Abstrak
Era digital memberikan insentif besar bagi masyarakat, kemudahan memperoleh infromasi, mes-
ki bias infromasi kerap terjadi. Ruang digital mengikis sekat teriotorial antarmanusia. Dari sini
umat manusia berinteraksi dengan bebas dan terbuka, terutama pada wilayah agama. Dalam pe-
nelitian ini, dakwah multikultural melalui platform digital akan dikaji. Menggunakan pendekatan
kualitatif dan multikulturalisme dakwah sebagai theoretical framework, penelitian ini menerang-
kan mengenai hakikat dakwah, substansi dakwah multikultural pada ruang digital. Hasil peneli-
tian ini menunjukan adanya masifikasi isu perdamaian, kemanusiaa, cinta kasih dan perkemban-
gan ilmu pengetahuan Islam yang didistrisbusikan melalui platform digital.
(via Belanda) menjajah begitu lama di bumi Keimanan dan kesalehan sosial menjadi
Nusantara (Makin, 2016). pondasi dan perhatian utama dalam risalah
Data tersebut menunjukan adanya Nabi Muhammad Saw (Math’ani, 1993).
ciri khas dari bangsa Indonesia dalam Nabi Saw telah mencontohkan dakwah
melaksanakan praktik agama dan yang santun kepada pemeluk agama atau
penyebarannya (sosialisasi, dakwah). Artinya, kepercayaan yang lain, selain juga budaya
dakwah dalam konteks ke-Indonesiaan harus yang berbeda. Nabi Saw selalu menggunakan
dilakukan dengan mempertimbangkan latar metode kisah, nasihat, cerita atau tanya
belakang budaya dan tradisi setiap individu, jawab. Nabi Saw selalu dapat “memenangkan”
komunitas, kelompok ataupun daerah diskusi dengan lawan bicaranya karena beliau
tertentu, tidak bisa disamaratakan. mendapatkan bimbingan langsung dari Allah
Nurcholish Madjid via Suparta menyebut SWT melalui wahyu (al-Qur’an).
bahwa “agama adalah pesan” (al-dinu al- Metode kisah kerap digunakan Nabi
nashihah). Agama juga menjadi petunjuk Saw untuk memberikan tanzir (peringatan)
(hidayah). Tidak ada paksaan dalam kepada kaum yang menentang. Metode nasihat
beragama. Oleh karena itu, dakwah yang ideal juga sering digunakan Nabi Saw melalui direct
hendaknya tidak memaksakan kehendak message dari al-Qur’an (seperti Q.S. al-‘Ashr:
kepada orang lain. Karena agama adalah 1-3). Sedangkan, metode tanya jawab Nabi
nashihah (pesan) maka, konten dakwah harus Saw gunakan untuk menyadarkan kaumnya
berisikan pesan-pesan yang baik, dan dapat agar mereka memahami dan menerima konten
digunakan sebagai petunjuk bagi umatnya dakwah Islam secara rasional (Huda, 2015).
(Suparta, 2003). Ketiga metode tersebut sangat berdampak
Sejarah mencatat bahwa pada periode bukan hanya pada prosentase atau jumlah
awal Islam, Nabi menghadapi beragam pemeluk agama Islam baru, tetapi, Nabi Saw
komunitas dengan tradisi dan kultur yang juga berhasil menanamkan nilai-nilai luhur
berbeda. Masyarakat telah memiliki tradisi dan budi pekerti yang agung. Sehingga,
dan kearifan yang khas dalam bidang antara beragama dan keberagamaan (sosial)
ekonomi, sosial, maupun kepercayaan. Pada berjalan selaras.
