Anda di halaman 1dari 83
Vol. IV No, 1, 2010 ISSN 1978 - 5852 RISEMINDUSTIRI QOURNAL OF INDUSTRIAL RESEARCH) Standardisasi dan Regulasi Teknis BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ousTe: ENTES og - 7 e: = ez: Jurnal Riset Industri = iz BA = Vol. IV No. 4, 2040 : Is8w 1978-5952 nee PENGANTAR REDAKS! Kita bertemukemball dalam Juma! Riset industri (JRI) Vol. IV No. 1, 2010. Terbitan ini adalah terbitan perdana tanun ini. Syukur Alhamdulillah, majalah Jurnal Riset industri telah kemball moendapat pengakuan sebagai majalah ilmiah berkala terakreditasi sesuai dengan Nomor Akreditasi: 204/AU1/P2MB1/08/2008 terhitung mulai tanggal 28 Agustus 2009. JRI Volume IV nomor 1 mengetengahkan tema “Standardisasi dan Regulasi Teknis”, yang merupakan salah satu program utama Badan Penelitian dan Pengembangan Industri. Standar nasional yang selaras dengan standar internasional diperlukan sebagai acuan kualitas produksi yang memenuhi persyaratan keamanan, Kesehatan, keselamatan, dan kelestarian fungsi lingkungan: hidup. Sementara, regulasi teknis merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh barang untuk dapat masuk pasar domestik, sehingga masyarakat dapat terhindar dari adanya barang yang tidak berkualitas khususnya yang selama ini didominasi oleh produk-produk impor. Makalah utama berjudul “Kajian kesiapan pemberlakuan secara wajib standar mainan anak- anak" sangat terkait dengan tema di atas. Makalah ini membahas kesiapan standar, produsen, dan infrastruktur standardisasi dalam rangka pemberlakuan standar mainan anak secara wajib. Karya ilmiah lainnya yang disajikan pada edisi kali ini dihatapkan mampu menambah wawasan dalam penerapan mutu yang nantinya dapat berguna bagi perkembangan industri dalam persaingan pasar yang semakin tajam dan tentunya menghindari pasar dalam negeri sebagai lahan bagi produk-produk asing sub standar, ural Riset industri edisi kali ini memuat delapan makalah dan kami juga memberikan tempat pemuatan makalah bagi peneliti dari instansi lain yang telah memenuhi syarat yang kali ini diisi oleh peneliti dari BPPT. Dewan Redaksi menyampaikan terima kasin kepada Dr. Isminingsih, Dr. Setyo Purwanto, Dr. Gatot Ibnu Santoso, Ir. Pumome Pranggono, MSc sebagai Mitra Bestari yan g telah meluangkan waktunya untuk menyunting dan memberikan masukan pada penerbitan JRI edisi kali ini. Kepada semua pihak yang terlibat dalam penerbitan majalah JAI ini, kami mengueapkan terima kasih yang sebesar-besamya. Semoga JRI dapat memenuhi keinginan dan memberikan mantaat bagi pembaca. Jakarta, April 2010 Redaksi Jurnal Riset Industri Vol. IV No. 1, 2010 ISSN 1978-5852 Halaman DAFTARISI Kata Pengantar i Daftar Isi i Abstrak i Kajian Kesiapan Pemberlakuan secara Wajib Standar Mainan Anak-Anak 1-16 Eddy Herjanto dan Owinna Rahmi Pengaruh Ukuran Partike! Nano Sulfur terhadap Sifat Fisik Karet Komponen 17-22 Kendaraan Bermotor. Rahmaniar dan Popy Marlina Peningkatan Kinerja Lumpur Aktif dengan Penambahan Karbon Aktif dalam 23-33 Pengolahan Air Limbah Industri Tekstil Pewamaan dengan Zat Wama Indigo & Sulfur. Sri Moertinah, Djarwanti, Sartamtomo, Rieke Yullastuti, Rustiana Yuliasni Formulasi dan Kondisi Optimum Proses Pengolanan “High Nutritive Value" 35-42 Margarin dari Minyak Ikan Patin (Pangasius Sp). Nami Lestari Model Pengembangan Agro-Eco-Industrial Park di Kota Bitung, Provinsi 43-52 Sulawesi Utara. Broirie Pojoh, Syarief R, Seminar KB, Sudarmasto Rancang Bangun Catu Daya Tenaga Surya untuk Pembatikan. 53-56 ‘Suharyanto Pengurangan Emisi CO, pada Gas Buang Boiler dengan Teknologi Absorpsi 57-66 melalui Membran Serat Berpori Nani hariastuti, | Nyoman Widiasa, Silvy Djayanti, Didik Harsono, Ikha Rasti Julia Sari Pomakaian Scatter Factor untuk Menentukan Umur Operasional Komponen 67-73 Pesawat Terbang. Bambang Moelyanto S Jumal Rise Indust. Vol. IV No. 1, 2010. JURNAL RISET INDUSTRI (JOURNAL OF INDUSTRIAL RESEARCH) ISSN 1976-5852 Vol. IV, No. 7, 2070 KAJIAN KESIAPAN PEMBERLAKUAN SECARA WAJIB-STANDAR MAINAN ANAK-ANAK Eddy Herjanto dan Dwinna Rahm (Balithang Industri, Jakarta; BBKK, Jakarta) (®@kemenperin.goid J-Ris.ind., Vol. IV. No. 1, 2010, pp:1-16 Mainan arak-anak (toy) merupakan benda yang Berhubungan erat dengan Kesehatan anakvanak, sobagai onsumen vlama, Banyak Ketelakaan tovjad| Karena sebagian produk mainan anak mengandung bahan ‘orbahaya buai Kesehatan atau Karena salah mangounakan produk mainan tersebut. Karena berpatensi menimbutkan kecelakaan, maka beberapa negara telah mambariakukan standar sebagai parsyaratan teknis ‘agar produkt capat dedarkan & noga’a toreabut. Indonosia bormaksud memberlakukan penarapan standar mainan anak secara wali. Namun. agar penerapan tersebut dapat efekti, peru Gidahului dengan kajian agar pemberlakuan wail tarsebut tidak mengalami masalah, ‘Tyjuan peneitian ini iain untuk mengetanui kesiapan SNI, produsen mainan domestik, dan lembaga peniaian kesosuaian (LPK) terkait dengan rencana pemberlakuan wait SNI Mainan Anak-anak. Kesiapan SMI ilakukan dengan monganalisis ketorsediaan SNI yang sesuai dengan standar yang diaeu secara intemasional. Kesiapan produson dianalisis dari jawaban kuesionor yang eieebarkan pada 75 porusanaan ‘mainan anak, dilengkapi dengan hasil uj erhadap 20 jonis produk mainan anak, dari berbagai tpe mainan dan ‘skala industri, terhadiap persyaraian standar. Keslapan LPK diinjau Gan datz KAN dan kuesioner yang cssnbarkan kepada 60 lembaga sortfkasi dan laboratorium Uj ‘Hast penetiian menunjukkan, Indonesia dapat ckanggap memiskl kesiapan standar. Meekipun harus manunggu Solesainya revisi Standar Nasional indonesia (SN!) yang sokarang borlaku, SN! revisi fersobUt lob sosual dengan persyaratan intemasional, tertedia dalam banasa indonesia cahingga mudah cipanami dan olaksos. Hasi! uji produk menunjukkan sebagian besar produsen memiliki kesiapan dalam menerapkan standar, ‘meskipun diperiukan pembinaan bagi kalangan industri kecil. Dari sisi LPK. tordapat 2 laboratorium uj yang mamou menguii semua alain diam standas. beberapa laboratorim uit fain mhampu socara. parsial. Namun ada Saat ini bole ada lembaga sertitkasi produk untuk mainan anak yang terakrediasl. Secara umum, dapat isimpulkan indonesia slap mengrapkan SNI mainan anak secara wai Kata kunci : NI. mainan anak, pemberiakuan penerapan secara way PENGARUH UKURAN PARTIKEL NANO SULFUR TERHADAP SIFAT FISIK KARET KOMPONEN KENDARAAN BERMOTOR Ranmaniar dan Popy Mariina (Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang) rahmaniar_sen@ yahoo.ca.id: popy_marlina @yahoo.co.id Ris Ind., Vol. IV. No.1, 2010, pp:17-22 Bahan pemvulkanisasi adalsh sejenis Dahan kimia yang dapat bereaksi dengan gugus aktit rolekul harot pada proses vuikanisasi, membeniuk ikalan silang anlar molckul karot sehingga torbentuk jaringan tiga dimensi. Belerang (sultur) merupakan bahan pemvulkanisasi dalam pembuatan kompen karet. Proses vwulkanisasi membutunkan waktu yang lama, Unluk mernperpendek waklu vulkanisasi, maka akan cilakukan Peneliian yang monggunakan sulfur Borukuran nano pada proses vuikanisasl. Tujuan penotitian untuk momporolah formulas! kompon karet dengan apikasi nano sulfur pada proses vulkanisasi untuk membuat kart komponen kendaraan beroior yang memenuhi spesifiasi yang ditetapkan.Raneangan yang digunakan ada poneiitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 (dua) faktor, kombinasi 8 (delapan) pporlakuan dan 3 (ga) kal ulangan. Faktor pertama adalah varasi subu vulkanisasi (140 °C dan 170°C), dan faktor kedua adalah varias! ukuran sulfur (40 nm, 60 nm, 80 nm dan 400 nm). Parameter yang ci KeKoraean, egangan putus,, Kotananan kiki dan beva jons, Hasil poneltian monunjukkan bafwa, varias! suru vulkanisasi ddan ukuran sultur, sera intoraksi keduanya berpennanin nyata terhadap kekerasan, tegangan putus, ketahanan kkkis' dan beratjonis karet Komponen Kendaraan berrmoter. Suhu 140° 'C dengan vatiasi nano yang semakin ect, akan mempercepat wakis kematangan Korpon. Porlakuan terbak diperoioh pada variasi guru 149 °C fan ukuran sullur 60 nm (T,S,), dengan karaktenstik karot Komponen kendaraan bermotor untuk Kekerasan 70 Shore A. tegangan putus 173 Wem’, ketahanan kkis 173.6 mm dan density 1.220 gia Kata kunel : Kompon karet, nano sully. vulkanisasi, Karet komipanen Kendaraan Berrnotor. JURNAL RISET INDUSTRI ISSN 1978-5852 Wot. IV, No. PENINGKATAN KINERJA LUMPUR AKTIF DENGAN PENAMBAHAN KAREON AKTIF DALAM PENGOLAHAN AIR LIMB.AH INDUSTRI TEKSTIL PEWARNAAN DENGAN ZAT WARNA INDIGO & SULFUR Sri Moertinah, Djarwantl, Sanamtomo, Rieke Yullastuti, Rustiana Yullasni (Balai Besar Teknoiog han Pencemaran industri Semarang) riekeyuliastuti yahoo.com Fs, ind., Vol, NO, 1, 2010, pp:23-33 Air limban indust7 teksti dengan pewamaan apabila tidak dikelola secara bonar dapat menyebabkan terjadinya Pencomaran lingkungan. Saat ini umumnya pengolahan air timbah industri teksti yang sudan memanuht Baku Mutu Limbah Cair (BMLC) masih menggunakan sistem gabungan koagulasi kimia dan biologi lumpur aktit. Permasalahan yang kemudian timbul dari sistem lersebut adalah tevjadinya lumpur kimia yang Sulit Untuk iotan, ‘Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan teknologi pengolahan limbah industri tekstil dengan zat wama indigo dan sulfur, yang tidak menghasilkan lumpur kimia, dengan cara menambankan karbon aki! angsung ke dalam sistem lumpur aktil, Penelitian int cimulai dari percobaan gongan skala laboratoriun ‘secara.baich dan kontinyu untuk menentukan.kondisi opiienum, kemudian hasil optimum dari kedua percobaan ‘tersebut diterapkan pada skala industri diapangan . ‘Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengurangi kadar COD (Chemical Oxygen Demand} dan mengurangi volume pengendapan lumpur kimia, selain itu juga meningkatkan penghilangan warna dan bahan-banan beracun, meningkatkan kelahanan mikroba dalam air limbah, seria mengurangi luas lahan yang diperiukan Untuk pembangunan IPAL (Instalasi Pengolah Air Limba). Hasit penoiitian pengotahan air imban zat vrarma indigo balk secara: taboratorium maupun ui coba lapangan, menunjukkan bahwa penambahan karbon aktit langsung kedalam sistem lumpur aktil akan meningkatkan kinerja lumpur aktif. Dart hasil ui coba di lapangan terhadap pengolahan limbah peneelupan dengan zat wama indigo, menunjukkan bahwa _penambanan Karbon aki 400 mgi dan waktu aerasi selama 24 jam, DO 22 ppm: MLSS = 3000 ppm: pada pH = 27, telah menghasilkan semua parameter air imbah terolah dengan balk, dan sudah memenuhi Baku Mutu Limbah Cair Industri tekst! yang dipersyaratkan, Sodangkan pada pengolahan air imban zat warna sulfur, secava laboratorium manunjukkan bahwa penambanan Karbon aki langsung ke dalam sistom lumpur aktif akan meningkatkan kinerja lumpur aktif. Dengan penambahan karbon ‘aki 800 mg/l dan Waktu aerasi selama 42 jam: DO = 2 ppm: MLSS = 2000 ppm: pada pH = 47, menunjukkan COD air limbah sudah memenuhi Baku Mutu Limbah Cair industri teksill yang dipersyaratkan Dibandingkan dengan sistem pongelahan air limban industri yang diteliti menggunakan cara gabungan koaguiasi FeSO, - biologi iumpur aktif, maka terbuxti bahwa pengolahan limbah pencelupan dengan zat wama indigo, méenggunakan karbon aktif yang ditambahkan langsung ke dalam sistem lumpur aktit, dapat menurunkan biaya perm? air limban, dengan kebutuhan lahan yang febin kecil, selain itu juga tidak dinasiixan lumpur kimia yang membutuhkan pengelolaan khucus, Kata kkunel : air limbah tekstit pewamaan, Karbon akiif,lumpur aki FORMULAS! DAN KONDIS! OPTIMUM PROSES PENGOLAHAN “HIGH NUTRITIVE VALUE” MARGARIN DAR! MINYAK IKAN PATIN (Pangasius Sp) Nami Lestari (Balai Riset dan Standardisasi Industri Samarinda) JLRis.Ind., Vol. IV. No.1, 2010, pp:35-42 Tyjuan penoiitian ini adalah untuk mendapatkan formulasi dan kendisi optimum proses pengalahan “nigh nutritwe value” margarin dani minyax Ikan palin, Peneitian dilakukan dengan eara ponentuan formula margarin, penelitian pengarun penggunaan jenis bahan pengemulsi yang berbeda (lesitin impor dari okstrak kuning tolur dan lositin lokal dari isolal protein kedelai) sevta penentuan Kondisi optimum proses pengolanannya. Hasil peneltian menunjukkan formulasi margarin adalah minyak dan jomak 80% (stearin ; minyak ikan patin = 60: 40), alr 16%, garam 2%, lesitin 0,2%, BHT dan BHA 0,1% serta beta karoten dan perasa secukupnya. Dari hasil penelitian penggunaan lesitin, didapat penggunaan lesitin lokal dari isolat protein kedelai menghasilkan daya oles, tekslur dan wamna yang mip margarin Komersial dan lobin disukai panolis. Congan haga yang lebih murah dan lesitin impor, untuk proses pengolahan margarin dari minyak ikan patin, digunakan lesitin lokal dari isolat protein kedelai sebagai pengemulsi.. Kondisi optimum proses pengolahannya adalah Perlama proses emulsifikasi yaltu pencampuran fase minyak (minyak murni ikan patin dan tositin pada suhu 70°C setama 20 menit), dilanjutkan dengan pencampuran stearin. alu pencampuran fase cair (larutan garam. bela karoten, BHT, BHA dan bahan perasa), kodua adalah proses homogenisasi dengan menggunakan mixer pada suhu 40 °C solama 10 manit, katiga adalah proses pondinginan dan terakhir adalah pengemasan roduk. Dari hasil uji mutu margarin’ didapat margarin dari minyak ikan patin memenuhi_ syarat SNI G1-3541 2002, Serta mampunyai nutrisi yang labih ting! dani margarin kemersial, yaitu mengandung