Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Agustus, 2020

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

PEMERIKSAAN NERVUS III, IV, VI DAN APLIKASI KLINIS

Oleh :

SYIFA SHABRINA, S.Ked

Pembimbing :
dr. Andi Weri Sompa, M.kes, Sp.S

(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Saraf)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan, bahwa:

Nama : SYIFA SHABRINA, S.Ked

Judul Referat : PEMERIKSAAN NERVUS III, IV, VI


DAN APLIKASI KLINIS

Telah menyelesaikan Tugas Referat dalam rangka Kepanitraan Klinik di Bagian Ilmu
Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Agustus 2020

Pembimbing,

dr. Andi Weri Sompa, M.Kes, Sp.S

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya serta segala kemudahan yang diberikan dalam setiap kesulitan hamba-
Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan Referat dengan judul “Pemeriksaan
Nervus III, IV, VI Dan Aplikasi Klinis”.
Tugas ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik di Bagian Ilmu Penyaki Saraf.

Berbagai hambatan dialami dalam penyusunan tugas Referat ini, namun berkat
bantuan saran, kritikan, dan motivasi dari pembimbing serta teman-teman sehingga
tugas ini dapat terselesaikan.

Penulis sampaikan terima kasih banyak kepada, dr. Andi Weri Sompa, M.Kes,
Sp.S, selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam membimbing,
memberikan arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa Referat ini masih jauh dari yang diharapkan oleh
karena itu dengan kerendahan hati penulis akan senang menerima kritik dan saran
demi perbaikan dan kesempurnaan tugas ini. Semoga Referat ini dapat bermanfaat
bagi pembaca umumnya dan penulis secara khusus.

Makassar, Agustus 2020

Penulis,

Syifa Shabrina, S.Ked

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING......................................................i

KATA PENGANTAR........................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................…1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................…3

A.Definisi .............................................................................................. 5
B.Anatomi……………………………………………………………...10
C.Etiologi………………………………………………………………12
D.Patofisiologi………………………………………………………… 13
E.Gambaran Klinik……………………………………………………..14
F.Penatalaksanaan……………………………………………………... 15
G.Pemeriksaan Penunjang…………………………………………….. 17
H.Prognosis……………………………………………………………. 21
I.Komplikasi…………………………………………………………... 22

BAB III PENUTUP ...........................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................24

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. SISTEM SARAF

Sistem saraf adalah suatu jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan
saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi,
menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan lainnya.
Sistem tubuh yang penting ini juga mengatur kebanyakan aktivitas system-system
tubuh lainnya, karena pengaturan saraf tersebut maka terjalin komunikasi antara
berbagai system tubuh hingga menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang
harmonis. Dalam system inilah berasal segala fenomena kesadaran, pikiran, ingatan,
bahasa, sensasi dan gerakan. Jadi kemampuan untuk dapat memahami, belajar dan
memberi respon terhadap suatu rangsangan merupakan hasil kerja integrasi dari
system saraf yang puncaknya dalam bentuk kepribadian dan tingkah laku individu.
Jaringan saraf terdiri Neuroglia dan Sel schwan (sel-sel penyokong) serta Neuron
(sel-sel saraf). Kedua jenis sel tersebut demikian erat berkaitan dan terintegrasi satu
sama lainnya sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu unit.1

Saraf otak ada 12 pasang dan biasanya dinyatakan dengan angka Romawi, I-
XII. Pemeriksaan saraf otak (I-XII) dapat membantuk kita menentukan lokasi dan
jenis penyakit. Tiap saraf otak harus diperiksa dengan teliti. Karena itu perlu di
pahami anatomi dan fungsinya, serta hubungannya dengan struktur lainnya. Lesi
dapat terjadi pada serabut atau bagian perifer (infra nuklir), pada inti (nuklir) atau
hubungannya ke sentral (supranuklir). Bila inti rusak, hal ini diikuti oleh degenerasi
saraf perifernya. Saraf perifer dapat pula terganggu tersendiri. 2

5
Inti saraf otak yang terletak dibatang otak letaknya saling berdekatan
dengan struktur lain, sehingga jarang kita jumpai lesi pada satu inti saja tanpa
melibatkan bangunan lainnya.2

Saraf I dan II berperangai mirip dengan jaringan otak, sedangkan saraf


otak lainnya (III-XII) mempunyai bangunan dan fungsi yang mirip dengan saraf
spinal, dan bereaksi mirip dengan saraf spinal terhadap proses penyakit.2

B. FUNGSI SARAF OTAK

Sebagai alat pengatur dan pengendali alat-alat tubuh, maka sistem saraf
mempunyai 3 fungsi utama yaitu :

1. Sebagai Alat Komunikasi antara tubuh dengan dunia luar, hal ini dilakukan oleh

6
alat indra, yang meliputi : mata, hidung, telinga, kulit dan lidah. Dengan adanya alat-
alat ini, maka kita akan dengan mudah mengetahui adanya perubahan yang terjadi
disekitar tubuh kita.

