Anda di halaman 1dari 105

HIGIENE SANITASI PENGELOLAAN DAN PEMERIKSAAN

KANDUNGAN ESCHERICHIA COLI DALAM MIE GOMAK YANG DIJUAL


DI PASAR SIDIKALANG
TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh:
EKARISTI GAFIA L MANAO
NIM. 081000130

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2012
1
ABSTRAK

Mie gomak adalah sejenis makanan jajanan berbahan dasar mie lidi khas kota
Sidikalang. Mie gomak merupakan salah satu makanan yang banyak dijual dan banyak
diminati masyarakat di kecamatan Sidikalang khususnya masyarakat yang berjualan di
pasar Sidikalang. Lokasi pengolahan berada di dekat tempat sampah dan pinggir jalan raya.
Pemeliharaan higiene penjamah dan penggeloaan yang baik sangat penting untuk mencegah
Escherichia coli pada mie gomak.
Tujuan penelitian adalah Untuk mengetahui higiene sanitasi dan
pemeriksaan kandungan Escherichia coli dalam mie gomak yang dijual di pasar Sidikalang.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, dengan
melihat gambaran higiene sanitasi pengelolaan mie gomak sesuai dengan KepMenKes No.
942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan dan
Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi
Jasaboga dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui jumlah bakteri Escherichia coli
dalam mie gomak yang dijual di pasar Sidikalang. Sampel dalam penelitian ini berjumlah
10 penjual mie gomak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan mie gomak belum
memenuhi syarat kesehatan. karena semua penjual belum melaksanakan seluruh prinsip
hygiene sanitasi mulai dari pemilihan bahan baku mie gomak, penyimpanan bahan baku
mie gomak, pengolahan mie gomak, penyimpanan mie gomak, pengangkutan mie gomak
dan penyajian mie gomak. Hasil uji sampel di laboratorium menunjukkan tidak ada satupun
mie gomak yang mengandung Escherichia coli.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah tidak ditemukan
Escherishia coli dalam mie gomak tersebut dan higiene sanitasi pengelolaan mie gomak
tidak memenuhi syarat. Disarankan kepada para penjual mie gomak dalam melaksanakan
proses pengelolaan mie gomak supaya lebih memperhatikan lagi sanitasinya Perlu diadakan
pengawasan, penyuluhan dan pelatihan pengolahan makanan dan minuman oleh instansi
terkait (Dinas Kesehatan) tentang pentingnya penerapan hygiene sanitasi pengelolaan mie
gomak.

Kata kunci: higiene sanitasi, Escherichia coli, mie gomak

2
ABSTRACT

Mie gomak is a kind of street food based from noodle, foods the typical town of
Sidikalang. Mie gomak is one of the many food sold and many people were an interest in
subdistric of Sidikalang specially selling in the traditional market of Sidikalang. Processing
location near the trash can and the edge of the highway. The maintenance hygiene of producer and
good processing is very important to prevent Escherichia coli on mie gomak.
The objective of the research is to find out of hygiene sanitation and knowing the content
inspection of Escherichia coli in the mie gomak that are sold in traditional market Sidikalang.
The method of research used is descriptive method to see the picture of hygiene and
sanitation processing appropriate KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003 and Permenkes No.
1096/MENKES/PER/VI/2011 and laboratory test to find out content of Escherichia coli in mie
gomak sold in traditional market Sidikalang.Sample or research used 10 sellers og mie gomak.
The results showed that processing of mie gomak do not fulfill the health qualification
because all sellers have yet to implement the principles of hygiene sanitation selecting and storing
the raw material, processing, storing, transporting and presenting the beverage. The sample
in the laboratory test results showed there is neither sample of mie gomak contains Escherichia
coli.
The conclusions of the results of this study is no found Escherichia coli on mie
gomak. Suggested to the sellers in carrying out the processing of mie
gomak so much attention anymore sanitation. Need the action of supervising, elucidating
and training in processing of food and beverage need to be held by related instance (Health
Department) regarding the importance of hygiene and sanitation application in processing
the mie gomak.

Key words: hygiene sanitation, Escherichia coli, mie gomak

3
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : EKARISTI GAFIA L MANAO

Tempat/ tanggal lahir : Sidikalang, 12 April 1990

Agama : Katolik

Status Perkawinan : Belum Menikah

Jumlah bersaudara : 3 orang

Alamat rumah : Jl. Sada Arih no. 139 Sidikalang

Riwayat Pendidikan

Tahun 1996-2002 : SD Swasta Santo Yosef Sidikalang

Tahun 2002-2005 : SLTP Swasta Santo Paulus Sidikalang

Tahun 2005-2008 : SMA N 1 Sidikalang

Tahun 2008-2012 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

4
KATA PENGANTAR

Syalom...!

Terpujilah Tuhan Allah yang sungguh baik karena atas berkat dan

anugerah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Higiene Sanitasi

Pengelolaan dan Pemeriksaan Kandungan Escherichia Coli dalam Mie Gomak Uang

Dijual di Pasar Sidikalang Tahun 2012” sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar

kesarjanaan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak

Dr. dr. Wirsal Hasan, MPH selaku dosen pembimbing I dan Bapak dr. Taufik Ashar,

MKM selaku dosen pembimbing II yang dalam proses penulisan skripsi ini telah begitu

banyak meluangkan waktu dan penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan, petunjuk,

saran dan masukan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Selama

penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat dukungan, bantuan, dan bimbingan dari

berbagai pihak secara moril maupun material. Oleh karena itu, dengan rasa hormat penulis

mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada:

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Siti Khadijah Nasution, SKM, M.Kes selaku Dosen Penasehat Akademik, terima

kasih untuk bimbingan dan nasihatnya selama ini.

5
4. Seluruh dosen dan Staff Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara khususnya Departemen Kesehatan Lingkungan dan tidak lupa penulis

ucapkan terima kasih kepada Kak Dian yang begitu banyak membantu dalam

pengurusan administrasi.

5. Ibu Sri Meinita selaku pembimbing di Balai Labkes Dinkes Provinsi Sumatera

Utara yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan kepada saya dalam

melakukan penelitian.

6. Kedua orang tua T. R. Luahambawo dan S. Pasaribu , yang selalu senantiasa

mendoakan dan mendukung sampai saat ini, terima kasih buat semuanya dan biarlah

Tuhan yang membalas semua kebaikan yang telah dan akan kalian berikan. Juga

kepada saudara-saudaraku tersayang yaitu David RL Manao dan Siprianus L

Manao terima kasih atas dukungan moril dan juga dukungan doanya

7. Teman-teman CMSI USU : Dina Nadapdap, Rika Paduri, dan kakak tersayang kak

Roita Panggabean beserta adik-adik kelompok Christ Soldier (Obal, Cika dan Mian)

dan GIG (Devi, Pesta, Friska, Ayu), juga untuk semua staff LPMI dan semua adik-

adik sepelayanan terima kasih untuk semua doa dan dukungannya selama ini.

8. Teman-teman satu kelompok Charis of Christ : Febryna, Stiphany, Rohani dan

kakanda terkasih kak Purnama Sidebang, terima kasih untuk doa dan

kebersamaannya.

9. Teman-teman satu angkatan FKM USU 2008 teristimewa kepada sahabat-sahabatku

Herdiani Siallagan, Ristari Malau, Sartika Purba, Fienny Octa, Ervina Damanik dan

Erzian Vesta terima kasih atas kebersamaan, motivasi dan doanya selama ini.

6
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Untuk itu

dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik membangun dari

semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua

dan semoga Tuhan Yesus Kristus yang selalu melimpahkan kasih karunia dan berkat-Nya

kepada kita semua.

Medan, Agustus 2012

Penulis

Ekaristi Gafia L Manao

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN
ABSTRAK ........................................................................................................................................ ii

7
ABSTRACT .................................................................................................................................. iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ................................................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ....................................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah ..................................................................................... 6
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6
1.3.1. Tujuan Umum ................................................................................... 6
1.3.2. Tujuan Khusus .................................................................................. 6
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................... 8
2.1. Higiene Sanitasi Makanan Jajanan .............................................................. 8
2.1.1. Higiene Penjamah Makanan Jajanan ................................................ 9
2.1.2 Sanitasi Makanan Jajanan ............................................................... 10
2.2. Prinsip Higiene Sanitasi Makanan .............................................................. 15
2.2.1. Pemilihan Bahan Makanan ............................................................. 15
2.2.2. Penyimpanan Bahan Makanan ....................................................... 17
2.2.3. Pengolahan Makanan ...................................................................... 18
2.2.4. Penyimpanan Makanan Masak ....................................................... 21
2.2.5. Pengangkutan Makanan .................................................................. 22
2.2.6. Penyajian Makanan ......................................................................... 24
2.3. Mie Gomak ................................................................................................. 27
2.3.1. Mie Gomak ..................................................................................... 27
2.4. Escherichia coli .......................................................................................... 29
2.4.2. Sifat-sifat Escherichia coli ............................................................. 31
2.4.3. Klasifikasi Escherichia coli ............................................................ 32
2.5. Kerangka Konsep ....................................................................................... 39
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 40
3.1. Jenis Penelitian ........................................................................................... 40
3.2. Lokasi dan Waktu Pengambilan ....................................................................... 40
3.3 Populasi dan Sampel................................................................................... 41

8
3.3.1 Populasi........................................................................................... 41
3.3.2 Sampel..................................................................................................... 41
3.4. Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 41
3.4.1. Data Primer ..................................................................................... 41
3.4.2. Data Sekunder ................................................................................. 42
3.5. Pelaksanaan Penelitian ............................................................................... 42
3.5.1. Pengambilan Sampel dan Pengiriman ke Laboratorium ................ 42
3.5.2. Peralatan dan Bahan ....................................................................... 42
3.6. Metode Pemeriksaan Sampel Mie .............................................................. 43
3.6.1. Tes Perkiraan .................................................................................. 44
3.6.2. Tes Penegasan ................................................................................. 44
3.7. Defenisi Operasional .................................................................................. 45
3.8. Aspek Pengukuran ...................................................................................... 46
3.9. Analisa Data ............................................................................................... 47
BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................................. 48
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ....................................................................... 48
4.1.1. Geografi ........................................................................................... 48
4.1.2. Demografi ........................................................................................ 49
4.2. Hasil Penelitian .......................................................................................... 49
4.2.1. Karakteristik Penjual Mie Gomak ................................................... 50
4.2.2. Higiene Perorangan Penjual Mie Gomak ........................................ 51
4.2.3. Sanitasi Pengelolaan Makanan ........................................................ 53
4.2.3.1. Pemilihan Bahan Baku Makanan ........................................ 53
4.2.3.2. Penyimpanan Bahan Baku Makanan ................................... 54
4.2.3.3. Pengolahan Makanan ........................................................... 55
4.2.3.4. Penyimpanan Makanan Jadi/Masak .................................... 56
4.2.3.5. Pengangkutan Makanan ....................................................... 56
4.2.3.6. Penyajian Makanan Jadi ...................................................... 57
4.2.4. Teknis Higiene dan Sanitasi ............................................................ 58
4.2.4.1. Bangunan ............................................................................. 58
4.2.4.2 Fasilitas Sanitasi ................................................................... 59
4.2.5. Analisa MPN Escherichia coli dalam Mie Gomak.......................... 60
BAB V PEMBAHASAN......................................................................................... 62
5.1. Karakteristik Penjual Mie Gomak ............................................................. 62
5.1.1. Deskripsi Umum Jenis Kelamin Penjual Mie Gomak ..................... 62
5.1.2. Deskripsi Umum Umur Penjual Mie Gomak .................................. 62
5.1.3. Deskripsi Umum Pendidikan Penjual Mie Gomak ......................... 62
5.1.4. Deskripsi Umum Lama Bekerja Penjual Mie Gomak ..................... 63
5.2. Observasi Higiene Perorangan Penjual Mie Gomak ................................. 63
5.3. Observasi Enam Prinsip Higiene Sanitasi ................................................. 65
5.3.1. Pemilihan Bahan Makanan .............................................................. 65
5.3.2. Penyimpanan Bahan Makanan ........................................................ 66

9
5.3.3. Pengolahan Bahan Makanan ........................................................... 67
5.3.4. Penyimpanan Makanan Jadi/masak ................................................. 68
5.3.5. Pengangkutan Makanan ................................................................... 70
5.3.6. Penyajian Makanan.......................................................................... 71
5.4. Observasi Teknis Higiene dan Sanitasi ..................................................... 71
5.4.1. Bangunan ......................................................................................... 72
5.4.2. Fasilitas Sanitasi .............................................................................. 73
5.5. Gambaran Higiene Sanitasi pada Penjual Mie Gomak ............................. 75
5.6 Analisa Kandungan Escherichia Coli pada Mie Gomak ........................... 76
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 77
6.1. Kesimpulan ................................................................................................ 77
6.2 Saran .......................................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

10
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Observasi Hygiene Sanitasi Pengelolaan Mie Gomak Yang Dijual

di Pasar Sidikalang Tahun 2012

Lampiran 2 Data Hasil Observasi Higiene Sanitasi Pengelolaan Mie Gomak Yang Dijual

Di Pasar Sidikalang Tahun 2012

Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Penelitian dari FKM USU

Lampiran 4 Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian dari Balai

Laboratorium Kesehatan Daerah Medan

Lampiran 5 Hasil Analisa Kandungan Esherichia Coli pada Mie Gomak Yang Dijual di

Pasar Sidikalang Tahun 2012

Lampiran 6 Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang

Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan

Lampiran 7 Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tetang Persyaratan Higiene

Sanitasi Jasboga

Lampiran 8 Dokumentasi Penelitian

11
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Suhu Penyimpanan Bahan Makanan ....................................................... 17


2.2. Suhu Penyimpanan Makanan Masak ....................................................... 21
4.1 Distribusi Jenis Kelamin Penjual Mie Gomak
Di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012 ....................... 50
4.2 Distribusi Umur Penjual Mie Gomak
Di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012 ....................... 50
4.3 Distribusi Tingkat Pendidikan Penjual Mie Gomak
Di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012 ....................... 51
4.4 Distribusi lama Berjualan Jenis Kelamin Penjual Mie Gomak
Di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012 ....................... 51
4.5 Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Higiene Perorangan
Penjual di Pasar Sidikalang Tahun 2012 ................................................. 52
4.6 Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Pemilihan Bahan
Mie Gomak di Pasar Sidikalang Tahun 2012 .......................................... 53
4.7 Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Penyimpanan
Bahan Baku Makanan di Pasar Sidikalang Tahun 2012 .......................... 54
4.8 Distribusi Penjual Mie Gomak Pengolahan Makanan
di Pasar Sidikalang Tahun 2012 .............................................................. 55
4.9 Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Penyimpanan
Makanan jadi/masak di Pasar Sidikalang Tahun 2012 ............................ 56
4.10 Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Pengangkutan
Makanan di Pasar Sidikalang Tahun 2012 .............................................. 56
4.11 Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Penyajian
Makanan di Pasar Sidikalang Tahun 2012 .............................................. 57
4.12 Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Bangunan
di Pasar Sidikalang Tahun 2012 .............................................................. 58
4.13 Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Fasilitas Sanitasi
di Pasar Sidikalang Tahun 2012 .............................................................. 59
4.13 Hasil Analisa MPN Escherichia coli dalam Mie Gomak Yang
Dijual di Pasar Sidikalang Tahun 2012 ................................................... 61

12
ABSTRAK

Mie gomak adalah sejenis makanan jajanan berbahan dasar mie lidi khas kota
Sidikalang. Mie gomak merupakan salah satu makanan yang banyak dijual dan banyak
diminati masyarakat di kecamatan Sidikalang khususnya masyarakat yang berjualan di
pasar Sidikalang. Lokasi pengolahan berada di dekat tempat sampah dan pinggir jalan raya.
Pemeliharaan higiene penjamah dan penggeloaan yang baik sangat penting untuk mencegah
Escherichia coli pada mie gomak.
Tujuan penelitian adalah Untuk mengetahui higiene sanitasi dan
pemeriksaan kandungan Escherichia coli dalam mie gomak yang dijual di pasar Sidikalang.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, dengan
melihat gambaran higiene sanitasi pengelolaan mie gomak sesuai dengan KepMenKes No.
942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan dan
Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi
Jasaboga dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui jumlah bakteri Escherichia coli
dalam mie gomak yang dijual di pasar Sidikalang. Sampel dalam penelitian ini berjumlah
10 penjual mie gomak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan mie gomak belum
memenuhi syarat kesehatan. karena semua penjual belum melaksanakan seluruh prinsip
hygiene sanitasi mulai dari pemilihan bahan baku mie gomak, penyimpanan bahan baku
mie gomak, pengolahan mie gomak, penyimpanan mie gomak, pengangkutan mie gomak
dan penyajian mie gomak. Hasil uji sampel di laboratorium menunjukkan tidak ada satupun
mie gomak yang mengandung Escherichia coli.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah tidak ditemukan
Escherishia coli dalam mie gomak tersebut dan higiene sanitasi pengelolaan mie gomak
tidak memenuhi syarat. Disarankan kepada para penjual mie gomak dalam melaksanakan
proses pengelolaan mie gomak supaya lebih memperhatikan lagi sanitasinya Perlu diadakan
pengawasan, penyuluhan dan pelatihan pengolahan makanan dan minuman oleh instansi
terkait (Dinas Kesehatan) tentang pentingnya penerapan hygiene sanitasi pengelolaan mie
gomak.

Kata kunci: higiene sanitasi, Escherichia coli, mie gomak

2
ABSTRACT

Mie gomak is a kind of street food based from noodle, foods the typical town of
Sidikalang. Mie gomak is one of the many food sold and many people were an interest in
subdistric of Sidikalang specially selling in the traditional market of Sidikalang. Processing
location near the trash can and the edge of the highway. The maintenance hygiene of producer and
good processing is very important to prevent Escherichia coli on mie gomak.
The objective of the research is to find out of hygiene sanitation and knowing the content
inspection of Escherichia coli in the mie gomak that are sold in traditional market Sidikalang.
The method of research used is descriptive method to see the picture of hygiene and
sanitation processing appropriate KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003 and Permenkes No.
1096/MENKES/PER/VI/2011 and laboratory test to find out content of Escherichia coli in mie
gomak sold in traditional market Sidikalang.Sample or research used 10 sellers og mie gomak.
The results showed that processing of mie gomak do not fulfill the health qualification
because all sellers have yet to implement the principles of hygiene sanitation selecting and storing
the raw material, processing, storing, transporting and presenting the beverage. The sample
in the laboratory test results showed there is neither sample of mie gomak contains Escherichia
coli.
The conclusions of the results of this study is no found Escherichia coli on mie
gomak. Suggested to the sellers in carrying out the processing of mie
gomak so much attention anymore sanitation. Need the action of supervising, elucidating
and training in processing of food and beverage need to be held by related instance (Health
Department) regarding the importance of hygiene and sanitation application in processing
the mie gomak.

