Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH KEWARGANEGARAAN

“KONSTITUSI”
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewarganegaraan

DOSEN PENGAMPU :
Mohammad Hasib, M.H

Disusun Oleh :
Kelompok 4
Zayn Sultan AR. (22184206016)
Fairus Malika K. (22188203015)

PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN IPA DAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
FAKULTAS SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS BHINNEKA PGRI TULUNGGAGUNG
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kita kesehatan dan pengetahuan,
sehingga kita sebagai penyusun dan penulis Makalah ini dapat menyelesaikan tepat pada
waktunya. Dengan rahmat Allah yang telah di berikan penulis mampu menyelesaikan makalah
tentang “Konstitusi” ini dengan baik. Tidak lupa sholawat serta salam tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-nantiakn syafa’atnya di hari kiamat kelak.

Kita selaku penyusun makalah ini mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas
limpahan nikmat sehatnya. Makalah yang berjudul “Konstitusi” ini disusun guna memenuhi
tugas mata kuliah Kewarganegaraan. Kita berharap bahwa makalah ini dapat menambah ilmu
pengetahuan kita. Kita sadar bahwa makalah ini masih perlu banyak penyempurnaan karena
kesalahan dan kekurangannya. Kritik dan saran pembaca akan kita terima dan segera kita
perbaiki untuk acuan kami kedepannya. Apabila terdapat banyak kesalahan pada penulisannya
ataupun isi dari makalah ini, kita sebagai penulis dan penyusun memohon maaf yang sebesar
besarnya.

Demikian yang dapat saya sampaikan, saya harap semoga proposal makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.

Tulungagung, 04 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I 1

PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 1

1.3 Tujuan Penelitian 1

BAB II2
PEMBAHASAN 2
2.1 Pengertian Konstitusi 2

2.2 Tujuan Konstitusi 2

2.3 Sejarah Konstitusi 2

2.4 Perubahan Konstitusi 3

2.5 Penyimpangan- Penyimpangan Terhadap Konstitusi 4

BAB III 5
PENUTUP 5
3.1 Kesimpulan 5

3.2 Saran 5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konstitusi (dari bahasa Latin: constitutio, bahasa Belanda: Grondwet) merupakan segala


ketentuan dan aturan dasar mengenai ketatanegaraan. Berdirinya sebuah negara tidak lepas dari
adayanya kostitusi yang mendasarinya. Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim
disebut Undang-undang dasar, dan dapat pula tertulis konstitusi merupakan dasar dari tatanan
hukum sebuah negara, yang didalamnya terdapat perlindungan terhadap hak asasi manusia
(HAM). Dan mengatur tentang distribusi kekuasaan (distribution of power) dalam
penyelenggaraan negara. Konstitusi biasanya juga disebut sebagai hukum fundamental negara,
sebab konstitusi merupakan aturan dasar. Aturan dasar yang nantinya menjadi acuan bagi
lahirnya aturan-aturan hukum lain yang ada dibawahnya.

Konstitusi dalam arti formal adalah suatu dokumen resmi yang hanya dapat diubah di
bawah pengawasan ketentuan-ketentuan khusus, yang tujuannya adalah untuk menjadikan
perubahan norma-norma ini lebih sulit. Konstitusi dalam arti material terdiri atas perturan-
perturan yang mengatur pembentukan norma-norma hukum yang bersifat umum, terutama
pembentukan undang-undang.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian konstitusi?
2. Apa tujuan dari konstiusi?
3. Jelaskan sejarah konstitusi?
4. Bagaimana perubahan konstitusi?
5. Apa saja penyimpangan-penyimpangan konstitusi?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Dapat mengetahui apa itu tentang konstitusi.
2. Dapat mengetahui apa tujuan konstitusi.
3. Dapat mengetahui tentang sejarah konstitusi.
4. Dapat mengetahui perubahan konstitusi.
5. Dapat mengetahui penyimpangan-penyimpangan konstitusi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Konstitusi


Secara etimologi konstitusi berasal dari Bahasa Prancis, constituir sama dengan
membentuk yang berarti pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan sebuah
negara. Konstitusi juga bisa berarti peraturan dasar (awal) mengenai pembentukan negara.
Adapun konstitusi dalam Bahasa Belanda ialah groundwet yang berarti undang undang
dasar. Di Jerman kata konstitusi dikenal dengan istilah groundgesetz, yang berarti undang-
undang dasar.
Secara terminology, konstitusi adalah sejumlah aturan dasar dan ketentuan
ketentuan hukum yang dibentuk untuk mengatur fungsi dan struktur lembaga pemerintahan,
termasuk dasar hubungan kerja sama antara negara dan masyarakat (rakyat) dalam konteks
kehidupan berbangsa dan bernegara

2.2 Tujuan Konstitusi


Dibawah ini beberapa tujuan konstitusi.
1. Memberikan pembatasan sekaligus pengawasan terhadap kekuasaan politik.
2. Melepaskan control kekuasaan dari penguasaan sendiri
3. Memberikn batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa dalam menjalankan
kekuasaannya

2.3 Sejarah Konstitusi

Latar belakang terbentuknya undang- undang dasar 45 bermula dari janji Jepang untuk
memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia pada kemudian hari. Janji tersebut antara
lain berisi : “ Sejak dahulu, sebelum pecahnya peperangan Asia Timur, Dai Nippon sudah
mulai berusaha membebaskan bangsa Indonesia dari kekuasaan pemerintahan Hindia
Belanda. Tentara Nippon serentak menggerakan angakatan perangnya, baik darat, laut,
maupun udara, untuk mengakhiri penjajahan belanda.”
Namun janji hanyalah janji, penjajah tetaplah penjajah yang selalu ingin lebih
menindas dan menguras kekayaan bengsa Indonesia. Setelah jepang dipukul mundur oleh
tentara sekutu, jepang tak lagi ingat janjinya. Setelah jepang menyerah tanpa syarat kepada
sekutu, rakyat Indonesia lebih bebas serta leluasa untuk berbuat dan bertindak tidak
bergantung pada jepang sampai saat masa kemerdekaan tiba.

Undang-Undang Dasar 45 dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai 16 juni 1945 oleh
BPUPKI. Dalam Bahasa jepang, BPUPKI dikenal dengan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai yang
beranggotakan 21 orang, diketuai oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil
ketua dengan 19 orang anggota yang terdiri atas 11 orang wakil dari jawa, 3 orang dari
Sumatera, dan masing-masing satu orang wakil dari Kalimantan, Maluku, dan sunda kecil.
BPUPKI ditetapkan berdasarkan maklumat Gunseikan, nomer 23, bersamaan dengan ulang
tahun Tenno Heika pada 29 April 1945.

BPUPKI kemudian menetapkan tim khusus yang bertugas menyusun konstitusi bagi
Indonesia Merdeka yang dikenal dengan Undang undang dasar 1945. Adapun para tokoh
perumusnya diantaranya Dr. Radjiman Widyodiningrat, I bagoes Hadi Koesoemo, Otto
Iskandardinata, Pangeran Purboyo, Pangeran Soerjohamitjojo, Soetarjokartohamidjojo, Prof.
Dr. Mr. Soekomo, Abdul kadir, Drs. Yap Tjwan Bing, Dr. Mohammad Amir (Sumatra), Mr.
Abdul Abbas (Sumatra), Dr. Ratulangi, Andi Pangerang (keduanya dari Sulawesi), Mr.
Latuharhary, Mr. Pudja (Bali), A. H. Hamidan (Kalimantan), R.P. Soeroso, Abdul Wahid
Hasyim, dan Mr. Mohammad Hassan.

