Anda di halaman 1dari 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/342962670

Peran Kaum Milenial sebagai Cross-Cutting Interpreters dalam


Pengembangan Desa Wisata Pelaga Kabupaten Badung Bali

Article  in  JURNAL DESTINASI PARIWISATA · July 2020


DOI: 10.24843/JDEPAR.2020.v08.i01.p01

CITATIONS READS

0 375

2 authors, including:

Fransisco Situmorang
PT Ekipa Agile Consultancy Indonesia
5 PUBLICATIONS   2 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Fransisco Situmorang on 16 July 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937
Vol. 8 No 1, 2020

Peran Kaum Milenial sebagai Cross-Cutting Interpreters dalam Pengembangan Desa


Wisata Pelaga Kabupaten Badung Bali
Fransisco Situmoranga,1, Saptono Nugrohoa,2
1 fransiscositumorang41@gmail.com, 2 saptono_nugroho@unud.ac.id
a Program Studi S1 Destinasi Pariwisata, Fakultas Pariwisata,Universitas Udayana, Jl. Dr. R. Goris, Denpasar, Bali 80232 Indonesia

Abstract
The economic disparity that occurred in Badung Regency, Bali was caused by the rapid development of
tourism that does not align with the development of the agricultural sector in the north. This then pushed
the Pelaga Tourism Village millennial to urbanize into the southern
regions to continue education and to obtain employment. This research aims to analyze the role that
millennials can do as cross-cutting interpreters in the development of Pelaga Tourism Village. This research
uses qualitative data with two data sources: primary data and secondary data. The data collection
techniques used in this research are library studies, observations, interviews, and documentation. In
determining the informants is used as a purposive sampling technique. In this study, the data analysis
technique used is descriptive-qualitative. The results showed that the role of the millennial generation in the
development and management of tourism villages has been very minimal. This is very unfortunate
considering the millennial has the ability as cross-cutting interpreters and as well as rich in innovation
and much-needed creativity in the development of tourism villages. The role that can be performed by
millennials in developing tourist villages is by establishing BUMDes as an organization for tourism village
management. Millennials should also conduct mapping and development of several tourism potentials in
each Banjar by prioritizing the aspect of diversification. At the marketing and promotion stage, millennials
who are technologically literate can utilize digital media as a means to introduce and offer tourism
products.

Keyword: Millenials, Cross-Cutting Interpreters, Tourism Villages

I. PENDAHULUAN pariwisata “the island of Gods” ini tidak terlepas


Pemerintah Indonesia pada tahun 2015 dari sejumlah potensi pariwisata yang dimiliki.
menetapkan sektor pariwisata sebagai salah satu Bali yang sudah menggeluti dunia kepariwisatan
dimensi sektor unggulan dalam kerangka agenda selama lebih seratus tahun ini juga telah menjadi
pembangunan nasional atau yang lebih lazim destinasi wisata yang paling banyak dikunjungi
dikenal sebagai Nawacita Jokowi-JK 2015-2019 wisatawan mancanegara (Anom, dkk., 2017).
(bumdes.id : 2019, kemenpar : 2018). Hal ini Terbukti, pada tahun 2017 lalu, pulau seribu pura
mendorong adanya akselerasi pengembangan ini berhasil mendatangkan 5.381.828 wisatawan
dan pembangunan kepariwisataan hampir di mancanegara atau sekitar 40.52% dari total
seluruh wilayah Indonesia yang dilakukan oleh kunjungan wisman ke Indonesia (bps.go.id, 2018
sejumlah stakeholder pariwisata. ; tempo.co, 2018 ; tribunnews.com, 2018).
Pada tahun 2019, Kementerian Pariwisata Kemudian, di tahun 2018, Bali dikunjungi oleh
menargetkan 20 juta jumlah kunjungan 6.070.473 wisatawan mancanegara atau sekitar
wisatawan mancanegara. Untuk merealisasikan 38,4% dari total kunjungan ke Indonesia
hal tersebut, pengembangan sejumlah destinasi (bali.tribunnews.com : 2019, bali.bps.go.id :
berdasarkan aspek potensi alam, budaya, dan 2019).
buatan terus gencar digalakkan (Kementerian Pengembangan desa wisata di Bali
Pariwisata : 2017). Di tahun 2018, pemerintah sebenarnya bukan merupakan hal baru. Jauh
berfokus pada pelaksanaan program sebelumnya, Pemerintah Provinsi Bali, khususnya
pengembangan 2.000 desa wisata yang tersebar Kabupaten Badung sudah menggarap hal yang
di 14 provinsi. Hal ini bertujuan untuk sama sejak tahun 2010 lalu melalui Surat Edaran
merealisasikan 1,9 juta target kunjungan Kepala Dinas Pariwisata Daerah Povinsi Bali
wisatawan mancanegara ke wilayah perdesaan Nomor 556/317/I/DISPAR tentang
sebagaimana telah ditetapkan pada aspek Pengembangan 100 Desa Wisata 2014-2018 dan
portofolio pariwisata. Peraturan Bupati Badung Nomor 47/2010
Bali merupakan salah satu provinsi yang tentang Penetapan Kawasan Desa Wisata di
ditetapkan dalam pengembangan desa wisata Kabupaten Badung. Adapun sejumlah desa wisata
tersebut. Penetapan provinsi dengan brand yang ditetapkan di Kabupaten Badung, yakni,

