Anda di halaman 1dari 8

Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna

busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik
politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara
tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada
mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak[1].

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur
sebagai berikut:

 perbuatan melawan hukum,


 penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
 memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
 merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah

 memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),


 penggelapan dalam jabatan,
 pemerasan dalam jabatan,
 ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
 menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk
keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam
praktiknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk
penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai
dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah
kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura
bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,
terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti
penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam
hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk
membedakan antara korupsi dan kejahatan.

Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap
korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat
namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.

BAB I PENDAHULUAN
 Latar Belakang Masalah

Kasus korupsi mungkin sudah tidak asing lagi bagi semua orang, khususnya Negara
Indonesia yang termasuk salah satu negara yang menduduki peringkat tinggi dalam
kasus korupsi ini. Korupsi merupakan suatu tindakan memperkaya diri sendiri,
keluarga, ataupun kepentingan beberapa pihak saja, yang memanfaatkan
wewenang, kekuasaan, dan adanya peluang atau kesempatan untuk melakukan
tindak pidana korupsi tersebut. Dari oknum-oknum yang melakukan tindak pidana
korupsi ini sudah sangat merugikan masyarakat luas, karena yang digunakan oleh
oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab adalah kebanyakan uang milik
rakyat/orang banyak, banyak juga dari mereka yang mempunyai kekuasaan
sehingga mereka bebas melakukan apapun yang  mereka inginkan, dengan salah
satunya menggunakan wewenang dan kekuasaannya untuk lebih memperkaya diri
dengan tindak pidana korupsi tersebut.

 Rumusan Makalah

1. Kasus Korupsi “Dahlan Iskan”


2. Analisis Kasus Korupsi “Dahlan Iskan”

 Tujuan Makalah

1. Memahami Kasus Korupsi “Dahlan Iskan” tersebut


2. Dapat Mengetahui Analisis Kasus Korupsi

 BAB II PEMBAHASAN

 Pengertian Korupsi

Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang


bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok) adalah tindakan
pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat
dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan
kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan
keuntungan sepihak.

Secara hukum pengertian “korupsi” adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud


dalam ketentuan peraturan perundang – undangan yang  mengatur  tentang  tindak 
pidana korupsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian “korupsi” lebih ditekankan
kepada perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk
keuntungan pribadi atau golongan.

 Kasus Korupsi “Dahlan Iskan”

Kejaksaan Tinggi Jakarta telah menetapkan mantan Menteri BUMN dan Direktur
Utama PT Perusahaan Listrik Negara, Dahlan Iskan, sebagai tersangka kasus
dugaan korupsi pembangunan 21 gardu induk di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara
pada 2011-2013. “Berdasarkan dua alat bukti, tim penyidik menyatakan bahwa
saudara Dahlan Iskan telah memenuhi syarat untuk menjadi tersangka,” kata Kepala
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Adi Toegarisman, dalam jumpa pers pada Jumat (5/6)
sore. Menurut Kepala Kejati Jakarta, Dahlan ditetapkan sebagai tersangka dalam
posisi sebagai kuasa pengguna anggaran dalam kasus dugaan korupsi
pembangunan 21 gardu induk tersebut.

Dahlan Iskan menjabat sebagai Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara saat
kasus dugaan korupsi ini terjadi. Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Dahlan
Iskan telah diperiksa oleh tim penyidik kejaksaan pada Kamis (04/06) dan
dilanjutkan pada Jumat (05/06) ini. Walaupun telah ditetapkan sebagai tersangka,
Dahlan Iskan tidak ditahan. Pekan depan, dia akan kembali diperiksa oleh Kejati.

 Tanggapan Dahlan Iskan

Usai diperiksa, Dahlan tidak bersedia menanggapi pertanyaan wartawan tentang


status tersangka atas dirinya. “Tanya jaksa,” katanya seraya tertawa dan menuju
kendaraan pribadinya. “Berdasarkan dua alat bukti, tim penyidik menyatakan bahwa
saudara Dahlan Iskan telah memenuhi syarat untuk menjadi tersangka. Kepala
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Adi Toegarisman.

Sejauh ini Kejaksaan telah menetapkan 15 tersangka, dan sembilan orang di antara
mereka adalah petinggi PLN cabang Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, serta para
petinggi rekanan.  Kejaksaan mengusut kasus ini sejak Juni 2014 setelah menerima
laporan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap
proyek senilai Rp1,06 triliun ini.

