Anda di halaman 1dari 6

Anakku Stunting, Harus Bagaimana?

Updated: Sep 26, 2021

Stunting adalah gangguan tumbuh kembang kronis, dimana anak mengalami hambatan
yang menyebabkan tinggi badannya tidak sesuai standar usianya. Stunting dapat
disebabkan oleh gizi buruk (malnutrisi), infeksi berulang, serta tidak memadainya
kondisi lingkungan soial dan psikologis anak. Seorang anak dikatagorikan stunting
ketika panjang atau tinggi badannya berada di bawah -2 standar deviasi (SD) menurut
WHO. Sebagai orangtua, kita wajib menjaga pertumbuhan dan perkembangan anak di
usia dini. Pertumbuhan anak yang normal menandakan pertumbuhan fisik dan mental
yang sehat.

Stunting yang terjadi pada tahap awal kehidupan atau usia dini dapat menyebabkan
dampak merugikan bagi anak.Dampak jangka pendek stunting adalah terganggunya
perkembangan otak, kecerdasan, pertumbuhan fisik, serta gangguan metabolisme.
Situasi yang mungkin dihadapi anak yang mengalami stunting di masa depan adalah :
 Fungsi kognitif dan prestasi belajar yang rendah
 Peningkatan risiko penyakit kronis terkait nutrisi ketika usia dewasa
 Rentan terkena infeksi
Pada anak perempuan yang mengalami stunting, ketika dewasa akan menghadapi
berbagai risiko saat kehamilan dan persalinan.
Bahkan ketika dewasa, anak dengan tubuh pendek akan memiliki tingkat produktivitas
yang rendah dan sulit bersaing di dalam dunia kerja. Wanita dewasa dengan tinggi
badan kurang dari 145 cm juga berisiko untuk mengalami masalah kesehatan dan
perkembangan pada keturunannya saat sudah dewasa. Hal ini dimungkinkan karena
ibu hamil yang bertubuh pendek di bawah rata-rata atau biasa dikenal sebagai maternal
stunting akan mengalami perlambatan aliran darah ke janin serta pertumbuhan rahim
dan plasenta. Artinya, ibu yang stunting cenderung memiliki anak yang stunting juga.

Di Indonesia, stunting menjadi masalah gizi pada anak yang masih menjadi pekerjan
rumah yang harus dituntaskan dengan baik. Berbagai upaya telah dilakukan dengan
beberapa program prioritas yang dicanangkan pemerintah agar angka kasus stunting
dapat diturunkan setiap tahunnya. Upaya yang terbaik tentunya adalah pencegahan.
Tetapi, bagaimana jika stunting yang sudah terlanjur terjadi? apakah dapat diobati?
Sayangnya, stunting adalah kondisi gangguan pertumbuhan yang tidak bisa dikoreksi
jika jendela kesempatan pada 1.000 hari pertama kehidupan telah terlewati.
Pertumbuhan linier (bertambah tinggi badan) masih mungkin untuk dikejar hingga
seseorang berusia sekitar 24 tahun, yaitu dengan perbaikan asupan gizi dan olahraga
fisik. Tetapi pertumbuhan dan perkembangan otak telah mencapai 70%-80%, serta
kecepatan pertumbuhan fisik juga akan terus lambat terutama setelah pubertas.
Kembali lagi dari usaha kita sebagai orangtua yang bertanggung jawab terhadap
tumbuh kembang anak, apakah memilih menyerah untuk keterlambatan yang sudah
terjadi atau kita tetap melakukan upaya-upaya agar keadaan si kecil tidak semakin
buruk. Beberapa hal yang bisa kita lakukan adalah memberi stimulasi, imunisasi yang
lengkap dan pencegahan infeksi. Walaupun berbagai penelitian menyatakan bahwa
intervensi stunting akan maksimal di 1000 HPK karena perkembangan saraf sangat
baik dan perkembangan otak sangat optimal, namun seorang ibu tidak boleh putus asa
untuk tetap memperbaiki kondisi stunting yang sudah terjadi. Empat kunci intervensi
memperbaiki stunting adalah: 1) mencegah infeksi , 2) asupan nutrisi, 3) stimulasi dini,
dan 4) remaja sehat

Intervensi pertama adalah mencegah infeksi, dimana anak yg sudah mengalami gizi
kurang janganlah diperberat dengan adanya infeksi. Cara mencegah infeksi dengan
melakukan pola hidup bersih dan sehat serta pemberian imunisasi. Pastikansetidaknya
untuk melengkapi imunisasi dasar untuk penyakit tuberculosis, hepatitis, difteria,
pertussis, tetanus, polio dan campak Akan lebih baik lagi jika mendapatkan imunisasi
lanjutan untuk penyakit influensa dan rubella. Mendapatkan imunisasi adalah hak anak
untuk kebal terhadap penyakit infeksi berbahaya. Ayah bunda tidak perlu ragu
membawa anak ke posyandu, puskesmas atau rumah sakit, karena Pemerintah
menjamin ketersediaan dan keamanan vaksin-vaksin tersebut.

