Anda di halaman 1dari 16

Ál-fâhim: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

Volume 4 No. 1. March-September 2022


ISSN: 2656-226X; E-ISSN: 2656-6036
DOI: 10.54396/alfahim.v4i1.238

Strategi Guru Penggerak dalam Menumbuhkan Karakter Moderat pada


Peserta Didik Melalui Literasi di Madrasah
Dicky Artanto1, Muqowim2, dan Rr. Ayu Dewi Widowati3
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta1,2 MTsN 1 Yogyakarta3
21204091012@student.uin-suka.ac.id1, muqowim@uin-suka.ac.id2,
ayudewi@pergumapi.or.id3

Abstract: This study aims to determine the role and strategy of the moderator driving
teacher (GPM) in growing moderate values in students with a literacy approach. The
object of the research is the Moderation Motivator Mr. Dwi Atmaja who is also a
teacher at MTsN 3 Surabaya. This study applies the field research method, which uses
data and documents collected from the field. Meanwhile, data analysis uses Miles and
Huberman, namely by collecting data, reducing data, presenting data, and drawing
conclusions or verifying data. The results of the study show that moderate attitudes
can be started to be cultivated through learning and literacy. Students are taught to
use social media properly and wisely and are trained in the habit of accessing news
information from trusted sources.
Keywords: Moderation Drive, Moderate Character, Literacy

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran dan strategi dari guru
penggerak moderasi (GPM) dalam menumbuhkan nilai moderat pada peserta didik
dengan pendekatan literasi. Objek penelitian ialah Guru Penggerak Moderasi Bapak
Dwi Atmaja sekaligus guru di MTsN 3 Surabaya. Penelitian ini menerapkan metode
field research yakni menggunakan data dan dokumen yang dikumpulkan dari
lapangan. Sementara analisis data menggunakan Miles dan Huberman yakni dengan
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau
verifikasi data. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa sikap moderat dapat mulai
ditumbuhkan melalui pembelajaran dan literasi. Siswa diajarkan untuk
menggunakan media sosial dengan baik dan bijak serta dilatih pembiasaan mengakses
informasi berita dengan sumber terpercaya.
Kata Kunci : Penggerak Moderasi, Karakter Moderat, Literasi

Pendahuluan
Indonesia merupakan Negara besar yakni negara dengan jumlah
penduduk 270 juta jiwa (sensus penduduk 2019), terdiri dari lebih 33 provinsi,
17.000 lebih pulau besar dan kecil,1 memiliki 300 kelompok etnik,2 1.340 suku

1 Yuliani Widianingsih, “Demokrasi Dan Pemilu Di Indonesia : Suatu Tinjauan


Dari Aspek Sejarah Dan Sosiologi Politik,” Jurnal Signal 5, no. 2 (2017).
2 Grace Waleleng Masrun Mooduto, Ferry V.I.A. Koagouw, “Identitas Etnik

Keturunan Pengawal Imam Bonjol Di Desa Lotta Kabupaten Minahasa,” E-Journal


“Acta Diurna” V, no. 2 (2016).

|Submitted: January 4, 2022 |Accepted: March 23, 2022 |Published: March 30, 2022

16
Strategi Guru Penggerak dalam Menumbuhkan Karakter Modera

bangsa,3 serta memiliki 6 agama resmi dan ratusan aliran kepercayaan


lainnya.4 Sebanyak 87 persen dari total seluruh penduduk Indonesia
menganut agama Islam (235 juta, terbesar di dunia), sementara sisanya adalah
penganut Protestan (7,6 persen), Katolik (3,13 persen), Hindu (1,74 persen),
Budha (0,77 persen), Konghucu (0,03 persen), dan agama lainnya (0,04
persen).5
Dari sebaran keberagaman di atas maka dapat kita ketahui bangsa
Indonesia memiliki beragam perbedaan yang harus dirawat dan dibingkai
dalam satu wadah sebagai pengikat keberagaman tersebut. Moderasi
beragama menjadi salah satu pengikat yang dapat mengikat kuat keragaman
agar menjadi suatu kekuatan bangsa yang bersatu dalam perbedaan. Salah
satu tempat penyemaian sikap moderat ialah di lembaga pendidikan baik
sekolah maupun madrasah. Karena melalui dunia pendidikan dipandang
menjadi media yang tepat untuk menanamkan karakter moderat bagi peserta
didik melalui berbagai kegiatan belajar dan mengajar.6
Bangsa Indonesia dapat dikatakan pula sebagai negeri yang
multikultur, banyak sekali etnik dan budaya yang berbeda – beda, sehingga
hal ini perlu untuk dijaga masing – masing eksistensinya, untuk menjaga hal
itu maka harus ada kesadaran dalam setiap individu menjaga nilai
multikulturalisme. Menurut Din Syamsuddin untuk membangun sebuah
persatuan melalui multikulturalisme pertama, harus ada kesadaran tentang
pentingnya multikulturalisme, yang dalam pandangan Islam merupakan
hukum (ketetapan) Tuhan. Kedua, mengembangkan budaya dalam
masyarakat untuk saling menghargai dan tenggang rasa. Memang akan
selalu ada perbedaan di antara kelompok masyarakat, tetapi di sisi lain, juga
terdapat persamaan, oleh karena itu penting untuk mencari titik temunya.7
Sebagai bangsa Indonesia sudah sepantasnya menjaga warisan dari para
pendiri bangsa ini yakni Bhinneka Tunggal Ika, dan bingkai kemajemukkan
yang dapat hidup berdampingan dalam satu wadah dan saling menjalin
harmonisasi dan kolaborasi.
Lukman Hakim, mengajak agar moderasi beragama menjadi fokus
arus utama dalam corak keberagamaan masyarakat Indonesia. Alasannya
jelas, dan tepat, bahwa ber-agama secara moderat sudah menjadi
karakteristik umat beragama di Indonesia, dan lebih pas untuk kultur

3 Mohammad Mulyadi, “Membangun NKRI Dengan Multikulturalisme,”


Majalah Info Singkat Kesejahteraan Sosial IX, no. 10 (2017).
4 Ahmad Muttaqien, “Spiritual Agama Lokal (Studi Ajaran Sunda Wiwitan

Aliran Madrais Di Cigugur Kuningan Jawabarat),” Al - Adyan VIII, no. 1 (2013): 89–
102.
5 M. Thoriqul Huda, “Strategi, Peluang Dan Tantangan Membangun

Kerukunan Pemuda Di Era Milenial,” Satya Widya : Jurnal Studi Agama 3, no. 2 (2020).
6 Edy Sutrisno, “Aktualisasi Moderasi Beragama Di Lembaga Pendidikan,”

Jurnal Bimas Islam 12, no. 1 (2019): 324–48.


7 Mulyadi, “Membangun NKRI Dengan Multikulturalisme.”

ÁL-FÂHIM|Jurnal Manajemen Pendidikan Islam


17
Dicky Artanto, Muqowim, Rr. Ayu Dewi Widowati

masyarakat kita yang majemuk.8 Beragama secara moderat adalah model


beragama yang telah ada sejak lama dipraktikkan dan tetap diperlukan pada
era saat ini. Karenanya lembaga pendidikan jangan sampai menjadi ruang
kosong tak bertuan, maka sering ditemui adanya doktrin – doktrin yang
mengarah pada sikap – sikap yang jauh dari sikap moderat. Figur guru harus
mampu mengambil peranan dalam menentukan sikap bagi para peserta
didiknya.9
Kementerian Agama menegaskan bahwa penguatan moderasi
beragama dapat dilakukan dengan tiga strategi utama, peratama, sosialisasi
gagasan, dan pemahaman tentang moderasi beragama kepada seluruh
lapisan masyarakat, kedua, pelembagaan moderasi beragama ke dalam
program dan kebijakan yang mengikat, dan ketiga, integrasi rumusan
moderasi beragama dalam rencana pembangunan. 10 Ketiga hal ini pada
hakikatnya menjadi tanggung jawab semua elemen bangsa tidak hanya
lembaga pendidikan saja, tetapi masyarakat, para tokoh agama, dan para
penggerak perdamaian, dapat turut serta memberikan penguatan noderasi
beragama untuk kepentingan bangsa.
Madrasah sebagai salah satu miniatur masyarakat bangsa, merupakan
instrumen insitusional sosial yang sangat penting keberadaannya, harus
selalu didorong untuk memiliki tanggug jawab secara moral intitusional, bagi
terbentuknya harmonisasi kehidupan manusia, melalui penyelenggaraan
pendidikan yang baik.11 Madrasah harus bisa mempengaruhi suatu keadaan
dan tatanan kehidupan masyarakat menjadi lebih baik, moderat, elegan,
demokratis dengan prinsip-prinsip inklusivitas di dalamnya.12 Artinya
madrasah selain sebagai tempat menuntut ilmu agama dan ilmu umum
lainnya, juga sebagai tempat untuk membentuk tatanan sosial seperti sikap
moderat yang harus ditanamkan pada peserta didiknya. Pendidik atau guru
memiliki peran dan tanggung jawab dalam proses mendidik. Dalam
perspektif Islam pendidik merupakan orang yang bertanggung jawab
terhadap semua tumbuh kembang peserta didik, baik pengetahuan, sikap,
sosial, keterampilan sesuai dengan nilai-nilai pengajaran dalam Islam.13

8 Sutrisno, “Aktualisasi Moderasi Beragama Di Lembaga Pendidikan.”


9 Sutrisno.
10 Lalu Sirajul Hadi, “Strategi Kepemimpinan Kepala Madrasah Sebagai Agent

of Change Dalam Mewujudkan Moderasi Beragama,” Society 11, no. 2 (2020): 124–35.
11 Mohammad Erihadiana Muhidin, Muhammad Makky, “Moderasi Dalam

Pendidikan Islam Dan Perspektif Pendidikan Nasional,” Religion Education Social Laa
Raiba Journal 4, no. 1 (2021): 22–33.
12 Hadi, “Strategi Kepemimpinan Kepala Madrasah Sebagai Agent of Change

Dalam Mewujudkan Moderasi Beragama.”


13 Risman Bustamam Mulyani, Melisa, “Peran Pendidik Dan Lembaga

Pendidikan Dalam Membentuk Kesalehan Individu (Studi Perspektif Normatif),” Al


Fahim : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 3, no. 2 (2021): 207–25,
https://doi.org/10.0118/alfahim.v3i2.158.

ÁL-FÂHIM|Jurnal Manajemen Pendidikan Islam


18
Strategi Guru Penggerak dalam Menumbuhkan Karakter Modera

Salah satu cara dalam menumbuhkan karakter moderat bagi peserta


didik saat ini ialah dengan menggelorakan semangat literasi. Tidak dapat
dipungkiri bahwa literasi saat ini sangat penting untuk dilakukan, utamanya
ialah literasi media sosial,14 agar peserta didik tidak mudah terpengaruh
dengan isu – isu yang melemahkan semangat nilai moderat. Dalam penelitian
Muhammad Sulthan dijelaskan bahwa jumlah pengguna internet di
Indonesia telah mencapai 132.7 juta orang dari 256.2 juta orang populasi
penduduk Indonesia. Ini berarti, pengguna internet di Indonesia telah
mencapai 51.8% dari jumlah penduduk Indonesia secara seluruhnya.15
Komposisi pengguna internet atau media sosial dewasa ini di seluruh
Indonesia dapat dikatakan berimbang dengan sebaran antara laki-laki
(52.5%) dan perempuan (47.5%). Namun demikian, dari segi geografis,
pengguna Internet terbesar berada di pulau Jawa sebanyak 65% (86.3 juta
orang), sisanya tersebar di Sumatera (15.7%), Sulawesi (6.3%) dan Kalimantan
(5.8%). Dua wilayah lainnya yakni meliputi Bali dan Nusa persentasenya di
bawah 5%. Ini memperlihatkan adanya kesenjangan dalam penggunaan
internet.16
Dari penjelasan di atas maka saat ini melek literasi media sosial harus
dilakukan agar para peserta didik tidak mudah terhasut dengan berita atau
pun isu yang dapat melemahkan semangat nilai moderasi. Upaya pemerintah
saat ini untuk menancapkan sikap moderat ialah dengan membentuk agen
seorang figur guru penggerak moderasi (GPM). Salah satu GPM yakni Bapak
Dwi Atmaja seorang guru di MTsN 3 Surabaya, beliau menjadi guru
penggerak moderasi karena dalam proses pembelajaran selalu menyisipkan
muatan pengetahuan tentang moderasi beragama sehingga hal ini menjadi
penilaian dari Kementerian Agama dan muncul piagam penghargaan sebagai
guru yang peduli akan penyemaian sikap moderat. Oleh karenanya untuk
dapat menumbuhkembangkan sikap moderat bagi peserta didik seorang
guru penggerak moderasi harus mempunyai strategi dalam menyampaikan
dan menggelorakan semangat moderasi beragama pada peserta didiknya.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan
jenis penelitian fenomenologi. Pemilihan metode ini didasarkan pada realitas
sosial dan objeknya secara mendalam, seperti yang peneliti pergunakan
untuk mengkaji bagaimana seorang guru penggerak moderasi yakni Bapak
Dwi Atmaja dalam menggelorakan semangat sikap moderat pada peserta
didiknya utamanya dengan pendekatan literasi.