2. Sebagai Alat Pengendali atau pengatur kerja alat-alat tubuh, sehingga dapat bekerja
serasi sesuai dengan fungsinya. Dengan pengaturan oleh saraf, semua organ tubuh
akan bekerja dengan kecepatan dan ritme kerja yang akurat.

3.Sebagai Pusat Pengendali Tanggapan Saraf, merupakan pusat


pengendali atau reaksi tubuh terhadap perubahan atau reaksi tubuh
terhadap perubahan keadaan sekitar. Karena saraf sebagai pengendali
atau pengatur kerja seluruh alat tubuh, maka jaringan saraf terdapat
pada seluruh tubuh kita.1

BAB II
7
PEMBAHASAN

A. PERJALANAN NERVUS CRANIALIS III, IV, VI

I. Nervus Okulomotorius (N III)

Area nurlear nervus okulomotorius terletak di substansia grisea


periakueduktus mesensefali, ventral dari akueduktus, setinggi kolikulus superior. Area
ini memiliki dua komponen utama: (1) nukleus parasimpatis yang terletak di medial,
disebut nukleus Edinger-Westphal (atau nukleus otonomik aksesorius), yang
mempersarafi otot-otot intraokular (m.sfingter pupilae dan m.siliaris); dan (2)
kompeks yang lebih besar dan terletak lebih lateral nukleus untuk empat dari enam
otot-otot ekstraokular (m.rectus superior, inferior, dan medialis serta m.obliquus
inferior). selain itu juga terdapat area nuklear kecil untuk m.rektus palpebrae.

Nervus Okulomotorius (N III) Merupakan saraf gabungan, tetapi sebagian besar


terdiri dari saraf motorik. N.III menginervasi m.rectus internus (medialis), m.rectus
8
superior, m.rectus inferior, m.levator palpebrae; serabut visero-motoriknya mengurus
m.sfingter pupile (yaitu mengurus kontraksi pupil) dan m.siliare (mengatur lensa mata).
Serabut sensorik membawa informasi indera otot (kesadaran perioperatif) dari otot mata
yang terinervasi ke otak.

II. Nervus Trokhlearis (N IV)

Nervus Trokhlearis adalah saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari
saraf motorik dan merupakan saraf terkecil dalam saraf cranial. Nervus Trokhlearis ini
menginvasi m. obliquus superior. Kerja otot ini menyebabkan mata dapat dilirikan
kebawah dan nasal.

Nervus IV keluar dari permukaan dorsal batang otak (satu-satunya saraf cranial
yang keluar dari sini), muncul dari tektum mesensefali menuju sisterna kuadrigemunalis.
Perjalanan selanjutnya ke bagian lateral mengitari pedunkulus serebri mejuru permukaan
ventral batang otak, sehingga saraf ini mencapai orbita melalui fisura orbitalis superior
bersama dengan nervus okulomotorius. N IV kemudian berjalan ke m. obliquus superior
yang dipersarafinya. Pergerakan mata yang dipersarafi oleh otot-otot ini antara lain
pergerakan mata ke bawah, rotasi interna (sikloinversi), dan abd uksi ringan.

III. N. Abdusens (N VI)

Nervus ke VI ini terletak dikaudal tegmentum pontis, tepat dibawah dasar


ventrikel ke empat. Nervus Abdusens ini kemudian berjalan disepanjang permukaan
ventral pons di lateral a.basilaris, menembus dura, dan bergabung dengan saraf lain ke
otot otot mata di sinus cavernosus.

Di dalam sinus, nervus kraniasli III, IV dan VI memiliki hubungan spesial yang
erat denfan cabang pertama dan kedua nervus trigeminus, serta a.karotis interna. Nervus
VI ini menginervasi m.rektus (lateralis). kerja oto ini menyebabkan lirik mata ke arah
temporal.

