Anda di halaman 1dari 63

ht

tp
s:
//s
um
se
l.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
s:
//s
um
se
l.b
ps
.g
o.id
Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota
di Provinsi Sumatera Selatan, 2020

ISBN: 978-602-6925-70-1
Nomor Publikasi: 16000.2154
Katalog: 3102049.16

Ukuran Buku: 21,59 cm x 27,94 cm


Jumlah Halaman: x + 51 halaman

.id
Naskah:

o
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan
.g
ps
Penyunting:
l.b

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan


se
um

Gambar Kulit:
//s

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan


s:
tp
ht

Diterbitkan oleh:
© Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan

Dicetak oleh:
© CV.ItemPuteh Creation

Dilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengomunikasikan, dan/atau


menggandakan sebagian atau seluruh isi buku ini untuk tujuan komersial tanpa izin
tertulis dari Badan Pusat Statistik
Tim Penyusun

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota


di Provinsi Sumatera Selatan, 2020

Pengarah :
Dr. Zulkipli

Penanggung Jawab :
Tri Ratna Dewi, S.Si, MM

o.id
Editor :
.g
ps
Eko Tris Darmanto, M.Si
l.b
se

Analisis :
um

Septi Elly Mulyana, M.App.Ec


//s
s:
tp
ht

Kompilasi Data :
Rizki Handayani, S.ST, M.Si
Arie Almiyati, SE

Layout :

Samsul Munawar, M.Si


ht
tp
s:
//s
um
se
l.b
ps
.g
o.id
KATA PENGANTAR

“Publikasi Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi


Sumatera Selatan, 2020” merupakan publikasi yang diterbitkan pertama kalinya
oleh BPS Provinsi Sumatera Selatan. Publikasi ini menyajikan besarnya
ketimpangan pembangunan antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan
tahun 2020 yang dihitung berdasarkan beberapa metode dan juga pengelompokan
kabupaten/kota dalam beberapa klasifikasi. Besaran ketimpangan dihitung dengan
menggunakan analisis Indeks Williamson dan Indeks Entropi Theil, sementara
pengelompokan kabupaten/kota dihitung berdasarkan atas Tipologi Klassen.

o .id
Harapan kami publikasi ini bisa bermanfaat untuk banyak pihak. Saran
.g
dan kritik untuk perbaikan publikasi ini di masa mendatang sangat diharapkan.
ps
l.b
se

Palembang, Desember 2021


um

Badan Pusat Statistik


Provinsi Sumatera Selatan
//s

Kepala,
s:
tp
ht

Zulkipli

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 v


ht
tp
s:
//s
um
se
l.b
ps
.g
o.id
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... v iii


DAFTAR ISI ................................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL............................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... x
.......................................................................................................

BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

o .id
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 13
2.1 .g
Landasan Teori ............................................................................. 15
ps
2.1.1 Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
l.b

Daerah................................................................................ 15
se

2.1.2 Struktur
......... Ekonomi dan Pergeseran 16
um

Sektoral........................
2.1.3 Pola dan Struktur Pertumbuhan Ekonomi
Struktur Ekonomi dan Pergeseran Sektoral....................
Daerah................................................................................ 17
//s

2.2 ..........
Kerangka…………............................................................................ 18
s:

.
tp

BAB 3. METODE ANALISIS ................................................................................... 22


ht

3.1 Ruang Lingkup............................................................................... 23


3.2 Jenis dan Sumber Data................................................................. 24
3.3 Metode Analisis ........................................................................... 24
3.3.1 Analisis Indeks Williamson.............................................. 24
3.3.2 Analisis Indeks Entropi Theil............................................ 26
3.3.3 Analisis Pola dan Struktur Pertumbuhan Ekonomi
Regional........................................................................... 28

BAB 4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN .............................................................. 32


4.1 Indeks Wiliamson ........................................................................ 35
4.2 Indeks Entropi Theil...................................................................... 37
4.2.1 Indeks Entropi Theil Intra Wilayah….…………..................... 38
4.2.1 Indeks Entropi Theil Inter Wilayah ……………………………….. 40

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 vii


4.2.3 Indeks Entropi Theil Total Wilayah..………….................... 41
4.3 Analisis Tipologi Klassen............................................................... 43

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 48


5.1 Kesimpulan ................................................................................. 49
5.2 Saran dan Impilkasi Kebijakan..................................................... 50

DAFTAR PUSTAKA
…………………….............................................................................................
...............................................................................

o .id
.g
ps
l.b
se
um
//s
s:
tp
ht

viii Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000


DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jumlah Penduduk, Luas Area dan Kepadatan Menurut


Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2020 .................... 8

Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota di


Provinsi Sumatera Selatan (persen), 2020………..……………… 9

Tabel 3.1 Pola dan Struktur Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Menurut

.id
Klassen Typology ………....……………………......................... 28

o
.g
ps
Tabel 4.1 Nilai PDRB ADHB, Jumlah Penduduk dan Nilai PDRB per
l.b

Kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2020….… 34


se
um

Tabel 4.2 Indeks Williamson Provinsi Sumatera Selatan dan Indonesia,


//s

2016-2020………........................................................................... 36
s:
tp
ht

Tabel 4.3 Indeks Entropi Theil Intra Wilayah Kabupaten/kota se-Provinsi


Sumatera Selatan, 2019-2020 ……………...………………….... 39

Tabel 4.4 Indeks Entropi Theil Inter Wilayah Kabupaten/Kota se-Provinsi


Sumatera Selatan, 2019-2020 ........................................................ 40

Tabel 4.5 Indeks Entropi Theil Total Wilayah Kabupaten/Kota se-Provinsi


Sumatera Selatan Tahun 2019-2020 .............................................. 42

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 ix


Tabel 4.6 Klassen Tipologi Tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
Selatan, 2019 ………………………………….......................... 44

Tabel 4.7 Klassen Tipologi Tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera


Selatan, 2020 …………………………………….…............... 45

DAFTAR GAMBAR

o .id
.g
Kerangka Pikir ……..…………………………………...…
ps
Gambar 1 19
l.b
se

Gambar 2 Perbandingan Indeks Entropi Theil dan Indeks Williamson


um

Total Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan, 2019-2020 ...... 43


//s
s:
tp
ht

x Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000


1
Tinjauan
Pendahuluan
Pustaka .id
o
.g
ps
l.b
se
um
//s
s:
tp
ht
ht
tp
s:
//su
m
se
l.b
ps
.g
o.
id
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses dengan

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) riil mengalami peningkatan secara

signifikan dan terus menerus yang digambarkan melalui kenaikan produktivas.

Pembangunan ekonomi daerah merupakan salah satu dari bagian pembangunan

id
nasional yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut

o.
.g
Arsyad (2002) bahwa pembangunan ekonomi adalah suatu proses dimana
ps
l.b

pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya yang


se

ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor
m
su

swasta. Pola kemitraan tersebut diharapkan dapat menciptakan suatu lapangan


//
s:

kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan


tp

ekonomi) dalam wilayah tersebut.


ht

Upaya mewujudkan keberhasilan pelaksanaan pembangunan di suatu

daerah sangat terkait erat dengan kualitas perencanaan pembangunan daerah

dalam upaya memanfaatkan serta mengelola sumber daya yang dimiliki, sehingga

dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut. Dalam usaha

mendorong pertumbuhan ekonomi daerah juga diperlukan penentuan prioritas

pembangunan daerah tersebut (Sjafrizal, 1997). Arsyad (2002) juga menyatakan

bahwa sumber–sumber dana yang berupa modal pembangunan, dengan

kemampuan antar negara atau antar daerah dalam menyediakan modal

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 3


pembangunan tidak sama sehingga dalam pertumbuhan ekonomi,

pembangunan yang dicapai antar negara atau antar daerah terjadi ketimpangan.