14 Justito Adiprasetio dan Nunik Maharani Gumgum Gumilar, “Literasi

Media : Cerdas Menggunakan Media Sosial Dalam Menanggulangi Berita Palsu


(HOAX) Oleh Siswa SMA,” Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat 1, no. 1 (2017): 35–40.
15 Muhammad Sulthan dan S. Bekti Istiyanto, “Model Literasi Media Sosial Bagi

Mahasiswa,” Aspikom 3, no. 6 (2019): 1076–92.


16 Istiyanto.

ÁL-FÂHIM|Jurnal Manajemen Pendidikan Islam


19
Dicky Artanto, Muqowim, Rr. Ayu Dewi Widowati

Dalam pengambilan data peneliti menggunakan teknik wawancara,


observasi, dan dokumentasi. Adapun untuk menjamin validitas data peneliti
menggunakan teknik triangulasi data. Triangulasi yang digunakan ialah
triangulasi sumber dan triangulasi metode. Triangulasi sumber yakni
penggunaan sumber yang berbeda untuk menggali data yang sejenis dengan
teknik pengumpulan data yang sama. Adapun sumber penelitian ini ialah
Bapak Dwi Atmaja selaku Guru Penggerak Moderasi. Triangulasi metode
yakni penggunaan metode pengumpulan data yang berbeda – beda untuk
mendapatkan data dari sumber yang sama.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah dengan
menggunakan teknik deksripsi analisis kualitatif, yakni peneliti
menggambarkan keadaan atau fenomena yang diperoleh dan kemudian
dianalisis dalam bentuk kalimat – kalimat untuk memperoleh kesimpulan.
Dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif dari Miles dan
Huberman yakni pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan atau verifikasi data.17

Hasil Penelitian dan Pembahasan


A. Pengertian Guru Penggerak Moderasi
Guru penggerak moderasi (GPM) merupakan guru yang
dipilih oleh Kementerian Agama untuk menjadi agen
pengarusutamaan moderasi beragama yang dikembangkan melalui
lembaga pendidikan di homebase guru yang bersangkutan tersebut.
Sebagaimana hal ini disampaikan dalam keterangan wawancara
dengan Bapak Dwi Atmaja “GPM itu guru yang dipilih sebagai agen
untuk menyampaikan dan mengajak baik kepada murid atau sesama
rekan guru untuk menghidupkan nilai – nilai moderasi beragama di
madrasah”.18 Pembahasan mengenai moderasi beragama dewasa ini
sangat digaungkan mengingat bahwa keragaman dan perbedaan
yang besar perlu disatukan dalam satu wadah yang kuat salah
satunya dengan moderasi beragama. Moderasi beragama dalam
perspektif pandangan Islam berpijak pada Firman Allah Swt surat Al
– Baqarah ayat 143, seperti dalam Tafsir Al – Azhar karya Hasbi Ash
– Shidddiqie yang menjelaskan bahwa klausa ummatan wasatan yang
terkandung dalam surat Al – Baqarah ayat 143 dimaknai sebagai
umat Nabi Muhammad, bukan dua umat yang datang sebelumnya,
yakni umat Yahudi dan Nasrani. Dalam keterangannya HAMKA
memberikan penjelasan umat Yahudi merupakan umat yang terlalu
condong kepada dunia, benda, dan harta. Bahkan, dalam catatan
kitab sucinya sendiri pun kurang sekali dikisahkan soal akhirat.

17 Matthew B Miles et al., “Matthew B. Miles, A. Michael Huberman, Dan

Johnny Saldaña, Qualitative Data Analysis: A Methods Sourcebook, 3 Ed. (United


States of America: Sage Publications, Inc, 2014), 14.,” 2014, 2014.
18 Dwi Atmaja, “(Guru Penggerak Moderasi), Wawancara, 20 Oktober,” 2021.

