Anda di halaman 1dari 7

Remaja merupakan kelompok penduduk yang berada dalam rentang umur 10- 19 tahun.

Proporsi remaja dunia diperkirakan sebanyak 1,2 milyar atau berkisar seperlima dari jumlah penduduk
dunia (Depkes, 2009). Gambaran ini juga tampak pada remaja Indonesia. Proporsi remaja di Indonesia
kurang lebih seperlima dari seluruh jumlah penduduk. Jumlah ini cukup besar dan dapat menjadi daya
pendukung pembangunan bangsa. Kota Mataram memiliki remaja yang juga relatif banyak. Proporsi
remaja Mataram pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 0,11 dari jumlah penduduk di Depok (Data
Statistik Indonesia, 2000-2025). Secara umum selain menjadi potensi bangsa, remaja juga menjadi
sumber masalah. Penyebab masalah remaja salah satunya adalah fase remaja dalam pencarian identitas
diri. Erikson (1996; dalam McMurray, 2003) menggambarkan karakteristik kehidupan remaja sebagai
fase pencarian identitas diri dan lingkungan terkait perubahan fisik, emosi dan sosial. Menurut WHO
(2008), pertumbuhan fisik remaja tampak dari ukuran tubuh yang sudah mencapai proporsi tubuh orang
dewasa. Selain itu terjadi perkembangan fungsi hormonal yang membawa perubahan pada ciri-ciri seks
sekunder. Perubahan hormonal ini dapat mengakibatkan perubahan psikologis pada remaja seperti
depresi atau 1 Metode permainan..., Nurhayati, FIK UI, 2012 2 Univeresitas Indonesia peningkatan
emosi. Peningkatan emosi terjadi akibat tekanan sosial dan kondisi baru yang tidak dipersiapkan dalam
menghadapi masa remaja. Perubahan emosional remaja akan tampak dalam sikap dan tingkah laku
kesehariannya. Kematangan emosi pada remaja dapat dicapai dengan keberanian untuk terbuka pada
keluarga atau teman dalam menghadapi permasalahan dalam kehidupan. Keterbukaan remaja terhadap
masalah dan perasaan pribadi kepada orang lain memberikan perasaan aman bagi dirinya. Remaja
umumnya akan lebih terbuka terhadap perasaannya kepada kelompok sebaya dibandingkan keluarga
(Hurlock, 1998). Remaja pada umumnya cenderung menjalani perubahan pada dirinya dengan
menerima tantangan atau mencoba-coba melakukan tindakan tanpa didahului pertimbangan yang
matang. Kondisi ini dapat mendorong remaja berperilaku berisiko yang berakibat terhadap terjadinya
masalah yang dapat mempengaruhi kesehatannya. Menurut Hitchock (1999), perilaku berisiko terhadap
kesehatan remaja meliputi kegiatan remaja yang dapat menyebabkan cedera, merokok, minuman
beralkohol, perilaku diit yang tidak sehat, tidak beraktifitas dan masalah perilaku seksual yang menjadi
sumber masalah kesehatan reproduksi remaja. Masalah kesehatan reproduksi remaja sudah menjadi
masalah yang mendunia. Amerika Serikat mengalami 5 % peningkatan jumlah remaja putri berusia 15-
19 tahun yang melahirkan bayi pada tahun 2005 sampai tahun 2007. Peningkatan ini mencapai 1,4%
pada kurun waktu dua tahun berikutnya. Dua puluh orang remaja putri berusia 14-19 tahun hamil tiap
harinya di Minnesota dan 14 orang melahirkan setiap harinya pada kurun waktu tersebut (Moapp,
2009). Masalah kesehatan reproduksi remaja di Indonesia dapat diketahui berdasarkan Survey
Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRR) pada tahun 2007. Hasil survey menunjukkan bahwa
remaja Indonesia mulai berpacaran sebelum berumur 15 tahun dengan proporsi wanita 24% dan pria
19%. Sedangkan Metode permainan..., Nurhayati, FIK UI, 2012 3 Univeresitas Indonesia remaja yang
teridentifikasi mulai berpacaran pada umur 15-17 tahun mencapai proporsi wanita 43% dan pria 40%.