Kebijakan desentralisasi atau yang lebih akrab dikenal sebagai otonomi

daerah merupakan antitesis praktek pemusatan kekuasaan seperti di zaman Orde

Baru. Sejak reformasi, sistem desentralisasi diterapkan untuk mewujudkan

kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebab, pada dasarnya

kebijakan desentralisasi bertujuan mendorong percepatan peningkatan

kesejahteraan melalui partisipasi aktif masyarakat di tingkat lokal. Dimulainya era

id
otonomi, pemerintah daerah dan masyarakat setempat harus mengambil inisiatif

o.
.g
pembangunan daerah dengan mengunakan sumber daya yang ada untuk
ps
membangun ekonomi yang disesuaikan dengan kondisi daerah seperti kondisi
l.b
se

geografis, sosial, serta budaya sehingga corak pembangunan antar daerah akan
m

berbeda. Penyusunan kebijakan daerah yang akan diterapkan, harus disesuaikan


//su

dengan kebutuhan dan potensi daerah tersebut.


s:
tp

Menurut Sihotang (2001), setiap daerah memiliki sumber daya yang


ht

berbeda satu sama lain karena penyebarannya yang tidak merata akibat perbedaan

struktur geografis satu wilayah dengan yang lainnya. Apabila wilayah tersebut

kuat maka akan terjadi perembetan pertumbuhan bagi region-region lemah.

Adanya pertumbuhan di wilayah yang kuat mampu menyerap potensi tenaga kerja

di wilayah yang lemah atau mungkin wilayah yang lemah menghasilkan produk

yang sifatnya komplementer dengan wilayah region yang kuat. Pertumbuhan yang

berdampak positif ini dikenal dengan istilah trickle down effect.

Setiap wilayah dalam otonomi daerah, berusaha mandiri serta mampu

mencapai sasaran pembangunan di daerahnya, tetapi realitanya, banyak sekali

4 Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000


faktor yang mengakibatkan pemerataan pertumbuhan di seluruh wilayah tidak

tercapai. Hal tersebut mengakibatkan timbulnya jurang perekonomian atau

ketimpangan ekonomi antar penduduk daerah yang berada di daerah yang lebih

maju dibanding penduduk di daerah lainnya yang kurang maju. Ketimpangan

pembangunan antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan

ekonomi suatu daerah. Ketimpangan perekonomian antara daerah adalah gejala

alamiah yang terjadi di hampir semua wilayah di dunia, termasuk di negara maju.

Italia, misalnya, mempunyai ketimpangan perekonomian yang besar antara

id
wilayah utara dan wilayah selatan. Cina yang mempunyai pertumbuhan ekonomi

o.
.g
spektakuler praktis bergantung pada pertumbuhan wilayah pantai timurnya. Di
ps
Amerika Serikat, orang pasti bisa merasakan adanya ketimpangan besar antara
l.b
se

wilayah pantai barat dan timur, dengan wilayah selatan. Yang lebih ekstrim lagi,
m

perekonomian Asia Timur (termasuk Asia Tenggara) yang dianggap sebagai


//su

wilayah dengan pertumbuhan ekonomi paling pesat, ternyata terkonsentrasi di


s:
tp

satu wilayah metropolitan, Tokyo. serta perekonomian Thailand yang


ht

terkonsentrasi di kota metropolitan Bangkok.

Evaluasi perlu dilakukan apakah sistem ini telah mengarah pada

perwujudan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat atau belum. Di Indonesia,

ketimpangan antar wilayah menjadi signifikan karena adanya keragaman potensi

sumber daya alam, letak geografis, kualitas sumber daya manusia, ikatan etnis

atau politik, dan perbedaan kondisi geografi yang terdapat pada masing–masing

wilayah. Adanya keragaman potensi di berbagai daerah berdampak pada

kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga menjadi

berbeda. Keberagaman ini dapat menjadi sebuah keunggulan dalam satu sisi,

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 5


namun disisi lain dapat berpotensi menjadi sumber instabilitas sosial dan politik

nasional. Dengan demikian, bukan hal yang asing apabila pada setiap daerah

biasanya terdapat wilayah maju dan wilayah terbelakang. Oleh karena itu, maka

penyelenggaraan pembangunan secara terencana dan berorientasi terhadap

pengurangan ketimpangan antar wilayah menjadi sangat penting untuk dilakukan.

Pemahaman secara komprehensif terhadap persoalan ketimpangan tersebut perlu

menjadi acuan dalam perumusan perencanaan pembangunan, sehingga dapat

mendukung upaya pemerataan pembangunan di Indonesia.

id
Penyebab terjadinya ketimpangan yang terjadi antar wilayah di Indonesia

o.
.g
diantaranya dapat diakibatkan oleh perbedaan ketersediaan beberapa fasilitas
ps
umum dan infrastruktur serta perbedaan di sisi kemampuan keuangan antar
l.b
se

daerah. Fasilitas umum dan infrastruktur merupakan suatu input dalam proses
m

produksi yang dapat memberikan peningkatan produktivitas marjinal pada output.


//su

Fasilitas umum dan infrastruktur yang layak dan tepat dapat membantu
s:
tp

mendorong berbagai kegiatan ekonomi melalui fungsinya yang dapat melancarkan


ht

proses produksi dan mobilitas manusia, barang, dan jasa. Sementara itu

ketimpangan dari sisi kemampuan keuangan antar daerah dapat dilihat dari aspek

jumlah pendapatan daerah, dan kualitas belanja daerah. Kedua aspek di atas

memiliki pengaruh nyata terhadap kinerja perekonomian daerah.

Selain kedua aspek tersebut diatas, masalah klasik dan mendasar

terjadinya ketimpangan antar daerah tersebut adalah potensi ekonomi yang tidak

sama. Ada beberapa wilayah yang memiliki berbagai sumber daya alam

berlimpah, tidak akan terjadi permasalahan dalam membangun kegiatan ekonomi

sebagai pusat pertumbuhan dan ketimpangan pembangunan antar daerah terutama

6 Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000


antara perdesaan dan perkotaan. Terjadinya ketimpangan antar wilayah ini

membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat antar wilayah.

Karena itu, aspek ketimpangan pembangunan antar wilayah ini juga mempunyai

implikasi pula terhadap formulasi kebijakan pembangunan wilayah yang

dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Tidak hanya di dunia dan di Indonesia,

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan pasti juga merasakan adanya

ketimpangan antar wilayah di dalamnya.

Saat ini Provinsi Sumatera Selatan terdiri atas 17 kabupaten/kota, yaitu

id
kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Ogan Komering Ilir (OKI), Muara Enim,

o.
.g
Lahat, Musi Rawas, Musi Banyuasin, Banyuasin, Ogan Komering Ulu Selatan
ps
(OKU Selatan), Ogan Komering Ulu Timur (OKU Timur), Ogan Ilir, Empat
l.b
se

Lawang, Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) dan Musi Rawas Utara (Muratara).
m

Sementara untuk daerah perkotaan yaitu Kota Palembang, Prabumulih, Pagar


//su

Alam dan Lubuk Linggau.


s:
tp

Jumlah penduduk Sumatera Selatan pada pertengahan tahun 2020 adalah


ht

sebanyak 8.567.923 orang. Kepadatan penduduk di Provinsi Sumatera Selatan

tahun 2020 mencapai 93,54 jiwa/km2. Persebaran penduduk di 17 kabupaten/kota

cukup beragam dimana kepadatan penduduk tertinggi berada di Kota Palembang

dengan kepadatan sebesar 4.552,60 jiwa/km2, sementara kepadatan terendah

berada di Kabupaten Musi Rawas Utara sebesar 32,35 jiwa/km2.