B. PEMERIKSAAN NERVUS III, IV, VI

9
Fungsi N III, IV dan VI saling berkaitan dan diperiksa bersama-sama. Fungsinya
ialah menggerakkan otot mata ekstraokular dan mengangkat kelopak mata. Serabut
otonom ini mengatur otot pupil.

Pemeriksaan meliputi: Ptosis, pemeriksaan pupil, dan gerakan bola mata.

Selagi berwawancara dengan pasien perhatikan celah matanya, apakah ada


ptosis, eksoftalmus, enoftalmus, dan apakah ada strabismus (jereng). selain itu,
apakah ia cenderung memejamkan matanya yang kemungkinan disebabkan oleh
diplopia.

Selain itu lakukan pemeriksaan yang lebih teliti mengenai ptosis, besar pupil,
reaksi cahaya pupil, reaksi akomodasi, kedudukan bola mata, gerakan bola mata dan
nistagmus.

1. Ptosis

Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak
mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Kelumpuhan N III
dapat menyebabkan terjadinya ptosis, yaitu kelopak mata terjatuh, mata tertutup, dan
tidak dapat dibuka. Hal ini disebabkan oleh kelumpuhan m. levator palpebrae.

10
Kelumpuhan m.levator palpebrae yang total ditandai dengan kelopak mata
sama sekali tidak bisa diangkat, mata tertutup. Sedangkan pada kelumpuhan ringan,
kita membandingkan celah mata; pada sisi yang lumpuh celah mata lebih kecil
kadang-kadang kita lihat dahi dikerutkan (m.frontalis) untuk mengkompensasi
menurunnya kelopak mata.

Untuk menilai tenaga m.levator palpebrae pasien disuruh memejamkan


matanya, kemudian ia disuruh membukanya. Waktu pasien membuka mata kita tahan
gerak ini dengan memegang enteng kelopak mata. Dengan demikian dapat dinilai
kekuatan mengangkat kelopak mata (m.levator palpebrae). pada pemeriksaan ini
untuk meniadakan tenaga kompensasi dari m.frontalis perlu diberikan tekanan pada
alis mata dengan tangan satu lagi.

Ptosis ringan dapat dijumpai pada Sindroma Horner. Sindroma Horner dapat dijumpai
pada lesi serabut simpatis pada leher. Sindroma ini terdiri atas:

 Ptosis enteng, karena lumpuhnya m,tarsalis pada kelopak mata atas

 Miosis (pupil menjadi mengecil), karena lumpuhnya otot dilatator pupil

 Enoftalmus (bola mata agak masuk kedalam), karena lumpuhnya otot dan Muller

 Vasodilatasi pembuluh darah kepala, kuduk dan konjungtiva sisi ipsilateral

 Anhidrosis pada kepala dan muka sisi ipsilateral/

2. Pupil

11
Perhatikan ukuran pupil pada mata kiri dan kanan. Dinyatakan dalam
diameter, normal: 2-5mm, perhatikan bentuk pupil, apakah sama (isokor), atau tidak
sama (anisokor). juga perhatikan pupil, apakah bundar dan tepinya rata (normal)
atau tidak. Bila pupil mengecil hal ini disebut miosis, dan bila membesar (melebar)
disebut midriasis. Otot polos yang mengecil pupil (pupilokonstriktor) disarafi oleh
serabut parasimpatis dari N III, sedangkan otot yang melebarkan pupil
(pupilodilator) disarafi oleh serabut simpatis (torakolumbal). Perhatikan refleks
pupil, berbagai macam pemeriksaan refleks pupil, meliputi:

 Refluks pupil (reaksi cahaya pupil)

Reaksi cahaya pupil terdiri dari reaksi cahaya langsung dan tidak langsung
(konsensual). pasien diminta untuk melihat jauh (memfiksasi pada benda yang jauh
letaknya), kemudian mata pasien kita senter (memberi cahaya) dan lihat apakah ada
reaksi pada pupil. Pada keadaan normal pupil mengecil, yang berarti reaksi cahaya
positif. Perhatikan juga rekasi mata satu lagi, bila pupil mata sebelah ikut mengecil
juga itu menandakan reaksi cahaya-tidak-langsung (konsensuak) positif.

