Anda di halaman 1dari 3

C.

PENAMPILAN ARSITEKTUR

Suatu Teks yang Mengkomunikasikan Makna

Temuan penelitian dalam hubungan antara penampilan arsitektur dengan modal sosial,
menunjukkan fenomena yang menarik. Pada level perumahan menengah besar, temuan
menunjukkan bahwa variable penampilan arsitektur menempati posisi kedua sesudah tata atur
lingkungan yang mempengaruhi modal sosial. Hasil pengujian hipotesis memperihatkan bahwa
variable ini memiliki arah positif dan besaran koefisien yang signifikan pada korelasi dan regresi,
dan memberikan presentase kontribusi pada urutan keduatertinggi terhadap modal sosial
dibandingkan dengan variable lain.

Sebaliknya pada setting perumahan menengah kecil, temuan menunjukkan bahwa variable
penampilan arsitektur merupakan variable yang bahkan tidak secara signifikan berkorelasi
dengan variable modal sosial. Hasil pengujian hipotesis memperihatka bahwa variable ini
memiliki arah positif namun besaran koefisien korelasi tidak signifikan dan memberikan
presentase kontribusi terendah terhadap modal sosial dibadingkan dengan variable lain.

Masyarakat menengah bawah yang menghuni yang menghuni perumahan kecil,


berkecenderungan untuk memiliki sense of community, memelihara perasaan kebersamaan
dalam komunitas, relasi dan interaksi yang didasari oleh transaksi sosial daripada motof
ekonomi, sert memiliki ruang privasi yang lebih longgar.

Penampilan arsitektur (architecture appeal/performance) adalah karakteristik lingkungan


perumahan yang memberikan kesenangan pada penghuninya, terutama pada waktu senggangnya.
Kesenangan dalam kesenggangan itu, tampaknya yang menciptakan situasi yang mendorong
penghuni perumahan menengah atas memiliki modal sosial, dalam arti memiliki kepercayaan diri
(karena penampilan rumah yang baik meningkatkan gengsi sosial), kepercayaan kepada orang
lain atau tetangga, membentuk jaringan sosial setidaknya dalam bentuk bonding (berorientasi ke
dalam, interrelasi dalam komunitas yang level sosialnya sama dan bukan dengan lingkungan di
luarnya) serta berbagai aktivitas dan interaksi sosial dalam lingkungannya.

Arsitektur sebagaimana Bahasa, memang merupakan suatu teks yang mengkomunikasikan


makna tertentu, melalui ekspresi material, warna, bentuk, dimensi, lansekap, dan berbagai
elemen lainnya yang membentuk skala, vitalitas, kesesuaian, harmoni, keunikan, kesatuan,
fokus, keseimbangan, dan keragaman arsitektural.

D. IDENTITAS TEMPAT

Antara Sense of Place dan Sense of Community

Faktor identitas tempat merupakan kontributor yang terpenting terhadap modal sosial pada
setiing perumahan menengah kecil, berkorelasi positif dan signifikan, serta secara deskriptif
cukup kuat. Sebaliknya, pada perumahan menengah besar, meskipun memiliki korelasi positif
dan signifikan dengan modal sosial serta secara deskriptif kuat, kontribusi faktor identitas tempat
menempati posisi keempat terpentng sesudah fungsi arsitektur. Identitas tempat perumahan
merupakan karakteristik arsitektur perumahan yang dicerap dan dipersepsi oleh komunitas
penghuni. Identitas arsitektur berkaitan dengan makna dan perasaan pemakai tentang tempat
(sense of place), di mana seseorang mengenal dan memahami lingkungannya karena memiliki
suatu ciri khusus, keunikan, atau kejelasan tertentu.

Konsep identitas tempat yang berkaitan dengan sense of place tampaknya memiliki kesejajaran
dan relasi yang kuat dengan sense of community. Semakin kuat sense of place, dalam arti
semakin seseorang memahami dan memiliki perasaan keterikatan yang kuat terhadap
lingkungannya, maka semakin tinggi sense of community-nya, dan demikian pula sebaliknya.
Identitas tempat pada masyarakat kelas menengah atas, jika dikaji dari indicator-indikator
penelitian, memang cenderung mengekspresikan identia tempat dalam arti individual, skala
privat (satuan bangunan rumah sendiri) dengan lingkungan luar yang terbatas.

Kontribusi faktor identitas tempat terhadap modal sosial lebih tinggi pada setting perumahan
menengah kecil daripada perumahan menengah besar. Hal ini sesuai dengan penelitian Sanner
(2002) pada setting komunitas masyarakat menengah bawah pinggiran kota pada lima distrik di
South Dakota – Amerika, bahwa identitas hunian (orientasi lokal) memiliki hubungan yang
sangat kuat dengan keterlibatan kounitas. Keterlbatan dalam komunitas atau partisipasi sosial
adalah salah satu indicator dari modal sosial.

E. Teritorialitas Arsitektur

Defensible Space atau Inaccessible Space

Keempat variabel independen yang telah dikemukakan di atas seluruhnya memiliki korelasi
positif dengan modal sosial pada setting perumahan yang diteliti. Berbeda dengan itu, variabel
teritorialitas arsitektur merupakan satu-satunya variabel yang memiliki korelasi negatif dengan
modal sosial. Pada level perumahan menengah besar, korelasi negatif ini tidak signifikan
sehingga dapat diabaikan tetapi pada kelas perumahan menengah kecil, korelasinya signifikan
dengan modal sosial. Teritorialitas diartikan sebagai perangkat tindakan atau perilaku yang
ditampilkan oleh individu dalam konteks sosial, yang diturunkan dari perasaan kepemilikan
(psychological ownerships) yang bertujuan mengkonstruksi, mengkomunikasikan, memelihara,
memantapkan, dan merestorasi hubungan (perasaan kepemilikan) dengan suatu objek ruang fisik
atau wilayah tertentu (lingkungan perumahan).

Dalam skala lingkungan perumahan di perkotaan, penghuni menghadapi berbagai persoalan


tingkat kriminalitas yang cukup tinggi berupa perampokan, pencurian dengan kekerasan,
pelanggaran hak, vandalisme dan lain-lain. Di tengah realitas semacam itu, teritorialitas adalah
sebuah tindakan yang efektif untuk mereduksi tingkat kriminalitas. Salah satu alasan mengapa
tindak kriminal terjadi pada lingkungan perumahan publik karena penghuni tidak
mengekspresikan teritorialitas melalui penandaan dan penahanan property mereka. Persoalannya,
desain perumahan yang disediakan oleh developer sebagin besar tidak mempertimbangkan faktor
defensible space melalui konsep teritorialitas artsitektur yang pada satu sisi dapat mereduksi
tingkat kriminalitas dan pada sisi lain tidak menghambat relasi dan interaksi sosial dalam dan
antar komunitas. Akibatnya warga penghuni perumahan, sesuai dengan tigkat pengetahuan,
kemampuan, kecenderungan karakteristik individualism masyarakat perkotaan, dan sikap
menggampangkan, mewujudkan teritorialitas itu melalui elemen dan konstruksi arsitektur yang
berkontribusi negative terhadap penguatan kepercayaan, relasi, interaksi, partisipasi, dan jaringan
sosial sebagai bagian dari modal sosial.

Tanpa desain yang terencana dan memenuhi aidah arsitektural, konsep teritorialitas untuk
defensible space diterjemahkan secara naif dan simplistic oleh sebagian besar penghuni, terutama
di perumahan menengah kecil. Menurut Murray (1983), desain arsitektur melalui konsep
teritorialitas arsitektur, sesungguhnya hanya merupakan salah satu komponen dari upaya
mereduksi kejahatan atu pelanggaran.

Anda mungkin juga menyukai