Disusun oleh:
KELAS 3F
2013
Penulis berharap, agar dengan adanya paper ini dapat berguna bagi
semua orang.
PENULIS
II
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................................... II
DAFTAR ISI ................................................................................................................... III
III
3.2 Dampak Positif dan Negatif adanya Hak katas Kekayaan
Intelektual ............................................................................................ 22
3.3 Solusi Atas Permasalahan ............................................................... 23
IV
BAB I
PENDAHULUAN
1
pelaksanaan, dan penerapan HAKI di Indonesia. Dengan adanya UU
HAKI, diharapkan dapat lebih mengatur tentang hak-hak seseorang
terhadap karyanya, dan juga dapat menjerat pelaku kejahatan HAKI.
Bagi penulis, untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Aspek
Hukum dalam Ekonomi. Selain itu untuk mendapatkan pengalaman,
dan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, wawasan yang lebih
luas, serta lebih memahami setiap permasalah yang terjadi mengenai
Hak atas Kekayaan Intelektual.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.1.2. Sejarah HAKI
4
Merek (1885), UU Paten (1910), dan UU Hak Cipta (1912). Indonesia yang
pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi
anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Propertysejak
tahun 1888 dan anggota Berne Convention for the Protection of Literary
and Aristic Works sejak tahun 1914. Pada jaman pendudukan Jepang yaitu
tahun 1942 s.d. 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang
HKI tersebut tetap berlaku.
5
mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek 1961
dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari barang-barang
tiruan/bajakan.
Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era modern sistem HKI di
tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim
khusus di bidang HKI melalui Keputusan No. 34/1986 (Tim ini lebih
dikenal dengan sebutan Tim Keppres 34). Tugas utama Tim Keppres 34
adalah mencangkup penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI,
perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan
sosialisasi sistem HKI di kalangan instansi pemerintah terkait, aparat
penegak hukum dan masyarakat luas. Tim Keppres 34 selanjutnya
membuat sejumlah terobosan, antara lain dengan mengambil inisiatif baru
dalam menangani perdebatan nasional tentang perlunya sistem paten di
tanah air. Setelah Tim Keppres 34 merevisi kembali RUU Paten yang telah
diselesaikan pada tahun 1982, akhirnya pada tahun 1989 Pemerintah
mengesahkan UU Paten.
6
Pada tanggal 19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU
No. 7 tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12 tahun 1982 tentang
Hak Cipta. Dalam penjelasan UU No. 7 tahun 1987 secara jelas dinyatakan
bahwa perubahan atas UU No. 12 tahun 1982 dilakukan karena semakin
meningkatnya pelanggaran hak cipta yang dapat membahayakan
kehidupan sosial dan menghancurkan kreativitas masyarakat.
7
dunia internasional, namun juga karena kebutuhan nasional untuk
menciptakan suatu sistem perlindungan HKI yang efektif.
8
2.1.4. Tujuan dan Alasan Perlindungan HAKI
a. Hak Otoritas
9
kebutuhan masyarakat banyak. Itulah sebabnya dalam hak kekayaan
intelektual, misalnya paten, dipersyaratkan adanya unsur penerapan
industrial yakni dapatnya hasil karya ini diterapkan dalam industri.
Secara ringkas hak kekayaan intelektual merupakan pendorong
pertumbuhan perekonomian.
c. Prinsip Berkesinambungan
d. Satu Kesatuan
e. TRIPs Mengikat
10
1. Hak Cipta (Copyright)
2. Paten (Patent)
11
3. Merek Dagang (Trademark)
12
Pada kasus lain, produsen prangkat lunak memilih untuk
mempublikasikan kode sumbernya (misalnya pada perangkat lunak
OpenSource). Pada kasus ini, kode sumber termasuk dalam hak
cipta, bukan rahasia dagang.