2.4 Perubahan Konstitusi

Konstitusi suatu negara pada hakikatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang memuat
hal-hal mengenai penyelenggaraan negara sehingga harus memiliki sifat yang lebih stabil
daripada produk hukum lainnya. Terlebih lagi jika jiwa dan semangat pelaksanaan
penyelenggaraan negara juga diatur dalam konstitusi sehingga perubahan suatu konstitusi
dapat membawa perubahan yang besar terhadap sistem penyelenggaraan negara. Bisa jadi
sebuah negara yang demokratis berubah menjadi otoriter karena terjadi perubahan dalam
konstitusinya. Adakalanya keinginan rakyat untuk mengadakan perubahan konstitusi
merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Hal ini terjadi apabila mekanisme
penyelenggaraan negara yang diatur dalam konstitusi yang berlaku sudah tidak sesuai lagi
dengan aspirasi rakyat. Oleh karena itu, konstitusi biasanya juga mengandung ketentuan
tentang perubahan konstitusi itu sendiri, yang kemudian
prosedurnya dibuat sedemikian rupa sehingga perubahan yang terjadi adalah benar-benar
aspirasi rakyat dan bukan berdasarkan keinginan semena-mena dan bersifat sementara
ataupun keinginan dari sekelompok orang belaka.

Menurut Miriam Budiardjo, ada empat prosedur dalam mengubah konstitusi47


antara lain sebagai berikut.

1. Sidang badan legislatif dengan ditambah beberapa syarat, misalnya dapat ditetapkan
kuorum untuk sidang yang membicarakan usul perubahan undang-undang dasar dan
jumlah minimum anggota badan legislatif untuk menerimanya.
2. Referensi atau plebisit.
3. Negara-negara bagian dalam negara federal (misal Amerika Serikat) 3/4 dari 50
negara bagian harus menyetujui.
4. Musyawarah khusus (special convention).

Menurut C.F Strong, ada empat macam prosedur perubahan konstitusi:

1. Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan tetap
dilaksanakan menurut pembatasan-pembatasan tertentu. Perubahan ini terjadi
melalui tiga macam kemungkinan.
a. Pertama, untuk mengubah konstitusi maka sidang pemegang kekuasaan legislatif
harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya sejumlah anggota tertentu (kuorum) yang
ditentukan secara pasti.
b. Kedua, lembaga perwakilan rakyat dibubarkan terlebih dahulu lalu
diselenggarakan pemilihan umum. Lembaga perwakilan rakyat harus
diperbaharui, inilah yang kemudian melaksanakan wewenangnya untuk
mengubah konstitusi.
c. Ketiga, cara yang terjadi dan berlaku dalam sistem majelis dua kamar. Untuk
mengubah konstitusi, kedua kamar lembaga perwakilan rakyat harus mengadakan
sidang gabungan. Sidang gabungan inilah, dengan syarat-syarat seperti cara
pertama, yang berwenang mengubah konstitusi.
2. Perubahan konstitusi yang dilakukan rakyat melalui suatu referendum. Apabila ada
kehendak untuk mengubah konstitusi maka lembaga negara yang diberi wewenang
mengajukan usul perubahan kepada rakyat melalui suatu referendum atau plebisit.
Dalam referendum atau plebisit ini, rakyat menyampaikan pendapatnya dengan
jalan menerima atau menolak usul perubahan tersebut. Penentuan diterima atau
ditolaknya suatu usul perubahan diatur dalam konstitusi.

2.5 Penyimpangan-Penyimpangan Konstitusi

Dalam praktik ketatanegaraan kita sejak 1945, tidak jarang terjadi penyimpangan
terhadap konstitusi (UUD) sebagaimana uraian berikut.
1. Penyimpangan UUD 1945 pada masa awal kemerdekaan.

