Anda di halaman 1dari 8

PUBAD (PROGRAM UNTUK BAHASA DAN AKSARA

DAERAH) UNTUK MENGATASI TERANCAM PUNAHNYA


BAHASA DAN AKSARA DAERAH DI INDONESIA

Oleh Yuli Sumiati

PENDAHULUAN

Bahasa merupakan alat komunikasi yang dimiliki oleh setiap


negara di dunia. Bahasa yang kita kenal ada beberapa macam. Dimulai
dari bahasa daerah, bahasa nasional, dan bahasa internasional. Yang
kita ketahui mengenai bahasa internasional hanyalah bahasa Inggris
saja bukan? Ternyata bahasa Inggris bukan satu satunya bahasa
internasional.

Untuk dijadikan bahasa internasional, maka ada syarat-syarat yang


harus dipenuhi diantaranya memiliki penutur yang banyak di seluruh
negara di dunia. Selain itu, sering kita dengar bahwa ada beberapa
bahasa asing yang harus kita kuasai. Diantaranya Inggris, Arab,
Mandarin, Spanyol, Perancis dan Rusia. Entah mengapa dalam suatu
situs web menyatakan bahwa keenam bahasa ini perlu dikuasai.
Mungkin karena keenam bahasa ini memiliki penutur terbanyak di
dunia. Jadi kalau bahasa Inggris sudah dikuasai, ada baiknya belajar
bahasa lain yaitu salah satu bahasa diatas. Mandarin contohnya.

Selanjutnya kita akan membahas mengenai bahasa nasional. Bahasa


nasional adalah bahasa yang resmi yang dinyatakan oleh suatu negara
yang harus digunakan apabila berbicara dengan orang yang berbeda
daerah. Bahasa nasional tidak hanya satu, tetapi setiap negara bisa
menentukan banyaknya bahasa nasional mereka masing-masing.

1
Misalnya Philipina yang mempunyai dua bahasa nasional yaitu Inggris
dan Tagalog.

Sedangkan bahasa daerah, kita mengenalnya sebagai bahasa sehiri-hari.


Bahasa ibu bahasa yang menyatukan kita dengan daerah kita dan
menjadi satu-satunya bahasa yang akan mengerti keadaan hati kita. Di
negara kita tercinta Indonesia, ada lebih dari 700 bahasa yang
digunakan di 34 provinsi. Itu artinya setiap provinsi mempunyai ragam
bahasanya sendiri. Tidak hanya satu, dua, atau tiga melainkan banyak.
Namun ada pula yang hanya memiliki satu bahasa di satu provinsi,
misalnya bahasa Sunda yang digunakan oleh suku Sunda di Provinsi
Jawa Barat dan bahasa jawa yang digunakan di dua provinsi yaitu
Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Setiap bahasa memiliki aksara tersendiri. Jika berbicara mengenai


bahasa dan aksara, itu menunjukkan bahwa bangsa ini bukanlah bangsa
yang serta merta ada, melainkan melalui perjuangan bersatu untuk
mewujudkan kemerdekaan. Menyatukan banyak perbedaan. Aksara
menjadi tolak ukur majunya suatu peradaban. Karena tanpa aksara,
peradaban tidak akan pernah ada.

ISI

Menindaklanjuti tentang aksara di Indonesia, terdapat puluhan


aksara. Seperti aksara Sunda, aksara Jawa, aksara Batak, Bali,
Bengkulu dan berbagai aksara kuno lainnya yang keberadaanya sangat
memprihatinkan. Berbagai aksara tersebut kini hampir tidak digunakan
lagi, mungkin untuk mempelajarinya saja sudah tak diminati, karena
kemajuan zaman ini membuat para generasi muda enggan untuk
mempelajari aksara daerahnya. Jangankan aksara daerah, bahasa
daerahnya saja sudah tidak digunakan. Permasalahan inilah yang
menjadikan punahnya penggunaan aksara daerah di berbagai penjuru

2
wilayah di Indonesia. Generasi sekarang ini yang lebih dikenal dengan
generasi milenial. Bahkan sudah muncul sebutan baru yakni generasi
4.0. Mereka sekarang hanya tertarik untuk mempelajari bahasa
internasional yang contohnya sudah diutarakan di atas.

