BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pedikulosis kapitis sudah lama menjadi penyakit yang sangat menganggu
kenyamanan. Penyakit ini diakibatkan oleh Pediculus humanus capitis (kutu
rambut) yang merupakan ektoparasit pada rambut dan kulit kepala manusia yang
menyebabkan rasa gatal berlebih. Akibatnya, penurunan konsentrasi belajar sampai
terganggunya waktu istirahat pun tidak dapat dihindari. Infestasi kutu rambut pada
kasus berat dapat menyebabkan iritasi kulit kepala akibat goresan dan garukan yang
berlebih, anemia hingga penyakit glomerulonefretis (Vahabi et al., 2012).
Pedikulosis kapitis biasanya terjadi pada anak sampai remaja, kisaran usia 3-
12 tahun dan lebih sering ditemukan pada anak perempuan (Al-Bashtawy dan
Hasna, 2012; Tyring et al., 2012). Penularan pedikulosis dapat melalui kontak
langsung antarkepala dan penggunaan sisir atau aksesoris rambut bersama (Tyring
et al., 2004).
Prevalensi penyakit ini cukup tinggi dan menjadi masalah kesehatan di seluruh
negara di dunia salah satunya Indonesia. Tingginya penyebaran infestasi kutu
rambut di Indonesia juga di dukung dengan banyaknya lingkungan padat penghuni
dari berbagai macam daerah seperti pondok pesantren maupun asrama pendidikan
sejenis. Rendahnya personal higiene rambut antar penghuni menjadi faktor utama
tingginya kasus pedikulosis kapitis di tempat tersebut, sehingga ketika masing-
masing dari mereka kembali ke tempat asal tanpa disadari sudah membantu
dispersal dari kutu rambut (Lukman dkk, 2018). Persentase prevalensi pedikulosis
kapitis di Indonesia sendiri belum diketahui secara pasti karena luasnya wilayah
yang dimilki. Restiana (2010) menyatakan 71,3% santri di Yogyakarta mengalami
pedikulosis kapitis, kemudian Zhen (2011) menyatakan di daerah perkotaan di
Yogyakarta, terdapat 12,3% anak sekolah dasar terinfestasi pedikulosis kapitis,
sedangkan Munusamy (2011) menyatakan daerah pedesaan di Yogyakarta,
infestasi pedikulosis kapitis pada anak sekolah adalah sebesar 19,6%. Penelitian
yang dilakukan oleh Lukman dkk (2017) juga menyatakan 76,6% santri di Jember
mengalami pedikulosis kapitis.
Upaya pengobatan pedikulosis di Indonesia lazimnya menggunakan senyawa
insektisida kimiawi seperti permethrin. Mekanisme kerja senyawa ini adalah
mengikat natrium yang peka terhadap tegangan pada saluran syaraf kutu rambut
(Brownell et al., 2020). Namun, upaya pengobatan dengan cara ini masih memilki
tingkat keberhasilan yang cukup rendah dan menyebabkan terjadinya peningkatan
resistensi kutu rambut akibat adanya mutasi sel T917I (Hogdon et al., 2010). Selain
itu kebanyakan senyawa pembasmi kutu hanya menyerang induk kutu saja, tidak
untuk telurnya. Telur kutu memiliki tingkat ketahanan diri yang cukup kuat (Leung
et al., 2005). Atas dasar tersebut, apabila pembasmian sudah dilakukan dari fase
telur maka penyembuhan pedikulosis kapitis akan berjalan efektif.
Penelitian oleh Di Campli et al. (2012), mendapati bahwa senyawa aktif
nerolidol dapat merangsang terjadinya kerusakan 50% telur kutu pada konsentrasi
2
Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai efek
ovisidal ekstrak n-heksan biji pare (M. charantia L.) terhadap kutu rambut (P.
humanus var. capitis De Geer, 1778) dan tingkat konsentrasi efektif ekstrak n-
heksan biji pare dalam menghambat perkembangan telur kutu rambut.
2. Aspek Praktis
Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi dasar pembuatan produk
penghambat perkembangan kutu rambut berbahan alam dalam bentuk hair mist
sehingga mudah diaplikasikan kepada penderita Pedikulosis dari berbagai
kalangan usia.
Kontribusi yang dapat diberikan melalui penelitian ini ialah, dapat
membuktikan adanya efek ovisidal kandungan nerolidol pada biji pare sebagai
solusi alternatif pengobatan pedikulosis berbahan alam, berperan dalam
pengembangan senyawa metabolit sekunder tumbuhan, memberikan sumbangan
referensi ilmiah bagi penelitian di masa mendatang.
1.5 Temuan Yang Ditargetkan
Temuan yang ditargetkan dalam penelitian ini ialah adanya efek ovisidal dari
ekstrak n-heksan biji pare (Momordica charantia L.) terhadap kutu rambut.