1
Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937
Vol. 8 No 1, 2020

Desa Kapal, Desa Mengwi, Desa Baha, Desa partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan
Munggu, Desa Bongkasa Pertiwi, Desa Sangeh, desa wisata, minimnya promosi pariwisata yang
Desa Carangsari, Desa Pangsan, Desa Petang, dilakukan, pendanaan dari pemerintah yang
Desa Pelaga, dan Desa Belok Sidan (Mahagangga, terbatas, tidak ada target pasar, diversifikasi
dkk., 2015). produk wisata yang cenderung sama dengan desa
Pengembangan sebelas desa wisata ini wisata lainnya, dan sebagainya (Anom, dkk :
dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi 2015).
kesenjangan yang terjadi di Kabupaten Badung Oleh karena itu, penelitian ini dimaksudkan
bagian utara dan selatan. Kesenjangan tersebut untuk memberikan solusi berupa rekomendasi
merupakan konsekuensi dari pembangunan kebijakan bagi Desa Wisata Pelaga dalam
kepariwisataan yang selama ini terkonsentrasi di menangangi permasalahan terkait dengan
wilayah selatan sebagai trade mark pariwisata promosi dan pemasaran produk pariwisata.
Bali, seperti Nusa Dua, Uluwatu, Jimbaran, Penelitian ini juga bertujuan untuk membangun
Seminyak, Canggu, dan sebagainya. Sementara partisipasi masyarakat dalam pengelolaan desa
itu, wilayah utara yang memiliki potensi wisata, secara khusus bagi kaum milenial desa.
pariwisata yang cukup besar hanya dimanfaatkan
sebagai kawasan konservasi, daerah resapan air, II. TINJAUAN PUSTAKA
dan pertanian terintegrasi. Nilai-nilai tradisi Telaah hasil penelitian sebelumnya
masyarakat lokal yang masih dilestarikan serta dilakukan sebagai acuan untuk menentukan
kondisi eksisting alam yang masih asri dan alami posisi atas fokus kajian yang akan dilakukan
dianggap sangat potensial untuk dikembangkan dalam penelitian saat ini. Penelitian pertama
guna meminimalisir dampak negatif pariwisata dilakukan oleh Anom (2015) dengan judul
(Anom, dkk: 2015 ; Perda Kabupaten Badung “Peluang, Tantangan, dan Strategi Pengembangan
Nomor 26/2003). Sehingga, dewasa ini, Desa-Desa Wisata di Kabupaten Badung”.
Kabupaten Badung terpolarisasi menjadi dua Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi
dalam merekonstruksi pariwisata, yaitu bagian pariwisata, kendala, dan strategi pengembangan
utara sebagai alternative tourism dan bagian desa wisata di Kabupaten Badung yang dapat
selatan sebagai mass tourism (Nugroho dan dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat
Palguna, 2016). lokal. Adapun strategi pengembangan Desa
Pada praktik pengembangan kesebelas desa Wisata Pelaga yang diusulkan dalam penelitian
wisata tersebut, Nalayani (2015) menyebutkan ini diantaranya, penyiapan lahan untuk pusat
bahwa hanya terdapat dua desa wisata yang pengembangan desa wisata, pengembangan
dapat dikatakan telah berkembang, yaitu Sangeh pondok wisata yang dimiliki dan dikelola
dan Bongkasa Pertiwi. Sementara desa lainnya masyarakat lokal, memuat aturan khusus untuk
masih dalam tahap pengembangan, bahkan ada meminimalisir alih fungsi lahan, pengembangan
pula yang masih dalam fase ‘embriotik’. Sebagai ekowisata berbasis kearifan masyarakat lokal,
desa wisata yang dikatakan belum berkembang, dan pengembangan kualitas sumberdaya
praktik kepariwisatan di Desa Pelaga sebenarnya manusia.
sudah dimulai sejak tahun 1999. Pada masa itu, Penelitian kedua berjudul ‘‘Peran Kaum
Yayasan Wisnu melakukan pemetaan terhadap Milenial dalam Pengembangan Digital Nomadic
sejumlah desa di Bali yang berpotensi untuk Tourism sebagai Badan Usaha Milik Desa : Studi
dikembangkan sebagai ekowisata. Hasilnya, Kasus pada Desa Wisata Pelaga Kabupaten
terdapat empat desa yang dinyatakan layak, Badung Bali“. Hasil penelitian ini menawarkan
yakni Desa Pelaga (Badung), Desa Sibetan usulan pengembangan digital nomadic tourism
(Karangasem), Desa Tenganan (Karangasem), sebagai BUMDes yang dapat dilakukan oleh kaum
dan Desa Nusa Ceningan (Klungkung) yang milenial untuk membangun peran mereka dalam
secara bersama-sama sepakat untuk membentuk penyediaan lapangan pekerjaan dan peluang
organisasi “Jaringan Ekowisata Desa” (JED). usaha baru di Desa Wisata Pelaga. Perlu diketahu
Organisasi ini memiliki tujuan untuk bahwa penelitian pada saat ini merupakan
membangun dan mengembangkan ekowisata lanjutan dari penelitian terdahulu untuk
berbasis masyarakat lokal dan keberlanjutan menyempurnakan kekurangan yang ada.
lingkungan di keempat desa tersebut (Saragih, Penelitian terakhir dilakukan oleh Nugroho
dkk : 2015). Meski telah berjalan selama dua dan Palguna (2015) yang berjudul ‘‘Generasi
puluh tahun namun sektor pariwisata masih Muda dalam Praktik Desa Wisata di Kabupaten
belum mampu memberikan kontibusi ekonomi Badung“. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
secara positif bagi masyarakat setempat. Hal ini adanya konsepsi ageism, tafsir eksternal, dan
umumnya terjadi karena sejumlah kendala, tafsir internal menjadi faktor utama yang
seperti kekurangan sumberdaya manusia yang menyebabkan minimnya peran kaum milenial
berkualitas, rendahnya pengetahuan dan

