net/publication/317488602
CITATIONS READS
0 4,497
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Ahmad Nimatullah Al-Baarri on 10 June 2017.
1
PEROKSIDASE DAUN TOMAT DAN APLIKASINYA UNTUK
ANTIBAKTERI
© Penerbit Indonesian Food Technologists
Tim Editor
Disusun Oleh:
Ketua Tim Editor:
Ahmad Ni’matullah Al-Baarri
ISBN: 978-602-71169-8-6
ii
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
Hal.
iv
Peroksidase Sistem (POS) ............................................................ 27
Pengukuran Residu H2O2 Peroksidase Dari Ekstraksi Daun Tomat
..................................................................................................... 31
Hasil Pengukuran Residu H2O2 Peroksidase dari Ekstrak Daun
Tomat .......................................................................................... 32
EFEK HYPOIODOUS DARI EKSTRAK DAUN TOMAT
TERHADAP AKTIVITAS BAKTERI Escherichia coli ............ 38
Escherichia coli ............................................................................ 38
Metode Pembiakan E. coli dan Aplikasi Aktivitas Antimikroba ... 40
Aktivitas Antibakteri Hypoiodous Terhadap E. Coli ..................... 42
EFEK SENYAWA ANTIMIKROBIA HYPOIODOUS (HIO)
DARI SISTEM PEROKSIDASE DAUN TOMAT TERHADAP
Saccharomycaes cerevisiae ............................................................ 46
Saccharomyces cerevisiae ........................................................... 46
Metode Peremajaan dan Aplikasi HIO pada Jamur Saccharomyces
cerevisiae ..................................................................................... 47
Aplikasi HIO pada Jamur Saccharomyces cerevisiae ................... 48
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 50
INDEKS ISTILAH ........................................................................ 55
1
Peroksidase
OH
Enzim + H2O2 Enzim --- H2O2 Enzim
OH
OH
Enzim + AH2 Enzim + A +2H2O
OH
3
sel itulah yang menghambat pertumbuhan atau bahkan dapat
mematikan mikroorganisme.
Tanaman Tomat
4
di dalam tomat di antaranya adalah nitrogen, potasium,
phosphorus, kalsium, magnesium, zink, dan lainnya. Selain kaya
akan mineral, tomat juga mengandung peroksidase. Peroksida
pada daun tanaman biasanya terdapat di bagian tonoplas dan
membran plasma, di dalam dan di luar dinding sel.
Pengembangan terakhir, daun tomat digunakan sebagai
pestisida pada tanaman karena mengandung senyawa fungisida
yang mampu mengatasi serangan jamur pada tanaman. Selain
mengandung senyawa fungisida, daun tomat juga mengandung
enzim peroksidase dan hidrogen peroksida (H2O2), dimana
senyawa tersebut dapat diubah menjadi hipotiosianat (OSCN-)
yang mempunyai aktivitas antimikrobia. Penelitian Al-Baarri et
al., (2015) menyatakan bahwa senyawa antimikroba (OSCN-)
dari enzim peroksidase susu, yang disebut Lactose Peroxide
System mampu dengan efektif melawan mikroorganisme yang
ditemukan dalam jus sayuran. Peroksidase dalam tomat bisa
diperoleh dari buah, daun dan jaringan batang. Tetapi meskipun
demikian, peroksidase yang terdapat pada daun tomat bersifat
mudah hilang. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
banyaknya peroksidase pada daun tomat, diantaranya adalah
umur daun, kondisi daun dan cara penanganan daun setelah
diambil.
5
kromatografi pertukaraan anion yaitu molekul bermuatan
negatif tertarik terhadap resin yang bermuatan positif.
Pengikatan protein dengan metode ini dijelaskan sebagai
berikut: jika protein memiliki muatan negatif maka dapat
ditukarkan dengan ion klorida, demikian pula jika protein
memiliki muatan positif, maka dapat ditukakan dengan ion
natrium. Cara kerja pengikatan protein yang memiliki muatan
negatif adalah gugus fungsional pada resin yang bermuatan
negatif mengikat ion yang terkandung di dalam buffer (Misal
Na+). Selanjutnya pada saat sampel dimasukkan dalam kolom,
maka protein yang bermuatan positif akan menggantikan ion
Na+ sehingga hanya protein yang bermuatan positif yang dapat
terikat dan protein yang bermuatan negatif atau netral tidak akan
terikat. Protein yang tidak terikat dibilas dengan menggunakan
larutan buffer. Proses selanjutnya adalah melepaskan ikatan
protein yang terikat gugus fungsional resin dengan cara
membilas kolom menggunakan buffer yang mengandung NaCl
atau KCl dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari yang
sebelumnya digunakan. Pembilasan tersebut dilakukan dengan
meningkatkan konsentrasi NaCl atau KCl secara linier atau
bertahap sehingga protein yang memiliki ikatan lemah dengan
matrik akan terlepas terlebih dahulu dan diikuti oleh protein
yang memiliki ikatan lebih kuat.