a. Keluarnya Maklumat Wakil Presiden Nomor X (baca: eks) tanggal 16 Oktober 1945
yang mengubah fungsi KNIP dari pembantu menjadi badan yang diserahi kekuasaan
legislatif dan ikut serta menetapkan GBHN sebelum dibentuknya MPR, DPR, dan
DPA. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945 pasal 4 aturan peralihan yang berbunyi
“Sebelum MPR, DPR, dan DPA terbentuk, segala kekuasaan dilaksanakan oleh
Presiden dengan bantuan sebuah komite nasional.”
b. Keluarnya Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang mengubah sistem
pemerintahan presidensial menjadi parlementer. Hal ini bertentangan dengan pasal 4
ayat (1) dan pasal 17 UUD 1945.
2. Penyimpangan UUD 1945 pada masa Orde Lama.
a. Presiden telah mengeluarkan produk peraturan dalam bentuk Penetapan Presiden,
yang tidak dikenal dalam UUD 1945.
b. MPRS, dengan Ketetapan Nomor I/MPRS/1960 telah menetapkan Pidato Presiden
tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita
(Manifesto Politik Republik Indonesia) sebagai GBHN yang bersifat tetap.
c. Pimpinan lembaga negara diberi kedudukan sebagai menteri negara, yang berarti
menempatkannya sejajar dengan pembantu presiden.
d. Hak budget tidak berjalan, karena setelah tahun 1960 pemerintah tidak mengajukan
RUU APBN untuk mendapat persetujuan DPR sebelum berlakunya tahun anggaran
yang bersangkutan.
e. Pada tanggal 5 Maret 1960, melalui Penetapan Presiden Nomor 3 Tahun 1960,
presiden membubarkan anggota DPR hasil pemilihan umum 1955. Kemudian
melalui Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1960 tanggal 24 Juni 1960 dibentuk
DPR gotong Royong (DPR-GR).
f. MPRS mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup melalui Ketetapan
Nomor III/MPRS/1963.
3. Penyimpangan UUD 1945 pada masa Orde Baru.
a. MPR berketetapan tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan
terhadap UUD 1945 serta akan melaksanakan secara murni dan konsekuen (pasal
104 Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 tentang Tata tertib MPR). Hal ni
bertentangan dengan Pasal 3 UUD 1945 yang memberikan kewenangan kepada
MPR untuk menetapkan UUD dan gBHN, serta Pasal 37 yang memberikan
kewenangan kepada MPR untuk mengubah UUD 1945.
b. MPR mengeluarkan Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum
yang mengatur cara perubahan UUD yang tidak sesuai dengan pasal 37 UUD 1945.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa konstitusi adalah hukum dasar
tertulis. Hukum dasar tertulis ini biasanya disebut Undang-Undang Dasar (UUD).
Negara yang merdeka dan berdaulat mesti memiliki Undang-Undang Dasar. Sejak
merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 hingga sekarang, Indonesia telah beberapa
mengalami perubahan konstitusi. Perubahan ini disebabkan oleh perkembangan sejarah
ketatanegaraan Indonesia yang terus mengalami dinamika menuju suatu tatanan
pemerintahan negara Indonesia yang lebih baik.
Tujuan konstitusi adalah membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah,
menjamin hak rakyat yang diperintah,, dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang
bertahap.

3.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, saat ini esistensi unamendable provision dalam


pasal 37 ayat (5) UUD 1945 Dirasa bertentangan dengan hakikat konstitusi. Atas dasar
itulah, penulis memberikan beberapa saran untuk membenenahi kesalahan konsep
dalam UUD 1945 terkait tata cara perubahan UUD 1945 untuk merubahpenafsiran
sistematis dari UUD 91 ketentuan unamendable provision sebagai berikut :

Pertama, perlu diingat bahwa pasal 37 ayat 5 juga merupakan objek perubahan
konstitusi. Hal tersebut didasarkan pada penafsiran sistematis dari UUD 1945. Maka
dari itu, cara yang harus dilakukan pertama kali adalah untuk melakukan amandemen
terhadap pasal 37 ayat 5 UUD 1945 terlebih dahulu. Jika pasal tersebut sudah diubah
maka secara logika tidak terdapat lagi larangn amandemen pasal tertentu dalam UUD
1945.
DAFTAR PUSTAKA

Sulaiman, Asep. 2015. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. CV.


Arvino Raya, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai