Anda di halaman 1dari 5

1.

Judul: Klaster Industri Sebagai Strategi Peningkatan Daya Saing Agroindustri Bioenergi
Berbasis Kelapa Sawit
Penulis: Petir Papilo, Tajuddin Bantacut
Jurnal/Tahun: Jurnal Teknik Industri, Vol. XI, No. 2 (2016)
Abtrak: Kajian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang dampak dari pelaksanaan
program klaster industri terhadap peningkatan daya saing industri bioenergi berbasis kelapa
sawit nasional. Melalui pendekatan analisis perbandingan yang merujuk pada berbagai
kajian terdahulu, dapat diketahui bahwa penerapan strategi klaster industri memberikan
pengaruh positif terhadap tiga klaster agroindustri kelapa sawit nasional yang berada di
Provinsi Riau, Sumatra Utara dan Kalimantan Timur. Berdasarkan penilaian terhadap empat
elemen daya saing, seperti aglomerasi perusahaan, nilai tambah dan rantai nilai, jejaring
kerjasama serta infrastruktur ekonomi, menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan nilai
daya saing dari ketiga klaster industri sebesar masing-masingnya 0,503, 0294 dan 0,232.

2. Judul: Potensi Sumber Daya Lahan dan Optimalisasi Pengembangan Komoditas Penghasil
Bioenergi di Indonesia
Penulis: Anny Mulyani, Irsal Las
Jurnal/Tahun: Jurnal Litbang Pertanian, 27(1) (2008)
Abstrak: Isu nasional yang muncul akhir-akhir ini adalah kelangkaan Bahan Bakar Minyak
(BBM), sehingga perlu diupayakan sumber energi alternatif pengganti BBM dari sumber-
sumber terbarukan atau bioenergi. Komoditas sumber bioenergy sebagian besar merupakan
penghasil bahan pangan, seperti kelapa sawit, kelapa, jagung, ubi kayu, tebu, dan sagu. Tim
Nasional Bahan Bakar Nabati telah mencanangkan lahan 6,50 juta ha untuk pengembangan
empat komoditas utama penghasil BBN, yaitu kelapa sawit, jarak pagar, tebu, dan ubi kayu.
Dari luasan tersebut, 1,50 juta ha diperuntukkan bagi pengembangan jarak pagar. Untuk
mendukung pengembangan komoditas penghasil bioenergy telah dilakukan evaluasi
kesesuaian lahan secara biofisik. Hasilnya menunjukkan terdapat 76,40 juta ha lahan yang
sesuai untuk kelapa sawit, kelapa, tebu, jagung, ubi kayu, sagu, kapas, dan jarak pagar.
Namun, sebagian besar lahan tersebut telah dimanfaatkan untuk penggunaan lain, baik di
sector pertanian maupun nonpertanian. Permasalahan dalam pengembangan komoditas
bioenergi, seperti kelapa sawit, kelapa, jagung, ubi kayu, dan tebu, adalah persaingan dalam
penggunaan lahan dan produk. Peningkatan produksi sulit dicapai hanya melalui
intensifikasi dan diversifikasi, sehingga perluasan areal (ekstensifikasi) harus dilakukan
untuk menghindari dampak negatif terhadap ketersediaan pangan nasional. Berdasarkan
hasil tumpang tepat antara peta kesesuaian lahan dan peta penggunaan lahan (tahun
2000−2004), diperkirakan masih tersedia 7 juta ha lahan kering yang sesuai untuk tanaman
semusim dan 15,30 juta ha untuk tanaman tahunan. Lahan tersebut saat ini belum
dimanfaatkan dan masih berupa hutan belukar, semak belukar, padang alang-alang dan
rerumputan (lahan tidur). Namun, status kepemilikan lahan tersebut belum diketahui
sehingga diperlukan identifikasi lebih lanjut.
3. Judul: Pengembangan Bioenergi di Sektor Pertanian: Potensi dan Kendala Pengembangan
Bioenergy Berbahan Baku Ubi Kayu
Penulis: Adang Agustian
Jurnal/Tahun: Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 13, No. 1 (2015)
Abstrak: Energi merupakan salah satu kebutuhan dasar untuk menopang keberlangsungan
hidup manusia. Seiring dengan makin terbatasnya ketersediaan energi dari fosil, maka perlu
dicarikan sumber energi alternatif lain. Ubi kayu merupakan salah satu tanaman yang dapat
diolah menjadi sumber energi. Kajian ini menggunakan data hasil kajian tahun 2014, data
yang digunakan merupakan data primer dan sekunder. Analisis data dilakukan secara
kuantitatif dan kualitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa usaha tani ubi kayu umumnya
dilakukan di lahan kering tegalan. Usaha tani ubi kayu baik di Provinsi Lampung maupun
Jawa Tengah cukup layak diusahakan. Kendala teknis yang dihadapi dapat berupa
menurunnya kesuburan lahan, kompetisi lahan dengan tanaman pangan lain, pola tanam
belum optimal, dan rendahnya produktivitas. Kendala sosial ekonomi dapat mencakup
permodalan yang terbatas, harga ubi kayu yang sering fluktuasi, biaya usaha tani yang
tinggi, dan pemasaran yang belum berjalan secara baik termasuk dengan sistem kemitraan.
Pengembangan bioetanol berbahan baku ubi kayu masih terbatas dilakukan oleh perusahaan
swasta baik di Jawa Tengah maupun Lampung. Untuk memproduksi bioetanol dari ubi kayu,
terdapat beberapa kendala yang dihadapi antara lain: kontinuitas bahan baku, persaingan
bahan baku antara penggunaan untuk pangan/tapioka dan sebagai bahan baku bioetanol, dan
harga ubi kayu yang terus meningkat yang dirasakan menjadi kurang kompetitif untuk
produksi bioetanol. Kebijakan dalam rangka pengembangan bahan baku ubi kayu untuk
mendukung produksi bioetanol dapat ditempuh melalui peningkatan produktivitas, perluasan
areal tanam, pengamanan produksi, dan pengembangan kelembagaan dan pembiayaan.
Untuk penyediaan bahan baku bioetanol, usaha tani ubi kayu membutuhkan lahan yang luas.
Perluasan pertanaman dapat diarahkan pada areal baru (perluasan), dan dengan
memanfaatkan areal PT Perhutani/Inhutani, lahan tidur/terlantar, dan kemitraan dengan
swasta. Hal penting lainnya dalam pengembangan bioenergi adalah komitmen pemerintah
dan sinergi antarinstansi dalam kebijakan atau program bioenergi.
Kesmpulan:

4. Judul: Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung


Pengembangan Bioenergi
Penulis: Suci Wulandari, Sumanto, Saefuddin
Jurnal/Tahun: Perspektif, Vol. 18, No. 2 (2019)
Abstrak: Biomassa tanaman perkebunan dapat dimanfaatkan untuk pangan, pakan, dan
bioenergi. Hasil penelitian dan perkembangan teknologi telah mendorong pemanfaatan
biomassa bagian-bagian tanaman tersebut. Tanaman perkebunan memiliki potensi besar
untuk menghasilkan biomassa yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan energy
terbarukan. Pemetaan potensi biomassa telah banyak dilakukan pada tanaman perkebunan,
seperti pada: tebu, kakao, kelapa sawit, kemiri sunan, jarak pagar, kopi, kelapa dalam, karet
dan teh. Pengembangan system produksi pangan dan biomassa untuk pembangkit energy
melalui system multi tanam berbasis komoditas perkebunan telah dikembangkan. Di
Kabupaten Aceh Timur telah dilakukan pengembangan system agroindustry juga
memanfaatkan semua produk samping, mendorong daur ulang dan pemanfaatan residu.
Pemanfaatan potensi bioenergi masih dihadapkan pada berbagai kendala distribusi,
kontinuitas pasokan bahan dan aspek ekonomi. Menyikapi hal tersebut langkah strategis
dapat dilakukan melalui: analisis neraca karbon, alokasi lahan, pemanfaatan lahan,
pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan, dukungan teknologi, focus pada nilai
tambah yang tinggi dan perbaikan tata kelola. Selanjutnya perbaikan pada pengembangan
sistem pangan energi terpadu dapat ditempuh melalui: (1) sosialisasi dari inovasi teknologi,
(2) membentuk kawasan-kawasan pertanian terpadu di daerah sentra pengembangan dan (3)
memperkuat kelembagaan petani untuk mengembangkan agroindustri.
Kesimpulan: Sistem Perkebunan Berkelanjutan dilakukan melalui pemanfaatan biomassa
seluruh bagian tanaman, baik yang sesuai untuk untuk pangan, pakan, dan bahan bioenergy
dengan seminimal mungkin menyisakan limbah yang tidak bermanfaat. Hasil penelitian dan
perkembangan teknologi yang ada menyediakan teknik untuk pemanfaatan biomassa
bagian-bagian tanaman tersebut, termasuk pemanfaatan bagian tanaman yang dahulu
dianggap sebagai sisa-sisa tak bermanfaat. Oleh karena itu, bioindustri perkebunan
dikembangkan dengan terintegrasi dan berkelanjutan dengan memanfaatkan biomassa
seluruh bagian tanaman, baik untuk menghasilkan pangan, pakan maupun bioenergy serta
produk bernilai tinggi lainnya.
Dalam penerapannya, system ini masih dihadapkan oleh berbagai kendala yaitu distribusi,
kontinuitas pasokan bahan dan aspek keekonomian. Langkah strategis yang dapat dilakukan
untuk mengatasi dengan melakukan pendekatan yang lebih holistik, termasuk analisis neraca
karbon, kajian alokasi lahan dan pemanfaatan lahan, serta lebih focus pada peningkatan
nilai tambah yang tinggi dari produknya. Selanjutnya untuk pengembangan bioindustri dapat
diinisiasi melalui: sosialisasi dari inovasi teknologi, membentuk kawasan-kawasan
pertanian terpadu di daerah sentra tanaman, dan memperkuat kelembagaan petani.

5. Judul: The Application of Laser in Thermal Treatment of Solid Particles and Gas-Phase of
Biomas Processing
Penulis: Muhammad Mat Junoh, Farid Nasir Ani
Jurnal/Tahun: Jurnal Teknologi (Sciences & Engineering), Vol. 78(3), (2016)
Abstrak: Application of laser in heating technique of both organic gas-phase and solid
particles for thermochemical decomposition at elevated temperatures in the absence of
oxygen is presently a challenging area. Laser pyrolysis is a powerful and a versatile tool for
the gas-phase synthesis of nanoparticles. Generally, the purpose of pyrolysis is not only for
energy production but also for the production of chemical feedstocks. This paper reviews on
the pyrolysis activities, generally in Malaysia and the utilization of laser in pyrolysis for
renewable energy and materials application. Malaysia is a well-known for palm oil producer
country in the world, generating significant wastes yearly from oil palm mills such as empty
fruit brunch (EFB), shell, fiber and palm oil mill effluent (POME) has put the government to
solve these wastes problem by doing research on the development of renewable energy and
materials. This reviews concluded that there are new area of research for the utilization of
waste material by using laser technique.
Kesimpulan: Laser merupakan alat yang ampuh yang bermanfaat bagi manusia dalam
berbagai aspek kehidupan dan penelitian terbaru menunjukkan bahwa laser mampu
menghasilkan nanopartikel karbon. Saat ini, produksi nanopartikel karbon merupakan salah
satu kategori dalam industri nanoteknologi. Dapat dihasilkan dari pengolahan limbah
pertanian berupa partikel padat maupun gas yang dapat menjamin kelestarian sumber daya
alam. Oleh karena itu, penggunaan laser dalam proses pirolisis merupakan metode yang
relatif baru dan sumber panas serbaguna yang mudah dioperasikan. Di masa depan,
teknologi laser diharapkan dapat berkontribusi terhadap ilmu manufaktur.

