Anda di halaman 1dari 18

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemahaman Konsep


2.1.1 Definisi Pemahaman Konsep
Menurut Widodo (dalam Rahmawati, 2017:6), pemahaman adalah kemampuan
untuk mengkonstruksi makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang
dimiliki, mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki,
atau mengintegrasikan pengetahuan baru ke dalam skema yang telah ada dalam
pemikiran siswa. Sependapat dengan Anderson & Krathwohl (dalam Utami, 2016:
36), pengertian pemahaman adalah kemampuan untuk menangkap makna dalam
arti dari bahan yang dipelajari jadi dapat disimpulkan pemahaman merupakan
kemampuan siswa menerangkan sesuatu dengan kata-kata sendiri, mengenali,
menafsirkan, dan menarik kesimpulan dari informasi yang didapatkan. Pemahaman
menduduki posisi yang sangat penting dan strategis dalam aktivitas belajar, karena
merupakan rekonstruksi makna dari hubungan-hubungan, bukan hanya sekedar
proses asimilasi dari pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya (Mauke dkk,
2013). Pemahaman adalah suatu jenjang dalam ranah kognitif yang menunjukkan
kemampuan menjelaskan hubungan yang sederhana antara fakta-fakta dan konsep
(Arikunto, 2014:131).
Pada dasarnya konsep memiliki dua sifat yaitu nyata atau konkret, berwujud
serta abstrak. Konsep nyata mengandung aspek kebendaan dan kasatmata. Dua
pendapat yang hampir sama tentang konsep dikemukan oleh Kemp, dkk
sebagaimana dikutip oleh Amalia (2016: 11), bahwa konsep adalah “kategori atau
ragam yang menunjukkan kesamaan atau kemiripan gagasan, kejadian, objek atau
kebendaan”.
Konsep merupakan dasar pemahaman dari suatu materi pelajaran. Jika sebuah
konsep sudah dikuasai, maka tujuan pembelajaran dapat dikatakan tercapai.
Djamarah & Zain (2006) “konsep merupakan kondisi utama yang diperlukan untuk
menguasai kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya
berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari sekumpulan stimulus dan objek-objeknya”.
8

Rifa’i & Anni (2009: 100) “konsep adalah satuan arti yang mewakili
sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama”. Belajar konsep merupakan hasil
utama pendidikan. Konsep merupakan batu pembangun berpikir dan dasar bagi
proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip dan generalisasi.
Menurut Rosser sebagaimana dikutip oleh Dahar (2011: 63), “konsep adalah suatu
abstraksi yang mewakili satu kelas objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang
mempunyai atribut yang sama”.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman mengenai
konsep menjadi hal yang sangat penting dalam pembelajaran fisika untuk
mengantarkan dalam memahami suatu materi secara utuh. Pemahaman konsep
merupakan kemampuan seorang siswa untuk tidak sekedar mengingat namun dapat
merekonstruksi makna hubungan dari sekelompok fenomena untuk dapat
menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Pemahaman konsep adalah
kemampuan pengungkapan makna suatu konsep yang meliputi kemampuan
membedakan, menjelaskan, menguraikan lebih lanjut, dan mengubah konsep.
2.1.2 Indikator Pemahaman Konsep
Menurut Bloom dalam Ruseffendi (2006:220), pemahaman merupakan
salah satu aspek dari tujuan pendidikan di daerah kognitif. Secara hirarkis, aspek-
aspek itu jika diurutkan dari yang paling mudah (sederhana) kepada yang paling
sukar (kompleks) adalah pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension),
aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan eavaluasi
(evaluation). Ini merupakan taksonomi kognitif Bloom versi dasar atau awal yang
hanya terdiri dari satu dimensi, yaitu dimensi kognitif. Dimana selanjutnya oleh
Anderson dan Krathwohl direvisi menjadi dua dimensi kognitif (cognitive process)
dan dimensi pengetahuan (types of knowledge).
Dalam taksonomi Bloom revisi A Anderson dan Krathwohl, aspek pemahaman
tetap berada pada posisi kedua dimensi kognitif, berikut urutan kognitif berdasarkan
taksonomi Bloom hasil revisi :
1. Menghafal (remember), yang terdiri dari mengenali (recognizing) dan
mengingat (recalling).
2. Memahami (understand) yang terdiri dari menafsirkan (interpreting),
9