Key words: hygiene sanitation, Escherichia coli, mie gomak

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu untuk meningkatkan derajat kesehatan adalah dengan mengkonsumsi

makanan/minuman yang memiliki gizi seimbang dan bebas dari cemaran mikroba.

Keamanan produk terutama pada makanan dan minuman merupakan suatu tuntutan yang

telah dikemukakan sejak munculnya gangguan kesehatan manusia akibat adanya

mikroorganisme. Produk yang tercemar mikroorganisme tersebut dapat memproduksi racun

yang dapat menyebabkan timbulnya suatu penyakit (Pratiwi, 2008).

Sumber kontaminasi makanan yang paling utama berasal dari peralatan, penjamah

makanan, sampah, mikroorganisme, serangga, tikus, dan faktor lingkungan seperti udara

dan air. Dari seluruh sumber kontaminan tersebut penjamah makanan adalah paling besar

pengaruh kontaminasinya. Kesehatan dan kebersihan pengolahan makanan mempunyai

pengaruh besar pada mutu produk yang dihasilkannya, sehingga perlu mendapat perhatian

yang sungguh-sungguh (Purnawijayanti, 2005).

Pada tahun 1993, WHO melaporkan bahwa sekitar 70% kasus diare yang terjadi di

negara berkembang disebabkan oleh makanan yang telah tercemar. Pencemaran ini

sebagian besar dari industri boga dan rumah makan. Berdasarkan hasil survei di Amerika

Serikat, 20% kasus terjadi di rumah makan dan 3% ditemukan di industri pangan.

Sementara di Eropa, sumber kontaminasi terbesar justru berasal dari rumah (46%),

restoran/hotel (15%), jamuan makan (8%), fasilitas kesehatan dan kantin (masing-masing

6%) dan sekolah (5%) (Arisman, 2008).

13
Centers for Desease Control and Prevention (CDC), sebuah lembaga pengawasan

penyakit menular di Amerika Serikat, pada tahun 1994 melaporkan 14 faktor yang dapat

menyebabkan keracunan makanan. Faktor-faktor tersebut adalah pendinginan yang tidak

adekuat (63%), makanan terlampau cepat disajikan (29%), kondisi tempat mempertahankan

panas yang tidak baik (27%), higiene yang buruk pada pengonsumsi makanan atau telah

terinfeksi (26%), pemanasan ulang yang tidak adekuat (25%), alat pembersih yang tidak

baik (9%), mengonsumsi makanan yang sudah basi (7%), kontaminasi silang (6%),

memasak atau memanaskan makanan secara tidak adekuat (5%), wajan berlapis bahan

kimia berbahaya (4%), bahan mentah tercemar (2%), penggunaan zat adiktif secara

berlebihan (2%), tidak sengaja menggunakan zat adiktif kimia (1%) dan dari sumber bahan

makanan yang memang tidak aman (1%), (Arisman, 2008).

Salah satu wabah terbesar Escherichia coli , terjadi di Wishaw di Skotlandia pada

tahun 1996 yang disebabkan oleh daging yang terkontaminasi. Sekitar 200 orang jatuh

sakit, dua puluh di antaranya meninggal dunia. Wabah Escherichia coli utamanya terjadi di

Jerman meski telah menjangkiti warga di 10 negara Eropa. Di Jerman tercatat 1.064 kasus

diarea berdarah dan 470 kasus yang berpotensi menimbulkan komplikasi di darah dan

ginjal(WHO, 2011)

Statistik mengenai penyakit bawaan makanan di negara-negara industri maju

menunjukkan 60% dari kasus keracunan makanan disebabkan oleh penanganan makanan

yang tidak baik dan kontaminasi pada hidangan makanan di tempat penjamahan makanan.

Di negara berkembang data tidak cukup sahih, tetapi cukup alasan untuk percaya bahwa

14
keadaannya sama atau bahkan lebih parah(Direktorat Penyehatan Lingkungan Departemen

Kesehatan RI, 2006).

Kasus keracunan makanan selama tahun 2003−2005 yang diberitakan oleh berbagai

media massa, dapat memberikan gambaran tentang kondisi keamanan pangan di Indonesia.

Dari 18 kasus keracunan makanan yang terjadi pada tahun 2003, 83,30% disebabkan oleh

bakteri patogen, dan pada tahun 2004 dan 2005 masing-masing 60% dari 41 kasus dan

72,20% dari 53 kasus. Diketahui pada tahun 2008 Badan POM telah mencatat 197 kasus

keracunan pangan di seluruh Indonesia dengan 9022 penderita, yang meliputi 8943 orang

sakit /dirawat dan 79 yang meninggal dunia. Ditinjau dari kejadian KLB keracunan pangan

disimpulkan bahwa 85 (43,15%) kasus belum diketahui penyebabnya, 54 (27,41%) kasus

karena mikrobiologi, 37 (18,78%) kasus karena bahan kimia dan 21 (10,66%) kasus tidak

ada sampel.

Kontaminasi Escherichia coli pada industri makanan 21,3% di kota Jakarta, yaitu

kontaminasi Escherichia coli pada pedagang kakilima 22,4%, rumah makan 26,3%, dan

jasaboga 11,8%, 2. Dari informasi tersebut ternyata kontaminasi makanan yang disajikan

kepada para konsumen masih cukup tinggi dan berbeda menurut jenis Tempat Pengolahan

Makanan (TPM). Masyarakat yang mengkonsumsi makanan terkontaminasi dapat

mendatangkan risiko penyakit bawaan makanan yaitu penyakit gangguan pencernaan dan

kejadian luar biasa (KLB) keracunan makanan dengan gejala mual/muntah, pusing, dan

diare. Dilaporkan KLB diare tahun 1995 sebanyak 116.075 kasus dan keracunan makanan

1997 sebanyak 31.919 kasus(Djaja, 2008).

15
Penjamah makanan yang menangani bahan makanan sering menyebabkan

kontaminasi mikrobiologis. Mikroorganisme yang hidup di dalam maupun pada tubuh

manusia dapat menyebabkan penyakit yang ditularkan melalui makanan, terdapat pada

kulit, hidung, dan mulut atau dalam saluran pencernaan, rambut, kuku, dan tangan.

Untuk menghindari tercemarnya makanan dilakukan pengelolaan makanan yang

higiene dan sanitasi mulai dari pemilihan bahan baku makanan sampai penyajian makanan.

Untuk itu diusahakan agar bakteri tidak mencemari dan berkembang biak pada makanan

dengan jalan meningkatkan higiene dan sanitasi lingkungan, alat-alat, bahan ataupun

sanitasi dalam proses pengolahan untuk mengahasilkan produk makanan yan

baik.(Nurwantoro, 1997).

Bakteri merupakan salah satu zat pencemar yang potensial dalam kerusakan

makanan dan minuman. Pada suhu dan lingkungan yang cocok, satu bakteri akan

berkembang biak lebih dari 500.000 sel dalama 7 jam dan dalam 9 jam telah berkembang

menjadi 2.000.000 (dua juta) sel, serta dalam 12 jam menjadi 1.000.000.000 (satu milyar)

sel. Kemungkinan menjadi penyebab penyakit besar sekali. Makanan yang masih dijamin

aman untuk dikonsumsi paling lama dalam waktu 6 jam, karena setelah itu kondisi

makanan sudah tercemar berat(Supardi, 2003).

Keberadaan bakteri Escherichia coli dalam makanan menjadi indikasi terjadiny

kontaminasi tinja manusia. Adanya Escherichia coli menunjukkan suatu tanda adanya

sanitasi yang buruk terhadap makanan, dan jika masuk ke dalam tubuh manusia dapat

menyebabkan gejala seperti kolera, disentri, diare dan berbagai penyakit saluran cerna

lainnya(Chandra, 2007).

16
Berdasarkan hasil pemeriksaan Escherichia coli pada produk es krim di Kecamatan

Medan Petisah terdapat 3 sampel dari 8 sampel mengandung bakteri Escherichia coli yang

berkisar antar 2-12 koli tinja per 100 ml sampel. Kontaminasi bakteri terjadi karena pada

saat pengolahan es krim pedagang tidak melakukan pemasakan bahan secara mendidih

melainkan hanya mencampur bahan dengan air hangat saja. Air yang digunakan untuk

mencampur bahan dimasakna pun tidak sampai mendidih lalu didinginkan dan kemudian

dicampurkan dengan bahan-bahan es krim(Ika Purnamasari, 2009).

Pada tahun 2009, diperiksa Escherichia coli pada susu keledai di kota Medan. Dari

10 sampel yang diperiksa, terdapat 6 sampel yang memenuhi syarat kesehatan yaitu 0

bakteri Escherichia coli per 100 ml sampel dan 4 sampel mengandung bakteri. Tidak

memenuhi syarat kesehatan karena tidak memenuhi prinsip higiene sanitasi terutama pada

pengolahan minuman, dimana produk susu keledai dimasak tidak sampai mendidih dan

pada tahap penyajian tidak menggunakan wadah yang bersih serta peralatan dan tempat

pengolahan minuman tidak higiene(Efvi Sirait,2009).

Cemaran mikroba Escherichia coli tersebut dapat terjadi pada semua produk

makanan jajanan seperti mie gomak. Mie gomak adalah sejenis makanan jajanan berbahan

dasar mie lidi khas kota Sidikalang. Mie gomak merupakan salah satu makanan yang

banyak dijual dan banyak diminati masayarakat di kecamatan Sidikalang khususnya

masyarakat yang berjualan di pasar Sidikalang. Lokasi penjamahan berada di dekat tempat

sampah dan pinggir jalan raya.

Oleh karena itu penjual mie gomak seharusnya memelihara higiene perorangannya

sesuai dengan KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene

17
Sanitasi Makanan Jajanan dan dalam pemilihan bahan sampai penyajian mie gomak

seharusnya memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan Permenkes No.

1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga. dan Surat

Keputusan Dirjen POM Nomor 03726/B/SK/VII/89 tentang batas maksimum cemaran

mikroba dalam makanan.

Berdasarkan hal diatas maka penulis ingin mengetahui higiene sanitasi dan

pemeriksaan kandungan Escherichia coli dalam mie gomak yang dijual di pasar Sidikalang.

1.2. Perumusan Masalah

Mie gomak banyak dikonsumsi dan mempunyai resiko terkontaminasi bakteri, maka

perlu dilakukan penelitian tentang higiene sanitasi dan pemeriksaan kandungan Escherichia

coli yang dijual di pasar Sidikalang tahun 2012.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui higiene sanitasi dan pemeriksaan kandungan Escherichia coli

dalam mie gomak yang dijual di pasar Sidikalang.

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui karakteristik (tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, lama

berjualan) penjual mie gomak

2. Untuk mengetahui higiene perorangan penjual mie gomak

3. Untuk mengetahui pemilihan bahan baku mie gomak

4. Untuk mengetahui penyimpanan bahan baku mie gomak

5. Untuk mengetahui pengolahan mie gomak

18
6. Untuk mengetahui pengangkutan makanan masak mie gomak

7. Untuk mengetahui penyimpanan makanan masak mie gomak

8. Untuk mengetahui penyajian makanan masak mie gomak

9. Untuk mengetahui ada tidaknya bakteri Escherichia coli pada mie gomak yang

dijual

1.4. Manfaat Penelitian


1. Sebagai bahan pertimbangan bagi konsumen dalam mengkonsumsi mie gomak.

2. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Sidikalang khususnya bagian

Kesehatan Lingkungan dalam hal program pengawasan dan pembinaan kepada

pedagang makanan jajanan.

3. Sebagai informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Higiene Sanitasi Makanan Jajanan
Makanan dan minuman termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial

dalam kehidupan manusia karena merupakan satu-satunya sumber energi manusia Sehingga

apapun yang disajikan sebagai makanan dan minuman harus memenuhi syarat utama, yaitu

cita rasa makanan dan keamanan makanan dalam arti makanan tidak mengandung zat atau

mikroorganisme yang dapat menggangu kesehatan tubuh (Moehyi, 2002).

Makanan yang dikonsumsi harus higienis, sehat dan aman yaitu bebas dari cemaran

fisik (pecahan kaca, kerikil, potongan lidi, rambut, isi staples), kimia (Timah Hitam,

Arsenicum, Cadmium, Seng, Tembaga, Pestisida) dan bakteri Eschericia coli. Cemaran

tersebut dilihat dengan penglihatan secara seksama atau secara kasat mata atau melalui

pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan negatif menunjukkan angka kuman

Escherichia coli nol (Arisman, 2008).

Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin

makanan di tempat penjamahan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk

dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel.

Penanganan makanan jajanan adalah kegiatan yang meliputi pengadaan, penerimaan bahan

makanan, pencucian, peracikan, pembuatan, pengubahan bentuk, pewadahan,

penyimpanan, pengangkutan, penyajian makanan atau minuman(DepKes, 2003).

Telah diketahui bahwa makanan jajajnan sudah menjadi alternatif dalam

pemenuhan pokok gizi masayarakat dibidang pangan. Di samping itu makanan jajanan juga

20
memiliki potensi dan peranan yang tidak kalah penting yaitu dalam hal penyerapan tenaga

kerja, kontribusi terhadap perekonomian daerah, perbaikan gizi serta pengaman pangan

(Syarif, 1994).

2.1.1. Higiene Penjamah Makanan Jajanan


Higiene menurut Depkes RI tahun 2001 adalah upaya kesehatan dengan cara

memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya. Misalnya mencuci tangan

untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk melindungi kebersihan piring,

membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara

keseluruhan.

Dalam Permenkes No.329 tahun 1976 Higiene adalah kesehatan masyarakat yang

khusus meliputi segala usaha untuk melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat

kesehatan badan dan jiwa, baik untuk umum maupun untuk perorangan dengan tujuan

memberikan dasar-dasar kelanjutan hidup yang sehat serta mempertinggi kesejahteraan dan

daya guna peri kehidupan manusia.

Penjamah makanan jajanan adalah orang yang secara langsung atau tidak langsung

berhubungan dengan makanan dan peralatannya sejak dari tahap persiapan, pembersihan,

pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian makanan(Direktorat Penyehatan

Lingkungan, 2006).

Berdasarkan KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003, penjamah makanan jajanan

dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi

persyaratan antara lain :

21
a. tidak menderita penyakit mudah menular misal : batuk, pilek, influenza, diare, penyakit

perut sejenisnya;

b. menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya);

c. menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian;

d. memakai celemek, dan tutup kepala;

e. mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.

f. menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau dengan alas tangan;

g. tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian

lainnya);

h. tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa

menutup mulut atau hidung.

2.1.2. Sanitasi Makanan Jajanan


Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan

kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala

bahaya yang dapat menganggu kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama

dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan

dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen.

Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan,

mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjamahan makanan yang akan merugikan

pembeli. mengurangi kerusakan/pemborosan makanan(Adams, 2004).

Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan 3 faktor yakni faktor fisik,

faktor kimia dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang

22
tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik,

temperatur ruangan yang panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan

makanan yang disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu diperhatikan susunan dan

konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan.

Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor kimia karena adanya zat-zat

kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat-obat

penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat-obat pertanian untuk kemasan makanan,

dan lain-lain. Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena

adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Akibat buruknya sanitasi

makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan

tersebut. Gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat makanan dapat dibagi 2 yaitu

keracunan makanan dan penyakit bawaan makanan (Mulia, 2005).

Persyaratan Higiene Sanitasi makanan jajanan (KepMenKes No.

942/MENKES/SK/VII/2003)

1. Peralatan

a. Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan harus

sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene sanitasi.

b. Untuk menjaga peralatan sebagaimana dimaksud adalah peralatan yang sudah dipakai

dicuci dengan air bersih dan dengan sabun;lalu dikeringkan dengan alat pengering/lap

yang bersih kemudian peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di tempat yang

bebas pencemaran.

c. Dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali pakai.

23
2. Air, bahan makanan, bahan tambahan dan penyajian

a. Air yang digunakan dalam penanganan makanan jajanan harus air yang memenuhi

standar dan Persyaratan Hygiene Sanitasi yang berlaku bagi air bersih atau air

minum.

b. Air bersih yang digunakan untuk membuat minuman harus dimasak sampai

mendidih.

c. Semua bahan yang diolah menjadi makanan jajanan harus dalam keadaan baik

mutunya, segar dan tidak busuk.

d. Semua bahan olahan dalam kemasan yang diolah menjadi makanan jajanan harus

bahan olahan yang terdaftar di Departemen Kesehatan, tidak kadaluwarsa, tidak cacat

atau tidak rusak

e. Bahan makanan, serta bahan tambahan makanan dan bahan penolong makanan

jajanan siap saji harus disimpan secara terpisah.

f. Bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk harus disimpan dalam wadah

terpisah.

g. Makanan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan terbungkus dan atau tertutup.

h. Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan jajanan harus dalam keadaan

bersih dan tidak mencemari makanan dan dilarang ditiup.

3. Sarana Penjaja

Makanan jajanan yang dijajakan dengan sarana penjaja konstruksinya harus dibuat

sedemikian rupa sehingga dapat melindungi makanan dari pencemaran dan harus

memenuhi persyaratan yaitu antara lain mudah dibersihkan, tersedia tempat untuk air

24
bersih, tempat penyimpanan bahan makanan, tempat penyimpanan makanan jadi/siap

disajikan dan tempat penyimpanan peralatan, tempat sampah dan tempat cuci (alat,

tangan, bahan makanan)

4. Sentra pedagang

a. Sentra pedagang makanan jajanan lokasinya harus cukup jauh dari sumber

pencemaran atau dapat menimbulkan pencemaran makanan jajanan seperti

pembuangan sampah terbuka, tempat pengolahan limbah, rumah potong hewan, jalan

yang ramai dengan arus kecepatan tinggi.

b. Sentra pedagang makanan jajanan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi meliputi

air bersih, tempat penampungan sampah, saluran pembuangan air limbah, jamban dan

peturasan, dan fasilitas pengendalian lalat dan tikus;

Proses higiene dan sanitasi dilakukan pada mesin dan peralatan produksi sampai

gedung dan fasilitas pabrik. Prosedur untuk melaksanakannya harus sesuai dengan jenis dan

tipe mesin serta peralatan pengolahan yang digunakan. Ada 5 (lima) tahapan standar yang

biasanya digunakan untuk sanitasi. Kepentingan dari tahapan sanitasi ini sangat bergantung

pada apa yang akan kita sanitasi sehinggga tidak jarang beberapa tahapan sanitasi sangat

bergantung pada saat yang bersamaan(Mortimore, 2005).

