Jurnal [mu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1410-4946
Volume 9, Nomor 2, November 2005 (131 - 158)
Peran Ilmu-ilmu Sosial dan Humaniora
bagi Liberasi dan Humanisasi Teknologi~
Nasikun =
Abstract
The development of technology requires the right anticipa-
hon. This rests on three reasons int whiclt social sciences and
can reduce the negative impacts towards the cult of technol-
ogy. First, the development of technology will always create
social transformation. Secont, both positive and negative
impacts on person, society and enviroument may result from
the development. Third, the understanding of the forward ad
backward linkages is required on the bases of the relation-
ships between the development of technology and the develop-
ment of social, political and economic systenrs. This article
examines the yoles of social sciences anil cultural stuiftes in
the Liberalization and lmanizaton of technology
Kata-kata kunci:
Jnu sosial; teknologi; liberasi; humanisasi; cendekiawan,
“Technology is clearly not synonymous with the good.
It can also lead to evil”
(Emmanucl G. Mesthene, 1983: 111).
Ditulis sebagai bahan Kuliah Perdana Program $2 dan S3 Sekolah Pasca
Sarjana Universitas Gadjah Mada tanggal 5 September 2005.
“ Nasikut adalah staf pengajar pada Jurusan Sosiologi, Fakultas Imu Sosial
dan Ilmu Politik, UGM, Yogyakarta
131Jumial Than Sosial & Inu Politik, Vol. 9, No. 2, Noventber 2005
Pendahuluan
Pernyataan Mesthene pada kutipan di atas, bahwa teknologi
tidak selalu menghadirkan kebaikan, mengimplikasikan betapa
pentingnya peran penelitian ilmu-ilmu sosial dan humaniora dalam
pengembangan teknologi. Saya bahkan menyebuinya sebagai sebuah
umperatif mengingat bahwa tanpa kontribusi dari penelitian ilmu-ilmu
sosial dan humaniora dalam pengembangan teknologi di masa depan,
seperti yang tetjadi selama ini, maka “kekhawatiran Faustian” bahwa
pemberian kepercayaan yang terlalu besar kepada perkembangan
teknologi sama maknanya dengan membuat petjanjian dengan setan
(Dickson, 1979: 15), akan dapat benas-benar menjadi sebuah kenyataan,
Ada beberapa alasan sangat mendasar mengapa penelitian ilmu-ilmu
sosial dan humaniora tentang perkembangan teknologi di Indonesia
di masa mendatang merupakan sebuah imperatif. Alasan. yang
pertama mengalir turun dari kenyataan bahwa “suka atau tidak suka,
mau atau tidak mau, dan siap atau tidak siap”, meminjam ungkapan
presiden Suharto yang sangat terkenal di masa fayanya, lambat atau
cepat masyarakat Indonesia akan mengalami transformasi sosial
menuju sebuah sistem teknologi atau teknokrasi sebagai konsekuensi
dasi mengalirnya banjir alih teknologi dari negara-negata industri maju,
jikalau bukan oleh karena keberhasilan para ahli teknologi Indonesia
di dalam pengembangan teknologi di masa depan
Alasan yang kedua sangat erat berkaitan dengan dampak
perkembangan teknologi terhadap umat manusia (baca: individu),
Masyarakat, dan lingkungan. Belajar dari sojarah panjang pengalaman
negaracnegara maju, kita mengetahui bahwa perkembangan toknologi
dan ilmu pengetahuan yang telah melahirkannya tidak selalu
menghasilkan “kemaslahatan” (lone potentialtties) akan tetapi sering
kali juga “kemudharatan” (toxic potentialities). Lebih dari itu, dj dalam
era teknokrasi di bawah tekanan ekspansi globalisasi ultraliberal /neo-
libera] saat ini di masa mendatang, ketika rasionalitas manusia telah
dan akan semakin jauh dihegemoni dan didominasj oleh “rasionalitas
teknik” (meminjam ungkapan kaum pos-modernis), perkembangan
teknologi bahkan seringkali memiliki kecenderungan lebih banyak
menghasilkan kemudharatan daripada kecenderungannya meng-
hasilkan kemaslahatan bagi Kehidupan manusia, masyarakat, dan
lingkungan (baca, a.l., Ellul, 1980; Dickson, 1979; dan Roszak, 1969)
132
Nasikun, Penan tmnu-rlint Sosval dan Hronaniora bags Liberast dan Humanisasi Teknologs
ftwlah pula makna yang ingin saya sampaikan melalui kutipan
pernyataan Emmanuel G. Mesthene di awal tulisan ini. Di dalam kaitan
semua itu pula, maka pentingnya peran penclitian ilmu-ilmu sosial
dan humaniora tentang teknologi untuk membuat agar dampak “tonik”
perkembangan teknologi dapat mengatasi dan menguasai dampak
“toksik” yang ditimbulkannya harus dipahami dan diapresiasi
Alasan yang ketiga tentang pentingnya peran penelitian ilmu-
ilmu sosial dan humaniora dalam pengembangan teknologi, yang se-
sungguhnya merupakan remifikasi dan derivasi dari alasan kedua, ber-
talian sangat erat dengan pentingnya Pemahaman tentang kaitan-
kaitan ke depan” (forward linkages) dan “kaitan-Kaitan ke belakang
(backward linkages) yang menghubungkan perkembargan teknologi di
satu sisi dengan operasi dan perkembangan sistem sosial, ekonomi,
dan pofitik yang menjadi konteks dan konsekuensi dari penciptaan
dan pemaniaatannya di sisi yang lain. Alasan ini sungguh sangat
penting oleh karena dengan demikian peluang lebih besar bagi
terjadinya komunikasi dan dialog di antara para ahi “iImu-ilmu Koras
(baca: ilmu-ilmu kealaman dan iimu-ifmu teknik) dan para ahli “ilmu-
ilmu Tunak” (ilmu-ilmu sosial dan humaniora) akan soenjadi semakin
terbuka, schingga perkembangan teknologi yang mereka hasilkan tidak
hanya herupa “teknologi-teknologi keras” (hard techuologws) yang abai
dan tidak peduli terhadap potensi toksik yang dapat mereka tmbulkan,
melainkan juga “teknologi-teknologi Iunak” (soft technologies) yang,
sangat peduli akan kemungkinan terjadinya dampak toksik yang,
mereka produksi dan seproduksi terhadap kehiciapan umat manusia,
masyarakat, dan lingkungan.
Melalui tulisan ini saya ingin menyanypaikan argumen tentang
pentingnya sumbangan penelitian ilmu-ilmu sosial dan humaniora
di dalam mewujudkan peran liberasi dan humanisasi teknologi bagi
kemaslahatan kehidupan umat manusia yang di dalam konteks
globalisasi ideologi industriatisasi dan kapitalisme saat ini menjadi
semakin problematik oleh karena basis rasionalitas proses produksi
dan reproduksinya. Dimulai dengan penyajian singkat tesis dan
kerangka teoritik tulisan ini tentang hubungan antara perkembangan
teknologi dan ideologi industrialisasi yong menjadi kanteks
produksi dan pemanfaatannya menyusul penyajian pengantar ini,
berturut-turut akan disajikan pembahasan-pembahasan singkat
133Jurual thn Sosial & Uni Politik, Vol.
November 2005
tentang ambivalensi dampak sosial dan kemanusiaan perkembangan
teknologi lanjut (advanced techology), pelajaran dari kasus dampak sosial
revolusi perkembangan teknologi komunikasi/informasi, pentingnya
pilihan kebijakan pengembangan teknologi alternatif (allernative tect-
nology), dan tuntutan pengembangan kurikulum pendidikan dan
agenda penelitian ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang, lebih mem-
bebaskan dan lebih mencerahkan, sebelum seluruh penyajian ini akan
ditulup dengan pembahasan tentang peran kecendekiawanan para
ahli ilmu-ilmu sosial dan humaniora.
