Pajak pertambangan adalah pungutan wajib yang dilakukan terhadap segala jenis aktivitas
pertambangan. Salah satu komoditas tambang yang terkena pajak pertambanganadalah batu
bara.
Seperti diketahui bersama, penerimaan pajak merupakan salah satu sumber utama pemasukan
negara. Ditjen Pajak sebagai instansi di bawah kementerian keuangan menetapkan salah satu
misi fiskal terkait penerimaan dalam negeri dari sektor pajak, tak terkecuali pajak
pertambangan.
Sektor pertambangan memainkan peran yang penting dalam pembangunan ekonomi nasional.
Dikutip dari beberapa media massa, kementerian ESDM bahkan mencatat pendapatan negara
dari sektor pertambangan mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun.
Naiknya penerimaan pajak pertambangan ini diakibatkan kenaikan ekspor dan harga
komoditas tambang.
Dari sejumlah komoditas, berdasarkan pasal 4A ayat 2 UU PPN 1984, batu bara yang belum
diproses menjadi briket batu bara termasuk dalam barang tidak dikenai PPN.
Konsekuensinya, segala bentuk pengolahan batu bara baik berupa pemecahan, disliming, atau
penyaringan bahan galian sejak Januari 2001 belum dapat diperlakukan sebagai Barang Kena
Pajak (BKP). Namun, terdapat sejumlah pengecualian seperti diatur dalam Surat Direktur
Jenderal Pajak No. S-248/PJ. 51/ 2002.
Perusahaan kontraktor swasta wajib menyerahkan 13.5% dari hasil produksi batu
baranya kepada pemerintah secara tunai pada harga setempat (at sale point). Produksi
batu bara yang diserahkan kepada pemerintah, digunakan pemerintah untuk biaya
pengembangan batu bara, inventarisasi sumber daya batu bara, biaya pengawasan
pengelolaan lingkungan dan keselamatan kerja pertambangan serta pembayaran iuran
eksplorasi, royalty dan PPN.
Dana hasil produksi batu bara menjadi bagian pemerintah sebesar 13,5% yang harus
diserahkan kontraktor swasta dalam rangka kontrak karya pengusahaan batu bara.
https://www.online-pajak.com/pajak-pertambangan
https://sipuu.setkab.go.id/PUUdoc/175559/PP%20Nomor%2037%20Tahun%202018.pdf