Pemeriksaan Nervus Iii, Iv, Vi Dan Aplikasi Klinis
Pemeriksaan Nervus Iii, Iv, Vi Dan Aplikasi Klinis
Oleh :
Pembimbing :
dr. Andi Weri Sompa, M.kes, Sp.S
(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Saraf)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Telah menyelesaikan Tugas Referat dalam rangka Kepanitraan Klinik di Bagian Ilmu
Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.
Pembimbing,
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya serta segala kemudahan yang diberikan dalam setiap kesulitan hamba-
Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan Referat dengan judul “Pemeriksaan
Nervus III, IV, VI Dan Aplikasi Klinis”.
Tugas ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik di Bagian Ilmu Penyaki Saraf.
Berbagai hambatan dialami dalam penyusunan tugas Referat ini, namun berkat
bantuan saran, kritikan, dan motivasi dari pembimbing serta teman-teman sehingga
tugas ini dapat terselesaikan.
Penulis sampaikan terima kasih banyak kepada, dr. Andi Weri Sompa, M.Kes,
Sp.S, selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam membimbing,
memberikan arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa Referat ini masih jauh dari yang diharapkan oleh
karena itu dengan kerendahan hati penulis akan senang menerima kritik dan saran
demi perbaikan dan kesempurnaan tugas ini. Semoga Referat ini dapat bermanfaat
bagi pembaca umumnya dan penulis secara khusus.
Penulis,
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
A.Definisi .............................................................................................. 5
B.Anatomi……………………………………………………………...10
C.Etiologi………………………………………………………………12
D.Patofisiologi………………………………………………………… 13
E.Gambaran Klinik……………………………………………………..14
F.Penatalaksanaan……………………………………………………... 15
G.Pemeriksaan Penunjang…………………………………………….. 17
H.Prognosis……………………………………………………………. 21
I.Komplikasi…………………………………………………………... 22
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. SISTEM SARAF
Sistem saraf adalah suatu jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan
saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi,
menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan lainnya.
Sistem tubuh yang penting ini juga mengatur kebanyakan aktivitas system-system
tubuh lainnya, karena pengaturan saraf tersebut maka terjalin komunikasi antara
berbagai system tubuh hingga menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang
harmonis. Dalam system inilah berasal segala fenomena kesadaran, pikiran, ingatan,
bahasa, sensasi dan gerakan. Jadi kemampuan untuk dapat memahami, belajar dan
memberi respon terhadap suatu rangsangan merupakan hasil kerja integrasi dari
system saraf yang puncaknya dalam bentuk kepribadian dan tingkah laku individu.
Jaringan saraf terdiri Neuroglia dan Sel schwan (sel-sel penyokong) serta Neuron
(sel-sel saraf). Kedua jenis sel tersebut demikian erat berkaitan dan terintegrasi satu
sama lainnya sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu unit.1
Saraf otak ada 12 pasang dan biasanya dinyatakan dengan angka Romawi, I-
XII. Pemeriksaan saraf otak (I-XII) dapat membantuk kita menentukan lokasi dan
jenis penyakit. Tiap saraf otak harus diperiksa dengan teliti. Karena itu perlu di
pahami anatomi dan fungsinya, serta hubungannya dengan struktur lainnya. Lesi
dapat terjadi pada serabut atau bagian perifer (infra nuklir), pada inti (nuklir) atau
hubungannya ke sentral (supranuklir). Bila inti rusak, hal ini diikuti oleh degenerasi
saraf perifernya. Saraf perifer dapat pula terganggu tersendiri. 2
5
Inti saraf otak yang terletak dibatang otak letaknya saling berdekatan
dengan struktur lain, sehingga jarang kita jumpai lesi pada satu inti saja tanpa
melibatkan bangunan lainnya.2
Sebagai alat pengatur dan pengendali alat-alat tubuh, maka sistem saraf
mempunyai 3 fungsi utama yaitu :
1. Sebagai Alat Komunikasi antara tubuh dengan dunia luar, hal ini dilakukan oleh
6
alat indra, yang meliputi : mata, hidung, telinga, kulit dan lidah. Dengan adanya alat-
alat ini, maka kita akan dengan mudah mengetahui adanya perubahan yang terjadi
disekitar tubuh kita.
2. Sebagai Alat Pengendali atau pengatur kerja alat-alat tubuh, sehingga dapat bekerja
serasi sesuai dengan fungsinya. Dengan pengaturan oleh saraf, semua organ tubuh
akan bekerja dengan kecepatan dan ritme kerja yang akurat.