Perilaku pacaran remaja wanita meliputi berpegangan tangan 62%, mencium bibir 23,2%, dan meraba
atau merangsang 6,5% sedangkan perilaku pacaran remaja pria meliputi berpegangan tangan 60,1%,
mencium bibir 30,9%, dan meraba atau merangsang 19,2 % (USAID, 2008). Kesehatan reproduksi remaja
Kota Depok khususnya Kelurahan Tugu sebagian tergambar dari hasil pengkajian komunitas terhadap
kelompok remaja yang berumur 12 – 18 tahun di 11 RW (RW 01 sampai dengan RW 11) Kelurahan Tugu
Tahun 2010. Pendataan ini dilakukan oleh residen spesialis keperawatan komunitas yang melaksanakan
praktiknya di tahun 2010-2011. Sekitar 96 remaja mengisi angket tentang kesehatan reproduksi. Hasil
analisis menunjukkan bahwa 93% remaja memiliki pengetahuan yang kurang tentang seksual, sebanyak
6,3% remaja bersikap seksual negatif dan sebagian besar remaja (94,8%) memiliki perilaku seksual yang
kurang baik. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan reproduksi remaja melalui
program edukasi sebaya yang disebut Remaja Untuk Remaja (RUR). Analisis hasil praktik menunjukkan
terjadinya peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku remaja terhadap kesehatan reproduksi.
Teridentifikasi pula kendala utama yang dihadapi adalah kehadiran remaja dalam kegiatan RUR. Remaja
sulit menepati waktu untuk mengikuti kegiatan (Susanto, 2011, belum dipublikasikan). Masalah
kesehatan reproduksi yang umumnya terjadi pada remaja berawal dari ketidaktahuan tentang
kesehatan reproduksi remaja dan permasalahannya. Oleh karena itu pemerintah telah melakukan
berbagai upaya untuk mencegah terjadinya perilaku seksual yang negatif dari remaja. Pengembangan
puskesmas melalui Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) merupakan upaya Kementrian Kesehatan
dalam peningkatan pelayanan kesehatan bagi remaja. Selain itu upaya pelayanan kesehatan yang
berbasis sekolah dilakukan melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Dasar hukum pelaksanaan UKS
Metode permainan..., Nurhayati, FIK UI, 2012 4 Univeresitas Indonesia adalah Undang-undang No 36
tahun 2009 khususnya pasal 79. Ayat pertama undang-undang tersebut menyatakan bahwa kesehatan
sekolah diselenggarakan untuk peningkatan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan
hidup sehat sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan
setinggi-tingginya menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Ayat kedua berisi bahwa kesehatan
sekolah diselenggarakan melalui sekolah formal dan informal atau melalui lembaga pendidikan lain.
Upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah Kota Depok untuk mengatasi masalah kesehatan remaja
meliputi dilaksanakannya pelatihan pengelolaan UKS untuk petugas puskesmas di Kota Depok sejak
tahun 2006. Kemudian dilanjutkan dengan pelatihan guru SMP dan SMA sederajat dan pelatihan peer
konselor remaja di 11 sekolah. Saat ini jumlah peer konselor yang sudah dilatih berjumlah 172 siswa
(Dinkes Kota Depok, 2011). Selain itu, hasil komunikasi personal terhadap pelaksana program PKPR
Dinas Kesehatan Kota Depok menggambarkan bahwa belum semua sekolah di Kota Depok mengikuti
pelatihan pelaksanaan program PKPR. Puskesmas juga belum siap untuk melakukan tindak lanjut
terhadap hasil pelaksanaan PKPR karena keterbatasan dana. Dinas Kesehatan berharap sekolah
berpartisipasi aktif dalam upaya pengembangan dan pelaksanaan program PKPR di sekolahnya masing-
masing. Pengkajian siswa MTs “AH” dilakukan melalui penyebaran 59 angket tentang kesehatan
reproduksi yang terkait dengan pengetahuan tentang organ reproduksi dan tumbuh kembang remaja,
