Anda di halaman 1dari 73

1

PERBEDAAN KANDUNGAN ASAM SALISILAT DALAM SAYURAN


SEBELUM DAN SESUDAH DIMASAK YANG DIJUAL
DI PASAR SWALAYAN DI KOTA MEDAN
TAHUN 2008

Oleh

ESTER SIMATUPANG
NIM. 051000040

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
2

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul

PERBEDAAN KANDUNGAN ASAM SALISILAT DALAM SAYURAN


SEBELUM DAN SESUDAH DIMASAK YANG DIJUAL
DI PASAR SWALAYAN DI KOTA MEDAN
TAHUN 2008

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

Ester Simatupang
NIM. 051000040

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi


Pada Tanggal 27 Juni 2009 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

dr.Devi Nuraini Santi, Mkes Ir.Indra Chahaya S, MSi


NIP. 132205389 NIP. 132058731

Penguji II Penguji III

Ir.Evi Naria, Mkes dr.Taufik Ashar, MKM


NIP. 132049787 NIP. 132303367

Medan, 30 Juni 2009


Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Dekan,

dr.Ria Masniari Lubis, MSi


NIP. 131124053
Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

i
3

ABSTRAK

Sayuran merupakan tumbuhan yang dapat dimakan sebagai pelengkap


makanan karena mengandung vitamin dan mineral. Dalam budidaya sayuran tidak
terlepas dari masalah hama dan penyakit tanaman. Dalam mengatasi masalah tersebut
penggunaan bahan kimia untuk mempertahankan produksi sayuran sudah tak asing
lagi seperti penggunaan asam salisilat. Asam salisilat sukar larut dalam air dan larut
dalam air mendidih dimana titik didih asam salisilat adalah 2800C. Asam salisilat
pada sayuran dosisnya memang kecil, tetapi jika dikomsumsi terus-menerus akan
menyebabkan pengerasan dinding pembuluh darah dan kanker saluran pencernaan.
Penelitian ini merupakan penelitian survai yang bersifat deskriptif. Objek
penelitian adalah sayuran yang dijual di pasar Swalayan Carrefour sebanyak 3 sampel
yang kemudian diperiksa di Balai Laboratorium Kesehatan Medan untuk mengetahui
berapa residu asam salisilat pada sayuran dan air rebusan sebelum dan sesudah
dimasak dengan metode titrasi. Hasil penelitian mengacu kepada PerMenKes RI
No.1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan.
Sayuran yang mengandung asam salisilat yang dimasak dengan suhu 600C-
0
80 C mengalami penurunan kadar asam salisilat yakni pada sayur bayam 19,8-16
mg/Kg, sayur daun singkong 34,8-27,1 mg/Kg, dan pada sayur kangkung 21,1-16,6
mg/Kg. Sedangkan pada air seduhan terjadi peningkatan kadar asam salisilat dari
suhu 600C-800C , yakni pada sayur bayam 24,9-27,1 mg/Kg, sayur daun singkong
39,2-45,8 mg/Kg, dan pada sayur kangkung 24,9-28,2 mg/Kg. Berdasarkan
PerMenKes RI No.1168/Menkes/Per/X/1999 asam salisilat tidak diperbolehkan ada
pada makanan.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa ada sedikit penurunan kadar asam
salisilat pada sampel sayuran sebelum sayuran dimasak dan sesudah dimasak dengan
air rebusannya dan sebagian besar asam salisilat hanya berpindah tempat yakni dari
sampel sayuran ikut larut dalam air rebusannya, hal ini dikarenakan sifat asam
salisilat yang sukar larut dalam air dan larut dalam air mendidih dimana titik didih
asam salisilat adalah 280 0C yang tidak mungkin tercapai dengan suhu pemasakan
sayuran. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap sayuran jika sayuran dimasak
dengan suhu 1000C yang biasanya digunakan ibu rumah tangga untuk memasak
sayuran.

Kata kunci : Sayuran, Asam salisilat

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
4

ABSTRACT

Vegetable was the plants that can be consumable as food supplement because
of it contained vitamin and minerals. The cultivation of vegetables are not separed to
the pest and disease problems. In dealing with the problems, use of chemical agents
is not a new issue to maintain the production such as salicilate acid. The acid is
unsolvable in water but solvable in boiled water in which the boiling point is 2800C.
In fact, the dosage of the acid is lower in vegetables, however, if they are consumed
continuously result in hardness of the vessel wall and cancer of respiratory tract.
Thist study is a descriptive survey. The objects of the study included
vegetables sold in Carrefour Department Store Medan consisting of 3 samples then
examined in Balai Laboratorium kesehatan Medan to know how much the residual
salicilate acid in the vegetables and the boiled water before and after cooked using a
titration method. The result of the study referred to the permenkes RI
No.1168/Menkes/PER/X/1999 regarding the supplemental foodstuff.
The vegetables containing the salicilate acid cooked at temperature ranging
600 to 800C reduced the content of salicilate acid especially in amaranth ranging
19.8 to 16 mg/Kg, cassava ranging 34.8 to 27.1 mg/Kg and frog ranging 21.1 to 16.6
mg/Kg. whereas in the boiled water, the content of salicilate acid increased from 600
to 800C, in amaranth ranging 24.9 to 27.1 mg/Kg, cassava ranging 39.2 to 45.8
mg/Kg and in frog ranging 24.9 to 28.2 mg/Kg. Based on the permenkes RI
No.1168/Menkes/PER/X/1999, the salicilate acid is prohibited to contain in any food.
From the result of the study, it can be known that there is a slightly reduced
content of the salicilate acid in the samples of vegetables prior to cook and after
cooked with the boiled water and majority of the salicilate acid only displaced from
the samples of vegetables solvable in the boiled water. It is due to the acid property
that is unsolvable in water but solvable in the boiled water with the boiling point of
2800C that is impossible to reach with the cooking temperature of vegetables. It was
needed to done the next survey about this, if the vegetables cooked at temperature
1000C as usually mother use to cook vegetable.

Keywords : Vegetables, Salicilate acid.

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
5

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ester Simatupang


Tempat/Tanggal Lahir : Duri / 05 Desember 1986
Agama : Kristen
Status Perkawinan : Belum Kawin
Jumlah Anggota Keluarga : 6 (enam) orang
Alamat Rumah : Jl. Sejahtera Gg.Mawar No.2
Duri-Riau (28884)

Riwayat Pendidikan
1. Tahun 1993-1999 : SD Negeri 037 Air Jamban-Duri
2. Tahun 1999-2002 : SLTP Negeri 4 Mandau-Duri
3. Tahun 2002-2005 : SMA Negeri 10 Medan
4. Tahun 2005-2009 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
6

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

judul "PERBEDAAN KANDUNGAN ASAM SALISILAT DALAM SAYURAN

SEBELUM DAN SESUDAH DIMASAK YANG DIJUAL DI PASAR

SWALAYAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2008”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan dan

bimbingan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Untuk itu penulis

menyampaikan ucapan yang sebesar-besarnya kepada :

1. dr.Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

2. Ir.Indra Chahaya, Msi, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan sekaligus Dosen

Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikirannya serta dengan sabar

memberikan bimbingan, saran dan pengarahan kepada penulis dalam

penyempurnaan skripsi ini.

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
7

3. dr.Devi Nuraini Santi, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing I yang telah

meluangkan waktu dan pikirannya serta dengan sabar memberikan bimbingan,

saran dan pengarahan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Asfriyati, SKM, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis.

5. Seluruh dosen khususnya Dosen Departemen Kesehatan Lingkungan FKM USU

yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam mengikuti perkuliahan

di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh staf pegawai dan karyawan khususnya kak Dian yang telah membantu

kelancaran skripsi ini.

7. Dra.Norma Sinaga, selaku Kepala Bagian Toksikologi Laboratorium Kesehatan

Medan yang telah meberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyempurnaan

skripsi ini.

8. Orang tua tercinta, Ayah (R.Simatupang) dan Ibu (P.Sihombing) serta k’Rosa,

b’Frengki dan adikku David yang senantiasa selalu memberikan kasih sayang,

nasehat, motivasi, doa serta moril dan materil yang tiada hentinya kepada penulis.

9. Sahabat-sahabatku : Juli, Mena, Ayu, Kiki, dan Nova terima kasih atas

persahabatan, motivasi, doa dan kebersamaan kita selama ini.

10. Teman-teman satu PBL : b’Gibeon, k’Siti, Magdalena, Melvida dan Elina terima

kasih atas kerjasama dan kebersamaan kita selama ini.

11. Seluruh rekan-rekan seperjuangan di Peminatan Kesehatan Lingkungan

khususnya : Darwina, Efvi, k’Youlan, k’Ishari, b’Al, Inur, Gita, Dian serta teman-

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
8

teman di FKM USU khususnya stambuk 2005, terima kasih atas kerjasama dan

kebersamaan kita selama ini.

Akhirnya penulis barharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan

bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Medan, Juni 2009

penulis
DAFTAR ISI

Halaman pengesahan ........................................................................................... i


Abstrak ............................................................................................................... ii
Abstract .............................................................................................................. iii
Daftar Riwayat Penulis ....................................................................................... iv
Kata Pengantar.................................................................................................... v
Daftar isi ............................................................................................................ vii
Daftar tabel .......................................................................................................... x
Daftar lampiran ................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ ............... 5
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................ 5
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 6


2.1 Pengertian sanitasi makanan dan minuman ......................................... 6
2.2 Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman ............................... 8
2.3 Sayuran ............................................................................................ 15
2.3.1 Pengertian Sayuran .................................................................. 15
2.3.2 Kandungan Gizi Sayuran ......................................................... 15
2.3.3 Manfaat Sayuran Bagi kesehatan.............................................. 16
2.3.4 Kategori Sayuran ..................................................................... 17
2.3.5 Penanganan dan pengolahan Sayuran ....................................... 18
2.3.6 Pemberantasan hama pada Sayuran .......................................... 20
2.4 Bahan Tambahan Makanan............................................................... 22
Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
9

2.4.1 Pengertian Bahan Tambahan Makanan..................................... 22


2.4.2 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan ...................... 22
2.4.3 Penggolongan Bahan Tambahan Makanan ............................... 23
2.4.4 Bahan Tambahan Makanan yang Diizinkan ............................. 23
2.4.5 Bahan Tambahan Makanan yang Tidak Diizinkan.................... 24
2.5 Asam Salisilat ................................................................................... 25
2.5.1 Definisi Asam Salisilat ............................................................. 25
2.5.2 Kegunaan Asam Salisilat ......................................................... 26
2.5.3 Dampak Asam Salisilat terhadap Kesehatan ............................. 27
2.6 Kerangka Konsep ............................................................................. 28

BAB 111 METODE PENELITIAN ................................................................. 29


3.1 Jenis Penelitian ................................................................................. 29
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 29
3.2.1 Lokasi Penelitian ..................................................................... 29
3.2.2 Waktu Penelitian ...................................................................... 29
3.3 Objek Penelitian dan Sampel ............................................................ 30
3.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................... 30
3.4.1 Data Primer.............................................................................. 30
3.4.2 Data Sekunder.......................................................................... 30
3.5 Teknik Analisa Data ......................................................................... 30
3.5.1 Alat-alat ................................................................................... 30
3.5.2 Bahan ...................................................................................... 31
3.5.3 Cara Kerja Pemeriksaan Asam Salisilat sebelum sayuran
dimasak ................................................................................... 31
3.5.4 Cara Kerja Pemeriksaan Asam Salisilat sesudah sayuran
dimasak ................................................................................... 32
3.6 Pengolahan dan Analisa Data............................................................ 32
3.7 Definisi Operasional ......................................................................... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN ....................................................................... 41


4.1 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Asam Salisilat Pada Sayuran
Sebelum Dimasak ............................................................................. 41
4.2 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Asam Salisilat Pada Sayuran
Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C ..................... 38
4.3 Hasil Pemeriksan kuantitatif Asam Salisilat Pada Air Rebusan
Sayuran Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C ........ 39
4.4 Jumlah Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran dan Air Rebusan
Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C ..................... 39
4.5 Persentase Penurunan Kadar Asam Salisilat Sebelum Sayuran
Dimasak Dan Sesudah Sayuran Dimasak Dengan Air Rebusan Pada
Suhu 600C, 700C, Dan 800C .............................................................. 40
Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
10

4.6 Persentase Penurunan Kadar Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran


Sebelum Dan Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C,
700C, dan 800C ................................................................................ 41