memberi contoh (exemplifying), mengklasifikasikan (classifying), meringkas


(summarizing), menarik inferensi (inferring), membandingkan (compairing)
dan menjelaskan (explaining).
3. Mengaplikasikan (apply) yang teridri dari menjalankan (executing) dan
mengimplementasikan (implementing).
4. Menganalisis (analyze) yang terdiri dari mengguraikan (differentiating),
mengorganisir (organizing) dan menemukan makna tersirat (attributing).
5. Mengevaluasi (evaluate), yang terdiri dari memeriksa (checking) dan
mengritik (critiquing).
6. Membuat (create), yang terdiri dari merumuskan (generating), merencanakan
(planning) dan memproduksi (producing).
Ruseffendi (2006) membedakan pemahaman menjadi tiga bagian,
diantaranya :
a. Pemahaman translasi (kemampuan mengartikan) adalah kemampuan dalam
memahami suatu gagasan yang dinyatakan dengan cara lain dari pernyataan asal
yang dikenal sebelumnya. Kemampuan mengartikan adalah mengalihkan dari
bahasa konsep ke dalam bahasa sendiri, atau mengalihkan dari abstrak ke suatu
model atau simbol yang dapat mempermudah orang mempelajarinya.
b. Pemahaman interpretasi (kemampuan menafsirkan) adalah kemampuan untuk
memahami bahan atau ide yang direkam, diubah, atau disusun dalam bentuk lain.
Misalnya dalam grafik, peta konsep, tabel, simbol, dan sebaliknya. Jika
kemampuan mengartikan mengandung pengertian mengubah bagian demi
bagian, kemampuan menafsirkan meliputi penyatuan terdahulu dengan bagian-
bagian yang diketahui berikutnya..
c. Pemahaman Ekstrapolasi (kemampuan memperhitungkan) adalah kemampuan
memperhitungkan dan menerangkan konsep perhitungan matematika untuk
menyelesaikan soal juga kemampuan untuk meramalkan kecenderungan yang
ada menurut data tertentu dengan mengutarakan konsekuensi dan implikasi yang
sejalan dengan kondisi yang digambarkan. Dengan demikian, bukan saja berati
mengetahui yang sifatnya mengingat saja, tetapi mampu mengungkapkan
kembali ke dalam bentuk lainnya yang mudah dimengerti, memberi interpetasi,
10

serta mampu mengaplikasikannya.


Dapat disimpulkan bahwa translasi adalah pengalihan dari bahasa konsep ke
dalam bahasa sendiri, atau pengalihan dari konsep abstrak ke suatu model atau
simbol yang dapat mempermudah orang untuk mempelajarinya. Interpretasi adalah
kemampuan untuk memahami bahan atau ide yang direkam, diubah, atau disusun
dalam bentuk lain. Misalnya dalam grafik, peta konsep, tabel, simbol, dan
sebaliknya. Sedangkan ekstrapolasi adalah kemampuan siswa jika diberikan
bermacam-macam data, siswa dapat memperhitungkannya dan mampu
mengungkapkan kembali ke dalam bentuk lainnya yang mudah dimengerti,
memberi interpetasi, serta mampu mengaplikasikannya.
Berdasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini instrumen tes pemahaman
konsep akan mengacu pada tiga indikator taksonomi asli Bloom yakni Translasi
(kemampuan menerjemahkan), Interpretasi (kemampuan menafsirkan), dan
Ekstrapolasi (kemampuan meramalkan).

2.2 Gaya Belajar


Cara merespon dan memakai perangsang-perangsang yang diperoleh siswa
ketika belajar dinamakan gaya belajar (Nasution, 2008: 93). Menurut Gunawan
(dalam Faisovi 2018 : 16), gaya belajar adalah cara-cara yang lebih kita sukai dalam
melakukan kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi. Pendapat
lain juga dikemukakan oleh Suparman (2010: 63), bahwa gaya belajar adalah
kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap, kemampuan mengatur dan
mengolah informasi. Secara umum, ada dua kategori utama tentang bagaimana
seseorang belajar, pertama, bagaimana seseorang menyerap informasi dengan
mudah (modalitas) dan kedua, bagaimana cara seseorang tersebut mengatur dan
mengolah informasi (dominan otak).
Rina Dunn, sebagaimana dikutip oleh DePoter (2001), telah menemukan
banyak variabel yang mempengaruhi cara belajar orang. Ini mencakup faktor-faktor
fisik, emosional, sosiologis, dan lingkungan. Sebagian orang, misalnya, dapat
belajar paling baik dengan cahaya yang terang, sedang sebagian yang lain dengan
11

pencahayaan yang suram. Ada orang yang belajar paling baik secara berkelompok,
sedang yang lain lagi memilih adanya figur otoriter seperti orangtua atau guru, yang
lain merasa bahwa bekerja sendirilah yang paling efektif bagi mereka. Sebagian
orang memerlukan musik sebagai latar belakang, sedang yang lain tidak dapat
berkonsentrasi kecuali dalam ruangan sepi. Ada orang-orang yang memerlukan
lingkungan kerja yang teratur dan rapi, tetapi yang lain lebih suka menggelar segala
sesuatunya supaya dapat terlihat.
Menurut (DePorter & Hernacki, 2008:112-113) gaya belajar dibagi menjadi 3
tipe berdasarkan cara menerima informasi yaitu gaya belajar dengan tipe visual,
gaya belajar dengan tipe auditorial, dan gaya belajar dengan tipe kinestetik. 3 tipe
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
2.2.1 Gaya belajar visual
Seseorang yang memiliki kecenderungan gaya belajar visual lebih senang
dengan melihat apa yang sedang ia pelajari. Menurut Subini (dalam Anggraeni &
Suyahya, 2016:72), gaya belajar visual adalah gaya belajar yang menjadikan mata
sebagai peranan penting, karena mengutamakan indera penglihatan. Artinya
informasi-informasi harus dibuktikan dengan diperlihatkan dulu secara langsung
kepada mereka agar dapat dipahami. Seseorang dengan tipe gaya belajar ini akan
lebih memahami informasi yang disajikan melalui data teks tulisan, gambar atau
simbol. Menurut DePorter & Hernacki (2008: 116), orang yang mengandalkan
visual dalam gaya belajarnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
a) Apa yang dilihat dapat diingat.
b) Tidak merasa terganggu jika ada keramaian.
c) Nada bicaranya cepat.
d) Menulis catatan pelajaran dengan rapi.
e) Teliti.
f) Sangat memperhatikan penampilan saat presentasi.
g) Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban yang singkat ya atau tidak.
h) Cara mengingatnya menggunakan asosiasi visual.
i) Bermasalah dalam mengingat perintah langsung kecuali jika ditulis, bahkan
sering minta bantuan orang lain untuk mengulanginya.
12

j) Lebih suka membaca daripada dibacakan.


k) Selama di ruang kelas seringkali mencoret-coret sesuatu yang tidak
mempunyai arti, ketika guru sedang menjelaskan materi.
l) Tidak pandai menggunakan kata-kata dalam menjawab pertanyaan, padahal
sebenarnya mengetahui apa yang hendak dikatakan.
2.2.2 Gaya belajar auditorial
Seseorang yang memiliki kecenderungan gaya belajar auditorial kemungkinan
akan belajar lebih baik dengan cara mendengarkan. Menurut Subini (dalam
Anggraeni & Suyahya, 2016:72), gaya belajar auditorial adalah gaya belajar yang
menjadikan telinga sebagai peranan penting, karena mengutamakan indera
pendengaran. Seseorang dengan tipe belajar ini akan belajar dengan baik ketika
mendengar sumber informasi yang mereka pelajari. Hal ini berarti bahwa langkah
awal dalam belajar siswa harus mendengar, baru kemudian bisa mengingat dan
memahami informasi yang diterima.
Menurut DePorter & Hernacki (2008: 117), orang yang mengandalkan
auditorial dalam gaya belajarnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
a) Lebih suka membaca daripada menulis.
b) Bekerja sambil berbicara.
c) Mendapatkan pengetahuan dengan cara mendengarkan, jadi jika ada
keramaian sangat terganggu.
d) Ketika membaca buku cenderung diucapkan atau hanya menggerakkan
bibir.
e) Berbicara dengan fasih.
f) Kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita.
g) Berbicara dengan irama yang berpola, tidak terlalu cepat.
h) Bermasalah dengan pekerjaan yang bersifat visualisasi, seperti memotong
bagian-bagian sehingga sesuai satu sama lain.
i) Cara belajarnya adalah dengan cara mendengarkan dan mengingat-ingat
yang telah didiskusikan.
j) Tidak suka mengerjakan tugas secara individu, lebih suka berkelompok.
13

k) Suka berdiskusi dan menjelaskan sesuatu dengan panjang lebar, karena


mereka suka berbicara.
2.2.3 Gaya belajar kinestetik
Seseorang yang memiliki kecenderungan gaya belajar belajar kinestetik akan
belajar lebih baik apabila terlibat secara fisik dalam kegiatan langsung. Menurut
Subini (dalam Anggraeni & Suyahya, 2016:72), gaya belajar kinestetik adalah gaya
belajar yang menjadikan gerakan-gerakan fisik sebagai peran penting. Gaya belajar
ini mengharuskan seseorang untuk melakukan gerakan menyentuh dan mencari
pengalaman. Mereka akan belajar apabila mereka mendapat kesempatan untuk
terlibat secara langsung, bergerak, mencoba, mempraktekan, dan mengalami
sendiri untuk memperoleh informasi yang sedang dipelajari.
Menurut DePorter & Hernacki (2008:117-118), ciri-ciri orang yang
mempunyai gaya belajar secara kinestetik sebagai berikut.
a) Ketika membaca menggunakan jari untuk menunjuk tulisan.
b) Berbicara pelan.
c) Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah
berada di tempat itu.
d) Ketika berbincang-bincang lebih memilih untuk berdiri dan berdekatan
dengan orang.
e) Banyak bergerak karena selalu mengarah pada fisik.
f) Tidak dapat hanya duduk diam dalam waktu yang lama.
g) Belajar dengan melakukan praktek.
h) Menghafal dengan cara melihat dan berjalan.
i) Lebih sering menggunakan isyarat tubuh.
j) Lebih suka belajar menggunakan alat peraga atau media pembelajaran.
k) Menyukai buku yang berorientasi pada plot dengan mencerminkan aksi
dengan gerakan tubuh saat membaca.
l) Mempunyai keinginan melakukan segala hal.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya belajar
adalah kecenderungan seseorang dalam menyerap dan mengolah sebuah
informasi yang sedang dia pelajari. Gaya belajar terbagi menjadi 3 tipe, yaitu
14

visual, auditorial, dan kinestetik. Seseorang dengan tipe gaya belajar visual
lebih menekankan pada indera penglihatan, sedangkan seseorang dengan tipe
gaya belajar auditorial lebih menekankan pada indera pendengaran, dan
seseorang dengan tipe gaya belajar kinestetik lebih menekankan pada gerakan
atau sentuhan. Pada penelitian ini akan menggunakan ketiga jenis gaya
belajar tersebut, yakni gaya belajar visual, gaya belajar auditorial, dan gaya
belajar kinestetik. Setelah dikelompokkan menurut gaya belajar, maka akan
dilakukan tes kemampuan berpikir kritis.

2.3 Materi Rangkaian Arus Searah


Rangkaian Arus Searah atau yang biasa disebut dengan direct-current (DC)
merupakan rangkaian listrik dengan arus listriknya yang mengalir pada suatu
hantaran yang tegangannya berpotensial tetap atau tidak berubah terhadap waktu.
Listrik arus searah merupakan listrik yang dapat dihasilkan dari sumber- sumber
susunan material alam. Elemen dari rangkaian arus searah ini meliputi baterai,
hambatan, dan kawat penghantar. Dalam rangkaian listrik arus searah ini akan
membahas mengenai arus listrik, Hukum Ohm: Hambatan dan Resistor, rangkaian
listrik sederhana, serta energi dan daya listrik.
2.3.1 Arus Listrik
Arus listrik terjadi karena adanya media penghantar antara dua titik yang
mempunyai beda potensial. Sebuah benda dikatakan bermuatan listrik jika benda
tersebut kelebihan atau kekurangan elektron. Benda yang kelebihan elektron akan
bermuatan negatif sedangkan benda yang kekurangan elektron akan bermuatan
positif. Lebih tepat lagi, arus listrik pada kawat didefinisikan sebagai jumlah total
muatan yang melewatinya per satuan waktu pada suatu titik. Dengan demikian, arus
rata-rata I didefinikan sebagai:
∆𝑄
𝐼= (2.1)
∆𝑡

Dimana ∆𝑄 adalah jumlah muatan yang melewati konduktor pada suatu


lokasi selama jangka waktu ∆𝑡. Arus listrik diukur dalam Coloumb per detik, satuan
ini diberi nama khusus, ampere (disingkat amp atau A), dari nama fisikawan Prancis
15

Andre Ampere (1775-1836) (Giancoli, 2001: 65).