2
Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937
Vol. 8 No 1, 2020

dalam pengelolaan desa wisata di Kabupaten dapat digunakan dalam viral marketing ialah, e-
Badung. Sehingga diperlukan adanya strategi mail, situs jejaring sosial, video viral, dan e-book
pelembagaan di tingkat desa wisata dengan viral. Secara stuktur dasar viral marketing
memberi kesempatan bagi kaum milenial untuk dibedakan menjadi, (1) Active Viral Marketing
turut berpartisipasi dalam kelembagaan tersebut. yang diasosiasikan dengan konsep tradisional
Pada penelitian ini, digunakan empat konsep word-of-mouth karena pemakai bisasanya terlibat
untuk menganalisis data yang diperoleh. Adapun secara personal dalam proses menjaring
konsep tersebut, yaitu Desa Wisata, Kaum konsumen baru. (2) Frictionless Viral Marketing
Milenial, Cross-Cutting Interpreters dan Viral yang tidak mensyaratkan partisipasi aktif dari
Marketting. konsumen untuk mengiklankan atau
Desa Wisata menyebarkan informasi suatu produk. Dalam hal
Desa wisata merupakan sebagian atau ini, dorongan awal untuk promosi viral didahului
keseluruhan kawasan pedesaan yang memiliki oleh pihak perusahaan pembuat produk itu
potensi, aktivitas, produk dan diintegrasikan sendiri (Achyunda, dkk: 2017; Andini, dkk: 2014;
dengan akomodasi serta fasilitas pendukung Situmorang, 2010).
lainnya untuk pengembangan pariwisata. Hal
diatas dikemas menjadi rangkaian produk III. METODE PENELITIAN
pariwisata yang dikelola secara berkelanjutan Penelitian ini berlokasi di Desa Wisata
oleh masyarakat lokal dengan mencerminkan Pelaga, Kabupaten Badung, Bali yang dilakukan
keseluruhan suasana dengan menonjolkan sejak bulan April 2018 sampai bulan Mei 2019.
kearifan, keaslian, keunikan, arsitektur bangunan, Penelitian ini menggunakan data kualitatif yang
tata ruang desa, dan sebagainya (Anom, dkk: diungkapkan dalam bentuk kalimat serta uraian-
2015 ; Nuryanti: 1993 ; Sanjiwani: 2015 ; uraian (Bungin, 2007). Untuk memperoleh data,
Suryawan, dkk: 2015). penelitian ini menggunakan dua sumber, yaitu
Kaum Milenial data primer yang diperoleh secara langsung saat
Kaum milenial yang disebut juga sebagai melakukan penelitian dan data sekunder yang
generasi Y dan/atau digital generation ialah diperoleh dari berbagai sumber bacaaan, seperti
individu yang lahir dari tahun 1980-1990 atau jurnal, skripsi, buku, dan sebagainya (Kusmayadi
yang saat ini berusia 16-36 tahun. Generasi ini dan Sugiarto, 2000 ; Moleong, 2012). Data
tumbuh seiring dengan perkembangan teknologi diperoleh melalui studi kepustakaan, observasi,
dan internet dan dianggap sebagai generasi wawancara, dan dokumentasi (Bungin, 2007;
modern yang aktif bekerja, penelitian, memiliki Moleong, 2014; Sugiyono, 2013). Informan dalam
pola pikir inovatif tentang organisasi, optimis, penelitian ini ditentukan melalui metode
serta memiliki kemauan untuk bekerja secara purposive sampling dengan 6 orang informan
kompetitif, terbuka dan fleksibel (Putra, 2016 ; yang terdiri dari Ketua Kelompok Sadar Wisata,
Anonim, 2017; Pratseyani, 2017; Ketua Karang Taruna, Manajer Bagus Agrowisata
mentalfloss.com, 2019 ; Frey, 2018). Pelaga, Anggota STT Banjar Tinggan, Anggota STT
Cross-Cutting Interpreters Banjar Pucak Tinggan, Pengelola Bali Jhon Swing,
Cross-cutting actor merupakan kelompok Petugas Loket Air Terjun Nungnung. Untuk
yang mampu bertemu dan diterima oleh semua menganalisis data digunakan teknik deskriptif-
pemangku kepentingan pariwisata baik di kualitatif yang menggambarkan suatu fenomena
internal desa wisata maupun dengan pihak kemudian mengaitkannya dengan fenomena lain
eksternal, seperti wisatawan, pemerintah daerah, melalui interpretasi untuk dideskripsikan dalam
pihak swasta (investor) maupun kelompok satu kualitas yang mendekati kenyataan
kepentingan tertentu. Karena dapat diterima oleh (Muhadjir, 1996).
semua pihak, kaum milenial juga memiliki peran
sebagai sang penafsir (interpreter group). IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkawinan kedua konsep ini akan menjadikan Kesejangan perekonomian yang terjadi di
kaum milenial sebagai actor cross-cutting Kabupaten Badung terjadi karena adanya
interpreter atau penafsir pelintas batas (Nugroho konsentrasi pusat pertumbuhan ekonomi di
dan Palguna, 2016). wilayah selatan sebagai sentra pariwisata.
Viral Marketing Dengan dalih untuk memenuhi kebutuhan
Viral marketing merupakan bentuk wisatawan yang terus meningkat, pembangunan
pemasaran dari mulut ke mulut berbasis internet fasilitas umum maupun fasilitas pariwisata tidak
(e-word of mouth marketing) yang fungsi pernah absen dilakukan. Hal ini kemudian
promosinya bersifat networking dan dirancang mendorong sektor pariwisata di Kabupaten
seperti virus berjangkit dari satu orang ke orang Badung, khususnya wilayah selatan sebagai
lainnya secara cepat dan luas.Adapun media yang kontributor terbesar bagi Pendapatan Asli
Daerah (BPS Provinsi Bali, 2018 ;

3
Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937
Vol. 8 No 1, 2020

badungkab.go.id : 2019). Bahkan, sekitar 90% bebas dari kepentingan politis praktis. -cutting
masyarakat di wilayah selatan sangat bergantung interpreter atau penafsir pelintas batas (Nugroho
pada sektor pariwisata dan jasa sebagai mata dan Palguna, 2016). Momentum pengembangan
pencaharian utamanya (Mahagangga, dkk : desa wisata inilah yang sepatutnya dimanfaatkan
2015). Sementara itu, wilayah utara sebagai oleh kaum milenial dalam menunjukkan
kawasan pertanian terintegrasi tidak mengalami eksistensi dan keterlibatannya.
perkembangan yang cukup signifikan layaknya Sebagaimana diketahui bahwa kebijakan
sektor pariwisata di wilayah selatan. Akibanya, pengembangan desa wisata ini dapat
terjadi ketimpangan tingkat pendapatan dikategorikan sebagai produk pariwisata yang
masyarakat, disparitas pembangunan, ekslusif. Alasannya ada tiga, yaitu pertama,
konsentrasi lapangan pekerjaan, kesenjangan kebijakan ini lahir dan dijalankan atas kolaborasi
peluang usaha, dan sebagainya. antartiga kementerian, yaitu Kementerian
Menurut Situmorang dan Narottama (2019), Pariwisata, Kementeria Desa dan PDTT serta
hal ini kemudian berimplikasi secara langsung Kementerian Koperasi dan UMKM. Kolaborasi ini
terhadap praktik urbanisasi yang terjadi di Desa kemudian dikenal sebagai istilah Indonesia
Wisata Pelaga. Terdapat sekitar 70% kaum Intercorporated. Kedua, pengembangan desa
milenial yang berurbanisasi untuk melanjutkan wisata juga dimaksudkan sebagai upaya untuk
pendidikan maupun bekerja di wilayah selatan mewujudkan tiga dari sembilan poin dalam
sementara sisanya masih menetap di desa Nawacita yang menjadi agenda pemerintahan
dengan status sebagai pelajar dan petani. Jokowi-JK. Adapun ketiga poin tersebut,
Minimnya lapangan pekerjaan dan adanya diantaranya (3) membangun Indonesia dari
penawaran upah yang lebih tinggi di wilayah pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah
selatan diakui sebagai salah satu faktor utama dan desa dalam kerangka negara kesatuan; (6)
yang mendorong praktik urbanisasi oleh kaum meningkatkan produktivitas rakyat dan daya
milenial. Menyimak fakta tersebut, tidak saing di pasar Internasional sehingga bangsa
mengherankan jika peran dan partisipasi kaum Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-
milenial dalam pengelolaan desa wisata masih bangsa Asia lainnya; (7) mewujudkan
sangat rendah. kemandirian ekonomi dengan menggerakkan
Fakta lain juga diungkapkan oleh Nugroho sektor-sektor strategis ekonomi domestik
dan Palguna (2016) yang menjelaskan bahwa (bumdes.id : 2019, Tim Percepatan Wisata Desa
minimnya partisipasi kaum milenial dalam dan Kota, 2017). Ketiga, pengembangan desa
pengelolaan desa wisata di Kabupaten Badung wisata merupakan wujud implementasi nyata
disebabkan atas 3 faktor. Pertama, adanya dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
konsepsi ageism oleh kalangan senior yang tentang Desa yang memberikan kewenangan bagi
memandang kaum milenial terlalu muda, kurang desa dalam menentukan peran, posisi, dan
mampu dan belum matang, serta masih terlalu kewenangannya sendiri. Desa yang selama ini
emosional dalam pengelolaan desa wisata. Kedua, hanya berkedudukan sebagai objek kini
kaum milenial kerap dibutakan dalam perangkap bertransformasi menjadi subjek pembangunan
modernitas yang menawarkan kamuflase dalam sebagaimana untuk mendukung Nawacita poin
bingkai hidup konsumerisme. Sehingga, kaum ketiga (Kurniawan; 2015). Pembangunan desa
milenial menjadi kurang percaya diri dalam dianggap memiliki peranan penting dalam
mengaktualisasikan diri secara autensitas pembangunan nasional dikarenakan penduduk
berbasis kearifan budaya lokal karena mereka Indonesia cenderung bermukim di desa sehingga
telah terbawa arus kapitalisme global. Ketiga, akan membawa pengaruh besar terhadap
adanya kekeliruan dalam memaknai suatu stabilitas ekonomi (Sa’dullah : 2016 dalam
pekerjaan. Kaum milenial cenderung memandang Agunggunanto, dkk : 2016).
suatu pekerjaan sebagai ruang untuk memenuhi Minimnya sumberdaya manusia yang
kebutuhan ekonomi bukan sebagai wadah untuk berkualitas merupakan salah akar permasalahan
berekspresi dan berkreativitas. Implikasinya, dari sejumlah kendala pengembangan Desa
mereka lebih memilih untuk mencari pekerjaan Wisata Pelaga maupun desa lainnya di Kabupaten
ke kota daripada mengembangkan potensi Badung. Sehingga, keterlibatan kaum milenial
ekonomi yang ada di desa. Hal ini tentunya dalam pengelolaan desa wisata sangat
terjadi karena kekeliruan tersebut yang telah dibutuhkan. Generasi yang identik dengan
menumpulkan kreativitas mereka. semangat tinggi, penuh kreativitas, kaya inovasi,
Realitas ini sangat disayangkan menimbang berpikiran terbuka, dan berwawasan luas ini
kaum milenial dianggap sebagai cross-cutting diharapkan mampu memberikan perubahan bagi
actor dengan stamina yang lebih prima, akrab Desa Wisata Pelaga. Hal ini didukung pula dengan
dengan kecanggihan teknologi, menyukai realitas bahwa kaum milenial yang berurbanisasi
tantangan dan hal-hal baru, serta cenderung ke wilayah selatan umumnya bekerja pada sektor

