49C - Laporan PGJ 2022
49C - Laporan PGJ 2022
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK XLIX
ALYA RAMADIANISA 20/460483/TK/51072
MOHAMMAD MOSES 20/460512/TK/51101
LUTHFIANA RAFIFDA 20/463562/TK/51554
LAPORAN PRAKTIKUM
PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
SEMESTER GENAP T.A. 2021/2022
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK XLIX
ALYA RAMADIANISA 20/460483/TK/51072
MOHAMMAD MOSES 20/460512/TK/51101
LUTHFIANA RAFIFDA 20/463562/TK/51554
Disahkan Oleh :
Dosen Pengampu Asisten
LEMBAR ASISTENSI
PRAKTIK STUDIO
PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN
Kelompok : XLIX
(Davina
51554 Luthfiana Rafifda Daudina)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik Studio
Perancangan Geometrik Jalan ini dengan baik tanpa adanya suatu kendala yang
berarti.
Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perancangan
Geometrik Jalan. Selain itu laporan ini juga dibuat untuk membahas dan
melaporkan hasil dari praktik studio dan juga untuk memperdalam ilmu
pengetahuan yang terkait dengan mata kuliah Perancangan Geometrik Jalan.
Selama penyusunan laporan praktikum ini, penulis telah banyak dibantu
oleh berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya,
2. Dosen pengampu Mata Kuliah Perancangan Geometrik Jalan Ir. Latif Budi
Suparma, M.Sc., Ph.D.; Imam Muthohar, S.T., M.T., D.Eng.; dan Anissa
Noor Tajudin, S.T., M.Sc.
3. Saudara Nofal Alif Zulanda., selaku asisten dosen Mata Kuliah Perancangan
Geometrik Jalan Kelompok 49
4. Orangtua yang telah memberikan dukungan
5. Teman-teman yang telah memberikan dukungan
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak sekali kekurangan dalam
penyusunan laporan praktikum ini, oleh karena itu dengan rendah hati dan
tanganterbuka penulis memohon kesediaan pembaca untuk memberikan kritik,
saran, dan masukan yang membangun untuk menyempurnakan laporan ini.
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR ASISTENSI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN
7.1 Rambu
7.2 Marka Jalan
7.3 Perlengkapan Jalan
DAFTAR GAMBAR
Vr 𝟐
𝑹𝒎𝒊𝒏 =
𝟏𝟐𝟕 (𝒆𝒎𝒂𝒙 + 𝒇𝒎𝒂𝒙)
Dengan,
Rmin = Jari-jari tikungan minimum (m)
VR = Kecepatan rencana (km/jam)
emax = Superelvasi maksimum
fmax = Koefisien gesek melintang maksimum
Menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Marga Nomor
20/SE/Db/2021 tantang Pedoman Geometrik Jalan, 𝑅𝑚𝑖𝑛 lengkung
horizontal untuk kecepatan desain yang ditetapkan dan 𝑒𝑚𝑎𝑘𝑠 untuk
rentang superelevasi 4%, 6%, dan 8% dapat dilihat dalam Tabel 3.2.
Kekesatan
Vd (km/jam) emax = 4% emax = 6% emax = 8%
samping (f)
20 0,18 15 15 10
30 0,17 35 30 30
40 0,17 60 55 50
50 0,16 100 90 80
60 0,15 150 135 125
70 0,14 215 195 175
80 0,14 280 250 230
90 0,13 375 335 305
100 0,12 490 435 395
110 0,11 - 560 500
120 0,09 - 755 665
Sumber: Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Marga Nomor 20/SE/Db/2021 tantang
Pedoman Geometrik Jalan
3.3.2 Kekesatan melintang
Kendaraan yang melintasi suatu busur lingkaran horizontal akan
mengalami percepatan sentripetal yang bekerja menuju pusat lingkaran.
Akselerasi sentripetal ini disamakan dengan gaya sentrifugal yang
bekerja pada pusat “mass” kendaraan yang diimbangi oleh komponen
berat kendaraan akibat adanya superelevasi dan gaya gesek yang terjadi
antara ban dan permukaan jalan. Jika gaya gesek tidak mencukupi,
kendaraan akan cenderung bergeser menyamping ke arah alinemen
memanjang jalan.
Faktor kekesatan ke arah samping (kekesatan melintang)
bervariasi terhadap kecepatan desain yaitu dari 0,18 untuk kecepatan
20Km/Jam, hingga sekitar 0,15 untuk kecepatan 70km/jam. Catatan,
bahwa VD < 80km/jam dikategorikan sebagai kecepatan desain rendah
dan VD ≥ 80 km/jam dikategorikan sebagai kecepatan desain tinggi.
Besarnya faktor kekesatan menyamping dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti jenis dan kondisi ban, tekanan ban, kekasaran
permukaan perkerasan, kecepatan kendaraan, dan keadaan cuaca. Nilai-
nilai faktor kekesatan melintang pada Gambar 3.1 direkomendasikan
untuk digunakan dalam mendesain kurva horizontal.