2.3.2 Hukum Ohm: Hambatan Dan Resistor
Untuk menghasilkan arus listrik pada rangkaian, dibutuhkan beda potensial.
Salah satu cara untuk menghasilkan beda potensial ialah dengan baterai. George
Simon Ohm (1787-1854) menentukan dengan eksperimen bahwa arus pada kawat
logam sebanding dengan beda potensial V yang diberikan ke ujung- ujungnya:
𝐼∞𝑉
Sebagai contoh, jika kita menghubungkan kawat ke baterai 6V, aliran arus akan dua
kali lipat dibandingkan jika dihubungkan ke baterai 3V. Sama seperti penambahan
ketinggian menyebabkan aliran air yang lebih besar, demikian pula beda potensial
listrik yang lebih besar atau tegangan menyebabkan aliran arus listrik menjadi lebih
besar. Tepatnya berapa besar aliran arus pada kawat tidak hanya bergantung pada
tegangan, tetapi juga pada hambatan yang diberikan kawat terhadap aliran elektron.
Dengan cara yang sama, elektron-elektron diperlambat karena adanya interaksi
dengan atom-atom kawat. Makin tinggi hambatan ini, makin kecil arus untuk suatu
tegangan V. Kita kemudian mendefinisikan hambatan sehingga arus berbanding
terbalik dengan hambatan. Ketika kita gabungkan hal ini dan kesebandingan diatas,
kita dapatkan:
𝑉
𝐼=𝑅 (2.2)

Dimana R adalah hambatan kawat atau suatu alat lainnya, V adalah beda potensial
yang melintasi alat tersebut, dan I adalah arus yang mengalir padanya. Hubungan
ini sering dituliskan dan dikenal sebagai Hukum Ohm:
𝑉 = 𝐼𝑅

Semua alat listrik, dari pemanas sampai bola lampu hingga amplifier stereo,
memberikan hambatan terhadap aliran arus. Umumnya, kawat penghubung
memiliki hambatan yang sangat kecil dibandingkan dengan hambatan filamen atau
kumparan kawat. Kebanyakan rangkaian, terutama pada alat-alat elektronik,
resistor digunakan untuk mengendalikan besar arus (Giancoli, 2001: 67-69).
16

a. Hambatan Jenis

Kawat penghantar yang dipakai pada kawat listrik pasti mempunyai


hambatan, meskipun nilainya kecil. Berdasarkan eksperimen, Ohm juga
merumuskan bahwa hambatan R kawat logam berbanding lurus dengan l,
berbanding tebalik dengan luas penampang lintang kawat A, dan bergantung pada
jenis bahan tersebut. “Besar hambatan suatu jenis kawat dalam setiap satu satuan
panjang dan satuan penampang kawat adalah hambatan jenis (ρ)”. Secara
matematis dapat ditulis sebagai berikut:
𝐼
𝑅 = 𝜌𝐴 (2.3)

Keterangan: R : hambatan kawat (Ω)


l : panjang kawat (m)

A : luas penampang kawat (m2)

ρ : hambatan jenis kawat (Ω.m)


(Kamajaya, 2016:11).

Penampang seutas kawat pada umunya berbentuk lingkaran sehingga luas


1
penampang kawat dapat ditulis 𝐴 = 4 𝜋𝑑 2 , (d = diameter kawat). Dengan

menggunakan nilai tersebut, hambatan kawat dapat dinyatakan dengan persamaan


berikut:

𝐼 4𝐼
𝑅 = 𝜌1 = 𝜌 𝜋𝑑2 (2.4)
𝜋𝑑2
4

Jika ada dua kawat yang terbuat dari bahan yang sama atau hambatan jenisnya
sama, maka perbandingan hambatan kedua kawat dapat ditulis sebagai berikut:

𝐼 𝐼
𝑅1 : 𝑅2 = 𝑑12 = 𝑑22 (2.5)
1 2

(Kamajaya, 2016:11).

Berdasarkan kemampuannya dalam menghantarkan arus listrik, bahan- bahan


atau zat dapat digolongkan sebagai konduktor, isolator, dan semikonduktor.
17

2.3.3 Rangkaian Listrik


Rangkaian listrik yang bercabang-cabang banyak ditemukan dalam rangkaian
listrik. Gustav Kirchoff (1824-1887), ada dua aturan untuk dapat menghitung
besarnya arus yang mengalir pada setiap cabang yang dihasilkan oleh suatu sumber
arus listrik. Dua prinsip paling penting dalam arus searah yakni melibatkan arus
masuk dan arus keluar dari rangkaian, dan jumlah dari tegangan disekitas rangkaian
tertutup. Aturan ini sering disebut Hukum I Kirchoff dan Hukum II Kirchoff.
Mereka juga dikenal sebagai Hukum Arus Kirchoff dan Hukum Tegangan Kirchoff
(Gibilisco, 2005: 64). Hukum Kirchoff dapat digunakan untuk menganalisis
rangkaian yang komplek tersebut, yaitu:
a. Jumlah arus yang masuk pada suatu titik cabang harus sama dengan jumlah
arus yang meninggalkannya.
b. Jumlah beda potensial yang melintasi seluruh elemen dalam suatu loop harus
nol (Soeharto, 1992: 126).
1) Hukum I Kirchoff
Hukum I Kirchoff menyatakan bahwa jumlah arus yang masuk pada
sebuah titik cabang sama dengan jumlah arus yang keluar dari titik cabang
tersebut. Secara matematis dapat ditulis :
∑ 𝐼𝑖𝑛 = ∑ 𝐼𝑜𝑢𝑡 (2.6)

(Soeharto, 1992: 152).

Gambar 2.1 menunjukkan bahwa arus yang masuk melalui titik cabang P
adalah I1 dan I2, sedangkan arus yang keluar dari titik cabang P adalah I3, I4, I5
sehingga :

∑ 𝐼𝑖𝑛 = ∑ 𝐼𝑜𝑢𝑡

𝐼1 + 𝐼2 = 𝐼3 + 𝐼4 + 𝐼5

atau

𝐼1 + 𝐼2 − 𝐼3 − 𝐼4 − 𝐼5 = 0
18

Gambar 2.1 Contoh Percabangan Arus Listrik

Kebenaran Hukum I Kirchoff dapat dibuktikan melalui konsep hukum


kekekalan muatan listrik. Kuat arus listrik adalah muatan listrik yang mengalir per
satuan waktu. Seandainya jumlah muatan listrik per satuan waktu yang masuk
melalui titik P lebih besar daripada jumlah muatan persatuan waktu yang keluar,
berarti titik P akan kelebihan muatan. Pada kenyataanya, seluruh sistem dalam
keadaan netral. Hal tersebut menunjukkan bahwa muatan listrik per satuan waktu
yang masuk dan keluar titik P adalah sama.

2) Hukum II Kirchoff
Dasar dari Hukum II Kirchoff adalah hukum kekekalan energi yang artinya
muatan yang bergerak mengelilingi suatu loop (berangkat dan berakhir pada titik
yang sama), harus memperoleh energi yang sama besar dengan energi yang hilang.
Hukum II Kirchoff menyatakan bahwa jumlah aljabar dari ggl (gaya gerak listrik)
sumber tegangan dan beda potensial dalam sebuah rangkaian tertutup (loop) sama
dengan nol. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
∑𝜀 = ∑𝑉 (2.8)
dengan V adalah beda potensial antara dua titik dan ε adalah ggl sumber, seperti ggl
dari baterai.
19

Gambar 2. 2 Rangkaian Tertutup

Lebih jelasnya perhatikan sebuah rangkaian tertutup sederhana pada gambar 2.2.
sebuah rangkaian tertutup (a-b-c-d-a) ysng terdiri atas sebuah sumber tegangan 𝜀,
dengan hambatan dalam r dan sebuah hambatan luar R. Berdasarkan Hukum II
Kirchoff, pada rangkaian tersebut berlaku:

−𝜀 + 𝐼𝑟 + 𝐼𝑅 = 0

𝐼 (𝑟 + 𝑅 = 𝜀 )

𝜀
𝐼 = 𝑟+𝑅 (2.9)

𝜀
Persamaan 𝐼 = 𝑟+𝑅 dapat digunakan untuk menghitung kuat arus listrik dalam

suatu rangkaian tertutup, jika 𝜀, r, dan R pada rangkaian tertutup tersebut diketahui.
Dapat juga ditulis menjadi 𝐼𝑅 = 𝜀 − 𝐼𝑟 dengan 𝐼𝑅 adalah 𝑉𝐶𝐷 𝑦𝑎𝑖𝑡𝑢 𝑏𝑒𝑑𝑎
potensial antara titik c dan d, dan (𝜀 − 𝐼𝑟) adalah 𝑉𝐵𝐴 yaitu beda potensial antara
titik b dan a. Dengan demikian, 𝑉𝐶𝐷 = 𝑉𝐵𝐴 dan disebut tegangan jepit yaitu
tegangan ujung-ujung baaterai pada saat ada arus listrik.
3) Rangkaian Hambatan Listrik
Dua atau lebih resistor sering dirangkai atau dihubungkan secara seri, paralel,
dan gabungan seri paralel. Rangkaian beberapa resistor tersebut dapat diganti
dengan sebuah resistor yang sama nilainya. Besar tahanan resistor pengganti
tersebut dinamakan tahanan ekivalen atau tahanan pengganti.
20

a. Rangkaian Seri

Tiga resistor dengan tahanan R1, R2, dan R3 yang dihubungkan sebagai
rangkaian seri. Tiap muatan yang melalui R1 akan melalui R2 dan R3, sehingga arus
i yang melalui R1, R2, dan R3 haruslah sama karena muatan tak dapat berubah
jumlahnya.

Gambar 2. 3 Tiga Resistor Terhubung Secara Seri Diantara Titik A Dan B

Rangkaian ketiga resistor tersebut akan diganti dengan suatu resistor tanpa
mengubah keadaan (baik arus maupun tegangan). Pada gambar 2.3 terlihat bahwa:

𝑉𝑎𝑏 = 𝑉𝑎𝑥 + 𝑉𝑥𝑦 + 𝑉𝑦𝑏 (2.11)

Arus yang melalui R1, R2, dan R3 sama, yaitu i, sedangkan Vax = iR1, Vxy = iR2,
dan Vyb = iR3 sehingga persamaan 2.11 menjadi :

𝑉𝑎𝑏 = 𝑖(𝑅1 + 𝑅2 + 𝑅3 ) (2.12)

Jika besarnya tahanan ekivalen dinyatakan dengan Rek , maka:

𝑉𝑎𝑏 = 𝑖𝑅𝑒𝑘 (2.13)

Dari persamaan 2.12 dan persamaan 2.13 diperoleh:

𝑅𝑒𝑘 = 𝑅1 + 𝑅2 + 𝑅3 (2.14)

Dari persamaan 2.14 terlihat bahwa besar tahanan ekivalen suatu rangkaian seri
selalu lebih besar daripada tahanan masing-masing yang terhubung seri.

Secara umum, jika terdapat n resistor yang terhubung seri, dengan cara yang sama,
tahanan ekivalennya adalah:

𝑅𝑒𝑘 = 𝑅1 + 𝑅2 … . . +𝑅𝑛 (2.15)


(Soeharto, 1992: 145-146).
21

b. Rangkaian Paralel
Pada gambar 2.4, tiga resistor R1, R2, dan R3 dihubungkan paralel. Arus yang
melalui tiap resistor dalam rangkaian tersebut, pada umumnya berbeda, tetapi beda
potensial pada ujung-ujung haruslah sama.

Gambar 2.4 Tiga Resistor Terhubung Secara Paralel Diantara Titik A Dan B

Jika arus yang melalui masing-masing resistor dinyatakan dengan i1, i2, dan
i3, maka:

𝑉𝑎𝑏 𝑉𝑎𝑏 𝑉𝑎𝑏


𝑖1 = , 𝑖2 = , dan 𝑖3 =
𝑅1 𝑅2 𝑅3

Ketiga arus tersebut berasal dari arus yang masuk ke titik a, sehingga:

𝑖 = 𝑖1 + 𝑖2 + 𝑖3 (2.16)

atau

𝑉𝑎𝑏 𝑉𝑎𝑏 𝑉𝑎𝑏


𝑖= + +
𝑅1 𝑅2 𝑅3

𝑖 1 1 1
= + +
𝑉𝑎𝑏 𝑅1 𝑅2 𝑅3

𝑖 1
=
𝑉𝑎𝑏 𝑅𝑒𝑘
22

Sehingga

1 1 1 1
=𝑅 +𝑅 +𝑅 (2.17)
𝑅𝑒𝑘 1 2 3

Dari persamaan 2.17 dapat disimpulkan bahwa tahanan ekivalen rangkaian


resistor yang dihubungkan paralel selalu lebih kecil daripada masing-masing
tahanan resistor yang terhubung paralel tersebut.

Secara umum, jika terdapat n resistor terhubung paralel, tahanan ekivalen


rangkaian dapat ditentukan dengan rumus
1 1 1 1
= 𝑅 + 𝑅 …..+𝑅 (2.18)
𝑅𝑒𝑘 1 2 𝑛

Khusus untuk dua resistor yang dihubungkan paralel:


1 1 1 𝑅1 +𝑅2
= + =
𝑅𝑒𝑘 𝑅1 𝑅2 𝑅1 𝑅2

𝑅 𝑅
𝑅𝑒𝑘 = 𝑅 1+𝑅2 (2.19)
1 2

Karena 𝑉𝑎𝑏 = 𝑖1 𝑅1 = 𝑖2 𝑅2 , maka:


𝑖1 𝑅
= 𝑅2 (2.20)
𝑖2 1

(Soeharto, 1992: 146-148).

c. Rangkaian Gabungan Seri Paralel

Gambar 2.5 Rangkaian Resistor Yang Terpasang Secara Seri Dan Paralel
23

Pada gambar 2.5 tampak bahwa R1 dan R2 terhubung paralel dan R3 dan R4
terhubung secara seri.

2.3.4 Energi dan Daya Listrik

Energi listrik diubah menjadi energi panas atau cahaya pada alat-alat seperti
itu karena arus biasanya agar besar, dan ada banyak tumbukan antara elektron yang
bergerak dan atom pada kawat. Pada setiap tumbukan, sebagian energi elektron
ditransfer ke atom yang ditumbuknya. Sebagai akibatnya, energi kinetik atom
bertambah dan dengan demikian temperatur elemen kawat bertambah. Energi panas
yang bertambah ini dapat ditransfer sebagai kalor dengan konduksi dan konveksi
ke udara pada pemanas atau ke makanan pada wajan, dengan radiasi ke roti pada
pemanggang, atau diradiasikan sebagai cahaya (Giancoli, 2001: 74).
Untuk mencari daya yang diubah oleh peralatan listrik mengingatkan bahwa
energi yang diubah bila muatan Q bergerak melintasi beda potensial sebesar V
adalah QV. Maka daya P, yang merupakan kecepatan perubahan energi, adalah

𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑢𝑏𝑎ℎ 𝑄𝑉


𝑃 = 𝑑𝑎𝑦𝑎 = =
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡

Muatan yang mengalir per detik, Q/t, merupakan arus listrik, I. Dengan
demikian kita dapatkan

𝑃 = 𝐼𝑉 (2.21)

Hubungan umum ini menghasilkan daya yang diubah oleh suatu perangkat,
dimana I adalah arus yang melewatinya dan V adalah beda potensial yang
melintasinya. Rumus ini juga menyatakan daya yang diberikan oleh sebuah sumber
seperti baterai. Satuan SI daya listrik untuk semua jenis daya lainnya, yaitu waat (1
W = 1 J/det).
Kecepatan perubahan energi pada hambatan R dapat dituliskan, dengan
menggunakan Hukum Ohm (V=IR), dalam dua cara:
𝑃 = 𝐼𝑉

= 𝐼 (𝐼𝑅) = 𝐼 2 𝑅
24

𝑉 𝑉2
= (𝑅 ) 𝑉 = (2.22)
𝑅

(Giancoli, 2001: 74).

Anda mungkin juga menyukai