Makalah Kelompok 5 - Pembelajaran MTK SD - 21 at 03
Makalah Kelompok 5 - Pembelajaran MTK SD - 21 at 03
Pembelajaran Matematika SD
Oleh Kelompok 1
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karuniaNya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah untuk melengkapi tugas mata kuliah
Pembelajaran Matematika SD yang berjudul “Menelaah Teori Pembelajaran Menurut Bruner,
Van Heile, dan Dienes”
Shalawat beriring salam tak lupa kami sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah menerangi semua umat di muka bumi ini dengan cahaya kebenaran. Saya juga
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah ikut membantu dalam penyelesaian
penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat berbagai kekurangan dan
kesalahan, baik dari segi isi maupun dari segi bahasa. Untuk itu, kami mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca yang bersifat konstruktif untuk penyempurnaan makalah ini. Kami
berharap agar makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca. Aamiin.
Kelompok 5
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakekatnya, belajar merupakan proses yang kompleks dan terjadi pada
semua orang serta berlangsung seumur hidup. Kompleksitas belajar tersebut
melahirkan banyak teori-teori yang berkembang dan berusaha untuk menjelaskan
bagaimana proses belajar tersebut dapat dijelaskan secara ilmiah. Tiap teori belajar
menitikberatkan pada tumpuan yang berbeda-beda, adayang lebih mementingkan
proses belajar, pada hasil belajar, pada isi atau konten bahan ajar, ada pula yang
mengutamakan kepada pembentukan atau mengkonstruksi pengetahuan, sikap atau
keterampilannya sendiri
Kegiatan pembelajaran tidak dapat dilakukan sembarangan, tetapi harus
berlandaskan peda teori-terori dan prinsip-prinsip belajar tertentu agar bisa bertindak
secara tepat. Artinya teori-teori belajar ini diharapkan dapatmengarahkan dalam
merancang dan mealksanakan kegiatan pembelajaran. Walaupun teori belajar tidak
dapat diharapkan menentukanlangkah demi langkah dalam kegiatan pembelajaran,
namun akan dapat memberikan arah prioritas dalam kegiatan pembelajaran. Oleh
karena itu para pelaku pembelajaran baik guru, perancang pembelajaran dan para
pengembang program pembelajaran yang profesional harus dapat memilih teori
belajar yang tepat untuk digunakan dalam desain pembelajaran yang akan
dikembangkannya.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai beberapa teori
belajar yang dikemukakan oleh Bruner, Van Heile, dan Dienes.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Pembelajaran Menurut Bruner?
2. Bagaimana Konsep Pembelajaran Menurut Van Heile?
3. Bagaimana Konsep Pembelajaran Menurut Dienes?
C. Rumusan Masalah
1. Mengetahui Konsep Pembelajaran Menurut Bruner
2. Mengetahui Konsep Pembelajaran Menurut Van Heile
3. Mengetahui Konsep Pembelajaran Menurut Dienes
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Biografi Bruner
Jerome Seymour Bruner dilahirkan pada tanggal 1 Oktober 1915 di New York
City. Ia dilahirkan buta dan tidak dapat melihat hingga dioperasi katarak ketika masih
bayi. Bruner adalah lulusan program studi Psikologi di Duke University pada tahun
1937. Selanjutnya, ia juga berhasil mendapatkan gelar masternya (S2) pada tahun
1939 dan Ph.D pada tahun 1941 di Harvard University.
Selama perang Dunia II, Bruner bertugas di bawah Jenderal Eiseenhower
dalam Psychological Warfare divisi Supreme markas bersekutu Expeditionary Force
Eropa. Setelah perang ia bekerja di Harvard University pada tahun 1945. Saat ia
bekerja di Hardvard-lah Bruner mulai secara aktif menghasilkan berbagai penelitian
mengenai cara berpikir seseorang.