Kelima tahapan sanitasi tersebut adalah sebagai berikut

1. Pre Rinse

Pre Rinse (langkah awal) merupakan suatu tahap awal yang dilakukan sebagai persiapan

untuk kegiatan pembersihan. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan tanah dan sisa

makanan dengan cara mengerik, membilas dengan air, meyedot kotoran dan sebagainya.

25
Pre rinse bukanlah hal yang mutlak untuk dilakukan, kita dapat menghilangkan proses

ini apabila bagian yang akan dibersihkan tidak terlalu kotor, misalnya peralatan yang

terbuat dari perselen tidak memerlukan tahapan ini.

2. Pembersihan

Proses ini dilakukan untuk menghilangkan tanah atau sisa makanan dengan cara mekanis

atau mencuci dengan lebih eektif. Pada tahapan ini biasanya pembersihan dilakukan

dengan menggunakan air dan detergen, bahkan untuk noda-noda tertentu, seperti minyak

dapat dibersihkan dengan menggunakan air hangat dan sabun,

3. Pembilasan

Pembilasan dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran yang mungkin masih

tinggal setelah proses pembersihan, seperti tanah atau sisa makanan. Pembilasan yang

paling efektif adalah dengan menggunakan air mengalir.

4. Desinfektan

Pembersihan akhir dilakukan dengan menggunakan desinfektan sangat disarankan untuk

menghilangkan bakteri yang mungkin masih bertahan pada proses pembersihan.

Pembersihan dengan menggunakan desinfektan biasanya dipadukan dengan pemanasan

atau dengan menggunakan bahan kimia seperti pemutih, namun beberapa desinfektan

dapat juga mengontaminasi makanan sehingga terkadang perlu dilakukan pembilasan

kedua.

5. Drying atau Pengeringan

26
Pembilasan kering dilakukan agar tidak ada genangan air yang dapat menjadi tempat

pertumbuhan mikroba. Pengeringan biasanya menggunakan untuk evaporator atau

dengan menggunakan lap yang bersih.

2.2. Prinsip Higiene Sanitasi Makanan


Pengertian prinsip higiene sanitasi makanan adalah pengendalian terhadap 4 (empat)

faktor higiene sanitasi makanan, yaitu faktor tempat/bangunan, peralatan, orang dan faktor

bahan makanan(Lukman, 2009).

2.2.1. Pemilihan Bahan Makanan

Bahan makanan dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu :

1. Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan sebelum

dihidangkan, contoh daging , beras ubi, kentang, sayuran dan sebagainya.

1) daging, susu, telor, ikan/udang, buah dan sayuran harus dalam keadaan baik, segar

dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna dan rasa, serta sebaiknya berasal dari

tempat resmi yang diawasi.

2) jenis tepung dan biji-bijian harus dalam keadaan baik, tidak berubah warna, tidak

bernoda dan tidak berjamur.

3) makanan fermentasi yaitu makanan yang diolah dengan bantuan mikroba seperti

ragi atau cendawan, harus dalam keadaan baik, tercium aroma fermentasi, tidak

berubah warna, aroma, rasa serta tidak bernoda dan tidak berjamur.

2. Makanan Terolah (pabrikan) yaitu makanan yang sudah dapat langsung dimakan tetapi

digunakan untuk proses pengolahan makanan lebih lanjut, contoh tahu, tempe, kecap,

ikan kaleng, kornet dan sebagainya.

27
3. Makanan siap santap yaitu makanan yang langsung dimakan tanpa pengolahan seperti

nasi remes, soto mie, bakso, ayam goreng dan sebagainya.

1) Makanan dikemas harus mempunyai label dan merk, terdaftar dan mempunyai

nomor daftar, kemasan tidak rusak/pecah atau kembung, belum kadaluwarsa dan

kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan

2) Makanan tidak dikemas harus baru dan segar, tidak basi, busuk, rusak atau

berjamur, serta tidak mengandung bahan berbahaya

Untuk mendapatkan bahan makanan yang baik perlu diketahui sumber-sumber bahan

makan yang baik seringkali tidak mudah kita temukan karena jaringan perjalanan makanan

yang demikian panjang dan melalui jaringan perdagangan makanan(DepKes, 2006).

Sumber bahan makan yang baik adalah :

a. Rumah Potong Hewan (RPH) yang diawasi pemerintah dan sebagai tempat pemotongan

hewan yang resmi.

b. Tempat Potong lainnya yang diketahui dan diawasi oleh oleh petugas inspektur

kehewanan/peternakan.

c. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang diawasi oleh oleh instansi perikanan.

d. Pusat penjamahan bahan makanan dengan sistem pengaturan suhu yang dikendalikan

dengan baik.

e. Tempat-tempat penjamahan bahan makanan yang diawasi oleh pemerintah daerah

dengan baik.

f. Industri pengawetan atau distributor bahan makanan yang telah berizin

28
g. Perusahaan yangmengkhususkan diri di bidang penjamahan bahan makanan mentah dan

dikelola sesuai dengan persyaratan kesehatan serta telah diawasi oleh pemerintah.

h. Lokasi tempat produksi sayuran, buah atau ternak seperti daerah pertanian, peternakan

atau perkebunan atau kolam ikan

2.2.2. Penyimpanan Bahan Makanan


Syarat untuk penyimpanan bahan makanan adalah :

1. Tempat penyimpanan bahan makanan harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi

baik oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya maupun bahan berbahaya.

2. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired

first out (FEFO) yaitu bahan makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang

mendekati masa kadaluarsa dimanfaatkan/digunakan lebih dahulu.

3. Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan makanan contohnya

bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam lemari pendingin dan bahan

makanan kering disimpan ditempat yang kering dan tidak lembab.

4. Penyimpanan bahan makanan harus memperhatikan suhu sebagai berikut

Tabel 2.1. Suhu penyimpanan bahan makanan

Digunakan dalam waktu


No Jenis Bahan Makanan 3 hari atau 1 minggu 1 minggu
kurang atau kurang atau lebih
Daging, ikan,
1) udang dan - 5o s/d 0oC -10o s/d –5oC > -10oC
olahannya
Telor, susu dan
2) 5o s/d 7o C - 5o s/d 0oC > - 5oC
Olahannya
Sayur, buah dan
3) 10oC 10oC 10oC
Minuman
4) Tepung dan biji 25oC atau 25oC atau 25oC atau

29
suhu ruang suhu ruang suhu ruang
Sumber: Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan
Higiene Sanitasi Jasaboga

5. Ketebalan dan bahan padat tidak lebih dari 10 cm

6. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan : 80% – 90%

7. Penyimpanan bahan makanan olahan pabrik makanan dalam kemasan tertutup

disimpan pada suhu + 10oC.

8. Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan sebagai

berikut :

1) Jarak bahan makanan dengan lantai : 15 cm

2) Jarak bahan makanan dengan dinding : 5 cm

3) Jarak bahan makanan dengan langit-langit : 60 cm

2.2.3. Pengolahan Makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi

makanan jadi/masak atau siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang

mengikuti kaidah prinsip-prinsip higiene dan sanitasi. Dalam istilah asing disebut Good

Manufacturing Practice (GMP) atau Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB),

(Arisman, 2008).

Persyaratan selama pengolahan makanan adalah sebagai berikut :

1. Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi persyaratan teknis higiene

sanitasi untuk mencegah risiko pencemaran terhadap makanan dan dapat mencegah

masuknya lalat, kecoa, tikus dan hewan lainnya.

30
2. Pemilihan bahan sortir untuk memisahkan/membuang bagian bahan yang rusak/afkir dan

untuk menjaga mutu dan keawetan makanan serta mengurangi risiko pencemaran

makanan.

3. Peralatan

1) Peralatan yang kontak dengan makanan

a. Peralatan masak dan peralatan makan harus terbuat dari bahan tara pangan (food

grade) yaitu peralatan yang aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan.

b. Lapisan permukaan peralatan tidak larut dalam suasana asam/basa atau garam

yang lazim terdapat dalam makanan dan tidak mengeluarkan bahan berbahaya dan

logam berat beracun.

c. Talenan terbuat dari bahan selain kayu, kuat dan tidak melepas bahan beracun.

d. Perlengkapan pengolahan seperti kompor, tabung gas, lampu, kipas angin harus

bersih, kuat dan berfungsi dengan baik, tidak menjadi sumber pencemaran dan

tidak menyebabkan sumber bencana (kecelakaan).

2) Wadah penyimpanan makanan

a. Wadah yang digunakan harus mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna dan

dapat mengeluarkan udara panas dari makanan untuk mencegah pengembunan

(kondensasi).

b. Terpisah untuk setiap jenis makanan, makanan jadi/masak serta makanan basah dan

kering.

3) Peralatan bersih yang siap pakai tidak boleh dipegang di bagian yang kontak

langsung dengan makanan atau yang menempel di mulut.

31
4) Kebersihan peralatan harus tidak ada kuman Eschericia coli dan kuman lainnya.

5) Keadaan peralatan harus utuh, tidak cacat, tidak retak, tidak gompal dan mudah

dibersihkan.

4. Persiapan pengolahan harus dilakukan dengan menyiapkan semua peralatan yang akan

digunakan dan bahan makanan yang akan diolah sesuai urutan prioritas.

5. Pengaturan suhu dan waktu perlu diperhatikan karena setiap bahan makanan mempunyai

waktu kematangan yang berbeda. Suhu pengolahan minimal 900C agar kuman patogen

mati dan tidak boleh terlalu lama agar kandungan zat gizi tidak hilang akibat penguapan.

6. Prioritas dalam memasak

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prioritas memasak

1) Dahulukan memasak makanan yang tahan lama seperti goreng-gorengan yang kering

2) Makanan rawan seperti makanan berkuah dimasak paling akhir

3) Simpan bahan makanan yang belum waktunya dimasak pada kulkas/lemari es

4) Simpan makanan jadi/masak yang belum waktunya dihidangkan dalam keadaan

panas

5) Perhatikan uap makanan jangan sampai masuk ke dalam makanan karena akan

menyebabkan kontaminasi ulang

6) Tidak menjamah makanan jadi/masak dengan tangan tetapi harus menggunakan alat

seperti penjepit atau sendok

7) Mencicipi makanan menggunakan sendok khusus yang selalu dicuci

7. Higiene penanganan makanan

32
1) Memperlakukan makanan secara hati-hati dan seksama sesuai dengan prinsip higiene

sanitasi makanan.

2) Menempatkan makanan dalam wadah tertutup dan menghindari penempatan makanan

terbuka dengan tumpang tindih karena akan mengotori makanan dalam wadah di

bawahnya.

2.2.4. Penyimpanan Makanan Masak


a. Wadah

1) Setiap makanan masak mempunyai wadah masing-masing yang terpisah

2) Pemisahan didasarkan pada saat makanan mulai diolah dan jenis makanan

3) Setiap wadah mempunyai tutup, tetapi berventilasi yang dapat mengeluarkan uap air

4) Makanan berkuah dipisah antara lauk dengan saus atau kuahnya

b. Suhu

Tabel 2.2. Suhu Penyimpanan Makanan Masak

Suhu Penyimpanan
Disajikan
No Jenis Makanan Akan segera Belum segera
dalam
disajikan disajikan
waktu lama
1) Makanan kering 25o s/d 30oC
Makanan
2) > 60oC - 100C
basah(berkuah)
Makanan cepat basi
3) > 65,5 oC -5o s/d -10C
(santan, telur, susu)
Makanan disajikan
4) 5o s/d 100C < 100C
dingin
Sumber : Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan
Higiene Sanitasi Jasaboga

c. Makanan tidak rusak, tidak busuk atau basi yang ditandai dari rasa, bau, berlendir,

berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya cemaran lain.

33
d. Memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan ketentuan yang berlaku.

1) Angka kuman Escherichia coli pada makanan harus 0/gr contoh makanan.

2) Angka kuman Escherichia coli pada minuman harus 0/gr contoh minuman.

e. Jumlah kandungan logam berat atau residu pestisida, tidak boleh melebihi ambang batas

yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku.

f. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired first

out (FEFO) yaitu makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang mendekati masa

kedaluwarsa dikonsumsi lebih dahulu.

g. Tempat atau wadah penyimpanan harus terpisah untuk setiap jenis makanan jadi dan

mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi berventilasi yang dapat

mengeluarkan uap air.

h. Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah.

2.2.5. Pengangkutan Makanan


Pengangkutan makanan yang sehatakan sangat berperan dalam mencegah

terjadinya pencemaran makanan. Dalam proses pengangkutan makanan banyak pihak yang

terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang, suhu dan kendaraan

pengangkut(Purnamasari, 2009).

1. Pengangkutan Bahan Makanan

Pencemaran makanan selama dalam pengangkutan dapat berupa pencemaran fisik,

mikroba maupun kimia. Untuk mencegahnya adalah membuang atau setidaknya

mengurangi sumber yang akan menyebabkan pencemaran, dengan cara :

34
a. Mengangkut bahan makanan tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun

(B3)

b. Menggunakan kendaraan khusus pengangkut bahan makanan yang higienis.

c. Kendaraan pengangkut makanan tidak dipergunakan untuk mengangkut bahan lain

seperti untuk mengangkut orang, hewan atau barang-barang.

d. Hindari pemakaian kendaraan yang telah mengangkut bahan kimia atau pestisida

walaupun telah dicucimasih akan terjadi pencemaran.

e. Bahan makanan tidak boleh diinjak, dibanting dan diduduki.

f. Bahan makanan yang selama pengangkutan harus selalu dalam keadaan dingin, diangkut

dengan menggunakan alat pendingin sehingga bahan makanan tidak rusak seperti

daging, susu cair dan sebagainya

2. Pengangkutan Makanan Siap Santap

Makanan siap santap lebih rawan terhadap pencemaran sehingga perlu perlakuan yang

lebih hati-hati. Oleh karena itu dalam prinsip pengangkutan makanan siap santap perlu

diperhatikan sebagai berikut :

a. Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3).

b. Menggunakan kendaraan khusus pengangkut makanan jadi/masak dan harus selalu

higienis.

c. Setiap jenis makanan jadi mempunyai wadah masing-masing dan bertutup

d. Wadah harus utuh, kuat, tidak karat dan ukurannya memadai dengan jumlah

makanan yang akan ditempatkan.

35
e. Isi tidak boleh penuh untuk menghindari terjadi uap makanan yang mencair

(kondensasi). Uap makanan yang mencair merupakan media yang baik untuk

pertumbuhan bakteri sehingga makanan cepat menjadi basi.

f. Pengangkutan untuk waktu lama, suhu harus diperhatikan dan diatur agar makanan

tetap panas pada suhu 600C atau tetap dingin pada suhu 40C.

2.2.6. Penyajian Makanan


Dalam penyajian makanan ada beberapa syarat yang harus diperhatikan, yaitu

a. Makanan dinyatakan laik santap apabila telah dilakukan uji organoleptik dan uji

biologis dan uji laboratorium dilakukan bila ada kecurigaan

1) Uji organoleptik yaitu memeriksa makanan dengan cara meneliti dan

menggunakan 5 (lima) indera manusia yaitu dengan melihat (penampilan),

meraba (tekstur, keempukan), mencium (aroma), mendengar (bunyi misal

telur), menjilat (rasa). Apabila secara organoleptik baik maka makanan

dinyatakan laik santap.

2) Uji biologis yaitu dengan memakan makanan secara sempurna dan apabila

dalam waktu 2 (dua) jam tidak terjadi tanda – tanda kesakitan, makanan

tersebut dinyatakan aman.

3) Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui tingkat cemaran makanan baik

kimia maupun mikroba. Untuk pemeriksaan ini diperlukan sampel makanan

yang diambil mengikuti standar/prosedur yang benar dan hasilnya

dibandingkan dengan standar yang telah baku.

b. Tempat penyajian

36
Perhatikan jarak dan waktu tempuh dari tempat pengolahan makanan ke

tempat penyajian serta hambatan yang mungkin terjadi selama pengangkutan karena

akan mempengaruhi kondisi penyajian. Hambatan diluar dugaan sangat

mempengaruhi keterlambatan penyajian.

c. Cara penyajian

Penyajian makanan jadi/siap santap banyak ragam tergantung dari pesanan

konsumen yaitu :

1) Penyajian meja (table service) yaitu penyajian di meja secara bersama,

umumnya untuk acara keluarga atau pertemuan kelompok dengan jumlah

terbatas 10 sampai 20 orang.

2) Prasmanan (buffet) yaitu penyajian terpusat untuk semua jenis makanan yang

dihidangkan dan makanan dapat dipilih sendiri untuk dibawa ke tempat masing-

masing.

3) Saung (ala carte) yaitu penyajian terpisah untuk setiap jenis makanan dan

setiap orang dapat mengambil makanan sesuai dengan kesukaannya.

4) Dus (box) yaitu penyajian dengan kotak kertas atau kotak plastik yang sudah

berisi menu makanan lengkap termasuk air minum dan buah yang biasanya

untuk acara makan siang.

5) Nasi bungkus (pack/wrap) yaitu penyajian makanan dalam satu campuran menu

(mix) yang dibungkus dan siap santap.

37
6) Layanan cepat (fast food) yaitu penyajian makanan dalam satu rak makanan

(food counter) di rumah makan dengan cara mengambil sendiri makanan yang

dikehendaki dan membayar sebelum makanan tersebut dimakan.

7) Lesehan yaitu penyajian makanan dengan cara hidangan di lantai atau meja

rendah dengan duduk di lantai dengan menu lengkap.

d. Prinsip penyajian

1) Setiap jenis makanan di tempatkan dalam wadah terpisah, tertutup agar tidak

terjadi kontaminasi silang dan dapat memperpanjang masa saji makanan sesuai

dengan tingkat kerawanan makanan.

2) Kadar air yaitu makanan yang mengandung kadar air tinggi (makanan berkuah)

baru dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk mencegah makanan

cepat rusak dan basi.

3) Pemisah yaitu makanan yang ditempatkan dalam wadah yang sama seperti dus

atau rantang harus dipisah dari setiap jenis makanan agar tidak saling campur

aduk.

4) Panas yaitu makanan yang harus disajikan panas diusahakan tetap dalam

keadaan panas dengan memperhatikan suhu makanan, sebelum ditempatkan

dalam alat saji panas (food warmer/bean merry) makanan harus berada pada

suhu > 600C.

5) Bersih yaitu semua peralatan yang digunakan harus higienis, utuh, tidak cacat

atau rusak.

38
6) Handling yaitu setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak kontak

langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir.

7) Edible part yaitu semua yang disajikan adalah makanan yang dapat dimakan,

bahan yang tidak dapat dimakan harus disingkirkan.

8) Tepat penyajian yaitu pelaksanaan penyajian makanan harus tepat sesuai

dengan seharusnya yaitu tepat menu, tepat waktu, tepat tata hidang dan tepat

volume (sesuai jumlah).

2.3. Mie
Mie adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa

penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Sekitar empat

puluh persen konsumsi gandum di Asia adalah mie (Hoseney, 1998). Produk mie umumnya

digunakan sebagai sumber energi karena kandungan karbohidratnya yang relatif tinggi. Mie

dengan bahan dasar utama terigu dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu mie basah dan mie

instan. Mie basah mentah merupakan untaian mie hasil dari pemotongan lembaran adonan,

tanpa perlakuan pengolahan lanjutan. Mie basah mentah memiliki kadar air 35% dan

biasanya ditaburi dengan tapioka untuk menjaga agar mie tidak saling lengket. Mie matang

dihasilkan dari mie mentah yang dikukus atau direbus. Kadar air mie matang sekitar 52%,

dan biasanya setelah pengukusan dicampur dengan minyak sayur untuk mencegah

lengket(Elvira, 2008).

2.3.1. Mie Gomak

39
Salah satu contoh mie yang tergolong mie matang adalah mie lidi, yang

digunakan sebagai bahan dasar untuk mie gomak. Mie gomak banyak ditemukan di daerah

Sumatera Utara, khususnya di daerah Sidikalang. Mie gomak banyak dikonsumsi oleh

masyarakat Sidikalang karena banyak dijual, praktis dan murah. Terkhusus bagi pedagang

yang ada disekitar pasar Sidikalang, kebanyakan dari pedagang tersebut tidak perlu

membawa bekal untuk makan siang, mereka cukup membeli dari penjual mie gomak yang

ada di pasar tersebut. Selain harga yang murah, banyaknya penjual mie gomak juga

membuat mie gomak mudah didapatkan. Banyaknya penjual juga dipengaruhi cara

mengolah mie gomak yang cukup mudah.

Langkah-langkah membuat mie gomak(C. Siregar, 2011)

Bahan :

1. 250 gram mie lidi

2. 500 gram dada ayam, di potong-potong

3. 250 gram labu siam, iris

4. 10 buah cabe rawit merah

5. 5 buah cabe merah

6. 5 siung bawang merah

7. 5 siung bawang putih

8. 3 batang daun bawang, iris halus

9. 6 lembar daun jeruk purut

10. 5 batang serai, memarkan

11. 3 buah tomat, belah enam memanjang

40
12. 1/2 butir kelapa setengah tua parut memanjang, buat serundeng. Giling halus

13. 1250 mil air

14. 4 sendok makan minyak goreng

Cara Membuat :

1. Cuci bersih dada ayam, lalu rebus dengan 1250 ml air.

2. Giling halus cabe merah besar, bawang putih dan bawang merah.

3. Rendam mie lidi dalam air matang hangat, hingga lunak.

4. Panaskan minyak goreng, tumis bumbu halus, masukkan serai, daun jeruk, masak

hingga harum.

5. Masukkan tumisan bumbu ke dalam rebusan, didihkan kembali.

6. Masukkan labu siam dan tomat. Masak hingga mendidih.

7. Sebelum diangkat masukkan cabe rawit utuh.

8. Siap sajikan mie gomak tersebut, ambil mie lidi dari rendaman, masukkan ke dalam

mangkok. Tuang kuah kaldu, taburi daun bawang, serundeng halus, dan air jeruk nipis.

2.4. Escherichia coli


Keracunan makanan dapat disebabkan oleh racun asli yang berasal dari tumbuhan atau

hewan tersebut dan racun yang ada dalam pangan tersebut akibat pengotoran dan

kontaminasi. Sedangkan penyakit bawaaan makanan adalah penyakit umum yang dapat

diderita seseorang akibat memakan sesuatu yang sudah terkontaminasi mikroba patogen,

kecuali keracunan(Chandra, 2007).

41
Secara umum istilah keracunan makanan yang sering digunakan untuk menyebut

gangguan yang disebabkan oleh mikroorganisme mencakup (Albiner, 2002)

1. Intoksikasi pangan adalah gangguan yang diakibatkan termakannya toksin yang

dihasilkan organisme-organisme tertentu atau gangguan-gangguan akibat terinfeksi

organisme penghasil toksin

2. Infeksi pangan adalah masuknya bakteri kedalam tubuh manusia melalui makanan

yang terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi tubuh terhadap bakteri atau hasil-hasil

metabolismenya. Salah satu jenis organisme pangan tersebut adalah Escherichia

coli.

Pencemaran makanan yang terutama adalah bakteri, disamping pencemar lainnya yaitu

virus, parasit cacing, zat kimia dan bahan pencemar alami. Salah satu sumber pencemar

terbesar adalah Enterobacteriaceae, suatu famili kuman yang terdiri dari sejumlah besar

spesies bakteri yang sangat erat hubungannya satu dengan yang lain. Hidup di usus besar

manusia dan hewan, tanah, air dan dapat pula ditemukan pada dekomposisi material.

Karena hidupnya yang pada keadaan normal di dalam usus besar manusia, kuman ini sering

disebut kuman enterik atau basil enterik. Sebagian besar kuman enterik tidak menimbulkan

penyakit pada host bila kuman tetap berada pada usus besar, tetapi pada keadaan-keadaan

dimana terjadi perubahan pada host atau bila da kesempatan kuman enterik ini mampu

menimbulkan penyakit pada tiap jaringan di tubuh manusia. Sebanyak 80% dari kuman

batang negatif gram yang diisolasi di laboratorium Mikroboilogi Klinik adalah kuman

Enterobacteriaceae dan 50% dari jumlah tersebut adalah isolat yang berasal dari bahan

klinik. Organisme-organisme di dalam famili pada kenyataaannya mempunyai peranan

42
penting di dalam infeksi nosokomial, misalnya sebagai penyebab infeksi saluran kemih,

infeksi pada luka, infeksi saluran nafas, peradangan selaputotak, dan septikemi(Hawley,

2003).

Spesies Enterobacteriaceae yang digunakan sebagai indikator polusi atau dapat

digunakan sebagai petunjuk adanya polusi feses atau kotoran manusia atau hewan adalah

Escherichia coli.

Pertama dijumpai pada tahun 1885, bakteri ini kemudian dikenali bersifat komensal

maupun berpotensi patogen. Escherichia coli banyak digunakan dalam teknologi rekayasa

genetik. Biasa digunakan sebagai vektor untuk menyisipkan gen-gen tertentu yang

diinginkan untuk dikembangkan. Escherichia coli dipilih karena pertumbuhannya sangat

cepat dan mudah penanganannya(Jewetz, 2001).

2.4.1. Sifat Escherichia coli

Bakteri yang secara tipikal mesofilik ini dapat tumbuh sekitar 7-100C sampai 500C,

dengan suhu optimum 370C; pada rentang pH 4,4 - 8,5 (Adam dan Moterjemi, 2003).

Bakteri Escherichia coli tidak bisa bertahan pada tempat yang kering dan kena pembasmi

hama, dan akan mati pada suhu 600C selama 30 menit. Escherichia coli dapat berkembang

biak pada makanan dengan nilai aktivitas air minimum 0,95. Berdasarkan kebutuhan

terhadap oksigen, Escherichia coli termasuk bakteri gram negatif yang bersifat anaerob

fakultatif sehingga Escherichia coli yang muncul di daerah infeksi seperti abses abdomen

dengan cepat mengkonsumsi seluruh persediaan oksigen dan mengubah metabolisme

43
anaerob, menghasilkan lingkungan yang anaerob dan menyebabkan bakteri anaerob yang

muncul dapat tumbuh dan menimbulkan penyakit (WHO, 2005).

Klasifikasi ilmiah

1. Superdomain Phylogenetica

2. Filum Proteobacteria

3. Kelas Gamma Proteobacteria

4. Ordo Enterobacteriales

5. Famili Enterobacteriaceae

6. Genus Escherichia

7. Spesies Escherichia coli

Secara umum gejala klinis penyakit yang diakibatkan oleh Escherichia coli adalah

dengan masa inkubasi berlangsung selama 12 jam hingga 3 hari. Gejala timbul 18-48 jam

setelah menyantap makanan yang tercemar berupa nyeri dan diare, terkadang disertai oleh

demam serta muntah. Beberapa faktor berperan dalam pencegahan infeksi Escherichia coli

seperti keasaman lambung, keutuhan flora, dan motilitas usus. Bayi yang diberikan ASI

kemungkinan untuk mengalami diare akibat bakteri tersebut kecil sekali karena di dalam

ASi terkandung faktor pelindung(Pratiwi, 2008).

Escherichia coli dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan.

Mikroorganisme tersebut akan dihancurkan oleh asam klorida (HCl) dan enzim-enzim di

lambung, atau oleh empedu dan enzim di usus halus. Mikroorganisme yang bertahan dapat

menyebabkan penyakit kemudian akan dikeluarkan melalui feses dan dapat ditransmisikan

ke inang lainnya melalui air, makanan atau jari-jari tangan yang telah terkontaminasi.

44
Ketika host dalam keadaan normal Escherichia coli dapat mencapai aliran darah dan

menyebabkan sepsis. Bayi yang baru lahir rentan sekali terhadap sepsis E.coli karena

kekurangan antibodi IgM. Sepsis dapat terjadi setelah infeksi sistem saluran kencing.

2.4.2. Klasifikasi Escherichia coli

Sejauh ini, ada 5 kelas Escherichia coli yang bersifat enterovirulen (karakteristik dan

virulensi). Kelima kelas tersebut adalah Escherichia coli Enterotoksigenik, Escherichia coli

Enteroinvasif, Escherichia coli Enteropatogenik, Escherichia coli Enterohemoragik. Dan

Escherichia coli Enteroagregative.

1. Enterophatogenic Escherichia coli (EPEC)

EPEC adalah penyebab penting diare pada bayi, terutama di negara berkembang.

Escherichia coli dengan karakteristik seperti ini merupakan Escherichia coli yang

pertama dikenali sebagai patogen primer yang menyebabkan wabah diare di tempat

perawatan anak. Bakteri golongan ini melekat pada sel mukosa usus halus dan

menyebabkan infeksi dengan gejala diare cair yang biasanya sulit untuk diatasi namun

tidak kronis. Penempelan berhubungan dengan hilangnya mikrovili dan disebabkan oleh

pengaturan ulang dari sel penjamu. Jika keadaan seperti ini menjadi parah pada anak-

anak, akan terjadi dehidrasi yang mengarah pada gagal pertumbuhan (seandainya situasi

berubah kronik) (Jawetz et al, 2005).

2. Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC)

ETEC biasanya menjangkiti musafir dan bakteri ini juga merupakan penyebab

penting diare pada bayi di negara-negara berkembang, ETEC ditularkan melalui

45
pemakaian feses manusia sebagai pupuk tanaman dan umumnya pada sanitasi yang

buruk.

Beberapa strain ETEC memproduksi sebuah eksotoksin yang sifatnya labil terhadap

panas. Memperhatikan pemilihan dan pengkonsumsian makanan yang potensial

terkontaminasi ETEC sangat dianjurkan untuk membantu mencegah diare pada musafir

(Jawetz et al, 2005). ETEC menghasilkan dua toksin yang bersifat stabil dan agak labil

terhadap panas, yaitu penyakit yang mirip dengan kolera dan diare petualang. ETEC

merupakan penyebab utama traveller’s diarrhea dan infantile diarrhea di negara

berkembang (miskin). Diare pada kasus ini berupa watery diarrhea, dengan gradasi

keparahan berkisar dari ringan sampai parah. Patogenesis diare jenis ini berkaitan

dengan enterotoksin yang dihasilkannnya. Toksin itu sendiri terbagi menjadi heat labil

toxins (struktur dan fungsinya mirip dengan toksin yang disekresikan oleh Vibrio

Cholera) dan heat stabile toxins. ETEC bekerja pada eritrosit untuk menstimulasi

sekresi cairan, meyebabkan terjadinya diare. ETEC Heat Labil Toxins memiliki 70%

homologi dengan toksin kolera, labil terhadap panas, dan meningkatkan adenosin

monofosfat sikliklokal pada sel anterik sedangkan ETEC Heat Stabil Toxins bersifat

stabil terhadap panas dan menstimulasi guanil monofosfat siklik(Staff Kedokteran,

1993).

Periode inkubasi ETEC berkisar 1-2 hari, kemudian berlanjut dengan timbulnya

diare berair tanpa disertai darah, lendir, atau leukosit. Muntah dapat timbul, tetapi

sebagian besar penderita tidak disertai demam. Penyakit ini bersifat self-limited,

46
biasanya gejala ini akan lenyap sendiri dalam kurun waktu kurang dari 5 hari(Arisman,

2008).

3. Enterohaemorrhagic Escherichia coli (EHEC)

EHEC merupakan bakteri biakan sel ginjal monyet hijau di Afrika dan dapat

menghasilkan verotoksin. Strain EHEC yang paling banyak dijumpai adalah O157:H7

yang menghasilkan racun yang disebut toksin Shiga. Racun ini merusak sel-sel dinding

usus sehingga menimbulkan perdarahan. Toksin Escherichia coli 0157 juga memecah

sel darah merah, menyebabkan anemia dan menurunkan jumlah trombosit. Pada 10%

kasus, keracunan Escherichia coli berlanjut sehingga menyebabkan kerusakan ginjal dan

organ penting lainnya. Risiko kematian terutama tinggi pada anak-anak dan

lansia(Gillespie, 2007).

Escherichia coli 0157 memiliki masa inkubasi antara 1-3 hari. Waktu tersebut

dibutuhkan bakteri untuk melakukan perjalanan ke usus besar dan berkembang biak di

sana ke tingkat yang menyebabkan masalah. Karena bakteri terutama memengaruhi usus

besar, gejala utama adalah sakit perut dan diare. Escherichia coli 0157 jarang

menyebabkan muntah, meskipun penderita merasakan sakit perut dan diare hebat

sehingga ada bintik-bintik darah segar di tinjanya. Berbeda dengan jenis keracunan

makanan lainnya, Escherichia coli 0157 sangat gigih dan membutuhkan waktu

seminggu atau lebih sebelum diare mereda(Stephen 2007).

Bakteri ini banyak dihubungkan dengan haemorrhagic colitis, sebuah bentuk diare

yang parah dan dihubungkan dengan uremic hemolytic syndrome, sebuah penyakit

akibat gagal ginjal akut, microangiopathi hemolytic anemia dan thrombocytopenia.

47
EHEC mampu mengeluarkan Shigaliks toxins, yang menyebabkan dua macam sindrom,

yaitu hemorrhagic colitis dan HUS. Toksin ini pula yang bertanggung jawab terhadap

gejala sisa sistemik (systemic sequela) akibat penyakit ini(Jawetz et al, 2005).

Gejala yang ditimbulkan oleh EHEC berkisar dari diare berair ringan hingga kolitis

hemoragik yang parah. Setelah masa inkubasi 1-5 hari dilalui, diare berair terjadi dengan

kerap diikuti oleh kram perut serta muntah. Pada kebanyakan pasien, diare berdarah

biasanya muncul 1-2 hari setelah gejala pertama muncul, tetapi tidak terkait dengan

keberadaan leukosit dalam tinja. Demam sering kali menjangkiti sepertiga kasus,

sementara penyakit ini berlangsung selama 4-10 hari(Hewley, 2003).

EHEC tak mungkin diisolasi dari tubuh penderita ketika HUS telah terjadi.

Hemolytic-uremic syndrome terdiri atas trias mikroangiopati akibat anemia hemolitik,

trombositopenia, dan insufisiensi ginjal. Sindrom ini biasanya terjadi pada minggu

kedua (kisaran 2-14 hari) perjalanan penyakit, bahkan tidak jarang baru timbul setelah

diare sembuh. Ketika HUS terjadi, penderita tampak pucat, sangat lemah, gelisah, serta

oliguri atau anuri pada pemeriksaan. Gagal ginjal kronis(GGK) akan terjadi pada

sebanyak 10 % penderita HUS. Hemolytic-uremic syndrome adalah penyebab kematian

pada 3-5 % penderita GGK(Jewetz, 2001).

4. Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC)

EIEC merupakan bakteri yang menyebabkan penyakit mirip dengan shigellosis.

Bakteri ini menyerang sel epitel mukosa usus dan biasanya menjangkiti anak di negara

berkembang dan musafir. EIEC menginvasi dan berpoliferasi di dalam sel epitel mukosa

sehingga tidak jarang menimbulkan colonic epitthelial cell death(Jawetz et al, 2005).

48
5. Enteroagregative Escherichia coli (EAEC)

EAEC menyebabkan diare yang akut dan kronis (dalam jangka waktu 14 hari) pada

orang di negara berkembang. Organisme ini juga menyebabkan penyakit karena

makanan di negara industri. Mereka digolongkan berdasarkan bentuk dan perlekatan

pada sel manusia. Patogenesis EAEC penyebab diare tidak begitu dipahami dengan baik,

meskipun dinyatakan bahwa EAEC melekat pada mucosa intestinal dan menghasilkan

enterotoksin dan sitotoksin. Akibatnya dalah kerusakan mukosa, pengeluaran sejumlah

besar mukosa dan terjadinya diare(Pratiwi, 2008).

Identifikasi Laboratorium

Seluruh tinja penderita diare hendaknya dikultur(cukup diare, tanpa darah, jika

terjadi KLB), untuk menemukan kemungkinan keberadaan bakteri patogen Escherichia coli

serotipe 0157:H7. Tanpa kultur Escherichia coli patogen dapat ditemukan dengan

menggunakan Rapid enzyme immunoassays, tetapi pemeriksaan dapat dilakukan lebih cepat

dengan polymerase chain reaction (PCR), yang dapat mengidentifikasi jasad renik

langsung dari spesimen(Kathleen, 2007).