4
Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937
Vol. 8 No 1, 2020

pariwisata, seperti waiter/waitress, kapal pesiar, desa wisata yang memanfaatkan alokasi dana
chef, pegawai hotel/ kafe/ restoran, dan desa. BUMDes merupakan badan usaha yang
sebagainya. Beberapa diantara mereka juga seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki
merupakan pelajar dan mahasiswa yang oleh desa melalui penyertaannya secara langsung
menempuh pendidikan di bidang parwisata. yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan
Sehingga, sedikit banyaknya, mereka sudah guna mengelola asset, jasa pelayanan, dan usaha
memahami karakteristik, tipologi, dan preferensi lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
wisatawan. Dengan begitu, kaum milenial ini pun masyarakat Desa (UU 6/2014 tentang Desa).
akan mampu melakukan segmentasi pasar yang Melalui pembentukan BUMDes ini, kaum
diharapkan. milenial juga akan terbantu dalam hal pendanaan
Dengan begitu, kaum milenial sudah untuk pengelolaan desa wisata. Baiknya, posisi
sepatutnya kembali ke desa untuk menciptakan strategis dalam kelembagaan tersebut diduduki
peluang usaha dan lapangan pekerjaan, tidak lagi oleh kaum milenial yang dianggap layak dan
sebagai pencari kerja. Sebagai tombak kompeten. Selain itu, kelembangaan ini juga
pembangunan desa, kaum milenial harus mampu sepatutnya diisi oleh representasi dari masing-
melawan konsepsi ageism yang ditujukan kepada masing banjar untuk menghindari adanya konflik
mereka dan merubah cara pandang dalam horizontal. Setelah itu, kaum milenial kemudian
menyikapi dunia kerja. Salah satu langkah awal memetakan setiap potensi wisata yang ada di
yang dapat dilakukan oleh kaum milenial dalam setiap banjar untuk dikembangkan sesuai dengan
pengelolaan desa wisata adalah memainkan segmentasi pasar tanpa mengabaikan aspek
peran mereka sebaga cross-cutting interpreter. keberlanjutan alam dan budaya lokal. Pemetaan
Artinya, kaum milenial yang diterima oleh ini diharapkan dapat menghasilkan diversifikasi
seluruh elemen ini berperan untuk memecah produk wisata yang berbeda di setiap banjar.
kebekuan dan kebuntuan komunikasi antar Kaum milenial dapat menjadikan hasil
pemangku kepentingan pariwisata. Berdasarkan penelitian atas pemetaan potensi pariwisata yang
hasil temuan di lapangan, pengelolan Desa Wisata dilakukan oleh Situmorang dan Narottama
Pelaga masih sangat minim sinegritas antar (2019) dalam mengembangkan kepariwisataan di
pemangku kepentingan dan pelaku pariwisata. desa mereka seperti dalam tabel 1 di bawah:
Hal ini dapat dilihat dari pengelolaan sejumlah
daya tarik wisata maupun fasilitas pariwisata Tabel 1. Pemetaan Potensi Pariwisata
yang dilakukan oleh masing-masing banjar. Sebut
saja, Banjar Tinggan yang sejak tahun 2017 Nama Atraksi Wisata
dikembangkan sebagai desa wisata oleh salah Banjar
satu bank swasta manakala wilayahnya secara de Nungnung Air Terjun Nunggung, memiliki
facto merupakan bagian dari Desa Wisata Pelaga. kawasan persawahan yang dapat
Air terjun Nunggung dikelola oleh Banjar dikembangkan sebagai daya tarik
Nunggung tanpa memiliki keterkaitan dengan wisata berbasis edukasi dan
Desa Wisata Pelaga, pendirian pondok-pondok ekowisata, atraksi buatan Bali
wisata secara perorangan, begitu juga dengan Jhon Swing dan produk Kopi
penjualan paket wisata oleh organisasi JED yang Luwak.
hanya terfokus di Banjar Kiadan. Selain itu, Kiadan Memiliki jalur trekking,
terdapat beberapa daya tarik wisata yang agrowisata dan wisata edukasi
dikelola secara murni oleh pihak swasta, seperti tentang pengelolaan kopi.
Bagus Agro Pelaga, Bali Jhon Swing, dan pendirian Pelaga Terdapat sebuah jembatan yang
pabrik wine yang kurang melibatkan partisipasi diklaim sebagai jembatan tertinggi
masyarakat sekitar. se-Asia Tenggara, yaitu jembatan
Melalui keterlibatannya, kaum milenial dapat Tukad Bangkung yang
mencairkan ego sektoral terkait pengelolaan daya menghubungkan Desa Pelaga
tarik wisata di setiap banjar dan merekonstruksi dengan Desa Belok Sidan.
sinegritas antar stakeholders (Nugroho dan Pucak Jalur trekking sepanjang 8 km
Palguna, 2015). Mereka juga akan menciptakan Tinggan dengan garis finish di Bedugul,
suatu sistem yang terintegritas antar wisata edukasi pengelolaan
stakeholders, baik itu pemerintahan desa maupun kotoran sapi sebagai energi
antar pengelola daya tarik wisata, pelaku usaha alternatif, peternakan lebah, Pura
pariwisata maupun organisasi kemasyarakatan di Beji.
tingkat desa dan banjar. Untuk menjamin adanya Bukian Air terjun, penghasil produk
sinergitas tersebut, kaum milenial dapat pertanian asparagus terbaik di
mengajukan pembentukan Badan Usaha Milik Asia.
Desa (BUMDes) sebagai organisasi pengelola