vilamin A, Viiarnin 1, omega 9, omega 6 dan omega 3 Dari hasi uli organoleptk, tekstur, daya oles, warna dan stabilitas ernulsi cUkup disukal konsumen, namun bau amis masih cukup tajam, Kata kunel : Minyak ikan patin (Pangasiue Sp), "High Nutritive Value Margarin, Lesitin Jumal Risat industri Vol. IV No. 1, 2010 JURNAL RISET INDUSTRI (JOURNAL OF INDUSTRIAL RESEARCH) ISSN 1976-5852 Vol. 1V, No. 1, 2070 ‘ABSTRAK MODEL PENGEMBANGAN AGRO-ECO-INDUSTRIAL PARK DI KOTA BITUNG PROVINS! SULAWESI UTARA Pojoh B. Syare! R, Seminar KB, Sudarmasto. (Institut Pertanian Bogor) b )_pojoh@yahoo.com J-Ris.Ind., Vol. IV. No.1, 2010, pp:43-52 ‘Tantangan indusin abad ke-21 melanirkan konsep industri berkolanjutan yang salanjutnya dikuti olan ekotogt Industri, suaty Konsep yang mencoba mengaplikasi sistem ekologi yang nirimbah ke sistem produks! industa Penerapan dari konsep akolog Indust melanirkan (stiksh @co-industrial park (IP). Tuvan penelitian ini adalah membangun model dinamik pengembangan “agro-eco-industral park” (Agro-EIP} dengan studi kasus di Kota Bitung, Provinsi Sulawos! Utara, Program komputer “Powersim Stusio Expert 2005" digunakan untuk mombangun ‘model, Variatrel-variatl dominan dari model dinamik yang dibangun adalah: Sub-Model Industri Berbasis Perikanan Laut, Sub-Model industri Berbasis Ketapa, Sub-Model Indust Agro-Kompieks, Sub-Model Pembangist Listrikt Energi Terbarukan, dan Sub-Model Limbah dan Bahan tkutan, Hasil simulasi terhadap model yang aibangun menunjukkan banwa pada tahun ke-15, Agto-EIP di Kota Bitung Bitung potensial menurunkan limban dan ‘heningkatkan penggunaan bahan ikutan. Potensi peourunan limbah cair adalah sebagai berikut: darah kan sebosar 161.950 liter (24,06%), uring tamak sap! 161,060 itor 16.25%), dan feces dari ternak sapi dan ayamn dan focess yang diproduksi di RPH adalah 2.015.733 kg (440%). Poningkatan peraniaatan bahan ikutan perkanan laut sebanyak 24.290.500 kg (99,597) dan banan ikulan ait Kelapa Sebariyak 11-003,600 btor (83.01%), temeurung olapa 2.160.000 kg (>1 00%). dan paring kelapa 2.447200 kg (90.64%). Secara keseluruhan menurunkan limba -caie ir kelaga, darah ikan, dan urine ternak eapi sebunyak 12,127,500 Mer (1% dari litah cair total, Untuk merealisir pembangunan Agro-E1P Bitung maka langkah-iangkah yang dapat mempermudah reaksasinya adalah lernuiudeya pembangunan Kamasan Indust di Kelurahan Tanjung Merah, Kota Bitung dan itunjuknya ‘Kota Bitung sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku perkanan laut dan kelapa maka perlu ida upaya Untuk melakukan beborapa hal seperti menekan atau menurunkan aktivtas [Perikanan UU (illegal, unreported, unregulated), dan membangun kebijakan produksi industri kelapa non- ‘konvensional, yakni produk-produk esensial turunan kélapa untuk perhelinaraan kosehatan dan perawatan tubuh Kata kunei : "Eoo-industrial park", “agro-eco-industial park’, industri berkolanjutan, model dinamik. RANGANG BANGUN GATU DAYA TENAGA SURYA UNTUK PEMBATIKAN ‘Suharyanto (Balai Besar Kerajinan dan Bak Yogyakarta) ‘suharyanto_2000@yanoo.com J.Rlis.ind., Vol. IV. No.1, 2010, pp:53-56 Tolah diiakukan poneltian tentang rancang-bangun eatu daya tenaga surya untuk pembatkan di Balai Besar landust Kerajnan dan Bank Yogyakaria. Minyak fanah marupakan bahan Bakar utama dolam proses pembatikan ‘Kelangkaan dan harga yang mahaldad minyaktanah monyebabkan keterpurukan para perajin batik. Translormasi dar “canting? tradisional he “canting” kstrk juga bolum menyelesaikan permasalahan yang dihadapi para porain ‘arena harga jual energ! strik dari PLIN cukup tingg!. Peneiitian yang dilakukan adalah merancang dan membangun cat daya lenaga surya yang mecupakan ener torbarukan murah dan rama Kngkungan. Peneitian dara dengan mambuat rancangan bagian-bagian dav stern cat daya tenaga Surya menggunakan software prota Bagian-bagian yang dirancang clantaranya adalah rangkaian pelacak surya, pongatur pengisian baterai (BCR), inverter dan demuitifiexey, Komudian langkan selajuinya morealisasikan rancangan torsebut ke dalam bentuk porangkal-keras dan setocusnya merangkai bagian-bagian torsebut menjadi sebuah sistem catu daya tonaga ‘aurya, Hasil penelitian monunjukkan bahwa calu diya tenaga surya untuk pembatkan telah berhasl di ancang ddan aibuat dengan epeaitikasi teknis. ait \epangan huaran 219.2 Val, frekvena hua 49.8 He, wera daya hanran maksimum 710 Watt (VA). Kata kunel : “Canting’. pembauikan. rancang bangun. catu daya. sei surya. energ torbarukan dural Riset Industri. Vol. IV No, 1, 2010 line JURNAL RISET INDUSTRI (JOURNAL OF INDUSTRIAL RESEARCH) ISSN 1978-5052 Vel IV, No. 1, 2010 ABSTRAK PENGURANGAN EMISICO, PADA GAS BUANG BOILER DENGAN TEKNOLOGI ABSORPS! MELALUI MEMBRAN SERAT BERPORI Nani Harinastuti, | Nyoman Widiasa, Sitvy Djayanti, Dicik Harcono, ikha Rasti Julia Sar. (Balai Besar Toknolog! Pencegahan Pencemaran Industri Semarang) nanisoeharto @ yahoo.com 4Ris.ind., Vol. IV. No.1, 2010, pp:S7-66 Dalam upaya mengurang! terbontuknya gas CO, yang bersumber dari emisi cerabong boiler di Indust, telah diteliti daya absorpsi gas CO, menggunakan. kontaktor membrane serat berpori atau hollow fiber membrane modules (EMM) dengan peribasah cair (NaOH). Matode baru penyerapan gas ini merupakan pengembangan Inovasi untuk meningkatkan etisiens! penyerapan, dibaading cara kaavensional (Packod Tower, Spray Tower, Ventuy Scrubber ataupun plate colour). Penelitian diawali dengan merancang prototype absorber yang didisain dengan menggunakan kontaktor membrane. Membcane yang diguaakan jenis polypropylene dengan porositas 0.85, diameter pori 0,1 ym, ketebaian 150 um. panjang 160.cm dan IO fibre 0.5 mm. Kemudian diakukan uj coba karakieristik dan proses pada rangkalan prototipe slat, pada proses absorpsi gas buang boller berbahan baka’ batu bara di Indust Tekstil, Variabel yang ditelti adalah laju alr gas (2-10 Wen}, konsentrasi lanutan pembasah NaOH (2.5 — 10 2%) dan wakty kontak (5-35 moni). Lalu aie larutan NaOH diatur tolap dengan kecopatan ttvmonit dan volume Jarwian NaQH dipenianankan tetap 19 ier, Hasil pensiitian diperoteh bahwa daya absompsi optimum gas CO, yang thitung berdassr peepindahan massa ddan hidredinamika cairan basa di dalam kantaktor membrane serat berpon adalah sebagai berikut : Daya sap ga CO, (hin) maksimum 0.23, mel CO, par my” luas mambran perdetk yang dipercleh pada laju al gas CO, S17 ment, dengan konsentrasilarvian NaOH 2,5 °% dan waktu Kontak 15 meni Kata Kune! : membrane sorat berpor, pengurangan CO, boiler PEMAKAIAN SCATTER FACTOR UNTUK MENENTUKAN UMUR OPERASIONAL KOMPONEN PESAWAT TERBANG Bambang Moelyanto § (Pusal Teknologi Material ( PTM — BPPT )> bambangbms@ yahoo.com ‘J.Ris.Ind., Wot. IV. No.1, 2010, pp:67-73 Umur komponen pesawat terbang dapat diperkirakan melalui analisis dari hasil uji dinamis atau uji kelalahan ‘pada komposennya. Hipotesa yang diperkenalkan oleh Paimgren dan Miner dapat oigunakan dalam menentukan asi pembebanan dinamis untuk uji kelelahan hingga mencapai balas kerusakan kompanen yang div Pada dasarnya, setiap desain Komponen pesawat terbang telah diatur dalam peraturan penerbangan sipil sebagaimana tercantum didalam Federal Aviation Regulations (FAR) maupun Joint Ainvarthiness Requirements (JAR) atau peraturan penerbangan negara lain. Batas operasional yang aman suatu komponen pesawal terbang disebut sebagai safe Ife Sedang untuk Komponen pesawat terbang yang masin dapat diperiahankan untuk dioperasikan dengan kondisi aman meskipun terdapal kerusakan pada kamponen Hersebut sering Gisebut sebagai ondlisi fail sate, ‘Metade untuk menontukan umurlolah komponen selama operasionsinya adalan merupakan perbandingan antara jumlah pembebanan yang diberikan dibagi dengan jumiah pembabanan yang menyebabkan kegagalan pada tingkatan yang sama, Jika terjadi pembebanan beruiang sampai batas erjadinya kerusakan, maka jumlan kerusakan yang torjaci marupakan jumlah dari perbandingan eycte-nya tormadap kekualan lelah yang ada. Hal Ini merupakan umur operasional kemponen posawat terbang yang terkalt dongan indoks kelolahan bahannya ‘atau faklor seatter-nya. Kata kunci: Faktor keleishan bahan, kondisi umut yang masih aman, kondisi kerusakan yang asin dalam batas aman untuk desain Jumal Fiset industri. Vol. IV. No. 1, 2010 JOURNAL OF INDUSTRIAL RESEARCH (JURNAL RISET INDUSTRI ISSN 1978-5852 Wol. IV, No. 1, 2010 ABSTRACT ‘STUDY OF READINESS OF THE COMPULSORY IMPLEMENTATION OF TOYS STANDARDS Eddy Herjanto dan Bwinna Rahmi (Agency of Industrial Research and Development, Jakarta: BEKK, Jakarta), ecidy-bppid kemenperin go.id 4.Ris.ind., Vol. IV. No.1, 2010, pp:1-16 A toy is an object which has close relationship with child safety, as its primary consumer, Many accidents wore happen to the children due to seme toys contain yestut! or other chemical materials which harm tor safety and due to misused, not apply to the age concem. Since toys may create accident for the chitdren, several countries has. obliged their standards. as a technical requirement for the product to comply if they want to be marketed in the couniry. Indonesia plans to implement the toys standards. Hawever, for the ettectiveness of the implementation, itis noeded to conduct a prior research in order fo the mandatory implementation ean work well. The purpose of this resoarch is to know the readiness of the SNI, the capability of local toys producers, and contormity assessments Dbodtes concemad in the mandatory implementation af toys. standards. ‘The readiness of SNI was conducted though analyzing the availability of SNI compare 10 international roterentce, ‘The capability of local producers was analyzed ftom questiannaite submitted ta 75 toy companies in addition to teat results of 20 products obtained from several types. of toys as well as several types of industries. While, the readiness of conformity assessment bodies was analyzed from KAN's dala as well as questionnaire obiained from 50 testing laboratories and certifeation bodios ‘The research shows that Indonesia National Standard is roady tor the implementation, after it is being revised, The new version of SI will more appropriate for international purposes, besides it is publicized in Indonesia. language, as well as easy to access, Tho result of the product tests show that majority of the producer may comply the standards requirements, means they are ready for the proposed regulation, Although, the toys small Seale industries need to be developed intensively. From the conformity assessment body (CAB) sides, they are ‘hwo testing laboratories which are abla. to conduct the whola test elements of the standard, while some of tho testing laboratories may conduc! partially, However, in the meantime there is no product certification body {LSPro) accredited for this product. In general, it can be summarized that indonesia is in the position ready to implement toys standard compulsorily i Keywords : SNI, toys, mandatory application ‘THE INFLUENCE OF NANO PARTICLE SIZE FROM SULFUR ON THE PHYSICAL CHARACTERISTIC (OF THE RUBBER COMPOUND OF VEHICLE Rahmaniar and Popy Marlina (Institute for Industrial Research and Standardization of Palembang rahmaniar_een@ yahoo.co id; popy_marlina@yahoo.co.id J Ris.Ind., Vol. lV. No.1, 2010, pp:17-22 Tho vulcanization material is a chemical matorial that be able to react with active fino of rubber molecules vulcanizations formed the cross. bond between rubber molecules s0 three dimensions network is formed. Sulfur is the vulcanization material in the process of rubber compound. The vulcanization needs kangor time. To short the wulcanization,then we will do the research using mano size sulfur in vulcanization process. The objectives of the research were to obtain the rubber compound formulation with nano sulfur application in wuleanization process to produce vehicle rubber compound that will fulfilled the standard specification. The experimental research used Factorial Completely Randomized Design with two factors as treatments, and each combination was replicated tnree times. The frst factor is he variation of vulcanization temperature (140° € and 170° G) and the second factor fs the variation of sulfur size ( 4Gnm 60nm.80am, and 40am), Tested parameters are hardness, tensile strength, modulus,elongation at break.abrasion reaistanco.tear resistance {and density of rubber compound trom the vehicle. The result shows that the variation of vulcanizations temperature and the sultur size,with both interaction effected the hardness, tensile strength, abrasion resistance. and density af rubber compound from the vehicle, The best treaiment i obtained in tamiperature variation 149 °C and sullur size 60 nm (T,8,), with compound rubber characteristic of vehicle for hardness 70 shore A, tensile strongth 173 Nie, abration resistance 173,6 mm* and density 1,220 giomé Keywords ; Rubber compound, nano sullur, vulcanizations, the rubber compound of Vehicle, ‘Jamal Ret Industri. Vol. IV No. 1, 2010 | JOURNAL OF INDUSTRIAL RESEARCH (JURNAL RISET INDUSTRI) ISSN 1978-5852 Val. IV, No. 1, 2010 IMPROVEMENT OF ACTIVITED SLUDGE PERFORMANCE BY ADDING ACTIVATED CARBON IN ‘THE WASTEWATER TREATMENT OF TEXTILE INDUSTRY WITH INDIGO AND SULFUR DYEING ‘Sri Moentinah, Djarwanti, Sartamtomo, Rieke Yuliastuti, Rustiana Yuliasni. {Centar of industrial Pollution Gontrol Technology Semarang) riekayuliastuti@ yahoo.com 4J-Rifs.Ind., Vol.4. No.1, 2010, pp:23-33 ‘Wastewater from textilo dyeing Industry, that was not well treated, will cause environmental pollution, Most of {texte industries, nowadays, which have fulflled the standard requirement for wastewater disposal sill use ‘combination of chemical Coagulation and biological activated sludge. The problem from such sysiem is the {formation of chemical siudge which will be aiificut to be treated. ‘This research’s goal is geiting nan chemical sludge to the wastewaler technology from textile industry with indigo and sulfur dyeing, by activatad carbon directly into the activated siudge reactor. The research Started in the laboratory scale, both for batch and continue process, to estimate the optimum condition and then to bo applied for industrial scale in the real wastewater plant ‘Tha Rosoarch's advantages of adging activated carbon directly inte the activated sludge reactor of the \waatewater technology from texte industry wh indigo and sullur eyeing, are reducing GOD (Chemical Oxygen Demand) concentration and chamical sludge sedimentation, improving colour and removing toxic matters. Improving restience of bactesa in the wastewater, as weil as reduction of the area required for wastewater plant development ‘The Research actnities in both laboratory and field (vals, showed that the addltion of activated carbon in the activated siudigo system can improve tho parfornance of activated sivdgo. Itis concluded from the field trials. that adkltion of 400 mg activated Carbon for the oration tme of 24 hours( BO e 2 ppm: MLSS = 3000 ppm; at pH = 7, has improved the treated wastewater of indigo dyeing, and has already fuliled the standard requirement for wastewater disposal. While the same treatment that has been applied to the wastewater of sufur dyeing, in the laboraiory scale, has alsa improved. The adison of mace than’ 800 mgM activated carbon for ino aeration ime of 48 nours, DO &” 2 ppm: MLSS = 3000 pprn; al pH. 7, has obtained the COD concentration futfiing the standard requirement for wastewater disposal. Compared to the-stusing of ineusiial wastowator treatment using combination of FeS04 Coagulation biological activated sludge, it is proven that wastewater technology trom indigo dyeing, with the addition of activated carbon in the: activated sludge, will reduce the cost af the Wastewater treatment per m’, which requires smaller field, and also no need special treatment for chemical studge. Keywords: Dysing textile wastowater, activated carbon, activated sludge. FORMULATION AND OPTIMUM CONDITION OF PROCESSING “HIGH NUTRITIVE VALUE” MARGARINE FROM PATIN OIL (Pangasius Sp) Nami Lestari (Institute for Industrial Research and Standardization of Samarinda) J.Ris.ind., Vol. IV. No.1, 2010, pp:35-42 ‘The aim of his research was to use patin wil for making “high nutritive valuo™ margarine, te dotormine the ‘optimum formulation and manutacturing process, and to know the effect of various emulsifier on the ‘emulsification process. The research was. conducted through determine a margarine formulation, an effect of import lecithin (yolk extract) and local lecithin (soya. protein isolate) on emulsification process and determine 1¢ optimum condition of manufacturing process. The results show that the optimum formulations are 80% fat weight (stearin : patin oil = 60: 40), 16% wator, 2% sall, 0.2% lecithin, 0.1% BHT and BHA and enough Bata Carotene and essence. The local lecithin is better from the Import lecithin tor emulsification. The margarine manutacturing process candition consists of emuisificaten of patin ol mix lecithin and stearin at 70 °C during 20 minutes, water fare mixing for sall sciuthon, bela carotene, BHT, BHA and dssetbe, homogenize mature by fixer at 40 °C during 10 linute, Booting and packaging. Quality analysis shaws that Patin oll margarine most the (Quality Standard of margarine SMI 01-3541-2002 with additional comain vatamin A. vitamin B. ometa 9, omega 6, omega 3 in comparison to commersial margarine. The organoleptic test shows that colour, texture, ‘spreadability and appearance were accepted but it still have an unpleasant ador of fish. Keywords: Patin fish oil (Pangasius Sp), “High Nutitive Value” Margarine, Lecitnin vill Jumal Riset industr . Vol, IV No, 1, 2010 JOURNAL OF INDUSTRIAL RESEARCH (JURNAL RISET INDUSTRI) ISSN 1978-5852, Wol. IV, No. 1, 2010 ABSTRACT MODEL DEVELOPMENT OF AGRO-ECC-INDUSTRAL PARK IN BITUNG CITY, NORTH SULAWESI PROVINCE Pojoh B, Syariof FR, Seminar KB, Sudarmastok. (Bogor Agricultural institute) b_pojoh@yahoo.com J-Ais.Ind.. Wal. IV. No.1, 2010, pp:43-52 Industrial challenges of the 215 century gave birth to the concept of sustainable industry which in tun was followed by industrial ecology, a concept which tries to apply the: nor-wasto acological systems ta industrial Production systems. The applacation of indusiial ecology concept gave birth te the term eco-industrial park (EIP). The aim of this research is to buiid a dynamic model developmant ot Agro-eco-industial park (AQro-EIP) with a case study in Bitung City, Norih Sulawesi Province. Computer program was used to build the model, 4. Powersim Studio Expert 2005, The result of dynamic models involves dominant variables, i.e. Marine Fisheries based Industry Sutt-Model, Coconut-based Industry Sub-Modei, Agro-Industrial Compiex Sub-Model, Renewable Energy Generation Sub-Modet, and Waste and by-Products Sub-Model. The dynamic models showed that in the: 15 year, implementation of Agro-ElP model will reduce waste and or increase by-products usage as follows: reduce fish blood gf 161,950 liters 24.96%), reduce cattia urina of 161,950 bters (6.25%), feces of bee! cattle ‘and chickens as many as 2,015,739 kg (94.40%); increase usage of marine fishones by-products as many as 24.290,500 kg (93.59%), coconut water by-products as many as 11,803,600 liters (83.01%), coconut shell as many as 2,160,000 kg (+100%), “paring” of coconut flosh as many as 2,447,200 kg (0.64%), and in general lowering of the liquid waste, Le, coconut milk, fish bleed, and urine of eae as many as 12,127,500 Ihers. Steps that can accelerate the realization of the model are development of industrial Pari in Kelurahan Tanjung Merah ‘and approval of Special Economic Zone (KEK) in Bitung City. In order to meet the need of coconut and marine fish raw materials, tha Governmont should try ta reduce ilagal fishing activities and sale of fish at saa to foreign fishermen, and to build non-conventional coconut production policy, |.8. derived essential coconut products for health care and body treatments, Keywords: Eco-industrial park, Agro-eco-industrial park, sustainable industry, dynamic modets. RESEARCH FOR DESIGN A SOLAR CELL GENERATING AT CENTRE FOR HANDYCRAFT AND BATIK ‘Suharyante (Canter for Handicraft and Batik Yogyakarta) suharyanto_2000@ yahoo.com .Riis.ind., Vol. IV. No.1, 2010, pp:53-56 thas beon dane to make a eseatch for design a solar cell generating at Contre for Handycratt and Batk Yogyakarta. Kerosene isa major fuel for the batk procassing. The shortage and high price of karosene make an impact in the decreasing of batik hanccraft industry, The transformation fram traditional “eanting” ina lectrical “canting” could net solve the problem because of a higher price of cost lactic energy bought trom PLN. Tha research is to design and bull a power supply basod on solar cell that is cheap and friendly renewable enorgy. Tha research started from designing sub-system of power supply using protel sofware. The sub-system consists of a solar path wracking, battory charging regulator (BCA), inverter, and demultiiexe ‘The nowt step ts to roallze.a dosign info a hard-wares, and finally thes whole parts are governed inio a solar ‘cal power supply system. The result shows that a designing power supply has. a reliable specification, such ‘38 219.2 Volt output voltage, 49,8 output frequency, and 710 watt peak output power. Keywords: * Canting’, batik handy-cratt, design, power supply, solar cell, renewable energy. Jumal Fiset Industri. Vol. IV No. 1, 2010 JOURNAL OF INDUSTRIAL RASEARCH (JURNAL RISET INDUSTRI) ISSN 1978-Se52 Vol, 1V, No. 1, 2010 ‘ABSTRACT C02 EMISSION REDUCTION OF EXHAUST GAS BOILER BY ABSORPTION TECHNOLOGY THROUGH FIBER POROUS MEMBRANE. ‘Nani Harihastuti, | Nyoman Widiasa, Silvy Djayanti, Didik Harsono, tkha Flasti Julia Sar (Center of industrial Pollution Controt Technology Semarang) nanisoehartie@ yahoo.com J-Rifs.ind., Vol. IV, No.1, 2010, pp:57-66 In an etfort to reduce the formation ef CO. gas that comes from gas emissions stack boiler in industy, has been Investigated using the CO, absorption capacity of the membrane contactor porous fibers or hollow fiber membrane modules HFMM) with a wetting liquid (NiaOH). New methods of gas absorption is the development af innovations to improve the efficiency of absorption, compared to the conventional method (Packed Tower, Spray Tower, Scrubber Ventury or Plate Coloum), ‘The research begun by designing a prototype absorber designed using membrane contacters, Used types of polypropylene membrane with a porosity af 0.85, pores diameter 0.1 im, thickness 150 Im, 100 em length and 0.5:mmID fiber. Then do-the test on the circuit characteristics and the process of prototype devices, the absorption process tho flue gas of coal-fired bollors in Textile Industry, Tho variables studiod wore gas flow rate (20-10 It/ download), the concentration af welting salution of NaQH (2.5 - 19%) and contact time (5-35 minutes), NaOH flow fale remains geverned by the speed and volume af NaGH solution 1ivmenit retained 10 liters. Results showod that the optimum CO, absorption capacity which is ealeviated based on mass transter and hydrodynamics of quid bases in porous libor mambrane contactors are as follows: The power of CO, absorption (lux) 0.23 maximum, mole of CO, per m* of membrane area per second is obtainad at a flow rata-of CO,5 It / min, with 2.5% NaOH concentration and contact time 15 minutes. Keywords iber porous membrane, the reduction of COR SCATTER FACTOR APPLICATION FOR OPERATIONAL LIFETIME OF AIRCRAFT COMPONENTS: Bambang Moelyanto $-(Center for Material Technology (PTM - BPPT )} bambangbms@ yahoo.com J.Ris.ind., Vol. IV. No.1, 2010, pps67-73 Lifetime of the sircrait components may be predicted through the dynamic test result analysis or fatigue test from Hs components. Palmgren and Minor hypothosis may be used in dynamic: ratio decision in connection with fatigue {est application up to the fraction of the components being test. Basically. each design of aircraft component based on civil aviation regulation as well a3 roquired by Federal ‘Aviation Flegulation ( FAR ) and also Joint Airworthinoss Requirements ( JAR.) or regulation from another country. For aircraft component that may safe during aperation is a safe life condition and for aircraft component that stil to be operated in safe condition although its has.a failure in itas.a fail safe concition. ‘The mathod in connection with component fatigue Ife.as long as its operational is the sum of number of load cycle ratio and the fraction of fatigue Me used up, So that aircraft component operational ite may vo connected with its sscattar factor. Keywords : Scatter factor, sate lite, fail sale design xi Juma Riset Indust, Vol. IV No. 1, 2010: 1-16 KAJIAN KESIAPAN PEMBERLAKUAN SECARA WAJIB STANDAR MAINAN ANAK-ANAK STUDY OF READINESS OF THE COMPULSORY IMPLEMENTATION OF TOYS STANDARDS: Eddy Herjanto dan Dwinna Rahmi (Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Jakarta) eddy-bppi@ kemenperin.go.id ABSTRAK Mainan anak-anak (toy) merupakan benda yang berhubungan erat dengan Kesehatan anak-anak, sebagal konsumen utama. Banyak kecelakaan terjadi karena sebagian produk mainan anak mengandung bahan erbahaya buat Kesehatan alau Karena salah menggunakan produk mainan tersebut. Karena berpotensi menimbuikan kecelakaan, maka boberapa negara telah memberlakukan standar sebagai persyaratan teknis agar produk itu dapat diedarkan i negara tercebut Indonesia bermaksud memberlakukan penerapan standar mainan anak secara wajib. Namun, agar penerapan tersebut dapat efektif, perlu didahului dengan kajjan agar pemberlakuan wajib tersebut tidak mengalam) masalah. Tujuan peneittian iniialah untuk mengetahui kesiapan SNI, produsen mainan domestik, dan lembaga penilaian kesesuaian (LPK) terkait dengan rencana pemberlakuan wajib SNI Mainan Anak-anak. Kesiapan SNI dilakukan dengan menganalisis ketersediaan SNI yang sesual dengan standar yang diacu secaa inlomasional, Kesiapan produsen dlanalisis dar jawaban kuesioner yang disebarkan pada 7 perusahaan mainan anak, cilengkapi dengan hasil uj terhadap 20 jenis produk mainan anak, dari borbagat tine mainan dan skala industri, temhadap-persyaratan standar. Kesiapan LPK ditinjau dari data KAN dan kuesioner yang disebarkan kepada 50 lembaga sentiikasi dan laboratorium uj, Hasil pensltian menunjukkan, Indonesia dapat dianggap memilki kesiapan standar. Meskipun harus menunggu selesainya revisi Standar Nasional Indonesia (SNI) yang sekarang berlaku, SNI révisi tersebut lebih Sesuai dengan persyaratan interasional, tersedia dalam bahasa Indonesia sehingga mudah dipahami dan diakses. Hasil uli produk