 Akhir dari Kasus “Dahlan Iskan”

BPKP dalam auditnya menyebutkan bahwa proyek tersebut diduga merugikan


negara sebesar Rp 33 miliar. Menurut Kejaksaan, penyimpangan ditemukan antara
lain ketika penandatanganan kontrak pembangunan gardu induk pada 2011, tetapi
lahannya belum dibebaskan. Hingga tenggat proyek berakhir pada 2013, hanya lima
gardu yang dapat dibangun oleh pihak rekanan PT PLN. Dahlan Iskan merupakan
figur keempat dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II pimpinan Susilo Bambang
Yudhoyono yang ditetapkan tersangka terkait korupsi. Sebelumnya ada tiga sosok
yang dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat mereka
masih menjabat menteri, yakni Menpora Andi Alfian Mallarangeng, Menteri Agama
Suryadharma Ali, dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero
Wacik.

 Analisis Kasus Korupsi “Dahlan Iskan”

1. Pengertian Korupsi Berdasarkan Kasus

Henry Campbell Black, korupsi diartikan sebagai “an act done with an intent to give
some advantage inconsistent with official duty and the rights of others”, (terjemahan
bebasnya: suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan
suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak – hak dari
pihak lain). menurut Black adalah perbuatan seseorang pejabat yang secara
melanggar hukum menggunakan jabatannya untuk mendapatkan suatu keuntungan
yang berlawanan dengan kewajibannya.

David M. Chalmer menguraikan pengertian korupsi dalam berbagai bidang, antara


lain menyangkut masalah penyuapan yang berhubungan dengan manipulasi di
bidang ekonomi dan menyangkut bidang kepentingan umum.

Dari analisa saya pada kasus “Dahlan Iskan” ini, pengertiannya sesuai dengan dua
pengertian diatas, yang menyatakan bahwa ia melanggar aturan atau tugas dengan
menggunakan jabatannya yang tinggi untuk suatu keuntungan untuk dirinya atau
ada pihak lainnya mungkin, dan juga tindakan korupsi “Dahlan Iskan” ini merupakan
tindakan yang memanipulasi bidang pembangunan yang menyangkut kepentingan
umum.

 Jenis dan Tipe Korupsi Berdasarkan Kasus

Benveniste Tipe Mercenery corruption, yakni jenis tindak pidana korupsi yang


dimaksud untuk memperoleh keuntungan pribadi melalui penyalahgunaan
wewenang dan kekuasaan.

Analisa dari kasus korupsi “Dahlan Iskan” ialah termasuk dalam jenis dan tipe
“Mercenery Corruption“, dimana ia memang sengaja melakukan tindak pidana
korupsi untuk keuntungan pribadi dengan menggunakan wewenang dan kekuasaan
ia sebagai orang yang memiliki jabatan tinggi.
 Faktor Penyebab Korupsi Berdasarkan Kasus

Gone Theory faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi secara umum:

1. Greeds (Keserakahan), dari kasus “Dahlan Iskan”, juga bisa saja karna faktor
keserakahan yang ada dalam dirinya, sehingga ia melakukan tindak korupsi
tersebut.
2. Opportunities (Kesempatan), dengan jabatannya yang tinggi ini, ia
menggunakan wewenang dan kekuasaannya untuk mendapatkan keuntungan,
dan itu merupakan suatu yang bisa menjadi kesempatan atau peluang bagi
siapa saja untuk melakukan tindak pidana korupsi.
3. Needs (Kebutuhan), demi memenuhi kebutuhannya sehingga ia melakukan
tindak korupsi tersebut karena keadaan dan kesempatan yang ada.
4. Exposures (Pengungkapan)

BAB III PENUTUP

 Kesimpulan

Dari banyak kasus korupsi yang terjadi didunia ini khususnya di Indonesia, maka
dapat disimpulkan bahwa tindak korupsi itu adalah bagaimana orang-orang tersebut
memiliki kesadaran, dan sejauh mana mereka mengatasi dan bekerja sesuai dengan
tugasnya. Yang tidak akan merugikan masyarakat luas diluar sana yang masih
membutuhkan kinerja para pejabat tinggi yang jujur, dan dengan ikhlas mengerjakan
tugasnya tanpa mengharap keuntungan lain selain gaji atau bayaran nya yang
sesuai dengan jabatan dan kinerjanya

 Saran

Korupsi merupakan tindakan yang sangat meresahkan dan bahkan dapat merugikan
orang banyak, dimana para pelaku menggunakan wewenang dan kekuasaan yang
seharusnya mereka laksanakan dengan bijak dn penuh pertimbangan, walaupun
melihat kesempatan yang selalu ada, cobalah untuk tetap bersikap jujur, dan
tingkatkan kinerja juga senantiasa selalu bertakwa kepadaNya, agar dijauhkan dari
tindak pidana korupsi tersebut, serta dimudahkan segala urusannya, amin.

Sumber : http://otoritas-semu.blogspot.co.id/2015/11/analisa-kasus-korupsi-dahlan-
iskan.html#ixzz4tw1fe7h8
JAKARTA, KOMPAS.com — Terdakwa kasus korupsi penyelenggaraan haji, Suryadharma
Ali, dituntut hukuman 11 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan
Korupsi.
Suryadharma dianggap terbukti menyalahgunakan wewenangnya selaku Menteri Agama
selama pelaksanaan ibadah haji tahun 2010-2013.

"Menuntut agar majelis hakim memutuskan, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah sebagaimana diatur dalam dakwaan kedua," ujar Jaksa Muhammad
Wiraksajaya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (23/12/2015).

Selain itu, Suryadharma juga dituntut membayar denda sebesar Rp 750 juta subsider enam
bulan kurungan.

Menurut jaksa, pertimbangan memberatkan untuk Suryadharma diberikan karena dia


dianggap berbelit-belit dalam menyampaikan keterangan serta tidak mau mengakui dan
menyesali perbuatannya.

Selain itu, selaku Menteri Agama, seharusnya Suryadharma menjunjung tinggi nilai
keagamaan, yaitu keadilan dan kejujuran.

"Perkara terdakwa terkait penyelenggaraan ibadah haji yang seharusnya terbebas dari niat dan
perbuatan yang menyimpang," kata jaksa.

Yang meringankan, Suryadharma belum pernah dihukum dan memiliki tanggungan keluarga.

Atas penyalahgunaan wewenangnya, Suryadharma dianggap merugikan keuangan negara


sebesar Rp 27.283.090.068 dan 17.967.405 riyal Saudi.
Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali menjalani persidangan dengan agenda pembacaan
tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (23/12/2015).(TRIBUNNEWS /
HERUDIN)

Manfaatkan kuota haji 

Dalam penyelenggaraan haji tersebut, Suryadharma menunjuk orang-orang tertentu yang


tidak memenuhi persyaratan menjadi petugas panitia penyelenggara ibadah haji di Arab
Saudi.

Advertisment

Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu pun dianggap memanfaatkan
sisa kuota haji nasional dengan tidak berdasarkan prinsip keadilan.

Suryadharma mengakomodasi pula permintaan Komisi VIII DPR untuk memasukkan orang-
orang tertentu supaya bisa naik haji gratis dan menjadi petugas panitia penyelenggara ibadah
haji (PPIH) Arab Saudi.

Tak hanya itu, dia juga memasukkan orang-orang dekatnya, termasuk keluarga, ajudan,
pengawal pribadi, dan sopir terdakwa ataupun sopir istri terdakwa agar dapat menunaikan
ibadah haji secara gratis.

Dana menteri untuk liburan keluarga

Suryadharma juga dianggap menggunakan dana operasional menteri (DOM) untuk


kepentingan pribadinya. Selama menjadi menteri, DOM yang bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja negara yang diterima Suryadharma berjumlah Rp 100 juta per bulan.

"Terdakwa tidak bisa memisahkan kepentingan publik dengan kepentingan pribadi. Dapat
disimpulkan, terdakwa menyalahgunakan uang untuk kepentingan pribadi dan
mencampurkannya dengan kepentingan negara," tutur jaksa.

Suryadharma menggunakan DOM untuk biaya pengobatan anaknya sebesar Rp 12,4 juta.
Selain itu, ia juga membayar ongkos transpornya beserta keluarga dan ajudan ke Singapura
untuk liburan sebesar Rp 95.375.830.

Dia juga menggunakan dana tersebut dalam membayar biaya pengurusan visa, membeli tiket
pesawat, pelayanan di bandara, transportasi, dan akomodasi untuk dia beserta keluarga dan
ajudan ke Australia sebesar Rp 226.833.050.

Kepergiannya ke Australia sekaligus untuk mengunjungi putrinya, Sherlita Nabila, yang


menempuh pendidikan di sana.

Tak hanya itu, DOM sebagai Menteri Agama juga digunakan untuk pengobatan di Jerman,
pembayaran TV kabel, internet, pengurusan paspor cucu, hingga pembelian alat tes narkoba.
Dalam penyelenggaraan haji tahun 2015, Suryadharma meloloskan penawaran penyewaan
rumah jemaah haji yang diajukan pengusaha di Arab Saudi, Cholid Abdul Latief Sodiq
Saefudin.

Sementara itu, dia tahu bahwa pemondokan tersebut sudah berkali-kali ditolak oleh tim
penyewaan perumahan haji. Sebagai imbalan, Suryadharma menerima kiswah atau kain
penutup Kakbah dari Cholid.

Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:

 Suryadharma Ali Ditahan KPK

PenulisAmbaranie Nadia Kemala Movanita


EditorSabrina Asril

Berita Terkait

Gara-gara BPIH, Suryadharma Sempat Bersitegang dengan Komisi VIII DPR

Eks Anggota Komisi VIII DPR Akui Ada Permintaan Jatah Haji ke Suryadharma

Jadi Saksi Meringankan, Marzuki Alie Beberkan Konflik antara Suryadharma dan
Komisi VIII

Dikabarkan Sakit, Suryadharma Belum Dipastikan Hadiri Sidang

Hipertensi dan Stres, Suryadharma Ali Tak Hadiri Sidang

Anda mungkin juga menyukai