gizi remaja, IMS dan HIV serta penularannya. Hasil analisis menggambarkan bahwa 39% reponden
memiliki pengetahuan kurang tentang kesehatan reproduksi. Sikap negative dalam berpacaran, seperti
melakukan onani atau masturbasi, berpegangan tangan, berciuman, berpelukan, pitting dan melakukan
hubungan seksual ditunjukkan oleh 42% responden. Perilaku kurang dalam kesehatan reproduksi
dilakukan oleh 48% responden. Kurangnya keterampilan hidup yang dimiliki oleh siswa berisiko
mencapai 44% responden. Berdasarkan data yang diperoleh maka Metode permainan..., Nurhayati, FIK
UI, 2012 5 Univeresitas Indonesia masalah keperawatan utama siswa MTs “AH” adalah terdapatnya
risiko untuk mengalami peningkatan masalah kesehatan reproduksi. Masalah kesehatan disetiap sekolah
perlu diawasi oleh tenaga yang berkualitas untuk menyelesaikan masalah kesehatan anak sekolah
diantaranya perawat komunitas. Hal ini sejalan dengan pendapat Nies dan McEwen (2001) yang
menyatakan bahwa peran perawat di sekolah dilakukan melalui pencegahan penyakit, proteksi dan
promosi kesehatan. Masalah kesehatan reproduksi remaja perlu mendapat perhatian dan penanganan
khusus dari tenaga kesehatan. Allender dan Spradley (2001), selanjutnya, juga menyatakan bahwa
program pencegahan dapat dilakukan melalui pendidikan kesehatan yang terjangkau oleh remaja,
program proteksi ditujukan untuk deteksi dini kemungkinan masalah yang terjadi pada remaja dan
promosi kesehatan untuk mencegah perilaku yang menyimpang. Berbagai upaya promosi kesehatan
dirancang oleh perawat komunitas untuk peningkatan kesehatan reproduksi yang sesuai dengan
perkembangan remaja. Salah satu program yang berhasil adalah program edukasi sebaya yang
dilaksanakan di New York pada tahun 2004. Program edukasi tersebut dilakukan untuk menangani
masalah kesehatan reproduksi remaja melalui kegiatan peer to peer (IPPF, 2004). Program edukasi
sebaya adalah program yang dilakukan dari remaja dan untuk remaja. Pendekatan edukasi sebaya
efektif bagi remaja karena pada masa remaja pengaruh pola perilaku sebaya adalah gerbang untuk
melakukan promosi kesehatan. Sebaya dapat menjadi sumber informasi tentang perilaku kesehatan
khususnya yang terkait dengan kesehatan reproduksi dan perilaku seksual. Pendekatan edukasi sebaya
akan menjadi cara yang efektif untuk menjangkau remaja, jika pendidik sebaya mampu
mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan dan mempromosikan perilaku sehat (WHO, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian Yansyah (2011) yang menggunakan metode kualitatif diketahui bahwa
aktifitas dari peran pendidik dalam model edukasi sebaya membawa dampak yang positif bagi remaja
(sebayanya) karena remaja memperoleh Metode permainan..., Nurhayati, FIK UI, 2012 6 Univeresitas
Indonesia pengetahuan yang lebih baik tentang kesehatan reproduksi. Selain memberikan informasi
kesehatan reproduksi remaja, pendidik sebaya juga membantu pemecahan masalah terkait kesehatan
reproduksi yang dialami sebayanya. Penerapan model edukasi sebaya yang dirancang untuk peningkatan
kesehatan reproduksi yang sesuai dengan perkembangan remaja di MTs “AH” dilakukan dengan
memberdayakan sumber yang dimiliki oleh sekolah dan keluarga siswa. Model comprehensive school
health dan model keperawatan keluarga diintegrasikan sebagai kerangka konsep pada pendekatan
edukasi sebaya. M etode bermain digunakan dalam pelaksanaan model edukasi sebaya di MTs “AH”
karena proses pembelajaran yang telah berlangsung sebagian besar menggunakan metode konvesional
yaitu 50 % menggunakan metode ceramah dan 50% penugasan (MTs “AH”, 2011, tidak dipublikasikan).
Jika pendekatan model edukasi sebaya yang akan dilaksanakan tidak dikombinasikan dengan metode
bermain, dikhawatirkan siswa akan cepat jenuh dan tidak termotivasi untuk terlibat aktif dalam
kegiatan. Metode bermain akan dapat peningkatan kreatifitas siswa dalam proses pembelajaran. Suatu
penelitian menunjukkan bahwa siswa yang mengikuti pembelajaran dengan permainan selama dua
minggu dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan ceramah selama enam bulan akan memperoleh
hasil yang sama baik pada evaluasi pengetahuan kognitifnya (Mukhtar & Yamin, 2005). Permainan atau
game memungkinkan orang-orang untuk santai dengan menghasilkan suatu suasana hati yang terbebas
dari masalah. Terapi bermain akan menimbulkan tantangan pemain untuk memecahkan pokok materi
permainan yang sedang dimainkan dan mendorong keikutsertaan pemain dan setiap orang untuk masuk
dari permainan tersebut (UNFPA, 2009). Selain itu, siswa MTs “AH” merupakan remaja yang umumnya
akan termotivasi untuk menerima tantangan dan mencoba melakukan sesuatu yang belum pernah
dipelajari sesuai karakteristik remaja yang berada pada fase pencarian identitas diri. Metode permainan
yang digunakan dalam model edukasi sebaya berupa permainan-permainan yang terstruktur. Strategi
Metode permainan..., Nurhayati, FIK UI, 2012 7 Univeresitas Indonesia intervensi yang digunakan pada
model edukasi sebaya adalah pemberdayaan siswa untuk mampu memberikan informasi terkait
kesehatan reproduksi remaja pada sebaya dan pemberdayaan guru pendamping untuk memonitor dan
mengevaluasi kegiatan. Strategi lain yang juga digunakan adalah pemberian pendidikan kesehatan yang
dilakukan oleh penulis. Hal ini sesuai dengan jenis strategi keperawatan yang digunakan dalam
pemberian tindakan keperawatan yang terdiri dari perawatan secara langsung, pendidikan kesehatan,
proses kelompok, kemitraan dan pemberdayaan (Anderson & McFarlane, 2004). Keberhasilan mengatasi
masalah remaja tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah tetapi memerlukan dukungan keluarga
dalam menyelesaikan masalah. Penerapan terapi bermain dalam model edukasi sebaya dilakukan
menggunakan 3 pendekatan yaitu: 1). Manajemen pelayanan kesehatan mulai dari tingkat dinas
kesehatan, dinas pendidikan, kantor kementrian agama, kecamatan, puskesmas dan sekolah MTs “AH”
yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan evaluasi terhadap pelaksanaan model
edukasi sebaya dengan metode permainan, 2) Asuhan keperawatan komunitas pada 59 siswa sebagai
sampel untuk mengetahui perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku siswa MTs “AH” Kelurahan Tugu
setelah dilaksanakannya model edukasi sebaya, 3). Asuhan keperawatan pada 10 keluarga binaan yang
mempunyai anak pada tahap perkembangan remaja. Penyelesaian masalah kesehatan reproduksi
remaja tidak lepas dari lingkungan masyarakat khususnya keluarga. Keluarga merupakan pendukung
bagi remaja dalam menyelesaikan masalah sehingga terjadi peningkatan kesehatan reproduksinya.
Menurut Caplan (dalam Friedman, 2003) dukungan keluarga terdiri dari dukungan emosional,
informasional, instrumen (tenaga, dana dan waktu) dan penghargaan. Keluarga memberikan dukungan
emosional melalui pemberian perasaan nyaman dan damai bagi remaja diwujudkan dalam bentuk kasih
sayang, perhatian dan simpati. Keluarga juga perlu memberikan informasi tentang perkembangan
remaja dan permasalahan yang umum terjadi pada remaja agar remaja melakukan tindakan antisipasi.
Keluarga harus menyiapkan tenaga, dana dan menyiapkan waktu bagi remaja untuk menjadi Metode
permainan..., Nurhayati, FIK UI, 2012 8 Univeresitas Indonesia sumber dukungan dalam menyelesaikan
masalah. Dukungan keluarga dalam bentuk umpan balik kepada remaja akan menjadi respon yang
positif terhadap keberhasilan yang dicapai oleh remaja. Dampak dukungan keluarga diharapkan dapat
membantu menyelesaikan masalah kesehatan reproduksi remaja. Pendekatan program edukasi sebaya
dilakukan dengan membentuk kelompokkelompok kecil yang terdiri 7 sampai 10 siswa. Pendidik sebaya
untuk satu kelompok kecil terdiri dari 3 orang pendidik yang berfungsi sebagai fasilitator kegiatan pada
setiap sesi. Penentuan siswa yang menjadi tim pendidik sebaya dilakukan oleh pihak sekolah.Tim
pendidik sebaya bertanggung jawab pada pelaksanaan 2-3 kali pertemuan dengan materi yang berbeda.