6. Judul: Pengaruh Penggunaan Perekat Sagu dan Tapioka Terhadap Karakteristik Briket Dari
Biomassa Limbah Penyulingan Minyak Kayu Putih di Maluku
Penulis: Husein Smith, Syarifuddin Idrus
Jurnal/Tahun: Majalah BIAM, Vol.12, No.02, (2017)
Abstrak: Biomassa adalah materi biologis yang dapat digunakan sebagai sumber bahan
bakar, baik secara langsung maupun melalui proses yang dikenal sebagai konversi biomassa.
Biomassa di Maluku yang dapat dikonversi menjadi sumber energi panas alternatif salah
satunya limbah daun penyulingan minyak kayu putih. Biomassa ini diharapkan dapat untuk
mengatasi kebutuhan bahan bakar dipedesaan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
kondisi optimum perlakuan yang diujicobakan dan karakteristik biobriket dari limbah
penyulingan minyak kayu putih yang dibuat dengan perekat sagu dan tapioka. Desain
experimen yang digunakan pada penelitian ini yaitu completelly randomized design dengan
perlakuan persentase penggunaan perekat tapioka dan sagu masing-masing 80 – 130 %
terhadap serbuk limbah penyulingan minyak kayu putih. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa perlakuan jumlah perekat sagu dan tapioka berpengaruh sangat signifikan terhadap
kadar air, kadar abu, kerapatan dan zat yang hilang pada pemanasan 950 OC. Hubungan
antara penggunaan jumlah perekat sagu maupun tapioka pada pembuatan biobriket dengan
berbagai variabel respon tersebut mengikuti pola linier dengan trend garis yang berbeda
antar setiap variabel. Penggunaan perekat tapioka 130 % terhadap serbuk limbah
penyulingan minyak kayu putih menghasilkan briket dengan kerapatan dan zat yang hilang
pada pemanasan 950OC tertinggi sedangkan kadar air dan kadar abu terendah masing-masing
0,52 g/cm3, 8,95 %, 5,88 % dan 6,82 %. Rata-rata nilai kalor limbah penyulingan minyak
kayu putih 4567,19 kal/g. Briket yang diperoleh memiliki nilai kadar air, zat yang hilang dan
nilai kalor memenuhi standar karakteristik briket untuk rumah tangga.
Kesimpulan: Pembuatan biobriket dari limbah penyulingan minyak kayu putih dengan
perlakuan jumlah perekat sagu dan tapioca berpengaruh sangat signifikan terhadap kadar air
kadar abu, density dan zat yang hilang pada pemanasan 950 OC. Hubungan antara
penggunaan jumlah perekat sagu maupun tapioka pada pembuatan biobriket dengan
berbagai variable respon tersebut mengikuti pola linier dengan trend garis yang berbeda
antar setiap variabel. Penggunaan perekat tapioka 130% terhadap serbuk limbah
penyulingan minyak kayu putih menghasilkan briket dengan kerapatan dan zat yang hilang
pada pemanasan 950OC tertinggi sedangkan kadar air dan kadar abu terendah masing-masing
0,52 g/cm3, 8,95 %, 5,88 % dan 6,82 %. Rata-rata nilai kalor limbah penyulingan minyak
kayu putih 4567,19 kal/g. Briket yang dibuat dengan perlakuan tersebut kadar air, zat yang
hilang dan nilai kalor limbah daun sisa penyulingan minyak kayu putih memenuhi standar
karakteristik briket untuk rumah tangga.

7. Judul:
8. Judul:

Anda mungkin juga menyukai