1
𝑇𝑐 = 𝑅𝑐 × 𝑡𝑎𝑛 ( Δ)
2
1
𝐸𝑐 = 𝑇𝑐 × 𝑡𝑎𝑛 ( Δ)
2
Δ × 2𝜋 × 𝑅𝑐
𝐿𝑐 =
360°
Dengan,
Δ = sudut tikungan
Tc = Panjang tangen jarak dari TC ke PI atau PI ke CT (m)
Rc = jari-jari lingkaran (m)
Ec = jarak luar dari PI ke busur lingkaran
Lc = panjang busur lingkaran (m)
Tabel 3.6 Hubungan LS dengan Vr untuk R, en=2%, emax=8%, pada jalan dengan
lebar lajur 2,75m
Tabel 3.7 Hubungan LS dengan Vr untuk R, en=2%, emax=6%, pada jalan dengan
lebar lajur 3,5m
Tabel 3.8 Hubungan LS dengan Vr untuk R, en=2%, emax=6%, pada jalan dengan
lebar lajur 3m
Tabel 3.9 Hubungan LS dengan Vr untuk R, en=2%, emax=6%, pada jalan dengan
lebar lajur 2,75m
Tabel 3.10 Hubungan LS dengan Vr untuk R, en=2%, emax=4%, pada jalan dengan
lebar lajur 3,5m
Tabel 3.11 Hubungan LS dengan Vr untuk R, en=2%, emax=4%, pada jalan dengan
lebar lajur 3m
Tabel 3.12 Hubungan LS dengan Vr untuk R, en=2%, emax=4%, pada jalan dengan
lebar lajur 2,75m
Tabel 3.13 Hubungan LS dengan Vr untuk R, en=3%, emax=8%, pada jalan dengan
lebar lajur 3,5m
Tabel 3.14 Hubungan LS dengan Vr untuk R, en=3%, emax=8%, pada jalan dengan
lebar lajur 3m
Tabel 3.16 Hubungan LS dengan Vr untuk R, en=3%, emax=6%, pada jalan dengan
lebar lajur 3,5m
Tabel 3.17 Hubungan LS dengan Vr untuk R, en=3%, emax=6%, pada jalan dengan
lebar lajur 3m
Tabel 3.18 Hubungan LS dengan Vr untuk R, en=3%, emax=6%, pada jalan dengan
lebar lajur 2,75m
Tabel 3.19 Hubungan LS dengan Vr untuk R, en=3%, emax=4%, pada jalan dengan
lebar lajur 3,5m
Tabel 3.20 Hubungan LS dengan Vr untuk R, en=3%, emax=4%, pada jalan dengan
lebar lajur 3m
Tabel 3.21 Hubungan LS dengan Vr untuk R, en=3%, emax=4%, pada jalan dengan
lebar lajur 2,75m
Dengan,
θs : Sudut lengkung spiral atau peralihan (derajat)
Ls : Panjang lengkung peralihan (m)
Rc : Jari-jari atau radius rencana (m)
d. Pergeseran tangen terhadap spiral
𝐿𝑠 2
𝑝= − 𝑅𝑐(1 − cos 𝜃𝑠)
6 𝑅𝑐
Dengan,
p : Pergeseran tangen terhadap spiral (m)
Ls : Panjang lengkung peralihan (m)
Rc : Jari-jari atau radius rencana (m)
θs : sudut lengkung spiral atau peralihan (derajat)
Dengan,
Ts : Panjang tangen dari titik P ke titik TS atau ke titik
ST (m)
p : Pergeseran tangen terhadap spiral (m)
Rc : Jari-jari atau radius rencana (m)
k : Absis dari p pada garis tangen spiral (m)
Δ : Sudut belok pada tikungan (derajat)
dengan,
Es : Jarak dari P ke busur lingkaran (m)
p : Pergeseran tangen terhadap spiral (m)
Rc : Jari-jari atau radius rencana (m)
Δ : Sudut belok pada tikungan (derajat)
dengan,
Lc : Panjang busur lingkaran (m)
θs : Sudut lengkung spiral atau peralihan (derajat)
Rc : Jari-jari atau radius rencana (m)
Dengan,
Lc : Panjang busur lingkaran (m)
Ls : Panjang lengkung peralihan (m)
Dengan,
θc : Sudut lengkung lingkaran (derajat)
Δ : Sudut belok pada tikungan (derajat)
θs : Sudut lengkung peralihan (derajat)
dengan
80 0,50
90 0,47
100 0,44
110 0,41
120 0,38
130 0,35
Sumber: Surat Edaran Direktur Jendral Bina Marga Nomor 20/SE/Db/2021 tentang
Pedoman Desain Geometrik Jalan
Selain berdasarkan tabel diatas besarnya landai relatif juga dapat dicari
dengan rumus berikut ini :
1 (𝑒 + 𝑒𝑛 ) 𝐵
=
𝑚 𝐿𝑠
Dengan
1/m : landai relatif (%)
e : superelevasi rencana
en : superelevasi normal
B : lebar lajur satu arah untuk jalan 2 lajur 2 arah (m)
Ls : panjang lengkung peralihan (m)
3.5 Superelevasi
Superelevasi adalah kemiringan melintang jalan pada daerah tikungan.
Untuk bagian jalan lurus, jalan mempunyai kemiringan melintang yang biasa
disebut lereng normal atau Normal Trawn yaitu diambil minimum 2 % baik
sebelah kiri maupun sebelah kanan AS jalan. Hal ini dipergunakan untuk
system drainase aktif. Harga elevasi (e) yang menyebabkan kenaikan elevasi
terhadap sumbu jalan di beri tanda (+) dan yang menyebabkan penurunan
elevasi terhadap jalan di beri tanda (-).
Sumber : RSNI-T-14-2004
Gambar 3.11 Diagram superelevasi lengkung SS
3.6 Hitungan
3.6.1 Sudut azimuth dan sudut belok
Koordinat A : 2200 ; 7500
Koordinat P1 : 2866,547 ; 7692,533
Koordinat P2 : 3260,918 ; 7340,404
Koordinat B : 3944,531 ; 7728,66
2866,547−2200
𝛼𝐴 = tan−1 |7692,533−7500|
𝛼𝐴 = 73,89°
3260,918−2866,547
𝛼𝑃1 = 180° - tan−1 |7340,404−7692,533|
𝛼𝑃1 = 131,76°
3944,531−3260,918
𝛼𝑃2 = tan−1 | 7728,66−7340,404 |
𝛼𝑃2 = 60,41°
3944,531−3260,918
𝛼B = 90° - tan−1 | 7728,66−7340,404 |
𝛼B = 29,59°
Δ2 = 𝛼𝑃2 – 𝛼𝑃1
Δ2 = ABS |60,41° − 131,76°|
Δ2 = 71,356° ≈ 72°
= 121,659 m
= 0,0495
b. Lengkung Peralihan
Karena nilai:
Rmin = 130m
en = 2%
emax = 8%
lebar lajur = 3,5 m
maka nilai Ls dapat dilihat pada Tabel 3.4. Nilai Ls rencana sesuai
tabel pada jumlah lajur 4 adalah 70m.
𝐿𝑠2
Pcek = 24𝑥𝑅
𝐶
702
= 24𝑥140
= 1,458
Nilai Pcek > 0,25, maka lengkung peralihan berbentuk S-C-S atau
S-S.
90 𝐿𝑠
θS = 𝑥 𝑅𝑐
𝜋
90 70
= 𝑥 140
𝜋
= 14,324°
∆1 −2𝜃𝑠
Lc = 𝑥 𝜋 𝑥𝑅𝐶
180
57,873−2𝑥14,324°
= 𝑥 𝜋 𝑥140
180
= 71,41 m
Lc > 25 maka tikungan berbentuk S-C-S
Ls rencana = 70 m
𝐿𝑠2
P = 6𝑅𝑐 − 𝑅𝑐 𝑥 (1 − cos 𝜃𝑠)
702
= − 140 𝑥 (1 − cos 14,324 °)
6𝑥140
= 1,481 m
𝐿𝑠3
K = 𝐿𝑠 𝑥 (1 − 40𝑅𝑐 2) − 𝑅𝑐 sin 𝜃𝑠
702
= 70 𝑥 (1 − 40𝑥1402) − 140 sin 14,324 °
= 34,926 m
∆1
TS = (𝑅𝑐 + 𝑝) tan( 2 ) + 𝑘
57,873°
=(140 + 1,481) tan( ) + 34,926
2
= 113,145 m
∆1
ES = (𝑅𝑐 + 𝑝) sec( 2 ) − 𝑅𝑐
57,873°
=(140 + 1,481) sec( ) − 140
2
= 21,664 m
𝐿𝑠2
XS = 𝐿𝑠 𝑥 (1 − 40𝑅𝑐 2)
702
= 70 𝑥 (1 − 40𝑥1402 )
= 69,563 m
𝐿𝑠2
Ys = 6𝑅𝑐
702
= 6𝑥140
= 5,833 m
Ltotal= Lc + 2 x Ls
Ltotal = 71,41 + 2 x 70
= 211,41 meter
𝑅
𝑉 2
Rmin = 127 (𝑒𝑚𝑎𝑘𝑠+𝑓𝑚𝑎𝑘𝑠)
602
= 127 (0,08+0,153)
= 121,659 m
𝑉 2
Ec = 127𝑥𝑅 𝑅𝑐 − 𝐹𝑚𝑎𝑘𝑠
602
= 127𝑥 140 − 0,153
= 0,0495
b. Lengkung Peralihan
Karena nilai:
Rmin = 140m
en = 2%
emax = 8%
lebar lajur = 3,5 m
maka nilai Ls dapat dilihat pada Tabel 3.4. Nilai Ls rencana sesuai
tabel pada jumlah lajur 4 adalah 70m.
𝐿𝑠2
Pcek = 24𝑥𝑅
𝐶
702
= 24𝑥140
= 1,458
Nilai Pcek > 0,25, maka lengkung peralihan berbentuk S-C-S atau
S-S.
90 𝐿𝑠
θS = 𝑥 𝑅𝑐
𝜋
90 70
= 𝑥 140
𝜋
= 14,324°
∆2 −2𝜃𝑠
LC = 𝑥 𝜋 𝑥𝑅𝐶
180
71,356°−2𝑥14,324°
= 𝑥 𝜋 𝑥140
180°
= 104,355 m
Ls rencana = 70 m
𝐿𝑠2
p = 6𝑅𝑐 − 𝑅𝑐 𝑥 (1 − cos 𝜃𝑠)
702
= 6𝑥140 − 140 𝑥 (1 − cos 14,324°)
= 1,481 m
𝐿𝑠3
k = 𝐿𝑠 𝑥 (40𝑅𝑐 2) − 𝑅𝑐 sin 𝜃𝑠
703
= 70 𝑥 (40𝑥1402 ) − 130 sin 14,324°
= 34,926 m
∆2
TS = (𝑅𝑐 + 𝑝) tan( 2 ) + 𝑘
71,356°
=(140 + 1,481) tan( ) + 34,926
2
= 136,507 m
∆2
ES = (𝑅𝑐 + 𝑝) sec( 2 ) − 𝑅𝑐
71,356°
=(140 + 1,481) sec( ) − 140
2
= 34,171 m
𝐿𝑠2
XS = 𝐿𝑠 𝑥 (1 − 40𝑅𝑐 2)
702
= 70 𝑥 (1 − 40𝑥1402 )
= 69,563 m
𝐿𝑠2
Ys = 6𝑅𝑐
702
= 6𝑥140
= 5,833 m
Ltotal = Lc + 2 x Ls
Ltotal = 104,355 + 2 x 70
= 244,355 m
Gambar 3.13. Detail Tikungan 1I (Lengkung S-C-S)
RANGKUMAN HASIL
Variabel P1 P2
Paramater Hitungan Hitungan Satuan
Δ 57,873 71,36 °
Vr 60 60 km/jam
Rc 140 140 km/jam
θc 29,225 42,708 °
θs 14,324 14,324 °
Lc 71,410 104,355 m
Ls 70 70 m
L Total 211,410 244,355 m
Xs 69,563 69,563 m
Ys 5,833 5,833 m
P 1,481 1,481 m
K 34,926 34,926 m
Ts 113,145 136,507 m
Es 21,664 34,171 m
BAB IV
ALINEMEN VERTIKAL
𝑉𝐷 𝑉𝐷 2
JPH = 𝑡 + 𝑎
3,6 2 𝑥 3,62 𝑥 9,81 (9,81 ± 𝐺)
𝑉𝐷 2
JPH = 0,278 𝑉𝐷 𝑡 + 𝑎
254 (9,81 ± 𝐺)
Dengan:
𝑉𝐷 = kecepatan desain, km/jam
𝑡 = waktu reaksi, 2,5 detik
𝐺 = kelandaian memanjang jalan, tanda positif untuk
menanjak
a = perlambatan longitudinal, m/det2
𝐽𝑃𝑀 = 𝑑1 + 𝑑2 + 𝑑3 + 𝑑4
Dengan
JPM = Jarak pandang mendahului (m)
d1 = Jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m)
d2 = Jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan
kembali ke lajur semula (m)
d3 = Jarak antara kendaraan yang mendahului dengan
kendaraan yang datang dari arah berlawanan setelah proses
mendahului selesai (m)
d4 = Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari
arah berlawanan (m)
Untuk masing-masing komponen jarak pada rumus atau
persamaan jarak pandang mendahului akan dijabarkan pada uraian
dibawah ini :
1. Jarak yang ditempuh selama waktu tanggap
Jarak yang ditempuh selama proses pengamatan ditambah
waktu reaksi dan waktu mulai memakai jalur lain, dirumuskan
sebagai berikut.
𝑎 𝑇1
𝑑1 = 0,278 𝑇1 (𝑉𝑅 − 𝑚 + )
2
Dengan
d1 = Jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m)
VR = Kecepatan rencana (km/jam)
𝐿=𝐾𝐴
𝑠2
𝐾= 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑆 ≤ 𝐿
200 2√ℎ1 − ℎ2
2
25 200 ( 2√ℎ1 − 2√ℎ2 )
𝐾= − 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑆 ≥ 𝐿
𝐴 𝐴2
Dengan
L : Panjang lengkung vertikal, m
K : Panjang lengkung vertikal dalam meter untuk setiap perubahan
kelandaian 1%
A : Perubahan kelandaian aljabar, %
S : Jarak panjang, m
h1 : tinggi mata pengemudi, digunakan untuk menetapkan jarak
pandang, m
h2 : tinggi objek, digunakan untuk menetapkan jarak pandang, m
𝑠2
𝐿=
200 2√ℎ1 − ℎ2
Dengan
L : panjang lengkung vertikal (m)
K : panjang lengkung vertikal dalam meter untuk setiap
perubahan kelandaian 1%
A : perubahan kelandaian aljabar (%)
S : jarak pandang (m)
h1 : tinggi mata pengemudi, digunakan untuk menetapkan
jarak pandang, m
h2 : tinggi objek, digunakan untuk menetapkan jarak pandang,
m
b. Jika jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung
vertikal cekung, panjangnya ditetapkan dengan rumus
(S>L):
2
25 200 ( 2√ℎ1 − 2√ℎ2 )
𝐿= −
𝐴 𝐴2
Dengan
L : panjang lengkung vertical (m)
K : panjang lengkung vertical dalam meter untuk setiap
perubahan kelandaian 1%
A : perubahan kelandaian aljabar (%)
S : jarak pandang (m)
h1 : tinggi mata pengemudi, digunakan untuk menetapkan
jarak pandang, m
h2 : tinggi objek, digunakan untuk menetapkan jarak pandang,
m
2. Jarak pandang henti
Untuk mencari nilai lengkung vertikal cekung, dapat pula
digunakan rumus sebagai berikut.