Bruner bertemu dengan banyak ahli psikologi di Harvard, dan kebanyakan dari
mereka menganut paham behaviorisme yang memandang setiap tingkah laku yang
dilakukan oleh manusia adalah respons dari stimulus yang diberikan oleh
lingkungannya. Namun demikian, Bruner tidak sepenuhnya setuju dengan teori
tersebut. Hingga akhirnya ia bersama dengan Leopos mengadakan rangkaian
percobaan yang menghasilkan teori persepsi baru yang disebut dengan “New Look”.
The new look mengatakan bahwa persepsi adalah bukan sesuatu yang terjadi
segera, seperti yang telah diasumsikan dalam teori lama. Sebaliknya, persepsi adalah
bentuk informasi pengolahan dan interpretasi yang melibatkan pilihan. Pandangannya
adalah bahwa psikologi itu sendiri harus peduli dengan bagaimana orang melihat dan
menafsirkan dunia, serta bagaimana mereka menanggapi stimulus.
Pada tahun 1960, Bruner dan George Miller mendirikan pusat penelitian
kognitif di Harvard. Keduanya bersama-sama dengan keyakinan bahwa psikologi
harus prihatin dengan proses kognitif yang berbeda bentuk manusia dan cara pikiran
2
tersebut akan disusun dalam sintaks logis. Hal ini selanjutnya menelurkan kontribusi
terkemuka Bruner, yakni memelopori aliran psikologi kognitif yang memberi
dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan
berpikir.
3. Discovery Learning
Dalam teorinya yang diberi judul “Teori Perkembangan Belajar”, Bruner
menekankan pada proses belajar menggunakan metode mental, yaitu individu yang
belajar mengalami sendiri apa yang dipelajarinya agar proses tersebut dapat direkam
dalam pikirannya dengan caranya sendiri (Amir & Risnawati, 2016, hlm. 70).
Selanjutnya, teori belajar ini diadaptasi menjadi model pembelajaran discovery
learning yang mendorong siswa untuk belajar mandiri dengan cara menemukannya
sendiri.
Di dalam discovery learning, siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-
konsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan masalah, dan guru mendorong siswa
3
untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan
siswa menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Pembelajaran ini
membangkitkan keingintahuan siswa, memotivasi siswa untuk terus bekerja dan
berinteraksi dengan ilngkungan sekitarnya hingga menemukan jawaban.
Dalam kaitannya dengan proses belajar yang terjadi pada tahapan belajar,
Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung
hampir bersamaan. Ketiga proses tersebut adalah:
1) memperoleh informasi baru;
2) transformasi informasi;
3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan (Mimi Haryani dan Mely
Andriani, 2013, hlm. 31).
4
5. Pembelajaran Matematika Bruner
Bruner merupakan tokoh pendidikan yang banyak bergerak di bidang
matematika sebagai materi yang diujikannya. Menurut Bruner, pembelajaran
matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan pada konsep-konsep
dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, di samping
hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur. Dengan mengenal
konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan
memahami materi yang harus dikuasainya.
Menurut Bruner, terdapat empat prinsip-prinsip tentang cara belajar dan mengajar
matematika yang disebut dalil atau teorama. Dalil-dalil (teorema) yang berkaitan
dengan pembelajaran matematika menurut Bruner dan Kenvey berdasarkan percobaan
dan pengalamannya adalah sebagai berikut.
a. Dalil penyusunan
Dalil penyusunan menyatakan bahwa siswa selalu mempunyai
kemampuan mengusai definisi, teorema, konsep, dan kemampuan matematis
lainnya, oleh karena itu cara terbaik bagi siswa untuk memulai belajar konsep
dan prinsip dalam matematika adalah dengan mengkonstruksi sendiri konsep
dan prinsip yang dipelajari itu.
b. Dalil notasi
Dalil notasi menyatakan bahwa notasi matematika yang digunakan
harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan mental anak (enaktif, ikonik,
dan simbolik).
c. Dalil pengkontrasan dan keaneragaman (variasi)
Dalil pengkontrasan dan keanekaragaman (variasi) menyatakan bahwa
suatu konsep harus dikontraskan dengan konsep lain dan harus disajikan
dengan contoh-contoh yang bervariasi. Misalnya, untuk memahami konsep
bilangan 2, siswa diberi kegiatan untuk membuat kelompok benda yang
beranggotakan 2. Selain itu juga diberi kegiatan untuk membuat kelompok
benda yang tidak beranggotakan 2.Bisa juga memilih kelompok-kelompok
mana yang merupakan kelompok 2 benda, dan kelompok-kelompok mana
yang bukan 2 benda.
