Referat THT-KL Farah Syifa K-1
Referat THT-KL Farah Syifa K-1
FRAKTUR NASAL
OLEH:
Farah Syifa Khumaira
105101101220
PEMBIMBING:
Dr. dr. Nani I. Djufri,, Sp.THT-KL (K),FICS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2022
LEMBAR PENGESAHAN
ii
KATA PENGANTAR
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Anatomi .............................................................................................................. 2
Fisiologi .............................................................................................................. 7
Definisi .............................................................................................................. 9
Epidemiologi ...................................................................................................... 9
Etiologi ............................................................................................................... 9
Patofisiologi ....................................................................................................... 10
Klasifikasi........................................................................................................... 11
Diagnosis ........................................................................................................... 14
Diagnosis Banding............................................................................................. 18
Tatalaksana ....................................................................................................... 18
Komplikasi ........................................................................................................ 22
Prognosis .......................................................................................................... 23
iv
BAB 1 PENDAHULUAN
Fraktur hidung adalah salah satu fraktur wajah yang paling umum pada
populasi orang dewasa dan telah dilaporkan menjadi yang ketiga fraktur tubuh
yang paling umum setelah klavikula dan pergelangan tangan. Itu etiologi
bervariasi tetapi sebagian besar karena jatuh, perkelahian dan kendaraan bermotor
tabrakan. Insiden puncak adalah antara usia 15 hingga 25 tahun tahun. Di Inggris
Raya, kejadiannya terus meningkat meningkat, terutama pada wanita dan mungkin
sebagian dikaitkan dengan peningkatan budaya 'ladette'.1
Fraktur tulang hidung sangat umum terjadi pada trauma berupa fraktur
sederhana, tetapi komunitif dan dapat disertai dengan luka terbuka pada kulit luar
hidung. Hidung merupakan unsur estetika wajah karena terletak pada pusat wajah
dan menonjol pada bidang sagital wajah serta sedikit mengandung tulang.2
Akibatnya hidung menjadi struktur wajah yang paling lemah dan paling rentan
terhadap cedera karena proyeksi, menonjol, dan sifat tipis tulang hidung. Fraktur
ini paling sering terjadi pada laki-laki dalam dekade ke-2 dan ke-3 kehidupan
mereka, tetapi mereka juga merupakan 30% dari fraktur wajah pediatrik.3
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Hidung4
Hidung Luar
Menonjol pada garis tengah di antara pipi dengan bibir atas; struktur hidung luar
dapat dibedakan atas tiga bagian: yang paling atas, kubah tulang, yang tak dapat
digerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan;
dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan. Belahan
bawah apertura piriformis hanya kerangka tulangnya saja, memisahkan hidung luar
dengan hidung dalam. Di sebelah superior, struktur tulang hidung luar berupa
prosesus maksila yang berjalan ke atas dan kedua tulang hidung, semuanya disokong
oleh prosesus nasalis tulang frontalis clan suatu bagian lamina perpendikularis
lulang etmoidalis. Spina nasalis anterior merupakan bagian dari prosesus maksilaris
medial embrio yang meliputi premaksila anterior, dapat pula dianggap sebagai
bagian dari hidung luar. Bagian berikutnya, yaitu kubah kartilago yang sedikit dapat
digerakkan, dibcntuk oleh kartilago lateralis superior yang saling berfusi di garis
tengah serta bcrfusi pula dengan tepi alas kartilago septum kuadrangularis. Sepertiga
bawah hidung luar atau lobulus hidung, dipertahankan bentuknya oleh kartilago
lateralis inferior. Lobulus menutup vestibulum nasi dan dibatasi di sebelah medial
oleh kolumela, di lateral oleh ala nasi, dan anterosuperior oleh ujung hidung.