menunjukkan sebagian besar produsen memiliki kesiapan dalam menerapkan standar, meskipun diperiukan pembinaan bagi kalangan industri kecil, Dari sisi LPK, terdapat 2 laboratorium uji yang mampu menguji semua olemen dalam standar, beberapa laboratorium uji lain mampu secara parsial. Narnun pada saat ini belum ada lembaga sertifikasi produk untuk mainan anak yang terakreditasi. Secara umum, dapat disimpuikan Indonesia siap menerapkan SNI mainan anak secara waj Kata kunei - SNI, mainan anak, pemberlakuan penerapan secara wajib ABSTRACT Atoy is an object which has close relationship with child safely, a8 its primary consumer. Many accidents were happen to the children due to some toys contain dyestull or other chemical materials which harm for safely and due to misused, not apply to the age concem. Since toys may create accident for the children, several countries has obliged their standards as a technical requirement for the praduet to comply if they want to be marketed in the country. Indonesia plans to implement the toys standards. Howaver, far the effectiveness of the implementation, itis needed to conduct a prior research in order to the mandatery Implementation can work well. The purpose of this research is to know the readiness of the SNI, the capability af focal toys producers, and conformity ‘assessments bodies concemed in the mandatory implementation of toys standards, “The readinass of SNI was conducted through analyzing the availability of SNI compare to Intemational reterence. “The capability of local producers was analyzed from questionnaire submitted to 75 toy companies in addition to test regulls of 20 products obtained {rom several types of toys as well as several types of industries. While, the readiness of conformity assessment bodies was analyzed from KAN's data 45 well as questionnaire obtained from 50 testing laboratories and certification bodies, The research shows that Indonesia National Standard is ready for the implementation, after itis being revised. ‘The new version of SN will more appropriate tar international purposes, besides it is publicized in Indonesia language, as well as easy io access. The result of the product tosts show that majority of the producer may comply the standards requirements, means they are: ready for the proposed regulation. Although, the toys small scale industries need to be developed intensively. From the conformity assassmont body (CAB) sides, they are two testing laboratories which are able 1o canduct the whole test elements of the standard, while ‘some of the testing laboratories may corkluct partially. However, in the meantime there is no product certification body (USPro) accredited tor this product. In general, Itcan be summarized that Indonesia is in the position ready to implement toys standard compuisonily. Keywords : SMI, toys, mandatory application Kajian kesiapan pemberiakuan secara Walid... (Eddy Herjanto) PENDAHULUAN Latar Belakang Mainan anak-anak (foy) merupakan suatu ‘obyek untuk dimainkan. Bermain (play) sendiri dapat diartikan sebagai interaksi dengan orang, ewan, atau barang (mainan) dalam konteks pembelajaran (learning) atau rekreasi (Wikipedia, 2009). Mainan dan bermain merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran bagi anak-anak untuk mengenal dunia dan tumbuh dowasa. Seorang anak menggunakan mainan untuk menemukan identitas, mempelajari sebab dan akibat, Mengembangkan hubungan, dan memprak- tekkan kemampuan mereka. Mainan tidak sekedar alat untuk bermain, lebih dari sekedar bersenang-senang, karena mainan dapat berpengaruh terhadap aspek kehidupan. Mainan anak-anak merupakan jenis barang yang berhubungan erat dengan kesehatan anak-anak. Aibuan kecelakaan terjadi pada anak-anak karena produk mainan. Sebagian besar karena salah menggunakan produk mainan tersebut, karena ketidaktahuan anak yang memainkannya, atau karena produknya yang memang tidak aman bagi anak-anak Berbagai informasi menyebutkan bahwa produk mainan anak-anak banyak yang dibuat dengan menggunakan bahan pewama atau bahan kimia lain yang berbahaya bagi kesehatan (Antara news, 2008; Kapaniagi.com, 2008). Dalam beberapa produk mainan anak-anak juga terdapat partikel-partikel kecil yang ber potensi tertelan anak-anak, mengandung unsur timbal yang dapat mengganggu kesehatan, menyebabkan insiden kekerasan yang sangat berpengaruh pada kondisi kejiwaan, atau menggunakan bahan-bahan bekas yang tidak berguna (Eramustim.com, 2008). Karena berpotensi menimbulkan kecelakaan bagi anak-anak, maka banyak negara telah Memberlakukan penerapan walib terhadap standar mainan anak sebagai persyaratan teknis untuk produk itu dapat diedarkan di negara tersebut, Beberapa negara yang telah memberlakukan penerapan wajib tersebut antara lain: China, Korea Selatan, Jepang, Jordania, Kenya, Nigeria, Qatar, Argentina, Brasil, Chili, Colombia, Meksiko, Belanda Swiss, dan Uni Eropa. Indonesia sampai saat ini belum menerapkan SNI mainan anak-anak secara wajib, namun berbagai pihak telah menyampaikan usulan untuk segera diberlakukannya standar terkait 2 Standar adalah dokumen yang memuat ketentuan dan/atau karakteristik dari suatu produk yang dibuat secara konsensus dan ditetapkan oleh lembaga berwenang. Standar Nasional Indonesia (SNI) dibuat oleh pemerintah Indonesia sebagai standar nasional hasil konsensus para pemangku kepentingan. Penerapan SNI, seperti halnya standar lain, pada prinsipnya dilakukan secara sukarela, khususnya dipergunakan oleh produsen sebagai acuan dalam pengendalian mutu inter- Nal, atau untuk kepentingan promosi bahwa produk terkait memiliki Kualitas yang baik/ terjamin. Penerapan standar dapat bersifat wajib manakala menyangkut kesolamatan, kesehatan, keamanan, atau kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pemberlakuan standar secara wajib ditetapkan oleh Menteri teknis terkait dengan mempertimbangkan berbagai faktor, yaitu kesiapan standar yang bersangkutan, Kesiapan industri dalam negeri, kesiapan infrastruktur teknis penilaian kesesuaian, dan kesiapan pengawasan oleh pemerintah, serta tidak bertentangan dengan kesepakatan internasionat. Penerapan SNI secarawajib memerukan kajian kesiapan infrastruktur terlebih dahulu agar dapat socara efektif diterapkan di lapangan. Bolajar dari pengalaman sebelumnya, Kementerian Perindustrian selaku pembina industri mainan anak-anak perlu mempelajari kesiapan infrastruktur penilaian kesesuaian sebelum memutuskan pemberlakuan oenerapan SNI secara wajit) terhadap standar mainan anak. Perumusan Masalah Pokok permasalahan yang melatarbelakangi periunya diadakan penelitian ini, ialan: © Tingginya kecelakaan pada anak-anak yang disebabkan karena produk mainan anak~ anak yang mengandung bahan berbahaya buat Kesehatan © Banyaknya produsen yang tidak menyadari Penggunaan bahan dasar atau bahan pembantu yang berpotensi bahaya bagi keselamatan anak © Banyaknya produk impor yang menguasai pangsa pasar domestik, berharga rendah, namun diragukan kualitasnya * Tidak diketahuinya kesiapan infrastruktur standarisasi dalam pemberlakuan Penerapan standar secara wajib, Jurnal Fiset Industri. Vol. IV No. 1, 2010: 1-16 Tujuan Penelitian Tujuan penolitian ini ialah untuk mengetahui kesiapan SNI, produsen mainan domestik, dan lembaga penilaian kesesualan terkait dalam rangka pemberlakuan wajib SNI Mainan Anak- anak. Pemberlakuan SNI yang tidak didahului dengan kajian kesiapan dapat menyebabkan tidak 6fektifnya penerapan standar tersebut, misalnya matinya industri lokal karena tidak mampu memenuhi persyaratan stander, terganggunya rus masuk barang impor karena keterbatasan: laboratorium uji, mahalnya biaya sertifikasi karena terbatasnya lembaga yang berwenang, mengeluarkan sertifikasi, banyaknya barang sub-standar yang beredar di pasar, dan lain- lainnya TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Pengelompokan Mainan Anak Mainan anak dapat didefinisikan sebagai setiap produk atau material yang dirancang atau dengan jelas diperuntukkan digunakan oleh anak dengan usia 14 tahun ke bawah untuk bermain, baik untuk penggunaan normal maupun kemungkinan penggunaan yang tidak wajar sesuai dengan kebiasaan seorang anak. Mainan anak yang dimaksud torbuat dari bahan dasar dan zat yang ditambahkan serta harus memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, keamanan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Terdapat berbagal kriteria pengelompokan mainan anak. Pengelompokan mainan anak berdasarkan umur penggunanya ialah: @ Mainan anak untuk usia 0 - 18 bulan. © Mainan anak untuk usia 18 - 36 bulan ‘© Mainan anak untuk usia 36 - 96 bulan, © Mainan anak tanpa klasifikasi usia, ‘Sementara itu, pengelompokan berdasar-kan Ibentuk phisik ialah ‘© Soft toys (mainan yang berisi bahan yang lunak) @ Hard toys (mainan dari bahan yang keras seperti kayu, plastik, metal, dll) # Mainan elektrikal (mainan yang digerakkan dengan listrik, baterai). Pengelompokan lainnya, berdasarkan fungsi dan penggunaannya ialah mainan rakitan; miniatur dari boneka, hewan, kendaraan; puzzle; mainan yang melibatkan aktivitas fisik; dan mainan koleksi. Selain dari itu, mainan anak juga bisa dikelompokkan berdasarkan kriteria bahan baku utama yang digunakan, misalnya: kain, karet, plastik, logam, kayu, batu, kulit, kertas, atau Sorat gelas. Dampak Mainan pada Keselamatan Anak Mainan memiliki dampak terhadap pengguna- ya, khususnya anak-anak sebagai kelompok yang sangat rentan terhadap resiko bahaya penggunaan mainan, baik karena bentuknya bahaya akibat bahan kimia. Contohnya, anak usia di bawah tiga tahun memiliki kecende- rungan untuk memasukkan barang-barang yang ada dalam genggamannya kedalam mulut, dapat menyebabkan tertelan, keracunan, atau kerusakan fisik akibat benda yang ada dalam mainan itu atau bahan berbahaya yang digunakan dalam mainan. Mainan juga dapat menyebabkan efek sakit, karena bersentuhan dengan kulit, mengenai mata, atau terhirup. Kemungkinan terdapatnya zat-zat kimia organi maupun anorganik dari atau dalam mainan alaupun bahan bakunya sangat tinggi, yang ‘dapat menimbulkan bahaya racun yang bersitat karsinogenik, mutagenik, atau teratogenik, Bahaya terhadap mainan anak yang mengandung bahan berbahaya atau berpotensi menimbulkan bahaya sudah lama diketahul or- ang, Berbagai negara telah melakukan tindakan pencegahan dan bahkan menarik dari peredaran produk mainan yang diketahui menimbulkan masalah, China merupakan salah satu negara yang produksi mainannya sering bermasalah. Sebagai contoh, Fisher-Price suatu perusahaan mainan Amerika Serikat, menarik hampir satu juta mainannya yang dibuat oleh Cina, menyusul kekhawatiran tingginya kandungan timbal dalam cat untuk mainan tersebut (detikFinance, 2009) Sebelumnya, importir mainan Gina, RC2 Corp juga menarik 1,5 juta produk mainan kayunya menyusul dugaan tingginya kandungan timbal dalam catnya. Kandungan timbal itu berbahaya bagi anak-anak karena bisa menyebabkan kelainan otak dan darah. Asosiasi Penggiat Mainan Edukatif dan Tradisional Indonesia (APMETI) menemukan 3 Kajian kesiapan pemberlakuan secara Wali... mainan Gina yang beredar di indonesia 80 Persen mengandung fogam berat dan racun, Mainan-mainan dari Cina yang beredar ci cirinya adalah sebagian besar terbuat dari plastik seperti bola, mobil-mobilan dan boneka, dan umumnya harganya lebih murah 50 persen dan beratnya lebih enteng dari produk buatan loka Kelemahan produksi China ini diakui oleh pemerintah China, Sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Adminsitrasi Umum Pengawasan Kualitas, Pemeriksaan dan Karantina China (AQSIC), menyebutkan lebih, dari 20% mainan anak-anak dan bayi di China di bawah standar (kapanlagi.com, 2008). AQSIQ telah memerintahkan dua perusahaan mainan anak-anak di Guangdong untuk menarik sejumlah produknya disebabkan gag memenuhi standar keamanan (Antara News, 2008). Banyak pabrikan menggunakan sejumlah bahan-bahan yang tidak berguna, ‘seperti bulu-bulu halus karpet yang kotor, kertas dan kotak mi instan bekas, banyak ditemukan di dalam beberapa mainan di sejumiah pabrik di Provinsi Hebei, dan menjuainya ai bawan harga pasar. Mainan anak-anak tersebut mengandung bakteri atau berbagal virus yang menyebabkan anak-anak mengalami gatal jika mereka menyentuh dalam jangka pendek, atau bisa menimbulkan penyakit untuk jangka panjang. Sejumiah mainan memiliki bagian yang dapat dengan mudah menyebabkan potens! terjadinya Iuka bagi anak-anak, kata laporan tadi, sekaligus menambahkan bahwa bisa menyebabkan sakit atau kematian bagi anak-anak akibat rendahnya kualitas mainan tersebut. Sementara itu, penggunaan mainan juga menyebabkan berubahnya perilaku anak-anak. Irak mengeluarkan undang-undang yang melarang impor pistol mainan untuk anak-anal karena pistol mainan itu dianggap mendorong anak-anak Irak untuk melakukan kekerasan (eramuslim.com, 2008). Anak-anak di Irak sudah terlalu banyak menyaksikan tindak kekerasan yang disiarkan televisi, mereka memain-kannya dalam video game, dan mereka mendengar orang tua mereka membicarakan soal kekerasan setiap hai Anak-anak tidak membedakan antara pistal mainan dengan kenyataan, Mereka memainkannya tanpa tahu realitas dari 4 (Eddy Herianto) kekerasan atau pembunuhan. Pistol mainan anak-anak yang banyak beredar di Irak, kebanyakan adalah barang impor dari China. Menurut para pedagang mainan di Neg 