan dan
Kesehatan Kerja {Lembaran Negara Rcpublik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 100, Tambahan Lembarall Negara
Republik lndonesia Nomor 5309};
7. Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010 tentang
PengawasaIl Ketenagakerjaan;
8. Peraturan Menreri Ketcnagakerjaan Nomor 8 Tabun
2015 tentangTata Cara Menlpersiapkan Penlbentukan
Rancangan Undang~Undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden serta
Pembentukan Rancangan Peraturnn Menteri di
Kementerian Kctenagakerjaan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nornor 411);
9. Peraturfln Menteri Ketenagakerjaan Nomor 33 Tahun
2016 tentang Tata Cara Penga\vasan Ketenagakerjaan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 1753);

l\tJEMUTUSKAN:
Menetapkan PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJl\AN TENTANG
KESELM1ATAN DAN KESEHATAN KER.,.JA LINGKUNGAN
KERJA.

BABI
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalarn Peraturan Mcnteri ini yang dimaksud dengan:
1. Keselamatan dan Kesehatan Kcrja yang selanjutnya
disingkat K3 adalah segala kegiatan untuk Inenjalnin
dan melindungi keselamotnn dan kesehatan Tenaga
Kerja melal\li upaya pencegahan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja.

1135
1136
dalnm 90tU hari

tidak bolch dHampaui

tu:rU:l1annlva di Tenlpat dapat !nt~n~~;,etl(lb'Ka.n

rneliputi

1137
1 .

lB. Suhu
tenuOulcter
19. BfU~lh Alami adalah

1138
1139
37.

b.

1140
1141
1142
(1)

1143
H

( 1)

d,

1144
(1)

d. a tau gellorn .tu:rf:ag


{Ultra

1145
(1 )

(5)

1146
(4)

1147
(l)

(2)

(J)

(4)

melakukan perlgeriOftiUan

(1)

1148
1149
(2)

d,

f.

g.

(U

(2)

1150
1151
1152
(1)

(1)

1153
(4)

( 1)

(2)

1154
1155
g. produk binatang dan tumbuhan
lainnya.
Biologi sebagaimana dimaksud
humf a dilakukan pengukuran.
(4) Faktor dirnaksl.ld
hum! huruf c, humf d t
dHakukan peJmaLntau;an.
(5) Dah:un
pada ayat (3) melebihi ha.rus

(6) Dalam hal hasil pemantauan set)a~atn1arl8 dlm~llks~ud

pada (4) terdapat


pengendalian.
(7) Potensi
pada dan
huruf dilakukan peltl~e~nclaljian

nlengh Hangkan
dari Tempat
nll~.ngganti bahan,
luenimbulkan sumber
nlengisolasi utau
.Biologi;
me~nv'e(tla..k~n sistern vel~ltJjlaSl:

e. mengatui atau membatasi \vaktu


terhadap sumber bahaya Faktor
f. baju sesuai;

1. memberikan vaJkSlnaSI

j. meningkatkan
k.
1.

m. pengendalian lainnya
risiko.

1156
danjatau

(1)

1157
d,

1158
(6)

1159
tI)

(l)

(2)

1160
b.

Inudah (l1bers1l1kan~

bertut)c:U1g, dan

1161
(1)

(1)

1162
(5)

1163
(8)

1164
(1)

1165
{tl

1166
(1)

(1 )

1167
(5)

kOlllaruirlan d i
(2)
bersifat alarni flH1U

f3)Dalam

nlt~n(laJJat ruang udarn (cubic


{scrJUluJtll meter kubik.

b.

1168
(1)

1169
IV

1170
d.

1171
(I )

1172
( I)

ten:Jlsahkt2ln dari P~ratural1

(1)

1173
1174
mengelola pelaksanaan h~knik pengulnbilan dan
pengukuran sampel,
r'aktor Kimia Faktor Biologi. Faktor
1

dan Faktor i~1!k"nlnClf1'

persyaratan
linl~k1,ln~~an kerja.;

h. l11elaksanakan modifikasi prognun


l{lnigklun,~an Kerja;

i. lnelaksanakan dan mengelola


);,J'4 "'''~J> '<A"44 K3 Lingkunga.n Kerja;
dan penilaian
Kerja;
dan mengelola

kebutuhan peralatan
dan penguk,uran;
n. meromuskan, dan memodifikasi pelaksanaan

o. inspeksi K3

p.

Ahli K3 Utama Lingkungan


dlrJn.a},su~d dalam 45 (2) huruf c 'tTl#,1·f·'l11nt~i.(!=ln

KerJa memiliki untuk:

1175
1176
n,

1177
(2)

(3)

b.

1178
c. alas hasH
pengukurd.n, pengendaHan lingkungan
pelnel~ap.an Higiene 1~empat

d. membantu Pengawas Ketenagakerjaan


dalam melaksanakan peJ:nenks.a~tan

dan Pengujian K3 Lingkungan


e. melaksanakan kode etik

Pencabutan Lisensi K3

Lisensi K3 dapat dicabut apabila personil


Lingkungan Kerja:
a. melaksanakan tugas tida.k sesuai dengan
K3;
b. ke181a.ian~ da.n
menimbulkan keadaan berbahaya.

tidak melaksanakan

BABV
PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN

Pasal58
(1) TempatKerja yang memiliki potensi
Lingkungan Kerja dilakukan Pemeriksaan
dan!atau Pengujian.
(2) Pemeriksaan dimaksud
merupakan
membandingkau t
dan mengevaluH5i
untuk Inexnastikan
peJrSyanlta.n s.eb~igaLUl1lf.U1l~1.dimaksud dalarn Pasal

1179
(3)

konsentrasi
terpenuhinya
dimnkslld dalnm

(1)

internal rnaupun

(3)

(1) me!lPub:

(5)

1180
b. Penguji K3; atau
Ahli K3 Lm,rtkUngsln

Pasa160
Pemeriksaan dan/stau Pengujian sebagaimana dirnaksud
dalam 59 (1) meliputi~
pertanla;
b. berkaIa;
c. dan
d. khusus.

Pasa!
(1) Perneriksaan danl a tau
sebagainlana dimaksud 60
dilakukan untuk
Lingkungan di Kerja.
(2) Pemeriksaan dan I ata:u Peng1~ian

dim~lksud pada ayat (1) tneliputi:


a. keJja dengan Faktor Fisika,
Kimia, Faktor Biologi,
Faktor Vs:.,rk'nioClfl·

dan
c. Sarana dan fasilitas SanitasL

Pasa162
(1) Pemeriksaan dan I at au Pengujian berkala
sebagaimana dimaksud dalam Pasa! 60 hunlf b
dUakukan secara eksternal paling sedikit (satu)
sekali sesuai penilaian risiko
ket:entuam pcraturan peJrUIldc:lni~-und"anRan.

(2) Pcnleriksaan
sebagaimana dimaksud (1) dilakukan

dimaksud dalam Pasa161 (2).

1181
(1)

(2)

1182
(4)

1183
Pasal
(l) Area

diberikan stiker dibubuhi O",-IU,."""i.

(2) Stikel' sebQ2ClWn~:ina dUllak:sua (1) ter(:ant,um


dalam yang
ter'Pi~~lka,n dan Peraturan ini.

Pas'll
(1) Pelaporan sebagaimana dirnaksud dala.m
(2) dHakukan maupun

BABVI
PENINJAUAN NILAl nn'J:un.~.. "-.J

NAB dan/atau standar dimaksud


dapc'lt
sekali sesuai ilmu peJ:iae~tallu~m

teknologL

dilaksanakan oleh PeI128l\V<3lS K.e tc:nagaJ(e~Jaa,n t:)pe~~!allS

perundang-undangan.

1184
V111

1185
Pasal74
Peraturan Menteri ini berlaku
diundangkan.

Peraturan ini
perlernlpaltanlnya dalam Benta Ncgara RelJut)l1k IndoneSl:'i.

Jakarta
pada

MENTERl Kl1"'TENAGAKERJAAN
REPUBLJK INDONF.....';JA,

DHAKIRJ
Diundangkan di Jakarta
pada 27 April 2018

DIREKTUR JENDERAL
PERATURANPERUNDANG-UNDANGAN
. "' .......'....- ..... _,.,,'u .... , HUKUM DANHAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

WIDono EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR

DENGAN ASLINYA
ROHUKUPiI.

1186
LAMP'lRAN
PERATURAt'l MENTERl KETENAGAKERJAAN
n>;"",P-.,,-,........ lNDONESIA
TAHUN
TENTANG
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
""".It'I ...... "'.. Vt't ...... ,nl,J,~ KERJA

DAFTAR LAMPIRAN

1. NlLAl AMBANG BATAS FAKTOR FISIKA


STANDAR Jl..J'~·pu" 'p, ........, ....

AMBANG BATAS FAKTOR KIMIA


INDEKS PAJANAN BIOLOOI
STANDAR FAKTOR BIOLOGI
"",1.£r1.i'u..'o" FAKTOR ERGONOMI
...., •••.,,,L.., FAKTOR PSIKOLOGI
P(~[)Oi\.1AN

FC)RMUUR PEMERIKSAAN DANjATAU PEN()UJIAN


10. TIDAK MEMENUHI PERSYARATAN L.INGKUNGAN

MENTERIKETENAGAKERJAAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

M. HANfF DHAKIRI

~t\J."U~.t'H' SESUAI DENGAN ASLlNYA


RO .... .., .. "".....,.,,*.

1187
lklim Suhu Dan Bola

....
Wl1 I.
-Q"

8 Jam H;,
d&
~ •
1 q,

30 tv1enir. 97
1 .) ,O(
75 0;
~~ '5 O~
1.138 n~
094

28~12 Det.ik 15
14 00 h
"7.0
3 !')' I ~.c

't
.dJ
I 4 l~
1 l tl
I

1188
Radio Dan Crclombang
\Vaktu

menit)

1189
.......
.......
\0
o
1191
0.1

~,tedan StaUs

1192
1193
1194
f'AKT() R KI ~HA

1195
1196
170 mg/m 3),

0,00016 ,. 0,00018

610
0,00164

mg/ m 3 Perkloroetilen

124 bds 610

der:nUCUUl NAB C8JUplJmn belum dilampaui

Ctllmo'urSln Debu..Debu Minerdl wltuk campuran


yang bersifat akti!~
CarnplJra,fi di A.2. {kasus "'~1<·U.QII',l~l.

1197
1198
1199
......
tv
o
o

*-
.-.~*: •.

mata

Bervariasi' Bawah, Keracunan

Debu logarn 10
Bubuk pyro Al 5
Uap las sbg 5
Garam larut sbg 2
Alkil va tidak 2

*
1201
1202
pe~rn.aI,aSian atas,

5,2 10

2 pemafasan atas & mata

Ot 1

,.....
tv
o
VJ
......
tv
o
~

•...• ~•.~• •'w..• I ASbestos

---....,._...

lritasi mala dan saluran pemafasan atas

Asfiksia

..
A4;BEI pemafasan atas, Gangguan syaraf pusat

.. T5; pemalasan saldt
1205
,.. . .
ww-------~ __ I-
__L..._..L__~:,
_ __ ' __ __..._..s_
•• ..........,

1206
*
*

10

OJ1 1 ppm

*'
*
200

0,1 pemafasan a.tas; Mata&

•• 2;A2 4,4;A2 54.09

hidrokarbon; 800

N
o
....J
1208
lritasi saluran petm13UaJ~an

"""'"
"'tv
o
\0
8
.........
...... ~

08

1210
*-

.......
N
"""'
......."
1212
1213
""""'"
N
""""'
~
"

pusat

r"'ungsi paru

45,08 I lritasi saluran pemafasan i\tas dan salur,


pencenlaan

McHb-emia

BElw:
I Dimetil amlin 25; 10; },{eff b-emia
69-7) A4; A4;
*. KuHt; Kulit;BEI lKulit;BEhtIKuHt;BEI
pemalasan atas dan mata,

1,5 6,4 104,20 mata)

A4

lritasi mata; Saluran pemalasan atas

Lihat DiisoQulil

lritasi Saluran pernafasan atas; Kanker


IA3

107,54 I Kanker nasa/hidungl; lritasi salunm

.......
N
.......
Ul
1216
1217
1218
1219
""""""
tv
tv
o

*.

10;
~4;
Kulit

ada
notasi
100 pernapasan atas mata ITidak
(H);A4 ada
notasi
Etilen Tidak
dan!atau ada
Nitrogliserin (628- notasi
96-6
~-
*. I Etilen imin (151-56- 0.05; 43,08
4) A3;
Kulit

*
•• 1;A2

100

2
1221
1222
1223
1224
5

* 2;

2fR
pernapasan atas dan mala;

""""
N
N
Vl
1226

1227
...
tv
tv
00

BEl;
Kulit

2; lritasi saJurall atas

I I ' .._,__ * d""._~.~ f i f ---I-- _".." ,."".,,~ I - -- .-- I ,J

lritasi saluran ata8. Sakit


Mual. tiroid
T 27,03
Kulit

bervaria.si

4.9

I Tidak
ada
125 J 452

74,12

713 1.16,1.6

138 t 21
I

jooooooI

N
N
\0
1230
dan mata.

Bronchitid, GaMn~uAn fung8i puru, 0,2

N
W
~

tv
W
tv

Penghambat kotinesterase

Bronchitis

COHb-emia

331.65
*-
Kayu..-kayu Juna.k

Ketena l"'TU.~-d ..I - " ' J 0,5

I Klorin 0,5; 1,5;A4 1;A4


A4
*.
*
1;A3; Kerusakan hati
Kulit

0,1 I 0,28

TO,1

.......
N
w
w
1234
••

*-. A3;

A4

A3; pemafasan atas, Gangguan
Kulit
2 - Kloro etanol T
A4; pemalasan atas.
Kulit
Kloro etilen

Kenlsakan hati dan embriojjanin,


Oangguan syaraf pusat
*.•

Pembengkakan paN

.........
N
W
Ul
1236
saluran pernafasan atas 5
lngjm

3 (IFV);
A4

*- IKrisen 228.30
Kanker
BElP

0,05;
• At Kanker pam

0,,5: RP'rv.$ll'ntll~11 lritasi atas dan kulit

,..
N
w
~
.......
N
w
00

-

.....
• BEl
••
Ql.AI
•• 0,025 pemafasan atas dan kuUt

An tras it

••
1239
.......
N
~
o

0,1 (1);A4 Bervariasi

0,1;
KuHt


Metana Liliat

A I Metanol
(67-56-1) KuHt;
BEl
Metil akrilat
1241
""'"
"'tv
~
tv

r··········•


...


...
1243
1244
1245
1246
1247
1248
1249
1250
~

N
V.
~
1252
1253
1254
5;A4

N
2,,, Pivalil

Plaster dari Paris


Platina
Logam

Pt

0,5

.....
N
Vl
Vl
........
N
V.
0\

250

Skin;

lritasi mata; Gangguan sistem pusat


90;A4 110,11 Iritasi mata dan kulit

Logam: iritasi saJuran pernafasan atas

Bervariasil Garam tidak larut : lritasi saJuran


pemafasan bawah

*. I laru.t O,Ol;A4 ervariasi I Garam larut Asma

* I Ronnel (299-84-3) 321,57


Pene.hambat kolinesterase
Rosin InU:lU"'lr1-fl Kulit sensitif, Dermatitis, Asma

RSEN
* IRotenon

""""'
N"
Va
.....J
~

N
va
00

Pembengkakan pam

lritasi saluran pernafasan stas

pemafa.san atas t mata. dan

309.13 I Inta81 pacta oran oencernaan


*
T4,7 T I I Kulit

T5 Kulit

T5 Kulit

Kulit
Irltasi mata dan kulit
*

*
66,10

600 1720 70,13


10
3

..-
N
Vl
\0
1-00'
N
0\
C>

2{j1

•• 0,1 0)
10

paru


3l
• ITriooli
Silikon
* t SiHkon karbida (409-
21-2)
Nonfibrous

Fibrous

o ~ A2
5 pemaJasan atas

5
atas

6
1261
~

N
0\
N

Erosi
*
Efck hematologi

10 I 42

ell 5,5

C OtOl
1263
IJ-oI.
N
0'\
~

-6

Tembakau 162 t 23 I Lihat Nikotin


Kerusakan saluran pencemaan, Gangguan
syaraf DUsat. Ganmzuan
Lihat Koal,

0,2; Kanker
Al;BElp

556

*.
1265
1266
Oksidadan 2

anorganik
Ot 1; lritasi nlata dan pernafs St-~n stas,
I OnZanlK. sebagai Sn Sakit kepala, Mual, d
syaraf pusat
A4;
Kulit.

dioksida 10;
A4
*.•
O,l;A4

N
0\
.......,)
~

N
0"\
QO

pusat

Lihat Seheksatin

'aru
Trietanolamin (102- 5
71-6
Trimetilik an hidrid
(552-30..3)

OSEN;
RSEN
TrimetUamin (75-50.. I 5 12 pernalasan ama, mata dan
2 10

A3;
Kulit Kulit
Cameen
Gan
1269
1270
1271
1272
1273
1274
1275
1276
1277
1278
1279
1280
1281
1282
1283
meng1.tk1.1r lebar dan

x 40 Serlt1n:letc:r

1284
1285
1286
Menentukan tentang kedalaman duduk
makSiJmal yang diterim.a.

1287
1288
1289
1290
untuk

siku

yang
pada saat me~ml:>ertjnlb,ln,~kaLn
siku di daLam ruang kerja.

1291
1292
1293
1294
1295
Standar Deviasi

1296
untukmemudahkan

1297
1298
aplikasi data antropometri yang
perancangan produk ataupun Casilitas kerja. ada
rekomendasi yang bisa diberika.n sesuai langkah¥

ditetapkan anggota tubuh mana yang naJrlWlya


dl1"ungsllkan untuk rancangan tersebut.
Menentukan dimensi tuhuh yang penting dalam proses
dalam hal ini juga
menggunakan data dimensi tubuh statis ataukah
tubuh dinamis.
SelanliutJl'f'a tentukan populasi terbesar yang harus dUimtls11:l8S11 f

dan target utama pemakai rancangan


prod uk tersebut. Hal ini lazim dikenal sebagai "'8e:gIllel1ltallu
maina.n anak-anak, peralatan rumah tangga untuk

uk*Uran harus dtikuti semisaJ apakah


untuk ukuran individual yang ekstrim f
fleksibel (adju.stabet) ataukah ukuran rata-

pelrsent~lse populasi yang harus diikuti 900IO-ile.


4li "'Gl u.n.,Q.i ~
nilaipersentil lain dikehendaki.
tubuh yang telah
pilihjtetapkan ukurannya dari
sesuai. Aplikasikan data tersebut.
kelonl~ran (allowance) bila diperll.1kaln
ukuran akibat tebalnya pakaian hams
tangan dan lain-lain.

industri melakukan peltterjasdl-lpeltet:Jaan


shift kerja, hal tersebut dilakukan secaracepat
menghasilkan suatu produktivitas yang lebih
\,·.... "',..."'w ...... " maka setiap stasiun kerja harus didesain untuk

kebutuhan individu pekerja (seperti; objek


ukuran yang dan
jenis mesin yang digunakan dan

kerja

petna,kal yang dtdlas.ar~~a:n

yang relevan

antropome:tn perlu mf:~mlper·ttnnWll1itteaXl pakaian, sepatu


normal.
kisaran ketinggian dari pekerjaan utama. Penyediaan
distel,

1299
duduk InnUpUn

1300
BL Kettn~'Zian Sedan

dimensi ifu'1glral.:lan normnl dan mflks,lmol


oleh -balk

1301
Jar'~g1<:auan pekeJjaan

jarlgl(:al,l,an maksimal

1302
hurns dipe.rhstikan terkait stasiun

yang dapat

menyebahkan

duduk
adalah setinggi mata duduk.
sehingga punggung

1303
untuk kcmuc]('lha11 lutut

bercda harus dipelhitungkfln t"",·'M<c.ri~,;;."


di ba'\vah
~:tntara landaf'Kln ktlrsi dcngan landasan
bavn:1h untuk nlealpel'tnnbangkan uktlrnn lebal
Lokasi penernpatan peralatan yang scring digunaktUl;
lnernpertullb':U1gkan ukul"'ao panjang tlngan (dan perg<~lan~an
tengah)
"...., .. , 'c, J"- -

bagian kernudahan

Ketingginll
Pna.

1304
rnemerlukan kctcLitian
me'nfl1l1fSJlai peJl1Debt:tnan staUs pada otot hagian belakaniR.
adclah 5.. 10 sentimeter di atas tinggi siku
luanuul, di
peralatan; ulaterial dan kontainer
lan,oa~san kerja 5.. 10 sel·1Un:u~t.f~r

lnenu:rlukan peneka,nan dengan


sentimeter bawah

1305
1306
dalam radius JQ11g1l;atllan

1307
Tabel85
Pernilihan

berdiri.

1308
duduk..berdiri tt~la.h banyak dicobakan di
mc.:~m10UnViai
keuntungan secara biome:kanis di mana tekanan
lebih rendah di barldiJr\~(8Jl
rnellerus. Hal
dalam
duduk~berdiri
besar

area optmll,.un jaJ~lgkiau~ln


dUr,.iJ~~n~tka~ atau
sangat berkurang
siku. lengan bngian bawah.
TODHlnroln-,toljarl.~ntersebut harus diheri bahan lembut dan
bagipemakainya.

darah pada otot


anltotJonletr1 yang digunakan adalah:
lebar pinggul menggunakan peJ~selr1tll

lebar bahu me'n~l{Ur\aM:anoeJ~l:ltU 95 f95o/r:..ile);


posisi duduk menggunakatl 50
me~n$!gat'l~~ akses kursi ke dalam

1309
1310
uu:le l:>thilPinJtKt1tUilln tangan
belroe:do,ma~ data 5%-ile

Komputer
me:ncllPalkam kenya.,t:nanan pada

CUh.-Up tempat untukmenata


CPU, monitor, keyboard mouse,
J

dokumen~ dan lainnya


tulis dan lain-lain.
se:su:cuk:a.n tinggi dengan tinggi dan posisi tubuh

buku, laporan* atau bahan


dibutuhkan dnla:rn dengan komputer sel)QHm,'Q
dUet~lkk:a.n di dekat Dlorutor. Bisa di bawah atau dU~r:llpjlng
setU1l1iUla leher ata.u tidak

1311
1312
monitor yang kotof' karena
Irlt:HHubuH'1rnn efek dan tampiian buram.
(bifocal~

1313
lihat dan

1314
pe;kell1aan m(~n~~arl~~at selama:
kali angkatan per jam atau
12 kali angkauln

1315
2. NAB untuk pekerjaan mengZ:lng,kat
hari dengan :> 12 dan s 30
atau
had dengan > 60 dan s 360

Diadop dan ACGm 2016

:Tinai bahu .. 30 em

···_;"~----,;·+···-,,,,'1········_···· 11. oahu


9 : 11'" bahu -I em

_ ........._ _L - _ - J . . -_ _ lamai

Sedang
Zona vertika1
30-60 >60-80
BeDtimeter aentimeta'
.JaliUtkau.~U1C atau
atas bahu sampai 8 sentimeter di bawah
bahu

1316
1317
1318
Rumus
Equation) llaJ:lvalan
unttlk
dlseb(iLJ~~an oleh pek:eni3an

Direkome ndasikan

rumus

1319
J.·,/PI.J" ..... 'l"'1,t\~ ...,. Task).
i\"leng<Jlng.kat (L~'ting

Task) didefmisikan
aKll1Vlla8 l.a<.::n14~galng objek yang mempunyaiu.kuran dan
memindahkan

1320
(Vertical Locaticn V) .
Adalah tangan di
diukur dari tempat asal
dituju (Destination

Destulatton /Dt.
nilai perbedaan absolut
asa) (origin) dan tempat angkat

Me:reJ)resel'ltaSlR;al1 Lokasi

1321
dHrJasitil<asikan menjadi tiga klasifikasi
(Jain

yang Me~relJreSel)tasU~~fU' Sudut ..,,'.'''''U~lL''

1322
1323
pel·sa[na~ Dan Fungsinya
r~... r'"~;::{rTl~,H·sn yang digunakan untuk mt:n~:hUll11la

1324
diukur,
dapat diukur, maka 1i
hampir mendekati melalui
sentimeter):

1325
darl pada dHri peJrRelHrlf/:fln
nlaku objek tidak dapat diangkat
KeJllJ~U1~:an keseim bangan.

J)e1r!aI:UH:lntangan.
Pernb(lta~~an Vertikal (Vertica.l Restriction)
("1 dibatasi oleh permukaan lantai dan
untuk

1326
3dalah 0,78 dan pada ket1nsrwa~n
V lebih tinggi dari
VM dapat dihitung

1327
1328
sudut A hanJ! diukur
dan destinasi a..'1gkat.

Pengukunm
I!r(J~1Ujen(;u ,l},fUlICu,':r.er
(FMJ dite.ntukan dengan: a)
frekuensi b)
t \vaktu
c) kctin~llan

jUlublil angK1atall
yang diukur
()lehkarena variusi
mungkin akan mengalami keisulllta,n
ole:nd.a.tJ<Ettl1:.an sampel yang akurat setiap
frekueusi (F). Jika.
frekuensi maka analis

1329
kerja
menit,
rrlt~lakukan peketjaan ringun untuk menit. dan kemudian
tam.bahan waktu 45 n1cnit. Pada
waktupernulihan antara
ada.lah kurang dari 1,2
menit). dernikian,kedua waktu
dan 45 menit) harns bersama
total

DuratiDn} merupakan
memprUnY81 durasi lebih dan
diikuti periode seliruJratl$£-

1330
1331
1332
menerus pada rerata 10 angkatan/ menit, diikuti dengan 2 nlenit
waktu maka yang benar harus diatur
F [10 angkatan Imenit x. 5 menit} I menit

(Coupling Component)

tangan kepegangan objek atau metode


dapat mempengaruhi tidak
dUakukan tenaga kerja. tetapi juga lokasi
selama objek. yang
mengurangi kekuatan maksimum genggaman yang
meningkatkan tenaga angkat.
:5ernerlWlra itu, pada yang t.idak baik secara umum
metnerlukan kekuatan menggenggam maksimum yang lebih
menurunkan kesanggupan tenaga angkat yang

t.idaklah statiSt mungkin hP1l"VCMa~n


jarak angkat objek dari Ian tai sehingga
1

dapat tidak bagus selama


Keselu.ruhan kisaran mengangkst harus
pada soot mengklasifikasi

dengan
kurang optimal
atau objek yang
tidak beraturan,
berukuran
dijelaakan sangat besar,
keterangan 1 sulit untuk
3 di bawah. dipega.ng,

runcing,
licin dU.

bawah

1333
1334
menur..l t
......Qci ... ar'tn""'''''' nle:r.l~ang,tm.t men~lndikSlSntan nilai
LI di
ut.ama dibandingkan

1335
LirnitBsi U
nelrsau1fJlan RWL dan 1..1 djdHsarkan
yang berknitan
d(~nganpeningkatan
kata II menin,glalt
tenaga keJja juga
tinggi, nla.ka resiko

tambahan

1336
dan perbaikan
mungkin
para!neter~parameter

nilai perbaikfln ~l'lin,~

1337
scjauh

kondisl lersebut mc~nimt)uJlkan

1338
mc:ml:>e-rlgarUJru keseJamatan dan

----------------------.. <, .. ·------------DIISI OLEH PEMERIKSA---------------------------

1339
.·~ •• f""'.'.~·"','.'"';;-"'. PEMBINAAN AHtl K3 LINGKUNGAN KERJA

No.

1340
1341
I Be:rkcllaj KhUS\lS Iklim

s.d,

NAB

1342
Ahli

1343
K()P INSTANSJ YANG

1344
1345
1346
~ •• y' ••••• , . " ., . . . . . . " •• , .. ',.',." .}

1347
dan Pengujian l~waJI Berk~a/Khusus
Gelon't>~Ul~ :tv1ikro*

1348
1349
1350
1351
1352
1353
lklinl

1354
1355
1356
( ,., , , ,)

1357
dlpakai:

1358
1359
L

1360
1361
1362
1363
Pengujian

1364
.. " , , .

dililkukon
K3
dilakukan Ahli
K3

1365
Dan

1366
1367
1368
1369
1370
1371
Toilet

1372
Pakaian

di1akl1kan
K3
dilaku.kan
K3

1373
1374
Dalam l<uan~~an

1375
[?on:l1ulir Pelnenk~aan Ruang Udaral Cubic Space-

Perntriksaan Visual .
\Va.ktu Perneriksaan Visual: Pu.k:ul ,;;)., " .

Lokasi Volume
Pemeriksaan Ruangan (m~i)
n"~nUllngx

sketsa terlaJ1aplr.

hart.1S segera dipenuhi:"'*

Yang Memeriksa dan Menguji


D isetl~jui: PengawasKerenagakerjaan Spesialis K3
Manajer J...tnigkUngsU'l Kerja I Ahli K3 Lingkungan
Kerja Muda/Madya/Utama/Penguji K3,

( )
N"IP . NIP/No. REG .

oleh
K3
dilakukan oleh AhU
I _'n4Tl"\'1t K3

1376
: Pukul s.d , ,

Pembcrsihan

REG, .... ,..... ,•....... ,....··.·.·.·,···

diJakukun oleh Ahli


K3
dilakukall oleh
K3

1377
Keterangan Basil Pemeriksaan dan

Df TEMPAT KERJA

1378
PEl\?'r;Rn'SP~AN DAN PENGUJV'\N
dan pengujian terhadap
di kerja

NIP " .

1379
SURAT
lliGIENE DAN
Nomor: ..

: No ..

1380
1381
f\1ikro

Telp, ., > • • >< .

1382
terhadap
kerja

NIP.. v " • ,,·,·,·.·,,·.

ne:ns:~lW~:lSa.n ketenagakerjaan

1383
P s,d.
di kerja, diterHngkan

peralatan dan bah~ln

No. < • • • • • ,., • • • • • • • • • • • • • • • • •

1384
TIDAK ~lEMEl'lUHI
J".t.,:,;¥J,;:"i'I~"'f.n.,l"U'i DAN Kf;Sf1;HATAN KERJA

..... J

1385
STIKER TIDAK MF:MENUHl PP':RSYARATAl'l K3 LINGKUNGAN KER,JA

WASPADA
KEBISINGAN

Hornor :' Tanael _4<.,. .


HASll RIKSA WI

KEBISINGAN BERBAHAYA
BflA Of ATAS HILAI
AMBANG BATAS (NAB)
NIP

WASPADA
IKLIM KERJA PANAS
Are.
Nomor · T."... _ ..-.
HASIl RlKSA WI

IKLIM KERJA PANAS


BERBAHAYA BlLA 01 ATAS
NILAI AMBANG BATAS (NAB)
NIP

1386
WASPADA •
IKLIM KERJA DINGIN
ArM
: n 1"'81 "' '.'UUft.

HAStl RtKSA WI

IKLIM KERJA DINGtN


BERBAHAYA BILA 01 ATAS
NILAI AMBANG BATAS (NAB)
c )
NIP

WASPADA
RADIASI SINAR UV
Ar••
Hamor : "' Tangel .
HASll RllCSA UJI

RAOIASI SIMAR UV
BERBAHAYA BlLA DI ATAS
NILA. AMBANG BATAS
(NAB) NIP

1387
WASPADA
GASJUAP BERBAHAYA

Area
Hornor , T~ . n .

HASIL RtkSA WI

GASIUAP BERBAHAYA BlLA


01 BAWAH NIlAI AMBANG
BATAS(NAB)
NlP

WASPADA
INTENSITAS
PENCAHAYAAN
Are.
Nomor .. Tar\l'lal .
HAStl RIKSA WI

INTENSITAS PENCAHAYAAN
BERBAHAYA BlLA DIBAWAH
NILAI AMBANG BATAS(NAB)
NIP

1388
WASPADA
GETARAN

.........'" Tangel "' - .


HASIL RIKSA UJI

GETARAN BERBAHAYA BtLA Penpwas Ketenepkerjun


Spesiah K3 Ungkunlan Kerja
01 AlAS NILAI AMBANG
BATAS (NAB)

WASPADA
RADIASI GELOMBANG
MIKRO

Homor
HASil RIKSA WI

RADlASI GELOMSANG MIKRO


BERBAHAYA B1LA DI ATAS
NILAI AMBANG SAlAS (NAB) ( _._)
NIP

1389
WASPADA
OEBU/GAS
Ate.
Nomer T.....' ........._........
HASll RJKSA UJI

HAIL
,1!NOUtWRAN
I ~
HAS
(,..., I
t
I
DEBU/GAS BERBAHAYA
BILA Of ATAS NILA,1 AMBANG
BATAS (NAB)

1390
l\fENTERITENAGAKERJA
REPUBLIKINDONESIA

KEPtmJSAN
MENlERITENAGAKERJA
NO.: KEP. 155/MEN/1984
TENTANG:

PENYEMPURNAANKEPUTUSANMENTERITENAGAKERJA
DANTRANSMIGRASI NOMORKEP.125IMEN/1982, TENTANG
PEMBENTUKANSUSUNANDANTATAKERJADEWANKESELAMATAN
DAN KESEHATAN KERJANASIONAL,DEWAN KESELAMATAN
DAN KESEHATAN KERJAWILAYAHDAN PANITIAPEMBINA
KESELAMATAN DANKESEHATAN KERJA

l\fENTERI TENAGA KERJA

Menimbang a. bahwa dalam rangka memantapkan landasan bagi peningkatan


kegiatan Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional,
Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Wilayah dan Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja dipandang perlu
menyempurnakan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor Kep. 125/Men/1982, tanggal6 Juti 1982;
b. bahwa penyempumaan itu perlu ditetapkan dengan Keputusan
Menteri.

Mengingat 1. Undang-undangNo. 14 Tabun 1969, tentangketentuan-ketentuan


pokok mengenai Tenaga Kerja.;
2. Undang-undang No.1 Tabun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
3. Keputusan Presiden R.I. No. 45/M/Tahun 1983 tentang
Pembentukan Kabinet Pembangunan IV;
4. Keputusan Presiden R.I. No.5 Tahun 1984 tentang Susunan
Organisasi Departemen;
5. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep.- 199/Menl1983 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Tenaga Kerja.

1391
MEMUTUSKAN:

Menetapkan Menyempumakan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi


No. Kep. 125/Men/1982, tanggal16 Juli 1982 sehingga menjadi sebagai
berikut:

Pasall

Nama dan Tempat Kedudukan

(1) Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional, disingkat DK3N, bertempat
kedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.

(2) Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Wilayah, disingkat DK3W,


bertempatkedudukan di Ibu Kota Propinsi yang bersangkutan.

(3) Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja ditempat kerja, disingkat P2K3,
berkedudukan ditempat kerja yang bersangkutan
Pasal2

Tugas Pokok dan Penunjang Operasional

(1) Tugas Pokok.

a. Tugas pokok DK3N sebagai suatu hadan pembantu di tingkat nasional ialah
memberikan saran-saran dan pertimbangan baik diminta maupun tidak, kepada
Pemerintah cq. Menteri Tenaga Kerja, selanjutnya dalam Keputusan ini disebut
Menteri, mengenai masalah-masalah di bidang keselamatan dan kesehatan kerja,
serta membantu pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja secara nasional;

b. Tugas pokok DK3W sebagai suatu badan pembantu di tingkat propinsi ialah
memberikan saran-saran dan pertimbangan, baik diminta maupun tidak, kepada
Pemerintah di propinsi cq. Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja,
selanjutnya dalam Keputusan ini disebut Ka. Kanwil, mengenai masalah-masalab
dibidang keselamatan dan kesehatan kerja serta membantu pembinaan
keselamatan dan kesehatan kerja di propinsi tersebut;

c. Tugaspokok P2K3 sebagai suatu badan pembantu di tempat kerja ialah


memberikan saran-saran dan pertimbangan, baik diminta maupun tidak, kepada
pengusaha / pengurus tempat kerja yang bersangkutan mengenai masalah-
masalah keselamatan dan kesehatan kerja.

1392
(2) Fungsi.
Untuk dapat melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (I), pasal
ini:
8. DK3N berfungsi menghimpun dan mengolah segala data dan/atau pennasalahan
keselamatan dan kesehatan kerja di tingkat nasional dan propinsi-propinsi yang
bersangkutan serta membantu Menteri dalam : membina DK3W, melaksanakan
penelitian, pendidikan, latihan, pengembangan dan upaya memasyarakatkan dan
membudayakan keselamatan dan kesehatan kerja;
b. DK3W berfungsi menghimpun dan mengolah segala data danlatau pennasalahan
keselamatan dan kesehatan keIja di propinsi yang bersangkutan serta membantu
Ka. Kanwil dalam membina P2K3;
c. P2K3 berfungsi menghimpun dan mengolah segala data dan/atau permasalahan
keselamatan dan kesehatan kerja yang bersangkutan, serta membantu pengusahal
pengurus tempat kerja mengadakan serta meningkatkan penyuluhan,
pengawasan, latihan dan penelitian keselamatan dan kesehatan kerja di tempat
kerja yang bersangkutan.
(3) Penunjang Operasional.
a. Agar tugas pokok dan fungsinya dapat diselenggarakan seefektif mungkin,
DK3N dapat membentuk dan/atau menunjuk badan usaha non komersial yang
melakukan kegiatan-kegiatan penyuluhan, penelitian, pendidikan, latihan,
konsultasi dan lain-lain dibidang keselamatan dan kesehatan kerja;
b. DK3N dan DK3W dapat membentuk komisi khusus untuk melaksanakan tugas
yang ditetapkan olehnya.
Pasal3
PembentukaD, Susunan dan Tata Kerja
(1) Pembentukan dan Susunan.
a. DK3N dibentuk oleh Menten dan terdiri dari seorang Ketua beberapa orang
Wakil Ketua, seorang Sekretaris, seorang Wakil Sekretaris, masing-masing
merangkap anggota dan Anggota.
b. DK3W dibentuk oleh Direktur Jendera} Bina Hubungan Ketenagakerjaan dan
Pengawasan Nonna Kerja, selanjutnya dalam Keputusan Menteri ini disebut
Ditjen, dan terdiri dari seorang Ketua, dua orangWakil Ketua, seorang Sekretaris,
seorang Wakil Sekretaris, masing-masing merangkap anggota dan Anggota.

1393
(2) Tata Kerja. •
a. Hubungan kerja antara DK3N dengan Menteri, DK3W dengan Ka. Kanwil dan
P2K3 dengan pengusaha tempat kerja yang bersifat menunjang;
b. Hubungan kerja antara DK3N dengan DK3W dengan P2K3 bersifat koordinatif;
c. Baik DK3N maupun DK3W dapat mengadakan kerja sarna dengan badan
pemerintahlnon Pemerintah lainnya.

Pasal4
Keanggotaan

(1) a. DK3N beranggotakan unsur-unsur Pemerintah, organisasi buruhlkaryawan,


organisasi pengusaha, organisasi profesi di bidang keselamatan dan kesehatan
kerja dan badan-badan lain yang dianggap perIn;
b. Anggota DK3N diangkat dan diberhentikan oleh Menteri atas usul tertulis dari
instansi/badan/organisasi yang diwakilinya.
(2) a. DK3W beranggotakan unsur-unsur Pemerintah, organisasi buruhlkaryawan,
organisasi pengusaha, badan-badan lain yang dianggap perlu dan P2K3;
b. Anggota DK3W diangkat dan diberhentikan oleh Dirjen. atas usul tertulis dari
instansi/badanJorganisasi yang diwakilinya dan yang disampaikan lewat Ka.
Kanwil.
(3) a. P2K3 beranggotakan unsur-unsur organisasi buruh/karyawan dan pengusahal
pengurus tempat kerja;

b. Anggota P2K3 diangkat oleh pengusaha dan disahkan oleh Ka. Kanwil.

PasalS
Tugas Kewajiban daD HakKetua, WakiJ Ketus, Sekretaris,
Wakil Sekretaris dan Anggota.
(1) Tugas Ketua dan Wakil Ketua.
a. Tugas DK3N, DK3W dan P2K3 memimpin dan mengkoordinasi kegiatan
DewanIPanitia masing-masing;
b. Dalam melaksanakan tugasnya Ketua dibantu oleh Wakil Ketua atau Wakil-
Wakil Ketua;
c. Apabila Ketua berhalangan, tugasnya dilaksanakan oleh salah sorang Wakil Ketua.

1394
(2) Tugas Sekretaris dan WakiJ Sekretaris.

a. Sekretaris DK3N, DK3W dan P2K3 memimpin dan mengkoordinasi


penyelenggaraan tugas-tugas Sekretariat dan melaksanakan keputusan Dewan!
: Panitia, antara lain:
menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan Dewan!
Panitia;
menyampaikan undangan rapat dan bahan rapat kepada anggota;
menyelenggarakan dokumentasi;
melakukan semua J)lkerjaan ketatausahaan;
mengkelola kerumahtanggaan DewanlPanitia.

b. Disamping tugas sebagaimana tercantum dalam huruf a, Sekretaris DK3N


bertindak pula sebagai pejabat pelaksana harlan dari tugas-tugas eksekutifyang
diserabkan kepada DK3N.

c. Dalam melaksanakan tugasnya Sekretaris dibantu oleh Wakil Sekretaris.

d. Apabila Sekretaris berhalangan tugasnya dilaksanakan oleh Wakil Sekretaris.

(3) Tugas Anggota ialah :

a. Mengikuti rapat-rapat dan melakukan pembahasan atas pesoalan yang diajukan


dalam rapat;

b. Melaksanakan tugas-tugas yang ditetapkan oleh DewanlPanitia masing-masing.

(4) Setiap anggota herbak untuk mengusulkan diadakannya pembahasan dan tindak lanjut
yang diperlukan mengenai masalah-masalah keselamatan dan kesehatan kerja yang
dianggap perlu.

Pasal6
Rapat-rapat

(1) Rapat DK3N diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali tiap 3 (tiga) bulan dan
dipimpin oleh Ketua DK3N. Apabila Ketua berhalangan memimpin rapat, maka rapat
dipimpin oleh salah seorang Wakil Ketua. Apabila tidak ada salah satu Wakil Ketua
yang dapat memimpin rapat-rapat dipimpin oleb Sekretaris DK3N.

1395
(2) Rapat DK3W diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kaH tiap 3 (tiga) bulan dan
dipimpin oleh Ketua DK3W. Apabila Ketua DK3W berhalangan memimpin rapat,
maka rapat dipimpin oleh salah seorang Wakil Ketua DK3W. Apabila tidak ada salah
satu WakH Ketua yang clapat memimpin rapat, rapat dipinpin oleh Sekretaris DK3W.

(3)

Rapat P2K3 sekurang-kurangnya diadakan I (satu) kali tiap 1 (satu) bulan dan
dipimpin oleh Ketua P2K3. Apabila Ketua P2K3 berhalangan, rapat dipimpin oleh
Sekretaris P2K3.

(4) DK3N dapat mengadakan rapat konsultasi dengan DK3W 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun.

DK3W dapat mengadakan rapat konsultasi dengan P2K3 1 (satu) kali dalam 1(satu)
tahun.

(5) Rapat yang diadakan DK3N, DK3W dan P2K3 adalah sab apabila dihadiri sekurang-
kurangnya separuh tambah 1 (satu) dari jumlah anggota masing-masing.

(6) Keputusan dapat diambil dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat.

Pasal7
Pembiayaan
Dana yang diperlukan untuk membiayai pelaksanaan tugas DK3N, DK3W dan P2K3 diatur
sebagai berikut :

a. Untuk DK3N diperoleh dari Departemen Tenaga Kerja, dengan tidak menutup
kemungkinan bantuan dari Departemen Teknis serta sumber lain ya~g sah.

b. Untuk DK3W diperoleh dari Departemen Tenaga Kerja, dengan tidak menutup
kemungkinan bantuan dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan serta sumber lain
yang sah.

c. Untuk P2K.3 diperoleb dari Perusahaanllnstansi tempat kerja yang bersangkutan.

PasalS
Pertanggungjawaban
(1) DK.3N wajib meJaporkan kegiatan yang berkenaan dengan Pasa12 ayat (3) dan sumber
dana serta mempertanggung jawabkan penggunaan dana sebagai mana dimaksud
Pasal 7 hurufa, setiap 6 (enam) bulan kepada Menteri.

(2) DK.3W wajib melaporkan sumber dana dan mempertanggungjawabkan penggunaan


dana sebagaim~adimaksud Pasal 7 hurufb setiap 6 (enam) bulan kepada Menteri.

1396
Pasal9
Penutup

(1) Hal-hal yang belum diatur dalarn Keputusan Menteri ini ditetapkan lebih lanjut oleh
Dirjen.
(2) Ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan sebelum ini yang tidak sesuai dengan Keputusan
Menten ini dinyatakan tidak berlaku.

(3) Keputusan ini rlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal 28 JUNI 1984

MENTERITENAGAKERJA

ttd.

(SUDOMO)

Disalin sesuai dengan aslinya


Wakil Sekretaris DK3N

ttd.

( )

1397
I
j

j
• j

• j

- j
j

1398 j

I
KEPUnJSANMENTERITENAGAKERJA
NO. KEP. 1135/MEN/1987
TENTANG
BENDERAKESELAMATANDAN KESEHATAN KERJA

MENTERI TENAGA KERJARJ

Menimbang a. bahwa usaha keselamatan dan kesehatan kerja mempunyai


peranan penting dalam peningkatan produktivitas kerja;
b. bahwa dalam rangka memasyarakatkan usaha keselamatan dan
kesehatan kerja, perlu diberikan identitas bempa bendera
Keselamatan dan Kesehatan Kerja;

c. bahwa untuk itu periu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Mengingat 1. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tetttang Keselamatan Kerja;

2. Keputusan Presiden RI No. 45/M Tahun 1983 tentang


Pembentukan Kabinet Pembangunan IV;
3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-199/MEN/1983
tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja;
4. Keputusan Menteri Tenaga Ketja No. Kep-13/MEN/1984 tentang
Pola Kampanye Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

MEMUTUSKAN

Menetapkan

PERTAMA Bendera Keselamatan dan Kesehatan Kerja, dengan warna dasar putih
berlambang Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta logo "Utamakan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja'.

1399
KEDUA Lambang sebagaimana dimaksud amar Pertama berbentuk Palang
wama hijau dilingkari dengan roda bergigi sebelas berwama hijau.
KETIGA Bentuk dan ukuran Bendera Keselamatan dan Kesehatan kerja adalah
sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Lampiran I dan II
Surat Keputusan ini.
KEEMPAT Arti dan makna lambang pada bendera Keselamatan dan Kesehatan
Kerja adalah seperti tercantum dalam Lampiran III Surat Keputusan
ini.
KELIMA Tata cara pemasangan Bendera Keselamatan dan Kesehatan Kerja
adalah seperti tercantum dalam Lampiran IV Surat Keputusan ini.
KEENAM Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 3 Agustus 1997

MENTERITENAGA KERJA

ttd••

SUDOMO

1400
LAMPIRAN I SURATKEPUTUSANMENTERITENAGAKERJA
NOMOR KEP-1135IMEN/1987
TANGGAL 3AGUSTUS 1987

BENTUKDANUKURANBENDERA

I
UTAMAKAN
~_ KESELAMATAN & KESEHA~AN KERJA
I
·., i

• "t

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 3 Agustus 1997

MENTERITENAGAKERJA

ttd••

SUDOMO

1401
LAMPIRAN II SURATKEPUTUSAN MENTERITENAGAKERJA
NOMOR : KEP-1135/MEN/1987
TANGGAL : 3 AGUSTUS 1987

KETENTUANTENTANGBENDERA
KESELAMATANDAN KESEHATAN KERJA

Ketentuan tentang Bendera Keselamatan dan Kesehatan Kerja ialah sebagai berikut :
a. Bentuk Segi empat
b. Wama Putih
c. Ukuran 900 x 1350 mm
d. Lambang dan logo terletak bolak balik pada kedua muka bendera dengan ketentuan
sebagai berikut :
1. Bentuk palang dilingkari roda bergerigi sebelas berwama hijau.
Letak: titik pusat 390 mm dati pinggir atas.
Ukuran roda bergerigi Rl 300 mm
R2 23S mm
R3 160 mm
Tebal ujung gigi 5S mm
Tebal pangkal gigi 85 mm
Jarakgigi 320 73'
Palang hijau 270 x 270 mm
tebal: 90mm
2. Logo Utamakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja berwama hijau dengan
ukuran sebagai berikut :
tinggi huruf 45 mm
tebal hurof 6mm
panjang kata-kata
"Utamakan" 360mm

1402
panjang kata-kata
"Keselamatan dan
Kesehatan Kerja" 990mm
- jarak antara baris atas
dan bawah 72mm
- jarak baris bawah dengan
pinggir bawah bendera 75 nun

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 3 Agustus 1997

MENTERI TENAGAKERJA

ttd..

SUDOMO

1403
LAMPIRAN III SURATKEPUTUSAN MENTERITENAGAKERJA
NOMOR KEP-1135/MENI1987
TANGGAL : 3 AGUSTUS 1987
ARTI DAN MAKNALAMBANG PADA
BENDERAKESELAMATANDAN KESEHATANKERJA
a.. Bentuk lambang : palang dilingkari roda bergigi sebelas berwama hijau di atas
dasar putih.
b. Arti dan makna
lambang palang bebas kecelakaan dan sakit akibat kerja..
rodagigi bekeIja dengan kesegaran jasmani dan
rohani.
warna putih besih, suci.
wamahijau selamat, sehat dan sejahtera.
sebelas gerigi
roda 11 Bab dalam Undang-undang
Keselamatan Kerja.

1404
LAMPIRAN IV SURATKEPUTUSAN MENTERI TENAGAKERJA
NOMOR KEP-113SIMEN/1987
TANGGAL 3 AGUSTUS 1987

CARA PEMASANGAN BENDERA


KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

rata Cara pemasangan Bendera Keselamatan dan Kesehatan Kerja ialah sebagai berikut :
a. Tempat 1. Apabila berdampingan dengan bendera nasional
(Merah-Putih) hams dipasang pada tiang sebelah kiri
daripada tiang bendera nasional: atau
2. Dipasang pada gerbang masuk ke halaman
perusahaan/pabrik tempat kerja; atau
3. Dipasang pada pintu utama bangunan kantor dan/atau
pabrik; atau
4. Di depan kantor Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan KerjaJSafey Departemen hila ada.
b. Tinggi tiang Tidak boleh lebih tinggi dari tiang bendera nasional
(Merah-Putih)
c. Waktu pemasangannya: Satu tiang penuh selama ada kegiatan ditempat keIja.

1405
1406
KEPUfUSANMENTERlTENAGAKERJA
REPUBLIKINDONESIA
NO. : KEPTS. 333/MEN/1989
TENTANG
DIAGNOSIS DAN PELAPORAN PENYAKIT
AKIBATKERJA

MENTERI TENAGAKERJAREPUBLIKlNDONESIA

Menimbang a. bahwa terbadap penyakit akibat kerja yang dianggap sehagai


kecelakaan kerja yang diketemukan dalam pemeriksaan kesehatan
tenaga ketja dapat diambil langkah-langkah serta kebijaksanaan
serta penanggulangannya;
b. bahwa untuk mempermudah dan mempercepat penyampaian
laporan mengenai penyakit akibat kerja periu ditetapkan bentuk
laporan dengan Keputusan Menten.

Mengingat 1. Undang-undang No.2 Tabun 1951 tentang Pemyataan berlakunya


Undang-undang Kecelakaan Tabun 1947.
2. Undang-undang No.1 Tabun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
3. Keputusan Presiden No.4 Tahun 1987 tentang Struktur Organisasi
Departemen.
4. Keputusan Presiden No. 64/M Tahoo 1988 tentang Pembentukan
Kabianet Pembangunan V.
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Ttansmigrasi No. PER-02/
MEN/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam
Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-OIIMEN/1981 tentang
Kewajiban Melaporkan PenyakitAkibat Kerja.
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-03/MEN/1982 tentang
Pelayanan Kesehatan Kerja.

Menetapkan KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG DIAGNO-


SIS DAN PELAPORAN PENYAKITAKIBATKERJA.

1407
Passlt

Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :


( 1) Penyakit akibat keIja adalah sebagaimana dimaksud dengan Peraturan Menteri Tenaga
Kerja No. Per-OllMen/1981.

(2) Pemeriksaan Kesehatan Tenaga KeIja adalah pemeriksaan kesehatan berkala dan
khusus sebagaimana dimaksud Peraturan Menten tenaga kerja dan Transmigrasi
No. Per-02/Men/1980 dan penyakit akibat kerja yang diketemukan sewaktu
penyelenggaraan pelayanan kesehatan tenaga kerja.

Pasal2

( 1) Penyakit akibat kerja dapat diketemukan atau di diagnosis sewaktu dilaksanakan


pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.

(2) Dalam pemeriksaan kesehatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud ayat (1) hams
ditentukan apakah penyakit yang diderita tenaga kerja merupakan penyakit akibat
kerja atau bukan.

Pasal3

( 1) Diagnosis penyakit akibat kerja ditegakkan melalui serangkaian pemeriksaan klinis


dan pemeriksaan kondisi pekerjaan serta lingkungannya untuk membuktikan adanya
hubungan sebab akibat antara penyakit dan pekerjaannya.

(2) Jika terdapat keragu-keraguan dalam menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja
oleh dokter pemeriksa kesehatan dapat dikonsultasikan kepada Dolder Penasehat
Tenaga Kerja sebagaimana dimaksud Undang-undang No.2 taboo 1951 dan hila
diperlukan dapat juga dikonsultasikan kepada dokter ahli yang bersangkutaD..

(3) Setelah ditegakkan diagnosis penyakit akibat ketja oleb dokter pemeriksa maka dokter
pemeriksa wajib membuat laporan medik.

Pasal4

( I) Penyakit akibat kerja yang ditemukan sebagaimana dimaksud pasal2 hams dilaporkan
oleh pengurus tempat kerja yang bersangkutan bekerja selambat-Iambatnya 2 x 24
jam kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja melalui Kantor
Departemen Tenaga Kerja setempat.

1408
(2) Untuk melaporkan penyakit akibat kerja sebagaimana dimaksud ayat (1) harus
menggunakan bentuk B2IP5, 4/F6, B88/F7, sebagai dimaksud Surat Keputusan
Menteri Tenaga Kerja No. Kep-511/MenlI985 serta bentuk laporan sebagaitnana
tersebut lampiran I dan II dalam Keputusan Menteri ini.

Pasa) 5

(1) Pelanggaran terhadap Pasal4 ayat (1) dati Keputusan Menteri ini diancam dengan
hubungan sebagaimana dimaksud pada pasal 15 ayat (2) Undang-undang No.1
Taboo 1970.

(2) Tindak pidana tersebut pada ayat (1) adalah pelanggaran.

Pasal6

Keputusan ini berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 1 Juli 1989

MENTERITENAGAKERJA
REPUBLIKINDONESIA

ttd.

(DRS. COSMAS BATUBARA)

1409
LAMPIRANI: KEPUTUSAN MENTERITENAGAKERJA
NOMOR KEPTS.333/MEN/1989
TENTANG DIAGNOSIS DAN PELAPORAN PENYAKlT
AKIBAT KERJA
TANGGAL 1 JULI 1989
Nomor
Lampiran
Perihal Laporan Penyakit Akibat Kerja
KepaaYth. Kepala Kantor Wilayah
Departemen Tenaga Kerja
Propinsi
di ..

Memenuhi ketentuan Peraturan Menten Tenaga Kerja No. Per. Ol/Men/1981 Jo Pasal4
ayat (1). Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 333/Men/1989 bersama ini
disampaikan :
1. Surat keterangan dokter pemeriksa;
2. Laporan medik.

Untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 1 Juli 1989

MENTERITENAGAKERJA
REPUBLIKINDONESIA

ttd.

(DRS. COSMAS BATUBARA)

1410
LAMPIRANII KEPUTUSAN MENTERITENAGAKERJA
NOMOR KEPTS.3331MEN/1989
TENTANG: DIAGNOSIS DAN BENTUK PE.LAPORAN
PENYAKIT AKlBAT KERJA
TANGGAL: 1 JULI 1989

RAHASIAMEDIK
LAPORAN PENYAKITAKlBATKERJA
(Dilaporkan paling lambat 2 x 24 jam setelah didiagnosis)
I. Identitas:
Nama penderita Nama Perusahaan
NIP Jenis Perusahaan
Umur Alamat Perosahaan
Jenis kelamin
Jabatan
Unit / bagian kerja
Lama bekerja
II. Anamnesis
1. Riwayat pekerjaan
2. Keluhan yang diderita
3. Riwayat penyakit
III. Status Presen
Hasil pemeriksaan mental dan fisik
1. Pemeriksaan mental Normal Tidak
Kesadaran
SUmp dan tingkah laku
Kontak psikis & perhatian
Lain-lain

2. Pemeriksaan fisik
Tinggi badan .............. em
Beratbadan .............. em
Tensi Sistolik .............. mmHg
diastolik: .............. mmHg
Denyutnadi .............. x/menit
sifat .............. - lemahlsedang/cukup/kuat

1411
Suhu aksiler .............. - reguler I irreguler
Kepala dan muka
rambut
mata
- visus
strabishus
reflex pupil
cornea & conyungtiva
Telinga
meatus acusticus
exsernus rnembran
tympan
pendengaran
Hidung
mukosa
- penciuman
epitaksis
Tenggorokan
- tonsil
- susra
Rongga mulut
mukosa
lidah
.. gigi
Leber
Kelanjar gondok
Thorax
bentuk
pergerakan
pam-pam
jantung
Abdomen
.. bati
- limpa
Genitalia
Tulang punggung

1412
Extremitas
Reflex - physiologis
- pathologis
Koordinasi otot . . tramor
- Tonus
. . porese
- paralyse
Lain-lain
3. Pemeriiksaan Ro
paru-pam
jantung
lain-lain
4 ECG
5. Pemeriiksaan laboratorium
darah
urine
faeces

6. Pemeriksaan tambahan I biologica monitoring.


Pengukuran kadar bahan kimia penyebab sakit di dalam rumah tenaga kerja
misalnya kadar dalam urine, darah dan sebagainya, dan hasil testlpemeriksaan
fungsi organ tubuh tertentu, akibat pengaruh bahan kimia tersebut misalnya
test fungsi pam-pam, dan sebagainya.
7. PatologiAnatomi

Kesimpulan

1413
IV. HasH pemeriksaan lingkungan kerja dan eara kerja.
1. Faktor lingkungan kerja yang clapat mempengaruhi terhadap sakit penderita
(faktor fisik, kimia, biologi, phsyeososid).
2. Faktor cara kerja yang dapat mempengaruhi terhadap sakit penderita (peralatan
kerja, proses produksi, ergonomi).
3. Waktu paparan nyata: - perhari
- perminggu
4. Alatpelindungdiri

V. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja


a. Dilakukan / tidak dilakukan
b. Kelainan yang diketemukan

VI. Resume
Faktor-faktor yang mendukung diagnosis penyakit akibat kerja :
Anamdese
Pemeriksaan medik
mental
laboratorium
monitoring biologik
rontgen
PA
Pemeriksaan lingkungan / cara kerja
Waktu paparan nyata

VII. Kesimpulan
Penderita / tenaga kerja tersebut di atas menderita penyakit akibat kerja :
Diagnosis
(leo)

1414
VIII. Cacat akibat kerja
Penyakit akibat kerja tersebut di atas menimbulkan I tidak menimbulkan
a. Cacat fisik I mental .
b. Kehilangan kemampuan kerja: .