Mobilitas lobulus hidung penting untuk ekspresi wajah, gerakan mengendus, dan
bersin. Otot ekspresi wąjah yang terletak subkutan di atas tulang hidung, pipi
anterior, dan bibir atas menjamin mobilitas lobulus. Jaringan ikat subkutan dan kulit
juga ikut menyokong hidung luar. Jaringan lunak di antara hidung luar dan dalam
dibatasi di sebelah inferior oleh krista piriformis dengan kulit penutupnya, di medial
oleh septum nasi, dan tepi bawah kartilago lateralis superior sebagai batas superior
dan lateral. Struktur tcrsempit dari seluruh saluran pernapasan atas adalah apa yang
disebut sebagai limen nasi atau os internum oleh ahli anatomi, atau sebagai katup
hidung Mink oleh ahli faal. Istilah ”katup" dianggap tepat karena struktur ini
bergerak bersama, dan ikut mengatur pernapasan.
2
Gambar 1. Bagian Luar Hidung.4
Hidung Dalam
3
Ujung-ujung saraf olfaktorius menempati daerah kecil pada bagian medial dan
lateral dinding hidung dalam dan ke atas hingga kubah hidung. Deformitas struktur
demikian pula penebalan atau edema mukosa berlebihan dapat menccgah aliran
udara untuk mcncapai daerah olfaktorius, dan, dengan demikian dapat sangat
mengganggu penghiduan.
Bagian tulang dari septum terdiri dari kartilago septum (kuadrangularis) di
sebelah anterior, lamina perpendikularis tulang etmoidalis di sebelah alas, vomcr
dan rostrum sfenoid di posterior dan suatu krista di sebclah bawah, terdiri dari krista
maksial dan krista palatina (Gambar 4). Krista dan tonjolan yang terkadang perlu
diangkat, tidak jarang ditemukan. Pembengkokan septum yang dapat terjadi karena
faktor-faktor pertumbuhan ataupun trauma dapat sedemikian hcbatnya schingga
mengganggu aliran udara dan perlu dikoreksi secara bedah. Konka di dekatnya
umumnya dapat mengkompensasi kelainan septum (bila tidak terlalu berat), dengan
memperbesar ukurannya pada Sisi yang konkaf dan mengecil pada Sisi lainnya,
sedemikian rupa agar dapat mempertahankan lebar rongga udara yang optimum.
Jadi, meskipun septum nasi aliran udara masih akan ada dan masih normal. Daerah
jaringan erektil pada kedua Sisi septum berfungsi mengatur ketebalan dalam
berbagai kondisi atmosfer yang berbeda.
4
Gambar 3. Dinding lateral diperhatikan tanpa konka. Muara sinus paranasalis,
demikian pula ductus lakrimalis dapat lihat membuka pada meatus yang bersesuaian.4
Suplai Darah
Gambar 6.Suplai darah septum nasi. Disamping pembuluh darah yang menyuplai
dinding lateral hidung, cabang-cabang arteri labialis superior dan arteri palatina juga
mencapai septum. Pleksus Kiesselbach merupakan daerah yang sangat umum mengalami
epistaksis.4
6
Suplai Saraf
Yang terlibat langsung adalah saraf kranial pertama untuk penghiduan, divisi
oftalmikus dan maksilaris dari saraf trigeminus untuk impuls aferen sensorik lainnya,
saraf fasialis untuk gerakan otot-otot pcrnapasan pada hidung luar, dan sistem saraf
otonom. Yang terakhir ini terutama melalui ganglion sfenopalatina, guna mengontrol
diameter Vena dan arteri hidung, dan juga produksi mukus, dengan demikian dapat
mcngubah pengaturan hantaran, suhu dan kelembaban aliran udara.
Gambar 7 . Suplai saraf hidung. Penghiduan diperantarai oleh saraf olfaktorius yang
terletak tinggi pada kubah hidung. Kontrol otonom dari fisiologi hidung terutama
lewat serabut simpatis dan parasimpatis yang mencapai hidung melalui ganglion
sfenopalatinum. Sensai dihantarkan oleh cabang etmoidalis dari divisi oftalmikus
serta divisi maksilaris dari saraf kranial kelima.4
B. Fisiologi Penghidu5
Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi
fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah :
a) Fungsi respirasi : untuk mengatur kondisi udara (air conditioning), penyaring
udara, humidifikasi dan penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan
7
mekanisme imunologik lokal. Udara inspirasi masuk ke hidung menuju
system respirasi melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media
dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring. Aliran udara di hidung ini
berbentuk lengkungan atau arkus. Udara yang dihirup akan mengalami
humidifikasi oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh
uap air sehingga terjadi sedikit penguapan udara inspirasi oleh palut lendir
sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya. Suhu udara yang
melalui hidung diatur sehingga berkisar 37 derajat Celcius. Fungsi pengatur
suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan
adanya permukaan konka dan septum yang luas. Partikel debu, virus, bakteri
dan jamur yang terhirup bersama udara akan disaring di hidung oleh rambut
(vibrissae) pada vestibulum nasi, silia dan palut lendir.
