Anda di halaman 1dari 4

Terapi Medikamentosa

Oleh: Gustavo Bebari

Stroke Hemoragik

Terapi umum: 

Tatalaksana awal yang dilakukan bertujuan untuk mengoptimalkan metabolisme otak saat
keadaan patologis, dengan melakukan stabilisasi jalan dan saluran napas pada pasien untuk
menghindari hipoksia. Selain itu, perlu dipastikan juga kemampuan menelan pada pasien.
Apabila terjadi gangguan menelan pada pasien dengan keadaan tidak sadarkan diri, perlu
dilakukan pemasangan pipa nasogastrik untuk mencegah adanya aspirasi pada saat pemberian
makanan.

Peningkatan tekanan darah adalah faktor risiko paling umum untuk ICH. Hipertensi akut adalah
pendorong utama ekspansi hematoma dini, sehingga kontrol tekanan darah yang agresif sangat
diperlukan sebagai tindakan untuk mencegah perluasan perdarahan dan menjadi fokus utama
manajemen awal ICH. Kontrol tekanan darah yang tepat dan tepat diperlukan tanpa menginduksi
hipotensi, sehingga agen titrasi kerja cepat seperti nicardipine digunakan dalam manajemen
awal.

Pada fase akut, sebaiknya menghindari obat antihipertensi yang meningkatkan tekanan
intrakranial, terutama hydralazine, nitroprusside, dan nitro-gliserin. Pengobatan antihipertensi
akut untuk pasien dengan ICH bermanfaat dan aman dengan kisaran target tekanan darah sistolik
atau Systolic Blood Pressure (SBP) yang optimal antara 120 dan 160 mm Hg.

Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL, perdarahan
intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah
harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180
mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Pemberian
obat hipertensi sesuai grade tensinya,yaitu: apabila Tekanan sistolik >180-230 mmHg: atau
diastolik 105-140 mmHg atau tekanan darah arterial rata-rata 130 mmHg dapat diberikan
labetolol,esmolal, malapril, atau preparat anti hipertensi intravena lainnya yang pemberiannya
dapat secara titrasi seperti diltiazem lisinopril, dan verapamil. Perawatan awal untuk pasien yang
mengalami peningkatan TIK adalah meninggikan kepala tempat tidur hingga 30 derajat dan
pemberian agen osmotik seperti manitol, salin hipertonik. Manitol 20% diberikan dengan dosis
1,0 hingga 1,5 g/kg. Hiperventilasi setelah intubasi dan sedasi, hingga pCO 28-32 mmHg akan
diperlukan jika terjadi peningkatan TIK lebih lanjut.

Terapi khusus:  Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada
pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3,
hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan
perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman
herniasi.

Penatalaksanaan bedah untuk stroke hemoragik adalah kraniotomi, kraniektomi dekompresi,


aspirasi stereotaktik, aspirasi endoskopi, dan aspirasi kateter. Beberapa percobaan yang
dilakukan menunjukkan bahwa tidak didapatkan manfaat secara keseluruhan dari operasi dini
untuk perdarahan intraserebral bila dibandingkan dengan pengobatan konservatif awal. Pasien
yang mengalami perdarahan lobaris dalam jarak 1 cm dari permukaan otak dan defisit klinis
yang lebih ringan (GCS>9) mendapatkan manfaat dari pembedahan dini. Evakuasi bedah darurat
diindikasikan pada perdarahan serebral dengan hidrosefalus atau kompresi batang otak.

Pasien dengan perdarahan serebelar dengan diameter >3 cm akan memiliki hasil yang lebih baik
dengan pembedahan. Hematoma serebelum dievakuasi dengan kraniektomi suboksipital.
Evakuasi perdarahan batang otak tidak dianjurkan.20 Kraniektomi dekompresi dan evakuasi
hematoma sekarang lebih sering dilakukan untuk stroke hemoragik. Tindakan ini menunjukkan
peningkatan hasil yang diperoleh dengan menambahkan kraniektomi dekompresi dengan
duraplasti ekspansif untuk evakuasi ICH hemisfer hipertensi.

Hemikraniektomi dekompresi dengan evakuasi hematoma dilakukan pada pasien dengan skor
GCS ≤8 dan hematoma besar dengan volume lebih besar dari 60 ml dapat menghindari kejadian
kematian dan dapat meningkatkan hasil fungsional.21 Tindakan pencegahan yang dapat
dilakukan adalah dengan mengontrol tekanan darah, menghentikan kebiasaan merokok,
alkoholisme, dan penggunaan kokain karena hal tersebut dapat memicu resiko perdarahan
intraserebral berulang.

Stadium subakut

Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan bladder training
(termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus
intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan
melaksanakan program preventif primer dan sekunder.

Terapi fase subakut:

- Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,

- Penatalaksanaan komplikasi,

- Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi kognitif, dan
terapi okupasi,

- Prevensi sekunder
- Edukasi keluarga dan Discharge Planning

Referensi;

1. Zuryati T,et Adityo. Stroke Hemoragik e.c Hipertensi Grade II.Jurnal Medula
Unila.2019.Vol.5(2)pp.1-5.

2. Setiawan putri ayundari.Diagnosis dan Tatalaksana Stroke Hemoragik.Jurnal Medika


Hutama.2021.Vol.3(1)pp.1-6.

Terapi Non Medikamentosa

Oleh: Elsina

Pasien akan disarankan untuk menjalani rehabilitasi medik untuk memberi kemampuan kepada penderita
yang telah mengalami disabilitas fisik dan atau penyakit kronis, agar dapat hidup atau bekerja sepenuhnya
sesuai dengan kapasitasnya. Program rehabilitasi medik yang dapat diikuti pasien berupa fisioterapi.

Hemiparesis adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa defisit
neurologis fokal yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-
mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non-traumatic. Disfungsi motorik yang paling
umum adalah hemiparesis karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan pada
satu sisi tubuh merupakan gejala lain dari disfungsi motorik.

Peran fisioterapi dalam hal ini adalah melakukan pemberian intervensi sesuai dengan kebutuhan kondisi
pasien. Saat pemberian tindakan, proses ini memerlukan manajemen dan pemeriksaan yang akurat untuk
mengidentifikasi serta menentukan tujuan agar maksimal. Pemberian terapi ini juga ditopang dan
didukung dengan pengetahuan yang seksama dari individu pasien.

Penanganan stroke hemiparases ini terdiri dari tujuan jangka pendek dan jangka panjang . Tujuan jangka
pendek adalah untuk memperbaiki kordinasi pasien, melatih keseimbangan duduk dan berdiri,
menurunkan nyeri otot, seta meningkatkan kekuatan otot pasien. Tujuan jangka panjangnya adalah
mengembalikan fungsi gerak tubuh ekstremitas atasa dan bawah pasien guna optimalisasi activity daily
living (ADL), agar pasien dapat kembali beraktivitas normal.

Terapi latihan bertujuan untuk memungkinkan pasien stroke mencapai potensi fisik dan fungsional yang
optimal dan terdiri dari penggunaan teknik stimulasi dan fasilitasi pembelajaran kembali suatu gerakan,
memahami masalah gerakan, pengembalian keseimbangan, pemeliharaan fisiologis tubuh dan
meningkatkan kemampuan fungsional. Dimulai dengan mobilisasi dan stretching yang dapat
membantu mempertahankan dan memelihara fisiologis jaringan otot agar tidak tightness dan
dapat diajarkan kepada kerabat. Otot seperti m. hamstring, m. quadriceps, m. adductor, m. tensor
fascia lata, m. biceps, m. deltoid, m. fleksor wrist, harus diberikan stretching. Latihan pasif diberikan
pada semua gerakan persendian (sesuai pola fungsional atau gerakan selektif) setidaknya 10 repetisi.
Terapi latihan dilanjutkan dengan normalisasi tonus, pengembangan pola fungsional yang normal,
pencegahan kontraktur dan deformitas, pasien mandiri secara fungsional dan mencapai keamanan
pasien. Pada tahap ini perlu dilakukan terapi seperti normalisasi tonus otot dan secara bersamaan
memperkuat otot antagonis yang lemah.

Normalisasi tonus otot dapat menggunakan teknik seperti latihan gerak pasif, mobilisasi sendi daerah
yang terjadi kelemahan, latihan bridging dengan bantuan sisi yang sehat dan ditingkatkan dengan
fasilitasi yaitu menggunakan metode assisted exercise. Kemudian, latihan ditingkatkan dengan pergantian
posisi seperti duduk untuk melatih keseimbangan. Setelah itu dilakukan dengan posisi berdiri yang
bertujuan memberikan stimulasi pada sisi tubuh yang lemah dan meningkatkan keseimbangan statis dan
dinamis dengan latihan weight bearing, latihan keseimbangan ini mengarah ke gerakan fungsional sehari-
hari.

Setelah pasien dapat mengembangkan berbagai komponen gerakan atau latihan yang telah
diberikan, kemudian aktivitas fungsional dasar secara langsung dipraktikkan untuk mendapatkan
kemampuan fungsional bertahap secara mandiri. Setiap tugas fungsional yang dilakukan berulang
kali selama periode waktu dapat membantu proses pembelajaran yang lebih cepat dari tugas-tugas
tersebut dengan pembentukan informasi kognitif di otak.

Intervensi terapi latihan ini dilakukan sejak hari pertama pasien datang ke poli fisioterapi guna
memberikan pengaruh fisiologis dan pengaruh terhadap otot yaitu menjaga fisiologis otot, meningkatkan
temperatur otot, meningkatkan kontraksi juga kekuatan otot sehingga meningkatkan muscle pump yang
menjadikan suplai oksigen dan nutrisi serta mengangkut sisa metabolisme lebih lancar.Hal ini juga
berpengaruh terhadap sistem saraf yaitu meningkatkan produksi adrenalin dan memberikan stimulasi atau
informasi pada otak dengan gerakan pola fungsional yang benar dan berulang dikarenakan dapat
membantu proses neuroplastisitas.

Terapi latihan akan memberikan efek terapeutik seperti memelihara dan meningkatkan lingkup gerak
sendi, meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan daya tahan, meningkatkan koordinasi, memperbaiki
postur, meningkatkan keseimbangan dan meningkatkan kemampuan fungsional. latihan gerak atau
kegiatan fisik baik secara aktif maupun pasif yang sistematik terstruktur serta berulang-ulang dengan pola
gerakan yang benar akan memberikan informasi yang benar pada otak, mengembalikan fungsi
muskuloskeletal ke normal serta serta meningkatkan kemampuan fungsional. Manfaat rehabilitasi medik
pada pasien stroke bukan untuk mengubah defisit neurologis melainkan menolong pasien untuk mencapai
fungsi kemandirian seoptimal mungkin. Jadi, tujuannya adalah lebih kearah meningkatkan kemampuan
fungsional daripada memperbaiki defisit neurologis atau mengusahakan agar pasien dapat memanfaatkan
kemampuan yang tersisa untuk mengisi kehidupan secara fisik.

Referensi: 1.Aditya P,et al.Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Non-Hemoragik


Stroke.PhysioHS.2022.Vol.4(1)pp.1-5.

Anda mungkin juga menyukai