5
Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937
Vol. 8 No 1, 2020

Semanik Jalur trekking, taman bunga setiap kegiatan terkait pariwisata, baik itu
matahari. keunikan budaya, kehidupan sosial
Tiyingan Produk anyaman bamboo untuk masyarakat, kegiatan para wisatawan,
kepentingan sembahyang yang kuliner khas, maupun melakukan repost pada
dapat dijadikan sebagai wisata setiap foto menarik yang diunggah oleh
edukasi, pengembangan spot foto, wisatawan maupun masyarakat ketika
camping ground. berada di Desa Wisata Pelaga atau dapat pula
Auman Terdapat sebuah pabrik melakukan live streaming;
pembuatan wine yang dapat 2. Membuat video promosi di Desa Wisata
dikembangkan sebagai wine Pelaga maupun di setiap banjar yang
tourism, agrowisata. mengangkat segala keunikan, keindahan, dan
Sumber : Situmorang dan Narottama (2019) potensi wisata yang dimiliki. Video ini
Pengembangan produk pariwisata yang khas kemudian diunggah di akun media sosial
dan unik pada masing-masing banjar sangat seperti Instagram, Facebook, dan YouTube.
diperlukan untuk meningkatkan length of satay Tidak hanya video promosi, kaum millennial
wisatawan di Desa Wisata Pelaga. Hal ini Desa Wisata Pelaga juga dapat membuat
tentunya akan berdampak positif terhadap beberapa video lucu yang saat ini sedang
kontribusi pariwisata bagi perekonomian diminati oleh para pengguna media sosial di
masyarakat lokal. Setelah membangun sinegritas desa mereka dengan menyertakan
dan melakukan pemetaan serta pengembangan keterangan lokasi pada postingannya. Jika
sejumlah daya tarik wisata, saatnya kaum video tersebut menarik dan mendapat
milenial untuk melakukan kegiatan promosi. Di perhatian khalayak ramai maka para
era modernisasi ini, promosi bukan lagi menjadi pengguna media sosial akan banyak
sesuatu hal yang sulit dan mahal. Kehadiran melakukan share atau repost ke pengguna
media digital sangat memudahkan manusia lainnya yang tanpa disadari juga merupakan
dalam bertukar infomasi dan menjalin bagian dari promosi desa wisata. Diantara
komunikasi. Dengan memanfaakan kecanggihan beberapa pengguna media sosial tersebut,
teknologi, kaum milennial Desa Wisata Pelaga pasti akan ada yang tertarik dengan latar
seharusnya dapat dengan mudah melakukan dimana video itu direkam sehingga mereka
promosi terhadap produk pariwisata yang ada di akan berniat untuk berkunjung kesana;
desanya. Pemanfaatan media digital berbasis 3. Selain memanfaatkan media sosial, kaum
viral marketing dapat dilakukan sebagai salah milennial Desa Wisata Pelaga juga dapat
satu upaya praktis dan efisien, terlebih Desa bergabung dalam komunitas GenPI (Generasi
Wisata Pelaga selama ini hanya mengandalkan Pesona Indonesia) yang merupakan salah
organisasi JED saja dalam memasarkan produk satu program Kementerian Pariwisata. Dalam
pariwisata mereka. komunitas ini, kaum millennial dapat
Promosi digital berbasis viral marketing Desa mempromosikan desa mereka di website
Wisata Pelaga ini dapat dilakukan dengan khusus yang telah disediakan yaitu genpi.co
beberapa cara, yakni : baik melalui tulisan, video, maupun live
1. Membuat satu akun media sosial resmi Desa streaming dengan tetap memperhatikan
Wisata Pelaga, baik itu Instagram, Facebook, ketentuan yang telah ditetapkan, yakni no
Twitter, Line, dan sebagainya sebagai media hoax, no sara, dan no politic. Website ini akan
promosi produk wisata, yang mencakup daya menjadi platform eletronik yang sangat tepat
tarik wisata, fasilitas pariwisata, fasilitas untuk memasarkan produk pariwisata dan
umum, akomodasi, informasi harga, membangun networking dengan sesama
informasi terkait penyelenggaraan event atau kaum millennial lainnya yang menyukai
festival, dan lainnya. Kemudian setiap banjar travelling. Bahkan, Kementerian Pariwisata
juga membuat akun media sosial sebagai juga menyediakan platform ITX (Indonesia
rujukan yang direkomendasikan untuk Travel Exchange) yang memberi kesempatan
menjelaskan secara lebih rinci terkait daya bagi kaum millennial untuk menjual dan
tarik wisata dan produk pariwisata yang ada memasarkan sendiri segala jenis paket
di banjarnya. Akun Desa Wisata Pelaga hanya wisata dan produk wisata yang ada di desa
memosting berbagai produk wisata unggulan mereka. Selain itu, kaum milenial ini juga
di setiap banjar dengan memberi sedikit dapat bekerjasama dengan aplikasi digital Go
keterangan pada caption dan tidak lupa DeVi (Go Destination Village) yang
memberi tag pada akun media sosial banjar diprakarsai oleh putera daerah Bali dan baru
terkait. Akan lebih baik lagi jika setiap akun diluncurkan pada bulan Agustus lalu. Melalui
media sosial ini selalu aktif dalam memosting aplikasi ini, kaum milenial dapat
memasarkan produk dan paket wisata yang

