Anda di halaman 1dari 2

(KASUS II)

PABRIK NATA de COCO “DE COCO SUEGER”

Pabrik dengan nama “DE COCO SUEGER” sudah berdiri 10 tahun yang lalu pada saat itu nata de coco
sedang ramai digandrungi oleh masyarakat, terutama kalau pada masa bulan Ramadhan. Merek
dagang yang sudah didaftarkan ke Kementerian Perindustrian dan juga Kementerian Perdagangan
adalah “de coco seger”. Saat ini pabrik ini sudah memiliki sertifikat halal. Pabrik berlokasi di
Jonggol Kabupaten Bogor. Saat ini, pabrik mempunyai 29 orang karyawan termasuk pemilik yang
berposisi sebagai direktur. Diantara karyawan itu ada 1 orang kepala bagian produksi, 1 orang kepala
bagian pemasaran dengan 2 taf, 1 orang kepala bagian keuangan dengan 3 staf 1 orang kepala
bagian administrasi dengan 3 staf dan 16 orang sebagai pelaksana di produksi termasuk di dalamnya
yang biasa keliling pasar mencari air kelapa. Jam kerja operasional dari jam 09.00 sampai jam 17.30,
6 hari dalam seminggu, karena hari minggu libur. Pabrik ini mempunyai 5 mobil box ukuran sedang
(salah satunya mobil box berpendingin, yang digunakan untuk mencari air kelapa dan juga untuk
memasarkan produk. Semua karyawan menggunakan sepeda motor ke pabrik kecuali direkturnya
biasa menggunakan mobil kijang.

Bahan baku didapatkan dari pasar pasar yang ada di DKI, Banten dan Jawa Barat, dibeli dari
pedagang kelapa dan langsung diangkut ke pabrik. Setiap harinya pabrik mengolah air kelapa sebagai
bahan baku rata-rata sebanyak 500 liter. Harga air kelapa dari pasar adalah Rp. 500,-/liter. Bahan
penting lain dalam proses adalah bakteri starter Acetobacter xylinum (sebagai bibit nata de coco,
dibeli dari suplayer Rp.20.000 per 100 mL. Kemudian asam cuka dibeli dari toko bahan kimia di Kota
Bogor seharga Rp.5000,- per liter. Selanjutnya gula pasir dibeli di pasar Cibinong seharga Rp. 400,-
per kg, serta Urea dibeli juga di pasar Cibinong seharga Rp. 20.000,- per kg. Saat ini untuk memasak
air kelapa digunakan gas LPG, dimana setiap 12 kg LPG akan habis selama 6 kali pemasakan air
kelapa. Pabrik ini menggunakan sumur bor dengan kapasitas penggunaan baik untuk pabrik dan
domestic, sebanyak 5 meter kubik per hari. Sedangkan listrik menggunakan PLN dan ada cadangan
Genset, yang dijalankan jika PLN mati.

Cara pembuatan nata de coco di pabrik ini adalah:

Air kelapa dari pasar disaring agar kotoran bisa dipisahkan, Air kelapa hasil penaringan sebanyak 500
liter di didihkan dalam bejana atau wadah yang terbuat dari alumunium, air kelapa dibiarkan
mendidih selama 5 menit, ke dalam air kelapa yang mendidih dimasukkan gula pasir sebanyak 1 kg
secara terburu-buru sehingga sering ada gula pasir yang berceceran di lantai, air kelapa diaduk
hingga gula melarut merata. Selanjutnya didinginkan, setelah dingin dituangkan asam cuka sampai
pH air kelapa antara 4 – 4,5 (cek menggunakan pH meter) lagi-lagi terjadi penuangan yang seraba
cepat sehingga ada air asam cuka yang tersemprot keluar dan membasahi lantai produksi. Kemudian
ditambahkan bakteri Acetobacter xylinum sebanyak 200 mL. Adonan kemudian di tuangkan ke
dalam Loyang-loyang, dari 500 liter menjadi 250 loyang. Sebagian kecil adonan juga tercecer maklum
karena memasukkan adonan ke loyang juga masih dilakukan manual menggunakan gayung, sekitar 4
liter diperkirakan tercecer kata petugasnya dan menjadi limbah cair. Selanjutnya loyang loyang
ditutup dengan kain kasa, untuk disimpan selama 14 hari. Setelah 14 hari bagian atas adonan yang
ada dalam loyang akan membentuk nata setebal kurang lebih 4 Cm, nata dipisahkan dari cairan.
Cairan akan menjadi limbah cair, dari perkiraan petugasnya 500 liter air kelapa adonan itu akan
terbuang sebanyak 300 liter. Air ini berbau, pH nya asam sekitar 4 dan kondisinya mengeruh. Kalau
malam baunya bisa tercium sejauh 100 meter di luar batas pabrik. Ada juga kadang yang komplain,
namun bagaimana lagi memang cairan ini bau asam. Jadi complain ya tinggal complain, perusahaan
hanya berjanji terus memperbaiki IPAL. Nata direndam selama 2-3 hari kemudian dicuci, kata
petugasnya untuk rendam dan cuci perkiraan 500 liter air dipergunakan. Nata yang sudah bersih dan
tidak asam kemudian di rebus dengan air gula dengan perbandingan nata:gula adalah 1:1, artinya
kalau natanya 100 kg maka gulanya juga 100 kg. Selanjutnya nata di iris iris dan di paking, dari 100
paking kadang 2 paking nya rusak. Dari 250 loyang atau asalnya 500 liter air kelapa akan menjadi
1000 bungkus nata de coco, dijual harga pabrik Rp.6000,- per bungkus.

Dari sisi K3 umumnya karyawan terutama yang dibagian produksi, patuh asal diawasi, misalnya
penggunaan sarung tangan dan masker sebenarnya wajib dan perusahaan menyediaakan namun ya
tadi itu kalau tidak diawasi kadang kurang tertib. Semua karyawan diasuransikan oleh perusahaan,
tiap bulan ada saja 2 sampai 3 orang yang sakit yang biayanya ditanggung asuransi yang preminya
dibayar perusahaan. Pernah juga ada yang tergelincir karena lantainya licin di dekat perendaman
sehingga tulang kakinya retak sehingga harus dirawat 1 minggu di rumah sakit. Dibagian packaging
malah wajib menggunakan penutup kepala, karena pernah ada complain ternyata dalam nata de
coco nya ada rambut. Pabrik ini juga sudah 2 tahun belakangan mempunyai IPAL, namun masih
kurang baik nyatanya air yang dibuang ke sungai masih agak bau. Dan hasil pemantauan Dinas
Lingkungan Hidup, parameter BOD, ammonia dan kekeruhan masih diatas baku mutu artinya belum
layak buang, sehingga terus diperbaiki IPAL nya.

Soal :

1. Gambarkan tata letak industry de coco seger dan jelaskan daerah rawan yang terjadi
2. Perbaiki tata letak industry dan terapkan peluang produksi bersih sehingga daerah rawan
berkurang

Anda mungkin juga menyukai