BAB II
7
PEMBAHASAN
Nervus Trokhlearis adalah saraf gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari
saraf motorik dan merupakan saraf terkecil dalam saraf cranial. Nervus Trokhlearis ini
menginvasi m. obliquus superior. Kerja otot ini menyebabkan mata dapat dilirikan
kebawah dan nasal.
Nervus IV keluar dari permukaan dorsal batang otak (satu-satunya saraf cranial
yang keluar dari sini), muncul dari tektum mesensefali menuju sisterna kuadrigemunalis.
Perjalanan selanjutnya ke bagian lateral mengitari pedunkulus serebri mejuru permukaan
ventral batang otak, sehingga saraf ini mencapai orbita melalui fisura orbitalis superior
bersama dengan nervus okulomotorius. N IV kemudian berjalan ke m. obliquus superior
yang dipersarafinya. Pergerakan mata yang dipersarafi oleh otot-otot ini antara lain
pergerakan mata ke bawah, rotasi interna (sikloinversi), dan abd uksi ringan.
Di dalam sinus, nervus kraniasli III, IV dan VI memiliki hubungan spesial yang
erat denfan cabang pertama dan kedua nervus trigeminus, serta a.karotis interna. Nervus
VI ini menginervasi m.rektus (lateralis). kerja oto ini menyebabkan lirik mata ke arah
temporal.
9
Fungsi N III, IV dan VI saling berkaitan dan diperiksa bersama-sama. Fungsinya
ialah menggerakkan otot mata ekstraokular dan mengangkat kelopak mata. Serabut
otonom ini mengatur otot pupil.
Selain itu lakukan pemeriksaan yang lebih teliti mengenai ptosis, besar pupil,
reaksi cahaya pupil, reaksi akomodasi, kedudukan bola mata, gerakan bola mata dan
nistagmus.
1. Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak
mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Kelumpuhan N III
dapat menyebabkan terjadinya ptosis, yaitu kelopak mata terjatuh, mata tertutup, dan
tidak dapat dibuka. Hal ini disebabkan oleh kelumpuhan m. levator palpebrae.
10
Kelumpuhan m.levator palpebrae yang total ditandai dengan kelopak mata
sama sekali tidak bisa diangkat, mata tertutup. Sedangkan pada kelumpuhan ringan,
kita membandingkan celah mata; pada sisi yang lumpuh celah mata lebih kecil
kadang-kadang kita lihat dahi dikerutkan (m.frontalis) untuk mengkompensasi
menurunnya kelopak mata.
Ptosis ringan dapat dijumpai pada Sindroma Horner. Sindroma Horner dapat dijumpai
pada lesi serabut simpatis pada leher. Sindroma ini terdiri atas:
Enoftalmus (bola mata agak masuk kedalam), karena lumpuhnya otot dan Muller
2. Pupil
11
Perhatikan ukuran pupil pada mata kiri dan kanan. Dinyatakan dalam
diameter, normal: 2-5mm, perhatikan bentuk pupil, apakah sama (isokor), atau tidak
sama (anisokor). juga perhatikan pupil, apakah bundar dan tepinya rata (normal)
atau tidak. Bila pupil mengecil hal ini disebut miosis, dan bila membesar (melebar)
disebut midriasis. Otot polos yang mengecil pupil (pupilokonstriktor) disarafi oleh
serabut parasimpatis dari N III, sedangkan otot yang melebarkan pupil
(pupilodilator) disarafi oleh serabut simpatis (torakolumbal). Perhatikan refleks
pupil, berbagai macam pemeriksaan refleks pupil, meliputi:
Reaksi cahaya pupil terdiri dari reaksi cahaya langsung dan tidak langsung
(konsensual). pasien diminta untuk melihat jauh (memfiksasi pada benda yang jauh
letaknya), kemudian mata pasien kita senter (memberi cahaya) dan lihat apakah ada
reaksi pada pupil. Pada keadaan normal pupil mengecil, yang berarti reaksi cahaya
positif. Perhatikan juga rekasi mata satu lagi, bila pupil mata sebelah ikut mengecil
juga itu menandakan reaksi cahaya-tidak-langsung (konsensuak) positif.