𝐿=𝐾𝐴
Dengan
L : panjang lengkung vertical (m)
K : kontrol desain
A : perubahan kelandaian aljabar (%)
Berikut merupakan tabel untuk menentukan nilai control desain
(K) untuk lengkung vertikal cekung berdasarkan jarak pandang henti.
Tabel 4.6 Kontrol Perencanaan untuk Lengkung Vertikal Cekung
Berdasarkan Jarak Pandang Henti
𝑉𝐷 2
𝐾=
1296𝑎
Dengan
K : panjang lengkung vertikal dalam meter untuk setiap
perubahan kelandaian 1%
a : akselerasi vertikal yang nilai terbesarnya 0,05 m/detik2
VD : kecepatan kendaraan desain (km/jam)
𝑠2
𝐿=
200 2√ℎ1 − ℎ2
Dengan
L : panjang lengkung vertikal (m)
K : panjang lengkung vertikal dalam meter untuk
setiap perubahan kelandaian 1%
A : perubahan kelandaian aljabar (%)
S : jarak pandang (m)
h1 : tinggi mata pengemudi, digunakan untuk
menetapkan jarak pandang, m
h2 : tinggi objek, digunakan untuk menetapkan jarak
pandang, m
b. Jika jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung
vertikal cembung, panjangnya ditetapkan dengan rumus
(S>L):
2
25 200 ( 2√ℎ1 − 2√ℎ2 )
𝐿= −
𝐴 𝐴2
Dengan
L : panjang lengkung vertical (m)
K : panjang lengkung vertical dalam meter untuk
setiap perubahan kelandaian 1%
A : perubahan kelandaian aljabar (%)
S : jarak pandang (m)
h1 : tinggi mata pengemudi, digunakan untuk
menetapkan jarak pandang, m
h2 : tinggi objek, digunakan untuk menetapkan jarak
pandang, m
2. Jarak pandang henti
Untuk mencari nilai lengkung vertikal cembung, dapat pula
digunakan rumus sebagai berikut.
𝐿=𝐾𝐴
Dengan
L : panjang lengkung vertical (m)
K : kontrol desain
A : perubahan kelandaian aljabar (%)
Berikut merupakan tabel untuk menentukan nilai kontrol
desain (K) untuk lengkung vertikal cembung berdasarkan jarak
pandang henti.
Tabel 4.7 Kontrol Perencanaan untuk Lengkung Vertikal
Cembung Berdasarkan Jarak Pandang Henti
𝐿=𝐾𝐴
Dengan
L : panjang lengkung vertical (m)
K : kontrol desain
A : perubahan kelandaian aljabar (%)
Berikut merupakan tabel untuk menentukan nilai kontrol
desain (K) untuk lengkung vertikal cembung berdasarkan jarak
pandang mendahului.
Tabel 4.7 Kontrol Perencanaan untuk Lengkung Vertikal Cembung
Berdasarkan Jarak Pandang Mendahului
4.8. Perhitungan
Data Awal
a. Kecepatan desain (VD) : 60 km/jam
b. Kelandaian maksimum : 8%
c. Selisih kecepatan kendaraan rencana : 15 km/jam
d. Perlambatan longitudinal, a : 0,35
e. Waktu reaksi (T) : 3 detik
𝑉𝐷 𝑉𝐷 2
JPH = 𝑡 + 𝑎
3,6 2 𝑥 3,62 𝑥 9,81 (9,81 ± 𝐺)
60 602
JPH = 3 +
3,6 0,35
2 𝑥 3,62 𝑥 9,81 ( )
9,81
JPH = 90,451 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
2. Karakteristik tanjakan
Kelandaian awal, g1 = -5%
Kelandaian akhir, g2 = 0%
Perbedaan aljabar kelandaian, A = |g1-g2|
= |-5%-0%|
= 5%
3. Panjang Lengkung Vertikal
Untuk JPH ≤ L atau S ≤ L
𝐴 𝐽ℎ2
𝐿=
120 + 35 𝐽ℎ
5 𝑥 90,4512
𝐿=
120 + 35 𝑥 90,451
L = 93,699 meter (memenuhi)
Untuk JPH > L atau S > L
120 + 3,5𝐽ℎ
𝐿 = 2Jh −
𝐴
120 + 3,5 𝑥 90,451
𝐿 = 2 x 90,451 −
5
L = 93,586 meter (tidak memenuhi)
Berdasarkan tabel control nilai K
K = 18
L=KxA
L = 18 x 5
L = 90 meter
Grafik panjang Lengkung vertical, Lmin = 65 meter
Untuk kriteria kenyamanan
Berdasarkan tabel = 40-80 meter
L dipilih = 92 meter
4. Menentukan komponen lengkung
𝐴𝐿
𝐸𝑉 =
800
5 𝑥 92
𝐸𝑉 =
800
Ev = 0,575
5. Perhitungan titik-titik penting
Elevasi PPV2 = 183 m
Elevasi PLV2 = PPV2 – 0,5 Lv x g1
= 183 – 0,5 x 92 (-5%)
= 185,3 m
Elevasi PTV2 = PPV2 – 0,5 Lv x g2
= 183 – 0,5 x 92 (0) %
= 183 m
Stationing PPV2 = sta A + jarak (A – PPV2)
= 360
Stationing PLV2 = sta A + jarak (A – PPV2) – 0,5 Lv
= 360 – 0,5 x 92
= 314
Stationing PTV2 = sta A + jarak (A – PPV2) – 0,5 Lv
= 360 + 0,5 x 92
= 406
𝑉𝐷 𝑉𝐷 2
JPH = 𝑡 + 𝑎
3,6 2 𝑥 3,62 𝑥 9,81 (9,81 ± 𝐺)
60 602
JPH = 3 +
3,6 0,35
2 𝑥 3,62 𝑥 9,81 (9,81)
2. Karakteristik tanjakan
Kelandaian awal, g1 = -5%
Kelandaian akhir, g2 = 0%
Perbedaan aljabar kelandaian, A = |g1-g2|
= |-5%-0%|
= 5%
3. Panjang Lengkung Vertikal
Untuk JPH ≤ L atau S ≤ L
𝐴 𝐽ℎ2
𝐿=
120 + 35 𝐽ℎ
5 𝑥 90,4512
𝐿=
120 + 35 𝑥 90,451
L = 93,699 meter (memenuhi)
Untuk JPH > L atau S > L
120 + 3,5𝐽ℎ
𝐿 = 2Jh −
𝐴
120 + 3,5 𝑥 90,451
𝐿 = 2 x 90,451 −
5
L = 93,586 meter (tidak memenuhi)
