Kebijakan Dalam Pelayanan Kebidanan Kel 1
Kebijakan Dalam Pelayanan Kebidanan Kel 1
Selvia Agustari
JURUSAN KEBIDANAN+PROFESI
TAHUN 2021-2022
2
KATA PENGANTAR
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………. 2
DAFTAR ISI………………………………………………………………. 3
DAFTAR TABLE………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………4
B. Rumusan Masalahl…………………………………………………..4
C. Tujuan Makalah……………………………………………………...4
BAB II PEMBAHASAN
A. Kebijakkan Dalam Kebidanan ……………………………………….5
1. Peran Gender Dalam Kontruksi Sosial,Feminitas dan Maskulinitas
2. Kekuasaan……………………………………………………..15
B. Konteks Social Politik dalam Siklus Reproduksi…………………….16
C. Evaluasi Pelayanan Kebidanan dalam Multiperspektif………………30
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Memahami apa yang di maksud dengan Peran Gender Dalam
Kontruksi Sosial,Feminitas dan Maskulinitas?
2. Mengetahui Kekuasan?
3. Memahami Konteks Social Politik dalam Siklus Reproduksi?
4. Evaluasi Pelayanan Kebidanan dalam Multiperspektif ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk membantu
mahasiswa mempelajari secara mandiri dan mengetahui apa itu peran
gender pada kebidanan dan memahami perbedaan kontruksi sosial
feminitas dan masklinitas kebidanan.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Maskulinitas Feminitas
Maskulinitas Feminitas
Maskulin
High Low
Feminim
High Androgini Feminim
teori tentang peran gender, dan teori tentang status yang disampaikan oleh Kate
Millett. Dari hasil analisis diketahui bahwa nilai-nilai femininitas yang dihadirkan
dalam Tiga Venus lebih banyak berpengaruh dalam kehidupan keluarga. Nilai-
nilai femininitas yang berkaitan dengan peran perempuan di ranah domestik
berpengaruh besar dalam menciptakan dan menjaga keharmonisan serta
ketentraman keluarga. Berbeda dengan femininitas, nilai-nilai maskulinitas justru
berpengaruh positif dalam kehidupan pribadi perempuan, yaitu dapat
meningkatkan status perempuan di masyarakat, memunculkan kebanggaan
pribadi, dan membuka peluang kepada perempuan untuk membuktikan bahwa ia
tidak tergantung kepada laki-laki dan mampu bersaing, terutama di ranah publik.
Selain hal di atas, dari hasil analisis juga diketahui bahwa temperament berupa
femininitas dan maskulinitas, peran gender, dan status perempuan, baik di ranah
domestik maupun di ranah publik, ternyata tidak lepas dari isu reproduksi. Isu
reproduksi menjadi alat yang dipakai oleh masyarakat patriarki untuk
mempertahankan kekuasaan dan dominasi kaum laki-laki, terutama terhadap
kaum perempuan. Patriarki dalam kehidupan pernikahan yang di dalamnya
terdapat pembagian kerja yang didasarkan pada fungsi reproduksi ternyata
berpengaruh dalam menekan temperament. Berdasarkan hasil analisis juga
11
dominan (sifat maskulin) dan sensitif terhadap perasaan orang lain (sifat
feminin).
Beberapa penelitian menemukan bahwa androgini berhubungan dengan
berbagai atribut yang sifatnya positif, seperti self-esteem yang tinggi,
kecemasan rendah kreatifitas, kemampuan parenting yang efektif (Bem,
Spence & Helmrich, dalam Hughes & Noppe, 1985 dalam Wathani 2009). d.
Undifferentiated Merupakan keadaan laki-laki atau perempuan dengan skor
maskulinitas dan feminitas rendah, sehingga tidak muncul kecenderungan
maskulinitas maupun sisi femininnya. Basow (1992).