Tim pendidik sebaya dibekali dengan buku panduan manual proses belajar aktif untuk memfasilitasi
pelaksanaan program edukasi sebaya. Persiapan pelaksanaan model edukasi sebaya meliputi pelatihan
guru pembina UKS; rekruitmen dan pelatihan calon pendidik sebaya; rapat koordinasi program meliputi
struktur komunikasi pendidik dalam model edukasi sebaya, penyusunan buku berupa panduan
edukreatif kesehatan reproduksi, buku kerja, pencatatan dan pelaporan; kegiatan edukasi sebaya,
supervisi kegiatan dan advokasi kegiatan program UKS dengan dinas terkait dalam pelaksanaan program
edukasi sebaya. Langkah-langkah kegiatan edukasi sebaya meliputi 1) Pengukuran tingkat pengetahuan
peserta program edukasi sebaya dilakukan diawal kegiatan; 2) Tim pendidik memandu kegiatan dengan
menjelaskan tujuan dan aturan dalam proses belajar dengan metode permainan serta menyepakati
lamanya waktu yang akan digunakan; 3) Tim pendidik memfasilitasi/memandu permainan yang
dilakukan oleh peserta pendidik sebaya; 4) Guru pendamping akan melakukan evaluasi proses
pelaksanaan program edukasi sebaya dengan menilai kemampuan tim pendidik sebaya dalam proses
kegiatan; 5) Pengukuran tingkat pengetahuan setelah mengikuti kegiatan program edukasi Metode
permainan..., Nurhayati, FIK UI, 2012 9 Univeresitas Indonesia sebaya dilakukan pada semua siswa yang
terlibat aktif yaitu tim pendidik dan siswa MTs “AH”. Selama proses pelaksanaan program edukasi
sebaya, guru pendamping dan penulis berperan dalam memonitor kegiatan edukasi sebaya,
mengevaluasi dan membantu memberikan solusi apabila terdapat kendala baik yang berasal dari tim
pendidik maupun peserta. Upaya pemantauan dan evaluasi proses kegiatan program edukasi sebaya
juga dilakukan oleh petugas Puskesmas Tugu. Pelaksanaan program edukasi sebaya yang menggunakan
metode permainan dilakukan dengan 59 dari 198 siswa dan siswi MTs “AH” sebagai sampel. Hasil
pelaksanaan menunjukkan terjadinya peningkatan pengetahuan, perilaku dan ketrampilan sebaya dan
pendidik sebaya. Analisis kegiatan secara detail menunjukkan terjadinya peningkatan pengetahuan
responden tentang kesehatan reproduksi yang sesuai dengan tumbuh kembang remaja sebanyak 17 %,
sikap yang positif dari responden terhadap kesehatan reproduksi meningkat 15%, perilaku tidak berisiko
yang dilakukan responden juga meningkat 7%, dan ketrampilan hidup responden meningkat 12% ;
teridentifikasi peningkatan kemampuan pendidik sebaya sebesar 30%. Kemampuan pendidik sebaya
tercermin pada penguasaan materi dan rasa percaya diri dalam memimpin pertemuan-pertemuan pada
program edukasi sebaya berbasis metode permainan. 1.2.Tujuan 1.2.1. Tujuan Umum Memberikan
gambaran pelaksanaan metode permainan dalam model edukasi sebaya sebagai intervensi keperawatan
komunitas dalam peningkatan kesehatan reproduksi remaja di MTs “AH” Kelurahan Tugu Kota Depok.
Metode permainan..., Nurhayati, FIK UI, 2012 10 Univeresitas Indonesia 1.2.2. Tujuan Khusus Tujuan
pelaporan program inovasi adalah menggambarkan : a. Kemampuan (pengetahuan, keterampilan, dan
sikap) remaja di MTs “AH” Kelurahan Tugu dalam peningkatan kesehatan reproduksi sebelum dan
sesudah dilakukan intervensi metode permainan dalam edukasi sebaya b. Kemandirian keluarga dalam
peningkatan kesehatan reproduksi sebelum dan sesudah pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga. c.
Kemampuan pendidik sebaya menggunakan metode permainan dalam edukasi sebaya untuk
peningkatan kesehatan reproduksi di MTs “AH” Kelurahan Tugu. d. Program pelayanan kesehatan
sekolah yang sesuai dengan kebutuhan remaja yang dapat peningkatan kesehatan reproduksi remaja di
MTs “AH” Kelurahan Tugu 1.2.3. Manfaat a. Pelayanan kesehatan : Sebagai dasar merumuskan kebijakan
pengembangan program kesehatan reproduksi berbasis sekolah. Kemanfaatan pengembangan program
diharapkan dapat dirasakan oleh siswa yang termasuk dalam golongan umur remaja, keluarga dengan
remaja dan masyarakat. b. Pengembangan keilmuan keperawatan komunitas 1). Model edukasi sebaya
menjadi dasar pengembangan intervensi keperawatan berbasis sekolah dan pengembangan jenis-jenis
metode permainan yang dapat digunakan dalam model edukasi sebaya sebagai strategi efektif untuk
peningkatan kesehatan reproduksi remaja. 2). Memotivasi perawat komunitas untuk menerapkan
metode permainan dalam model edukasi sebaya untuk peningkatan kesehatan reproduksi remaja.
Metode permainan..., Nurhayati, FIK UI, 2012 11 Univeresitas Indonesi

Anda mungkin juga menyukai