ÁL-FÂHIM|Jurnal Manajemen Pendidikan Islam


20
Strategi Guru Penggerak dalam Menumbuhkan Karakter Modera

Sebaliknya, umat Nasrani lebih mementingkan akhirat saja dengan


meninggalkan segala macam kemegahan dunia sampai mendirikan
biara-biara tempat bertapa dan menganjurkan para pendeta untuk
tidak menikah.19
Lanjutnya HAMKA memberikan penjelasan bahwa umat
Nabi Muhammad, tidak saja hanya mementingkan dunia ataupun
akhirat melainkan harus mampu untuk menyeimbangkan antara dua
kehidupan tersebut. Artinya di setiap perjalanan hidup di dunia ini
harus dilandasi atas dasar ketuhanan. Hal senada juga diungkapkan
oleh Hasbi Ash – Shiddiqie bahwa klausa ummatan wasatan dalam
Tafsir am – Nur menyatakan sebagai umat yang seimbang (moderat),
tidak hidup berlebih-lebihan dalam beragama (ekstrem) dan tidak
pula termasuk orang yang terlalu kurang dalam menunaikan
kewajiban agamanya.20
Menurut Quraish Shihab kalimat ummatan wasaṭan dalam
Tafsirnya Al-Mishbah ditafsirkan sebagai umat pertengahan,
maksudnya ialah umat yang tidak memihak antara kiri dan ke
kanan. Ketidakberpihakan inilah yang menjadikan manusia berlaku
adil sehingga dapat menjadi teladan bagi semua pihak. Bahkan, ia
memosisikan ummatan wasaṭan seperti posisi Ka’bah yang berada di
pertengahan. Quraish Shihab juga memberikan pemahaman bahwa
kalimat ummatan wasaṭan sebagai umat pertengahan dalam
menyikapi dunia, artinya tidak mengingkari dan menilainya maya,
tetapi tidak juga menganggap kehidupan dunia segalanya. Ini
maksudnya ialah, ummatan wasaṭan adalah umat yang memiliki
keseimbangan antara dunia (materi) dan akhirat (spiritual)-nya.21
Dari perspektif pandangan tersebut maka dapat kita tarik
garis secara umum bahwa sikap moderat ialah orang yang mampu
menyeimbangkan seluruh aspek kehidupannya dan menghindarkan
pada kecenderungan – kecenderungan yang ada, sehingga dengan
demikian akan dapat memiliki sikap yang adil. Salah satu sikap
moderat itu dapat diwujudkan dalam kehidupan beragama, karena
kita pahami bersama bahwa bangsa Indonesia terdiri dari kehidupan
yang majemuk sehingga dibutuhkan bingkai yang kokoh untuk
merawat kemajemukan tersebut, sebagaimana dalam wawancara
dengan GPM Bapak Dwi Atmaja “Peradaban bangsa akan dapat
dicapai jika kondisi negara aman tanpa perpecahan dan salah satu
penyebab perselisihan adalah cara memahami ketentuan-ketentuan

19 Mamluatun Nafisah Muhammad Ulinnuha, “Moderasi Beragama Perspektif


Hasbi Ash - Shiddieqy, HAMKA, Dan Quraish Shihab: Kajian Atas Tafsir an-Nur, Al
-Azhar, Dan Al - Misbah,” Suhuf 13, no. 1 (2020): 55–76.
20 Muhammad Ulinnuha.
21 Muhammad Ulinnuha.

ÁL-FÂHIM|Jurnal Manajemen Pendidikan Islam


21
Dicky Artanto, Muqowim, Rr. Ayu Dewi Widowati

di bidang agama sehingga gerakan ini mampu menyumbangkan rasa


persatuan dan persaudaraan”.22
Berdasarkan dari perspektif para ahli dan juga hasil
wawancara tersebut maka dapat kita ambil sebuah garis pokok yakni
sikap moderat adalah suatu sikap adil atau pertengahan yang tidak
berlebihan – lebihan. Sikap moderat digelorakan untuk memberikan
kehidupan yang bermaslahat. Kemaslahatan itu tergambar dari
minimnya perselisihan di kalangan umat beragama pada kehidupan
bangsa yang majemuk ini. Bingkai moderasi yang digaungkan juga
berorientasi pada sebuah cita – cita bangsa yang diharapkan mampu
memperkokoh kekuatan elemen bangsa.
B. Strategi Guru Penggerak Moderasi dalam Menumbuhkan Sikap
Moderat
Salah satu upaya untuk menumbuhkan gerakan moderasi
beragama tersebut ialah melalui jalur pendidikan baik di madrasah
maupun sekolah. Oleh karenanya dibutuhkan sebuah strategi bagi
Guru Penggerak Moderasi untuk menanamkan sikap tersebut
kepada lingkungan madrasahnya. Karena madrasah sebagai tempat
strategis untuk memasukkan pemahaman dalam penyemaian sikap
moderat kepada para peserta didiknya. Strategi yang dilakukan oleh
Guru Penggerak Moderasi di MTsN 3 Surabaya sebagaiamana
berikut :
1) Strategi pertama untuk menumbuhkan sikap moderat
tersebut dilakukan oleh GPM Bapak Dwi Atmaja pada anak
didiknya di MTsN 3 Surabaya dengan cara mengajak mereka
untuk memiliki kesadaran bahwa perdamaian antarsesama
itu merupakan sebuah hal yang penting dan harus dilakukan
“di sini anak – anak didik, saya bangun mind set mereka
bahwa perdamaian itu harus diutamakan. Bagaimana
melatih mereka soal perdamaian itu maka saya buat sebuah
program semacam dinamika kelompok yang melatih mereka
untuk dapat memahami sikap dari masing – masing individu
kelompok tersebut. Sehingga dari situ diharapkan mereka
dalam kesehariannya pun terbiasa dengan namanya
perbedaan.”23
Dari kegiatan dinamika kelompok ini peserta didik
juga diajarkan untuk menyelesaikan dinamika kelompok
dengan diskusi, hal ini dimaksudkan untuk melatih mereka
agar dapat menyelesaikan sebuah problematika dengan cara
– cara yang baik. Sebagaimana dijelaskan oleh Bapak Dwi
Atmaja “untuk menumbuhkan semangat kebersamaan juga
mereka saya latih untuk diskusi dalam menyelesaikan

22 Atmaja, “(Guru Penggerak Moderasi), Wawancara, 20 Oktober.”


23 Atmaja.

ÁL-FÂHIM|Jurnal Manajemen Pendidikan Islam


22
Strategi Guru Penggerak dalam Menumbuhkan Karakter Modera

dinamika kelompok. Hal ini untuk melatih mereka agar


terbiasa dengan penyelesaian masalah dengan cara – cara
yang baik dan santun.”24 Dalam sebuah penelitian
dikemukakan bahwa diskusi merupakan salah satu cara dan
strategi yang digunakan untuk melakukan pembahasan
berkaitan dengan berbagai persoalan.25
Tugas penyemaian nilai – nilai moderasi beragama di
madrasah tidak hanya menjadi tugas Guru Penggerak
Moderasi saja melainkan juga tanggung jawab semua
pendidik. Hal utama tujuan dari penyemaian nilai moderasi
beragama ini ialah menumbuhkan karakter moderat bagi
semua peserta didik. Salah satu peranan penting guru dalam
proses pembelajaran yakni sebagai korektor, maksudnya
ialah guru menilai dan mengoreksi semua sikap, tingkah
laku maupun perbuatan yang berkaitan nilai baik dan buruk
peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.26
2) Strategi yang kedua yaitu dengan pendekatan literasi. “Di sini
anak didik juga saya wajibkan untuk membaca, baik buku
umum maupun aktif juga di media sosial , mereka saya latih
untuk melek literasi media, agar tidak mudah termakan isu
hoax dan terhasut oleh berita – berita provokatif yang tidak
benar.”27 Literasi sebagai sarana untuk menumbuhkan sikap
moderat, tak dapat dipungkiri saat ini begitu mudahnya
akses informasi di media sosial sering membuat gaduh
masyarakat kita. Berita – berita provokatif dan hoax sering
kali berseliweran di gawai kita. Bagi anak didik di usia – usia
belia apabila tidak terawasi dengan baik maka informasi
yang masuk dan mereka baca dapat menjerumuskan mereka
pada sikap – sikap yang menjauhkan dari sikap moderat.
Sehingga memang perlu seorang guru di era saat ini
mengajak dan memberikan bimbingan pada anak didiknya
untuk melek literasi media.
Menurut Widiarti dkk., memberikan pengertian
literasi media adalah kemampuan mengetahui berbagai
bentuk media yang berbeda serta memahami tujuan

24 Atmaja.
25 Huda, “Strategi, Peluang Dan Tantangan Membangun Kerukunan Pemuda
Di Era Milenial.”
26 Isa Anshori, “Penguatan Pendidikan Karakter Di Madrasah,” Halaqa : Islamic

Education Journal 1, no. 2 (2017): 63–74, https://doi.org/10.21070/halaqa.v1i2.1243.


27 Atmaja, “(Guru Penggerak Moderasi), Wawancara, 20 Oktober.”

ÁL-FÂHIM|Jurnal Manajemen Pendidikan Islam


23
Dicky Artanto, Muqowim, Rr. Ayu Dewi Widowati

penggunaannya.28 Dari penjelasan ini maka dapat diambil


pemahaman bahwa para peserta didik perlu diberikan
edukasi tentang media utamanya terkait dengan tujuan dan
penggunaannya. Sehingga mereka tidak salah arah dalam
menggunakan media sosial mereka. Dan upaya ini menjadi
strategi bagi GPM untuk terus memberikan edukasi dengan
sebaik – baiknya agar peserta didiknya memahami literasi
media.
Berkaitan dengan literasi media ini dalam dunia
pendidikan ada beberapa media yang dapat digunakan
untuk menunjang pembelajaran kaitannya untuk
mencerahkan pengetahuan peserta didik agar lebih
memahami tujuan dan penggunaan media itu sendiri. Secara
umum dalam mendukung melek literasi ini guru dapat
menggunakan beberapa media pembelajaran seperti media
cetak dan elektronik khususnya di era saat ini yang paling
berkembang ialah media digital atau internet.29 Sehingga hal
ini butuh konten – konten yang dapat mengarahkan pada
sikap yang santun dan utamanya mendorong pada sikap
moderat.
3) Strategi ketiga, untuk menumbuhkan sikap moderat bagi
peserta didik di MTsN 3 Surabaya maka terobosan yang
dilakukan oleh GPM ialah mengajak para murid untuk
berperan aktif dan kreatif serta berlatih menyampaikan nilai
– nilai moderasi beragama melalui video. “Mereka juga saya
ajak untuk berlatih menyampaikan nilai – nilai moderasi
melalui visual seperti video yang mereka buat lalu saya
wajibkan untuk diupload di channel youtube mereka. Dan ini
memiliki dampak yang sangat signifikan untuk mengolah
karakter mereka.”30
Kegiatan pembelajaran bagi murid untuk merangsang
dan menumbuhkan karakternya melalui pembuatan video
akan lebih memberikan kesan pada murid untuk memahami
secara mendalam pesan ataupun materi yang disampaikan.
Karena murid dilibatkan secara langsung dalam praktik
pendalaman materi tersebut. Apalagi bagi mereka para

28 Unang Wahidin, “Implementasi Literasi Media Dalam Proses Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti,” Edukasi Islami : Jurnal Pendidikan Islam 07,
no. 02 (2018): 229–44.
29 Asep Kurniawan Jamluddin Firdaus, Ahmad Asmuni, “Peran Budaya

Literasi Dalam Pembentukan Karakter Dan Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Di


Indramayu,” Jurnal Educatio 7, no. 4 (2021): 1298–1304,
https://doi.org/10.31949/educatio.v7i4.1344.
30 Atmaja, “(Guru Penggerak Moderasi), Wawancara, 20 Oktober.”

ÁL-FÂHIM|Jurnal Manajemen Pendidikan Islam


24
Strategi Guru Penggerak dalam Menumbuhkan Karakter Modera

murid yang memiliki kecenderungan otak kirinya yang lebih


pada seni, dan sangat membutuhkan visualisasi dalam
menyerap materi.31 Sehingga strategi yang dilakukan oleh
GPM untuk menumbuhkan sikap moderat para murid
dengan pembuatan video itu merupakan hal yang tepat
terlebih untuk murid yang memiliki kecendurangan berpikir
dominan otak kirinya.
Dalam kajian Hefni (2020) tentang moderasi beragama
pada ranah digital perlu dilakukan narasi keagamaan yang
moderat dan toleran.32 Pada era digital saat ini banyak sekali
prasmanan konten yang dapat diakses namun kualitas
konten yang tidak bermutu atau bahkan menimbulkan
kontroversi dan provokasi. Sehingga hal ini diperlukan
adanya konten kreator yang benar – benar fokus dan
memahami terkait penyemaian moderasi beragama.
Sehingga sangat tepat jika para peserta didik didorong dan
dibimbing untuk membuat konten dalam bentuk video
kreatif untuk mengisi ruang digital dengan muatan konten
tentang nilai moderasi bearagama.
Di era digital ini pula seorang guru juga dituntut untuk
memiliki inovasi, ketika para murid diajak untuk melek
literasi media maka para guru juga harus melakukan hal
tersebut. Perkembangan teknologi yang menuntut banyak
perubahan harus diikuti oleh para pendidik agar proses
pembelajaran dapat lebih baik utamanya dalam mendorong
penanaman karakter pada peserta didik. Di era saat ini pula
guru harus up to date terhadap isu- isu dan juga
perkembangan zaman. Sebab dengan mengikuti
perkembangan tersebut guru akan lebih mudah masuk
dalam dunia anak didiknya.33
4) Strategi keempat, dalam menumbuhkembangkan sikap
moderat bagi peserta didik ialah mengajak dalam kegiatan
webinar terkait dengan tema – tema moderasi beragama.

31 I.B. Gd. Suryaabadi Pt. K Laksmi, I Wayan Sujana, “Pengaruh Model

Pembelajaran Berbasis Otak (Brain Based Learning) Berbantuan Media Teka - Teki
Silang Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SD Gugus I Gusti Ngurah Jelantik,”
Jurnal Mimbar PGSD 2, no. 1 (2014).
32 Fahmi Khumaini Hamam Burhanuddin, “Memperkuat Paham Moderasi

Beragama Dalam Menangkal Narasi Kebencian Di Media Sosial,” Ta’allum : Jurnal


Pendidikan Islam 9, no. 2 (2021): 388–416,
https://doi.org/10.21274/taalum.2021.9.2.388-416.
33 Wildah Nurul Islami Sholihudin Al Ayubi, “Aktualisasi Profil Guru

Nahdlatul Ulama Inspiratif Dalam Menghadapi Tantangan Revolusi Industri 4.0,”


Syaikhuna : Jurnal Pendidikan Dan Pranata Islam 11, no. 1 (2020): 48–63.

ÁL-FÂHIM|Jurnal Manajemen Pendidikan Islam


25
Dicky Artanto, Muqowim, Rr. Ayu Dewi Widowati

Sebagaimana disampaikan dalam wawancara, “Anak – anak


di sini saya ajak untuk mengikuti webinar terkait moderasi
beragama, mereka saya suruh menulis ringkasan hasil materi
webinar dan saya minta untuk menyampaikan kembali
secara lisan informasi apa yang mereka peroleh.”34 Dengan
keikutsertaan para peserta didik dalam kegiatan webinar ini
secara tidak langsung melatih mereka untuk aktif diskusi
dan menstimulus pikiran mereka untuk terbuka dalam hal
menerima konsepsi nilai moderasi beragama. Ditambah lagi
mereka diminta untuk membuat catatan – catatan hasil
webinar maka akan menambah kekayaan khasanah
pengetahuan mereka tentang informasi baru yang
didapatkan.35
5) Strategi kelima, untuk menumbuhkembangkan sikap
moderat ialah harus ada kerja sama dengan orang tua murid.
Orang tua harus membimbing anaknya di rumah untuk
menghidupkan sikap toleransi, empati, dan senang
menolong antarsesama. Dijelaskan dalam wawancara
berikut “Untuk menumbuhkan sikap ini perlu ada kerja
sama yang baik juga dengan wali murid, saya selalu
mengimbau wali murid pada pertemuan itu bahwa mari ajak
anak – anak untuk memiliki sikap toleransi, empati, dan
tolong menolong. Orang tua harus memberikan keteladanan
agar menjadi teladan, karena percuma kita ajari di sekolah
sikap – sikap baik tapi lingkungan keluarganya tidak
mendukung ya sama saja.”36
Peran orang tua terhadap perkembangan anaknya
sangat berpengaruh besar untuk pembentukan
karakternya.37 Dari strategi dan hasil penelitian tersebut
dapat diketahui bahwa peran orang tua sangat berpengaruh
bagi pembentukan karakter pada anak. Sehingga sangat
tepat apabila guru menjalin komunikasi dengan wali murid
untuk memantau pertumbuhan karakter anak didik. Karena
keluarga atau orang tua merupakan pilar pendidikan yang

34 Atmaja, “(Guru Penggerak Moderasi), Wawancara, 20 Oktober.”


35 Hadi, “Strategi Kepemimpinan Kepala Madrasah Sebagai Agent of Change
Dalam Mewujudkan Moderasi Beragama.”
36 Atmaja, “(Guru Penggerak Moderasi), Wawancara, 20 Oktober.”
37 Suto Prabowo Dyah Satya Yoga, Ni Wayan Suarmini, “Peran Keluarga

Sangat Penting Dalam Pendidikan Mental , Karakter Anak Serta Budi Pekerti Anak,”
Jsh Jurnal Sosial Humaniora 8, no. 1 (2015): 46–54.

ÁL-FÂHIM|Jurnal Manajemen Pendidikan Islam


26
Strategi Guru Penggerak dalam Menumbuhkan Karakter Modera

sudah semestinya saling memberikan penguatan dan saling


mendukung perkembangan anaknya.38
C. Faktor Penghambat Kesadaran Siswa Bersikap Moderat
Strategi yang telah dilakukan oleh GPM untuk
menumbuhkan karakter moderat di MTsN 3 Surabaya sejauh ini
telah membuahkan hasil yang signifikan meskipun belum maksimal.
Hal ini terbukti dalam kurun waktu satu semester para peserta didik
telah memiliki perubahan sikap sebagaimana dituturkan oleh Bapak
Dwi Atmaja “mereka dalam satu semester kemarin saya pantau terus
sikapnya, utamanya sikap toleransi baik dengan kawan di madrasah
maupun dirumah dengan tetangganya. Kalau dirumah saya
pantaunya dari laporan orang tua, maka kerjasama dengan orang tua
siswa ini sangat penting sekali.”39 Sedangkan hambatan yang
menjadikannya belum maksimal ialah masih terdapat murid yang
belum tertarik dengan kajian moderasi beragama atau hanya sekedar
mengikuti saja program – program dari GPM namun tidak
menghayatinya, sehingga dengan demikian tidak ada kesadaran
untuk berubah sikap. Adapun GPM dalam mengidentifikasi anak
didiknya yang disinyalir belum sadar dan belum berkarakter
moderat ialah dilihat dari cara dia berdiskusi. Sebagaimana
disampaikan, “Ada anak – anak yang memang belum berminat
dengan kajian moderasi beragama, atau hanya sekedar ikut – ikut
tapi tidak menghayatinya. Itu saya lihat dari kegiatan diskusi,
bagaimana cara dia mengutarakan pendapat, dan isi pikiran dia.”40
Disamping belum adanya kesadaran dari peserta didik
dalam kesadaran untuk bersikap moderat, juga tidak adanya
dorongan ataupun pembiasaan di rumah yang dipantau oleh orang
tuanya. Sehingga ketika di madrasah telah dibimbing dan diajarkan
teori dan materi serta kasuisitik moderasi beragama, ketika mereka
pulang ke rumah maka orang tuanya kurang memantau
perkembangan anaknya. Sebagaimana disampaikan dalam
wawancara “faktor selain dari anak juga dari internal keluarganya
yang tidak memantau perkembangan anaknya perilaku anaknya,
mungkin karena berbagai faktor juga ya mungkin orang tuanya sibuk
dan mungkin juga memang ada yang cuek atau pasrah ke madrasah,
padahal ini tugas bersama bukan saja madrasah, kita hanya
memfasilitasi dan sebatas memngarahkan selebihnya orang tua tetap
harus berperan.”41

38 Jito Subianto, “Peran Keluarga, Sekolah, Dan Masyarakat Dalam

Pembentukkan Karakter Berkualitas,” Edukasia : Jurnal Penelitian Pendidikan Islam 8, no.


2 (2013): 331–54.
39 Atmaja, “(Guru Penggerak Moderasi), Wawancara, 20 Oktober.”
40 Atmaja.
41 Atmaja.

ÁL-FÂHIM|Jurnal Manajemen Pendidikan Islam


27
Dicky Artanto, Muqowim, Rr. Ayu Dewi Widowati

Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara


keluarga, sekolah, masyarakat atau pemerintah. Sekolah atau
madrasah sebagai pembentuk kelanjutan pendidikan dalam
keluarga, sebab pendidikan yang pertama dan utama diperoleh anak
adalah dalam keluarga. Sebagaimana ungkapan dari Sayyidina Ali
Bin Abi Thalib R.A. bahwa : Ajaklah anak pada usia sejak lahir
sampai tujuh tahun bermain, ajarkan anak peraturan atau adab ketika
mereka berusia tujuh sampai empat belas tahun, pada usia empat
belas sampai dua puluh satu tahun jadikanlah anak sebagai mitra
orang tuanya. Ketika anak masuk ke sekolah mengikuti pendidikan
formal, dasar-dasar karakter ini sudah terbentuk. Anak yang sudah
memiliki watak yang baik biasanya memiliki achievement motivation
yang lebih tinggi karena perpaduan antara intelligence quotient,
emosional quotient dan spiritual quotient sudah terformat dengan baik.42
Maka untuk membangun karakter atau watak moderat inilah juga
diperlukan peran dari orang tua bagaimana anak diajarkan sikap
toleransi, tolong - menolong, dan juga saling memahami perbedaan.
Menurut Quraish Shihab langkah -langkah dalam
mewujudkan moderasi beragama ialah : setiap individu harus
memiliki pemahaman yang terperinci dalam teks – teks keagamaan
tentunya dengan mempertimbangkan aspek maqoshid syari’ah,
membangun kolaborasi dengan semua kalangan tidak hanya terbatas
pada kalangan tertentu saja melainkan kepada siapa pun yang
berpotensi, menghimpun dan mengintegrasikan antara keilmuan
dan nilai keagamaan, penekanan pada prinsip nilai kemanusiaan dan
keadilan, mengarah pada pembaharuan sesuai dengan prinsip
agama, memupuk rasa persatuan dan kesatuan umat, serta
memanfaatkan peninggalan hasil konsep keilmuan yang lampau dan
yang termutakhir.43
Dari indikator tersebut apabila diterapkan dengan sebaik –
baiknya maka sikap moderat akan terbentuk dan tertanam pada
peserta didik dengan sebaik – baiknya. Sebab inti dari moderasi
beragama ialah bagaimana setiap individu dapat bersikap adil, dan
keadilan itulah yang mendekatkan pada ketakwaan pada Tuhan
Yang Maha Esa.

42 Jito Subianto, “Peran Keluarga, Sekolah, Dan Masyarakat Dalam


Pembentukkan Karakter Berkualitas.”
43 Muhammad Ulinnuha, “Moderasi Beragama Perspektif Hasbi Ash -

Shiddieqy, HAMKA, Dan Quraish Shihab: Kajian Atas Tafsir an-Nur, Al -Azhar, Dan
Al - Misbah.”

ÁL-FÂHIM|Jurnal Manajemen Pendidikan Islam


28
Strategi Guru Penggerak dalam Menumbuhkan Karakter Modera

Kesimpulan
Penanaman sikap moderat pada peserta didik di madrasah merupakan
tanggung jawab guru dan juga wali murid. Sebab pilar pendidikan sebagai
upaya penanaman karakter tidak cukup apabila hanya menjadi tanggung
jawab madrasah. Adapun strategi GPM di MTsN 3 Surabaya dalam
menumbuhkan sikap moderat meliputi beberapa strategi yakni pertama
dengan mengubah mind set peserta didik agar terbuka menerima perbedaan,
kedua dengan pendekatan literasi, ketiga mengajak para murid untuk
berperan aktif dan kreatif berlatih menyampaikan nilai – nilai moderasi
beragama melalui video, keempat dengan mengajak mengikuti kegiatan
webinar terkait dengan tema – tema moderasi beragama, kelima bekerja sama
dengan orang tua murid.
Strategi yang diupayakan ini secara signifikan telah mengubah sikap
para murid namun demikian belum dapat maksimal. Hal yang menjadi
hambatan ialah masih terdapat murid yang belum tertarik dengan kajian
moderasi beragama atau hanya sekedar mengikuti saja program – program
dari GPM namun tidak menghayatinya. Adapun indikasi bahwa murid itu
belum menghayati nilai moderasi beragama ialah dari cara pandang dan
berpikirnya dalam kegiatan diskusi dan cara mengutarakan pendapatnya.

