Anda di halaman 1dari 7

DAMPAK KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BAGI

SOSISAL BUDAYA DAN PENDIDIKAN

KELOMPOK 2 SEJARAH INDONESIA

1. AHMAD DZAKY DAGNA


2. KEYSHA SALSABILA
3. LOUDYA FADHILLA INSANI
4. M. ARASY NUGRAHA SARAGIH
5. M. FARRAS AL-DJAZIL
6. MELANI HETIENI NAINGGOLAN
7. NABILA AZIZAH ANDIEN

XI MIPA 2
DAMPAK KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BAGI
SOSIAL

1. Eksploitasi SDM

Pada masa imperialisme terjadi eksploitasi SDM besar-besaran, dimana pada masa
itu rakyat pribumi dipekerjakan secara paksa. Karenanya rakyat Indonesia hidup
dengan sengsara dan menderita. Hal ini juga membuat bencana kelaparan dan

meninggikan angka kematian pada masa itu.

2. Perubahan Stratifikasi Sosial

Sebelum Belanda menjajah Indonesia, terdapat 3 stratifikasi sosial, yaitu golongan


bangsawan, birokrat menengah, dan rakyat biasa. Penggolongan ini didasarkan
pada faktor kekuasaan dan faktor keturunan. Setelah Belanda datang tingkat
stratifikasi sosial tertinggi adalah pihak Belanda dan rakyat Indonesia mengalami
diskriminasi dan intimidasi dari pihak Belanda.

3. Diskriminasi Ras dan Intimidasi

Pada masa itu, pihak Belanda melakukan diskriminasi dan intimidasi kepada
penduduk pribumi. Semua penduduk pribumi dibebani oleh banyak kewajiban
yang harus di penuhi. Sedangkan pihak Belanda memiliki hak yang khusus seperti
pendidikan, makanan,dan kekuasaan
DAMPAK KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BAGI
SOSIAL BUDAYA

1. Runtuhnya Kewibawaan Tradisional Penguasa Pribumi

Belanda menghapus kedudukan mereka adat dan menjadikan mereka sebagai


pegawai pemerintah. Beberapa kerajaan juga berhasil ditaklukkan oleh Belanda.
Pada tahun 1602, VOC baru berdiri dan baru berdiri dan baru tahun 1621 mampu
menaklukkan Jayakarta. Inilah tempat pertama yang direbut dari sebuah kerajaan
di Nusantara.

Tahun 1605, memang VOC bisa bercokol di Ambon tapi itu bukan dengan merebut
wilayah itu (sebagai kerajaan bawahan kesultanan Ternate di pulau Ambon) tapi
dengan merebut benteng Portugis yang didirikan di wilayah kosong di seberang
benteng hitu di teluk Ambon.

Kadang kemenangan VOC/Belanda adalah karena kemampuan mengeksploitasi


kesempatan bagaimana kecilnya. Setelah itu,banyak kerajaan yang berhasil
dikalahkan. Itulah yang membuat runtuhnya kewibawaan tradisional pengusaha
pribumi.

2. Melemahnya Ikatan Tradisi dalam Kehidupan Pribumi

Ikatan tradisi melemah akibat beberapa upacara adat yang disederhanakan.


Hilangnya kekuasaan tradisional akibat dihilangkannya status raja oleh Belanda
dan digantikan sebagai pegawai pemerintahannya.

Derasnya arus informasi yang datang ke Indonesia juga mempengaruhi terkikisnya


budaya Indonesia. Banyak budaya asing, khususnya budaya luar telah datang dan
tumbuh di Indonesia.
3. Merosotnya Pengaruh dan Peran Politik Penguasa Pribumi

Merosotnya pengaruh dan peran politik penguasa pribumi, menyebabkan mereka


mengalihkan perhatiannya ke bidang seni budaya.