1001 Malam itu, pistol mainan menjadi mainan yang paling banyak diminati anak-anak Irak baik anak perempuan maupun laki-laki Pistol mainan yang paling laku keras adalah Jenis pistol MP7Al karena bentuknya mirip pistol yang sering dilihat anak-anak dalam film- film Amerika, Dampak negatif dari mainan anak yang mengandung bahan berbanaya dan enggunaan yang salah juga terjadi di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Untuk itu perhatian perlu diberikan kepada produk mainan yang beredar di pasar lokal, untuk mencegah terjadinya dampak negati! dan potensi bahaya yang tidak diinginkan. Tanggungjawab beredarnya produk yang bermutu rendah, terutama yang berpoten: menimbulkan bahaya kecelakaan/ kesehatan adalah tanggungjawab bersama, tidak saja oleh produsen sebagai pembuat barangnya, yang harus mengedepankan etika dibandingkan keuntungan bisnisnya, tetapi juga oleh pemerintah sebagai regulator dan pembina industri dan perdagangannya. Perdagangan Produk Mainan Anak Mainan anak merupakan salah satu jenis produk yang banyak diperdagangkan, baik di pasar ‘domestik maupun internasional. Jumlah industri yang bergerak di bidang mainan anak sangat besar terutama di skala industri kecil dan menengah. Indonesia dengan populasi lebih dari 220 juta penduduk mempunyai potensi yang sangat besar dalam pasar mainan anak, Menurut data dari Departemen Perindustrian (2008), industri mainan skala menengah ke atas berjumlah 122 perusahaan tersebar di berbagai propinsi dengan Jawa Barat dan Banten sebagai propinsi dengan jumlah industri terbanyak, Selama periode 2004 sampai dengan 2008, nilai produksi rata-rata berada pada kisaran Rp2.7 {rillun rupiah per tahun. Industri ini menyerap. tenaga kerja Sebanyak 59.368 orang pada tahun 2008. Jika ditambah dengan sektor usaha kecil dan rumah tangga, nilai-nilai di atas akan berjumlah jauh lebih besar. Nilai perdagangan intermasional Indonesia selama periode 2004- 2008 dapat dilihat dalam Tabel 1 berikut, Jumal Riset Industri VolL IV No. 1, Tabel 1. Nilai Ekspor dan impor Produk Mainan Anak, Periods 2004-2008, Tahun Nilai Ekspor | Nilai inspor (US$ 000) (uss 000) 2004 161,956 BAST? 2005 198.327 53.581 2006 157,860 66,890 2007 188,561 80,753 2008 201,880 122,189 ‘Sumber: Departmen Perindustrian (2003) dioiah Data di atas merupakan data perdagangan intemasional produk mainan anak secara agregat. Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa nilai ekspor produk mainan anak mengalami penurunan, ‘selama periodle 2004-2006 dan meningkat kembali sejak 2007. Di sisi lain, nial impor mainan anak juga sedikit mengalami penurunan selama, pertode 2004-2005, namun meningkat tajam mulal tahun 2008. sehingga hanya produk yang memenuhi syarat yang dapat masuk ke pasar domestik. APMETI menyebutkan bahwa impor mainan Gina naikterus pertahunnya, di samping banyak yang masuk lewat jalur ilegal (detikFinance, 2009). Perusahaan jenis. mainan umum pada tahun 1991 berjumlah 70 perusahaan, namun pada tahun 2007 hanya tinggal 15 perusahaan karena bangkrut terkena serbuan mainan Gina, Diantara perusahaan yang bertahan, lima diantaranya berstatus Penanaman Modal Asing (PMA), salah satunya ialah Mattel yang Merupakan produsen boneka “Barbie”. Mainan anak juga merupakan salah satu industri yang menjanjikan (promising commodity) bagi Indonesia, oleh karena itu keberadaan dan perkembangannya periu dijaga dengan baik, Tabel 2 berikut menunjukkan berbagai posisi industri mainan anak diantara komodit lain, khususnya di sektor industri aneka. ‘Tabel 2, Posisi Mainan Anak diantara Komoditi Industri Aneka, Tahun 2008 No] denis Komnoditr investas! Tenaga Kena Tmpor Ekspor Produksi (uta Fe) | (rang) (RibuUSS) | (RibuUSs) | (Milar Rp) 1. | Alas kaki 4.191.063 943.597 te2141 | 1.885.473 28.910 2. | Penyamakan kulit 1.200.000 6050 167.155 158.343 1.845 9, | Alat musik 4.007.121 6389 147.087 428.600 2203 4. | Mainan anaic 996.396 59.368 122.159 201.860 2658 5. | Alatolahraga 463.573 6.268 39.066 eo.g6s 728 6. | Barang jadi kulit 282.488 144219 81.047 180.383 4.605 7._| Kacamata 241.873 9.638 87.663 140,663 4.260 ‘Sumber: Gepartemen Perindustrian (2008) diolah Secara relatif, ekspor mainan anak Indonesia mengalami pertumbuhan yang lebih kecil dibanding impornya. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagal faktor, misalnya daya saing produk kita yang melemah, desain yang kurang kreatif, atau kuatnya usaha pemasaran importir yang mampu menembus berbagai pasar domestik. Namun, banyak juga pendapat yang me-ngatakan, produk mainan anak Indonesia kalah bersaing Karena produk impor menggunakan bahan baku/pembantu bekas atau berkualitas rendah dan menggunakan zat ‘wama yang murah narnun berbahaya sehingga berbiaya rendah, dan mampu menembus pasar domestik. Apapun isunya, pertumbuhan nilai impor telah melebin’ nilai ekspor, Hal ini peru dicegah dengan perberiakuan reguiasi teknis, Perkembangan Standar 4. Standar Internasional 1SQ merupakan salah satu standar intomasional yang banyak diacu oleh berbagai pihak, ISO, sebagai organisasi standarisasi internasional, memiliki panitia teknis yang khusus menangani standar mainan anak-anak yaitu ISQITC 181. TC (technical committee) bertungsi melak-sanakan perumusan standar mainan anak yang menyangkut kesehatan khususnya dalam aspek mekanik, kimia, dan ‘tahan bakar, di luar aspek elektrik yang telah ditangani IEC (/ntemational Electrotechnical Commission). Jurmiah standar terkait dengan mainan anak saat ini berjumlah 3buah, seperti terlinat dalam Tabel 3. Saal ini sedang dilakukan, perumusan lima buah standar dan satu revisi. 5 Kajian kesiapan pombertakyan secara Walid.-.n.. (Eddy Herianto) Tabel 3. Daftar Standar ISO tentang Mainan Anak tyaspeets related to mactan- ccatand pysicalproperties ‘Sately of toys — Part 2: Flam- ability \soa124-2:2007 1s0.8124-1: 1997 | Safety oftoys—Partt Migra- tion ofcentain elements Di tingkat intemasional terdapat beberapa standar, selain ISO, dan reguiasi teknis tentang mainan anak yang banyak digunakan dalam produksi dan perdagangan, antara lain: ‘* US Consumer Product Safety Commission (US-CPSC), versi 14 Okt 2008 © American Society for Testing and Material (ASTM) F963-08, A Standar Consumer Saiety Spesification on Toys. © European Standard (EN) 71, Tey Safety Standards @ EU Salely of toys directive, 2009/48/EC © Canadian Hazardous Products ( Toys) Regulations, CRC c9a1 Diantara standar tersebut, yang pemakai-annya sangat luas ialah EN 71, yang dihasilkan oleh ‘CEN (European Committee for Standardiza- tion), dan secara prinsip berlaku di semua anggota Uni Eropa. 2, Standar Nasional Pada saat ini, SNI khusus tentang mainan anak- anak terdapat sebanyak 4 buah, yait © SNI 12-6527.1-2001 (Spesifikasi sifat fisis dan mekanis) © SNI12-6527.2-2001 (Spesifikasi sifat mudah terbakar) ® SNI12-6527.3-2001 (Spesifikasi perpindah- an unsur/elemen-elemen tertentu ¢ SNI 12-6527.4-2001 (Spesifikasi peralatan percobaan kimia dan aktivitas terkait) Standar diatas disusun dengan mengacu pada nilai parameter uji dari metode uji di EN- 71:1988, CPSG:1989, dan ASTM F-963;1991. 6 Spesifikasi yang digunakan terdici dari © Spesifikasi sifat fisis dan mekanis @ Spesifikasi untuk sifat mudah terbakar * Spesifikasi untuk perpindahan unsur/ elemen-elomen tertentu. Kombinasi nilai parameter uji yang digunakan diambil berdasarkan nilai yang optimal dari ketiga acuan yang dipakai, misainya bila ada perbedaan besamnya nilai parameter uli tarik maka nilai yang terbesar diantara ketiga acuan yang diambil dan sebaliknya bila ada nilai batas minimal kandungan suatu logam yang dapat diizinkan maka diambil nilai yang terkecil dari ketiga acuan, dengan pertimbangan bahwa bila produk Indonesia dipasarkan ke negara yang memberlakukan standar berdasarkan salah satu dari ketiga acuan tersebut maka SNI past! dapat diterima karena syarat-syaratnya dapat terpenuhi semua. Kombinasi ketiga standar tersebut menetapkan ketentuan batas migrasi atau ketentuan jumlah maksimum terhadap 8 (delapan) elemen logam berat Sb, As, Ba, Cd, Cr, Pb, Hg dan Se, dan dilakukan hanya terhadap kandungan solubel elemen sala. Peralatan utama untuk pengujian kimia ditentukan dengan analisa menggunakan Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS). Pada tanun 2005 dilakukan perumusan revisi SNI dengan memperhatikan perubahan yang terjadi pada ASTM F-963:1998, EN-71:2001 dan menambahkan 1S0-8124:2000 sebagai acuan. Pengujian fisika, mekanika dan yji bakar tidak mengalami perubahan, namun dalam penguiian kimia selain uji kandungan solubel untuk elemen Pb juga dilakukan uii kandungan elemen total. SSN ini (untuk selanjutnya akan disebut RSNI 2005) belum ditetapkan menjadi SNI oleh BSN, namun dengan adanya perkembangan perubahan yang sangat signifikan pada standar yang diacu, pihak Panitia Teknis telah menyusun RSNi baru. Saat ini sedang dilakukan adopsi total pada EN 71:2008 dan amandemennya. RSNI yang terbaru ini (untuk selanjutnya akan disebut ASNI 2010, karena diperkirakan selesai pada tahun 2010) akan moliputi 11 bagian yaitu: 1) Spesifikasi untuk sifat fisis dan mekanis 2) Spesifikasi untuk sifat mudah terbakar 3) Spesifikasi untuk perpindahan unsur/ elemen-elemen tertentu Jumal Riset Industri. Vol. IV No. 1, 2010: 1-16 4) Spesifikasi untuk peralatan percobaan kimia dan aktifitas yang terkait 5) Spesifikasi untuk penggunaan kimia dalam mainan (set) selain untuk mainan ‘eksperimen 6) Spesifikasi untuk penggunaan label untuk umur, 7). Spesifikasi untuk penggunaan dengan jari atau tangan 8) Spesifikasi untuk mainan luncur, ayunan atau aktifitas lainnya dalam rumah atau luar rumah 9) Spesifikasi kimia organik tertentu 10) Kimia organik tertentu: preparasi contoh ui dan ekstraksi 11) Kimia. organik tertentu: matoda analisa. Parameter uji fisika berkembang dan lebih diperdalam, sedangkan dalam. parameter uji kimia terdapat 90 elemen yang dikelompokkan dalam sembilan kelompok besar dengan masing-masing kelompok terdiri dari beberapa parameter uj. Peralatan yang diperiukan juga sudah berkembang, untuk uj fisika. mekanika dipertukan antara jain alat uji suara, uji sepeda, ‘uji mainan seluncuran, uji mainan ayunan, dan lain-lain, sedangkan untuk uji kimia, selain AAS dipertukan juga alat HPLC, GC-MS, LC-MS- MS, dan ICP-MS, Regulasi Teknis Mainan Anak-Anak 1. Landasan Hukum SNI Wajib Regullasi teknis dibuat oleh suatu negara agar persyaratan yang mencakup suatu produk, atau ketentuan teknis yang berhubungan dengan ‘suatu produk diterapkan secara efektif di suatu negara. Regulasi teknis dapat dibuat oleh pemerintah atau berdasarkan suatu standar nasional yang telah disepakati oleh pelaku usaha terkait (Herjanto, 2009), Artikel 20 GATT (General Agreement on Tariff and Trade) mengijinkan pemerintah menggunakan standar dalam regulasi taknis dalam rangka melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan/ binatang atau tumbuhan, dengan tidak membeda-bedakannya dengan produk yang borasal dari luar negeri. Berdasarkan ketentuan di atas, maka pokok- pokok pikiran panerapan SNIsecara walib dapat siuraikan sebagai berikut: * Suatu kebijakan yang mengikat banyak pihak akan berlaku efektif bila kebijakan tersebut dirumuskan dalam suatu aturan yang jelas dan pasti tidak berpihak pada kepentingan tertentu. © Hukum dan peraturan yang mengikat sangat penting sebagai dasar untuk pijakan semua pihak dalam mengemban sebuah tugas serta membagi hak dan wewenang sebagai pihak yang terikat dalam peraiuran tersebut. Hal yang sama juga berlaku untuk kebijakan penerapan dan pemberlakuan SNI Wajib terhadap sebuah produk. Pada saat ini landasan hukum pemberlakuan dan penerapan SNi Wajib mengacu pada peraturan pemerintah No,102 tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional. Aturan tersebut juga menjadi dasar sistem standarisasi di Indonesia, Peraturan Pemerintah No.102 tahun 2000 merupakan landasan kebijakan dan sistem standar di Indonesia. Dalam pelaksa-naannya, aturan diurai kembali ke dalam berbagai peraturan yang bersifat teknis pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Kementerian berupa Peraturan Menteri, Surat Keputusan Bersama, dan Surat Edaran. Kajian terhadap regulasi ‘eknis peru dilakukan untuk metihat secara utuh gambaran kebijakan dan implementasi di lndo- nesia, yaitu antara lain © Peraturan Menteri Perindustrian No.86 ‘tahun 2009 tentang Standar Nasional Indo- nesia Bidang Industri Permen ini pada intinya mencakup ketentuan umum, perumusan dan penerapan SNI, pemberlakuan SNI/ spesifikasi teknis secara wajib di bidang industri, dan penunjukan lembaga peniiaian kesesuaian dalam rangka penerapan SNI wali di bidang industri, © Peraturan Menteri Perdagangan No.14 tahun 2007 tentang Standarisasi Jasa dan Bidang Perdagangan dan Pengawasan SNI Wajito Peraturan Menteri Perdagangan tersebut menjadi dasar regulasi teknis untuk SNI Wajib terutama untuk pengawasan mutu arang yang beredar. Kajian kesiapan pemberiakuan secara wajb, 2. Peraturan lain terkait dengan SNI Wajib © UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian @ UU No. 7 tahun 1994 tentang WTO UU No, 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen * UUN6o.17 tahun 2006 tentang Kepabeanan 3. Kelembagaan Penerapan SNI secara ‘Wajit Proses perumusan, pelaksanaan, pengawas- an dan evaluasi kebijakan terutama yang terkait dengan kepentingan publik tidak lepas