Infeksi Saluran Kencing (ISK) yang pertama kali terjadi dianggap sebagai

Escherichia coli dan diterapi secara empiris dengan triemtoprim-sulfemetoktazol

identifikasi laboratorium. Metode-metode diagnostik meliputi tes dipstick dan biakan

kuantitatif. Tes dipstick memperlihatkan leukosit esterase positif (tanda adanya pus di

urine, tidak selalu berkaitan dengan bakteriuria), nitrit positif dan adanya bakteri gram

negatif pada urine yang tidak dipusing. Biakan kuantitatif dengan menghitung > 1000/ml

urine sekarang dianggap positif pada individu yang simtofatik(Jewetz, 2001).

49
Bila dilihat dibawah mikroskop maka kumpulan Escherichia coli berwarna merah,

sedangkan secara makroskopik terlihat kilau metalik disekitar media Escherichia coli peka

terhadap panas, segera hancur dengan pasteurisasi dan pemanasan. Sedangkan pada proses

pembekuan tidak akan membinasakan bakteri, sehingga bakteri dapat hidup pada suhu yang

rendahuntuk jangka waktu yang relatif panjang(Depkes RI, 1991).

Penyakit-penyakit lain yang disebabkan oleh Escherichia coli adalah :

1. Infeksi saluran kemih

Escherichia coli adalah penyebab utama infeksi saluran kemih (ISK) dan diperkirakan

sekitar 90% ISK pada wanita muda disebabkan oleh Escherichia coli. Wanita lebih

sering terkena ISK karena perbedaan struktur anatomisnya, kematangan seksual,

perubahan traktus urogenitalitasselama kehamilan dan melahirkan, serta karena adanya

tumor(Staff Pengajar FK UI, 1993).

2. Sepsis

Bila pertahanan hospes tidak adekuat, Escherichia coli bisa masuk peredaran darah dan

meyebabkan sepsis. Bayi-bayi yang baru lahirn sangat peka terhadap sepsisi

disebabkan Escherichia coli, karena mereka tidak memiliki anbodi IgM. Sepsis bisa

terjadi sebagai efek sekunder dari Infeksi Saluran Kemih(Tim Mikrobiologi FK

Universitas Brawijaya, 2003)

3. Meningitis

Escherichia coli merupakan penyebab utama meningitis pada bayi. Kurang lebih 75%

Escherichia coli dari kasus meningitis memiliki antigen K1, yaitu antigen yang bisa

bereaksi silang dengan polisakarida kapsuler grup B dari Neisseria meningitis.

50
2.5. Kerangka Konsep
Tid
Higiene KepMenK
ak
perorangan penjual
mie gomak es No

942/SK/VII/2003 Me

Kondisi
Sanitasi
Pengelolaan Mie
Gomak
1. Pemilihan bahan
baku
2. Penyimpanan
bahan baku
3. Pengolahan
makanan
4. Pengangkutan Me
makanan PerMenK
5. Penyimpanan es No.
makanan masak 1096/Per/VI/2011
6. Penyajian Higiene Sanitasi Tid
makanan masak J B
ak
Pemeriksaa

n Escherichia coli

51
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah survai yang bersifat deskriptif, dengan melihat gambaran

higiene dan sanitasi pengelolaan dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui jumlah

bakteri Escherichia coli dalam mie gomak yang dijual di kecamatan Sidikalang.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan sampel terhadap pedagang dilaksanakan di pasar Sidikalang dan observasi

terhadap pedagang yang menjual mie gomak menyebar di seluruh kecamatan Sidikalang

yaitu

1. Penjual A berlokasi di jl. Lot labana Sidikalang

2. Penjual B berlokasi di jl. Sada Arih Sidikalang

3. Penjual C berlokasi di jl. Parongil Sidikalang

4. Penjual D berlokasi di jl. Nusantara Sidikalang

5. Penjual E berlokasi di jl. Cipta Sidikalang

6. Penjual F berlokasi di jl. Cipta Sidikalang

7. Penjual G berlokasi di jl. Parongil Sidikalang

8. Penjual H berlokasi di jl. Parongil Sidikalang

9. Penjual I berlokasi di jl. Merga Silima Sidikalang

10. Penjual J berlokasi di jl. Trikora Sidikalang

52
.Adapun alasan memilih lokasi penelitian tersebut adalah :

1. Jumlah konsumen dan pedagang yang cukup banyak

2. Kebanyakan lokasi penjamahan mie gomak terletak di dekat tempat sampah, selokan

dan di pinggir jalan raya

3. Belum pernah dilakukan penelitian mie gomak di tempat tersebut

Lokasi pemeriksaan sampel dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan(BLK)

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.

Waktu penelitian direncanakan pada bulan Juni 2012 termasuk pengambilan data

pendukung lainnya.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah penjual mie gomak yang dipilih oleh peneliti yang

berjumlah 10 orang di kecamatan Sidikalang.

3.3.2. Sampel

Sampel penelitian adalah total sampling dari seluruh populasi yang berjumlah 10

penjual mie gomak..

Objek penelitian adalah mie gomak siap saji yang dijual di pasar Sidikalang dengan

jumlah 10 mewakili seluruh penjual mie gomak di kecamatan Sidikalang.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer

53
Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap mie gomak yang

dijual di kecamatan Sidikalang untuk mengetahui jumlah bakteri Escherichia coli.

Observasi dan wawancara juga dilakukan terhadap penjamah mie gomak.

3.4.2. Data Sekunder

Data diperoleh dari literatur dan hasil penelitian sebelumnya yang mendukung

penelitian ini.

3.5. Pelaksanaan Penelitian

3.5.1. Pengambilan Sampel dan Pengiriman ke Laboratorium

1. Mie dimasukkan ke dalam kantong plastik steril menggunakan sendok yang steril (harus

dibungkus steril sebelum dipakai, jika akan digunakan maka harus dipanaskan di atas

lampu spiritus beberapa saat dan ditunggu sampai kembali dingin dan tidak dipegang

dengan tangan).

2. Setelah mie dimasukkan ke dalam plastik, kemudian plastik dilipat bagian atasnya

beberapa kali lipatan kemudian di beri tanda atau kode.

3. Sampel kemudian dibawa ke laboratorium untuk pemeriksaan keberadaan Escherichia

coli. Waktu yang digunakan menuju laboratorium sekitar 4 – 5 jam. Jangka waktu

pengambilan dengan pemeriksaan sampel tidak boleh lebih dari 1x24 jam.

3.5.2. Peralatan dan Bahan

1. Tabung reaksi pyrex; rak tabung reaksi.

2. Tabung Durham.

54
3. Inkubator dengan spesifikasi 0oC-70oC.

4. Timbangan

5. Pipet tetes ukuran 1 ml, 2 ml, 5 ml, 10 ml

6. Lactose Broth

7. Brillian Green Lactose Broth 2% (BGLB)

8. Buffered Pepton Water 0,1 %

9. Cawan petri

10. Botol media

11. Gunting

12. Pinset

13. Jarum inokulasi (ose)

14. Stomacher

15. Pembakar Bunsen

16. pH meter

17. magnetic stirrer

18. pengocok tabung (vortex)

19. penangas air

20. autoklaf

21. lemari steril (clean bench)

22. lemari pendingin (refrigerator)

23. freezer

55
3.6. Metode Pemeriksaan Sampel Mie

Pemeriksaan Most Probable Number (MPN) terhadap sampel mie yang diambil yang

menunjukkan keberadaan Escherichia coli dilakukan dengan dengan metode tabung ganda

menggunakan 3 tabung. Pemeriksaan tabung ganda terdiri dari tes perkiraan dan tes

penegasan.

3.6.1. Penyiapan contoh

a. Timbang contoh padat dan semi padat sebanyak 25 gram atau ukur contoh cair

sebanyak 25 ml secara aseptic kemudian masukkan dalam wadah steril.

b. Untuk contoh daging , telur, dan susu

Tambahkan 225 ml larutan BPW 0,1 % ke dalam kantong steril yang

berisi contoh, homogenkan dengan stomacher selama 1 menit sampai dengan 2

menit (kecuali untuk contoh susu cair). Ini merupakan larutan dengan

pengenceran 10-1.

3.6.2. Cara Uji

Pengujian menggunakan seri 3 tabung, uji isolasi-identifikasi, dan uji

biokimia.

3.6.1.1. Uji Pendugaan

a. Pindahkan 1 ml larutan pengenceran 10-1 tersebut dengan pipet steril ke dalam

larutan 9 ml BPW 0,1 % untuk mendapatkan pengenceran 10-2 . Dengan cara

yang sama seperti di atas buat pengenceran 10-3 .

56
b. Pipet masing-masing 1 ml dari setiap pengenceran ke dalam 3 seri tabung

LSTB yang berisi tabung Durham.

c. Inkubasi pada temperature 350 C selama 24 jam sampai dengan 48 jam.

d. Perhatikan adanya gas yang terbentuk di dalam tabung Durham, Hasil uji

dinyatakan positif terbentuk gas.

3.6.1.2. Uji Konfirmasi (peneguhan)

a. Pengujian harus selalu disertai dengan menggunakan kontrol positif.

b. Pindahkan biakan positif dengan menggunakan jarum inokulasi dari setiap

tabung LSTB ke dalam tabung ECB yang berisi tabung Durham.

c. Inkubasikan ECB pada temperature 45,50C selama 24 jam ± 2 jam, jika

hasilnyanegatif inkubasikan kembali selama 48 jam ± 2 jam.

d. Perhatikan adanya gas yang terbentuk di dalam tabung Durham. Hasil uji

dinyatakan positif bila terbentuk gas.

e. Selanjutnya gunakan table Most Probable Number (MPN) untuk menentukan

nilai MPN berdasarkan jumlah tabung ECB yang positif mengandung gas di

dalam tabung Durham sebagai jumlah E.coli per milliliter atau per gram.

Teknik pengukuran ini digunakan untuk memperoleh data mengenai keberadaan

Escherichia coli pada mie.

3.7. Defenisi Operasional

1. Higiene penjamah makan adalah perilaku dalam mengolah dan menyajikan mie gomak

bagi konsumen.

57
2. Pemilihan bahan makanan adalah pemilihan makanan (mie lidi, daging ayam, bumbu)

yang akan diolah sebelum dihidangkan

3. Penyimpanan bahan makanan adalah teknik penyimpanan bahan makanan yang akan

diolah untuk mencegah kontaminasi bakteri

4. Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi

makanan jadi/masak atau siap santap (proses memasak)

5. Penyimpanan makanan masak adalah teknik penyimpanan masakan yang sudah

siap/jadi dan siap untuk dijual

6. Pengangkutan makanan adalah proses pengangkutan masakan jadi dari tempat

mengolah ke tempat penyajian masakan jadi

7. Penyajian makanan jadi adalah pelaksanaan penyajian makanan yang siap dijual atau

dikonsumsi.

8. Pemeriksaan laboratorium adalah pemeriksaannya dilakukan mengidentifikasi

keberadaan bakteri Escherichia coli

9. Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 mengatur tentang Persyaratan Higiene

Sanitasi Jasaboga. Dalam Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 memenuhi

syarat bakteriologis, jika Escherichia coli dalam mie gomak tersebut sesuai dengan

syarat yaitu 0/gr contoh makanan. Tidak memenuhi syarat bakteriologis, jika

Escherichia coli dalam mie gomak tersebut tidak sesuai dengan syarat.

10. KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi

Makanan Jajanan. Memenuhi syarat jika semua dari pertanyaan observasi sesuai

dengan KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003. Tidak memenuhi syarat jika

58
salah satu dari pertanyaan observasi tidak sesuai dengan KepMenKes No.

942/MENKES/SK/VII/2003.

3.8. Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran adalah melihat gambaran higiene sanitasi pengolahan mie

gomak di Pasar Sidikalang.

1. Higiene perorangan penjual mie gomak diukur berdasarkan KepMenKes No.

942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan.

Jika salah satu dari pertanyaan observasi tidak sesuai dengan KepMenKes No.

942/MENKES/SK/VII/2003 maka higiene perorangan penjual tersebut tidak

memenuhi syarat kesehatan.

2. Sanitasi pengolahan mie gomak yang meliputi pemilihan bahan baku mie gomak,

penyimpanan bahan baku mie gomak, pengolahan mie gomak, penyimpanan mie

gomak, pengangkutan mie gomak dan penyajian mie gomak. diukur melalui

Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi

Jasaboga. Jika salah satu dari pertanyaan observasi tidak sesuai dengan Permenkes No.

1096/MENKES/PER/VI/2011 maka makanan jajanan tersebut tidak memenuhi syarat

kesehatan.

Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi berupa pertanyaan

yang menyajikan dua kategori jawaban yaitu “ya” dan “tidak”.

Dengan pengukuran bahwa :

1. Jika semua jawaban “Ya” sari setiap kriteria penilaian maka memenuhi syarat

kesehatan sesuai dengan Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang

59
Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga dan KepMenKes No.

942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan

Jajanan.

2. Jika semua jawaban “Tidak” sari setiap kriteria penilaian maka tidak memenuhi

syarat kesehatan sesuai dengan Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011

tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga dan KepMenKes No.

942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan

Jajanan.

3.9. Analisa Data

Analisa data ini merupakan analisa data secara deskriptif, disajikan dalam bentuk

tabel distribusi dan dinarasikan dengan kepustakaan yang relevan dengan mengacu pada

Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi

Jasaboga dan KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene

Sanitasi Makanan Jajanan. Data hasil pemeriksaan bakteri Escherichia coli diolah dan

disajikan dalam bentuk tabel dengan mengacu pada Permenkes No.

1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga.

60
BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian


4.1.1. Geografi
Sidikalang merupakan ibukota Kabupaten Dairi secara geografis berada di barat laut

propinsi Sumatera Utara dengan luas daerah sekitar 191.625 Ha atau sekitar 2,67% dari

luas keseluruhan propinsi Sumatera Utara (71.680.000 Ha). Kabupaten Dairi secara

administratif terdiri dari 15 kecamatan, dengan 145 kelurahan. Jika ditinjau dari aspek

topografis Kecamatan Sidikalang yang berada di ketinggian 1.066 m di atas permukaan laut

tersebut terdiri dari gunung-gunung dan bukit-bukit dengan kemiringan yang bervariasi.

Secara ekologis, Kabupaten Dairi merupakan penyangga ekosistem Danau Toba dan

menyumbang sebagian besar input air ke Danau Toba melalui belasan sungai-sungainya.

Keadaan lingkungan yang masih cukup alami dan udara yang sejuk serta jumlah penduduk

yang masih seimbang dengan luas wilayahnya, menjadikan Sidikalang sebagai daerah yang

relatif nyaman untuk dihuni. Bagi penduduk di Kabupaten Dairi, Sidikalang merupakan

kota pusat perdagangan,pendidikan, kesehatan,dan pelayanan umum lainnya.

Secara administratif, batas wilayah Kabupaten Dairi adalah sebagai berikut:

1. Sebelah utara : Kabupaten Karo dan Kabupaten Aceh Tenggara

Provinsi Aceh

2. Sebelah selatan : Kabupaten Pakpak Bharat

3. Sebelah barat : Provinsi Aceh

4. Sebelah timur : Kabupaten Samosir

61
4.1.2. Demografi

Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2007 sebesar 12.834.371

jiwa, tersebar di 28 (dua puluh delapan) kabupaten/kota. Dari jumlah penduduk tersebut,

sebesar 268.780 jiwa atau sekitar 2.09%berada di Kabupaten Dairi. Kecamatan Sidikalang

mempunyai jumlah penduduk tertinggi, yaitu sebesar 44.202 jiwa atau sekitar 16,45% dari

penduduk Kabupaten Dairi.Kepadatan penduduk Kabupaten Dairi sekitar 1 Jiwa/Ha,

tertinggi berada di Kecamatan Sidikalang sedangkan kepadatan terendah berada di

Kecamatan Silahisabungan dan Kecamatan Tanah Pinem.

Jumlah penduduk menurut kelompok umur secara garis besar dibagi dalam tiga

kelompok, yaitu kelompok umur 0 – 14 tahun sebesar 107,406 jiwa atau sekitar 40%,

kelompok umur 15–64 tahun sebesar 150,387 jiwa atau sekitar 56%, kelompok umur 65

tahun keatas sebesar 10,987 jiwa atau sekitar 4%. Berdasarkan data-data tersebut di atas

dapat disimpulkan bahwa tingkat ketergantungan hidup usia non produktif terhadap usia

produktif di Kabupaten Dairi masih dalam kategori relatif rendah, dimana total persentase

usia produktif sekitar 56% sedangkan persentase usia non produktif sekitar 44%.

4.2. Hasil Penelitian

Peneliti melakukan observasi terhadap 10 penjual mie gomak berdasarkan

karakteristik penjual mie gomak untuk melihat gambaran higiene setiap penjual mie gomak

tersebut. Peneliti juga melakukan observasi terhadap sanitasi pengelolaan mie gomak

menggunakan kuesioner yang telah disusun terlebih dahulu. Pemeriksaan Escherichia coli

juga dilakukan terhadap setiap sampel mie gomak.

62
4.2.1. Karakteristik Penjual Mie Gomak

Penjual mie gomak adalah pengelola mie gomak di pasar Sidikalang, Kecamatan

Sidikalang, Kabupaten Dairi. Adapun karakteristik penjual meliputi jenis kelamin, umur,

pendidikan, dan lama bekerja. Karakteristik tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Hasil wawancara peneliti terhadap semua penjual mie gomak diketahui bahwa jenis

kelamin penjual mie gomak seluruhnya (100%) berjenis kelamin perempuan.

Tabel 4.1. Distribusi Umur Penjual Mie Gomak Di Pasar Sidikalang, Kecamatan
Sidikalang Tahun 2012

No Umur (tahun) Jumlah (orang)


1. 29 1
2. 30 1
3. 31 1
4. 33 1
5. 34 1
6. 38 2
7. 42 1
8. 44 1
9. 59 1
Jumlah (N) 10
Minimun 29
Maximum 59

Berdasarkan tabel 4.1. diketahui bahwa umur penjual yang paling muda adalah 29

tahun dan umur yang paling tua adalah 59 tahun. Umur penjual terbanyak adalah penjual

yang berumur 38 tahun berjumlah 2 orang.