wilayah multikultural semacam itulah dakwah Dalam konteks keberagamaan,
dijalankan dengan metode dan pendekatan khususnya di Indonesia, sebagaian umat
tertentu (Huda, 2015). beragama umumnya belum mensosialisasikan
Nabi selalu melakukan dakwah dengan ajaran agamanya dengan tidak mengindahkan
bijaksana, menyesuaikan kondisi kelompok wajah pluralitas kehidupan masyarakat
atau daerah yang dijadikan subjek dakwah dari berbagai aspek. Di sinilah urgensi
(mad’u). Terhadap kaum Ahli Kitab (Yahudi atau signifikansi pengembangan dakwah
dan Nasrani) misalnya, Nabi membimbing multikultural yang perlu dimiliki oleh
mereka dari perilaku penyelewengan siapapun yang hendak menyampaikan pesan-
terhadap ajaran murni dalam kitab suci pesan agama, sebagaimana analogi Nurcholish
masing-masing. Sebab itulah, materi Madjid di atas. Perspektif multikultural ini
dakwah kepada mereka seputar keimanan menyuntikan semangat (ghirah) pengakuan
dan kesalehan sosial (Q.S. ali-‘Imran: 110). terhadap pluralitas budaya, tradisi atau
kepercayaan kepada kelompok liyan dan tradisi keagamaan. Begitu juga saat Islam
(Zaprulkhan, 2017), sebagaimana contoh mengglobal. Sejarah menunjukan bahwa
metode dakwah Nabi Saw kepada komunitas tidak ada kesepakatan dalam pola atau
yang berbeda keyakinan dan budaya. model praktik beragama. Seluruh elemen
Dalam pada itu, di era digital, ruang berkembang dengan cara beragam. Sangat
dakwah semakin luas. Perlu banyak jamak saat ini melihat Islam dipraktikan
penyesuaian dan pendekatan yang efektif dengan pendekatan yang berbeda. Karena
untuk menyampaikan nilai-nilai dakwah agama (Islam) dipeluk oleh ratusan juta
Islamiah. Dalam berdakwah, di era digital orang maka, banyak corak keberagamaan
(cum milenial), para da’i, aktivis dakwah yang tumbuh, menyesuaikan zaman dan
atau praktisi yang lainnya tidak hanya konteksnya (Marfu’ah, 2017).
menunggu permasalahan, melainkan “jemput Oleh sebab itu, perkembangan digital
bola”. Istilah “jemput bola” ini dipopulerkan menjembatani realitas multikultural tersebut.
oleh Ziauddin Sardar, untuk membangun Platform digital dan prinsip multikultural
interaksi, komunikasi dan kelekatan antar menjadi tawaran jalan keluar untuk mengikis
umat (Budiantoro, 2017). eksklusifisme, kebebalan dan kekakuan
Sardar menyadari, revolusi media digital terhadap kelompok liyan (Turhamun, 2016).
mempengaruhi nalar dan perilaku manusia Keniscayaan tersebut, dalam riset Nawawi,
modern. Oleh sebab itu, dalam perspektif disebutkan bahwa era digital (teknologi)
kultural, media digital memainkan peranan seperti sekarang tak ada lagi batas-batas
penting dalam sistem tata kelola kehidupan budaya dan teritorial (Nawawi, 2012).
manusia. Media digital bagi masyarakat Sehingga, dakwah akan “ditolak” apabila
modern tidak lagi diposisikan sebagai sesuatu tidak mengindahkan unsur keragaman
yang mentransmisikan pesan. Akan tetapi, dan keberagamaan budaya kelompok lain.
menjadi representasi identitas yang vital Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw musti
(Fakhruroji, 2010). diinterpretasi ulang agar tidak ada lagi
gap yang mencolok praktik dakwah yang
Di era digital, dakwah dikemas secara
seharusnya (das sein) dan praktik dakwah
modern, melalui media youtube, instagram,
penganut agama yang dipengaruhi budaya
facebook dan platform digital lainnya. Akun
dan pandangan hidup berbeda (das sollen).
seperti “Santri Gayeng”, “Santri Official”,
“Gus Baha Channel”, “Noice” mewarnai dunia
digital dengan konten dakwah Islam yang METODE
moderat dan plural. Sehingga, umat dengan Dalam penelitian ini, metode yang
latar belakang agama dan kebudayaan yang digunakan adalah kualitatif. Sugiyono
berbeda memiliki ruang untuk belajar, di mengatakan bahwa pendekatan kualitatif
samping menelaah, meneliti atau melakukan memiliki corak artistik dan seni dan juga
kritik. sebagai pendekatan interpretive karena
Perkembangan Islam tidak didominasi hasil penelitian lebih berkenaan dengan
oleh satu faktor, melainkan banyak faktor, interpretasi data yang diperoleh, baik data
antara lain faktor ekonomi, sosial dan politik lapangan maupun pustaka (Sugiyono, 2007).
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki ke dunia maya. Persentase pengguna internet
keburukan terhadap suatu kaum maka, tak berusia 16 hingga 64 tahun yang memiliki
ada yang dapat menolaknya dan tidak ada jenis perangkat, di antaranya: mobile phone
pelindung bagi mereka selain Dia” (Q.S. ar- (96%), smartphone (94%), non-smartphone
Ra’d: 11). (21%), laptop atau komputer desktop (66%),
Dakwah adalah satu sisi. Mengajak table (23%), konsol game (16%), hingga
kebaikan sisi yang lain. Akan tetapi, semua virtual reality device (5,1%) (Ummah and
proses itu tidak akan maksimal apabila tidak Athik, 2020).
akan keinginan dari dalam diri manusia Data statistik di atas menunjukan
untuk senantiasa mendagayagunakan amat tingginya kecenderungan masyarakat
akal dan pikirannya serta hatinya untuk Indonesia untuk menggunakan platform
bergerak menuju keadaan yang lebih baik digital. Artinya, sangat terbuka peluang
(Islami). Tentunya, di atas semua upaya itu, untuk masyarakat Indonesia menyaksikan
ada kehendak dan hidayah Allah SWT yang acara dakwa Islamiah, tentunya dari berbagai
menentukan. model dan inovasinya. Athik Hidayatul
Ummah menambahkan bahwa sebagaian
besar pengguna internet dan media sosial
2. Dakwah Digital
adalah net generation atau generasi yang
Abdul Basit dalam bukunya berjudul lahir dan tumbuh di tengah perkembangan
Dakwah Milenial menerangkan bahwa teknologi. Masyarakat urban middle-class
dakwah melalui media digital di satu sisi umumnya menjadi konsumen utama internet
dapat memberikan manfaat bagi umat. (Ummah and Athik, 2020), meskipun agama di
Mereka yang malas membaca buku agama dan dunia digital dapat dipelajari dari segmentasi
sulit datang ke lokasi pengajian dapat dengan manapun.
mudah untuk memperoleh ilmu pengetahuan
Perkembangan literatur keislaman
mengenai agama. Akan tetapi, fanatisme
secara online semakin jamak. Agus Iswanto
kelompok, ujaran kebencian, wawasan yang
menjelaskan:
kurang mendalam, juga berpotensi muncul
“literatur online yaitu seluruh pengeta-
akibat adanya media digital (Basit, 2021). huan keagamaan yang tersedia secara
Dakwah melalui media digital akan online, baik melalui website yang dicari
melalui mesin pencari google, maupun
sangat dipengaruhi oleh ketercukupan dan yang tersebar di media sosial. Jadi, tidak
kemampuan masyarakat mengakses internet. hanya sebatas buku elektronik atau eb-
ook. Literatur keislaman disebarkan se-
Laporan terbaru We Are Social, sebagaimana
cara online oleh sekelompok aktivis Islam
disampaikan Athik Hidayatul Ummah, untuk menyampaikan sebuah opini terh-
menyebutkan bahwa pada tahun 2020 ada adap sebuah permasalahan atau untuk
menggerakan massa (Iswanto, 2018).
175,4 juta pengguna internet di Indonesia.