6
gelombang 280 nm, aktivitas enzim peroksidase dengan metode
ABTS, dan analisis profil protein denagn menggunakan metode SDS
– PAGE.
7
alir ini diduga karena adanya perbedaan karakteristik dari kedua
jenis resin tersebut, yaitu diameter DEAE yang terkesan lebih
besar daripada SP-Sepharose.
0.350
A 0.300
b 0.250
s
0.200
o s
0.150
r i
0.100
b
0.050
a
0.000
n
0 20 40 60 80 100
FF
Fraksi DEAE
Ilustrasi 4. Nilai Absorbansi 280 nm pada fraksi hasil elusi dari kolom DEAE
dan SP-Sepharose Fast Flow.
10
daun tomat dinilai lebih efektif dengan menggunakan resin
DEAE.
11
Ilustrasi 5. Hasil elektroforesis profil protein melalui kolom DEAE dan SP-
Sepharose Fast Slow.
Keterangan: Lane A = Standar Marker Lane B = Fraksi 6
Lane C = Fraksi 7 Lane D = Fraksi 8
Lane E = Fraksi 9 Lane F = Fraksi 10
Lane G = Fraksi 37 Lane H = Fraksi 38
Lane I = Fraksi 39 Lane J = Fraksi 40
12
Pemurnian enzim peroksidase dari daun tomat
menggunakan metode kromatografi pertukaran ion dengan
menggunakan dua resin, yaitu SP Sepharose Fast Flow dan
DEAE Sepharose telah berhasil dilakukan. Pengambilan enzim
peroksidase dari daun tomat lebih tepat menggunakan DEAE
Sepharose untuk hasil yang lebih baik. Hal ini dikarenakan
Kandungan protein nilai tertinggi terdapat pada fraksi 6 yang
didapat dari hasil elusi dengan menggunakan resin DEAE, yaitu
sebesar 8,27 U/ml.
13
PENETAPAN INHIBITORY ACTIVITY PEROKSIDASE
DARI EKSTRAK DAUN TOMAT OLEH GULA D-
PSIKOSA DAN L-PSIKOSA
14
masyarakat yang mengkonsumsi makanan berbasis gula secara
berlebihan (overconsumption) dan tidak seimbang, muncul
berbagai macam penyakit yang menyertai, salah satunya adalah
Diabetes Melitus. Penyakit tersebut adalah salah satu penyakit
penyebab kematian terbesar di dunia. Pada penderita Diabetes
Melitus kondisi persentase kadar gula dalam darah terlalu tinggi
dan tubuh tidak mampu untuk mensekresi insulin. Berdasarkan
alasan ini dikembangkan produk rare sugar oleh para peneliti di
Universitas Kagawa, Jepang.
Rare sugar merupakan monosakarida dan turunannya
yang jarang ditemukan di alam bebas. Rare Sugar selain sebagai
bahan tambahan pangan, produk ini juga mempunyai fungsi
yang spesifik untuk mencegah seperti Diabetes Melitus tipe 2
dan Kanker. Terdapat berbagai macam jenis rare sugar, salah
satu yang sering digunakan pada industri pangan adalah Psikosa.
Psikosa sendiri mempunyai dua jenis yang berbeda yaitu D-
psikosa dan L-psikosa. Perbedaan kedua jenis ini didasarkan
pada struktur gula itu sendiri, tetapi walaupn D-psikosa dan L-
psikosa memiliki struktur yang hampir sama, kedua gula ini
mempunyai karakteristik yang berbeda jika direaksikan dengan
zat lain. Ilustrasi struktur D-psikosa dan L-psikosa dapat dilihat
pada Ilustrasi 6 dan Ilustrasi 7.
15
Kinetika Enzim
16
Keterangan :
Ѵo = kecepatan awal pada konsentrasi substrat[S]
Ѵmax = kecepatan maksimum pada reaksi enzim
Km = tetapan Michaelis-Menten bagi substrat tertentu
17
ketika reaksi antara sisi aktif enzim dan substrat telah terjadi.
Enzim akan berubah bentuk sehingga inhibitor dapat mengikat
enzim pada kompleks enzim-substrat dan menghambat
aktivitasnya. Mekanisme inhibitor uncompetitive dapat dilihat
pada Ilustrasi 8.