Dokter Pemeriksa
Kesehatan Tenaga Kerja

(Nama : )
Tanggal

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 1 Juti 1989

MENTERI TENAGA KERJA


REPUBLIK INDONESIA

ttd.

(DRS. COSMAS BATUBARA)

1415
1416
KEPUTUSAN MENTERITENAGAKERJAR.I
NOMOR: Kep.245/MEN/1990

1ENTANG

HARI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJANASIONAL

MENTER! TENAGA KERJAR.I

Menimbang a. bahwa dalam rangka menyuksseskan pembangunan Nasional,


mutlak diperlukan sumher daya manusia yang berkualitas tinggi
dan belWawasan keselamatan dan kesehatan kerja;

b. bahwa untuk maksud itu perlu upaya memasyarakatkan dan


membudayakan keselamatan dan kesehatan kerja bagi seluroh
lapisan masyarakat;
c. bahwa untuk menciptakan momentum bagi upaya
memasyarakatkan dan membudayakan keselamatan dan
kesehatan kerja perIn ditetapkan Han Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Nasional yang bertepatan dengan hari diundangkannya
Undang-undang No. 1 Taboo 1970 tentang Keselamatan Kerja;
d. bahwa untuk ito Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional
periu ditetapkan dengan Keputusan Menten.

Mengingat 1. Undang-undang No. 14 Taboo 1969 tentang Ketentuan-ketentuan


Pokok Mengenai Tenaga Kerja;

2. Undang-undang No.1 Tabun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Memperhatikan: Surat Menteri/Sekretaris Negara Republik Indonesia No. 2657/M.


Sesneg/12/1989 tanggal 28 Desember 1989.

1417
MEMUTUSKAN

Menetapkan
PERTAMA TanggaJ 12 Januari ditetapkan sebagai Hari Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Nasional.
KEDUA Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional sebagaimana dimaksud
Amar PERTAMA diperingati setiap taboo secara Nasional di seluruh
wilayah Republik Indonesia.
KETIGA Peringatan Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja diisi dengan
kegiatan-kegiatan yang terns meningkatkan pengenalan, kesadaran,
penghayatan dan pengamalan keselamatan dan kesehatan kerja
sehingga membudaya dikalangan masyarakat Indonesia.
KEEMPAT Direktur Jenderal Bina Hubungan Ketenagakerjaan dan Pengawasan
Norma Kerja atau Pejabat yang ditunjuknya menggerakkan,
mengarahkan dan mengkoordinir pelaksanaan peringatan bari
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional sebagaimana dimaksud
dalam Amar PERTAMA.
KELIMA Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan ketentuan
apabila dikemudian hari temyata terdapat kekeliruan akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 7-51990

MENTER! TENAGA KERJA R.I

ttd..

DRS. COSMAS BATUBARA

SALINAN : Keputusan ini disampaikan kepada Yth. :


1. Bapak Presiden Republik Indonesia.
2. Para Menteri Kabinet Pembangunan V
3. Para Gubernur Kepala Daerah Tk. I Seluruh Indonesia.
4. Para Pejabat Eslon I di lingkungan Depnaker.
5. Kakanwil Depnaker Selurub Indonesia.
6. Kakandepnaker Seluruh Indonesia.
7. Pertinggal.

1418
MENTERI TENAGA KERJA
REPUBlIK INDONESIA

KEPUTUSANMENTERI TENAGA KERJA R.I.


NO. : KEP-186/MEN/1999

TENTANG
UNITPENANGGULANGANKEBAKARAN DI TEMPATKERJA

MENTERITENAGAKERJA R.I.

Menimbang a. bahwa kebakaran di tempat kerja berakibat sangat merugikan


baik bagi perusahaan, peketja maupun kepentingan pembangunan
nasional, oleh karena itu perlu ditanggulangi;
b. bahwa untuk menanggulangi kebakaran di tempat keIja, diperlukan
adanya peralatan proteksi kebakaran yang memadai, petugas
penanggulangan kebakaran yang ditunjuk khusus untuk itu, serta
dilaksanakannya prosedur penanggulangan keadaan darurat;
c. bahwa agar petugas penanggulangan kebakaran di tempat kerja
dapat melaksanakan tugasnya secara efektit: perlu diatur ketentuan
tentang unit penanggulangan kebakaran di tempat kelja dengan
Keputusan Menten.

Mengingat 1. Undang-undang No. 14 Taboo 1969 tentang Ketentuan-ketentuan


Pokok Mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik In-
donesia Tabun 1969 Nomor 55, Tambahan Lembaran negara
Nomor 2912);
2. Undang-undang No. 1 Taboo 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Lembaran Negara RJ Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2918);
3. Keputusan Presiden R.I. Nomor 122/M/1998 tentang
Pembentukan Kabinet Refonnasi Pembangunan;

1419
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-02/Men/1992 tentang
Tata Cara Penunjukan, Kewajiban dan Wewenang Ahli
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-04/Men/1995 tentang
Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja'

6. Keputusan Menteri Tenaga kerja No. 28/1994 tentang Struktur


Organisasi dan Tata Kerja Departemen Tenaga Kerja.

MEMUTUSKAN

Menetapkan KEPUTUSAN MENTER! TENAGAKERJARI. TENTANG UNIT


PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI TEMPAT KERJA.

BABI
KETENIUAN UMUM
Pasall

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :

a. Tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau
tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk
keperluan 8uatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.
b. Tenaga kerja ialah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam
maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat.

c. Penanggulangan kebakaran ialah segala upaya untuk mencegah timbulnya kebakaran


dengan berbagai upaya pengendalian setiap perwujudan energi, pengadaan sarana
proteksi kebakaran dan sarana penyelamatan serta pembentukan organisasi tanggap
darurat untuk memberantas kebakaran.
d. Unit penanggulangan kebakaran ialah unit kerja yang dibentuk dan ditugasi untuk
menangai masalah penanggulangan kebakaran di tempat kerja yang meliputi kegiatan
administrasi, identifikasi sumber-sumber bahaya, pemeriksaan, pemeliharaan dan
perbaikan sistem proteksi kebakaran.

e. Petugas peran penanggulangan kebakaran ialah petugas yang ditunjuk dan diserahi
tugas tambahan untuk mengidentifikasi sumber bahaya dan melaksanakan upaya
penanggulangan kebakaran di unit kerjanya.

1420
f. Regu pananggulangan kebakaran ialah satuan tugas yang mempunyai tugas khusus
fungsional di bidang penanggulangan kebakaran.
g. Ahli keselamatan kerja ialah tenaga teknis yang berkeahlian khusus dari luar
Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menten Tenaga Kerja.
h. Pegawai pengawas ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga
kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
i. Pengurus ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu tempat kerja
atau bagiannya yang berdiri sendiri.
j. Pengusaha ialah :
1) Orang perorangan, persekutuan, atan badan hukum yang menjalankan suatu
perusahaan milik sendiri;
2) Orang perorangan, persekutuan, atan badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya;
3) Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia
mewakili pernsahaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 yang
berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
k. Menteri ialah Menteri yang membidangi ketenagakerjaan.
Pasal2
(1 ) Pengurus atau pengusaha wajib mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran,
latihan penanggulangan kebakaran di tempat kerja.
(2) Kewajiban mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran di tempat kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. pengendalian setiap bentuk energi;
b. penyediaan sarana deteksi, alann, pemadam kebakaran dan sarana evakuasi;
c. pengendalian penyebaran asap, panas dan gas;
d. pembentukan unit penanggulangan kebakaran di tempat kerja;
e. penyelenggaraan latihan dan gladi penanggulangan kebakaran secara berkala;
f. memiliki buku rencana penanggulangan keadaan darurat kebakaran, bagi tempat
kerja yang mempekerjakan lebih dari 50 (lima puluh) orang tenaga kerja dan
atau tempat kerja yang berpotensi bahaya kebakaran sedang dan berat.
(3) Pengendalian setiap bentuk energi, penyediaan,sarana deteksi, alann, pemadam
kebakaran dan samna evakuasi serta pengendalian penyebaran asap, panas dan gas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf 8, huruf b dan huruf c dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

1421
(4) Buku rene ana penanggulangan keadaan darurat kebakaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) humf f, memuat antara lain:
a. infonnasi tentang sumber potensi bahaya kebakaran dan cara pencegahannya;
b. jenis cara pemeliharaan dan penggunaan sarana proteksi kebakaran di tempat
kerja;
c. prosedur pelaksana pekerjaan berkaitan dengan pencegahan bahaya kebakaran
d. prosedur dalam menghadapi keadaan damrat bahaya kebakaran.
BAB II
PEMBENTUKAN UNITPENANGGULANGANKEBAKARAN

Pasal3
Pembentukan unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasa12 ayat
(1) dengan memperhatikanjumlah tenaga kerja dan atau klasifiikasi tingkat potensi bahaya
kebakaran.
Pasal4
( 1) Klasifikasi tingkat potensi bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 3
terdiri :
a. klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran ringan;
b. klasiftkasi tingkat risiko bahaya kebakaran sedang I;
c. klasifikasi tingkat risiko bahayakebakaran sedang II;
d. klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran sedang III; dan
e. klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran berat.
(2) Jenis tempat kerja menurut klasifikasi resiko bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud
ayat (1) seperti tercantum dalam Lampiran I Keputusan Menteri ini.
(3) Jenis tempat kerja yang belum termasuk dalam klasiftkasi tingkat resiko bahaya
kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan tersendiri oleh menteri
atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal5
Unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 tcrdiri dari :
a. Petugas peran kebakaran;
b. Regu penanggulangan kebakaran;
c. Koordinator unit penanggulangan kebakaran;
d. Ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran sebagai penanggungjawab teknis.

1422
Pasa) 6

(1) Petugas peran kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 humf a, sekurang-
kurangnya 2 (dua) orang untuk setiap jumlah kerja 25 (dua puluh lima) orang.
(2) Regu penanggulangan kebakaran dan ahU K3 spesialis penanggulangan kebakaran
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b dan d, ditetapkan untuk tempat kerja
tingkat resiko bahaya kebakaran ringan dan sedang I yang mepekerjakan tenaga
kerja 300 (tiga ratus) orang, atau lebih, atau setiap tepat kerja tingkat resiko bahaya
kebakaran sedang II, sedang III dan berat.
(3) Koordinator unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud pasal 5 huruf c,
ditetapkan sebagai berikut :
a. Untuk tempat kerja tingkat resiko bahaya'kebakaran ringan dan sedang I,
sekurang-kurangnya 1(satu) orang untuk setiap jumlah tenaga kerja 100 (seratus)
orang;
b. Untuk tempat kerja tingkat resiko bahaya kebakaran sedang II dan sedang III
dan berat, sekurang-kurangnya 1 (satu) orang untuk setiap unit kerja.

BAB III
TUGAS DANSYARATUNITPENANGGULANGANKEBAKARAN

Pasal7
(1) Petugas peran kebakaran sebagaimana dimaksud pasa} 5 huruf a mempunyai tugas :
a. mengidentifikasi dan melaporkan tentang adanya faktor yang menimbulkan
bahaya kebakaran;
b. memadamkan kebakaran pada tahap awal;
c. mengarahkan evakuasi orang dan barang;
d. mengadakan koordinasi dengan instansi terkait;
e. mengamankan lokasi kebakaran;
(2) Untuk dapat ditunjuk menjadi petugas peran kebakaran hams memenuhi syarat :
a. sehat jasmani dan rohani;
b. pendidikanminimal SLTP;
c. telah mengikuti kursus teknis penanggulangan kebakaran tingleat dasar I.
Pasal8
(I) Regu penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b
mempunyai tugas :

1423
a. mengidentiftkasi dan melaporkan tentang adanya faktor yang dapat menimbulkan
bahaya kebakaran;
b.. melakukan pemeliharaan sarana proteksi kebakaran;
c.. memberikan penyuluhan tentang penanggulangan kebakaran pada tahap awal;
d. membantu menyusun buku rencana tanggap darurat penanggulangan kebakaran;
e. memadamkan kebakaran;
f.. mengarahkan evakuasi orang dan barang;
g.. mengadakan koordinasi dengan instansi terkait;
h.. memberikan pertolongan pertaffia pada kecelakaan;
1. mengamankan seluruh lokasi tempat kerja;
j.. melakukan koordinasi seluruh petugas peran kebakaran.

{2} Untuk dapat ditunjuk menjadi anggota regu penanggulangan kebakaran hams
memenuhi syarat :
a.. sehatjasmani dan rohani;
b.. usia minimal 25 tabun dan maksimal 45 tabun;
c. pendidikan minimal SLTA;
d.. telah mengikuti kursus teknis penanggulangan kebakaran tingkat dasar I dan
tingkat dasar II.

Pasal9

(1) Koordinator unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 5


huruf c mempunyai tugas :
a.. memimpin penanggulangan kebakaran sebelum mendapat bantuan dari instansi
yang berwenang;
b. menyusun program kerja dan kegiatan tentang cara penanggulangan kebakaran;
c. mengusulkan anggaran, sarana dan fasilitas penanggulangan kebakaran kepada
pengurus.

(2) Untuk dapat ditunjuk sebagai koordinator unit penanggulangan kebakaran hams
memenuhi syarat :
a. sehat jasmani dan rohani;
b. pendidikan minimal SLTA;
c. bekerja pada perusahaan yang bersangkutan dengan masa kerja minimal 5 taboo;
d. telah mengikuti kursus teknis penanggulangan kebakaran tingkat dasar I, tingkat
dasar II dan tingkat Ahli K.3 Pratama.

1424
Pasal 10

(1) Ahli K3 sebagaimana dimaksud dalam pasa} 6 ayat (3) mempunyai togas:
a. membantu mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang
penanggulangan kebakaran;
b. memberikan laporan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku;
c. merahasiakan segala keterangan tentang rahasia perusahaan atau instansi yang
didapat berhubungan dengan jabatannya;
d. memimpin penanggulangan kebakaran sebelum mendapat bantuan dari instansi
yang belWenang;
e.. menyusun program kerja atau kegiatan penanggulangan kebakaran;
f. mengusulkan anggaran, sarana dan fasilitas penanggulangan kebakaran kepada
pengurus;
g. melakukan koordinasi dengan instansi terkait.

(2) Syarat-syarat Ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran adalah :


a. sehat jasmani dan rohani;
b. pendidikan minimal D3 teknik;
c.. bekerja pada perosahaan yang bersangkutan dengan masa kerja minimal 5 tahoo;
d. telah mengikuti kursus teknis penanggulangan kebakaran t~ngkat dasar I, tingkat
dasar II dan tingkat Ahli K3 Pratama dan Tingkat Ahli Madya;
e. memiliki surat penunjukan dari menteri atau pejabat yang ditunjuknya.

(3) Dalam melaksanakan tugasnya Ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran


mempunyai wewenang :
a. memerintahkan menghentikan dan menolak pelaksanaan pekerjaan yang dapat
menimbulkan kebakaran atau peledakan;
b. meminta keterangan atan informasi mengenai pelaksanaan syarat-syarat K3 di
bidang kebakaran eli tempat kerja.

Pasalll

Tata cara penunjukan Ahli K3 sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (2) hurof e,
sesuai dengan peraturan penmdangan yang berlaku.

1425
Pasal12

Kursus teknik penanggulangan kebakaran sebagainlana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2),
pasal 8 ayat (2), pasal 9 ayat (2), dan pasal 10 ayat (2) harns sesuai kurikulum dan silabi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Keputusan Menteri ini.

PasalI3

(1) Tenaga kerja yang telah mengikuti kursus teknik penanggulangan kebakaran
sebagaimana dimaksud dalam pasall2 berhak mendapat sertifikat.

(2) Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanda tangani oleh menteri atau
pejabat yang ditunjuk.

Pasal 14

( 1) Kursus teknik penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 12


diselenggarakan oleh Perusahaan Jasa Pembinaan K3 yang telah ditunjuk oleh menteri
atau pejabat yang ditunjuk.

(2) Penunjukan perusahaan jasa pembinaan K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (I)
didasarkan pada kualifikasi tenaga ahli, instruktur dan fasilitas penunjang yang
dimilikinya.

BAD IV
PENGAWASAN

Pasal IS

Pegawai pengawas ketenagakerjaan melaksanakan pengawasan terhadap ditaatinya


Keputusan Menteri ini.

BABV
KETENTVANPERALIHAN

Pasal16

Pengurus atau pengusaha yang telah membentuk unit penanggulangan kebakaran sebelum
keputusan ini ditetapkan, selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) tahun harus
menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam Keputusan Menteri ini.

1426
BABVI
KETENfUANPENUIlJP

PasalI7

Keputusan Menteri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan

DITETAPKAN DJ JAKARTA
PADATANGGAL 29 SEPTEMBER 1999
MENTERI TENAGAKERJA
REPUBLIK INDONESIA

FAHMIIDRIS

1427
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERlTENAGA KERJA
NOMOR KEP.186/MEN/1999
TANGGAL 29SEPTEMBER 1999

DAFfARJENIS TEMPATKERJA
BERDASARKAN
KLASIFIKASI POTENSI BAHAYA KEBAKARAN

KLASIFIKASI JENIS TEMPATKERJA


Bahaya Kebakaran Ringan - Tempat ibadah
Tempat kerja yang mempunyai - Gedung/ruang Perkantoran
jumlah dan kemudahan terbakar - Gedung/ruang Pendidikan
rendah, dan apabila terjadi keba- - Gedung/ruang Perumahan
karan melepaskan panas rend~ - Gedung/mang Perawatan
sehingga menjalamya api lambat. - Gedung/ruang Restorant
- Gedung/ruang Perpustakaan
- Gedung/ruang Perhotelan
- Gedung/ruang Lembaga
- Gedung/ruang Rumah sakit
- Gedung/ruang Museum
- Gedung/ruang Penjara

Babaya Kebakaran Sedang 1 - Tempat Parkir


Tempat kerja yang mempunyai - Pabrik Elektronika
jumlah dan kemudahan terbakar - PabrikRoti
sedang, menimbun bahan dengan - Pabrik barang gelas
tinggi tidak lebih dari 2,5 meter - Pabrik minuman
dan apabila terjadi kebakaran me- - Pabrik pennata
lepaskan panas sedang, sehingga - Pabrik pengalengan
menjalamya api sedang. - Binatu
- Pabrik susu

Bahaya Kebakaran Sedang 2 - Penggilingan padi


Tempat kerja yang mempunyai - Pabrik bahan makanan
jumlah dan kemudahan terbakar - Percetakan dan penerbitan
sedang, menimbun bahan dengan - Bengkel mesin
tinggi lebih dari 4 meter, dan - Gudang pendinginan
apabila terjadi kebakaran - Perakitan kayu
- Gudang perpustakaan

1428
KLASIFIKASI JENIS TEMPAT KERJA
melepaskan panas sedang, Pabrik barang keramik
sehingga menjalamya api sedang. Pabrik tembakau
Pengolahan logam
Penyulingan
Pabrik barang kelontong
Pabrik barang kulit
Pabrik tekstil
Perakitan kendaraan bermotor
Pabrik kimia (bahan kimia dengan
kemudahan terbakar sedang)
Pertokoan dengan pramuniaga kurang
dari.50 orang.

Bahaya Kebakaran SedaDg 3 Ruang pameran


Tempat kerja yang mempunyai Pabrik pennadani
jumlah dan kemudahan terbakar Pabrik mak:anan
tinggi, dan apabila terjadi Pabrik sikat
kebakaran melepaskan panas Pabrikban
tinggi, sehingga menjalamya api Pabrik karung
cepat. Bengkel mobil
Pabrik sabun
Pabrik tembakau
Pabrik Jilin
Studio dan pemancar
Pabrik barang plastik
Pergudangan
Pabrik pesawat terbang
Pertokoan dengan pramuniaga lebih dari
50 orang
Penggergajian dan pengolahan kayu
Pabrik makanan kering dari baban
tepung
Pabrik minyak nabati
Pabrik tepung terigu
Pabrikpakaian
Bahaya Kebakaran Berat Pabrik kimia dengan kemudahan
Tempat kerja yang mempunyai terbakar tinggi
iumlah dan kemudahan terbakar Pabrik kembang api

1429
LAMPlRAN IT· KEPlJIUSAN MENTERITENAGA KERJA
NOMOR KEP.186/MEN/1999
TANGGAL 29 SEPTEMBER 1999

KURIKULUM DAN SILABI


KURSUS TEKNISPENANGGULANGAN KEBAKARAN

I. PAKET D (TINGKAT DASAR I)

JAM KURIKULUM SILABI JAM

1. Norma K3 Penanggulangan kebakaran Dasar-dasar K3 dan Peraturan terkait dengan K3 4


penanggulangan kebakaran

2. Manajemen penanggulangan kebakaran Dasar-dasar manajemen pengamanan kebakaran 2

3. Teori api dan anatomi kebakaran I - Teori api dan anatomi kebakaran 4
.. Prinsip-prinsip pencegahan dan
- Teknik pernadamankebakaran

4. Pengenalan sistem proteksi kebakaran - Sistem proteksi pasif (komprehensif dU.) 4


- Sistem proteksi aktif (APAR, Hidran, dll)

5. Prosedur darorat bahaya kebakaran Pengetahuan prosedur menghadapi bahaya 2


kebakaraD (Dasar-dasar Fire Emergency Plan)

6. Praktek Pemadaman dengan APARlHidrant 6

7. Evaluasi 3
Jumlah jam pelajaran @ 45 menit 2S

II. PAKET C (TINGKAT DASAk II)

JAM KURIKULUM SILABI JAM

1. Peraturan Perundang-undangan K3 - Kebijakan K3


2
- Undang-undang No. 1 Th. 1970
- Sistem manajemen k3 2
2
- Norma-norma k3 Penanggualangan
Kebakaran 2

2. Pengetahuan teknik pencegahan - Teori api dan anatomi kebakaran 2


kebakaran - Penyimpanan dan penanganan bahaD mudah 4
terbakarJmeledak
- Metoda pengendalian proses pekerjaanl 4
penggunaan peralatan, instalasi dan energil
panas lainnya

1430
JAM KURIKULUM SILABI JAM

3. Sistem instalasi deteksi, alarm, dan - Sistem deteksi dan alarm kebakaran 2
pemadam kebakaran - Alat pemadam api ringan 2
- Hydran springkler 2
.. Sistem pemadam kimia 2
- Fire safety equipment 2

4. Sarana evakuasi Jalan lintas, koridor, tangga, belipat, tempat 2


berkumpul

S. PemeJiharaan, pemeriksaan, pengujian Instalasi Alarm, APAR, Hydran, Springkler dan 6


peralatan proteksi kebakaran lainnya

6. Fire Emergency Respon Plan - Pengorganisasian sistem tanggap darurat 4


- Prosedur tanggap darurat kebakaran 1
- Pertolongan penderita gawat daturat 6

7. Praktek pemadaman APAR, Hydran, Penyelamatan 4

8. EvaJuasi

Jumlah jam pelajaran @ 45 menit 60

III. PAKET B (TlNGKAT AHLI PRATAMA)

JAM KURIKULUM SILABI JAM

1 Sistem pengawasan K3 Kebijakan & program pengembangan 4


pembinaan dan pengawasan K3

2 Sistem manajemen K3 Peraturan Menteri Tenaga Kerja 4


per. OS/Menll996

3 Konsep perencanaan sistem proteksi Peraturan dan standar sistem proteksi 8


kebakaran kebakaran
Penerapan SR di tempat kerja

4 Teknis inspeksi Evaluasi potensi bahaya kebakaran 10


Penanganan benda-benda dan pekerjaan
berbabaya
Instalasi Jistrik dan penyalur petir
Manajemen pengamanan kebakaran

5 Sistem pelaporan kecelakaan Peraturan wajib lapor kecelakaan 4


Sistem analisa kasus kecelakaan dan kebakaran
Sistem pelaporan kecelakaan dan kebakaran

1431
JAM KURIKULUM SILASI JAM

6 Asuransi kebakaran 2

7 Perllaku manusia dalam menghadapi 2


kebakaran

8 Manual tanggap darurat - Penyusunan buku penanganan keadaan darurat 2


kebakaraD
- Skenario latihan penanggulangan kebakaran
terpadu

9 Teknik pemeriksaan dan pengujian 4


sistem proteksi kebakaran

10 Praktek - Kunjungan ke tempat kerja 14


- DiskusiJperomusan

11 Evaluasi 6

Jumlah jam pelajaran @ 45 menit 60

IV.. PAKET TINGKAT A (TINGKAT AllLl MADYA)

JAM KURIKULUM SILABI JAM

I Development program of occupational 2


Health and Safety

2 Industrial Communication Pattern 2

3 Fire Risk Assessment 2

4 Cost and Benefit analysis of safety 2

5 Explosion protection 2

6 Smoke Control System 2

7 Building cunstruntion 2

8 Environmental impact of fire 2

9 Performance based design on fire safety 2

10 Fire modelling and simulation 2

11 Fire safety audit internal (ISO 9000) 2

1432
JAM KURIKULUM SILABI JAM

12. Fire safety design & evaluation 2

13. Praktek Kunjungan ke laboratorium uji api 10

14. Kertas kerja 10

15. Diskusi I ekspose 10

16. Evaluasi 6

Jumlah jam pelajaran @ 45 menit 60

DITETAPKAN DI JAKARTA
PADATANGGAL 29 SEPTEMBER 1990

MENTERlTENAGAKERJA
REPUBLIKINDONESIA

FAHMIIDRIS

1433
1434
MENTER'TENAGA KERJA
REPUBlIK INDONESIA

KEPUTUSANMENTERITENAGAKERJAR.I
NO. KEP.187/MEN/1999

TENTANG

PENGENDALIAN BAHAN KlMIABERBAHAYA


DITEMPAT KERJA

MENTERITENAGA KERJAR.l.

Menimbang a. bahwa kegiatan industri yang mengolah, menyimpan,


mengedarkan, mengangkut dan mempergunakan bahan-bahan
kimia berbahaya akan terus meningkat sejalan dengan
perkembangan pembangunan sehingga berpotensi untuk
menimbulkan bahay besar bagi industri, tenaga kerja, lingkungan
maupun sumher daya lainnya;
b. bahwa untuk mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
akibat penggunaan bahan kimia berbahaya di tempat kerja maka
perlu diaturpengendaliannya;

c. bahwa Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 612/Men/1989


tentang PenyediaanData Bahan Berbahaya terhadap Keselamatan
dan Kesehatan Kerja sudah tidak sesuai lagi maka periu
disempurnakan;
d. bahwa untuk itu perlu ditetapkan Keputusan Menteri.

Mengingat 1. Undang-undang No. 1 tahoo 1970 tentang KeselamatanKerja


(Lembaran Negara tahun 1970 No.1, Tambahan Lembaran
Negara No. 2918).
2. Keputusan Presiden No. 122/M taboo 1998 tentang Pembentukan
Kabinet Refonnasi Pembangunan.

1435
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per. 02/Menl1980 tentang
Pemeriksaan Kesebatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan
Keselamatan Ketja.
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per. 02/Menl1992 tentang
Tata Cam Penunjukan Kewajiban dan WewenangAhli Keselamatan
dan Kesehatan Kerja.
S. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per. 04/Men/1995 tentang
Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

·MEM UTU S KAN

Menetapkan KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONE-


SIATENTANG PENGENDALIAN BAHAN KIMIABERBAHAYADI
TEMPATKERJA.
BABI
KETENTUANUMUM

Pasalt

a. Bahan Kimia Berbahaya adalah bahan kimia dalam bentuk tunggal atau campuran
yang berdasarkan sifat kimia dan fisika dan atau toksikologi berbahaya terhadap
tenaga kerja, instalasi dan lingkungan.
b. NilaiAmbang Kuantitas yang selanjutnya disebut NAK adalah standar kuantitas bahan
kimia berbahaya untuk menetapkan potensi bahaya bahan kimia di tempat kerja.

c. Pengendalian bahan kimia berbabaya adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah
dan atau mengurangi resiko akibat penggunaan bahan kimia berbabaya di tempat
kerja terhadap tenagaketja, a1at-alat kerja dan lingkungan.
d. Lethal Dose 50 (LD 50) adalah dosis yang menyebabkan kematian pada 50 % binatang
percobaan.

e.Lethal Concentration 50 (LC 50) adalah konsentrasi yang menyebabkan kematian


pada 50 % binatang percobaan.

f. Pengusaha adalah :
1. Orang, perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu
perusahaan milik sendiri;

1436
2. Orang, perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya;
3. Orang, perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indone-
sia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2
yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

g. Pengurus adalah orang yang ditunjuk untuk memimpin langsung suatu kegiatan kerja
atan bagiannya yang berdiri sendiri.

h. Tenaga kerja adalah setiap orang yang melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di
luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.
i. Tempat kerja adalah tiap ruangan atan lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau
tetap, dimana tenaga kerja, melakukan pekerjaan atau yang sering dimasuki tenaga
kerja untuk keperluan suato usaha, dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber
bahaya.
j. Abli Keselamatan dan Kesebatan Kerja adalah tenaga tehnis berkeahlian khusus dan
luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menten Tenaga Kerja.
k. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan adalah pegawai tehnis berkeahlian khusus dati
Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
1. Direktur adalah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja sebagaimana
dimaksud dalam pasal 1 ayat (4) UU No. 1 Taboo 1970.
m. Menteri adalah Menteriyang membidangi ketenagakerjaan.

Pasal2

Pengusaha atau Pengurus yang menggunakan, menyimpan, memakai, produksi dan


mengangkut bahan kimia berbahaya di tempat kerja wajib mengendalikan bahan kimia
berbahaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

Pasal3

Pengendalian bahan kimia berbahaya sebagaimana dimaksud pasal 2 meliputi :


a. penyediaan lembar data keselamatan bahan (LDKB) dan label;
b. penunjukan petugas K3 Kimia dan Ahli K3 Kimia;

1437
BAD II
PENYEDIAAN DAN PENYAMPAIAN LEMBARDATA
KESELAMATAN BAHAN DAN LABEL
Pasal4
( 1) Lembar data keselamatan bahan sebagaimana dimaksud dalam pasa13 huruf a meliputi
keterangan tentang :
8. identitas bahan dan perusahaan;
b. komposisi bahan;
c . identiftkasi bahaya;
d. tindakan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K);
e. tindakan penanggulangan kebakaran;
f. tindakan mengatasi kebocoran dan tumpahan;
g. penyimpanan dan penangananbahan;
h. pengendalian pemajanan dan alat pelindung diri;
I. sifat fisika dan kimia;
j. stabilitas dan reaktifitas bahan;
k. informasi toksikologi;
1. informasi ekologi;
m. pembuangan limbah;
D. pengangkutan bahan;
o. informasi peraturan perundang-undangan yang herlaku;
p. infonnasi lain yang diperlukan.
(2) Bentuk lembar data keselamatan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan Menteri ini.

Pasal5
Label sebagaimana dimaksud dalam pasa1 3 hurufa meliputi keterangan mengenai :
a. nama produk;
b. identiftkasi bahaya;
c. tanda bahaya dan artinya;
d. uraian resiko dan penanggulangannya;
e. tindakan pencegahan;
f. instruksi dalam hal terkena atau terpapar;
g. instruksi kebakaran;
h. instruksi tumpahan atau bocoran;
i. instruksi pengisian dan penyimpanan
j. referensi
k. nama, alamat dan nomor telepon pabrik pembuat atau distributor.

1438
Pasal6
Lembar Data Keselamatan Bahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dan Label
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 diletakkan di tempat yang mudah diketahui oleh
tenaga kerja dan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan.

BABIn
PENETAPAN POTENSI BAHAYAINSTALASI
Pasal7
(1) Pengusaha atau Pengurus wajib menyampaikan Daftar Nama, Sifat dan Kuantitas
Bahan Kimia Berbahaya di tempat kerja dengan mengisi formulir sesuai contoh seperti
tercantum dalam Lampiran II Keputusan Menteri ini kepada Kantor Departemenl
DinasTenaga Kerja setempat dengan tembusannya disampaikan kepada Kantor
Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat
(2) Kantor Departemen/Dinas Tenaga kerja setempat selambat-Iambatnya 14 (empat
belas) hari kerja setelah menerima daftar, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harns
meneliti kebenaran data tersebut.
Pasal8
( I) Berdasarkan basil penelitian sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2) Kantor
DepartemenlDinas Tenaga Kerja setempat menetapkan kategori potensi bahaya
perusahaan atau industri yang bersangkutan;
(2) Potensi bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
a.. bahaya besar;
b. bahaya menengah.
(3) Kategori potensi bahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan Nama,
Kriteria serta Nilai Ambang Kuantitas (NAK) Bahan Kimia Berbahaya di tempat kerja.
Pasal9
Kriteria bahan kimia berbahaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (3) terdiri
dari:
8. bahan beracun;
b.. bahan sangat beracun;
c. cairan mudah terbakar;
d. cairan sangat mudah terbakar;

1439
e. gas mudah terbakar;
f. bahan mudah meledak;
g. bahan reaktif;
h. bahan oksidator.
PasallO
(1) Bahan kimia yang termasuk kriteria bahan beracun atau sangat beracun sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9 hurufa dan b, ditetapkan dengan memperhatikan sifat kimia,
fisika dan toksik.
(2) Sifat kimia, fisika dan toksik, bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)"
ditetapkan sebagai berikut :
8. bahan beracun dalam hal pemajanan melalui Mulut : LD 50 > 25 atau < 200 mg/
kg berat hadan, atau kulit : LD 5- > 25 atau 400 mglkg berat badan~ atau
pemafasan : LC 50 > 0,5 mg/I dan 2 mg/l;
b. bahan sangat beracun dalam hal pemajanan melalui Mulut : LD 50 < 25 mg/kg
berat hadan, atau Kulit : LD 50 < 25 mg/kg berat badan, atau pemafasan : LC
50 < 0,5 mg/l.
Pasal1!
(1) Bahan kimia yang tennasuk kriteria cairan mudah terbakar, cairan saogat mudah
terbakar dan gas mudah terbakar, sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 burnf c, d,
dan e ditetapkan dengan memperhatikan sifat kimia dan fisika.
(2) Sifat fisika dan kimia sehagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai
berikut:
a. cairan mudah terbakar dalam hal titik nyala> 21°C dan < SS °C pada tekanan 1
(satu) atmosfrr;
b. cairan sangat mudah terbakar dalam hal titik nyala < 21 OC dan titik didih > 20
°C pada tekanan 1 (satu) atmosfir;
c. gas mudah terbakar dalam hal titik didih < 20 OC pada tekanan 1(satu) atmosfrr.
Pasal12

(1) Bahan kimia ditetapkan tennasuk kriteria mudah meledak sebagaimana dimaksud
dalam pasal 9 huruf f apabila reaksi kimia bahan tersebut menghasiJkan gas dalam
jumlah dan tekanan yang besar serta suhu yang tinggi, sehingga menimbulkan
kerosakan disekelilingnya.

1440
(2) Bahan kimia ditetapkan tennasuk: kriteria reaktif sebagaimana dimaksud dalam pasal
9 huruf g apabila bahan tersebut :
8. bereaksi dengan air, mengeluarkan panas dan gas yang mudah terbakar; atau
b. bereaksi dengan asam, mengeluarkan panas dan gas yang mudah terbakar atau
beracun dengan korosif.

(3) Bahan kimia ditetapkan tennasuk kriteria oksidator, sebagaimana dimaksud dalam
pasal 9 hurufh apabila reaksi kimia atau penguraiannya menghasilkan oksigen yang
dapat menyebabkan kebakaran.

Pasal13
Nilai Ambang Kuantitasnya (NAK) bahan kimia yang tennasuk kriteria beracun atau sangat
beracun, sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, dan mudah meledak atau reaktif
sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan sebagaimana
tercantum dalam Iampiran III Keputusan Menteri ini.
Pasal14
Nilai Ambang Kuantitas (NAK) bahan kimia selain yang dimaksud dalam pasal13 ditetapkan
sebagai berikut :
a. bahan kimia kriteria beracun 10 ton;
b. bahan kimia kriteria 8angat beracun 5 ton;
c . bahan kimia kriteria reaktif 50 ton;
d. bahan kimia kriteria mudah meledak 10 ton;
e. bahan kimia ·teria oksidator 10 ton;
f. bahan kimia kriteria cairan mudah terbakar 200 ton;
g. bahan kimia kriteria cairan sangat mudah terbakar 100 ton;
h. bahan kimia kriteria gas mudah terbakar 50 ton.
PasailS
(1) Perusahaan atau industri yang mempergunakan bahan kimia berbahaya dengan
kuantitas melebihi Nilai Ambang Kuantitas (NAK) sebagaimana dimaksud dalam pasal
13 dan 14 dikategorikan sebagai perusahaan yang mempunyai potensi bahaya besar.
(2) Perusahaan atau industri yang mempergunakan bahan kimia berbahaya dengan
kuantitas sarna atau lebih keeil dari Nilai Ambang Kuantitas (NAK) sebagaimana
dimaksud dalam pasal13 dan 14 diketegorikan sebagai perusahaan yang mempunyai
potensi bahaya menengah.

1441
BAD IV
KEWAJlBAN PENGUSAHAATAU PENGURUS

Pasal16
(1) Perusahaan yang dikategorikan mempunyai potensi bahaya besar sebagaimana
dimaksud pada pasal 15 ayat (1) wajib:
a. mempekerjakan petugas K3 Kimia dengan ketentuan apabila dipekerjakan dengan
sistem kerja non shift sekurang-kurangnya 2 (dua) orang dan apabila
dipekerjakan dengan sistem kerja shift sekurang-kurangnya 5 (lima) orang;
b. mempekerjakan ahli K3 Kimia sekurang-kurangnya 1 (satu) orang;
c. membuat dokumen pengendalian potensi bahaya besar;
d. melaporkan setiap perubahan nama bahan kimia dan kuantitas baban kimia,
proses dan modifikasi instalasi yang digunakan;
e. melakukan pemeriksaan dan pengujian faktor kimia yang ada di tempat kerja
sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali;
f. melakukan pemeriksaan dan pengujian instalasi yang ada di tempat kerja
sekurang-kurangnya 2 (dua) taboo sekali;
g. melakukan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja sekurang-kurangnya 1 (satu)
tahun sekali.
(2) Pengujian faktor kimia dan instalasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) burnf e
dan f dilakukan oleh perusahaanjasa K3 atau instansi yang berwenang.
Pasalt7
(1) Perusahaan yang dikategorikan mempunyai potensi bahaya menengab sebagaimana
dimaksud pada pasal 15 ayat (2) wajib :
a. mempunayai petugas K3 Kimia dengan ketentuan apabila dipekerjakan dengan
sistem kerja non shift sekurang-kurangnya 1 (satu) orang, dan apabila
dipekerjakan dengan mempergunakan shift sekurang-kmangnya 3 (tiga) or-
ang;
b. membuat dokumen pengendalian potensi bahaya menengah;
c. melaporkan setiap perubahan nama bahan kimia dan kuantitas bahan kimia,
proses dan modifikasi instalasi yang digunakan;
d. melakukan pemeriksaan dan pengujian faktor kimia yang ada di tempat kerja
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali;
e. melakukan pemeriksaan dan pengujian instalasi yang ada di tempat kerja
sekurang-kurangnya 3 (tiga) taboo sekali;
f. melakukan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja sekurang-kurangnya 1 (satu)
tahun sekali.
(2) Pengujian faktor kimia dan instalasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
dan e dilakukan oleh perusahaan jasa K3 atau instansi yang berwenang.

1442
Pasal ]8

HasH pengujian faldor kimia dan instalasi sebagaimana dimaksud pada pasal 16 ayat (2)
dan pasal17 ayat (2) dipergunakan sebagai acuan dalam pengendalian bahan kimia berbahaya
di tempat kerja.

Pasa)19

( 1) Dokumen pengendalian potensi babaya besar sebagaimana dimaksud dalam pasal 16


ayat (1) huruf c sekurang-kurangnya memuat :
a. identifikasi bahaya, peniIaian dan pengendalian resiko;
b. kegiatan tehnis, rancang bangun, konstruksi, pemilihan bahan kimia, serta
pengoperasian dan pemeliharaan instaiasi;
c . kegiatan pembinaan tenaga kerja di tempat kerja;
d. reneana dan prosedur penanggulangan keadaan darurat;
e. prosedur kerja aman.
(2) Dokumen pengendalian potensi bahaya menengah sebagairnana dimaksud dalam pasal
17 ayat (1) huruf b sekurang-kurangnya memuat :
a. identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko;
b. kegiatan tehnis, raneang bangun, konstruksik, pemilihan bahan kimia serta
pengoperasian dan pemeliharaan instalasi;
c. kegiatan pembinaan tenaga kerja di tempat kerja;
d. prosedur kerja aman.
(3) Tata cara pembuatan dan rincian isi dokumen pengendalian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan keputusan Menteri atau Pejabat yang
ditunjuk.

PasallO

(1) Dokumen pengendalian potensi bahaya besar sebagaimana dimaksud dalam pasal 19
ayat (1) disampaikan kepada Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja dengan
tembusan kepada Kantor Departemen/Dinas Tenaga Kerja setempat.
(2) Dokumen pengendalian potensi bahaya menengah sebagaimana dimaksud dalam pasal
19 ayat {2} disampaikan kepada Kantor Departemen/Dinas Tenaga Kerja setempat.

Pasal21

(1) Kantor Wilayah Tenaga Kerja dan Kantor Departemen/Dinas Tenaga Kerja setempat
selambat-Iambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah menerima dokumen pengendalian
sebagaimana dimaksud dalam pasal20 ayat (1) dan (2) melakukan penelitian kebenaran
isi dokumen tersebut.

1443
(2) Kebenaran isi dokumen sebagaimana tersebut pada ayat (1) hams dinyatakan seeara
tertulis dengan membubuhkan tanda persetujuan.
(3) Dokumen pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telab dinyatakan
kebenarannya sesuai ayat (2) dipergunakan sebagai acuan pengawasan pelaksanaan
K3 di tempat kerja.

BABY
PENUNJUKAN PETUGAS K3 KIMIADAN AHLI K3 KIMIA

Pasal22

(1) Petugas K3 Kimia sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) hurufa dan pasal
17 ayat (1) hurufa mempunyai kewajiban :
3. melakukan identifikasi bahaya;
b. melaksanakan prosedur kerja aman;
c. melaksanakan prosedur penanggulangan keadaan damrat;
d. mengembangkan pengetahuan K3 bidang kimia.
(2) Untuk dapat ditunjuk sebagai Petugas K3 Kimia ditetapkan :
a. bekerja pada perusahaan yang bersangkutan;
b. tidak dalam masa percobaan;
c. hubungan kerja tidak didasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu TerteDtu (PKWT);
d. telah mengikuti kursus teknis K3 kimia.
(3) Kursus teknis Petugas K3 Kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d,
dilaksanakan oleh perusahaan sendiri, perusahaan jasa K3, atau instansi yang
berwenang dengan kurikulum seperti yang tereantum dalam lampiran IV Keputusan
Menteri ini.
(4) Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebelum melakukan kursus barns
melaporkan reneana pelaksanaan kursus teknis kepada Kantor DepartemenlDinas
Tenaga Kerja setempat.

Pasal23

( 1) Ahli K3 Kimia sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) hurufb mempunyai
kewajiban:
a. membantu mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan K3 bahan
kimia berbahaya;

1444
b. memberikan laporan kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk mengenai hasil
pelaksanaan tugasnya;
c. merahasiakan segala keterangan yang berkaitan dengan rahasia perusahaan atau
instansi yang didapat karenajabatannya;
d. menyusun program kerja pengendalian bahan kimia berbahaya di tempat kerja;
e. melakukan identiftkasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko;
f. mengusulkan pembuatan prosedur kerja aman dan penanggulangan keadaan
darurat kepada pengusaha atau pengurus.
(2) Penunjukan Ahli K3 Kimia sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang belalu.

Pasal24

(1) Penunjukan Petugas K3 Kimia sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ditetapkan


berdasarkan permohonan tertulis dari Pengusaha atau Pengurus kepada Menteri atau
Pejabat yang ditunjuk:.

(2) Pennohonan penunjukan Petugas K3 Kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harns melampirkan :
a. daftar riwayat hidup;
b. surat keterangan berbadan sehat dari dokter;
c. surat keterangan pemyataan bekerja penuh dari perusahaan yang bersangkutan;
d. fotocopy ijazah atau surat tanda tarnat belajar terakhir;
e. sertifikat kurus teknis petugas K3 Kimia.

BABVI
KETENroANPENUrUP

Pasal2S

Pegawai Pengawas Ketenagakerjaa.n melaksanakan pengawasan terhadap ditaatinya


Keputusan Menteri mi.

Pasal26

Dengan ketetapannya Keputusan Menteri ini, maka Keputusan Menten Tenaga Kerja No.
Kep. 612/Men/1989 tentang Penyediaan Data Bahan Berbahaya Terhadap Keselamatan
dan Kesehatan Kerja dinyatakan tidak berlaku lagi.

1445
Pasal27

Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 29 • 9 • 1999

MENTERITENAGA KERJA
REPUBLIKINDONESIA

FAHMIIDRIS

1446
LampiranI Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Republik Indonesia
Nomor Kep. ]87/MEN/1999
Tanggal 29-9- ]999

LEMBARDATAKESELAMATANBAHAN

I. Identitas Bahan dan Perusahaan


Namabahan
Rumuskimia
Code produksi
Synonim
Nama Perusahaan (pembuat) atau distributor atau importir :
a. Nama Perusahaan (pembuat) :
Alamat:
Phone:
b. Nama distributor:
Alamat:
Phone:
c. Nama Importir :
Alamat:
Phone:
2. Komposisi Bahan
Bahan % berat CAS No. Batas Pemajanan
3. Identltlkasl Babaya
Ringkasan bahaya yang penting :
Akibatnya terhadap kesebatan :
• Mata
• Kulit
• Tertelan
• Terhirop
• Karsinogenik
• Teratogenik
• Reproduksi
4. Tindakan Pertolongan Pertama Pada KeceIakaan (p3K) Terkena pada :
• M~ • T~~
• Kulit • Terhirup

1447
s. Tindakan Penanggulangan Kebakaran
a. Sifat-sifat bahan mudah terbakar Titik nyala : C ( F)
b. Suhu nyala sendiri : C
c. Daerah mudah terbakar
Batas terendah mudah terbakar : %
Batas tertinggi mudah terbakar : %
d. Media pemadaman api
e. Bahaya khusus
f. Instruksi pemadaman api
6. Tindakan Terhadap Tumpahan din Kebocoran
a. Tumpahan dan kebocoran keeil
b. Tumpahan dan kebocoran besar
c. Alat pelindung diri yang digunakan
7. Penyimpanan dan Penanganan Bahan
a. Penanganan bahan
b. Pencegahan terhadap pemajanan
c. Tindakan pencegahan terbadap kebakaran dan peledakan
d. Penyimpanan
c. Syarat khusus penyimpanan bahan
8. Pengendalian Pemajanan dan Alat Pelindung Diri
a. Pengendalian teknis
b. Alat pelindung diri :
Pelindung pemajanan, mata, kulit, tangan, dU.
9. Sifat-sifat Fisika dan Kimia
8. Bentuk padatJcair/gas
b. Ban
c. Warna
d. Masa jenis
e. Titik didih
f. Titik lebur
g. Tekanan uap
h. Kelarutan dalam air
I. pH
10. Reaktifitas dan Stabilitas
a. Sifat reaktifitas :
b. Sifat stabilitas :
c. Kondisi yang hams dihindari
d. Bahan yang hams dihindari
(incompatibility)

1448
e. Bahan dekomposisi
c.. Bahaya polimerisasi
11. Informasi Toksikologi
a. NilaiAmbang Batas (NAB) : ppm
b. Terkena mata
c. Tertelan
LD 50 (muIut)
d.. Terkena kulit
e.. Terhirop
LC 50 (pemafasan)
f. Efek lokal
g. Pemaparan jangka pendek (akut)
h.. Pemaparanjangka panjang (kronik)
Karsinogen
Teratogen
Reproduksi
Mutagen
12. Informasi Eko)ogi
a. Kemungkinan dampaknya terhadap lingkungan
b. Degradasi Iingkungan
c. Bio akumulasi
13. Pembungan Limbah
14. Pengangkutan
a. Peraturan intemasional
b.. Pengangkutan darat
c. Pengangkutan Iaut
d. Pengangkutan udara
IS. PeraturaD Perundang-undangan
16. Informas·i lain yang diperlukan

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 29 ... 9 .. 1999

MENfERITENAGAKERJA
REPUBLIKINDONESIA

FAHMIIDRIS

1449
~
-- Lampiran II Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Vl
o Republik Indonesia
Nomor Kep. 187/MEN/1999
Tanggal 29 - 9 - 1999

DAFfAR NAMA DAN SIFAT laMIA SERTA


KUANTITAS BAHAN K1MIA BERBAHAYA

Nama Perusahaan
Alamat
Telepon/Fax
SIFAT BAHAN KlMIA KLASIFIKASI
Titik Daerah mudah Mudah BERDASARKAN
Toksisitas Oksidator
Nama terbakar meledak NFPA Kuantitas
No. oyala NAB Ket.
bahan LC 50 bpj Bahan
Batas Batas LD 50 LD 50
OC
terendah tertinggi (mulut) (kulit) (pemapas- \\ TdJk '\i Tdik H F S
010 (LFL) % (UFL) mglkg bb mglkgbb an) roglf
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 11 18

Catatau :
Ditetapkan di Jakarta
LFL (Lower Flamable Limit) :
Pada tanggal 29 - 9 - 1999
Konsentrasi batas terendah mudah terbakar.
UFL (Upper Flamable Limit) :
Konsentrasi batas tertinggi mudab terbakar MENTERITENAGAKERJA
NFPA (National Fire Protection As.osiation)
BB : Berat Badan
REPUBLIK INDONESIA
H (Health) : Babaya terhadap kcsehatan
F (Fire) : Hahaya terhadap kebakaran
S (Stability) : Bahaya terhadap stabilitas (reaktilitas)
FAHMIIDRIS
Lampiran Ill: Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Republik Indonesia
Nomor Kep. 187IlvfEN/I999
Tanggal 29 - 9 - 1999

NAMADAN NILAIAMBANG KUANTITAS (NAK) BAHAN KIMlA


BERBAIIAYA
I. BeracuD

No. NAMABARANG NILAIAMBANG


KUANTITAS (NAK)
1. Aceton Cyanohydrin (2-Cyanopropan-2-1) 200 ton
2. Acrolein (2-propenal) 200 ton
3. Acrylonitrile 20 ton
4. Allyl alcohol (2-propen-l-l) 200 ton
5. Allyamine 200 ton
6. Ammonia 100 ton
7. Bromine 10 ton
8. Carbon disulphide 200 ton
9. Chlorine 10 ton
10. Diphnyl methane di-isocynate (MDT) 200 ton
11. Ethylene dibromide (1 ,2-Dibromoetane) 50 ton
12. Etuleneimine 50 ton
13. Fonnaldehyde (Concentration-90%) 20 ton
14. Hydrogen Chloride (Liguefied gas) 250 ton
15. Hydrogen, cyanide 20 ton
16. Hy ,gen fluoride oton
17. Hy gen sulphide 50 ton
18. Methyl bromide (bromomethane) 200 ton
19. Nitrogen oxides 50 ton
20. Proyleneimine 50 ton
21. Sulphur dioxide 20 ton
22. Sulphur trioxide 20 ton
23. Tetraethyllead 50 ton
24. Tetramethyllead 50 ton
25. Toluene di-isobyanate 100 ton

1451
II. Sangat Beracun
NILAIAMBANG
No. NAMABARANG
KUANTITAS (NAK)
1. Aldicarb 100 kilogram
2. 4-Aminodiphenyl 1 kilogram
3. Amiton 1 kilogram
4. Anabasine 100 kilogram
5. Arsenic pentoxide, arsenic (V) acid and salts 500 kilogram
6. Arsenic trioxide, arseninious (III) acid and salts 100 kilogram
7. Arsine (Arsenic hydride) 10 kilogram
8. Azinphos-ethyl 100 kilogram
9. Azinphos-ethyl 100 kilogram
10. Benzidine 1 kilogram
11. Benzidine salts 1 kilogram
12. Beryllium (powder-compounds) 10 kilogram
13. Bis (2-cbloroethy) sulphide 1kilogram
14. Bis (chloromethyl) ether 1 kilogram
15. Carboturan 100 kilogram
16. Carbophenothion 100 kilogram
17. Chiorfenvinphos 100 kilogram
18. 4-(chlorofonnyl) molpholine ) kilogram
19. Chloromethyl methyl ether I kilogram
20. Cobalt (metal, oxide, carbonates and sulphides as 1 ton
powders)
21. Crimidine 100 kilogram
22. Cyanthoate 100 kilogram
23. Cycloheximide 100 kilogram
24. Demeton 100 kilogram
25. Dialifos 100 kilogram
26. OO-Diethyl S-ethylsulphinylmethyl phosphorothioate 100 kilogram
27. 00- Diethyl S-ethylsulphonylmethyl phosphorothioate 100 kilogram
28. OO-Diethyl S-ethylthiomethyl pbosphorothioate 100 kilogram
29. OO-Diethyl S-isopropylthiomethyl phosphorothioate 100 kilogram
30. OO-Diethyl S-prophythiomethyl phosphorodithioate 100 kilogram
31. Dimefox 100 kilogram
32. Dimethylcarbamoyl chloride 1 kilogram

1452
NILAIAMBANG
No. NAMABARANG
KUANTITAS (NAK)
33. Dimethylnitrosamine 1kilogram
34. Dimethyl phosphoramidocyanidic acid 100 kilogram
35. Diphacinone 100 kilogram
36. Disulfoton 100 kilogram
37. EPN 100 kilogram
38. Ethion 100 kilogram
39. Fensulfothlon 100 kilogram
40. Fluenetil 100 kilogram
41. Fluoroacetic acid 1kilogram
42. Fluoroacetic acid, esters 1kilogram
43. Fluoroacetic acid, salts 1kilogram
44. Fluoroacetic acid, amides 1kilogram
45. 4-Flurobutyric acid 1kilogram
46. 4-Flurobutyric acid, salts 1kilogram
47. 4-Flurobutyric acid, amides 1kilogram
48. 4-Flurocrotonic acid 1 kilogram
49. 4-Flurocrotonic acid, salts 100 kilogram
50. 4-Flurocrotonic acid, esters 100 kilogram
51. 4.. Plurocrotonic acid, amides 1kilogram
52. 4-Floro-2-hydroxybutyric acid 1kilogram
53. 4-Floro-2-hydroxybutyric acid, salts 100 kilogram
54. 4-Floro-2-hydroxybutyric acid, ester 500 kilogram
55. 4-Floro-2-hydroxybutyric acid, amides 100 kilogram
56. Glycolonitrile (Hydroxyacetonitrile) 10 kilogram
57. 1, 2, 3, 7, 8~ 9-Hexachlorodibenzo-p-dioxin 100 kilogram
58. Hexamethylphosphoramide 100 kilogram
59. Hydrogen Selenide 1kilogram
60. Isobenzen 1kilogram
61. Isodrin 10 kilogram
62. Juglone (5-Hydroxynaphtalene-l, 4-dione) 1kilogram
63. 4, 4-Methylenebis (2-chloroaniline) 1kilogram
64. Methyl isocyanate 100 kilogram
65. Mevinphos 100 kilogram
66. 2-Naphthylamide 100 kilogram
67. Nickel metal, oxides, carbonates and sulphides as 1kilogram
powders
68. Nickel tetracarbonyl 1 ton

1453
NILAIAMBANG
No~ NAMABARANG KUANTITAS (NAK)
69. OxydisuIfoton 100 kilogram
70. Oxygen difluoride 100 kilogram
71. Paraoxon (Diethyl 4-nitro-phenyl phosphate) 100 kilogram
72. Parathion 100 kilogram
73. Parathion 100 kilogram
74.. Pentaborane 100 kilogram
75. Phorate 100 kilogram
76. Phosacetin lOO kilogram
77. Phosgene (Carbonyl chloride) loo kilogram
78. Phosphamidon 100 kilogram
79. Phosphine (Hydrogen Phosphide) 100 kilogram
80.. Promarit (1-(3> 4-Dichlorophenyl)-3- 100 kilogram
triazenethiocarboxamide
81 . 1, 3 - Propanesultone 1kilogram
82. I-Propen-2-chloro-l, 3-diol diacetate 1kilogram
83. Pyrazonon 100 kilogram
84. Selenium hexafluoride 10 kilogram
85. Sodium selenide 100 kilogram
86. Stibine (AntimonyHydride) 100 kilogram
87. Sulfotep 100 kilogram
88. Sulphur dichloride 1 ton
89. Tellurium hexafluoride 100 kilogram
90. TEPP 100 kilogram
91. 2, 3, 7, 8-tetrachlorodibenzo-p-dioxin (TCDD) 1 kilogram
92. Thionazin 1kilogram
93. Tripate (2, 4-Dimethyl-l, 3-dithiolane-2- 100 kilogram
94. carboxadihyde) 100 kilogram
95. Trichloromethanesulpbenyl chloride 100 kilogram
96. I-Tri (cycolohexy) stanny-l H-l, 2, 4-triazole 100 kilogram
97. Triethylenemelamine 10 kilogram
98. Warfarin 100 kilogram

1454
III. Sangat Reaktif

NILAIAMBANG
No. NAMABARANG
KUANTITAS (NAK)
1. Acethylene (Ethyne) 50 ton
2. Ammonium nitrate (a) 500 ton
3. 2,2-Bis (tert-buthyperoxy) butane 50 ton
(conventration.70 %)
4. 1, I-Bis (tert-buthylperoxy )cyclohexane 50 ton
(concentration> 80 %)
5. Tert-Buthyl peroxyacetate (concentration> 70 %) 50 ton
6. Tert-Buthyl peroxyisobutyrate 50 ton
(concentration > 80 %)
7. Tert-Buthyl peroxyisoprophyl carbonate 50 ton
(concentration > 80 %)
8. Tert-Buthyl peroxypivalate (concentration> 77 %) 50 ton
9. Dibenzyl peroxydicarbonate (concentration> 90 %) 50 ton
10. Di-see-buthylperoxydicarbonate 50 ton
(concentration > 80 %)
11. Diethyl peroxydicarbonate (concentration> 30 %) 50 ton
12. 2, 2-Dihydroperoxypropane (concentration> 30 %) 50 ton
13. Di-isobutiryl peroxide (concentration> 50 %) 50 ton
14. Di-n-prophyl peroxydicarbonate 50 ton
(concentration> 80 %)
15. Ethylene oxide 50 ton
16. Ethylene nitrate 50 ton
17. 3, 3, 6, 6, 9, 9-Hexamethyl-l, 2, 4-5 o ton
tetraxyc}ononane (concentration> 70 %)
18. Hydrogen 10 ton
19. Methyl ethyl ketone peroxide 5 ton
(concentration > 60 %)
20. Methyl isobuthyl ketone peroxide 10 ton
(concentration > 60 %)
21. Oxygen 500 ton
22. Peracetic acid (concentration> 60 %) 50 ton
23. Propylene oxide 50 ton
24. Sodium chiorate 20 ton

1455
IV. Mudah Meledak
NILAIAMBANG
No. NAMABARANG
KUANTITAS (NAK)
I. Barium azide 50 ton
2. Bis (2, 4, 6-trinitrophenyl)-amine 50 ton
3. Chlorotrinitrobenzene 50 ton
4. Cellulose nitrate (containing> 12,6 % nitrogen) 50 ton
5. Cyclotetramethylene-trinitrarnine 50 ton
6. Cyclotriemethyulene-trinitramine 50 ton
7. Diazodinitrophenol 10 ton
8. Diethylene glycol dinitrate 10 ton
9. Dinitrophenol, salts 50 ton
10. Ethylene glycol dinitrate 10 ton
11. I-Gaunyl-4-nitrosaminoguanyl-l-tetrazene 10 ton
12. 2, 2, 4, 4, 6, 6-Hexanitrostilbene 50 ton
13. Hydrazine nitrate 50 ton
14. Lead azide 50 ton
15. Lead syphanate (lead 2, 4, 6-nitrotesoreinoxide) 10 ton
16. Mercury fluminate 50 ton
17. N-MethyI2, 4, 6-tetranitroaniline 50 ton
18. Pentaerythritiol tetranitate Nitroglycerine 10 ton
19. Pentaerytbritol tetranitrate oton
20. Picric acid (2,4,6-Trinitrophenol) 50 ton
21. Sodium picramate 50 ton
22. Stypnic acid (2,4,6-trinitriphenol) 50 ton
23. 1,3,5...Tiamino-2,4,6-trinitrobenzena 50 ton
24. Trinitroan 50 ton

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 29 - 9 .. 1999

MENIERlTENAGAKERJA
REPUBLIKINDONESIA

FAHMIIDRIS

1456
LampimnIV Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Republik Indonesia
Nomor Kep.187/MEN/1999
Tanggal 29 . . 9-1999

KURIKULUMKURSUSTEHNISPETUGASKJ KIMIA

Jam
No. Kurikulum
PelaJaran
I. KELOMPOK UMUM
1. Kebijaksanaan Depnaker di bidang K3. 2 IP
2. Peraturan Penmdang-undangan di bidang K3 4 JP
3. Peraturan tentang pengendaJian bahan kimia berbahaya. 4 IP

ll. KELOMPOK INTI


L Pengetahuan dasar bahan kimia berbahaya 6 IP
2. Penyimpanan dan penanganan baban kimia berbahaya. 4 IP
3. Prosedur kerja aman. 4 IP
4. Prosedur penanganan kebocoran dan tumpahan. 4 JP
5. Penilaian dan pengendalian resiko baban kimia berbahaya. 4 IP
6. Pengendalian lingkungan kerja. 4 IP
7. Penyakit akibat kerja yang disebabkan faktor kimia dan cara 6 JP
pencegahannya.
8. Reneana dan prosedur tanggap darorat. 4 IP
9. Lembar data keseJamatan bahan dan label. 4 IP
10. Dasar-dasar TeIsikologi. 4 JP
11. P3K 4 IP
m. KELOMPOKPENUNJANG
1. Peningkatan aktivitas P2K3 2 JP
2. Studi Kasus 4 JP
3. Kunjungan lapangan 8 JP
4. EvaIuasi 6JP
Jumlah Jam Pelajaran 78JP

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 29 - 9 - 1999
MEN1ERITENAGAKERJA
REPUBLIKINOONESIA

FAHMIIDRIS

1457
1458
KEPUIDSAN
MENTERITENAGA KERJADAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR: KEP. 791MEN/2003

TENTANG

PEDOMAN DIAGNOSIS DAN PENILAIAN CACAT KARENA


KECELAKAAN DAN PENYAKITAKIBATKERJA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI R.I.

Menimbang a. bahwa dalam penggunaan peralatan kerja dan bahan kimia


berbahaya dalam proses produksi dapat menyebabkan tenaga
kerja menderita kecelakaan dan penyakit akibat kerja;

b. bahwa untuk menetapkan kompensasi bagi tenaga kerja yang


menderita karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja, perlu
dilakukan diagnosis dan penilaian serta penetapan tingkat
kecacatannya;

c. bahwa Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP. 62A1MEN/


1992 tentang Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat karena
Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja, sudah tidal<: sesuai lagi
dengan penerapan ilmu dan teknologi kedokteran serta jenis
penyakit sehingga periu disempumakan;

d. bahwa untuk itu perIn ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Mengingat 1. Undang-undang No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok


Mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia
tahun 1969 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2912);

1459
2. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1970 Nomor I,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2918);

3. Undang-undang No.3 Tahoo 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga


Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1992 Nomor
14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3468);

4. Keputusan Presiden No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit yang


Timbul Karena Hubungan Kerja;

5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M taboo 2001


tentang Pengangkatan Menteri Negara Dalam Kabinet Gotong
Royong;
6. PeraturanMenteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER. 021
MenJ1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam
Penyelenggaraan Kesehatan Kerja;
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER. 01/
MenJ1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja;
8. Peraturan Menleri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER. 03/
Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.

Memperhatikan Saran dan pertimbangan Dewan Keselamatan dan Kesebatan Kerja


Nasional (DK3N) No. 380IDK3N/I/2003.

MEMUTUSKAN :
M,enetapkan
PERTAMA Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan
Penyakit Akibat Kerja sebagaimana terlampir Keputusan ini.

KEDUA Pedoman ini digunakan untuk menetapkan diagnosis dan penilaian


cacat karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja guna
memperhitungkan kompensasi yang menjadi hak tenaga kerja.

KETIGA Dengan ditetapkan Keputusan Menteri ini, maka Keputusan Menteri


Tenaga Kerja No. KEPI 62A/Men/1992 tentang Pedoman Diagnosis
dan Penilaian Cacat karena kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja,
dinyatakan tidak berlaku lagi.

1460
KEEMPAT Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal12 Maret 2003

MENTER!
TENAGAKERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA

Ttd.

JACOBNUWAWEA

Salinan Keputusan ini disampaikan Kepa Ytb. :


1. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
2. Para Gubemur Seluruh Indonesia.
3. Direktur Utama PT. JAMSOSTEK (PERSERO).

1461
Kesepakatan Tripartit
Komitmen Penanggulangan
HIV / AIDS di Dunia Kerja
Kanli Pcmerintah-Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kementrian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), Asosiasi Pengusaha
Indonesia (APINDO), serta wakil-wakil Serikat BuruhlPekerja (KSPI-Kongres Serikat Pekerja Indonesia,
KSPSI-Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia SBSI-Serikat Bumb Sejahtera Indonesia), dengan int :

• MENYADARl bahwa penyebaran HIV/AIDS di Indonesia potensial mengancam profitabilitas dan


produktivitas dunia usaha serta kesehatan tenaga kerja maupun masyarakat luas.

• MENYATAKAN KEPEDULIAN MENDALAM bahwa ancaman HIVJAIDS berdampak buruk terhadap


pembangunan nasional yang berkelanjutan dan sumber daya manusia di Indonesia.

• MENDESAK se)uruh pihak, terutama sektor swasta, untuk bekerjasama dengan seluruh potensi
masyarakat untuk mencegah meningkatnya penularan HIVI AIDS.

• MENDESAK se)umh pihak di tempat kerja untuk bekerja bersama dalam kerangka tripartit dengan :
1) Menggunakan prinsip-prinsip Kaida ILO tentang HIV/AIDS dan Dunia Kerja sebagai dasar
pe)aksanaan program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja;
2) Mengutamakan program pencegahan HIVIAIDS di tempat kerja termasuk mendorong pengusaha
atau serikat pekerja untuk mendukung program tersebut
3) Mendorong dan mendukung penghapusan Stigma dan Diskriminasi terhadap buruhlpekerja yang
hidup dengan HIV/AIDS.

Jakarta, 25 Februari 2003

~
M. Jusut Kalla
Mt::nteH Negara Koofd.nalOf BuJang
Kese,anteraan Rakyat

~~,-~s<
~A.r
/'f,/}'/'
/ Ir. AburiUlSakrie Suparwanlo.
H. MBA ......
/ Kelua Umum KADIN Kelua Umum APINDO

Rustam Aksam
Kelua Umurn KSPI
t~
Keltla OPP KPSPI
/ ..- t
Muchtar Pakpahan
Kelua Umum sass

1462
Kaidab fLO tentang HIV/AIDSdan Dunia Kerja

ILO telab mengadopsi Kaidah ILO tentang HIV/AIDS di Tempat Kerja yang merupakan
basil konsultasi dengan konstituen ILO pada 21 Juni 2001. Kaidah ini dimaksudkan untuk
membantu mengurangi penyebaran HIV dan dampak terhadap pekerja dan keluarganya.
Kaidah tersebut berisikan prinsip-prinsip dasar bagi pengembangan kebijakan dan petunjuk
praktis di tingkat perusahaan dan komunitas.

10 Prinsip Kaida ILO tentang HIVIAIDS dan Dunia Kerja :

1. PengakuaD HIV/AIDS sebagai Penoalan dunia Kerja :


HIV/AIDS adalah persoalan dunia keJja dan mesti diperlakukan sebagaimana penyakit
serius lainnya yang muncul di dunia kerja.

2. NOD-diskriminasi:
Tidak dibolehkan adanya tindak diskriminasi terhadap buruh/pekerja berdasarkan
status HIV/AIDS atau dianggap sebagai orang terinfeksi HIV Diskrin1inasi dan
stigamtisasi justru menghalangi upaya promosi pencegahan HIV/AIDS.

3. Kesetaraan Jender :
Dimensi jender dalam penanggulangan HIVI AIDS periu digaris bawahi. Perempuan
dibanding laki-Iaki cenderung mudah terinfeksi dan terpengaruh wabab HIV/AIDS.
Karenanya, kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan amat penting bagi
keberhasilan pencegahan penyebaran infkeis serta memudahkan perempuan mengatasi
HN/AIDS.

4. Kesehatan Lingkungan :
Demi kepentingan semua pibak, lingkungan kerja yang sehat dan aman perlu terus
dijaga semaksimal mungkin sesuai Konvensi ILO No. 155 Tahun 1988 tentang
Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

5. Dialog Sosial :
Kerjasama dan kepercayaan di antara pengusaha, buruhlpekerja serta pemerintah,
termasuk keterlibatan aktif pada buruh/pekerja yang terkena atau terpengaruh HIVI
AIDS, menentukan keberhasilan pelaksanaan kebijakan dan program HIVIAIDS.

1463
6. Larangan Skrining dalam Proses Rekrutmen dan Kerja :
Skrining HIV/AIDS tidak boleh dijadikan persyaratan dalam lamaran kerja atau
dikenakan terhadap seseorang yang sudah berstatus sebagai buruh/pekerja.

7. Kerahasiaan:
Menanyakan informasipribadi yang berkaitan dengan mv pada pelamar kerja atau
buruhlpekerja adalah tindakan yang tidak bisa dibenarkan. Akses terhadap data pribadi
terkait dengan status HIV seorang buruhlpekerja hams mematuhi prinsip kerahasiaan
sesuai kaidah ILO Tahun 1977 tentang Perlindungan Data Pribadi BuruhIPekerja.

8. Kelanjutan Status Hubungan Kerja


Infeksi HIV tidak boleh dijadikan alasan pemutusan hubungan kerja. Seperti layaknya
kondisi penyakit lain, infeksi HIV tidak hams membuat seseorang kehilangan hak
bekerja sepanjang orang tersebut masih layak bekerja dan dapat dibenarkan seeara
medis.

9. Pencegahan:
Infeksi HIV dapat dicegah. Upaya peneegahan dapat dilakukan melalui sejumlah
strategi yang disesuaikan dengan sasaran nasional dan mempertimbangkan kepekaan
budaya. Langkah pencegahan juga dapat dilakukan melalui kampanye perobahan
tingkah laku, pengetahuan, pengobatan serta menciptakan lingkungan yang bersih
dati sikap dan tindak diskriminasi.

10. Kepedulian dan Dukungan :


Solidaritas, kepedulian dan dukungan haruslah menjadi pedoman dalam menanggapi
persoalan HIV/AIDS di dunia kerja. Semua buruh/pekerja, tennasuk yang terkena
HIV, berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang terjangkau, jaminan asuransi,
perlindungan sosial dan berbagai paket asuransi kesehatan lainnya.

1464
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERITENAGA KERJA DANTRANSMIGRASI


REPUBLIKINDONESIA
NOMOR: KEP.239/MEN/2003
1ENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN SERTIFIKASI KOMPETENSI CALON AHLI
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA UMUM
MENTERI TENAGA KERJA DANTRANSMIGRASI RI,

Menimbang a. bahwa pelatihan ahli keselamatan dan kesehatan kerja yang dilakukan
oleh lembaga pembinaan dan pelatihan K3 yang ditunjuk berdasarkan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-04/MEN/1995 tentang
Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja mauptm melalui
program kerjasama antara Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigraai dengan lembaga perguruan tinggi;
b. bahwa bagi peserta yang telah lulus perlu diberikan sertifikat calon
ahli keselamatan dan kesehatan kerja;
c. bahwa untuk itu periu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Mengingat 1. Undang-undang Uap 1930;


2. Undang-undang No.1 Tabun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
3. Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
4. Keputusan Presiden RI No. 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan
Kabinet Gotong Royong;
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 65/MEN/1969 tentang
Penyelenggaraan KursusIPelatihan Kader Keselamatan Kerja;
6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-02/MEN/1992 tentang
Tata Cara Penunjukan, Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan
dan Kesehatan Kerja;

1465
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-04/MEN/1995 tentang
Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERTAMA : Program pembinaan dan pelatihan sertifikasi calon ahli keselamatan dan
kesehatan kerja dalam rangka penyiapan caJon ahli keselamatan dan
kesehatan kerja umum dilaksanakan melalui :
3. Kursus klasikal oleh lembaga pelatihan/perusahaan jasa pembinaan
dan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja yang ditunjuk oleh
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi berdasarkan Peraturan
Menten Tenaga Kerja No. Per-04/MEN/1995 tentang Perusabaan
Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
b. Pembekalan materi keselarnatan dan kesehatan kerja oleh pegawai
pengawas fungsional di daerah;
c. Program pendidikan fonnal dalam maupun luar negeri setingkat D3
jurusan Hiperkcs dan Keselamatan Kerja, 81104 atau 82 jurusan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
KEDUA Jumlahjam pelajaran yang diberikan pada kursus klasikal atau pembinaan
melalui pembekalan bagi calon ahli keselamatan dan kesebatan kerja umum
adalah materi dasar keselamatan dan kesehatan kerja sekurang-kurangnya
120 jam pelajaran x 45 menit yang terdiri atas materi :
a. Kebijakan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja;
b. Dasar hukum pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja;
c. Teori keselamatan dan kesehatan kerja;
d. Aplikasipengawasan keselamatan kerja;
e. Aplikasi pengawasan kesehatan kerja.
KETIGA Materi dasar sebagaimana dimaksud pada amar KEDUA bagi peserta
pendidikan formal D3, S 1104 atau 82 jurusan keselamatan dan kesehatan
kerja diberikan seeara terintegrasi selama pendidikan berlangsung.
KEEMPAT Untuk menentukan kelulusan, peserta hams mengikuti ujian tulis yang
diberikan oleh Tim Evaluasi Ahli Keselamatan dan Kesebatan Kerja yang
ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan.
KELIMA Bagi peserta yang lulus diberikan sertifikat calon ahli keselamatan dan
kesehatan kerja umum oleh Direktur lenderal Pembinaan Pengawasan
Ketenagakerjaan.

1466
KEENAM Sertifikat sebagaimana dimaksud pada amar KELIMA merupakan syarat
dalam rangka penerbitan Keputusan Penunjukan sebagai ahli keselamatan
dan kesehatan kerja umum di perusahaan atau tempat kerja.
KE1UJUH Sertiftkat kompetensi caJon ahli keselamatan dan kesehatan kerja spesialis
dan hal·hal yang belum diatur dalam keputusan ini akan diatur lebih
lanjut oleh Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan.
KEDELAPAN: Keputusan ini berlaku mulai tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Nopember 2003

MENTER!
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JACOB NUWAWEA

Salinan Surat Keputusan in; disampaikan kepada Yth. :


1. Sekretaris Jenderal Depnakertrans
2. Inspektorat Jenderal Depnakertrans
3. Para Direktur Jenderal di lingkungan Depnakertrans

1467
1468
KEPUTUSANMENlERI
TENAGA KERJADAN TRANSMIGRASI
REPUBUKINDONESIA

NOMOR:KE~~nwENnO~

TENTANG

PENCEGAHANDAN PENANGGULANGAN
HIV/AIDS DI TEMPAT KERJA

MENTER! TENAGA KERJADAN TRANSMIGRASI R.I.

Menimbang a. bahwa kasus HIV/AIDS di Indonesia terdapat kecenderongan


jumlahnya meningkat dati waktu ke waktu;

b. bahwa jumlah kasus HIV/AIDS sebagian besar terdapat pada


kelompok usia kerja produktif yang akan berdampak negative
terhadap produktivitas perusahaan;

c . bahwa untuk mengantisipasi dampak negatif dati kasus HIV/AIDS


di tempat ketja diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangan
yang optimal;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam


huruf a, b dan c perlu diatur dengan Keputusan Menten.

Mengingat 1. Undang-undang Nomor 1Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1818);

2. Undang-undang Nomor 13 Taboo 2003 tentang Ketenagakerjaan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);

1469
3. Keputusan Presiden R.I. Nomor 36 Tahun 1994 tentang Komisi
Penanggulangan AIDS di Indonesia;

4. Keputusan Presiden R.t Nomor 228/M Tabun 2001 tentang


Pembentukan Kabinet Gotong Royong;

5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER..


02IMEN/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja
dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja;

6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-


03IMEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja;

7. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat R.I.


Nomor -08/KEP/Menko/KesralVIII994 tentang Susunan, Tugas
dan Fungsi Keanggotaan Komisi Penanggulangan AIDS.

Memperhatikan : 1. Deklarasi U.N. General Assembly Special Session, No. 526/2001;

2. Deklarasi ASEAN tentang Penanggulangan HIV/AIDS, 2001;

3. Strategi Nasional Penanggulangan HIVI AIDS Tabun 2003 - 2008


yang ditetapkan oleh Komisi PenanggulanganAIDS Nasional;

4. Pedoman Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja ..


Depnakertr~s
2003;

5. ILO code ofPractice on HIVIAIDS and the World ofWork yang


telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan tambahan
dan uraiannya yang berjudul Kaida ILO tentang HIV/AIDS di
Dunia Kerja 2003;

6. Kesepakatan Tripartit Nasional tcntang Komitmen


Penanggulangan HIV/ AIDS di Dunia Kerja Tabun 2003.

M EMUTUSKAN:

Menetapkan KEPUTUSAN MENTERI TENAGAKERJA DANTRANSMIGRASI


REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENCEGAHAN DAN
PENANGGULANGAN HIV/AIDS DITEMPATKERJA.

1470
Pasall
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. "Human Immunodeficiency Virus" (HIV) adalah virus yang menyerang system
kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS.
2. "Acquired Immune Deficiency Syndrome'" (AIDS) adalah suatu kondisi medis hempa
kumpulan tanda dan gejala yang diakibatkan oleh menunmnya atau hilangnya kekebalan
tubuh karena terinfeksi HIV, sering benvujud infeksi yang bersifat ikutan (oportunistik)
dan belum ditemukan vaksin serta obat penyembuhannya.
3. "Pencegaban dan Penanggulangan HIV/AIDS" adalah upaya yang dilakukan untuk
mencegah penularan HIV dan menanggulangi dampak negatif HIV/AIDS.
4. UTes HIV" adalah suatu tes darah yang dipakai untuk memastikan apakah seseorang
telah terinfeksi virus HIV atau tidak.
5. "PekerjaIBuruh" adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atan imbalan
dalam bentuk lain.
6. "Pengusaha" adalah:
a. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yangmenjalankan suatu
perusahaan milik sendiri;
b. Orang peseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya.
c. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia
mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b berkedudukan
di luar wilayah Indonesia.
7. "Pengurus" ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat
kerja atau bagiannya yang berdiri sendirL
8. "Perusabaan" adalah :
a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan,
milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik
negara yang mempekerjakan peketjalbumh dengan membayar upah atau imbalan
dalam bentuk lain;
b. Usaha.. usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain.

1471
9. "Pekerja dengan HIV/AIDS" adalah pekerjalburuh yang terinfeksi HIV dan atau
mempunyai gejalaAIDS.
10. "Konseling" adalah kegiatan konsultasi yang bertujuan membantu mempersiapkan
mental pekerjalburuh dan mengatasi masalah-masalah yang mungkin atau sedang
dihadapi.
Pasal2
1. Pengusaha wajib melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AlDS di
tempat kerja.
2. Untuk melaksanakan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat
kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pengusaha wajib :
a. mengembangkan kebijakan tentang upaya pencegahan dan penanggulangan mv/
AIDS;
b. mengkomunikasikan kebijakan sebagaimana dimaksud dalam hurnf a dengan
cara menyebarluaskan informasi dan menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan;
c. memberikan perlindungan kepada PekerjaIBumh dengan HIVIAIDS dari tindak
dan perlakuan diskriminatif;
d. menerapkan prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) khusus untuk
pencegahan dan penanggulangan HIVI AIDS sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan standar yang berlaku.
Pasal3
PekerjaIBuruh dengan HIV/AIDS berhak mendapatkan pelayanan kesehatan kerja dengan
pekerjalbumh lainnya sesuai dengan peraturan penmdang-undangan yang berlaku.
Pasal4
1. Pemerintah melakukan pembinaan terhadap program pencegahan dan penanggulangan
HIV/AIDS di tempat kerja.
2. Pemerintah, pengusaha dan serikat pekerjalserikat buruh baik sendiri-sendiri maupun
secara bersama-sarna melaksanakan upaya pencegahap dan penanggulangan HIV/
AIDS di tempat kerja.
3. Dalam melaksanakan upayapencegahan dan penanggulangan HIVlAIDS di tempat
kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dilakukan dengan melibatkan pihak
ketiga atan abli dibidang HIVIAIDS.

1472
Pasa) 5

1. Pengusaha atau pengurus dilarang melakukan tes HIV untuk igunakan sebagai
prasyarat suatu proses rekrutmen atau kelanjutan status pekerjalburuh atau kewajiban
pemeriksaan kesehatan rutin.

2. Tes HIV hanya dapat dilakukan terhadap pekerjalbumh atas dasar kesukarelaan dengan
persetujuan tertulis dari pekerjalburuh yang bersangkutan, dengan ketentuan bukan
untuk digunakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

3. Apabila tes HIV sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan, maka pengusaha
atau pengurus wajib menyediakan konseling kepada peketjalburuh sebelum atau
sesudah dilakukan tes HIV.
4. Tes HIV sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya boleh dilakukan oleh Dokter
yang mempunyai keahlian khusus sesuai peraturan perundang-undangan dan standar
yang berlaku.
Pasal6
Informasi yang diperoleh dari kegiatan konseling, tes HIV, pengobatan, perawatan dan
kegiatan lainnya hams dijaga kerahasiaannya seperti yang berlaku bagi data rekan medis.
Pasal'
1. Petunjuk teknis pelaksanaan keputusan ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur
Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan.
2. Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 28 April 2004

MENTER!
TENAGA KERJADAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA

ttd.

JACOB NUWAWEA

1473
1474
KEPUTUSAN
~IENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR: KEP.3721MENIXII2009

TENTANG

PETUNJUKPELAKSANAAN
BULAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJANASIONAL
TAHUN2010 -2014

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka untukmendukung pencapaian "Indonesia


Berbudaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Tahun 2015",
perlu dilaksanakan Gerakan Nasional Membudayakan K3 secara
berkesinambungan;
b. bahwa Gerakan Nasional Membudayakan K3 sebagaimana dimaksud
pada hurufa, diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor
KEP. 463/MEN/I993 tentang Pola Gerakan NasionaI Membudayakan
K3 yang menetapkan Pelaksanaan Bulan K3 Nasional;
c. bahwa agar Pelaksanaan Bulan K3 Nasional pelaksanaannya dapat
efektifdan efisien di Pemerintah Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/
Kota, dan Perusahaan, perlu ditetapkan Petunjuk Pelaksanaan Bulan
K3 Nasional dengan Keputusan Menteri.

Mengingat Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan


Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970
Nornor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
1918);
2. Undang-undang Nomor 13 Tabun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tabun 2003 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);

1475
3. Undang-undang Nomor 32 Tabun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tabun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437),
sebagaimana telah beberapa kali diubah, berakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indo-
nesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 rahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintaban Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah KabupatenlKota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Taboo 2007, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
5. Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2009 tentang Pembentukan
Kabinet Indonesia Bersatu II;
6. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP. 425/MEN/1990
tentang Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional;
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER. 05/
MENIIV/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Tenaga
Kerja dan Tmnsmigrasi, sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER. 14/
MENNIII/2008;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
KESATU : Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional, yang selanjutnya
disingkat Bulan K3 Nasional dilaksanakan pada setiap tahun dengan
berpedoman pada petunjuk pelaksanaan sebagaimana tercantum dalam
lampiran Keputusan Menteri ini;
KEDUA Petunjuk pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU
berlaku dari tahun 2010 sampai dengan 2014 dan merupakan pedoman
bagi setiap pimpinan Departemen, Lembaga Non Departemen, Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota, BUMNIBUMD,
Lembaga K3, Serikat PekerjalSerikat Buruh, APINDO, Perusahaan dan
masyarakat, dalam pelaksanaan kegiatan Bulan K3 Nasional;
KETIGA Pelaksanaan kegiatan Bulan K3 Nasional sebagaimana dimaksud dalam
Diktum KEDUA dilaksanakan seca:ra terns meneros dan berkesinambWlgan;

1476
KEEMPAT: Pelaksanaan Bulan K3 Nasional dicanangkan dan dimulai pada setiap tanggal
12 Januari sampai dengan 12 Pebroari;
KELIMA : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

UlLCl.ial.lkan eli Jakarta


padatanggal 16 Nopember 2009

MENTER!
A DAN TRANSMIGRASI
KINDONESIA

Tembusan yth. :
1. Presiden Republik Indonesia;
2. Wakil Presiden Republik Indonesia;
3. Para Menteri Koordinator Kabinet Indonesia Bersatu;
4. Para Gubemur di seluruh Indonesia.

1477
LAMPIRAN

KEPUIUSAN
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOl\'IOR: KEP. 372 /MENIXll2009

'TENTANG

PETUNJUKPELAKSANAAN
BULAN KESELAMATANDAN KESEHATAN KERJANASIONAL
TAHUN 2010 - 2014

I. PENDAHULUAN
Filosofi dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah melindungi
keselamatan dan kesehatan para pekerja dalam menjalankan pekerjaannya, melalui
upaya-upaya pengendalian semua bentuk potensi bahaya yang ada di lingkungan
temp at kerjanya. Bila semua potensi bahaya telah dikendalikan dan memenuhi hatas
standar aman, maka akan memberikan kontribusi tereiptanya kondisi lingkungan
kerja yang aman, sehat dan proses produksi menjadi lanear, yang pada akhimya
akan dapat menekan risiko kerugian dan berdampak terhadap peningkatan
produktivitas.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diterapkan
di berbagai sektor, maka memuneulkan potensi bahaya yang semakin beragam dan
komplek. Karenanya upaya-upaya K3 hams terns menerus ditingkatkan melalui
berbagai pendekatan, baik seeara teknis, teknologis dan sistemis dengan
memperhatikan fenomena globalisasi dunia usaha, industri dan perdagangan.
Perkembangan dunia usaha, industri dan perdagangan belakangan ini telah berada
pada era globalisasi, dimana perdagangan ekspor dan impor, baik barang ataupun
jasa, yang semula banyak dibebanildihambat dengan biaya-biaya tambahan berupa
berbagai macam pajak, kini seeara perlahan-lahan telah dihilangkan. Hal tersebut
salah satunya didukung oleh peran serta dari beberapa negara yang terlibat dalam
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk menjadikan negaranya sebagai negara
bebas hambatan.
Perkembangan lain yang perlu dicermati oleh semua pihak dengan adanya
persyaratan barn oleh negara-negara pengimpor (Consumer Countries) terutama dari
negara maju baik dari belahan barat maupun timur yang mensyaratkan " hambatan "
dalam bentuk lain. Persyaratan tersebut tidak diperbolehkan dalam bentuk tarif(Non
- Tarrif- Barrier) melainkan dalam bentuk-bentuk Kepuasan Pelanggan (Customer

1478
Satisfaction). Beberapa persyaratan tersebut kini sudah dikenal secara meluas yaitu
persyaratan terhadap penerapan Sistem Manajemen Mutu dengan ISO 9001 series,
Sistem Manajemen Lingkungan dengan ISO 14000 series, Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), OHSAS 18001 dan akhir-akhir ini mulai
digulirkan hal-hal yang berhubungan dengan pemanasan global (global warming).
Kondisi tersebut hams kita jadikan sebagai tantangan sekaligus peluang dalam
meraih keberhasilan perdagangan global. Persyaratan tersebut di atas selalu
dihubungkan dengan perlindungan bagi tenaga ketja, konsumen dan hak asasi manusia,
yang bila dicermati secara mendalam hal tersebut sejaIan dengan prinsip dasar
pelaksanaan K3, yaitu mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja, termasuk
peledakan, kebakaran, dan penyakit akibat kerja.
Kondisi global saat ini berpengaroh terhadap stabilitas usaha di Indonesia dan
memberikan dampak kurang menguntungkan dan berimbas pada aspek perlindungan
ketenagakerjaan. Keselamatan dan ke~.ehatan kerja merupakan salah satu aspek
perlindungan ketenagakerjaan dan mempakan hak dasar dari setiap tenaga kerja yang
ruang lingkupnya telab berkembang sampai kepada keselamatan dan kesehatan
masyarakat secara nasional. Oleh karena itu dalam kondisi apapun K3 wajib untuk
dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan standar baik nasional maupun intemasional.
Sejak diundangkannya Undang-Undang No.1 rabun 1970 tentang Keselamatan
Kerja, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I sebagai pemegang policy nasional
di bidang K3, bersama para pemangku kepentingan telah melakukan berbagai upaya
untuk mendorong pelaksanaan K3, melalui berbagai kegiatan antara lain kampanye,
seminar, lokakarya, konvensi, pembinaan dan peningkatan kompetensi personil K3,
pembentukan dan pemberdayaan lembagalembaga K3 baik tingkat nasional sampai
dengan tingkat perusahaan, pemberian penghargaan K3, dan perbaikan-perbaikan
sistem K3 secara berkelanjutan namun hasilnya belum optimal, hal ini ditandai dengan
adanya kasus-kasus kecelakaan kerja di tempat kerja yang berakibat fatal sehingga
menimbulkan kerugian moril dan materiil serta pencemaran lingkungan yang
dampaknya sangat besar bagi tenaga kerja, pengusaha, maupun pemerintah. Secara
keseluruhan berbagai kerogian tersebut akan mempengaruhi pula tingkat produktivitas,
kesejahteraan masyarakat bahkan dapat menurunkan Indeks Pembangunan Manusia
(Human Development Indexs) yang akhimya akan berpengamh terhadap daya saing
dalam era globalisasi.
Disadari bahwa pelaksanaan K3 tidak hanya merupakan tanggung jawab
Pemerintah, tetapi merupakan tanggung jawab semua pihak, khususnya masyarakat
industri. Dengan demikian semua pihak terkait berkewajiban untuk berperan aktif
sesuai fungsi dan kewenangannya untuk melakukan berbagai upaya dibidang K3
secara terns menerus dan berkesinambungan serta menjadikan K3 sebagai bagian
dari budaya kerja disetiap kegiatan, sehingga dapat mencegah kasus kecelakaan dan

1479
penyakit akibat kerja (PAK). Agar pelaksanaan K3 dapat mencapai basil yang optimal
harus didukung oleh sumber daya manusia dibidang K3 yang berlrualitas.
Guna mendukung terlaksananya K3 di Indonesia secara seragam dan serentak
dalam rangka menjamin keselamatan tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja,
pengoperasian peralatan produksi secara aman dan efisien serta memperlancar proses
produksi, maka sangatlah strategis bilamana dalam bulan K3 ini selumb masyarakat
untuk diberdayakan.
Sejak: taboo 1984 dengan diterbitkannya Keputusan Menten Tenaga Kerja Nomor
Kep. 13/MEN/1984 tentang Pola Kampanye Nasional K3 hingga tahun 1992,
pemerintah bersama-sama pemangku kepentingan telahmelakukan upaya yang intensif
untuk memasyarakatkan K3 melalui Kampanye Nasional K3 selama 1 (satu) bulan
dimulai tanggal12 Januari sampai dengan 12 Februari yang selanjutnyadikenal dengan
Bulan K3 Nasional. Sejak tahun 1993 hingga tabun 2008 Kampanye Nasional K3
diubah menjadi Gerakan Nasional Membudayakan K3 dengan Keputusan Menteri
Tenaga Kerja No. Kep. 463/MEN/1993 dikenal dengan Bulan K3 Nasional. Pada
tahun 2009, Gerakan Nasional Membudayakan K3 diubah strateginya yang
diwujudkan dalam "Gerakan EfektifMasyarakat Membudayakan K3 (GEMADAYA
K3)" dan dicanangkan pada mulainya pelaksanaan Bulan K3 Nasional tanggal 12
Januari2009.GEMADAYAK3inimerupakangerakanberkelanjutanyangdilaksanakan
seeara terus meneros sepanjang tabun seiring dengan berlangsungnyaproses produksi
di tempat kerja/ perusahaan.
Tahw20 I0 adalah momentum yang tepat untuk lebih meningkatkan K3 menjadi
budaya <Ii tempat kerja dan menjadikan masyarakat Indonesia berbudaya K3, karena
bertepatan 100 taboo diterapkan Peraturan Keselamatan Kerja eli Indonesia oleb
pemerintahan Belanda dengan memberlakukan Veiligheidsdreglement 1910 dan
bertepatan 40 taboo Undang-Undang Nomor 1 Tabun 1970 tentang Keselamatan
Kerja, maka melalui GEMA DAYA K3 dibarapkan selumh lapisau masyarakat, baik
masyarakat umum maupun industri, para cendikiawan, organisasi profesi, asosiasi
dan lain-Jain dapat tennotivasi untuk. berperan aktif dalam peningkatan pemasyarakatan
K3 sehingga tercipta pelaksanaan K3 secara mandiri dan dapat mendulamg pencapaian
"Indonesia Berbudaya K3 Tabuo 2015". Dengan demikian tujuan K3 dalam
menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, sehat menuju nibiJ kecelakaan dan
penyakit akibat kerja guna peningkatan produksi dan produktivitas nasional dapat
segera terwujud.

II. GERAKAN EFEKTIFMASYARAKATMEMBUDAYAKAN K3(GEMADAYA


10)
GEMADAYA K3 merupakan strategi dalam menyukseskan Gerakan Nasional
Pembudayaan K3 yang ditujukan pada peningkatan peran aktif dan potensi masyarakat
untuk mewujudkan budaya K3 di setiap tempat kerja. Dalam hal ini Pemerintah,

1480
Pemerintah Provinsi, Pemerintah KabupatenIKota sebagai motivator GEMA DAYA
K3, maka kegiatan GEMADAYA K3 sebagai gerakan bersama-sama, menyeluruh,
dan terpadu harns dilaksanakan dengan rasa tanggungjawab secara berjenjang sesuai
dengan tata cara sistim pemerintahan saat ini.
Untuk melaksanakan GEMA DAYA K3, Pemerintah Kabupaten/Kota melalui
kewenangannya agar mengatur dan menguros pelaksanaan di wilayahnya. Sedangkan
Pemerintah Provinsi mempunyai kewenangan melakukan koordinasi kegiatan dan
mendistribusikan hasil kegiatan sebagai laporan kepada pemerintah. Pemerintah dalam
hal ini Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI bersama dengan pemangku
kepentingan menetapkan kebijakan dan program sebagai acuan, pedoman dan
petunjuk pelaksanaan serta menindaklanjuti untuk melaksanakan pembinaan secara
nasional. Penyelenggaraan GEMA DAYAK3 pada pemerintah sektor tertentu, Menteri
yang membidangi sektor yang bersangkutan dapat mengeluarkan petunjuk pelaksanaan
yang dapat digunakan sebagai pedoman oleh para pihak dilingkungan sektornya dari
tingkat pusat sampai daerah.
III. TUJUANDAN SASARAN
1. Tujuan
a. Meningkatkan kesadaran dan ketaatan pemenuhan norma K3.
b. Meningkatkan partisipasi semua pihak untuk optimalisasi pelaksanaan
budaya K3 disetiap kegiatan usaha;
c. Terwujudnya budaya K3 masyarakat Indonesia.
2. Sasaran
a. Tingginya tingkat pemenuhan norma K3;
b. Meningkatnyajumlah perusahaan yang rnendapatkan kecelakaan nihil;
c. Terwujudnya masyarakat yang berprilaku K3.

IV. 'lEMA
1. Terna Pakok Tahunan
8. Terna Pokok Bulan K3 Nasional Tahun 2010 adalah :
" GELORAKAN GEMA DAYA K3 DALAM KEHIDUPAN
BERMASYARAKAT"
b. Terna Pokak Bulan K3 Nasional Tahun 2011
"TINGKATKAN PELAKSANAAN GEMA DAYA K3 UNTUK
MENDUKUNG DAYA SAING USAHADALAM GLOBALISASI"
c. Terna Pokok Bulan K3 Nasional Tahun 2012
"OPTIMALISASI PENERAPAN SMKJ UNTUK PENINGKATAN
MUTU KERJADAN PRODUKTIVITAS"

1481
d. Terns Pokok Bulan K3 Nasional Tahun 2013
" BUDAYAKAN K3 DISETIAP KEGIATAN USAHA MENUJU
MASYARAKAT INDUSTRI YANG SELAMAT, SEHAT DAN
PRODUKTIF".
e.. Terns Pokok Bulan K.3 Nasional Tahun 2014
" WUJUDKAN BUDAYA K3 UNTUK MENJAMIN STABILITAS
USAHA DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN EKONOMI
NASIONAL"
2. Sub Terna
Gubemur, Bupati dan Walikota dapat menetapkan Sub Tema Pelsksanaan Bulan
K.3 Nasionsl di daerahnya masing-masing sesuai issu, pennasalahan dan kondisi
K3 serta kebutuhan di wilayahnya..

v. PENYELENGARAAN
A. ORGANISASI PELAKSANA
Untuk melaksanakan Bulan K.3 Nasional dengan berbagai kegiatannya yang
akan menggerakkan masyarakat secara luas, maka perlu dibentuk Panitia
Pelaksana dengan melibatkan berbagai unsur terkait sebagai berikut :
1.. Panitia Pelaksana Nasional.
Dibentukoleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigras~ dengan keanggotaan
instansi lintas sektor, organisasi pengusaha, organisasi serikat pekerjal
buruh, dan lembagalembaga terkait lainnya pada tingkat nasional
2. Panitia Pelaksana Pusat
Dibentuk oleh Menteri yang bersangkutan atau Ketua/Kepala Lembaga
Pemerintah Non Departemen (LPND) atau Direksi Badan Usaba Milik
Negara (BUMN) dengan unsur terkait di lingkungan instansi masing-
masing.
3.. Panitia Pelaksana di Provinsi..
Dibentuk oleh Gubemur atau Pejabat yang ditunjuk dengan keanggotaan
instansi lintas sektor, organisasi pengusaha, organisasi serikat pekerjal
buruh, lembaga-lembaga terkait pads tingkatprovinsi.
4.. Panitia Pelaksana di KabupatenIKota.
Dibentuk oleh BupatilWalikota atau Pejabat yang ditunjuk dengan
keanggotaan instansi lintas sektor, organisasi pengusaha, organisasi serikat
pekerjalburuh, lembaga-lembaga terkait pada tingkat kabupatenlk:ota..
5. Panitia pelaksana di tingkat perusahaan
Dibentuk oleh masing masing perusahaan dengan keanggotaan Satgas
K31P2K3 sebagai motor penggerak pelaksanaan K3 di perusahaannya danJ
atau perosahaan sekitamya.

1482
B. PELAKSANAAN
I. Pelaksanaan dimulai tanggal 12 Januari sampai dengan 12 Februari pada
setiap tahun dari rabun 2010 - 2014.
2. Implementasi kegiatan K3 dalam Bulan K3 Nasional dapat dilaksanakan
secara terns menerus dan berkesinambungan.
3. Bulan K3 Nasional diselenggarakan di tingkat pusat, provinsi, kabupatenl
kota sesuai dengan kondisi setempat dan diprioritaskan pada perusahaanl
tempat kerja sektor tertentu, rnaupun pada tempat tempat usaha masyarakat
yang potensi bahayanya cukup tinggi.
C. PROGRAM
Program-program kegiatan Bulan K3 Nasional baik di tingkat pusat,
provinsi, dan kabupatenlkota, maupun perusahaan, meliputi :
1. Kegiatan yang bersifat strategis antara lain:
a. Pencanangan Bulan K3 Nasional.
b. Ape) bendera Bulan K3 Nasional dilaksanakan pada setiap tahun dari
taboo 2010 - 2014 (pelaksanaannya dalam bulan lanuari, tanggalnya
disesuaikan dengan kondisi masingmasing).
c. Pemberian penghargaan K3.
d. Konvensil seminar/ lokakaryal semiloka.
e. Pembentukan komitte investigasi kecelakaan kerja.
f. Dan lain-lain.
2. Kegiatan bersifat promotif antara lain :
a. Pemasangan bendera, spanduk, umbuJ-umbul, dan baliho K3.
b. Pameran K3.
c. Sosialisasi dan publikasi K3.
d. Alesi Sosial K3.
e. Cerdas cermat KJ.
f. Dan lain-lain.
3. Kegiatan yang bersifat implementatifantara lain:
a. Penilaian penghargaan K3.
b. AuditSMK3.
c. Pembinaan dan pengujian lisensi K3
d. Pemeriksaan dan/atau pengujian objek K3.
e. Penanganan kasus-kasus kecelakaan kerja.
f. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.
g. Pengukuran dan pengujian lingkungan kerja
h. Operasi tertib di bidang K3 pada sektor tertentu
i. Dan lain-lain.
Kegiatan tersebut pada nomor 1 s.d. 3 dapat dilakukan seluruhnya atau sebagian
atan dikembangkan sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing.

1483
D. PENDANAAN
Biaya yang timbul akibat pelaksanaan Bulan K3 Nasional balk untuk tingkat
pusat, provinsi, dan kabupatenlkota, rnaupun pemsahaan adalah sebagai berikut:
1. Tingkat pusat, provinsi dan kabupatenlkota, sesuai ketentuan perundangan.
2. Tingkat perusahaan diperoleh secara swadana dan swakelola maupun
sumber dana lainnya.
E. PELAPORAN
Pelaksanaan kegiatan Bulan K3 di masing-masing tingkatan, membuat
dan menyampaikan laporan sebagai berikut :
1. Perusahaan melaporkan kepada instansi yang bertanggungjawab di bidang
ketenagakerjaan pada kabupatenJkota, selanjutnya dilaporkan kepada Bupatil
Walikota.
2. Bupati/ Walikota melaporkan kepada Gubemur di wilayahnya masing-
masing.
3. Gubemur melaporkan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
tembusan kepada Menten Dalam Negeri

VI. PENUruP
Petunjuk Pelaksanaan Bulan K3 Nasional Tabun 2010 - 2014 ini, ditetapkan
dan digunakan sebagai pedoman pelaksanaan Bulan K3 pada setiap tabun, dari tabun
2010 sampai dengan tahun 2014 oleh setiap pimpinan Departemen, Lembaga Non
Departemen, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota, BUMN/ BUMD,
Lembaga K3, Perguruan Tinggit Serikat PekerjalSerikat Buruh, APlNOO, Perusahaan
dan Masyarakat guna mendukung terwujudnya "Indonesia Berbudaya K3 Tahun
2015".

Oitetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 Nopember 2009
MENTERI
DAN TRANSMIGRASI
KINDONESJA

1484
KEPUTUSANBERSAMA
MENfERlTENAGA A DAN MENTER! PEKERJAAN UMUM
NOMOR: KEP.174/MEN/86
NOMOR: 104IKPTS/1986

lENTANG

KESELAMATANDANKESEHATANKERJAPADATEMPAT
KEGIATAN KONSTRUKSI

MENTERITENAGAKERJADANMENTERIPEKERJAANUMUM

Menimbang a. babwa pekerjaan konstroksi merupakan kompleksitas kerja yang


melibatkan bahan bangunan, peralatan, penerapan tehnologi dan
tenaga kerja, dapat mempakan sumber terjadinya kecelakaan
kerja;
b. bahwa tenaga kerja dibidang kegiatan konstruksi selaku sumber
daya yang dibutuhkan bagi kelanjutan pembangunan, perlu
memperoleh perlindungan keselamatan kerja, khususnya
terhadap ancaman kecelakaan kerja;
c. bahwa untuk itu perru penerapan nonna-nonna keselamatan
dan kesehatan kerja pada tempat kegiatan konstruksi secara
sungguh-sungguh;
d. bahwa untuk itu perlu menetapkan Keputusan Bersama Menteri
Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum.

Mengingat 1. Undang-undang NomOI I Tahun 1970 tentang Keselamatan


KeJja;
2. Govemement Besluit Nomor 9 Tabun 1941 tentang Syarat-syarat
umum untuk Pelaksanaan Bangunan Umum yang dilelangkan;
3. Keputusan Presiden Nomor 45/M Tabun 1983 tentang
Pembentukan Kabinet Pembangunan IV;
4. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1974 yo. Keputusan
Presiden Nomor 15 Tahun 1964 tentang Susunan Organisasi
Departemen-Departemen;
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.Ol/MEN/1980
tentang Keselamatan dan Kesebatan Kerja pada Konstruksi
Bangunan.

1485
MEMUTUSKAN

Menetapkan Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan


Vmum tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat
Kegiatan Konstruksi.
Pasall
Sebagai persyaratan tehnis pelaksanaan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor PER.Ol/Men/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi
Bangunan, maka ditetapkan sebagai petunjuk: umum berlakunya Buku Pedoman Pelaksanaan
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi, yang
selanjutnya disebut Buku Pedoman dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan pada
kegiatan bersama ini.
Pasa12
Setiap Pengurus Kontraktor, Pemimpin Pelaksanaan Pekerjaan atau Bagian Pekerjaan dalam
pelaksanaan kegiatan konstruksi, wajib memenuhi syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan
Kerja seperti ditetapkan dalam Buku Pedoman tersebut pasal 1.
Pasal3
Menteri Pekerjaan Vmum berwenang memberikan sanksi administrasi terhadap pihak-
pihak yang tersebut pasal 2 dalam hal tidak mentaati ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Buku Pedoman.
Pasa14
Hal-hal yang menyangkut pembinaan dalam penerapan Keputusan Bersama ini dilaksanakan
secara koordinasi oleh Kantor Pusat, Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Departemen
Pekerjaan Umum setempat.
Pasal5
Sebagai pelaksanaan terhadap penerapan pasal 4 Keputusan Bersama ini, mw Menteri
Tenaga Kerja dapat menunjuk Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja bidang Konstruksi
dilingkungan Departemen Pekerjaan Umum atas usul Menten Pekerjaan Umum, sesuai
dengan ketentuan pasal I ayat (6) Undang-undang Nomor 1 Tabun 1970 tentang
Keselamatan Kerja.
Pasa16
Pengawasan atas pelaksanaan Keputusan Bersama ini, dilakukan secara fungsional oleh
Departemen Tenaga Kerja dan Departemen Pekerjaan Umum sesuai ruang Iingkup togas
dan tanggung jawab masing-masing.

1486
Pasa17
Hal-hal yang belum diatur didalam Keputusan Bersama ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh
Menten yang bersangkutan sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Pasa18

Keputusan Bersama ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

MENTERlPEKERJAANUMUM DITETAPKAN DI : JAKARTA


PADA TANGGAL: 4 MARET 1986

Cap/ttd.

SUYONOSOSRODARSONO MENTERITENAGAKERJA

Cap/ttd.

SUDOMO

1487
1488
KEPUTUSANBERSAMA
DIREKTORATJENDERALPERHUBUNGAN LAUT
DAN
DIREKTURJENDERAL PEMBINAANHUBUNGAN INDUSTRIAL
DANPENGAWASANKETENAGAKERJAAN

NOMOR : P'.72/3/9 - 99
Kep.S071NW/1999

TENTANG
PEMERIKSAANDAN PENGUJlANTERHADAP
PESAWATANGKATDANANGKUT,PESAWATUAPDANBEJANATEKAN
YANGBERADADIKAPALDANDIPELABUHAN

DIREKTORATJENDERALPERHUBUNGAN LAUT
DAN
DIREKTURJENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
DANPENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Menimbang a. Bahwa keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana diatur


dalam Undang-Undang No. 1 Tabun 1970 tentang Keselamatan
Kerja dan peraturan pelaksanaan hams diterapkan secara
konsekwen;
b. Bahwa pengawasan terhadap keselamatan kerja dalam
penggunaan pesawat angkat dan angkut, pesawat uap dan
bejana tekan yang beradadi kapal dan di pelabuhan
penangannya periu dioptimalkan dan pelaksanaannya perlu
mengikutsertakan instalasi pemerintah maupun swasta.
c. Bahwa sehubungan dengan tersebut hums a dan b dipandang
perlu mengatur tentang pemeriksaan dan pengujian terhadap
pesawat angkat dan angkut,pesawat uap dan bejana tekan
yang berada di kapal dan di pelabuhan dengan Keputusan
Bersama antara Direktur JenderaI Perhubungan Laut dan
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan
Pengawasan Keteangakerjaan.

Mengingat 1. Undang-Undang Uap tahun 1930 (Stoom Ordonantie Stb No.


225 tahun 1930);

1489
2. Undang-undang No.1 tabun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Lembaran Negara RI tabun 1970 Nomor 1, tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 2918);
3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran;
(Lembaran Negara RI Nomor 98, Tambahan LembaranNegara
RI Nomor 3493);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tabun 1996 tentang
Kepelabuhan
5. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahoo 1991 tentang Pengalihan
bentuk Perusahaan Umum (PERUM) Pelabuhan I menjadi
Perusahaan Perseroan (persero), 91embaran Negara Tahun 1991
Nomor 74);
6. Peraturan Pemerintab Nomor 57 Tahoo 1991 tentang Pengalihan
Bentuk Perusahaan Umum (PERUM) Pelabuhan II menjadi
Perusahaan Perseroan (Persero), Lembaran Negara Tabun 1991
Nomor 75);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahoo 1991 tentang Pengalihan
Bentuk Perusahaan Umum (PERUM) Pelabuhan III menjadi
Perosahaan Perseroan (Persero), (Lembaran Negara Tabun
1991 Nomor 76);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Taboo 1991 tentang Pengalihan
Bentuk Perusahaan Umum (PERUM) Pelabuhan IV menjadi
Perusahaan Perseroan (Persero), (Lembaran Negara Tabun
1991 Nomor 77);
9. Keputusan Presiden RI Nomor 136 Tahuo 1999 tentang
Kedudukan Tugas, Fungsi Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Departemen;
10. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.OIIMEN/1982 tentang Bejana Tekan;
11. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.OSIMEN/198S
tentang Pesawat Angkat dan Angkut;
12. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor PEROIlMEN/1988
tentang Kwalifikasi dan Syarat-syarat Operator Pesawat Dap;
13. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.Ol 11989
tentang Kwaliftkasi Kerang Angkat;

1490
14. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.02IMEN/1992
tentang Tata Cara penunjukkan, Kewajiban dan WewenangAhli
Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
15. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.04IMEN/1995
tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
16. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.35 tahun
1993tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan;
17. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.41 tahun 1997
tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat lenderal
Perhubungan Laut;
18. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 26 tahun 1998 tentang
Penyelenggaraan pelabuhan Laut;
19. Keputusan Menteri Perbubungan Nomor 27 tahun 1998 tentang
Pengelolaan Pelabuhan Khusus;
20. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 67 tahun 1999 tentang
Organisasi dan tata Kerja Kantor Administrasi Pelabuha;

MEMUTUSKAN
Menetapkan KEPUTUSAN BERSAMA DIREKTORAT JENDERAL
PERHUBUNGAN LAUT DAN DlREKTORAT JENDERAL
PEMBINAAN HUBUNGANINDUSTRIALDAN PENGAWASAN
KETENAGAKERJAAN TENTANG PEMERIKSAAN DAN
PENGUJlANTERHADAPPESAWATANGKATDANANGKUT,
PESAWAT VAP DAN BEJANA TEKAN YANG BERADA DI
KAPALDAN DI PELABUHAN.

BABI
KETENTUANUMUM
Pasall
Dalam Keputusan Bersama ini yang dimaksud dengan :
1. Pesawat angkat dan angkut adalah pesawat atau alat yang digunakan untuk
memindahkan, mengangkat muatan secara vertikal dan atau horizontal di kapal dan
eli pelabuhan;
2. Pesawat uap adalah ketel uap dan alat-alat lainnya yang secara langsung maupun
tidak langsung berhubungan atau tersambung dengan ketel uap yang diperuntukkan

1491
bekerja dengan tekanan yang lebih besar atau lebih tinggi daripada tekanan udara
sekitamya;
3. Bejana tekan adalah bejana selain pesawat uap yang didalamnya terdapat tekanan
udara yang melebihi daripada tekanan uelara luar yang dipakai untuk menampung
gas atau campuran gas tennasuk udara yang dikempa;
4. Operator adalah tenaga kerja berkeahlian khusus untuk melayani pemakaian pesawat
uaplkeran angkat, dan angkut;
5. Badan Hukum Indonesia adalah Perusahaan lass Keselamatan dan Kesehatan Kerja
yang usahanya di bidang jasa keselamatan dan kesehatan kerja untuk membantu
pelaksanaan pemenuhan syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan
peraturan perundingan yang berlaku;
6. Sertiftkat Operator adalab surat keterangan berdasarkan keahlian yang dimiliki oleh
operator yang bersangkutan;
7. Surat Percobaan Ja130 adalah surat keterangan dalam jangka waktu tertentu dan
bersifat sementara yang dikeluarkan berdasarkan pemeriksaan dan pengujian dengan
hasil baik;
8. Sertifikat Laik Paksi adalah surat keterangan dalam jangka waktu tertentu yang
dikeluarkan berdasarkan pemeriksaan dan pengujian dengan hasil baik;
9. Surat Ijin mengoperasikan adalah surat keterangan yang diberikan kepada operator
untuk mengoperasikan suatu alat tertentu.

BAD II
MAKSUD DANTUJUAN
Pasal2
Keputusan Bersama ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi aparat Direktorat lenderal
Perhubungan Laut Departemen Perhubungan dan aparat Direktorat lenderal Pembinaan
Hubungan Industrial dan Pengawas Ketenagakerjaan, Departemen Tenaga Kerja dan atau
Badan Hukum Indonesia yang ditunjuk dalam melaksanakan tugas pemeriksaan dan
pengujian terhadap pesawat angkat dan angkut, pesawat uap dan bejana tekan yang berada
di kapal maupun di pelabuhan.

Pasal3
Keputusan Bersama ini bertujuan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan pemeriksaan
dan pengujian terhadap pesawat angkat dan angkut, pesawat uap dan bejana tekan beserta
operatornya yang berad,a di kapal dandi pelabuhan seeara terkoordinasi dan
berkesinambungan diseluruh wilayah Indonesia

1492
BAB III
RUANG LlNGKUP
Pasal4
Ruang lingkup kerjasama ini meliputi kegiatan pemeriksaan dan pengujian serta sertifikasi
terhadap semua pesawat angkat dan angkut, pesawat uap dan bejana tekan yang berada di
kapal dan di pelabuhan, termasuk pengujian pengujian terhadap operatomya.

BAD IV
PELIMPAHANDAN KEWENANGAN
Pasal S
(1) Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan KetenagakeIjaan
memberikan wewenang kepada Direktur lenderal Perhubungan Laut untuk
melaksanakan pemeriksaan dan pengujian terhadap pesawat angkat dan angkut beserta
operatomya, pesawat uap beserta operatomya dan bejana tekan yang berada di kapal
dan eli pelabuhan;
(2) Terhadap pesawat angkat dan angkut, pesawat uap dan bejana tekan yang telah
memenuhi persyaratan berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengujian sebagaimana
dimaksud ayat (1) akan diterbitkan Surat Percobaan Jalan;
(3) Terhadap operator yang telah memenuhipersyaratan berdasarkan hasil pemeriksaan
dan pengujian sebagaimana dimaksud ayat (1) akan diterbitkan sertifikat operator;
(4) tata cara pemeriksaan dan pengujian serta penerbitan Surat Percobaan Jalan dan
Sertifikat Operator dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal6
(I) Hasil pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud dalam pasa15 ayat (1) beserta
dokumen pemeriksaan dan pengujian harns disampaikan pada Direktur Jenderal
Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Direktur
JenderaJ Perhubungan Lautselamabt-Iambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah
diterbitkan Surat Percobaan Jalan;
(2) Setelah menerima dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal
Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan akan menerbitkan
Akte Ijin Penggunaan;
(3) Setelah menerima dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur
Jenderal perhubungan Laut akan menerbitkan Sertifikat Laik Pakai dan Sertiflkat
Operator;

1493
(4) Sertifikasi Laik Pakai dan Sertifikasi Operator sebagaimana dimaksud ayat (3) akan
diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut;
(5) Surat Ijin Mengoperasikan Pesawat Angkat, Pesawat Angkut, Pesawat Uap
dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerajan;

Pasal7
(1) Untuk pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud pada pasa15
ayat (1), Direktur lenderal Perhubungan Laut dan menunjuk Badan Hukum Indone-
sia yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Memiliki tenaga ahli bidang keselamatan dan kesehatan keIja, perkapalan, fasilitasl
peralatan pelabuhan dan pelatihanl pengujian operator;
b. Memiliki kantor cabang di beberapa ibu kota propinsi terotama di ibukotapropinsi
yang memiliki pelabuhan kelas 1;
c. Memiliki peralatan pengujian yang cukup memadai untuk melakukan pengujian
terhadap peralatan angkat, angkut dan operator;
d. Memiliki akreditasi untuk: pengujian operator.
(2) Penunjukkan Badan Hukum Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hams
terlebih dahulu memperoleh rekomendasi dari Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan
Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan.

BABV
PELAPORAN DAN EVALUASI
Pasal8
Badan hukum Indonesia yang ditunjuk wajib menyampaikan laporan setiap bulan tentang
hasil pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian pesawat angkat dan angkut, pesawat uap
dan bejana tekan yang berada di kapal dan di pelabuhan kepada Direktur Jenderal
Perhubungan Lant dan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
ketenagakerjaan.

Pasal9
(1) Untuk menjamin hasil guna dan daya guna pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian
pesawat angkat dan angkut, pesawat uap dan bejana tekan yang berada di bpal dan
di pelabuhan, Direktur Jenderal Perhubungan Laut membentuk Tim Evaluasi dengan

1494
keanggotaan yang berdiri dari wakil-wakil Direktorat Jenderal Perhubungan Lant
Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan
dan instansi terkait.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan evaluasi dalam jangka waktu
setiap 3 (tiga) bulan sekali dan melaporkan kepada Direktur Jenderal Perhubungan
Laut selaku Pengawas Keputusan Bersama ini.
(3) Apabila berdasarkan evaluasi dan pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian sebagaimana
dimaksud ayat (I) tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya rnaka tim evaluasi
dapat mengusulkan untuk meninjau kembali Keputusan Bersama ini.