Tabel 4.2. Tingkat Pendidikan Penjual Mie Gomak Di Pasar Sidikalang, Kecamatan
Sidikalang Tahun 2012

No. Tingkat Pendidikan Jumlah(orang) Persentase (%)


1. SD 2 20.0
2. SLTP 5 50.0
3. SLTA 3 30.0

63
Berdasarkan tabel 4.2. diketahui bahwa tingkat pendidikan penjual mie gomak yang

paling banyak adalah SLTP yaitu 50%. Pendidikan penjual mie gomak yang paling rendah

adalah SD berjumlah 2 orang dan pendidikan penjual mie gomak paling tinggi adalah

SLTA berjumlah 3 orang.

Tabel 4.3. Distribusi Lama Berjualan Mie Gomak yang Dijual di Pasar Sidikalang
Tahun 2012

No Lama Berjualan (tahun) Jumlah(orang)


1. 3 1
2. 4 2
3. 5 1
4. 6 1
5. 7 1
6 8 1
7. 10 1
8. 15 1
9. 30 1
Jumlah (N) 10
Minimun 3
Maximum 30

Berdasarkan tabel 4.3. diketahui bahwa penjual paling lama bekerja selama 30

tahun dan paling muda lama bekerjanya selama tiga tahun.

4.2.2. Higiene Perorangan Penjual Mie Gomak

Peneliti melakukan observasi terhadap higiene perorangan penjual mie gomak.

Higiene perorangan penjual diobservasi mulai dari pemilihan bahan makanan,

penyimpanan bahan makanan, pengolahan bahan makanan, penyimpanan makanan

jadi/masak, pengangkutan makanan dan penyajian makanan. Hasil observasi peneliti

terhadap 10 penjual mie gomak berdasarkan higiene perorangan penjual disajikan ke dalam

tabel 4.4. berikut.

64
Tabel 4.4. Distribusi Penjual Mie Gomak berdasarkan Higiene Perorangan Penjual
Di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012

No. Kriteria Penilaian Ya % Tidak %


Jlh Jlh
1. Tidak menderita penyakit menular:
c. Batuk
d. Pilek 9 90 1 10
e. Influenza 9 90 1 10
f. Diare 10 100 0 0
g. Penyakit perut lainnya 10 100 0 0
10 100 0 0
2. Menutup luka (luka terbuka/bisul) 10 100 0 0
Menjaga kebersihan badan
3. e. Tangan
f. Rambut 10 100 0 0
g. Kuku 10 100 0 0
h. Pakaian 10 100 0 0
a. Memakai celemek 10 100 0 0
4. b. Memakai tutup kepala 3 30 7 70
Mencuci tangan setiap kali 7 70 3 30
5. hendak menangani makanan 10 100 0 0
Menjamah makanan memakai
6. alat/perlengkapan (dengan alas 10 100 0 0
tangan)
a. Tidak sambil merokok
7. b. Menggaruk anggota badan 10 100 0 0
a. Tidak batuk di hadapan 10 100 0 0
8. makanan jajanan 10 100 0 0
b. Tidak bersin di hadapan
makanan jajanan 10 100 0 0

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa 9 penjual (90%) tidak menderita penyakit

menular batuk dan pilek dan semua penjual tidak menderita penyakit menular influenza,

diare, dan penyakit perut lainnya. Semua penjual (100%) menutup luka dan menjaga

kebersihan badan, tangan, rambut, kuku, dan pakaian. 3 penjual (30%) memakai celemek

dan 7 penjual (70%) memakai tutup kepala. Semua penjual (100%) mencuci tangan setiap

65
kali hendak menangani makanan, menjamah makanan memakai alat/perlengkapan (dengan

alas tangan, tidak sambil merokok, tidak menggaruk anggota badan, tidak batuk di

hadapan makanan jajanan, dan tidak bersin di hadapan makanan jajanan).

4.2.3. Sanitasi Pengelolaan Makanan


4.2.3.1. Pemilihan Bahan Baku Makanan
Hasil observasi peneliti terhadap 10 penjual mie gomak berdasarkan pemilihan

bahan baku makanan disajikan dalam tabel 4.5. berikut.

Tabel 4.5. Distribusi Penjual Mie Gomak berdasarkan Pemilihan Bahan Mie Gomak
Di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012

No. Kriteria Penilaian Ya % Tidak %


Jlh Jlh
1. Makanan dikemas : mie lidi
a. tidak rusak 10 100 0 0
b. belum kadaluarsa 10 100 0 0
c. kemasan mie lidi hanya 10 100 0 0
digunakan untuk satu kali
penggunaan
2. Makanan tidak dikemas
a. cabe dalam keadaan baru dan 10 100 0 0
segar
. b. bawang dalam keadaan baru 10 100 0 0
dan segar
c. tomat dalam keadaan baru dan 10 100 0 0
segar
d. sayur dalam keadaan baru dan 10 100 0 0
segar

Berdasarkan tabel 4.5. diperoleh bahwa kriteria penilaian dalam pemilihan bahan

mie gomak yang memenuhi syarat kesehatan penjual mie gomak di pasar Sidikalang,

Kecamatan Sidikalang tahun 2012 adalah semua penjual (100%) menggunakan kemasan

mie lidi yang tidak rusak, belum kadaluarsa, kemasan mie lidi yang digunakan hanya untuk

66
satu kali penggunaan, dan menggunakan cabe, bawang dan tomat dalam keadaan baru dan

segar.

4.2.3.2. Penyimpanan Bahan Baku Makanan

Hasil observasi peneliti terhadap 10 penjual mie gomak berdasarkan penyimpanan

bahan baku makanan disajikan dalam tabel 4.6. berikut.

Tabel 4.6. Distribusi Penjual Mie Gomak berdasarkan Penyimpanan Bahan Baku
Makanan Di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012

No. Kriteria Penilaian Ya % Tidak %


Jlh Jlh
1. Tempat penyimpanan bahan makanan 10 100 0 0
terhindar dari kemungkinan kontaminasi
2 Wadah penyimpanan sesuai dengan jenis 10 100 0 0
bahan makanan
3. Tidak menempel pada lantai, dinding 9 90 1 10
atau langit-langit

Berdasarkan hasil observasi pada tabel 4.6. dapat dilihat bahwa pada tahap

penyimpanan bahan makanan semua penjual (100 %) memiliki tempat penyimpanan

bahan makanan tidak terhindar dari kemungkinan kontaminasi dan memiliki wadah

penyimpanan sesuai dengan jenis bahan makanan. Hasil obsevarsi menunjukkan bahwa

untuk penyimpanan bahan makanan terdapat 9 penjual (90%) yang menyimpan bahan

makanan tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit.

4.2.3.3. Pengolahan Makanan

Hasil observasi peneliti terhadap 10 penjual mie gomak berdasarkan pengolahan

makanan disajikan dalam tabel 4.7. berikut.

67
Tabel 4.7. Distribusi Penjual Mie Gomak berdasarkan Pengolahan Makanan Di Pasar
Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012

No. Kriteria Penilaian Ya % Tidak %


Jlh Jlh
1. Persiapan bumbu yang siap dimasak dicuci 0 0 10 100
dengan air mengalir
2. Peralatan yang kontak dengan makanan
a. lapisan permukaan peralatan tidak 10 100 0 0
mengeluarkan bahan berbahaya
b. talenan terbuat dari bahan selain kayu dan 3 30 7 70
kuat
c. perlengkapan pengolahan berfungsi dengan 10 100 0 0
baik
3. Peralatan bersih yang siap pakai tidak dipegang di 6 60 4 40
bagian yang kontak langsung dengan makanan
atau yang menempel pada mulut
4. Keadaan peralatan(sendok, kuali, baskom, 10 100 0 0
mangkok, wajan memasak) tidak cacat, tidak
retak, tidak gompal, mudah dibersihkan
5. Pemilihan bahan (membuang bagian bahan yang 10 100 0 0
rusak)
6. Mencicipi makanan menggunakan sendok khusus 0 0 10 100
yang selalu dicuci.

Berdasarkan hasil observasi pada tabel 4.7. dapat dilihat kriteria penilaian pada

prinsip pengolahan makanan dimana semua penjual (100%) memenuhi syarat memiliki

lapisan permukaan peralatan tidak mengeluarkan bahan berbahaya, perlengkapan

pengolahan berfungsi dengan baik, keadaan peralatan(sendok, kuali, baskom, mangkok,

wajan memasak) tidak cacat, tidak retak, tidak gompal, mudah dibersihkan, dan membuang

bagian bahan yang rusak. Semua penjual (100%) yang tidak melakukan persiapan bumbu

yang siap dimasak dicuci dengan air mengalir, 3 penjual (30%) memiliki talenan terbuat

dari bahan selain kayu dan kuat, 6 penjual (60%) penjual peralatan bersih yang siap pakai

tidak dipegang di bagian yang kontak langsung dengan makanan atau yang menempel pada

68
mulut dan semua penjual (100%) mencicipi makanan tidak menggunakan sendok khusus

yang selalu dicuci.

4.2.3.4. Penyimpanan Makanan jadi/masak

Hasil observasi peneliti terhadap 10 penjual mie gomak berdasarkan penyimpanan

makanan jadi/masak disajikan dalam tabel 4.8. berikut.

Tabel 4.8. Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Penyimpanan Makanan


jadi/masak Di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012

No. Kriteria Penilaian Ya % Tidak %


Jlh Jlh
1. Makanan disimpan dalam keadaan tidak rusak, 10 100 0 0
tidak busuk atau basi
2. Tempat penyimpanan mempunyai tutup yang 7 70 3 30
menutup sempurna tetapi berventilasi
3. Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan 10 100 0 0
makanan mentah

Berdasarkan tabel 4.8. dapat diketahui bahwa semua penjual (100%) memenuhi

syarat untuk menyimpan makanan dalam keadaan tidak rusak, tidak basi atau basi dan tidak

mencampur makanan jadi dengan bahan makanan mentah. Hasil observasi 7 penjual (70%)

memenuhi syarat untuk tempat penyimpanan mempunyai tutup yang menutup sempurna

tetapi berventilasi.

4.2.3.5. Pengangkutan Makanan

Hasil observasi peneliti terhadap 10 penjual mie gomak berdasarkan pengangkutan

makanan disajikan dalam tabel 4.9. berikut.

69
Tabel 4.9. Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Pengangkutan Makanan di
Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012

No. Kriteria Penilaian Ya % Tidak %


Jlh Jlh
1. Pengangkutan bahan makanan
a. Tidak bercampur dengan bahan 10 100 0 0
berbahaya
b. Menggunakan kendaraan khusus 10 100 0 0
pengangkut bahan makanan
c. Bahan makanan tidak diinjak, 10 100 0 0
dibanting dan diduduki
2. Pengangkutan makanan jadi
a. Menggunakan kendaraan khusus 10 100 0 0
pengangkut mie gomak
b. Wadah harus kuat dan memiliki 10 100 0 0
ukuran yang memadai dengan jumlah
makanan yang akan ditempatkan

Berdasarkan tabel 4.9. diketahui bahwa semua penjual (100%) memiliki

pengangkutan bahan makanan yang tidak bercampur dengan bahan berbahaya,

menggunakan kendaraan khusus pengangkut bahan makanan, dan bahan makanan tidak

diinjak, dibanting dan diduduki. Semua penjual (100%) memiliki pengangkutan makanan

jadi menggunakan kendaraan khusus pengangkut mie gomak dan memiliki wadah harus

kuat dan memiliki ukuran yang memadai dengan jumlah makanan yang akan ditempatkan.

4.2.3.6. Penyajian Makanan Makanan

Hasil observasi peneliti terhadap 10 penjual mie gomak berdasarkan penyajian

makanan disajikan dalam tabel 4.10. berikut.

70
Tabel 4.10. Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Penyajian Makanan Di Pasar
Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012

No. Kriteria Penilaian Ya % Tidak %


Jlh Jlh
1. Semua peralatan penyajian mie gomak yang 10 100 0 0
digunakan higienis dan tidak rusak
2. Tangan penyaji tidak kontak langsung dengan 10 100 0 0
mie gomak

Berdasarkan tabel 4.10. dapat diketahui bahwa semua penjual (100%)

menggunakan semua peralatan penyajian mie gomak yang digunakan higienis dan tidak

rusak dan tangan penyaji tidak kontak langsung dengan mie gomak.

4.2.4. Teknis Higiene dan Sanitasi


4.2.4.1 Bangunan
Hasil observasi peneliti terhadap 10 penjual mie gomak berdasarkan bangunan

disajikan dalam tabel 4.11. berikut.

Tabel 4.11.Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Bangunan di Pasar


Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012

No. Kriteria Penilaian Ya % Tidak %


Jlh Jlh
1. Lokasi tidak berdekatan dengan dengan 5 50 5 50
sumber pencemaran
2. Lantai kedap air, rata, tidak retak dan tidak 5 50 5 50
licin
3. Dinding sebelah dalam keadaan tidak lembab, 5 50 5 50
mudah dibersihkan dan berwarna terang
4. Intensitas cahaya cukup untuk dapat 10 100 0 0
melakukan pengolahan makanan
5. Tempat pengolahan dilengkapi ventilasi 9 90 1 10
6. Ruang pengolahan tidak berhubungan 4 40 6 60
langsung dengan sumber pencemaran
7. Peralatan di ruang pengolahan terlindung dari 10 100 0 0
dari gangguan serangga, tikus dan hewan
lainnya

71
Berdasarkan tabel 4.11. dapat diketahui bahwa 5 lokasi pengolahan (50%) tidak

berdekatan dengan sumber pencemaran dan memiliki lantai kedap air, rata, tidak retak dan

tidak licin. Semua lokasi pengolahan (100%) memiliki intensitas cahaya cukup untuk dapat

melakukan pengolahan dan memiliki peralatan di ruang pengolahan terlindung dari dari

gangguan serangga. 9 lokasi pengolahan (90%) memiliki tempat pengolahan dilengkapi

dengan ventilasi dan 4 lokasi (40%) memiliki ruang pengolahan makanan tidak

berhubungan langsung dengan toilet, peturasan dan kamar mandi.

4.2.4.2 Fasilitas Sanitasi

Hasil observasi terhadap 10 penjual mie gomak berdasarkan fasilitas sanitasi

disajikan dalam tabel 4.12. berikut.

Tabel 4.12. Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Fasilitas Sanitasi di Pasar
Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012

No. Kriteria Penilaian Ya % Tidak %


Jlh Jlh
1. Tempat cuci tangan
a. terpisah dari tempat cuci peralatan 1 10 9 90
b. dilengkapi dengan air mengalir dan sabun, 5 50 5 50
c. dilengkapi dengan penampungan air dan 10 100 0 0
pengering
2. Air bersih tersedia cukup 10 100 0 0
3. Tempat sampah
a. tertutup 6 60 4 40
b. tersedia dalam jumlah yang cukup 2 20 8 80
4. Tempat pencucian peralatan
a. terpisah dari tempat pencucian bahan 5 50 5 50
b. pencucian peralatan menggunakan 6 60 4 40
. pembersih
c. peralatan yang telah dibersihkan disimpan 10 100 0 0
dalam tempat yang terlindung dari
pencemaran serangga

72
Berdasarkan tabel 4.12. dapat dilihat bahwa 1 penjual (1%) memiliki tempat cuci

tangan terpisah dari tempat cuci peralatan, terdapat 5 penjual (50%) yang memiliki tempat

cuci tangan dilengkapi dengan air mengalir dan sabun, saluran pembuangan tertutup dan

semua penjual memiliki tempat cuci tangan dilengkapi dengan bak penampungan air dan

alat pengering. 6 penjual (60%) memiliki air bersih tersedia cukup untuk seluruh kegiatan

pengolahan. 2 penjual (20%) memiliki tempat sampah yang tertutup dan 5 penjual (50%)

memiliki tempat sampah yang tersedia dalam jumlah yang cukup. 6 penjual (60%)

memiliki tempat pencucian peralatan yang terpisah dari tempat pencucian bahan. Semua

penjual (100%) memiliki tempat pencucian peralatan yang menggunakan bahan pembersih

dan memiliki peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan dan disimpan dalam

tempat yang terlindung dari pencemaran serangga.

4.2.4. Analisa MPN Escherichia coli Dalam Mie Gomak yang Dijual di Pasar
Sidikalang, Kecamatan Sidikalang

Pemeriksaan sampel mie gomak di Laboratorium Mikrobiologi Balai Laboratorium

Kesehatan Medan selama 4 hari. Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 09.00 WIB

sampai 10.00 WIB bertempat di pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten

Dairi. Sampel dibawa menggunakan bus menuju laboratorium. Sampel dimasukkan ke

dalam plastik putih dan dibawa menggunakan termos yang berisi es batu. Sampel tersebut

kemudian langsung dibawa ke laboratorium pada hari itu juga. Hasil analisa kandungan

Escherichia coli yang peneliti lakukan terhadap 10 sampel untuk masing-masing mie

gomak disajikan dalam tabel 4.13. berikut.

73
Tabel 4.13. Hasil Analisa MPN Escherichia coli dalam Mie Gomak yang dijual di
Pasar Sidikalang tahun 2012

Kode Sampel MPN Escherichia coli Keterangan

A 0 Memenuhi syarat

B 0 Memenuhi syarat

C 0 Memenuhi syarat

D 0 Memenuhi syarat

E 0 Memenuhi syarat

F 0 Memenuhi syarat

G 0 Memenuhi syarat

H 0 Memenuhi syarat

I 0 Memenuhi syarat

J 0 Memenuhi syarat

Berdasarkan tabel 4.13. dapat dilihat bahwa semua sampel (100%) yang telah

diperiksa memenuhi syarat kesehatan (0/gr contoh makanan).

74
BAB V
PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Penjual Mie Gomak


5.1.1. Deskripsi Umum Jenis Kelamin Penjual Mie Gomak
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada 10 penjual mie gomak di

Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang diperoleh data bahwa semua penjual berjenis

kelamin perempuan. Penelitian sebelumnya (Sianipar, 2009), pembuat susu kedelai dengan

jenis kelamin perempuan lebih baik dalam melaksanaan higiene sanitasi daripada laki-laki.

Semua penjual mie gomak adalah ibu rumah tangga yang memang memiliki pekerjaan

utama sebagai penjual mie gomak. Beberapa penjual mie gomak dibantu oleh pria saat

mengolah makanan seperti menbersihkan bumbu dan mengangkut bahan makanan.

5.1.2. Deskripsi Umum Umur Penjual Mie Gomak

Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti pada 10 penjual mie gomak di Pasar

Sidikalang, Kecamatan Sidikalang, diperoleh bahwa umur paling muda adalah 29 tahun dan

umur yang paling tua adalah 49 tahun. Berdasarkan hasil observasi, penjual mie gomak

yang paling tua kurang menjaga kebersihan karena tidak memakai celemek dan penutup

75
kepala saat mengolah makanan, sedangkan penjual yang paling muda memenuhi syarat

kesehatan untuk higiene perorangan penjual.