d. Dalil pengaitan
Dalil pengaitan menyatakan bahwa antara konsep matematika yang
satu dengan konsep yang lain mempunyai kaitan yang erat, baik dari segi isi
5
maupun dari segi penggunaan rumus-rumus. Misalnya rumus luas persegi
panjang merupakan materi prasyarat untuk penemuan rumus luas jajargenjang
yang diturunkan dari rumus persegi panjang (Amir & Risnawati, 2016, hlm.
72).
2. Tahap 1 (Analisis)
Tahap ini juga dikenal sebagai tahap deskriptif. Pada tahap ini, siswa dapat
menyebutkan sifatsifat yang dimiliki suatu bangun. Dengan kata lain, pada tingkat ini
siswa sudah terbiasa menganalisis bagian-bagian yang ada pada suatu bangun dan
mengamati sifat-sifat yang dimiliki oleh unsur-unsur tersebut. Sebagai contoh, pada
tahap ini siswa sudah biasa mengatakan bahwa suatu bangun merupakan persegi
panjang karena bangun itu “mempunyai empat sisi, sisi-sisi yang berhadapan sejajar,
dan semua sudutnya siku-siku”. Pada tahap ini juga siswa sudah mulai mampu
menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri itu. Misalnya, disaat ia
mengamati persegi panjang, ia telah mengetahui bahwa terdapat 2 pasang sisi yang
berhadapan, dan kedua pasang sisi tersebut saling sejajar (Huzaifah, 2011: 27).
4. Tahap 3 (Deduksi)
7
Menurut Clements & Batista (Chairani, 2013: 23) tahap ini juga dikenal dengan
tahap deduksi formal. Pada tingkat ini siswa sudah memahami peranan
pengertianpengertian, definisi-definisi, aksiomaaksioma dan teorema-teorema pada
geometri. Pada tingkat ini siswa sudah mulai mampu menyusun bukti-bukti secara
formal. Ini berarti bahwa pada tingkat ini siswa sudah memahami proses berpikir yang
bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu menggunakan proses berpikir tersebut.
Seperti kita ketahui bahwa matematika adalah ilmu deduktif karena pengambilan
kesimpulan, pembuktian teorema, dan lain-lain dilakukan secara deduktif. Sebagai
contoh, untuk membuktikan bahwa jumlah sudut-sudut sebuah sigitiga adalah 180
derajat secara deduktif dibuktikan dengan menggunakan prinsip kesejajaran.
5. Tahap 4 (Rigor)
Pada tingkat ini anak sudah mulai memahami pentingnya ketepatan dari prinsip
dasar dalam suatu pembuktian. Tingkat berpikir ini sudah terkategori kepada tingkat
berpikir yang tinggi, rumit, dan kompleks (Safrina dkk., 2014: 11). Pada tahap ini siwa
sudah dapat memahami bahwa adanya ketepatan (presisi) dari apa-apa yang mendasar
itu penting (Ruseffendi, 1991: 163). Misalnya, ketepatan aksioma yang menyebabkan
terjadi geometri Euclid, seperti aksioma: memuat berapa buah titik paling sedikit
sebuah gais itu, bila ada dua buah titik berapa buah garis bisa ditarik, bila ada toga
buah titik berapa buah bidang dapat dibuat, dan aksioma-aksioma lainnya yang
menyebabkan sistem geometri Euclid itu lengkap.