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 7


Tabel 1.1
Jumlah Penduduk, Luas Area dan Kepadatan
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2020

Kepadatan
Penduduk
Luas Area Penduduk
Kabupaten/Kota (jiwa)
(km2) per Kapita
(per km2)
(1) (2) (3) (4)

01. Ogan Komering Ulu 372 123 4 797 77,57

02. Ogan Komering Ilir 839 625 18 359 45,73

03. Muara Enim 645 600 7 384 87,43

id
o.
04. Lahat 413 206 5 312 77,79

05. Musi Rawas 408 282 .g 6 350 64,30


ps
l.b

06. Musi Banyuasin 655 401 14 266 45,94


se

07. Banyuasin 864 510 11 833 73,06


m
su

08. OKU Selatan 364 982 5 494 66,43


//
s:

09. OKU Timur 683 332 3 370 202,77


tp
ht

10. Ogan Ilir 435 092 2 666 163,19

11. Empat lawang 253 272 2 256 112,24

12. PALI 192 199 1 840 104,46

13. Musi Rawas Utara 194 405 6 009 32,35

14. Palembang 1 681 374 369 4.552,60

15. Prabumulih 188 929 252 749,90

16. Pagar Alam 140 402 634 221,57

17. Lubuk Linggau 253 189 402 585,78

Sumatera Selatan 8 567 923 91 593 93,54

Sumber: Hasil SP2010 (Pertengahan Tahun) dan Provinsi Sumatera Selatan Dalam Angka 2021

8 Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000


Kinerja perekonomian untuk setiap kabupaten/kota dapat dilihat salah

satunya dari nilai laju pertumbuhan PDRB. Perkembangan pertumbuhan ekonomi

dari 17 wilayah tersebut terepresentasi pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2
Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Sumatera Selatan (persen), 2020
Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten/Kota
(persen)
(1) (2)
1. Ogan Komering Ulu -0,01

id
2. Ogan Komering Ilir 0,24

o.
3. Muara Enim
.g 0,03
ps
4. Lahat 0,36
l.b

5. Musi Rawas 0,24


se
m

6. Musi Banyuasin -0,04


su

7. Banyuasin 0,13
//
s:

8. OKU Selatan 0,37


tp
ht

9. OKU Timur 0,41

10. Ogan Ilir 0,14

11. Empat lawang 0,09

12. PALI 0,28

13. Musi Rawas Utara 0,37

14. Palembang -0,25

15. Prabumulih -0,18

16. Pagar Alam 0,01

17. Lubuk Linggau -0,13

Sumatera Selatan -0,11

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 9


Pada tahun 2020, pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan

mengalami kontraksi sebesar 0,11 persen. Terdapat 5 kabupaten/kota yang

bernasib sama dengan provinsi ekonominya mengalami kontraksi, yaitu

Kabupaten Ogan Komering Ulu (-0,01 persen), Kabupaten Musi Banyuasin (-0,04

persen), Kota Lubuk Linggau (-0,13 persen), Kota Prabumulih (-0,18 persen), dan

Kota Palembang (-0,25 persen). Sebaliknya, terdapat 3 kabupaten/kota yang

mampu tumbuh positif di tahun ini dan mencapai pertumbuhan ekonomi paling

tinggi diantaranya adalah Kabupaten OKU Timur (0,41 persen), OKU Selatan

id
(0,37 persen) dan Lahat (0,36 persen).

o.
.g
Setiap daerah memiliki nilai tambah dari masing-masing sektor ekonomi,
ps
terlihat dari PDRB Lapangan Usaha yang bertujuan menggambarkan kondisi
l.b
se

struktur ekonomi daerah tersebut dari waktu ke waktu. Porsi nilai tambah dari
m

setiap lapangan usaha yang dibandingkan terhadap pendapatan regional masing-


//su

masing daerah, akan memberikan gambaran mengenai struktur perekonomian dari


s:
tp

masing-masing daerah. Namun demikian Thoha (2000) menyatakan pendapatan


ht

per Kapita, keunggulan komparatif, dan keunggulan kompetitif juga merupakan

salah satu indikator potensi ekonomi selain struktur ekonomi dan pertumbuhan

ekonomi. Melalui PDRB Lapangan Usaha dari semua kabupaten/kota di Provinsi

Sumatera Selatan pada tahun 2020 kita dapat melihat potensi ekonomi dalam

kurun waktu tersebut. Pada tahun 2020, nilai PDRB Provinsi Sumatera Selatan

tercatat sebesar 458,43 triliun rupiah, dimana terdapat tiga lapangan usaha yang

memberikan peranan terbesar, yaitu industri pengolahan (19,70 persen),

pertambangan (18,50 persen) serta pertanian, kehutanan dan perikanan (15,20

persen). Tentunya besaran nilai PDRB tersebut diharapkan dapat digunakan untuk

10 Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000


meratakan pembangunan di keseluruhan wilayah di Sumatera Selatan dan

karenanya identifikasi permasalahan ketimpangan pembangunan serta identifikasi

sektor ekonomi potensial dalam perencanaan pembangunan sangat diperlukan.

id
o.
.g
ps
l.b
se
m
//su
s:
tp
ht

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 11


ht
tp
s:
//su
m
se
l.b
ps
.g
o.
id
2
id
o.
.g
Tinjauan
ps
l.b
se

Pustaka
m
//su
s:
tp
ht

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 13


id
o.
.g
ps
l.b
se
m
//su
s:
tp
ht

14 Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Jhingan (2000) menjelaskan perbedaan antara pertumbuhan ekonomi dan

pembangunan ekonomi yaitu pertumbuhan merupakan perubahan yang mengubah

dan mengganti situasi keseimbangan kondisi sebelumnya secara spontan.

id
o.
Pembangunan ekonomi didefinisikan berupa suatu proses perubahan yang
.g
ps
dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui upaya-upaya
l.b

terencana secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi


se
m

lainnya. Akan tetapi, saat ini pertumbuhan merupakan sisi dampak dari adanya
su

suatu pembangunan.
//
s:

Arsyad (1999) menjelaskan regional sebagai ruang di mana kegiatan


tp
ht

ekonomi terjadi, serta terdapat kesamaan sifat antara lain dari sisi pendapatan per

Kapita, sosial budaya, geografis, dan lain-lain sehingga disebut sebagai daerah

homogen. Kemudian regional dikatakan sebagai daerah nodal, apabila suatu

ekonomi ruang dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Ada

pula daerah diidentifikasi berdasarkan atas pembagian administrasi negara

sehingga disebut daerah administrasi. Daerah administrasi ini lebih sering

digunakan dalam praktek pembangunan ekonomi daerah.

Tujuan pembangunan ekonomi daerah adalah untuk meningkatkan serta

memperluas peluang kerja masyarakat di daerah tersebut. Oleh karena itu,

pemerintah daerah dan masyarakat setempat bersama-sama mengambil inisiatif

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 15


dalam memanfaatkan potensi atau sumber daya alam yang ada secara optimal

demi pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat setempat.

Sjafrizal (1997) menyatakan bahwa dalam mencapai pembangunan daerah,

kebijaksanaan utama yang harus dilaksanakan adalah mengusahakan semaksimal

mungkin agar prioritas pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang ada.

Oleh karena itu, potensi pembangunan setiap daerah berbeda satu sama lainnya.

Apabila prioritas pembangunan daerah tersebut tidak sesuai dengan potensi yang

dimiliki, maka pemanfaatan sumber daya yang ada di daerah tersebut dikatakan

id
belum maksimal. Kesalahan dalam prioritas pembangunan berefek pada

o.
.g
lambatnya proses pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Hal tersebut berkaitan
ps
dengan pertumbuhan ekonomi yang tumbuh di suatu daerah menjadi indikator ada
l.b
se

atau tidaknya pembangunan ekonomi di suatu wilayah.


m
su
//

2.1.2 Struktur Ekonomi dan Pergeseran Sektoral


s:
tp

Dumairy (1996) membedakan struktur ekonomi berdasarkan tinjauan


ht

menjadi empat macam, yaitu berdasarkan makro sektoral, di mana perekonomian

dibagi menjadi struktur agraris, industri, atau sektor yang menjadi unggulan pada

suatu wilayah. Kedua, berdasarkan ruang (spasial), perekonomian dibedakan

menjadi struktur pedesaan (tradisional) dan perkotaan (modern). Ketiga,

berdasarkan tinjauan penyelenggaraan, yang berarti kegiatan perekonomian suatu

wilayah tergantung pada pemeran utama di wilayah tersebut. Keempat,

berdasarkan birokrasi pengambilan keputusan, yaitu sentralistik atau

desentralistik.

16 Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000


Todaro (2000) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi mempunyai

keterkaitan dengan perubahan struktural dan struktur ekonomi suatu wilayah.