BABVI
PENGAWASAN
PasallO
Pengawasan terhadap ketentuan-ketentuan dalam Keputusan bersama ini dilaksanakan
oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut.

BABVII
PENUIUP
Pasall1
Keputusan bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Desember 1999

DlREKTURJENDERALPEMBINAAN DIREKTURJENDERAL
HUBUNGANINDUSTRIALDAN PERHUBUNGAN LAUT
PENGAWASANKETENAGAKERJAAN

MOHD. SYAUFll SYAMSUDDIN AGUS RUDYANTO RUWADI


NIP. 160008975 NIP 120046696

1495
Salinan Keputusan bersama ini
Disampaikan kepada yth :
1. Menteri Perhubungan;
2. Menteri Tenaga Kerja;
3. Para Kepala Kantor Wilayah Departemen Perhubungan;
4. Para Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja;
5. Para KADIT di Lingkungan DITJEN HUBLA;
6. ParaADPELdanKAKANPEL
7. Direksi PT (Persero) Pelabuhan Industri Indonesia, I, II, III dan IV.

1496
MENTERl TENAGA KERJA
REPUBUK tNOONESIA

INSTRUKSIMENTERI TENAGAKERJA
No.:IDs.l1~~/1997

1ENTANG

PENGAWASANKHUSUS K3 PENANGGULANGAN
KEBAKARAN

MENTERITENAGAKERJA

Menimbang a. bahwa peristiwa-peristiwa yang terjadi pada akhir-akhir ini


menunjukkan angka kejadian yang cukup tinggi dengan kerugian
dan korban jiwa yang tidak sedikit;

b. bahwa tugas pembinaan dan pengawasan keselamatan dan


kesehatan kerja termasuk penanggulangan kebakaran di tempat
kerja, adalah tanggung jawab Depnaker sesuai dengan Undang-
undang No.. 1 Tahun 1970 belum berjalan sebagaimana mestinya;

c. bahwa untuk perlu dikeluarkan instruksi Menteri Tenaga Kerja


untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan K3
penanggulangan kebakaran di tempat kerja.

Mengingat 1. Undang-undang No. 1 Tabun 1970 tentang Keselamatan Kerja;

2.. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-04.Men/1980 tentang


Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api
Ringan;

3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-02/Men/1983 tentang


Instalasi Alann Kebakaran Otomatik;

1497
4. Peraruran Menteri Tenaga Kerja No. Per-04/Men/1988 tentang
bcrlakunya Standar Nasional Indonesia SNI-22S-1987 mengenai
Peraturan Umum Instalasi Listrik Indonesia 1987 (PUIL-1987)
ditempat kerja;
5. Peraturan Menten Tenaga Kerja No. Per-02lMenl1989 tentang
Pengawasan Instalasi Penyalur Petir;
6. Peraturan Khusus EE mengenai Syarat-syarat Keselamatan Kerja
dimana diolah, disimpan atau dikerjakan bahan-bahan yang mudah
terbakar;

7. Peraturan Khusus K mengenai Syarat-syarat Keselamatan Kerja


dimana diolah, disimpan, atan dikerjakan bahan-bahan yang mudah
meledak.

MENGINSTRUKSIKAN

Kepada Para Kepala Kantor Wilayah Departeman Tenaga Kerja di seluruh


Indonesia.
Untuk 1. Mengadakan koordinasi dengan InstansilDinas terkait dalam rangka
upaya-upaya peningkatan penerapan norma-nonna keselamatan kerja
di biDang penanggulangan kebakaran antara lain:
Penerapan syarat-syarat K3 dalam mekanisme perizinan 1MB,
IPB, HO dan lain-lain.
Pembinaan I penyuluhan I pelatihan penanggulangan bahaya
kebakaran.
Pemeriksaan I investigasi / analisa kasus kebakaran.
2. Meningkatkan pemeriksaan secara intensiftempat-tempat kerja yang
berpotensi bahaya kebakaran tinggi dengan menugaskan pegawai
pengawas terutama yang telab mengikuti Diklat Spesialis
penanggulangan kebakaran.
3. Melaksanakan pengawasan pemasangan sarana proteksi kebakaran
pada proyek konstruksi bangunan.
4. Melaksanakan instruksi ini dengan penuh tanggung jawab sesuai
ketentuanyang berlaku dan petunjuk teknis terlampirkan. Melaporkan
pelaksanaannya kepada Menteri.

1498
DIKELUARKANDI JAKARTA
PADATANGGAL 21 OKTOBER 1997

A.N. MENTER! TENAGA KERJA


DIREKTUR JENDERAL
PEMBlNAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN
PENGAWASANKETENAGAKERJAAN

ttd.

MOHD. SYAUFII SYAMSUDDIN


NIP. 160008975

Tembusan
1. Menteri Tenaga Kerja
2. Sekretaris Jenderal Depnaker
3. Inspektorat Jenderal Depnaker
4. Gubernur KDH Tk. I di Seluruh Indonesia

1499
Lampiran INSTUKSI MENTER! TENAGA KERJA
NO. INS.IIIM/BW/1997
TANGGAL: 21 OKTOBER 1997

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN SISTEM


PROTEKSI KEBAKARAN

I. PETUNJUKUMUM
Syarat keselamatan kerja yang berhubungan dengan penanggulangan kebakaran seeara
jelas telab digariskan dalam Undang-undang No. 1 Tabun 1970 antara lain:
mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
penyediaan saraoa jalan untuk menyelamatkan diri;
pengendalian asap, panas.. dan gas;
melakukan latihan bagi semua karyawan.
Rumusan tersebut di atas dengan pendekatan teknis dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Tindakan pencegahan agar tidak terjadi kebakaran dengan cara mengeliminir
atau mengendalikan berbagai bentuk perwujudan energi yang digunakan,
hendaknya diprioritaskan pada masalah yang paling menonjol dalam statistik
penyebab kebakaran.
2. Tindakan dalam rangka upaya mengurangi tingkat keparahan resiko kerugian
yang terjadi maupun jatuhnya korban jiwa, dengan cara melokalisasi atau
kompartemenisasi agar api, asap dan gas tidak mudab meluas ke bagian yang
lain.
3. Penyediaan alatJinstansi proteksi kebakaran seperti sistem deteksi/alarm
kebakaran dan alat pemadam api ringan, hydran, springkler atau instalasi khusus
yang handal dan mandiri melalui perencanaan, pemasangan dan pemeliharaan
sesuai ketentuan standar.
4. Tersedianya sarana jalan untuk menyelamatkan diri yang aman, lancar dan
memadai sesuai jumlah orang dan bentuk konstruksi bangunan.
5. Terbentuknya organisasi tanggap darurat untuk menanggulangi bila terjadi bahaya
kebakaran.
Tugas-tugas pembinaan dan pengawasan keselamatan kerja di bidang penanggulangan
kebakaran seperti uraian tersebut tersebut di atas hams dilakukan secara profesional
oleh pegawai dan dengan menjalin kerjasama yang harmonis dengan instansi/dinas
terkait.

1500
II. PERENCANAAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN
1. Setiap perencanaan tempat keja harns mempertimbangkan syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan upaya penanggulangan kebakaran baik proteksi secara pasif
maupun aktif.
Proteksi kebakaran pasif adalah suatu tehnik desain tempat kerja untuk
membatasi atau menghambat penyebaran api, panas, asap dan gas baik
seeara vertikal maupun horizontal dengan mengaturjarak antara bangunan,
memasang dinding pembatas yang tahan api, menutup setiap bukaan dengan
media yang taban api atau dengan mekanisasi tertentu;
Proteksi kebakaran aktifadalah penerapan suatu desain sistem atau instalasi
deteksi, alarm dan pemadam kebakaran pada suatu bangunan tempat kerja
yang sesuai dan bandal sehingga pada bangunan tempat ketja tersebut
mandiri dalam hal sarana uantuk menghadapi bahaya kebakaran.
2. Pereneanaan instalasi proteksi kebakaran harus mengacu pada peraturan dan
standar yang berlaku dan dibuat oleh orang atau badan hukum yang telah
mendapat penunjukkan.
3. Pegawai Pengawas yang telah ditunjuk sebagai pengawas spesialis bidang
penanggulangan kebakaran bertugas memeriksa berkas pereneanaan sistem
proteksi kebakaran dan berwewenang menetapkan syarat-syarat perubahan
atau perbaikan yang dipandang perlu.
4. Berkas reneana sistem proteksi kebakaran meliputi antara lain:
Uraian kriteria desain;
Gambar perencanaan;
Spesifikasi teknik.
Masing-masing dibuat rangkap 3 (riga) dan setelah diperiksa oleh pegawai pengawas
yang berwewenang kemudian dikirimkan kepada Direktur PNKK untuk diterbitkan
pengesahanlpersetujuan gambar reneana tersebut.

Ill. PEMASANGAN SISTEMPROTEKSI KEBAKARAN


1. Pelaksanaan pemasangan instalasi proteksi kebakaran hams sesuai dengan
gambar yang telah disyahkan dan dilaksanakan oleh Instalatir yang telah ditunjuk.
2. Semua perlengkapan-perlengkapan instalasi yang dipasang hams sesuai
spesifikasi teknik yang telah disetujui.
3. Setelah pekerjaan pemasangan instalasi selesai dilaksanakan hams diadakan
pemeriksaan dan pengujian setempat yang diikuti ooleh semua pihak yang terikat
antara lain :

1501
Kontraktor (Instalator)
Perencanaan (Konsultan)
Pemilik (Pemberi kerja)
Pengelola (Building Manager)
Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan (Spesialis penanggulangan kebakaran)

4. Setelah pemeriksaan dan pengujian secara keseluruhan selesai dilaksanakan


kemudian dilakukan evaluasi bersama-sama.. Pegawai pengawas ketenagakerjaan
memberikan komentar dan syarat-syarat yang dipandang per)u berdasarkan
temuan-temuan pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan.

5. Gambar puma bangun (As built drawing) hams dibuat secara lengkap beserta
Benta Acara hasil pemeriksaan dan pengujian dikirimkan kepada Direktur PNKK
untuk diterbitkan pengesahannya.

6. Pemilik, pengurus, kontraktor atau instalator bertanggung jawab terhadap


pemenuhan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Direktur PNKK sesuai kesepakatan
yang telah disetujui dalam perjanjian kontrak.

IV. PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN

1. Klasiftkasi hunian.
Klasifikasi jenis hunian akan menentukan persyaratan standar teknik sistem
proteksi kebakaran yang hams diterapkan.

2. Sumber ignition.
Perhatikan potensi apa saja yang dapat menjadi sumber pemicu kebakaran dan
perhatikan apakah alat pengaman yang diperlukan telah sesuai. Kapan diadakan
pemeriksaan terakhir dan apakah syarat-syarat yang diberikan telah dilaksanakan.

3. Bahan-bahan yang mudah terbakar/meledak.


Perhatikanjenis-jenis bahan yang diolah, dikerjakan atau disimpan.Kenali sifat
fisik dan sifat-sifat kimianya apakah mengandung potensi mudah terbakar atau
meledak. Apakah ada prosedur keselamatan ketja dan dilaksanakan dengan benar.

4.. Kompartemen.
Amati keadaan lingkungan tempat kerja terhadap masalah penyebaran api, panas,
asap apakah telah ada upaya untuk mengendalikannya.

1502
s. Pintu darurat
Amati jalur evakuasi, pintu ke luar atau tangga darurat. Apakah ada rintangan
yang dapat mengganggu, apakah ada petunjuk arah, apakah ada penerangan
darurat, panjangjarak tempuh mencapai pintu ke luar tidak melebihi 36 meter
UDtuk risiko ringan, 30 meter untuk risiko sedang dan 24 meter untuk risiko
berat.

6. Alat pemadam api ringan.


Apakah alat pemadam api ringan telah sesuai jenis dan cukupjumlahnya. Apakah
penempatannya mudah dilihat dan mudah dijangkau serta mudah untuk diambil.
Periksa pula masa efektifbahan pemadamnya serta masa uji tabungnya.
7. Instalasi alann.
a. Periksalah apakah memiliki pengesahan, ada dokumen teknis seperti
gambar pemasangan, katalog, dan petunjuk pemeliharaan;
b. Periksa hasil pemeriksaan terakhir, apakah syarat-syarat yang diberikan
sebelumnya telah dilaksanakan;
c . Periksalah indikator pada penel kontrol dalam status stand by;
d. Lakukan test fungsi perlengkapan pada panel. Apakah semua perlengkapan
dan indikator bekerja dengan baik. Apakah telah dipasang penandaan zone
alann;
e. Lakukan test fungsi kerja sistem dengan mengaktifkan tombol manual
dan detektor pada setiap zona alarm sambi} mencocokkan gambar dengan
pelaksanaannya. Amati konfirmasi indikasi lokal alarm dan indikasi pada
panel apakah berfungsi dan sesuai dengan nomor zonenya. Amati pula
apakah kekerasan suam alarm dapat didengar pada jarak terjauh pada
zone tersebut.
f. Lakukan test open circuit dengan cara membuka resistor pada rangkaian
detektor terakhir. Amati konfinnasi pada penet, apakah ada indikasi foult
alann;
g. Catat semua penyimpangan yang ditemukan.

8. Instalasi Hydran dan Springkler:


a. Periksalah apakah memiliki pengesahan, ada dokumen teknis seperti
gambar pemasangan, katalog dan petunjuk pemeliharaan;
b. Periksa hasil pemeriksaan terakhir, apakah syarat-syarat yang diberikan
sebelumnya telah dilaksanakan;
c. Periksalah indikator pada panel kontrol apakah dalam status stand by;

1503
d. Periksa ruang pompa dan catat data-data teknik pompa, motor penggerak
dan perlengkapan yang ada, panel kontrolnya dan lain-lain;
e. Periksa sistem persediaan air apakah dapat menjamin kebutuhan air untuk
operasi pemadaman dalam waktu sesuai standar waktu tertentu;
f. Lakukan test kerja pompa dengan membuka kerangan uji yang disediakan
dalam rnang pompa dan amati tekanan pompa.
Langkah-langkah pengujian pompa sebagai berikut :
1) Catat tekanan stand by;
2) Catat tekanan pompa pacujalan;
3) Tutup kembali kerangan uji dan catat tekanan pompa pacu stop;
4) Buka kembali kerangan uji sampai pompa utama jalan dan catat
tekanannya;
5) Amati beberapa saat tekanan operasi pompa utama dan catat;
6) Tutup kembali kerangan uji dan pompa utama biarkan tetap jalan.
Catat tekanannya dan amati safety valve bekerja atau tidak;
7) Test pompa cadangan. Catat tekanan start dan tekanan operasionalnya
seperti langkah pengujian pompa utama.
g. Evaluasi pompa
Pompa hydran harns mempunyai karakteristik tekanan minimal 4,5 kg!
cm2 dan laju aliran minimal 500 US GPM. Cocokkan spesifikasi pompa
berdasarkan katalog dengan basil uji coba.
Periksa sirkit pengendalian pompa antara lain:
1) Suplai daya listrik harns ditarik dari sisi suplai pada panel utama
dengan menggunakan sakelar sendiri;
2) Kabel penghantar yang dipakai harns jenis kabel taban api atau dapat
diizinkan menggunakan kabel lain dengan syarat hams dipasang
dalam pipa berulir;
3) Pada sirkit instalasi pemadam kebakaran tidak diizinkan adanya
pembebanan lain yang tidak berhubungan dengan keperluan pelayanan
pompa;
4) Alat pengaman sirkit pompa hams mempunyai karakteristik mampu
dialiri arus 125 % beban penuh secara terns menerus dan pada 600
% beban penuh membuka tidak kurang dari 20 detik tetapi tidak
lebih dari 50 detik.
5) Antara motor dan sirkit kendaH tidak diizinkan dipasang pengaman
beban lebih.

1504
h. Pengujian operasional hydran.
l) Buka titik bydran terdekat dengan pompa. Ukur tekanan pada mulut
pancar dengan pipa pitot dan calat tekanan pada manometer di ruang
pompa;
2) Buka titik hydran kedua yaitu titik hydran terjauh dan titik pengujian
pertama tetap terbuka. Ukur tekanan pada mulut pancar dan tekanan
manometer di Nang pompa;
3) Buka titik hydran ketiga yaitu titik hydran pertengahan dan titik hydran
pertama dan kedua tetap terbuka. Ukur tekanan pada mulut panear
dan tekanan manometer di ruang pompa.
1. Evaluasi pengujian operasional.
Syarat yang diminta adalah tekanan terherat tidak lebih dari 7 kg/em2 dan
tekanan pada titik tetjauh tidak kurang dari 4,5 kg/em.

9. Instalasi khusus.
Pada obyek-obyek tertentu ada kalanya memerlukan sistem proteksi kebakaran
seeara khusus dengan media tertentu yang disesuaikan dengan karakteristik
obyek yang bersangkutan. Kriteria penilaian instalasi khusus hams berpedoman
pada standar yang berlaku dan spesifikasi teknis peralatan dari pabrik
pembuatnya.

DIKELUARKAN OI JAKARTA
PADATANGGAL OKTOBER 1997

A.N. MENTER! TENAGA KERJA


DIREKTUR JENDERAL
PEMBINAANHUBUNGANINDUSTRIAL
DANPENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

ttd.

MOHD. SYAUFII SYAMSUDDIN


NIP. 160008975

1505
IBentuk 65-K I
PERMOHONAN PENGESAHAN ISERTIFIKASI
INSTALASI PROTEKSI KEBAKARAN
No : .
BenJasarlom Undang-undangNo.l Tabun 1970danInsbuksiMenteriTenagaKajaoo.1nsL 11 M1BW/lm,lblganini kami
mmgajukanpemrlman~SertifikasiPemasaDganb1alBP1adcsiK.dBaan

_--_ .._-_..----.._-
Penrlm
:Nml _ ..__......
Jabim _--
.....................
Imtansi/Pen&thaan
ABni
Te4>. : __ --.................. Fax.; - _ .._ - -
Qiamun
NamPJ1glmgunan
Jenisusaha'kegiaJan
ABni

Pemili
PengeIoJa
Te4>. : ._-_._.._....................
....................... ' -_
-
Fa:
_ __ _ _-
- -

NamPer1gun5
Jenis InstaIasi ~
( ) Im1aIIIiHydmn;
( ) InstalBSpringkb;
( ) Im1aIIIiKhtsJs*)Sebutkan!

_.._
Telp. :
_-
.._ .._.. Fa: _

---_......_.._ ........_--_....

Msaai
KqBilYth Rp.2cm,-
DieldurPNKKDqnB~
Jl Jm GatotSubrotoKav.51
BlokALmtai8JakartaSelafan

1506
, Bentuk 66-K I
LAPORAN PEMERIKSAAN KLUI
No. DANPENGUJIAN
SARANA PROTEKSI
Tgl. KEBAKARAN

I. DATAUMUM
1. Nama GedungIBangunan
2. Alamat

3. Penggunaan bangunan
4. Pemilik
5. Pengelola
6. Nama pengurus

II. DATABANGUNAN
1. Luas laban ....................... m 2
2. Luas bangunan ....................... meter
3. Konstruksi hangunan :
Struktur utama
Struktur lantai
Dinding luar
- Dinding dalam (penyekat) :
Rangka plapond
Penutup plapond
Rangkaatap
Penutup ataP
4. Tinggi hangunan ....................... meter
5. Jumlah lantai
6. Jumlah luas lantai ....................... m 2
7. Dibanguntahun

1507
8. Perlengkapan proteksi kebakaran
8.1 ( ) Alat PemadamApi Ringan.
8.2 ( ) Instalasi Alann Kebakaran Otomatik.
8.3 ( ) Instalasi Hydran.
8.4 ( ) Instalasi Springkler.
8.5 ( ) Instalasi Khusus *) .
8.6 ( ) Sarana evakuasi.

Catatan *)

1508
Bentuk 66 K (A) I
SPESIFIKASI TEKNIK INSTALASI ALARM
KEBAKARAN OTOMATIK

No Peralatan MerkModel Jumlah Status Keterangan


1. Panel kontrol
2. Announciator
3. Detektor panas

4. Detektor asap

5. Detektor nyala

6. Detektor gas

7. Tombol manual
8. Alannbell
9. Sinyallampu
alann

Catatan *)

1509
DATAPEMASANGAN INSTALASIALARM

No. Detektor AJann STATUS


Lokasi TPM Fl.Sw.
Zone ROR Fixed Smoke BeD Lamp *)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

1510
BASIL PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN
INSTALASIALARM

No. PemeriksaanIPengujian Hasil Syarat.. syarat


I. Fungsi kerja panel

2. TestAlann

3. Test Foult

4. Interkoneksi

Diperiksa Tanggal Pelaksana Tanda Tangan

1511
IBentuk 66 K (Hy>1
SPESIFIKASI INSTALASI PEMADAM OTOMATIK
Media Pemadam Aplikasi Sistem
Volume
Deteksi Pemadam total
No. Lokasi Ruang Jumlah single/cross flooding/local
Jenis media
(M*) zone protection

BASIL PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN

Diperiksa oleh Pelaksana Tanda Tangan

1512
IBentuk 66 K (GC~
SPESIFIKASI PEMASANGANINSTALASI HYDRAN
No. Perihal Spesiftkasi Status Keterangan
1. Sumber air baku
2- Ground Reservoar
'I''''
3. Tan
1"' • •

4. Siamese Conection
5. PompaPacu Q USGPM
H Meter
Start oto kglCm2
Stop 010 kg. em'
6. Pompa Utama Q USGPM
H Meter
Start oto kglCm 2
Stop Manual
7. Pompa Cadangan Q USGPM
H Meter
Start oto kglCm2
Stop Manual
8. Priming tank
9. Bejana angin Kapasitas Liter
PKerja kg/Cnr
P. Uji kglCm2
10. Pressure rilie valve
11. Test valve
12. IndikatorListrik terbuka
13.
14. Pilla pen.
Pipa hisap

Pipa tegak
utama
IS.
16. Hidran Pilar I Hidran
baIaman
17. Hidran ~edung
18. Hose Rell
Catatan *)

1513
HASILPERCOBAAN UNIT POMPA

No. Pompa Start Stop Keterangan


1. Pompapacu OtomaticIManual OtomaticIManual
..... kglcm2 ..... kglcm2
2. Pompa utama OtomaticIManual Otomatic/Manual
..... kglcrn2 ..... kglcm2
3. Pompa cadangan OtomaticIManuaI OtomaticlManual
..... kg/cm2 ..... kglcm2
4. Pompa Diesel OtomaticIManual Otomatic/Manual
..... kglcm2 ..... kglcm2

HASIL PERCOBAAN OPERASIONAL HYDRAN

No. Percobaan Tekanan Status Keterangan


1. Stan by

2. 1 titik hydran
3. 2 titik hydran

4. 3 titik hydran

Diperiksa tanggal Pelaksana Tanda Tangan

1514
IBentuk FS-04.SP I
SPESIFIKASI PEMASANGAN INSTALASI SPRINGKLER
No. Perihal Spesifikasi Status Keterangan
1. Sumber air baku
2 Ground Reservoar
1 Tanaki Grafitasi
4. Siamese Conection
5. PompaPacu Q USGPM
H Meter
Start oto kg/em2
Stop 010 kg.Cm2
6. Pompa Utama Q USGPM
H Meter
Start oto kg/em!
Stop Manual
7. Pompa Cadangan Q USGPM
H Meter
Start oto kg/Cm2
Stop Manual
8. Priming tank Kapasitas Liter
~Kerja kg/em!
P.Uji kg/em2
9. Bejana angin
10. Pressure rilie valve
11. Test valve
12. lDdika10r Listrik terbuka
Il AlarmOong
14. Pipabisap
15. Pipa penyalur utama
16. Pipa tegak

17. Pipa pembagi utama


18. Pipacabang
19. Flow Swicbt
20. Kepala Springkler

1515
BASIL PERCOBAAN UNIT POMPA

No. Pompa Start Stop Keterangan


1. Pompapacu OtomaticIManual OtomaticlManual
..... kglcm2 ..... kglcm2
2. Pompautama OtomaticIManual OtomaticlManual
..... kglcm2 ..... kg/em2
3. Pompa cadangan Otomatic/Manual OtomaticIManual
..... kglcm2 ..... kg/cm2
4. Pompa Diesel OtomaticlManual OtomaticlManual
..... kg/cm2 ..... kglem2

BASIL PERCOBAAN DRAIN TESTTIAP PIPA CABANG

Status
No. Lokasi Keterangan
AIiran Indikator
1.
2.
3

Diperiksa tanggal Pelaksana Tanda Tangan

1516
HASILPERCOBAAN UNITPOMPA

No. Pompa Start Stop Keterangan


1. Pompapacu OtomaticlManual OtomaticlManual
..... kglcm2 ..... kglcm2
2. Pompa utama OtomaticlManual OtomaticIManual
..... kglcm2 ..... kglcm2
3. Pompa cadangan OtomaticlManual OtomaticlManual
..... kglcm2 ..... kglcm2

BASIL PERCOBAAN DRAIN TEST TIAPPIPA CABANG

Status
No. Lokasi Keterangan
Alinm Indikator
1.
2.
3.

1517
3. Temuan dan Saran

No. Perihal / Lokasi Kondisi / Temuan Saran

Demikian basil pemeriksaan saran proteksi kebakaran, untuk bahan pertimbangan lebih lanjut

Diperiksa tanggal Pelaksana Tanda Tangan

1518
SURAT- KEPUTUSAN
DIREKTURJENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN
PERBURUHAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA
No. Kept. 401DP/1980

TENTANG
PENETAPAN BENTUKlFORMULmSEBAGAlMANADIMAKSUD
PASAL7AYAT (3) PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA
DAN TRANSMIGRASI NO. PER. 02/MEN/1980

DIREKTURJENDERAL
PEMBINAAN HUBUNGAN PERBURUHAN DAN
PERLINDUNGANTENAGAKARJA

Menimbang a. bahwa sesuai pasal 7 ayat (3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi No. Per. 02/Men/1980 bentuk/formulir
permohonan sebagai dokter pemeriksa, serta bentuk/fonnulir lain
yang diperlukan guna pelaksanaan Peraturan Menten tersebut
ditetapkan oleh Direktur;

b. bahwa untuk itu perIu diterbitkan Surat Keputusan Ditjen


Binalindung Tenaga Kerja untuk menetapkan bentuk/formulir
dimaksud.

Mengingat 1. Peraturan Menteri Tenaga kerja Transkop No, Ol/Men/1976;


2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Transkop No. Kepts. 79/MenJ
1977;
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 02/
Menl1980.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan
Pertama Bentuk/formulir yang hams dipergunakan dalam pelaksanaan
Peraturan Menteri Transmigrasi No. 02/Men/1980 tentang
Pemeriksaan Kesehatan Kerja Sebagaimana termuat dalam lampiran
I sampai dengan V Surat Keputusan ini.

1519
Kedua Surat Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

DITETAPKAN OI JAKARTA
PADATANGGAL 9 JUNI 1980

DIREKTURJENDERAL
PEMBINAAN HUBUNGAN PERBURUHAN
DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA

ttd.

(OETOJO OESMAN S.H.)


NIP. 160015903

1520
Bentuk 4 / Kes. KeIja
Lampiran : 1

Fonnulir Pennohonan Dolder untuk menjadi Dokter


Pemeriksa Kesebatan Tenaga Kerja

Hal : Pennohonan untuk menjadi


Dokter Pemeriksa Kesehatan
Tenaga Kerja

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama
Tempat / Tgl. Lahir
Jenis Kelamin
Alamat rumah
Alamat praktek
Pekerjaan sebagai
Dokterpada
Ijin Praktek

Dengan ini memohon untuk menjadi Dokter Pemeriksa Kesehatan Tenaga Kerja, sesuai
dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi No. Per-02/MEN/1980 tertanggal
13 Maret 1980.

Bersama ini dilampirkan persyaratan-persyaratan yang diperlukan sebagai berikut :


1. Surat Penunjukan dati Pengusaha No Tgl. .
2. Surat Tanda telah mengikuti pendidikan dan latiban Hiperkes.

1521
3. Surat rekomendasi dari pejabat yang belWenang dilingkungan Ditjen Binalindung
Tenaga Kerja, sebagai tanda telah memaharni dan menghayati peraturan perundangan
dibidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja No TgI. .
4. Surat pernyataan sendiri untuk sanggup dan bersedia mengikuti lebih lanjut dari
Direktur.

Pemohon,
tanda tangan dokter ybs.
( )

1522
Bentuk 5 I Kes. Kerja.
Lampiran : 2

Formulir Laporan
Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja

Hal · Laporan Pemeriksaan


Kesehatan Tenaga Kerja
Bulan: .

Sifat: R a has i a

Dengan ini kami Pengurus Perusahaan :


Nama Perusahaan .
Alamat Perusahaan .. .

Melaporkan pelaksanaan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja sbb :

1. Pemeriksaan Kesehatan sebelum bekerja.


a. Jumlah calon tenaga kerja : orang.
b. Jumlah yang diperiksa : orang.
c. Memenuhi syarat kesehatan : orang.
d. Tidak memenuhi syarat kesehatan
tetapi diterima sebagai tenaga kerja : orang.

(Perineian terlampir mengenai nama, keadaan kesehatan, pekeIjaan atau tugas


diperusahaan).

2. Pemeriksaan Kesehatan berkala.


a. Jumlah yang diperiksa : orang..
b. Keadaan kesehatan tetap

1523
baik seperti pemeriksaan
sebelumnya : orang.
c. Mengalami kelainan-kelainan : orang.
d. Perlu dilakukan pemeriksaan khusus : orang.

(Perincian terlampir mengenai nama, keadaan kesehatan, kelainan yang ditemukan,


pekerjaan/tugas, lama bekerja dan tindakan yang diperlukan).

Pengurus,

( ' )

Tindakan :
1. Ditjen Binalindung T.K. Di Jakarta (3 exp.. )
2 Arsip.

1524
Bentuk 6/ Kes. Kerja
Lampiran 3

Formulir Permohonan Pemeriksa Khusus

Hal Pennohonan untuk


dilakukan Pemeriksaan
Kesehatan Khusus.
Kepada
yth. Dokter Pemeriksa
Kesehatan Tenaga
Kerja
di

Sehubungan dengan hasil pengamatan Pegawai Pengawas/penilaian Balai


Hyperkes dan Keselamatan Kerjalhasil pemeriksaan berkala **) terhadap karyawan
diperosahaan kami, maka dengan ini kami pengurus.

Pernsahaan
Alamat
Mengajukan pennohonan kepada dokter pemeriksa :

Nama
Alamat
Untuk mengadakan pemeriksaan khusus pada karyawan kami (nama, pekerjaan
tugas, dan lama masa kerja terlampir).

Kami melampirkan pula Iaporan hasil penilaianlpengamatan yang menjadi


indikasi perlunya pemeriksaan kesehatan khusus ini.

Pengurus,

( )

1525
Tindakan:
1. Ditjen Binalindung TK. di Jakarta.
2. Kakanwil Ditjen Binalindung TK. Propinsi .
3. Kakanditjen Binalindung TK .
4. Arsip .

1526
Bentuk 7 I Kes.Kerja
Lampiran : 4
Dep. Nakertrans. R.I
Ditjen BinaUndung Tenaga Kerja

Surat Keputusan
Direktur Jenderal Binalindung Tenaga Kerja
No•••••••.•••••••••• Th••••••••••••••.•••

Tentang
Pengukuhan Dokter Pemeriksa Kesehatan
Tenaga Kerja

Direktur Jenderal Binalindung Tenaga Kerja :


Menimbang
Mengingat
Memperhatikan: Surat usulan dan rekomendasi dari Kepala Kantor Wilayah Ditjen
Binalindung Tenaga Propinsi No .
Tgl .

MEMUllJSKAN

Mengukuhkan Nama
TempatJTgl. Lahir
Jenis kelamin
Ijin praktek
Alamat romah
Alamat praktek .
Sebagai Dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja pada perusahaan/wilayah *) (nama
& alamat). Surat pengukuhan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan sampai dengan

1527
selama tahun, dengan catatan bila dipandang periu dapat dirubah dan
diperbaiki kembali sebagaimana mestinya.

Dikeluarkan di
Padatgl.

Ditjen Dinalindung TK.


UB
Direktur PNKK & Hyperkes

( )
NIP. :

Tembusan disampaikan kepada :


1. Kakanwil Ditjen Binalindung TK Prop .
2.
3.

1528
Bentuk 8 / Kes. Kerja
Lampiran: 5

yth : Kepala Kantor Ditjen


Binalindung Tenaga Kerja
di

Rahasia:
Laporan Pemeriksaan Kesehatan Khusus.
1. Nama Perusahaan " .
2. Alamat PerusahaaJl : .
3. Diperiksa . . " orang
tenaga kerja (Perineian pekerjaan tenaga kerja terlampir).
4. Diperiksa / tidak diperiksa lingkungan kerja dan lain-lain (perineian terlampir).
5. Terdapat efek pekerjaan yang tidak seeara jelas diteruskan pada orang
tenaga kerja (perineian terlampir).
6. Terdapat penyakit akibat kerja (perincian terlampir) pada tenaga
kerja.

. , tgl .
Dokter Pemeriksa,

( )

Tindakan:
1. Kakanwil Ditjen Binalindung Tenaga Kerja.
2. Ka.Bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
3.. Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja.
4. Kantor Perwakilan PerumASTEK.
5. Arsip.

1529
""""""
Vl
W
o Reneana Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja
Nama Perusahaan
Alamat

Reneana Jumlah Tenaga Kerja yang diperiksa.


No. Jen i s pemeriksaan Keterangan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des

I Sebelum bekerja
I

2 Berkala.

3 Khusus.

Pengurus,
caNTOR PEMERIKSAAN KESEHATAN TENAGA KERJA SEBELUM
BEKERJADIPERUSAHAAN

Pemeriksaan Kesehatan sebelum bekerja seperti lazimnya yang dilakukan oleh setiap dokter
meliputi :

I. I Anamnesa
II. Pemeriksaan mental.
III. Pemeriksaan fisiko
IV: Pemeriksaan kesegaran jasmani.
V Pemeriksaan radiologi
VI. Pemeriksaan Laboratorium
VII. Pemeriksaan-pemeriksaan lebih lanjut.

II. A. ANAMNESA
Pada anamnesa ini dokter pemeriksa kesehatan menegaskan agar supaya pemyataan-
pemyataan dijawab dengan teliti dan seluas-luasnya.
Yang periu ditanyakan adalah :
I. riwayat-riwayat penyakit umum; tuberkolosa, diabetes, penyakit jantung,
penyakit saraf, penyakitjiwa, penyakit kuning, penyakit asthma, tekanan darah
tinggi atau rendah, penyakit ginjal, penyakit perut, tumor, penyakit kulit, penyakit
hernia, wasir, dUo
2. riwayatperawatan dirumah sakit; alasan dirawat, belum atau pemah dirawat,
berapa lama dan jenis penyakti yang diderita.
3. riwayat kecelakaan; apakah pemah mendapat kecelakaan, apakah ada hubungan
antara kecelakaan dengan pekerjaan, bagian anggota badan yang cidera, apakah
dirawat atau tidak, kalau dirawat tanyakan pula berapa lama waktu perawatan
dan juga ditanyakan apakah menderita cacat sementara atau tetap.
4. riwayat operasi; pemah atau tidak, kalau pemah maka tanyakanjenis operasi
apa, kapan dilaksanakan operasi tersebut, dimana dan berapa lama perawatan
operasi.
5. riwayat pekerjaan, apakah pemah bekerja atau belum, bila sudah bekerja dirnana
dan berapa lama serta mengapa terhenti dari pekerjaan tersebut tanyakan pula
apakah ada kemungkinan adanya penyakitjabatan dari pekerjaan yang terdahulu
itu.

1531
6. bila dicurigai adanya penyakit jabatan, periu dilakukan pemeriksaan khusus
untuk menjunjung kebenaran dugaan tersebut.
7. ri\vayat haid, bagi tenaga kerja wanita periu ditanyakan, kapan mulai haid, teratur
atau tidak, lamanya sakit atau tidak serta ditanyakan masalah kehamilan,
melahirkan, keluarga berencana, keguguran dan jumlah anak baik yang hidup
maupun yang mati.

III. B. PEMERIKSAANMENTAL:
Pemeriksaan mental diselenggarakan sewaktu dilakukan anamnesa atau pemeriksaan
fisik dengan cara mengemukakan pertanyaan-pertanyaan umum dan spesifik tentang
hal-hal sebagai berikut : maksud melarnar pekerjaan, tujuan apabila diterima dalam
jabatan tertentu, rasa puas dengan berbagai situasi mengenai din dan lingkungannya,
motivasi untuk bekerja dan sebagainya.
Yang diperiksa diluar pemeriksaan mental ini adalah fungsi-fungsi umum dan fungsi-
fUngsikhusussebagaiberikut:

1. Fungsi Umum :
a. Keadaan;
Orientasi perorangan;
Orientasi waktu;
Orientasi ruang;
Orientasi situasi.

b. Sikap & Tingkah laku


mudah tidaknya penyesuaian sikap dan tingkah laku dengan suasana
yang ada;
Kesimpulan status mentalis adalah :
Donnal
terganggu dan perlu pengobatan atau
periu konsultasi

IV. PEMERIKSAAN FISIK :

Pcmeriksaan fisik lengkap dilakukan menumt perincian dalam kartu pemeriksaan.


Pemeriksaan fisik ini diselenggarakan ditempat yang penerangannya cukup dan dalam
suasana tenang serta tidak tergesa-gesa, serta meliputi sebagai berikut :
1. Pengukuran berat badan dilaksanakan dalam keadaan berpakaian minim.

1532
2. Pengukuran tinggi badan dilakukan tanpa alas kaki.
3. Pengukuran lingkaran dada dilaksanakan setinggi pelakatan rusuk (insertio constalis)
kelima. Bila terdapat perbedaan antara ukuran pada waktu inspirasi maksimal dan
ekspirasi maksimal sebesar 4 em atau kurang maka diduga adanya kelainan
intrahorakal.
4. Pengukuran nadi dan frekuensi pemafasan dilakukan dalam keadaan berbaring dengan
tenang, kalau denyut nadi teratur frekuensinya cukup diukur selama 30 detik dan
hasilnya dilakukan dua untuk memperoleh nadi pennenit, kalau denyut nadi tidak
teratur, pengukuran denyut nadi dilakukan selama 1 menit.
5. Takanan darah diukur dalam posisi berbaring dengan tenang.
6. Pemeriksaan indra penglihatan meliputi keadaan fisik mat~ ketajaman penglihatan,
Juas lapangan penglihatan dan kemampuan membedakan warna.
7. Pemeriksaan indra pendengaran meliputi keadaan fisik telinga serta ketajaman
pendengaran dan dilakukan dengan membisikan kata tunggal bagi masing-masing
telinga sementara telinga yang lain ditutup.
8. Pemeriksaan indra pencium meliputi fisik hidung dan ketajaman penciuman.
mudah marah atau tersinggung perasaan;
kurang perhatian;
keadaan tidak acuh terhadap lingkungan;
terlalu gembira;
sikap bennusuhan;
rasa curiga;
sifat kekanak-kanakan atau menggantungkan din.
e. Kontak mental dan perhatian :
Kemampuan untuk mengadakan hubungan mental dalam waktu cukup panjang
dalam bentuk-bentuk :
Kontak psikis;
Kewajaran;
Lamanya.
d. Inisiatif:
Kesanggupanuntuk melakukan perbuatan-perbuatan yang disebut asH yaitu
(tidak meniru atau tidak mencontoh atau tidak atas perintah), Inisiatif: nonnal,
kurang atau lebih.

1533
2. Fungsi Spesifik / Khusus :
a. Alam perasaan yang meliputi keadaan, emosi, dan effek.
wajar;
terlalu gembira;
depresif; atau
siklotinik (berubah-ubah).
b. Intelegensia dan intelek :
Apakah kecerdasan sesuai dengan taraf pendidikan : keadaan intelegensia nor-
mal atau menurun.

c. Proses berfIkir :
Keadaan jelas dan tajan;
Proses berfikir abnormal seperti :
delusi
halusinasi
fikiran yang melompat-lompat;
gejala-gejaJa lainnya.
9. Pemeriksaan indra peradaban meliputi kemampuan alat peraba untuk dapat
membedakan suhu dan bentuk alat penglihatan indra peradaban dalam keadaan mata
tertutup.

10. Pemeriksaan indra perasaan kulit meliputi kemampuan alat perasa serta ketajaman.

v. PEMERIKSAAN KESEGARAN JASMANI:


Maksud pemeriksaan ini ialah untuk menentukan tingkat kesegaran sesuai dengan
keperluanjenis pekerjaan fisik yang berat. Cara yang dipakai adalahpengujian Seneider
test. Bagi yang berumur lebih dari 40 tahun, juga dilakukan uji langkah menurut
master dan pemeriksaan elektro-cardiografi (EKG).
VI. PEMERIKSAAN SINARTEMBUS:
Pemeriksaan ini terutama untuk meliputi keadaan pam-pam dan jantung.

VII. PEMERIKSAAN LABORATORIUM :


Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah, air seni dan tinja. Pemeriksaan
OOah terdiri dari pemeriksaan kaOO Hb, pemeriksaan jumlah sel-sel darah putih
seeara menyeluruh dan menurut pemeriksaan laju endapan darab. Pemeriksaan
Laboratorium air seni meliputi jenis, pemeriksaan warna, kejernihan, reduksi,
protein dan sedimen. Pemeriksaan tinja meliputi : pemeriksaan warna, konsistensi
dan telur eacing.

1534
VIII.PEMERIKSAAN LEBIH LANJUT :
Pemeriksaan lebih lanjut adalah pemeriksaan yang dilakukan lebih mendalam mengenai
keadaan mental, fisik, kesegaran jasmani, pemeriksaan sinar tembus dan pengujian
laboratorium lainnya atas dasarpertirnbangan medis dan pertimbanganjenis pekerjaan
serta keadaan lingkungan kerja agar tercipta keselamatan dan kesehatan kerja yang
baik bagi yang diperiksa maupun orang sekitamya atau umum. Contoh-contoh
pemeriksaan tambahan seperti : elektro enchephalografi (EEG), pemeriksaan faal
hari, faal ginjal, apirometri, pemeriksaan cairan otak dan sebagainya.

IX. KESIMPULAN PENGUJIAN.


Setelah dilaku"kan pengujian kesehatan sebelum bekerja, dokter pemeriksaan
mengambil kesimpulan tentang keadaan kesehatan calon tenaga kerja dengan
kemungkinan-kemungkinansebagaiberikut:
I. Memenuhi syamt untuk jenis pekerjaan ringan atau sedang.
2. Memenuhi syarat untukjenis pekerjaan berat.
3. Memenuhi syarat untuk jenis pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1
atau 2 dengan persyaratan tertentu.
4. Ditolak sementara oleh karena untuk sementara belurn memenuhi syarat
kesehatan dan memerlukan pengobatan atau perawatan. Pemeriksaan kesehatan
diulang setelah selesai pengobatan/perawatan.

Kesimpulan tersebut diambil dari pertimbangan tingkat kesehatan terhadap persyaratan


kesehatan menurut pekerjaan yang ada.

1535
1536
DEPARTEMEN TENAGA KERJADAN TRANSMIGRASI RI.
DIREKTORAT JENDERAP PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
J1 Jend. Gatot Subroto Kav. 51 ... JAKARTA
Kotak Pos 4873 Jak. 12048 Telp. 5255733 Pes. 600 . . Fax (021) 5253913

KEPUfUSANDIREKTURJENDERAL
PEMBINAANPENGAWASANKETENAGAKERJAAN
NO : KEP 20IDJPPKlVI/2004
TENTANG
SERTIFIKASI KOMPETENSI KESELAMATAN KESEHATAN KERJA
BIDANG KONSTRUKSI BANGUNAN
DIREKTVRJENDERALPEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Menimbang a. bahwa pelaksanaan proyek konstruksi bangunan mengandung


potensi bahaya yang dapat mengancam tenaga kerja dan atau
orang lain yang berada ditempat kerja proyek konstruksi bangunan
dan mengancam seluruh tahapan pekerjaan konstruksi beserta
isinya;

b. bahwa untuk menjamin keselamatan dan kesehatan kerja terhadap


tempat kerja proyek konstruksi bangunan diperlukan adanya
tenaga kerja yang berkompeten dan memiliki kewenangan
sebagaimana dimaksud pedoman teknis keselamatan dan
kesehatan kerja pada tempat kegiatan konstruksi bangunan;

c. bahwa untuk itu, periu adanya persyaratan yang mengatur


sertifikasi kompetensi keselamatan dan kesehatan kerja bidang
konstruksi bangunan yang ditetapkan dengan suatu keputusan.

Mengingat 1. Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.


2. Undang-Undang No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
3. Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
4. Undang-Undang No. 21 tahun 2003 tentang Ratifikasi Konvensi
ILO No. 81 mengenai Pengawasan Ketenaga-kerjaan di Industri
dan Perdagangan.
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
oI.Men.1980 tentang K3 Konstruksi bangunan.

1537
6. Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kelja dan Transmigrasi
dan Menteri Pekerjaan Umum No. 174/Men/1986 dan No.1 04/
KPTS/1986 tentang K3 pada tempat kegiatan konstruksi, beserta
pedoman teknisnya.

Menetapkan

PERTAMA Setiap proyek konstruksi bangunan yang mempekerjakan tenaga kerja


lebih 100 orang atau penyelenggaraan proyek diatas 6 (enam) bulan,
hams memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Ahli Utama K3
Konstruksi, 1 (satu) orang Ahli Madya K3 Konstruksi dan 2 (dua)
orang Ahli Muda K3 Konstruksi.

KFDUA Setiap proyek konstruksi bangunan yang mempekerjakan tenaga kerja


kurang 100 orang atau penyelenggaraan proyek dibawah 6 (enam)
bulan, harns memiliki sekurang-kurangnya 1(satu) orangAhli Madya
K3 Konstruksi dan 1 (satu) orang Abli Muda K3 Konstrnksi.

KETIGA Setiap proyek konstruksi bangunan yang mempekerjakan tenaga kerja


kurang 25 orang atau penyelenggaraan proyek dibawah 3 (tiga) bulan,
harns memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Abli Muda K3
Konstruksi.

KEEMPAT Setiap tenaga kerja yang diserahi tugas dan tanggung jawab dalam
pekerjaan pemasangan, perawatan, pemeliharaan dan pembongkaran
perancah harns memenuhi syarat kompetensi K3 Perancah.

KELIMA a. Ahli Utama K3 Konstruksi, Ahli Madya K3 Konstruksi, Ahli Muda


K3 Konstruksi dan Teknisi K3 Perancah hams memiliki sertifIkat
dan lisensi kompetensi serta kewenangan yang cukup sesuai
ketentuan dan persyaratan sebagaimana diatur dalam lampiran
surat keputusan ini.
b. Mata pelajaran dan syarat-syarat peserta pembinaan keselamatan
dan kesehatan kerja, seperti tercantum dalam lampiran surat
keputusan ini.
c. Untuk mendapatkan sertifikat dan lisensi kompetensi sebagaimana
dimaksud pada butir (a), wajib mengikuti pembinaan keselamatan
dan kesehatan kerja dan dinyatakan tutus.

1538
d. Lisensi K3 sebagaimana butir (a) berlaku selama 3 (tiga) tahun
dan dapat diperpanjang kembali.

KEENAM Penyelenggaraan pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja


sebagaimana dimaksud butir kelima point a, b dapat dilaksanakan
oIeh Asosiasi profesi bidang K3 Konstruksi Bangunan, lembaga
pelatihan bidang K3 Konstruksi Bangunan dan perusahaan jasa K3
sebagaimana dimaksud dalam Pennenaker No. Per. No.04/Menl1995
tentang Perusahaan Jasa K3 dan atau dengan pola in house training /
swadaya perusahaan.

KETIJJUH Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan


apabila dikemudian hams terdapat kekeliruan akan diperbaiki
sebagaimana mestinya.

DITETAPKAN DI JAKARTA
PADA TANGGAL 30 Juni 2004

DIREKTUR JENDERAL
PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

ttd.

MSM. Simanihuruk, SH, MM


NIP: 130353033

1539
LAMPIRAN: KEPUTUSAN DIREKTURJENDERALPEMBINAAN PENGAWASAN
KETENAGAKERJAAN TENTANG SERTIFlKASI KOMPETENSI
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJABIDANG KONSTRUKSI
BANGUNAN.

No. KEP.20IDJPPKNII2004
TANGGAL 30 JUNI 2004

KOMPETENSI, KURIKULUM DAN SYARAT PESERTABIMBINGAN TEKNIS


SERTIFIKASIAHLI MUDAKJ KONSTRUKSI

A. KOMPETENSI

1. Umum
Dapat melaksanakan kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja, pencegahan
kecelakaan kerja, usaha-usaha keselamatan dan kesehatan kerja dan penyelamatan
kerja.
2. Akademik
Memahami secara baik tentang :
a. Potensi bahaya konstruksi bangunan.
b. Cara pencegahan kecelakaan kerja konstruksi bangunan.
c. Peraturan perundangan keselamatan kerja.
d. K3 pekerjaan penggalian.
e. K3 pekerjaan pondasi.
f. K3 pekerjaan konstruksi beton.
g. K3 pekerjaan konstruksi baja.
h. KJ pekerjaan mekanikal dan elektrikal.
i. KJ kesehatan dan lingkungan kerja.
3. Ketrampilan teknik
Mempunyai clasar pengetahuan K3 dan kemampuan untuk :
a. Mengidentifikasi kecelakaan kerja.
b. Melaksanakan pekerjaan KJ ditempat kegiatan kerjanya.
c. Mengontrol, mengetahui tindakan dan kondisi berbahaya.
d. Melaksanakan penyuluhan / pelatihan dilingkungan yang menjadi tanggung
jawabnya.
e. Melaksanakan konsultasi dan komunikasi K3 ditempat kegiatan kerjanya.
f. Melaksanakan dasar-dasar perosedur inspeksi KJ.
g. Melaporkan setiap kecelakaan kerja.

1540
B. MATAPELAJARAN
1. Undang-Undang No. 1 tahun 1970 2 Jam
2. Pennenakertrans No. l/Men/1980 2 Jam
3. Pengetahuan Teknik Konstroksi 2 Jam
4. Pengetahuan Dasar K3 4 Jam
5. Manajemen dan Administrasi K3 2 Jam
6. K3 Pekerjaan konstruksi 2 Jam
7. Manajemen Lingkungan 2 Jam
8. K3 Peralatan Konstruksi 6 Jam
9. Sistim Pemadam Kebakaran 2 Jam
10. Kesiagaan dan Sistim Tanggap Damrat 2 Jam
11. Higiene Perusahaan dan proyek 2jam
12. Manajemen Pelatihan dan Kompetensi K3 2jam
13. Pengetahuan Inspeksi K3 Konstruksi' 2 Jam
14. Observasi Lapangan dan Penyusunan Makalah 14jam
15. Seminar 4 jam
16. EvaluasiAkhir 4 jam

Jumlah jam pelajaran (minimal) 50 jam

c. PERSYARATAN PESERTA
1. Sehat jasmani dan rohani.
2. Berpendidikan serendah-rendahnya STM atau sederajat.
3. Pengalaman kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai Petugas K3
Konstruksi.

DITETAPKAN DI JAKARTA
PADA TANGGAL 30 Juni 2004

DlREKTURJENDERAL
PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

ttd.

MSM. Simanihuruk, SH, MM


NIP. 130353033

1541
LAMPIRAN : KEPUTUSAN DIREKTURJENDERAL PEMBINAAN
PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN TENTANG SERTIFIKASI
KOMPETENSI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
BIDANG KONSTRUKSI BANGUNAN

No. KEP.201DJPPKlV1I2004
TANGGAL 30JUNI2004

KOMPETENSI, KURIKULUM DAN SYARATPESERTABIMBINGAN TEKNISI


SERTIFIKASIAHLI MADYA K3 KONSTRUKSI

A. KOMPETENSI

1. Umum
Dapat melakukan aman dalam pekerjaan proyeklkonstruksi bangunan, pencegahan
kecelakaan kerja, usaha-usaha keselamatan dan kesehatan kerja.

2. Akademik
Memiliki dan menguasai pengetahuan K3 serta mempunyai kemampuan secara
baik tentang :
a. Potensi bahaya konstruksi bangunan.
b. Cara pencegahan kecelakaan kerja konstruksi bangunan.
c. Prosedur kerja aman konstruksi bangunan.
d. Peraturan Keselamatan dan Kesehatan kerja Konstruksi.
e. Peraturan dan standar konstruksi bangunan.
f. K3 Mekanikal dan Elektrikal.
g. Job safety Analisis.
h. SMK3 dasar.
i. Asuransi tenaga kerja.

3. Ketrampilao teknik
Dapat melakukan pelaksanaan usaha-usaha pencegaban kecelakaan kerja
konstruksi, untuk :
a. Mengidentifikasi kecelakaan kerja dan mengantisipasi tindakan dan kondisi
berbahaya.
b. Melaksanakan pengawasan atas tindakan dan kondisi berbahaya.
c. Melaksanakan pembinaan dan penyuluhan / pelatihan dalam bidang keilmuan
K3 Konstruksi.

1542
d. Memberi nasehat / konsultasi, rekomendasi dan komunikasi, teori dan teknis
K3 Konstruksi.
e. Mengaudit dan mengevaluasi secara efektif alas peJaksanaan program-pro-
gram K3 Kontruksi.
f. Mendorong terlaksananya sistim K3 Konstruksi.
g. Memberikan pemecahan persoalan-persoalan K3 Konstruksi dan dapat
menetapkan dengan tegas pemecahannya.
h. Mengawasi dan memimpin pelaksanaan program-program sistim K3
Konstruksi.
B. MATAPELAJARAN
1. Undang-undang, Standar dan Peraturan K3 8 Jam
2. Manajemen Konstruksi 4 Jam
3. Pengetahuan Teknik Konstruksi 4 Jam
4. Pengetahuan Dasar K3 2 Jam
5. Manajernen dan Administrasi 2 Jam
6. K3 Pekerjaan Konstruksi 8 Jam
7. Manajemen Resiko 4 Jam
8. Manajemen Lingkungan 2 Jam
9. K3 Peralatan Konstruksi 6 Jam
10. Sistim Pamadaman Kebakaran 4 Jam
11. Kesiagaan dan Sistim Kebakaran 4 Jam
12. Kesiagaan dan Sistim Tanggap Darurat 2 Jam
13. Pengenalan Bahaya Radiasi dan Radio Aktif 2 Jam
14. Higiene Perusahaan dan Proyek 2 Jam
15. Manajemen Dmwn 2 Jam
16. K3 Ruang Tertutup 2 Jam
17. Manajemen Pelatiban dan Kompetensi K3 4 Jam
18. Komunikasi Konsultasi dan Kesadaran K3 2 Jam
19. Pengetahuan Auditing K3 2 Jam
20. Observasi lapangan dan Penyusunan makalah 14 Jam
21. Seminar 6 Jam
22. Evaluasi Akhir 4 Jam
Jumlah jam pelajaran (minimal) 90 Jam

1543
c. PERSYARATAN PESERTA
1. Sehat jasmani dan rohani.
2. Berpendidikan serendah-rendahnya STM atau sederajat.
3. Pengalaman kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai petugas K3
Konstruksi.

DITETAPKAN DI JAKARTA
PADATANGGAL 30 Juni 2004

DIREKTUR JENDERAL
PEMBINAANPENGAWASANKETENAGAKERJAAN

ttd.

MSM. Simanihuruk, SO, MM


NIP. 130353033

1544
LAMPIRAN : KEPUTIJSAN DlREKTUR JENDERAL PEMBINAAN
PENGAWASAN KETENAGAKERJAANTENTANG SERTIFIKASI
KOMPETENSI KESELAMATANDAN KESEHATAN KERJA
BIDANG KONSTRUKSI BANGUNAN

No. KEP.20/DJPPKIVII2004
TANGGAL 30 JUNI 2004

KOMPETENSI, KURlKULUMDAN SYARATPESERTABIMBINGANTEKNIS


SERTIFIKASIAHLI UTAMAKJ KONSTRUKSI

A. KOMPETENSI

1. Umum
Dapat melakukan identifikasi, menyusun, menganalisa, merekomendasi pekerjaan
konstruksi bangunan.
2. Akademik
Memahami secara baik tentang :
a. Potensi bahaya konstruksi bangunan.
b. Identifikasi sumber bahaya konstruksi bangunan.
c. Prosedur kerja aman konstruksi bangunan.
d. Analisa laporan kecelakaan. .
e. Standar dan pedomen konstruksi bangunan.
f. Mekanisme pengawasan K3 Konstruksi bangunan.
g. Penyusunan safety Plan.
b. Penyusunan anggaran K3 Konstruksi.
i. Mekanisme pengawasan mekanik.
j. Mekanisme pengawasan K3 bejana tekan.
k. Mekanisme pengawasan K3 Kesehatan dan Lingkungan Kerja.

3. Ketrampnan teknik.
Memiliki dan menguasai pengetahuan K3 serta mempunyai kemampuan untuk :
a. Mengidentifikasi setiap jenis potensi bahaya kecelakaan kerja pada semua
pengembangan.
b. Mengantisipasi kondisi dan tindakan berbahaya, serta mampu membuat rencana
dan melaksanakan penanggulangannya.
c. Mengontrol kondisi dan tindakan berbahaya serta dapa mengevaluasi kejadian
dan tingkat bahayanya.

1545
d. Melaksanakan pembinaan dan penyuluhanJpelatihan dalam bidang keilmuan
K3 Konstruksi.
e. Memberi nasehat/konsultasi, rekomendasi dan komunikasi, teori dan teknis
K3 Konstruksi.
f. Membuat dan senantiasa manlpu mengembangkan sistim secara menyeluruh
dan berkelanjutan dalam pengelolaan dan implementasi pada setiap jenis keadaan
apapun.
g. Mengukur, mengaudit dan mengevaluasi secara efektif atas pelaksanaan pro-
gram-program K3 Konstruksi.
h. Membuat dan mengembangkan sistim analisa meliputi keceJakaan kerja,
kesehatan kerja dan lingkungan.
1. Mampu mendorong dapat terlaksananya sistim K3 Konstruksi disemua Hni
kegiatan.
j. Mengatasi pemecahan persoalan K3 Konstruksi dan dapat menetapkan dengan
tegas pemecahannya.
k. Melaksanakan pengawasan penerapan sesuai dengan keilmuan K3 Konstruksi.
1. Mempunyai kemampuan memimpin pelaksanaan program-program sistim K3
Konstruksi secara terpadu antara perancang, pelaksana, pengawas dan
pengguna sistim K3 Konstruksi.

B. MATAPELAJARAN
1. Undang-undang, standar dan Peraturan K3 8 Jam
2. Manajemen Konstruksi 4 Jam
3. Pengetahuan Dasar K3 2 Jam
4. Pengetahuan Teknik Konstruksi 4 Jam
5. Manajemen dan Administrasi K3 4 Jam
6. K3Pekerjaan Konstruksi 8 Jam
7. Manajemen Resiko 4 Jam
8. Manajemen Lingkungan 2 Jam
9. K3 Peralatan Konstruksi 4 Jam
10. Sistim Pemadam Kebakaran 4 Jam
11. Kesiagaan dan Sistim Tanggap Darurat 2 Jam
12. Penanganan Material Yang Berbahaya 2 Jam
13. Pengenalan Bahaya Radiasi dan Radio Aktif 2 Jam
14. Higiene Perusahaan dan Proyek 2 Jam
15. K3 ruang tertutup 2 Jam

1546
16. Manajemen Dmwn 2 Jam
17. Manajemen Pelatihan dan Kompetensi K3 4 Jam
18. Komunikasi, Konsultasi dan Kesadaran K3 2 Jam
19. PengetahuanAuditing K3 6 Jam
20. Studi babaya dan Operasinya (Hazap) 12 Jam
21. Penilaian dan studi Kasus-kasus K3 14 Jam
22. Penelitian, Statistik, Penulisan laporan/Makalah dan Seminar 12 Jam
23. EvaluasiAkhir 14 Jam
Jumlah Jam Pe'laJaran (minimal) 100 Jam

c. PERSYARATANPESERTA
1. Sehat jasmani dan rohani.
2. Berpendidikan serendah-rendahnya D3 Teknik atau sederajat.
3. Pengalaman kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di proyek konstruksi.

DITETAPKAN DI JAKARTA
PADATANGGAL 30 Juni 2004

DIREKTUR JENDERAL
PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

ttd.

MSM. Simanihuruk, SH, MM


NIP. 130353033

1. Sehat jasmani dan rohani.


2. Berpendidikan serendah-rendahnyha STM atau sederajat
3. Pengalaman kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai petugas K3
Konstruksi.

1547
LAMPIRAN : KEPUTUSAN DlREKTURJENDERAL PEMBINAAN
PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN TENTANG SERTIFIKASI
KOMPETENSI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
BIDANG KONSTRUKSI BANGUNAN

No. KEP.201DJPPKl2004
TANGGAL 30 JUNI 2004

KOMPETENSI KURIKULUM DAN SYARAT PESERTABIMBINGAN


TEKNIS SERTIFIKASI K3 TEKNISI PERANCAHI SACFFOLDER

A. KOMPETENSI

1. Umum
Dapat melakukan pekerjaan pemasangan, perawatan, pemeliharaan dan
pembongkaran perancah secara selamat dan sehat bagi dirinya, orang lain,
konstruksi dan bagian-bagiannya aman dalam pengoperasiannya.

2. Akademik
Memahami secara baik tentang :
a. Potensi bahaya konstruksi perancah.
b. Cara pencegahan kecelakaan kerja perancah.
c. Prosedur kerja aman perancah.
d. Pengetahuan dasar perancah.
e. Jenis..jenis perancah.
f. Sepervisi perancah.
g. Pemasangan dan pembongkaran perancah.
h. Standar dan pedoman teknis.
i. Peraturan dan Standar perancab.
3. Ketrampilan teknik
Dapat melakukan pekerjaan pemasangan, pemeliharaan dan pembongkaran
perancah dengan selamat dan sehat antara lain :
a. Melaksanakan pekerjaan pemasangan.
b. Melaksanakan pekerjaan pemeliharaan.
c. Melaksanakan pekerjaan pembongkaran.
d. Mengidentifikasi dan mendeteksi bahaya perancah.

1548
B. MATAPELAJARAN

1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1970


tentang Keselamatan Kerja 2 Jam
2. Peraturan Menaker No. I/Menl1980
tentang K3 Konstruksi Bangunan 2 Jam
3. Surat Keputusan Bersama Menaker dan
Menteri Pekerjaan Umum No. 1741Men/1986
pada tempat kegiatan konstruksi bangunan. 2 Jam
4. Pengetahuan Dasar Perancah. 2 Jam
5. Jenis-jenis Perancab 3 Jam
6. Standar dan Pedoman Teknis Perancah 4 Jam
7. Dasar-dasar Perhitungan Konstruksi Perancah 4 Jam
8. Supervisi Perancah 3 Jam
9. Penggunaan Perancah yang aman 2 Jam
10. Pemasangan dan Pembongkaran Perancah 4 Jam
11. Praktek lapangan 10 Jam
12. Ujian 3 Jam
Jumlah jam pelajaran (minimal) 40 Jam

c. PERSYARATAN PESERTA
1. Sehat jasmani dan rohani.
2. Berpendidikan serendah-rendahnya STM atau sederajat
3. Pengalaman kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tabun sebagai Scaffolder.

DITETAPKAN DI JAKARTA
PADATANGGAL 30 Juni 2004

DlREKTURJENDERAL
PEMBINAANPENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

tid.

MSM. Simanihuruk, SH, MM


NIP. 130353033

1549
1550
SURATKEPUTUSAN
DIREKTURJENDERALPEMBINAANHUBUNGAN
INDUSTRIALDAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
DEPARTEMENTENAGAKERJAR.I.

NO. : KEP. 84/BW/1998

TENTANG

CARA PENGISIAN FORMULIR LAPORAN


DAN ANALISIS STATISTIK KECELAKAAN

DIREKTURJENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL


DAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
DEPARTEMENTENAGAKERJA.

Menimbang a. bahwa formulir pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan serta


analisis statistik kecelakaan sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri TenagaKerjaNo. 031MEN/1998 tangga126 Februari 1998
perlu diatur cara pengisian dan penggunaannya untuk mengetahui
angka kekerapan dan keparahan kecelakaan;
b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan Petunjuk Pelaksanaan cara
pengisian fonnulir pemeriksaan dan pengkajian serta analisis statistik
kecelakaan.
Mengingat I. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03IMEN/1998 tanggal 26
Februari 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan
Kecelakaan;

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
PERTAMA : Pengisian dan penggunaan fomlulir pemerIksaan dan pengkajiankeceJakaan
serta analisis statistik kecelakaan dilaksanakan dengan berpedoman pada
Petunjuk Pelaksanaan terlampir.
KEDUA Memerintahkan kepada Pegawai Pengawas dalam pemeriksaan dan
pengkajian kecelakaan serta KepaIa Kantor Departemen Tenaga Kerja dan
Kepala KantorWilayah DepartemenTenaga KeIja dalam menyusun analisis
statistik kecelakaan menggunakan Petunjuk Pelaksanaan sebagaimana
termaksud dalam amar "Pertama".

1551
KETIGA Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja harns mengirimkan
analisis statistik kecelakaan tersebut setiap bulan ke Departemen Pusat
cq. Dirjen Binawas.
KEEMPAT Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di
kemudian hari terdapat kekeliruan akan diperbaiki sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 8 April 1998

DIREKTURJENDERAL
PEl\1BINAAN HUBUNGAN
INDUSTRIALDAN PENGAWASAN
KETENAGAKERJAAN

Ttd,

MOHD. SYAUFII SYAMSUDDIN


NIP. 160008975

1552
LAMPIRAN I: SURATKEPUTUSAN DIREKTUR JENDERALPEMBINAAN
HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PENGAWASAN
KETENAGAKERJAAN
NOMOR KEP.841BW/1998
TANGGAL 8 APRIL 1998

PETUNJUKPELAKSANAAN PENGISIANDANPENGGUNAAN
FORMULIRPEMERIKSAAN DAN PENGKAJIAN
SERTAANALISIS STATISTIK KECELAKAAN

A.PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Tujuan Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja No. 1 Tahun 1970
adalah untuk memberikan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja setiap
tenaga kerja dan orang lain yang berada di tempat kerja serta mengamankan sumber-
sumber produksi agar dapat dipergunakan secara efisien.
Untuk mencapai sasaran Undang-undang Keselamatan Kerja tersebut antara
lain setiap kecelakaan wajib dilaporkan kepada Departemen Tenaga Kerja.
Pengurus atan Pengusaha wajib melaporkan setiap kecelakan yang terjadi di tempat
kerjanya dengan mempergunakan bentuk yang telah diterapkan, agar dapat dilakukan
analisa kecelakaan.
Analisis kecelakaan kerja dilakukan untuk menemukan penyebab utama
kecelakaan sehingga dapat diberikan saran perbaikan agar kecelakaan tidak terulang
kembali.
II. Thjuan
Tujuan Petunjuk Pelaksanaan Pengkajian Kecelakaan adalah untuk memberikan
panduan kepada pegawai pengawas ketenagakerjaan, Kepala Kantor, Departemen
Tenaga Kerja dan Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja dapat melakukan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

III. Ruang Lingkup


Ruang lingkup Petunjuk Pengkajian Kecelakaan ini meliputi analisis kecelakaan
di tempat kerja yang terdiri dari kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, peledakan,
kebakaran dan bahaya pembuangan limbah serta kejadian berbahaya lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/MEN/98 tanggal
Februari 1998.

1553
B. PENGISIAN FORMULIR
(Lampiran II, III, IV, V, VI, dan VII Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/MEN/
98 tanggal 26 Februari t 998).

I. DATAUMUM
A. Identitas Perusahaan
1. Nama perusabaan diisi menurut jenis usaba dan nama perusahaannya
Contoh:
a.Pabrik Tekstil PT. JAYATEK
b. Kontraktor Bangunan PT. PEMBANGUNAN JAYA.
2. Alamat perusahaan diisi sesuai dengan yang ada pada Wajib Lapor
Ketenagakerjaan (UUD No. 7/1981). Apabila belum ada diisi menurut
alamat perusahaan atau bagian perusahaan yang berdiri sendiri.
3. Nama pengurus diisi sesuai dengan yang ada pada Wajib Lapor
Ketenagakerjaan dan apabila belum ada diisi dengan nama penanggung
jawab perusahaan sesuai peraturan perondangan.
4. Alamat pengurus diisi sesuai dengan domisili resmi yang bersangkutan
berdasarkan KTP atauPASPORT.
B. lnfonnasi Kecelakaan
1. Tempat, tanggal dan jam kejadian kecelakaan diisi menurut tempat dimana
terjadi kecelakaan, tanggal dan jam kecelakaan.
Contoh:
a. Di bagian pemintalan pabrik tekstil PT. JAYATEX. Tanggal 10
Agustus 1991, jam 11 :00 WIB.
b. Di proyek bangunan pemasangan saluran pipa air minumjalan Ciputat
Raya Tanggal12 Maret 1991,jam 14:00 WIB.
2. Sumber laporan menurut berita yang diterima:
Contoh:
a. Surat kabar Harian KOMPAS tanggall1 Agustus 1991
b. Laporan lisan (telepon) pengurus perusahaan PT. PEMBANGUNAN
JAYA.
3. Tanggal diterima laporan diisi sesuai dengan barita yang diperoleh dalam
butir 2.
Contoh:
a. 11 Agustus 1991
b. 12 Maret 1991

1554
4. Tanggal pemeriksaan diisi menurut tangal pada waktu pegawai
ketenagakerjaan melakukan pemeriksaan setempat.
5. Atasan langsung adalah atasan yang memberikan perintah pekeIjaan kepada
korban secara organisator perusahaan.
6. Saksi adalah orang yang melihat/rnendengar/mengetahui secara langsung
proses terjadi kecelakaan.
C. Lain-lain
1. P2K31ARLI K3 diisi dengan ada atan tidak ada.
2. KKBIPP diisi dengan ada atau tidak ada.
3. JAMSOSTEK diisi dengan ada atau tidak ada.
4. SPSI diisi dengan ada atau tidak ada.
5. jumlah tenaga kerja, diisi jumlah selumh tenaga kerja yang ada eli perusahaan.
6. asuransi lainnya, diisijenis asuransi selain asuransi sosial tenaga kerja.

II. DATAKORBAN
1. Jumlah korban : diisi dengan jumlah seluruh korban pada kasus kecelakaan
tersebut baik yang mati, luka berat maupun luka kecil kecelakaan tersebut
kemudian dibagi menurutjenis kelamin yang diisikan pada kolom laki-laki dan
perempuan.
2. Nama: diisi menurut nama korban kecelakaan dan apabila kolom tersebut cukup
dapat dibuat daftar tersendiri. Kolom Ufiur diisi menumt masingmasing umur
korban dan kolom kode diisi rnenurut nomor kode pembagian kelompok ulnur.
Kolom kode yang kosong diisi menurut petunjuk nomor kolom kode yang
ada.
3. Akibat kecelakaan : diisi sesuai dengan keadaan korban manusia. Keadaan
kecelakaan (bukan korban manusia).
Luka berat adalah luka yang mengakibatkan cacat tetap, yaitu kehilangan
atau tidak berfungsinya salah satu atau beberapa organ tubuh atau gangguan
jiwa. Apabila memerlukan pekerjaannya meskipun tidak ada akibat cacat
tetap termasuk dalam klasiftkasi Juka berat.
Luka ringan adalah Iuka yang memerlukan perawatan medis sehingga
tidak dapat melakukan pekerjaan tidak lebih dari 1 (satu) hari.
4. Keterangan cidera adalah diisi rnenurut bagian tubuh korban yang mendapat
cidera.
Contoh : mata.
Untukkolom kode diisi dengan nomor A. 10 sesuai dengan petunjuk kolom
kode yang ada. Apabila diperlukan sesuai dengan jumlah korban dapat dibuatkan
daftar tersendiri.

1555
III. FAKTAYANGDmUAT
Di dalam kolom wi fakta yang ada dibagi dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu
kondisi yang berbahaya dan tindakan yang berbahaya.
1. Menentukan kondisi yang berbahaya digunakan pedoman sebagai berikut.
Caeat dan daftar semua kondisi yang tidak aman baik dilihat seeara mekanis
maupun flSik yang benar-benar n1endukung terjadinya kecelakaan.
Kondisi ini tetap akan menimbulkan kecelakaan walaupun tindakan
berbabaya tidak ada.
2. Tindakan yang berbahaya.
Untuk menentukan tindakan yang berbahaya sarna halnya dengan yang
digunakan dalam menentukan kondisi berbahaya yaitu dengan berpedoman
sebagai berikut:
Inventarisir semua tindakan-tindakan yang menyimpang dari prosedur
semestinya yang tidak aman benar-benar mendukung atau mendasari
penentuan type kecelakaan yang telah dipilih atau ditetapkan.
Tindakan berbahaya dimaksud dapat berasal dari si korban sendiri atau
pembantunya atau orang lain yang berada disekitamya.

IV. URAIANTERJADINYAKECELAKAAN
Diisi seeara kronologis tentang terjadi keeelakaan dengan cara mengumpulkan
infonnasi dari saksi-saksi yang ada. Apabila tidak memungkinkan mendapatkan
informasi (tidak ada sumber informasi). Pegawai Pengawas mengisi kemungkinan
terjadinya kecelakaanberdasarkan logika setelah mempelajarijalannya mesin/peralatanJ
proses dan cara kerja yang telah dilakukan oleh korban kecelakaan.
Disamping uraim terjadinya kecelakaan, juga sedapat mungkin dimasukan dalam
kolom ini sega]a informasi yang kemungkinan dapat mempengaruhi korban dalam
melakukan pekerjaannya.
Contoh:
Dalam keadaan sakit.
Kurang tidur
Marah-marah, dan sebagainya.

v. SUMBERKECELAKAAN
Untuk menentukan sumber kecelakaan dapat digunakan pedoman sebagai berikut:
a. pilihlah benda, bahan, zat atau pemapar lainnya yang tidak aman dan apabila
dieliminir maka kecelakaan yang bersangkutan tidak akan terjadi.
b. Apabila tidak terdapat benda, bahan atau zat yang berbahayaltidak aman
sebagaiman8 dimaksud pada hurnf a, pilihlah benda atan bahan atau zat yang
kontak langsung dengan korban.

1556
Contoh:
Terjepit conveyor Kolom kode yang diisi adalah B5.
VI. TYPE KECELAKAAN
Cara untuk menetapkan type kecelakaan yang paling mendekati yaitu
berdasarkan proses terjadinya hubungan atau kontak sumber kecelakaan dengan
luka atau sakit yang diderita korban.
Type kecelakaan berdasarkan penggolongannya adalah : tertangkap pada, dalam
dan diantara benda (dalam hal ini adalah tertangkap diantara dua benda) dengan
kolom kode yang diisi C3.

VII. PENYEBABKECELAKAAN
Untuk menetapkan sebab utama kecelakaan yang terdiri dari kondisi yang
berbahaya adalah diambil salah satu dan fakta yang didapat dengan mengisi kolom
kode D dan E. Apabila terdapat lebih dari satu kondisi dan tindakan yang berbahaya,
maka dipilih salah satu diantaranya yang paling erat kaitannya dengan type kecelakaan
yang ditentukan.

VIII. SYARAT-SYARAT YANG DIBERIKAN


Syarat yang diberikan untuk mencegah agar kasus kecelakaan yang serupa
tidak terulang kembali adalah dengan cara menetapkan tindakan yang harns diambil
dan apabila dilakukan maka kecelakaan tersebut tidak akan terjadi.
Syarat tersebut harns mengacu prinsip sebagai berikut:
Biaya yang dikeluarkan seminimal mungkin (murah).
Dapat dilakukan atau dikeIjakan.
Efektifdalarn menghindari terjadinya kecelakaan.
Tidak mengganggu proses produksi dan pemeliharaan.

IX. TINDAKAN LEBIH LANJUT


Adalah tindakan yang dilakukan oleh pegawai setelah dilakukan pemeriksaan
dan pengkajian kecelakaan.
Tindakan tersebut dapat berupa antara lain:
Rekomendasi kepada pimpinan untuk menetapkan kebijaksanaan lebih lanjut
dalam kaitan kasus.. kasus kecelakaan yang serupa.
Tindakan dalam kaitan jaminan kecelakaan kerja.
Penyelidikan terdapat penanggungjawab terjadinya kecelakaan.
Pembinaan yang perlu segera dilakukan di perusahaan yang bersangkutan.
Dan sebagainya.

1557
x. HAL-HALYANG PERLU DILAPORKAN
Hal-hal lain yang periu dilaporkanAdalah hal-hal yang berkaiatan dengan kasus
kecelakaan ataupun perusahaan yang bersangkutan misalnya:
Tindakan yang telah diambil pengurus perusahaan setelah terjadinya kasus
kecelakaan.
Dampak terhadap lingkungan peralatan atau karyawan lainnya.
Pengalaman atau latar belakang korban.
Latar belakang perusahaan misalnya: merupakan anak perusahaan/induk
perusahaan atau salah satu group perusahaan tertentu.
Disamping itu dapat dilaporkan juga jumlah jam kerja per hari dari seluruh
karyawan dalam jam, serta jumlah hari orang yang hilang dalam hari orang..

XI. KOLOMKODE
Pada sebelah kanan bentuk pengkajian terdapat kolom empat persegi (kotak)
yang diperlukan mengisi kode dan sisi laporan. Kolom tersebut sebagaian ada yang
telah terisi dan sebagian masih kosong.
Cara mengisi kolom yang masih kosong tersebut dengan daftar sebagai berikut:
1. DATAKORBAN
A jumlah korban
Al jumlah korban laki-laki
A2 jumlah korban perempuan
A3 umur korban dikelompokan berdasarkan usia:
A3.1 : kurang dari 10 tahun
A3.2 : antara II sid 20 tahun
A3.3 : antara 21 sId 30 tahun
A3 . 4 : antara 31 sId 40 tahun
A3.5: antara 41 sid 50 tabun
A3.6: antara dari 51 tahoo
Akibat Kecelakaan
A4 Jumlah korban yang mati
AS Jumlah korban yang luka berat
A6 Jumlah korban yang luka ringan

1558
Keterangan cideralbagian tubuh yang cidera
A7 kepala
A8 mata
A9 telinga
AIO: hadan
All lengan
Al2 tangan
AI3 jari tangan
A14: paba
A15: kaki
A16: jari kaki
AI?: organ tubuh bagian dalam
2. SUMBERKECELAKAAN
BI Mesin (mesin pons, mesin press, gergaji, mesin bor, mesin tenun,
dan lain-lain).
B2 Penggerak mula dan pompa (motor bakar, pompa angin/kompressor,
pompa air, kipas angin, penghisap udara, dan lain-lain).
B3 lift (lift untuk orang atau barang baik yang digerakkan dengan tenaga
uap, listrik, hydraulik, dan lain-lain).
B4 Pesawat angkat (keran angkat, derek, dongkrak, takel, lir, dan lainlain).
B5 Conveyor (ban berjalan, rantai berjalan, dan lain-lain).
B6 Pesawat angkut (lori, forklift, gerobag, mobil, truck, cerobong
penghantar, dan lain-lain).
B7 Alat transmisi mekanik (rantai, pulley, dan lain-lain).
B8 Perkakas kerja tangan (pahat, paIu, pisau, kapak, dan lain-lain).
B9 Pesawat uap dan bejana tekan (ketel uap, bejana uap, pemanas air,
pengering uap, botol baja, tabung bertekanan, dan lian-lain).
BI0 peralatan listrik (motor listrik, generator, transformator, omamen
listrik, zakering, sakelar, kawat penghantar, dan lain-lain).
B11 Bahan kimia (bahan kimia yang mudah meledak, atau menguap,
beracun, korosif, uap logam, dan lain-lain).

1559
B12 Debu berbahaya (debu yang mudah meledak, debu organik, debu
anorganik seperti debu asbes, debu silika, dan lain-lain).
B13 Radiasi dan bahan radioaktif (radium, cobalt, sinar ultra, sinar infra,
dan lain-lain).
B14 Faktor lingkungan (contoh: iklim kerja, tekanan udara, geteran, bising,
cahaya, dan lain-lain).
B15 Bahan mudah terbakar dan benda panas (lak.. Film. Minyak, kertas,
kapuk, uap, dan lain-lain).
B16 Binatang (serangga, cacing, binatang buas, bakteri, dan lain-lain).
B17 Permukaan lantai kerja (lantai, bordes,jalan, peralatan, dan lainlain).
B18 Lain-lain (perancah, tangga, peti, kaleng, sarnpah, benda kerja, dan
lain-lain).
3. TYPEKECELAKAAN
CI Terbentur (pada umumnya nlenunjukan kontak atau persinggungan
dengan benda tajam atau benda keras yang mengakibatkan tergores,
terpotong, tertusuk, dan lain-lain).
C2 Terpukul (pada umumnya karena yang jatub, meluncur, melayang,
bergerak, dan lain-lain)..
C3 Tertangkap pada, dalam dan diantara benda (terjepit, tergigit,
tertimbun, tenggelam, dan lain·lain).
C4 Jatub dari ketinggian yang sarna.
C5 Jatuh dari ketinggian yang berbeda.
C6 Tergelincir.
C7 Terpapar (pada umumnya berhubungan dengan temperatur, tekanan
udara, getaran, radiasi, suara, cahaya, dan lain-lain).
C8 Penghisapan, penyerapan (menunjukan proses masuknya bahan atau
zat berbahaya ke dalam tubuh, baik melalui pemafasan ataupun kuHt
dan yang pada umumnya berakibat sesak nafas, keracunan, mati lemas,
dan lain-lain).
C9 Tersentuh aliran listrik.
C10 Dan lain-lain.

1560
4. KONDISIYANGBERBAHAYA
DI : Pengamanan yang tidak sempurna (sumber kecelakaan tanpa alat
pengaman, atau dengan alat pengaman yang tidak mencukupi atau
rosak atau tidak berfungsi, dan lain-lain).
D2 Peralatanlbahan yang tidak seharusnya (mesin, pesawat, peralatan
atau bahan yang tidak sesuai atau berbeda dari kehamsan, faldOl tainnya
dan lain-lain).
D3 Kecacatan, ketidaksempurnaan (kondisi atau keadaan yang tidak
semestinya, misalnya: kasar, Hein, tajam, timpang, aus, retak, rapuh,
dan lain-lain).
D4 Pengaturan prosedur yang tidak aman (pengaturan prosedur yang
tidak aman pada atau sekitar sumber keeelakaan, misalnya:
penyimpanan, peletakan yang tidak aman, di luar batas kemampuan,
pembebanan lebih, faldor psikososial, dan lain-lain).
D5 Penerapan tidak sempurna (kurang cahaya, sHau, dan lain-lain).
D6 Ventilasi tidak sempuma (pergantian udara segar yang kurang, sumber
udara segar yang kurang, dan lain-lain).
D7 Iklim kerja yang tidak aman (suhu udara yang terlalu tinggi atau terlalu
rendah, kelembaban udara yang berbahaya, faktor biologi, dan lain-
lain).
D8 Tekanan udara yang tidak aman (tekanan udara yang tinggi dan yang
rendah, dan lain-lain).
D9 : Getaran yang berbahaya (getaran frekuensi rendah, dan lain-lain).
D 10: Bising (suara yang intensitasnya melebihi nilai ambang batas).
DII: Pakaian, kelengkapan yang tidak aman (sarong tangan, respirator,
kedok sepatu keselamatan, pakaian kerja, dan lain-lain, tidak tersedia
atau tidak sempumalcacatlrosak, dan lain-lain).
D12 : Kejadian berbahaya tainnya (bergerak atau berputar terlalu lambat,
peluncuran benda, ketel melendung, konstruksi retak, korosi, dan
lain-lain).
5. TINDAKANYANGBERBAHAYA
El Melakukan pekerjaan tanpa wewenang, lupa mengamankan, lupa
memberi tandalperingatan.

1561
E2 Bekerja dengan kecepatan berbahaya.
E3 Membuat alat pengaman tidak berfungsi (melepaskan, mengubah, dan
lain-lain).
E4 Memakai peralatan yang tidak arnan, tanpa peralatan.
E5 Memuat, membongkar, menempatkan, mencampur, menggabungkan
dan sebagainya dengan tidak aman (proses produksi).
E6 Mengambil posisi atau sikap tubuh tidak aman (ergonomi).
E7 Bekerja pada objek yang berputar atau berbahaya ( misalnya
membersihkan, mengatur, memberi pelumas, dan lain-lain).
E8 Mengalihkan perhatian, mengganggu, sembrono/dakar, mengagetkan,
dan lain-lain).
£9 Melalaikan penggunaan a1at pelindung diri yang ditentukan.
E10 Lain-lain.

c. MEKANISMEADMINIS1"RASI DAN PENGKAJIAN


I. TINGKATKANDEP
1. Laporan kejadian kasus kecelakaan sumbemya terdiri dari:
a. anggota masyarakat.
b. Pengurus atau pengusaha melalui bentuk laporan resmi.
c. Hasil temuan Pegawai Pengawas pada waktu mengadakan
pemeriksaan rutin.
2. Dari sumber atau temuan Pegawai Pengawas, Kepala Kandepnaker
setempat mengeluarkan surat perintah kepada Pegawai Pengawas untuk
mengadakan Pemeriksaan tempat Kejadian perkara (TKP).
3. Pegawai Pengawas setelab mengadakan pemeriksaan TKP segera
melakukan pengkajian kecelakaan dengan mempergunakan bentuk/fonnulir
yang telah ditetapkan.
4. Hasil pengkajian kecelakaan dibuat dalam rangkap 2 (dua) dan dikirimkan
kepada Kepala Kanwil Depnaker setempat 1 (satu) exemplar dan I (satu)
sebagai arsip di Kandepnaker setempat.
5. Setiap pengiritn hasil pengkaj ian kecelakaan hams diberikan nomor urnt
tersendiri dengan kode wilayah masing-masing sesuai kode surat yang
ada.

1562
II. TINGKATKANWIL
1. Laporan pengkajian kecelakaan dati Kandep ke KanwiI, datanya dianalisis
per Kandep dan per Sektor.
2. Dari data pengkajian ayng ada Kanwil menghitung angka tingkat kekerapan
(Frequency Rate) dan angka tingkat keparahan (Severity Rate) untuk setiap
Kandep/Sektor dan FR, SR Kanwil masing-masing.
3. Rumus yang dipergunakan untuk menghitung tingkat kekerapan (FR)
adalah:
Jumlah KeceJakaan X 1.000.000
Jumlahjam/orang

Untuk menghitung tingkat keparahan (SR) adalah:


Jumlah hari hHang X 1.000.000
JumJah jam/orang

Waktu kerja per orang diambil rata-rata 7 jam bari atau 40 jam/minggu.
Untuk menentukan kerugian hari kerja yang bHang dapat dilihat dalam
tabel (lampiran II).
4. Analisis statistik kecelakaan Kanwil diteruskan ke Pusat/Dit. PNKK untuk
dihimpun menjadi data nasional.
III. TINGKAT PUSAT
Pusat melakukan analisis statistik kecelakaan secara nasional melalui data wilayab
per Kanwil dan menghitung FR dan SR tingkat nasional.

1563
LAMPlRAN II: SURAT KEPUTUSAN DlREKTURJENDERALPEMBINAAN
HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PENGAWASAN
KETENAGAKERJAAN
NOMOR KEP. 84/BW/1998
TANGGAL 8APRIL 1998

TABEL
KERUGIAN HARI KERJAKARENA CACAT

A. Untuk kerugian dari anggota badan karena cacat tetap atau menurut ilmu bedah.

'I. Tangan dan jari-jari


Amputasi seluruh
atau sebagian dari
Ibujari Telunjuk Tengah Manis Kelingking
tulang
Ruas ujung 300 100 75 60 50

Ruas tengah ... 200 150 120 100

Ruas pangkal 600 400 300 240 200

Telapak antara
jari-jari dan 900 600 500 450
pergelangan
Tangan sampai
pergelangan 3000

2. Kaki dan jari-jari

Ibujari Jari-jan lainnya


150 35

Ruas tengah 75

Ruas pangkal 300 150

jari-jari
600 350
2400

1564
3. Lengaa

Tiap bagian dan pergeJangan sanlpai siku 3600

Tiap bagian dari atas siku sampai 4500


sambun~an hahu

4. Tungkai

Tiap bagian di atas mata kaki sanlpai lutul 3000

Tiap bagian di atas lutut sampai pangkal 4500


paha

B.. KehHangan Fungsi..


Satu Jnata 1800

Kedua mala dalam satu kasus kecelakaan 6000

Satu telinga 600

Kedua telinga dalatn satu kecelakaan 3000

C.Lumpuh Total dan Mati..


Lumpuh total yang menetap 6000

Mati 6000

Catatan : Untuk setiap lukaringan tidak ada amputasi tulang kerugian had kerja adalah
jumlah sesungguhnya selma si korban tidak mampu bekerja..

1565
1566
DEPARTEMENTENAGAKERJAR.I.
DIREKTORATJENDERALPEMBINAANHUBUNGAN INDUSTRIAL
DAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
J1. Jend. Gatot Subroto Kav. 51 - JAKARTA SELATAN
Kotak Pos. 4872 Jak. 12048 Telp. (021) 5250043 - 525 3044

KEPUTUSAN
DIREKTURJENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
DAN PENGAWASANKETENAGAKERJAAN

NOMOR: KEP.470IBW/1999

TENTANG

PERSYARATAN, PENUNJUKAN, HAl< DAN KEWAJIBAN


TEKNISI LIFT

DIREKTURJENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL


DAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Menimbang a. bahwa berdasarkan ketentuan pasal 27 Peraturan Menteri Tenaga


Kerja No. PER-03/MEN/1999 perlu diatur mengenai persyaratan,
penunjukan, hak dan kewajiban teknisi lift yang mengerjakan
pemasangan, perbaikan dan atau perawatan lift;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada


huruf a, perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal
Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagaketjaan.

Mengingat 1. Undang-undang No. 1 Taboo 1970 tentang Keselamatan Kerja


(Lembaran Negara R.I. Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
No. 2918);

2. Keputusan Presiden RI. No. 122/m/1998 tentang Pembentukan


Kabinet Reformasi Pembangunan. ·
3. Peraturan Menten Tenaga Kerja Nomor PER-04/MEN/1988
tentang Berlakunya Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor SNI
225 .. 1978 mengenai Peraturan Umum Instalasi Listrik Indonesia
1987 (PUlL) di TempatKerja.

1567
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-04/MEN/1995
tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I. Nomor PER-03/MEN/1999
tentang Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift untuk
Pengangkutan Orang dan Barang.

MEMUTUSKAN

Menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial


dan Pengawasan Ketenagakerjaan tentang Persyaratan,
Penunjukan, Hak dan Kewajiban Teknisi Lift.
BARl
KETENfUANUMUM

Pasall

Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan ;

( 1) Lift adalah pesawat dengan peralatan yang mempunyai kereta bergerak naik turon
rnengikuti rei pemandu yang dipasang pada bangunan dan digunakan untuk
mengangkut orang dan barang atau khusus barang.

(2) Pemasangan lift aalah kegiatan merakit bagian dan komponen lift sehingga menjadi
satu kesatuan pesawat lift.

(3) Perawatan lift adalah kegiatan merawat dan atau memperbaiki lift untuk agar menjaga
kondisi lift tetap dalam keadaan baik dan selaiu siap dioperasikan dengan aman.
(4) Pelayanan lift adalah cara mengoperasikan pesawat lift dengan baik dan aman.
(5) Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan.

(6) Direktur ialah sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja,
Transmigrasi dan Koperasi No. Kep. 79/MEN/77.
(7) Pengurus ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu tempat kerja
atau bagiannya yang berdiri sendiri.

(8) Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut PJK3
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja PER-04/MEN/1995
di bidang lift.

1568
(9) Penyelia ialah orang yang mempunyai keahlian dan keterampilan memimpin dan
mengkoordinasikan pekerjaan pemasangan atau pengoperasian lift.

(10) Teknisi perawatan dan atau perbaikan lift ialah orang yang mempunyai keahlian dan
keterampilan UDtuk mengerjakan, memperbaiki dan atau merawat lift.
(11) Teknisi Penyetel (adjuster) lift ialah orang yang mempunyai keahlian dan keterampilan
melakukan pekerjaan komisoning, pemeriksaan dan pengujian untuk menetapkan
kelaikan operasi lift.

(12) Surat ijin operasi adalah bukti pengakuan bahwa seseorang telah memenuhi kualifikasi
dan kompetensi untuk menjalankan tugas sebagai teknisi lift.
Pasall
(1) Setiap pekerjaan pemasangan, perawatan dan atau perbaikan serta pengoperas'hm lift
hams dikerjakan oleh teknisi lift.
(2) Teknisi lift sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan :
a. PenyeliaIPengawas dan pemasangan lift;
b. Teknisi perawatan dan atau perbaikan lift;
c . Teknisi penyetel (adjuster) lift;
d. PenyeliaIPengawas operasi lift.
Pasal3
(1) Setiap pemasangan, perawatan dan atau perbaikan lit harns dilaksanakan oleh
Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3) pemasangan, perawatan
dan atau perbaikan lift yang telah mendapat penunjukan Menteri Tenaga Kerja.
(2) PJK3 pemasangan lift sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki teknisi
lift sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) burnf a dan c.
(3) PJK3 perawatan dan atau perbaikan lift sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memiliki teknisi lift sebagaimana dimaksud dalam pasal2~ayat (2) hurnfb dan c.
(4) Tempat kerja atau perusahaan yang mempunyai fasilitas lift wajib memiliki teknisi
lift sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) burnf d.
Pasal4
Teknisi lift sebagaimana dimaksud dalam pasa12 hams memiliki surat ijin operasilkerja
dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.

1569
BABII
PERSYARATANTEKNISI LIFT

Pasal5

Untuk ll1endapatkan surat ijin operasi penyelia/pengawas pemasangan lift sebagaimana


imaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf a hars memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Berpendidikan serendah-rendahnya STM listrik.. mesin, sipilatau SMU jurusan IPA;
b. Pengalaman kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai pemasang lift;
c . Lulus bimbingan teknis penyelia/pengawas pemasangan lift.

Pasal6

Untuk mendapatkan surat ijin operasi teknisi perawatan dan atau perbaikan lift sebagaimana
dimaksud dalam pasal2 ayat (2) hurufb hams memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Berpendidikan serendah-rendahnya STM jurusan mesin atau listrik atau SMU IPA;
b. Pengalaman kerja pada pelnasangan, perawatan dan atau perbaikan lift sekurang..
kurangnya selama 2 (dua) tabun;
c. Lulus birnbingan teknis bagi teknisi perawatan dan atau perbaikan lift.

Pasal7

Untuk mendapatkan surat ijin operasi teknisi penyetel (adjuster) lift sebagaimana dimaksud
dalam pasa} 2 ayat (2) huruf c harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Berpendidikan serendab-rendahnya STM jurusan mesin atau listrik atau SMU IPA;
b. Pengalaman ketja pada pemasangan, perawatan atau perbaikan lift sekurang.. kurangnya
5 (lima) tahun;
c. Lulus bimbingan teknis bagi teknisi penyetel (adjuster) lift.

Pasal8

Untuk mendapatkan surat ijin operasi penyeliaJpengawas operasi sebagaimana dimaksud


dalam pasal 2 ayat (2) huruf d harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Berpendidikan serendah-rendahnya STM jurusan mesin atau listrik atau SMU IPA;
b. Pengalaman kerja pada bagian teknik/engineering sekurang-kurangnya selama 3 (tiga)
tahun;
c. Lulus bimbingan teknis bagi penyelia/pengawas operasi lift.

1570
Pasal9
(1) Bimbingan teknis sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 hurnf C, pasal 6 burnf c,
pasal 7 hurnf c dan pasal 8 hunlfc diselenggarakan oleh perusahaan jasa pembinaan
keselamatan dan kesehatan kerja yang ditunjuk oleh Menteri.
(2) Kurikulum bimbingan teknis sebagainlana dimaksud pada ayat (I) sesuai dengan
lampiran II Keputusan ini.
(3) Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Direktur dapat
mengubah kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
PasaltO
(1) Pemberian surat ijin operasi teinisi lift sebagaimana dimaksud dalam pasa}3 berdasarkan
pennohonan tertulis pengurus atau pengusaha tempat kerja atau perusahaan jasa
keselamatan dankesehatan kerja pemasang, perawatan dan atau perbaikan lift kepada
Menteri dengan melampirkan :
8. Surat keterangan berbadan sehat dari dokter;
b. Salinan ijazah sesuai dengan yang dipersyaratkan;
c . Salinan sertigikat bimbingan teknis sesuai dengan yang dipersyaratkan;
d. Surat keterangan pengalaman kerja sesuai dengan yang dipersyaratkan.
Pasalll
(1) Surat ijin operasi teknisi lift sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 berlaku untuk
jangka waktu 5 (lima) tahun dan setelah berakhir dapat diperpanjang lagi.
(2) Untuk mendapatkan perpanjangan surat ijin operasi teknisi lift sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) penguros atau pengusaha tempat kerja atau perusahaanjasa keselamatan
dan kesehatan keIja pemasang, perawatan dan atau perbaikan lift hams mengajukan
pennohonan perpanjangan secara tertulis kepada Menteri dengan melampirkan :
8. Salinan surat ijin operasi teknisi lift;
b. Laporan kegiatan selama 4 (empat) tahun·terakhir;
Pasa) 12
(1) Perpanjangan surat ijin operasi teknisi lift sebagaimana dimaksud dalam pasal 11,
dikeluarkan setelah dilakukan evaluasi oleh Direktur.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kemampuan dan
keterampiIan teknisi lift.
(3) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Direktur dalam waktu
selama-lamanya 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya pennohonan perpanjangan
menetapkan persetujuan atau penolakan perpanjangan.
(4) Tata eara evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Direktur.

1571
Pasal13
(1) Surat ijin operasi teknisi lift sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) tidak
berlaku apabila yang bersangkutan :
a. Mengundurkan diri;
b. Meninggalduni~

c. Cacat jasmani atau robani akibat kecelakaan kerja sehingga tidak mampu
menjalankan tugas.
(2) Surat ijin operasi teknisi lift disebut apabila yang bersangkutan terbukti :
a. Tidak memenuhi peraturan perundang-undangan keselamatan dan kesehatan
kerja;
b. Melakukan kesalahan, kelalaian atau kecerobohan sehingga menimbulkan
keadaan berbabaya;
c. Tidak memenuhi kewajiban-kewajiban yang dipersyaratkan dalam Keputusan
ini.

BAB III
HAK DAN KEWAJlBAN
TEKNISI LIFT
Pasal14
Teknisi lift berhak untuk :
a. Memasuki tempat kerja yang memasang, memperbaikiki, merawat atau
mengoperasikan lift;
b. Memasang, memperbaiki, merawat dan mengoperasikan lift;
c. Mengambil tindakan dalam upaya pengamanan terhadap keadaan damrat operasi
pesawat lift;
d. Memeriksa, menguji, menyetel dan mengevaluasi keadaan lift;
e. Menetapkan kelayakan pesawat ito.
PasaltS
Teknisi lift sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (1) berkewajiban untuk :
a. Mentaati peraturan perundang-undangan keselamatan dan kesebatan keJja;
b. Melaporkan kondisi lift yang menjadi tanggung jawabnyajika tidak: aman atau tidak.
layak pakai kepada atasan langsung;

1572
c. Bertanggungjawab atas hasil pemasangan., perbaikan, perawatan dan pengoperasian
lift;
d. Membantu pegawai pengawas ketenagakerjaan dalam pelaksanaan pemeriksaan dan
pengujian lift.
Pasal16
Hak dan kewajiban teknisi lift hams sesuai dengan klasifikasi, kualifikasi dan kompetisi
masing-masing teknisi, sebagaimana ditetapkan dalam lampairan 1 Keputusan inL
BAD IV
KETENTUANPENUrUP
Pasal17
Keputusan Direktur lenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagaketjaan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

DITETAPKAN DI JAKARTA
PADATANGGAL 02 NOPE ER 1999
DlREKTURJENDERAL
PEMBINAAN HUBUNGANINDUSTRIAL ,DAN
PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Ttd,

MOHD. SYAUFlI SYAMSUDDIN


NIP.16000897S

1573
""""
Vl LAMPIRAN I Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan
-....J
~ Nomor KEP - 407 BW I 1999
Tanggal 02 Nooember 1999

KLASIFIKASI,KUALlFIKASI, KOMPETENSI, PERSYARATAN PE!'1>IDIKANDAN PENGALAMANKERJATEKNISI LIFT


No. KLASIFlK.ASI KlJALIFlKASJ KOMPETENSI
PENDIDIKAN FORMAL I PENGALAMAN KERJA
2 3 I 4 5 6
J. Penyelia Pengawas ... Serendab-rendahnya I Pengalaman sebagai ... Mampu memimpin dan -Memimpln
Pemasangan STM Mesin. lislrik. pemasang lif sekurang. mengkoordinalor mengkoordlnir
Sipil. kurangnya 3 (tiga) tabun. sejumlah tenaga kerja kegiatan pemasangan.
SMU IPA lift. - Mengambt I tindakan
Menguasai an81ists korek I i f!pencegahan
mekanika & dasar dalam keadaan darurat.
kelistrikan.
Menguas3i peraturan
perundang-undangan
dan standar K3 lift.
Mempunyai
kemampuan
manajerial.

Menguasai Hmu & - Melaksanakan pekerJa-


2. Teknisi Perawatan dan Serendah-rendabnya PengaJaman di bidang
I teknologi lin. an perawatan dan per-
ata u Perhai kan STM Mesin. Listrik pemasangan/perbaikanl Mengo.asai peraturan baikan
perawatan sekurang- perundang-undangan Berwenang mengganh-
kurangnya 2 (dua") tahun dan standar K3. kan dan memodifikasi
Mampu melaksanakan lift.
perawatan dan per- - Berwcnang menghldup-
balkan. kan dan mematlkan 11ft
dalam keadaan darurat.
3. Tekni i Ajuster 8TM Mesin, Listrik Pengalaman di bidang Mampu menguasat ilmu - Melaksanakan pekerJa-
Komisionina SMU IPA pemasangan dan atau dan leknologi lift. an pemeriksaan dan
perbaakan & perawatan hft I .. Mampu mengl penguj Ian lift.
sekurang-kursngnya S peraturan perune "g - Menentukan kelayakan
(lima) tabun. undangan operasi lift.
K3.
Mampu melakukan
modifikasi sistem atan
perawatan.
I 2 3 4 5 6
... melaksanakan . . Berwenang meng-
'I

.. .'" hidupkan dan meng-


a u s t n hentikan lift dalam
_ riksa keadaan darurat.
- Mampu menguasai
standar keamanan
operasi Ii ft.

4. Penye lia/Pen ga was - Serendah..rendahnha ... Pengalaman kerja pada - Mampu melaksanakan - M e m i m p l n l
Operasi Lif STM Mesin, Listrik, bagian engineering pekerjaan engineering. mengkoordinir operasi
Sipil sekurang-kurangnya 3 - Menguasai peraturan lift.
(tiga) tahun. perundang-undangan . . B e r wen a n g
.. SMU IPA dan $landar K3 . menghldupkan dan
.. Pengalaman sebagai ... Mampu menguasai mematikan lift daJam
pengawas operasi standar keamanan keadaan darurat.
operasi lift.
.. Menguasai prosedur
penyelamatan dalam
keadaan darurat.

DITETAPKAN 01 JAKARTA
PADA TANGGAL 02 NOPEMBER J999
DIREKTUR JENDERAL
PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN
PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

MOHD.. SYAUFII SYAMSUDDIN


NIP.. 160008975

.......
Vl
.....,J
Vl
LAMPIRAN I Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan
n..~1IJU'U:>iiUl
Nomor - 407 BW 1999
Tanggal 02 Nopember 1999

KURIKULUM,SILABIDANJUMLAHPELAJARANTEKNISILIFT
JAMPELAJARAN TEKNISI
Perawatan
Penyelia Penyetel Penyeha
No. MATA PELAJARAN Teori Praktek EvaI1IS dan Ket.
(jam) Pemasangan (Adjuster) Operasi
(jam) (jam) Perbaikan
(jam) (jam) (jam)
(jam)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
I. Mata Pelajaran Dasar Umum (MPDU)
4 - - 4 4 4 4
1. Keselamatan dan Kesebatan KeTJa
a. Pengertian
b. Sebab kecelakaan
c. Akibat kecelakaan
d. Identifikasi sumber babaya
e. Pencegahan kecelakaan
f. Analisis dan pelaporan kecelakaan kerj~.

2. Peraturan Perundang-undangan dan Standar Nasional


Indonesia tentang lift : 4 - - 4 4 4 4
a. Undang-undang NO.3 Tabun 1970
b. Praturan Menteri Tenaga Kerja No. I/MEN/1999
tentang syarat-syarat K3 lift uotuk Pengangkutan
Orang dan Barang.
c. Peraturan Menten Tenaga Kerja No. 04/Menl1988
tentang Pemberlakuannya, SNI No. 225/1987
mengenai PUlL 1987 di tempat kerja.

3. Sistem Manajemen K3 (SMK3) 2 . 2 2 2 2


a. Pengertian
b. Latar Belakaog
c. Ruang Lingkup
d. Prinslp Dasar
e. Pelaksanaan
f. Audit
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
4. Persiapan Pemasangan 4 .. - 4 .. 4 -
a. Survey Lapangan
b. Logistik
c. Pengorganisasian, pengadministrasian dan
penjadwalan
d. Membaca garnbar rencana
e. Koordinasi dengan manajemen konstruksi

II. Mata Pelajaran Kejuruau (MPK)


Pengetahuan Dasar Umum 4 - - 4 4 ... 4
I.
a. Jenis-jenis lift
b. Motor penggerak
c. Mesin dan tipe kontrol
d. Sistem pengaman lift

2. Pengetahuan Dasar Teknis Pesawat Lift 4 .. - 4 4 4 4


a. Traksi dan Slip
b. Tarikan dan gulungan
e. Faktor keamanan
d. Ketidakseimbangan (over balance)
e. Efisiensi energi
f. Pengetahuan tali baja
3. Metoda Pemasangan/Perakitan 4 - .. 4 4 .
a. Urutan kerja
b. Pemasangan bagian-bagian lift

4. Pengawatan (Wifing) Lift 4 .. . 4 4 4 ..


a. Pengawasan alat kontrol
b. Traveling cable
c. Pengawatan dalam kereta
d. Pengawatan dalam ruang luneur

5. Pemeriksaan dan Pengujian 4 .. .. .. 4 4 ..


a. Prosedur
b. Penguj ian pengaman
c. Pengujian unjuk kerja
d. Trouble Shooting (ganggung teknis)
..-
Vl
.......,)
.......,)
~

U'l
.....,J r- ..... '..,-'
00 t
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
III. Mata Pelajaran Penunjang (MPP) ... 4 ... 4 4 ... ...
1 Praktek Kerja Lapangan
a. Teknik penyambungan tali baja
b. Mengukur dan menyetel tali baja
c. Prosedur memperpendek tali baja

2. Praktek Kcrja Pemeriksaan dan Pengujian .. 4 .. .. 4 4

3 Praktek Pcngawatan .. 4 .. 4 4 .. ..

4. Manajeluen Operasi 4 .. 4 ... ...


a. Perencanaan program/proyek
b. Pelaksanaan program/proyek
c Pengorganisasian
d. Pengawasan
e. Pelaporan

5. Rencana dan Prosedur Tanggap DaruratlKebakaran 2 ... .. ... .. .. 2


a. Lift kebakaran
b. Operasi lift

6. Perawatan lift 2 ... .. ... 2 ... 2


JUMLAH JAM 42 12 4 42 40 30 26

DITETAPKAN DI : JAKARTA
PADA TANGGAL : 02 NOPEMBER 1999
DIREKTUR JENDERAt
PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN
PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

MOBD. SYAUFII SYAMSUDDIN


DEPARTEMEN TENAGAKERJA DAN TRANSMIGRASI R.I.
DIREKTURJENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
DAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
J1. Jend. Gatot Subroto Kav. No. 51 - JAKARTA
Kotak Pos. 4872 Jak. 12084 Telp. 5255733 Pes. 600 - Fax. (021) 5253913

KEPUTUSAN DIREKTURJENDERALPEMBINAAN HUBUNGA.~


INDUSTRIALDAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

NO. : KEP.311IBW/2002

TENTANG

SERTIFIKASI KOMPETENSI KESELAMATAN DAN KESEHATAN


KERJA TEKNISI LISTRIK

DIREKTURJENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL


DAN PENGAWASANKETENAGAKERJAAN

Menimbang a. bahwa listrik mengandung potensi bahaya yang dapat mengancam


keselamatan tenaga kerja atau orang lain yang berada di dalam
lingkungan tempat kerja, dan mengancam keamanan bangunan
beserta isinya;

b. bahwa untuk menjamin keamanan dan keselamatan terhadap


instalasi listrik, harns direncanakan, dipasang, diperiksa dan diuji
oleh orang yang berkompeten dan memiliki ijin kerja sebagaimana
dimaksud dalam Standar Nasional Indonesia SNI 04-0225 Tabun
2000 tentang Persyaratan Umum Instalasi Listrik Tabun 2000
(PUlL 2000);

c. babwa untuk itu perlu dikeluarkan ketentuan dan persyaratan


kompetensi keselamatan dan kesehatan kerja bagi teknis listrik
yang ditetapkan dengan Surat Keputusan.

Mengingat 1. Undang-undang No. 1 Taboo 1970 tentang Keselatnatan Kerja;

2. Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Permerintahan


Daerah;

1579
3. Peraturan Pemerintah No. 25 rahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom;

4. Keputusan Presiden RI No. : 228 tahun 2001 tentang Pembentukan


Kabinet Gotong Royong;

5. Peraturan Menten Tenaga Kerja No. Per. 04/Men.1995 tentang


Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja;

6. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. No. Kep-


23MenJ2001, tentang Organisasi dan Tata kerja Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi;

7. Keputusan Menten Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. No. Kep-


75/Men/2002 tentang Berlakunya Standar Nasionallndonesia SNI
04-0225-2000 mengenai Persyaratan Dmwn Instalasi Listrik 2000
(PUlL 2000) di tempat kerja.

Menetapkan

PERTAMA Setiap teknisi yang diserahi tugas dan tanggungjawab dalam pekerjaan
pemasangan, pengoperasian, pemeliharaan, pemeriksaan, pengujian
dan perbaikan instalasi listrik barns memenuhi syarat kompetensi
keselamatan dan kesehatan kerja listrik yang dibuktikan dengan
sertifikat dan lisensi keselamatan dan kesehatan kerja listrik.

KEDUA a. Untuk mendapatkan sertifikat dan lisensi sebagaimana dimaksud


pada amar pertama, teknisi listrik wajib meogikuti pembinaan
keselamatan dan kesehatan kerja listrik dan dinyatakan lulus;

b. Mata pelajaran dan syarat-syarat peserta pembinaan keselamatan


dan kesehatan kerja listrik seperti tercantum dalam lampiran
keputusan ini.

KETIGA Penyelenggaraan pembinaan keselamatan dan kesebatan kerja listrik


sebagaimana dimaksud amar kedua dapat dilaksanakan oleh
perusahaanjasa keselamatan dan kesehatan kerja (pJK3) sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Menten Tenaga Kerja No. Per. 04/MenJ
1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan K.esebatan Kerja.

1580
KEEMPAT Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan
apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan, akan diperbaiki
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Jakarta
Tanggal 6 September 2002

DIREKTURJENDERAL
PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
DAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

ttd.

MUZNITAMBUSAI
NIP. 140058574

1581
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN
INDUSTRIALDAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
TENTANG SERTIFIKASI KOMPETENSI KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJATEKNISI LISTRIK
No. KEP-31 1BW/2002
TANGGAL : 6 September 2002

KOMPETENSI, KURIKULUM DAN SYARATPESERTA


BIMBINGAN TEKNIK SERTIFIKASI K3 TEKNISI LISTRIK

A. KOMPETENSI

1. Umum
Dapat melakukan pekerjaan pemasangan, pengoperasian dan pemeliharaan
instalasi listrik secara benar dan aman bagi dirinya, orang lain, peralatan dan
aman dalam pengoperasiannya.

2. Akademik
Memahami secara baik tentang :
a. Potensi bahaya listrik
b. Cara pencegahan bahaya listrik
c. Prosedur kerja selamat
d. Membaca gambar
e. Memeriksa dan menguji instalasi listrik
f. Dasar-dasar teknik kelistrikan
g. Peraturan dan standar kelistrikan

3. Keterampilan teknik
Dapat melakukan pekerjaan dengan benar antara lain:
a. Melaksanakan pekerjaan pemasangan instalasi listrik
b. Melaksanakan pekerjaan perawatan instalasi listrik
c. Mempergunakan alat ukur listrik
d. Mengoperasikan instalasi listrik
e. Mengidentiflkasi dan mendeteksi bahaya listrik
f. Melakukan tindakan pertolongan pertama kecelakaan listrik

1582
B. MATAPELAJARAN
1. Peraturan penmdangan keselamatan dan
Kesehatan kerja listrik (Modul I) 2 jam
2. Dasar-dasar keselamatana dan kesehatan
kerja listrik (Modul 2) 3 jam
3. Dasar-dasar teknik instalasi listrik (Modul 3) 3 jam
4. Identifikasi bahaya listrik (MOOul 4) 2 jam
5. Sistem pengamanan (Modul 5) 5 jam
6. Persyaratan instalasi listrik ruang khusus (Modul 6) 3 jam
7. Sistem proteksi bahaya petir (Modu17) 2jam
8. Klasiftkasi pembebanan (Modul 8) 3 jam
9. Pengukuran listrik (Teori dan Praktek) (Modul 9) 10 jam
10. Pertolongan PertaIna KeceJakaan Listrik (Modul 10) 2 jam
11. Evaluasi 3 jaln

Jumlah jam pelajaran (minimal) 40 Jam

c. PERSYARATAN PESERTA
I. Sehat jasmani dan rohani
2. Berpendidikan serendah-rendahnya STM atan sederajat.
3. Pengalaman kerja sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebagai teknisi listrik.

Ditetapkan di Jakarta
Tanggal 6 September 2002

DIREKTURJENDERAL
PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
DANPENGAWASANKETENAGAKERJAAN

ttd.

MUZNITAMBUSAI
NIP. 140058574

1583
1584
DEPARTEMENTENAGAKERJADANTRANSMIGRASIR.I
DIREKTORATJENDERALPEMBINAANPENGAWASANKETENAGAKERJAAN
J1. Jend. Oatot Subroto Kav. 51 - JAKARTA
Kotak Pos 4872 Jak. 12048 Telp. 5255733 Pes. 600 - Fax (021) 5253913

SURATKEPUTUSAN
DIREKTURJENDERALPEMBINAAN PENGAWASAN
KETENAGAKERJAAN

NO. KEP. 20IPPKNl/200S


TENTANG
PETUNJUKTEKNISPELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN
PENANGGULANGANHIV/AlDSDlTEMPATKERJA

DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

MenJmbang bahwa sesuai pasal 7 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan


Transmigrasi R.I. No. 68IMenlIV/2003 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja perlu ditetapkan
Petunjuk Teknis Pelaksanaannya dengan Keputusan Direktur
Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan;

Mengingat 1. Undang-undang No. 3 tahun 1951 tentang Pemberlakuan


Undang-undang Tahun 1947 tentang Pengawasan Perburuhan
2. Undang-undang No.1 tahoo 1970 tentang Keselamatan Kerja;
3. Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
4. Keputusan Presiden No. 36 tahun 1994 tentang Komisi
Penanggulangan AIDS di Indonesia
5. Keputusan Menten Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
RJ No. 8/KEPlMenko/KesraIVII1994 tentang Susunan Tugas
dan Fungsi Keanggotaan Komisi Penanggulangan AIDS di
Indonesia.

1585
Memperhatikan ). Strategi Nasional Penanggulangan AIDS Tahun 2003 2008
yang ditetapkan oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional.
2. Kesepakatan Tripartit Nasional Tentang Komitmen
Penanggulangan HIV/AIDS di Dunia Ketja Tahun 2003.

MEMUTUSKAN

Menetapkan

PERTAMA Petunjuk tehnis pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan HIV/


AIDS di tempat kerja sebagaimana dimaksud pada lampiran surat
keputusan ini;

KEDUA Petunjuk tehnis sebagaimana dimaksud pada amar pertama digunakan


oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan untuk melaksanakan
pembinaan dan pengawasan pelaksanaan program pencegahan dan
penanggulangan HIVI AIDS di tempat kerja;

KETIGA Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud


pada amar kedua berkoordinasi dengan instansi terkait bail<: pada tingkat
pusat, propinsi maupun kabupaten/kota;

KEEMPAT Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

DlTETAPKAN DI JAKARTA
PADATANGGAL 16 Juni 2005

DIREKTURJENDERAL
PEMBINA AN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

ttd.

MSM. Simanihuruk, SH, MM


NIP. 130353033

1586
LAMPIRAN Surat Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan
Pengawasan Ketenagakerjaan.
Nomor : Kep.20IDJPPKlVII2005
Tanggal : 16 Juni 2005

PETUNJUKTEKNISPELAKSANAAN
PENCEGAHANDANPENANGGULANGANIDV/AIDSDlTEMPATKERJA

I. PENDABULUAN
Menyadari bahwa HIV/AIDS saat ini di Indonesia bukan hanya menjadi masalah
kesehatan akan tetapi juga menjadi masalah dunia kerja yang berdampak pada
produktivitas dan profitabilitas perusahaan. Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi telah mengeluarkan Keputusan Menteri No. 68/Men/IV/2004 tentang
Pencegahan dan Penanggulangan HIVIAIDS di Tempat Kerja.
Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tersebut mewajibkan
pengurus/pengusaha melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan HIVI AIDS
di tempat kerja melalui:
1. pengembangan kebijakan tentang upaya pencegahan dan penanggulangan HIVI
AIDS di tempat kerja yang dapat dituangkan dalam Peraturan Perusahaan (PP)
atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
2. pengkomunikasian kebijakan dengan cara menyebarluaskan informasi dan
penyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.
3. pemberian perlindungan kepada pekerjalburuh dengan HIV/AIDS dari tindak
dan perlakuan. diskriminatif.
4. penerapan prosedur keselamatan dan kesehatan kerja khusus untuk pencegahan
dan penanggulangan HIVIAIDS sesuai dengan peraturan perundang-undangan
dan standar yang berlaku.
Merujuk pada Pasal 7 ayat (I) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No. Kep. 68/Men/IV12004 diperlukan petunjuk teknis pelaksanaan yang akan diatur
lebih lanjut melalui Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan
Ketenagakerjaan tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pencegahan dan
Penanggulangan HIVIAIDS di Tempat Kerja.