12
Refleks akomodasi
Akomodasi merupakan salah satu dari 3 komponen untuk melihat objek dalam
jarak dekat yang disebut respon dekat atau refleks dekat. Komponen respon dekat
meliputi akomodasi, konvergensi, dan miosis pupil yang normalnya bekerja
bersamaan. Pada pemeriksaan refleks akomodasi ini, pasien diminta untuk melihat
jauh, kemudian ia diminta untuk melihat dekat, misalnya jari kita (benda) yang
ditempatkan dekat matanya. Releks akomodasi dianggap normal bila terjadi kontraksi
m.rektus medial dengan respon kontriksi pupil. Pada kelumpuhan N III refleks ini
negatif. Pasien-pasien dengan penurunan kemampuan akomodasi biasanya mengeluh
kabur saat melihat dekat, tetapi tidak saat melihat jauh.
Caa pemeriksaan: Mata pasien secara bergantian diberi sinar, pada sisi mata
yang sakit pupil tidak mengecil tetapi menjadi besar. Kelainan ini menunjukkan lesi N
II pada sisi tersebut.
Kegagalan satu atau kedua pupil untuk kontraksi pada pensinaran yang cukup
kuat, disebabkan oleh karena lesi pada N III. Hal ini dapat terjadi pada penderita
koma, setelah cedera kranio-serebral, peningkatan tekanan intrakranial. Dilatasi
pada satu sisi merupakan salah satu tanda-tanda herniasi transtentorial.
13
Pupil Argyl Robertson
Pupil tidak bereaksi terhadap stimulus cahaya tapi reaksi akomodasi baik (light near
dissoction). sebagai besar kasus Argyl Robertson bersifat bilateral dan bentuk pupil
biasanya irregular. Gambaran sindroma Argyl Robertson adalah:
Miosis
Bilateral, asimetrik
Atrofi iris
Penyebab paling sering adalah infeksi sifilis tapi dapat juga disebabkan oleh berbagai
lesi midbrain seperti: neoplasma, vaskuler, inflamasi atau demielinisasi.
Sering terjadi pada wanita usia muda, unilateral pada 80% kasus dan bersifat akut.
Pada mata yang terkena akan terjadi:
Dilatasi pupil
Penyebab belum diketahui dengan pasti, diduga kelainan terjadi pada mudbrain atau
ganglion siliaris.
14
3. Gerakan bola mata
Untuk memeriksa gerakan bola mata, penderita diminta mengikuti jari-jari pemeriksa
yang digerakkan ke arah lateral, medial atas, bawah dan ke arah yang miring, yaiut:
atas-lateral, bawah-medial, dan bawah-lateral. Perhatikan apakah penderita dapat
mengikutinya, dan perhatikan bagaimana gerakan bola mata, apakah lancar dan
mulus atau kaku (“jerky”, misalnya pada kelainan serebelum). perhatikan juga apkah
ada diplopia (melihat kembar).
Pemeriksaan Nistagmus
15
C. GANGGGUAN NERVUS III, IV, VI
Dua otot mata lainnya tidak ikut lumpuh, yaitu m.rektus lateralis (diinervasi
oleh N VI) dan oblikus superior (N IV). Hal ini mengakibatkan sikap bola mata ialah
terlirik ke luar bawah.
Gangguan sebagian N III. Pada parese N III yang disebabkan oleh tekanan,
misalnya oleh anerisma a.komunikans posterior atau oleh herniasi, maka yang
terutama terkena ialah bagian pinggir dari N III yang mengandung serabut
parasimpatis, maka terjadi gangguan pada reaksi pupil.
Pada parese N III yang disebabkan oleh gangguan aliran darah misalnya pada
neuropatik diabetik, bagian serabut N III yang terutama terkena ialah yang terletak di
tengah sehingga reaksi pupil tidak terganggu.
- Diabetes melitus
- Infark
- Arteritis
- Herniasi
16
- Anerisma
- Tumor
- Trauma
- Defisiensi Vit. B1
Kelumpuhan lesi N VI. Lesi N VI melumpuhkan otot rektus lateralis, jadi melirik ke
arah luar (lateral, temporal) terganggu pada mata yang terlibat, yang mengakibatkan
diplopia horisontal. Bila pasien melihat lurus ke depan, posisi mata yang terlibat
sedikit mengalami aduksi, disebabkan oleh aksi yang berlebihan dari otot rektus
medialis yang tidak terganggu.
-Infark
- Arteritis
- Anerisma (a.basilaris)
- Fraktur os petrosum
Meningitis
Sarkoidosis
Glioma di pons
18
BAB III
KESIMPULAN
19
Daftar Pustaka
3. Ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/08/06subarachnoid-hemorrhage/
20