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, ada Di facebook misalnya, Ulil Abshar Abdalla
kenaikan 17% (25 juta pengguna internet). rutin menyelenggarakan ngaji online kitab
Berdasarkan total populasi Indonesia yang Ihya Ulumaddin dan Misykat al-Anwar karya
berjumlah 272,1 juta jiwa, 64% setengah Imam al-Ghazali. Keteranan melalui gambar
penduduk Indonesia telah merasakan akses terdapat di bawah ini:
dalam situasi masyarakat yang plural, tanpa hari sudah mengatakan pentingnya sikap
melibatkan unsur monisme moral yang bisa toleran. Pengetahuan yang dimiliki, termasuk
merusak pluralitas budaya dan keyakinan di dalamnya pengetahuan tentang syari’at
itu sendiri (Zaprulkhan, 2017). Dakwah Islam, harus ditransformasikan ke dalam
multikultural adalah aktivitas menyeru sikap etis (Bertens, 1999). Seseorang yang
kepada jalan Allah melalui usaha-usaha belum memiliki sikap etis berarti belum
melalui karakter budaya suatu masyarakat mengetahui dan memahami apa yang
sebagai kunci utama untuk memberikan dimilikinya (pengetahuan). Oleh sebab itu,
pemahaman dan mengembangkan dakwah dakwah Islam harus bisa membuka wawasan
(Aripudin, 2011). umat Islam.
Dakwah Islam dengan formula Dalam syiar dakwah Islam, Nabi
mulikultural bertujuan untuk memanusiakan Muhammad Saw harus menjadi acuan.
manusia, kata K.H. A. Mustofa Bisri (Bisri, Fakhruddin al-Razi berpendapat bahwa:
2013). Sedangkan budaya, kata Haidar “Nabi Muhammad Saw diutus sebagai
Bagir adalah soal menjadi manusia; manusia rahmat bagi dunia dan agama. R a h -
mat bagi agama karena saat itu manusia
moral, manusia spiritual, manusia estetis, dalam kebodohan dan kesesatan ser-
dan manusia sadar-berpikir (Haidar Bagir, ta para ahli kitab bingung dengan urusan
2017). Artinya, dakwah harus bisa membawa agama mereka, maka Allah mengutus
Muhammad sebagai petunjuk jalan. Se-
ragam kebudayaan serta menginisiasinya dangkan rahmat bagi dunia menyebab-
sebagai maqasid al-syariah kepada seluruh kan manusia yang terbiasa berperang
meninggalkan perang” (Al-Razi, n.d.).
masyarakat. Dalam konteks inilah, dakwah
multilutural “diuji” ketahanan filosofi dan Membangun dakwah multikultural untuk
aksiologisnya. menciptakan perdamaian harus berdasarkan
konsep cinta kasih, toleransi, dan dialog
antar iman (A. Bisri, 2014). Sebagaiman
4. Pengembangan Dakwah
dikatakan Fethullah Gulen, dakwah tidak bisa
Multikultural di Era Digital
hanya sekedar mengandalkan tekstualitas,
Aktivitas Agama Islam diturunkan oleh melainkan gerakan. Gerakan ini menyesuaikan
Allah kepada umat manusia sebagai syari’at kondisi budaya, intelektual, ekonomi dan
yang bersifat rahmatan lil-’aalamiin. Dengan sosial suatu daerah. Di Indonesia banyak
sifatnya yang memberikan rahmat bagi alam gerakan dakwah yang mengedepankan cinta
semesta maka, Islam bersifat dan berlaku kasih, seperti gerakan Gusdurian. Gusdurian
universal. Universalisme ajaran Islam inilah, Surabaya misalnya, selalu mengedepankan
menurut Jailani, menjadikan ajarannya bisa dakwah perdamaian, toleransi dan kerukunan
tersebar dan diterima di seluruh penjuru antar umat bergama (A. Bisri, 2014).
dunia, termasuk Indonesia (Jailani, 2014).
Dalam konteks internasional,
Penyiaran Islam (dakwah) dewasa ini implementasi dakwah multikultrual pernah
harus disertai dengan argumentasi yang menemukan momentumnya saat Gus Yahya
mendukung prinsip toleransi, misalnya Cholil Tsaquf berpidato di depan “jamaah”
menggerakan seseorang untuk mengambil Yerusalem, terkait isu internasional Palestina
sikap toleran (Ihsani, 2020). Socrates jauh vs Israel. Potongan pidatonya berikut ini:
Karena, sikap “ramah” itulah cerminan Bisri, Achmad. 2014. “Islam Rahmatan Li’l-
Islam rahmatan lil-’aalamin. Dakwah berarti Aalamin Sebagai Landasan Dakwah
mengajak, menyeru, sedangkan Islam Multikultural Persepektif Muhammad
berarti selamat maka, dakwah multikultural Fethullah Gulen”.” Walisongo 22(2).
meskipun beda suku, ras dan agama harus Budiantoro, Wahyu. 2017. “Dakwah Di Era
senantiasa menyeru dan mengajak manusia Digital.” Komunika 11, No. 2.
pada keselamatan.
Dermawan, Andy. 2018. “Konsep Dakwah
Di era digital seperti saat ini, upaya Perdamaian Di Era Kontemporer”.”
untuk mentransimikan pesan-pesan Jurnal Humanika 18(2).
kemanusiaan dalam logika agama lebih
Faisal, Sanipah. 2010. Format-Format
efektif. Platform seperti facebook, youtube,
Penelitian Sosial. Jakarta: Raja Grafindo
atau instagram memudahkan umat beragama
Persada.
saling mengenal secara virtual. Lebih penting
lagi, isu-isu perdamaian dunia, cinta kasih, Fakhruroji, Moch. 2010. “Dakwah Islam Dan
memanusiakan manusia jadi lebih membumi Inovasi Media: Peluang Dan Ancaman
dan diharapkan mampu dipraktikan dalam Media Global Atas Dakwah Islam”.”
kehidupan seluruh umat beragama. Komunika 4(1).
Haidar Bagir. 2017. Islam Tuhan Islam
Manusia. Bandung: Mizan.
DAFTAR PUSTAKA
Huda, Zainol. 2015. “Dakwah Multikultural
Aji, Rustam. 2016. “Digitalisasi, Era Tantangan
(Metode Dakwah Nabi Saw Kepada Umat
Media (Analisis Kritis Kesiapan Fakultas
Agama Lain)”.” Jurnal Religia 19(1).
Dakwah Dan Komunikasi Menyongsong
Era Digital.” Islamic Communication Ihsani, A. Fikri Amiruddin. 2020. Dakwah
Journal 01(01). Multikultural Gerakan Gusdurian
Surabaya”. Tesis. Surabaya: Pascasarjana
Al-Razi, Fakhruddin tt. Tafsir Al-Kabir, Jilid XI.
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.
Beirtu: Dar al-Kutub.
Iswanto, Agus. 2018. “Membaca
Ali, Maksum. 2011. Pluralisme Dan
Kecenderungan Pemikiran Islam
Multikulturalisme. Malang: Aditya Media
Generasi Milenial Indonesia”.” Jurnal
Publishing.
Multikultural dan Multireligius 17.
Aripudin, Acep. 2011. Pengembangan Metode
Jailani, Imam Amrusi. 2014. “Dakwah
Dakwah. Jakarta: Raja GrafindoPersada.
Dan Pemahaman Islam Di Ranah
Basit, Abdul. 2021. Dakwah Milenial. Multikultural”.” Walisongo 22(2).
Banyumas: Wawasan Ilmu.
Mahfus, Choirul. 2006. Pendidikan
Bertens, Kees. 1999. Sejarah FIlsafat Yunani. Multikultural. Yogyakarta: Pustaka
Yogyakarta: Kanisius. Pelajar.
Bisri, A.Mustofa. 2013. Agama Anugerah, Makin, Al. 2016. Keberagamaan Dan
Agama Manusia. Rembang: Penerbit Perbedaan: Budaya Dan Agama Dalam
MataAir. Lintas Sejarah Manusia. Yogyakarta:
Suka Press.