dari peran pemerintah baik pusat maupun daerah serta berbagai pihak yang terikat dan merasakan dampak penerapan SNI Wajib. Poran masing-masing stakeholder yang terlibat dalam standarisasi secara garis besar dibac beberapa fungsi utama yaitu: 1) Fungsi regi lator, yaitu lembaga perumus berbagai kebijakan nasional maupun lembaga yang menyusun regulasi teknis torkait dengan aturan dan prosedur pelaksanaan kebijakan, contoh; Badan Standarisasi Nasional (BSN), dan Komite Akreditasi Nasional (KAN); 2) Fungsi implementor yaitu pelaksana kebijakan baik untuk instansi teknis maupun produsen dan berbagai pihak terkait untuk melaksanakan kebijakan standarisasi, conton: Pusat Standarisasi Kementerian teknis, dan Bea & Cukai: 3) Fungsi Pembina y Lembaga atau berbagai pihak yang terlibat dalam pembinaan, pengawasan maupun bertugas untuk mengevaluasi kebijakan yang diterapkan, contoh: Instansi Teknis, dan Lembaga Pelatihan, METODE PENELITIAN Kerangka konseptual Kerangka kenseptual menjelaskan pola pikir dalam bentuk langkah-langkah kegiatan utama, sebagai berikut 1) Populasi sasaran Populasi sasaran dijabarkan sebagai berikut: = Elemen; pihak-pihak yang berkepen-tingan dan menentukan dalam pelaksanaan penerapan SNI ® Unit uji: perusanaan/iembaga (Eddy Herjanta) ® Tingkatan: Indonesia; untuk observasi diwakili oleh sebelas kata besar dan sekitarnya, yaitu Medan, Batam, Serang, Jakarta, Bogor, Bekasi, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, dan Bali ® Waktu: Juli — September 2009 * Bingkai sampling: Direktori APMI, buku telepen, dan Direktori KAN © Teknik sampling: random (kuesioner) dan convenience (sampel uji). Instrumen penelitian menggunakan dua jenis. kuesioner, yaitu untuk industri (pelaku usaha) dan untuk lembaga penilaian kesesuaian (LPK). Instrumen untuk pelaku usaha disebarkan kepada 75 perusahaan mainan anak yang menjadi anggota asosiasi (APMI), secara ran- dom. Kuesioner untuk laboratorium uj/lembaga sertifikasi diperaish secara random dari data yang ada pada Komite Akreditasi Nasional (KAN). Pengambilan sampel produk akan dilakukan secara convenience terhadap 20 unit produk yang berasal dari berbagai perusahaan mainan anak-anak. Terhadap sampel produk dilakukan pengujian di Balai Pengujian Mutu Barang Eksper dan Impor, Komenterian Perdagangan. Tujuan pengujian produk ialah untuk mengotahui kesesuaian produk terhadap standar mutu yang dipersyaratkan. Pengujian produk menggunakan ketentuan dalam SNI '6527.1-3:2001 plus (dikenal juga sebagai RSNI 2005). 2) Pengumpuian data Tahap kegiatan berikuinya ialah polaksanaan pengumpulan data, yang dilakukan melalui studi pustaka dan observasi lapangan, Studi literatur (pustaka) mencakup berbagal informasi tertulis. untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan mainan anak-anak, baik informasi keadaan lokal maupun intemasional. Studi iteraturdilakukan melalui media elektronik, publikasi ilmiah, ataupun media cetak. Sumber informasi ini sangat tidakgterbatas dan merupakan salah satu bagian penting dalam perolehan data. Publikasi tertulis dari Kementerian Perindustrian dan KAN merupakan sumber informasi yang banyak dipelajari dalam penelitian ini, Studi literatur diarahkan untuk memperolen gambaran tentang standar dan regulasi teknis terkait. ‘Studi lapangan (observasi) berupa kunjungan ke porusahaan, laboratorium uji, lembaga sertifikasi, dan prominent person. Studi observasi dilakukan untuk mendapat-kan data/ informasi tentang mainan anak, yang tidak tortulis dalam kuesioner, menjaga kemungkinan kuesioner tidak dijawab karena berbagai kemungkinan, serta untuk mendapat-kan contoh/sampel langsung dari industri. Studi lapangan dilakukan terhadap industri yang berada di kota utama di Indonesia Sumber data lain dalam penelitian ini ialah asosiasi produsen. Informasi dari asosiasi khususnya menyangkut data produsen dan Kondisi serta harapan yang diinginkan oleh asosiasl yang mewakili unsur-unsur produsen tentang perdagangan produk mainan anak di Indonesia, permasalahan, dan kondisi pembinaan dan pengawasan yang dilakukan pemerintah. Terdapat dua asosiasi yang menjadi sumber informasi dalam penelitian ini, yaitu APMI (Asosiasi Pengusaha Mainan Indonesia) dan Asosiasi Penggiat Mainan Edukatif dan Tradisional indonesia (APMETI). Observasi lapangan juga mencakup wawancara langsung kepada stakeholder standarisasi, antara lain direktorat teknis di pusat dan daerah. Sebagai regulator yang menentukan perlu tidaknya dilakukannya pemberlakuan secara wait SNi mainan anak, ‘ebsarvasi akan memberikan masukan terhadap reneana dan langkah-langkah yang telah dilakukan Direktorat dan Pemda dalam pembinaan dan pengawasan produk tersebut. 3) Forum group discussion Berupa seminar hasil penelitian yang mengundang para stakeholder. Seminar dimaksudkan untuk menyampaikan hasil penelitian dan mendapal tanggapan akhir dari para stakeholder. Seminar ini dihadiri juga oleh unsur Panitia Teknis Mainan Anak, sebagai pihak yang menyusun SNI. Kriteria Kesiapan Suatu produk atau komoditi dianggap siap untuk penerapannya diberlakukan secara Walib jika memenuhi kriteria sebagai berikut: 4) Standar (atau dokumen teknis) yang akan diacu telah ada, tersedia dalam bahasa Indonesia, dan mudah untuk diakses. Standar harus dalam bahasa nasional agar semua pihak, khususnya industri skala 2) 3) sharnal Rist Industr, Vol. IV No. 1, 2019: 1-16 kecil dan menengah dapat dengan mudah mengerti ketentuan yang dipersyaratkan dalam standar/dokumen teknis. Ke- mudahan akses dimaksudkan untuk menjamin semua pinak dapat mendapat- kan dokumen dengan mudah tanpa ada kewajiban pemenuhan hak kepemilikan intelektual dan sebagainya yang dapat menyebabkan sulitnya memperoleh standar, Mengakui standar internasional sebagai standar nasional (mengendorse) bisa saja dilakukan untuk kemudahan dalam penyusunan standar, tetapi mengadopsi standar lebih baik, karena faktor bahasa dan ketersediaan standar seperti dijelaskan di atas. . Mayoritas produsen domestik mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan sposifikasi yang terdapat dalam dokumen yang diacu. Ketentuan ini untuk menghindari masalah domestik, misalnya matinya industri lokal karena tidak mampu memenuhi persyaral- an standar, berkurangnya pangsa pasar produk domestik karena kalah bersaing dengan produk luarnegeri yang memenuhi mutu, dan sebagainya, Lembaga penilaian kesesuaian, khususnya jaboratorium uji, lembaga sertifikasi lembaga penilaian sistem mutu, dan lembaga sertifikasi produk tersedia dan diperkirakan mampu memenuhi permintaan industri. Ketentuan ini juga untuk menghin dari tidak efektifnya penerapan standar karena terganggunya arus masuk barang impor karena keterbatasan laboratorium uji, mahalnya biaya sertifikasi karena terbatasnya lembaga yang berwenang mengeluarkan sertifikasi, dan lain-lainnya. Jika semua kriteria ini telah dipenuhi, maka pihak regulator dapat menyiapkan suatu draft regulasi teknis untuk kemudian dinotifikasikan ke semua anggota WTO melalui sekretariat WTO di Jenewa, seria mempersiapkan petunjuk teknis tentang pembinaan dan pengawasan untuk industri dan perdagangan barang terkait Kajian kesiapan periberlakuan secara wali... HASIL DAN PEMBAHASAN Kesiapan Standar Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada ‘Saat ini standar tentang mainan anak-anak yang berlaku di Indonesia adalah © SNI 12-6527.1-2001 (Spesifikasi sifat fisis dan mekanis © SNI 12-6527.2-2001 (Spesiikasi sifat mudah terbakar) © SNI12-6527.3-2001 (Spesitikasi perpindah- an unsur/elemen-elemen tertentu © SNI 12-6527.4-2001 (Spesifikasi untuk peralatan percobaan kimia dan aktivitas yang terkait) Standar nasional ini dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan umum karena jenis pengujian yang kurang lengkap, khususnya pada uji kimia untuk 8 elemen logam berat Sb, As, Ba, Cd, Cr, Pb, Hg dan Se, tidak dilakukan terhadap kandungan total elemen Pb tetapi hanya torhadap kandungan solubel elemen Pb saja. Sementara standar intermasional yang diacu. sudah mengalami revisi dan amendemen beberapa kali, diantaranya memasukkan pengujian untuk kandungan total elemen Pb, Standar ini juga tidak lengkap mengcover semua jenis mainan yang banyak beredar, seperti balon, sepeda, dan ayunan. Sehingga, meskipun untuk saat ini dapat digunakan sebagai acuan. tetapi untuk kepentingan perdagangan intemastonal sudah sangat kelinggalan. Untuk kondisi industri mainan anak Indonesia saat ini, standar yang dianggap sesuai ialah RSNI revisi tahun 2005 yang saat ini statusnya tidak menentu karena belum sempat ditetapkan namun sudah dilakukan perumusan SNI baru yang sepenuhnya mengacu pada EN-71:2008 part 1-11 dan amendemennya. Kendisi laboratorium uji pada saat ini secara umum dapat menerapkan RSNI 2005, Pengujian produk mainan anak yang dilakukan di BPMBE! dan Sucofinds juga mengacu pada RSNI 2005 (ditandat dengan dilakukannya uji kandungan total elemen). Dengan demikian sebagai opsi pertama, RSNI 2005 ini dapat 10. . (Eddy Herjanto) digunakan sebagai standar yang diacu dalam penerapan wajib dengan menetapkannya menjadi Spesifikasi Teknis (ST) atau diacu spesifikasinya dalam reguiasi teknis terkait Proses penetapan ini tentunya tidak harus memerlukan waktu lama, Rancangan standar terbaru yang dalam proses perumusannya akan mengacu sepenuhnya pada EN-71:2008 part 1-11 dan amendemennya merupakan standar yang diacu banyak negara atau lebih berlaku secara internasional. RSNI ini diperkirakan akan selesai dirumuskan pada tahun 2010 {oleh karena itu, dalam penelitian ini disebut RSNI 2010). Standar ini nantinya juga jauh lebih lengkap, mencakup semua jenis mainan anak, meliputi label untuk umur, penggunaan jari atau tangan, mainan luncur atau ayunan, dan spesifikasi untuk kimia organik tertentu, Kedua RSNI, 2005 dan 2010, tersedia dalam bahasa Indonesia dan akan mudah diakses (diperoleh) karena akan merupakan standar nasional yang ketersediaannya akan dijamin oleh BSN dan Kementerian Perindustrian. Kondisi ini akan berbeda jika yang digunakan berupa standar asing (misalkan EN atau ISO) karena menyangkut masalah hak cipta dan ketentuan lain, Sehingga, meskipun kita bisa mengadopsi langsung standar internasional. Namun kelemahan penggunaan standar asing alan pada aksesibilitas, yang tidak mudah, mahal, dan mungkin menyulitkan bagibeberapa pihak karena bahasanya. Standar nasional pada saat ini dianggap belum siap, namun jika penerapan wajib standar mainan anak perlu segera diadakan, maka ASNI 2005 dapat digunakan, tetapi harus ditetapkan lebih dulu menjadi ST (Spesifikasi Teknis). Namun, mengingat bahwa ASNI 2010 memiliki ruang lingkup yang lebih luas, karena diakomodasinya mainan anak untuk penggunaan tertentu, serta dari sisi spesifikasi teknis lebih sesuai dengan persyaratan yang berlaku di banyak negara, sehingga lebih bermantaat untuk kepentingan ekspor, maka disarankan untuk langsung mengacu kepada RSNI 2010. Dari sisi bahasa dan ketersediaan standar juga tidak akan menjadi masalah duenal Fi Industri, Vol, IV No. 1, 2010: karena tersedia dalam bahasa Indonesia sehingga produsen lokal tidak akan kesulitan dalam memahami isi standar dan mudah untuk mendapatkan dokumen standar termaksud. Kesiapan Produsen 1. Hasil kuesioner Dari sekitar 75 kuesioner yang disebarkan ke industri, diperoleh tanggapan sebanyak 42 responden atau sekitar 56%. Dari hasil jawaban kuesioner tersebut dapat diparoleh gambaran sebagai berikut. Responden yang menjawab kuesioner, sebagian besar (57,1%) memproduksi jenis boneka, dliikuti mainan balita 28,6%, mainan edukatif 28,6%, puzzle 19%, mainan bayi 14,3%, dan miniatur kendaraan 9,5%. Kondisi ini tentunya terbatas pada informasi dan jawaban kuesioner. Perusahaan dengan jenis produks! mainan yang lain pasti ada, namun tidak memberikan respon, sudah pindah alamat atau tidak berproduksi lagi Secara garis besar hasil kuesioner ini dapat dianggap mewakill kondisi rill pasar Indonesia, karena produsen jenis mainan boneka dapat dibuat oleh semua tingkatan industri dari Kategori industri kecil sampai industri besar, sementara jenis mainan balita dan mainan pendidikan (edutoys) memang banyak dapat kita temukan di pasaran. Terhadap material/bahan baku utama yang dipergunakan dalam berproduksi memperiihatkan bahwa 57,1% responden menggunakan bahan baku utama atau pelengkapnya berupa kain. Bahan baku mainan ‘anak lain yang banyak digunakan berturut-turut jalan plastik dan kayu masing-masing 23,8%, logam 9.5%, kertas dan kulit masing masing 4.9%, serta sisanya karet 2.4%, Sebanyak 52.4% responden menjawab mengetahui dan menggunakan standar dalam berproduksi. Pada umumnya, produsen menggunakan ASTM dan EN-71 sebagai standar acuan, beberapa perusahaan diantaranya mengacu pada ICT! 3C, DIN-EN 12868, OEKO-TEX 100, dan hanya 23,8% responden yang tidak mengetahui adanya standar. Sebanyak 19% responden menyesuaikan pada permintaan konsumen tetapi tidak secara khusus mengacu pada suatu standar. Dari hasil jawaban responden dapat diperkirakan bahwa mayoritas produsen mainan anak di Indonesia telah mengetahui adanya standar terkait dan mengikuti persyaratan teknis dalam standar sewaktu berproduksi. Terkait dengan persyaratan konsumen, diperoleh informasi bahwa ternyata 52.4% perusahaan mempersyaratkan mutu pada sebagian besar produknya. Hatinidapat diduga, karena produsen menengah dan besar di In- donesia