Berdasarkan tabel control nilai K
K = 18
L=KxA
L = 18 x 5
L = 90 meter
Grafik panjang Lengkung vertical, Lmin = 60 meter
Untuk kriteria kenyamanan
Berdasarkan tabel = 40-80 meter
L dipilih = 92 meter
4. Menentukan komponen lengkung
𝐴𝐿
𝐸𝑉 =
800
5 𝑥 92
𝐸𝑉 =
800
Ev = 0,575
5. Perhitungan titik-titik penting
Elevasi PPV4 = 179 m
Elevasi PLV4 = PPV4 – 0,5 Lv x g1
= 179 – 0,5 x 92 (-5%)
= 181,3 m
Elevasi PTV4 = PPV4 – 0,5 Lv x g2
= 179 – 0,5 x 92 (0) %
= 179 m
Stationing PPV4 = sta A + jarak (A – PPV4)
= 1420
Stationing PLV4 = sta A + jarak (A – PPV4) – 0,5 Lv
= 1420 – 0,5 x 92
= 1374
Stationing PTV4 = sta A + jarak (A – PPV4) – 0,5 Lv
= 1420 + 0,5 x 92
= 1466
4.8.3 Lengkung Vertikal Cekung 3
Kelandaian memanjang jalan (G) = 5%
1. Jarak pandang henti
𝑉𝐷 𝑉𝐷 2
JPH = 𝑡 + 𝑎
3,6 2 𝑥 3,62 𝑥 9,81 (9,81 ± 𝐺)
60 602
JPH = 3 +
3,6 0,35
2 𝑥 3,62 𝑥 9,81 (9,81 + 5%)
2. Karakteristik tanjakan
Kelandaian awal, g1 = 0%
Kelandaian akhir, g2 = 5%
Perbedaan aljabar kelandaian, A = |g1-g2|
= |0%-5%|
= 5%
3. Panjang Lengkung Vertikal
Untuk JPH ≤ L atau S ≤ L
𝐴 𝐽ℎ2
𝐿=
120 + 35 𝐽ℎ
5 𝑥 85,3952
𝐿=
120 + 35 𝑥 85,395
L = 87,045 meter (memenuhi)
Untuk JPH > L atau S > L
120 + 3,5𝐽ℎ
𝐿 = 2Jh −
𝐴
120 + 3,5 𝑥 85,395
𝐿 = 2 x 85,395 −
5
L = 87,014 meter (tidak memenuhi)
Berdasarkan tabel control nilai K
K = 18
L=KxA
L = 18 x 5
L = 90 meter
Grafik panjang Lengkung vertical, Lmin = 65 meter
Untuk kriteria kenyamanan
Berdasarkan tabel = 40-80 meter
L dipilih = 92 meter
4. Menentukan komponen lengkung
𝐴𝐿
𝐸𝑉 =
800
5 𝑥 92
𝐸𝑉 =
800
Ev = 0,575
5. Perhitungan titik-titik penting
Elevasi PPV6 = 179 m
Elevasi PLV6 = PPV4 – 0,5 Lv x g1
= 189 – 0,5 x 92 (0%)
= 179m
Elevasi PTV6 = PPV4 – 0,5 Lv x g2
= 179 – 0,5 x 92 (-5) %
= 181,3 m
Stationing PPV6 = sta A + jarak (A – PPV4)
= 1560
Stationing PLV6= sta A + jarak (A – PPV4) – 0,5 Lv
= 1560 – 0,5 x 92
= 1514
Stationing PTV6 = sta A + jarak (A – PPV4) – 0,5 Lv
= 1560 + 0,5 x 92
= 1606
4.8.4 Lengkung Vertikal Cembung 1
Kelandaian memanjang jalan (G) = 5%
1. Jarak pandang henti
𝑉𝐷 𝑉𝐷 2
JPH = 𝑡 + 𝑎
3,6 2 𝑥 3,62 𝑥 9,81 (9,81 ± 𝐺)
60 602
JPH = 3 +
3,6 0,35
2 𝑥 3,62 𝑥 9,81 (9,81)
𝑎 𝑇1
d1 = 0,278 𝑇1 (𝑉𝑅 − 𝑚 + )
2
d1 = 0,278 x (2,12 + (0,026 x 60))(60 − 15
0,35 (2,12 + (0,026 x 60))
+ )
2
d1 = 50,306 meter
b. Jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali
ke jalur semula
d2 = 0,278 𝑉𝑅 𝑇2
𝐴 𝐽ℎ2
𝐿=
399
5 𝑥 90,4512
𝐿=
399
L = 102,524 meter (memenuhi)
Untuk JPH > L atau S > L
399
𝐿 = 2Jh −
𝐴
399
𝐿 = 2 x 90,451 −
5
L = 101,102 meter (tidak memenuhi)
Untuk JPM ≤ L atau S ≤ L
𝐴 𝐽𝑑 2
𝐿=
840
5 𝑥 342,7382
𝐿=
840
L = 699,222 (memenuhi)
Untuk JPM > L atau S > L
840
𝐿 = 2Jd −
𝐴
399
𝐿 = 2 x 342,738 −
5
L = 517,476 (tidak memenuhi)
Berdasarkan tabel kontrol nilai untuk jarak pandang berhenti
K = 11
L=KxA
L = 11 x 5
L = 55 meter
Grafik panjang Lengkung vertical, Lmaks = 65 meter
Untuk kriteria kenyamanan
Berdasarkan tabel = 40-80 meter
L dipilih = 55 meter
5. Menentukan komponen lengkung
𝐴𝐿
𝐸𝑉 =
800
5 𝑥 55
𝐸𝑉 =
800
Ev = 0,344
6. Perhitungan titik-titik penting
Elevasi PPV1 = 190 m
Elevasi PLV1 = PPV1 – 0,5 Lv x g1
= 190 – 0,5 x 55 (0) %
= 190 m
Elevasi PTV1 = PPV1 – 0,5 Lv x g2
= 190 – 0,5 x 55 (5) %
= 188,63 m
Stationing PPV1 = sta A + jarak (A – PPV1)
= 220
Stationing PLV1 = sta A + jarak (A – PPV1) – 0,5 Lv
= 220 – 0,5 x 55
= 192,5
Stationing PTV1 = sta A + jarak (A – PPV1) – 0,5 Lv
= 220 + 0,5 x 55
= 247,5
4.8.5 Lengkung Vertikal Cembung 2
Kelandaian memanjang jalan (G) = 5%
1. Jarak pandang henti
𝑉𝐷 𝑉𝐷 2
JPH = 𝑡 + 𝑎
3,6 2 𝑥 3,62 𝑥 9,81 (9,81 ± 𝐺)
60 602
JPH = 3 +
3,6 0,35
2 𝑥 3,62 𝑥 9,81 (9,81 )
𝑎 𝑇1
d1 = 0,278 𝑇1 (𝑉𝑅 − 𝑚 + )
2
d1 = 0,278 x (2,12 + (0,026 x 60))(60 − 15
0,35 (2,12 + (0,026 x 60))
+ )
2
d1 = 50,306 meter
b. Jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali
ke jalur semula
d2 = 0,278 𝑉𝑅 𝑇2
d2 = 157,459 meter
c. Jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang
dating dari arah berlawanan setelah proses mendahului selesai
d3 = 30 meter
d. Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang dating dari arah
berlawanan