Beberapa perubahan komponen utama struktur bergeser perlahan-lahan seperti

aktivitas pertanian ke non pertanian, dan sektor industri bergeser ke sektor jasa.

Dikatakan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah berkembang jika terdapat

pergeseran sektor ekonominya, tercermin dari penurunan pada sektor ekonomi

tradisional (pertanian) dan di sisi lainnya peningkatan peran sektor non-pertanian.

id
2.1.3 Pola dan Struktur Pertumbuhan Ekonomi Daerah

o.
.g
Salah satu analisis penting dalam kondisi perekonomian suatu daerah
ps
l.b

adalah menggambarkan pola dan struktur pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.


se

Melalui pola dan struktur pertumbuhan ekonomi didapatkan gambaran mengenai


m
su

potensi relative perekonomian suatu daerah baik secara agregat ataupun sektoral
//
s:

terhadap daerah belakangnya.


tp
ht

Syafrizal (1997) menyatakan bahwa Analisis Klassen Typology

digunakan untuk melihat pola dan struktur pertumbuhan ekonomi daerah, serta

untuk membedakan suatu daerah menjadi empat klasifikasi, yaitu:

I. Daerah maju dan tumbuh cepat (rapid growth region) apabila kabupaten/kota

memiliki laju pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan per kapita lebih

tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita

provinsi;

II. Daerah maju tapi tertekan (retarded region) apabila laju pertumbuhan

ekonomi kabupaten/kota lebih kecil dari pada laju pertumbuhan ekonomi

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 17


provinsi akan tetapi pendapatan per kapita kabupaten/kota lebih besar dari

pendapatan per Kapita provinsi;

III. Daerah berkembang cepat (growing region) yaitu daerah yang berkembang

dengan cepat apabila laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota lebih besar

dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi provinsi akan tetapi

pendapatan per kapita kabupaten/kota lebih rendah dari pendapatan per kapita

provinsi;

IV. Daerah relatif tertinggal (relatively backward region) apabila kabupaten/kota

id
memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita lebih

o.
.g
rendah dari tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita
ps
provinsi.
l.b
se
m

2.2 Kerangka Pikir


// su
s:

Perbedaan potensi setiap wilayah seperti karakteristik alam, ekonomi,


tp
ht

sosial, dan budaya yang beraneka ragam memicu adanya perbedaan pola dalam

pembangunan ekonomi. Hal ini menyebabkan adanya beberapa wilayah yang

mampu tumbuh dengan cepat sedangkan wilayah lainnya tumbuh lebih lambat.

Adanya perbedaan tersebut menimbulkan kesenjangan ekonomi seperti

ketimpangan pendapatan antar wilayah dan lapangan usaha. Kebijakan

desentralisasi yang telah lama diterapkan merupakan salah satu upaya yang

dilakukan untuk mengurangi ketimpangan. Melalui kebijakan otonomi daerah,

pemerintah daerah memiliki wewenang dalam mengatur pembangunan

wilayahnya. Dengan demikian daerah setempat mampu mengoptimalkan potensi

18 Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000


dan sumber daya yang dimiliki sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan

serta mengurangi ketimpangan pendapatan.

Kebutuhan akan perencanaan yang baik dan terkendali akan

mempermudah daerah setempat dalam pencapaian tujuan ekonominya.

Perencanaan yang dibuat harus sesuai dengan karakteristik dan potensi yang

dimiliki setiap daerah. Potensi yang ada diharapkan dapat berkontribusi besar

dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan pertimbangan-

pertimbangan tersebut, publikasi ini memiliki tujuan yaitu untuk mengukur nilai

id
ketimpangan ekonomi/pembangunan antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera

o.
.g
Selatan pada periode tahun 2019-2020 menggunakan Indeks Williamson, Indeks
ps
Entrophi Theils dan analisis Klassen Typology, kemudian diplot ke dalam sebuah
l.b
se

tabel agar mendapatkan gambaran kondisi ketimpangan yag terjadi pada periode
m

tersebut.
//su
s:

Gambar 1
tp

Kerangka Pikir
ht

Ketidakseimbangan Pembangunan dan Ketimpangan Ekonomi Antar


Pertumbuhan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota di Provinsi
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Sumatera Selatan
Selatan

Klasifikasi Pertumbuhan Ekonomi Analisis Ketimpangan Ekonomi


di Provinsi Sumatera Selatan (Indeks Williamson dan
(Klassen Typology) Indeks Entrophi Theils)

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 19


id
o.
.g
ps
l.b
se
m
//su
s:
tp
ht

20 Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000


3
id
Metode o.
.g
ps
l.b
se

Analisis
m
//su
s:
tp
ht

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 21


id
o.
.g
ps
l.b
se
m
//su
s:
tp
ht

22 Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000


BAB 3
METODE ANALISIS

3.1 Ruang Lingkup

Publikasi Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi

Sumatera Selatan Tahun 2020 ini dilaksanakan di Provinsi Sumatera Selatan,

dengan ruang lingkup 17 kabupaten/kota se-Sumatera Selatan. Adapun wilayah

kabupaten/kota yang dimaksud dalam publikasi ini adalah:

id
1. Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU)

o.
2. Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI)
.g
ps
l.b

3. Kabupaten Muara Enim


se

4. Kabupaten Lahat
m
su

5. Kabupaten Musi Rawas


//
s:

6. Kabupaten Musi Banyuasin (Muba)


tp

7. Kabupaten Banyuasin
ht

8. Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan (OKU Selatan)

9. Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKU Timur)

10. Kabupaten Ogan Ilir (OI)

11. Kabupaten Empat Lawang

12. Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI)

13. Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara)

14. Kota Palembang

15. Kota Prabumulih

16. Kota Pagar Alam

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 23


17. Kota Lubuk Linggau

Sementara periode waktu untuk publikasi ini adalah di 2 periode titik waktu yaitu

tahun 2019 dan 2020.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam Publikasi Ketimpangan Pembangunan Antar

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020 ini adalah data

id
sekunder yang meliputi:

o.
1. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Provinsi
.g
ps
Sumatera Selatan tahun 2019 dan 2020.
l.b

2. Penduduk Provinsi Sumatera Selatan Pertengahan Tahun 2019 dan 2020.


se
m

3. Penduduk di 17 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2019


//su

dan 2020.
s:
tp

4. Kontribusi dan PDRB per kapita Provinsi Sumatera Selatan tahun 2019
ht

dan 2020.

3.3 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam publikasi ini adalah metode

analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif ini akan menggunakan tiga alat yaitu

analisis Indeks Williamson, Indeks Entropi Theil dan analisis Tipologi Klassen.

3.3.1 Analisis Indeks Williamson

Ukuran ketimpangan pembangunan antar wilayah yang mula–mula

dilakukan adalah Williamson Index yang digunakan dalam studi Jefrey G.

24 Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000


Williamson pada tahun 1966. Istilah Williamson Index muncul sebagai

penghargaan kepada pengguna awal indeks tersebut dalam mengukur

ketimpangan pembangunan antar wilayah. Walaupun indeks ini mempunyai

beberapa kelemahan, yaitu antara lain sensitif terhadap definisi wilayah yang

digunakan dalam perhitungan, namun demikian indeks ini lazim digunakan

dalam mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah.Karenanya untuk

mengetahui ketimpangan pembangunan antar kabupaten/kota di Provinsi

Sumatera Selatan Tahun 2020 digunakanlah hasil analisis Indeks Williamson.

id
Indeks Williamson adalah suatu koefisien varian yang mengukur perbedaan

o.
.g
tingkat pendapatan per kapita suatu daerah relatif terhadap pendapatan daerah
ps
referensi. Dikarenakan data pendapatan per kapita belum tersedia, maka dalam
l.b
se

analisis ini didekati dengan data PDRB per kapita.


m

Formulasi Indeks Williamson ini secara statistik dapat ditampilkan dengan


// su

formula sebagai berikut:


s:
tp
ht

n
fi
 (Yi − Y )
i =n
2

n
IW = Vw = 0 < IW < 1
Y

Dimana:

Yi = PDRB per kapita kabupaten/kota i ;

Y = PDRB per kapita rata-rata seluruh kabupaten/kota ;

i = jumlah penduduk kabupaten/kota i ;

n = jumlah penduduk Provinsi Sumatera Selatan (daerah referensi).

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 25


Apabila IW mendekati satu, berarti pembangunan antar kabupaten/kota

sangat timpang atau tidak merata dan jika IW mendekati nol berarti ketimpangan

pembangunan antar kabupaten/kota sangat rendah. Matolla dalam Puspandika

(2007) menetapkan sebuah kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah

kesenjangan ada pada kesenjangan level rendah, sedang, atau tinggi. Berikut ini

adalah kriterianya:

a. Kesenjangan level rendah, jika IW < 0,35

b. Kesenjangan level sedang, jika 0,35 ≤ IW ≤ 0,5

id
o.
c. Kesenjangan level tinggi, jika IW > 0,5

.g
ps
l.b

3.3.2 Analisis Indeks Entropi Theil


se
m

Indeks lainnya yang juga lazim digunakan dalam mengukur ketimpangan


//su

antar wilayah adalah Indeks Entropi Theil sebagaimana digunakan oleh Akita dan
s:
tp

Alisyahbana (2002) dalam studinya yang dilakukan di Indonesia. Data yang


ht

diperlukan untuk mengukur indeks ini adalah sama dengan yang diperlukan untuk

menghitung Williamson Index yaitu PDRB per kapita dan jumlah penduduk untuk

setiap wilayah.

Penggunaan Indeks Entropi Theil sebagai ukuran ketimpangan ekonomi

antar wilayah mempunyai kelebihan tertentu. Pertama, indeks ini dapat

menghitung ketimpangan dalam daerah (intra regional) dan antar daerah (inter

regional) secara sekaligus, sehingga cakupan analisis menjadi lebih luas. Kedua,

dengan menggunakan indeks ini dapat pula menghitung kontribusi (dalam

persentase) masing-masing daerah terhadap ketimpangan pembangunan wilayah

26 Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000


secara keseluruhan sehingga dapat memberikan implikasi kebijakan yang cukup

penting.

Adanya Indeks Entropi Theil menunjukkan apabila suatu wilayah atau

kabupaten/kota memiliki Indeks Entropi Theil yang semakin besar berarti

ketimpangan atau disparitas yang terjadi semakin besar pula. Sebaliknya apabila

suatu wilayah kabupaten/kota memiliki Indeks Entropi Theil yang semakin kecil,

maka ketimpangan akan semakin rendah pula atau dengan kata lain semakin

merata.

id
Adapun beberapa faktor yang mungkin berpengaruh terhadap besarnya

o.
.g
nilai Indeks Entropi Theil antara lain karena sumber daya alam, kondisi
ps
kependudukan, serta pengaruh mobilitas barang dan jasa.
l.b
se

Ketimpangan intra regional dalam penghitungan Indeks Entropi Theil


m

dapat menggunakan rumus:


//su
s:

Iintra = Σ (Yi/Y) . log (Yi/Y)/(Xi/X)


tp

Iinter = Σ Yi/Y. Ti
ht

Ti =Yi/Y Log (Yi/Y)(Xi/X)

Keterangan:

Iintra = Indeks Entropi Theil intra region

Iinter = Indeks Entropi Theil inter region

Yi = PDRB per kapita di kabupaten/kota i

Y = PDRB per kapita Provinsi Sumatera Selatan

Xi = Jumlah Penduduk kabupaten/kota i

X = Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Selatan

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 27


ITheil = Iintra +Iinter

3.3.3 Analisis Pola dan Struktur Pertumbuhan Ekonomi Regional

Untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan

ekonomi di kabupaten/kota akan digunakan Analisis Tipologi Klassen/Klassen

Typology. Dengan melihat pola dan struktur pertumbuhan ekonomi akan terlihat

kondisi relatif perekonomian di suatu wilayah terhadap wilayah lainnya di

Provinsi Sumatera Selatan.

id
Sjafrizal (1997) menyatakan bahwa analisis Tipologi Klassen digunakan

o.
.g
untuk membedakan suatu daerah menjadi empat klasifikasi. Keempat klasifikasi
ps
l.b

tersebut ditentukan berdasarkan laju pertumbuhan ekonomi dan tingkat


se

pendapatan per kapita suatu wilayah. Secara rinci pengklasifikasian suatu wilayah
m
su

berdasarkan Klassen Typology dapat dilihat pada tabel 3.1.


//
s:
tp

Tabel 3.1
ht

Pola dan Struktur Pertumbuhan Ekonomi Wilayah


Menurut Klassen Typology
Pendapatan /
Kapita (y)

Laju yi › y yi ‹ y
Pertumbuhan
Ekonomi (r)

ri › r Daerah maju dan tumbuh Berkembang Cepat


cepat (Growing Region)
(Rapid Growth Region)

ri ‹ r Daerah maju tapi tertekan Daerah relatif tertinggal


(Retarded Region)Daerah (Relatively Backward
Region)

Sumber : Sjafrizal (1997:30)

28 Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000


keterangan :

ri : Laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota

r : Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan

yi : Pendapatan per kapita kabupaten/kota

y : Pendapatan per kapita Provinsi Sumatera Selatan

id
o.
.g
ps
l.b
se
m
//su
s:
tp
ht

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 29


id
o.
.g
ps
l.b
se
m
//su
s:
tp
ht

30 Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000


4
id
Analisis dan o.
.g
ps
l.b
se

Pembahasan
m
//su
s:
tp
ht

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 31


id
o.
.g
ps
l.b
se
m
//su
s:
tp
ht

32 Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000


BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Perhitungan Ketimpangan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera

Selatan Tahun 2020 dihitung dengan menggunakan beberapa metode yang telah

dikemukakan oleh beberapa ahli ekonomi. Seluruh Metode yang digunakan dalam

analisis ini menggunakan data dasar PDRB kabupaten/kota di Provinsi Sumatera

Selatan. Berikut dapat dilihat nilai PDRB atas dasar harga berlaku (adhb), jumlah

penduduk dan PDRB per Kapita Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera

id
o.
Selatan Pada tabel 4.1.
.g
ps
Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel 4.1 terlihat bahwa total
l.b

nilai PDRB adhb seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun
se
m

2020 sebesar Rp. 462,58 triliun rupiah. Jika nilai PDRB adhb tersebut dibagi
su

dengan jumlah penduduk yang sejumlah 8.567.923 jiwa, maka didapatkanlah nilai
//
s:
tp

PDRB per Kapita sebagai indikator kemakmuran penduduk sebesar Rp. 53,99 juta
ht

per orang per tahun atau sebesar Rp. 4,50 juta per orang per bulan. Jika ditelaah

per kabupaten/kota, maka Kabupaten Musi Banyuasin memiliki nilai PDRB per

kapita tertinggi di wilayah Sumatera Selatan, yaitu sebesar Rp. 101,49 juta.

Sebaliknya, nilai PDRB per kapita terendah terdapat di Kabupaten Empat

Lawang, yaitu hanya sebesar Rp. 20,09 juta. Adanya perbedaan PDRB per kapita

di setiap kabupaten/kota tersebut menjadi penyebab dasar adanya ketimpangan di

wilayah Provinsi Sumatera Selatan.

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 33


Tabel 4.1
Nilai PDRB ADHB, Jumlah Penduduk dan Nilai PDRB per Kapita
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2020

Jumlah PDRB per


PDRB adhb
No Kabupaten/Kota Penduduk Kapita
(juta rupiah)
(jiwa) (juta rupiah)

(1) (2) (3) (4)

1 Ogan Komering Ulu 14 832 940 372 123 39,86

2 Ogan Komering Ilir 29 345 466 839 625 34,95

3 Muara Enim 57 756 887 645 600 89,46

id
4 Lahat 17 364 771 413 206 42,02

o.
5 Musi Rawas 19 303 451 408 282 47,28
.g
ps
6 Musi Banyuasin 66 515 385 655 401 101,49
l.b

7 Banyuasin 29 193 611 864 510 33,77


se

8 OKU Selatan 8 975 761 364 982 24,59


m
su

9 OKU Timur 15 229 537 683 332 22,29


//
s:

10 Ogan Ilir 11 344 177 435 092 26,07


tp

11 Empat lawang 5 087 752 253 272 20,09


ht

12 PALI 7 158 130 192 199 37,24

13 Musi Rawas Utara 7 197 648 194 405 37,02

14 Palembang 155 822 326 1 681 374 92,68

15 Prabumulih 7 878 425 188 929 41,70

16 Pagar Alam 2 836 267 140 402 20,20

17 Lubuk Linggau 6 734 107 253 189 28,63

Total 462 576 640 8 567 923 53,99

Pada pembahasan berikutnya akan dijelaskan secara rinci hasil

perhitungan beberapa indeks yang menunjukkan adanya ketimpangan

pembangunan di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2020

34 Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000


4.1 Indeks Williamson

Besar kecilnya ketimpangan PDRB per kapita antar kabupaten/kota

memberikan gambaran tentang kondisi dan perkembangan pembangunan di

Provinsi Sumatera Selatan Untuk memberikan gambaran yang lebih baik tentang

kondisi dan perkembangan pembangunan daerah di wilayah Provinsi Sumatera

Selatan, akan dibahas pemerataan PDRB per kapita antar kabupaten/kota yang

dianalisis dengan menggunakan indeks ketimpangan Williamson Angka indeks

ketimpangan Williamson semakin kecil atau mendekati nol menunjukkan

id
ketimpangan yang semakin kecil pula atau dengan kata lain makin merata, dan

o.
.g
bila semakin jauh dari nol menunjukkan ketimpangan yang semakin melebar
ps
l.b

Tabel 4.2 menunjukkan angka indeks ketimpangan PDRB per kapita antar
se

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan dan juga antar provinsi se-Indonesia


m
su

periode Tahun 2016-2020 Pada tahun 2016 nilai Indeks Williamson Sumatera
//
s:

Selatan sebesar 0,706 Kemudian nilainya semakin meningkat di tahun


tp
ht

selanjutnya hingga tahun 2019 tercatat sebesar 0,736 Namun di tahun 2020

mengalami sedikit penurunan menjadi sebesar 0,730 Secara rata-rata pada

periode 5 tahun tersebut nilai Indeks Williamson di Provinsi Sumatera Selatan

sebesar 0,723; yang menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan distribusi

pendapatan di Provinsi Sumatera Selatan berada pada level yang tinggi, namun

lebih rendah sedikit dibandingkan wilayah Indonesia yang secara rata-rata masih

berada pada nilai 0,744 Untuk wilayah Indonesia, pola ketimpangannya serupa

dengan di Sumatera Selatan, yaitu mengalami peningkatan dari tahun 2016 ke

tahun 2019, namun kembali menurun di tahun 2020

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 35


Tabel 4.2
Indeks Williamson Provinsi Sumatera Selatan
dan Indonesia, 2016-2020

Indeks Williamsom
No Tahun
Sumatera Selatan Indonesia

(1) (2) (3) (4)

1 2016 0,706 0,735

2 2017 0,715 0,741

id
o.
3 2018 0,730 0,744
.g
ps
4 2019 0,736 0,752
l.b
se

5 2020 0,730 0,746


m
su

Rata-rata 0,723 0,744


//
s:
tp
ht

Pada umumnya, setiap wilayah hanya memikirkan bagaimana untuk terus

tumbuh dan berkembang, tanpa memperhatikan adanya pemerataan yang ada di

dalam wilayah tersebut Hal ini menunjukkan bahwa wilayah yang kaya semakin

kaya, dan wilayah yang miskin semakin miskin Tingginya nilai Indeks

Williamson mengindikasikan besarnya tantangan bagi pemerintah daerah dalam

menyelesaikan masalah ketimpangan yang besar tersebut

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa tingkat ketimpangan distribusi

pendapatan di Provinsi Sumatera Selatan pada periode 5 tahun (2016-2020) lebih

rendah dibandingkan dengan Indonesia Hal ini menunjukkan secara rata-rata

36 Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000


tingkat PDRB per kapita tahun 2020 di Sumatera Selatan relatif lebih merata

dibandingkan dengan wilayah di Indonesia secara umum Namun perlu diingat

bahwa lebih tingginya nilai indeks ketimpangan PDRB per kapita antar-provinsi

di Indonesia, tidak berarti secara otomatis menerangkan bahwa tingkat

kesejahteraan masyarakat di Sumatera Selatan lebih baik dibandingkan dengan

wilayah lain di Indonesia Indeks Williamson hanya menjelaskan distribusi PDRB

per kapita antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2016-2020

tanpa menjelaskan seberapa besar PDRB per kapita yang didistribusikan tersebut

id
dengan PDRB per kapita rata-rata daerah lain

o.
.g
Untuk mengetahui besarnya tingkat ketimpangan suatu daerah selain
ps
memakai Indeks Williamson juga dapat memakai Indeks Entropi Theil Indeks
l.b
se

Entropi Theil pada dasarnya merupakan aplikasi konsep teori informasi dalam
m

mengukur ketimpangan ekonomi dan konsentrasi industri (Kuncoro; 2001: 87)


//su
s:
tp

4.2 Indeks Entropi Theil


ht

Ketimpangan wilayah merupakan masalah krusial yang dihadapi oleh

hampir semua daerah Ada banyak ukuran untuk melihat ketimpangan wilayah,

diantaranya adalah Indeks Entropi Theil Kelebihan indeks ini dibandingkan

indeks lainnya adalah :

• Pertama, indeks ini dapat menghitung ketimpangan dalam daerah (intra) dan

antar daerah (inter) secara sekaligus, sehingga cakupan analisis menjadi lebih

luas

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 37


• Kedua, dengan menggunakan indeks ini dapat pula dihitung kontribusi

masing-masing daerah terhadap ketimpangan pembangunan wilayah secara

keseluruhan sehingga dapat memberikan kebijakan yang cukup penting

4.2.1 Indeks Entropi Theil Intra Wilayah

Dari hasil perhitungan indeks ini, dapat kita lihat bahwa ketimpangan

Provinsi Sumatera Selatan, jika dilihat pada tahun 2019 hingga 2020 tidak

mengalami perubahan yang signifikan Pada tahun 2019 Indeks Entropi Theil

id
o.
Intra Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan sebesar 0,9713, kemudian sedikit

menurun menjadi sebesar 0,9710 di tahun 2020 .g


Artinya dalam rentang tahun
ps
l.b

2019-2020 terjadi penurunan Indeks Theil Intra Wilayah sebesar 0,0003 poin
se

Hasil lengkap penghitungan Indeks Entropi Theil intra wilayah dapat dilihat pada
m
su

tabel 4.3.
//
s:

Apabila dilihat berdasarkan kabupaten/kota, terlihat bahwa pada tahun


tp
ht

2020 Indeks Entropi Theil Intra Wilayah di Kabupaten Musi Banyuasin memiliki

nilai yang paling tinggi, yaitu sebesar 2,614 Angka indeks entropi theil Intra

Wilayah Kabupaten Musi Banyuasin ini sedikit menurun dibandingkan tahun lalu

yang ternyatat sebesar 2,636 Ini artinya telah terjadi penurunan pada

ketimpangan pemerataan di Kabupaten Musi Banyuasin selama periode waktu

satu tahun tersebut meskipun nilainya tidak terlalu signifikan Selanjutnya di

posisi kedua dan ketiga pada tahun 2020 ditempati oleh Kabupaten Muara Enim

(2,224) dan Kota Palembang (1,617) Sebaliknya pemerataan yang cukup baik

terjadi di Kabupaten OKU Timur, dimana nilai Indeks Entropi Theilnya di tahun

2020 hanya sebesar 0,295

38 Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000


Tabel 4.3
Indeks Entropi Theil Intra Wilayah
Kabupaten/Kota se-Provinsi Sumatera Selatan, 2019-2020

Indeks Entropi Theil


Intra Wilayah
Kabupaten/Kota
2019 2020

(1) (2) (3)

1 Ogan Komering Ulu 0,908 0,908

2 Ogan Komering Ilir 0,524 0,531

3 Muara Enim 2,246 2,224

id
o.
4 Lahat 0,937 0,940

.g
ps
5 Musi Rawas 1,104 1,107
l.b

6 Musi Banyuasin 2,636 2,614


se

7 Banyuasin 0,490 0,496


m
su

8 OKU Selatan 0,462 0,469


//
s:

9 OKU Timur 0,288 0,295


tp
ht

10 Ogan Ilir 0,469 0,472

11 Empat lawang 0,405 0,409

12 PALI 1,030 1,026

13 Musi Rawas Utara 1,013 1,015

14 Palembang 1,620 1,617

15 Prabumulih 1,195 1,193

16 Pagar Alam 0,503 0,508

17 Lubuk Linggau 0,682 0,682

Sumatera Selatan 0,9713 0,9710

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 39


4.2.2 Indeks Entropi Theil Inter Wilayah

Apabila kita melihat Indeks Entropi Theil Inter Wilayah, maka hasilnya

tidak jauh berbeda dengan hasil yang kita peroleh pada Indeks Entropi Theil

Intra Wilayah, yaitu ketimpangan di Provinsi Sumatera Selatan dari tahun 2019

ke tahun 2020 menurun sebesar 0,0063 poin, dari 1,065 di tahun 2019 menjadi

1,058 di tahun 2020

Tabel 4.4
Indeks Entropi Theil Inter Wilayah
Kabupaten/Kota se-Provinsi Sumatera Selatan, 2019-2020

id
o.
Indeks Entropi Theil
Kabupaten/Kota .g Inter Wilayah
ps
2019 2020
l.b

(1) (2) (3)


se

1 Ogan Komering Ulu 0,670 0,671


m

2 Ogan Komering Ilir 0,336 0,344


su

3 Muara Enim 3,748 3,685


//
s:

4 Lahat 0,727 0,732


tp

5 Musi Rawas 0,965 0,970


ht

6 Musi Banyuasin 4,984 4,913


7 Banyuasin 0,305 0,310
8 OKU Selatan 0,208 0,214
9 OKU Timur 0,117 0,122
10 Ogan Ilir 0,226 0,228
11 Empat lawang 0,150 0,152
12 PALI 0,712 0,708
13 Musi Rawas Utara 0,694 0,696
14 Palembang 2,785 2,775
15 Prabumulih 0,924 0,921
16 Pagar Alam 0,187 0,190
17 Lubuk Linggau 0,361 0,362
Sumatera Selatan 1,065 1,058

40 Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000


Sementara jika dilihat per kabupaten/kota, tidak berbeda jauh dengan

hasil penghitungan Indeks Entropi Theil Antar Wilayah, Kabupaten Musi

Banyuasin pada tahun 2020 merupakan kabupaten yang memiliki ketimpangan

paling besar dibandingkan dengan wilayah lainnya, dimana nilai Indeks

Entropi Theil Inter Wilayahnya di tahun 2020 sebesar 4,913 Posisi kedua dan

ketiga berturut-turut ditempati oleh Kabupaten Muara Enim (3,685) dan Kota

Palembang (2,775) Sebaliknya, tingkat ketimpangan terendah berada di

Kabupaten OKU Timur dengan nilai Indeks Entropi Theil Inter Wilayahnya

id
sebesar 0,122

o.
.g
ps
4.2.3 Indeks Entropi Theil Total Wilayah
l.b
se

Indeks ini merupakan penjumlahan dari Indeks Theil Intra dan Inter
m
su

Wilayah Dari indeks ini bisa diketahui besarnya ketimpangan di setiap


//
s:

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan Berikut dapat dilihat hasil


tp
ht

perhitungan Indeks Theil Total Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan

Apabila dilihat per kabupaten/kota, maka Indeks Entropi Theil Total

Wilayah di tahun 2020 yang tertinggi berada di 3 wilayah, yaitu Kabupaten

Musi Banyuasin (7,527), Kabupaten Muara Enim (5,910) dan Kota Palembang

(4,392) Sedangkan 3 wilayah yang memiliki nilai Entropi Theil terendah di

tahun 2020 adalah Kabupaten OKU Timur (0,416), Kabupaten Empat Lawang

(0,562) dan Kabupaten OKU Selatan (0,682)

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 41


Tabel 4.5
Indeks Entropi Theil Total Wilayah
Kabupaten/Kota se-Provinsi Sumatera Selatan, 2019-2020

Indeks Entropi Theil


Total Wilayah
Wilayah Kabupaten/Kota
2019 2020
(1) (2) (3)

1 Ogan Komering Ulu 1,578 1,579


2 Ogan Komering Ilir 0,860 0,874
3 Muara Enim 5,995 5,910
4 Lahat 1,664 1,672

id
o.
5 Musi Rawas 2,070 2,077
6 Musi Banyuasin
.g
7,620 7,527
ps
7 Banyuasin 0,795 0,806
l.b

8 OKU Selatan 0,670 0,682


se

9 OKU Timur 0,405 0,416


m
su

10 Ogan Ilir 0,695 0,701


//

11 Empat lawang 0,555 0,562


s:

12 PALI 1,742 1,734


tp
ht

13 Musi Rawas Utara 1,707 1,711


14 Palembang 4,405 4,392
15 Prabumulih 2,119 2,114
16 Pagar Alam 0,689 0,699
17 Lubuk Linggau 1,043 1,044
Sumatera Selatan 2,0361 2,0294

Apabila kita bandingkan Indeks Entropi Theil Total Wilayah dengan

Indeks Williamson, maka kita akan melihat bahwa kedua metode perhitungan

indeks ketimpangan tersebut menunjukkan tren yang sama baik pada tahun 2019

maupun di tahun 2020 Karenanya dapat disimpulkan bahwa ketimpangan di

42 Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000


wilayah Provinsi Sumatera Selatan sedikit menurun dari tahun 2019 ke tahun

2020 dan tingkat ketimpangan di wilayah ini masih berada pada level yang tinggi

Adapun beberapa faktor yang mungkin berpengaruh terhadap besarnya nilai

Indeks Entropi Theil antara lain karena sumber daya alam, kondisi kependudukan,

serta pengaruh mobilitas barang dan jasa

Gambar 2
Perbandingan Indeks Entropi Theil dan Indeks Williamson
Total Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan, 2019-2020

id
o.
.g
ps
l.b
se
m
//su
s:
tp
ht

4.3 Analisis Tipologi Klassen

Analisis Tipologi Klassen digunakan untuk membedakan suatu daerah

menjadi empat klasifikasi, yaitu:

1. Daerah Maju dan Tumbuh Cepat

2. Daerah Maju tapi tertekan

3. Daerah Berkembang Cepat

4. Daerah relatif tertinggal

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 43


Tabel 4.6
Klassen Tipologi Tiap Kabupaten/Kota
di Provinsi Sumatera Selatan, 2019

Pendapatan /
Kapita (y)

Laju yi › y yi ‹ y
Pertumbuhan
Ekonomi (r)

Daerah maju dan Daerah berkembang


tumbuh cepat cepat

• Palembang • Musi Rawas


ri › r

id
• Muara Enim • PALI

o.
• Lubuk Linggau
• OKU
.g
ps
l.b

Daerah maju tapi Daerah relatif


se

tertekan tertinggal
m

• Musi Banyuasin • Prabumulih


su

• OKI
//

• Lahat
s:

ri ‹ r • Banyuasin
tp

• OKU Selatan
ht

• OKU Timur
• Empat Lawang
• Muratara
• Pagar Alam

Sumber: BPS Hasil Pengolahan Data

Keempat klasifikasi tersebut ditentukan berdasarkan laju pertumbuhan


ekonomi dan tingkat pendapatan per kapita suatu wilayah Berdasarkan Tabel 4.6
terlihat bahwa pada tahun 2019 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan yang
tergolong daerah maju dan tumbuh cepat adalah Kota Palembang dan Kabupaten
Muara Enim Selanjutnya ada 1 wilayah yang dikategorikan daerah yang maju
tapi tertekan yaitu Kabupaten Musi Banyuasin dan 4 wilayah lagi (Ogan

44 Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000


Komering Ulu, Musi Rawas, Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) dan Lubuk
Linggau) dikategorikan wilayah berkembang cepat Sementara 10 wilayah
kabupaten/kota lainnya dikategorikan sebagai wilayah yang relatif tertinggal
pembangunannya dibandingkan dengan daerah lain di tahun 2019 dikarenakan
laju pertumbuhan ekonomi dan nilai PDRB per kapitanya di bawah laju
pertumbuhan ekonomi dan nilai PDRB per kapita Provinsi Sumatera Selatan

Tabel 4.7
Klassen Tipologi Tiap Kabupaten/Kota
di Provinsi Sumatera Selatan, 2020
Pendapatan /
Kapita (y)

id
o.
yi › y yi ‹ y
.g
Laju
ps
Pertumbuhan
Ekonomi (r)
l.b
se

Daerah maju dan tumbuh Daerah berkembang


m

cepat cepat
su

• Muara Enim • Lahat


//
s:

• OKI
tp

• Musi Rawas
• Banyuasin
ht

ri › r • OKU Selatan
• OKU Timur
• Ogan Ilir
• Empat Lawang
• PALI
• Muratara
• Pagar Alam

Daerah maju tapi tertekan Daerah relatif


tertinggal
• Kota Palembang
ri ‹ r • Musi Banyuasin • Prabumulih
• Lubuk Linggau
• OKU

Sumber: BPS Hasil Pengolahan Data

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 45


Periode berikutnya di tahun 2020 (Tabel 4.7) Kabupaten Muara Enim
masih bertahan pada kuadran pertama sebagai daerah maju dan tumbuh cepat
sedangkan Kota Palembang bergeser ke kuadran kedua dikarenakan pertumbuhan
ekonominya yang di tahun 2020 ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
ekonomi Provinsi Sumatera Selatan, sama seperti Kabupaten Musi Banyuasin
Pada kuadran ketiga terdapat 11 daerah yang diklasikfikasikan sebagai daerah
berkembang dan pada kuadran terakhir ada 3 kabupaten/kota yang
diklasifikasikan sebagai daerah relatif tertinggal
Terdapat sembilan wilayah yang naik dari posisi kuadran keempat menjadi
kuadran ketiga, yaitu Kota Pagar Alam, Kabupaten Lahat, OKI, Banyuasin, OKU
Selatan, OKU Timur, Ogan Ilir, Empat Lawang dan Muratara Sebaliknya,

id
penurunan kuadran dari tiga ke empat terjadi di dua wilayah, yaitu Kota Lubuk

o.
.g
Linggau dan Kabupaten OKU Sementara Kota Prabumulih kondisinya masih
ps
sama dengan tahun sebelumnya, yaitu tetap sebagai daerah yang relatif tertinggal
l.b

dibandingkan wilayah lainnya yang ada di Provinsi Sumatera Selatan


se
m
//su
s:
tp
ht

46 Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000


5
id
Kesimpulan o.
.g
ps
l.b
se

dan Saran
m
//su
s:
tp
ht

BAB V
Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 47
id
o.
.g
ps
l.b
se
m
//su
s:
tp
ht

48 Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, beberapa

kesimpulan yang diperoleh:

1. Tingkat ketimpangan pembangunan antar kabupaten/kota di wilayah Provinsi

Sumatera Selatan masih tergolong pada level yang tinggi Pada periode

id
pengamatan 2016-2019 dengan menggunakan metode Indeks Williamson

o.
.g
terjadi kecenderungan peningkatan ketimpangan antar kabupaten/kota di
ps
l.b

Provinsi Sumatera Selatan, namun di tahun 2020 mengalami sedikit


se

penurunan ketimpangan pembangunan Pola yang sama berlaku pada


m
su

penghitungan menggunakan Indeks Entropi Theil, dimana terjadi penurunan


//
s:

ketimpangan pembangunan antar kabupaten/kota di Sumatera Selatan tahun


tp

2019 ke tahun 2020 Ketimpangan ini salah satunya diakibatkan konsentrasi


ht

aktivitas ekonomi yang hanya terpusat pada wilayah tertentu saja Meskipun

demikian, jika dibandingkan dengan wilayah Indonesia maka tingkat

ketimpangan kabupaten/kota di Sumatera Selatan lebih rendah dibandingkan

tingkat ketimpangan antar provinsi di wilayah Indonesia

2. Berdasarkan Tipologi Klassen, wilayah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera

Selatan dapat diklasifikasikan berdasarkan kecepatan pertumbuhan dan

besarnya PDRB perkapita menjadi empat kelompok yaitu daerah maju dan

tumbuh cepat, daerah yang maju tapi tertekan, daerah yang berkembang cepat

dan daerah yang relatif tertinggal

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 49


• Wilayah yang tergolong maju dan tumbuh cepat di tahun 2019 adalah Kota

Palembang dan Kabupaten Muara Enim

• Wilayah yang tergolong maju tapi tertekan adalah Kabupaten Musi

Banyuasin

• Wilayah yang tergolong relatif tertinggal adalah Ogan Komering Ulu,

Musi Rawas, Penukal Abab Lematang Ilir (PALI)

• Sedangkan wilayah yang tergolong relatif tertinggal adalah Kota

Prabumulih, Kota Pagar Alam, Kabupaten OKI, Lahat, Banyuasin, Oku

id
Selatan, OKU Timur, Empat Lawang dan Muratara

o.
.g
Sementara di tahun 2020 terjadi pergeseran kuadran dimana
ps
Kabupaten Muara Enim masih bertahan pada kuadran pertama sebagai
l.b

daerah maju dan tumbuh cepat sedangkan Kota Palembang bergeser ke


se

kuadran kedua dikarenakan pertumbuhan ekonominya yang di tahun 2020


m
su

ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera


//

Selatan, sama seperti Kabupaten Musi Banyuasin Sedangkan 14 wilayah


s:

lainnya berada pada kuadran ketiga dan keempat


tp
ht

5.2 Saran dan Implikasi Kebijakan

Berdasarkan dari kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan

kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Selata guna mengurangi ketimpangan yang

semakin melebar adalah:

1. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa ketimpangan antar wilayah

menjadi signifikan karena adanya keragaman potensi sumber daya alam, letak

geografis, kualitas sumber daya manusia, ikatan etnis atau politik, dan

perbedaan kondisi geografi yang terdapat pada masing–masing wilayah

50 Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000


Karenanya perlu kebijakan yang lebih tepat dalam pengelolaan sumber daya

alam yang ada serta pemanfaatan tenaga kerja lokal agar hasil yang

didapatkan bisa dirasakan oleh masyarakat sekitar wilayah sumber daya alam

tersebut

2. Perlu peningkatan infrastrukturnya agar bisa lebih mudah terjadi sinergi antar

wilayah dalam segala hal terutama dalam hal perekonomian

3. Agar melakukan upaya pemasaran potensi ekonomi unggulan atau sosialisasi

melalui berbagai media sosial sesuai dengan tren perilaku masyarakat terkini

id
(masyarakat millenial) untuk menarik investor yang dituangkan dalam

o.
.g
visi/slogan daerah, agar dapat menjadi pusat ekonomi alternatif di setiap
ps
kabupaten/kota yang ada di wilayah Provnsi Sumatera Selatan
l.b
se

4. Perlu dipetakan potensi/unggulan setiap wilayah dan lebih fokus memilih satu
m

atau dua komoditas yang perlu dibina dan ditingkatkan produksi serta
//su

pemasarannya mulai dari hulu ke hilir agar mendapat nilai tambah untuk
s:
tp

kesejahteraan masyarakat yang lebih merata


ht

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 51


id
o.
.g
ps
l.b
se
m
//su
s:
tp
ht

Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, 2000 53

Anda mungkin juga menyukai