13
b. UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
c. UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
d. UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
e. UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
f. UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
g. UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
h. UU No. 7 Tahun 1994 Tentang Ratifikasi Trade Related Aspects of
Intellectuals Property Rights (TRIPs)
Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani yaitu Systema. Untuk istilah
itu Shrode dan Voch mengartikannya “suatu keseluruhan yang tersusun
dari sekian banyak bagian (whole compoundded of several parts)”. Dalam
tulisan ini penulis hanya memajukan beberapa rumusan saja, yaitu
sebagai berikut:
14
pemerintahan tertentu. Sistem teologi Agustinus, sistem sistem
pemerintahan demokratis, sistem masyarakat Islam, merupakan
contoh-contohnya.
Begitu pula jika ada kunjunga pejabat luar negeri ke pabrik atau ke
berbagai pusat industri di Indonesia, biasanya para pejabat kita dengan
senang hati memperkenalkan temuan dan hasil temuan kita kepada
“publik luar” tersebut. Memberikan penjelasan, memperkenankan untuk
menggunakan tustel atau kamera video, bahkan sampai kepada bagian-
bagian yang spesifik yang di dunia Barat termasuk dalam Trade
Secrets atau Undisclosed Information. Dunia Barat telah lama
memperkenalkan sistem perlindungan yang demikian, sehingga jika kita
berkunjung ke suatu pabrik atau pusat industri mereka akan membatasi
aktivitas kita, misalnya larangan mempergunakan tustel, camera vidoe,
dan lain-lain.
15
Terlepas dari itu semua, kiranya Indonesia sudah saatnya pula,
mencermati kembali segi-segi yang berkaitan dengan perlindungan Hak
Atas Kekayaan Intelektual ini dalam satu kerangka sistem.
16
perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dan menambah beberapa
peraturan yang belum tercakup dalam peraturan yang sudah ada.
17
keperluan komersial maka dianggap wajah bahwa pemilik HAKI
tersebut mmemperoleh kompensasi atas penggunaan kekayaan
tersebut.
18
Kedua, prinsip most favoured nation (MFN) atau nondiskriminasi atas
pemilik HAKI asing dengan pemilik HAKI dari negara yang
bersangkutan atau negara lain. Tidak boleh ada perlakuan kepada
pihak asing yang berasal dari satu negara yang lebih baik dari pada
perlakuan terhadap pihak asing dari negara lain. Ketiga, aspek
transparansi, yang juga merupakan salah satu prinsip utama GATT
akan memaksakan negara anggota untuk lebih terbuka dalam
ketentuan perundang-undangan dan pelaksanaan aturan nasional
dalam bidang perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual.
4) Penerapan Aturan
19
prosedur administratif yang rini tersebut. Bagi negara berkembang
kewajiban dalam persatuan terebut merupakan beban karena mereka
terpaksa harus mengalihkan sumber dana dan sumber daya manusia
untuk menata tata tertib administrasi HAKI sehingga mengurangi
porsi dana untuk pembangunan pada sektor lain.
20
WTO, diterma Indonesia sebagai aturan pokok pembentukan
organisasi perdagangan dunia. WTO adalah merupakan konvensi
internasional yang bersifa multilateral dalam tatanan perundang-
undangan Indonesia dan telah diratifikasi melalui UU No. 7 Tahun
1994.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dampak Positif:
a. Melindungi kepentingan pencipta atas hail ciptanya
b. Mendorong orang untuk berinovasi untuk menghasilkan sebuah
karya cipta
c. Menciptakan rasa aman bagi setiap orang untuk menghasilkan
sebuah karya cipta yang bermanfaat bagi manusia.
Dampak Negatif:
a. Mengurangi jumlah uang untuk penelitian dan pengembangan
program computer
b. Mengurangi penyediaan produk penunjang lokal
22
c. Mengurangi kemampuan penyaluran program computer yang
sudah ditingkatkan mutunya
d. Mengurangi hasil penjualan penyalur resmi.
23
DAFTAR PUSTAKA
Halaman Situs:
http://diecakusuma.blogspot.com/2012/06/makalah-haki.html
http://google.com/kekayaa-hak-intelektual
http://tmcahaya.blogspot.com/2012/12/hukum-hak-atas-kekayaan-
intelektual.html
http://www.dgip.go.id
24