6
Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937
Vol. 8 No 1, 2020

terdapat di desa mereka bersama-sama merupakan salah satu cara yang dapat
dengan desa wisata lainnya. Hal ini juga dilakukan. Dengan meminta mereka untuk
dapat mendorong kreativitas kaum milenial mengunggah foto atau video dengan
untuk terus berinovasi dalam menawarkan menggunakan hastag yang telah ditetapkan
produk pariwisata yang berbeda dengan desa dengan menambahkan lokasi dan caption
lainnya. positif akan membantu promosi desa.
4. Agar promosi dan pemasaran Desa Wisata Sebagai feedback, wisatawan tersebut akan
Pelaga semakin viral, kaum milennial desa diberi diskon maupun souvenir sebagai
juga dapat mengundang para youtuber, kenang-kenangan. Baiknya, wisatawan yang
selebgram, travel vlogger, travel blogger, dipilih ialah mereka yang memiliki 3F di
ataupun seseorang yang memiliki 3F media sosial.
(Followers, Fans, Friends) untuk berkunjung
ke desa mereka. Hal ini termasuk dalam V. KESIMPULAN
bagian digital influencer yang merupakan Kesenjangan perekonomian yang terjadi di
salah satu stretegi komunikasi oleh Kabupaten Badung terjadi karena adanya
Kemenpar. Orang-orang tersebut nantinya konsentrasi pusat pertumbuhan ekonomi di
akan mengunggah foto atau video mereka wilayah selatan sebagai sentra pariwisata.
selama berada di Desa Wisata Pelaga dengan Sementara wilayah utara yang ditetapkan sebagai
menyertakan komentar yang positif untuk kawasan pertanian terintegrasi tidak mengalami
membangun citra destinasi. Atau bahkan, perkembangan yang cukup signifikan layaknya
orang tersebut dapat juga melakukan endorse wilayah selatan. Implikasinya, kaum milenial dari
dengan melakukan kompetisi seperti, lomba wilayah utara, khususnya Desa Wisata Pelaga
menulis cerita, fotografi, maupun vlog kerap melakukan praktik urbanisasi ke wilayah
competition dengan hadiah makan malam selatan sehingga partisipasi dan keterlibatan
bersama di salah satu rumah makan yang ada mereka dalam pengembangan kepariwisataan
di Jembatan Bangkung, di Restoran Bagus sangat minim. Rendahnya partisipasi kaum
Agro, atau hadiah menarik lainnya; milanial dalam pengelolaan desa wisata juga
5. Membuat tag line Desa Wisata Pelaga yang disebabkan karena adanya konsepsi ageism yang
menjadi ikon utama dalam promosi digital ditujukan oleh kalangan senior kepada mereka,
berbasis viral marketing. Misalnya memberi kaum milenial terjebak dalam bingkai
hastag dalam setiap postingan di media konsumerisme global karena telah terperangkap
sosial, seperti #AutenthicBali, #BaliSociety, dalam arus modernitas, adanya kekeliruan dalam
#DesaWisataPelaga, #GenPIPelaga, menafsirkan pekerjaan. Hal ini sangat disesalkan
#GenPIBali, #Bali, atau hastag lainnya yang mengingat salah satu kendala dalam pengelolaan
sudah banyak digunakan untuk desa wisata adalah minimnya kualitas sumber
mendongkrak popularitas. Katakan saja daya manusia yang berkualitas. Sehingga peran
setiap banjar memiliki 50 anggota Seka kaum milenial yang kaya akan inovasi dan
Teruna Teruni yang secara rutin memosting kreativitas sangat dibutuhkan dalam pengelolaan
foto atau video menggunakan hastag desa wisata. Adapun langkah yang dapat
sedikitnya sekali dalam seminggu maka akan dilakukan oleh kaum milenial dalam
terdapat 400 postingan yang sangat variatif. menunjukkan eksistensinya dalam pengelolaan
Hastag dari setiap postingan ini juga dapat desa wisata adalah dengan mendirikan BUMDes
menjadi refrensi bagi calon wisatawan sebagai organisasi pengelola desa wisata. Hal ini
disamping melalui akun media sosial Desa diperlukan untuk membantu kaum milenial
Wisata Pelaga maupun setiap banjar. Selain maupun pihak desa wisata mengatasi kendala
itu, jumlah teman atau followers di media terkait pendanaan dengan memanfaatkan
sosial juga akan sangat memengaruhi anggaran dana desa. Setelah membentuk suatu
promosi berbasi viral marketing di Desa lembaga yang terintegrasi, kaum milenial baiknya
Wisata Pelaga tersebut. Untuk itu, peran melakukan pemetaan dan pengembangan
kaum milenial yang berurbanisasi lebih terhadap sejumlah potensi pariwisata pada
diutamakan dalam promosi desa wisata masing-masing banjar dengan mengutamakan
karena jejaring mereka yang lebih luas dan aspek diversifikasi. Pada tahap pemasaran dan
beragam di media sosial. Beberapa dari promosi, kaum milenial yang telah melek
mereka yang bekerja di hotel, kapal pesiar, teknologi ini dapat memanfaatkan media digital
restoran, café, bar, dan sebagainya mungkin sebagai sarana untuk memperkenalkan dan
berteman dengan wisatawan mancanegara menawarkan produk pariwisata mereka ke
repeater. khalayak ramai.
6. Memanfaatkan wisatawan untuk turut
mempromosikan Desa Wisata Pelaga juga

