Berikut ini alasannya disertai dengan penjelasan tujuan pelaksanaan otonomi daerah.
Indonesia dalam menjalankan pemerintahan menganut sistem otonomi daerah. Sistem ini
memungkinkan pemerintah untuk menyerahkan urusan pemerintahan kepada pemerintah daerah
sebagai urusan rumah tangganya atau desentralisasi.
Menurut modul PPKn terbitan Kemendikbud, kata otonomi sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu
“autonomia” atau “autonomos.” Kata “auto” artinya sendiri dan “nomos” artinya peraturan atau
undang-undang.
Sehingga otonomi daerah dimaknai sebagai hak dan kewajiban daerah untuk mengatur dan
menjalankan urusan pemerintahan juga masyarakat sesuai dengan undang-undang. Dalam
menjalankan pemerintahannya, daerah diberikan kewenangan untuk mengatur dan memerintah
daerahnya atas inisiatif dan kemampuannya sendiri.
Pemerintah yang berwenang dalam menjalankan otonomi daerah dipilih secara demokratis. Hal
tersebut tertuang dalam Pasal 18 ayat 4 UUD 1945 yang berbunyi, “Gubernur, Bupati, dan wali kota
masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara
demokratis.”
Sistem otonomi daerah dibutuhkan oleh Indonesia mengingat wilayahnya yang begitu luas. Tentu
sulit mengatur begitu banyak wilayah yang terdiri atas ribuan pulau dengan sistem terpusat.
Selain karena wilayahnya yang luas, dibentuknya daerah otonom di Indonesia dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain:
Dikutip dari modul PPKN Kelas X (2020:10), pelaksanaan otonomi daerah memiliki sejumlah tujuan,
yaitu:
Membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas politik di
tingkat lokal;
Pemerintah daerah akan mengetahui lebih banyak masalah yang dihadapi masyarakatnya.
Dikutip dari Buku Sekolah Elektronik (BSE) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk
SMA/MA/SMK/MAK Kelas X (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016), dalam otonomi
daerah, pemerintah pusat memiliki beberapa fungsi seperti: fungsi layanan (servicing function),
fungsi pengaturan (regulating function), dan fungsi pemberdayaan.
Otonomi daerah sendiri memiliki kekurangan dan kelebihan. Kelebihan dan kekurangan tersebut
akan menimbulkan dampak sosial, politik, hingga ekonomi.
Disebut dampak positif paling terlihat pada efisiensi pemerintahan karena daerah diberi hak untuk
mengatur. Sehingga, daerah berkesempatan membentuk sebuah sistem dan aturan yang cocok
dengan wilayahnya tersebut tanpa perlu menunggu arahan pemerintah pusat.
Kegiatan pemerintahan dapat berjalan lebih efektif, karena kewenangan berada di tangan daerah;
Potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia dapat dimanfaatkan dengan lebih efektif dan
efisien;
Daerah dapat menyelenggarakan kepentingannya sesuai dengan adat istiadat dan budaya setempat;
Dinamika dan perkembangan politik lebih mudah dikontrol;
Kriminalitas, masalah sosial, dan berbagai bentuk penyimpangan lebih mudah dideteksi.
Namun, meskipun memiliki banyak dampak positif, otonomi daerah tidak terlepas dari dampak
negatif. Adapun beberapa dampak negatif yang bisa terjadi akibat otonomi daerah, yaitu:
Munculnya sifat kedaerahan atau etnosentrisme yang fanatik, sehingga dapat menyebabkan konflik
antar daerah;
Munculnya kesenjangan antara daerah satu dengan yang lain, karena perbedaan sistem politik,
sumber daya alam, maupun faktor lainnya;
Pemerintah pusat kurang mengawasi kebijakan daerah karena kewenangan penuh yang diberi pada
daerah;
Masing-masing daerah berjalan sendiri-sendiri, tanpa ada kerja sama, koordinasi, atau bahkan
interaksi.