18
Pengujian aktivitas enzim dengan inhibitor D-psikosa dan
L-psikosa dilakukan berdasarkan penelitian Al-Baarri et al.,
(2011). Enzim diujikan dengan berbagai jenis gula dengan
berbagai konsentrasi. Gula yang digunakan adalah gula D-
psikosa dan L-psikosa. Masing-masing gula dibuat dengan
konsentrasi 0; 0,1; dan 0,4% direaksikan dengan H2O2 dengan
konsentrasi 0,1; 0,2; 0,3; 0,4 dan 0,5 mM. Campuran gula dan
H2O2 sebanyak 45 µl di reaksikan dengan peroksidase daun
tomat 10 µl dan ABTS 45 µl. Pengujian menggunakan alat plate
reader dengan panjang gelombang 412 nm. Nilai absorbansi
yang dihasilkan mencerminkan jumlah H2O2 sisa setelah reaksi
enzim yang dihasilkan. Data tersebut dapat digunakan untuk
metode selanjutnya yaitu perhitungan kinetika enzim.
19
1 1 " [I] %
= $1+ '
Vmax' Vmax # KI&
20
peroksidase. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi enzimatis
dipengaruhi oleh adanya inhibitor. Semakin tinggi konsentrasi
inhibitor, kinerja enzim akan semakin menurun dan produk yang
dihasilkan semakin rendah. Hasil ini menandakan adanya
penurunan produk pada reaksi laktoperoksidase ketika
ditambahkan gula inhibitor.
0.140 Vmax
0.120
0.100
Vo (mM/menit)
0.080 D-psikosa 0%
0.060
D-psikosa 0,1%
0.040
Km D-psikosa 0,4%
0.020
0.000
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
H2O2 (mM)
21
0.160 Vmax
0.140
0.120
Vo (mM/menit)
0.100
0.080 L-psikosa 0,1%
0.060 L-psikosa 0,4%
0.040
0.020
Km L-psikosa 0%
0.000
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
H2O2 (mM)
22
adanya inhibitor enzim yang menempel pada sisi allosteric
enzim
Berdasarkan Ilustrasi 9 dan 10 dapat dilihat bahwa nilai
Km substrat D-psikosa maupun L-psikosa pada konsentrasi 0%,
0,1% dan 0,4% cenderung konstan. Nilai Km yang konstan pada
kurva D-psikosa dan L-psikosa dapat dilihat dari titik Km pada
kurva Michaelis-Menten yang bertemu pada titik yang sama.
Nilai Km merupakan titik yang menandakan grafik masuk pada
percepatan reaksi maksimum (½Vmax) dan sesaat sebelum
terjadi penurunan kurva menuju kecepatan maksimum (Vmax).
Kurva Lineweaver-Burk plot merupakan metode yang
menjelaskan antara reciprocal plot Ѵ reaksi enzim (garis y)
terhadap reciprocal plot konsentrasi substrat H2O2 (garis x)
dimana garis miring lurus yang memotong pada sumbu x
merupakan reciprocal plot Km (tetapan Michaelis-Menten) dan
yang memotong pada sumbu y adalah kecepatan maksimum
(Vmax). Kurva ini menjelaskan secara kuantitatif nilai kinetik
mulai dari Km, Vmax dan Ki, selain itu jenis inhibisi dari suatu
inhibitor juga dapat diketahui berdasarkan perpotongan
reciprocal plot pada masing-masing inhibitor. Berdasarkan
perhitungan Lineweaver-Burk plot pada D-psikosa dan L-
psikosa diperoleh hasil yang terdapat pada Tabel 6 dan Tabel 7
berikut.
Tabel 6. Data Kinetik Enzim Peroksidase Daun Tomat.