7
Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937
Vol. 8 No 1, 2020

Bungin, H.M Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif Edisi


Kedua. Jakarta : PT Prenada Media Group.
DAFTAR PUSTAKA Frey, William H. 2018 The Millenial Generation : A
Demographic Bridge to America’s Diverse
Achyunda, Reva, Roro Retno Eva, Itca Istia Wahyuni. Future. Dipulikasikan secara online :
2017. Narasi sebagai StrategiViraMarketing https://www.brookings.edu/wp
pada Akun Foodstagram @Makanpakereceh. content/uploads/2018/01/2018janbrookin
E - Proceeding of Management Volume 4 smetromillennials-a-demographic-bridge-to
Nomor 2, Halaman 1950-1958. Bandung : americas-diversefuture.pdf (Diakses
Telkom University. pada tanggal 26 April 2019, Pukul 10.29
Agunggunanto, dkk. 2016. Pengembangan Desa WITA)
Mandiri melalui Pengelolaan Badan Usaha Kurniawan, Borni. 2015. Desa Mandiri Desa
Milik Desa (BUMDes). Jurnal Dinamika Membangun. Jakarta : Kementerian Desa,
Ekonomi dan Bisnis, Vol. 13, No. 1, Hal. 67 Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
81. Transmigrasi Republik Indonesia.
Andini, Natasya Putri, Suharyono, Sunarti. 2014. Kusmayadi dan Sugiarto, E., 2000, Metodologi
Pengaruh Viral Marketing Terhadap Penelitian dalam Bidang Kepariwisataan,
Kepercayaan Pelanggan dan Keputusan Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Pembelian (Studi Pada Mahasiswa Ilmu Mahagangga, I. G. A. O., Sos, S., Anom, I. P., Par, M., &
Administrasi Universitas Brawijaya Angkatan Suryasih, I. A. KAJIAN PENGEMBANGAN
2013 yang Melakukan Pembelian Online DESA WISATA DI KABUPATEN BADUNG.
Melalui Media Sosial Instagram). Jurnal Moleong, Lexy. J. 2014. Metodologi Penelitian
Administrasi Bisnis (JAB), Volume 11, Nomor Kuantitatif Edisi Revisi. Bandung : PT Remaja
1, Halaman 1-6. Malang : Universitas Rosdakarya.
Brawijaya. Muhadjir, Noeng. 1996. Metodologi Penelitian
Anom, I Putu, dkk. 2015. Laporan Akhir Kajian Kualitatif Edisi Ke – 3. Yogyakarta : Rake
Pengembangan Desa Wisata di Desa Wisata di Sarasain.
Kabupaten Badung. Badung : Pemerintah Nalayani, Ni Nyoman Ayu Hari. 2016. Evaluasi dan
Kabupaten Badung. Strategi Pengembangan Desa Wisata di
Anom, I. P., Suryasih, I. A., Nugroho, S., & Mahagangga, Kabupaten Badung, Bali. Jurnal JUMPA 2 (2) :
I. G. A. O. (2017). Turismemorfosis: Tahapan 189 – 198.
selama seratus tahun perkembangan dan Nugroho, Saptono, A.A Ngurah Palguna. 2016.
prediksi pariwisata Bali. Metamorfosis Generasi Mudal dalam Praktik Desa Wisata di
Pariwisata, Tantangan Membangun Kabupaten Badung. Dalam Suryawan, Ida
Pariwisata Berkelanjutan di. Bagus, Ida Ayu Suryasih, I Putu Anom (Ed.)
Anonim. Peraturan Bupati Badung Nomor 47 Tahun Perkembangan dan Pengembangan Desa
2010 tentang Penetapan Kawasan Desa Wisata : 111 - 127. Depok : Herya Media.
Wisata di Kabupaten Badung.
Anonim. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor Nuryanti, Wiendu. 1993. Concept, Perspective, and
26 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Challenges. Laporan Konferensi Internasional
Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2013 mengenai Pariwisata Budaya. Yogyakarta:
2033. Gadjah Mada University Press. 1993.
Prasetyani, Retnaayu. 2017. Generasi Millenial dan
Anonim. Surat Edaran Kadisparda Provinsi Bali Inovasi Jejaring Demokrasi Teman Ahok.
Nomor 556/317/I/DISPAR tentang Jurnal Polinter Prodi Ilmu Politik Fisip
Pengembangan 100 Desa Wisata di Provisi UTA’45 3 (1) : 44 – 52.
Bali 2014-2018. Denpasar : Dinas Pariwisata Putra, Yanuar Surya, 2016. Theoritical Review : Teori
Daerah Kabupaten Badung. Perbedaan Generasi. Jurnal Among Makarti 9
Anonim. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 (18) : 123 – 134.
Tentang Desa. Saragih, Wiwin Roy Jaya, I Made Sendra, I GPB.
Anonim. 2017. Pengembangan Desa Wisata : Desa Sasrawan Mananda. Karakteristik dan
Membangun Indonesia. Disampaikan oleh Motivasi Wisatawan Ekowisata di Bali (Studi
Tim Percepatan Wisata Desa dan Kota : Kasus di Jaringan Ekowisata Desa). Jurnal
Jakarta. IPTA 3 (1) : 17 – 21.
Anonim. 2017. The Urban Middle-Class Millenials Sanjiwani, Putri Kusuma. 2015. Kebijakan Pemerintah
Indonesia : Financial and Online Behavior. Terhadap Kelembagaan Kelompok Sadar
Jakarta Selatan : PT Alvara Strategi Wisata (Pokdarwis) dalam Pengembangan
Indonesia. Desa Wisata di Provinsi Bali. Arida, I
Nyoman Sukma, Ni Ketut Arismayanti (Ed.

8
Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937
Vol. 8 No 1, 2020

Kebijakan dan Paradigma Pariwisata.


Denpasar : Cakra Press.
Situmorang, James R. 2010. Pemasaran Viral – Viral
Marketing. Jurnal Administrasi Bisnis,
Volume 6, Nomor 1, Halaman 59-71.
Bandung : Universitas Parahyangan.
Situmorang, Fransisco, Nararya Narottama. 2019.
Peran Kaum Milenial dalam Pengembangan
Digital Nomadic Tourism sebagai Badan
Usaha Milik Desa : Studi Kasus di Desa Wisata
Pelaga Kabupaten Badung Bali. Disampaikan
dalam Seminar Riset Terapan Hospitaliti dan
Kepariwisataan Indonesia 2019 di STP Bali
pada tanggal 11 Juli 2019.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Badung : CV Alfabeta.
Suryawan, Ida Bagus, Ida Ayu Suryasih, I Putu Anom.
2016. Perkembangan danPengembangan
Desa Wisata. Bogor : Herya Media Depok.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai