Kurikulum Prototipe
Kurikulum Prototipe
Paradigma Baru ini akan diberlakukan secara terbatas dan bertahap melalui
program sekolah penggerak dan pada akhirnya akan diterapkan pada setiap
satuan pendidikan yang ada di Indonesia. Sebelum diterapkan pada setiap
satuan pendidikan, mari kita mengenal 7 (tujuh) hal baru yang ada dalam
Kurikulum Paradigma Baru.
Oleh karena itu, setiap asesmen pembelajaran yang akan dikembangkan oleh
guru haruslah mengacu pada capaian pembelajaran yang telah ditetapkan.
Keempat, Jika dilihat dari jumlah jam pelajaran, Kurikulum Paradigma Baru
tidak menetapkan jumlah jam pelajaran perminggu seperti yang selama ini
berlaku pada KTSP 2013, akan tetapi jumlah jam pelajaran pada Kurikulum
Paradigma Baru ditetapkan pertahun.
Suatu mata pelajaran bisa saja tidak diajarkan pada semester ganjil namun
akan diajarkan pada semester genap atau dapat juga sebaliknya, misalnya
mata pelajaran IPA di kelas VIII hanya diajarkan pada semester ganjil saja.
Sepanjang jam pelajaran pertahunnya terpenuhi maka tidak menjadi
persoalan dan dapat dibenarkan
Bagi sekolah yang belum memiliki sumber daya/guru Informatika maka tidak
perlu khawatir untuk menerapkan mata pelajaran ini karena mata pelajaran ini
tidak harus diajarkan oleh guru yang berlatar belakang TIK/Informatika,
namun dapat diajarkan oleh guru umum.
Hal ini disebabkan karena pemerintah melalui Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah mempersiapkan buku pembelajaran
Informatika yang sangat mudah digunakan dan dipahami oleh pendidik dan
peserta didik.
- Adv -
Karakteristik Kurikulum Prototype Penerapan tiga karakteristik kurikulum ini di tiap jenjang tentu
disesuaikan dengan karakteristik siswa di setiap jenjang pendidikan dari PAUD, SD, SMP, SMA,
SMK, dan SLB.
Pada jenjang PAUD, belajar utama adalah bermain. Penguatannya literasi dini dan penanaman
karakter. Fase fondasi untuk meningkatkan kesiapan bersekolah. Pembelajaran berbasis projek
dilakukan dalam kegiatan perayaan hari besar dan perayaan tradisi lokal.
Jenjang SD penguatan kompetensi yang mendasar dan pemahaman holistik melalui memahami
lingkungan sekitar. Integrasi computational thingking dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia,
matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS). Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran
pilihan.
Jenjang SMP ada penyesuaian dengan perkembangan teknologi. Mata pelajaran Informatika
menjadi mata pelajaran wajib. Pembelajaran berbasis projek untuk penguatan Profil Pelajar
Pancasila dilakukan minimal 3 kali dalam satu tahun ajaran.
Di tingkat SMA lebih fleksibel disesuaikan dengan minat siswa. Pilihan yang ditawarkan pada level
mata pelajaran, bukan peminatan. Mata pelajaran kelas 10 serupa dengan mata pelajaran SMP.
Kelas 11 dan 12 mengikuti mata pelajaran dari kelompok Mapel Wajib dan memilih mata pelajaran
pilihan sesuai dengan minat, bakat, dan aspirasinya.
Pada jenjang SMK dapat melibatkan dunia kerja dalam pengembangan pembelajaran. Struktur
kejuruan naik dari 60 ke 70%. Tetap menerapkan pembelajaran berbasis projek. PKL menjadi
pelajaran wajib selama 1 semester. Siswa dapat memilih mata pelajaran di luar program
keahliannya. Ada waktu khusus projek penguatan karakter di dunia kerja.
Pada sekolah SLB, capaian pembelajaran pendidikan khusus hanya untuk siswa yang memiliki
hambatan intelektual.
Sementara yang tidak memiliki hambatan intelektual, capaian pembelajarannya sama dengan siswa
reguler dengan kurikulum modifikasi. Pembelajaran berbasis projek tetap dilakukan dengan materi
dan aktivitas yang disesuaikan dengan karakteristik siswa SLB. Tahapan penerapan Kurikulum
Prototype Penerapan kurikulum prototype secara bertahap berdasarkan kapasitas dan penetapan
target oleh sekolah. Tahapan tersebut terbagi menjadi empat, yaitu: Tahap kompleksitas sederhana,
yaitu dengan mengikuti contoh yang disediakan.
Tahap kompleksitas tinggi, yaitu dengan melakukan pengembangan sesuai konteks sekolah dengan
pelibatan warga sekolah secara luas.
