Anda di halaman 1dari 7

Meneladani Ketaattan dan Kesetiaan Ayub Sebagai Refleksi Hidup Beriman

Oleh Yan Ajang

Pendahuluan

Dalam kehidupan manusia Tuhan selalu ingin memberikan yang terbaik bagi kita dan
Tuhan juga selalu menginginkan kita untuk melakukan kehendak-Nya. Namun begitu banyak
tantangan dan rintangan yang menjadi halangan bagi kita untuk selalu berpihak kepada
kehendak Allah. Dalam hal ini kita patut mencontohi kisah dari Ayub yakni hamba Allah
yang sungguh-sunggu mengimani Allah dan yang takut akan Allah.

Ayub adalah salah satu tokoh terkenal dalam perjanjian lama. Ayub dikisahkan sangat
taat dan setia kepada Allah maka dari itu Ayub dikenal sebagai orang yang sungguh-sunggu
beriman kepada Allah. Melalui musibah dan bencana yang dialaminya justru malah
menguatkan iman dan kepercayaan Ayub terhadap Allah. Berbagai macam bencana yang
dialami Ayub dalam hidupnya tidak mempengaruhi kepercayaan Ayub kepada Allah. Dalam
penderitaannya Ayub selalu taat dan selalu setia kepada Allah sehingga Allah sangat senang
terhadap Ayub. Dalam perjanjian lama dan perjanjian baru menyatakan penghargaan yang
begitu besar kepada Ayub karena Allah sendiri yang memberkati dia selama hidupnya.

Dalam kitab Ayub dibahas atau diawali dengan sejarah singkat mengenai seorang
yang sangat saleh dan patuh kepada Tuhan. Ayub benar-benar menjadi contoh yang baik bagi
kita manusia karena Ayub merupakan seorang tokoh yang diceritakan baik dalam Alkitab
yang mempunyai karakter yang baik dan suka menolong serta orang yang baik hati juga
mempunyai harta yang banyak.

Ayub dikisahkan baik dalam cerita ataupun dalam Kitab Suci mempunyai ketaattan
dan kesetiaan kepada Allah sehingga Allah sangat senang kepada Ayub, dalam hal ini kita
akan merefleksikan pengalaman atau cerita serta kisah dari tokoh yang diceritakan dalam
Kitab Suci yakni Ayub, untuk merefleksikan ketaattan dan kesetiaan Ayub dan mengkaitkan
kedalam hidup kita pada zaman yang semakin maju dan modern ini. Sejauh mana kita
meneladani dan menjalankan apa yang menjadi tugas kita sebagai manusia ciptaan Allah
menjalankan kehendak dan perutusan Allah dalam kehidupan kita.
Riwayat Singat Ayub

Ayub diceritakan sebagai orang yang sangat kaya dan seorang yang diberikati Allah,
ia mempunyai begitu banyak peliharaan seperti kambing, domba, unta, lembu, keledai, juga
mempunyai banyak karyawan atau pegawai untuk mengurusi peternakannya. Ayub juga
mempunyai tujuh anak laki-laki dan 3 anak perempuan. Mereka bertumbuh dengan besar
dalam kasih Allah sehingga keluargaa Ayub sungguh bahagia. Bahkan Allah sangat senang
dan sangat bangga kepada Ayub karena ia sungguh hidup dengan benar dalam kehendak
Allah.

Anak laki-laki Ayub biasa mengadakan pesta dirumah mereka masing-masing


menurut giliran dan ketiga saudara perempuan mereka diundang untuk makan dan minum
bersama-sama dengan mereka. Tentu hal ini sangat baik karena dalam kebiasaan seperti ini
akan terjalin hubungan yang sangat harmonis diantara mereka. Setelah pesta berlalu ada
kebiasaan yang dilakukan Ayub untuk menguduskan anak-anaknya karena takut anak-
anaknya telah menghujat Allah dalam pesta yang dilaksanakan. Ini yang dilakukan oleh
Ayub kepada anak-anaknya karena Ayub sangat taat dan setia kepada Allah. Tanggung jawab
Ayub terhadap anak-anaknya memang menjadi contoh yang baik untuk ditiru atau di contohi
karena memang sudah menjadi tanggung jawab seorang kepada keluarga dalam
keluarga.Allah melihat bahwa Ayub benar-benar taat dan setia kepada-Nya.

Meskipun Ayub ditimpahkan malapetaka yang membuatnya menderita, ia tidak


kehilangan arah hidupnya, ia tidak kehilangan imannya dengan apa yang dialaminya. Dalam
hal ini Ayub menunjukan bahwa sikap setianya dan imannya kepada Allah tidak bisa
digantikan dan tidak bisa diganggu oleh duniawi. Sikap inilah yang menjadi impian bagi kita
untuk selalu beriman kepada Allah, karena Allah adalah penyelamat dan kedamaian abadi
bagi setiap manusia.

Sikap Ayub yang Setia Kepada Allah

Sikap Ayub yang setia dan selalu menerima kehendak Allah dalam hidupnya adalah
dimana pada saat ia menerima malapetaka dari sang Iblis yang ingin mengyoyangkan
imannya kepada Allah, namun sikap dan kepribadiannya tidak dapat diganggu dan tidak
dapat dipengaruhi oleh Iblis sebab Ayub tetap selalu pada pihak Allah sehingga Allah sangat
senang kepada Ayub dan memberkatinya diakhir penderitaan yang dialaminya. Menjadi
sangat penting untuk diketahui bahwa Allah tidak menguji dan tidak mencobai Ayub tetapi
Iblis yang mencobai dan memberikan malapetaka kepada Ayub dengan maksud supaya
Ayub menyangkal imannya kepada Allah dan tidak mengimani Allah lagi. Namun yang
terjadi adalah Ayub tetap percaya dan tetap taat kepada Allah karena imannya kepada Allah
yang sungguh luar biasa. Bisa dikatakan bahwa Ayub menerima malapetaka yang sangat
sadis dan sangat buruk yang mungkin belum pernah dialami oleh manusia. Tetapi Ayub tidak
pernah mengeluh sedikitpun untuk mengutuk dan menghina Allah sebab Ayub mengimani
Allah dengan sepenuh hati. Untuk itu ia tidak pernah mengeluh dan tidak pernah merubah
sikapnya kepada Allah.

Sikap Ayub yang selalu setia kepada Allah sudah sangat jelas bahwa sikap yang
seperti inilah yang harus disikapi. Meskipun mengalami situasi yang berat dan situasi yang
sangat buruk tetap bertahan dengan harapan bahwa akan indah pada waktunya. Allah selalu
melindungi dan selalu menjaga setiap peribadi yang percaya kepada-Nya karena Allah ingin
memberikan yang terbaik bagi umat-Nya. Yang suka menyiksa dan suka melihat penderitaan
adalah Iblis. Dalam kisah-kisah yang dialami Ayub, Allah selalu memberkati dan selalu
melindungi dia dalam segala penderitaan tetapi Iblis ingin menghancurkan hubungan Ayub
dengan Allah dengan cara memberikan malapetaka bagi Ayub. Namun itu tidak berpengaruh
terhadap Ayub karena Ayub memiliki kepribadian dan pendirian yang teguh terhadap iman
dan kepercayaannya kepada Allah.

Dalam kehidupan kita manusia sering kali kita lalai akan tugas dan tanggung jawab
kita sebagai umat Allah. Ayub memberikan contoh yang baik bagi kita dalam kisahnya dia
selalu menantikan kehendak Allah dalam dihidupnya dan selalu percaya kepada Allah yang
telah memberikan hidup bagi kita. kesabaran dan ketekunan Ayub dalam menjalani
penderitaan yang dialaminya memang sangatlah susah. Tetapi Allah tidak membiarkan beban
atau penderitaan kita melewati batas kemampuan yang dimiliki. Begitupun dengan
penderitaan yang dialami oleh Ayub, dalam dukanya ia tetap setia kepada Allah meskipun ia
kehilangan anak-anaknya.

Berkat kesetiaan dan pendiriannya yang sale Ayub dapat melewati masa-masa
suramnya dan menerima kembali harta kekayaannya berlipat ganda. Dalam hal ini Ayub yang
menderita menjadi hidup bahagia atas kesetiaan dan ketaattannya kepada Allah. Karena Allah
selalu mengasihi dan selalu menolong hamba-Nya yang menderita. Memang kesetiaan dan
ketaattan sangat sulit untuk dilakukan dalam sikap dan hidup sehari-hari karena mempercayai
sesuatu yang tak kelihatan sangat sulit bahkan ragu-ragu pasti ada dalam hati dan pikiran,
tetapi berbeda dengan Ayub yang hanya mendengar dan mempercayai kuasa Allah yang
menakjubkan. Ayub menerima pembebasan dan juga menerima kembali apa yang telah
diberkan Allah kepadanya. Tentu itu semua berkat ketekunan dan kesetiaan Ayub kepada
Allah yang memberikan hidup baginya sehingga Ayub bisa menjalani kehidupannya kembali
seperti sediakala.

Iman dan Kesetiaan

Iman dan kesetiaan Ayub kepada Allah tidak bisa tergantikan, karena Ayub
merupakan hamba kesayangan Allah dan Allah juga menyayangi dia. Iman yang dimiliki
Ayub sangatlah besar kepada Allah sehingga Ayub tidak pernah untuk berbuat salah terhadap
Allah. Kita dapat belajar dari kisah Ayub yang penuh dengan lika-liku perjuangan dan
perjalanan hidupnya. Ia menerima musibah bukan karena ia berbuat salah kepada Allah,
tetapi karena ia mengimani Allah. Ia menerima malapetaka karena ia beriman dan hidup
benar dihadapan Allah. Dapat kita lihat dalam perjanjian lama bahwa Allah sendiri yang
mengatakan bahwa Allah sangat menyayanginya dan mengasihinya sehingga Iblis ingin
mencobainya dengan memberikan musibah dan malapetaka baginya. Namun Ayub tidak
mengikuti kemauan Iblis yang mencobainya karena Ayub memiliki iman dan pengharapan
akan kuasa Allah dalam hidupnya. Dalam kisahnya diatas Ayub selalu menguduskan anak-
anaknya supaya mereka jauh dari dosa dan malapetaka dan Ayub selalu melakukan itu setiap
kali anak-anaknya melakukan pesta.

Kesetiaan Ayub terhadap Allah membuktikan bahwa Ayub bisa melewati situasi
sulitnya dengan baik, dan Allah menyembuhkan dan memberikan segala harta miliknya
berlipatganda dari yang ia punya sebelumnya. Kesetiaan yang ditunjukan Ayab dalam hal ini
adalah iman yang tidak pernah pudar dari dalam diri Ayub. Jika Ayub memiliki iman yang
lemah dan memiliki pribadi yang lemah munkin dia akan mudah terpengaruh oleh suasana
yang dihadapinya pada saat ia menerima malapetaka dari Iblis. Tetapi malah sebaliknya
karena Ayub memiliki iman dan kepercayaan yang kuat terhadap kuasa Allah maka ia dapat
melewati dan mengakhiri penderitaannya dengan baik meskipun dalam jangka waktu yang
lama.

Iman dan kesetiaan Ayub membuat dia menjadi orang yang benar dihadapan Allah.
Jika kita membayangkan posisi Ayub tidak memiliki iman dan kepercayaan kepada Allah
mungkin disaat-saat malapetaka itu menghampirinya, mungkin Ayub sudah menjadi orang
yang lebih susah dari sebelumnya. Namun karena Ayub memiliki iman dan kepercayaan
kepada Allah maka Allah mampu memberikan hidup yang lebih baik bagi dia karena pada
dasarnya hidup itu dari Allah bukan dari Iblis yang hanya bisa mengganggu hamba Allah.
Memang mengalami sebuah penderitaan sangatlah susah, dimana kita merasa bahwa kitalah
manusia yang paling hina, manusia yang paling celaka. Perasaan persis seperti ini pasti akan
timbul dalam diri seseorang pada saat mengalami kesusahan. Dan perasaan yang demikian
barulah ingat akan Allah, namun diwaktu bahagia atau diwaktu yang mengembirakan kita
sering lupa akan Allah.

Ayub memberikan contoh dan teladan bagi kita dimana ia menunjukan iman dan
kesetiaannya meskipun ia mengalami penderitaan yang tiada bandingnya bahkan mungkin
mengalami penderitaan diluar kemampuannya. Namun sikap yang ditunjukan Ayub bukanlah
sikap yang gampang menyerah namun ia tetap menerima kehendak Allah atas dirinya. Jadi
sikap dan kesetiaan Ayub merupakan suatu teladan yang perlu ditiru dan dihidupi dalam
hidup ini supaya disetiap titik langkah kita, Allah selalu memberikan yang terbaik untuk kita
dan selalu diberkati oleh Allah. Menjadi sangat penting juga untuk kita bahwa iman yang
besar kepada Allah pasti akan memberikan berkat yang melimpah bagi kita. Seperti yang
dialami oleh Ayub dalam kisahnya.

Berada dalam situasi yang sangat menyiksa pasti sangatlah membuat kita menyerah
dan pasti akan merasa bahwa Allah tidak adil dan tidak membimbing kita dalam hidup kita
sehingga kita bisa merasa bahwa Allah itu jahat, namun yang perlu diketahui bahwa Allah
tidak pernah memberikan siksaan dan penderitaan bagi umatnya melewati batas
kemampuannya. Allah juga tidak pernah mencobai dan tidak pernah mengutuk umat-Nya
karena dalam Kitab Mazmur mengatakan bahwa Allah itu besar kasih setia-Nya dan panjang
sabar serta Allah itu pengasih dan penyayang, dan ada begitu banyak juga Kitab yang memuji
dan memuliahkan Allah baik dalam segala ciptaan-Nya maupun perbuatan-Nya yang ajaib.
Untuk itu Allah tidak pernah untuk mencobai hamba-Nya. Namunn yang sering terjadi adalah
justru kita sebagai umat-Nya yang sering mencobai Allah dan melanggar segala perintah-Nya
dan malahan lebih banyak melakukan perbuatan dosa dari pada kebaikan. Harus disadari
bahwa Allah menciptakan dan memberikan kehidupan bagi kita yakni untuk melakukan
kehendak Allah supaya menjadi nyata didunia bahwa kuasa Allah tiada tandingnya.
Begitupun dengan peristiwa yang dialami oleh Ayub. Dimana Ayub benar-benar percaya dan
mengimani Allah sebagai penyelamat baginya sehingga pada akhir penderitaannya Allah
sendiri yang menyembuhkan Ayub dan memberikan segala harta miliknya berkali-lipat serta
Allah memberkatinya sehingga Ayub hidup dengan penuh bahagia dan berumur panjang. Itu
semua adalah karya Allah dalam diri Ayub. Karena Ayub sendiri memiliki iman dan
kesetiaan terhadap Allah dan selalu melakukan perbuatan baik bagi sesama tanpa
memandang stastus dan derajat seseorang.

Kesimpulan

Dalam kehidupan manusia dibumi, pasti setiap orang mengalami yang namanya
penderitaan atau malapetaka sehingga ia merasa berada dalam situasi yang sangat buruk.
Allah memberikan kehidupan bagi kita agar melakukan kehendak-Nya dalam tindakan kita
sehari-hari. Memang hidup tidaklah mudah dan gampang seperti yang didambakan, setiap
manusia pasti mempunyai titik-titik kelemahan pasti akan mengalami penderitaan baik dalam
waktu yang lama ataupun dalam waktu yang singkat. Namun tujuan hidup bukanlah untuk
mengalami penderitaan tersebut tetapi tujuan hidup adalah dimana kita harus bisa berbuat
baik sebanyak-banyaknya dan berbakti kepada Allah dalam setiap perilaku kita.

Ayub menunjukan bagi kita iman dan kesetiaannya kepada Allah. Ayub menerima
malapetaka dan musibah yang bisa dikatakan melewati batas kemampuannya. Mengapa
dikatakan lewat batas kemapuannya, karena selain anak-anaknya yang meninggal juga selaga
harta miliknya seperti peternakan dan segala kepunyaannya, termasuk keluarganya. Jika kita
membayangkan situasi yang dialami oleh Ayub tentu itu adalah sebuah mapetaka yang sangat
menyiksa, ditambah lagi siksaan diri seperti penyakit yang dialami oleh Ayub dalam
kisahnya. Tetapi apa yang terjadi pada Ayub, dia tidak menyangkal imannya kepada Allah
justru diakhir penderitaannya Ayub diberkati oleh Allah dan menerima kembali hartanya
berlipat ganda dari sebelumnya.

Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya yang sedang menderita tetapi Allah
selalu menolong dan selalu ingin memberikan yang terbaik untuk umat-Nya. Allah mungkin
memberikan sebuah pelajaran yang mungkin tidak dimengerti oleh manusia yang
menjalaninya. Tetapi Allah adalah pengasih dan penyayang, panjang sabar dan penuh kasih.
Allah selalu mengasihi umat-Nya yang selalu setia dan beriman kepada-Nya karena Allah
adalah yang mahakuasa dan abadi.
Daftar Pustaka.

1. Rahimsyah, M.B (2010). Kisah Nyata Nabi & Rasul.


2. Dewantara, A. W. (2011). MEMPROMOSIKAN AMSAL DALAM KATEKESE
KELUARGA. JPAK: Jurnal Pendidikan Agama Katolik, 6(3), 101-111.

Anda mungkin juga menyukai