ÁL-FÂHIM|Jurnal Manajemen Pendidikan Islam


29
Dicky Artanto, Muqowim, Rr. Ayu Dewi Widowati

Bibliography
Ahmad Muttaqien. “Spiritual Agama Lokal (Studi Ajaran Sunda Wiwitan
Aliran Madrais Di Cigugur Kuningan Jawabarat).” Al - Adyan VIII, no.
1 (2013): 89–102.
Atmaja, Dwi. “(Guru Penggerak Moderasi), Wawancara, 20 Oktober,” 2021.
Dyah Satya Yoga, Ni Wayan Suarmini, Suto Prabowo. “Peran Keluarga
Sangat Penting Dalam Pendidikan Mental , Karakter Anak Serta Budi
Pekerti Anak.” Jsh Jurnal Sosial Humaniora 8, no. 1 (2015): 46–54.
Gumgum Gumilar, Justito Adiprasetio dan Nunik Maharani. “Literasi
Media : Cerdas Menggunakan Media Sosial Dalam Menanggulangi
Berita Palsu (HOAX) Oleh Siswa SMA.” Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat 1, no. 1 (2017): 35–40.
Hadi, Lalu Sirajul. “Strategi Kepemimpinan Kepala Madrasah Sebagai Agent
of Change Dalam Mewujudkan Moderasi Beragama.” Society 11, no. 2
(2020): 124–35.
Hamam Burhanuddin, Fahmi Khumaini. “Memperkuat Paham Moderasi
Beragama Dalam Menangkal Narasi Kebencian Di Media Sosial.”
Ta’allum : Jurnal Pendidikan Islam 9, no. 2 (2021): 388–416.
https://doi.org/10.21274/taalum.2021.9.2.388-416.
Huda, M. Thoriqul. “Strategi, Peluang Dan Tantangan Membangun
Kerukunan Pemuda Di Era Milenial.” Satya Widya : Jurnal Studi Agama
3, no. 2 (2020).
Isa Anshori. “Penguatan Pendidikan Karakter Di Madrasah.” Halaqa : Islamic
Education Journal 1, no. 2 (2017): 63–74.
https://doi.org/10.21070/halaqa.v1i2.1243.
Istiyanto, Muhammad Sulthan dan S. Bekti. “Model Literasi Media Sosial Bagi
Mahasiswa.” Aspikom 3, no. 6 (2019): 1076–92.
Jamluddin Firdaus, Ahmad Asmuni, Asep Kurniawan. “Peran Budaya
Literasi Dalam Pembentukan Karakter Dan Meningkatkan Prestasi
Belajar Siswa Di Indramayu.” Jurnal Educatio 7, no. 4 (2021): 1298–1304.
https://doi.org/10.31949/educatio.v7i4.1344.
Jito Subianto. “Peran Keluarga, Sekolah, Dan Masyarakat Dalam
Pembentukkan Karakter Berkualitas.” Edukasia : Jurnal Penelitian
Pendidikan Islam 8, no. 2 (2013): 331–54.
Masrun Mooduto, Ferry V.I.A. Koagouw, Grace Waleleng. “Identitas Etnik
Keturunan Pengawal Imam Bonjol Di Desa Lotta Kabupaten Minahasa.”
E-Journal “Acta Diurna” V, no. 2 (2016).
Miles, Matthew B, A Michael Huberman, Johnny Saldaña, Qualitative Data,
and Analysis A Methods. “Matthew B. Miles, A. Michael Huberman,
Dan Johnny Saldaña, Qualitative Data Analysis: A Methods Sourcebook,
3 Ed. (United States of America: Sage Publications, Inc, 2014), 14.,” 2014,
2014.
Muhammad Ulinnuha, Mamluatun Nafisah. “Moderasi Beragama Perspektif
Hasbi Ash - Shiddieqy, HAMKA, Dan Quraish Shihab: Kajian Atas

ÁL-FÂHIM|Jurnal Manajemen Pendidikan Islam


30
Strategi Guru Penggerak dalam Menumbuhkan Karakter Modera

Tafsir an-Nur, Al -Azhar, Dan Al - Misbah.” Suhuf 13, no. 1 (2020): 55–
76.
Muhidin, Muhammad Makky, Mohammad Erihadiana. “Moderasi Dalam
Pendidikan Islam Dan Perspektif Pendidikan Nasional.” Religion
Education Social Laa Raiba Journal 4, no. 1 (2021): 22–33.
Mulyadi, Mohammad. “Membangun NKRI Dengan Multikulturalisme.”
Majalah Info Singkat Kesejahteraan Sosial IX, no. 10 (2017).
Mulyani, Melisa, Risman Bustamam. “Peran Pendidik Dan Lembaga
Pendidikan Dalam Membentuk Kesalehan Individu (Studi Perspektif
Normatif).” Al Fahim : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 3, no. 2 (2021):
207–25. https://doi.org/10.0118/alfahim.v3i2.158.
Pt. K Laksmi, I Wayan Sujana, I.B. Gd. Suryaabadi. “Pengaruh Model
Pembelajaran Berbasis Otak (Brain Based Learning) Berbantuan Media
Teka - Teki Silang Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SD Gugus
I Gusti Ngurah Jelantik.” Jurnal Mimbar PGSD 2, no. 1 (2014).
Sholihudin Al Ayubi, Wildah Nurul Islami. “Aktualisasi Profil Guru
Nahdlatul Ulama Inspiratif Dalam Menghadapi Tantangan Revolusi
Industri 4.0.” Syaikhuna : Jurnal Pendidikan Dan Pranata Islam 11, no. 1
(2020): 48–63.
Sutrisno, Edy. “Aktualisasi Moderasi Beragama Di Lembaga Pendidikan.”
Jurnal Bimas Islam 12, no. 1 (2019): 324–48.
Unang Wahidin. “Implementasi Literasi Media Dalam Proses Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti.” Edukasi Islami : Jurnal
Pendidikan Islam 07, no. 02 (2018): 229–44.
Widianingsih, Yuliani. “Demokrasi Dan Pemilu Di Indonesia : Suatu Tinjauan
Dari Aspek Sejarah Dan Sosiologi Politik.” Jurnal Signal 5, no. 2 (2017).

ÁL-FÂHIM|Jurnal Manajemen Pendidikan Islam


31

Anda mungkin juga menyukai