Contohnya paku Buwono V memerintahkan disusunnya serat Centhini, yaitu


tentang pengetahuan mistik Jawa. Kemudian pujangga keraton Surakarta, Raden
ngabehi Ronggowarsito menulis karya-karya berbentuk prosa. Karyanya yang
cukup terkenal berjudul Pustaka Raja Purwa (buku tentang raja-raja pada zaman
kuno). Selain itu, Mangkunegara IV menulis kitab wedatama. Paku alam dan
Hamengkubuwono V mendorong dan melindungi budaya di istana kerajaan.
DAMPAK KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BAGI
PENDIDIKAN

1. Munculnya Sistem Pendidikan Kolonial

Pendidikan pada masa penjajahan Belanda pada awalnya hanya digunakan untuk
memenuhi kebutuhan bangsa Belanda di Indonesia. Pada perkembangan
selanjutnya pendidikan digunakan sebagai alat penjajah untuk mencetak tenaga
kerja murah atau pegawai rendahan yang sangat diperlukan untuk perusahaan-
perusahaan belanda.

Tujuan dan kebijakan politik pendidikan yang dibuat dan diterapkan oleh Belanda
semata-mata hanya kepentingan pemerintah kolonial Belanda.

Pendidikan kolonial tidak hanya berakibat negatif bagi masyarakat Indonesia,


tetapi juga memberikan dampak positif karena setelah penjajah Belanda di
Indonesia berakhir dan Indonesia mencapai kemerdekaan sebagian penduduk di
Indonesia khususnya di Jawa sudah tidak menderita tuna aksara atau buta huruf
lagi. Karena penduduk Indonesia telah lama mengenal pendidikan atau sekolah.

Pendidikan kolonial juga melahirkan tokoh-tokoh pergerakan nasional dan tokoh-


tokoh pendidikan yang berjiwa nasionalis dan patriotis untuk memperjuangkan
nasib bangsa Indonesia.

2. Munculnya Tingkatan Sekolah

• Sekolah Tingkat Dasar

- Europeesche Lagere School (ELS)

- Hollandsch-Inlandsche School (HIS)


• Sekolah Tingkat Menengah

- Meer Uitgebreid Lager School Onderwijs (MULO)

- Algemeene Middelbare School (AMS)

- Kweekschoolen (sekolah guru)

• Sekolah Tingkat Tinggi

- Technische Hooge School (THS)

- School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA)

- Rechts Hoogere School (RHS)

- Nederland-Indische Artsen School (NIAS)

3. Semakin Majunya Pendidikan di Indonesia

Sejak datangnya Bangsa Barat ke Indonesia, pendidikan semakin berkembang ke


arah yang lebih maju. Hal tersebut tidak terlepas dari adanya politik balas budi atau
Politik Etis yang dilakukan oleh Bangsa Barat, khususnya Pemerintahan Kolonial
Belanda. Sistem ini muncul sebagai bentuk dari protes kaum liberal Belanda yang
mengecam Pemerintahan Kolonial Belanda yang dinilai menindas rakyat.

Tersebarnya keadaan Rakyat Indonesia yang tertindas itu tidak lepas dari tokoh
yang bernama Multatuli yang menerbitkan buku megenai keadaan masyarakat kala
itu dengan judul Max Havelaar.

Pada era ini muncul simbol baru yaitu kemajuan. Untuk mendukung kemajuan itu,
maka dalam Politik Etis ini dikembangkan program pendidikan.

Meskipun penduduk pribumi yang dapat bersekolah sangat sedikit, namun


keberadaan sekolah ini menumbuhkan kesadaran di kalangan pribumi akan
pentingnya pendidikan. Hal ini mempercepat proses modernisasi dan munculnya
kaum terpelajar yang membawa kesadaran akan nasionalisme. Dengan munculnya
kaum terpelajar itu, mendorong munculnya surat kabar seperti Perwira Priyayi
yang dikelola oleh R. M Tjokroadikoesoemo.

Berkat informasi yang berkembang inilah kaum terpelajar terus melakukan dialog
dan berdebat tentang masa depan tanah kelahirannya sehingga kesadaran
pentingnya kemerdekaan terus berkembang dari waktu ke waktu hingga puncaknya
adalah adanya kesadaran untuk menjadi satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa
pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.

Anda mungkin juga menyukai