Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Demografi
Demografi atau ilmu kependudukan adalah ilmu yang mempelajari dinamika
kependudukan manusia. Demografi meliputi ukuran, struktur, dan distribusi
penduduk, serta bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran,
kematian, migrasi, serta penuaan.

2.2 Kesehatan

Kesehatan merupakan suatu gejala di mana kondisi tubuh maupun jiwa dalam kondisi

yang produktif baik dari segi fisik, mental, sosial maupun ekonomi, di mana

kesehatan suatu kondisi tubuh yang sangat penting dalam menjalani aktifitas dalam

kehidupan sehari-hari, tanpa kesehatan akan menghambat aktifitas dalam kehidupan

sehari-hari

2.3. Demografi Kesehatan

Demografi kesehatan didefinisikan sebagai penerapan isi dan metode

demografi untuk mempelajari status kesehatan dan perilaku kesehatan. Dengan

demikian demografi kesehatan menyangkut dirinya dengan cara di mana faktor-faktor

seperti usia, status perkawinan, dan pendapatan mempengaruhi baik status kesehatan

dan perilaku kesehatan populasi dan, pada gilirannya, bagaimana fenomena terkait

kesehatan mempengaruhi atribut demografis (Pol dan Thomas 1992: 1). Di sisi lain,
ahli demografi dan ahli epidemiologi (bersama dengan sosiolog, ahli geografi medis,

dan bahkan beberapa ekonom) sudah mulai bertemu di bidang yang muncul yang

telah disebut sebagai '' penentu sosial ' kesehatan penduduk” (Marmot dan Wilkinson

1999; Berkman dan Kawachi 2000; Eckersley, Dixon, dan Douglas 2001). Frustrasi

dengan kekhawatiran yang semakin sempit untuk mengidentifikasi ''faktor risiko''

penyakit (termasuk pencarian penanda genetik) sebagai cara memahami dan

mengatasi masalah kesehatan masyarakat, beberapa ahli epidemiologi telah

menyerukan untuk memperluas inventaris biasa dari faktor-faktor penentu kesehatan

untuk memasukkan variabel seperti status sosial ekonomi, ras/etnis, dan dukungan

sosial, yang semuanya dimaksudkan untuk menangkap beberapa aspek organisasi

sosial daripada sekadar karakteristik individu (Berkman dan Kawachi 2000). Dengan

mengadvokasi gerakan variabel demografi klasik ini menjadi peran sentral dalam

penelitian tentang kesehatan populasi, ahli epidemiologi sosial ini (begitu mereka

menyebut diri mereka sendiri) mewakili salah satu ujung dari spektrum potensial dari

demografi kesehatan.

Pada saat yang sama, ahli demografi sosial telah menemukan kembali peran

konteks social dalam perilaku manusia, dan '' dengan dorongan dari tetangga

sosiologis mereka, memiliki mulai mengenali kekurangan parah dari pandangan

berbasis variabel murni dari dunia'' (Paloni dan Morenoff 2001: 140). Oleh karena

itu, demografi kesehatan bertumpu pada konvergensi dua disiplin ilmu, demografi
dan epidemiologi, khususnya cabang masing-masing yang menekankan efek dari

konteks sosial dan keanggotaan kelompok.

Demografi dan epidemiologi memiliki kesamaan sejarah asal yang berasal

dari abad ke-17. Namun, selama perjalanan mereka masing-masing pengembangan

dan penyempurnaan, kedua bidang tersebut telah menyimpang dan menjadi khusus

untuk sejauh bahwa beberapa ahli epidemiologi profesional saat ini akan mengklaim

sebagai ahli demografi, dan dan sebaliknya. Praktisi di setiap bidang dilatih dalam

program yang terpisah dan berbeda, belajar dari buku teks yang berbeda,

menggunakan metode analisis yang berbeda, menghadiri konferensi terpisah dan

pertemuan profesional, dan mempublikasikan karya mereka di jurnal khusus (dengan

pengecualian penting seperti jurnal interdisipliner, Ilmu Sosial & Kedokteran).

Bahkan ketika mereka menganalisis fenomena yang sama di bidang

kependudukan kesehatan, misalnya, krisis kematian di Eropa Timur setelah

transformasi ekonomi, atau perbedaan ras dan etnis dalam hasil kelahiran, ahli

epidemiologi dan ahli demografi cenderung mengadopsi desain studi yang berbeda,

kerangka kerja konseptual yang berbeda untuk memilih dan mendefinisikan variabel,

asumsi yang berbeda dan pengujian kausalitas—memang, bahasa yang berbeda untuk

mendefinisikan masalah dan menggambarkan data. Meskipun demikian, ada

persamaan yang lebih nyata daripada perbedaan antara perhatian kedua disiplin ilmu

dalam menangani pertanyaan mendasar tentang kesehatan populasi.