2
d4 = 𝑑2
3
2
d4 = 𝑥 157,459
3
d4 = 104,973 meter
e. Jarak pandang mendahului
JPM = d1 + d2 + d3 + d4
JPM = 342,738 meter
3. Karakteristik tanjakan
Kelandaian awal, g1 = 0%
Kelandaian akhir, g2 = -5%
Perbedaan aljabar kelandaian, A = |g1-g2|
= |0%--5%|
= 5%
4. Panjang Lengkung Vertikal
Untuk JPH ≤ L atau S ≤ L
𝐴 𝐽ℎ2
𝐿=
399
5 𝑥 90,4512
𝐿=
399
L = 102,524 meter (memenuhi)
Untuk JPH > L atau S > L
399
𝐿 = 2Jh −
𝐴
399
𝐿 = 2 x 90,451 −
5
L = 101,102 meter (tidak memenuhi)
Untuk JPM ≤ L atau S ≤ L
𝐴 𝐽𝑑 2
𝐿=
840
5 𝑥 342,7382
𝐿=
840
L = 699,222 (memenuhi)
Untuk JPM > L atau S > L
840
𝐿 = 2Jd −
𝐴
399
𝐿 = 2 x 342,738 −
5
L = 517,476 (tidak memenuhi)
Berdasarkan tabel kontrol nilai untuk jarak pandang berhenti
K = 11
L=KxA
L = 11 x 5
L = 55 meter
Grafik panjang Lengkung vertical, Lmaks = 60 meter
Untuk kriteria kenyamanan
Berdasarkan tabel = 40-80 meter
L dipilih = 55 meter
5. Menentukan komponen lengkung
𝐴𝐿
𝐸𝑉 =
800
5 𝑥 50
𝐸𝑉 =
800
Ev = 0,344
6. Perhitungan titik-titik penting
Elevasi PPV3 = 183 m
Elevasi PLV3 = PPV3 – 0,5 Lv x g1
= 183 – 0,5 x 55 (0) %
= 183 m
Elevasi PTV3 = PPV3 – 0,5 Lv x g2
= 183 – 0,5 x 55 (5) %
= 181,63 m
Stationing PPV3 = sta A + jarak (A – PPV3)
= 1340
Stationing PLV3 = sta A + jarak (A – PPV3) – 0,5 Lv
= 1340 – 0,5 x 55
= 1312,5
Stationing PTV3 = sta A + jarak (A – PPV3) – 0,5 Lv
= 1340 + 0,5 x 55
= 1367,5
4.8.6 Lengkung Vertikal Cembung 3
Kelandaian memanjang jalan (G) = 5%
1. Jarak pandang henti
𝑉𝐷 𝑉𝐷 2
JPH = 𝑡 + 𝑎
3,6 2 𝑥 3,62 𝑥 9,81 (9,81 ± 𝐺)
60 602
JPH = 3 +
3,6 0,35
2 𝑥 3,62 𝑥 9,81 (9,81 + 5%)
𝑎 𝑇1
d1 = 0,278 𝑇1 (𝑉𝑅 − 𝑚 + )
2
d1 = 0,278 x (2,12 + (0,026 x 60))(60 − 15
0,35 (2,12 + (0,026 x 60))
+ )
2
d1 = 50,306 meter
b. Jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali
ke jalur semula
d2 = 0,278 𝑉𝑅 𝑇2
d2 = 0,278 𝑥 60 𝑥 (6,56 + (0,048 x 60))
d2 = 157,459 meter
c. Jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang
dating dari arah berlawanan setelah proses mendahului selesai
d3 = 30 meter
d. Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang dating dari arah
berlawanan
2
d4 = 𝑑2
3
2
d4 = 𝑥 157,459
3
d4 = 104,973 meter
e. Jarak pandang mendahului
JPM = d1 + d2 + d3 + d4
JPM = 342,738 meter
3. Karakteristik tanjakan
Kelandaian awal, g1 = 5%
Kelandaian akhir, g2 = 0%
Perbedaan aljabar kelandaian, A = |g1-g2|
= |5%-0%|
= 5%
4. Panjang Lengkung Vertikal
Untuk JPH ≤ L atau S ≤ L
𝐴 𝐽ℎ2
𝐿=
399
5 𝑥 85,3952
𝐿=
399
L = 91,382 meter (memenuhi)
Untuk JPH > L atau S > L
399
𝐿 = 2Jh −
𝐴
399
𝐿 = 2 x 85,395 −
5
L = 90,99 meter (tidak memenuhi)
Untuk JPM ≤ L atau S ≤ L
𝐴 𝐽𝑑 2
𝐿=
840
5 𝑥 342,7382
𝐿=
840
L = 699,222 (memenuhi)
Untuk JPM > L atau S > L
840
𝐿 = 2Jd −
𝐴
399
𝐿 = 2 x 342,738 −
5
L = 517,476 (tidak memenuhi)
Berdasarkan tabel kontrol nilai untuk jarak pandang berhenti
K = 11
L=KxA
L = 11 x 5
L = 55 meter
Grafik panjang Lengkung vertical, Lmaks = 65 meter
Untuk kriteria kenyamanan
Berdasarkan tabel = 40-80 meter
L dipilih = 55 meter
5. Menentukan komponen lengkung
𝐴𝐿
𝐸𝑉 =
800
5 𝑥 55
𝐸𝑉 =
800
Ev = 0,344
6. Perhitungan titik-titik penting
Elevasi PPV5 = 189 m
Elevasi PLV5 = PPV3 – 0,5 Lv x g1
= 189 – 0,5 x 55 (5) %
= 187,63 m
Elevasi PTV5 = PPV3 – 0,5 Lv x g2
= 189 – 0,5 x 55 (0) %
= 189 m
Stationing PPV5 = sta A + jarak (A – PPV3)
= 1760
Stationing PLV5= sta A + jarak (A – PPV3) – 0,5 Lv
= 1760 – 0,5 x 55
= 1732,5
Stationing PTV5 = sta A + jarak (A – PPV3) – 0,5 Lv
= 1760 + 0,5 x 50
= 1787,5
Scanned with CamScanner
Scanned with CamScanner
Scanned with CamScanner
Scanned with CamScanner
Scanned with CamScanner
Scanned with CamScanner
BAB V
ANALISIS KEBUTUHAN
MATERIAL KONSTRUKSI
DRAINASE JALAN
▪ Dasar Perencanaan
a. Fungsi Drainase
i) Membuang air di permukaan struktur jalan
Air yang berada di permukaan perkerasan akan membuat licin saat
basah. Jika air masuk ke dalam perkerasan melalui retakan atau
sambungan maka akar akan tumbuh dan melemahkan daya dukung
pondasi dan tanah dasar. Air yang tinggal di area bahu jalan juga akan
dapat merembes ke bagian bawah yang dapat menimbulkan kelunakan
pada bahu jalan dan tanah dasar.