b) Fungsi penghidu : organ penghidu yang sejati terdapat dibagian atas septum
nasi dan dinding lateral hidung pada setiap sisi. Mukosa penghidu tersebut
memiliki sel reseptor yang aksonnya membentuk fila olfaktoria yang menuju
ke pusat penghidu di sistem saraf pusat. Sel-sel sensorik tersebut menangkap
sensasi penghidu dan bergantung pada pasokan udara. Bila terdapat sumbatan,
fungsi organ penghidu juga sangat terhambat yang secara klinis biasanya juga
menimbulkan gangguan pengecapan.
c) Fungsi fonetik : bentuk dan fungsi hidung membentuk karakteristik setiap
orang. Hidung termasuk dalam komponen kaku saluran yang membentuk
suara dan artikulasi. Bila hidung tersumbat, banyak sekret dan gangguan
lainnya, kualitas suara akan berubah dan suara menjadi sengau
d) Refleks nasal : mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan
dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Iritasi mukosa hidung
akan menyebabkan refleks bersin dan nafas berhenti. Rangsang bau tertentu
akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.
e) Fungsi statik dan mekanik : untuk meringankan beban kepala dan proteksi
terhadap trauma dan pelindung panas. Terekam dengan elektroda di daerah
8
foramen rotundum atau di daerah saraf auditori, memiliki frekuensi tinggi dan
onset yang cepat.
C. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya. Fraktur hidung adalah setiap retakan atau patah yang terjadi pada
bagian tulang. Fraktur hidung merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh
trauma pada wajah, ditandai dengan patahnya tulang hidung baik sederhana maupun
komunitif dan sering menyebabkan sumbatan hidung.4
Fraktur adalah suatu diskontinuitas susunan tulang yang disebabkan oleh
trauma atau keadaan patologis. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.13
D. Epidemiologi
Fraktur hidung menduduki peringkat ketiga tersering dalam semua insiden
fraktur. Diperkirakan rata-rata sebesar 51-200 fraktur nasal per tahun terjadi di
Amerika. Namun angka ini dapat jauh lebih besar karena banyak penderita tidak
datang untuk berobat atau kasusnya tidak dilaporkan. Insiden di Amerika Serikat
sekitar 39-45% pada fraktur wajah. Insidens fraktur nasal sangat tinggi, dan
meningkat seiring bertambahnya usia. Jarang terjadi pada anak usia kurang dari 5
tahun. Kasus yang dilaporkan pada dewasa sekitar 39-45% sedangkan pada remaja
sekitar 45%. Insidens fraktur nasal pada pria 2-3 kali lebih banyak dibandingkan
pada wanita. Puncak insidens fraktur nasal terjadi pada usia dekade kedua sampai
tiga. Prevalensi laki-laki dua kali lebih banyak dibanding perempuan.6
E. Etiologi
Fraktur tulang hidung adalah jenis fraktur wajah yang paling umum, mewakili
40% hingga 50% kasus. Pada laki-laki dikaitkan dengan trauma dan lebih umum
terjadi pada usia 12-25 tahun sedangkan pada perempuan yang sering terjadi
kecelakaan pribadi akibat jatuh pada pasien diatas usia 60 tahun. Insiden meningkat
pada umur 15-30 tahun disebabkan oleh perkelahian 34%, kecelakaan lalu lintas
28% atau cedera akibat olahraga 23%. Fraktur hidung paling sering dikaitkan
dengan pertengkaran fisik, jatuh, cedera olahraga, dan kecelakaan kendaraan
9
bermotor. Trauma tulang hidung dapat muncul sebagai cedera yang terisolasi atau
terjadi dalam kombinasi dengan cedera jaringan lunak dan tulang wajah lainnya.