Jenis Inhibitor
D-psikosa L-psikosa
Km 0,0184±0,00006 mM 0,0177±0,0007 mM
Vmax 9,267±0,942 mM 9,82±1,2871 mM
23
14
12
y = 0.1901x + 10.273 10
y = 0.1669x + 9.0938
8 D-psikosa 0%
y = 0.1551x + 8.4099
6
D-psikosa 0,1%
4
2 D-psikosa 0,4%
0
-10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 10
16
14
12
y = 0.1851x + 10.914 10
y = 0.1811x + 10.154 8 L-psikosa 0%
y = 0.1551x + 8.4099
6
L-psikosa 0,1%
4
2 L-psikosa 0,4 %
0
-10 -5 0 5 10
24
14
12
10
8 D-psikosa 0%
y = 0.1901x + 10.273
y = 0.1669x + 9.0938 6
D-Psikose 0,1%
y = 0.1551x + 8.4099 4
-1/Km
2
D-Psikose 0,4%
0
-60 -40 -20 0 20
-2
25
peroksidase daun tomat dengan penambahan L-psikosa 0,1%
dan L-psikosa 0,4 %. Hal ini menunjukan bahwa substrat D-
psikosa dan L-psikosa pada enzim peroksidase merupakan
inhibitor non kompetitif karena inhibitor tersebut menempel
pada sisi aktif lain enzim (allosteric) sehingga tidak
mempengaruhi nilai Km. Hal ini juga menandakan affinitas
(daya tarik substrat terhadap sisi aktif enzim) substrat terhadap
sisi aktif tidak berubah dengan adanya penambahan inhibitor D-
psikosa dan L-psikosa.
26
PENGOPTIMALAN H2O2 DAN KIO3 SEBAGAI
AKTIVITAS PEROKSIDASE DAUN TOMAT DALAM
MENGHASILKAN SENYAWA HYPOIODOUS ACID
(HIO)
27
Pada dasarnya H2O2 sudah digunakan secara luas dalam industri
pangan sebagai salah satu bahan antibakteri dalam bentuk cair.
Antibakteri tersebut telah direkomendasikan penggunaannya
untuk penyemprotan, pencucian, pembilasan, pendinginan dan
pemanasan pada daging unggas, daging sapi, buah dan sayuran.
Penggunaannya dalam bidang pangan juga dibatasi, yaitu berada
di antara konsentrasi 100 - 800 ppm.
Penggunaan agen antibakteri hypothiocyanite (OSCN-)
dalam pengawetan makanan sudah sangat luas. Agen antibakteri
tersebut dihasilkan dari suatu sistem peroksidase. Seperti yang
dikatakan oleh Hayashi et al. (2012) dalam penelitian tentang
aktivitas peroksidase dalam susu, bahwa laktoperoksidase
sistem akan menghasilkan OSCN- dan residu SCN-. Sistem
peroksidase diawali dengan aktivasi enzim peroksidase oleh
hidrogen peroksida atau H2O2. Saat sudah aktif, enzim
peroksidase inilah yang akan berperan dalam proses oksidasi
pseudo-halide thiocyanate (SCN-) menjadi OSCN- yang
nantinya digunakan sebagai agen antibakteri.
Peroksidase sistem itu sendiri merupakan suatu reaksi
kombinasi antara substrat (H2O2 dan ion-ion halida) dengan
peroksidase. Mekanisme reaksi tersebut diawali dengan
pengaktifan peroksidase. Pengaktifan tersebut terjadi saat
peroksidase (mengandung Fe3+) diubah oleh H2O2 menjadi
peroksidase yang mengandung Fe2+ (ground state) + HO2. Pada
kenyataannya reaksi pengaktifan peroksidase memicu
terjadinya reaksi-reaksi lain. Terbentuknya superoksidase
radikal (HO2) bertanggung jawab atas terhentinya reaksi
katalitik yang dilakukan oleh peroksidase. Reaksi-reaksi lain
yang dimaksud dapat dilihat pada Ilustrasi 15.
Reaksi-reaksi ini berawal dari reaksi perubahan
peroksidase dari bentuk ground state menjadi bentuk yang
dinamakan Compound I, saat ditambahkan H2O2. Compound I
inilah yang selanjutnya berperan sebagai oksidan (bukan lagi
H2O2) untuk mengoksidasi SCN-. Dalam keadaan kekurangan
ion-ion halida atau pseudo-halida (≤ 3µM), Compound I akan
28
beraksi bersama H2O2 dengan donor satu elektron yang mungkin
ada (seperti protein, peptida dan lain-lainnya) hingga
menghasilkan bentuk Compound II. Secara perlahan Compound
II akan tereduksi dan kembali lagi menjadi ground state.
sedangkan dalam keadaan H2O2 yang berlebih (≥ 0,5 mM),
Compound II akan bereaksi bersama H2O2 untuk membentuk
Compound III yang mengakibatkan terjadinya adisi terhadap
ferrilaktoperoksidase (LPO-Fe4+). Selain itu, Compound III juga
terlibat dalam reaksi metabolik yang menyebabkan terjadinya
irreversibel inaktivasi laktoperoksidase.
29
Compound II serta akan terjadi reversibel inaktivasi
peroksidase.
3) Keadaan H2O2 dalam jumlah yang berlebihan akan
langsung mengakibatkan terjadinya ireversibel inaktivasi
peroksidase, yang akhirnya membentuk Compound III.
30
Pengukuran Residu H2O2 Peroksidase Dari Ekstraksi Daun
Tomat
32
Ilustrasi 17. Jumlah residu H2O2 (mM) dari Komposisi POS Grup 1.
Keterangan: titik nol dari perpotongan sumbu Z dan Y berada di sudut yang
berlawanan dengan titik nol dari perpotongan sumbu X dan Y. Sumbu X, Y dan Z
tersebut adalah:
Sumbu X = H2O2 yang digunak digunakan (mM)
Sumbu Y = Residu H2O2 (mM)
Sumbu Z = KIO3 yang digunakan (mM)
33
cukup tinggi, yaitu berkisar antara 0,28 mM hingga 0,34 mM.
Nilai residu dari kelima POS itu pun tidak jauh berbeda. Nilai
residu tertinggi diperoleh dari POS yang mengandung 0,40 mM
H2O2 dan 0,20 mM KIO3 serta dari POS yang mengandung 0,10
mM H2O2 dan 0,50 mM KIO3 yaitu sebesar 0,34 mM ± 0,03 dan
0,34 mM ± 0,02. Nilai residu terendah didapat dari POS yang
mengandung 0,10 mM KIO3 dan 0,50 mM H2O2 yaitu sebesar
0,28 mM ± 0,09.
Ilustrasi 18. Jumlah Residu H2O2 (mM) dari Komposisi POS Grup 2.
Keterangan: titik nol dari perpotongan sumbu Z dan Y berada di sudut yang
berlawanan dengan titik nol dari perpotongan sumbu X dan Y. Sumbu X, Y
dan Z tersebut adalah:
Sumbu X = H2O2 yang digunakan (mM)
Sumbu Y = Residu H2O2 (mM)
Sumbu Z = KIO3 yang digunakan (mM)
34
POS yang mengandung 0,40 mM KIO3 dan 0,20 mM H2O2. Hal
ini menunjukkan bahwa konsentrasi H2O2 yang lebih tinggi dari
konsentrasi KIO3 belum tentu dapat menghasilkan nilai residu
H2O2 yang lebih rendah. Berdasarkan Ilustrasi 18 juga diketahui
bahwa kemunculan paling banyak ada pada POS yang memiliki
nilai residu terendah yaitu 0,28 mM. POS dengan nilai residu
tertinggi (0,34 mM) menggambarkan kemunculan HIO yang
paling sedikit.
Fenomena tersebut sangat menarik dan memunculkan
fakta baru dari enzim peroksidase daun tomat dalam
mengkatalis proses oksidasi KIO3 oleh H2O2. Keberadaan
substrat yang melimpah ternyata tidak mampu dimanfaatkan
seluruhnya dalam menghasilkan HIO. Hal tersebut terjadi
karena dipengaruhi oleh standar kemampuan reduksi dari enzim
peroksidase yang digunakan. Reaksi redoks yang ada di dalam
peroksidase sistem hanya dapat terjadi jika kemampuan reduksi
dari enzim tidak lebih lemah dibandingkan kemampuan reduksi
dari substrat yang digunakan.
Ilustrasi 19 mengungkapkan hal yang berlawanan dengan
Ilustrasi 18. Jika dilihat dari nilai residu H2O2 yang ada pada
Ilustrasi 19, diketahui bahwa rata-rata POS di dalam Grup 3
menghasilkan residu dengan nilai yang rendah. Walaupun
kombinasi konsentrasi H2O2 dan KIO3 di dalam setiap POS
hampir sama dengan yang ada di Grup 2. Perbedaan komposisi
dengan POS yang ada di Grup 2 hanya terletak pada nilai
aktivitas dari peroksidase yang digunakan. Peroksidase yang
digunakan dalam pembuatan POS dari Grup 3 memiliki nilai
aktivitas lebih tinggi yaitu 9 U/ml. Hal tersebut menandakan
bahwa peroksidase yang digunakan dalam Grup 3 memiliki
kemampuan reduksi yang lebih unggul dibandingkan substrat
yang digunakan (KIO3).
Hasil dari pengukuran nilai residu yang ada pada Ilustrasi
19, menggambarkan bahwa pembentukan senyawa antibakteri
HIO terjadi paling optimal dari POS yang ada dalam Grup 3.
Pembentukan OSCN- dari reaksi oksidasi SCN- oleh H2O2 yang
35
dikatalis enzim laktoperoksidase, yaitu semakin rendah
konsentrasi residu H2O2 yang dihasilkan maka semakin banyak
senyawa antibakteri OSCN-yang terbentuk. Peroksidase dengan
nilai aktivitas sebesar 9 U/ml berperan besar terhadap nilai
residu yang dihasilkan dari setiap POS dalam Grup 3.