Peran Politik Teknologi: Sebuah Perspektif Teoritik
Tulisan singkat ini diturunkan dari sebuah perspeklif teoritik yang,
dengan tegas menolak argumen tentang “netralitas” teknologi yang,
melihat bahwa teknologi merupakan suatu hasi) dari kreativitas
manusia dan masyarakat yang “netral nilai”. Sebaliknya, melalui
tulisan ini saya ingin mengajak untuk memahami fenmena
perkembangan teknologi dan berbagai masalah yang ditimbulannya
dari sebuah perspektif teoritik yang melihat teknologi sebagai hasil dari
produksi dan reprociuksi proses-proses sosial, ekonomi, politik, dan
kebudayaan, dan oleh karenanya tidak pernah bersifat netral nilai
Diturunkan terutama dari argumen David Dickson (1979) di dalam
bukunya berjudul The Politics of Alternative Technology, tesis umum yang
mendasarinya adalah bahwa olch karena konteks sosial, ekonomi,
politik dan kebudayaan dari proses produksi dan reproduksinya, maka
teknologi senantiasa memainkan suatu peran politik di dalam
masvarakat, suatu peran yang sangat erat bertalian dengan distribusi
kekuasaan dan pengendalian sosial. Peran yang dimaksud dimainkan
pada dua aras atau tingkat pengungkapannya: yakni pada aras ma-
terial dan pada aras ideologis. Pada aras material, teknologi
memainkan peran mengungkapkan dan dengan demikian
memelihara dan mempromosikan kepentingan-kepentingan dart
kelompok-kelompok sosial dominan di dalam masyarakat tempat
tcknologi diproduks: dan direproduksi. Pada saat yang sama, teknologi
bertindak pada tingkat ideologis untuk mendukung dan mempro-
pagandakan atau bahkan memistifikasikan idcologi yang dianut oleh
kelas penguasa dan kelompok clit dalam masyarakat. Keduanya
memainkan peran yang sangat penting di dalam menentukan karakter
134
Nasakun, Perav Hnuteilin Sosial dast Humanion bagi Liberasi dan Humanisasi Teknologi
e) duksi oleh masyarakat
i teknologi yang diproduksi dan direproduk
toe ea iat 10; tentang teknologi sebaga# ideotogs, baca juga
Nasikun, 1997)
Melihat fenomena teknologi dart perspektif yang demikian, tulis-
an ini juga menolak argumen mereka yang menganut determinisme
ekonomi, yang melihat teknologi tidak lebih daripada sel agai sua
“lat yang netral” bagi pembangunan ekonomi Meminjam wri apan
para ilmuwan pos-modernis dan pos-strukturalis, tulisan ini sebaliknya
melihat perkembangan teknologi sebagai refleksi dari hubungen-
hubungan sosial produksi—yakni hubungan-hubungan sosial yang
terjadi di antara berbagai kelompok atau kelas sosial di dalam proses
produksi teknologi Dengan kata lain, tulisan ini melihat tel nologi jan
ttruktwr sosial masyarakat (baca: struktur hubungan-hubungan
kekuasaan) secara dialektik berhubungan saling menguatkan satu
gama Jain, baik pada aras material maupun pada aras ideologis. eis
dari itu, sebagai konsekuensi dari hubungan dialektis antara teknologi
dan struktur kekuasaan yang mengendalikan proses-proses sosial ai
dalam masyarakat, teknologi pada akhirnya mengungkapkan ditinya
sebagai suatu bentuk politik. Maka terjadilah apa yang selama ini tidak
atau belum kita kenali dengan baik, yakni bahwa “tertib : atau sistem
teknologi” yang secara perlahan-lahan dibentuk oleh revolusi ie
pengetahuan pada “abad pencerahan” (the age of enlightenment) Kini
femakin memiliki otonomi dan dinamikanya seuliri: mempenetrasi
menginkorporasi, dan lebih dari itu menguasai selurub cinamika
perkembangan masyarakat
Di dalam konteks proses sosial yang demikian itulah, pengertian
tentang tcknologi yang otonom (aufunonnes technology) harus Kita
pahami, yakni ketika standar-standar operasi dani tertib atau sistem
teknologi perlahan-lahan akan tetapi pasti semakin menja i standar
standar operasi yang harus diikuti oleh seluruh masyarakat. Di da’ ,
tertib atau sistem teknologi yang demikian, maka negara (baca peme-
Fintah) semakin menjadi sebuah korporasi bisnis yang semakin banyak
berurusan dengan keharusan-keharusan untuk secara efisien me
wojudkan apa yang diperlukan bagi kelangsungan berfungsinya dan
hagi elaborasi sistem-sistem ekonomi dan politik di bawah hegemont
kekuasaan kelas penguasa, dan sebaliknya mengabaikan fungsinya
7 “ » institution”. Di
sebagai “culture-conserving” dan “cenit fing institut
135dalam ungkapan Winner (1977: 173-74), di dalam tertib atau sistem
teknologi yang demikian, kehidupan politik akan semakin menjadi “the
aching out of the technical hegemony”. Di dalam pernilaiannya atas karya-
Korya arsitektur, Walter Pichler (seperti dikutip Johnson, 1994: 112)
bahkan berbicara lebih lugas, ketika ia menyatakan bahwa “architec-
ture is the law of those who do not believe in tHe lao but make it”, yang di
dalam konteks pembahasan tema tulisan ini dapat dibaca bahwa sama
maknanya dengan arsitektur “teknologi adalah hukum bagi mereka
yang tidak percaya pada hukum akan tetapi menciptakannya”.