2.4. Hubungan Demografi dan Kesehatan


Kebutuhan kesehatan dan perawatan kesehatan suatu populasi tidak dapat

diukur atau dipenuhi tanpa: mengetahui ukuran dan karakteristiknya. Demografi

berkaitan dengan ini dan dengan memahami dinamika populasi—bagaimana populasi

berubah sebagai respons terhadap interaksi tersebut antara fertilitas, mortalitas, dan

migrasi. Pemahaman ini merupakan prasyarat untuk membuat perkiraan tentang

ukuran dan struktur populasi masa depan yang harus mendukung perawatan

kesehatan perencanaan. Analisis semacam itu memerlukan tinjauan masa lalu. Jumlah

orang yang sangat tua di populasi, misalnya, tergantung pada jumlah kelahiran

delapan atau sembilan dekade sebelumnya dan risiko kematian pada usia berturut-

turut selama periode intervensi. Proporsi sangat tua orang sebagian bergantung pada

pembilang ini tetapi yang lebih penting pada penyebutnya, ukuran populasi secara

keseluruhan. Jumlah kelahiran dalam suatu populasi tergantung pada pola saat ini

pembangunan keluarga, dan juga pada jumlah perempuan yang 'berisiko' reproduksi

—itu sendiri merupakan fungsi dari tren masa lalu dalam fertilitas dan mortalitas.

Demikian pula, jumlah dan penyebab kematian sangat kuat dipengaruhi oleh struktur

umur.

Peningkatan derajat kesehatan terkait dengan jumlah penduduk. Semakin besar

jumlah penduduk, semakin tinggi pula beban pemerintah memfasilitasi faktor kesehatan.

Dengan membatasi kelahiran, ini berarti membantu mengurangi beban. Pertumbuhan jumlah

penduduk kini kembali mengkhawatirkan. Ini terbukti dari meningkatnya kembali tingkat

pertumbuhan penduduk sebanyak 1,3 persen. Ini juga berarti telah melewati batas ideal yang

ditargetkan, sebanyak 1,1 persen per tahun. Bila kemudian hal ini dikomparasikan dengan
keadaan pelayanan kesehatan yang ada saat ini, jelas pertumbuhan penduduk tersebut akan

menjadi masalah yang tidak kecil. Bayangkan saja, kalau angka pertumbuhan penduduk tetap

pada angka 1,3 persen pertahun. Berarti ada sekitar 273 juta jiwa penduduk di Indonesia pada

tahun 2021, Dengan angka sebesar itu, semakin tinggi pula beban pemerintah dalam

memfasilitasi hak kesehatannya. Sementara itu dengan jumlah penduduk seperti sekarang

saja, tampaknya sudah sangat sulit pemerintah menutupi kebutuhan hak kesehatan

masyarakat.

Bila Indonesia mampu menekan laju pertumbuhan penduduk, dalam jangka panjang

masalah beban ini dapat dikurangi,. Kemungkinan itu sendiri dikemukakan bila mengingat

potensi terjadinya perubahan pada struktur umur penduduk, dimana akan terjadi penurunan

proporsi pada usia muda dan meningkatnya proporsi penduduk umur kerja. Ini akan

menurunkan rasio ketergantungan pada layanan kesehatan masyarakat, karena orang dengan

usia produktif diperkirakan mampu menutupi kebutuhannya sendiri pada kesehatan,

analisisnya. Dan di sisi lain akan mengurangi beban dalam pemenuhan berbagai hak publik,

termasuk kesehatan terutama untuk usia muda, yang kemungkinan bisa ditutupi oleh

kemampuan produksi orang dengan usia produktif. Sampai saat ini sendiri tingkat layanan

kesehatan masih belum optimal. Ini terbukti dengan masih tingginya angka kematian ibu

(AKI) melahirkan dan angka kematian bayi (AKB). Selain itu, status gizi juga dianggap

rendah serta ada faktor ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan infeksi virus.

Terkait hubungan demografi dengan kesehatan, Kementerian Kesehatan

menunjukkan data bahwa masih terdapat ketimpangan ketersediaan fasilitas layanan

kesehatan antara di desa dan di kota. Kementerian Kesehatan mengungkapkan jika


penyebaran puskesmas di Indonesia dinilai belum merata karena puskesmas hanya

tersebar di provinsi-provinsi yang memiliki kemudahan dalam mengaksesnya.

Penyebaran puskesmas terbanyak pada tahun 2018 berada di DKI Jakarta, sedangkan

penyebaran puskesmas terdikit berada di Papua dan Papua Barat (Kementeriaan

Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa akses

pelayanan kesehatan di daerah perkotaan lebih mudah dan lebih lengkap jika

dibandingkan dengan di pedesaan.Menurut Dye(2008), penduduk yang tinggal di

perkotaan lebih menikmati layanan kesehatan yang lebih baik daripada penduduk di

pedesaan karena penduduk di perkotaan memiliki anggaran yang lebih besar untuk

menggunakan failitas layanan kesehatan yang tersedia. Perbedaan kekayaan inilah

yang juga menyebabkan penduduk di perkotaan lebih sehat dibandingkan dengan

penduduk di pedesaan. Selain itu, kelengkapan fasilitas layanan kesehatan di

perkotaan tidak hanya karena masyarakatnya yang kaya, tetapi juga karena

pemerintah yang menyediakan fasilitas yang lengkap serta masyarakatnya yang juga

memiliki pengetahuan yang baik mengenai kesehatan.Pada tahun 2015-2017, BPS

mencatat bahwakebutuhan layanan kesehatan yang masih belum terpenuhi di desa

lebih tinggi dibandingkan di kota. Persentase ini bernilai 5,09 persen untuk di desa

dan 4.24 persen untuk di kota (Badan Pusat Statistik, 2016a). Hal ini juga

menunjukkan bahwapenduduk di pedesaan lebih membutuhkan fasilitas layanan

kesehatan lebihbanyak daripada penduduk di perkotaan.


Rata-rata penduduk di perkotaan lebih sehat juga disebabkan oleh sedikitnya

masyarakat miskin jika dibandingkan dengan masyarakat kaya yang ada di perkotaan.

Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi di pedesaan. Menurut Mace(1998),

kondisi ini dapat menggambarkan jika penduduk di kota lebih mudah dalam

mengakses layanan kesehatan serta lebih memiliki nutrisi dan sanitasi yang lebih baik

dibandingkan dengan penduduk di desa. Hal ini juga didukung oleh pendapat dari

Gergson et al.(2007)yang menyatakan bahwaperbedaan kesehatan di desa dan kota

dipengaruhi oleh tingkat kemiskinan yang terdapat di desa dan di kota.

2.5. Faktor-Faktor Demografi Kesehatan

Faktor-faktor penyebab terjadinya ledakan penduduk antara lain adalah :

1) jumlah penduduk yang besar;

2) pertumbuhan penduduk yang cepat;

3) 3)penyebaran penduduk yang tidak merata;

4) banyaknya yang menikah di usia dini.;

5) program kb belum terlaksana dengan baik;

6) menurunnya angka kematian yang disebabkan oleh peningkatan

perkembangan dalam bidang kesehatan atau medis;

7) banyak penduduk desa yang urbanisasi.. Masih tingginya laju pertumbuhan

penduduk mengakibatkan masalah kependudukan menjadi masalah yang

urgen dan harus segera ditangani.


Banyak faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk, antara lain

faktor demografi dan faktor non demografi. Faktorfaktor demografi yang

mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk didominasi oleh determinan demografi

yakni:

1) Natalitas/Fertility (Kelahiran); Pengukuran fertilitas lebih kompleks

dibandingkan dengan pengukuran mortalitas karena seorang wanita hanya mati

satu kali tetapi ia dapat melahirkan lebih dari seorang bayi. Di samping itu

seseorang yang telah mati pada hari dan waktu tertentu tidak mempunyai resiko

kematian yang ke dua kali. Sebaliknya seorang wanita yang melahirkan seorang

anak tidak berarti resiko melahirkan dari wanita tersebut berhenti. Kompleksnya

pengukuran fertilitas juga disebabkan karena keterlibatan dua orang (suami dan

istri). Masalah yang lain yang di jumpai dalam pengukuran fertilitas adalah tidak

semua wanita mengalami resiko melahirkan karena ada kemungkinan beberapa

dari mereka tidak mendapat pasangan untuk berumahtangga juga pada wanita

yang bercerai atau menjanda. Suatu kelahiran disebut dengan lahir hidup (live

birth) apabila pada waktu lahir terdapat tanda-tanda kehidupan seperti berteriak,

bernafas, jantung berdenyut. Apabila pada waktu lahir tidak ada tanda-tanda

kehidupan disebut lahir mati (still birth) yang dalam ilmu demografi tidak

dianggap sebagai suatu peristiwa kelahiran. Kadang kala ada yang menyebut

Fertility sama dengan Fecundity. Fecundity adalah kemampuan biologis wanita

untuk menghasilkan anak lahir hidup Menurut Mantra (2000:127).