Kemampuan reduksi yang dimiliki PO berkaitan terhadap
kejadian tersebut. Semakin tinggi aktivitas enzim maka
kemampuan reduksinya semakin baik. Saat ada H2O2 enzim
tersebut menjadi lebih aktif menerima -2e untuk menjadi
Compound I yang mengoksidasi SCN- dan meghasilkan produk
berupa senyawa antibakteri HIO.
Ilustrasi 19. Jumlah Residu H2O2 (mM) dari Komposisi POS Grup 3.
Keterangan: titik nol dari perpotongan sumbu Z dan Y berada di sudut yang
berlawanan dengan titik nol dari perpotongan sumbu X dan Y. Sumbu X, Y
dan Z tersebut adalah:
Sumbu X = H2O2 yang digunakan (mM)
Sumbu Y = Residu H2O2 (mM)
Sumbu Z = KIO3 yang digunakan (mM)
36
nilai aktivitas 9 U/ml digunakan dalam POS. Terutama saat
dikombinasikan bersama 0,5 mM H2O2 dan 0,1 mM KIO3.
37
EFEK HYPOIODOUS DARI EKSTRAK DAUN TOMAT
TERHADAP AKTIVITAS BAKTERI Escherichia coli
Escherichia coli
39
EAEC adalah patogen yang dikenal sebagai penyebab
penyakit Travelers diarrhea. Bakteri ini dapat menyebabkan
diare akut atau kronis yang tidak berdarah tanpa menginvasi
atau memicu reaksi inflamasi.
(5) E. coli Enterohemorrhagic (EHEC)
EHEC menghasilkan sitotoksin yang dapat menyebabkan
kolitis hemoragik, bentuk diare yang berat, dan sindroma
uremik hemolitik yaitu suatu penyakit akibat gagal ginjal
akut, anemina hemolitik mikroangiopatik, dan
trombositopenia.
Terdapat salah satu jenis strain bakteri E. coli yang paling
berbahaya yaitu E. coli 0157:H7 yang sering mengakibatkan
kematian. Bakteri ini menghasilkan enterotoksin yang dapat
merusak sel mukosa. Toksin ini juga mempengaruhi transfer air,
glukosa, dan elektrolit selama proses kolonisasi dan
pertumbuhannya dalam alat pencernaan manusia.
41
bakteri dan absorbansi 600 nm. Perhitungan ini dilakukan untuk
menentukan jumlah mikroba dari 0 – 1.000.000 CFU/ml.
42
Untuk membuktikan jumlah penurunan bakteri yang
terjadi secara kuantitatif maka perlu adanya konversi ke log unit
yang akan disajikan pada Tabel 10.
Mengacu pada tabel 10. presentase penurunan jumlah
bakteri terbesar terlihat pada sampel yang ditambahkan enzim
peroksidase + H2O2 + KIO3 yaitu sebesar 99% dari jumlah
bakteri awal yaitu 2,7 x 106 CFU/ml. Efek bakteriosidal
dilakukan oleh senyawa asam hypoiodous (HIO) dalam
membunuh bakteri dengan cara merusak gugus sulfhidrill (-SH)
protein dari membran sitoplasma bakteri, sehingga akan
menghambat proses respirasi bakteri. Besarnya aktivitas
antibakteri asam hypoiodous terhadap jumlah bakteri akhir E.
coli dapat dilihat pada Ilustrasi 20.
3
Penurunan Jumlah Bakteri E. coli (Log CFU/ml)
2.5
1.5
1 0.763 0.834
0.638
0.5 0.366
0
Bakteri + Air Bakteri + Bakteri + Bakteri + Bakteri +
(kontrol) Enzim POD H2O2 + H2O2 KIO3
+ H2O2 + KIO3
KIO3
43
dikarenakan penambahan enzim peroksidase terbukti dapat
meningkatkan aktivitas pembentukan senyawa asam
hypoiodous (HIO) yang dapat menurunkan aktivitas bakteri.
Komponen ini mematikan mikroorganisme dengan
mengoksidasi kelompok sulfhidrill dari enzim mikroba,
sehingga menyebabkan gangguan fungsional pada protein yang
menyebabkan kematian pada mikroba. Adanya penambahan
H2O2 dan KIO3 pada sampel bakteri juga mempengaruhi
penurunan jumlah bakteri E. coli. Tetapi penurunan yang terjadi
tidak begitu signifikan dan tergolong rendah. Hal ini terjadi
dikarenakan tidak adanya penambahan enzim peroksidase yang
berfungsi sebagai katalisator yang menyebabkan aktivitas
pembentukan senyawa asam hypoiodous (HIO) menjadi tidak
maksimal.
Penurunan jumlah bakteri E. coli juga terjadi pada sampel
yang ditambahkan H2O2, tetapi penurunan yang terjadi tidak
signifikan dan tergolong rendah. Penurunan ini pada dasarnya
dapat terjadi karena sifat H2O2 yang dikenal sebagai antibakteri.
H2O2 menunjukan aktivitas antimikroba dengan menurunkan
bakteri vegetatif, spora bakteri, jamur, bahkan juga virus. Sama
halnya dengan H2O2, penambahan KIO3 juga mempengaruhi
penurunan jumlah bakteri E. coli dalam jumlah yang rendah. Hal
ini karena adanya unsur iodium yang merupakan agen
antimikroba. Tidak adanya substrat membuat kalium iodat
(KIO3) tidak bisa melakukan proses oksidasi sehingga senyawa
antimikroba seperti asam hypoiodous (HIO) tidak dapat
terbentuk.
Penambahan enzim peroksidase berbasis daun tomat
memiliki efek yang baik terhadap sistem peroksidase (PODS).
Efek bakteriosidal tertinggi dapat terlihat pada sampel yang
ditambahakan enzim peroksidase, H2O2 dan KIO3 karena
terbentuknya senyawa asam hypoiodous (HIO) yang
menyebabkan penurunan jumlah bakteri E. coli sebesar 99%.
Penurunan yang terjadi sangat baik karena dapat menurunkan
44
aktivitas bakteri E. coli yang merupakan bakteri patogen
penyebab berbagai kasus penyakit.
45
EFEK SENYAWA ANTIMIKROBIA HYPOIODOUS
(HIO) DARI SISTEM PEROKSIDASE DAUN TOMAT
TERHADAP Saccharomycaes cerevisiae
Penelitian tentang enzim peroksidase untuk menguji
efeknya terhadap aktivitas antibakteri sudah banyak dilakukan
terutama pada bakteri E. coli. Namun peroksidase belum banyak
diujikan pada jamur terutama jamur Saccharomyces cerevisiae.
Jamur ini sering disebut dengan ragi yang banyak digunakan
untuk pembuatan roti sehingga perlu diketahui apakah enzim
peroksidase berbahan dasar daun tomat ini mempunyai efek
terhadap pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae. Harapannya
aplikasi HIO pada jamur Saccharomyces cerevisiae ini tidak
menghambat pertumbuhan jamur.
Saccharomyces cerevisiae
46
dalam pembuatan anggur, roti, dan bir. Jamur Saccharomyces
cerevisiae ini merupakan jamur yang banyak digunakan pada
pembuatan roti. Jamur ini mudah untuk ditumbuhkan,
membutuhkan nutrisi yang sederhana, laju pertumbuhan yang
cepat, sangat stabil dan aman untuk digunakan. Dengan
karakteristik tersebut jamur Saccharomyces cerevisiae ini lebih
banyak digunakan dalam pembuatan roti dibandingkan dengan
penggunaan jenis khamir yang lain.
Saccharomyces memiliki karakteristik yang khas yaitu
ketidakmampuan untuk memanfaatkan nitrat dan kemampuan
untuk berbagai fermentasi karbohidrat. Jamur Saccharomyces
cerevisiae, atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama jamur
ragi juga masuk dalam bahan pangan Generally Recognized as
Safe yaitu bahan pangan yang aman untuk dikonsumsi.
Ilustrasi 21. Data hasil Uji HIO pada jamur Saccharomyces cerevisiae.
Keterangan: Blangko = Aquades
T1 =100 µl HIO
T2 =200 µl HIO
T3 =300 µl HIO
Pada Ilustrasi 21. menunjukan bahwa tidak terjadi
perubahan yang signifikan antara blangko, 100; 200 dan 300 µl
HIO dan hal ini mengindikasikan bahwa enzim peroksidase dari
daun tomat tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur
Saccharomyces cerevisiae.
48
49
DAFTAR PUSTAKA
Bafort, F., O. Parisi, J.P. Perraudin and M.H. Jijakli. 2014. Mode
of action of lactoperoxidase as related to its antimicrobial
activity: A Review. Enzyme Research. 2014: 1–13.
Bashan, Y., Y. Okon and Y. Henis. 1985. Peroxidase,
polyphenoloxidase and phenols in relation to resistance
against Pseudomonas syringae pv. tomato in Tomato
Plants. Journal of Botani. 65: 366–372.
Bodalo, A., J. L. Gomez, E. Gomez, J. Bastida, M. F. Maximo.
2006. Comparison of commercial peroxidase for
removing phenol from water solutions. Chemosphere.
63(4): 626-632.
50
Botella, M. A., M.A. Quesadab, M.I. Medina, F. Pliegob and V.
Valpuesta. 1994. Induction of a tomato peroxidase gene in
vascular tissue. FEBS Letters. 347: 195–198.
51
Hill, K. J., M. Kaszuba, J.E. Creeth and M.N. Jones. 1997.
Reactive liposomes encapsulating a glucose oxidase-
peroxidase system with antibacterial activity. Biochimica
et Biophysica Acta - Biomembranes. 1326: 37–46.
Hiraga, S., K. Sasaki, H. Ito, Y. Ohashi, H. Matsui. 2001. A
large family of class III plant peroxidase. Cell Physiology.
42(5): 462-468.
Hossain A., F. Yamaguchi, T. Matsuo, I. Tsukamoto, Y.
Toyoda, M. Ogawa, Y. Nagata and M. Tokuda. 2015.
Rare sugar d-allulose: potential role and therapeutic
monitoring in maintaining obesity and type 2 diabetes
mellitus. J. Pharmthera, 8(4): 1-45.
Isobe, N., H. Kubota, A. Yamasaki and Y. Yoshimura. 2011.
Lactoperoxidase activity in milk is correlated with somatic
cell count in dairy cows. Journal of Dairy Science. 94 (8):
3868–3874.
52
Li Z., Y. Gao, H. Nakanishi, X. Gao and L. Cai. 2013.
Biosynthesis of rare hexoses using microorganism and
related enzymes. Beilstein J. Org. Chem. 9: 2434-2445.
Lin H. J. and A.Y.H. Lu. 1998. Inhibition and induction
cytochrome p450 and the clicnical implication. Clin
Pharmacokine 35 (5): 361-390.
Manu, B. T. and U. J. S. Prasada Rao. 2002. Calcium modulated
activity enhancement and thermal stability study of a
cationic peroxidase purified from wheat bran. Food
Chemistry. 114: 66-71.
Martinovic, T., U. Andjelkovic, M. S. Gajdosik, D. Resetar, and
D. Josic. 2016. Foodborne pathogens and their toxins.
Journal of Proteomics, 16: 233-271.
Miteva, E., D. Hristova, V. Nenova and S. Maneva. 2005.
Arsenic as a factor affecting virus infection in tomato
plants: changes in plant growth, peroxidase activity and
chloroplast pigments. Scientia Horticulturae. 105: 343–
358.
Mudjajanto, S. dan L.N. Yulianti. 2004. Membuat Aneka Roti.
Swadaya. Jakarta.
Passam, H.C., I. C. Karapanos, P. J. Bebeli And D. Savvas.
2007. A Review of recent research on tomato nutrition,
breeding and post-harvest technology with reference to
fruit quality. The European Journal of Plant Science and
Biotechnology. 1(1):1-21.
Pelczar M. J. dan E. C. S. Chan. 2007. Dasar-Dasar
Mikrobiologi Jilid 2. Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.
53
Purich, D.L. 2010. Enzyme Kinetics Catalysis Control: A
Reference of Theory and Best-Practice Methods.
Elseiver Inc., United Kingdom.
Rahardjo, R. 2004. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Rauwald, H., J. Flemmig, D. Rusch and M.E. Czerwin. 2014.
Components of a standardised olive leaf dry extract
(Ph.Eur.) promote hypothiocyanite production by
lactoperoxidase. Archives of Biochemistry and
Biophysics. 549: 17–25.
Seifu, E., E.M. Buys and E.F. Donkin. 2005. Significance of the
lactoperoxidase system in the dairy industry and its
potential applications: A review. Trends in Food Science
and Technology. 16 (4): 137–154.
Vetal M. D. And V. K. Rathod. 2015. Three phase partitioning
a novel technique for purification of peroxidase
from orange peels (Citrus Sinenses). Food and Bioproduct
Processing. 94:284-289.
Yasa, I.N.D., I.P. Sudiarta, I.G.N.A.S. Wirya, K. Sumiarta,
I.M.S. Utama, G.C. Luther dan J. Mariyono. 2012.
Kajian ketahan terhadap penyakit busuk daun
(Phytophthora Infestans) pada beberapa dalur tomat. E-
Journal Agroekoteknologi Tropika, 1(2): 2301-6515.
54
INDEKS ISTILAH
55
56