Selain terdapat lima tingkat pemahaman geometri, Nur’aeni (2010, hlm. 32)
menyatakan bahwa dalam teori Van Hiele terdapat lima tahap belajar geometri, yaitu
tahap 1 informasi (information), tahap 2 orientasi terarah/terpadu (guided orientation),
tahap 3 eksplisitasi (explicitation), tahap 4 orientasi bebas (free orientation), dantahap
5 integrasi (integration)
1) Tahap Inquiri/ Tahap informasi
Tahap ini merupakan tahap awal yang diisi dengan kegiatan tanya
jawab antara guru Dan siswa mengenai objek-objek yang dipelajari pada
tingkat analisis. Misalnya guru Mengajukan pertanyaan apakah persegi itu?,
mengapa kamu mengatakan itu persegi?, apakah Persegi itu adalah persegi
panjang?, dan sebagainya.
8
2) Tahap Orientasi terarah
Tahap ini merupakan tahap kedua yang dilakukan dalam pembelajaran
berbasis teori van Hiele. Pada tahap ini, guru mengarahkan siswa mengamati
karakteristik khusus dari objekobjek yang dipelajari melalui tugas yang
diberikan guru.
3) Tahap penjelasan
Tahap ini merupakan lanjutan dari tahap sebelumnya. Pada tahap ini,
siswa diarahkan agar dapat menyatakan pandangan mereka yang muncul
mengenai hubungan konsep-konsep geometri yang telah dikaji dengan bahasa
mereka sendiri (misalnya mengenai sifat-sifat dari bangun geometri yang
diamati).
5) Tahap Integrasi
Pada tahap ini siswa meringkas dan menyimpulkan apa yang telah
mereka pelajari dengan membuat hubungan antara objek-objek geometri yang
diamati. Pada tahap ini siswa diharapkan dapat membuat jaringan objek yang
telah dipelajari dan hubungan antar objek secara ringkas.
9
bahwa proses berpikir manusia sebagai suatu perkembangan yang bertahap dari
berpikir intelektual konkret ke abstrak berurutan melalui empat periode. Urutan
periode itu tetap bagi setiap orang, namun usia atau kronologis pada setiap orang yang
memasuki setiap periode berpikir yang lebih tinggi berbeda-beda tergantung kepada
masing-masing individu.
a. Konsep Dasar Teori Belajar Dienes
Menurut Dienes, permainan matematika sangat penting sebab operasi matematika
dalam permainan tersebut menunjukkan aturan secara konkret dan lebih
membimbing dan menajamkan pengertian matematika pada anak didik. Dapat
dikatakan bahwa objek-objek konkret dalam bentuk permainan mempunyai
peranan sangat penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan
baik. Menurut Dienes, konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari
dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap- tahap belajar menjadi 6
tahap(Bell, dalam Ratumanan,2004), yaitu.
1) Permainan Bebas (Free Play).
Permaianan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktivitasnya tidak
berstruktur dan tidak diarahkan. Aktivitas ini memungkinkan anak mengadakan
percobaan dan mengotak-atik (memanipulasi) bendabenda konkret dan abstrak
dan unsur-unsur yang dipelajarinya itu. Dalam tahap permainan bebas anak-anak
berhadapan dengan unsur-unsur dalam interaksinya dengan lingkungan belajarnya
atau alam sekitar. Dalam tahap ini anak tidak hanya belajar membentuk struktur
mental, namun juga belajar membentuk struktur sikap untuk mempersiapkan diri
dalam pemahaman konsep. Penggunaan alat peraga matematika anak-anak dapat
dihadapkan pada balokbalok logic yang dapat membantu anak-anak dalam
mempelajari konsep-konseo abstrak. Dalam kegiatan belajar dengan menggunkan
alat peraga ini anak-anak belajar mengenal warna, tebal tipisnya benda, yang
merupakan ciri atau sifat dari benda yang dimanipulasinya itu.
10
dan eksperimen dengan mengganti aturan dari guru menjadi aturan yang mereka
buat sendiri.
5) Simbolisasi ( Symbolizations )
Pada tahap ini, siswa menghasilkan symbol-simbol matematika yang cocok
untuk menyatakan konsep. Adalah hal yang sangat baik, jika siswa dapat
menghasilkan symbol mereka sendiri dari setiap konsep.
6) Formalisasi ( Formalizations )
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini
siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian
merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah
mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu
merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut.
11
Dienes menyatakan bahwa proses pemahaman (abstracton) berlangsung selama
belajar. Untuk pengajaran konsep matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan
materi matematika secara konkret agar konsep matematika dapat dipahami dengan
tepat. Dienes berpendapat bahwa materi harus dinyatakan dalam berbagai penyajian
(multiple embodiment), sehingga anak-anak dapat bermain dengan bermacam-macam
material yang dapat mengembangkan minat anak didik. Berbagai penyajian materi
(multiple embodinent) dapat mempermudah proses pengklasifikasian abstraksi
konsep.
Menurut Dienes, variasi sajian hendaknya tampak berbeda antara satu dan lainya
sesuai dengan prinsip variabilitas perseptual (perseptual variability), sehingga anak
didik dapat melihat struktur dari berbagai pandangan yang berbeda-beda dan
memperkaya imajinasinya terhadap setiap konsep matematika yang disajikan. Dengan
demikian, semakin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep
tertentu, semakin jelas bagi anak dalam memahami konsep tersebut. Langkah
selanjutnya, menurut Dienes, adalah memotivasi anak didik untuk mengabstraksikan
pelajaran tanda material konkret dengan gambar yang sederhana, grafik, peta dan
akhirnya memadukan simbol-simbol dengan konsep tersebut.
Langkah-langkah ini merupakan suatu cara untuk memberi kesempatan kepada
anak didik ikut berpartisipasi dalam proses penemuan dan formalisasi melalui
percobaan matematika. Anak didik pada masa kini bermain dengan simbol dan aturan
dengan bentuk-bentuk konkret dan mereka memanipulasi untuk mengatur serta
mengelompokkan aturan-aturan. Pada jaman ini anak didik menggunakan simbol-
simbol sebagai objek manipulasi dan mengarah kepada struktur pemikiran-pemikiran
matematika yang lebih tiggi. Anak harus mampu mengubah fase manipulasi konkret,
agar pada suatu waktu simbol tetap terkait dengan pengalaman konkretnya.
a. Prinsip-prinsip Belajar Matematika
Teori Dienes mengariskan beberapa prinsip bagaimana anakanak mempelajari
matematik yaitu:
Prinsip Konstruktiviti: Pelajar haruslah memahami konsep sebelum
memahaminya dengan analisa yang logik.
1. Prinsip Perubahan Perspeptual: Anak-anak diperkenalkan berbagai keadaan agar
dapat memaksimakan konsep Matematik.
2. Prinsip Dinamik: Anak-anak mempelajari sesuatu melalui perkenalan dan
eksperimen untuk membentuk satu konsep.
12
3. Prinsip variabilitas matematika: Konsep yang menyertakan variabel yang diajarkan
melalui pengalaman dan menyertakan jumlah kemungkinan variabel yang paling
besar.
Contoh Penerapan:
Berikut ini adalah salah satu contoh belajar konsep matematika dalam belajar
menjumlah dan mengurang, dengan menerapkan keenam tahap belajar Dienes.
1. Permainan Bebas (Free Play) :
Dalam belajar menjumlahkan ataupun mengurang dengan permainan bebas,
siswa diberikan kebebasan untuk bermain dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar
meraka. Misalnya anakanak dibagi dalam beberapa kelompok, kemudian setiap
kelompok diberikan berbagai macam benda atau makanan, misalnya , bunga, permen
atau balok-balok, dan sebagainya. Hal yang mungkin dilakukan anak-anak adalah
bertanya kepada teman mereka, seperti ini:
a. ada berapa bunga yang warnanya merah?
b. saya ingin mengambil 2 permen, dan sisanya bisa kamu ambil!