5.1.3. Deskripsi Umum Pendidikan Penjual Mie Gomak

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada 10 penjual mie gomak di

Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang diperoleh bahwa tingkat pendidikan penjual mie

gomak yang paling banyak adalah SLTP. Tingkat pendidikan yang berbeda ini tidak

memberikan perbedaan yang bermakna pada tiap pengelolaan mie gomak itu sendiri.

Penjual yang tingkat pendidikannya paling rendah adalah SD lebih menjaga kebersihan

daripada 2 penjual yang tingkat pendidikannya SLTP yaitu memakai penutup kepala.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap semua penjual, tingkat

pendidikan yang lebih tinggi tidak membuat penjualan mie gomak semakin meningkat.

Banyaknya penjualan mie gomak tergantung pada strategis atau tidaknya daerah tempat

menjual.

5.1.4. Deskripsi Umum Lama Bekerja Penjual Mie gomak

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti maka diketahui lama bekerja

penjual mie gomak yang paling lama adalah 30 tahun dan yang paling muda lama

bekerjanya adalah 3 (tiga) tahun. Sebagian besar penjual bekerja setelah mereka menikah.

2 penjual yang paling lama berjualan yaitu 15 tahun dan 30 tahun berjualan dengan tempat

berjualan yang sudah berpindah-pindah beberapa kali. Beberapa penjual mengaku

meneruskan pekerjaan orang tua mereka sebagai penjual mie gomak dan beberapa lainnya

menjual mie gomak karena banyak dicari oleh masyarakat.

5.2. Observasi Higiene Perorangan Penjual Mie Gomak

76
Berdasarkan observasi peneliti tehadap 10 penjual hanya 1 penjual yang secara

keseluruhan memenuhi syarat untuk higiene perorangan penjual mie gomak. Satu penjual

yang menderita penyakit menular seperti batuk dan pilek pada saat mengolah mie gomak.

Penjual mengaku bahwa mau tidak mau harus mengolah mie gomak meskipun dalam

keadaan sakit. Mereka tetap mengolah mie gomak supaya penghasilan rumah tangga

mereka tetap jalan. Mereka akan sangat merasa rugi sekali jika tidak berjualan mie gomak.

Jika mereka masih mampu untuk mengolah mie gomak meskipun dalam keadaan sakit,

maka mereka akan tetap berjualan. 9 penjual lainnya mengolah mie gomak tanpa menderita

penyakit menular lainnya seperti influenza, diare dan penyakit lainnya. Semua penjual

menutup luka jika ada luka terbuka seperti bisul atau luka tersayat lainnya. Penjual segera

menutup dengan perban atau plester penutup luka jika ada luka, khususnya pada saat

mengolah makanan.

Hasil observasi peneliti menyatakan bahwa semua penjual menjaga kebersihan kuku,

rambut, tangan dan pakaian. Penjual selalu meggunakan pakaian yang bersih saat mengolah

makanan dan saat menyajikan makanan. Untuk kebersihan kuku, penjual selalu memotong

kuku jika sudah kelihatan panjang dan hitam. Penjual menjaga kebersihan rambut dengan

membersihkan rambut dua kali sehari. Semua penjual mencuci tangan menggunakan sabun

setiap hendak mengolah makanan, alasannya karena mereka merasa tidak bersih jika tidak

mencuci tangan sebelum menjamah makanan.

Tiga penjual menggunakan celemek pada saat mengolah makanan ataupun saat

menyajikan makanan. 7 penjual lainnya menganggap bahwa dengan menggunakan celemek

terlalu merepotkan dan harus mengeluarkan biaya tambahan. Namun, beberapa penjual

77
menggunakan pakaian khusus untuk mengolah makanan meskipun tidak menggunakan

celemek. Tujuh penjual menggunakan penutup kepala saat mengolah ataupun saat

menyajikan makanan. Satu penjual mengaku menggunakan penutup kepala untuk

menghindari panas matahari atau hujan karena penjual ini berjualan dengan menjajakan

mie gomaknya sepanjang pasar. 4 penjual lainnya memang menggunakan penutup kepala

untuk menghindari terjatuhnya rambut maupun kotoran rambut pada mie gomak.

Semua penjual mengggunakan alat/perlengkapan seperti alas tangan setiap menjamah

makanan meskipun bukan alas tangan khusus. Semua penjual hanya menggunakan plastik

putih biasa untuk menjamah makanan. Semua penjual tidak merokok pada saat mengolah

makanan, alasannya karena kebanyakan konsumen tidak tertarik jika melihat penjual

merokok pada saat menyajikan makanan. Semua penjual juga tidak menggaruk anggota

badan saat mengolah makanan seperti menggaruk telinga, hidung ataupun mulut. Semua

penjual tidak bersin atau batuk di hadapan makanan. Jika penjual merasa ingin batuk atau

bersin maka segera menjauh dari jangkauan makanan untuk menghindari makanan

terkontaminasi bakteri.

5.3. Observasi Enam Prinsip Higiene Sanitasi Pada Penjual Mie Gomak

Observasi terhadap enam prinsip higiene sanitasi pada penjual mie gomak dimulai

dari pemilihan bahan baku makanan, penyimpanan bahan baku, pengolahan mie gomak,

penyimpanan makanan jadi/masak, pengangkutan makanan dan penyajian makanan jadi.

5.3.1. Pemilihan Bahan Makanan

Peneliti mendapat bahwa semua penjual menggunakan bahan baku yang memenuhi

syarat yaitu menggunakan kemasan mie lidi yang tidak rusak, mempunyai label atau merek

78
dan belum kadaluarsa. Seluruh penjual selalu memperhatikan tanggal kadaluarsa setiap

ingin mengolah mie lidi. Untuk pemilihan bahan makanan yang tidak dikemas semua

penjual juga menggunakan bahan makanan yang memenuhi syarat yaitu menggunakan

bumbu seperti bawang, cabe dan tomat yang masih baru dan segar. Makanan tidak dikemas

harus baru dan segar, tidak basi, busuk, rusak atau berjamur, serta tidak mengandung bahan

berbahaya (Depkes RI, 2006).

Untuk penggunaan mie lidi, penjual biasanya menghabiskan 3 (tiga) kilogram

sampai 4 (empat) kilogram untuk sekali memasak per hari Beberapa penjual menggunakan

bumbu paling lama setelah dua hari dibeli di pasar. Sebagian penjual juga menggunakan

bumbu yang dibeli dipasar langsung dihaluskan menggunakan mesin penggiling bumbu.

Sekali menghaluskan bumbu maka untuk sekali memasak dan langsung habis hari itu juga.

Sama halnya dengan penggunaan sayur, sayur yang dibeli dari pasar disimpan dalam lemari

es atau dipakai paling lama dua hari setelah dibeli jika tidak disimpan dalam lemari es.

Penjual membeli sayur dari lokasi tempat produksi sayuran karena harga yang lebih murah.

5.3.2. Penyimpanan Bahan Makanan

Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti berdasarakan penyimpanan

bahan baku mie gomak, 9 penjual (90%) penjual tidak memenuhi syarat kesehatan. Semua

penjual menyimpan mie lidi, bumbu dan sayur terhindar dari bahaya kemungkinan

kontaminasi baik oleh bakteri, serangga, tikus, jauh dari tempat sampah, menggunakan

wadah khusus menyimpan bahan makanan. Berdasarkan wawancara peneliti terhadap

penjual, penjual sangat memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired

first out (FEFO) yaitu mie lidi yang disimpan terlebih dahulu dan yang mendekati masa

79
kadaluarsa dimanfaatkan/digunakan lebih dahulu. Semua penjual menyimpan bahan

makanan pada wadah penyimpanan sesuai dengan jenis bahan makanan, Bahan makanan

yang cepat rusak seperti tomat disimpan dalam lemari pendingin dan bahan makanan kering

yaitu bawang dan sayuran disimpan ditempat yang kering dan tidak lembab. Tempat

menyimpan bahan makanan jarang dibersihkan sehingga memungkinkan bakteri

mencemari bahan makanan apalagi jika bahan makanan tidak dicuci bersih. Satu penjual

meletakkan sayuran langsung menempel pada lantai tanpa menggunakan alas. Hal ini tentu

tidak memenuhi syarat karena tidak menghindari terjadinya kontaminasi debu dari lantai.

Bahan makanan disimpan tanpa tutup memungkinkan serangga dan tikus dapat

menjangkaunya. Penyimpanan bahan baku jangan sampai terkena serangga dan tikus

(Soemirat, 2002).

5.3.3. Pengolahan Makanan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti, semua penjual tidak

memenuhi syarat kesehatan dalam pengolahan mie gomak seperti tidak mencuci bumbu

dan sayur yang siap dimasak dengan air mengalir. Bumbu dan sayur hanya dicuci dalam air

yang yang sudah ditampung dalam baskom atau ember. Hal ini tidak memenuhi syarat

karena jika mencuci dalam air yang ditampung masih memungkinkan kotoran menempel

pada cabe, bawang, tomat atau sayur. Semua penjual menggunakan peralatan yang

memiliki lapisan permukaan tidak larut dalam suasana asam/basa atau garam yang lazim

terdapat dalam makanan serta tidak mengeluarkan bahan berbahaya dan logam berat

beracun. Semua peralatan selama mengolah makanan khususnya yang kontak dengan

makanan seperti kuali, sendok goreng, sendok makan, baskom terbuat dari bahan tara

80
pangan (food grade) yaitu aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Namun, talenan yang

digunakan untuk mengiris sayur atau tomat terbuat dari bahan kayu padahal kayu dapat

terikut tercampur dalam makanan. Hal ini tidak memenuhi syarat dan hanya 3 penjual yang

memiliki talenan yang terbuat bahan selain kayu. Perlengkapan pengolahan seperti kompor,

pisau, meja tempat mengolah kelihatan bersih, kuat dan berfungsi dengan baik, tidak

menjadi sumber pencemaran dan tidak menyebabkan sumber bencana (kecelakaan).

Enam penjual yang tidak memegang peralatan di bagian yang kontak langsung

dengan makanan atau yang menempel di mulut seperti tidak memegang bagian kepala

sendok goreng atau sendok makan, tidak memegang bagian ujung pisau yang mengenai

makanan. Semua penjual (100%) memakai peralatan (sendok, kuali, baskom, mangkok,

wajan memasak) yang tidak cacat, tidak retak, tidak gompal, mudah dibersihkan. Wajan

memasak dan sendok untuk memasak terbuat dari bahan stainless steel dan tidak dalam

keadaan gompal sehingga tidak mengeluarkan bahan berbahaya. Semua penjual juga

membuang bagian bahan makanan yang rusak dan busuk. Namun tidak satu pun penjual

yang mencicipi makanan menggunakan sendok khusus yang selalu dicuci. Hasil wawancara

peneliti menyatakan bahwa semua penjual mencicipi makanan langsung menggunakan

tangan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu.

Saat mengolah mie lidi, penjual menggunakan wajan yang tahan panas. Setelah mie

matang, mie diangkat menggunakan saringan mie yang terbuat dari bahan plastik, lalu

disiram menggunakan air yang bersih untuk dicuci sampai mie bersih. Beberapa penjual

mengolah makanan di dapur rumah mereka dan menjual mie gomak di tempat yang sudah

disediakan di pasar.

81
5.3.4. Penyimpanan Makanan jadi/masak

Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti berdasarkan penyimpanan makanan

masak/jadi, semua penjual tidak memenuhi syarat. Semua penjual menyimpan makanan

dalam keadaan tidak busuk, tidak rusak atau basi. Penjual akan segera memisahkan

makanan yang sudah rusak atau basi dengan makanan yang masih dapat digunakan. Penjual

mengaku jarang mendapatkan mie gomak yang mereka olah dalam keadaan rusak atau basi.

Penjual mengolah mie gomak sekali sehari dan langsung habis seharian itu juga, biasanya

tidak ada yang sisa. Untuk makanan yang basi dikenali dengan mencium bau makanannya

dan langsung dibuang.

Tujuh penjual yang mempunyai tutup tempat penyimpanan yang menutup sempurna

tetapi berventilasi terhadap lokasi pengolahan makanan Penjual menempatkan makanan

masak mempunyai wadah masing-masing yang terpisah. Sebelum disajikan, mie lidi

dipisahkan dengan bumbu. Namun beberapa penjual sudah menggoreng mie lidi dengan

sayur, sehingga mie lidi tercampur dengan sayur. Mie lidi ditempatkan di baskom yang

tidak memiliki tutup sehingga memungkinkan terkontaminasi lalat atau serangga lainnya.

Semua makanan jadi yang sudah dipisahkan disimpan dalam rak kaca. Tiga penjual tidak

menutup makanan saat ingin disajikan karena merasa merepotkan jika harus membuka-

tutup, apalagi jika konsumen banyak dan ingin cepat-cepat dilayani. Dua penjual yang

menyimpan makanan jadi siap dijual dalam bak dorong dengan menggunakan penutup.

Penjual ini menggunakan penutup untuk menghindari kontaminasi debu ketika menjajakan

jualannya.

82
Semua penjual tidak mencampur makanan jadi dengan bahan makanan mentah

karena sebagian besar penjual mengolah makanan di tempat yang berbeda dengan tempat

menyajikan makanan, tentu saja bahan mentah hanya ditemukan di tempat mengolah

makanan.

5.3.5. Pengangkutan Makanan

Berdasarkan hasil observasi peneliti berdasarkan pengangkutan makanan, semua

penjual memenuhi syarat. Semua penjual mengangkut bahan makanan tidak bercampur

dengan bahan berbahya. Bahan makanan seperti cabe, bawang, tomat dan sayur dibeli di

pasar dan diangkut ke tempat pengolahan menggunakan plastik ataupun keranjang khusus

tempat bahan makanan. Jika bahan makanan yang dibeli banyak maka penjual mengangkut

bahan makanan menggunakan bak dorong yang terbuat dari kayu. Bak dorong yang

digunakan kelihatan sangat kotor karena jarang dibersihkan dan diletakkkan di dekat

tempat sampah. Wadah harus utuh, kuat, tidak karat dan ukurannya memadai dengan

jumlah makanan yang akan ditempatkan (Depkes, 2006). Semua penjual tidak membanting

semua bahan makanan, semua bahan makanan baik yang dikemas maupun tidak dikemas

diletakkan dengan baik.

Hasil observasi menyatakan bahwa semua penjual mengangkut makanan jadi

menggunakan kendaraan khusus mengangkut makanan jadi. Selama pengangkutan,

makanan ditutup rapat untuk menghindari cemaran debu. Dua penjual menggunakan bak

dorong untuk mengangkut makanan jadi sekaligus sebagai tempat menyajikan mie gomak.

Bak dorong yang dipakai dibersihkan setiap sekali seminggu dan sudah digunakan selama

bertahun-tahun. Bak dorong memuat semua makanan jadi yang akan disajikan kepada

83
konsumen. Makanan yang siap santap lebih rawan terhadap pencemaran sehingga perlu

perlakuan yang ekstra hati-hati. Isi makanan tidak boleh terlalu penuh untuk mencegah

kondensasi yang dapat membentuk kondensat (uap makanan yang cair) yang menjadi

tempat pertumbuhan bakteri sehingga makanan cepat basi. Wadah selama perjalanan tidak

boleh dibuka hingga pada penyajian (Depkes RI, 2006).

5.3.6. Penyajian Makanan

Berdasarkan observasi terhadap penjual mie gomak berdasarkan penyajian

makanan, semua penjual memenuhi syarat. Semua penjual menyajikan mie gomak kepada

konsumen menggunakan peralatan yang higienis dan tidak rusak. Satu penjual

menggunakan peralatan yang hanya dibilas begitu saja, tanpa menggunakan sabun, setelah

beberapa kali pemakaian baru dicuci menggunakan sabun pembersih. Penjual tidak begitu

memerhatikan penanganan makanan maupun alat makan agar tidak kontak langsung

dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir. Beberapa penjual mengambil sendok

untuk konsumen pada bagian kepala sendok, bagian yang akan menyentuh bibir konsumen

saat makan. Setiap jenis makanan jadi di tempatkan dalam wadah terpisah, tertutup agar

tidak terjadi kontaminasi silang dan dapat memperpanjang masa saji makanan sesuai

dengan tingkat kerawanan makanan. Setiap makanan jadi yaitu mie gomak yang sudah siap

saji, disusun sedemikian rupa di rak kaca. Rak kaca dibersihkan setiap hendak berjualan,

ada yang membersihkan dua kali seminggu atau sekali seminggu. Ketika menyajikan

makanan jadi, semua penjual menggunakan plastik putih untuk mengambil mie gomak.

5.4. Observasi teknis higiene dan sanitasi

84
Berdasarkan hasil observasi berdasarkan teknis higiene dan sanitasi yaitu tediri dari

observasi terhadap bangunan dan fasilitas sanitasi.

5.4.1. Bangunan

Berdasarkan hasil observasi berdasarkan bangunan, semua penjual tidak memenuhi

syarat kesehatan. Lima penjual yang memiliki tempat penjualan mie gomak di daerah yang

dekat dengan sumber pencemaran, bahkan 1 penjual memiliki lokasi penjualan dekat

dengan kamar mandi umum pasar dan pembuangan sampah terbuka. Tentu saja ini dapat

menimbulkan pencemaran makanan. Sentra pedagang makanan jajanan lokasinya harus

cukup jauh dari sumber pencemaran atau dapat menimbulkan pencemaran makanan jajanan

seperti pembuangan sampah terbuka, tempat pengolahan limbah, rumah potong hewan,

jalan yang ramai dengan arus kecepatan tinggi(Depkes, 2006).

Hasil observasi menunjukkan bahwa 5 penjual memiliki lokasi penjualan yang

lantainya kedap air, rata, tidak retak dan tidak licin. 5 penjual lainnya memiliki lokasi

penjualan yang lantainya masih tanah. Jika lantai masih tanah maka sangat susah untuk

dibersihkan dan ini memungkinkan mie gomak dapat terkontaminasi oleh debu tanah.

Lima penjual memiliki dinding sebelah dalam keadaan tidak lembab, mudah

dibersihkan dan berwarna terang. Tiga penjual menggunakan dinding papan, sehingga jika

hujan maka dinding tersebut akan terasa lembab dan papan yang digunakan sebagai dinding

tidak berwarna terang. 2 penjual lainnya tidak memiliki dinding pada lokasi penjualannya.