Dalam hubungannya dengan perilaku manusia hal ini berarti bahwa pria
cenderung analitis, merinci segala sesuatu untuk memeriksa bagian-bagian secara
13
teliti. Wanita memiliki gaya yang lebih menyeluruh dan lebih berorientasi pada
situasi. Bem (1974) mengungkapkan bahwa terdapat enam puluh sifat yang
dimiliki individu sebagai identitas gender mereka. Keenam puluh sifat tersebut
diambil berdasarkan karakteristik sifat yang mengacu pada, dimana keenam puluh
sifat ini terbagi menjadi tiga kategori karakteristik sifat yaitu sifat maskulin, sifat
feminin dan sifat netral. Sifat netral adalah sifat-sifat yang tidak terasosiasi dalam
sifat gender maskulin dan feminin. Dalam instrumen Bem tersebut sifat netral
digunakan untuk mengurangi kesan perbedaan karakteristik maskulin dan feminin
agar tidak terlalu mencolok Bem Sex Role Inventory (1974)
Table 0.2
berbagai penelitian tentang maskulinitas dan pada akhirnya bidang ini berke
mbang lebih luas. Lahirnya teori-teori diskriminasi sosial, konstruksi sosial dan
perbedaan gender merupakan perkembangan dari bidang studi ini.
Namun perlu dicatat bahwa maskulinitas dan feminimitas bukanlah konsep d
engan dimensi kategori tunggal. Ada berbagai bentuk maskulinitas dan feminim
itas. Artinya konsep tersebut bervariasi antar masyarakat, kelas sosial, maupun t
ingkat peradaban. Dengan kata lain Maskulinitas dan Feminimitas adalah suatu
konstruksi sosial yang dapat diberi makna yang berbeda oleh setiap masyarakat.
Dengan menyadari maskulinitas sebagai konsep yang multi dimensi, terbuka ru
ang bagi kita untuk melakukan dekonstruksi dan rekonstruksi konsep tersebut.
Laki-laki dan perempuan dapat menunjukkan ciri-ciri dan perilaku maskulin. Or
ang-orang yang mencampurkan karakteristik maskulin dan feminin dalam dirin
ya dianggap androgini.
Pada masa lalu, klasifikasi gender secara umum hanya maskulin dan feminin. N
amun dengan munculnya kajian androgini, para ahli feminisme berpendapat bah
wa defenisi gender tersebut telah mengaburkan klasifikasi gender.
3. Kekuasaan
Kekuasaan dan Pengambilan Keputusan Mempunyai akses ke dan kontrol
yang lebih besar atas sumber daya biasanya membuat laki-laki lebih berkuasa
daripada perempuan dalam kelompok sosial manapun. Hal ini dapat menjadi
kekuasaan kekuatan fisik, pengetahuan dan keterlampilan, kekayaan dan
pendapatan, atau kekuasaan untuk mengambil keputusan karena merekalah
yang memegang otoritas. Laki-laki kerap kali memiliki kekuasaan yang lebih
besar dalam membuat keputusan atas reproduksi dan seksualitas. Kekuasaan
laki-laki dan kontrol atas sumber daya dan keputusan diinstitusionalkan melalui
undang-undang dan kebijakan negara, serta melalui aturan dan peraturan
institusi sosial yang formal.
Hukum di berbagai negara di dunia memberi peluang kendali yang lebih
besar kepada laki-laki atas kekayaan dan hak dalam perkawinan, serta atas
anak-anak. Selama berabad-abad, lembaga keagamaan mengingkari hak
perempuan untuk menjadi lembaga keagamaan mengingkari hak perempuan
untuk menjadi pemimpin agama, dan sekolah sering kali bersikukuh bahwa
ayah si anak lah yang menjadi wali resmi, bukan sang ibu.
16
anak dan pekerjaan rumah tangga atau sering disebut peran reproduksi, tetapi
mereka juga terlibat dalam produksi barang-barang untuk konsumsi rumah
tangga atau pasar atau yang dikenal dengan peran produktif. Laki-laki
biasanya bertanggung jawab memenuhi kebutuhan rumah tangga, makanan,
minuma dan sumber daya terutama peran produktif.