13
membuang bunga tapi untuk sampai di pulau E mereka harus membawa delapan
bunga. Sekarang bantulah Caca dkk, untuk sampai di pulau tersebut dengan melewati
pulau A, pulau B, pulau C, pulau F, pulau D kemudian kembali ke pulau B dan terakhir
sampailah ke pulau E. Ingat di pulau A terdapat dua bunga, pulau B terdapat empat
bunga, pulau C tidak ada bunga, pulau D terdapat tujuh bunga, dan pulau F ada satu
bunga
14
5. Simbolisasi (Symbolizations)
Pada permainan dengan simbolisasi, anak-anak dapat menggunakan tanda
tambah dan tanda kurang, ketika disebutkan kata-kata ”masuk”, ”keluar”,
”mengambil”, ataupun :membuang”. Dan simbol-simbol angka ketika disebut ”lima”,
”enam”, dsb.
Sebagai contoh :
Dari 10 orang anak yang ada di ruang kesenian, dua orang keluar minum.
Ini dapat ditulis menjadi : 10 – 2 = 8
6. Formalisasi ( Formalizations)
Tahap yang terakhir formalisasi. Pada tahap 6, dari gamesgames yang telah
diberikan mungkin saja anak-anak memperoleh 2 + 3 = 5, 3 + 2 = 5, ataupun 0 + 3 =
3, 3 + 0 = 3. Dari sini, anak- anak akan bisa melihat sifat dari konsep tersebut, misalnya
2 + 3 = 3 + 2 = 5, kemudian 0 +3 = 3 + 0 = 3, dan sebaginya.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Konsep Pembelajaran Menurut Bruner
Teori belajar Bruner merupakan salah satu teori yang memberikan pengaruh
besar terhadap bidang pendidikan, khususnya dalam pembelajaran matematika dan
pemikirannya yang kemudian mencetuskan pembelajaran discovery learning.
Tahapan Belajat Bruner (dalam Amir, 2016, hlm. 186), yaitu :
1. Tahap enaktif (enactive)
2. Tahap ikonik (iconic)
3. Tahap simbolik (symbolic)
1. Dalil penyusunan
2. Dalil notasi
3. Dalil pengkontrasan dan keaneragaman (variasi)
4. Dalil pengaitan
16
Van Hiele (dalam Ismail, 1998) menyatakan bahwa terdapat 5 tahap
pemahaman geometri yaitu: Tahap pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi, dan
keakuratan.
Selain terdapat lima tingkat pemahaman geometri, Nur’aeni (2010, hlm. 32)
menyatakan bahwa dalam teori Van Hiele terdapat lima tahap belajar geometri, yaitu
tahap 1 informasi (information), tahap 2 orientasi terarah/terpadu (guided orientation),
tahap 3 eksplisitasi (explicitation), tahap 4 orientasi bebas (free orientation), dantahap
5 integrasi (integration).
17
B. Kritik dan Saran
Penulis mengucapakan Alhamdulillah karena dapat menyelesaikan tugas ini
dengan tepat waktu dan sebisa penulis. Apabila terjadi kesalahan dalam pengetikan
bahasa, huruf ataupun kata-kata, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Untuk
itu,penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar nantinya penulis bisa
memperbaiki kesalahan tersebut. Penulis akan bersenang hati apabila pembaca mau
berpartisipasi memberikan kritik dan saran mengenai makalah ini.
18
DAFTAR PUSTAKA
Abrar, Andi Ika Prasasti. (2013). Belajar Dienes. Al-Khwarizmi: Jurnal Pendidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Vol.1(1). DOI:
https://doi.org/10.24256/jpmipa.v1i1.52
Avyani, T., Epon, N., & Oyon H P. (2018). PENGGUNAAN TEORI VAN HIELE UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI JARING-JARING
KUBUS DAN BALOK. Jurnal Siliwangi, 4 (1), 5-9.
Dahar, R.W. (2011). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Haryani & Andriani. (2013). Pembelajaran Matematika SD/MI. Pekanbaru: Benteng Media.
Safrina, H., Ikhsan, M., &Anizar, A. (2014). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah
Geometri Melalui Pembelajaran Kooperatif Berbasis Teori Van Hiele. Jurnal Didaktik
Matematika, 1 (1), 9-20.
Unaenah, E., Indah, A A., et al. (2020). TEORI VAN HIELE DALAM PEMBELAJARAN
BANGUN DATAR. Jurnal Pendidikan Dan Ilmu Sosial, 2 (2), 365-374.
19