1.6 Luaran PKM Riset Eksakta
Luaran yang diharapkan pada penelitian ini berupa :
1. Laporan kemajuan, laporan akhir dan artikel ilmiah yang berjudul “Efek
Ovisidal Ekstrak N-Heksan Biji Pare (M. charantia L.) terhadap Kutu Rambut
(P. humanus var. capitis, De Geer)”.
2. Produk hairmist pembasmi kutu berbahan alam.
mengelilingi rambut dan telur kecuali bagian operkulum, tempat embrio bernafas
(Madke dan Khopkar, 2012).
Nimfa belum memiliki organ seksual eksternal. Panjang nimfa sekitar 1 mm
(Taulu, 2004). Nimfa menjalani tiga kali proses metamorfosis selama 9-15 hari.
Kutu rambut dalam stadium nimfa biasanya terlihat lebih transparan dan berubah
menjadi merah atau kecoklatan setelah mereka menghisap darah (Madke dan
Khopkar, 2012). Kutu rambut jantan dewasa memiliki ukuran panjang 2 mm dan
betina dewasa 3 mm. Kutu jantan biasanya mati setelah kopulasi. Pada kepalanya,
kutu rambut memiliki lima segmen antena, sepasang mata dan mulut penusuk
(Taulu, 2004).
2.2 Potensi Nerolidol sebagai Antiparasit
Nerolidol atau peruviol merupakan senyawa metabolit sekunder tumbuhan
golongan terpenoid, khususnya seskuiterpen alkohol yang memiliki dua isomer,
yakni cis-nerolidol dan trans-nerolidol. Adanya ikatan rangkap membuat senyawa
ini memiliki sifat hidrofobik sehingga mudah berikatan dengan membran sel.
Nerolidol biasanya diekstrak dengan metode hidrodistilasi dan apparatus
Clevenger-type pada berbagai macam organ tumbuhan penghasil minyak esensial,
seperti daun tumbuhan Piper claussanianun (Miq). C. DC, batang Oploplanas
horridus (Sm.) Miq., bunga Cananga odorata (Lam.) Hook.f. & Thomson, dan biji
pare (Momordica charantia L.). Nerolidol juga dapat diperoleh dari sintesis
senyawa linalool. Hasil ekstrak nerolidol berwarna kuning pucat dan memiliki bau
bunga-bungaan (Chan et al., 2016).
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menganalisis potensi dari nerolidol,
seperti potensi antioksidan, antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, anti-jamur
terhadap Candida albican, dan insektisida terhadap lalat rumah, nyamuk dan juga
kutu rambut (Chan et al., 2016). Pada kutu rambut, nerolidol dapat bertindak
sebagai ovisida. Hal ini disebabkan oleh karakter fisikokimia nerolidol yang
merupakan senyawa terpenoid monosiklik yang mengandung gugus -OH sehingga
menghasilkan aktivitas surfaktan yang rendah dan mampu melewati aerophil pada
telur kutu rambut (Priestley et al., 2006). Penelitian ini didukung oleh Di Campli et
al. (2012), dimana nerolidol bertindak sebagai ovisida yang efektif menyebabkan
75% sampel telur kutu rambut yang diujikan gagal menetas dalam 5 hari setelah
perlakuan penambahan konsentrasi nerolidol sebesar 1%.
2.3 Biji Pare (Momordica charantia L.)
Pare (Momordica charantia L.) atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan
bitter melon merupakan tanaman yang dapat tumbuh baik di daerah tropis maupun
subtropis. Setiap bagian dari tanaman pare memiliki manfaat yang beragam. Pare
mengandung bahan aktif berupa saponoid, flavonoid, dan alkaloid yang bermanfaat
sebagai antikanker, antimikrobia, antiparasit, dan antitumor (Gupta et al., 2011).
Salah satu bagian pare yang memiliki aktivitas antiparasit terdapat pada bijinya. Hal
ini disebabkan oleh kandungan nerolidol yang tinggi pada biji pare (sebesar 61%)
5
dapat bertindak efektif membunuh berbagai macam parasit, salah satunya adalah
kutu rambut (Chan et al., 2016).
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bashtawy, M., dan F. Hasna. 2012. Pediculosis Capitis Among Primary School
Children in Mafraq Governorate, Jordan. East Mediter Health Journal. 18(1):43-
84.
Braca, A., Tiziana, S., Manuela, D. A., dan Maria, P. G. 2008. Chemical
Composition and Antimicrobial Activity of Momordica charantia Seed Essential
Oil. Fitoterapia. 79: 123-125
Brownell, N., Sakone, S., Kobpat, P., Nirin, S., Switt, K., Atchara, P., dan Padet, S.
2020. Presence of The Knockdown Resistance (kdr) Mutations in The Head Lice
(Pediculus humanus capitis) Collected from Primary School Children of Thailand.
Plos Neglected Tropical Diseases. 14(12) : 1-13
Burgess, I. F. 2004. Human Lice and Their Control. Annual Review of Entomology.