BAB V PEMBAHASAN .................................................................................. 43


5.1 Pemeriksaan Kuantitatif Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran
Sebelum Dan Sesudah Sayuran Dimasak Dengan Suhu 600C,
700C, dan 800C ................................................................................. 43
5.2 Pemeriksaan Kuantitatif Asam Salisilat Pada Air Rebusan Sayuran
Yang Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C ......................... 44
5.3 Jumlah Asam Salisilat Pada Sayuran Dan Air Rebusan Setelah
Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C .................................. 46
5.4 Persentase Penurunan Kadar Asam Salisilat Sebelum Sayuran
Dimasak Dan Sesudah Sayuran Dimasak Dengan Air Rebusan Pada
Suhu 600C, 700C, Dan 800C .............................................................. 48
5.5 Persentase Penurunan Kadar Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran
Sebelum Dan Sesudah Sayuran Dimasak Dengan Suhu 600C,
700C, dan 800C ................................................................................. 50
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 53
6.1 Kesimpulan ...................................................................................... 53
6.2 Saran ................................................................................................ 54

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
11

Daftar Tabel

Tabel 2.1 Penyimpanan bahan makanan mentah................................................ 11


Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Asam Salisilat Pada Sayuran
Sebelum Dimasak .............................................................................. 37
Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan kuantitatif Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran
Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C ...................... 38
Tabel 4.3 Hasil Pemeriksan kuantitatif Asam Salisilat Pada Air Rebusan
Sayuran Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C......... 39
Tabel 4.4 Jumlah Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran dan Air Rebusan
Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C ...................... 40
Tabel 4.5 Persentase Penurunan Kadar Asam Salisilat Sebelum Sayuran
Dimasak Dan Sesudah Sayuran Dimasak Dengan Air Rebusan Pada
Suhu 600C, 700C, dan 800C................................................................ 41
Tabel 4.6 Persentase Penurunan Kadar Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran
Sebelum Dan Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C,
dan 800C............................................................................................ 42

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
12

Daftar Lampiran

Lampiran 1. Foto Analisis Sampel Sayuran


Lampiran 2. Permenkes RI No.1168/Menkes/Per/X/1999 Tentang Perubahan Atas
Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan
Makanan
Lampiran 3. Perhitungan Kadar Asam Salisilat
Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian
Lampiran 6. Hasil-hasil Penelitian

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
13

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Setiap orang

memiliki hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

Dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat maka pemerintah

telah mengusahakan berbagai cara dan upaya sebagaimana dijelaskan dalam Undang-

Undang No. 23 tahun 1992, yaitu menyelenggarakan upaya kesehatan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 10 yang dilakukan melalui beberapa kegiatan, dimana salah

satu dari kegiatan itu adalah pengamanan makanan dan minuman (Depkes, 1992).

Yang dimaksud dengan pengamanan makanan dan minuman adalah

terbebasnya makanan dan minuman dari zat-zat atau bahan yang dapat
Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
14

membahayakan kesehatan tubuh tanpa membedakan apakah zat tersebut secara alami

terdapat dalam makanan atau dengan sengaja atau tidak sengaja tercampur kedalam

makanan (Moehyi, 1992).

Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan untuk

memulihkan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak, mengatur proses dalam

tubuh, perkembangbiakan dan menghasilkan energi untuk berbagai kepentingan

dalam kehidupan manusia. Dalam menjalankan fungsinya sudah tentu makanan

mengandung senyawa-senyawa zat gizi yang berguna bagi tubuh seperti karbohidrat,

protein, vitamin, mineral dan sebagainya (Depkes, 2000).

Makanan yang kita makan sehari-hari tentu saja juga mempunyai resiko

menjadi tidak aman untuk dikomsumsi, karena kemungkinan dicemari bahan-bahan

1 atau benda-benda lainnya yang dapat


berbahaya seperti mikroba, bahan kimia

meracuni, atau dapat mengakibatkan kecelakaan. Salah satu aspek yang harus

diperhatikan dalam hal ini adalah bahan-bahan yang ditambahkan terhadap bahan

pangan, yang kemudian dikenal dengan nama bahan tambahan makanan (Syah,

2005).

Bahan Tambahan Makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan

sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan,

mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan

kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan,

perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan (Cahyadi, 2006).

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
15

Salah satu contoh komponen bahan makanan yang mengandung zat gizi

seperti karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral adalah sayuran. Sayuran merupakan

bahan pangan yang mudah didapat di berbagai tempat dan sangat penting bagi kita.

Sangat penting karena kandungan vitamin dan mineral yang begitu lengkap dan

bervariasi. Selain kandungan vitamin dan mineralnya, sayuran juga banyak

mengandung serat yang melancarkan pencernaan. Sebagai bagian dari menu makan,

sayuran juga dipercaya dapat menunda proses penuaan. Hanya saja masih banyak

orang yang tidak suka mengkomsumsinya dengan berbagai alasan, padahal dengan

berbagai kandungan vitamin dan mineral yang begitu lengkap serta bervariasi,

sayuran merupakan bahan pangan yang sangat penting bagi kita (Novary, 1997).

Budi daya sayuran tidak terlepas dari masalah hama dan penyakit tanaman.

Dalam pemberantasan hama dan penyakit tanaman, menyemprot tanaman dengan

bahan kimia seperti pestisida sudah dianggap sebagai keharusan untuk dilakukan.

Bukan hanya pestisida saja, petani juga telah menggunakan asam salisilat untuk

mengatasi hama tanaman dan untuk mengawetkan tanaman (Ambarita, 2008).

Dalam pemberantasan masalah hama dan penyakit pada sayuran pernah

ditemukan kasus penggunaan asam salisilat pada produksi sayuran di daerah Bogor,

Jawa Barat. Sebagian petani suka mencoba-coba menggunakan asam salisilat untuk

mengatasi masalah hama dan untuk mengawetkan sayuran. Asam salisilat bukan

pestisida namun digunakan pada sayuran yang salah satu fungsinya untuk

memperpanjang daya keawetan. Biasanya sayuran yang disemprot asam salisilat

berpenampilan sangat mulus, tak ada lubang bekas hama. Asam salisilat terserap
Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
16

tanaman dan meninggalkan residu dalam jaringan tanaman. Karena residunya ada

dalam jaringan, maka asam salisilat tak akan hilang meskipun dicuci bersih.

Kandungan asam salisilat berlebihan masuk kedalam tubuh akan menyebabkan

pengerasan dinding pembuluh darah dan kanker saluran pencernaan. Sebuah survei

menyebutkan, asam salisilat pada sayuran non-organik jumlahnya enam kali lebih

banyak dibandingkan sayuran organik (Mudjajanto, 2006).

Asam salisilat merupakan obat yang memiliki efek analgetik-antipiretik dan

anti-inflamasi. Secara analgetik berguna untuk menghilangkan rasa nyeri dengan cara

meningkatkan nilai ambang nyeri di sistem saraf pusat tanpa menekan kesadaran,

secara antipiretik berguna sebagai obat yang menekan suhu tubuh pada keadaan

demam dan secara inflamasi berguna untuk menghilangkan inflamasi

(pembengkakan) (Djamhuri, 1995).

Menurut Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/XI/1999, salah satu bahan

tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam makanan yaitu asam salisilat.

Asam salisilat dilarang digunakan sebagai bahan pengawet pada makanan karena

mempunyai iritasi kuat ketika terhirup atau tertelan.

Bila kandungan asam salisilat melebihi dan berlebihan masuk kedalam tubuh,

maka, maka gangguan kesehatan dapat terjadi, misalnya terjadi pengerasan dinding

pembuluh darah dan kanker saluran pencernaan. Selain itu, dampak asam salisilat

secara kronik dapat mengiritasi jantung dengan cara menghambat pembentukan

prostaglandin E1 dan E2 yaitu suatu senyawa yang dapat meningkatkan vasodilatasi

mukosa lambung sehingga terjadi peningkatan sekresi asam lambung dan


Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
17

vasokonstriksi mukosa lambung, yang menyebabkan nekrosis iskemik dan kerusakan

mukosa lambung (siswandono, 1995).

Pasar swalayan yang ada di kota Medan sudah banyak yang menjual produk

sayur-sayuran. Dari hasil penelitian Ambarita (2008) diketahui bahwa terdapat

kandungan asam salisilat dalam beberapa sayuran yang dijual dibeberapa pasar

swalayan di Kota Medan. Dari 20 sampel sayuran yang diperiksa, didapat 14 sampel

sayuran yang mengandung asam salisilat. Dari hasil pemeriksaan secara kuantitatif,

kandungan asam salisilat tertinggi terdapat pada sayur buncis sebesar 0,9115 g/kg dan

kandungan asam salisilat terendah terdapat pada sayur kangkung sebesar 0,1933. Dari

penelitian ini asal asam salisilat yang terdapat pada sayuran berasal dari

penyemprotan yang dilakukan di pasar swalayan, hal ini dilakukan dengan alasan

agar sayuran tetap awet, tetap segar dan tahan lama.

Berdasarkan sifat asam salisilat yaitu sukar larut dalam air dan dalam

benzena, larut dalam air mendidih dimana titik didih asam salisilat adalah 280 0C

(Depkes RI, 1995), sedangkan suhu yang sering digunakan untuk memasak sayuran

berkisar 60-820C (Simbar, 2008), maka alasan inilah yang melatarbelakangi penulis

untuk melakukan penelitian lanjutan terhadap sayuran yang dijual di beberapa pasar

swalayan di kota Medan untuk memeriksa apakah ada kandungan asam salisilat

dalam sayuran tersebut sesudah sayuran tersebut dimasak, karena kemungkinan besar

asam salisilat terserap tanaman dan meninggalkan residu dalam jaringan tanaman.

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
18

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan diketahui bahwa terdapat

kandungan asam salisilat dalam beberapa sayuran yang dijual dibeberapa pasar

swalayan di Kota Medan, maka penulis ingin mengetahui kandungan residu asam

salisilat pada sayuran sebelum dan sesudah dimasak, yang dijual di pasar swalayan

tersebut.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Untuk mengetahui perbandingan kandungan asam salisilat sebelum dan

sesudah dimasak yang terdapat dalam sayuran yang dijual di pasar swalayan yang ada

di kota Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui kadar asam salisilat pada sampel sayuran sebelum dimasak.

2. Untuk mengetahui kadar asam salisilat pada sampel sayuran setelah dimasak

dengan suhu 600C.

3. Untuk mengetahui kadar asam salisilat pada sampel sayuran setelah dimasak

dengan suhu 700C.

4. Untuk mengetahui kadar asam salisilat pada sampel sayuran setelah dimasak

dengan suhu 800C.

5. Untuk mengetahui kadar asam salisilat pada air rebusan sayuran pada suhu 600C,

700C, 800C.
Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
19

6. Untuk mengetahui penurunan residu asam salisilat pada sayuran sebelum dan

sesudah dimasak dengan suhu 600, 700 dan 800C.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Sebagai informasi bagi konsumen untuk dapat memilih sayuran yang baik dan

juga mengetahui kerugian apabila mengkonsumsi sayuran yang mengandung

asam salisilat.

2. Bagi petani agar tidak menggunakan asam salisilat yang disemprotkan ke sayuran

untuk mengusir hama.

3. Sebagai pengalaman dan pengetahuan bagi penulis tentang asam salisilat.

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sanitasi makanan dan minuman


Makanan dan minuman merupakan bahan pangan yang dibutuhkan oleh

manusia yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. Karena dari makanan didapatkan

energi yang diperlukan untuk melangsungkan pelbagai faal tubuh. Makanan yang kita

butuhkan tidak hanya untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik saja, melainkan

juga untuk melindungi kesehatan (Azwar, 1996).

Secara umum, makanan sehat merupakan makanan yang higienis dan bergizi

(mengandung zat hidrat arang, protein, vitamin dan mineral). Agar makanan sehat

bagi konsumen diperlukan persyaratan khusus antara lain cara pengolahan yang

memenuhi syarat, cara penyimpanan yang betul, dan pengangkutan yang sesuai

dengan ketentuan. Agar makanan sehat maka makanan tersebut harus bebas dari

kontaminasi karena makanan yang terkontaminasi akan menyebabkan penyakit.

Dengan demikian, maka sanitasi makanan dan minuman menjadi sangat penting

(Mukono, 2000).

Sanitasi makanan dan minuman merupakan usaha atau kegiatan yang

ditujukan kepada kebersihan dan kemurnian makanan agar tidak menimbulkan

penyakit, kemurnian yang dimaksud disini adalah murni menurut penglihatan

maupun rasa (Depkes RI, 1992).

Sanitasi makanan dan minuman tidak dapat dipisahkan dari sanitasi

lingkungan karena sanitasi makanan dan minuman adalah usaha untuk mengamankan

7
8

dan menyelamatkan makanan dan minuman agar tetap bersih, sehat dan aman.

Berbagai hal yang dapat menyebabkan makanan jadi berbahaya bagi kehidupan, yaitu

(Azwar, 2006) :

1. Golongan parasit

Golongan parasit yang mencemari makanan ialah amuba dan pelbagai jenis

cacing. Dalam kehidupan sehari-hari ditemukan penyakit cacing, yang disebabkan

karena termakan daging atau ikan yang mengandung telur cacing atau cacing,

yang kurang atau tidak dimasak sebelumnya.

2. Golongan mikroorganisme

Berbagai jenis bakteri dan virus yang dapat menimbulkan penyakit melalui

makanan.

3. Golongan kimia

Pencemaran makanan karena zat kimia, biasanya terjadi karena kecelakaan atau

kelalaian. Adapun zat kimia yang sering mencemari makanan adalah antimony,

arsen, cadmium, tembaga dan timah hitam. Dan bisa juga pencemaran dengan

penggunaan bahan-bahan kimia ke dalam makanan dan minuman.

4. Golongan fisik

Pencemaran makanan yang disebabkan golongan fisik, misalnya bahan radioaktif.

5. Golongan racun (toksin)

Adanya racun dalam makanan dapat dibedakan atas dua macam, yakni:

a. Yang dihasilkan oleh mikro organisme yang hidup atau berada dalam

makanan tersebut/toksin yang dihasilkan mikro organisme.


Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
9

b. Bahan makanan itu sendiri telah mengandung racun, yang karena tidak tahu,

lalai atau dalam keadaan darurat, terpaksa dimakan. Contohnya kacang

astor, cendawan, rhubarb (sejenis bayam).

2.2 Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman

Pengertian dari prinsip Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman adalah

pengendalian terhadap empat faktor yaitu tempat/bangunan, peralatan, orang dan

bahan makanan. Terdapat 6 (enam) prinsip hygiene sanitasi makanan dan

minuman yaitu (DepKes RI, 2004) :

1. Pemilihan bahan makanan

2. Penyimpanan bahan makanan

3. Pengolahan makanan

4. Penyimpanan makanan masak

5. Pengangkutan makanan

6. Penyajian makanan

2.2.1 Prinsip 1 : Pemilihan Bahan Makanan

Kualitas bahan makanan yang baik dapat dilihat melalui ciri-ciri fisik dan

mutunya dalam hal ini bentuk, warna, kesegaran, bau dan lainnya. Bahan makanan

yang baik terbebas dari kerusakan dan pencemaran termasuk pencemaran oleh

bahan kimia seperti pestisida (Kusmayadi, 2008).

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
10

Selain itu, perlu dilihat sumber bahan makanan tersebut apakah diperoleh dari

hasil pertanian, peternakan, perikanan, atau lainnya, sumber bahan makanan harus

memenuhi persyaratan sanitasi untuk mencegah terjadi kontaminasi atau pencemaran.

Contoh, hasil pertanian tercemar dengan pupuk kotoran manusia, atau dengan

insektisida.

2.2.2 Prinsip 2 : Penyimpanan Bahan Makanan

Kerusakan bahan makanan dapat terjadi karena :


a. Tercemar bakteri karena alam atau perlakuan manusia

b. Kerusakan mekanis seperti gesekan, tekanan, benturan dan lain-lain

Tujuan penyimpanan bahan makanan adalah agar bahan makanan tidak

mudah rusak dan kehilangan nilai gizinya. Semua bahan makanan dibersihkan

terlebih dahulu sebelum disimpan, yang dapat dilakukan dengan cara mencuci.

Setelah dikeringkan kemudian dibungkus dengan pembungkus yang bersih dan

disimpan dalam ruangan yang bersuhu rendah (Kusmayadi, 2008).

Dalam penyimpanan bahan makanan hal-hal yang harus diperhatikan

adalah sebagai berikut :

a. Penyimpanan harus dilakukan dalam suatu tempat khusus yang bersih dan

memenuhi syarat kesehatan.

b. Barang-barang harus diatur dan disusun dengan baik, sehingga :

 Mudah untuk mengambilnya

 Tidak menjadi tempat bersarang/bersembunyi serangga dan tikus

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
11

 Tidak mudah membusuk dan rusak, untuk bahan-bahan yang mudah

membusuk harus disediakan tempat penyimpanan dingin

 Setiap bahan makanan mempunyai kartu catatan agar dapat digunakan untuk

riwayat keluar masuk barang dengan system FIFO (First In First Out)

Ada empat cara penyimpanan makanan yang sesuai dengan suhunya yaitu

(Depkes RI, 2004) :

1. Penyimpanan sejuk (cooling), yaitu suhu penyimpanan 100 – 150 C untuk jenis

minuman buah dan sayur.

2. Penyimpanan dingin (chilling), yaitu suhu penyimpanan 40 – 100 C untuk bahan

makanan yang berprotein yang akan segera diolah kembali.

3. Penyimpanan dingin sekali (freezing), yaitu suhu penyimpanan 00 – 40 untuk

bahan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam.

4. Penyimpanan beku (frozen), yaitu suhu penyimpanan < 00 untuk bahan

makanan protein yang mudah rusak untuk jangka waktu > 24 jam.

Penyimpanan bahan makanan mentah dapat dilihat dalam tabel berikut :


Tabel 2.1
Penyimpanan bahan makanan mentah

Jenis bahan Lama penggunaan

Makanan 3 hari atau 1minggu atau 1 minggu atau


kurang kurang lebih

Daging, ikan,
udang dan -50 sampai 00 -100 sampai -00 Kurang dari -100
olahannya

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
12

Telur, susu dan 50 sampai 70 -50 sampai 00 Kurang dari -50


olahannya
Sayur, buah dan 100 100 100
minuman
Tepung dan 150 250 250
biji-bijian
Sumber : Mukono,2000

2.2.3 Prinsip 3 : Pengolahan Makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah

menjadi makanan yang siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang

mengikuti prinsip-prinsip hygiene sanitasi (Depkes RI, 2004).

Tujuan pengolahan makanan agar tercipta makanan yang memenuhi syarat

kesehatan, mempunyai cita rasa yang sesuai serta mempunyai bentuk yang

merangsang selera (Azwar,1990). Dalam proses pengolahan makanan, harus

memenuhi persyaratan hygiene sanitasi terutama menjaga kebersihan peralatan

masak yang digunakan, tempat pengolahan atau disebut dapur serta kebersihan

penjamah makanan (Kusmayadi, 2008).

2.2.3.1 Peralatan Masak

Peralatan masak adalah semua perlengkapan yang diperlukan dalam proses

pengolahan makanan, seperti pisau, sendok, kuali wajan, dan lain-lain.

1. Bahan peralatan

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
13

Tidak boleh melepas zat beracun seperti cadmium, plumbum, zincum,

cuprum, stibium atau arsenium. Logam ini dapat berakumulasi sebagai penyakit

saluran kemih dan kanker.

2. Keutuhan peralatan

Tidak boleh patah, tidak mudah berkarat, gompel, penyok, tergores atau

retak karena menjadi sarang bakteri. Peralatan yang tidak utuh tidak mungkin

dapat dicuci sempurna sehingga dapat menjadi sumber kontaminasi.

3. Fungsi

a) Setiap bahan tidak boleh dicampur aduk karena mempunyai fungsi

tersendiri.

b) Gunakan warna gagang sebagai tanda dalam penggunaan.

c) Peralatan yang digunakan campur baur akan menimbulkan kontaminasi.

4. Letak

Peralatan yang bersih dan siap digunakan sudah berada pada tempat

masing-masing sehingga memudahkan untuk menggunakannya kembali.

2.2.3.2 Penjamah Makanan


Penjamah makanan adalah seorang tenaga kerja yang menjamah makanan

mulai dari persiapan, mengolah, menyimpan, mengangkut maupun dalam

penyajian makanan. Pengetahuan, sikap dan tindakan seorang penjamah

mempengaruhi kualitas makanan yang disajikan penjamah makanan yang sedang

sakit flu, demam atau diare sebaiknya tidak dilibatkan dahulu dalam proses
Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
14

pengolahan makanan. Jika terjadi luka, penjamah harus menutup luka dengan

pelindung kedap air misalnya plester atau sarung tangan plastik (Kusmayadi,

2008).

Untuk personil yang menyajikan makanan harus memenuhi syarat-syarat

seperti kebersihan dan kerapian, memiliki etika dan sopan santun, memiliki

penampilan yang baik dan keterampilan membawa makanan dengan teknik, serta ikut

dalam program pemeriksaan kesehatan berkala setiap 6 bulan atau 1 tahun (Chandra,

2006).

2.2.4 Prinsip 4 : Penyimpanan Makanan


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyimpan makanan :
1) Makanan yang disimpan harus diberi tutup.

2) Tersedia tempat khusus untuk menyimpan makanan.

3) Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air.

4) Apabila disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam dan

ditutup agar terhindar dari serangga dan binatang lain.

5) Lemari penyimpanan sebaiknya tertutup dan tidak berada tanpa kaki penyangga

atau dipojok ruangan karena tikus, kecoa dan hewan lainnya akan sangat mudah

untuk menjangkaunya.

2.2.5 Prinsip 5 : Pengangkutan Makanan

Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan di dalam

mencegah terjadinya pencemaran makanan. Dalam proses pengangkutan makanan

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
15

banyak pihak yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang, suhu dan

kendaraan pengangkut itu sendiri.

Pencemaran makanan selama dalam pengangkutan dapat berupa pencemaran

fisik, mikroba, maupun kimia. Untuk mencegah adalah dengan membuang atau

mengurangi sumber yang akan menyebabkan pencemaran (Depkes, 2004).

Caranya :

1) Mengangkut bahan makanan tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan

beracun (B3) seperti pupuk, obat hama atau bahan kimia lain.

2) Kendaraan pengangkut makanan tidak dipergunakan untuk mengangkut bahan

lain seperti : untuk mengangkut orang, hewan atau barang-barang.

3) Kendaraan harus diperhatikan kebersihannya agar setiap digunakan untuk

makanan selalu dalam keadaan bersih.

4) Hindari pemakaian kendaraan yang telah mengangkut bahan kimia atau

pestisida walaupun telah dicuci masih ada kemungkinan tercermar.

5) Hindari perlakuan manusia yang menangani makanan selama pengangkutan,

seperti : ditumpuk, diinjak dan dibanting.

6) Kalau mungkin gunakanlah kendaraan pengangkut bahan makanan yang

menggunakan alat pendingin sehingga mampu membawa makanan dengan

jangkauan yang lebih jauh lagi.

2.2.6 Prinsip 6 : Penyajian Makanan

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
16

Penyajian makanan yang menarik akan memberikan nilai tambah dalam

menarik pelanggan. Teknis penyajian makanan untuk konsumen memiliki berbagai

cara asalkan memperhatikan kaidah hygiene sanitasi yang baik. Penggunaan

pembungkus seperti plastik, kertas atau boks plastik harus dalam keadaan bersih dan

tidak berasal dari bahan-bahan yang dapat menimbulkan racun.

Makanan yang disajikan pada tempat yang bersih, peralatan yang digunakan

bersih, sirkulasi udara dapat berlangsung, penyaji berpakaian bersih dan rapi,

menggunakan tutup kepala dan celemek. Tidak boleh terjadi kontak langsung dengan

makanan yang disajikan (Kusmayadi, 2008).

2.3 Sayuran

2.3.1 Pengertian sayuran

Istilah sayuran biasanya digunakan untuk merujuk pada tunas, daun, buah, dan

akar tanaman yang lunak dan dapat dimakan secara utuh atau sebagian, segar/mentah

atau dimasak, sebagai pelengkap pada makanan (Ronoprawiro, 1993).

Sayuran merupakan bagian dari menu makanan yang berperan menyediakan

vitamin, mineral atau serat dan juga mempunyai khasiat lain untuk kesehatan,

kebugaran maupun kecantikan (Novary, 1997).

2.3.2 Kandungan gizi sayuran

Sebenarnya hampir semua sayuran mengandung semua zat gizi yang

dibutuhkan tubuh, hanya jumlahnya yang berbeda. Walaupun karbohidrat, protein

dan lemak juga terdapat didalamnya, tetapi jumlahnya relatif kecil dibandingkan

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
17

kandungan vitamin dan mineral. Berikut ini beberapa jenis vitamin dan mineral yang

terdapat dalam sayuran (Mangoting, 2005) :

1. Vitamin A

2. Vitamin B1, B2, B3, dan B6

3. Vitamin C

4. Vitamin E

5. Mineral kalsium (Ca)

6. Mineral Fosfor (P)

7. Mineral besi (Fe)

2.3.3 Manfaat sayuran bagi kesehatan

Sayuran dikenal sebagai bahan pangan yang mempunyai banyak khasiat bagi

kehidupan manusia. Beberapa khasiat sayuran diantaranya sebagai berikut (Novary,

1997) :

1. Sebagai sumber vitamin dan mineral

Vitamin dan mineral adalah zat gizi yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang

lebih sedikit dibandingkan zat gizi lainnya. Kekurangan dan kelebihan vitamin

dan mineral mempunyai efek yang tidak baik bagi kesehatan tubuh.