2. Peran Gender dan Norma
Dalam masyarakat, laki-laki dan perempuan diharapkan untuk berperilaku
sesuai dengan norma dan peran maskulin dan feminin. Mereka harus
berpakaian dengan cara yang berbeda, tertarik kepada isu atau topik yang
berbeda, tertarik kepada isu dan topik yang berbeda dan memiliki respon
yang tidak sama dalam segala situasi. Ada persepsi yang disepakati bersama
bahwa apa yang dilakukan oleh laki-laki baik dan lebih bernilai daripada
yang dilakukan perempuan.
Dampak dari peran gender yang dibentuk secara sosial. Perempuan
diharapkan membuat diri mereka menarik dari laki-laki, tetapi bersikap agak
pasif, menjaga keperewanan, tidak pernah memulai aktivitas seksual dan
melindungi diri dari hasrat seksual laki-laki yang tidak terkendali. Dalam
masyarakat tertentu, hal ini terjadi karena perempuan dianggap memiliki
dorongan seksual yang lebih rendah. Dalam masyarakat lain, cara perempuan
dikendalikan adalah berdasarkan pemikiran bahwa perempuan memiliki
dorongan seksual dan secara alami tidak dapat setia pada satu pasangan.
3. Kekuasaan dan Pengambilan Keputusan
Mempunyai akses ke dan kontrol yang lebih besar atas sumber daya
biasanya membuat laki-laki lebih berkuasa daripada perempuan dalam
kelompok sosial manapun. Hal ini dapat menjadi kekuasaan kekuatan fisik,
pengetahuan dan keterlampilan, kekayaan dan pendapatan, atau kekuasaan
untuk mengambil keputusan karena merekalah yang memegang otoritas.
Laki-laki kerap kali memiliki kekuasaan yang lebih besar dalam membuat
keputusan atas reproduksi dan seksualitas. Kekuasaan laki-laki dan kontrol
atas sumber daya dan keputusan diinstitusionalkan melalui undang-undang
dan kebijakan negara, serta melalui aturan dan peraturan institusi sosial yang
18
formal.
Hukum di berbagai negara di dunia memberi peluang kendali yang lebih
besar kepada laki-laki atas kekayaan dan hak dalam perkawinan, serta atas
anak-anak. Selama berabad-abad, lembaga keagamaan mengingkari hak
perempuan untuk menjadi lembaga keagamaan mengingkari hak perempuan
untuk menjadi pemimpin agama, dan sekolah sering kali bersikukuh bahwa
ayah si anak lah yang menjadi wali resmi, bukan sang ibu.
4. Akses ke dan kontrol atas Sumber Daya
Perempuan dan laki-laki mempunyai akses ke dan kontrol yang tidak setara
atas sumber daya. Ketidaksetaraan ini merugikan perempuan.
Ketidaksetaraan berbasis gender dalam hubungannya dengan akses ke dan
kontrol atas sumber daya terjadi dalam kelas sosial, ras, atau kasta. Tetapi,
perempuan dan laki-laki dari raskelas sosial tertentu dapat saja memiliki
kekuasaan yang lebih besar dari laki-laki yang berasal dari kelas sosial yang
rendah.
Akses adalah kemampuan memanfaatkan sumber daya.
Kontrol adalah kemampuan untuk mendefinisikan dan mengambil
keputusan tentang kegunaan sumber daya.
Contohnya, perempuan dapat memiliki akses ke pelayanan kesehatan,
tetapi tidak memiliki kendali atas pelayanan apa saja yang tersedia dan kapan
menggunakan pelayanan tersebut. Contoh lain yang lebih umum adalah
perempuan memiliki akses untuk memiliki pendapatan atau harta benda,
tetapi tidak mempunyai kendali atas bagaiman pendapatan tersebut
dihabiskan atau bagaiman harta tersebut digunakan.
Perempuan memiliki akses dan kendali yang kurang atas banyak jenis
sumber daya yang berbeda.
Sumber daya ekonomi
Pekerjaan, kredit, uang, makanan, keamanan sosial, asuransi kesehatan,
fasilitas perawatan anak, perumahan, fasilitas untuk melaksanakan tugas
sosial, transportasi, perlengkapan pelayanan kesehatan, teknologi dan
perkembangan ilmiah.
19
serviks; sementara itu hanya laki-laki yang dapat terkena kanker prostat. Kapasitas
perempuan untuk hamil dan melahirkan menunjukkan bahwa mereka memerlukan
pelayanan kesehatan reproduksi yang berbeda, baik dalam keadaan sakit maupun
sehat. Perempuan memerlukan kemampuan untuk mengendalikan fertilitas dan
melahirkan dengan selamat, sehingga akses terhadap pelayanan kesehatan
reproduksi yang berkualitas sepanjang siklus hidupnya sangat menentukan
kesejahteraan dirinya.
Kombinasi antara faktor jenis kelamin dan peran gender dalam kehidupan
sosial, ekonomi dan budaya seseorang dapat meningkatkan resiko terhadap
terjadinya beberapa penyakit, sementara di sisi lain memberikan perlindungan
terhadap penyakit lainnya. Perbedaan yang timbul dapat berupa keadaan sebagai
berikut:
1. Perjalanan penyakit pada laki-laki dan perempuan.
2. Sikap laki-laki dan perempuan dalam menghadapi suatu penyakit.
3. Sikap masyarakat terhadap laki-laki dan perempuan yang sakit.
4. Sikap laki-laki dan perempuan terhadap pengobatan dan akses pelayanan
kesehatan.
5. Sikap petugas kesehatan dalam memperlakukan laki-laki dan perempuan.
Sebagai contoh, respon terhadap epidemi HIV/AIDS dimulai dengan pemberian
fokus pada kelompok resiko tinggi, termasuk pekerja seks komersial. Laki-laki
menggunakan kondom. Laki-laki dianjurkan untuk menjauhi pekerja seks
komersial atau memakai kondom Secara bertahap, fokus beralih pada perilaku
resiko tinggi, yang kemudian menekankan pentingnya laki-laki menggunakan
kondom.
Hal ini menghindari isu gender dalam hubungan seksual, karena perempuan
tidak menggunakan kondom tetapi bernegosiasi untuk penggunaannya oleh laki-
laki. Dimensi gender tersebut tidak dibahas, sampai pada saat jumlah ibu rumah
tangga biasa yang tertular penyakit menjadi banyak.
Dewasa ini, kerapuhan perempuan untuk tertular HIV/AIDS dianggap sebagai
akibat dari ketidaktahuan dan kurangnya akses terhadap informasi.
Ketergantungan ekonomi dan hubungan seksual yang dilakukan atas dasar
22
pemaksaan.
Terjadinya tindak kekerasan pada umumnya berkaitan dengan gender. Secara
umum pelaku kekerasan biasanya laki-laki, yang merefleksikan keinginan untuk
menunjukkan maskulinitas, dominasi, serta memaksakan kekuasaan dan
kendalinya terhadap perempuan, seperti terlihat pada kekerasan dalam rumah
tangga (domestik). Karena itu kekerasan terhadap perempuan sering disebut
sebagai “kekerasan berbasis gender”.
miskin. Mereka tidah hanya rentan terhadap penyakit ini karena kehidupan dan
kondisi kerja mereka, tetapi mereka juga terpuruk dalam kemiskinan akibat
tuberculosis. Orang yang mengidap TB kehilangan 20 sampai 30 persen
pendapatan rumah tangga pertahun karena penyakit ini.
Situasi ini memerlukan tindakan yang cepat untuk meberantas epidemic ini.
Meneliti dimensu gender pada TB penting sekali untuk mengatasi hambatan yang
ditemukan dalam pencegahan yang efektif, cakupan dan tindakan untuk
membasmi tuberculosis.
Timbulnya tuberculosis dan prevalensinya lebih tingggi pada laki-laki dewasa.
Di berbagai tempat, tingkat timbulnya tuberculosis lebih tinggi pada laki-laki
disegala usia kecuali pada masa kanak-kanak, ketika mereka lebih tinggi dari
perempuan. Hasil penelitian menyatakan bahwa perbedaan jenis kelamin dalam
tingkat prevalensi mulai muncul pada usia 10 dan 16 tahun dan semakin tinggi
pada laki-laki daripada perempuan. Penyebab timbulnya dan prevalensi yang
tinggi pada laki-laki adalah minimalnya pemahaman dan penelitian lebih lanjut
untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang berhubungan.
Laporan tentang tingkat timbulnya TB boleh jadi di bawah gambaran
perempuan. Norma penyaringan yang standar dapat menyebabkan lebih banyak
perempuan yang mengidap TB tidak terdeteksi daripada laki-laki. Gejala yang
muncul pada perempuan tidak seperti pada laki-laki yaitu batuk, mengeluarkan
dahak, atau hasil tes yang positif pada mikroskopi dahak.
Tingkat pemberitahuan yang rendah boleh jadi merupakan konsekuensi dari
proporsi perempuan yang lebih kecil daripada laki-laki dalam kunjungan ke
fasilitas kesehatan dan pemberian contoh dahak untuk diperiksa.
Ada beberapa perbedaan seks dalam perkembangan dan akibat tuberculosis.
Sekali terinfeksi TB, perempuan di usia produktif lebih mudah jatuh sakit
daripada laki-laki dan juga meninggal karena TB tersebut. Pada perempuan hamil,
perbedaan ini belum terbukti.
Daya tahan tubuh orang muda yang terinfeksi HIV dan terkena tuberculosis
dapat melemah dan orang yang menderita HIV positif dan menderita tuberculosis
penyakitnya akan menjadi lebih aktif dibandingkan dengan orang terinfeksi TB
26
tetapi tidak mengidap HIV. Karena perempuan yang lebih muda lebih beresiko
terkena HIV daripada laki-laki di usia yang sama, dibeberapa bagian di Afrika
yang banyak ditemukan HIV, perempuan yang menderita TB lebih banyak
daripada laki-laki.
Tuberculosis yang diidap oleh perempuan hamil dapat mengakibatkan buruknya
kehamilan. Studi kasus di Meksiko dan India menyatakan bahwa TB paru-paru
pada ibu meningkatkan risiko kelahiran premature dan bayi yang lahir dengan
berat yang rendah menjadi dua kali lipat dan risiko kematian menjelang atau satu
bulan setelah kelahiran bayi meningkat antara tiga sampai enam kali lipat.
Perempuan hamil yang menderita tuberculosis paru-paru, tetapi terlambat di
diagnosa penyakit yang berkaitan dengan kandungan meningkat menjadi enam
kali lipat, menurut ulasan terakhir pada tuberculosis dan kehamilan. Ulasan
tersebut juga melaporkan risiko lain, yakni keguguran, toksemi dan komplikasi
pada proses persalinan.
NO KETIDAKSETARAAN KETIDAKSETARAAN
GENDER (PEREMPUAN) GENDER (LAKI-LAKI)
1 Rata-rata perempuan di pedesaan Laki-laki bekerja 20% lebih
bekerja 20% lebih lama daripada pendek.
laki-laki.
2 Perempuan mempunyai akses Laki-laki menikmati akses sumber
27
Kesetaraan gender dalam hak, yaitu adanya kesetaraan hak dalam peran
dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan dalam bidang kesehatan.
Kesetaraan hak dalam rumah tangga yaitu perempuan dan laki-laki
mempunyai hak yang sama dalam kesehatan, misalnya menentukan jumlah
anak, jenis persalinan, pemilihan alat kontrasepsi, dll.
Kesetaraan hak dalam ekonomi/keuangan yaitu perempuan dan laki-laki
mempunyai hak yang sama dalam memilih alat kontrasepsi.
Kesetaraan hak dalam masyarakat yaitu adanya budaya di beberapa daerah
yang mengharuskan masyarakat mengikuti budaya tersebut sehingga tidak
terjadi kesehatan yang responsif gender. Selain itu, perempuan dan laki-laki
mempunyai hak yang sama dalam berpolitik dan dalam pengambilan
keputusan.
Kesetaraan gender dalam sumber daya, yaitu adanya kewenangan dalam
28
berperan untuk member penyuluhan kepada pasangan suami istri bahwa tidak
hanya kaum wanita yang diharuskan memakai KB namun kaum laki-laki pun
perlu memakai KB bila ingin meminimalisir kehamilan dan persalinan.
Data terakhir, Indonesia masih menempati urutan tertinggi dengan Angka
Kematian Ibu (AKI) mencapai 307/100 ribu kelahiran dan Angka Kematian
Bayi (AKB) mencapai 45/1000 kelahiran hidup. Tak pelak lagi, perempuan
seringkali menghadapi hambatan untuk mendapatkan akses terhadap pelayanan
kesehatan. Hal itu disebabkan tiga hal, yakni jarak geografis, jarak sosial
budaya serta jarak ekonomi.
Perempuan biasanya tidak boleh bepergian jauh. Jadi kalau rumah sakit atau
puskesmas letaknya jauh, sulit juga perempuan mendapatkan pelayanan
kesehatan. Dalam masalah ini bidan desa atau bidan yang berada di daerah
terpencil sangat berperan penting untuk memberikan pelayanan kesehatan yang
layak kepada para wanita ataupun pria yang menduduki tempat terpencil.
Hambatan lainnya adalah jarak sosial budaya. Selama ini, ada keengganan
kaum ibu jika mendapatkan pelayanan kesehatan dari petugas kesehatan laki-
laki. Mereka, kaum ibu di pedesaan ini, lebih nyaman kalau melahirkan di
rumah dan ditemani mertua dan anak-anak. Akibatnya, apabila terjadi
perdarahan dalam proses persalinan, sulit sekali mendapatkan layanan dadurat
dengan segera. Bidan pun berperan dalam member penyuluhan tentang bahaya
melahirkan dirumah tanpa bantuan tenaga medis. Itu semua dilakukan untuk
meminimalisir Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angkan Kematian Bayi (AKB)
yang saat ini semakin berkembang setiap tahunnya.
Yang paling penting menjadi hambatan adalah masalah ekonomi. Banyak
keluarga yang kurang mampu, sehingga harus berpikir dua kali untuk menuju
rumah sakit atau rumah bersalin. Sebagai seorang bidan, jangan melihat klien
berdasarkan status ekonominya karena bidan berperan sebagai penolong bagi
semua kliennnya dan tidak membedakan status ekonominya.
Selain menimpa perempuan, bias gender juga bisa menimpa kaum pria. Di
bidang kesehatan, lebih banyak perempuan menerima program pelayanan dan
informasi kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi
33
dan anak ketimbang laki-laki. Hal itu bisa jadi ada kaitannya dengan stereotip
gender yang melabelkan urusan hamil, melahirkan, mengasuh anak dan
kesehatan pada umumnya sebagai urusan perempuan. Dari beberapa contoh
diatas memperlihatkan bagaimana norma dan nilai gender serta perilaku yang
berdampak negatif terhadap kesehatan.
Untuk itu, tugas bidan adalah meningkatkan kesadaran mengenai gender
dalam meurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini diharapkan agar pembaca mampu
mendapatkan ilmu pengetahuan tentang pengembanggan gender feminim
35
dan diharapkan para pembaca dapat mengambil manfaat dalam makalah ini
untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
36
DAFTAR PUSTAKA
Ebook- Menuru Menurut Bem (dalam Wathani 2009) konteks sosial politik