Dengan semua itu, di dalam tertib atau sistem teknologi, yang
Sesungguhnya berada di balik perkembangan teknologi adalah sebuah
tdeologi, yakni ideologi industrialisasi (yang di era ekspansi globalisasi
ultvaliberal/ neoliberal saat ini bertemu dan menyatu dengan ideologi
kapitalisme) sebagai suatu set dari gagasan-gagasan yang secara siste-
matik bekerja mendistorsi realitas kesejarahan dan bertindak sebagai
sebuah instrumen untuk menyembunyikan akar-akar deri beragam
kepentingan ideologis, politis, dan ekonomi dari Proses penciptaan dan
pengembangan teknologi. Di tangan negara ideologi industrialisasi dan
kapitalisme menyediakan suatu rasionalitas bagi legitimasi kebijakan-
Kebijakan negara yang dari luar tampak “membebaskan” (liberating)
dan “mencerahkan” (enlightening), akan tetapi yang di dalam hakekat
dan aktualisasinya seringkali bersifat sangat eksploitatif. Ia berkhotbah
tentang emansipasi melalui pembuatan dan pengembangan mesin-
mesin, yang harus diakui memang telah berhasil meningkatkan standar
hidup banyak orang, akan tetapi pada saat yang sama juga memainkan
peran meningkatkan dominasi dan operasi teknologi atas banyak
manusia melalui kontrol atas proses produksi dan distribusinya. Ta mem-
propagandakan keadilan atau kesetaraan dan demokratisasi (equality
and democratization) melalui pengembangan teknologi, akan tetapi yang
bagaikan pedang bermata dua ia juga tclah menghancurkan sistem
kelas tradisional dan menciptakan sistem kelas dan ketidaksetaraan
serta ketidakadilan baru. Di atas semua itu, ideologi industrialisasi dan
kapitalisme juga mengajarkan netralitas politik teknologi, akan tetapi
yang di dalam kenyataan memproduksi dan mereproduksi teknologi
{ang sesunggubnya seringkali merupakan suatu refleksi yang telanjang
dari ideologi masyarakat teknokratik berupa “pemikiran-pemikiran
miah” dan “bentuk-bentuk pengendalian sosial yang bersifat
136
otoriterian” dan yang secara hegemonik mendominasi nyaris semua
bentuk penafsiran atas pengalaman-pengalaman umat manusia.
mengherankan oleh karenanya jikalau di dalam teknokrasi
snovannnnes teknologis semakin dikendalikan bukan me oleh
kepentingan akan efisiensi, akan tetapi lebih-lebih oleh ke arusar-
Keharusan teknologi untuk memelihara bentuk-bentuk otoritorian dari
disiplin, rejimentasi, dan fragmentasi kaum pekerja yang, mena kan
semua barang “consumer durabies” seperti mobil, televisi, an beragam
barang-barang konsumsi tinggi yang lain, tidak terutama |PTO%
untuk memenuhi kebutuhan konsumen, akan tetapi bag