pada umumnya berproduksi atas dasar pesanan, untuk dipasarkan kembali ke pasar internasional. Pemenuhan terhadap kualitas menjadi penting, khususnya untuk menjaga citra perusahaan multinasional tersebut, dan untuk memudahkannya masuk ke berbagai negara yang memiliki persyaratan teknis. Sebagian perusahaan (23,8%) mensyaratkan mutu hanya pada sebagian kecil produknya, sedangkan 19% perusahaan tidak mempersy- aratkan ketentuan mutu sama sekali. Produsen Kategori terakhir umumnya berupa lustri menengah dan kecil yang menjual barang melalui pedagang perantara kecil atau langsung ke konsumen, sehingga kontak langsung dengan konsumen, yang menghendaki barang bermutu, sangatrendah. Gambar 1. Tanggapanterhadap Pemberiakuan Standar Secara Wai Tethadap pertanyaan mengenai penerapan sistem manajemen mutu (ISO 9001/SNI 49-9001), direspon perusahaan dengan menjawab tidak menerapkan (85,7%) dibanding yang menerapkan (14,3%). Keadaan ini menunjukkan perlunya pembinaan tentang sistem manajamen mutu kepada industri, karena salah satu persyaratan dalam n Kajian kesiapan pemberlakuan secara wailb, mendapatkan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda $NI (SPPT-SNI) ialah telah menerapkan sistem manajemen mutu. Dengan demikian, sosialisasi dan pembinaan terhadap industri harus dilakukan lebih dulu jika pemerintah bermaksud memberlakukan penerapan SNI mainan anak secara wajib. Pertanyaan terkait pemasaran produk, dijawab oleh 51% responden yang menyatakan lebih berorientasi di dalam negeri. Sedangkan, 49.0% responden lainnya menyatakan masuk dalam pasar dalam negeri. Dengan demikian, diketahui bahwa produk mainan anak Indone- sia sudah banyak yang memasuki pasar luar negeri, umumnya juga telah memenuhi kriteria mutu di negara tujuan. Dengan demikian, untuk perusahaan yang sebagian besar produknya diekspor dianggap sudah siap untuk menerima aturan pemberlakuan wajib bagi SNI mainan anak. Terkait dengan pengawasan mutu produk perusahaan, dapat disimpulkan bahwa banyak perusahaan (52.4%) melakukan pengawasan atas mutu produk namun masih menggunakan, laboratorium uji luar negeri sebagai lembaga uji/sertifikasi mutu produknya. Sebagian diantaranya (42,9%) juga menggunakan laboratorium uji dalam negeri, khususnya untuk pengawasan rutin intemal. Diantara sejumlah responden yang menjawab kuesioner, ternyata 9,5% diantaranya sama sekali tidak melakukan pengawasan mutu produknya. Terhadap pertanyaan utama atas tanggapan pihak produsen untuk diberlakukannya penerapan SNI mainan anak secara wajib, diperoleh masukan 85,7% responden setuju dan 14,3% responden tidak setuju. Selanjutnya, hasil observasi menunjukkan alasan utama perusahaan yang tidak setuju dengan penerapan SNI mainan anak secara wajib, sebagai berikut: * Harga produknya akan menjadi lebih tinggi karena harus memenuhi persyaratan teknis SNI Yang menentukan kualitas adalah buyer, yang belum tentu sesuai dengan persyaratan SNI. Di sisi yang lain, sebagian besar responden yang menyatakan setuju berpendapat: 12 (Eddy Herjanto) © Penerapan wajib sudah menjadi keharusan alam rangka keselamatan dan kesehatan anak-anak Indonesia, serta dalam kaitannya dengan pelestarian fungsi Iingkungan hidup di Indonesia, © impor mainan anak harus bersertifikat aman dan dapat memproteksi mainan dari luar Negeri yang rendah mutu secara ketat * Pomerintah juga harus bergerak cepat momberlakukan SNI wajity untuk semua jenis mainan anak, agar anak-anak Indo- nesia pada masa yang akan datang dapat terhindar dari ancaman luka cedera/tertelan ataupun terkena zat kimia berbahaya Produsen yang menyatakan setuju dan mendukung pemberlakuan penerapan SNI secara wajib, mengharapkan: © Agar karakteristik produk dan biaya yang akan timbul disosialisasikan lebih dulu melalui Asosiasi atau langsung ke masyarakal produsen dan konsumen ‘secara luas di seluruh Indonesia, © Pemerintah harus memberikan pelatinan/ workshop secara berkesinambungan dengan biaya murah kepada konsumen dan produsen (PTCT dan PTECI), Membuka pelabuhan dengan sistim satu pintu untuk memudahkan pengawasan masuknya barang-barang llogal (PTAP dan PTAW) * Pengawasan pemerintah harus lebih diperketat terhadap produk mainan yang beredar di pasar lokal khususnya mainan balon, yang sebaiknya sebelum dilepas ke pasar harus diuji keamanannya terlebih dahulu (PTJLI). Pengujian dilakukan berdasarkan SNI 12- 6527:2001 bagian 1-3 (plus uji kandungan total Pb). Hasil pengujian sebagai berikut, Industri besar rata-rata siap menerima penerapan SNI wajib (90% lulus uji), namun berbeda hainya dengan industri menengah (45% lulus uji) dan industri kecil (35% lulus uji) yang masih memerlukan pembinaan. Secara praktis, sebetulnya kedua industri skala terakthir ‘seharusnya mampu dengan pembinaan tentang persyaratan fisika mekanis dan kimia yang dipersyaratkan (khususnya penggunaan jenis zat wama). _- Bw WE tidak Hulus “Special Toys Gambar 2. Kelulusan Ujipada Masing-masing Jenis Mainan Berdasarkan jenis produk dapat disimpulkan bahwa jenis produk hardtoys sebagian besar memenuhi persyaratan (86%), disusul oleh jenis soft toys (64%), dan jenis mainan khusus (50%), Dilihat pada beberapa elemen uji dapat digambarkan bahwa dari 20 contoh uji hanya terdapat kegagalan pada elemen-siemen berikut: © Kuattarik pada jahitan 10% © Ujibakar 10% Logam berbahaya Cr5% Ujitarik 5% Selebinnya memenuhi persyaratan. Keadaan ini menunjukkan bahwa mayonitas dari ke-20 preduk yang iuji dapat memenuhi persyaratan- persyaratan dalam SNI. Hal ini menambah kepercayaan bahwa produk yang beredar, khususnya produk lokal, telah siap dalam menerima pemberlakuan SNI secara wajib. Produsen industri skala menengah, umumnya ‘memiliki tuluan pasar lokal, seperti jenis mainan boneka yang sudah banyak membanjiri pasaran dalam negeri dan masuk ke daerah Jurnal Riset Industri. Vol. IV No. 1, 2010: 1-16 pedesaan. Jenis produsen ini umumnya menyatakan belum siap, dan memerlukan pombinaan, misalnya dalam hal memenuhi spesifikasi teknis seperti yang dipersyaratkan daiam standar, penggunaan zat warna yang aman, serta laboratorium untuk pengujian produknya, Namun, dari hasil uji produk, kekurangan mereka tidak terlalu signifikan, sehingga pembinaan diharapkan dapat memperbaiki kekurangan. Secara mayoritas mereka sangat setuju dengan pemberlakuan wajib untuk mainan anak dengan alasan utama membatasi masuknya produk asing yang menjadi pesaing mereka, Produsen skala besar dan menengah yang produknya sebagian besar diekspor, menyatakan siap dan berharap segera diberlakukannya penerapan SNI wajib. Dasar pertimbangannya, mereka sudah terbiasa melakukan pengendalian mutu produknya untuk memenuhi persyaratan mutu standar internasional, seperti EN 71 atau ASTM, sehingga pemberlakuan standar secal wajib bukan masalah bagi mereka. Kelompok produsen skala besar dan menengah umumnya menyatakan sudah saatnya pemerintah Indonesia memberikan perlindungan terhadap konsumen, Khususnya anak-anak sebagai pemakai langsung, dan dapat mengurangi pesaing asing yang menjual dengan harga murah tetapi diragukan mutunya Dari data hasil penelitian dapat diketahui bahwa mayoritas industri. mampu memenuhi persyaratan RSNI (2005), demikian pula dilihat dari jenis produk juga mayoritas (> 50%) memenuhi persyaratan uji, Oleh karena itu dapat disimpulkan banwa pihak industri mainan anak telah siap jika panerapan SNI-nya akan diberiakukan secara wajib. Namun demikian, perhatian dan pembinaan tetap harus diberikan ‘leh pemerintah kepada industri mainan anak skala kecil dan menengah, terlebih skala rumah tangga, untuk dapat lebih meningkatkan ‘kemampuan teknisnya. Kesiapan Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPR) Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPR) adalah lembaga yang memberi penitaian kesesuaian suatu produk atau proses terhadap SNI tertentu. Dalam pelaksanaannya, penilaian kesesuaian dapat dilakukan oleh produsen, konsumen, atau pihak lain, sajauh pihak 13 allan Kesiapan pemberlakuan secara wai. tersebut memiliki kompetonsi untuk momenuhi persyaratan yang ditetapkan olah KAN. LPK mencakup laboratorium uj, laboratorium rasi dan lembaga sertifikasi. Laboratorium Uji berfungsi sebagai tempat menguji mutu ‘suatu produk sesuai standar yang dibutuhkan ‘oleh produsen dalam mengendalikan mutu Produknya, Hasil uji selanjutnya dituangkan dalam bentuk sertifikathasil uli yang dikeluarkan oleh laboratorium yang bersangkutan, atau oleh lembaga sertifikasi yang sudan terakreditasi yang mempunyai kerjasama dengan laberatorium tersebut, Sebanyak 50 kuesioner disebarkan melalui faksimil dan atau e-mail ke responden di lingkungan LPK. Dilengkapi dengan data dari KAN dan wawancara, dapat diperoleh gambaran sebagaimana dibahas berikut. tH diaan Lab dan Kemampuan Secara keseluruhan terdapat sekitar 400 laboratorium yang tersebar di berbagai daerah di tanah air. Dari 400 laboratorium, sebanyak 71 buah merupakan laboratorium uji produk industri (KAN, 2008), yang terdiri atas 52 laboraterium uji milik pemerintah, 7 milik BUMN, dan 12 dikelola swasta. Hanya dua dari 71 laboratorium uji mempunyal fasilitas dan kemampuan menguji semua pa- rameter uji mainan anak Sesuai SNI 12-6527- 2001 bagian 1 sampai 4, yaitu BPMBE! Pasar Rebo dan Sucofindo Cibitung. Meskipun domikian, keduanya tidak secara resmi terakreditasi sebagai laboratorium uji untuk mainan anak. Dari hasil identifikasi juga diketahui bahwa terdapat banyak laberatorium yang memiliki fasilitas dan kernampuan Uji, yang dapat dipergunakan untuk menguji produk mainan anak secara parsial, khususnya untuk Uji fisika dan mekanika. Sedikitnya jumian laboratorium uji yang mampu menguji mainan anak secara keseluruhan dikarenakan rendahnya permintaan uji mainan anak. Seperti kita ketahui, bahwa fasilitas dan kemampuan uji suatu laboratorium sangat dipenganuhi oleh banyak sedikitnya permintaan Uji (sampel yang masuk). Oleh karena itu, karena sifat penerapan standarnya yang sukarela maka banyak laboratorium uji yang belum metengkapi asilitas ujinya untuk mainan anak, Oleh kerena itu pula, walaupun mainan “4 (Eddy Heriant) anak sangat erat hubungannya dengan keselamatan anak, produk yang beredar di pasar dalam negeri tidak dilengkapi dengan tanda pemenuhannya terhadap standar. Dilinat dari parameter uji mainan anak, uj fisis dan mekanis (SNI 12-6527-1-2001) merupakan parameter terbanyak karena berhubungan langsung dengan keselamatan anak bermain secara fisik. Fasilitas dan cara uji fisis dan mekanis mainan anak lebih simpel dibanding uji_ kimia karena tidak membutuhkan instrumentasi yang mahal seperti spektrometer, kromatographi dan lain-lain. Oleh karena itu, industri besar mainan anak pada umumnya sudah mempunyai laboraterium uj fisis dan mekanis untuk keperiuan perusahaannya sendiri Dari peta lokasi laboratorium yang yang mempunyai prospek menguji mainan anak. terbanyak berada di Jabodetabek dan Jawa barat, sesuai dengan keberadaan industri mainan anak terbanyak, Sementara di Jawa tengah, yang merupakan salah satu daerah penghasil mainan anak, memiliki 6 laboratorium, uji, Walaupun laboraterium uji yang sudah sanggup menguji mainan anak masih terpusat di Jabodetabek dan Jawa Barat, laboratorium uji di daerah, yang umumnya sudah mampu menguji logam berat, akan sSegera mempersiapkan laboratoriumnya untuk uji fisika dan mekanika bila standar mainan anak diterapkan secara wajib. Jika kesiapan laboratorium uji_ untuk mainan anak penggunaan tertentu (bagian 5- 8) dianggap tidak mudah, maka pember- lakuannya dapat ditangguhkan menunggu kesiapan LPK terkait, atau pemberlakuan walib standar bagian §-9 yang ditangguhkan. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa laboratorium uji dianggap sudah siap untuk mendukung pemberlakuan wajib standar mainan anak, walapun masih terpusat di Jabodetabek. 2. Ketersediaan Lembaga Sertifikasi Lembaga sertifikasi sistem manajemen mutu (LSSM) adalah lembaga atau organisas| yang telah terakreditasi dan memiliki kompetensi dalam melakukan penilaian kesesuaian untuk memberikan jasa sertifikasi terhadap sistem manajemen mutu (ISO 9001/SNI 19-9001) Sebanyak 19 LSSM untuk bermacam-macam lingkup sudah tersedia di berbagai daerah. Dari Jurnal Riset Industri, Vol. IV No. 1,.2010: 1-16 19 LSSM, ada 13 LSSM yang berhubungan dengan mutu dari bahan yang dipakai untuk pembuat mainan anak, Sepertilaboratorium uj, ‘sebagian besar LSSM yang sudah ada berlokasi diJabodetabek. Selain laboratorium uji, untuk memberakukan wajib uji mainan anak juga diperiukan tersedianya lembaga sertifikasi produk (LSPro) mainan anak. LSPro adalah lembaga atau organisasi yang memiliki kompetensi dalam melakukan penilaian kesesuaian untuk memberikan jasa sertifikasi terhadap proses dan produk yang telah memenuhi standar ‘sesuai dokumen normati yang ditetapkan (SNI) ‘Sampai saat ini tercatat 22 LSPro untuk bermacam-macam produk, namun, dengan alasan yang sama, karena belum diberlakukannya penerapan wajib SNI mainan anak, LSPro khusus mainan anak belum ada. Lembaga Sertifikasi sistem mutu sudah banyak dimiliki Indonesia, dan banyak konsultan yang dapat membantu pengembangan sistem manajemen mutu bagi industri mainan anak Dari penelitian memang tidak ditemukan satupun lembaga Sertifikasi produk untuk mainan anak, namun Kementerian Perindustrian dapat menugaskanLSPro Pustan dan LSPro lain di bawah pembinaannya untuk ‘menyiapkan diri, KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dalam hal kesiapan standar, Indonesia dapat dianggap memiliki kesiapan. Meskipun Standar Nasional Indonesia (SNI) yang ada pada saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan interasional, namun saat ini sedang dirumuskan revisi yang mengadopsi secara identik EN-71:2008 dan amendemennya. Revisi standar ini dinarapkan akan selesai dalam waktu dekat. Dari unsur spesifixasi teknis, standar tersebut lebih sesuai dengan persyaratan yang berlaku di banyak negara, sehingga tidak menjadi masalah bagi produk mainan anak yang akan diekspor. Dari sisi bahasa dan ketersediaan standar juga tidak akan menjadi masalan karena dipublikasikan dalam bahasa Indonesia sehingga pihak industri tidak akan kesulitan dalam memahami isi standar, dan mudah untuk mendapatkan dokumen standar termaksud Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar produsen tidak kesulitan dalam memenuhi persyaratan spesifikasi teknis yang ada dalam ‘SNI 12-6527.1-3:2001, Masalah sedikit terjadi pada industri skala kecil dan sebagian industri ‘skala menengah yang periu pembinaan lebih lanjut karena ketidakbiasaannya dalam melakukan pengawasan kualitas. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden dan bahkan asosiasi menghendaki segera diberlakukannya enerapan standar mainan anak secara wajib, maka dari sisi produsen dianggap telah memiliki kosiapan, ‘Yang masih menjadi masalah adalah rendahnya produsen yang telah menerapkan sistem manajemen mutu dalam perusahaan-nya serta \aginya biaya pengujian sampel. Kedua hal harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah untuk mengatasinya Dari hasil analisis dapat disimpulkan pula bahwa laboratorium uji dianggap sudah siap ‘untuk mendukung pemberlakuan wajib standar mainan anak, walapun keberadaannya masih ‘terpusat di Jabodetabek. Saat ini terdapat dua laboratorium uji yang siap secara penuh, mamun ditengarai cukup banyak taboratorium ‘ujj yang dapat melakukan uji elemen mainan anak secara parsial. Lembaga sertifikasi sistem mutu sudah banyak dimiliki Indonesia, namun tidak ditemukan satupun lembaga sertifikasi produk untuk mainan anak. Keadaan ini semua tidak terlalu mengkawatir-kan karena sebagaimana umumnya lembaga penilaian Kesesuaian akan mempersiapkan dirinya bita permintaan (demand) untuk pengujian produk ini tinggi, Seperti halnya produk lain yang slandarnya diterapkan secara wajib. Perhatian mungkin perlu diberikan kepada pemilihan standar, apakah R'SNI 2010 secara penuh atau RSNI 2010 sebagian. Jika yang dipilin RSNI 2010 maka kesiapan laboratorium Uji untuk mainan anak penggunaan tertentu (bagian 5-8) harus menjadi perhatian, Saran Berbagai hal masih periu dilakukan dalam rangka pemberlakuan penerapan secara wajib SNI mainan anak, yaitu: * perlu dilakukannya pembinaan yang lebih intensif dan berkelanjutan terhadap industri 15 ‘Kalian kesiapan pemberlakuan secara walt... skala kecil dan menengah untuk peningkatan kemampuan secara teknis dalam memenuhi persyaratan mutu © perlu dilakukannya sosialisasi yang luas kepada para produsen mengingat produsen yang telah menerapkan sistem manajemen mutu relatif masih rendah ® perlu dipertimbangkannya bantuan fasilitas Peralatan uji bagi beberapa laboratorium, © perlu informasi ke lembaga ponilaian kesesuaian agar menyiapkan diri menjadi lembaga terakreditasi, khususnya LSPro yang saat ini belum ada, UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ir, Rinaldi (PMB), Dikdik Natawijaya, S.Teks (BBT), Andri Tricahyo, ST (Pustan), dan pihak lain yang telah mombantu terselenggaranya penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jenderal Industri Logam Mesin Elektronika dan Aneka, 2005. Laporan Pengkajian Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Regulasi Teknis untuk Penguatan Struktur Industri Aneka 2005. Departemen Perindusinian 16 (Edgy Heriantoy Direktorat Jenderal LMT, 2009, Industri Anoka datam ‘Angka Tahun 2008. Departemen Perindustrian Eddy Herjanto, 2007. Notifkasi dalam Perjanjian TET- WTO dan Perkembangannya. PPI Standardisasi BSN 2007 Eddy Herjanto (penyunting), 2009. Standarlisasi dan Reguias! Teknis di Bidang Industri: Pandangan pemangku kepentingan. Departemen Perindustrian, BPI. http://www antaranews.com, 5 Juli 2008 hitp:iiwennnbon.90.id/kanaboratoriumn.pho hitp://www.eybertokoh.com/mod.php?, mod-=publisher&op=viewarticle&artid=3312, 08-ct2007 hitp:wwnw.detikfinance. comvindex.php/detik. read! tanun/2007/bulan/08/tg/0z/time/125701/ idnows/8 12423/idkanal/4, 16 Desember 2008 hitp:liwerw.erammusli convberita/duniasirak-larang- impor-pistol-mainan-anak him, 24 April 2008 hitp:/vww. kapanlagi:com/h'0000178774.him!, O8- (Octaber-2007 /httpy/warwe kapantagi.com/t/0000237848. html, 7 Juli 2009 Jumal Riset Industri. Vol. IV.No. 1, 2010: 17-24 PENGARUH UKURAN PARTIKEL NANO SULFUR TERHADAP SIFAT FISIK KARET KOMPONEN KENDARAAN BERMOTOR (THE INFLUENCE OF NANO PARTICLE SIZE FROM SULFUR ON THE PHYSICAL CHARACTERISTIC OF THE RUBBER COMPOUND OF VEHICLE) Rahmaniar dan Popy Marlina (Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang) Jl. Kapien A. Rival No. 72/1975 Palembang rahmaniar_een@ yahoo.co.id; popy_matlina @yahoo.co.id —— ABSTRAK Bahan pemvulkanisasi adalah sojenis bahan kimia yang dapat bereaksi dengan gugus aktif molekul karet pada proses vulkanisasi, memibentuk ikatan silang antar molekul karet seingga terbentuk jaringan tiga dimensi. Belerang (sulfur) merupakan banan pemvulkanisasi dalam pembuatan kompen karet, Proses vulkanisasi mambutuhkan waklu yang lama, Untuk memperpendek waktu vulkanisasi, maka akan cilakukan penelitian yang menggunakan sulfur berukuran nano pada proses vikanisasi, Tujuan penelitian untuk Tromperoieh formulasi kompon karet dengan aplikasi nano sulfur pada proses vuilkanisasi untuk membuat ret Komponen Kendaraan bermotor yang memenuhi spesifikasi yang dietapkan.Rancangan yang digunakan pada penslitian ini adalan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 (dua) faktor, kombinasi & (delapan) perlakuan dan 3(tiga) kaliulangan, Faktor pertama adalah variasi suhu vulkanisasi (140 °C dan 170 °C), dan faidor kedua adalah variasi ukuran sullur 40 nm, 60 nm, 809m dan 400 nm). Parameter yang diujikekerasan, tegangan putus, . kotahanan kikis dan beratjonis, Hasil ponolitan menunjukkan banwa, varias sunu vulkanisasi ‘dan ukuran sulfur seria interaksi keduanya bempengaruh nyata terhadap kekerasan, legangan putus, Ketahanan kikis dan berat jenis karet komponen kendaraan bermotor. Suhu 140 °C dengan variasi nana yang semakin keel, akan mempercepat waktu kematangan Kompan. Periakuan terbaik diperoleh pada varias| suhu 140°C dan ukuran sultur60 nm (T,S,), dengan karakteristk kare! komponen Kendaraan bermotor untuk kekerasan $0 Shore A, tegangan putus 173 N/em’, Ketahanan kikis 173,6 mm? dan density 1.220 glem*. Kata kunci - Kompon karet, nano sulfur, vuikanisasi, karat komponen kendaraan bermator. ABSTRACT ‘The vulcanization material is a chemical material that be able to react with active line of rubber molecules in vuleanizations formed the cross bond between rubber molecules £0 three dimensions network is formed. Sulturis the vulcanization material in the process of rubber compound. The vulcanization needs longer time. To short the vulcanization, then we will do the research using nano size sulfur in vulcanization process: The objectives of the research were to obiain the rubber compound formulation with nano sulfur application in vuleanization process to produce vehicle rubber compound that will fulfilled the standard spacitication. The ‘experimental research used Factorial Completely Randomized Design with two factors as teatments, and ‘each combination was replicated three times. The first factor is the variation o! vulcanization temperature {140° Cand 170° C) and the second factor is the variation of sulfur size ( 40nm,60nm,80am, and 400nm). Tested parameters are hardness, tensile strength, modulus,elongation at Break. abrasion resistance.tear resistance find density of rubber compound from the vahicie. The result shows that the variation of vulcanizations temperature and the sulfur size, with both interaction etfected the hardness, tensile strengin. abrasion resistance ‘and donsity of rubber compound from the vehicle, The best trealment is obtained in temperature variation 140 °C and sulfur size 60 nm (T,S,), with compound rubber characteristic of vehicle for hardness 70 shore A, tensile strength 173 Nicmé, abration resistance 173,6 mm? and density 1,220 g/cm Keywords : Fubber compound, nano sulfur, vulcanizations. the rubber compound af Vehicle. PENDAHULUAN mudah panas dan memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan. Karet sintetis lebin tahan terhadap berbagai bahan kimia dan harganya rélatif stabil (Riyadhy, 2009). Karet dalam keadaan mentah tidak dapat Karet merupakan bahan baku dalam pembuatan barang jadi karet. Ada dua jenis karet yang biasa digunakan dalam industri yaitu karet alam dan karet sintesis. Karet alam memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempuma, memiliki plastisitas yang baik, tidak dibentuk menjadi barang jadi karet yang layak digunakan karena tidak elastis dan mempunyai 7 Pengaruh ukuran partkel nano sulfur (Rahmaniar) banyak kelemahan. Agar dihasilkan barang jadi karet yang layak digunakan, terlebih dahulu dibuat_ kompon karet dengan cara fmencampurkan karet dengan bahan kimia lain lalu divulkanisasi (Wahyudi, 2005). Bahan pemvulkanisasi adalah sejenis banan kimia yang dapat bereaksi dengan gugus akiif molekul karet pada proses vulkanisasi, membentuk ikatan silang antar molekul karet sehingga terbentuk jaringan tiga dimensi. Belerang (sulfur) adalah bahan kimia yang paling banyak digunakan pada vulkanisasi berbagai jenis karet (Abednego, 1995), Sulfur dalam bentuk aslinya adalah sebuah zat padat kristalin kuning. Di alam, sulfur dapat ditemukan sebagai unsur mumi atau sebagai mineral-mineral su/fide dan sulfate (Riyadhy, 2009). Pada proses wulkanisasi terjadi perubahan karet yang semula plastis menjadi siastis. Tetapi reaksi antar molekul berlangsung sangat lambat, memerlukan waktu beberapa jam, dengan penambahan bahan pencepat dan bahan penggiat. maka waktu vulkanisasi dapat dipersingkat menjadi beberapa menit. Dalam penaiitian ini akan digunakan sulfur yang berukuran nano sebagai bahan vulkanisasi dalam pembuatan barang jadi karet. Nanoteknologi merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan teknologi yang berkaitan dengan materi super kecil (nano artikel) dimana ukuran sulfuryang digunakan menjadi lebih kell (antara 1 hingga 100 nanometer) sehingga dengan memperkecil ukuran sulfur, maka akan diperoleh luas permukaan yang lebih besar, maka pencampuran antara bahan utama karet dengan bahan penunjang lainnya akan lebih baik dan homogen, sehingga reaksi kimia antara partikel tersebut dengan partikel yang Jain akan semakin cepat terjadi. Apabila ukuran sulfur yang digunakan dalam proses vulkanisasi dalam ukuran yang kecil, maka ‘terbuka kemungkinan terjadinya reaksi yang lebih cepat antara sulfur dengan karet dan bahan kimia lainnya (Handoko, 1990). Sehingga akan mengakibatkan reaksi sulfur dengan gugus aktif molekul karet dapat berlangsung dengan baik. Hal ini dikarenakan semakin besar luas permukaan partikel maka semakin mudah terjadinya reaksi dan semakin kuatikatan silang antar molekul yang terbentuk, dengan demikian waktu vulkanisasi dapat dipersingkat. Daripenelitian ini diharapkan sifat barang jadi karet yang dihasilkan akan lebih balk. 18 Penelitian ini bertujuan untuk mem-peroleh formulasi kompon karet dengan aplikasi nano sulfur pada proses vulkanisasi untuk membuat karet Komponen kendaraan bermoter yang memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini NBR, NR, kaolin, MBTS, sulfur, ZnO, TMQ, wax, DPG, carbon black, minarex oll, asam stearat, flecto H/ 6 PPD, CBS, cumaron resin. Alat yang digunakan meliputi apen mill, pressing rubber, moulding, cutting scrub dan neraca analitis. Kagiatan penelitian dilaksanakan dengan penelitian skala laboratorium percobaan teknis penggunakan sulfur dalam ukuran nano yang bervariasi sebagai bahan yang digunakan dalam vulkanisasi pembuatan kompon karet dan suhu pemanasan pada proses vulkanisasi. Kompon karet yang dihasilkan kemudian diuji kualitasnya. Kompon karet dibentuk menjadi karet komponen kendaraan bermotor dan juga diyji kualitasnya. Disain riset ini adalah desain eksperimental karena dilakukan dalam skala laboratorium yang menggunakan metode Raneangan Acak Lengkap dengan 2 (dua) faktor, kombinasi 8 {dolapan) periakuan dan 3 (tiga) kali ulangan. Faktor pertama adalah variasisuhu vulkanisas! (7), yailu: T, = 140°C, T, = 170°C. Faktor kedua adalah variasi ukuran sulfur, yaitu : S, = 40nm, S,=60nm, 5, =80nm dan S, = 400 nm Prosedur Kerja Tahapan penelitian : 4. Sintesa Nano Sulfur Pembuatan bahan nano partikel sulfur ‘meliputi : a. Penghalusan bahan sampai berukuran nano melalui tahapan preparasi awal dan mechanical miling b. Karakterisasi bahan dengan metoda XRO (X-Ray Difraction) dan metode SEM (Seanning Electron Microscopy). 2. Persiapan Formula Kompon Karet Pada tahap ini dilakukan persiapan dan penimbangan bahan baku dan bahan kimi pendukung. Perlakuan kompesissi sesu:

Anda mungkin juga menyukai