Anda di halaman 1dari 2

Ganyong si Umbi Pengatas Gizi Buruk

Nyaris semua masyarakat Indonesia memilih beras sebagai menu utama mereka setiap
makan. Tingginya konsumsi beras disebabkan oleh cara berpikir masyarakat Indonesia yang
menganggap bahwa beras adalah makanan pokok utama, sehingga muncul pernyataan "belum
makan jika belum makan nasi”. Ketergantungan masyarakat pada satu pangan pokok saja dapat
menyebabkan kerawanan pangan. Permintaan beras yang kian melambung membuat Bangsa
Indonesia akhirnya tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan berasnya sendiri. Impor alias
mendatangkan beras dari luar tidak dapat menjadi solusi permanen, sedangkan jumlah daerah
atau sentra produksi terus mengalami penurunan luasan kawasan. Belum lagi dampak musim
kemarau tentu akan semakin berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan beras. Masalah ini
dapat berakibat pada peningkatan harga serta ketimpangan akses pangan beras, yang memicu
persoalan baru yakni merebaknya gizi buruk terutama pada anak-anak di usia belita.
Gizi buruk merupakan salah satu hal yang menjadi permasalahan global, termasuk di
Indonesia. Pemenuhan gizi yang belum tercukupi, baik sejak dalam kandungan hingga bayi lahir
dapat menjadi pemicunya. Melansir data dari kemenkes RI tahun 2021, angka prevalensi stunting
di Indonesia mencapai 24,4%. Angka ini menempatkan Indonesia di posisi teratas angka stunting
terparah di Asia Tenggara. Stunting sangat dipengaruhi oleh asupan gizi yang didapatkan anak di
1.000 hari pertama kehidupan. Kerawanan pangan yang terjadi dapat semakin memperparah
kondisi gizi di Indonesia, dimana kelangkaan beras sebagai bahan pangan utama akan
menyebabkan turunnya tingkat konsumsi masyarakat hingga tingkat gizipun berkurang. Masalah
ini dapat diatasi dengan mengganti beras dengan bahan pangan lainnya yang memiliki potensi
sebagai sumber karbohidrat, hingga kebutuhan gizi dapat tercukupi.
Indonesia memiliki potensi umbi-umbian sebagai sumber karbohidrat yang dapat
dijadikan sebagai pengganti beras, salah satunya adalah tanaman Ganyong yang sudah lama
dilupakan oleh masyarakat. Ganyong merupakan salah satu umbi-umbian yang tumbuh dan
dibudidayakan di Indonesia. Secara tradisional, ganyong digunakan masyarakat sebagai tanaman
untuk mengobati ulkus (sebagai antiulcer), panas dalam, dan radang saluran kencing. Dari segi
nutrisi ganyong diketahui dapat menjadi sumber pangan alternatif karena selain karbohidrat
yang tinggi, Ganyong juga kaya akan kandungan protein, kalori, lemak, vitamin C, vitamin B1,
fosfor, kalsium dan zat besi. Ubinya yang kaya akan pati sangat baik untuk makanan bayi,
terutama bagi pertumbuhan tulang dan gigi anak-anak, juga mengatasi mimisan gizi buruk.
Protein ganyong juga bebas gluten, salah satu substansi allergen yang banyak dijumpai pada
gandum, sehingga cocok sebagai alternatif pengganti terigu dalam diet penderita autis dan alergi.
Dengan banyaknya kandungan nutrisi membuat umbi ini tak sekedar mengenyangkan perut
tapi juga sarat nutrisi yang mejamin pemenuhan gizi.
Ganyong tidak hanya dikonsumsi dengan cara direbus ataupun dimakan mentah, tetapi
dapat menjadi berbagai produk olahan seperti tepung ganyong, pati ganyong, dan berbagai
produk olahan lainnya. Produk olahan ganyong berupa soun mentah mengandung karbohidrat
hingga 85,12%, lebih tinggi disbanding dengan kandungan karbohidrat beras setengah giling
(78,3%), bihun (82%), mi kering, dan roti putih (50%). Ganyong juga memiliki potensi yang
bagus untuk produk roti. Roti yang dibuat dari tepung pati ganyong lebih cerah dan lebih krispi
dibanding dengan terigu. Hasil olahan pati ganyong bisa dimanfaatkan untuk membuat aneka
makanan seperti kerupuk, mi, soun, kue kering, roti, dodol, black forest, brownies, dan olahan
lainnya. Tepung ganyong juga dapat diolah menjadi agar-agar dan rasanya tidak kalah dengan
agar-agar dari rumput laut.
Selain manfaatnya yang berlimpah, adaptasi tanaman Ganyong juga sangat luas. Adaptasi
Ganyongpun sangat unik. Dengan memperkecil luas area daun, Ganyong dapat menekan
evapotranspirasi, hingga Ganyong dapat tumbuh pada daerah ekstrim panas dan dingin. Berbeda
dengan tanaman padi yang cenderung tidak tahan kekeringan dan cuaca panas ekstrem. Ganyong
tumbuh baik pada ketinggian 1.000–2.500 m dpl, tanah gembur dan ternaungi. Namun pada
prakteknya tanaman ini dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, termasuk lahan marjinal dan
toleran cahaya dengan adaptasi yang luas. Membuat Ganyong mudah dibudidayakan kapan saja
dan dimana saja, termasuk di perkarangan rumah sekalipun.
Data menunjukkan bahwa pemanfaatan ganyong di Indonesia lebih banyak di Pulau
Jawa, khususnya Jawa Tengah, sementara di daerah lain masih kurang. Masih banyak
masyarakat yang belum terlalu mengenal tanaman Ganyong, kebanyakan dari mereka hanya
menanam tanpa mengetahui apa manfaat dan kegunaan dari Ganyong. Agar ganyong makin
dikenal, berbagai produk olahannya perlu dipromosikan kepada masyarakat luas. Konsep
lumbung pangan keluarga di lahan pekarangan dengan memanfaatkan ganyong tidak hanya
unggul secara estetika, namun juga mendukung ketahanan pangan dan nutrisi keluarga. Peluang
usaha ganyong di Indonesia juga cukup besar karena permintaan pasar dalam negeri belum
terpenuhi dan peluang ekspor masih terbuka lebar. Dengan Ganyong yang semakin go-public
niscaya segala masalah di bidang pangan, baik ketahanan pangan maupun masalah nutrisi dapat
teratasi. Dengan demikian, gizi buruk tidak lagi menjadi masalah bagi Bangsa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai