Anda di halaman 1dari 46
SZ RSUD RA. KARTINI a _KABUPATENJEPARA PEDOMAN PELAYANAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN RUMAH SAKIT (SIMRS) PEMERINTAH KABUPATEN JEPARA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RA. KARTINI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH JLKHL Whi Hasyn Jepara Ta (2) 81175 Fax (0291 $8145, Webst: thar pra go‘, Ema sd kariidepara. old KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RA. KARTINI KABUPATEN JEPARA NOMOR 448/36} TAHUN 2019 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN RUMAH SAKIT (SIMRS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RA. KARTINI KABUPATEN JEPARA DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RA. KARTINI KABUPATEN JEPARA. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutupelayanan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) RSUD RA. Kartini Kabupaten Jepara, maka perulu disusun Pedoman Pelayanan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS). b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, ‘maka perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur. Mengingat i. Undang - Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah ~ Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952); 4, Undang - Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144); 5. Undang ~ Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 153); 6. Undang — Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang ~ Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang — Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor $8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 7. Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor 82 Tahun 2013 Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia ‘Tahun 2013 Nomor 82); Menetapkan KESATU, KEDUA KETIGA KEEMPAT KELIMA 8, Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Jepara Tahun 2016 Nomor 14, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Jepara Nomor 11); 9. Peraturan Bupati Jepara Nomor 58 Tahun 2010 tentang Penjabaran Tugas dan Fungsi RSUD RA. Kartini Kabupaten Jepara (Berita Daerah Kabupaten Jepara Tahun 2010 Nomor 380); 10. Peraturan Bupati Jepara Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pola Tata Kelola Rumah Sakit Umum daerah RA. Kartini Kabupaten Jepara ( Berita Daerah Kabupaten Jepara Tahun 2019 Nomor 7), 11. Keputusan Bupati Jepara Nomor 821.2/211 tahun 2018 tentang Penugasan Dokter Sebagai Direktur Rumah Sakit Umum Daerah R.A. Kartini Pemerintah Kabupaten Jepara.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia ‘Tahun 2009 Nomor 144). MEMUTUSKAN, KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RA. KARTINI KABUPATEN JEPARA TENTANG —PEDOMAN PELAYANAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN RUMAH SAKIT. (SIMRS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RA. KARTINI KABUPATEN JEPARA. Pedoman sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU, sebagaimana terlampir dalam Lampiran Keputusan ini Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU, digunakan sebagai acuan pelaksanaan pelayanan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) di rumah sakit. Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka Keputusan Direktur Nomor 048/76 ‘Tahun 2016 tentang Pedoman Pelayanan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) di RSUD RA. Kartini Kabupaten Jepara dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jepara pada tanggal 25 Sui Gow DAFTAR ISI BABI PENDAHULUAN ..... A. LATAR BELAKANG B, TUJUAN PEDOMAN C. RUANG LINGKUP PELAYANAN D. BATASAN OPERASIONAL. E, LANDASAN HUKUM BABII STANDAR KETENAGAAN ’A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA. B. DISTRIBUSI KETENAGAAN C. PENGATURAN JAGA. BAB II] STANDAR FASILITAS A. DENAH RUANGAN.... B, STANDAR FASILITAS... Fi BABIV TATA LAKSANA PELAYANAN..... PERENCANAAN PENGORGANISASAN PELAKSANAAN MONITORING & EVALUASI . ALUR PELAYANAN JARINGAN SIMRS...... BABV LOGISTIK.........--+ BAB VI_ KESELAMATAN PASIEN....... A. PENGERTIAN ......c00s+0005 B. TUJUAN . C. TATA LAKSANA KESELAMATAN PASIEN. BAB VII KESELAMATAN KERIA ... BAB VIII PENGENDALIAN MUTO aoe A. TEKNIK PENGELOLAAN JAGA = MUTU ASSURANCE) SIMRS .. B, PENGENDALIAN MUTU BABIX PENUTUP........ mmoOR> Pedoman Pelayanan SIMRS, (QUALITY MUN AQAUE REND NNER LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RA. KARTINI KABUPATEN JEPARA. NOMOR 445/367 Tahun 2019 TANGGAL : 25 Juli 2019 PEDOMAN PELAYANAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN RUMAH SAKIT (SIMRS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RA. KARTINI KABUPATEN JEPARA BABI PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang kompleks, padat pakar, padat modal dan padat teknologi. Kompleksitas ini muncul arena pelayanan di rumah sakit menyangkut berbagai fungsi, antara lain pelayanan, pendidikan dan penelitian, serta mencakup berbagai tingkatan ‘maupun jenis disiplin pelayanan. Agar rumah sakit mampu melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, rumah sakit harus memiliki perangkat penunjang sumber daya manusia yang profesional baik di bidang teknis medis maupun administrasi kesehatan termasuk didalmnya adalah keterbaruan sarana teknologi yang ada di rumah sakit, Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dalam BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 (ayat 2) mengamanatkan bahwa sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan Kesehatan, sediaan farmasi dan alat Keschatan serta fasilitas pelayanan Kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, darvatau masyarakat. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2013 tentang sistem informasi manajemen rumah sakit pasal 1 ayat 2 dan ayat 3 menyebutkan bahwa Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit yang selanjutnya disingkat SIMRS adalah suatu sistem teknologi informasi komunikasi yang memproses dan mengintegrasikan seluruh alur proses pelayanan rumah sakit dalam bentuk jaringan koordinasi, perancangan dan prosedur administrasi untuk memperoleh informasi secara tepat dan akurat dan merupakan bagian dari Sistem Informasi Kesehatan, Sistem Informasi Kesehatan adalah seperangkat tatanan yang meliputi data, informasi, indikator, prosedur, teknologi, perangkat, dan sumber daya manusia yang saling berkaitan dan dikelola secara terpadu untuk mengarahkan tindakan atau keputusan yang berguna dalam mendukung pembangunan kesehatan, Rumah Sakit Umum Daerah RA. Kartini adalah salah satu SKPD di Jingkungan Pemerintah Kabupaten Jepara yang merupakan unsur penunjang penyelenggaraan pemerintah daerah di bidang Pelayanan Kesehatan. Sebagai salah satu Satuan Kerja Pemerintah Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Jepara yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD (PPK-BLUD) dan dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang/jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Hal tersebut bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan masyarakat, memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan dan sejalan dengan praktek bisnis yang sehat. Pedoman Pelayanan SIMRS, Revisi 01 1 Optimalisasi untuk meneapai tujuan dilaksanakan melalui visi dan misi RS dan salah satu. misinya adalah melengkapi sarana prasaranasesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemanfaatan_teknologi informasi Sistem Informasi_ Manajemen Rumah Sakit _diharapkan meningkatkan efektifitas dan efisien pengoperasionalan rumah sakit sehingga terkelola secara berkualitas dan bermakna. B. TUJUAN PEDOMAN 1. Tujuan Umum ntuk meningkatkan daya saing dengan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada pasien bahkan penyajian laporan_ yang akurat bagi para pengambil keputusan, sehingga dapat memperlancar administrasi di RSUD RA. Kartini Kabupaten Jepara. Tujuan Khusus Secara umum tujuan penyusunan pedoman ini adalah sebagai berikut: a, Memberikan perlindungan hukum dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi petugas yang berada di unit SIMRS. b, Memberikan petunjuk operasional dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi bagi petugas yang berada di unit SIMRS. ©. Petugas akan lebih profesional dalam melaksakan tugas khususnya pengamanan database, menjaga kerahasiaan sumber data informasi yang ada di SIMRS. d. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai wujud dari pada upaya peningkatan pelayanan terhadap masyarakat. e. Sistem informasi yang berorientasi kepada mutu dan keselamatan pasien, serta mudah dan nyaman digunakan oleh pengguna. C,. RUANG LINGKUP PELAYANAN Ruang lingkup penyelenggaraan SIMRS adalah berada di RSUD RA. Kartini Kabupaten Jepara, dengan kelompok sasaran adalah semua stakeholder internal maupun eksternal yaitu. direktur, wakil_ direktur pelayanan, wakil direktur umum dan keuangan, kepala bidang, kepala bagian, kepala seksi, kepala sub bagian, kepala instalasi, kepala ruangan, koordinator rawat jalan dan koordinator unit pelayanan penunjang, dalam hal ini adalah sebagai pengguna jasa aplikasi sistem informasi manajemen rumah sakit, untuk Kepentingan informasi manajemen sebagai salah satu bahan pertimbangan pengambilan keputusan di masing-masing unit yang bersangkutan. Adapun target person, programmer sebagai eksekutor source code dalam pembuatan aplikasi SIMRS, pemeliharaan database, pengamanan database, Analis program, sebagai perancang alur data dan menyediakan bahan kebutuhan alur data SIMRS sebagai perancangan strategi_ bisnis berbasis teknologi informasi, engenering macine pemeliharaan hard ware serta jaringan SIMRS dan internet, serta administrasi D, BATASAN OPERASIONAL 1. Software Aplikasi Pengadaan perangkat lunak yang dimulai dari perancangan dan analisis sistem, koding program, implementasi. monitoring dan evaluasi. 2. Hardware & Maintenance teknisi Kegiatan pelayanan seputar perangkat keras untuk komputer rumah sakit yang dalam batasan perakitan, perbaikan dan pengajuan spesifikasi detail perangkat keras. lalah_melaksanakan tugas keadministras Tim, SPJ/Surat Pertanggungjawaban dan surat menyurat), E, LANDASAN HUKUM 10. Peddoman Pelayanan SIMRS, Revisi 01 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan transaksi Elektronik; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah; Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2008 tentang standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2013 ‘Tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit; Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 18 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Jepara (Lembaran Daerah Kabupaten JeparaTahun 2010 Nomor 18, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Jepara Nomor 18); Peraturan Bupati Jepara Nomor 58 Tahun 2010 tentang Penjabaran tugas dan Fungsi RSUD RA. Kartini Kabupaten Jepara (Berita Daerah Kabupaten Jepara Tahun 2013 Nomor 16); Peraturan Bupati Jepara Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pola Tata Kelola Rumah Sakit Umum Daerah RA. Kartini Kabupaten Jepara, BABII STANDAR KETENAGAAN A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA Agar pelayanan SIMRS dapat terselenggarakan dengan mutu yang dapat dipertanggungjawabkan, maka pelayanan SIMRS harus dilakukan oleh tenaga yang profesional. Kualifikasi tenaga yang harus tersedia: No.] Nama Jabatn | Kualifisispm | Jumith | Kondist | angan Kebutuhan | saat ini T. | Kepala Sub Sirata 1 atau 2 1 r | 0 Bagian & Promosi | 2. | Analis program _| Strata 1 komputer T 0 1 5, | Hardware & ‘Strata T Komputer | 2 2 0 "| maintenance D3 komputer T T 0 4. | Tenik jaringan dan | D3 komputer 1 : 0 internet 3._| Programmer Strata T Komputer] 5 3 2 | Administrasi Strata 1 1 1 0 7. | Pelaksana Web SMK komputer 1 a 1 Desain 8. | Pelaksana SMK Komputer z 1 1 hardware & maintenance 9. | Pelaksana Teknik | SMK komputer 7 0 io Jaringan dan Intemet Jumlah 16 10 6 B. DISTRIBUSI KETENAGAAN SDM Bagian SIM RSUD RA. Kartini Kabupaten Jepara berjumlah 10 orang dan sesuai dengan struktur organisasi bagian SIM terbagi menjadi 3 agian yaitu: programmer, teknik jaringan dan internet, hardware maintanance dan administrasi. Adapun pendistribusian SDM Bagian SIM RSUD RA. Kartini Kabupaten Jepara adalah sebagai berikut: 1. Kepala Sub Bagian SIMRS & Promosi tidak terikat oleh jam kehadiran kerja di ruang dinas namun dapat dilakukan dari mana saja sesuai kebutuhan dan dukungan teknologi yang terkini. 2. Programmer tidak terikat oleh jam kehadiran kerja di ruang dinas namun dapat dilakukan datimana saja sesuai kebutuhan dan dukungan teknologi yang terkini 3. Teknisi tidak terikat oleh jam kehadiran kerja di ruang dinas, namun dapat dilakukan dari mana saja sesuai kebutuhan dan dukungan teknologi yang terkini. 4, Staf administrasi SIMS wajib on site setiap pagi setiap hari kerja. Pedoman Pelayanan SIMRS, Revisi 01 4 C. PENGATURAN JAGA. 1. Jaga pagi khusus —_: 06.00-13.00 Staf SIMRS yang ditugaskan untuk memastikan komputer pendaftaran rawat jalan berjalan normal sebelum loket dibuka, 2. Jaga pagi :07,00-14.00 3 programer, 4 teknisi jaringan dan hardware 3. Jaga siang :14,00-21.00 1 teknisi jaringan dan hardware 4, Jaga Malam on call Pedoman Pelayanan SIMRS, Revisi 01 BAB IIL STANDAR FASILITAS ‘A. DENAH RUANG (Ada pada lampiran) B, STANDAR FASILITAS 1. Ruang bagian SIMRS berisi: No. ‘Nama Barang Jumlah Awal 1. | Meja kerja 6 2._| Meja pertemuan 6 3._| Laptop 6 4. [Komputer 4 5._| Internet 1 6._| Rak buku 1 7._| Alat tulis 1 8._| Pesawat telepon 2 9. | Printer 1 10. | White board 1 11. | Tempat sampah 1 12. | Meja teknisi 1 13. | Meja programmer 2 14. | Rak teknisi 2 15. [AC 2 2. Ruang server berisi: No. ‘Nama Barang Jumlah Awal 1. | Server 4 2._ | Swith hub 6 3._| Modem 2 4._| Router 3 5. [AC 2 6._| Pesawat telepon 2 Pedomuan Pelayanan SIMRS, Revisi 0 BABIV TATA LAKSANA PELAYANAN A. PERENCANAAN Pada tahap ini staf mangjerial dan klinis dilibatkan dalam memilib, egrasikan dan menggunakan teknologi manajemen informasi Pemetaan sumber data mempertimbangan tata perundangan yang berlaku, perkembangan teknologi informasi dan elektronik, pemanfaatan darabase eksternal untuk mendukung penyelanggaraan SIMRS. Perencanaan juga meliputi arsitektur jenis pelayanan, jaringan (topologi), database, perangkat lunak atau modul aplikasi. 1, Arsitektur jenis pelayanan a, Pelayanan utama (front office). 1) Alur pelayanan pasien. 2) Alur pelayanan JKN. b. Pelayanan administratif (back office). 2. Arstitektur jaringan (topologi). 3. Arsitektur database. 4. Arsitektur modul aplikasi. B, PENGORGANISASAN ie s Sistem a. Research & pemetaan data dan informasi Pendekatan research & pemetaan data dan informasi adalah pendekatan yang sistemé proporsional dan terukur melalui pendekatan Komprehensi yang melibatkan Komponen antara direksi, manajemen dan staf teknis fungsional medis dan non medis yang kompeten sesuai kebutuhan, Produk-produk regulasi-regulasi_yang berkaitan dengan penyelenggaraan RS baik hukum dan tata perundangan, kebijakan internal rumah sakit menjadi bahan pertimbangan dalam proses analisis sistem. Perkembangan asuhan medis dan keperawatan serta metode pengendalian kualitas pelayanan dan biaya melalui clinical pathway dan konsep paperless dapat pertimbangan dalam mengembangkan SIMRS Budaya organisasi dan teknologi, pemanfaatan database eksternal, kepentingan bisnis antar instansi atau institusi juga dapat menjadi dasar konsep pengembagnan SIMRS, misalnya program kerjasama antara RS dengan BPJS, RS dengan Bank yang mengelola kasa pembayaran, RS dengan penyedia alat kesehatan melalui pendekatan web service atau teknologi infer face lainnya serta interkoneksi hardware software, sesuai dengan kaidah dan norma hukum yang berlaku. Prinsip dari analis sistem adalah agar kompilasi program dapat berjalan secara efektif dan efisien, redundancy data dapat ditekan serta tetap menjaga mutu dan Keselamatan pasien. b. Penyusunan flow chart sistem Proses ini adalah menterjemahkan perancangan dalam bentuk gambar alur (flow chart) sebagai panduan untuk coding program dan bukti Kebutuhan sistem yang telah disepakati antara user dengan programmer. Pedoman Pelayanan SIMRS, Revisi 01 7 2. Perancangan database Perancangan database adalah proses untuk menentukan isi dan pengaturan data yang dibutuhkan untuk mendukung _berbagai rancangan sistem. a. Tujuan dari perancangan database ini antara lai 1) Untuk memenuhi informasi yang berisikan kebutuhan- kebutuhan user secara Khusus dan aplikasi-aplikasinya, 2) Memudahkan pengertian struktur informasi. 3) Mendukung kebutuhan pemrosesan dan beberapa obyek penampilan (response time, processing time dan storeage space). b, Proses penyusunan database terdiri dari 6 langkah 1) Pengumpulan data dan analisa Merupakan suatu tahap dimana kita melakukan proses indentifikasi dan analisa kebutuhan-kebutuhan data dan ini disebut pengumpulan data dan analisa, Untuk menentukan Kebutuhan-kebutuhan suatu sistem database, kita _harus mengenal terlebih dahulu bagian lain dari sistem informasi yang akan berinteraksi dengan sistem database, termasuk para user yang ada dan para user yang baru beserta aplikasi-aplikasinya Kebutuhan dari user dan aplikasi inilah yang kemucian dikumpulkan dan dianalisa. Berikut ini adalah aktifitas pengumpulan data dan analisa: a) Menentukan kelompok pemakai dan bidang aplikasinya. b) Peninjauan dokumentasi yang ada. c) Analisa lingkungan operasi dan pemprosesan data. d) Daftar pertanyaan dan wawaneara. 2) Perancangan database secara konseptual Pada tahap ini akan dihasilkan conceptual schema untuk database yang tergantung pada DBMS (Data Base Management System) yang spesifik. Sering menggunakan sebuah high level data, model seperti EER (Enhanced Entity Relationship) model selama tahap ini. Dalam conceptual schema, kita harus merinci aplikasi-aplikasi database yang diketahui dan transaksi-transaksi yang mungkin. Tahap perancangan database secara konseptual mempunyai 2 aktifitas pararel: a) Perancangan skema konseptual Menguji kebutuhan-kebutuhan data dari suatu database yang merupakan hasil dari tahap 1 dan menghasilkan sebuah conceptual database schema pada DBMS- independent model data tingkat tinggi seperti EER model. Untuk menghasilkan skema tersebut dapat dihasilkan dengan penggabungan —bermacam-macam kebutuhan user dan secara langsung membuat skema database atau dengan merancang skema yang terpisah dari kebutuhan tiap user dan kemudian menggabungkan skema- skema tersebut, Model data yang digunakan pada perancangan skema konseptual adalah DBMS-independent dan langkah selanjutnya adalah memilih DBMS untuk melakukan rancangan tersebut b) Perancangan transaksi Menguji aplikasi_ database dimana _kebutuhan- kebutuhannya telah dianalisa pada fase 1 dan menghasilkan Pedoman Pelayanan SIMRS, Revisi OF 3) 4) perineian transaksi ini. Kegunaan tahap ini yang diproses secara parale! bersama tahap perancangan skema konseptual adalah untuk meraneang karakteristik dari transaksi- transaksi database yang telah diketahui pada suatu DBMS- independent. Transaksi-transaksi ini akan digunakan untuk memproses dan memanipulasi darabase suatu saat dimana database tersebut dilaksanakan, Pemilihan DBMS. Pemilihan database ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya faktor teknik, ekonomi dan politik organisasi Contoh faktor teknik: keberadaan DBMS dalam menjalankan tugasnya seperti. jenis-jenis DBMS (relational, network, hierarchical dan lain-lain), struktur penyimpanan dan jalur akses yang mendukung DBMS, pemakai dan lain-lain, Faktor ekonomi dan organisasi yang mempengaruhi satu sama lain dalam pemilihan DBMS: a) Struktur data Jika data yang disimpan dalam database mengikuti struktur hirarki, maka suatu jenis hirarki dari DBMS_ harus dipikirkan, b) Personal yang telah terbiasa dengan suatu sistem Jika staf programmer dalam suatu organisasi sudah terbi dengan suatu DBMS, maka hal ini dapat mengurangi biay Jatihan dan waktu belajar. ©) Tersedianya layanan penjual. Keberadaan fasilitas pelayanan penjual sangat dibutubkan untuk membantu memecahkan beberapa masalah sistem, Perancangan database secara logika (data model mapping) Tahap selanjutnya adalah membuat sebuah skema konseptual dan skema eksternal pada model data dari DBMS yang terpilih. Tahap ini dilakukan oleh pemetaan skema konseptual dan skema eksternal yang dihasilkan pada tahap 2. Pada tahap ini, skema konseptual ditransformasikan dari model data tingkat tinggi yang digunakan pada tahap 2 ke dalam model data dari model data dari DBMS yang dipilih pada tahap 3. Pemetaan tersebut dapat diproses dalam 2 tingkat: a) Pemetaan sistem independent. Pemetaan ke dalam model data DBMS dengan tidak mempertimbangkan karakteristik atau hal-hal yang khusus yang berlaku pada implementasi DBMS dari model data tersebut. bb) Penyesuaian skema ke DBMS yang spesifik Mengatur skema yang dihasilkan pada langkah 1 untuk disesuaikan pada implementasi yang khusus di masa yang akan datang dari suatu model data yang digunakan pada DBMS yang dipilih. Hasil dari tahap ini memakai perintah-perintah DDL (Data Definition Language) dalam bahasa DBMS yang dipilih yang menentukan tingkat skema konseptual dan eksternal dari sistem database. Tetapi 10 dalam beberapa hal, perintah-perintah DDL memasukkan parameter rancangan fisik sehingga DDL yang lengkap harus menunggu sampai tahap perancangan database secara fisik telah lengkap. Tahap ini dapat dimulai setelah Pedoman Pelayanan SIMRS, Revisi 01 9 pemilihan sebuah implementasi_ model data _sambil menunggu DBMS yang spesifik yang akan dipilih, Contoh: jika memutuskan untuk menggunakan beberapa relational DBMS tetapi belum memutuskan suatu relasi yang tama, Rancangan dari skema eksternal untuk aplikasi yang spesifik seringkali sudah selesai selama proses ini. 5) Perancangan database secara fisik Peraneangan database secara fisik merupakan_ proses pemilihan struktur penyimpanan dan jalur akses pada file database untuk mencapai penampilan yang terbaik pada bermacam aplikasi. Selama fase ini, dirancang spesifikasi untuk database yang disimpan yang berhubungan dengan struktur penyimpanan fisik, penempatan record dan jalur akses. Berhubungan dengan internal schema (pada istilah 3 level arsitektur- DBMS). Beberapa petunjuk dalam — pemilihan perancangan database secara fisik: a) Response time Waktu yang telah berlalu dari suatu transaksi database yang diajukan untuk menjalankan—suatu tanggapan, Pengaruh utama pada response time adalah di bawah pengawasan DBMS yaitu: waktu akses database untuk data item yang ditunjuk oleh suatu_ transaksi Response time juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang tidak berada di bawah pengawasan DBMS, seperti penjadwalan sistem operasi atau penundaan komunikasi. b) Space utility Jumlah ruang penyimpanan yang digunakan oleh file database dan struktur jalur akses. ©) Transaction throughput Rata-rata jumlah transaksi yang dapat diproses per menit oleh sistem darabase yang merupakan parameter kritis dari sistem transaksi (misalnya: digunakan pada pemesanan tempat di pesawat, bank dan lain-lain). Hasil dari fase ini adalah penentual awal dari struktur penyimpanan dan jalur akses untuk file database. 6) Implementasi Sistem database Setelah perancangan secara logika dan secara_fisik engkap, kita dapat melaksanakan sistem database. Perintah dalam DDL dan SDL (Storage Definition Language) dari DBMS yang dipilih, dihimpun dan digunakan untuk membuat skema database dan file-file database (yang kosong). Sekarang database tersebut dimuat (disatukan) dengan datanya. Jika data harus dirubah dari sistem komputer sebelumnya, perubahan yang rutin mungkin diperlukan untuk format ulang datanya yang kemudian dimasukkan ke database yang baru, Transaksi database sekarang harus dilaksanakan oleh para programmer aplikasi. Spesifikasi secara konseptual diuji dan dihubungkan dengan kode program dengan perintah dari embedded DML yang telah ditulis dan diuji, Suatu saat transaksi-transaksi tersebut telah siap dan data telah dimasukkan ke dalam database, maka tahap perancangan dan implementasi. telah selesai, dan kemudian tahap operasional dari sistem database dimulai. Pedoman Pelayanan SIMRS, Revisi 01 10 3. Coding Program Mengkode dan memanipulasi validasi data field dan record dengan teknik bahasa pemprograman tertentu dengan logika dan bahasa program ‘lau sistem operasi tertentu untuk menterjemahkan perancangan sistem dan flow chart yang telah ditetapkan oleh analis dan perancangan database yang ada menjadi file aplikasi executable (*.exe) serta file-file pendukung aplikasi tersebut. 4. Hardware & Network Maintenance Untuk mendukung sebuah sistem agar dapat berjalan dengan baik dibutuhkan dukungan hardware yang baik. Hardware disini merupakan perangkat keras yang berhubungan langsung dalam proses input dan ‘ouput data, Beberapa contoh hardware yang digunakan antara lain, CPU (Central Prossesing Unit), monitor, printer, mouse, keyboad dan lain- lain. Untuk pemilihan spesifikasi komputer/CPU disesuaikan dengan kebutuhan, Apabila CPU tersebut digunakan untuk input data tindakan ‘medis, maka spesifikasi komputer tidak terlalu tinggi dibanding dengan komputer server. Agar antara perangkat komputer yang berada di masing-masing unit bisa terhubung dengan Komputer yang lainnya, maka diperlukan sebuah jaringan internet. Sebelum memasang jaringan ke masing-masing unit, maka diperlukan untuk merancang topologi jaringan yang sesuai dengan kondisi geografis di lingkungan RSUD RA. Kartini Kabupaten Jepara. Tujuannya agar pemakaian perangkat jaringan seperti hubungan Local Area Network (LAN) card, kabel, repeater sesuai dengan kegunaannya dan bisa menghemat anggaran. Setelah semua perangkat sudah terpasang dengan baik, diperlukan kegiatan pemeliharaan rutin untuk memastikan bahwa perangkat tersebut bisa dioperasikan setiap saat. Pemeliharaan untuk komputer ini meliputi eek fisik dan kegunaan seperti power supply, kabel power, memory maupun scan virus di tiap komputer. 5. Editing Data Prosesor Melaksanakan kegiatan pelayanan server data, supervisi, perawatan dan editing dan upload data ke sistem dan jaringan sesuai dengan level keamanan yang telah ditetapkan. 6. Pengamanan server Server adalah sebuah sistem komputer yang menyediakan jenis layanan (service) tertentu dalam sebuah jaringan komputer. Server didukung dengan prosesor yang bersifat scalable dan RAM (Random Access Memory) yang besar, juga dilengkapi dengan sistem operasi Khusus, yang disebut sebagai sistem operasi jaringan (nerwork operating sistem). Server juga menjalankan perangkat lunak administratif yang mengontrol akses terhadap jaringan dan sumber daya yang terdapat di dalamnya, seperti halnya berkas atau alat_pencetak (printer) dan memberikan akses kepada work station anggota jaringan. Bentuk pengamanan server yang diperlukan adalah pengecekan kondisi hardisk, memory, power supply, software database, motherboard, space hardisk, UPS (Uninterruptible Power Supply), OS (Operating Sistem), pembersihan temp file OS , cache OS dan indexing database, Pedoman Pelayanan SIMRS, Revisi 01 c PELAKSANAAN 1, Uji validitas & realibilitas modul Uji validitas & realibilitas modul suatu tahapan pra implementasi prototype program modul atau sub modul dari menu soffware program SIMRS, Pada tahapan ini uji validitas dan reabilitas untuk mengetahui kualitas dan Kelayakan melalui rangkaian uji coba di laboratorium jaringan atau skala jaringan dalam skala kecil atau server dengan beberapa workstation yang dimiliki oleh SIMRS. Eksekusi Pada tahapan ini adalah proses pengesahan kelayakan program yang dikuatkan dengan surat keputusan direktur yang berisi perintah kepada sasaran atau user program untuk melaksanakan modul atau sub modul software SIMRS dapat pula berisi tenggat waktu pencanangan implementasinya. 3. Sosialisasi & training center Software yang sudah dilegalkan tersebut selanjutnya dilaksanakan sosialisasi_ pada user program, menyajikan gambaran umum konten program, Selanjutnya kemudian dapat dilaksanakan program training center di laboratorium jaringan SIMRS dengan jumlah peserta terbatas atau sistem bergelombang. 4, Trial & error application Pada tahapan ini implementasi dilaksanakan pada jaringan yang ada diseluruh work station di RS, hanya format modul atau sub modul masih berupa beta file software. 5. Implementasi Kegiatan ini menunjukkan bahwa program modul atau sub modul dari menu software program SIMRS dinyatakan layak jalan atau kejadian bug dan noise jaringan relatif terkendali, Perbaikan bug dan noise dilakukan sambil berjalan melalui update perbaikan soffware sesuai kebutuhan dengan atau pemberitahuan kepada user. MONITORING & EVALUASI Monitoring dan evaluasi SIMRS adalah adalah suatu proses penilaian dan pengembangan yang berkelanjutan, dilaksanakan secara komprehensif melalui pendekatan ilmiah dan dapat dipertanggung jawabkan. Pedoman Pelayanan SIMRS, Revisi OF tl 10 1824 ‘SUNS Mounoyag mmuopeg wensunupy sor: onwoy jmsuoy yang: am me wkunfunpg eselg: Proses => Keluaran < < Evaluasi _—______, Ringkasnya: [ Struktur Proses Keluaran Evaluasi | ‘Tenaga, Fisik, Pelayanan Yang Hasil Akhir Keberhasilan_ Peralatan Diberikan Ukuran Efektifitas B. PENGENDALIAN MUTU 1, Pendahuluan Kualitas pelayanan dan keselamatan pasien adalah nilai-nilai inti dari komisi bersama proses akreditasi. Ini adalah komitmen Joint Comission International (JCI) yang telah dibuat untuk pasien, keluarga, praktisi kesehatan, staf dan para pemimpin organisasi_pelayanan kesehatan. Maksud dari ini "Sistem Keselamatan Pasien" (Patient Safety) adalah untuk memberikan organisasi pelayanan kesehatan dengan pendekatan pro aktif untuk merancang atau mendesain ulang yang berpusat pada pasien, sistem yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan keselamatan pasien, pendekatan yang sejalan dengan misi JCI dan standar. Komisi Akreditasi. Rumah Sakit-JCI_ (KARS-JCI) telah meningkatkan sistem perawatan Kesehatan untuk melindungi_pasien. Kewajiban pertama perawatan Kesehatan tersebut adalah untuk "tidak melakukan bahaya" dalam penyelenggaraan pelayanan kepada pasien. Oleh karena itu upaya tersebut difokuskan pada tiga prinsip berikut: a, Menyelaraskan standar KARS-JCI dengan pekerjaansehari-hari dalam rangka untuk keterlibatan pasien dan staf di seluruh sistem perawatan kesehatan, setiap saat, untuk mengurangi bahaya. b. Membantu organisasi perawatan kesehatan dengan memajukan pengetahuan, keterampilan dan Kompetensi staf dan pasien dengan metode merekomendasikan yang akan meningkatkan kualitas dan proses keselamatan. ¢. Metode proaktif pada kualitas dan keselamatan pasien. Mendorong dan merekomendasikan dalam rangka meningkatkan akuntabilitas, kepercayaan, dan pengetahuan sekaligus mengurangi dampak yang menakutkan dan membahayakan pasien. Kualitas dan keamanan yang terkait erat, Kualitas dalam perawatan Kesehatan adalah sejauh mana proses dan hasil memenuhi atau melebihi kebutuhan dan Keinginan orang-orang itu. Kebutuhan dan keinginan termasuk keamanan, Komponen dari sistem manajemen mutu harus mencakup sebagai berikut: a, Memastikan proses terpercaya, Penurunan variasi dan cacat (limbah). Fokus pada pencapaian hasil yang lebih baik. Menggunakan bukti untuk memastikan bahwa layanan memuaskan Pedoman Pelayanan SIMRS, Revisi 01 29 Keselamatan pasien muncul sebagai tujuan utama dari kualitas keselamatan pasien, seperti yang didefinisikan oleh WHO, adalah pencegahan kesalahan dan efek samping pada pasien yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan, Keselamatan adalah pada pasien, keluarga, staf dan masyarakat mengharapkan dari Akreditasi JCI. Sementara peristiwa keselamatan pasien mungkin tidak harus _benar-benar dihilangkan, membahayakan pasien dapat dikurangi dan tujuannya adalah selalu nol bahaya. Pendekatan dan metode diharapkan dapat disesuaikan dengan organisasi pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan keandalan sistem yang kompleks, sehingga dapat menekan dan menghapus risiko bahaya kepada pasien. Kegiatan ini harus dilaksanakan secara terus menerus dan fokus pada menghilangkan kegagalan sistem dan kesalahan manusia yang dapat membahayakan pasien, keluarga, dan staf. (htip://www.jointeommission.org/ assets/1/6! PSC_for_ Web.pdf) Dr. Pronovost menekankan pentingnya manajer dan pemimpin memperjuangkan proses peningkatan kuslitas sebagai cara untuk mengelola dan memimpin organisasiperawatan kesehatan mereka. Editorial menyimpulkan, "Dalam perjuangan untuk menemukan keseimbangan antara seni dan ilmu pengetahuan, pasien akan lebih baik dilayani jika lebih menekankan ditempatkan pada ilmu_manajemen." (http://jointcommission.new-media-release.com/2015_jqps_january/) Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko. identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi_ untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit Pasal | ayat 1). Latar Belakang. a. Program Pemerintah (Jaminan Kesehatan Nas Pembiayaan Kesehatan: Pocket Payment Sistem's) Penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional merupakan upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat, ini telah berkembang di seluruh dunia dengan berbagaimodifikasi, sesuai keadaan, kebutuhan dan bahkan sistem politik dan sistem ekonomi setiap negara. Namun pada prinsipnya bahwa program jaminan sosial tumbuh berkembang sejalan dengan pertumbuhan ekonomi sebuah negara. Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menyatakan bahwa_ prinsip pelaksanaan Jaminan Keschatan Nasional adalah kesetaraan (egutty) dalam mendapatkan akses pelayanan kesehatan serta efektif’ dan efisien dalam operasionalisasinya. Prinsip kendali mutu dan biay harus diterapkan seeara utuh di setiap tingkatan pelayanan ‘mengingat adanya karakteristik pelayanan kesehatan yang berpotensi untuk menyebabkan terjadinya inefisiensi. Salah satu upaya yang telah disepakati seluruh pemangku kepentingan untuk dijalankan oleh BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan adalah melakukan penerapan model pembayaran prospektif. onal, Pola Pedoman Pelavanan SIMRS, Revisi 01 30 Amanah ini secara eksplisit tertera dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) di pasal 24 ayat 2 yang mengamanatkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk membayar fasilitas Kesehatan secara efektif dan efisien. Penjabaran inci mengenai hal ini dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan yang menyatakan ketentuan pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan berdasarkan cara Indonesian Case Based Groups (INA CBG’S). ‘Negara mempunyai peran besar dalam memberikan jaminan sosial bagi seluruh rakyatnya, Posisi negara sebagai entitas tertinggi jelas mempunyai intervensi kebijakan terhadap program jaminan sosial. Dalam perjalanannya, studi yang dilakukan Esping Anderson (1990) ataupun John D Stephans (2007) telah menyampaikan dua fakta menarik untuk direnungkan. Pertama, sistem jaminan sosial merupakan konsepsi politik untuk tetap dapat melestarikan ekonomi pasar. Konsepsi ini diberikan kepada pekerja setelah melalui perjuangan politik yang getir dan panjang. la bukan sesuatu yang diberi ra cuma-cuma, Oleh sebab itu, jika kita memang kan ekonomi pasar berlangsung, sistem jaminan sosial takan untuk membuat ekonomi pasar memiliki wajah dan sentuhan yang lebih manusiawi dan agar ekonomi pasar itu juga memiliki akar yang kuat di masyarakat. Kedua, variasi dari model sistem jaminan sosial diantara negara-negara industri maju sangat ditentukan dukungan politik yang diberikan oleh lapisan sosial. Di negara-negara Skandinavia, misalnya, yang dikenal memiliki cakupan jaminan sosial yang sangat universal, dukungan yang sangat Iuas dari berbagai lapisan sosi telah ada sejak sistem jaminan sosial di negeri ini diperkenalkan di abad ke-19. Situasi yang hampir mirip ditemukan juga di negara- negara Eropa lainnya, Memberikan jaminan sosial bukan hanya peran negara dalam bentuk regulasi, tetapi juga sebagai penyelenggara, pemberi kerja yang harus ikut membayar iuran, dan bahkan juga sebagai penanggung jawab keberlangsungan hidup program jaminan sos termasuk memberi subsidi, apabila diperlukan. Bagi masyarakat tidak mampu membayar iuran program jaminan sosial, negara dapat menyelenggarakan program bantuan sosial (social assistance) atau pelayanan sosial (social service). yang penyelenggaraannya dapat dititipkan pada penyelenggaraan jami sosial. Program jaminan sosial di Indonesia salah satunya, telah diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan dan yang baru muncul Kartu Indonesia Sehat (KIS). Namun, baik dilihat dari jumlah kepesertaan, jenis program dan kualitas manfaat, serta _prinsip-prinsip penyelenggaraan dan regulasi temyata memerlukan penyempurnaan, Peserta program jaminan sosial di Indonesia dibanding dengan negara lainnya masih terlalu sedikit (sekitar 20%). Maka dari itu negara yang sudah memberikan regulasi dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional harus mampu meningkatkan manfaat serta lebih berkeadilan Salah satu program jaminan sosial adalah jaminan kesehatan laminan Kesehatan yang diselenggrakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial ini dikenal dengan Jaminan Kesehatan Pedoman Pelayanan SIMRS, Revisi 01 Nasional (JKN). Jaminan kesehatan sendiri bertujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar keschatan, Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar juran ‘atau iurannya dibayarkan oleh pemerintah Dj era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) perlunya koordinasi di berbagai lapisan agar pendistribusian kesejahteraan dan penjamin kehidupan dan penghidupan yang layak bagi rakyat berjalan dengan baik. Karena itu gagasan negara untuk meneiptakan tangan keadilan harus nampak. Intervensi dan koordinasi yang positif bisa dilakukan oleh pemberi fasilitas layanan kesehatan. Kementerian Kesehatan sebagai tangan negara dalam bidang keschatan bisa memberikan intervensi positif, salah satunya intervensi positif bisa dilakukan melalui peningkatan kualitas pelayanan Kesehatan seperti rumah sakit Penyelenggaraan Pelayanan Rumah Sakit yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 dalam pelaksanaanya di lapangan harus memberikan pelayanan perorangan yang paripurna Penyediaan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat yang diselenggarakan haruslah berjalan dengan baik. Pelayanan kesehatan paripura yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan yang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Sudah seharusnya, rumah sakit diselenggarakan dengan nilai-nilaikemanusiaan, etika_ dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan a diskriminasi, pemerataan, perlindungan, dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial, Dengan demikian akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan Kesehatan dan _perlindungan keselamatan semakin membaik. Sudah seharusnya ada regulasi yang menguatkan agar tiap rumah sakit menjalankan fungsi sosialnya dengan baik. Kecepatan penanganan pasien di rumah sakit adalah bentuk jaminan kesehatan nasional yang benar-benar dilakukan secara universal. Sehingga rumah sakit memang bekerja untuk jaminan kesehatan nasional yang dicita-citakan negara. Menyibak hal diatas, rumah sakit tidak perlw bimbang menunggu persetujuan dari pimpinan yang absen hadir dan hanya membuat administrasi rumit. Jika kondisi pasien memang, segera memerlukan pertolongan gawat daruratharus segera dlitangani. Kesehatan pasien merupakan jasa publik yang merupakan hak asasi manusia yang harus dijunjung tinggi oleh penyelenggara pelayanan Kesehatan baik oleh pemerintah, swasta, kelompok atau individu. Tanggung jawab publik rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan publik diatur dalam pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Mereka yang lambat menangani seharusnya diberikan sanksi jika memang regulasinya tegas, Kita harus belajar dari negara-negara Eropa yang memberikan jaminan kesehatan dalam mekanisme asuransi sosial. Dalam majalah Forbes, 99,5% warga Swiss memi asuransi kesehatan, Hampir semua orang mampu membeli asuransi dan melakukannya. Bagi mereka yang tidak dapat mengakses asuransi kesehatan swasta, pemerintah mensubsidi mereka. Ini mencegah individu menghabiskan dari 10% pendapatan mereka pada perawatan Kesehatan. Hampir setiap orang harus memiliki persyaratan minimal Pedoman Pelayanan SIMRS, Revisi 01 untuk perawatan kesehatan, Dan hal ini sangat ditunjang oleh kebijakan pemerintahnya. Sebuah studi Harvard mengidentifikasi bahwa pemerintah Swiss menghabiskan 11,4% dari produk domestik bruto mereka pada masalah Kesehatan, Ini adalah jumlah yang lumayan tinggi mengingat besarya PDB negara Swiss dibagi dengan jumlah penduduknya, Ini tantangan dan juga peluang kita bagaimana era jaminan Kesehatan nasional bisa menjadi Universal Health Coverage yang berkeadilan. Terpenting koordinasi tiap lapisan sosial harus berjalan dengan baik. Pemerintah harus menjalankan praktik berkeadilan sesuai regulasi. . Utilitas pasien rawat inap Indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu dan efisiensi pelayanan rumah sakit. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur) BOR menurut Huffman (1994) adalah the ratio of patient service days to inpatient bed count days in a period under consideration. Sedangkan menurut Depkes RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya_tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit, Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005). AVLOS menurut Huffman (1994) adalah the average hospitalization stay of inpatient discharged during the period under consideration AVLOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005). TOI (Turn Over Interval) TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari BTO (Bed Turn Over) BTO menurut Huffman (1994) adalah..the net effect of changed in occupancy rate and length of stay". BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu, Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali. Pola pembayaran asuransi Dampak buruk penyesuaian sistem pembayaran rumah sakit terhadap Kualitas layanan rawat inap telah banyak dipublikasikan dalam jurnal internasional. Berbagai jumal juga menjelaskan peningkatan biaya pelayanan keschatan yang harus dibayarkan oleh asuransi kesehatan akibat implementasi DRG. Readmisi (kunjungan ulang) Perubahan kualitas layanan rawat inap pasca perubahan sistem pembayaran rumah sakit telah banyak terjadi khususnya di Amerika Pedoman Pelayanan SIMRS, Revist 01 3 rman Pelayanan SIMRS, Revisi OF Serikat. Rata-rata durasi rawat inap turun drastis pasea penerapan sistem pembayaran prospektif dalam bentuk Diagnosis Related Groups (DRG). Untuk pasien psikiatri misalnya, durasi rawat inap turun 15% sejak sistem pembayaran prospektif diterapkan. Tidak hanya di Amerika Serikat, penurunan durasi rawat inap pasca perubahan sistem pembayaran juga terjadi di negara-negara Eropa seperti Belgia, Swiss, Israel dan Austria, Pengurangan durasi rawat inap menjadi salah satu strategi rumah sakit untuk menghemat biaya untuk memaksimalkan Keuntungan dengan memanfaatkan selisih antara tarif DRG dengan biaya rawat inap yang sesungguhnya. Setidaknya di Amerika Serikat, strategi ini telah berhasil menghemat biaya pelayanan rawat inap yang berimplikasi pada peningkatan keuntungan rumah sakit. Selain itu, strategi rumah sakit dalam mengendalikan biaya dapat dilakukan dengan cara melakukan tindakan operasi di pelayanan rawat jalan, menolak pasien yang kondisinya parah atau tanpaasuransi, serta mengurangi pemberian layanan Kesehatan penunjang diggnostik, Bagi perusahaan asuransi kesehatan, strategi rumah sakit ini perlu dianalisis lebih lanjut. Upaya penghematan biaya cenderung berbanding terbalik dengan upaya peningkatan kualitaspelayanan_ Kesehatan. Dampaknya, biaya yang harus dikeluarkan asuransi Kesehatan meningkat. Di Kanada misalnya, turunnya durasi rawat inap memiliki dampak pada meningkatnya kunjungan balik pasien, yang merupakan salah satu indikator kualitas layanan Kesehatan, Kunjungan balik pasien uterine atau prosedur adnexal juga meningkat secara signifikan di dua tahun pertama pasca perubahan sistem pembayaran. Hal serupa ditemui di Norwegia dimana pasien dengan durasi rawat inap yang relatif singkat akan meningkatkan risiko kunjungan balik ke rumah sakit. Studi lain juga menemukan bahwa selain meningkatnya kunjungan balik, kondisi kesehatan pasien saat kunjungan balik juga makin buruk jika dibandingkan masa sebelum sistem pembayaran prospektif. Tingkat kunjung balik ke rumah perawatan (nursing homes) setelah dipulangkan dari rumah sakit meningkat tiga kali it pada pasien yang baru dipulangkan satu minggu, p penerapan sistem pembayaran prospektif. Pada studi khusus orang- orang cacat, penurunan durasi rawat inap selama 6.07 hari (standar deviasi 3.23) dan peningkatan tingkat kunjung balik ditemui di seluruh jenis kecacatan. Peningkatan tingkat kunjung balik bervariasi dari 6.7% untuk pasien amputasi, dan 1.4% untuk pasien ortopedi Hubungan antara durasi rawat inap dengan tingkat kematian juga dipelajari. di beberapa penelitian, Pada tahun 1991-1997, pasien myocardial infarction di Amerika Serikat yang dipulangkan dini tingkat kematiannya meningkat sebesar 21% sampai 72%. Selain itu, studi lain juga menyimpulkan kondisi pasien yang dipulangkan lebih dini cenderung belum stabil. Di sisi lain, durasi rawat inap yang lebih singkat dari seharusnya, —setelah mempertimbangkan diagnosa dan tingkat keparahan, menjadi indikator upaya rumah sakit untuk menurunkan biaya dan meningkatkan keuntungan dengan memulangkan pasien lebih cepat Studi lain mempelajari hubungan antara durasi rawat inap dengan tingkat kunjungan balik dan menyimpulkan bahwa meningkatnya kunjungan balik ke rumah sakit lebih disebabkan Karena upaya rumah sakit memperoleh tambahan keuntungan ketimbang karena morbiditas. Jelaslah, bahwa durasi perawatan dapat digunakan sebagai indikator kinerja rumah sakit dan ukuran pemanfaatan sumber daya. Durasi perawatan juga sering menjadi indikator kualitas pelayanan keschatan di rumah sakit. Dipulangkannya pasien rawat inap lebih cepat daripada seharusnya dapat diasosiasikan dengan pengurangan kualitas pelayanan kesehatan, Di sisi lain, durasi perawatan yang panjang juga bisa disebabkan layanan kesehatan yang buruk. Jadi durasi perawatan bisa menjadi sebab dan akibat dari kualitas layanan yang buruk. Ambiguitas ini menyebabkan perlunya indikator tambahan untuk mengukur kualitas pelayanan kesehatan. Perusahaan asuransi mengevaluasi pelayanan rawat inap untuk dua tujuan, Pertama, untuk memastikan perawatan yang diberikan rumah s kepada pasien rawat inap memang benar diperlukan dan sesuai. Kedua adalah untuk mengendalikan biaya yang berhubungan dengan pelayanan rawat inap. Beberapa literatur menggunakan *kunjungan balik pasien pasca pemulangan rawat inap’ atau ‘tingkat kematian pasien pasca pemulangan rawat inap’ sebagai ukuran kualitas layanan. Pasien yang dipulangkan lebih cepat diasumsikan belum sepenuhnya pulih dari penyakitnya, sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama setelah dipulangkan akan kembali membutuhkan layanan Kesehatan. Logika yang sama dapat diterapkan untuk hubungan antara durasi rawat inap dengan tingkat kematian pasea Jayanan rawat inap. Di Amerika Serikat, evaluasi dilakukan ketikapasien melakukan kunjungan balik, ditransfer dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, dan juga pada pelayanan rawat inap. Pada pelayanan yang disebutkan terakhir, evaluasi_dilakukan dengan mengamati durasi rawat inap. Misalkan, durasi rawat inap untuk diagnosa tertentu yang melenceng jauh dari rata-rata (kurang dai atu standar deviasi dari rata-rata durasi rawat inap), durasi rawat inap yang melebihi rata-rata, atau biaya kesehatan anak-anak yang jauh melebihi rata-rata akan dievaluasi kebutuhan medisnya pasca ulangkan, Contoh lain dari evaluasi utilisasi pelayanan rawat inap. Ada rumah sakit- yang ingin memulangkan pasien dan kembali memasukkannya untuk mendapatkan dua tagihan yang berbeda Pihak pembayar dapat menghalangi praktek ini dengan menolak pembayaran untuk perawatan kedua, Evaluasi dilakukan secara acak pada kasus outlier (tidak lazim) seperti kunjungan balik 15_hari pasca rawat inap dan pada kasus-kasus tanpa diagnosa, Hasil evaluasi dapat digunakan untuk mengurangi kunjungan rawat inap pada prosedur yang bisa dilakukan dipelayanan rawat jalan atau prosedur yang dirasakan tidak perlu atau tidak pantas. Medicare Fiscal — Intermediaries (Fl) dan Medicare Administrative Contractors (MAC) melakukan evaluasi medis untuk mencegah pembayaran yang tidak lazim untuk klaim rawat inap rumah sakit, Evaluasi medis adalah proses yang dilakukan kontraktor Medicare untuk memastikan tagihan rawat inap sesuai dengan ketentuan pada peraturan, Selain mengandalkan sumber daya internal medicare, proses evaluasi juga melibatkan sumber daya eksternal seperti perawat rumah sakit, Proses evaluasi ini dilakukan it Pedoman Pelayanan SIMRS, Revisi O1 untuk mengevaluasi kebutuhan pasien akan perawatan di rumah sakit. Perawat mendiskusikan kebutuhan medis untuk pasien rawat inap. Pasien tidak boleh diberi layanan yang tidak perlu, tidak layak, berlebihan, atau layanan yang tidak diatur dalam peraturan. Kualitas dan durasi rawat inap harus sesuai dengan standar medis dan sesuai dengan gejala, tanda-tanda, serta diagnosa pasien. Pada studi retrospektif yang dilakukan oleh Allaudeen tahun 2011 terdapat 17% pasien yang mengalami rehospitalisasi setelah 30 hari Keluar dari rumah sakit. Salah satunya ialah gagal jantung kongestif, Pasien gagal jantung kongestif yang selesai_ menjalani rawat inap rentan untuk kembali menjalani rawat inap ulang akibat eksaserbasi dari gejala yang ditimbulkan oleh gagal jantung Kongestif (Tsuchihashi et. al, 2001). Kejadian rawat inap ulang (readmission) akibat gagal jantung kongestif meningkat dengan persentase 29-47% setelah 3-6 bulan keluar dari rumah sakit (Rich et. al, 1995), Sedangkan di Yogjakarta, prevalensi pasien gagal jantung kongestif yang menjalani rawat inap ulang dalam satu tahun sebesar 52.21% sementara yang dirawat ulang lebih dari satu kali dalam waktu satu tahun sebesar 44.79% (Majid, 2010), Untuk Indonesia sendiri belum ada gambaran yang jelas mengenai prevalensi kejadian rawat inap ulang. ‘Menurut studi yang dilakukan oleh Krumholz et. al. pada tahun 2000 menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi kejadian rawat ap ulang (readmission) diantaranya ialah infeksi (terutama infeksi saluran nafas seperti pneumonia), infark miokard, disritmia jantung, ischemic heart disease, gagal ginjal akut, dehidrasi dan gagal nafas. Menurut Majid dalam studi tahun 2010 mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kejadian rawat inap ulang pasien gagal Jantung kongestif ialah hipertensi, derajat penyakit, dukungan keluarga dan sosial, kepatuhan (terapi, diet dan cairan tubuh), tingkat aktivitas dan istirahat serta tingkat kecemasan pasien gagal jantung kongestif. Rubeinstein (2007) menjelaskan bahwa sekitar 44% pasien medicare yang dirawat dengan diagnosis CHF akan dirawat Kembali pada 6 bulan kemudian Kondisi didapat di rumah sakit (Reduce hospital acquired conditions/HACS) ‘Ada banyak jenis kejadian yang tak diinginkan, yang bisa mengancam keamanan pasien ketika berada dalam proses pengobatan. Tidak hanya salah obat seperti kasus di atas, tetapi juga esalahan dalam penggunaan alat-alat medis, salah identifikasi, salah bedah, infeksi nosokomial atau infeksi Karena kuman-kuman yang memang banyak Klinik dan rumah sakit, salah dalam pemberian transfusi, hingga pasien terjatuh dari tempat tidur. Kejadian tak diinginkan semakin tak bisa disepelekan, Karena teryata cukup sering terjadi. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kejadian tak diinginkan terjadi pada 3 sampai 16 persen pasien yang berada dalam perawatan. Sebuah laporan penelitian di Amerika yang diterbitkan dalam jurnal Ilmu Penyakit Dalam tahun 2003 malah menyebutkan 76 dari 400 pasien yang dilibatkan dalam penelitian (19%) mengalami masalah tambahan segera setelah mereka diperbolehkan pulang. Sebuah penelitian lain malah menyebutkan lebih dari 50 persen pasien mengalami minimal satu kejadian tidak Pecloman Pelayanan SIMRS, Revisi 36 diinginkan selama berada dalam perawatan (Cornish PL et al. Unintended medication discrepancies at the time of hospital admission. Arch Intern Med. 2005; 165: 424-429). “Untungnya” hanya 6 persen kasus yang berakibat serius, 33 persen berdampak moderat, dan sebagian besar kasus bisa teratasi dengan segera. Data dari medicare, salah satu program pemerintah Amerika dalam bidang Kesehatan dan pemberian layanan, menunjukkan dari 12.500 peserta medicare 1998-2005, 19% mendapatkan masalah dari layanan kesehatan yang disediakan, Sebanyak dua per tiga dari masalah menimpa pasien rawat jalan atau panti-panti perawatan, bukan di rumah sakit. Selain itu, “Secara keseluruhan, temuan kami menunjukkan bahwa hal itu (cedera medis) menimbulkan risiko yang. signifikan terhadap kesehatan dan keselamatan para penerima manfaat Medicare usia lanjut,” (peneliti, Injury Prevention, May 28, 2014). Menurut penelitian yang dilakukan Utarini dan kawan-kawan pada tahun 2000 tingkat kejadian tidak diinginkan di Indonesia sangat bervariasi, yaitu 8,0% hingga 98,2% untuk diagnostic error dan 4,1% hingga 91,6% untuk medication error. Sejak itu, buktibukti tentang Keselamatan pasien di Indonesia pun semakin banyak. “Di Indonesia keselamatan pasien telah menjadi perhatian serius. Penelitian pertama dilakukan di rawat inap 15 rumah sakit dengan 4500 rekam medik.”(Utarini et al., 2000). Kesimpulannya jelas, bahwa bagaimanapun pasien berada pada pihak yang dirugikan karena waktu perawatan bisa jadi bertambah lama sehingga biaya pengobatan membengkak. Masalahnya juga pihak asuransi tidak menanggung jika terjadi kesalahan seperti ini, sehingga pasien dan keluargam biaya dua kali: dari sisi lamanya perawatan (dan artinya juga berkurangnya waktu produktif yang seharusnya bisa digunakan untuk bekerja) dan biaya. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pasien memilih rumah sakit secara desenden diantaranya adalah dokter yang berpengalaman dan bermutu, layanan gawat darurat 24 jam, staf keperawatan yang terlatih, penjelasan masalah Kesehatan & perawatan, laboratorium dan peralatan modern, kecepatan sistem respon, proses mulut ke mulut yang positif, pengalaman masa lalu dengan rumah sakit, staf pendukung yang ramah dan sopan, lokasi yang nyaman, infrastruktur dan lingkungan fisik dan lain-lain (D. Motwani & D. Srhimali, 2014). 3. Tujuan Pengendalian Mutu a. Tujuan umum Terlaksananya peningkatan mutu pelayanan SIMRS__secara berkelanjutan dan berkesinambungan melalui pengurangan risiko keselamatan pasien. b. Tujuan Khusus 1) Meningkatan mutu rekaman asuhan klinis yang terstandarisasi secara konsisten dan sesuai dengan pengetahuan profesional saat ir 2) Meningkatan mutu pengelolaan instalasi SIMRS. 3) Meningkatan pemenuhan sasaran keselamatan pasien. 4) Kegiatan pokok dan rineian kegiatan. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien adalah suatu ilmu dan seni melalui pendekatan sistem yang dirancang untuk mengukur Pedoman Pelayanan SIMRS, Revisi 01 indikator kualitas pelayanan RS melalui monitoring dan evaluasi sejauhmana perencanaan, proses dan hasil sesuai tujuan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, yang dilaksanakan secara terus ‘menerus dan berkelanjutan dengan muara yaitu pada jaminan mutu pada pasien, keluarga dan staf. Komponen dari sistem manajemen mutu harus mencakup beberapa hal sebagai berikut, yaitu memastikan proses terpercaya, penurunan variasi dan cacat, fokus pada pencapaian hasil yang lebih baik dan menggunakan bukti untuk memastikan bahwa layanan memuaskan. Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, Pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh Kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Permenkes RI Nomor 1691 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit Pasal | ayat 1), Kegiatan dan pelaporan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien di instalasi SIMRS sebagai berikut: a. Pencatatan dan pelaporan 1) Indikator mutu unit SIMRS. 2) Indikator mutu area klinis. 3) Sasaran keselamatan pasien : ketepatan identifikasi pasien 4) Insiden keselamatan pasien 5) Insiden lainnya (kecelakaan kerja). b. Penilaian kinerja staf Alat pengukuran menggunakan sesuai Sasaran Kinerja Pegawai (PP Nomor 46 Tahun 2011 ) standamya sebagai berikut 1) 91-ke atas: sangat baik 2) 76-90: baik 3) 61-75: cukup 4) 51-60: kurang 5) 50 ke bawah: buruk ©. Penilaian kinerja organisasi Alat pengukuran menggunakan metode survei kualitas pelayanan, Standarnya sebagai berikut: 1) 91 —Ke atas; sangat baik 2) 76-90: baik 3) 61-75: cukup 4) 51-60: kurang 5) 50 ke bawah: buruk Pedoman Pelayanan SIMRS, Revisi 01 BAB IX PENUTUP. Muara dari terselenggaranya pelayanan SIMRS sesuai dengan visi dan misi rumah sakit adalah untuk peningkatan mutu dan keselamatan pasien. SIMRS sebagai bukti transaksi pelayanan dapat menjadi salah satu bukti dilaksanakan monitoring dan evaluasi pelayanan. Buku pedoman penyelenggaraan ini diharapkan dapat menjadi pedoman pemberi pelayanan khususnya sebagaimana amanat tata perundangan yang berlaku, sebagai penjabaran peraturan direktur tentang pelayanan rumah sakit Hal-hal yang belum diatur dan dijelaskan dalam pedoman ini, akan dijelaskan secara detail pada panduan-panduan serta prosedur untuk setiap teknis pelaksanaannya, Demikian buku pedoman ini dibuat untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya, KYMERSYD RA. Kartini \ 7 _ Soot oe Coup \ aeprialgl 7 Pedoman Pelayanan SIMRS, Revisi 01 39

Anda mungkin juga menyukai