Selain ketertarikan generasi muda terhadap bahasa


internasional, banyak faktor lainnya yang menjadi penyebab terancam
punahnya bahasa dan aksara daerah. Menurut Fanny Henry Tondo
dalam jurnalnya yang berjudul Kepunahan Bahasa-bahasa Daerah :
Faktor Penyebab dan Implikasi Etnolingustis, menyebutkan 10 faktor
penyebab kepunahan bahasa daerah, yaitu sebagai berikut :

1. Faktor pengaruh bahasa mayoritas di mana bahasa daerah tersebut


digunakan. Sebuah bahasa yang tidak dapat bersaing dengan
bahasa lain dalam daerah yang sama bisa saja mengalami
pergeseran dari bahasa yang berbeda pada ranah Tinggi (ranah
agama, pendidikan, pekerjaan) ke bahasa yang berada pada ranah
Rendah (ranah keluarga dan persahabatan). Jika bahasa tersebut
terus terdesak, maka hal ini bisa saja menjadikannya sebagai
bahasa yang sekarat dan pada akhirnya punah (Gunawan 2006).
2. Faktor kondisi masyarakat penuturnya yang bilingual atau bahkan
multilingual. Artinya, kondisi di mana seorang penutur mampu
menggunakan dua bahasa atau bahkan multi bahasa. Pada situasi
seperti ini sering terjadi alih kode (code switching) dan campur
code (code mixing) berkaitan dengan penggunaan beberapa
leksikon maupun frase bahasa lain dengan tuturan.
3. Faktor globalisasi. Era globalisasi sekarang ini yang terjadi dalam
berbagai dimensi kehidupan manusia seperti ekonomi, sosial,
politik, dan budaya telah mendorong penutur sebuah bahasa untuk
secara berhasil dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan
penutur bahasa lain yang berasal dari negara lain terutama negara

3
yang berbahasa Inggris. Era ini ditandai pula dengan pesatnya
kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang sangat
berdampak pada orientasi pemakaian bahasa seorang penutur.
4. Faktor migrasi. Migrasi penduduk keluar dari daerah asalnya baik
karena pekerjaan, pendidikan, keluarga, maupun karena beberapa
faktor lainnya turut pula menentukan kelangsungan hidup
bahasanya.
5. Faktor perkawinan antaretnik.
6. Faktor bencana alam dan musibah, juga dapat turut menjadi
penyebab kepunahan sebuah bahasa.
7. Kurangnya penghargaan terhadap bahasa etnik sendiri. Hal ini
cenderung terjadi pada generasi muda yang gengsi menggunakan
bahasa daerah.
8. Kurangnya intensitas komunikasi berbahasa daerah dalam berbagai
ranah khususnya dalam ranah rumah tangga.
9. Faktor ekonomi.
10. Faktor bahasa Indonesia. Pengaruh bahasa Indonesia sejak lama
telah dirasakan oleh berbagai bahasa daerah, yaitu sejak tahun 1928
ketika bahasa Melayu diberi nama bahasa Indonesia dan diikuti
pada tahun 1945 menjadi bahasa negara.

Mengutip dari catatan Kompas, sebanyak 726 dari 746 bahasa


daerah di Indonesia ternyata terancam punah karena generasi muda
enggan memakai bahasa tersebut. Bahkan, dari 746 bahasa daerah
tersebut kini hanya tersisa 13 bahasa daerah yang memiliki jumlah
penutur di atas satu juta jiwa, itu pun sebagian besar generasi tua.
Sebanyak 13 bahasa daerah yang jumlah penuturnya lebih dari 1 juta
penutur adalah Bahasa Jawa, Bahasa Batak, Bahasa Sunda, Bali, Bugis,
Madura, minang, Rejang Lebong, Lampung, Makassar, Banjar, Bima,
dan Bahasa Sasak.

4
Sungguh menghawatirkan sekali kondisi tersebut karena
disamping daerah yang dirugikan, negara pun sama dirugikannya.
Maksudnya, bahasa merupakan aset keberagaman bangsa Indonesia
yang membuat bangsa ini sangat kaya akan budaya. Jika satu persatu
bahasa terancam punah, maka bagaimanakah dengan kondisi
keberagaman budaya bangsa kita ini. Bahasa tentu saja merupakan
salah satu unsur dari kebudayaan. Sesuai dengan apa yang dikatakan
oleh Koentjoroningrat (1983) kebudayaan adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar, yang
lebih lanjut dijabarkan tentang tujuh unsur kebudayaan, dimana bahasa
termasuk dalam tujuh unsur tersebut. Maka seharusnya sebagai
generasi penerus bangsa, kita diwajibkan untuk melestarikannya dan
menjaga selogan Indonesia adalah bangsa yang berbudaya tersebut.

Sebagai calon pendidik yang nantinya akan mendidik generasi


bangsa ini, kita dituntut untuk tidak hanya mengajarkan bagaimana
perkembangan industri dan teknologi serta ilmu pengetahuan yang
sangat pesat saat ini. Namun disamping itu ada tugas lain yang sangat
sarat akan pemenuhannya, yaitu membuat anak didik kita menjadi
orang yang tidak melupakan budayanya terutama aksara dan bahasa
daerahnya. Untuk itu, perlu adanya kiat-kiat yang dilakukan oleh kita
sebagai tenaga pendidik, pemerintah, serta masyarakat demi
mendukung pelestarian aksara dan bahasa daerah yang ada di
Indonesia. Tentu saja apa yang dilakukan oleh para pendidik sesuai
dengan yang disarankan oleh pemerintah khususnya dinas pendidikan
nasional. Maka dari itu, program yang dicanangkan oleh pemerintah
harus mendukung untuk mempertahankan bahasa dan aksara daerah di
Indonesia. Sebagai calon pendidik, saya menyusun kiat-kiat yang dapat
dilakukan untuk menjaga bahasa dan aksara daerah tetap lestari dalam

5
sebuah program yang saya namai PUBAD yaitu akronim dari Program
Untuk Bahasa dan Aksara Daerah.