2. Memelihara kesehatan tubuh

Sayuran mampu memelihara bahkan mengatasi gangguan kesehatan tubuh karena

terdapat zat-zat gizi maupun non-gizi yang berperan dalam hal kesehatan.

Sebagai contoh : vitamin A mencegah kebutaan, vitamin C mencegah sariawan,

mineral besi mencegah anemia, kalsium mencegah rematik dan lain sebagainya.
Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
18

3. Mengontrol berat badan

Sayuran merupakan bahan pangan yang tinggi serat. Oleh karenanya,

mengkonsumsi sayuran sering dianjurkan kepada mereka yang ingin mengontrol

berat badannya, baik sebagai bagian dari menu makan, pengganti snack, maupun

sebagai minuman (jus). Serat yang dikomsumsi mampu menimbulkan rasa

kenyang lebih lama sehingga kecenderungan makan berlebih dapat dikurangi atau

dicegah.

4. Menunda proses penuaan

Sayuran segar mengandung suatu zat antioksidan yang melindungi sel-sel tubuh

dari proses penuaan. Selain itu, zat antioksidan ini juga mencegah adanya radikal

bebas yang merusak sel atau program genetik.

2.3.4 Kategori sayuran

Berdasarkan bagian yang dapat dimakan, sayuran dikelompokkan menjadi

enam jenis, yaitu (Maryati, 2000) :

1. Sayuran yang digunakan bunganya, seperti : bunga kol, tebu telor, sedap malam,

bunga turi.

2. Sayuran yang digunakan daunnya, seperti : daun mangkokan, genjer, bawang,

daun seledri.

3. Sayuran yang digunakan daun dan tangkainya, seperti : bayam, kemangi,

kangkung, selada air.

4. Sayuran yang dimakan umbi, seperti : wortel, biet, lobak, bawang merah, bawang

putih, radjis dan bawang besar.


Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
19

5. Sayuran yang dimakan buahnya, seperti : ketimun, labu siam, oyong, paria, tomat,

kacang panjang, buncis.

6. Sayuran yang dimakan rebungnya, seperti : rebung bambu.

Berdasarkan warnanya, sayuran dapat dibedakan atas (Novary, 1997) :

1. Hijau tua, seperti bayam, kangkung, katuk dan kelor.

2. Hijau muda, seperti seledri dan selada

3. Hampir tidak berwarna, seperti kubis (kol) dan sawi putih.

Berdasarkan kandungan gizi utamanya, sayuran dapat dikelompokkan sebagai

berikut (Rubatzky, 1998) :

1. Sumber karbohidrat, seperti kentang, ubi jalar, biji kacang kering, ubi kayu, ubi

talas, pisang plantain.

2. Sumber lemak, seperti biji matang beberapa kacang-kacangan dan cucurbit (labu-

labuan)

3. Sumber protein, seperti kapri, kacang-kacangan, jagung manis, daun kubis-

kubisan

4. Sumber vitamin A, seperti wortel, ubi jalar (berdaging kuning atau jingga), labu

botol, cabai merah, kapri, sayuran daun hijau, kacang hijau

5. Sumber vitamin C, seperti kubis-kubisan, tomat, cabai merah, melon, biji kacang

muda, tauge, kentang, berbagai sayuran daun.

6. Sumber mineral, seperti kubis-kubisan dan sebagian besar sayuran daun lainnya.

2.3.5 Penanganan dan Pengolahan Sayuran

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
20

Sayuran merupakan bahan yang mudah rusak (perishable). Oleh karena itu,

penanganan sayuran sejak pemanenan, pemasaran, hingga akan pemasaran harus

dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kerusakan tekstur sayuran. Jika tekstur

sayuran rusak, maka akan mudah terjadi pencemaran baik mikroorganisme maupun

bahan pencemar kimia seperti residu pestisida, logam berat, dan lain-lain. Untuk

mengurangi ataupun menghindari pencemaran pada sayuran, maka perlu dilakukan

pengolahan sayuran yang meliputi pencucian dan pemasakan secara benar dan

higienis (Karnisa, 2000).

1. Pencucian

Setelah penyiangan, sayuran segera dicuci bersih. Tujuannya untuk

membuang kotoran dan mengurangi residu pestisida atau bahan berbahaya lainnya

yang menempel pada sayuran. Saat mencuci hendaknya menggunakan wadah yang

berlubang-lubang agar sayuran tidak terendam air. Perendaman sayuran dapat

memperbesar kehilangan zat gizi karena terlarut dalam air.

Untuk mencuci sayuran sebaiknya air mengalir yang berdaya semprot tinggi

sehingga dapat menjamin kebersihan sayuran yang dicuci (Mukono, 2000).

2. Pemasakan

Sebagian sayuran dapat disajikan dalam keadaan mentah seperti tauge, selada,

asparagus dan lain-lain. Namun, sebagian besar sayuran harus disajikan dalam

keadaan matang. Untuk menjadi matang, perlu dilakukan proses pemasakan.

Tujuan proses pemasakan adalah (Anonimus, 2003) :

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
21

a) Menguraikan pektin yang terkandung pada dinding agar teksturnya menjadi

lunak

b) Membunuh kuman penyakit

c) Membuat tidak aktif senyawa alami beracun

d) Menguraikan residu pestisida agar tidak berbahaya bagi tubuh

e) Mengubah senyawa kompleks menjadi lebih sederhana sehingga mudah

dicerna dan diserap oleh tubuh.

Pada proses pemasakan, vitamin dan mineral dalam sayuran bisa menjadi

berkurang, bahkan rusak dengan panas yang terlalu tinggi dan terlalu lama. Selain itu,

makanan yang hangus akibat panas tinggi akan membentuk zat karsinogenik yang

merangsang timbulnya kanker. Oleh karena itu, suhu pemasakan harus diperhatikan

benar, jangan sampai sayuran dimasak dengan panas yang terlalu tinggi dan terlalu

lama (Novary, 1997).

Untuk mendapatkan hasil yang baik, dalam proses pemasakan sayuran dapat

digunakan beberapa kiat berikut :

1. Air yang digunakan untuk merebus diusahakan sesedikit mungkin. Untuk

sayuran yang berkuah, digunakan perbandingan antara sayuran dan air 1 : 3.

2. Sebelum memasak sayuran daun hijau, sebelum dipotong atau dipetik, dicuci

lebih dulu.

3. Sayuran dimasukkan setelah air perebus mendidih.

4. Angkat segera begitu sayuran masak, berwarna cerah, lunak dengan waktu

sekitar 10 menit bergantung pada jenis sayuran.


Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
22

5. Tidak dianjurkan memakai bikarbonat atau soda untuk memasak sayuran.

6. Untuk tiap jenis sayuran, lama pemasakan tidak dapat ditentukan dengan pasti

karena tergantung pada umur, ukuran dan bentuk pemotongan sayuran.

Namun, perlu diingat bahwa pemasakan sayuran jangan terlalu matang, jika

memungkinkan memasak pada suhu antara 60-82 derajat Celcius (Simbar,

2008).

2.3.6 Pemberantasan Hama dan Penyakit Sayuran


Hama penyakit pada tanaman sayur adalah sebuah faktor pembatas produksi.

Tanaman yang diserang hama penyakit kuantitas dan kualitas produksinya buruk.

Bahkan dapat menyebabkan kematian tanaman. Dibandingkan dengan tanaman

berkayu keras, berbatang/maupun besar, tanaman sayuran tergolong rentan terhadap

hama penyakit. Musuhnya banyak sekali sehingga ini dapat merugikan petani

(Nazaruddin, 2000).

Yang dimaksud dengan hama adalah semua binatang yang mengganggu dan

merugikan tanaman yang diusahakan manusia. Apabila asalnya bukan dari binatang,

gangguan itu akan disebut penyakit, misalnya gangguan dari virus, bakteri,

cendawan, tumbuh-tumbuhan yang bertingkat rendah atau yang sedikit lebih tinggi,

kekurangan unsur-unsur makanan dan lain-lainnya (Endah, 2002).

Dalam pemberantasan hama dan penyakit pada tanaman tersebut, menyemprot

tanaman dengan bahan-bahan kimia seperti pestisida, herbisida, fungisida dan asam

salisilat sudah dianggap sebagai keharusan untuk dilakukan. Ini dikarenakan petani

suka mencoba hal-hal yang singkat dan cepat dalam mengatasi hama dan penyakit
Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
23

tanaman seperti menggunakan bahan-bahan kimia tersebut diatas tanpa

memperhatikan layak atau tidaknya bahan-bahan tersebut digunakan kedalam

makanan serta apa pengaruhnya terhadap kesehatan. Ini jelas dapat merugikan

konsumen (Isnaini, 2006).

Selain untuk mengatasi masalah hama, bahan-bahan kimia tersebut juga

bermanfaat untuk mengawetkan makanan. Tanaman akan terlihat segar dalam jangka

waktu yang lama dan tetap awet.

Bahan-bahan kimia tersebut dijadikan sarana untuk mencegah hama dan

penyakit tanaman padahal seharusnya penggunaannya adalah cara terakhir dalam

mengendalikan hama dan pemyakit tanaman. Hal ini disebabkan karena bahan-bahan

kimia tersebut adalah bahan kimia yang terlarang masuk kedalam tubuh karena dapat

mengakibatkan gangguan pada kesehatan (Isnaini, 2006).

2.4 Bahan Tambahan Makanan


2.4.1 Pengertian Bahan Tambahan Makanan

Bahan tambahan makanan adalah bahan apapun yang biasanya tidak dimakan

sendiri sebagai suatu makanan dan biasanya tidak digunakan sebagai bahan-bahan

khas untuk makanan, baik mempunyai nilai gizi atau tidak, yang bila ditambahkan

dengan sengaja pada makanan untuk tujuan teknologi dalam pembuatan, pengolahan,

penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, pengangkutan atau penanganan

makanan akan mengakibatkan, atau dapat diharapkan berakibat (secara langsung atau

tak langsung) makanan itu atau hasil sampingannya menjadi bagian komponen

makanan itu atau mempengaruhi ciri-ciri makanan itu (Nugroho, 1995).


Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
24

2.4.2 Tujuan penggunaan Bahan Tambahan Makanan

Adapun tujuan penggunaan bahan tambahan makanan dalam makanan adalah

dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan,

membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi

bahan makanan (Cahyadi, 2006).

Bahan tambahan makanan tidak boleh digunakan untuk (Anonimous, 2005) :

1. Penipuan bagi konsumen

2. Menyembunyikan kesalahan dalam teknik penanganan dan pengolahan

3. Menurunkan nilai gizi makanan

4. Tujuan penambahan yang lebih praktis

2.4.3 Penggolongan Bahan Tambahan Makanan


Pada umumnya bahan tambahan makanan dapat dibagi menjadi dua golongan

besar, yaitu sebagai berikut (Cahyadi, 2006) :

1. Bahan tambahan makanan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan,

dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat

mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh

pengawet, pewarna dan pengeras.

2. Bahan tambahan makanan yang tidak sengaja ditambahkan yaitu bahan yang

tidak mempunyai fungsi dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat

perlakuan selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan. Bahan ini dapat

pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan

untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus
Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
25

terbawa kedalam makanan yang akan dikomsumsi. Contoh bahan tambahan

makanan dalam golongan ini adalah residu pestisida, antibiotik dan hidrokarbon

aromatik polisiklis.

2.4.4 Bahan Tambahan Makanan yang diizinkan


Berdasarkan Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/88 menyatakan bahwa

bahan tambahan makanan yang diizinkan digunakan dalam makanan adalah sebagai

berikut(Cahyadi, 2006) :

1. Antioksidan

2. Antikempal

3. Pengatur keasaman

4. Pemanis buatan

5. Pemutih dan pematang telur

6. Pengemulsi, pemantap dan pengental

7. Pengawet

8. Pengeras

9. Pewarna

10. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa

11. Sekuestran

2.4.5 Bahan Tambahan Makanan yang tidak diizinkan


Sedangkan beberapa Bahan Tambahan Pangan yang dilarang digunakan

dalam makanan adalah sebagai berikut (Cahyadi, 2006) :

1. Natrium tetrabonat (boraks)


Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
26

2. Formalin

3. Minyak nabati yang dibrominasi

4. Kloramfenikol

5. Kalium klorat

6. Dietilpirokarbonat

7. Nitrofurazon

8. P-Phenetilkarbamida

9. Asam salisilat dan garamnya

Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI

No.1168/Menkes/Per/X/1999, selain bahan tambahan diatas masih ada tambahan

kimia yang dilarang seperti rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna

kuning), dulsin (pemanis sintetis), dan kalsium bromat (pengeras).

2.5 Asam Salisilat

2.4.1 Defenisi Asam Salisilat


Awalnya asam salisilat yang ada pada pohon Willow biasa dimanfaatkan

orang yunani kuno dan orang Indian yang merupakan penduduk asli Amerika untuk

mengobati demam dan rasa sakit. Asam salisilat terasa pahit dan dapat menimbulkan

iritasi pada bagian perut (lambung).

Ahli kimia Jerman Felix Hoffman mensintesa turunan asam salisilat pada

tahun 1893 untuk mengobati penyakit rematik ayahnya. Obat itu kemudian

diproduksi perusahaan farmasi Jerman, Bayer (Kusuma, 2003).

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
27

Asam salisilat merupakan obat untuk analgesik-antipiretik dan anti-inflamasi.

Analgesik adalah obat untuk menghilangkan rasa nyeri dengan cara meningkatkan

nilai ambang nyeri di sistem saraf pusat tanpa menekan kesadaran, sedangkan

antipiretik adalah obat yang menekan suhu tubuh pada keadaan demam. Karena

kedua efek ini didapatkan dalam satu obat, istilah analgesik-antipiretik dipakai

sebagai satu kesatuan. Sedangkan anti-inflamasi adalah mengatasi inflamasi

(pembengkakan). Dan obat alam yang tertua sebagai analgesik-antipiretik dan anti-

inflamasi ini dikembangkan dari asam salisilat menjadi garam-garamnya seperti

natrium salisilat, aspirin, salisimid, metisalisilat, dan saligenin. Yang dipakai sebagai

analgesik-antipiretik hanya natrium salisilat, salisilamid, dan yang terbanyak

digunakan adalah aspirin (Ganiswara, 1995).

Asam salisilat memiliki rumus kimia C7H6O3. Berbentuk hablur putih,

biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk hablur putih, rasa agak manis, tajam dan

stabil di udara. Bentuk sintetis warna putih dan tidak berbau. Jika dibuat dari metil

salisilat alami dapat berwarna kekuningan atau merah jambu dan berbau lemah mirip

mentol. Sifat asam salisilat yaitu sukar larut dalam air dan dalam benzena, mudah

larut dalam etanol dan dalam eter, larut dalam air mendidih dimana titik didih asam

salisilat adalah 280 0C dengan densitas 250C pada 1,84 kg/L (Depkes RI, 1995).

2.5.2 Kegunaan Asam Salisilat


1. Secara analgesik

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
28

Sebagai analgesik efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang

misalnya sakit kepala, mialgia, artralgia, dan nyeri lain yang berasal dari

integument, juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi.

2. Secara antipiretik

Sebagai antipiretik efektif menurunkan suhu badan saat demam.

3. Secara anti-inflamasi

Secara anti-inflamasi efektif meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang

berkaitan dengan penyakitnya secara simptomatik, tidak menghentikan,

memperbaiki atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan musculoskeletel

(Ganiswara, 1996).

Cara kerja asam salisilat adalah dengan menghambat sintesa neurotransmitter

tertentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri dan demam. Dengan blokade sintesa

neurotransmitter tersebut maka otak tidak lagi mendapatkan sinyal nyeri, sehingga

rasa nyerinya berangsur-angsur menghilang.

Asam salisilat yang masuk kedalam tubuh diserap dengan baik dari traktus

digestivus dengan distribusi tersebar diseluruh tubuh. Ekskresi terutama melalui urin

dan ekskresi berlangsung dengan lebih cepat dan lebih baik dalam keadaan basa atau

alkalis (Anwar, 1973).

Asam salisilat merupakan bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan

kedalam makanan. Asam salisilat digunakan sebagai bahan tambahan makanan

dengan tujuan sebagai aroma penguat rasa. Sedangkan untuk sayuran, asam salisilat

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
29

disemprotkan dengan tujuan untuk memperpanjang daya keawetan dan mencegah

hama dan penyakit tanaman.

2.5.3 Dampak Asam Salisilat terhadap Kesehatan


Obat alam yang tertua sebagai analgesik-antipiretik ini dikembangkan dari

asam salisilat menjadi garam-garamnya, seperti natrium salisilat, aspirin, salisilamid,

metisalisilat, dan saligenin, yang dipakai sebagai analgesik-antipiretik hanya natrium

salisilat, salisilamid dan yang terbanyak digunakan adalah aspirin. Asam salisilat

menjadi dasar dari banyak produk farmasi lainnya termasuk asam asetilsalisilat, yang

dikenal dengan nama aspirin pada saat sekarang ini. Salisilat juga berkhasiat anti-

inflamasi, anti-alergi dan meningkatkan ekskresi asam urat. Dosis asam salisilat

sebagai obat adalah < 0,6 gram dosis oral per 4 jam, dan pada dosis 3,2-4 gram setiap

hari masih dapat ditoleransi oleh orang dewasa, sedangkan pada anak-anak dosis

yang digunakan adalah 50-75 miligram/Kg/hari (Djamhuri, 1995).

Aspirin (turunan asam salisilat) bersifat analgesik yang efektif sebagai

penghilang rasa sakit. Selain itu, aspirin juga merupakan zat anti-inflammatory, untuk

mengurangi sakit pada cedera ringan seperti bengkak dan luka yang memerah.

Penggunaan aspirin secara berulang-ulang dapat mengakibatkan pendarahan pada

lambung dan pada dosis yang cukup besar dapat mengakibatkan reaksi seperti mual

atau kembung, diare, pusing dan bahkan berhalusinasi. Dosis rata-rata adalah 0.3-1

gram, dosis yang mencapai 10-30 gram dapat mengakibatkan kematian (Wikipedia,

2005)..

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
30

Asam salisilat merupakan bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan

pada makanan. Asam salisilat dapat menyebabkan iritasi yang kuat apabila terhirup

atau tertelan dan apabila ditambah air, asam salisilat tetap memberikan gangguan

kesehatan pada tubuh. Ini disebabkan karena sifat kelarutan asam salisilat yang sukar

larut dalam air (Syah, 2005).

Dampak asam salisilat terhadap kesehatan yaitu (Djamhuri, 1995) :

1. Gejala pertama keracunan asam salisilat adalah muntah, mual dan tinitus (hingga

kadang-kadang tuli) disusul diare, pusing hingga konvulsi.

2. Alergi terhadap asam salisilat memberi gejala edema di muka, mulut dan mata.

3. Pada pemberian per oral, asam salisilat dapat menimbulkan gangguan epigrastik,

pusing, berkeringat, mual dan muntah karena asam salisilat mempunyai daya

korosif dan merusak jaringan yang berkontak misalnya kulit, mulut, lambung dan

daya korosif itu tergantung pada konsentrasi pemakaian secara kronis dan dalam

jumlah yang besar dapat menimbulkan perdarahan lambung.

4. Bila kandungan asam salisilat melebihi dan berlebihan masuk kedalam tubuh,

maka gangguan kesehatan dapat terjadi, misalnya terjadi pengerasan dinding

pembuluh darah dan kanker saluran pencernaan.

5. Pada keracunan yang hebat, bisa terjadi acidosis dan ini merangsang regulatory

center di hipotalamus sehingga terjadi hyperpnoe, menyebabkan alkalosis.

Akhirnya orang sakit akan mati oleh karena paralisa pernapasan (Anwar, 1973)

6. Dampak asam salisilat secara kronik dapat mengiritasi jantung dengan cara

menghambat pembentukan prostaglandin E1 dan E2 yaitu suatu senyawa yang


Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
31

dapat meningkatkan vasodilatasi mukosa lambung sehingga terjadi peningkatan

sekresi asam lambung dan vasokonstriksi mukosa lambung, yang menyebabkan

nekrosis iskemik dan kerusakan mukosa lambung (siswandono, 1995).

2.6 Kerangka konsep

Kadar asam
Sayuran: Kadar asam salisilat sesudah
-Bayam salisilat sayuran dimasak
sebelum pada suhu:
-Daun singkong
sayuran -600C
-Kangkung
dimasak -700C
-800C

Pemeriksaan
Laboratorium

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
31

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian


Jenis penelitian adalah survai yang bersifat deskriptif yaitu untuk melihat

perbandingan kandungan asam salisilat pada sayuran sebelum dan sesudah dimasak

dengan menggunakan pemeriksaan laboratorium secara kualitatif dan kuantitatif.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1 Lokasi penelitian
Lokasi pengambilan sampel dilakukan di pasar swalayan di kota Medan yaitu

di Carrefour pasar swalayan.

Alasan pemilihan pasar swalayan tersebut diatas sebagai lokasi penelitian adalah :

1. Pasar swalayan tersebut diatas berada di pusat kota sehingga mudah untuk

dijangkau oleh masyarakat kota Medan

2. Pasar swalayan tersebut sangat banyak dikunjungi oleh masyarakat kota Medan.

3. Pasar swalayan tersebut banyak menjual jenis sayur-sayuran sehingga sesuai

untuk tempat penelitian.

4. Di Pasar swalayan tersebut sudah pernah dilakukan penelitian pada sayuran dan

hasilnya menunjukkan adanya kadar asam salisilat pada sayuran.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan mulai bulan januari sampai April 2009.

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
32

3.3 Objek Penelitian dan Sampel 31

Objek penelitian adalah sayuran yang dijual di pasar swalayan di Kota Medan.

Dari pasar swalayan tersebut diambil sejumlah sayur sebagai bahan yang langsung

diperiksa di Laboratorium kesehatan Medan.

Sampel dalam penelitian ini adalah sayuran yang dijual di pasar swalayan

tersebut diambil sebanyak 3 sampel sayuran antara lain :

1. Bayam

2. Daun singkong

3. Kangkung

Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap asam

salisilat sebelum sayuran dimasak dan sesudah sayuran dimasak pada suhu 600C,

700C dan 800C.

Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari literatur-literatur yang menjadi bahan masukan


bagi penulisan dan studi kepustakaan.

3.5 Teknik Analisa Data

3.5.1 Alat-alat

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
33

a) Beaker glass 250 ml

b) Erlenmeyer

c) Buret

d) Timbangan

e) Waterbath

f) Termometer

3.5.2 Bahan

a) Sayuran

b) Etanol

c) FeCl3 1%

d) NaOH

e) Fenolftalein

3.5.3 Cara Kerja Pemeriksaan Asam Salisilat Sebelum Sayuran Dimasak

Pemeriksaan Kualitatif

1. Sayuran terlebih dahulu dicuci bersih dengan menggunakan air yang mengalir.

2. Sampel (sayuran) diiris-iris kemudian ditimbang sebanyak 25 gram

3. Sampel ditambah etanol dimasukkan kedalam Erlenmeyer lalu dikocok

kemudian disaring (Analisis asam salisilat dalam sayuran memerlukan

penyaringan sampel yang telah diiris-iris terlebih dahulu. Penyaringan

dilakukan untuk memisahkan asam salisilat dari komponen yang terdapat dalam

sayuran. Asam salisilat disaring dengan menggunakan larutan etanol. Hal ini

dilakukan berdasarkan sifat asam salisilat yang larut dalam etanol).

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
34

4. Filtratnya di test

5. Menggunakan test Jorrisson dengan proses pemeriksaan filtrat ditambah larutan

FeCl3 1% akan menghasilkan warna ungu jika mengandung asam salisilat.

Pemeriksaan Kuantiatif

1. Timbang 25 gram sayuran yang telah diiris-iris kemudian masukkan kedalam

Erlenmeyer.

2. Tambahkan 50 ml etanol yang sudah dinetralkan dengan NaOH 0,1 N (agar

etanol suasananya netral)

3. Kocok-kocok selama 15 menit, ambil larutan etanolnya masukkan kedalam

Erlenmeyer.

4. Titrasi dengan NaOH 0,1 N memakai indikator fenolftalein sampai terbentuk

warna merah jambu.

5. 1 ml natrium hidroksida 0,1 N setara dengan 13,81 mg atau 0,01381 gram asam

salisilat.

Cara menghitung kadar asam salisilat dengan menggunakan rumus :

Kadar asam Salisilat = V x N x 0,01381 gr x 100%


B
Keterangan : V = Volume titrasi sampel

N = Normalitas pentiter yang dipakai

B = Berat sampel

3.5.4 Cara Kerja Pemeriksaan Asam Salisilat Sesudah Sayuran Dimasak

1. Sayuran terlebih dahulu dicuci bersih dengan menggunakan air yang mengalir.

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
35

2. Timbang 25 gram setiap sayuran yang telah diiris-iris pada masing-masing beaker

glass

3. Nyalakan waterbath dan atur suhu untuk setiap perlakuan dan ukur suhu dengan

thermometer untuk mendapat suhu 600, 700, dan 800C.

4. Sayur yang dimasak pada setiap beaker glass dimasak dengan cara dicelupkan

kedalam waterbath selama 10 menit.

5. Pisahkan antara air rebusan dengan sayuran yang telah dimasak dengan cara

disaring.

6. Pada sampel sayuran, tambahkan 50 ml etanol yang sudah dinetralkan dengan

NaOH 0,1 N (agar etanol suasananya netral), kemudian kocok-kocok selama 15

menit, ambil larutan etanolnya masukkan kedalam Erlenmeyer.