Strategi penerapan Kurikulum Prototipe di Sekolah Sekolah yang memiliki guru penggerak atau
sekolah yang sudah menjadi sekolah penggerak tidak begitu mengalami kesulitan ketika kurikulum
ini diterapkan. Kegiatan calon guru penggerak saat ini telah melibatkan kepala sekolah dan warga
sekolah yang dipantau oleh pengajar praktik dan dipaparkan di setiap lokakarya. Bagaimana dengan
sekolah yang belum memiliki guru penggerak atau bukan sekolah penggerak?
1. Pelajari Regulasi Tentu sekolah harus mempelajari regulasi tentang tentang penerapan
kurikulum yang akan diterapkan di tahun 2022 ini. Persiapan sebagai sekolah pengguna pada
tahap kompleksitas sederhana menjadi pilihan utama
2. Siapkan Guru Informatika Sekolah harus melakukan analisis konteks terkait kondisi sekolah.
Ketersediaan guru informatika di jenjang SMP sebagai mata pelajaran wajib harus
diperhitungkan. Penyerapan guru melalui Program PPPK (Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja) sangat membantu sekolah dalam penyediaan guru. Guru informatika juga
tidak harus berlatar belakang pendidikan informatika yang terpenting kapabel.
3. Analisis Materi Esensial Tidak kalah penting analisis materi esensial. Penyediaan waktu cukup
untuk kompetensi penunjang keterlaksanaan program wajib seperti pembelajaran berbasis
projek untuk semua jenjang. Perhitungan waktu-waktu wajib di kegiatan pembelajaran harus
diutamakan. Selebihnya disesuaikan dengan karakteristik jenjang sekolah dan siswa
4. .Pertimbangkan Kondisi dan Keterlibatan Siswa Selama pembelajaran daring patut
dipertimbangkan. Kondisi inilah penyebab utama learning loss. Pembelajaran pada PTM
terbatas banyak menemukan perbedaan pemahaman penguasaan materi karena berbagai
faktor. Pembelajaran berdiferensiasi patut disiapkan sekolah dalam mengatasi masalah ini.
Pembelajaran karakter Profil Pelajar Pancasila pada PTM terbatas secara ketat diharapkan
perlahan dapat memulihkan pembiasaan yang selama ini tidak terlaksana selama pembelajaran
daring. Siswa jangan sampai lagi kehilangan kesempatan belajar melalui pengalaman
langsung. Jika learning loss ingin segera dipulihkan, maka mari sambut dengan antusias. Mari
bergerak meskipun bukan guru penggerak atau sekolah penggerak
Pembelajaran yang dijalankan pada Kurikulum Prototype 2022 akan berbasis proyek untuk
pengembangan soft skills dan karakter siswa. Kurikulum ini juga akan berfokus pada materi
esensial sehingga ada waktu yang cukup untuk pembelajaran mendalam bagi kompetensi
dasar seperti literasi dan numerasi.
"Kurikulum Prototype memberikan fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran
yang sesuai dengan kemampuan murid dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan
muatan lokal," terangnya.
CEO Pahamify, Syarif Rousyan Fikri mengatakan, pihaknya menyambut baik kebijakan
Kemendikbudristek dalam menerapkan Kurikulum Prototype 2022. Ia menilai kurikulum ini
tentunya akan semakin mendorong semangat Merdeka Belajar siswa.
"Sebagai platform belajar digital, Pahamify juga akan terus berinovasi untuk memberikan
pengalaman belajar yang terbaik sehingga siswa mampu meningkatkan prestasi
akademiknya," kata Syarif.
1. Pengembangan Karakter
Meskipun pada K-13 sudah mulai mulai menekankan pengembangan karakter, namun
secara porsi memang belum memiliki porsi khusus dalam struktur kurikulumnya.
Perkembangan dimensi beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan
Berakhlak Mulia dibagi menjadi enam fase, yaitu si akhir fase PAUD anak, akhir fase A
(Kelas 1-2, usia 6-8 tahun) pelajar, akhir fase B (Kelas 3-4, usia 8-10 tahun) pelajar,
akhir fase C (Kelas 5-6, usia 10-12 tahun) pelajar, akhir fase D (Jenjang SMP, usia 13-
15 tahun) pelajar, dan akhir fase E (Jenjang SMA/SMK, usia 16-18 tahun) pelajar.
Materi esensial ini diterapkan pada setiap mata pelajaran, sehingga proses belajar
mengajar tidak hanya berbentuk ceramah satu arah dan hanya mengejar ketuntasan
dalam penyampaian materi.
Melalui kurikulum prototipe ini, diharapkan mampu menjadi jalan tengah agar materi
yang disampaikan tidak berlebihan dan berfokus pada materi inti yang dapat
dikembangkan secara lebih luas oleh peserta didik.
Melalui prinsip penyederhanaan materi esensial yang dapat diterapkan dalam setiap
mata pelajaran ini dapat diwujudkan dalam jumlah kompetensi yang diberikan.
Misalnya dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia yang pada kurikulum K-13 memiki 52
Kompetensi dasar disederhanakan menjadi 22 dalam kurikulum prototipe,
penyederhanaan tersebut menunjukkan adanya penurunan rata-rata kompetensi
sebesar 57 %.
Namun, angka persentasi penyederhanaan tersebut tidak harus sama pada setiap mata
pelajaran. Salah satu contohnya adalah pada mata pelajaran Matematika dimana pada
kurikulum K-13 memiliki 38 kompetensi dasar, kemudian mengalami penurunan
sebesar 28% menjadi 27 kompetensi pada kurikulum prototipe.
Berdasarkan survei INOVASI dan Puslitjak yang dilaksanakan pada bulan April-Mei
2021 dengan sumber dari 18.370- siswa SD kelas 1-3 di 612 sekolah, 20 kabupaten/
kota dari 8 provinsi menyatakan bahwa manfaat kurikulum darurat dalam bidang
numerasi dirasakan lebih besar pada siswa yang berasal dari kelompok rentan.
Manfaat yang dirasakan dalam penanganan learning loss melalui kurikulum darurat
setara dengan 6 bulan hingga delapan bulan pada siswa dari kelompok rentan.
Kelompok rentan tersebut diantaranya adalah siswa dengan ibu yang tidak bisa
membaca, siswa yang tidak memiliki buku teks, dan siswa di wilayah tertinggal.
Survei tersebut juga menunjukkan adanya manfaat kurikulum darurat dalam bidang
literasi yang pada siswa yang berasal dari ketiga jenis kelompok rentan seperti di atas
(ibu yang tidak bisa membaca, siswa yang tidak memiliki buku teks, dan siswa di
wilayah tertinggal) setara dengan 5 sampai bulan.
3. Fleksibilitas Perancangan Kurikulum Sekolah dan Penyusunan Rencana
Pembelajaran
Kurikulum prototipe tidak mengacu pada jam pelajaran tiap minggu, namun
menetapkan jumlah jam pelajaran selama setahun, dimana sekolah dapat melakukan
inovasi dalam proses pembelajarannya.
Hal tersebut juga diterapkan pada tujuan pembelajaran yang awalnya dilakukan dalam
satu tahun sekali diubah menjadi tujuan belajar per fase, dimana setiap fasenya
berlangsung selama 2-3 tahun.
Misalkan pada fase A, yaitu peserta didik dengan usia 6-8 tahun, dimana umumnya
anak dengan usia tersebut sedang memasuki kelas 1-2 sekolah dasar. Capaian
pelajaran dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dibagi menjadi empat, yaitu
menyimak, membaca dan memirsa, berbicara dan mempresentasikan, serta menulis.
Peserta didik diharapkan mampu memenuhi kriteria tersebut ketika sudah genap
berusia 8 tahun. Adapun proses pembelajaran dengan keempat tujuan tersebut dimulai
ketika anak berusia 6 tahun.
Praktiknya, sekolah atau pendidik diberikan kebebasan untuk berinovasi dalam proses
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut.
Sebagai wujud opsi tambahan dalam menghadapi learning loss selama pandemi ini,
kurikulum prototipe telah mempertimbangkan berbagai macam faktor.
Mulai dari adanya kurikulum darurat yang disesuaikan dengan pembelajaran dari
selama pandemi yang merupakan kurikulum K-13 yang disederhanakan hingga
pemulihan pembelajaran.
Pemulihan pembelajaran ini diperkirakan akan berlangsung selama tahun 2022 – 2024,
dimana Kurikulum Prototipe ini diberikan sebagai sebuah opsi bagi seluruh satuan
pendidikan selain K-13 dan Kurikulum darurat.
Baru kemudian setelah memasuki tahun 2024 ini dilakukan evaluasi dan pengkajian
terhadap kurikulum yang diterapkan selama masa pemulihan pembelajaran untuk
kemudian dilakukan penentuan kebijakan kurikulum nasional.
Proses adaptasi kurikulum prototipe ini sudah mulai dikembangkan per tahun 2021,
salah satunya di TK GPdl Imanuel, Manembo-nembo, Kota Bitung, Sulawesi Utara; SD
NU Al-Mustaniroh, Gresik, Jawa Timur; SMP Negeri 4 Poco Ranaka, Manggarai Timur;
dan SMA Negeri 1 Sikur, Lombok Timur.
Beberapa respon yang diberikan oleh satuan pendidikan tersebut cenderung positif
dengan adanya penyederhanaan materi, dan fleksibilitas yang diberikan. Buku
pelajaran yang diberikan juga dinilai lebih fleksibel dan mudah dipahami oleh guru
maupun siswa.
Guru juga terdorong untuk lebih memahami karakteristik personal yang dimiliki oleh
siswa yang berdampak pada terfasilitasinya bakat dan minat yang dimiliki oleh siswa.