II. roJUAN
Sebagai pedoman bagi pengusaha dan pekerjalburuh dalam pelaksanaan pencegahan
dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja melalui program keselamatan dan
kesehatan kerja.

1587
III. LINGKUPPETUNJUKTEKNIS PELAKSANAAN
Petunjuk teknis pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat
kerja meliputi:
A. Kebijakan
B. Pendidikan
C. Perlindungan hak pekerja/buruh yang berkaitan dengan mvIAIDS
D. Prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja khusus.
E. Program pengendalian.

IV. PENJABARAN PETUNJUKTEHNlS PELAKSANAAN

A. KEBIJAKAN PENCEGAHANDAN PENANGGULANGAN IDV/AIDS

1. Bentuk Kebijakan
Kebijakan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja
dapat diintegrasikan ke dalam kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
atau seeara tersendiri.

2. lsi Kebijakan
a. Pemyataan komitmen pengusahalpengurus untuk mendidik pekerjal
bumb tentang HN/AIDS
b. Mengembangkan strategi dan promosi program pencegahan HIV/
AIDS untuk diselenggarakan di tempat kerja
c. Memberikan pendidikan kepada pekerjalburuh uDtuk meningkatkan
pemahaman akan HNIAIDS, termasuk cara pencegahan.
d. Memberikan informasi kepada para pekerja/burub mengenai di mana
pekerja/buruh dapat memperoleh pelayanan testing, konseling dan
pelayanan yang dibutuhkan
e. Dilarang mewajibkan test HIV sebagai bagian dari skrining untuk
rekruitmen. promosi, kesempatan untuk mendapatkan pendidikan
dan kelangsungan status kerja.
f. Melarang segala bentuk stigmatisasi dan diskriminasi terhadap
pekerja/buruh dengan HIV/AIDS
g. Menjaga kerahasiaan identitas pekerja/burnh dengan HIV/AIDS

1588
3. Penerapan Kebijakan Program mY/AIDS di Tempat Kerja
a. Membuat kebijakan tertulis untuk menerapkan program pencegahan
dan penangulanggan HlVI AIDS di tempat kerja
b. Mengkomunikasikan kebijakan kepada seluruh pekerjalburuh
c. Menyusun rencana pelaksanaan pendidikan pencegahan HIV/AIDS
di tempat kerja melalui program Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja atau Pelayanan Kesehatan Kerja yang sudah ada.
d. Melaksanakan program pencegahan dan penanggulangan HIVIAIDS
di tempat kerja.
e. Mengevaluasi kebijakan dan pelaksanaan program pencegahan dan
penanggulangan HIVIAIDS di tempat kerja.

4. Contoh Kebijakan Pencegahan Dan Penanggulangan HIVI AIDS


a. Judul Kebijakan :
- Kebijakan Pencegahan dan PenangguIangan HIVI AIDS
di Tempat Kerja .PT. XXX -

b. Isikebijakan:
1). Menyediakan program pendidikan HIV/AIDS bagi semua
pekerjalburuh melalui Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
2). Tidak mewajibkan tes HIV/AIDS bagi calon pekerjalburuh
sebagai prasyarat penerimaan pekerjalburuh, promosi dan
kelanjutan status kerja.
3). Perusahaan akan mernperlakukan sarna dan tidak akan
membedakan pekerjalburuh dengan HIV/AIDS dalam hal
mendapatkan kesempatan kerja, hak untuk mendapatkan
promosi, hak untuk mendapatkanpelatihan ataupun kondisi
dan perlakuan khusus lainnya.
4). Perusahaan akan mengijinkan pekeljalburuh dengan HIVI AIDS
untuk terns bekerja selama pekerjalburuh tersebut secara medis
mampu memenuhi standar kerja yang ditentukan (tennasuk
kondisi dan kehadiran pekerjalburuh tersebut di tempat kerja
dan tidak mempengaruhi prestasi kerjanya serta prestasi rekan
kerja lainnya).
5). Perusahaan akan merahasiakan semua infonnasi medis, catatan
kesehatan atan infonnasi lain yang terkait.

1589
6). Pekerja/buruh dengan HIV/AIDS tidak diharuskan
menginformasikan status HIV/AIDS -nya kepada perusahaan,
kecuali atas keinginan sendiri.
c. Ditanda tangani oleh pengusahalpengurus.

B. PENDIDIKAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS BAG)


PEKERJAlBURUHDlTEMPATKERJA

1. Strategi Pendidikan
a. Menyusun program pendidikan HIV/AIDS
b. Melaksanakan pendidikan pekerjalburuh secara berkesinambungan;
c. Memanfaatkan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesebatan Kerja dan
atau Pelayanan Kesehatan Kerja dalam pelaksanaan program pendidikan
pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja

2. Cakupan Pendidikan
a. Penjelasan tentang HIV/AIDS, cara penularan dan cara pencegahannya.
b. Penjelasan tentang Infeksi Menular Seksual (IMS) sebagai salah satu faktor
risiko terinfeksi HIV/AIDS.
c. Pemberian informasi tentang layanan pengobatan IMS, testing dan
konseling sukarela HIV/AIDS melalui Dinas Kesehatan dan pengobatan
HIVIAIDS melalui rujukan nunah sakit setempat
d. Penjelasan peraturan perundang-undangan berkaitan dengan program HIVI
AIDS di tempat kerja dan kaidah ILO tentang HIV/AIDS di dunia kerja.
e. Metode pendidikan yang digunakan bersifat interaktifdan partisipatif.

3. Pelaksanaan Pendidikan
a. Pengusahalpengurus dapat membentuk subkomite dalam kepengurusan
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau Pelayanan
Kesehatan KeIja yang ada eli pemsahaan untuk bertanggungjawab terhadap
pelaksanaan pendidikan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di
tempat kerja bagi pekerjalburuh.
b. Pengusaha/pengurus mempersiapkan dan membekali anggota Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesebatan Kerja dan atau personil Pelayanan
Kesehatan Kerja serta pekerjalburuh yang dipilih sebagai penyuluh sesuai
dengan pendidikan yang dibutuhkan.

1590
c. Anggota Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan atau
personil Pelayanan Kesehatan Kerja serta pekeIjalburuh yang dipilih dan
sudah mendapatkan pendidikan wajib menyelenggarakan pendidikan bagi
seluruh pekerjalburuh.
d. Pekerjalburoh yang dipilih dan sudah mendapatkan pendidikan ditugaskan
untuk menyebarluaskan informasi, mempengarohi dan memantau perilaku
pekerja/buroh yang beresiko terhadap penularan HIV/AIDS.

4. Peserta, Materi, Metode dan Kualifikasi Instruktur Pendidikan Pencegahan


dan Penauaulaugao HIV/AIDS di Tempat Kerja

a. Peserta:
1) Manajer
2) Supervisor
3) Penguros dan Anggota P2K3
4) Dokter perusahaan
5) Paramedis Perusahaan
6) Penguros dan anggota Serikat PekerjaIBuruh

b. Materi :
Materi yang dipersyaratkan minimal:
1). Materi pendidikan bagi Manajer, Supervisor, Pengums danAnggota P2K3,
Paramedis, Dokter Perusahaan, Pengurus Serikat Pekerja/Buruh adalah
sebagai berikut :

No. Materi Jam Pelajara


(@ 45 Menit)
1. Pengetabuao dasar HIVIAIDS dan dampaknya terbadap 2
dunia kerja.
2. Peraturan perundangan keselamatan dan kesehatan kerja 1
dan kebijakan pemerintah dalam pencegahan dan
penanggulangan HIVI AIDS di tempat kerja
3. HIVIAIDS dan hak azasi manusia (HAM) 1
4. Peran pengusaha dalam pencegahan dan penangguJangan 1
HIVIAIDS di tempat kerja

1591
5. Peran serikat pekerjalburuh dan pekerja/buruh dalam 2
pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat
kerja

6. Dimensi jender di tempat kerja daJam kaitannya dengan 1


HIV/AIDS

7. Program - program pencegahan HIV/AIDS di tempat kerja 2

8. Prosedur keselamatan dan kesehatan kerja dalam


pencegahan dan penanggulangan "IV/AIDS di tempat 2
kerja

9. Testing dan konseling sukarela (Voluntary Counselling 3


and Testing)

10. Diskusi kelompok 2


11. Evaluasi 1

Jumlah 18

2). Materi pendidikan bagi Pekerja/Buruh adalah sebagai berikut:


No. Materi Jam Pelajaran
45 Menit)

1. Infonnasi <lasar penularan dan pencegahan HIVIAIDS. 2


2. Penjelasan pelayanan tes dan konseling sukarela (VeT), 1
pengobatan HIVIAIDS serta sistem rujukan

3. Kebijakan perusahaan, peran dan tanggung jawab pekerjal 1


buruh dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS
di tempat kerja
4. Prosedur keselamatan dan kesebatan kerja dalam 1
pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat
kerja

Jumlah 6

Materi pendidikan dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan tempat


kerja.

c. Metode:
1). Ceramah
2). Diskusi
3). Simulasi
4). Studi kasus

1592
d. Kualifikasi Instruktur :
Sudah mengikuti pendidikan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di
tempat keIja.

c. PERLINDUNGANHAKPEKERJAlBURUHBERKAITANDENGANIDV/AIDS

1. Perjanjlao Kerja Bersama


a. Dalam menyusun dan menetapkan kebijakan tentang pencegahan dan
penanggulangan HIVIAIDS di tempat kerja, pengusahaJpengurus harns
berkonsultasi dengan wakil pekerjalburuh dan atau serikat pekerjalburuh.
b. Wakil pekerjalburuh dan atau serikat pekerjalburuh dengan pengusaha/
penguros bersama-sama memasukkan prinsip-prinsip tentang perlindungan
dan pencegahan HIV/AIDS dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian
Kerja Bersama.
2. Konseling dan Testing Sukarela (Voluntary Counselling and Testing)
a. Pengusaha/pengurus dilarang melakukan tes HIV untuk digunakan sebagai
prasyarat suatu proses rekrutment atau kelanjutan status pekerjalbwuh
atau kewajiban pemeriksaan kesehatan tenaga kerja serta untuk tujuan
asuransi.
b. Tes HIV hanya dapat dilakukan terhadap pekerja/buruh atas dasar
kesukarelaan dengan persetujuan tertulis dari pekerja/buruh yang
bersangkutan, dengan ketentuan bukan untuk digunakan sebagaimana
dimaksud dalam butir. a.
c. Testing dapat dilakukan bagi pekerja yang akan dipekerjakan pada
lingkungan kerja yang mungkin menimbulkan pajanan terhadap HIV seperti;
laboratorium, fasilitas kesehatan dan terhadap pasien yang akan dilakukan
tindakan medis oleh tenaga medis dan yang dicurigai ada indikasi terinfeksi
HIV
d. Testing dapat dilakukan untuk tujuan survei pemantauan epidemiologi
dengan memenuhi berbagai syarat yaitu anonim, mematuhi prinsip-prinsip
etika riset, ilmiah serta profesi, dan tetap melindungi kerahasiaan dan hak-
hak seseorang.
e. Dalam hal tes sebagaimana dimaksud butir a. b. dan c. diatas dilaksanakan,
maka pekerja harns diberikan :
1) Pra konseling (konseling sebelum test dilakukan)
2) Persetujuan seeara tertulis (informed consent)
3) Pemberitahuan hasil tes langsung kepada si pekerja

1593
4) Pasca konseling (konseling setelah hasil test diberikan kepada yang
bersangkutan)
f. Bantuan konseling dapat diberikan oleh pelayanan kesehatan kerja yang
ada di perusahaan dan atau pelayanan kesehatan lainnya.
g. Tes HIV hanya boteh dilakukan oleh dokter yang mempunyai keahlian
khusus sesuai peraturan perundang-undangan dan standar yang berlaku.

3. Diskriminasi dan Stigmatisasi


a. Pengusaha/pengurus dan pekerjalburuh tidak dibolehkan melakukan tindak
dan sikap diskriminasi terhadap pekerja/buruh dengan HIVIAIDS.
b. PengusahaJpengurus dan pekerja/buruh harns melakukan upaya-upaya
untuk meniadakan stigma terhadap pekerja/buruh dengan mY/AIDS.
c. Pengusaba/pengurus dan pekerja/burub barns menghonnati hak azasi dan
menjaga martabat pekerja/bumh dengan HIV/AIDS.
d. Pengusahalpengurus dapat memberikan tindakan disiplin bagi pengusahal
pengurus lain dan pekerja/buruh yang mendiskriminasikan dan menstigma
pekerja/buruh dengan HIVIAIDS atau diduga sebagai pekerja/bumh dengan
mY/AIDS.
e. Pekerja/buruh dengan HIV/AIDS berhak untuk terus bekeIja selama mereka
mampu bekerja dan tidak menimbulkan bahaya terhadap diri sendiri,
pekerja/buruh lainnya dan orang lain di tempat kerja.
f. Pekerjalburuh dengan HIV/AIDS hendaknya bertindak secara bertanggung
jawab dengan mengambil langkah-langkah sewajamya untuk mencegah
penularan HIV kepada rekan sekerjanya.
g. Pekerja/buruh dengan HIV/AIDS hendaknya didorong untuk
menginformasikan kepada pengusaha/pengurus terhadap status HIV
mereka jika pekerjaan yang akan dilakukan menimbulkan potensi resiko
terhadap penularan HIV.

4. Pelayanan Kesehatan Kerja Bagi PekerjaIBurub Dengan HIV/AIDS.


a. Pekerja/buruh dengan HIV/AIDS berhak mendapatkan pelayanan kesehatan
kerja sarna dengan pekerja/buruh lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dengan ketentuan :
1) Pekerja/buruh yang telah tertular HIV tetapi belum masuk pada sta-
dium AIDS yang' mempunyai gejala penyakit urnum berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan baik di sarana kesehatan
perusahaan maupun jaminan pemeliharaan kesehatan teBaga kerja
Jamsostek.

1594
2) PekeIjalburuh dengan HIV/AIDS yang dikategorikan sebagai penyakit
akibat kerja berhak mendapatkan jaminan kecelakaan kerja sesuai
peraturan penmdang-undangan yang berlaku.
3) Pekerjalbumh yang telah tertular HIV pada stadium AIDS dan bukan
termasuk kategori penyakit akibat kerja, tidak berhak mendapatkan
jaminan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja Inaupun janlinan
kecelakaan kerja sesuai peraturan penmdang-undangan yang berlaku..
4) Pelayanan kesehatan kerja terhadap pekerjalburuh dengan HIVIAIDS
tidak wajib menyediakan obat-obatan anti virus HIV

b. Penetapan stadium HIV/AIDS dilakukan oleh dokter yang mempunyai


keahlian khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan stan-
dard yang herlaku.

D. PROSEDUR K3 KHUSUSUNTUKPENCEGAHANDAN PENANGGULANGAN


HIV/AIDS

1. Langkah-Iangkah Pencegahan Dan Pengendalian

a. Pengusahalpengurus berkewajiban untuk memastikan keselamatan dan


kesehatan lingkungan kerja, termasuk penerapan persyaratan dan
ketentuan-ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja seperti ketentuan
penyediaan dan penggunaan alat pelindung diri dan perlengkapan pelindung
lainnya serta dan pertolongan pertama pada kecelakaan.

b. Pengusaha/pengurus hams menunjukkan pekerjaan-pekeIjaan atau aktifitas


kerja di tempat kerjanya yang menempatkan pekerjalburuh pada tempat
kerja yang berisiko terhadap penularan HIV Jika terdapat risiko penularan
HIV, pengusahlpengurus hams menetapkan program-program untuk
pencegahan dan penanggulangan dalam mengurangi risiko penularan.
Program-program tersebut bersifat selektifdari beberapa metode sebagai
herikut:
1) Meniadakan pekerjaan-pekeIjaan yang dapat menimbulkan risiko
penularan
2) Mengurangi risiko dengan mengganti, desain ulang proses atau
memperbaiki metode kerja misalnya; sistem intravena bebas jarum.
3) Pemisahan proses untuk mengurangi jumlah pekerjalburuh yang
tertular, contohnya; penanganan darah, sistem pembuangan limbah
klinik.

1595
4) Penerapan eara-eara kerja yang aman
5) Pendidikan, pelatihan dan penyebarluasan infonnasi kepada pekerja/
buruh.
6) Ketatarumahtanggaan tempat kerja yang baik (good housekeeping).
7) Manajemen pembuangan limbah
8) Alat pelindungan diri.

e. Setiap pekerjalburub bams mematubi semua instruksi dan prosedur


peneegahan dan penanggulangan HIV/AIDS yang ditetapkan oleh
pengusahalpengurus tennasuk pemakaian dan penggunaan APD untuk
tujuan pencegahan penularan HIV.
d. Pada pekeIjaan atau aktivitas kerja dimana terdapat risiko penularan HIV/
AIDS, pengusahalpengurus harns menyelenggarakan program pendidikan
dan pelatihan yang bersifat khusus disamping menyediakan perlengkapan
yang diperlukan untuk menerapkan prosedur penanggulangan penularan
dan menjamin penerapannya. Secara lebih rinei pengendalian tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :

1) Identifikasi bahaya
a) Tujuan adalah untuk mengenal dan menentukan semua aktivitas
kerja dan tugas pekerja/buruh di tempat kerja yang
kemungkinan OOpat tertular HIV/AIDS.
b) Identifikasi bahaya dapat dilakukan melalui :
i. konsultasi dengan pekerjalburoh
ll. pengamatan secara langsung di tempat kerja
ill. Analisa laporan pemajanan
c) Proses identiftkasi bahaya merupakan upaya pengenalan dan
penyusunan prioritas terhadap kegiatan kerja dan tugas yang
memerlukan tindakan untuk mengurangi risikopenularan. Jika
terdapat risiko terhadap keselamatan dan kesebatan pekerjal
buruh teridentifikasi, selanjutnya dilakukan penilaian risiko.

2) Penilaian risiko
a) Tujuannya adalah untuk mengevaluasi risiko keselamatan dan
kesehatan pekerjalburuh sebagai akibat dari pemajanan darah
di tempat kerja danuntuk menentukan kebutuhan pengukuran
untuk meminimalkan risiko penularan.

1596
b) Penilaian resiko hams meliputi pertimbangan sebagai berikut:
i. Somber risiko dimana hams mempertimbangkan cara-
cara penularan HIVI AIDS yang terdapat di tempat kerja
ii Frekwensi pajanan terhadap darah
iii. Bagaimana pekerjalburuh dapat terpajan
iv. Risiko pajanan terkait dengan tata letak dan kegiatan kerja
v. Potensi efek kesehatan dari tiap risiko
vi, Penilaian terhadap pengetahuan dan pelatihan untuk
pekerja Iburuh tentang HIV/AIDS
vii. Pemeriksaan kesehatan
viii. Kecukupan dan keperluan persyaratan pengendalian.
ix. Penilaian kesesuaian terhadap togas yang akan dilakukan,
apakah penggunaan peralatan dapat menyebabkan
pemajanan darah. Penilaian diperlukan untuk persyaratan
pengendalian.
3) Pengendalian risiko
a) Tujuan pengendalian risiko adalah untuk mencegah penularan
HIV/AIDS di tempat kerja.
b) Pengendalian risiko dapat dicapai dengan hirarki pengendalian
risiko yang meliputi beberapa hal sebagai berikut :
i. Eliminasi
Pelaksanan kegiatan yang berpotensi menyebabkan
pajanan terhadap risiko penularan terhadap HIV/AIDS
yang telah dilakukan penilaian hams dihilangkan, misalnya
larangan penggunaan jarum suntik bekas.
ii. Substitusi
Dalam kondisi dimana eliminasi tidak dapat dilaksanakan,
maka pengurus/pengusaha hendaklah menggantikan
pelaksanaan kerja dengan yang berisiko lebih rendah
terhadap penularan HNIAIDS, misalnya pemberian obat-
obatan melalui suntik diganti dengan obat-obatan yang
diminum.
iii. Pengendalian teknis (engineering control)
Pengendalian teknis dapat berupa isolasi proses, proses
tertutup, penggunaan peralatan mekanis atau otomatisasi
serta modifikasi alat kerja dan perlengkapan kerja.

1597
iv. Penerapan cara-cara kerja yang aman
Pengusahalpengurus harus menjamin penerapan cara-
cara kerja yang aman di tempat kerja uotuk
meminimumkan pajanan terbadap darah,
misalnya higiene perorangan, tindakan steril (universal
precaution) dan program pengendalian infetsi. Jika
kecelakaan terjadi di tempat kerja penguruslpengusaha
hams menetapkan prosedur Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan Kerja (P3K).
v. Pendidikan, pelatihan dan penyebarluasan informasi
kepada pekerjalburuh.
VI. Alat Pelindung Diri
Alat Pelindung Diri yang sesuai wajib disediakan untuk:
melindungi pekerja/buroh dari pajanan HIVI AIDS pada
pekerjaan yang berisiko terpajan HlV/AID, misalnya
pekerjaan yang berhubungan dengan darah atau pada
pemberian Pertolongan Pertalna Pada Kecelakaan (P3K).
4) Monitoring dan evaluasi
b) Pengusaha secara reguler harus melakukan monitoring dan
evaluasi terhadap upaya pengendalian yang telah dilakukan dan
mengambil tindakan penyempurnaan apabila diperl
c) Oalam melakukan monitoring dan evaluasi perlu
dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
i. Efektivitas kebijakan dan prosedur eli tempat kerja.
ii. Tingkat pemenuhan persyaratan dan ketentuan-ketentuan
yang berlaku.
iii. Efektivitas program penyebarluasan informasi dan pro-
gram pendidikan.
iv. Sebab-sebab pemajanan terhadap risiko mV/AlDS.
v. Evaluasi terhadap kasus kejadian yang berpotensi
penularan HN/AIDS.
vi. Efektivitas penanganan tindak lanjut setelah pemajanan.
d) Hams ada seorang/sekelompok orang ditempat kerja yang
ditunjuk. untuk melakukan monitoring dan evaluasi.
e) ldentitas orang atau kelompok orang yang ditunjuk: hams
diberitahukan kepada semua pekerja/buruh.

1598
2. Pengawasan Terhadap Infeksi di Tempat Kerja

a. Kewaspadaan Universal Terhadap Darah dan Cairan Tubuh.

Ke\vaspadaan Universal terhadap darah atau cairan tubuh dikenal


juga sebagai Kewaspadaan Universal atau Kewaspadaan Baku. Pendekatan
ini muncul sebagai reaksi terhadap rnerebaknya wabab HIVIAIDS dan
kesadaran akan pentingnya strategi barn untuk melindungi pegawai rumah
sakit dan berbagai infeksi melalui darah. Untuk pertama kalinya, pendekatan
ini menekankan penerapan kewaspadaan terhadap darah dan cairan tubuh
dan dilaksanakan secara universal terhadap semua orang tanpa memandang
status infeksL

Kewaspadaan Universal merupakan praktek pengawasa baku dan


sederhana terhadap infeksi yang diterapkan dalam perawatan semua pasien,
setiap saat, untuk mengurangi risiko terhadap berbagai penyakit yang
dibawa atau berkaitan dengan darah. Kewaspadaan ini mencakup:
I) Penanganan hati-bati terhadap pengumpulan dan pembuangan
berbagai benda tajarn Garum suntik atau benda tajam lainnya), sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku.
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah setiap prosedur kegiatan di air
mengalir dengan memakai detergen atau sabun atau alkohol 70%.
3) Penggunaan berbagai pelindung seperti sarong tangan, jubah, masker,
setiap kali kontak langsung dengan darah atau berbagai cairan tubuh.
4) Membuang sisa darah atau sisa cairan tubuh yang tercemar secara
aman.
5) Semua peralatan yang tercemar dilakukan sterilisasi dengan
menggunakan disinfektan yang tepat secara khusus.
6) Kain-kain kotor dilakukan pencucian dengan detergen dan baban
disinfektan dengan temperatur 800C.

b. Penularan mY/AIDS Pada Pekerjalburuh.

1) Risiko penularan
Seluruh penularan melibatkan darah, cairan tubuh yang disertai darah,
dan didapatkan kasus penularan melalui kultur virus (pada 3 petugas
lab.). Pajanan dapat melalui perkutaneus (terbanyak), mucocutaneus,
dan bisa keduanya.

1599
Risiko penularan dipengamhi oleh :
i. Dalamnya luka
ii. Darah terlihat pada jarum
iii. Penempatan jarum pada venaJarteri pasien
iv. Sumber pajanan terinfeksi HIV fase lanjut (berhubungan dengan
tingginya kadar virus pada sumber tersebut)

2) Profilaksis HIV Pasea PajananlPostexposure Proph.vlaxis (PEP)


Profilaksis Pasea Pajanan Untuk Luka Perkutaneus
Status Sumber Pajanan

Pajanan SumberHIV+ SumberHIV + Status HIV Tidak


dan Risiko dan Risiko Diketahui
Rendah* Tinggi*

Ringan jarum kecil, Biasanya tidak diobati;


superfisial 2 obat PEP 3 obat PEP pertimbangkan 2 obat
PEP
Berat : jarum berukuran
besar1 luka dalam, darah Biasanya tidak diobati;
terlihat pada jarum, jarum 3 obat PEP 3 obat PEP pertimbangkan 2 obat
dipakai pada uteri/vena PEP
pasien

Profilaksis Pasca Pajanan Untuk Pajanan Melalui Membran Mukosa Dan


Kuht Yang Tidak Dtuh (Dermatitis, Abrasi, Luka)
Status Sumber Pajanan
Pajanan SumberHIV+ SumberHIV + Status HIV Tidak
dan Risiko dan Risiko Diketahui
Rendah* Tinggi*
Biasanya tidak diobati;
Volume keeil (tetesan) 2 obat PEP 3 obat PEP pertimbangkan 2 obat
PEP
Volume besar (percikan 3 obat PEP 3 obat PEp· Biasanya tidak diobati;
darah dalam jumlah pertimbangkan 2 obat
banyak) PEP

Keterangan * :
Risiko rendah : HIV asimtomatik atau kadar virus < 1.500/ml
Risiko tinggi : HIV/AIDS simtomatik, serokonversi akut, dan atau kadar
virus tinggi.

1600
Bita sumber/pasien tidak diketahui status HIV-nya dapat dilakukan tes
cepat yang dalam waktu <ljam dapat diketahui hasilnya. Tes ini dapat
dipercaya hasilnya dan sangat efektifuntuk mencegah penggunaan obat
profilaksis yang tidak diperlukan.

3) Monitoring Dan Konseling


Tes serologi HIV harns dilakukan pada saat kejadian, dan diulang pada
minggu ke-6, 3 bulan, dan 6 bulan. Hal ini penting karena dan penelitian
didapatkan ada sebagian pekerja yang bam terdeteksi positif setelah 6
bulan pasea pajanan. Tes ini hams diulang pada bulan 12 untuk pekerja
yang menderita hepatitis C karena dapat memperlambat pembentukan
serokonversi HIV. Peketja positifHNbiasanya akan mengalami syndrome
simtomatik akut mv dalam 2 - 6 minggu pasea pajanan.
Pekerja hams mendapatkan konseling untuk melakukan hubungan sex
dengan aman atau tidak melakukan hubungan sex sampai hasil tes serologi
negative setelah 6 bulan pasea pajanan. Risiko terbesar adalah pada 6
sampai 12 minggu pertama.
Pemberian PEP hams dimulai secepat mungkin, bila dapat dalam 1 2
jam pajanan sampai 36 jam pasea pajanan.
Pekerjalbumh bidang kesehatan dengan HIV positifberdasarkan United
State Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) dapat tetap
menangani pasien dengan prosedur operasi selama :
i. pasien mengetahui status HIV pekerja tersebut
n. ada persetujuan tindak medis tertulis dari pasien

3. Program Gawat Darurat dan PertoloDgan Pertama


8. Seorang pengusahalpenguros, berkonsultansi dengan tenaga medis yang
profesional yang ahli dalam HIV/AIDS, hendaknya mengembangkan pro-
gram untuk menangani pekerjalburuh yang kemungkinan terpajan oleh
darah atau cairan tubuh yang lain selama bekerja. Program ini meliputi
prosedur untuk :
1) Melaporkan kepada orang yang diberi tanggungjawab untuk
melaksanakan investigasi dan orang yang diberi tanggungjawab untuk
menyimpan data kecelakaan yang disebabkan karena terpajan oleh
darah atau cairan tubuh.

1601
2) Segera memjuk kepada dokter bagi pekerja/buruh yang terpajan HIV
supaya dapat dilakukan penilaian terhadap risiko penularan dan
membahas pilihan untuk. melakukan konseling dan testing sukarela
serta pengobatan.
b. Pengusahalpengurus hendaklah menjamin prosedur Gawat Darurat dan
Pertolongan Pertama serta memasukkan persyaratan pencegahan untuk.
menghindarkan risiko penularan HIV dalam menangani korban kecelakaan
di tempat kerja yang menimbulkan perdarahan dan atau memerlukan cardio
pulmonary resuscitation (CPR).

DITETAPKAN DI JAKARTA
PADATANGGAL 16 Juni 2005

DIREKTURJENDERAL
PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

ttd.

MSM. Simaniburuk, SH, MM


NIP. 130353033

1602
KEPUTUSAN
DIREKTURJENDERAL
PEMBINAANPENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

NO. : KEP.37IDJPPKlXII2004

TENTANG

KELENGKAPAN DAN IDENTITAS


AHLI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Menimbang a. bahwa dalam upaya penertiban dan peningkatan citra Ahli


Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai tenaga teknis
berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi yang ditunjuk Menteri, dalam melaksanakan tugas,
kewenangan dan kewajibannya, diperlukanperlengkapan khusus
(identitas);

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dalam burnf 8,


tersebut di atas periu ditetapkan dengan Keputusan Direktur
Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan.

Mengingat 1. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;

2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I No. Per-02/Menl1992 tentang


Tata Cara Penunjukan, Kewajiban dan Kewenangan Ahli
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan

PERTAMA Kelengkapan dan identitas Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Abli
K3) terdiri dari :
1. Kartu Tanda Kewenangan Ahli K3

1603
2. LencanaAJUiKJ
3. Lencana Penegak Ketentuan KJ.

KEDUA Kelengkapan dan identitas Abli K3 sebagaimana dimaksud pada amar


pertama wajib dipakai dan dibawa oleb setiap Abli K3 baik umum
maupun spesialis pada saat memasuki dan atau berada di tempat kerja
dalam menjalankan kewajiban, tugas dan fungsinya.

KETIGA Kartu tanda kewenangan Ahli KJ sebagaimana dimaksud pada amar


pertama dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
R.I.

KEEMPAT Contoh kartu tanda kewenangan Ahli K3 sebagaimana dimaksud pada


amar pertama tercantum pada lampiran I Keputusan Direktur Jenderal
mi.

KELIMA Bentuk lencana Ahli K3 pada gambar 1 dan bentuk leneana penegak
ketentuan K3 pada gambar 2, sebagaimana tercantum pada Lampiran
II Keputusan Direktur Jenderal ini.

KEENAM Makna lencana Abli K3 sebagaimana dimaksud pada amar pertaIna


adalah :
1. Lima penjuru angin memberi arti panea karsa Ahli KJ.
2. Rantai memberi arti sebagai pengikat panea karsaAbli KJ sebagai
satu kesatuan yang utub.
3. Roda gigi dan palang tengah merupakan simbul K.3.

KE1UJUH Makna lencana penegak: ketentuan KJ sebagaimana dimaksud pada


amar pertama adalah :
1. Lima penjuru angin memberi arti panea karsa Ahli K3.
2. Rantai memberi arti sebagai pengikat panea karsaAhli K.3 sebagai
satu kesatuan yang utuh.
3. Roda gigi dan palang tengah merupakan simbul K.3.
4. Jari-jari pada dasar lencana penegak ketentuan K3, berjumlah 18
buah memberi arti jumlah pasal UU No. 1 taboo 1970 tentang
Keselamatan Kerja.

1604
KEDELAPAN Pemakaian lencanaAhli K3 sebagaimana dimaksud pada amar pertama
dipasang di atas saku kiri.

KESEMBILAN: Kartu tanda kewenangan dan lencana penegak ketentuan K3 wajib


ditunjukkan kepada yang berwenang biIamana diperlukan khususnya
pada saat melaksanakan kewajiban, tugas dan fungsinya.

KESEPULUH Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan
apabila terjadi kekeliruan dalam keputusan ini akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 26 November 2004

Direktur Jenderal
Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan

MSM. Simanihuruk, SH.M,M


NIP. 130.353.033

1605
Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan
Pengawasan Ketenagakerjaan
No. Kep.37 IDJPPKlXII2004
Tanggal : 26 November 2004

Gambar 1:
LencanaAhli K3

Gambar2 :
Lencana Penegak. Ketentuan K3

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 26 November 2004

Direktur lenderal
Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan

MSM. Simanihuruk, SH.MM


NIP. 130.353.033

1606
Lampiran II · Jenderal Pembinaan
Pengawasan Ketenagakerjaan
No. . Kep.37IDJPPKlXI/2004
Tanggal · 26 November 2004

1. Kartu tanda kewenangan Abli K3 Umum


S+
~
OEPNAKERTRAHS ttl PERHATIAN
!<ARTU TANDA KEWENAHGAN Kar1" Tanda Kewenangan :adak berlaku apabda
- _.. AIllI KESEWIATAN DAN KES£HATAN KERJA pemagang Kartunya ~ndah tee Perusahaao 'a,o atau
No. ; WUUUII mengundutkao din
2 SK PenunjukanAK3 dapat d'cabut oIeh Menten apablta
dianggap tldak mampu atau metanggar ketentuan
peraturan yang bettaku

KEWENANGAN
Pemegang Kartu rnt berwenang mengawaSl/memerlksa
petaksanaan peraturan perundang-undangan K3 secant
Umum.

2. Kartu tanda kewenangan Abli K3 Spesialis


S+
~
DEPNAKERTRANS RI. PERHATIAN
" KARTU TAHOA KEWENANGAH Karto landa Kewenangan trdak berlaku apabila
AHli KESElAMATAN DAN KESEHATAN KERJA pemagang Kartunya pmdah ke Perusattaan taln "'au
No. : AI) SPESIAUS rnengwndurkan dtn
2 SK PenunJUbn AK3 dapst dlcabut oleh Menton apabila
dianggap hdak mampu stau melanggar ketentuan
peraturan yang bet1aku

KEWENANGAN
Pemegang Kanu 101 berwenang mengawast/memenksa
pe'aksanaan peraturan perundang-undangan K3 secara
• Khusus.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 26 November 2004

Direktur Jenderal
Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan

MSM. Simanihuruk, SH.MM


NIP. 130.353.033

1607
1608
DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI R.I
DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
R. Jend. Oatot Subroto Kav. 51 - JAKARTA
Kotak Pos 4872 Jak. 12048 Telp. 5255733 Pes. 600 - Fax (021) 5253913

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL


PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
NO. KEP. 1131DJPPKJIXJ2006
TENTANG
PEDOMAN DAN PEMBINAAN TEKNIS PETUGAS KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA RUANG TERBATAS (CONFINED SPACES)
DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
Menimbang: a. babwa kegiatan industri yang dilakukan di dalam roang terbatas
semakin meningkat dan berpotensi menimbulkanbahaya bagi tenaga
kerja maupun aset perusahaan lainnya.
b. bahwa untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibatkerja
yang ditimbulkan oleh bahaya bahan-baban kimia yang mengandung
raeun dan mudah terbakar yang terdapat di dalam ruang terbatas,
m diperlukan pengendalian dan pengawasan secara berjenjang
yang diIakukan oleh personilyang kompeten di bidang keselamatan
dan kesebatan kerja ruang terbatas.
c. bahwa untuk itu perlu adanya pedoman yang mengatur ketentuan
tentang keselamatan dan kesehatan kerja ruang terbatas/confined
spaces dan petugas keselamatan dan kesehatan kerja roang terbatas/
confined spaces dalam bentuk surat keputusan Direktur Jendera!
Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan.
Mengingat : 1. Undang-Wldang No.3 tahun 1969 tentang Persetujuan Konvensi ILO
No. 120 mengenai Hygiene dalam Perniagaan dan Kantor-Kantor
2. Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
3. Undang-undang No. 13 taboo 2003 tentang Ketenagakerjaan;
4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP.187/MEN/1999 tentang
Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
PERTAMA: a. Petugas Keselamatan dan Kesehatan Kerja Ruang Terbatas adalah
tenaga tehnis keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana
dimaksud Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

1609
No. SE.117/MEN/2005 tentang Pemeriksaan Menyeluruh
Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Pusat
Perbelanjaan, Gedung Bertingkat, dan Tempat-Tempat Publik
Lainnya yang memiliki kompetensi khusus dibidang keselamatan
dan kesehatan kerja di ruang terbatasltertutup dibuktikan dengan
sertifikat pembinaan.
b. Petugas Keselamatan dan Kesehatan Kerja Ruang Terbatas
sebagaimana dimaksud huruf a yang selanjutnya disebut Petugas
K3 Confined Spaces terdiri dari 2 (dua) jenjang meliputi Petugas
Madya dan Petugas Utama
KEDUA: a. Sertiftkat pembinaan sebagaimana dimaksud amar pertama huruf a
dan b diperoleh melalui proses pembinaan tebnis yang terdiri dari
seleksi, diklat, dan ujian serta dinyatakan lulus ujian.
b. Seleksi dan diklat dapat diselenggarakan oleb Perusahaan Jasa
Keselamatan dan Kesehatan Kerja bidang diktat sesuai dengan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No.PER04/MEN/1995 atau oleh
internal perusahaan (in house training) atas persetujuan Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI.
c. Ujian diselenggarakan oleh tim yang dibentuk oleh Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI atau Lembaga Vji lain sesuai
peraturan perundang-undangan.
KETIGA: Peserta yang dinyatakan lulus ujian sebagaimana dimaksud pada amar
kedua huruf c diberikan sertifikat oleh Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi RI.
KEEMPAT : Rincian kompetensi, kurikulum dan persyaratan khusus pesertapembinaan
tehnis Petugas K3 confined spaces tertera pada lampiran keputusan ini.
KELlMA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila
dikemudian hari terdapat kekeliruan akan diperbaiki sebagaimana
mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 29 September 2006

Direktur Jenderal
Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan

MSM. SimanihU111k, 8M, MM


NIP. 130353033

1610
LanlJ)lr;:m I
Pedoman
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
diRuang Terbatas (confined spaces)
Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan Kesehatan Kerja
September 2006

Daftar lsi
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
1.2. Dasar Hukum
1.3. Tujuan
1.4. Ruang Lingkup
1.5. Daftar Istilah
2. Persyaratan K3 di Ruang Terbatas
2.1. Persyaratan Umum
2.2. Persyaratan untuk ruang terbatas yang memerlukan ijin khusus
2.3.. Persyaratan Kesehatan Orang yang Bekerja di Ruang Terbatas
3. Program Memasuki Ruang Terbatas
4. Sistem Perijinan
5. Ijin Kerja
6. Pelatihan
7. Tanggungjawab
9.1 . Kontraktor
9.2. Petugas Utama (Entrant)
9.3.. Petugas Madya (Attendant)
9.4.. Ahli K3 (Safety supervisor)
8. Tim Penyelamat dan Tanggap Darurat

L ampiran
A. Persyaratan Perijinan Untuk: Memasuki Ruang Tertutup
B. Prosedur Pemeriksaan dan Pengujian Gas Atmosfer
C. Formulir Perijinan Masuk Ruang Terbatas
D. Sistem Saluran Pembuangan
E. TIm Penyelamat dan Tanggap Darurat

1611
LAMPIRAN I: Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan
Pengawasan Ketenagakerjaan.
Nomor : Kep. IDJPPKIlXl2006
Tanggal:September2006

Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja


di Ruang Ternatas (Confined Spaces)

1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Bekerja di dalam ruang terbatas (confined spaces) mempunyai resiko terhadap
keselamatan dan kesehatan pekerja di dalamnya. Oleh karenanya diperlukan aturan
dalam rangka memberikan jaminan perlindungan terhadap pekerja dan aset lainnya,
baik melalui peraturan perundang-undangan, program memasuki ruang terbatas dan
persyaratan ataupun prosedur untuk memasuki dan bekerja di dalam ruang terbatas.
Seperti diketahui bersama, ruang terbatas (confined spaces) mengandung
beberapa sumber bahaya baik yang berasal dari bahan kimia yang mengandung racun
dan mudah terbakar dalam bentuk gas, uap, asap, debu dan sebagainya. Selain itu
masih terdapat bahaya lain herupa terjadinya oksigen defisiensi atau sebaliknya kadar
oksigen yang berlebihan, suhu yang ekstrem, terjebak atau terliputi (engulfment),
maupun resiko fisik lainnya yang timbul seperti kebisingan, permukaan yang basabl
licin dan kejatuhan benda keras yang terdapat di dalam ruang terbatas tersebut yang
dapat mengakibatkan kecelakaan kerja sampai dengan kematian tenaga kerja yang
bekerja di dalamnya~
Di sisi lain, Peraturan Khusus L yang mengatur tentang pekerjaan di dalam
tangki apung dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan teknologi dan
kompleksitas pekerjaan di ruang terbatas sekarang ini, sehingga perlu dikeluarkan
peraturan/pedoman yang dapat mengatur dengan lebih jelas dan lengkap.
1.2. Dasar Hukum
• Undang Undang No.3 tahoo 1969 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 120
mengenai Hygiene dalam Pemiagaan dan Kantor-Kantor
• Undang Undang No.1 tahoo 1970 tentang Keselamatan Kerja
Undang Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Keputusan Menten Tenaga Kerja No. Kep. 187/Men/1999 tentang Pengendalian
Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja
Surat Edaran Menten Tenaga Kerja No. SE.O l/Men/1997 tentang Nilai Ambang
Batas Faktor Kimia di udara Lingkungan Kerja

1612
··::.r.:'l~UJ.,a ..
Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. SE.117/Men/
111/2005 tentang Pemeriksaan Menyeluruh Pelaksanaan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja di Pusat Perbelanjaan, Gedung Bertingkat, dan Tempat-
Tempat Publik Lainnya.
1.3. Tujuan
Memberikan pedomanlpetunjuk Keselamatan dan kesehatan kerja kepada pengurus,
pegawai pengawas dan ahli K3 mengenai langkah-langkah yang harns dilakukan
pada pekerjaan di dalam ruang terbatas (confined spaces) guna mencegah terjadinya
kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja serta menekan kerugian karena
peledakan, kebakaran dan klaim kesehatan lainnya.
1.4. Ruang Lingkup
1.4.1. Pedoman ini memuat syarat-syarat, prosedur dan kegiatan yang hams
dilakukan dalam upaya melindungi pekerja dari bahaya saat memasuki
dan bekerja di dalam ruang terbatas yang membutuhkan ijin khusus.
Pedoman ini berlaku untuk semua orang yang mengurus, yang memasuki
dan bekerja dalarn ruang terbatas.
1.4.2. Pedoman ini mengatur bahwa yang dimaksud memasuki ruang terbatas adalah
apabila seseorang bekerja dengan sebagian maupun seluruh anggota tubuhnya
berada di dalam roang terbatas, antara lain:
• Tangki penyimpanan, bejana transpor, boiler, dapur/tanur, silo dan jenis
tangki lainnya yang mempunyai lUbang lalu orang;
• Ruang terbuka di bagian atas yang melebihi kedalaman 1,5 meter seperti
lubang lalu orang yang tidak mendapat aliran udara yang cukup;
• Jaringan perpipaan, terowongan bawah tanah dan struktur lainnya yang
serupa;
• Ruangan lainnya di atas kapal yang dapat dimasuki melalui lubang yang
keeil seperti tangki kargo, tangki minyak dan sebagainya
1.4.3. Berbagaijenis pekerjaan yang menyebabkan orang memasuki ruang terbatas,
antara lain:
• Pemeliharaan (pencueian atau pembersihan)
• Pemeriksaan
• Pengelasan, pelapisan dan pelindungan karat
• Perbaikan
• Penyelamatan dan memberikan pertolongan kepada pekerja yang cidera
atau pingsan dari ruang terbatas; dan

1613
• Jetii$}'p~k~rjaan lainnya yang mengharuskan masuk ke dalam roang
'terb~tas: ~
1.5. Daftar IstiIah
1.5.1. Kondisi yang diperbolebkan untuk melakukan kegiatan berarti keadaan dalam
ruang terbatas yang membutuhkan ijin khusus dimana pekerja dapat masuk
dan bekerja dengan aman di dalamnya.
1.5.2. Petugas madya berarti pekerja yang berjaga di luar satu atau lebih ruang
terbatas yang membutuhkan ijin khusus, yang bertugas mengawasi petugas
utama, dan melakukan seluruh tugas petugas madya sesuai dengan program
pengawasan mang terbatas.
1.5.3. Petugas utama berarti pekerja yang telah diberi wewenang oleh pengurus
untuk memasuki dan melakukan pekerjaan di dalam roang terbatas yang
memerlukan ijin khusus.
1.5.4. Pemampatan (blanking/blinding) berarti penutupan total jaringan, pips atau
saluran dengan cara memasang lempengan padatlsorokan (seperti spectacle
blind atau skillet blind) yang dapat menutupi secara total dan dapst menahan
tekanan maksimum dalam jaringan, pipa atau saluran tersebut tanpa
menimbulkan kebocoran pada lempengan padatlsorokan.
1.5.5. Ruang terbatas (confined spaces) berarti ruangan yang:
1.5.5.1. cukup luas dan memiliki konfigurasi sedemikian rupa sebingga
pekerja dapat masuk dan melakukan pekerjaan di dalamnya;
1.5.. 5.2. mempunyai akses keluar masuk yang terbatas. Seperti pada tank,
kapal, silo, tempat penyimpanan, lemari besi atau mang lain yang
mungkin mempunyai akses yang terbatas).
1.5.5.3. tidak dirancang untuk tempat kerja secara berkelanjutan atau terus-
menerus di dalamnya.
1.5.6. Penutupan dan pengurasan berarti penutupan jaringan, pipa atau saluran
dengan cara menutup dan mengunci atau mengkaitkan 2 katup yang
berhubungan dengan membuka dan mengunci atau mengkai n katup
pengurasan atau pembuangan pada jaringan diantara 2 katup yang tertutup
tersebut.
1.5.7. Gawat darurat berarti setiap keadaan (termasuk terjadinya kegagalan
pengendalian bahaya atau monitoring peralatan) atau kejadian baik yang
berlangsung di dalam atau di luar ruang terbatas yang dapat membahayakan
pekerja di dalamnya..
1.5.. 8. Terliputi atau Engulfment berarti keadaan dimana seseorang terperangkap
oleh cairan atau substansi padat yang dapat terhirup sehingga dapat

1614
menyebabkan gangguan beropa penyumbatan sistem pemapasan senln2Ra:;~'::::·:-:~"":":
dapat menimbulkan kematian melalui strangulasi, konstriksi atau penekanan.
1.5.9. Kegiatan berarti kegiatan dimana seseorang melalui jalur masuk roang terbatas
yang memerlukan ijin khusus. Masuk kedalam ruangan tersebut meliputi
kegiatan yang dilangsungkan dalam Nang tersebut.
1.5.1 O.Ijin masuk (ijin) berarti dokumen tertulis yang diberikan oleh pengurus untuk
memperbolehkan dan mengawasi kegiatan dalam ruang terbatas dengan ijin
khusus dan mengandung infonnasi seperti diatur dalam bagian 4 pada pedoman
ini.
I.S.11.AbIi K3 berarti orang (seperti pengurus, pengawas pekerja atau supervisor)
yang bertanggung jawab untuk menentukan apakah terdapat kondisi yang
masih diperbolehkan untuk meJakukan kegiatan dalam ruang terbatas tersebut
sesuai dengan rencana kerja yang telah dibuat, untuk mengesahkan dan
mengawasi proses tersebut dan untuk menghentikan kegiatan seperti diatur
pada pedoman ini.
Catatan: Ahli K3 juga dapat bertugas sebagai petugas madya atau sebagai
petugas utama yang berwenang, selama individu tersebut rnendapat pelatihan
dan terampil menggunakan peralatan kerja yang sesuai seperti diatur dalam
pedoman ini.
1.5.12.Lingkungan berbahaya berarti lingkungan yang dapat menyebabkan pekerja
menghadapi risiko kematian, hendaya atau ketidakmampuan menyelamatkan
diri secara mandiri, kecelakaan, terluka, atau penyakit akut akibat satu atau
beberapa sebab berikut ini: .
1.5.12.1. Gas, uap atau kabut uap yang mudah terbakar dengan konsentrasi
melebihi 10% dati BRDM nya.
1.5.12.2. Debu di udara yang mudah meledak dengan konsentrasi setara atau
melebibi BRDM. Catatan: konsentrasi ini dapat diperkirakan jika
debu dapat terlihat secara visual pada jarak 5 kaki (1,52 m) atau
kurang.
1.5.12.3. Konsentrasi oksigen di udara dibawah 19,5 % atau melebihi 23,5 %
1.5.12.4. Konsentrasi substansi yang konsentrasinya atau nilai ambang
batasnya dimuat dalam Surat Edaran Menaker No. SE. 01/Men/1997
1.5.12.5. Setiap keadaan lingkungan yang langsung berbahaya bagi kesehatan
atau dapat mengakibatkan kematian.
Catatan: untuk kontaminan udara yang belum ditentukan dosis atau
nilai ambang batasnya dalam SE Menaker No. SE. 01/Menl1997,
dapat digunakan sumber informasi lain seperti LDKB.

1615
1.5.13. Ijin untuk melakukan pekeIjaan panas berarti ijin tertulis dari atasan pekerja
tersebut untuk melakukan pekerj aan yang menghasilkan sumber panas
(seperti riveting, pengelasan, pemotongan, pembakaran atau pemanasan)
1.5.14. kesakitan atau kematian dengan segera berarti setiap kondisi yang dapat
mengakibatkan kematian segera atau dapat menimbulkan efek samping
pennanen terhadap kesehatan atau dapat menimbulkan hendaya bagi pekerja
untuk menyelamatkan diri secara dari ruang terbatas tersebut.
Catatan: beberapa zat tertentu, seperti gas HF atau uap cadmium, dapat
menimbulkan reaksi tanpa gejala yang jelas, namun segera diikuti dengan
kolaps yang mendadak dan mungkin fatal dalam 12-72 jam setelah
pemaparan.
1.5.15. PengisianlPembilasan dengan gas inert (purging) berarti pengisian udara
dalam ruang terbatas dengan menggunakan gas yang tidak mudah meledak
(seperti nitrogen) sedemikian rupa sehingga udara di roang tersebut menjadi
tidak mudah meledak.
Catatan: kegiatan prosedur ini menyebabkan kadar oksigen dalam menjadi
berkurang sehingga dapat mengakibatkan kesakitan, sesak atau kematian
dengan segera.
1.5.16. Isolasi berarti proses dimana ruang terbatas tersebut di-nonfungsikan dan
tertutup sepenuhnya dari pelepasan energi atau material ke lingkungan
terbuka melalui cara seperti: pemasangan sorokan (blanking/blinding),
pemindahan jaringan pipa atau saluran, penutupan dan pengurasan,
penutupan seluruh sumber energi, dan pemutusan seluruh jaringan.
1.5.17. Pemutusan jaringan berarti pembukaan pipa, jaringan atau saluran yang
mengandung bahan beracun, mudah terbakar, korosif, gas inert, atau cairan
lainnya yang pada volume atau tekanan dan suhu tertentu dapat
mengakibatkan kerusakan berupa ledakan dan lain-lain
1.5.18. Ruang terbatas tanpa ijin khusus berarti ruang terbatas yang tidak
berpotensi mengandung gas atmosfer yang berbahaya atau mengandung
babaya lainnya yang dapat menyebabkan kematian atau bahaya terhadap
fisik lainya.
1.5.19. Ruang terbatas dengan ijin khusus berarti ruang terbatas yang mempunyai
satu atau lebih ciri-ciri berikut ini:
1.5.19.1. mengandung gas atmosfer udara yang berbahaya
1.. 5.19.2. mengandung material yang berpotensi memerangkap pekerja di
dalamnya
1.5.19.3. mempunyai konfigurasi atau struktur sedemikian rupa sebingga
petugas utama OOpat terperangkap atau mengalami asfiksia akibat

1616
dinding yang melengkung ke dalam atau Iantai yang curam dan
mengarah ke lorong atau ruangan yang Iebih keeil, atau
1.5.19.4. mengandung bahaya lainnya.
1.5.20. Udara rendah oksigen berarti udara yang mengandung oksigen kurang dari
19,5%
1.5.21. Udara kaya oksigen berarti udara yang mengandung oksigen lebih dari 23,5%
1.5.22. Program ruang terbatas berarti program yang dibuat untuk mengendalikan
dan melindungi pekerja dalam ruang terbatas untuk mengatur kegiatan
pekerja di dalamnya.
1.5.23. Sistem perijinan berarti prosedur tertulis dati pengurus untuk mempersiapkan
dan mengeluarkan ijin untuk melaksanakan kegiatan dan menghentikan
kegiatan dalam ruang terbatas dengan ijin khusus.
1.5.24. Kondisi terlarang berarti setiap kondisi dimana peketja tidak dapat melakukan
kegiatan di dalam roang terbatas dengan ijin khusus.
1.5.25. Petugas penyelamat berarti orang yang bertugas menyelamatkan pekerja dari
ruang terbatas.
1.5.26. Sistem penyelamatan berarti peralatan (tennasuk tali penyelamat; sabuk
pengaman, baik yang sebatas dada ataupun digunakan di seluruh tubuh;
wristlet; atau alat pengangkut) yang digunakan untuk mengeluarkan pekerja
dati ruang terbatas.
1.5.27. Pengujian berarti proses identifikasi dan evaluasi bahaya berbahaya yang
mungkin dihadapi petugas utama dalam ruang terbatas dengan ijin khusus.
2. Persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di roang terbatas
2.1. Persyaratan Umum
2 . 1.1. pengurus wajib melakukan identifikasi dan evaluasi terhadap tempat kerja
untuk menentukan apakah terdapat roang terbatas dengan ijin khusus..
2.1.2.. jika pada tempat kerja terdapat roang terbatasdengan ijin khusus, pengurus
wajib menginfonnasikannya kepada pekerja dengan memasang tanda bahaya
atau peralatan lain yang efektif, mengenai keberadaan dan lokasi serta bahaya
yang terdapat daJam ruang terbatas yang memerlukan ijin khusus tersebut.
Catatan: tanda bertuliskan - BAHAYA- RUANO TERBATAS DENGAN
InN KHUSUS, DILARANG MASUK atau menggunakan kalimat lain dengan
maksud yang sarna.
2.1.3. jika pengurus memutuskan bahwa pekerja tidak diperbolehkan memasuki
ruang terbatas dengan ijin khusus, pengurns wajib melakukan langkahlangkah
untuk mencegah dan melarang pekerja memasuki ruang terbatas tersebut.

1617
2.2. Persyaratan untuk ruang terbatas dengan ijin khusus
2.2.1. jika pengurus memperbolehkan pekerja memasuki ruang terbatas dengan ijin
khusus, pengurus wajib mengembangkan dan mengimplementasikan program
tertulis seperti diatur dalam pedoman ini. Program tertulis tersebut hams
dketahui oleh pekerja dan perwakilannya.
2.2.2. Peryaratan yang wajib dilakukan untuk memasuki ruang terbatas dengan ijin
khusus
2.2.2.1. Jika penutup aksesJpintu masuk dibuka, pada jalur tersehut hams
dipasang selusur, penutup sementara atau penghalang sementara
lainnya untuk mencegah masuknya pekerja tanpa disengaja dan
untuk melindungi pekerja di dalam ruang terbatas terse but dari
masuknya benda asing ke dalam mangan.
2.2.2.2. Sebelum pekerja memasuki mangan, udara di dalam ruangan hams
diuji terlebih dahulu, berturut- tumt untuk kadar oksigen, gas dan
uap yang mudah terbakar dan kontaminan udara yang berpotensi
berbahaya, dengan peralatan yang telah dikalibrasi. Setiap pekerja
yang memasuki ruangan atau perwakilan pekerja tersebut, wajib
diberi kesempatan uotuk mengawasi pengujian tersebut
2.2.2.3. Tidak boleh ada udara berbahaya dalam ruangan tersebut jika
terdapat pekerja di dalamnya
2.2.2.4. Wajib menyediakan sistem aHran udara seeara kontinyu, dengan
ketentuan sebagai berikut:
2.2.2.4.1. Pekerja tidak boleh memasuki ruangan sebelum udara
berbabaya di dalamnya dibersihkan terlebib dahulu
2.2.2.4.2. Aliran udara tersebut diarahkan sedemikianrupa sehingga
dapat mencapai area dimana pekerja akan berada dan
hams berlangsung terus meneros selama pekerja berada
di dalam.
2.2.2.4.3. Pengaturan aliran udara tersebut hams diperoleh dari
sumber yang bersib dan tidak boleh meningkatkan bahaya
dalam ruangan.
2.2.2.5. Udara dalam ruangan harns diuji secara berkala sesering mungkin
untuk memastikan bahwa pengaturan aHran udara dapat mencegah
akumulasi udara yang berbahaya dalam ruangan. Setiap pekerja yang
memasuki mangan, atau perwakilan pekerja tersebut, wajib diberi
kesempatan untuk mengamati proses pengujian tersebut.

1618
2.2.2.6. Jika terdeteksi udara berbahaya selama kegiatan berlangsung:
2.2.2.6.1. Setiap pekerja hams meninggalkan ruangan terbatas
tersebut secepatnya
2.2.2.6.2. Ruangan hams dievaluasi untuk menentukan bagaimana
udara berbahaya tersebut dapat terjadi, dan
2.2.2.6.3. Hams dilakukan pemeriksaan untuk melindungi pekerja
dari udara berbahaya tersebut sebelum kegiatan
berikutnya berlangsung
2.2.2.7. Pengurus wajib memastikan bahwa mang tersebut telah aman dan
telah dilakukan pemeriksaan sebelum kegiatan berlangsung, seperti
diatur dalam paragrap 2.2.3, melalui pemyataan tertulis, yang
memuat tanggal, lokasi ruang dan tandatangan petugas pemeriksa.
Pernyataan tertulis tersebut harus dibnat sebelum kegiatan
berlangsung dan dapat dilihat oIeh peketja yang akan melakukan
kegiatan dalam ruang tersebut, atan perwakilan pekerja tersebut.
2.2.3. Jika terdapat perubahan pada penggunaan atan konfigurasi ntang terbatas
tanpa ijin khusus yang mnngkin meningkatkan bahaya pada pekerja di
dalamnya, pengurus wajib melakukan evaluasi ulang terhadap mang tersebut,
dan bila perlu mengklasifikasikannya sebagai ruang terbatas dengan ijin
khusus.
2.2.4. Ruang yang diklasifikasikan sebagai ruang terbatas dengan ijin khusus oleh
penguros, dapat diklasifikasikan kembali sebagai ruang terbatas tanpa ijin
khusus dengan p.ersyaratan berikut:
2.2.4.1. Jika ruarig terbatas dengan ijin khusus tersebut tidak mengandung
udara berbahaya, danjika bahaya di dalamnya telah dieliminasi tanpa
perlu masuk ke dalam ruangan tersebut, mang tersebut dapat
diklasifikasikan kembali sebagai ruang terbatas tanpa ijin khusus
selama tetap tidak terdapat udara berbahaya di dalamnya.
2.2.4.2. Jika dirasakan periu untuk memasnki ruang tersebut untuk
menghilangkan bahaya di dalamnya, kegiatan tersebut harus
dilakukan sesuai persyaratan pada paragraph 2.2. jika pengujian dan
pemeriksaan selama kegiatan membuktikan bahwa bahaya dalam
ruang tersebut telah dihilangkan, ruang tersebut dapat
diklasifikasikan kembali sebagai ruang terbatas tanpa ijin khusus
selama tetap tidak terdapat bahaya di dalamnya.
2.2.4.3. Pengurus wajib mendokumentasikan dasarpenentuan bahwa seluruh
bahaya dalam ruang terbatas dengan ijin khusus telah dihilangkan,
melalui sertifikasi yang memuat tanggal, lokasi ruang dan

1619
tandatangan petugas yang membuat penentuan tersebut. Sertifikasi
tersebut clapat dibaca oleh seluruh pekerja yang memasuki ruang
tersebut atau oleb perwakilan pekerja
2.2.4.4. Jika bahaya timbul dalam ruang terbatas dengan ijin khusus yang
telah diklasifikasikan sebagai ruang terbatas tanpa ijin khusus,
seluruh pekerja wajib meninggalkan ruangan. Pengurus wajib
mengevaluasi kembali ruang tersebut dan menentukan apakah ruang
tersebut hams diklasifikasikan kembali sebagai ruang terbatas
dengan ijin khusus, seperti diatur dalam pedoman ini.
2.3. Persyaratan Kesehatan Untuk Orang yang Bekerja di Ruang Terbatas
2.3.1. Bekerja di ruang terbatas dapat memberikan tekanan fisik dan psikologis.
Hal ini dikarenakan kualitas penerangan yang buruk dan ruangan yang sempit,
dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan keseimbangan karena
menurunnya fungsi koordinasi dan peredaran darah yang tidak normal.
2.3.2. Pengurus wajib memastikan petugas yang bekerja di ruang terbatas dalam
keadaan sehat seeara fisik dan dinyatakan oleh dokter pemeriksa kesebatan
kerja bahwa petugas tersebut tidak mempunyai riwayat :
2.3.2.1. Sakit sawan atau epilepsi
2.3.2.2. Penyakit jantung atau gangguan jantung
2.3.2.3. Asma, bronchitis atau sesak napas apabila kelelahan
2.3.2.4. Gangguan pendengaran
2.3.2.5. Sakit kepala seperti migrain ataupun vertigo yang dapat
menyebabkan disorientasi
2.3.2.6. Klaustropobia, atan gangguan mentallainnya
2.3.2.7. Gangguan atau sakit tulang belakang
2.3.2.8. Kecacatan penglihatan permanen
2.3.2.9. Penyakit lainnya yang dapat membahayakan keselamatan selama
bekerja di ruang terbatas
3. Program Memasuki Ruang Terbatas dengan Ijin Khusus
3.1. Pengurus yang memiliki ruang terbatas yang memerlukan ijin khusus berkewajiban
membuat program ruang terbatas.
3.2. Program tersebut sekurang-kurangnya terkandung hal-hal berikut:
3.2.1. Langkah-Iangkah khusus untuk mencegah masuknya pihak yang tidak
berwenang.
3.2.2. Identifikasi dan evaluasi bahaya dalam lUang tersebut sebelum dimasuki oleh
pekerja

1620
3.2.3. Pengembangan dan penggunaan peralatan, prosedur dan praktik yang
diperlukan untuk menjamin keamanan kegiatan dalam ruang tersebut,
termasuk, namun tidak terbatas kepada, hal-hal berikut
3.2.3.1. menentukan kondisi yang Inasih diperbolehkan untuk melakukan
kegiatan
3.2.3.2. memberikan kesempatan kepada petugas utama yang berwenang
atau kepada perwakilan pekerja terscbut untuk Brut mengamati setiap
pengawasan dan pengujian ruang tersebut
3.2.3.3. Melakukan isolasi pada ruang tersebut
3.2.3.4. Melakukan pembersihan, pengisian gas inert, pembilasan atau
pengaliran udara ke dalam ruang tersebut jika diperlukan, untuk
menghiJangkan atau mengendalikan udara berbahaya di dalamnya.
3.2.3.5. Menyediakan jalur untuk pejalan kaki, kendaraan atau penghalang
lain yang diperlukan untuk melindungi petugas utaffia dari bahaya
dari luar
3.2.3.6. Memastikan bahwa kondisi dalam ruang tersebut aman untuk
dilakukan kegiatan di dalamnya.
3.2.4. Penyediaan peralatan berikut seperti dibawah ini, menjaga kondisi peralatan
tersebut agar dapat bekerja baik, dan memastikan bahwa pekerja menggunakan
peralatan tersebut dengan baik:
3.2.4.1. Peralatan pengujian dan pemantauan hams sesuai seperti yang diatur
dalam paragrap 3.2.5
3.2.4.2. Peralatan pengaliran udara (ventilasi) hams mampu mempertahankan
kondisi yang masih diperbolehkan untuk melakukan kegiatan
3.2.4.3. Peralatan komunikasi yang diperlukan hams sesuai seperti yang
diatur dalam paragrap 7.2.3. dan 7.3.5 pedoman ini
3.2.4.4. Alat pelindung diri diperlukan karena pengendalian teknik dan tata
kerja saja tidal< cukup untuk melindungi pekerja
3.2.4.5. Peralatan untuk penerangan tambahan diperlukan agar pekerja dapat
melihat dengan jelas dalam bekerja dan untuk keluar secepatnya
dari mangan, dalam keadaan gawat darurat
3.2.4.6. Alat perlindungan diperlukan sebagaimana diatur dalam paragraph
3.2.3. pedoman ini
3.2.4.7. Peralatan lain, seperti tangga diperlukan agar petugas utama dapat
keluar masuk ruang dengan aman

1621
3.2.4.8. Peralatan untuk penyelamatan dan keadaan gawat darurat barus
dipersiapkan sesuai seperti diatur dalam paragrap 3.2.9.. pedoman
ini, keeuali peralatan tersebut telah disediakan oleh petugas
penyelamat.
3.2.4.9. Peralatan lain yang diperlukan untuk keluar masuk dengan aman
dari ruang tersebut
3.2.5. Jika akan melakukan kegiatan dalam ruang terbatas dengan ijin khusus
tersebut, evaluasi berikut ini harus dilakukan:
3.2.5.1. Vji kondisi dalamruang tersebut untuk menentukan apakah terdapat
kondisi yang masih diperbolebkan untuk melakukan kegiatan
sebelum kegiatan dilaksanakan. keeuali bila tidak mungkin
melakukan isolasi terhadap ruangan karena ruangan tersebut besar
atau merupakan bagian dari sistem yang tersambung dengan yang
lain (seperti pada sistem pembuangan), pengujian sebelum masuk
dapat dilakukan sebisa mungkin sebelum. kegiatan dilaksanakan, daD
jika kegiatan telah mendapat otorisasi, kondisi dalam ruangan hams
diawasi secara terns meneros selama pekerja melakukan kegiatan
di dalamnya.
3.2.5.2. Pengujian dan pemantauan ruangan diperlukan untuk menentukaD
apakah kondisi yang masih diperbolehkan untuk melakukao kegiatan
dapat dipertahankan selama kegiatan berlangsung; dan
3.2.5.3. untuk pengujian udara berbahaya, uji terlebih dahulu konsentrasi
oksigen, lalu konsentrasi uap dan gas yang mudab meledak: serta
konsentrasi uap dan gas berbahaya
3.2.5.4. Setiap petugas utama yang berwenang atau perwakilan pekerja
tersebut wajib diberikan kesempatan untuk mengamati pengujiau
atau pemantauan awal serta pemantauan dan pengujian lanjutan
ruang terbatas dengan ijin khusus tersebut
3.2.5.5. Mengadakan evaluasi ulang keadaan ruangjika ada pennintaan daD
petugas utama atau perwakilannyajika pekerja tersebut yakin bahwa
evaluasi yang telah dilakukan belum memadai
3.2.5.6. Petugas madya atau perwakilannya wajib segera diberikan laporan
dari pengujian seperti yang diatur dalam paragrap 3. pedoman ini
3.2.6. Sedikitnya satu orang petugas madya wajib ada di luar ruangan selama
kegiatan yang telah diotorisasi tersebut berlangsung
3.2.7. Jika terdapat ruangan Iebm dati satu yang barns dipantau oleh seorang petugas
madya, dalam program untuk ruang terbatas dengan ijin khusus tersebut
perlu diatur cara dan prosedur yang dapat memudabkan petugas madya

1622
tersebut merespon keadaan gawat darurat yang terjadi pada satu atau lebih
ruangan yang menjadi tanggung jawabnya tanpa meninggalkan tanggung
jawabnya seperti yang diatur pada paragrap 7 dalam pedoman ini
3.2.8. Tentukan siapa saja pekerja yang akan bertugas (seperti petugas utama,
petugas madya, ahli K3, petugas penguji atau pemantau kondisi udara dalam
ruangan dengan ijin khusus tersebut), beri penjabaran untuk tugasnya masing-
masing dan berikan pelatihan sesuai dengan ketentuan yang diatur pada
paragrap 7 dalam pedoman ini.
3.2.9. Kembangkan dan implementasikan prosedur untuk menlanggil tim
penyelamat dan tim tanggap darurat untuk mengeluarkan petugas utama
dari mangan, untuk melakukan hal tanggap darurat lain yang diperlukan
untuk menyelamatkan pekerja dan untuk mencegah petugas yang tidak
belWenang mencoba melakukan penyelamatan
3.2.10. Kembangkan dan implementasikan sistem untuk persiapan, penerbitan,
penggunaan dan pembatalan ijin kegiatan sebagaimana diatur dalam pedoman
ini
3.2.11. Kembangkan dan implementasikan prosedur untuk mengkoordinasi kegiatan
jika ada beberapa pekerja dari unit kerja yang berbeda bekerja bersamaan
sebagai petugas utama yang berwenang dalam mangan, sehingga tidak saling
membahayakan satu sarna lain.
3.2.12. Kembangkan dan implementasikan prosedur (seperti penutupan nlsngan dan
pembatalan ijin) yang diperlukan untuk mengakhiri kegiatan setelah kegiatan
selesai dilaksanakan.
3.2.13. Kaji ulang proses kegiatan bila pengurus meyakini langkah-langkah
pencegahan yang dilakukan dalam program untuk ruang terbatas dengan
ijin khusus tidak dapat melindungi pekerja dan revisi program untuk
rnemperbaiki kekurangan yang ada sebelum kegiatan berikutnya diijinkan.
3.. 2.14. Kaji ulang program untuk ruang terbatas dengan ijin khusus, dengan
menggunakan pembata1an ijin seperti yang dijelaskan dalam peragrap 5
pedoman ini, selama I tahoo setelah setiap kegiatan dan revisi program bila
diperlukan, untuk memastikan setiap pekerja yang beroperasi dalam ruang
terbatas dengan ijin khusus telah terlindungi dan bahaya yang ditimbulkan
ruangan tersebut.
4. Sistem Perijinan
4.1. Sebelum kegiatan dilangsungkan, pengurus wajib mendokumentasikan kelengkapan
Iangkah-Iangkah pencegahan seperti yang te1ah diatur.
4.2. Sebelum kegiatan dimulai, ahli K3 yang dicantumkan dalam surat ijin wajib
menandatangani ijin tersebut untuk mensahkan kegiatan

1623
4.3.. Ijin yang telah lengkap hams diberikan pada saat dimulai kegiatan kepada
seluruh petugas utama yang berwenang atau perwakilannya, dengan
memasangnya pada pos kegiatan atau dengan cara lain yang sarna efektifnya,
agar petugas utama dapat memastikan bahwa persiapan awal sebelum memulai
kegiatan telah selesai dilaksanakan
4.. 4.. Durasi kegiatan yang tercantum dalam surat ijin tidak boleh melebibi waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang dicantumkan dalam ijin,
seperti yang diatur dalam paragrap 5.. 3
4.5 . Ahli k3 wajib menghentikan kegiatan dan membatalkan ijin kegiatan hila:
4.5.1. kegiatan sepertj yang dicantumkan dalam surat ijin telah selesai dilaksanakan,
atau
4.5.2. kondisi yang tidak diperbolehkan dalam ijin kegiatan timbul dalam ruangan
4.6. Pengurus wajib menahan setiap ijin kegiatan yang telah dibatalkan minimall tahun
untuk. mengkaji ulang program untuk ruang terbatas dengan ijin khusus seperti yang
diatur. Setiap masalah yang timbul selama kegiatan akan dicatat dalam ijin tersebut
sehingga revisi dapat dilakukan
5. Ijin kegiatan.
Ijin kegiatan seperti yang dimaksud dalam pedoman ini dan berguna untuk. mensahkan
kegiatan dalam ruang dengan ijin khusus wajib memuat:
5.1. Ruang terbatas dengan ijin khusus yang akan dimasuki
5.. 2. Kegiatan yang dilangsungkan di dalamnya
5.3. Tanggal dan durasi kegiatan yang telah disahkan dalam ijin kegiatan
5.4. Petugas-petugas utama yang bekerja dalam mangan, baik dengan penulisan nama
atau cara lain (seperti penggunaanjadwal kerja) untuk. memudahkan petugas madya
mengetahui petugas utama yang akan bekerja dalam ruangan untuk jangka waktu
tertentu, dengan cepat dan akurat
5.5. Nama pekerja yang bertugas sebagai petugas madya
5.6. Nama ahH K3 yang bertugas, dengan spasi untuk tanda tangan atau initial ahli K3
yang mensahkan kegiatan
5.7. B aya dari ruangan yang akan dimasuki
5.8. Langkah-langkah yang diambil untuk mengisolasi ruangan dan untuk mengbilangkan
atau mengendalikan bahaya dari ruang terbatas dengan ijin khusus tersebut sebelum
dimulai kegiatan
5.9.. Kondisi yang masih diperbolehkan untuk. melakukan kegiatan

1624
5.1 O.Hasil dari pengujian awal dan berkala yang seperti yang diatur dalam pedoman ini
disertai nama atau inisial petugas penguji dan waktu pengujian dilaksanakan
5.11. Tim penyelamat dan tim tanggap darurat yang dapat dipanggil dan cara untuk
memanggilnya (seperti peralatan yang digunakan dan nomor yang dapat
dihubungi)
5.12. Prosedur komunikasi yang digunakan oleh petugas utama dan petugas madya untuk
mempertahankan hubungan selama kegiatan berlangsung
5.13. Peralatan, seperti APD, peralatan pengujian, alat komunikasi, system alann, alat-
alat penyelamatan yang harns disediakan seperti yang diatur dalam pedoman ini
5.14.Informasi lain yang dirasakan perlu, sesuai dengan kondisi mangan, untuk
memastikan Keselamatan pekerja
5.15. Ijin tambahan tainnya, seperti untuk melakukan kerja panas, yang telah dikeluarkan
untuk mengesahkan pekerjaan tersebut dalam ruang terbatas dengan ijin khusus
6. Pelatihan
6.1. Pengurus wajib memberikan pelatihan kepada seluruh pekerja yang pekerjaannya
diatur dalam pedoman ini agar dapat memahami dan memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan untuk melakukan tugasnya dengan aman
6.2. Pelatihan diberikan kepada setiap pekerja yang terlibat kegiatan dalam ruang
terbatas dengan ijin khusus, saat:
6.2.1. Sebelumpekerja tersebut memulai tugasnya
6.2.2. Sebelum terjadi perubahan tugas
6.2.3. Jika terjadi perobahan pada kegiatan dalam ruangan dengan ijin khusus
yang menyebabkan timbulnya bahaya barn yang belum dilatihkan kepada
pekerja
6.2.4. Jika pengurus yakin terjadi penyimpangan prosedur kegiatan sebagaimana
diatur dalam pedoman ini atau bila pengetahuan pekerja dalam melaksanakan
prosedur ini dirasa kurang
6.3. Materi pelatihan hams memenuhi standar keterampilan pekerja dalam melaksanakan
tugasnya dan memperkenalkan prosedur barn maupun yang telah direvisi hila
dianggap perIu, seperti yang diatur dalam pedoman ini
6.4. Penyelenggaran pelatihan wajib memberikan sertifikat kelulusan untuk pelatihan
yang telah dilaksanakan. Sertifikat tersebut memuat nama masing-masing pekerja,
tanda tangan atau inisial pelatih, dan tanggaI pelatihan. Sertiftkasi dapat dilihat oleh
pekerja maupun perwakilannya

1625
7. Tanggung Jawab
7.1. Kontraktor
7.1.1. Jika pengurus akan menggunakan kontraktor untuk melakukan pekeJjaan yang
melibatkan kegiatan dalam ruang terbatas dengan ijin khusus, pengums
tersebut wajib:
7.1.1.1. Memberikan penetapan kepada kontraktor bahwa tempat kerja
tersebut meliputi ruang terbatas dengan ijin khusus dan kegiatan
didalamnya diperbolebkan hanyajika memenuhi persyaratan seperti
yang dijelaskan dalam pedoman ini;
7.1.1.2. Menginfonnasikan kepada kontraktor mengenai elemen, termasuk
bahaya yang telah teridentifikasi dan bagaimana pengalaman
pengurus dengan ruang tersebut, yang menjadikan roang tersebut
sebagai ruang terbatas dengan ijin khusus.
7.1.1.3. Menginformasikan kepada kontraktor mengenai tindakan
pencegahan atau prosedur yang telah diterapkan oteh pengurus dalam
rangka perlindungan terhadap pekerja di dalam atau di dekat ruang
terbatas dengan ijin khusus dimana personel kontraktor tersebut akan
bekerja;
7.1.1.4. Mengkoordinasikan kegiatan operasi dengan kontraktor jib pekerja
dan kedua pihak akan bekerja bersama dalam ruang tersebut dan
7.1.1.5. Menerima laporan dari kontraktor pada akhir kegia_ mengenai
program yang diikuti dan bahaya yang dihadapi selama proses
kegiatan dalam ruang terbatas tersebut
7.1.2. Setiap kontraktor yang melakukan kegiatan dalam ruang tersebut wajib:
7.1.2.1. Mematuhi semua ketentuan dalam pedoman ini
7.1.2.2. Mencari informasi mengenai bahaya dan kegiatan dalam ruang
terbatas dengan ijin khusus dari pengurus.
7.1.2.3. Mengkoordinasikan setiap kegiatan dengan pengurus, jika baik
pekerja induk maupun pekerja kontraktor akan bekerja di dalam
atan dekat ruang tersebut
7.1.2.4. Melaporkan kepada pengurus mengenai program yang akan diikuti
dan seluruh bahaya yang timbul atan dihadapi dalam ruang tersebut,
melalui laporan tertulis selama proses kegiatan.
7.2. Petugas utama, bertanggungjawab untuk:
7.2.1. Mengetahui bahaya yang mungkin dihadapi selama kegiatan, termasuk modus,
tanda atau gejala dan akibat paparan yang dialami

1626
7.2.2. Menggunakan peralatan seperti yang diatur dalam paragraph (d)(4) dengan
baik
7.2.3. Melakukan komunikasi dengan petugas madya bila diperlukan untuk
memudahkan petugas madya memantau status petugas utama dan untuk
memudahkan petugas madya memberitahu petugas utama hila diperlukan
evakuasi dari mangan, seperti diatur dalam paragraph 7.3.5. dan 7.3.6.
7.2.4. Memberitahu petugas madya hila:
7.2.4.1. petugas utama menyadari adanya tanda atau gejala bahaya akibat
paparan terhadap situasi yang berbahaya
7.2.4.2. petugas utama mendeteksi adanya kondisi terlarang, dan
7.2.5. Keluar dari ruangan secepat mungkin bila:
7.2.5.1. Ada perintah evakuasi dari petugas madya atau ahli k3
7.2.5.2. Petugas utama menyadari adanya tanda atau gejala bahaya akibat
paparan terhadap situasi yang berbahaya
7.2.5.3. Petugas utama mendeteksi adanya kondisi terlarang, atau
7.2.5.4. Sinyal tanda evakuasi dinyalakan
7.3. Petugas Madya. Bertanggungjawab untuk:
7.3.1. Mengetahui bahaya yang mungkin dihadapi selama kegiatan, termasuk modus,
tanda atau gejala dan mbat paparan yang dialami
7.3.2. Sadar akan efek dari paparan bahaya terhadap tingkah laku petugas utama;
7.3.3. Secara kontinyu mampu mempertahankanjumlah akurat dari petugas utama
dalam roangan dan memastikan cara untuk mengidentifikasi petugas utama
yang berada dalam mangan terbatas dengan ijin khusus tersebut seeara akurat
7.3.4. Tetap berada di luar ruangan dengan ijin khusus selama kegiatan berlangsung
sampai digantikan oleb petugas lainnya
7.3.5. Berkomunikasi dengan petugas utama bila diperlukan untuk memonitor sta-
tus petugas utama tersebut dan memberitahu petugas utama bila periu
dilakukan evakuasi sebagaimana diatur dalam pedoman ini
7.3.6.. Memantau aktivitas di dalam dan di luar ruangan untuk menentukan apakah
aman bagi petugas utama untuk tetap berada di dalam ruangan dan
memerintahkan petugas utama untuk evakuasi secepatnya bila terjadi keadaan
berikut:
7.3.. 6.1. Jika petugas madya mendeteksi adanya kondisi terlarang
7.3.6.2. Jika petugas madya mendeteksi adanya efek dari paparan bahaya
terhadap tingkah laku petugas utama

1627
7.3.6.3. Jika petugas madya mendeteksi adanya situasi di luar ruangan yang
dapat membahayakan petugas utama, atau
7.3.6.4. Jika petugas marlya tidak dapat melakukan tugasnya dengan aman
dan efektif
7.3.7. Memanggil tim penyelamat atau tim tanggap darorat lainnya secepat mungkin
bila petugas madya mengetahui bahwa petugas utama membutuhkan bantuan
untuk menyelamatkan diri dari bahaya dalam ruang terbatas dengan ijin khusus
tersebut
7.3.8. Mengambillangkab langkah berikut ini bila petugas yang tidak berwenang
mendekati atau memasuki ruangan selama kegiatan berlangsung:
7.3.8.1. Memperingatkan petugas yang tidak berwenang tersebut untuk
menjauhi roangan
7.3.8.. 2. Memberitahu petugas yang tidak berwenang tersebut untuk keluar
secepatnya jika mereka telah memasuki ruangan, dan
7.. 3.8.3. Memberitahu petugas utama dan Ahli K3 jika petugas yang tidak
berwenang telah memasuki ruangan;
7.3.9. Melakukan tindakan penyelamatan tanpa memasuki ruangan seperti yang
dijelaskan dalam prosedur penyelamatan dari pengulllS, dan
7.3.10. Tidak melakukan tugas lain yang mungkin akan menggangu tugas utamanya
untuk memantau dan melindungi petugas utama
7.4. Ahli K3 pengurus wajib memastikan babwa setiap ahli k3:
7.4.1. Mengetahui bahaya yang mungkin dihadapi selama kegiatan, tennasuk modus,
tanda atau gejala dan akibat paparan yang dialami
7.4.2. Melakukan verifikasi, dengan cara memastikan bahwa kegiatan yang dilakukan
telah sesuai dengan ijin kegiatan, bahwa seluruh pengujian yang dijelaskan
dalam ijin kegiatan telah dilakukan dan bahwa selurub prosedur dan peralatan
yang dijelaskan daIam ijin kegiatan berada di tempatnya sebelum mengesahkan
ijin kegiatan dan memperbolehkan kegiatan dilaksanakan
7.4.3. Menghentikan kegiatan dan membatalkan ijin kegiatan seperti yang
7.4.4. Memastikan tersedianya tim penyelamat dan cara yang digunakan untuk
memanggil mereka dapat dilakukan;
7.4.5. Mengeluarkan petugas yang tidak berwenang yang mencoba atau telah
memasuki ruangan selama kegiatan berlangsung, dan
7.4.6. Memastikan, bila terjadi pergantian tanggungjawab kegiatan dalam mangan,
bahwa kegiatan dalam mangan tetap sesuai seperti yang dinyatakan dalam
ijin kegiatan dan bahwa kondisi yang masih diperbolehkan untuk melakukan
kegiatan dapat dipertahankan

1628
8. Tim Penyelamat dan TanggapDarurat.
8.1. Pengurus yang menentukan tim penyelamat dan tanggap darurat, wajib:
8.1.1. Melakukan evaluasi terhadap kemampuan tim penyelamat menanggapi
panggilan dalam waktu yang tepat, dengan asumsi bahaya telah diidentifikasi
8.1.2. Melakukan evaluasi terhadap kemampuan tim penyelamat, dalam hal
kecakapannya terkait dengan tugas dan peralatan penyelamatan, agar dapat
berfungsi dengan baik selama proses penyelamatan petugas utama dari ruang
terbatas dengan ijin khusus tertentu
8.1 Memilib tim penyelamat yang telah dievaluasi tersebut yang:
8.1.3.1. Mempunyai kemampuan menyelamatkan korban dalam jangka
waktu sesuai bahaya yang dibadapi;
8.1.3.2. Mempunyai peralatan yang memadai dan mampu melakukan
penyelamatan yang diperlukan dengan baik
8.1.4. Menginformasikan tim penyelamat mengenai bahaya yang mungkin dihadapi
bila dipanggil untuk melakukan penyelamatan dan
8.1.5. Memberi akses ke seluruh ruang terbatas dengan ijin khusus dimana
penyelamatan mungkin diperlukan agar tim penyelamat dapat membuat dan
mengembangkan reneana dan praktik operasi penyelamatan yang sesuai
8.2. Pengurus yang pekerjanya telah dipilih sebagai tim penyelamat dan tanggap darurat
wajib melakukan langkah-Iangkah berikut ini:
8.2.1. Memberikan APD yang diperlukan untuk melakukan penyelamatan dari roang
terbatas dengan ijin khusus kepada seluruh pekerja yang terlibat, dan melatih
pekerja tersebut mengenai penggunaan APD yang tepat, tanpa membebani
pekerja dengan biaya tertentu.
8.2.2. Memberikan pelatihan kepada petugas yang terlibat untuk melaksanakan tugas
penyelamatan. Pengurus harns memastikan pekerja tersebut menyelesaikan
pelatihan yang diperlukan guna mendapatkan kecakapan sebagai petugas utama
8.2.3. Memberikan pelatihan kepada pekerja mengenai P3K. Pengurus wajib
memastikan bahwa sedikitnya satu anggota tim mempunyai sertifikasi daIam
melakukan P3K, dan
8.2.4. Memastikan bahwa petugas yang terlibat berlatih melakukan penyelamatan
dari ruang terbatas dengan ijin khusus minimal setiap 12 bulan sekali, dengan
cara simulasi operasi penyelamatan menggunakan boneka, manekin
atau manusia dari ruangan yang sesungguhnya atau yang menyerupainya.
Ruangan yang menyerupai tersebut wajib mempunyai persamaan dengan
ruangan yang sesungguhnya dalam hal ukuran, konfigurasi dan kemudahan
aksesnya.

1629
8.3. Untuk melakukan penyelamatan tanpa harns memasuki ruangan, system atau metode
tertentu akan digunakan bila petugas utama memasuki mangan, kecuali bila peraJatan
untuk mengeluarkan pekerja tersebut akan meningkatkan resiko atau tidak dapat
menyelamatkan petugas utama. Sistem tersebut barns memenuhi persyaratan berikut
ini
8.3.1. Setiap petugas utama wajib menggunakan sabuk pengaman sebatas dada atau
seluruh tubuh, dengan tali penyelamat pada pertengaban punggung petugas
setinggi bahu, di atas kepala, atau pada titik lain dimana dapat dilakukan
penyelamatan pekerja dengan baik. Wristlet dapat digunakan sebagai
pengganti sabuk penahan bila pengurus merasa penggunaan sabuk penahan
tidak dapat diterapkan atau dapat menciptakan bahaya yang lebih besar dan
penggunaan wristlet tersebut lebih aman sebagai alternative yang lebih efektif
8.3.2. Ujung lain dari tali penyelamat dikaitkan pada alat mekanis atau pada titik
yang stabil dan menetap di luar mangan, sedemikian rupa sehingga proses
penyelamatan dapat dilakukan sesegera mungkin bila dirasakan perlu. Alat
mekanis wajib tersedia untuk mengeluarkan pekerja dari mang terbatas dengan
posisi vertical dengan kedalaman lebih dari 5 kaki (1,52 m)
8.4. Jika petugas utama yang terluka tersebut terpapar dengan substans~ dimana dijelaskan
dalam LDKB atau keterangan lain yang serupa bahwa substansi tersebut harus tetap
berada di tempat kerja, LDKB atau keterangan lain tersebut hams teIsedia dan sebagai
petunjuk tindakan pertolongan yang hams dilakukan.

Lompiran A, B,...

1630
LAMPlRANII Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan
Pengawasan Ketenagakerjaan.
Nomor : Kep. 113/DJPPKJIXl2006
Tanggal : 29 September 2006

I. KOMPETENSI, KURIKULUM DAN PERSYARATAN KHUSUS PETUGAS


KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DTAMA RUANO TERBATAS
(CONFINED SPACES)
A. KOMPETENSI
1. 'Umum
Mampu bekerja secara aman di ruang terbatas/tertutup (confined spaces) dan
melaksanakan program memasuki ruang terbatas/tertutup dalam rangka
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta kegiatan
keselamatan dan kesehatan kerja lainnya.
2. Kemampuan Akademik
Mengetahui dan memahami aspek keselamatan dan kesehatan kerja di ruang
terbatasltertutup secara baik mengenai:
8. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja untuk pekerjaan di lUang
terbatas (confined spaces)
b. Dasar-dasar keselamatan dan kesehatan kerja di ruang terbatas
c. Pengenalan dan penilaian risiko di ruang terbatas
d. Prosedur Ijin Kerja
e. Program memasuki ruang terbatas
f. Tehnis pengukuran dan deteksi gas beracun dan mudah meledak di dalam
ruang terbatas (confined spaces)
g.. Prosedur log out dan tag out
h. Rencana dan prosedur tanggap darurat di ruang terbatas/tertutup
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
i. Alat Pelindung Diri untuk pekerjaan di roang terbatas
j. Kelembagaan keselamatan dan kesehatan kerja dan SMK3
3. Keahlian praktis
Mampu melakukan dan menerapkan aspek keselamatan dan kesehatan kerja
di roang terbatasltertutup (confined spaces) melalui upaya:
a. Melaksanakan prosedur kerja aman di mang terbatas

1631
b. Melaksanakan prosedur ijin kerja untuk memasuki ruang terbatas
c. MeIaksanakan program memasuki nlang terbatas
d. Melaksanakan prosedur log out dan tag out 37
e. Melaksanakan prosedur tanggap darurat di ruang terbatas/tertutup dan
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
f. Menggunakan Alat Pelindung Diri untuk pekerjaan di ruang terbatas (con..
fined spaces)

B. KURIKULUM
Jam Pelajaran
No. Mate" (tl 45 Mentt)
1. Peraturan perundang-undangan K3 di roang terbatasl tertutup 4
2. Dasar..dasar Kl dt ruang terbatas/tertutup 4
3. Pengenalan lcarakteristik bahan kimia berbahaya di ruang
3
terbatasltertutup
Identifikasi dan Penitatan Risiko 8ahaya di ruang
3. 4
_ _ _ _0
ter~atas!tertutup (HIRAIJSA)
Prosedur Ijin Kerja di ruang terbatasl tertutup (Work permit 3
system)
5. Program Memasuki ruang terbatasl tertutup (Confined Spaces
3
entry program)
6. Teknik an dan deteksi gas di ruang terbatas/tertutup 2
7. Prosedur Log OUt Tag Out 3
8. Rencana dan Prosedur Tanggap Darurat (ERP) 3
9. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) 3
10. Alat Pelindung Din untuk pekerjaan di ruang terbatasl tertutup 3
11. Kelembagaan K3 (P2K3+SMK3) 2-
12. Praktek lapantan 6
13. Evaluasi 3

Jumlah 46

c. PERSYARATAN PESERTA
1. Sehat jasmani dan rohani
2. Berpendidikan minimal SMU
3. Berpengalaman kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun pada kegiatan industri
yang bekerja di dalam ruang terbatas/tertutup

1632
LAMPIRAN III: Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan
Pengawasan Ketenagakerjaan.
Nomor : Kep. 1131DJPPKlIXl2006
Tanggal : 29 September 2006

II. KOMPETENSI, KURIKULUM DAN PERSYARATAN KHUSUS PETUGAS


KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA MADYA RUANG TERBATAS
(CONF SPACES)
A. KOMPETENSI
I.. Umum
Mampu bekerja secara aman di ruang terbatas/tertutup (confined spaces) dan
melaksanakan prosedur kerja sesuai dengan program memasuki roang terbatas/
tertutup dalarn rangka pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
serta kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja lainnya.
2. Kemampuan Akademik
Mengetahui dan memahami aspek keselamatan dan kesehatan kerja di ruang
terbatasltertutup secara baik mengenai:
a. Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja untuk pekerjaan di ruang
terbatasJruang tertutup (confined spaces)
b. Dasar-dasar keselamatan dan kesehatan kerja di mang terbatas/tertutup
c. Prosedur Ijin Kerja
d. karakteristik bahan kimia berbahaya di ruang terbatas/tertutup
e. Tehnis pengukuran dan deteksi gas beracun dan mudah meledak di dalaln
ruang terbatas/tertutup (confmed spaces)
f.. Rencana dan prosedur tanggap darurat di ruang terbatas/tertutup
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
g. Alat Pelindung Diri untuk pekerjaan di mang terbatas/tertutup
3.. Keahlian praktis
Mampu melakukan dan menerapkan aspek keselamatan dan kesehatan kerja
di ruang terbatas/tertutup (confined spaces) melalui upaya:
a. Melaksanakan prosedur kerja aman di ruang terbatas/tertutup
b. Melaksanakan prosedur ijin keIja untuk memasuki ruang terbatas/tertutup
c. Melaksanakan program memasuki ruang terbatas/tertutup
d. Melaksanakan prosedur tanggap darurat di ruang terbatasltertutup dan
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) 39

1633
B. KURIKULUM

Jam Pelajaran
No. Materi
(_ 45 Menlt)
1. Peraturan perundang-undangan K3 di ruang terbatasl tertutup 4
2. Dasar..dasar K3 di ruanR terbatasl tertutup 3
Pengenalan karakteristik bahan kimia berbahaya eli ruang
3. 3
terbatas/tertutup
4. Prosedur ljin Kerja di ruang terbatas/tertutup (Work permit 2
system)
5. Teknik pengukuran dan deteksi gas di ruang terbatasltertutup 3
6. Reneana dan Prosedur Tanggap Darurat (ERP) dan Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
3
7. Program memasukj ruang terbatas/tertutup 2
8. Alat Pelindung Oiri untuk pekerjaan dt ruang terbatas/tertutup 2
9. Praktek tapangan 4
10. Evatuas1 2

Jumlah 28

c. PERSYARATAN PESERTA
1. Sebat jasmani dan rohani
2. Berpendidikan minimal SMU
3. Berpengalaman kerja sekurang-kurangnya 2 (dua) taboo pada kegiatan industri
yang bekerja di dalam ruang terbatas/tertutup

Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 29 September 2006

Direktur Jenderal
Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan

MSM. Simanibumk, 8H, MM


NIP. 130353033

1634
DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI R.I.
DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
JI. Jenderal Gatot Subroto Kav, 51 - Jakarta Selatan
Kotak Pos 4872 Jak. 12048 Telp. 5255733 Pes. 677 - Fax (021) 5254085

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL


PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
NO. KEP. 53 IDJPPKlVIII/2009

TENTANG

PEDOMAN PELATIHAN DAN PEMBERIAN LISENSI PETUGAS


PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN DL TEMPAT KERJA

DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN PENGAWASAN


KETENAGAKERJAAN

Menimbang a. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 3 ayat (4) Peraturan Menten


Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Nomor Per.15/MENNIW2008
tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di Tempat Kerja
perlu pengaturan lebih lanjut mengenai pedoman pelatihan dan
pemberian lisensi petugas pertolongan pertama pada kecelakaan
(PJK) di tempat kerja;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
hurofa ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan
Pengawasan Ketenagakerjaan.

Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan


Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948
dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran
Negara Taboo 1951 Nomor 4);
2. Undang-Undang Nomor.3 Tahun 1969 tentang Persetujuan
Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional Nomor 120
Mengenai Higiene Dalam Perniagaan dan Kantor-kantor
(Lembaran Negara Nomor 14 Tahun 1969);
3. Undang-Undang Nomor 1Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1818);

1635
4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 4279);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik: Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 4437);
6. PeraturanPemerintah Nomor 38 rahun 2007 tentang Pembagian
Drusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Nomor
Per.15/MetWIII/2008 tentang Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan di Tempat Kerja.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan
KESATU: Pedoman Pelatihan dan Pemberian Lisensi Petugas Pertolongan Pertama
Pada Kecelakaan (P3K) di Tempat Kerja sebagaimana dimaksud pada
1ampiran surat keputusan ini;
KEDUA Pedoman Pelatihan dan Pemberian Lisensi Petugas Pertolongan Pertama
Pada Kecelakaan (P3K) di Tempat Kerja sebagaimana dimaksud pada amar
kesatu merupakan pedoman bagi instansi penlerintah, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupatenlkota, penyelenggara pelatihan dan masyarakat
industri;
KETIGA Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan apabila di
kemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan dilakukan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 25 Agustus 2009

Direktur lenderal

Ttd,

I Gusti Made Arka

1636
LAMPlRAN Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan
Pengawasan Ketenagakerjaan
Nomor Kep.53IDJPPKlVIIII2009
: 27 2009

PEDOMAN PELATIHAN DAN PEMBERIAN LISENSI PETUGAS


PERTOLONGAN PERTAMA P.4.DA KECELAKAAN (P3K) DI TEMPAT KERJA

I. PENDAHULUAN
Tempat kerja merupakan tempat atau mangan, dimana terdapat tenaga kerja
yang bekerja serta adanya bahaya kerja dati sumber babaya, yang memiliki risiko
untuk terjadinya kecelakaan kerja, oleh karena itu periu adanya pelaksanaan P3K
yang didukung oleh petugas yang memiliki pengetahuan dan keterampilan
pelaksanaan P3K.
Pengetabuan dan keterampilan pelaksanaan P3K di tempat kerja bagi
pengusahal pengurus dan pekerjalburuh sangat penting sehingga kasus kecelakaan
kerja dapat ditangani dengan baik dan risiko akibat kecelakaan kerja dapat ditekan.
Keterlambatan dalam mendapatkan pertolongan pertama korban kecelakaan kerja
akan mengalami suatu kondisi buruk bempa kecacatan atau kematian.
Undang-undang Nomor 1Tabun 1970 tentang Keselamatan Kerja jo. Peraturan
Menten Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per-03/Men/1982 tentang Pelayanan
Kesehatan Kerja telah mewajibkan kepada pengusahalpengurus untuk melakukan
pembinaan kepada pekerjalburuh tentang pemberian pertolongan pertama pada
kecelakaan di tempat kerja sebagaimana juga telah menjadi salah satu tugas pokok
dalam pelayanan kesehatan kerja. Selain itu dalam pelaksanaan P3K di tempat kerja
telah diatur melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I Nomor
Per. 15/MENNIII/2008 tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di Tempat
Kerja.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per. 15/MENANIII/
2008 tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di Tempat Kerja, mengatur
tentang kewajiban pengusaha untuk menyediakan petugas P3K di tempat kerja dan
fasilitas P3K di tempat kerja. Agar dapat melaksanakan pertolongan pertama dengan
baik maka Petugas P3K di tempat kerja hams memiliki pengetahuan dan ketrampilan
dasar di bidang P3K di tempat kerja dan memiliki Iisensi. Untuk itu diperlukan
pedoman pelatihan dan pemberian lisensi petugas pertolongan pertama pada

1637
kecelakaan di tempat kerja yang diatur melalui Keputusan Direktur Jenderal
Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan.

11. TUJUAN
A. Tujuan Umum
1. Memberikan pedoman bagi instansi pemerintah, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupatenlkota, penyelenggara pelatihan dan masyarakat
industri dalam rangka pelatihan Petugas P3K di tempat kerja..
2. Memberikan pedoman bagi instansi pemerintah, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupatenlkota dalam rangka pemberian lisensi bagi Petugas
P3K di tempat kerja.
B. Tujuan Khusus
Tersedianya pedoman pelatihan dan pemberian lisensi Petugas P3K di tempat
kerja di selurub Indonesia.

III. RUANG LINGKUP


Pedoman pelatihan dan pemberian lisensi Petugas P3K di tempat kerja meliputi :
1. Pelatiban Petugas P3K di Tempat Kerja.
2. Pemberian lisensi petugas P3Kdi Tempat Kerja.
IV. PELAKSANAAN PELATIHAN PETUGAS P3K DI TEMPAT KERJA
Petugas P3K di tempat kerja wajib memiliki pengetahuan dan ketrampilan dasar
di bidang P3K di tempat kerja. Untuk itu calon Petugas P3K di Tempat Kerja wajib
mengikuti pelatihan yang mencakup teon dan praktek tentang P3K di tempat kerja
serta pengetahuan tentang keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Syarat-syarat pelaksanaan pelatihan petugas P3K di tempat kerja adalab sebagai
berikut:
A. Peserta
Setiap pekerja/buruh yang akan ditunjuk sebagai Petugas P3K di tempat kerja
dapat mengikuti pelatihan.
B. Penyelenggara Pelatiban.
Pihak-pihak yang dapat menyelenggarakan pelatihan adalah :
1. lnstansi yang bertanggungjawab di bidang pengawasan ketenagakerjaan.
2. Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja bidang pembinaan
yang telah disahkan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
3. Pusat K3 dan balai-balainya.

1638
4. Perusahaan yang menyelenggarakan pelatihan untuk pekerjalburuhnya
(pelatihan internal), bekerjasama dengan Instansi yang bertanggungjawab
di bidang pengawasan ketenagakerjaan.
5. Lembaga lain yang telah dinyatakan memenuhi syarat oleh Direktur
lenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, Departemen Tenaga
Kelja dan Transmigrasi R.I.
Pihak-pihak yang akan melaksanakan pelatihan Petugas P3K di tempat kerja
harus berkoordinasi dengan instansi yang membidangi pengawasan
ketenagakerjaan setempat
C. Kunkalum Pelatiban
Penyelenggaraan pelatihan Petugas P3K di Tempat Kerja sekurang-kurangnya
memenuhi kurikulum pelatihan sebagai berikut: \

KurikulomPelatlhan Petugas P31<. di tempat kerja

Jam Pelajaran
I\fateri
No
Pemblnaan Kuriklllum Teori Pr~kte
A. Materi Dasar
Dasar.. dasar ... Definisi dan tujUttn kcsebatan 2
kesehatan kerja
kerja dan ... Sumber-sumber bahaya di tetnpat
Peraturan kerja
perundangan ... Faktor-faktor yang menlpt.'tlgaruhi
bidang P1K di derajat kesehatan tt.'tlaga kerja
tempat kerja .. Upaya-upaya kesehatan kerja
... Peraturan perundangan terkait P3 K
di tempat kerja.
2 [)asar...dasar .. Latarbelakang P3K di tenlpat 3
P3K di kerja
Tempat Kerja - Pengenian-pengertian
- TujuanP3K di tempat kerja
-Petugas PJK di tempat kerja
.. FasiHtasP3K di tempat kerja
- Prinsip-prinsip P3K : penilaian
terbadap situasi,korban, penyebab
kecelakaan dan pemberian
pertolongan pertama
Kc\vaspadaan Universal
/1 Precaution).
B Materi "Inti
3 Anatolni dan Anatonli dasar manllsia 2
Fisiologi .. Fisiologi dasar manusia mt.~cakup
Manusia sistem dasartubuh manusia: sistem
peredaran darah~ pemapasan't
pencemaan, persyarafan.. rcproouksi

1639
4 Pertolongan ... Gangguan kesadaran dan 2
pertama pada pertolongannya
Gangguan ... Gangguan pemapasan dan
Umum pertoJongannya
... Gangguan peredaran darah dan
pert01 ongann ya
5 Resusitasi Penilaian korban dalam RJP 3
Jantung Pam (Resusitasi Jantung Paru)
- Prinsip ABC (Airway..
Breathing, Circulation)
... Teknik RJP
... Praktek RJP
6 PertoJongan ... Cidera Jaringan lunak dan 2 3
Pertama Pada Perotolonganjnya
Gangguan ... Cidera system otot rangka
Loka) ... Cidera kepala, leber, tulang
belakang dan dada
... Luka bakar dan pertolongannya
... Perdarahan dan pertolongannya
- Praktek pertolongan pettama
gangguan lokal
7 Perto)on gan ... (jangguan kejang dan
pertamapada pertolongannya
gangguan ... Gangguan akibat pejanan suhu
kejang, lingkungan dan perotolongannya
pajanan suhu ... Pajanan bahan kimia dan
Jingkungan pertolongannya
dan bahan ... Keracunan makanan dan
kimia perotIongann ya
8 Pertolongan ... Kecelakaan <Ii ruang terbatas dan 2
Pertama pada pertolongannya
keadaan ... Cidera akibat sengatan listrik dan
khusus pertolongannya
9 Tanggap .. Keadaan darurat 2
darurat dan .. Prosedur penanggulangan keadaan
Evakuasi daturat
Korban daJam - Pengertian evakuasi
pertolongan .. l'ujuan tindakan e,'akuasi
pertama .. Prinsip-prinsip tindakan evakuasl
.. Syarat tindakan evakuasi
... Alat tindakan evakuasi
- (1ara tindakan evakuasi
... Praktek evakuasi
C Evaluasi
10 Evaluasi - Pre Tes I
- Post "'est I 1
Jumlab 18 12

1640
D. Instruktur
Materi dalam pelatihan ini disampaikan oleh instruktur dengan ketentuan
sebagaiberikut:
1. Materi dasar diberikan oleh instruktur yang berasal dari instansi yang
bertanggung jawab di bidang pengawasan ketenagakerjaan
2. Materi inti dapat diberikan oleh instroktur yang berasal dari praktisi,
akademisi atau instansi pemerintah terkait
E. Evaluasi
Evaluasi dilakukan oleh penyelenggara pelatihan bersama instansi yang
bertan ung jawab di bidang pengawasan ketenagakerjaan, berdasarkan :
1. Prosentase kehadiran sekurang-kurangnya 80%.
2. HasH ujian teori dan praktek sekurang-kurang dengan nilai rata·rata 70.
F. Penerbitan Sertifikat
I. Penerbitan sertifikat bagi yang bam mengikuti pelatihan
Setelah mengikuti pelatihan yang dilakukan oleh penyelenggara
pelatihan dan telah mengikuti evaluasi, maka peserta pelatihan akan
memperoleh sertiftkat yang dikeluarkan oleh Direktur lenderal Pembinaan
Pengawasan Ketenagakerjaan c.q Direktur Pengawasan Norma
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, dengan mekanisme penerbitan sebagai
berikut:
Mekanisme penerbitan sertifikat bagi yang baru mengikuti
pelatihan sebagaimana skema berikut:

1641
Keterangan:
1. Perusahaan berkoordinasi dengan penyelenggara pelatihan petugas P3K
di tempat kerja atau perusahaan menyelenggarakan sendiri
2. Penyelenggara pelatihan melaporkan/memberitahukan pelaksanaan
pelatihan kepada Disnaker setempat
3. Penyelenggara pelatihan melaksanakan pelatihan ptugas P3k di tempat
kerja
4. Penyelenggara pelatihan berkoordinasi dengan Disnaker setempat
melakukan evaluasi dan laporan basil pelatihan berdasarkan :
a) HasH pre test, post test, dan praktek
b) Daftar hadir
c) Biodata peserta
5. Pengajuan permohonan penerbitan sertifikat ke Direktorat Jenderal
Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan c.q Direktur Pengawasan
Norma K3 dengan melampirkan berkas evaluasi
6. Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan c.q Direktur
Pengawasan Nonna K3 menerbitkan sertifikat

Sertifikat yang sudah dikeluarkan dari Departemen Tenaga Kerja dan


Transmigrasi R.I diserahkan kepada instansi yang bertanggungjawab di bidang
ketenagakerjaan setempat dan untuk selanjutnya instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan setempat menyerahkan sertifikat kepada
penyelenggara pelatihan. Penyelenggara pelatihan menyerahkan sertifikat
kepada perusahaan untuk dibagikan kepada para peserta.

G Penerbitan sertifikat bagi yang pernab mengikuti peladban sebelum


dikeluarkannya Keputusan InL
Dalam hal petugas P3K di tempat kerja yang pemah mengikuti pelatihan
sebelum pedoman ini dikeluarkan dan telab memiliki sertifikat dari
penyelenggara pelatihan, maka sertiftkat dapat diterbitkan oleh Direktur Jenderal
Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan c.q Direktur Pengawasan Norma K3,
setelah melalui proses evaluasi.
Proses penerbitan sertiftkat bagi yang pemah mengikuti pelatihan sebelum
dikeluarkannya Keputusan Dirjen ini sebagaimana skema berikut:

1642
Kelerongan :
1. Perusahaan mengajukan pennohonan penerbitan sertifikat petugas P3K
di tempat kerja ke dinas setempat.
2. Dinas setempat mengadakan evaluasi
3. Evaluasi caton petugas P3K di tempat kerja tidak memenuhi syarat
diberikan pelatiban sesuai dengan mekanisme penerbitan sertifikat bagi
yang bam mengikuti pelatihan
4. Calon Petugas P3K di tempat kerja yang sudah memenuhi persyaratan
mengajukan sertifikat.
5. Pengajuan perrnohonan penerbitan sertifikat ke Ditjen Pembinaan
Pengawasan Ketenagakerjaan c.q Direktur Pengawasan Nonna K3 dengan
melampirkan berkas evaluasi.
6. Ditjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan c.q Direktur Pengawasan
Norma K3 menerbitkan sertifikat
Sertifikat yang sudah diterbitkan diserahkan kepada Disnaker setempat
dan selanjutnya Disnaker setempat menyerahkan sertifikat kepada perusahaan.
v. LISENSI PETUGAS P3K DI TEMPAT KERJA DAN BUKU KEGIATAN
PETUGAS P3K DI TEMPAT KERJA
A. Lisensi Petugas P3K di Tempat Kerja
Lisensi Petugas P3K di tempat kerja diterbitkan oleh instansi yang
bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan setempat. Pemberian lisensi bagi
Petugas P3K di Tempat Kerja dengan ketentuan sebagai berikut :

1643
1. Pengurus barus mengajukan permohonan kepada Instansi yang
bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan setempat disertai lampiran:
a. Surat keterangan penunjukkan dan perusahaan sebagai Petugas P3 K
di tempat kerja.
b. Surat keterangan sehat jasmani dan rohani dari dokter.
c. Surat pemyataan bersedia ditunjuk sebagai Petugas P3K di Tempat
Kerja
d. Salinan sertifikat
e. Pas foto 2x3 berwama sebanyak 2 (dua) lembar.
2. Lisensi petugas P3K di tempat kerja berlaku selama 3 (tiga) tabun sejak
tanggal diterbitkan dan dapat diperpanjang dengan mengajukan
permohonan dan lampiran sebagaimana dimaksud pada huruf I dan
disertai laporan kegiatan selama pemberian lisensi.
Bentuk dan ukuran lisensi petugas P3K di tempat kerja sebagai berikut :
a. Bentuk empat persegi panjang dengan ukuran P. 9,5 em xl: 5,5 em
b. Lisensi berwama hijau

Tampak bagian depan:

- - - - - - - - - - - 95 em - - - - - - - - - - -

Logo LISENSI PETUGAS P3K


Penlda DITEMPAT KERJA Logo K3
No: IP3 I<J I 20.....

Nama
TempatiTanggaJ Lahir
Perusahaan
Alamat Perusahaan
Jabatan
Berlaku sid
S.scm

Pas .illO ........., tanggal-bulan-tahun


2x3 Kepala dinas .
berwatna

Nama
NIP

1644
Tampak bagian depan:

KEWAJIBAN PETUGAS P3K DI TEMPAT KERJA

I. MeJaksanakan tindakan P3K bila terjadi kecelakaan di tempat


keJja
2. Merawat fasilitas P3K di tempat kerja
3. Mcncatat setiap kegiatan P3K di tempat kerja daJam buku
kegiatan
4. Melaporkan kegiatan P3'K eli tempat kerja kepada pengurus
5. Melakukan latihan P3K di tempat kerja sekurang.. kurangnya 6
(enam) bulan seali dan dicatat dalam Buku Kegiatan Petugas
P3K di Tempat Kega.

Skem. PenerbltaD UseDsi Petugas P3K cD Templt KerJa

yat1daD
Surat k-ranaan peftUlUukkan dai
perusahaan sebapi peN. . P3K di
temt* kOlja
• SW1It kctenmpn IdtaI jasmani dan
roIJanj dari dotter
SW1It perftyMMn bmedia dituqjuk
sebapi PetUpI P3K di tempat kelja
Sali,*, serdfit.
• Pas tbto 2xJ berwama sebanyak 2
tem"

Keterangan :
1. Perusahaan mengajukan permohonan penerbitan lisensi petugas P3K di
tempat kerja kepada Disnaker setempat dengan melampirkan persyaratan
2. Disnaker setempat melakukan pemeriksaan kelengkapan berkas
3. Bila berkas tidak lengkap maka akan dilakukan pengembalian berkas dan
memberitahuan kekurangan kelengkapan berkas kepada perusahaan
4. Lisensi diterbitkan bila berkas sudah lengkap

1645
Tembusan penerbitan lisensi disampaikan ke Direktorat Jenderal
Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan c.q Direktorat Pengawasan Norma
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

B. Buku Kegiatan Petugas P3K Di Tempat Kerja


Petugas P3K di Tempat Kerja yang ditunjuk oleh pengusahalpengurus
dan telah mendapatkan lisensi, wajib memiliki Buku Kegiatan Petugas P3K di
tempat kerja. Buku Kegiatan Petugas P3K di Tempat Kerja diguna untuk
meneatat semua kegiatan dalam melakukan pertolongan pertam a, latihan
pertolongan pertama ataupun dalam pemelibaraan kolak P3K.
Buku kegiatan petugas P3K dikeluarkan oleh instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.
Bentuk dan ukuran Buku Kegiatan Petugas P3K di tempat kerja sebagai berikut:
a. Bentuk empat persegi panjang dengan ukuran P: 16 em x L: 10,5 em
b. Warna sampul putih
c. Jumlah halaman minimal 16 halaman

1. Halaman depan (sampul)

to.Scm

LOGO LOGOKJ
PEMDA

DINAS TENAGA KERJA .

BUKU KEGIATAN PETUGAS P3"K

"DIBERIKAN KEPADA
J6em

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan


Transmigrasi
No.PER.. 15/MENNIII/2008

1646
2. Halaman 1 (satu)

BUKU KEGIATAN
PETUGAS P3K DJ TEMPAT KERJA

No Lisensi .

Nama
TempatITanggal Lahir
Perusahaan
AJamat Perusahaan
Jabatan

................ .. ,
"" " .
Kepala Bidanglnit
PengawasanKetenagakerjaan

Nama
Nip

3. Halaman 2 (dua)
PERHATIAN

1. Pengurus atau Petugas P3K harns memperlihatkan Buku Kegiatan ini


kepada pegawai Pengawas setempat untuk dicatat dan diketahui.
2.. Kepala Dinas Tenaga Kerja sewaktu-waktu dapat meminta Buku
Kegiatan ini untuk diadakan pemeriksaan seperlunya.
3. Lisensi petugas P3K di tempat kerja dapat dicabut oleh Kepala Instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat bilamana:
a. Melanggar peraturan perundangan di bidang K3
b. Dinilai tidak berkemampuan lagi sebagai petugas P3K di tempat
kerja atas usul pegawai pengawas
4. Untuk perpanjangan itsensi diajukan 1 (satu) bulan sebelum habis masa
berlaku lisensi ini..

1647
4. Halaman 3 (tiga) sid 16 (enam belas)

Mengetahui
Kegiatanl Tindakan
No Tanggal Pengurus Keterangan
Kejadian P3K
Perusahaan

Ditetapkan di tanggal .
Disnaker .
Kepala BidanglUnit
Pengawasan Ketenagakerjaan

(-., Nama )
NIP..

IV. PENUTUP
Pedoman pelatihan dan pemberian lisensi petugas P3K di tempat kerja ini
digunakan sebagai dasar pelaksanaan pelatihan petugas P3K di tempat kerja dan
dalam pemberian lisensi bagi petugas P3K di tempat kerja.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 27 Agustus 2009

Direktur Jenderal

Ttd,

I Gusti Made Arb

1648
KEMENTERIAN TENAGA KERJADAN TRANSMIGRASI R.I.
DlREKTUR JENDERAL PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
JI. Jendera) Gatot Subroto Kav. 51 - Jakarta Selatan
Kotak Pos 4872 lak. 12048 Telp. 5255733 Pes. 677 - Fax (021) 5264085

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL


PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
NO. KEP. 48 IDJPPKlVII/2011

TENTANG

BIDANG JASA PEMBINAAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN PENGAWASAN


KETENAGAKERJAAN

Menimbang a. Bahwa dalam rangka penertiban dan peningkatan kualitas


pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja yang dilakukan oleh
Perusahaan Jasa Keselamatan dan kesehatan kerja, diperlukan
pengaturan mengenai pembidangan jasa pembinaan;
b. Bahwa untuk itu, perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur
Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan.

Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 1Tahun 1970 tentang Keselatnatan Kerja


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1918);
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);
3. Peraturan Presiden R.I No. 21 Tahun 2010 tentang Pengawasan
Ketenagakerjaan;
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I No Per. 04/Menl1995 tentang
Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
5. Peraturan Menten Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I No PER. 121
Menlll1l2010 tentang Organisasi dan Tata KeIja Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi;

1649
6. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I No. SEw
02/MEN/DJPPKJI/20 11 tentang Peningkatan Pembinaan dan
Pengawasan Terhadap Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (PIK3);
7. Keputusan Direktur Jendera1 Pembinaan Pengawasan
Ketenagakerjaan No Kep. 12IDJPPKJIII20 11 tentang Pelaksanaan
Pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Keselamatan dan
Kesebatan Kerja (K3).

MEMUTUSKAN
Menetapkan
KESATU Perusahaan Jasa Pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf (t), Peraturan Menteri
Tenaga Kerja R.I. No. Per. 04/Men/1995, meliputi bidang :
a. Kesehatan kerja;
b. Lingkungan kerja dan baban berbahaya;
c. Sistem manajemen K3 dan keahlian K3 umum;
d. Keselamatan kerja mekanik;
e. Keselamatan kerja pesawat uap dan bejana tekan;
f. Keselamatan kerja listrik;
g. Keselamatan kerja penanggulangan kebakaran;
h. Keselamatan kerja konstruksi bangunan.
KEDUA Perusahaan Jasa Pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam
melaksanakan kegiatan pembinaan K3 hams mempunyai kapasitas
sesuai dengan bidang sebagaimana dimaksud amar Kesatu.
KETIGA Kapasitas sebagaimana dimaksud amar Kedua meliputi:
a. Sarana dan prasarana teknis;
b. Tenaga pembinalinstruktur teknis yang kompeten sesuai dengan
bidangnya.
KEEMPAT Perusahaan Jasa Pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
sebagaimana dimaksud amar Kedua dapat ditunjuk lebih dari satu
bidang.
KELIMA Perusahaan Jasa Pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang
telah ditunjuk hanya dapat melaksanakan kegiatan sesuai dengan Surat
Keputusan Penunjukannya.

1650
KEENAM Bagi Perosahaan Jasa Pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Ketja
yang mengajukan penunjukan barn dan atau perpanjangan agar
menyesuaikan dengan keputusan
KETUJUH Kinerja dan kepatuhan Perosahaan Jasa Pembinaan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja akan dilakukan evaluasi secara berkala.
KEDELAPAN Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan
ketentuan akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya apabila
dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam Keputusan ini.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal: 25 Juti 2011

Direktur Jenderal
Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan

Ttd,

Drs. A. Mudji Handaya, M.Si

1651
1652
KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI R.I
DIREKTORAT JENDERAL
PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
n. lend. Gatot Subroto Kav. 51 - Jakarta Selatan 12950, Telp. 5255733, ext. 604, 257, 264
Telp. (021) 5275240, 52609S5 Fib, 5279365,5213571,5268045
Home page. http://www.depnakertrans.go.id

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL


PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
NOMOR : KEP. 84/ PPK I X 12012

TENTANG

TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PENGENDALIAN


POTENSI BAHAYA BESAR DAN MENENGAH

DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN PENGAWASAN


KETENAGAKERJAAN

Menimbang Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (3) Keputusan


Menteri Tenaga Kerja Nomor 187 Taboo 1999 tentang Pengendalian
Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja, perlu ditetapkan tata cara
penyusunan Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya Besar dan
Menengah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan
Pengawasan Ketenagakerjaan.

Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahoo 1970 tentang Keselamatan


Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970
Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 1918);
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003 No. 39,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4279);
3. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4437);
4. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahoo 2004 tentang Pengamanan
Objek Vital Nasional;

1653
5. PP No. 38 Tabun 2007 tentang Pembagian Drusan Pemerintahan
Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah
Daerah KabupatenIKota;
6. PP No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-
187/MEN/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya
di Tempat Kerja.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan
KESATU Tata cara penyusunan Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya Besar
dan Menengah sebagaimana tercantum dalam lampiran I Keputusan
Direktur lenderal ini.
KEDUA Tata cara persetujuan Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya Besar
dan Menengah sebagaimana tercantum dalam lampiran II Keputusan
Direktur Jenderal ini.
KETIGA Bentuk Surat Penetapan Potensi Bahaya Perusahaan, bentuk halaman
muka dan bentuk surat persetujuan dokumen sebagaimana tercantum
dalam lampiran III Keputusan Direktur JenderaI ini.
KEEMPAT Dokumen sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU wajib
dilengkapi dengan:
8. Sertiflkat Ahli K3 Kimia dan Petugas K3 Kimia;

b. Pengesahan hasil riksa uji faktor kimia;


c. Pengesahan riksa uji instalasi;
d. Pengesahan hasil pemeriksaan kesehatan;
e. Laporan daftar nama bahan kimia dan kuantitas
KELlMA Dokumen yang telah disusun sebagaimana Diktum KESATU wajib
dilakukan pemeriksaan dan verifikasi dan mendapatkan persetujuan
dari Dinas yang tugas dan lingkupnya membidangi ketenagakerjaan
pada Pemerintah ProvinsiIKabupatenlKota.
KEENAM Dokumen yang telah disetujui dapat berfungsi sebagai ijin memulai
operasi (license to initial startup).
KETUJUH Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan.

1654
KEDELAPAN Apabila di kemudian bah terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan
kondisi di lapangan akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 310ktober2012

___llf".,ur Jenderal
r ~_wasan Ketenagakerjaan

1655
LAMPIRANI
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL
PEMBlNAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
NOMOR: KEP. 84/ PPKl X 12012
TENTANG
TATACARAPENYUSUNAN DOKUMEN PENGENDALIAN
POTENSI BAHAYA BESAR DAN MENENGAH

BABI
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegiatan industri yang mengolah, menyimpan, mengedarkan, mengangkut dan
mempergunakan bahan-bahan berbahaya akan terns meningkat sejalan dengan
perkembangan pembangunan sehingga berpotensi untuk menimbulkan bahaya hesar
bagi industri, tenaga kerja, lingkungan maupun sumberdaya lainnya.. Demikian juga
dengan obyek vital nasional yang menyangkut hajat hidup orang banyak, kepentingan
negara danJatau sumber pendapatan negara yang bersifat strategis membutuhkan
sistem pengelolaan gangguanlancaman dimana salah satuoya dapat berbentuk
peristiwa berupa kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Di Indonesia, beberapa kecelakaan telah terjadi disebabkan oleh bahan kimia
berbahaya, misalnya peledakan karena gas metan di pertambangan tradisional di
Sumatera Barat, kebakaran di pabrik karet yang menghasilkan sandal, keceJakaan
di ruang terbatas karena terlepasnya gas beracun di Kalimantan Timur, Jawa Barat
dan sebagainya. Sedangkan kecelakaan besar yang disebabkan malfungsi dari fasilitas
instalasi babaya besar dapat terjadi pada industri petrokimia, industri kimia,
penyimpanan LPG, pupuk, bahan peledak, klorin dan pestisida.. Kecelakaan besar
yang pemah terjadi di Indonesia antara lain kebakaran dan peledakan di Petrowidada
dan kebocoran lumpur minyak Lapindo di Jawa Timur.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan upaya untuk menciptakan
lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera, bebas dari kecelakaan, kebakaran,
peledakan, pencemaran lingkungan dan penyakit akibat kerja. Kecelakaan kerja dapat
menimbulkan kerugian bagi tenaga kerja, pengusaha, pemeriotah dan masyarakat,
yang dapat bempa korban jiwa manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah-Iangkah nyata untuk melindungi tenaga
kerja, masyarakat dan lingkungan dengan mencegah dan mengurangi terjadinya
kecelakaan kerja secara maksimal serta meminimalisasi dampak kecelakaan baik di
dalam dan diluar tempat kerja terutama disebabkan oleh bahan kUnia berbabaya.

1656
Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, Pemerintah melalui Kementerian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi menerbitkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.
Kep. 187/MEN/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahayadi Tempat Kerja.
Dpaya pengendalian dimaksud salah satunya dilakukan dengan penetapan potensi
bahaya besar atau menengah pada perusahaan. Hal ini dipertegas dengan Surat Edaran
yang menginstruksikan bahwa perusahaan yang telah ditetapkan sebagai potensi
bahaya besar hams melakukan pemenuhan terhadap Surat Edaran Menteri Tenaga
Kerja No. SEe 140/DPKKJIW2004 tentang Pemenuhan Kewajiban Syarat.. Syarat
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri Kimia dengan Potensi Bahaya Besar
(Major Hazard Installation). Pemsahaan yang telah mendapat penetapan sebagai
Instalasi Potensi Bahaya Besar/Menengah hams melakukan pemenuhan kewajiban
sesuai dengan ketentuan. Salah satu ketentuan tersebut yaitu Pembuatan Dokumen
Pengendalian Potensi Bahaya Besar/Menengah. Sebagai petunjuk bagi pemsahaan
dalam membuat dokumen tersebut, perlu diterbitkanPedoman Tata Cara Penyusunan
Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya Besar dan Menengah. Dokumen yang telah
dibuat selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan pengendalian bahan kimia
berbahaya di tempat kerja.
B. Thjuan
Pedoman ini bertujuan :
a. Memberikan petunjuk dalam menyusun Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya
Besar dan Menengah.
b. Memberikan petunjuk mengenai tata cara mendapatkan persetujuan atas
Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya Besar dan Menengah.

c. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun ]970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor I, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 1918);
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 2003 No. 39, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4279);
3. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun
2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);
4. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Objek Vital
Nasional;
5. PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Drusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupatenl
Kota;

1657
6. PP No. 50 Tahoo 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja;
7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-187/MEN/
1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja.

D. Ruang Lingkup
Dalam pedoman ini mengatur 2 (dua) hal yaitu:
a) Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya Besar dan Menengah;
b) Tata cara mendapatkan persetujuan Dokumen Pengendalian Potensi Babaya
Besar dan Menengah.

E. Pengertian
a. Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia dalam bentuk tunggal atau
campuran yang berdasarkan sifat kimia atau fisika dan atau toksikologi
berbahaya terhadap tenaga kerja, instalasi dan lingkungan;
b. Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya adalah dokumen tertulis yang memuat
infonnasi teknis, manajemen dan operasional meneakup potensi bahaya dan
risiko dari suatu instalasi dan pengendaliannya serta prosedur keselamatan
instalasi;
e.. Ijin Memulai Operasi (Lisence to Initial Start Up) adalah pemyataan kelayakan
teknis aspek keselamatan dan kesehatan kerja untuk memulai pengoperasian
suatu instalasi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
d.. Instalasi adalah perangkat peralatan teknik beserta perlengkapannya yang di
pasang pada posisinya dan siap dipergunakan;
e. Instalasi potensi bahaya besar adalah suatu instalasi yang menghasilkan,
memproses, menangani, menggunakan, membuang atau menyimpan secara
tetap atau sementara satu atau lebih bahan kimia berbahaya yang kuantitasnya
melebihi nilai ambang kuantitas;
f.. Instalasi potensi bahaya menengah adalah suatu instalasi yang menghasilkan,
memproses, menangani, menggunakan, membuang atau menyimpan seeara
tetap atau sementara satu atau lebih bahan kimia berbahaya yang kuantitasnya
sarna atau lebih keeil dati nilai ambang kuantitas;
g.. Keeelakaan besar adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan, dan terjadi
dengan tiba-tiba akibat dari kegiatan proses industri yang tidak dapat
dikendalikan dan mengarah menjadi bahaya serius yang membahayakan
masyarakat dan lingkungan, baik yang terjadi dalam waktu yang eepat atau
lambat, di dalam atau di luar instalasi yang terjadi karena satu lebih bahan
kimia berbahaya;

1658
h. Nilai Ambang Kuantitas (NAK) adalah standar kuantitas bahan kimia berbahaya
untuk menetapkan potensi bahaya bahan kimia di tempat kerja;
i. Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya adalah upaya yang dilakukan untuk
mencegah dan atau mengurangi risiko akibat penggunaan bahan kimia
berbahaya di tempat kerja terhadap tenaga ketja, alat-alat kerja dan lingkungan;
j. Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas langsung sesuatu tempat kerja
atau bagiannya yang berdiri sendiri;
k. Pengusaha adalah:
i. Orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri
dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
ii. Orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu
usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat
kerja;
iii. Orang atau badan hukum yang di Indonesia mewakili orang atau badan
hukum termaksud pada (a) dan (b), jika kalau yang diwakili berkedudukan
di luar Indonesia.
I. Penyakit Akibat Kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan
atau lingkungan kerja;
m. Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bidang Pemeriksaan dan
Pengujian Lingkungan Kerja dan Bahan Berbahaya adalah perusahaan yang
usahanya di bidang jasa K3 untuk membantu pelaksanaan syarat-syarat K3 di
bidang Lingkungan Kerja dan Bahan Berbahaya.
n. Pusat Pengendalian Keadaan Darurat adalah tempat dimana operasi kerja untuk
menangani keadaan darurat diarahkan dan dikoordinir serta dilengkapi dengan
sarana untuk menerima dan meneruskan infonnasi dan perintah-perintah dari
dan untuk pengawas di tempat kejadian, lokasi lain di sekitar instalasi atau
dati luar perusahaan.
o. Rencana tanggap darorat adalah suatu rencana formal tertulis berdasarkan pada
potensi kecelakaan-kecelakaan yang dapat terjadi di instalasi dan konsekuensi-
konsekuensinya yang akan dirasakan di dalam dan di luar tempat kerja,
menguraikan tentang bagaimana kecelakaan-kecelakaan tersebut dan
konsekuensinya di dalam dan di luar tempat kerja hams ditangani.
p. Uji Unjuk Kerja (Performance Test) adalah pengujian menyeluruh yang
dilakukan untuk menentukan kemampuan respon dan stabilitas suatu instalasi
dan peralatan dalam kondisi kerja tertentu;
q. Veriftkasi Dokumen adalah suatu kegiatan pemeriksaan kebenaran atas isi
dokumen sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan atau standar
teknis;

1659
BABII
DOKUMEN PENGENDALIAN POTENSI BAHAYA BESAR
DAN MENENGAH

A. Ketentuan Penulisan Dokumen


Penulisan dokumen Pengendalian Potensi Bahaya Besar dan Menengah dibuat
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Ukuran kertas A4 berat 70 gram;
2. Karakter huruf Arial12;
3. Spasi 1,5
Dokumen disusun dengan format sebagai berikut:
1. Halaman Muka atau Cover (sebagaimana dalam lampiran III)
a. Untuk Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya Besar berwama dasar biro;
b. Untuk Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya Menengah berwarna dasar
kuning.
2. Lembar Persetujuan (Surat Keputusan sebagaimana dalam Lampiran III)
3. Lembar Komitmen Melaksanakan Pengendalian Potensi Bahaya Besarl
Menengah
4. Kata Pengantar
5. Daftar lsi
6. BAB I-VIII
7. Daftar Pustaka
8. Lampiran-Lampiran

B. Rlncian lsi Dokumen


Penyusunan Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya Besar dan Menengah
merupakan pelaksanaan ketentuan pasal 16, 17 dan 19 Kepmenaker No.. Kep. 187/
MEN/1999. Ketentuan rincian isi Dokumen Pengendalian Potensi Babaya Besar
dan Menengah sebagai berikut:
BAB 1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Bagian ini berisi profit perusahaan yang paling sedikit memuat informasi
mengenai jumlah tenaga kerja, jenis usaha, tata letak perusabaan di dalam peta
provinsi, kabupaten, kecamatan, kelurahan, kondisi atau gambaran lingkungan
di sekitar perusahaan, struktur organisasi dan legalitas perusahaan..

1660
1.2. Tujuan
Bagian ini memuat infonnasi mengenai tujuan penyusunan dokumen antara
lain:
a. Sebagai acuan pengendalian bahan kimia berbahaya di tempat kerja dalam
rangka pengawasan pelaksanaan K3 di tempat kerja;
b. Sebagai dasar untuk memberikan ijin memulai operasi (license to initial
startup).
1.3. Dasar Hukum
Bagian ini memuat infonnasi mengenai dasar hukum yang terkait dengan
penyusunan dokumen antara lain:
a. UU No. 1 Taboo 1970 tentang Keselamatan Kerja;
b. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003 No. 39, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);
c. UU No. 32 Taboo 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);
d. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahoo 2004 tentang Pengamanan Objek
Vital Nasional;
e. PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urosan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota;
f. PPNo. 50 Taboo 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja;
g. Kepmenaker No. 187/Menl1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia
Berbahaya di Tempat Kerja;
h. Surat Keputusan Penetapan Potensi Bahaya Instalasi dari Pemerintah
Provinsi atau Kabupaten/Kota.
1.4. Ruang Lingkup
Bagian ini memuat informasi mengenai jumlah dan kategori potensi bahaya
masing-masing instalasi pada suatu perosahaan serta rincian isi dokumen yang
harus dibuat berdasarkan Surat Keputusan Penetapan Potensi Bahaya
Perusabaan.
Rincian isi dokumen sesuai dengan ketentuan Pasal 19 ayat (1) dan (2)
Kepmenaker No. 187/Men/1999 antara lain:
a.. Gambaran umum proses produksi;
b. Identiftkasi bahaya dan penilaian dan pengendalian risiko;

1661
c. Kegiatan teknis.. rancang bangull~ konstruksi, pemilihan bahan kimia serta
pengoperasian dan pemeJiharaan instalasi;
d. Kegiatan pembinaan tenaga kerja di tempat kerja~
e. Rencana dan prosedur keadaan darurat;
f. Prosedur kerja aman.

lsi dokumen pengendalian potensi bahaya disesuaikan dengan Penetapan


Potensi Bahaya Perusahaan. lnfonnasi yang tidak wajib dibuat untuk Dokumen
Pengendalian Potensi Bahaya Menengah sesuai pasal 19 ayat (2) Kepmenaker
No.Kep 187/Men/1999 yaitu sebagaimana pada huruf (e) mengenai rencana
dan prosedur keadaan damrat.

BAB 2. Gambaran Umum Proses Produksi


Bab ini memuat informasi antara lain:
2.1. Uraian mengenai proses-proses yang ada di perusahaan lengkap dengan gambar
alur proses (jlolvcharl);
2.2. Uraian mengenai bahan kimia berbahaya yang digunakan tennasuk bahan baku,
bahan penolong, produk dan produk salnping berikut penjelasan mengenai
penyimpanan, pemakaian, produksi, dan pengangkutan di tempat kerja;
2.3. lJraian mengenai ketersediaan, kecukupan dan pemutakhiran Lembar Data
Kesclamatan (LDK) dan label.

BAB 3. ldentifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko


Bab ini memuat Infonnasi antara lain:
3.1. Uraian mengenai Idcntifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko atas proses instalasi
yang sekurang..kurangnya meliputi:
3.1.1. Paparan bahan kimia berbahaya dalam instalasi dan tempat kerja;
3.1.2. Kegagalan atau kesalahan peralatan operasi yang dapat menimbulkan
keadaan abnonnal dan kecelakaan besar;
3.1.3. Dampak yang ditimbulkan kecelakaan besar terhadap para pekerja,
orang yang tinggal atau bekerja di luar instalasi atau bagi lingkungan;
3.1.4. Sumber bahaya dan alam yang mungkin teIjadi di daerah tersebut;
3.1.5. Sumber bahaya dari serangan lnar.
3.2. Uraian nlengenai pengendalian risiko atas hasil penilaian risiko pada 3.1 dengan
nlemperhatikan:

1662
3.2.1. Langkah-Iangkah pencegahan terhadap kecelakaan dan penyakit
akibat kerja sekurang-kurangnya dilengkapi dengan:
a. HasH pemeriksaan dan pengujian faktor kimia di tempat kerja
b. HasH pemeriksaan kesehatan tenaga kerja
3.2.2. Upaya untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh keadaan
darorat;
3.2.3. Upaya pencegahan dan pengendalian terhadap kejadian yang pal-
ing buruk (worst case scenario);

BAB 4. Kegiatan teknis, rancang bangun, konstruksi, pemilihan bahan kimia serta
pengoperasian dan pemeliharaan instalasi.
Bah ini berisi uraian mengenai upaya perusahaan untuk memastikan kelayakan dan
keamanan instalasi, peralatan dan konstmksi yang meliputi antara lain:
4.1. Pemeriksaan dan pengujian peralatan dan instalasi dimana terlampir:
4. L1. Daftar peralatan;
4.1.2. Sertifikasi/akte ijin peralatan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
4.1.3. Peralatan dalam instalasi selain sebagaimana dimaksud pada 4.1.2 tetap
dilakukan pemeriksaan terhadap design, pembuatan, pemasangan, dan
modifikasi yang harus dibuktikan dengan uji unjuk kerja (performance
test) sesuai desain industri;
4.1.4. Instalasi pemadam kebakaran telah diperiksa dan memiliki akta ijin
dari dinas setempat.
4.2. Pengawasan mutu, mulai dari desain sampai dengan dioperasikan sesuai dengan
standar (nasional atau intemasional), yang mencakup :
4.2.1. Setiap komponen antara lain pipa, pompa, bejana tekan, kompresor,
tanki penyimpanan (storage tank), blower dan lain-lain telah didesain
sesuai kondisi operasi yang diinginkan;
4.2.2. Gaya statis (static force), Gaya dinamis (dynamic force), tekanan di
dalam dan tekanan luar (internal & external pressure);
4.2.3. Perakitan dan instalasi dalam kondisi yang baik, dilaksanakan oleh
tenaga yangkompeten dan belWenang serta telah dilakukan ujicoba
terhadap fungsi komponen, alat pengaman dan keselamatan instalasi
sebelum instalasi dioperasikan; .
4.2..4. Untuk menjaga agar instalasi tetap dalam keadaan aman pada batas-
batas desain, terdapat suatu sistem pengendalian yang sesuai meliputi
cara (bila perIn):

1663
a. Pengendalian proses secara manual;
b. Pengendalian proses secara otomatis;
c. Sistem mematikan (shutdown) instalasi secara otonlatis;
d. Sistem keselamatan sistem alann.
4.2.5. Setiap sistem perpipaan dan bejana tekan yang mengalalni perlakuan
pengelasan sebelumnya dan digunakan untuk menyimpan, memproses,
mengalirkan bahan kimia beracun yang dapat mematikan harus
dibuktikan sudah mendapat perlakuan panas pasea pengelasan
(PWHT=Posr Weld Heat Treatment) sesuai persyaratan standar industri
yang diacu.
4.3. Melaksanakan pemeliharaan peralatan, instrumen kontrol, instalasi
listrik, perangkat lunal< dan perangkat keras komputer secara berkala
(jadwal pemeliharaan dilampirkan) yang didalamnya mencakup :
4.3.1. Jenis pemeliharaan (preventive & predictive maintenance);
4.3.2. Perencanaan pemeliharaan;
4.3.3. Program pemeliharaan;
4.3.4. Pelaksanaan program;
4.3.5. Pemantauan dan evaluasi program pemeliharaan.

BAB 5. Kegiatan Pembinaan Tenaga Kerja di Tempat Kerja


Bab ini ll1emuat uraian kegiatan pembinaan kepada personil K3 meliputi:
5.1. Ahli K3 Kimia (salinan sertifikat, penunjukkanAhli K3 Kimia danjumlahnya)
5.2. Petugas K3 Kimia (salinan sertifikat, lisensi Petugas K3 Kimia danjumlahnya)
5.3. Personil K3 terkait (semua personil K3 terkait beserta salinan sertifikat,
penunjukkan/lisensi)
5.4. Program pembinaan K3 terhadap tenaga kerja dan kontraktor yang paling sedikit
meneakup hal-hal sebagai berikut:
a. Pemahaman mengenai keseluruhan proses yang digunakan dalam instalasi;
b. Bahaya-bahaya dari proses dan bahan yang digunakan serta usaha
pencegahan bahaya;
c. Pengendalian proses dan pemantauan semua kondisi-kondisi
pengoperasian, termasuk cara menjalankan (startup) dan menghentikan
(shut down);
d. Prosedur operasi, tennasuk bila ada kegagalan proses dan kecelakaan;
e. Prosedur keadaan darurat;

1664
f. Pengalaman-pengalaman yang didapat dari instalasi seropa di tempat Jain;
g. Manajemen perubahan.

BAB 6. Rencana dan Prosedur Keadaan Darurat


Bab ini memuat uraian upaya perusahaan dalam menanggulangi kecelakaan besar
sepertj kebakaran, ledakan, kebocoran gas, radiasi, baik karena akibat kegagalan
operasi ataupun bencana alam yang berisi perencanaan, mitigasi, pelaksanaan, dan
pemulihan keadaan darurat bencana, meliputi:
6.1. Identifikasi Risiko Bahaya besar dan keadaan darurat, mencakup:
a. Analisa risiko tanggap darurat;
b. Rencana tanggap darurat telah meliputi tanggap darurat dari internal dan
ekstemal;
6.2. Sasaran Rencana Tanggap Darurat, mencakup:
a. Upaya melokalisir dan atau mengeliminasi dampak;
b. Upaya meminimalkan dampak pada manusia, lingkungan dan asel.
6.3. Tersedianya skenario terjadinya kecelakaan (accident), antara lain:
a. Skenario terburuk (worst scenario ofevent);
b. Rute skenario terburuk (route o/worst scenario);
c. Tingkat kemungkinan skenario terburok (worst scenario).
6.4. ElemenRencana Tanggap Darurat meliputi antara lain:
a. ,Keterlibatan petugas pihak internal maupun ekstemal;
b. Prosedur menyalakan alann;
c. Prosedur komunikasi dengan pihak internal dan ekstemal;
d. Penunjukkan Petugas Pengendali Kecelakaan termasuk tugas dan
tanggung jawabnya;
e. Lokasi & Organisasi Pusat Pengendali Tanggap Darurat;
f. Prosedur aksi pihak dalam pabrik (on site) dan prosedur evakuasi;
g. Prosedur aksi pihak luar pabrik (offsite) selama tanggap darurat;
h.Prosedur melakukan penghentian operasi dalam keadaan darurat (eTller-
gency shut down);
1. Prosedur memantau dan memanggil personel dalam area kecelakaan;
j. Ketersediaan dan kesiapan sumberdaya dalam kondisi tanggap darurat;
k. Ketersediaan & kesiapan layanan tanggap darurat dari luar.

1665
6.5. Alarm & Komunikasi
Alarm & komunikasi saat kondisi tanggap darurat memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. Sistem alann terpasang pada tempat yang dengan mudah didengar pekerja~
b. Pada area yang bising, alann dilengkapi tanda visual.
6.6. Pusat Pengendalian Keadaan Darurat
Pusat Pengendalian Keadaan Darurat paling sedikit hams memenuhi persyaratan
berikut:
a. Terdapat nomor telepon darurat pihak internal dan ekstemal;
b. Terdapat radio atau peralatan komunikasi lain;
c. Terdapat peta instalasi yang menunjukkan:
Area dimana konten baban berbahaya berada;
Letak peralatan keselamatan;
Sistem pemadam kebakaran dan lokasi tambahan sumber air;
Sistem drainase dan pembuangan;
Jalur penyelalnatan;
Titik kurnpul (assenlb(v point).
d. Terdapat peta letak alat pengukur kecepatan dan arah angin;
e. Terdapat peta letak alat pelindung diri (APD) dan perlengkapan
penyelamatan (rescue equipment);
f. Tersedia daftar pekerja di area pabrik;
g. Tersedia daftar pekerja penting lengkap dengan alamat dan telepon;
h. Tersedia daftar pekerja kontraktor dan pengunjung;
1. Tersedia data alamat dan nomor telepon layanan umum tanggap darurat;
j. Lokasi pusat pengendalian keadaan darurat terletak diarea beresiko pal-
ing kecil;
k. Memiliki 1 (satu) altematifpusat pengendalian keadaan darurat bila ada
risiko bahaya gas dan uap beracun.
6.7. Rencana tanggap darurat di uji secara berkala;
6.8. Rencana tanggap damrat dimutahirkan sesuai kebutuhan bilamana terjadi
perubahan instalasi, organisasi atau substansi bahan berbahaya;
6.9. Tanggap darurat diluar lokasi pabrik (offsite) yang Inempengaruhi masyarakat
dan lingkungan. Aspek yang hams ada meliputi antara lain:
a. Tersedianya organisasi;
b. Tersedianya prosedur komunikasi;
c. Tersedianya peralatan tanggap damrat;

1666
d. Tersedianya tenaga ahli khusus;
e. Tersedianya tim penanggulangan bencana;
f. Tersedianya infonnasi bahan berbahaya;
g. Tersedianya infonnasi meteorologi;
h. Tersedianya layanan bantuan kemanusiaan;
i. Tersedianya prosedur layanan media massa;
j. Tersedianya akses yang memiliki kapasitas yang cukup untuk evakuasi
masyarakat;
6.10. Sistem proteksi kebakaran otomatis.

BAB 7. Prosedur Kerja Aman


Bab ini berisi uraian mengenai manajemen keselamatan proses paling sedikit meliputi:
7.1. Prosedur atau manual keselamatan operasi yang menjamin instalasi atau proses
dalam kondisi yang aman yaitu:
7.1.1. Pemantauan suatu variabel proses untuk dapat mengidentifikasi kondisi
abnonnal yang memerlukan pengendalian proses seeara manual (sistem
pemantauan);
7.1.2. Pengendalian proses seeara otomatis jika suatu nilai batas telah
terlampaui (sistem pengendalian);
7.1.3. Sistem pengamanan otomatis untuk menghindari suatu kondisi yang
membahayakan seperti:
a. Alat-alat sensor dan alat-alat pengontrol untuk memonitor tekanan,
soou, aliran dan lain-lain;
b. Sistem peIepas tekanan seperti katup pengaman atau pelat yang
dapat pecah bila perlu dapat dihubungkan dengan sistem
pembuangan (blow down), penyaring atau pembersihan udara
(scrubber), pembakaran gas (flaring) dan sistem penampungan;
c. Sistem penghentian operasi (shut down) dalam keadaan darurat.
7.. 2.. Variabel-variabel proses yang di pantau atau dikendalikan oleh sistem tersebut
tennasuk suhu, tekanan, kecepatan aUran, perbandingan campuran bahan,
kecepatan perubahan tekanan dan suhu.
7.3. Manajemen Perubahan (Management of Change) Dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan manajemen perubahan, yang meliputi antara lain :
a. Pembahan teknologi;
b. Perubahan peralatan;
c. Perubahan operasi;
d. Perubahan personil.

1667
Bab 8. Penutup
8.1. Kesimpulan
8.2. Rekomendasi

Informasi lain yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari isi dokumen yaitu
pada bagian lampiran yang memuat informasi antara lain :
Peta Lokasi;
Flow Process Diagram (FPD);
Dokumen Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko (Profit Resiko);
Daftar Peralatan dan Spesifikasi Teknis;
Struktur Organisasi Tanggap Darurat;

Salinan Pengesahan / Perijinan PesawatlPeralatanllnstalasi; Salinan Hasil Unjuk


Kerja (Performance Test)

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 310ktober2012

ktur Jenderal
wasan Ketenagakerjaan

1668
LAMPIRAN II
KEPUTUSAN DlREKTUR JENDERAL
PEMBINAAN PENOAWASAN KETENAGAKERJAAN
NOMOR: KEP. 84/ PPKI X 12012
TENTANG
TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PENGENDALIAN
POTENSI BAHAYA BESAR DAN MENENGAH

A. Tata Cara Penetapan Potensi Bahaya-Babaya Perusabaan


Tahapan yang hams dilakukan sebelum menyusun Dokumen Pengendalian Potensi
Bahaya BesarlMenengah yaitu mendapatkan Penetapan Potensi Bahaya Instalasi
dan instansi yang lingkup tugas dan tan g jawabnya di bidang ketenagakerjaan
pada Pemerintah Kabupaten/Kota setempat dengan ketentuan sebagai berikut:
I. Pengusaha atau pengurus menyampaikan laporan daftar nama, sifat dan
kuantitas bahan kimia berbahaya untuk setiap instalasi dengan mengisi fonnulir
lampiran II dalam Kepmenaker No. 187/Men/1999 kepada unit kerja
pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota dengan
tembusan kepada unit kerja pengawasan ketenakerjaan pada instansi yang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada
Pemerintah Provinsi setempat;
2. Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah KabupatenJ
Kota selambat-lambatnya 14 (empat betas) hari kerja setelah menerima laporan,
hams melakukan verifikasi atas kebenaran data tersebut;
3. Dalam melakukan verifikasi administratif dan lapangan, perusahaan dapat
menggunakan pihak ketiga yaitu Perosahaan Jasa Keselamatan Kesehatan Kerja
(PJK3) Pemeriksaan/Pengujian bidang Lingkungan Kerja dan Bahan Berbahaya
dan telah mendapat persetujuan melakukan verifikasi dari Direktur Pengawasan
Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
4. HasH verifikasi administratif dan lapangan dituangkan dalam berita acara
verifikasi yang paling sedikit memuat infonnasi mengenai:
a. Hari, tanggal, tahun kegiatan verifikasi;
b. Nama, alamat perusahaan dan personil perusahaan yang diverifikasi;
c. Nama dan tanda tangan veriftkator;
d. Nama dan tanda tangan Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis Bidang K3
Lingkungan Kerja dan atau Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis Bidang
K3Kimia;

1669
e. Nama atau identitas setiap instalasi yang diverifikasi;
f. Pemyataan kategori potensi bahaya instalasi.
5. Berdasarkan berita acara verifikasi tersebut, instansi yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Kabupatenl
Kota menerbitkan Surat Keputusan Penetapan Potensi Bahaya Instalasi pada
perusahaan sebagaimana dalam lampiran III;
Ketentuan tersebut di atas tertuang dalam diagram alir proses Penetapan Potensi
Bahaya Instalasi sebagai berikut:

IDENTIFIKASI DAN LAPORAN


• Nalna Bahan
Sitat Bahan
Kuantitas Bahan Yang digunakan. disilnpan, diproduksil' dipakai atau
diangkut uncuk setiap instaJasi

-
Veri tikasi ( t 4 hari)


Administratif
Lapangan
---- I
1
f
I
Y
Benta acara veri fikasi

Penetapan Potensi Bahaya InstaJasi

Potensi Bahaya Besar Potensi Bahaya menengah

Kewajiban: Kewajibatl :
3. Petugas K.3 Kirnia : a. PetugasK3 Kimia:
- Non shift: 2 org .. Non shift: I org
. . Shift: 50rg .. Shift: 3 org
b. AhU K3 Kimia b. Menyusun DPPB Menengah
c. Menyusun DPPB Besar c. Lapor penlbahan
d. Lapor perubahan d. Riksa Uji faktor kimia 1 tahun 1 x
e. Riksa Uji taktor kimia S 6 bin 1 x e. Riksa Uji instalasi setiap S 3 th 1 x
fRiksa 'Uji instalasi setiapl', 2 th 1 x 1: Pemeriksaan Kesehatan TK 1. th J x
g. Pemeriksaan Kesehatan TK I th I x

1670
B. Tata Carl Persetujuan Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya
Salah satu pemenuhan kewajiban setelah pernsahaan mendapatkan penetapan potensi
bahaya instalasi yaitu menyusun dan mendapatkan persetujuan Dokumen
Pengendalian Potensi Bahaya BesarlMenengah. Untuk mendapatkan persetujuan
Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya Besar/Menengah dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Pengusaha atau pengurus menyampaikan:
a. Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya Besar kepada unit kerja pengawasan
ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya
di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi; atau
b. Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya Menengah kepada unit kerja
pengawasan paela instansi yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di
bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota.
2. Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi atau
KabupatenIKota setempat selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah
menerima dokumen pengendalian dimaksud melakukan penelitian kebenaran
isi dokumen tersebut.
3. Proses penelitian kebenaran isi dokumen tersebut dilakukan melalui 2 (dua)
tahap, yaitu:
a. Tahap I bempa verifikasi dokumen dan lapangan;
b. Tahap II berupa pemaparan komprehensif yang melibatkan
pemangku kepentingan.
4. Dalam melakukan verifikasi dokumen dan lapangan, perusahaan menggunakan
pihak ketiga yaitu Perusahaan Jasa Keselamatan Kesehatan Kerja (PJK3)
PemeriksaanIPengujian bidang Lingkungan Kerja dan Bahan Berbahaya dan
telah mendapat persetujuan melakukan veriftkasi dari Direktur Pengawasan
Nonna Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
5. Perusahaan Jasa K3 (PJK3) tersebut dalam melaksanakan pekerjaannya dibawah
pengawasan Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis Bidang K3 Lingkungan Kelja
dan atau Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis Bidang K3 Kimia.
6. HasH verifikasi dokumen dan lapangan dituangkan dalam berita acara verifikasi
yang paling sedikit memuat infonnasi mengenai:
a. Hah, tanggal, tahun kegiatan veriftkasi;
b. Nama, alamat perusahaan dan personil perusahaan yang diverifikasi;
c. Nama dan tanda tangan veriftkator;

1671
d. Nama dan tanda tangan .Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis Bidang K3
Lingkungan Kerja dan atau Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis Bidang
K3 Kimia;
e. Pernyataan kesesuaian isi dokumen dengan peraturan perundang-
undangan dan atau standar teknis.
7. Pemaparan komprehensif dilakukan melalui rapat koordinasi untuk
mendapatkan masukan dari pemangku kepentingan terkait, antara lain:
a. Direktorat lenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan c.q
Direktorat Pengawasan Nonna Keselamatan dan Kesebatan Kerja;
b. Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas
dan tanggung jawabnya pada Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota;
c. Badan Penanggulangan Bencana Daerah;
d. Dinas Kebakaran;
e. Dinas Perindustrian dan lain-lain.
8. HasH pemaparan komprehensif dituangkan daJam risalah rapat. Risalah rapat
paling sedikit memuat infonnasi mengenai:
a. Tempat, hah, tanggal dan tahoo kegiatan pemaparan;
b. Nama dan asa! instansi peserta rapat;
c. Catatan rapat;
d. Tanda tangan pimpinan rapat.
9. Pemerintah Provinsi atau KabupateniKota setelah melakukan penelitian
kebenaran membubuhkan persetujuan untuk kemudian diterbitkan persetujuan/
pengesahan Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya bagi perosahaan;
10. Dokumen pengendalian yang telah disetujui, digunakan sebagai aeuan
pengendalian bahan kimia berbahaya di tempat kerja dan memiliki fungsi
sebagai ijin memulai operasi (license to initial start up);
11. Dokumen bersifat rabasia dan didistribusikan terbatas kepada;
a. Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas
dan tanggungjawabnya pada Pemerintah Provinsi atau KabupatenlKota;
b. Direktorat lenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan cq.
Direktorat PNK3;
c. Perusahaan Jasa K.3 yang melakukan verifikasi;
d. Perusahaan yang bersangkutan.
12. Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya Besar / Menengah dikaji ulang (re-
view) paling sedikit sekali dalam 5 (lima) tahun atau jika terjadi perubahan
yang signifikan;

1672
Ketentuan tersebut di atas tertuang dalam diagram alir pembubuhan persetujuan
Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya Besar / Menengah sebagai berikut:

Dokumen Pengendalian
Potensi Bahaya besar /Menengah

PenelitianKebenaran

Tahap I : Verifikasi Dokumen dan Lapangan


-.,
t
I Berita Acara Verifikasi

Tahap II : Pemaparan Konlprehensif -.


Risalah _~_pa_t _

Pembubuhan Persetujuan oleb Instansi yang lingkup


tugas dan tanggungjawabnya di bidang
ketenagakerjaan pada Pemerintah

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 31 Oktober 2012

ktur Jenderal
'~"lewasan Ketenagakerjaan

1673
LAMPIRANill
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL
PEMBlNAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
NOMOR : KEP. 84/ PPKI X /2012
TENTANG
lATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PENGENDALIAN
BAHAYA DAN MENENGAH

A. Bentuk Surat Keputusan Peoetapan Potensi Bahaya Perusahaan

KOP SURAT INSTANSI

SURAT DPUTUSAN
No. KEP /Tahun

TENTANG
PENETAPAN POTENSI BAHAYA PERUSAHAAN

KEPALA DINAS

Membaca Surat Sdr sebagai PT .


No tanggal tentang
Penetapan Potensi Bahaya Besar I Menengah*)
Menimbang a.. Bahwa kegiatan industri yang mengolah, menyimpan,
mengedarkan, mengangkut dan mempergunakan bahan-bahan
kimia berbahaya akan terus meningkat sejalan dengan
perkembangan pembangunan sehingga berpotensi untuk
menimbulkan bahaya besar bagi industri, tenaga kerja,
lingkungan maupun sumber daya lainnya;
b. bahwa untuk mencegab kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja akibat penggunaan bahan kimia berbahaya ditempat kerja,
perlu mawr pengendaliannya;
c. bahwa untukpengendalian baban kimia berbahaya perlu
ditetapkan kategori potensi bahaya instalasi bagi perosahaan.
Mengingat I. Undang-Undang No.1 Tahun 1970, tentang Keselamatan
Kerja., (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan
Lembaran Negara Nomor2918)
2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Kete-
nagakerjaan (Lembaran Negara Taboo 2003 NO.39, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4279).

1674
3. Undang-undang Nomor 32 rabun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tabun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437)
4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep.187/Men/1999
tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat
Kerja;
5. SE. 140/ MenIPPK-KKIlI/2004 tentang Pemenuhan Kewajiban
Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri
Kimia Dengan Potensi Bahaya Besar;
Memperhatikan 1. Laporan Data-data (yang memuat daftar nama, sifat dan
kuantitas Bahan Kimia Berbahaya ) dari PT .
2. Berita Acara Verifikasi No tanggal. (terlampir)

MEMUTUSKAN
Menetapkan
PERTAMA Nama Perusahaan
AJamat
Penanggung Jawab
Sebagai perusahaan yang BesarlMenengah*) (Berkategori Potensi
Bahaya
KEDUA Syarat-syarat teknis yang hams dipenuhi perusahaan yang tennasuk
memiliki potensi bahaya (Bahaya Besar/Menengah*), adalah :
1. Memiliki Petugas K3 Kimia ;
2. Memiliki Ahli K3 Kimia**;
3. Membuat Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya Besar/
Menengah *);
4. Melaporkan Setiap Perubahan Nama Bahan Kimi~, Proses dan
Modiflkasi Instalasi yang Digunakan;
5. Melakukan Pemeriksaan dan Pengujian Faktor Kimia;
6. Melakukan Pemeriksaan dan Pengujian Instalasi;
7. Melakukan Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja.
KETIGA ApabiIa terjadi perubahan data sebagai dasar penetapan
dikeluarkannya keputusan ini, maka pengurus perusahaan/pengusaha
wajib melaporkan kepada Dinas yang tugas dan lingkupnya
membidangi Pengawasan Ketenagakerj~ di Propinsi/Kabupatenl
Kota.

1675
KEEMPAT Keputusan ini berlaku sejak dikeJuarkan, dengan ketentuan apabila
terdapat kekeliruan akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ket: *) pilih salah satu


**) untuk perusahaan dengan potensi bahaya besar saja

DITETAPKAN D1 .
lP}ll»)\ 1rj\~(J(J~~ .

An. BUPATI / WALIK01rA


Kepala
Dinas Tenaga Kerja,

NIP.

Tembusan disampaikan kepada Yth :


1. Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Rl;
2. Bupati/Walikota ;
3. Kadisnaker Provinsi. ;
4. PertinggaI.

1676
B. Bentuk Halaman Muka (Cover)

DOKUMEN PENGENDALIAN POTENSI


BAHAYA BESAR I MENENGAH*)
PT..••....•.••..•.•...•.•......•...
Lokasi•...•••.•.••..•..••...
(Jenis Huruf: Arial, 18, Bold)

LOGO PERUSAHAAN
(Ukuran dan tempat disesuaikan)

ALAMAT PERUSAHAAN
KabupatenIKota .
Provinsi .
TAHUN PEMBUATAN
(Jenis Huruf: Arial, 12)

Keterangan :
*) pilih salah satu

1677
6. PPNo. 50Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
7. Kepmenaker No. 187/Menl1999 tentang Pengendalian
Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja;
8. SE. 140/Men/PPK-KK/11/2004 tentang Pemenuhan
Kewajiban Syarat-Syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja
di Industri Kimia Dengan Potensi Bahaya Besar;
9. Surat Keputusan Penetapan Potensi Bahaya Instalasi
dari Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota.
Memperhatikan: 1. Penetapan Potensi Bahaya Instalasi pada PT berdasarkan
Surat Keputusan No tentang ;
2. HasH verifikasi Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya
Menengah PT tanggal. ;
3. Surat dari SdJ" sebagai .
PT , No tanggal .
tentang permohonan persetujuan Dokumen Pengendalian
Potensi Bahaya Menengah.

MEMUTUSKAN
Menyetujui
PERTAMA Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya Menengah pada :
Nama Perusahaan
Alamat
Penanggung Jawab
KEDUA Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya Menengah yang telah
disetujui menjadi acuan pelaksanaan pengawasan bidang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di tempat kerja.
KETIGA Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya Menengah yang telah
disetujui memiliki fungsi sebagai Ijin Memulai Operasi (li-
cense to initial start up).
KEEMPAT Apabila terjadi perubahan data sebagai dasar persetujuan
dikeluarkannya keputusan ini maka pengurus perusahaan /
pimpinan perusahaan wajib melaporkan kepada Dinas yang
lingkup tugasnya membidangi ketenagakerjaan pada
Pemerintah Kabupaten/Kota.

1678
KELIMA Keputusan ini berlaku sejak dikeluarkan, dengan ketentuan
apabila terdapat kekeliruan akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.

DITETAPKA.N 01 .
PADATANGGAL .

An. BUPATIIWALIKOTA•••••.•••••••
Kepala
Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota.....

NIP .

Tembusan disampaikan kepada yth :


1. Menteri Tenaga K.e dan Transmigrasi Rl ;
2. Bapak BupatilWalikota , di .
3. Pertinggal.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 31 Oktober 2012

.a_tor Jenderal
l!(orblA.~ ·~Fmltewasan Ketenagakerjaan

1679
6. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. No
KEP.. 75/Men/2002 tentang Pemberlakuan Standar Nasional In-
donesia SNI-04-0225-2000 mengenai Persyaratan Umum
Instalasi Listrik 2000 (PUlL 2000) di Tempat Kerja.

MEMUTUSKAN
Menetapkan
KESATU Pelaksanaan pemeriksaan, pengujian, pengukuran dan pengawasan
instalasi listrik hams dilakukan oleh Ahli K3 Spesialis Listrik yang
ditunjuk oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk., sesuai dengan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER.02/MEN/1992 tentang Tata
Cara Penunjukan, Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
KEDUA a. Calon Ahli K3 Spesialis Listrik yang akan ditunjuk sebagai Ahli
K3 Spesialis Listrik sebagaimana dimaksud Diktum KESATU
wajib mengikuti pembinaan calon Ahli K3 Spesialis Listrik dan
dinyatakan lulus;
b. Kompetensi, persyaratan peserta dan materi pembinaan calon
Ahli K3 Spesialis Listrik sebagaimana dimaksud dalam huruf
(a) sebagaimana tercantum dalam Iampiran keputusan ini.
KETIGA Penyelenggaraan pembinaan calon Ahli K3 Spesialis Listrik
sebagaimana dimaksud Diktum KEDUA dapat dilaksanakan oleh
perusahaan jasa keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana
dimaksud dalamPeraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER.04/Meol
1995 tentang Perusahaan lass Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
KEEMPAT Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan
apabila dikemudian hah terdapat kekeliruan, akan diperbaiki
sebagaimana semestinya.

Ditetapkan di Jakarta
Padatanggal 17 Desember 2012

ktur Jenderal
l'fl1llmAaifI~P&flllrt.gwasan Ketenagakerjaan

1682
LAMPlRAN
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDRAL
PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
NOMOR: KEP 89/IPPKlXIIIJ2012
TENTANG PEMBINAAN CALONAHLI KESELAMATAN
DAN KESEHATAN KERJA SPESIALIS LISTRIK

KOMPETENSI, PERSYARATAN PESERTA DAN MATERI PEMBINAAN


CALON AHLI K3 SPESIALIS LISTRIK

A. KOMPETENSI
1. Umum
Dapat melaksanakan pemeriksaan, pengujian, pengukuran dan pengawasan
instalasi listrik secara aman di tempat kerja.
2. Pengetahuan
Memiliki pengetahuan sekurang-kurangnya meliputi:
a. Persyaratan K3 Rancangan lnstalasi Listrik;
b. Persyaratan K3 Sistem Proteksi Untuk Keselamatan Listrik;
c. Persyaratan K3 Pembangkit Tenaga Listrik;
d. Persyaratan K3 Jaringan Instalasi Tenaga dan Perlengkapannya;
e. Persyaratan K3 Instalasi Penerangan;
f. Persyaratan K3 Peralatan Instalasi TenagaiDaya;
g. Persyaratan K3 Perlengkapan Hubung Bagi dan KendaH (PHB) Serta
Komponennya;
h. Persyaratan Ketentuan Bagi Berbagai Ruang dan Instalasi Khusus;
i. Persyaratan K3 pada Penggunaan Peralatan Uji Listrik;
j. Persyaratan K3 Sistem Proteksi Instalasi Penyalur Petir;
k. Identifikasi Bahaya, Penilaian, Pengendalian Resiko Listrik;
I. Pelaporan dan Anatisa Kecelakaan Kerja dan PenyakitAkibat KeIja bidang
Listrik;
m. Prosedur Kerja Arnan pada Instalasi Listrik.
3. Keterampilan Teknik
Memiliki keterampilan teknik sekurang-kurangnya meliputi:
a. Memeriksa, menghitung dan menganalisa gambar Rancangan Instalasi
Listrik;
b. Melaksanakan pemeriksaan, pengujian, pengukuran, dan, pengawasan
persyaratan K3 Sistem Proteksi untuk Keselamatan Listrik;

1683
c. Melaksanakan pemeriksaan, pengujian, pengukuran dan pengawasan
persyaratan K3 Pembangkit Tenaga Listrik;
d. Melaksanakan pemeriksaan, pengujian, pengukuran dan pengawasan
persyaratan K3 Jaringan Instalasi Tenaga dan Perlengkapannya;
e. Melaksanakan pemeriksaan, pengujian, pengukuran dan pengawasan
persyaratan K3 Instalasi Penerangan;
f. Melaksanakan pemeriksaan, pengujian, pengukuran dan pengawasan
persyaratan K3 Peralatan Instalasi TenagaIDaya;
g. Melaksanakan pemeriksaan, pengujian, pengukuran dan pengawasan
persyaratan K3 Periengkapan Hubung Bagi dan KendaH (PHB) Serta
Komponennya;
h. melaksanakan pemeriksaan, pengujian, pengukuran dan pengawasan
persyaratan Ketentuan Bagi Berbagai Ruang dan Snstalasi Khusus;
1. Melaksanakan pemeriksaan, pengujian, pengukuran dan pengawasan
persyaratan K3 pada Penggunaan Peralatan Vji Listrik;
J. Melaksanakan pemeriksaan, pengujian, pengukuran dan pengawasan
persyaratan K3 Sistem Proteksi Instalasi Penyalur Petir;
k. Melaksanakan Identifikasi Bahaya, Penilaian, Pengendalian Resiko
Listrik;
I. melaksanakan Pelaporan dan Analisa Kecelakaan Kerja dan Penyakit
Akibat Kerja Bidang Listrik;
m. Melaksanakan Prosedur Kerja Aman di Bidang Listrik;
n. Membuat pelaporan dan rekomendasi hasil kegiatan pemeriksaan,
pengujian, pengukuran dan pengawasan instalasi listrik.

B. PERSYARATAN PESERTA
Persyaratan peserta pembinaan caton Ahli K3 Spesialis Listrik sebagai berikut:
1. Berpendidikan Sarjana, Sarjana Muda atan Sederajat dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Sarjana dengan pengalaman kerja sesuai dengan bidang kelistrikan
sekurang-kurangnya 2 tahun;
b. Sarjana Muda atau Sederajat dengan pengalaman kerja sesuai dengan
bidang kelistrikan sekurang-kurangnya 4 tahun.
2. Berbadan sehat;
3. Berkelakuan baik;
4. Bekerja penuh di perusahaan/tempat kerja yang bersangkutan.

c. MATERI PEMBINAAN
Pelaksanaan pembinaan calon Ahli K3 Spesialis Listrik dilakukan sekurang-
kurangnya selama 140 jam dengan materi sebagai berikut:

1684
Jumlab
No 'Materi
(Jam)
I KELOMPOK DASAR
I Kebijakan dan Program Pengawasan Ketenagakerjaan 5
2 Pengawasan danPembinaan NormaK3Listrik 5

II.KELOMPOK INTI
1 Persyaratan K3 Rancangan Instalasi Listrik I0
2 Persyaratan K3 Sistem Proteksi Untuk Keselamatan Listrik J0
3 Persyaratan K3 Pembangkit Tenaga Listrik ]0
4 Persyaratan K3 Jaringan lnstaJasi Tenaga dan PerJengkapannya 10
5 Persyaratan K3 InstalasjPenerangan 10
6 Persyaratan K3 PeraJatan 'InstaJasi TenagalDaya 10
7 Persyaratan K3 Perlengkapan HubungBagi dan'KendaH (PHB) 10
Sert8 Komponennya
8 Persyaratan Ketentuan Bagi Berbagai Ruang dan Instalasi KJ1USUS 10
9 Persyaratan K3 pada Penggunaan PeraJatan Uji Listrik 10
10 Persyaratan K3 Sistem Proteksi lnstalasi Penya}urPetir 10
11 PraktekKerja Lapangan (PKL) 5
12 Seminar 5

III KELOMPOK PENUNJANG


t Identifikasi Bahaya, PeniJaian, Pengendalian Resiko Listrik 5
2 Pelaporan dan Analisa Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat 5
Kerja bidangListrik
3 Prosedur Kerja Aman pada Instalasi Listrik 5

IV Evaluasl
1 Teori 5
JUMLAH 140

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 17 Desember 2012

ktur Jenderal
em~Jaa" ~DAKl~wasan Ketenagake~aan

1685
1686
KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI RI
DIREKTORAT JENDERAL
PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
Jalan Jenderal Oatot Subroto Kav. 51 Jakarta SeJatan 12950, Telp. 5255733" Ext.604, 257
Telp. 021. 5275240, 5260955, Faks. 5279365, 5268045
Home Page: http://www.depnakertrans.go.id

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL


PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
NO. : KEP. 74IPPKlXll/2013
TENTANG
LISENSI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
BIDANG SUPERVISI PERANCAH

DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN PENGAWASAN


KETENAGAKERJAAN

Menimbang a. bahwa pada pelaksanaan pekeIjaan di ketinggian yang menggunakan


sarana bantu berupa perancah yang memiliki resiko terjadinya
kecelakaan kerja yang berdampak pada terhambatnya proses
pekerjaan konstruksi.
b. bahwa untuk menjamin keselamatan dan kesehatan kerja pekerjaan
penggunaan perancah di tempat kerja diwajibkan memiliki personiI
yang mempunyai kewenangan sebagaimana yang dimaksud pada
pedoman teknis keselamatan dan kesehatan kerja bidang perancah.
c. bahwa untuk itu perlu adanya persyaratan yang mengatur tentang
lisensi keselamatan dan kesehatan kerja bidang supervisi perancah
yang ditetapkan dengan suatu keputusan.

Mengingat 1. Undang-undang No. ] Tabun 1970 tentang Keselamatan Kerja;


2. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
3. Undang - Undang No. 21 Tabun 2003 tentang Ratiftkasi Konvensi
ILO No. 18 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan di Industri dan
Perdagangan;

1687
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per. 04/Men/1995 tentang
Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 12IMen/
VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi;
6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. OlIMen/1980
tentang K3 pada Konstruksi Bangunan.
7. Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri
Pekerjaan Umum No. 174/Men/1986 dan No.1 04/Kpts/1986 tentang
K3 pada Tempat Kegiatan Konstruksi Bangunan.

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
PERTAMA Setiap personil yang diserahi tugas dan kewenangan dalam pekerjaan
pengawasan, perencanaan, pemeriksaan, dan pengujian peralatan
perancah hams memenuhi syarat keselanlatan dan kesehatan kerja yang
dibuktikan dengan adanya lisensi keselamatan dan kesehatan kerja
bidang supervisi perancah.
KEDUA a. Personil yang diserahi tugas dan kewenangan dalam pekerjaan
perancah yang dimaksud adalah Personil pengawas pekerjaan
konstruksi perancah.
b. Untuk mendapatkan lisensi sebagaimana dimaksud pada amar
pertama personil tersebut wajib mengikuti pembinaan keselamatan
dan kesehatan kerja bidang supervisi perancah.
c. Mata pelajaran dan syarat-syarat peserta pembinaan keselamatan
dan kesehatan kerja bidang supervisi perancab seperti tercantum
dalam lampiran keputusan ini.
d. Lisensi K3 bagi pengawas perancah berlaku selama 3 (tiga) tabun
dan dapat diperpanjang kembali.
KETIGA Penyelenggaraan pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja bidang
supervisi perancah sebagaimana yang dimaksud pada amar kedua dapat
dilaksanakan oleh perusahaan jasa keselamatan dan kesehatan kerja
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
Per. 04IMenl1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.

1688
KEEMPAT Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan,
apabila dikemudian bari terdapat kekeliruan, akan diperbaiki
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 31 Desember 2013

ktur Jenderal
I[7j~_tW88an Ketenagakerjaan

1689
KEPUTUSAN DlREKTUR JENDERAL PEMBINAAN
PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
NO.: KEP. 74IPPKlXIIl2013
TENTANG LISENSI KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA BIDANG SUPERVSI PERANCAH.

LISENSI, MATA PELAJARAN DAN SYARAT-SYARAT PESERTA PEMBINAAN


KESELAMATAN DAN KESEHATAH KERJA PERSONIL SUPERVISI
PERANCAH

A. LISENSI
1. Umum
Dapat melaksanakan perencanaan, desain dan pengawasan pekerjaan serta
inspeksi perancah sesuai dengan ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja
2. Pengetabuan
Memiliki pengetahuan persyaratan K3 perancah sekurang-kurangnya meliputi:
a. Identifikasi Bahaya, Penilaian, Pengendalian Resiko Perancah;
b.. Jenis-jenis dan Perlengkapan Perancah;
c. Rancang Bangun Perancah;
d.. Pemasangan dan Pembongkaran Perancah;
e.. Inspeksi Perancah;
f. Sistem Proteksi Bahaya;
g. Bekerja Diketinggian ;
h. P3K di Tempat Kerja dan Rencana Tanggap Darurat;
i. Prosedur Kerja Aman Perancah.
3. Keterampilan Teknik
Memiliki keterampilan teknik sekurang-kurangnya meliputi:
a. Melaksanakan identifikasi bahaya, penilaian, pengendalian resiko
perancah;
b. Melaksanakan pemeriksaan dan pengujian terhadap kelaikan perancah;
c. Merancang, menghitung dan menganalisa perancah;
d. Melaksanakan pengawasan pemasangan, penggunaan dan pembongkaran
perancah;
e. Melaksanakan pemeriksaan, pengujian dan pengawasan sistem proteksi
bahaya;

1690
f. Melaksanakan pengawasan bekerja diketinggian;
g. Mengidentifikasi jenis pertolongan yang diperlukan pada saat terjadi
kecelakaan kerja serta mengetahui fasilitas P3K dan tanggap darurat yang
diperlukan;
h. Melaksanakan pengawasan terhadap prosedur kerja aman perancah;
i. Membuat pelaporan pekerjaan persiapan, pemasangan, pemakaian dan
pembongkaran perancah.
B. MATERI PEMBINAAN
Pelaksaan pembinaan supervisi perancah sekurang-kurangnya dilakukan selama 50
jam dengan materi sebagai berikut:
No. Materi Jumlah (Jam)
I KELOMPOK DASAR
1. Kebijakan dan Pengetahuan Oasar K3 2
2. Pembinaan dan Pengawasan Norma K3 Perancah 2

II KElOMPOK INTI
1. Jenis-jenis dan Perlengkapan Perancah 6
2. Rancang Bangun Perancah 4
3. Pemasangan dan Pembongkaran Perancah 4
4. Inspeksi Perancah 3
5. Sistem Proteksi Bahaya 3

III KELOMPOK PENUNJANG


1. Identifikasi Bahaya. Penilaian, Pengendalian Resiko 2
Perancah
2. Bekerja Diketinggian 2
3. P3K di Tempat Kerja dan Rencana Tanggap Darurat 2

IV EVALUASI
1. Ujian Teori 2
2. laporan Pekerjaan Supervisi 3
3. Praktek Lapangan 15

JUMLAH 50

1691
C. PERSYARATAN PESERTA
Persyaratan ,persert:a pembinaan supervisi perancah sebagai berikut:
1. Berbadan sehat
2. Berpendidikan SLTA dengan pengalaman sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun
dibidang perancah
3. Telah mengikuti pembinaan teknisi perancah

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal, : 31 Desember 2013

ktur Jenderal
san Ketenagakerjaan

1692

Anda mungkin juga menyukai