49: 457-481.
Burkhart, C. G.dan Burkhart, C. N. 2006. Safety and Efficacy of Pediculicides for
Head Lice. Expert Opin. Drug Saf. 5(1): 169-179.
Chan, W. K., Tan, L. T. H., Chan, K. G., Lee, L. H., dan Goh, B. H. 2016. Nerolidol:
A Sesquiterpene Alcohol with Multi-faceted Pharmacological and Biological
Activities. Molecules. 21(529):1 – 40.
Chin, W. 2017. Detection and recommended treatment of head lice in Prescriber.
Oxford : Wiley, p. 35.
Di Campli, E., Di Bartolomeo, S., Delli Pizzi, P., Di Giulio, M., Grande, R., Nostro,
A., dan Cellini, L. 2012. Activity of Tea Tree Oil and Nerolidol Alone or In
Combination against Pediculus capitis (Head Lice) and Its Eggs. Parasitology
Research. 111 (5):1985 – 1982.
Gupta, M. Sushil, S., Ajay K. G., dan Rekha B. 2011. Momordica charantia linn.
(karela): Nature’s Silent Healer. International Journal of Pharmaceutical Sciences
Review and Research. 11(1): 32-37.
Hogdon, H.E., Kyong, S. Y., Domenic, J. P., Hyo, J. K., Gamal, E. A., Si, H. L.,
dan Marshall, C. 2010. Determination of Knockdown Resistance Allele
Frequencies in Global Human Head Louse Populations Using The Serial Invasive
Signal Amplification Reaction. Pest Management Sains. 66(9): 1031-1040.
Leung, A. K. C., Fong, J. H. S., dan Rojas, A. P. 2005. Pediculosis Capitis. Journal
of Pediatric Health Care. 19(6): 369-373.
9
Lukman, N., Yunita A., dan Dini A. 2018. Hubungan Faktor Risiko Pediculus
capitis Terhadap Kejadiannya pada Santri di Pondok Pesantren Miftahul Ulum
Kabupaten Jember. Journal of Agromedicine and Medical Sciences. 4(2): 102-109.
Madke, B. dan Khopkar, U. 2012. Pediculosis Capitis: An Update. Indian Journal
of Dermatology, Venereology, and Leprology, 78(4) : 429-438.
Mehlhorn, H. 2015. Pediculus Humanus Capitis. Encyclopedia of Parasitology.
Edisi Keempat. German: Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
Munusamy, H., Murhandarwati, E. E. H., dan Umniyati, S. R. 2011. The
Relationship Between The Prevalence of Head Lice Infestation with Hygiene and
Knowledge among The Rural School Children in Yogyakarta. Tropical Medicine
Journal. 1(2): 102-109.
Negara, A. 2003. Penggunaan Analisis Probit Untuk Pendugaan Tingkat Kepekaan
Populasi Spodoptera exigua Terhadap Deltametrin di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Informatika Pertanian, 12: 1-9.
Priestley, C. M., Burgess, I. F., dan Williamson, E. M. 2006. Lethality of Essential
Oil Constituents towards The Human Louse, Pediculus humanus, and Its Eggs.
Fitoterapia. 77(4):303 – 309.
Rahmawati, R. K., Teresa, A., Mutiasari, D., Jelita, H., dan Agustina, I. 2020.
Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Penggunaan Sampo Terhadap
Kejadian Pedikulosis Kapitis di Panti Asuhan X Palangka Raya. Jurnal
Kedokteran, 8(1): 965-972.
Restiana, R. 2010. Hubungan Berbagai Faktor Risiko Terhadap Angka Kejadian
Pedikulosis kapitis di Asrama. Tesis. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Taulu, M. L. S. 2004. Biology and Control of Head Lice (Pediculus capitis de Geer)
(Phthiraptera: Pediculidae). Disertasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Tyring, S. K., Lupi, O., Hengge, U. R. 2004. Tropical Dermatology. Amsterdam :
Elsevier, p. 387.
Vahabi, A., Shemshad, K., Sayyadi, M., Biglarian, A., Vahabi, B., Sayyad, S.,
Shemshad, M. Dan Rafinejad, J. 2012. Prevalence and Risk Factors of Pediculus
humanus capitis (Anoplura: Pediculidae), in Primary Schools in Sanandaj City,
Kurdistan Province, Iran. Tropical Biomedicine. 29(2): 207–211.
Wartini, N. M., Ina, P. T., dan Putra, G. P. G. 2010. Perbedaan Kandungan Senyawa
Volatil Daun Salam (Eugenia Polyantha Wight) Pada Beberapa Proses Curing.
AGRITECH, 30(4): 231-236.
Zhen, A. J. L. Y., Murhandarwati, E. E. H., Umniyati, S. R. 2011. Head Lice
Infestation and Its Relationship with Hygiene and Knowledge among Urban School
Children in Yogyakarta. Tropical Medicine Journal. 1(1): 35-41.