7. Pada sampel sayuran dan air rebusan, titrasi dengan NaOH 0,1 N memakai

indikator fenolftalein sampai terbentuk warna merah jambu.

8. 1 ml natrium hidroksida 0,1 N setara dengan 13,81 mg atau 0,01381 gram asam

salisilat.

Cara menghitung kadar asam salisilat dengan menggunakan rumus :

Kadar asam Salisilat = V x N x 0,01381 gr x 100%


B
Keterangan : V = Volume titrasi sampel (ml)

N = Normalitas pentiter yang dipakai

B = Berat sampel (mg)

3.6 Pengolahan dan Analisa Data

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
36

Sesuai dengan Jenis penelitian, maka analisa terhadap data yang terkumpul

disajikan dalam bentuk tabel, narasi, serta pembahasan dilakukan secara deskriptif

untuk diambil kesimpulan apakah ada penurunan residu asam salisilat sebelum dan

sesudah dimasak.

3.7 Definisi Operasional

1. Sayuran adalah tumbuhan yang dapat dimakan sebagai pelengkap makanan yang

telah diketahui mengandung asam salisilat, terdiri dari bayam, daun singkong, dan

kangkung.

2. Asam salisilat adalah salah satu bahan kimia yang digunakan untuk mengatasi

hama dan penyakit tanaman serta sebagai bahan pengawet yang dilarang pada

sayuran.

3. Uji secara kuantiatif asam salisilat sebelum dimasak yaitu pemeriksaan

laboratorium untuk melihat seberapa banyak residu asam salisilat yang

terkandung dalam sayuran atau sampel sebelum dimasak.

4. Uji secara kuantitatif asam salisilat sesudah dimasak yaitu pemeriksaan

laboratorium untuk mengetahui seberapa banyak asam salisilat pada sayuran atau

sampel yang diperiksa setelah dicuci lalu dimasak dengan cara merebus sayuran

pada suhu 600, 700 dan 800 C.

5. Pemeriksaan laboratorium adalah pemeriksaan asam salisilat pada sayuran yang

dilakukan di ruangan khusus dengan alat dan cara kerja di laboratorium kesehatan

Medan.

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
37

BAB IV
HASIL PENELITIAN

Pemeriksaan kandungan asam salisilat pada sayuran dimulai dari pengambilan

sampel dari Carrefour Pasar Swalayan di Kota Medan yang kemudian dibawa ke

laboratorium bagian Toksikologi Balai Laboratorium Kesehatan Medan. Jumlah

sampel yang diperiksa adalah sebanyak 3 sampel sayuran yang terdiri dari sayur

bayam, daun singkong dan kangkung. Setelah dilakukan penelitian diperoleh data

tentang kadar asam salisilat pada sayuran sebelum dan sesudah dimasak dengan air

serta kadar asam salisilat pada air rebusan.

4.1 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Asam Salisilat Pada Sayuran Sebelum


Dimasak

Pemeriksaan kuantitatif pada sayuran dilakukan setelah sebelumnya dilakukan

pemeriksaan secara kualitatif dengan melihat adanya perubahan warna menjadi warna

ungu. Dari 3 sampel sayuran yang diperiksa dapat diketahui bahwa terbentuk warna

ungu pada ketiga sampel, hal ini menunjukkan bahwa sampel sayuran mengandung

asam salisilat. Sampel sayuran kemudian diperiksa dengan metode titrasi, yang mana

pada akhir titrasi akan terjadi perubahan warna menjadi merah jambu (pink). Hasil

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
38

pemeriksaan kadar asam salisilat pada sayuran sebelum dimasak dapat dilihat pada

tabel dibawah ini.

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Asam Salisilat Pada Sayuran Sebelum
Dimasak
No. Sampel Kadar asam salisilat (mg/Kg)
1. Bayam 44,7
2. Daun singkong 74,6
3. Kangkung 47
Pada tabel 4.1 dapat diketahui bahwa kadar asam salisilat pada sayur bayam

adalah 44,7 mg/Kg, pada sayur daun singkong sebanyak 74,6 mg/Kg, dan pada sayur

kangkung sebanyak 47 mg/Kg. 37

4.2 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Asam Salisilat Pada Sayuran Sesudah


Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C

Hasil pemeriksaan kadar asam salisilat pada sampel sayuran sesudah dimasak

pada suhu yang berbeda dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan kuantitatif Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran
Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C.

No. Sampel Kadar Asam Salisilat Pada Beberapa Suhu


(mg/Kg)
600C 700C 800C
1. Bayam 19,8 18,2 16
2. Daun singkong 34,8 30,4 27,1
3. Kangkung 21,1 19,3 16,6

Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa ada penurunan kadar asam

salisilat pada setiap sampel yang dimasak pada suhu yang berbeda. Pada sampel sayur

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
39

bayam dapat diketahui bahwa kadar asam salisilat yang terbanyak pada suhu 600C

yakni sebanyak 19,8 mg/Kg dan kadar terendah pada suhu 800C yakni 16 mg/Kg.

Pada sayur daun singkong kadar asam salisilat terbanyak pada suhu 600C yakni 34,8

mg/Kg dan kadar terendah pada suhu 800C yakni 27,1 mg/Kg. Serta pada sayur

kangkung kadar asam salisilat terbanyak pada suhu 600C yakni 21,1 mg/Kg dan kadar

terendah pada suhu 800C yakni 16,6 mg/Kg.

4.3 Hasil Pemeriksan kuantitatif Asam Salisilat Pada Air Rebusan Sayuran
Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C

Hasil pemeriksaan kadar asam salisilat pada air rebusan sayuran sesudah

dimasak pada suhu 600C, 700C, dan 800C dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.3 Hasil Pemeriksan kuantitatif Asam Salisilat Pada Air Rebusan
Sayuran Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C

No. Sampel Kadar Asam Salisilat Pada Beberapa Suhu


(mg/Kg)
600C 700C 800C
1. Bayam 24,9 26,5 27,1
2. Daun singkong 39,2 43,1 45,8
3. Kangkung 24,9 26,5 28,2

Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa kadar asam salisilat pada air

rebusan sayuran mengalami kenaikan pada suhu pemasakan yang lebih tinggi. Pada

air rebusan sayur bayam, dari suhu 600C sampai 800C kadarnya semakin tinggi yaitu

sebesar 24,9 mg/Kg sampai 27,1 mg/Kg. Pada air rebusan sayur daun singkong, dari

suhu 600C sampai 800C kadarnya semakin tinggi yaitu sebesar 39,2 mg/Kg sampai
Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
40

45,8 mg/Kg. Pada air rebusan sayur kangkung, dari suhu 600C sampai 800C kadarnya

semakin tinggi yaitu sebesar 24,9 mg/Kg sampai 28,2 mg/Kg

4.4 Jumlah Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran dan Air Rebusan Sesudah
Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C

Jumlah Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran dan Air Rebusan dapat dilihat

pada tabel dibawah ini :

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
41

Tabel 4.4 Jumlah Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran dan Air Rebusan Sesudah
Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C

No. Sampel Kadar Asam Salisilat Kadar Asam Salisilat Jumlah (mg/Kg)
Pada Sayuran Pada Air Rebusan
(mg/Kg) (mg/Kg)
600C 700C 800C 600C 700C 800C 600C 700C 800C
1. Bayam 19,8 18,2 16 24,9 26,5 27,1 44,7 44,7 43,1
2. Daun 34,8 30,4 27,1 39,2 43,1 45,8 74 73,5 72,9
singkong
3. kangkung 21,1 19,3 16,6 24,9 26,5 28,2 46 45,8 44,8
Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa jumlah asam salisilat tertinggi

terdapat pada suhu 600C pada setiap sampel. Pada sayur bayam terdapat kadar asam

salisilat sebanyak 44,7 mg/Kg, pada daun singkong sebanyak 74 mg/Kg dan pada sayur

kangkung sebanyak 46 mg/Kg. Sedangkan jumlah asam salisilat terendah terdapat pada

suhu 800C pada setiap sampel. Pada sayur bayam terdapat kadar asam salisilat sebanyak

43,1 mg/Kg, pada daun singkong sebanyak 72,9 mg/Kg dan pada sayur kangkung

sebanyak 44,8 mg/Kg.

4.5 Persentase Penurunan Kadar Asam Salisilat Sebelum Sayuran Dimasak Dan
Sesudah Sayuran Dimasak Dengan Air Rebusan Pada Suhu 600C, 700C, dan
800C

Setelah dilakukan pemeriksaan dan pengukuran, diketahui ternyata terjadi

penurunan kadar asam salisilat pada sampel sayuran sesudah dimasak dengan air rebusan

pada suhu 600C, 700C, dan 800C. Untuk melihat besarnya penurunan kadar asam salisilat

pada sampel sayuran sebelum dan sesudah dimasak dengan air rebusan dapat dilihat pada

tabel 4.5 dibawah ini :

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual
Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
42

Tabel 4.5 Persentase Penurunan Kadar Asam Salisilat Sebelum Sayuran Dimasak
Dan Sesudah Sayuran Dimasak Dengan Air Rebusan Pada Suhu 600C,
700C, dan 800C

No. Sampel Sebelum Sesudah sayuran Persentase


dimasak dimasak dengan air Penurunan (%)
(mg/Kg) rebusan (mg/Kg)
600C 700C 800C 600C 700C 800C
1. Bayam 44,7 44,7 44,7 43,1 0 0 3,6
2. Daun singkong 74,6 74 73,5 72,9 0,8 1,5 2,3
3. Kangkung 47 46 45,8 44,8 2,1 2,6 4,7

Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat diketahui bahwa persentase penurunan kadar

asam salisilat sesudah sayuran dimasak dengan air rebusannya tertinggi pada suhu 800C,

sedangkan persentase penurunan terendah terdapat pada suhu 600C. Pada sampel sayur

bayam dan air rebusannya persentase penurunan tertinggi pada suhu 800C, yakni 3,6%

dan penurunan terendah pada suhu 600C sebanyak 0%. Pada sampel sayur daun singkong

dan air rebusannya persentase penurunan tertinggi pada suhu 800C, yakni 2,3% dan

penurunan terendah pada suhu 600C sebanyak 0,8%. Pada sampel sayur kangkung dan

air rebusannya persentase penurunan tertinggi pada suhu 800C, yakni 4,7% dan

penurunan terendah pada suhu 600C sebanyak 2,1%.

4.6 Persentase Penurunan Kadar Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran Sebelum
Dan Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C

Setelah dilakukan pemeriksaan dan pengukuran, diketahui ternyata terjadi

penurunan kadar asam salisilat pada sampel sayuran sesudah dimasak dengan suhu 600C,

700C, dan 800C. Untuk melihat besarnya penurunan kadar asam salisilat pada sampel

sayuran sebelum dan sesudah dimasak dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini :
Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual
Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
43

Tabel 4.6 Persentase Penurunan Kadar Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran
Sebelum Dan Sesudah Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C

No. Sampel Sebelum Sesudah Dimasak Persentase


Dimasak (mg/Kg) Penurunan (%)
(mg/Kg) 60 C 70 C 80 C 600C 700C 800C
0 0 0

1. Bayam 44,7 19,8 18,2 16 55,7 59,3 64,2


2. Daun singkong 74,6 34,8 30,4 27,1 53,4 59,2 63,7
3. Kangkung 47 21,1 19,3 16,6 55,1 58,9 64,7

Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat diketahui bahwa persentase penurunan kadar

asam salisilat pada sampel sayuran sesudah dimasak tertinggi pada suhu 800C, sedangkan

persentase penurunan terendah terdapat pada suhu 600C. Pada sampel sayur bayam

persentase penurunan tertinggi pada suhu 800C, yakni 64,2% dan penurunan terendah

pada suhu 600C sebanyak 55,7%. Pada sampel sayur daun singkong persentase

penurunan tertinggi pada suhu 800C, yakni 63,7% dan penurunan terendah pada suhu

600C sebanyak 53,4%. Pada sampel sayur kangkung persentase penurunan tertinggi pada

suhu 800C, yakni 64,7% dan penurunan terendah pada suhu 600C sebanyak 55,1%.

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang Dijual
Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
44

BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Pemeriksaan Kuantitatif Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran Sebelum


Dan Sesudah Sayuran Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C

Setelah dilakukan pemeriksaan secara kuantitatif pada sampel sayuran

sebelum dan sesudah dimasak dengan suhu yang berbeda yakni dengan suhu 600C,

700C, dan 800C diperoleh hasil bahwa terjadi penurunan kadar asam salisilat pada

setiap sampel sayuran tersebut.

Kadar asam salisilat sampel sayur bayam sebelum dimasak sebesar 44,7

mg/Kg dan sesudah dimasak dengan suhu antara 600C sampai 800C mengalami

penurunan kadar asam salisilat yaitu berkisar antara 19,8-16 mg/Kg. Artinya didalam

1 kilogram sampel sayuran bayam terdapat sebanyak 19,8-16 mg asam salisilat. Pada

sampel daun singkong, kadar asam salisilat sebelum dimasak sebesar 74,6 mg/Kg

dan sesudah dimasak dengan suhu antara 600C sampai 800C mengalami penurunan

kadar asam salisilat yaitu berkisar antara 34,8-27,1 mg/Kg. Artinya didalam 1

kilogram sampel sayuran daun singkong terdapat sebanyak 34,8-27,1 mg asam

salisilat. Serta pada sayur kangkung, kadar asam salisilat sebelum dimasak sebesar 47

mg/Kg dan sesudah dimasak dengan suhu antara 600C sampai 800C mengalami

penurunan kadar asam salisilat yaitu berkisar antara 21,1-16,6 mg/Kg. Artinya

didalam 1 kilogram sampel sayuran kangkung terdapat sebanyak 21,1-16,6 mg asam

salisilat.

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
45

Dari hal ini dapat diketahui bahwa kadar asam salisilat pada sampel sayuran

yang dimasak pada suhu 600C lebih tinggi dibandingkan dengan kadar asam salisilat

pada sampel sayuran yang dimasak pada suhu 800C.

Berdasarkan pemeriksaan kuantitatif pada sampel sayuran, asam salisilat


43
muncul dengan kadar yang berbeda-beda disebabkan karena pengaruh suhu

pemasakan yang berbeda-beda sehingga terjadi perbedaan konsentrasi asam salisilat

pada setiap suhu serta terjadi penurunan kadar asam salisilat. Hal ini menunjukkan

bahwa semakin tinggi suhu pemasakan, maka semakin rendah pula kadar asam

salisilat pada setiap sayuran yang dimasak.

Menurunnya kadar asam salisilat pada sampel sayuran setelah sayuran

dimasak pada berbagai suhu yang berbeda disebabkan oleh karena ketika melakukan

pemeriksaan kuantitatif sampel sayuran diiris tipis-tipis sehingga asam salisilat yang

sudah masuk kedalam jaringan sayuran ikut keluar bersama dengan air rebusan sayur.

Hal ini menunjukkan bahwa asam salisilat yang terdapat pada sayuran masuk

kedalam jaringan tanaman dan meninggalkan residu dalam jaringan tanaman

(Mudjajanto,2006).

Penurunan kadar asam salisilat pada sampel sayuran juga tidak terlalu banyak

berkurang jumlah asam salisilat walaupun sudah dimasak pada suhu yang berbeda-

beda, hal ini juga dikarenakan sifat asam salisilat yakni sukar larut dalam air

mendidih dimana titik didih asam salisilat adalah 2800C (Depkes RI, 1995).

5.2 Pemeriksaan Kuantitatif Asam Salisilat Pada Air Rebusan Sayuran Yang
Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
46

Berdasarkan hasil pemeriksaan secara kuantitatif, kadar asam salisilat pada air

rebusan menunjukkan angka yang bervariasi pada suhu 600C, 700C, dan 800C.

Pada air rebusan sayur bayam, dengan suhu antara 600C sampai 800C, kadar

asam salisilat semakin meningkat, yakni berkisar antara 24,9-27,1 mg/Kg. Artinya

dalam 1 liter air terdapat sebanyak 24,9-27,1 mg asam salisilat. Pada air rebusan

sayur daun singkong, dengan suhu antara 600C sampai 800C, kadar asam salisilat

semakin meningkat, yakni berkisar antara 39,2-45,8 mg/Kg. Artinya dalam 1 liter air

terdapat sebanyak 39,2-45,8 mg asam salisilat. Serta pada air rebusan sayur

kangkung, dengan suhu antara 600C sampai 80 0C, kadar asam salisilat semakin

meningkat, yakni berkisar antara 24,9-28,2 mg/Kg. Artinya dalam 1 liter air terdapat

sebanyak 24,9-28,2 mg asam salisilat. Disini dapat diketahui bahwa kadar asam

salisilat pada air rebusan pada setiap sampel sayuran dengan suhu 800C adalah yang

tertinggi bila dibandingkan dengan kadar asam salisilat pada air rebusan dengan suhu

600C dan 700C.

Munculnya kadar asam salisilat yang bervariasi pada air rebusan sayuran

disebabkan karena pengaruh suhu pemasakan sayuran tersebut yang berbeda-beda

sehingga terjadi perbedaan konsentrasi asam salisilat pada setiap suhu. Pada suhu

600C, 700C, dan 800C terjadi peningkatan kadar asam salisilat pada air rebusan

sayuran. Hal ini menunjukkan semakin tinggi suhu pemasakan sayuran, maka

semakin tinggi pula kadar asam salisilat pada air rebusan sayuran tersebut.

Peningkatan kadar asam salisilat dalam air rebusan sayuran disebabkan

karena sifat asam salisilat yang bisa larut dalam air mendidih sehingga kadar asam

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
47

salisilat yang sudah meresap dalam jaringan sayuran ikut keluar bersama air rebusan

sayuran, maka kadar asam salisilat pada air rebusan pun semakin bertambah (Depkes

RI,1995).

5.3 Jumlah Asam Salisilat Pada Sayuran Dan Air Rebusan Setelah Dimasak
Dengan Suhu 600C, 700C, dan 800C

Berdasarkan hasil penjumlahan kadar asam salisilat pada sayuran dan air

rebusannya dapat diketahui bahwa ternyata kadar asam salisilat tertinggi terdapat

pada sampel sayuran yang dimasak dengan suhu 600C dan kadar asam salisilat

terendah terdapat pada sampel sayuran yang dimasak dengan suhu 800C.

Pada sampel sayuran bayam yang dimasak dengan suhu 600C, jumlah asam

salisilat sebesar 44,7 mg/Kg. Artinya jika diasumsikan konsumen mengkonsumsi

sayuran dengan menggunakan air rebusan pada suhu 600C maka ada sekitar 44,7 mg

asam salisilat yang akan masuk kedalam tubuh konsumen tersebut, dan kadar asam

salisilat terendah terdapat pada suhu 800C dengan jumlah sebesar 43,1 mg/Kg.

Artinya jika diasumsikan konsumen mengkonsumsi sayuran dengan menggunakan air

rebusan pada suhu 800C maka ada sekitar 43,1 mg asam salisilat yang akan masuk

kedalam tubuh konsumen tersebut.

Pada sampel sayur daun singkong yang dimasak dengan suhu 600C, jumlah

asam salisilat sebesar 74 mg/Kg. Artinya jika diasumsikan konsumen mengkonsumsi

sayuran dengan menggunakan air rebusan pada suhu 600C maka ada sekitar 74 mg

asam salisilat yang akan masuk kedalam tubuh konsumen tersebut, dan kadar asam

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
48

salisilat terendah terdapat pada suhu 800C dengan jumlah sebesar 72,9 mg/Kg.

Artinya jika diasumsikan konsumen mengkonsumsi sayuran dengan menggunakan air

rebusan pada suhu 800C maka ada sekitar 72,9 mg asam salisilat yang akan masuk

kedalam tubuh konsumen tersebut.

Pada sampel sayur kangkung yang dimasak dengan suhu 600C, jumlah asam

salisilat sebesar 46 mg/Kg. Artinya jika diasumsikan konsumen mengkonsumsi

sayuran dengan menggunakan air rebusan pada suhu 600C maka ada sekitar 46 mg

asam salisilat yang akan masuk kedalam tubuh konsumen tersebut, dan kadar asam

salisilat terendah terdapat pada suhu 800C dengan jumlah sebesar 44,8 mg/Kg.

Artinya jika diasumsikan konsumen mengkonsumsi sayuran dengan menggunakan air

rebusan pada suhu 800C maka ada sekitar 44,8 mg asam salisilat yang akan masuk

kedalam tubuh konsumen tersebut.

Selain itu, dari hasil penjumlahan asam salisilat pada sayuran dan air rebusan

dapat diketahui bahwa setelah dilakukan pemasakan ternyata jumlah asam salisilat

sangat sedikit berkurang melainkan sebagian besar hanya ikut larut dalam air rebusan.

Jadi asam salisilat hampir tidak ada yang hilang atau menguap, hal ini dikarenakan

sifat asam salisilat yang sukar larut dalam air dan larut dalam air mendidih dengan

titik didih 2800C, yang tidak mungkin tercapai dengan suhu pemasakan sayuran

(Depkes RI, 1995).

Asam salisilat yang terdapat pada sayuran dan air rebusan tersebut

menunjukkan banyaknya jumlah asam salisilat yang masuk kedalam tubuh konsumen

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
49

tanpa disadari. Hal ini dapat membahayakan kesehatan konsumen dan akibat yang

ditimbulkan dapat bersifat akut dan kronik.

Bila kandungan asam salisilat melebihi dan berlebihan masuk kedalam tubuh,

maka, maka gangguan kesehatan dapat terjadi, misalnya terjadi pengerasan dinding

pembuluh darah dan kanker saluran pencernaan. Selain itu, dampak asam salisilat

secara kronik dapat mengiritasi jantung dengan cara menghambat pembentukan

prostaglandin E1 dan E2 yaitu suatu senyawa yang dapat meningkatkan vasodilatasi

mukosa lambung sehingga terjadi peningkatan sekresi asam lambung dan

vasokonstriksi mukosa lambung, yang menyebabkan nekrosis iskemik dan kerusakan

mukosa lambung (siswandono, 1995).

Asam salisilat merupakan bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan

pada makanan. Asam salisilat dapat menyebabkan iritasi yang kuat apabila terhirup

atau tertelan dan apabila ditambah air, asam salisilat tetap memberikan gangguan

kesehatan pada tubuh. Ini disebabkan karena sifat kelarutan asam salisilat yang sukar

larut dalam air (Syah, 2005).

Persentase Penurunan Kadar Asam Salisilat Sebelum Sayuran Dimasak Dan


Sesudah Sayuran Dimasak Dengan Air Rebusan Pada Suhu 600C, 700C, dan
800C.

Persentase penurunan tertinggi kadar asam salisilat pada sampel sayuran

sesudah sayuran dimasak dengan air rebusannya terdapat pada sampel sayuran yang

dimasak pada suhu 800C, sedangkan persentase penurunan terendah kadar asam

salisilat pada sayuran terdapat pada sayuran yang dimasak dengan suhu 600C.

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
50

Pada sayur bayam dan air rebusannya yang dimasak pada suhu 800C,

persentase penurunan kadar asam salisilat sebesar 3,6 %. Artinya ada sebanyak 3,6

bagian asam salisilat yang berkurang pada sampel sayur bayam, sedangkan persentase

penurunan terendah terdapat pada sampel sayuran yang dimasak pada suhu 600C

yakni sebesar 0%. Artinya tidak ada bagian asam salisilat yang berkurang pada sayur

bayam tersebut.

Pada sayur daun singkong dan air rebusannya yang dimasak pada suhu 800C,

persentase penurunan kadar asam salisilat sebesar 2,3 %. Artinya ada sebanyak 2,3

bagian asam salisilat yang berkurang pada sampel sayur daun singkong, sedangkan

persentase penurunan terendah terdapat pada sampel sayuran yang dimasak pada suhu

600C yakni sebesar 0,8%. Artinya ada sebanyak 0,8 bagian asam salisilat yang

berkurang pada sayur daun singkong tersebut.

Pada sayur kangkung dan air rebusannya yang dimasak pada suhu 800C,

persentase penurunan kadar asam salisilat sebesar 4,7 %. Artinya ada sebanyak 4,7

bagian asam salisilat yang berkurang pada sampel sayur kangkung, sedangkan

persentase penurunan terendah terdapat pada sampel sayuran yang dimasak pada suhu

600C yakni sebesar 2,1%. Artinya ada sebanyak 2,1 bagian asam salisilat yang

berkurang pada sampel sayur kangkung tersebut.

Dilihat dari penurunan jumlah asam salisilat sebelum sayuran dimasak dan

sesudah sayuran dimasak dengan air rebusan dapat diketahui bahwa penurunan kadar

asam salisilat pada setiap sampel sangat sedikit, sehingga bisa dikatakan hampir tidak

ada penurunan kadar asam salisilat jika sayuran dimasak pada suhu pemasakan

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
51

sayuran yang berkisar antara 600C-800C. Jumlah asam salisilat pada sayuran yang

dimasak dengan air rebusan sangat sedikit berkurang, hanya berpindah tempat yakni

dari sampel sayuran ikut larut dalam air rebusannya, hal ini dikarenakan sifat asam

salisilat yang sukar larut dalam air dan larut dalam air mendidih dimana titik didih

asam salisilat adalah 280 0C yang tidak mungkin tercapai dengan suhu pemasakan

sayuran (Depkes RI, 1995).

Jika asam salisilat yang terdapat pada sayuran dan air rebusannya dikomsumsi

semuanya oleh konsumen setiap hari, maka dapat diketahui banyaknya jumlah asam

salisilat yang masuk kedalam tubuh konsumen tanpa disadari. Hal ini dapat

membahayakan kesehatan konsumen dan akibat yang ditimbulkan dapat bersifat akut

dan kronik.

5.5 Persentase Penurunan Kadar Asam Salisilat Pada Sampel Sayuran


Sebelum Dan Sesudah Sayuran Dimasak Dengan Suhu 600C, 700C, dan
800C

Persentase penurunan tertinggi kadar asam salisilat pada sampel sayuran

terdapat pada sampel sayuran yang dimasak pada suhu 800C, sedangkan persentase

penurunan terendah kadar asam salisilat pada sayuran terdapat pada sayuran yang

dimasak dengan suhu 600C.

Pada sayur bayam, yang dimasak pada suhu 800C, persentase penurunan kadar

asam salisilat sebesar 64,2 %. Artinya ada sebanyak 64,2 bagian asam salisilat yang

berkurang pada sampel sayur bayam, sedangkan persentase penurunan terendah

terdapat pada sampel sayuran yang dimasak pada suhu 600C yakni sebesar 55,7%.

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
52

Artinya ada sebanyak 55,7 bagian asam salisilat yang berkurang pada sayur bayam

tersebut.

Pada sayur daun singkong, yang dimasak pada suhu 800C, persentase

penurunan kadar asam salisilat sebesar 63,7 %. Artinya ada sebanyak 63,7 bagian

asam salisilat yang berkurang pada sampel sayur daun singkong, sedangkan

persentase penurunan terendah terdapat pada sampel sayuran yang dimasak pada suhu

600C yakni sebesar 53,4%. Artinya ada sebanyak 53,4 bagian asam salisilat yang

berkurang pada sayur daun singkong tersebut.

Pada sayur kangkung, yang dimasak pada suhu 800C, persentase penurunan

kadar asam salisilat sebesar 64,7 %. Artinya ada sebanyak 64,7 bagian asam salisilat

yang berkurang pada sampel sayur kangkung, sedangkan persentase penurunan

terendah terdapat pada sampel sayuran yang dimasak pada suhu 600C yakni sebesar

55,1%. Artinya ada sebanyak 55,1 bagian asam salisilat yang berkurang pada sayur

kangkung tersebut.

Penurunan kadar asam salisilat terdapat pada sampel sayuran, dan penurunan

ini cukup banyak jika dibandingkan dengan sayuran sesudah dimasak yang ikut

dikomsumsi dengan air rebusannya, hal ini disebabkan asam salisilat yang terdapat

pada sampel sayuran tersebut berpindah tempat yakni ikut larut dalam air rebusannya,

tetapi jumlah asam salisilat tidak berkurang jika ikut dikomsumsi dengan air

rebusannya yang dimasak dengan suhu 600C-800C.

Berdasarkan penelitian tentang penurunan kadar asam salisilat dalam sayuran

yang dimasak tersebut, maka ketika mengkonsumsi sayuran yang berasal dari pasar

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
53

swalayan perlu memasak sayuran dengan suhu 800C atau lebih karena pada suhu

tersebut ada banyak penurunan kadar asam salisilat. Selain itu, berdasarkan survei

pendahuluan tidak semua sayuran yang disemprotkan asam salisilat, oleh karena itu

konsumen dapat membeli sayuran yang tidak mudah layu.

Penelitian mengenai kandungan asam salisilat yang menunjukkan bahwa asam

salisilat masih terdapat pada sampel sayuran walaupun sudah dimasak dapat

membuktikan bahwa asam salisilat yang disemprotkan pada sayuran akan

meninggalkan residu pada sayuran bahkan kedalam jaringan sayuran. Karena

residunya ada dalam jaringan sayuran, maka asam salisilat tidak akan hilang

meskipun dicuci bersih atau dimasak dengan suhu pemasakan sayuran (Mudjajanto,

2006).

Menurut PerMenKes RI No.1168/Menkes/Per/X/1999, salah satu Bahan

Tambahan Makanan yang dilarang digunakan dalam makanan yaitu asam salisilat.

Asam salisilat dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pada makanan karena

asam salisilat mempunyai iritasi yang kuat ketika terhirup atau tertelan (Depkes RI,

1999).

Dalam penelitian ini diharapkan kadar asam salisilat adalah 0 atau tidak ada

sama sekali setelah dimasak, karena asam salisilat merupakan bahan tambahan

makanan yang dilarang digunakan pada makanan. Jadi tidak ada batas maksimum

atau batas toleransinya (Depkes RI, 1999).

Oleh karena masih ditemukannya asam salisilat dalam sayuran walaupun

sayuran sudah dimasak dengan suhu pemasakan sayuran, maka perlu diadakan

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
54

penyuluhan mengenai bahaya asam salisilat bagi kesehatan manusia oleh Departemen

Kesehatan RI melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM),

agar produsen sayuran dan pengusaha pasar swalayan tidak menggunakan asam

salisilat sebagai bahan untuk mengatasi hama dan penyakit tanaman maupun sebagai

pengawet. Dan jika masyarakat membeli sayuran yang ada di pasar swalayan juga,

maka apabila memasak sayuran yang dibeli di pasar swalayan tersebut agar

mengkonsumsi sayurannya saja, tidak dengan air rebusannya karena kadar asam

salisilat sangat tinggi pada air rebusannya dan menurun kadarnya pada sampel

sayurannya saja. Dan ini diharapkan dapat menghindarkan masyarakat dari resiko

kesehatan bahkan kematian akibat dari mengkonsumsi sayuran yang mengandung

asam salisilat.

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
55

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data asam salisilat pada sayuran dan air rebusannya,

maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Kadar asam salisilat sebelum sayuran dimasak yang dianalisis secara

kuantitatif yakni pada sayur bayam sebesar 44,7 mg/Kg, daun singkong

sebanyak 74,6 mg/Kg dan sayur kangkung sebanyak 47 mg/Kg.

2. Kadar asam salisilat sesudah sayuran dimasak dengan suhu 600C pada sayur

bayam, daun singkong dan kangkung berturut-turut adalah 19,8 mg/Kg, 34,8

mg/Kg dan 21,1 mg/Kg.

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
56

3. Kadar asam salisilat sesudah sayuran dimasak dengan suhu 700C pada sayur

bayam, daun singkong dan kangkung berturut-turut adalah 18,2 mg/Kg, 30,4

mg/Kg dan 19,3 mg/Kg.

4. Kadar asam salisilat sesudah sayuran dimasak dengan suhu 800C pada sayur

bayam, daun singkong dan kangkung berturut-turut adalah 16 mg/Kg, 27,1

mg/Kg dan 16,6 mg/Kg.

5. Kadar asam salisilat pada air rebusan sayur bayam dengan suhu 600C, 700C,

dan 800C adalah sebesar 24,9-27,1 mg/Kg, pada air rebusan daun singkong

sebesar 39,2-45,8 mg/Kg, serta pada air rebusan sayur kangkung sebesar 24,9-

28,2 mg/Kg.

6. Jumlah asam salisilat tertinggi pada sayur bayam, daun singkong, dan

kangkung terdapat pada suhu 600C yakni berturut-turut 44,7 mg/Kg, 74

mg/Kg. dan 46 mg/Kg, sedangkan jumlah asam salisilat terendah terdapat


53 43,1 mg/Kg, 72,9 mg/Kg, dan 44,8
pada suhu 800C yakni berturut-turut

mg/Kg.

7. Ada sedikit penurunan jumlah asam salisilat pada sampel sayuran sebelum

sayuran dimasak dan sesudah dimasak dengan air rebusan dan sebagian besar

asam salisilat hanya berpindah tempat yakni dari sampel sayuran ikut larut

dalam air rebusannya.

6.2 Saran

1. Bagi masyarakat sebaiknya harus lebih teliti dan jeli memilih sayuran untuk

dikomsumsi dengan cara lebih baik membeli sayuran dari pasar tradisional,

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
57

dan jika membeli sayuran di pasar swalayan dapat memilih sayuran yang air

rebusannya dipisahkan atau tidak ikut dikomsumsi.

2. Bagi produsen agar tidak mengggunakan asam salisilat untuk mengatasi

masalah hama dan penyakit sayuran atau untuk mengawetkan sayuran karena

dapat merugikan kesehatan konsumen.

3. Kepada Dinas Kesehatan dan Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)

agar tetap melaksanakan pemantauan dan pengawasan terhadap penggunaan

asam salisilat dalam sayuran yang dipasarkan di Pasar Swalayan.

4. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap sayuran jika sayuran dimasak

pada suhu 1000C yang biasanya digunakan ibu rumah tangga untuk memasak

sayuran.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarita, K Novriska, 2008. Analisa Kandungan Asam Salisilat pada Sayuran


yang Di jual dibeberapa Pasar Swalayan di Kota Medan Tahun 2008. Skripsi
Mahasiswa FKM-USU, Medan.

Anonimous, 2003. Sehat Optimal dengan Sayur dan Buah. www.GloriaNet.com.


Diakses tanggal 11 Agustus 2008.

--------------, 2005. Bahan Tambahan Makanan-Bagian 2. www.blogspot.com.


Diakses tanggal 27 Oktober 2008.

Anwar, Jazanul, dkk, 1973. Buku Farmakologi I. Penerbit Bagian Farmakologi


Fakultas Kedokteran USU Medan.

Azwar, Azrul, 1996. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Edisi ke VIII.


PT.Mutiara Sumber Widya, Jakarta.

Cahyadi, Wisnu, 2006. Analisis dan Aspek Bahan Tambahan Pangan. Cetakan
pertama. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
58

Chandra, Budiman, 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit buku


Kedokteran EGC, Jakarta.

Depkes RI, 1998. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/1988


Tentang Bahan Tambahan Makanan. Depkes RI, Jakarta.

-----------,1999. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1168/Menkes/Per/1999


Tentang Perubahan atas Perubahan Menteri Kesehatan RI No.
722/Menkes/Per/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan. Depkes RI,
Jakarta.

----------,1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Depkes R, Jakarta.

----------,2004. Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman. Dirjen PPM dan PL.
Jakarta.

Djamhuri, Agus, 1995. Sinopsis Farmakologi dengan Terapan Khusus di


Klinik dan Perawatan. Cetakan III. Penerbit Hipokrates, Jakarta.

Endah H, Joesi, 2002. Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman. Cetakan


I. Penerbit AgroMedia Pustaka, Jakarta.

Ganiswara, Sulistia G, 1995. Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Isnaini, M, 2006. Pertanian Organik : Untuk Keuntungan Ekonomi dan


Kelestarian Bumi. Penerbit Kreasi Wacana, Yogyakarta.

Karnisa, I, 2000. Sayur dan Buah Tercemar, IQ Anak-anak Menurun.


www.infokus.com. Diakses tanggal 11 Agustus 2008.

Kusmayadi, Ayi dan Dadang Sukandar,2008. Cara Memilih dan Mengolah


Makanan untuk Perbaikan Gizi Masyarakat. http:/database.deptan.go.id.
Diakses tanggal 10 september 2008.

Kusuma, Ersanghono, 2003. Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Organik 2. Lab.


Kimia FMIPA UNNES : Semarang.

Maryati, Sri H, 2000. Tata Laksana Makanan. Cetakan Pertama. Penerbit


PT.Rineka Cipta, Jakarta.

Mudjajanto, Eddy Setyo, 2006. Waspadai Bahan Kimia lain dalam Makanan.
www.kompas.com. Diakses tanggal 20 Agustus 2008.

Mukono,H J, 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Airlangga University


Press, Surabaya.
Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
59

Nazaruddin,2000. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah.


Cetakan 5. Penerbit Swadaya, Jakarta.

Novary, Eti Widayati, 1997. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar.


Cetakan I. Penebar Swadaya, Jakarta

Nugroho, Edi, 1995. Toksikologi Dasar : Asas, Sasaran dan Penilaian Resiko.
Edisi IV. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Ronoprawiro, Soedharoedjian, 1993. Produksi Sayuran Di Daerah Tropika.


Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Simbar, Viktor, 2008. Mencegah Keracunan Dirumah. www.blogspot.com.


Diakses tanggal 20 November 2008.

Siswandono, Rosyana, 2005. Kimia Medisinal. Airlangga University


Press,Surabaya.

Syah, Dahrul, dkk, 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan.
Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bandung.

Wikipedia, 2005. Sejarah Pembuatan Aspirin. www.wikipedia.org Diakses tanggal


27 juni 2009.

Ester Simatupang : Perbedaan Kandungan Asam Salisilat Dalam Sayuran Sebelum Dan Sesudah Dimasak Yang
Dijual Di Pasar Swalayan Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.

Anda mungkin juga menyukai