2) Mortality (Kematian) sebagai salah satu variabel demografi yang sangat penting

sebagai barometer tinggi rendahnya tingkat kesehatan penduduk dari suatu

daerah. Yang dimaksud dengan mortalitas adalah peristiwa menghilangnya

tanda-tanda kehidupan seseorang secara pernanen yang terjadi setiap saat setelah

kelahiran hidup. Dari definisi ini terlihat bahwa keadaan “mati”hanya bisa terjadi

kalau sudah terjadi kelahiran hidup. Dengan kata lain, mati tidak pernah ada

kalau tidak ada kehidupan. Sedangkan hidup selalu dimulai dengan lahir hidup.

Penerapan angka kematian bayi dipakai sebagai angka probabilitas untuk

mengukur resiko kematian dari seseorang atau bayi dari saat kelahirannya

sampai menjelang ulang tahunnya yang pertama. Apabila suatu penduduk

mempunyai angka kematian bayi 200 per 1.000 kelahiran hidup ini berarti bahwa

probabilitas mati seorang bayi yang baru lahir pada penduduk tersebut sebelum

mencapai ulang tahunnya pertama adalah 20 %. Bila diterapkan secara agregate

maka dari 1.000 kelahiran 200 diantaranya mati pada usia sebelum usia ulang

tahun pertama. Usia yang dicapai sebelum terjadinya kematian merupakan

harapan hidup dari seorang penduduk. Harapan hidup merupakan indikator yang

baik untuk menunjukkan sosial ekonomi secara umum. Harapan hidup

didefiniskan sebagai ratarata tahun hidup yang masih dijalani oleh seseorang

yang telah berhasil mencapai umur tersebut dalam situasi mortalitas yang

berlaku di lingkungan masyarakatnya. Sebagai contoh angka harapan hidup lima

tahun berarti rata-rata tahun hidup pada masa yang akan datang dijalani oleh

mereka yang telah mencapai usia lima tahun.


3) Migrasi (Perpindahan Penduduk), Todaro (2005: 39) menyatakan migrasi

merupakan suatu proses yang sangat selektif mempengaruhi setiap individu

dengan ciri-ciri ekonomi, sosial, pendidikan dan demografi tertentu, maka

pengaruhnya terhadap faktor-faktor ekonomi dan non ekonomi dari masing-

masing individu juga bervariasi. Variasi tersebut tidak hanya terdapat pada arus

migrasi antar wilayah pada negara yang sama, tetapi juga pada migrasi antar

negara. Menurut Mantra (200:151) Migrasi adalah perpindahan penduduk dari

suatu wilayah ke wilayah lain dengan maksud untuk menetap di daerah tujuan.

Sedangkan mobilitas non permanen merupakan gerakan penduduk dari satu

tempat ke tempat lain tidak dengan maksud untuk menetap di daerah tujuan

Zelinsky (Mantra). Mobilitas penduduk horizontal atau geografis meliputi semua

gerakan (movement) penduduk yang melintasi batas wilayah tertentu dalam

periode tertentu (Mantra 200:151). Batas wilayah yang digunakan adalah batas

administratif. Mobilitas penduduk ada dua yakni mobilitas permanen dan non

permanen yang disebut mobilitas serkuler. Teori-teori migrasi awal didasarkan

pada tenaga kerja surplus, tingkat pertumbuhan yang bersifat tetap dan

penciptaan lapangan kerja serta berbagai teori ini melihat migrasi keluar

merupakan suatu trauma sosial. Sedangkan teori baru menyadari bahwa migrasi

bila didorong oleh kekuatan ekonomi merupakan suatu proses yang positif dan

selektif. Dengan kemajuan dalam bidang teknologi dan infrastruktur transportasi,

mobilitas tenaga kerja terus meningkat. Migrasi tenaga kerja mendorong

pertumbuhan. Dalam lingkup domestik, menunjukkan bahwa migrasi tenaga


kerja menyumbang bagi pertumbuhan agregat dengan cara memperbaiki

distribusi tenaga kerja yang lalu mendorong konsentrasi

Anda mungkin juga menyukai