Intervensi kedua adalah memperbaiki asupan gizi, dimana ibu memastikan bahwa anak
mendapat makanan dengan gizi seimbang, yaitu yang memiliki 4 bintang yang terdiri
dari protein hewani, karbohidrat, sayur dan buah serta kacang-kacangan. Status gizi
sangat dipengaruhi oleh pola asuh dan pemahaman pengasuh (ibu) dalam mengatur
kesehatan dan gizi keluarga. Peningkatan kesehatan gizi keluarga memerlukan edukasi
yang dapat memperbaiki perilaku seorang ibu dalam mengatur pola gizi keluarga.
Setelah memastikan asupan gizi tersebut harus dilakukan pemantauan pertumbuhan
anak secara teratur dengan menimbang berat badan setiap bulan dan mengukur tinggi
badan setiap 3-6 bulan sekali. Ayah bunda bisa melakukan hal tersebut secara mandiri
di rumah, atau ke Posyandu dan mencatat hasilnya di grafik pertumbuhan yang ada di
dalam buku KIA.

Intervensi ketiga adalah memberikan stimulasi, dimana ayah bunda memastikan agar
anak tumbuh kembang dengan optimal. Jika anak berusia di bawah tiga tahun,
stimulasi dapat dilakukan bersama-sama dalam Kelompok Bina Keluarga Balita yang
biasanya bersamaan dengan Posyandu. Jika anak sudah berusia 3 tahun, maka
stimulasi bisa dilanjutkan di Pos PAUD. Stimulasi anak yang sangat baik adalah
kegiatan bermain yang melibatkan komunikasi dua arah dan tidak menyerahkan
pengasuhan anak dengan menggunakan gadget (TV, computer, ponsel). Komunikasi
dua arah ini akan tercipta dengan permainan yang melibatkan orangtua, teman ataupun
kelompok sebaya. Pembatasan penggunaan media akan merangsang kemampuan
motorik kasar, motorik halus dan kemampuan anak bersosialisasi dan menunjang
kemandirian personal. Ketika kemampuan social anak lebih baik maka personalnya
akan lebih mudah untuk bergaul dan terlatih untuk memecahkan berbagai masalah.
Intervensi keempat adalah membentuk remaja sehat, dimana ayah bunda memberikan
pembiasaan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pola makan gizi seimbang
terutama untuk mencegah anemia gizi besi, perilaku tidak merokok, dan tidak memakai
narkoba. Pada anak usia 14-17 tahun penting untuk memberikan edukasi kesehatan
reproduksi yang benar dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan, yang juga
berhubungan dengan usaha pencegahan kejadian stunting generasi berikutnya. Di atas
usia 17 tahun, biasanya remaja mulai ada dorongan untuk mengenal lawan jenis dan
berpacaran. Pastikan pacaran yang sehat dan bertanggungjawab, sehingga remaja
masih dapat berprestasi di sekolah dan tidak menikah sebelum siap secara fisik, psikis
dan emosional untuk berumahtangga dan berketurunan.

Hal yang dapat disimpulkan bahwa stunting merupakan keadaan yang memang tidak
dapat dikoreksi bila telah terjadi. Tapi tentunya Ayah Bunda harus tetap semangat dan
bertanggung jawab untuk mengejar ketinggalan dalam setiap proses tumbuh kembang
anak. Saran praktis yang harus dilakukan, jika Ayah Bunda mengetahui Ananda
tersayang mengalami stunting, maka:
1. Konsultasi ke dokter anak untuk melihat adanya penyakit dasar (misalnya infeksi kronis)
dan untuk mendeteksi adanya gangguan perkembangan.
2. Bunda mengikuti sesi konseling menyusui jika anak usia di bawah dua tahun (0-2 tahun)
dan kelas ibu balita atau eduksi tentang Pemberianan Makanan Pendamping ASI
(MPASI) jika anak usia 6-23 bulan
3. Ayah Bunda menghubungi Tenaga Petugas Gizi (TPG) di puskesmas, jika tersedia, untuk
mendapatkan bantuan MPASI tambahan untuk anak usia 6-23 bulan atau Makanan
Tambahan (PMT Balita) untuk anak usia 2-5 tahun dengan status kurang gizi (Berada di
bawah Garis Merah-BGM pada grafik KMS) atau mendapatkan tambahan mikronutrien
(taburia) jika status kurang gizi ringan/sedang (berada pada pita kuning pada grafik
KMS)
4. Jika Balita dengan status gizi buruk maka disarankan untuk dirawat di RS atau
Puskesmas Rawat Inap untuk mendapatkan terapi gizi hingga berat badan mencapai
grafik hijau dan selanjutnya perawatan di rumah atau di Pusat Pengobatan Gizi
(Therapeutic Feeding Center-TFC)
5. Jika Balita ada gangguan perkembangan maka dilakukan stimulasi tumbuh kembang atas
nasihat dokter spesialis tumbuh kembang anak.
6. Ayah bunda fasilitasi Ananda untuk aktivitas fisik yang merangsang pertumbuhan,
seperti berenang jika anak sudah cukup besar (2-5 tahun) dan bermain jika maasih usia
dini (0-2 tahun)

References:
1. Pedoman pelatihan Konseling PMBA, Kemenkes, 2019
2. Peraturan Menteri Kesehatan No 19 tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi
pada Anak Akibat Penyakit
3. Peraturan Menteri Kesehatan No 66 tahun 2014 tentang Pemantauan Pertumbuhan,
Perkembangan dan Gangguan Tumbuh Kembang Anak
4. Pedoman Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk pada Balita, Kemenkes, 2019

Created by:
dr. Agustina, Sp.A., M.Kes - Dokter Spesialis Anak RS Cahya Kawaluyan, Kota Baru
Parahyangan, Padalarang , Kab Bandung Barat.
Reviewed by:
Dr. dr. Brian Sri Prahastuti - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden
Designed by:
Alvira Rizki Rahmadina - Media and Communication Director 2021/2022 CIMSA

Anda mungkin juga menyukai