Dibuatnya drainase di atas permukaan jalan akan menambah keawetan
struktur perkerasan jalan. Untuk melancarkan pembuangan air dari
perkerasan , digunakan sistem drainase dengan arah memanjang dan
melintang, beigut juga dengan kemiringan bahu jalan. Hal tersebut
dilakukan untuk melancarkan aliran permukaan dan untuk mengumpulkan
air limpasan di permukaan ke sisi jalan yang kemudian dibuang ke saluran
drainase di sekitarnya. Masuknya air ke tanah dasar harus dipindahkan
dengan cara membuat sistem drainase jalan yag dipasang pada bagian
tertentu.
ii) Menurunkan muka air tanah
Air tanah yang naik ke atas struktur perkerasan akan melemahkan tanah
dasar dan lapis pondasi sehingga diperlukan struktur drainase yang dapat
mencegah masuknya air tanah ke bagian atas. Drainase yang memiliki
fungsi menurunkan muka air tanah tentu dapat mencegah pengumpulan
air di struktur perkerasan, yaitu dengan mengeleminasi pengumpulan air
dalam bentuk aksi uap air atau kapiler. Drainase juga mengurangi
penguapan air di dalam tanah dasar sehingga walau musim panas, kadar
air tidak terlalu banyak berubah.
iii) Mereduksi Tekanan Hidrostatis
Untuk mengatasi masalah hidrostatis, drainase tentu dibutuhkan untuk
memotong rembesan serta mengalirkannya menuju drainase bawah
perubahan. Dengan adanya saluran drainase di kaki lereng galian maka muka
air tanah di bawah zona perkerasan akan dapat diturunkan sehingga
perkerasan tidak terganggu air tanah.
iv) Pencegahan Erosi
Lereng galian atau timbunan untuk jalan seharusnya tidak teraliri
limpasan air hujan. Kemiringan lereng yang tinggi dapat menyebabkan
kecepatan air mengalir menjadi besar. Aliran air dengan kecepatan tinggi di
permukaan lereng akan mengangkut partikel-partikel tanah dan
mengakibatkan erosi. Ukuran partikel yang dipindah oleh aliran permukaan
bergantung pada kecepaan aliran. Semakin tinggi kecepatan air, semakin
besar pula diameter yang dapat terangkut.
Posisi drainase juga dapat dilihat pada potongan melintang jalan sebagai
berikut:
1) Ketentuan Perancangan
Secara umum, perhitungan kecepatan menggunakan rumus manning :
1 2/3
𝑉= . 𝑅 . √𝐼
𝑛
Tabel 6.2 Koefisien Manning
Bahan Koefisien Manning (n)
Besi tuang lapis 0,014
Kaca 0,010
Saluran beton 0,013
Bata di lapis mortar 0,015
Pasangan batu disemen 0,025
Saluran tanah bersih 0,022
Saluran tanah 0,030
Saluran dengan dasar batu 0,040
dan tebing rumput
Saluran pada galian baru 0,040
• Tinggi jagaan
W = √0,5 x hair = √0,5 x 1 = 0,707 m
• Tinggi total saluran
Htotal = hair + W = 1 + 0,707+0,2 = 1,907m
• Luas penampang basah
A = b x hair = 0,6 x 1 = 0,6 m2
• Keliling penampang basah
P = b + 2 x hair = 0,6 + 2 x 1 = 2,6 m
• Jari-jari hidraulik
A 0,6
R= = = 0,2307 m
P 2,6
• Kemiringan saluran
v2 1,52
S= 4 = 4 = 0,0031155
R3⁄n2 0,23073⁄0,0142
▪ Hitungan
2
1 ∆𝑦
𝑉 = 𝑛 . 𝑅3 . √𝐼 ,dengan 𝐼 = ∆𝑥
𝑉 .𝑛 2
∆𝑦 = ( ) . ∆𝑥
𝑅2/3
Terdapat 3 (tiga) bentuk informasi yang masing – masing memiliki arti dan
makna tersendiri, antara lain :
• Memenuhi kebutuhan.
Rambu yang benar pada lokasi yang tepat harus memenuhi kebutuhan
lalu lintas dan diberikan pelayanan yang konsisten dengan memasang
rambu yang sesuai kebutuhan.
• Pemeliharaan Rambu
1. Rambu peringatan
Digunakan untuk menyatakan peringatan bahaya atau tempat
berbahaya pada jalan di depan pemakai jalan
2. Rambu petunjuk
Digunakan untuk menyatukan petunjuk mengenal jurusan jalan,
situasi kota, tempat, pengetahuan, fasilitas, dan lain-lain
3. Rambu larangan
Digunakan untuk menyatakan perbuatan yang dilarang dilakukan oleh
pemakai jalan.
4. Rambu perintah
Digunakan untuk menyatakan perintah yang wajib dilakukan oleh
pemakai jalan
Dasar-dasar penempatan rambu pada jalan dapat dilihat pada lampiran “Panduan
Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan”. Berdasarkan jalan rencana dari titik A
ke titik B, rambu yang akan digunakan adalah sebagai berikut:
1. Batas Kecepatan
Untuk memberitahu pengemudi batas kecepatan pada jalan tersebut
2. Tikungan ke kiri
Untuk memberitahu pengemudi akan ada tikungan ke kiri di depan
3. Tikungan ke kanan
Untuk memberitahu pengemudi akan ada tikungan ke kanan di
depan
4. Jalan Menurun
Untuk memberitahu pengemudi bahwa akan ada jalan menurun
5. Jalan Menanjak
Untuk memberitahu pengemudi bahwa akan ada jalan menanjak
6. Persimpangan Sebidang dengan Empat Lengan
Untuk memberitahu pengemudi bahwa akan ada persimpangan
7. Lampu Lalu Lintas
Untuk memberitahu pengemudi bahwa akan ada lampu lalu lintas
8. Jembatan
Untuk memberitahu pengemudi bahwa akan ada Jembatan
9. Lajur Pendakian (Penambahan Lajur Kiri)
Untuk memberitahu pengemudi bahwa akan ada lajur pendakian di
depan, yaitu penambahan lajur pada lajur kiri
10. Peringatan Pengurangan Lajur Kiri
Untuk memberitahu pengemudi bahwa akan ada penyempitan pada
lajur kiri karena lajur pendakian sudah selesai
11. Petunjuk Awal Terowongan
Untuk memberi tahu pengemudi bahwa pengemudi akan ada
terowongan di depan
12. Petunjuk Akhir Terowongan
Untuk memberi tahu pengemudi bahwa pengemudi sudah hampir
sampai di akhir terowongan
13. Dilarang Menyiap
Untuk memberi tahu pengemudi bahwa di jalan tersebut tidak
boleh menyiap kendaraan lain karena berbahaya
14. Batas Akhir Larangan Kecepatan
Untuk memberi tahu pengemudi bahwa pengemudi sudah beranda
di luar batas jalan dengan batas kecepatan
15. Pengarah Tikungan ke kiri
Untuk memberi arahan pada pengumudi saat berada di tikungan ke
kiri
16. Pengarah Tikungan Ke Kanan
Untuk memberi arahan pada pengemudi pada saat berada ditikungan
ke kanan
Marka jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan jalan atau diatas
permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang berbentuk garis
membaur, garis melengkung, garis serong, serta lambang yang lainnya yang
berfungsi untuk mengatur lalu lintas di jalan dan membatasi daerah kepentingan
lalu lintas.