Mereka hanya menggunakan kain spanduk yang sudah tidak dipakai sebagai dinding lokasi

penjualan. Dinding yang terbuat dari kain sama sekali tidak pernah dibersihkan sehingga

85
tampak kehitaman. Selain dinding, penjual juga menggunakan sisa spanduk sebagai taplak

meja menyajikan mie gomak.

Semua penjual menggunakan intensitas cahaya cukup untuk dapat melakukan

pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan secara efektif. Semua penjual

melakukan kegiatannya pada siang hari dan lokasi penjualan cukup menggunakan cahaya

matahari sebagai penerangan. Namun hanya 9 penjual yang memiliki lokasi pengolahan

yang dilengkapi dengan ventilasi sehingga terjadi sirkulasi/peredaran udara sedangkan 1

penjual lainnya tidak memiliki lokasi pengolahan yang berventilasi sehingga ruang

pengolahannya terasa pengap dan lembab. Kondisi ruangan yang tidak mendukung

pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik, temperatur ruangan yang

panas dan lembab, dan sebagainya dapat menyebabkan sanitasi makanan yang buruk secara

fisik.

Empat penjual memiliki ruang pengolahan makanan tidak berhubungan langsung

dengan toilet, peturasan dan kamar mandi, tetapi 6 penjual lainnya memiliki ruang

memasak langsung bersebelahan dengan tempat mencuci peralatan.

5.4.2. Fasilitas Sanitasi

Hasil observasi berdasarkan fasilitas sanitasi, hanya 1 penjual yang memiliki tempat

cuci tangan terpisah dari tempat mencuci peralatan maupun bahan makanan dan hanya 5

penjual yang menyediakan air mengalir dan sabun pada tempat cuci tangan. Alasan 9

penjual tidak memisahkan tempat cuci tangan dan tempat cuci peralatan adalah untuk

menghemat tempat dan menghemat air. Penjual juga kadang-kadang mencuci tangan pada

86
saat mencuci peralatan. Semua penjual menyediakan bak atau ember untuk mencuci tangan

serta menyediakan alat pengering, namun alat pengering yang digunakan juga untuk

membersihkan meja ataupun mengeringkan peralatan. Tempat cuci tangan diletakkan pada

tempat yang mudah dijangkau dan dekat dengan tempat bekerja(Depkes, 2006).

Enam penjual memiliki air bersih yang memadai dan cukup untuk seluruh kegiatan

pengolahan. Air bersih yang digunakan adalah air bersih yang berasal dari PDAM. 4

penjual lainnya harus menampung dalam ember yang diambil dari tempat orang lain,

bahkan 1 penjual menggunakan air yang sama untuk membersihkan peralatan selama

beberapa kali. Air yang digunakan untuk merebus mie lidi adalah air bersih untuk minum

yang dimasak sampai mendidih.

Dua penjual memiliki tempat sampah tertutup sedangkan 8 penjual lainnya memiliki

tempat sampah berupa keranjang besar tanpa tutup. Alasan mereka tidak memilik tutup

tempat sampah adalah supaya memudahkan sampah diletakkan tanpa membuka tutupnya

terlebih dahulu. Tempat sampah yang terbuka dapat mengundang lalat dan serangga lainnya

sehingga dapat mencemari makanan. Satu penjual yang memisahkan sampah organik dan

anorganik, tempat sampahnya adalah tempat sampah yang telah disediakan oleh pemerintah

sedangkan penjual lainnya membuat tempat sampah sendiri. Hal inilah yang menyebabkan

hanya 5 penjual yang menyediakan tempat sampah dalam jumlah yang cukup. 5 penjual

lainnya ada yang membuat plastik yang tergantung sebagai tempat sampah. Tempat sampah

diletakkan sedekat mungkin dengan sumber produksi sampah, namun dapat menghindari

kemungkinan tercemarnya makanan oleh sampah(Depkes, 2011).

87
Enam penjual membuat tempat pencucian peralatan terpisah dengan pencucian

peralatan dan semua penjual menggunakan bahan pembersih/deterjen untuk mencuci

peralatan serta menyimpan peralatan dalam tempat yang terlindung dari pencemaran

serangga. Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan sabun;lalu

dikeringkan dengan alat pengering/lap yang bersih kemudian peralatan yang sudah bersih

tersebut disimpan di tempat yang bebas pencemaran.

5.5. Gambaran Higiene Sanitasi Pada Penjual Mie Gomak di Pasar Sidikalang
Kecamatan Sidikalang

Higiene sanitasi pengolahan mie gomak di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang

secara umum tidak memenuhi syarat kesehatan karena semua penjual mie gomak belum

menerapkan prinsip higiene sanitasi pengolahan makanan secara keseluruhan, mulai dari

tahap pemilihan bahan baku hingga penyajian makanan yang sesuai dengan Keputusan

Menteri Kesehatan RI No. 942 Tahun 2003 tentang persyaratan Higiene Sanitasi Makanan

Jajanan. Berdasarkan hasil observasi dengan kriteria yang disesuaikan peneliti, terdapat

pada tahap pemilihan bahan baku, pengangkutan makanan dan penyajian makanan semua

(100%)produsen memenuhi syarat. Tahap penyimpanan bahan makanan 9 penjual (90%)

sudah memenuhi syarat. Seorang penjual menyimpan bahan baku makanan langsung

menempel pada lanatai sehingga memungkinkan tercemar oleh bakteri. Tahap pengolahan

makanan semua penjual mie gomak tidak memenuhi syarat. Tahap penyimpanan makanan

88
jadi/masak hanya 7 penjual (70%) yang memenuhi syarat, sedangkan 3 penjual lainnya

tidak memenuhi syarat karena tidak menggunakan penutup saat menyimpan makanan jadi.

Untuk mengolah makanan ada tahap demi tahap yang harus dilalui. Setiap tahap

yang dilakukan memiliki tujuan tertentu untuk menghasilkan makanan jadi yang bermutu.

Makanan dapat terkontaminasi oleh berbagai bakteri. bakteri dapat berasal dari bahan

makanan, cara pengolahan, penyimpanan, dan penyajian, maka pencegahan keracunan

harus pula dimulai dari bahan baku sampai pada penyajian makanan (Soemirat, 2002).

5.6. Analisa Kandungan Bakteri Escherichia Coli Pada Mie gomak

Berdasarkan Permenkes RI 1096/Menkes/Per/VI/2011 tentang jasa boga, pada

makanan memenuhi syarat kesehatan jika jumlah Escherichia coli adalah 0 per gram

makanan. Dalam hal ini kandungan bakteri Escherichia coli pada mie gomak yang dijual di

pasar Sidikalang diharapkan memenuhi syarat kesehatan. Pemeriksaan terhadap

Escherichia coli yang diperiksa berdasarkan pemeriksaan sampel pada 10 objek penelitian

mie gomak peneliti mengambil sampel yang menurut peneliti sangat beresiko terhadap

masuknya bakteri Escherichia coli.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Laboratorium Kesehatan Daerah

(Labkesda) Kota Medan, didapatkan hasil dari 10 objek penelitian mie gomak yang dijual

di pasar Sidikalang, semua sampel tidak mengandung Escherichia coli yang artinya

memenuhi syarat kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa mie gomak bebas dari cemaran

bakteri Escherichia coli. Peneliti menduga tidak ditemukannya cemaran bakteri Escherichia

coli karena waktu pengambilan sampel yang singkat setelah mie gomak dimasak pada suhu

1000 C. Hal ini memungkinkan mie gomak tidak terkontaminasi cemaran bakteri

89
Escherichia coli, karena bakteri Escherichia coli tidak bisa bertahan pada tempat yang

kering dan kena pembasmi hama, dan akan mati pada suhu 600C selama 30 menit (Adam

dan Moterjemi, 2003).

Jumlah Escherichia coli yang melebihi standar yang telah ditetapkan dalam

Permenkes RI 1096/Menkes/Per/VI/2011 yaitu 0 per gram makanan akan beresiko terhadap

kesehatan konsumen. Escherichia coli penghasil toksin umumnya mengakibatkan diare

berdarah dan dapat menyebabkan uremia hemolitik (Djaafar, 2007).

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil observasi higiene sanitasi pengelolaan dan pemeriksaan

kandungan Escherichia coli dalam mie gomak yang dijual di Pasar Sidikalang, Kecamatan

Sidikalang, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Karakteristik penjual mie gomak antara lain seluruh penjual berjenis kelamin

perempuan (100%); umur produsen yang paling muda adalah 29 tahun dan yang

paling tua adalah 59 tahun; tingkat pendidikan tertinggi produsen adalah tamat

SLTA (30%); lama berjualan yang paling lama adalah 30 tahun.

2. Higiene perorangan penjual mie gomak di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang

tidak memenuhi syarat kesehatan.

3. Pemilihan bahan baku mie gomak yang dijual di Pasar Sidikalang, Kecamatan

Sidikalang memenuhi syarat kesehatan.

90
4. Penyimpanan bahan baku mie gomak yang dijual di Pasar Sidikalang, Kecamatan

Sidikalang tidak memenuhi syarat kesehatan.

5. Pengolahan mie gomak yang dijual di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang

tidak memenuhi syarat kesehatan.

6. Penyimpanan mie gomak yang dijual di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang

tidak memenuhi syarat kesehatan.

7. Pengangkutan mie gomak yang dijual di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang

memenuhi syarat kesehatan.

8. Penyajian mie gomak yang dijual di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang

memenuhi syarat kesehatan.

9. Kandungan bakteri Escherichia coli pada mie gomak yang dijual di Pasar

Sidikalang, Kecamatan Sidikalang tidak terdapat mie gomak yang mengandung

Escherichia coli.

6.2. Saran

1. Bagi penjual mie gomak agar memelihara personal higienenya (kebersihan

perorangannya) untuk mengurangi terjadinya pencemaran/kontaminasi pada mie

gomak supaya dapat tetap menjaga kepercayaan konsumen.

2. Bagi penjual mie gomak agar memerhatikan penyimpanan bahan makanan,

pengolahan mie gomak dan penyimpanan mie gomak yang siap dijual.

3. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi agar mengadakan pengawasan dan

pemantauan higiene sanitasi pada pengolahan makanan dan minuman jajanan.

91
4. Bagi perguruan tinggi agar dapat melakukan kerja sama dengan puskesmas untuk

dapat mengadakan penyuluhan higiene sanitasi makanan dan minuman.

5. Bagi peneliti lain untuk keperluan penelitian yang lebih lanjut untuk melihat

keberadaan Escherichia coli pada campuran yang digunakan dalam penyajian mie

gomak.

92
DAFTAR PUSTAKA

Chandra B, 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Erlangga, Jakarta

Depkes RI, 2003. KepMenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan


Higiene Sanitasi Makanan Jajanan. DepKes RI, Jakarta

DepKes RI, 2011. Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan


Higiene Sanitasi Jasaboga. Depkes RI, Jakarta

Gillespie, Kathleen, 2007. Medical Microbiology and infection at a Glance. Third


Edition, Blackwell Publishing, London

H Mukono, 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Airlangga University,


Jakarta

Hawley L, 2003. Intisari Mikrobiologi dan Penyakit Infeksi. Hipokrates, Jakarta

Jewetz, Adelberg’s, 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Penerbit Salemba Medika,


Jakarta

MB Arisman, 2008. Keracunan Makanan. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Palembang

Mulia R, 2005. Kesehatan Lingkungan. Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta

Pratiwi S, 2008. Mikrobiologi Farmasi. Penerbit Erlangga, Jakarta

Purnamasari Ika, 2009. Higiene Sanitasi dan Pemeriksaan Bakteri Escherichia coli
pada Es Krim yang Dijajakan di Kecamatan Medan Petisah Kota Medan Tahun
2009. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara, Medan

Sembiring Lukman, 2010. Hubungan Kebersihan Penjamah Dan Sanitasi Dengan


Keberadaan Bakteri Escherichia coli Dalam Susu Kental Manis Yang
Ditambahkan Pada Makanan Dan Minuman Yang Dijual Di Jalan Dr.mansyur
Padang Bulan Medan. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera
Utara, Medan

Siregar C, 2011. Langkah-langkah Membuat Mie Gomak. hhtp://c.siregar.blogspot.com.


Diakses tanggal 03 Pebruari 2012.

93
Sirait E, 2009. Higiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Escherichia coli dalam
Susu Kedelai Pada Usaha Kecil di Kota Medan Tahun 2009. Skripsi Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara, Medan

Staff Pengajar FK USU, 1993. Mikrobiologi Kedokteran, Edisi Revisi, Binarupa Aksara,
Jakarta Barat
Soemirat J, 2007. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada Universitas Press, Jogyakarta

Syamsir E, 2008. Mie. http://id.shvoong.com/exact-sciences/1792974-


mie/#ixzz1lJxHaxtL. Diakses tanggal 03 Pebruari 2012

94
Lembar Observasi

HIGIENE SANITASI PENGELOLAAN DAN PEMERIKSAAN


KANDUNGAN Escherichia coli DALAM MIE GOMAK YANG DIJUAL DI PASAR
SIDIKALANG TAHUN 2012
Nama :

Jenis kelamin :

Umur :

Pendidikan :

Lama berjualan :

Higiene Perorangan Penjual Mie Gomak

Kategori
No Objek Pengamatan
Ya Tidak
1 Tidak menderita penyakit menular:
h. Batuk
i. Pilek
j. Influenza
k. Diare
l. Penyakit perut lainnya
2 Menutup luka (luka terbuka/bisul)
3 Menjaga kebersihan badan
i. Tangan
j. Rambut
k. Kuku
l. Pakaian
4 c. Memakai celemek
d. Memakai tutup kepala
5 Mencuci tangan setiap kali hendak menangani
makanan
6 Menjamah makanan memakai alat/perlengkapan
(dengan alas tangan)
7 c. Tidak sambil merokok
d. Tidak menggaruk anggota badan
8 c. Tidak batuk di hadapan makanan jajanan
d. Tidak bersin di hadapan makanan jajanan

95
Sanitasi Pengelolaan Makanan

Kategori
No Objek Pengamatan
Ya Tidak
Pemilihan Bahan Mie gomak
1. Makanan dikemas : mie lidi
a. kemasan yang tidak rusak
b. belum kadaluarsa
c. kemasan digunakan hanya umtuk satu kali
penggunaan
2. Makanan tidak dikemas :
a. cabe dalam keadaan baru dan segar
b. bawang dalam keadaan baru dan segar
c. tomat dalam keadaan baru dan segar
d. sayur dalam keadaan baru dan segar
Penyimpanan Bahan Makanan
1. Tempat menyimpan bahan makanan terhindar dari
kemingkinan kontaminasi
2. Wadah penyimpanan sesuai dengan jenis bahan makanan
3. Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit
T Pengolahan Makanan
1. Persiapan bumbu yang siap dimasak dicuci dengan air
mengalir
2. Peralatan yang kontak dengan makanan
a. Lapisan permukaan peralatan tidak mengeluarkan
bahan berbahaya
b. Talenan terbuat dari bahan selain kayu dan kuat
c. Perlengkapan pengolahan berfungsi dengan baik
3. Peralatan bersih yang siap pakai tidak dipegang di bagian
yang kontak langsung dengan makanan atau yang
menempel pada mulut

4. Keadaan peralatan(sendok, kuali, baskom, mangkok,


wajan memasak)
a. Tidak cacat
b. Tidak retak
c. Tidak gompal
d. Mudah dibersihkan
5. Pemilihan bahan (membuang bagian bahan yang rusak)
6. Mencicipi makanan menggunakan sendok khusus yang
selalu dicuci

96
Penyimpanan Makanan jadi/masak
1. Makanan disimpan dalam keadaan tidak rusak, tidak
busuk atau basi
2. Tempat penyimpanan mempunyai tutup yang menutup
sempurna tetapi berventilasi
3. Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan
mentah
Pengangkutan Makanan
1. Pengangkutan bahan makanan
d. Tidak bercampur dengan bahan berbahaya
e. Menggunakan kendaraan khusus pengangkut bahan
makanan
f. Bahan makanan tidak diinjak, dibanting dan
diduduki
2. Pengangkutan makanan jadi
c. Menggunakan kendaraan khusus pengangkut mie
gomak
d. Wadah harus kuat dan memiliki ukuran yang
memadai dengan jumlah makanan yang akan ditempatkan
Penyajian Makanan
1. Semua peralatan penyajian mie gomak yang digunakan
higienis dan tidak rusak
2. Tangan penyaji tidak kontak langsung dengan mie gomak

Teknis Higiene dan Sanitasi

Kategori
No Objek Pengamatan
Ya Tidak
Bangunan
1 Lokasi tidak berdekatan dengan dengan sumber
pencemaran
2 Lantai kedap air, rata, tidak retak dan tidak licin
3 Dinding sebelah dalam keadaan lembab, mudah
dibersihkan dan berwarna terang
4 Intensitas cahaya cukup untuk dapat melakukan
pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan
secara efektif
5 Tempat pengolahan dilengkapi dengan ventilasi
6 Ruang pengolahan makanan tidak berhubungan langsung
dengan toilet, peturasan dan kamar mandi

97
7 Peralatan di ruang pengolahan terlindung dari dari
gangguan serangga, tikus dan hewan lainnya
Fasilitas Sanitasi
1 Tempat cuci tangan
d. terpisah dari tempat cuci peralatan
e. dilengkapi dengan air mengalir dan sabun, saluran
pembuangan tertutup
f. dilengkapi dengan bak penampungan air dan alat
pengering
2 Air bersih tersedia cukup untuk seluruh kegiatan
pengolahan
3 Tempat sampah
c. tertutup
d. tersedia dalam jumlah yang cukup
4 Tempat pencucian peralatan
d. terpisah dari tempat pencucian bahan
e. pencucian peralatan harus menggunakan bahan
pembersih/deterjen
f. peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan
disimpan dalam tempat yang terlindung dari pencemaran
serangga

DOKUMENTASI PENELITIAN

98
Gambar 1. Objek Penelitian

Gambar 2. Ruang Pengolahan Mie Gomak

99
Gambar 3. Pengangkutan Makanan

Gambar 4. Penyimpanan Makanan Jadi

100
Gambar 5. Penyajian Mie Gomak

101
Gambar 6. Pemeriksaan Escherichia coli pada mie gomak

Gambar 7. Hasil Pemeriksaan Escherichia coli

102

Anda mungkin juga menyukai