PUBAD yang saya maksud meliputi hal-hal berikut ini.

1. Mewajibkan kepada semua orang tua di seluruh Indonesia, untuk


berbicara dengan bahasa daerahnya ketika anaknya masih kecil.
Kemudian baru diajarkan bahasa Indonesia sedikit-sedikit ketika
anaknya sudah menjelang usia sekolah. Jika orang tua berasal dari
suku yang berbeda, maka mereka dapat silih bergantian berbicara
dengan bahasa daerahnya masing-masing kepada anaknya. Dan
tetap berbahasa daerah selama di rumah.
2. Menanamkan jiwa cinta budaya kepada setiap anak didik di setiap
sekolah.
3. Menambah jam pelajaran muatan lokal yaitu bahasa dan aksara
daerah sehingga guru lebih optimal dalam mengajarkannya.
4. Mewajibkan semua pelajar dan mahasiswa untuk dapat membaca
dan menulis aksara daerahnya masing-masing.
5. Mengadakan perlombaan menulis di setiap provinsi di Indonesia
menggunakan bahasa dan aksara daerahnya masing-masing setiap
tahunnya yang diikuti oleh pelajar SD, SMP, dan SMA. Sedangkan
untuk mahasiswa, perlombaanya dapat berupa karya tulis ilmiah
dengan menggunakan bahasa dan aksara daerah di mana
mahasiswa itu berada.
6. Menggunakan bahasa daerah selama di sekolah setiap hari rabu di
setiap minggunya.
7. Mewajibkan siswa SMA dan mahasiswa untuk membuat suatu
karya sastra dalam bahasa daerahnya, seperti puisi, cerpen, dan
lain-lain setiap minggunya dan di tempel di mading.
8. Mengadakan lomba debat bahasa daerah di setiap provinsi.

6
9. Membuat aplikasi keyboard aksara daerah sehingga dapat
digunakan baik di computer, laptop, maupun smartphone.
10. Menjadikan keterampilan dalam menggunakan bahasa dan aksara
daerah sebagai syarat kelulusan dalam mengenyam pendidikan
sarjana.

Pihak-pihak yang terlibat dalam program PUBAD ini diantaranya


sebagai berikut :

1. Kerja sama antara Menteri Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan


Menengah, serta badan teknologi nasional untuk mewujudkan
serangkaian program PUBAD.
2. Sekolah yang terkait dalam pelaksanaan ini agar memfasilitasi
sarana yang diperlukan siswa dan guru dalam pelaksanaan PUBAD.
3. Kerjasama antara Menteri Kebudayaan dan seluruh universitas di
Indonesia untuk menerapkan PUBAD.
4. Siswa dan mahasiswa harus berpartisipasi aktif untuk
menyukseskan PUBAD.

KESIMPULAN

Berdasarkan semua hal yang telah diuraikan mengenai terancam


punahnya bahasa dan aksara daerah di era revolusi industry 4.0 ini,
dapat diambil kesimpulan yaitu hal utama yang dapat dilakukan kita
sebagai anak bangsa adalah mencintai budaya kita sendiri, karena jika
sudah cinta kita akan menjaga yang kita cintai. Salah satu hal dari
berbagai ide dan kiat-kiat untuk melestarikan bahasa dan aksara daerah
yang saya tuliskan dalam essay ini yaitu PUBAD (Program Untuk
Bahasa dan Aksara Daerah) yang tentunya melibatkan semua pihak
yang mendukung program ini seperti orang tua, masyarakat,
pemerintah, IPTEK, sekolah, perguruan tinggi, guru, dosen, siswa, dan
mahasiswa.

7
DAFTAR PUSTAKA

Henry Tondo, Fanny.2009.Kepunahan Bahasa-bahasa Daerah: Faktor


Penyebab Dan Implikasi Etnolinguistis.Jurnal Masyarakat dan Budaya,
Volume 11 No.2

Setyawan, Aan.Bahasa Daerah dalam Perspektif Kebudayaan dan


Sosolinguistik: Peran dan Pengaruhnya dalam Pergeseran dan
Pemerintahan Bangsa.2011.Universitas Diponegoro

Widianto, Eko.2018.Pemertahanan Bahasa Daerah Melalui


Pembelajaran dan Kegiatan Di Sekolah.Jurnal Kredo Volume 1 No.2

Otje Djundjunan, Popong.2018.Antologi Karya.

Anda mungkin juga menyukai