12
 Refleks akomodasi

Akomodasi merupakan salah satu dari 3 komponen untuk melihat objek dalam
jarak dekat yang disebut respon dekat atau refleks dekat. Komponen respon dekat
meliputi akomodasi, konvergensi, dan miosis pupil yang normalnya bekerja
bersamaan. Pada pemeriksaan refleks akomodasi ini, pasien diminta untuk melihat
jauh, kemudian ia diminta untuk melihat dekat, misalnya jari kita (benda) yang
ditempatkan dekat matanya. Releks akomodasi dianggap normal bila terjadi kontraksi
m.rektus medial dengan respon kontriksi pupil. Pada kelumpuhan N III refleks ini
negatif. Pasien-pasien dengan penurunan kemampuan akomodasi biasanya mengeluh
kabur saat melihat dekat, tetapi tidak saat melihat jauh.

Kelainan-kelainan pupil yang sering dijumpai:

 Tanda pupil Marcus Gumn, Disebabkan kerena lesi pada N II parsial.

Caa pemeriksaan: Mata pasien secara bergantian diberi sinar, pada sisi mata
yang sakit pupil tidak mengecil tetapi menjadi besar. Kelainan ini menunjukkan lesi N
II pada sisi tersebut.

 Kegagalan satu atau kedua pupil untuk kontraksi pada pensinaran yang cukup
kuat, disebabkan oleh karena lesi pada N III. Hal ini dapat terjadi pada penderita
koma, setelah cedera kranio-serebral, peningkatan tekanan intrakranial. Dilatasi
pada satu sisi merupakan salah satu tanda-tanda herniasi transtentorial.

13
 Pupil Argyl Robertson

Pupil tidak bereaksi terhadap stimulus cahaya tapi reaksi akomodasi baik (light near
dissoction). sebagai besar kasus Argyl Robertson bersifat bilateral dan bentuk pupil
biasanya irregular. Gambaran sindroma Argyl Robertson adalah:

 Fungsi visual utuh

 Refleks cahaya menurun

 Miosis

 Bentuk pupil irreguler

 Bilateral, asimetrik

 Atrofi iris

Penyebab paling sering adalah infeksi sifilis tapi dapat juga disebabkan oleh berbagai
lesi midbrain seperti: neoplasma, vaskuler, inflamasi atau demielinisasi.

 Pupil Adie’s/ Sindroma Pupil Tonik

Sering terjadi pada wanita usia muda, unilateral pada 80% kasus dan bersifat akut.
Pada mata yang terkena akan terjadi:

 Dilatasi pupil

 Tidak ada refleks cahaya langsung dan tidak lansung

 Pada akomodasi, pupil akan kontriksi perlahan-lahan

 Ketika akomodasi dihilangkan terjadi dilatasi pupil secara r]perlahan-lahan

 Pada pemberian pilokarpil 0,5-1% akan terjadi kontraksi

Penyebab belum diketahui dengan pasti, diduga kelainan terjadi pada mudbrain atau
ganglion siliaris.

14
3. Gerakan bola mata

Untuk memeriksa gerakan bola mata, penderita diminta mengikuti jari-jari pemeriksa
yang digerakkan ke arah lateral, medial atas, bawah dan ke arah yang miring, yaiut:
atas-lateral, bawah-medial, dan bawah-lateral. Perhatikan apakah penderita dapat
mengikutinya, dan perhatikan bagaimana gerakan bola mata, apakah lancar dan
mulus atau kaku (“jerky”, misalnya pada kelainan serebelum). perhatikan juga apkah
ada diplopia (melihat kembar).

Pemeriksaan Nistagmus

Pemeriksaan nistagmus dilakukan wakut memeriksa gerakan bola mata, harus


diperhatikan gerakan bola mata. Nistagmus adalah gerakan bolak-balik bola mata
yang involunter dan ritmik. Penderita diminta melirik terus ke satu arah (misalnya ke
kanan, ke kiri, ke atas, ke bawah) selama jangka wakut 5 atau 6 detik.

Kedudukan (posisi) bola mata

Perhatikan kedudukan bola mata apakah menonjol (eksoftalmus) atau


seolah0olah masuk kedalam (enoflatmus). pada eksoftalmus celah mata tampak lebih
besar, sedangkan pada enoftalmus lebih kecil.

15
C. GANGGGUAN NERVUS III, IV, VI

1. Gangguan Nervus Okulomotorius (N III)

Gangguan Total Pada N III: Gangguan total N III ditandai oleh:

 M. Levator palpebrae lumpuh, mengakibatkan ptosis

 Paralisis oto m.rektus superior, m.rektus internus, m. rektus inferior, dan


m.oblikus inferior

 Kelumpuhan saraf parasimpatis, yang mengakibatkan pupil yang lebar (midriasis)


yang tidak bereaksi terhadap cahaya dan konvergensi.

Dua otot mata lainnya tidak ikut lumpuh, yaitu m.rektus lateralis (diinervasi
oleh N VI) dan oblikus superior (N IV). Hal ini mengakibatkan sikap bola mata ialah
terlirik ke luar bawah.

Gangguan sebagian N III. Pada parese N III yang disebabkan oleh tekanan,
misalnya oleh anerisma a.komunikans posterior atau oleh herniasi, maka yang
terutama terkena ialah bagian pinggir dari N III yang mengandung serabut
parasimpatis, maka terjadi gangguan pada reaksi pupil.

Pada parese N III yang disebabkan oleh gangguan aliran darah misalnya pada
neuropatik diabetik, bagian serabut N III yang terutama terkena ialah yang terletak di
tengah sehingga reaksi pupil tidak terganggu.

Penyebab gangguan N III. Beberapa penyebab gangguan N III:

 Vaskuler (pupil tidak terlibat):

- Diabetes melitus

- Infark

- Arteritis

 Tekanan (kompresi), misalnya pada:

- Herniasi

16
- Anerisma

- Tumor

- Trauma

- Defisiensi Vit. B1

2. Gangguan Nervus Trokhlearis (N IV)

Kelumpuhan N IV tersendiri jarang dijumpai. Penyebab kelumpuhan N IV


yang paling sering ialah trauma, dan dapat juga dijumpai pada diabetes melitus,
namun tidak sesering pasien N III. N IV dapat mengalami lesi di dalam orbita,
dipuncak orbita atau di sinus kavernosus. Kelumpuhan N IV menyebabkan terjadinya
diplopia (melihat ganda, melihat kembar) bila mata dilirikkan ke arah ini.
Penderitanya juga mengalami kesukaran bila naik atau turun tangga dan membaca
buku karena harus melirik ke arah bawah.

3. Gangguan Nervus Abdusen (N VI)

Kelumpuhan lesi N VI. Lesi N VI melumpuhkan otot rektus lateralis, jadi melirik ke
arah luar (lateral, temporal) terganggu pada mata yang terlibat, yang mengakibatkan
diplopia horisontal. Bila pasien melihat lurus ke depan, posisi mata yang terlibat
sedikit mengalami aduksi, disebabkan oleh aksi yang berlebihan dari otot rektus
medialis yang tidak terganggu.

Penyebab gangguan N VI. Beberapa penyebab gangguan N VI adalah:

 Vaskuler, misalnya pada:

-Infark

- Arteritis

- Anerisma (a.basilaris)

 Trauma, misalnya pada:

- Fraktur os petrosum

 Tekanan intrakranial tinggi


17
 Mastoiditis

 Meningitis

 Sarkoidosis

 Glioma di pons

18
BAB III

KESIMPULAN

19
Daftar Pustaka

1. Harsono.1997, Buku Ajar Neurology Klinis, Perhimpunan Dokter Spesialis


saraf Indonesia. Gajah Mada University Press. Bandung.

2. Anonim.,2005, Subarachnoid Hemorrhage ,Granial Computed Tomography.

3. Ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/08/06subarachnoid-hemorrhage/

4. Sitorus, Sari Mega. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Bagian


Anatomi, Fakultas Kedokteran, 2005 Universitas Sumatera Utara. Medan.

5. Tibor Becske, MD. Subarachnoid Hemorrhage. Diunduh dari


http://emedicine.medscape.com/article/1164341-overview pada tanggal 8
Februari 2016.

6. Copstead,Lee-Ellen.C.Phd,RN dan Banasik, Jacquelyn.L.PhD,ANRP. 2005,


Pathophysiology Third Edition, Elsevier Inc. Saunders.

7. Hadinoto S, Setiawan, Soetedjo. Stroke Pengelolaan Mutakhir. 1992. Badan


Penerbit Universitas Diponegoro.

8. Burgerner,A.Francis.,dkk . 1996. Differential Diagnosis in Computed


Tomography. George Thieme Verlag. Thieme Medical Publishers, Inc. New
York.

9. Hemorrhagic Stroke in Emergency Medicine  Diunduh dari


http://emedicine.medscape.com/article/1916662-overview pada tanggal 8
Februari 2016.

20

Anda mungkin juga menyukai