2. Marka melintang
a. Marka melintang garis utuh
Marka ini menyatakan batas berhenti kendaraan yang di wajibkan
oleh alat pemberi isyarat lalu lintas atau rambu lalu lintas lain. Marka
melintang ditempatkan bersama dengan rambu larangan wajib berhenti
sesaat, dan/atau alat pemberi isyarat lalu lintas yang akan datang dari
cabang persimpangan lain (dapat juga dilengkapi dengan garis
membujur atau tulisan “STOP” pada permukaan jalan.
b. Marka melintang garis ganda putus-putus
Marka ini menyalakan batas berhenti kendaraan mendahulukan
kendaraan lain. Pada saat mendekati persimpangan, permukaan jalan
dapat dilengkapi dengan garis putus-putus dan tanda panah untuk
menunjukkan arah yang ditempuh.
3. Marka serong
Marka serong berupa garis utuh dilarang dilintasi kendaraan. Marka
serong yang dibatasi dengan rangka garis utuh digunakan untuk
menyatakan :
• Daerah yang tidak boleh dimasuki kendaraan
• Pemberitahuan awal sudah mendekati pulau lalu lintas
Marka serong juga digunakan untuk menyalakan pemberitahuan
awal atau akhir pemisah jalan, pengaruh lalu lintas, dan pulau lalu
lintas
4. Marka lambang
a. Marka lambang berupa panah, segitiga, atau tulisandigunakan untuk
mengulangi maksud rambu-rambu lalu lintas atau untuk memberi tahu
pengguna jalan yang tidak dinyatakan dengan rambu lalu lintas jalan.
b. Marka lambang untuk menyatakan tempat pemberitahuan mobil bus,
untuk menaikkan dan menuturkan penumpang
c. Marka lambang untuk menyatakan pemisahan arus lalu lintas sebelum
mendekati persimpangan yang tanda lambangnya berbentuk panah.
d. Marka peringatan mendekati perlintasan sebidang dengan kereta api.
Apabila mendekati jalan kereta api, yang tidak menggunakan pintu
perlintasan harus diberi marka melintang berupa garis dan marka
lambang berupa tanda di permukaan jalan.
e. Daerah tepi jalan dengan marka berupa garis-garis berliku-berliku
berwarna kuning pada sisi jalur lalu lintas menyatan dilarang parkir di
area tersebut.
f. Marka berupa garis utuh berwarna kuning dan bingkai jalan
menyatakan dilarang berhenti pada daerah tersebut. Paku jalan, yang
berfungsi sebagai reflektor marka jalan khususnya pada cuaca gelap
atau malam hari. Paku jalan dengan pemantul cahaya berwarna kuning
digunakanuntuk pemisah jalur atau lajur lalu lintas, sedangkan paku
jalan dengan pemantul cahaya berwarna merah ditempatkan pada garis
batas di sisi jalan, dan paku jalan dengan pemantul cahaya berwarna
putih ditempatkan pada garis batas sisi kanan jalan.
a. Jenisnya yaitu :
à Lampu 3 warna (untuk mengatur kendaraan)
• Terdiri dari warna merah, kuning, dan hijau
• Dipasang dalam posisi vertikal atau horizontal
• Susunan lampu dari atas ke bawah (vertikal) dan dari kiri ke
kanan (horizontal) dengan urutan merah, kuning,hijau
• Dapat dilengkapi dengan lampu warna merah dan/atau hijau
yang memancarkan cahaya berupa tanda panah
à Lampu 2 warna (mengatur kendaraan dan/atau pejalan kaki)
• Pagar pengaman
• Cermin tikungan
• Pulau lalu lintas
• Delinator
• Pita
3. Alat pengawasan dan pengamanan jalan
Alat pengawasan dan pengamanan jalan berfungsi untuk melakukan
pengawasan terhadap berat kendaraan berserta muatasnnya, berupa alat
penimbangan.
4. Fasilitas pendukung
Fasilitas pendukung meliputi :
• Fasilitas pejalan kaki, trotoar, dan tempat penyeberangan
• Parkir pada bahu jalan
• Halte
• Tempat istirahat
• Penerangan jalan
LALU LINTAS)
• Penempatan rambu
peringatan sebagaimana
Dari B ke A
dimaksud pada ayat (1)
25+780
memperhatikan kondisi lalu
lintas, cuaca dan faktor
25+800
geografis, geometrik,
25+820
permukaan jalan, dan
kecepatan rencana jalan. 25+840
(PERATURAN MENTERI
PERHUBUNGAN
REPUBLIK
INDONESIANOMOR PM
13 TAHUN 2014
TENTANGRAMBU
LALU LINTAS)
• apabila tikungan
mengarah ke kiri, rambu
pengarah tikungan dipasang
disebelah kanan arah lalu
lintas (PERATURAN
MENTERI
PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR PM 13 TAHUN
2014 TENTANG RAMBU
LALU LINTAS)
• Penempatan rambu
peringatan sebagaimana Dari B ke A
dimaksud pada ayat (1)
26+280
memperhatikan kondisi lalu
lintas, cuaca dan faktor
26+300
geografis, geometrik,
26+320
permukaan jalan, dan
kecepatan rencana jalan. 26+340
(PERATURAN MENTERI
PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR PM 13 TAHUN
2014 TENTANG RAMBU
LALU LINTAS)
PERLENGKAPAN JALAN
DEPARTEMEN
PERHUBUNGAN )
larangan (PERATURAN
MENTERI PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA
LINTAS)
larangan. ( PANDUAN
PENEMPATAN FASILITAS
PERLENGKAPAN JALAN
DEPARTEMEN
PERHUBUNGAN )
larangan (PERATURAN
MENTERI PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA
LINTAS)
(PERATURAN MENTERI
PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR PM 13 TAHUN
2014 TENTANG RAMBU
LALU LINTAS)