Fraktur hidung dua kali lebih sering terjadi pada pria daripada Wanita. Kasus fraktur
nasal pada anak disebabkan karena terjatuh saat bermain atau kasus penyiksaan
anak.
F. Patofisiologi2
Tipe dan berat-ringannya fraktur nasal tergantung pada kekuatan, arah, jenis
dan mekanisme trauma. Objek yang kecil dengan kecepatan tinggi akan
menimbulkan kerusakan yang hebat dibandingkan dengan objek besar tapi
kecepatan rendah. Mekanisme terjadinya fraktur nasal harus dipahami dengan benar
agar penatalaksaannya dapat dilakukan dengan tepat. Pada penderita dewasa muda
cenderung lebih mudah terjadi dislokasi, pada orang tua cenderung terjadi fraktur
komunitif sedangkan pada anak umumnya terjadi terjadi fraktur greenstick. Hal ini
disebabkan karena tulang hidung anak masih banyak terdapat tulang rawan, dan
berisiko terjadi hematom septum.
Avulsi dan dislokasi kartilago nasalis lateralis superior os nasal dan septum
akan menyebabkan cekungan pada pertengahan dorsum nasi. Hal tersebut dapat
mengakibatkan robekan arteri yang keluar antara os. nasal dan kartilago sehingga
dapat terjadi hematom dorsum nasi. Fraktur nasal sering disertai cedera septum.
Cedera septum nasi dapat berupa fraktur sederhana, dislokasi atau fraktur komunitif
yang dapat menyebabkan deformitas dan disfungsi hidung berupa obstruksi jalan
napas. Bagian tipis septum yang cenderung mudah terjadi fraktur adalah kartilago
quadrangularis dan lamina perpendikularis os etmoid. Fraktur inkomplet pada
septum menyebabkan lepasnya artikulasi kartilago sehingga kelak dapat
menimbulkan gangguan pada pusat pertumbuhan dan menyebabkan deformitas.
G. Klasifikasi
11
Tipe Deskripsi
Tipe I Perlukaan terbatas pada jaringan lunak
Tipe II a Fraktur tanpa pergeseran sederhana, unilateral
Tipe II b Fraktur tanpa pergeseran sederhana, bilateral
Tipe III Fraktur sederhana, bergeser
Tipe IV Fraktur kominutif tertutup
Tipe V Fraktur kominutif terbuka atau fraktur dengan komplikasi
Tabel 1. Klasifikasi Trauma Nasal.7
a) Fraktur tipe I (Simple Straight), biasa disebut dengan fraktur sederhana (lurus).
Merupakan fraktur yang terjadi unilateral atau bilateral tanpa disertai deviasi
dari garis tengah hidung.8
Gambar 13. Fraktur Tipe IV (severely deviated nasal and septal fractures).8
13
e) Fraktur tipe V (Complex nasal and nasalfractures), berupa adanya fraktur yang
berat pada hidung, tulang hidung dan septum mengalami fraktur yang parah
disertai Iuka dan trauma jaringan lunak, saddling akut hidung, Iuka terbuka,
dan avulsi jaringan.8
H. Diagnosis
Anamnesis
Tanda-tanda fraktur hidung yang lazim adalah depresi atau pergeseran tulang -
tulang hidung, edema hidung, epistaksis, dan fraktur dari kartilago septum disertai
pergeseran ataupun dapat digerakkan. Diagnosis yang tepat pada fraktur tulang
hidung ditegakkan berdasarkan riwayat trauma dan pemerikasaan fisik secara
menyeluruh. Riwayat trauma yang meliputi : (1) kekuatan, arah dan mekanisme
terjadinya trauma; (2) adanya epistaksis atau kebocoran cairan serebrospinalis; (3)
riwayat trauma atau operasi sebelum terjadi fraktur hidung; (4) adanya sumbatan
atau deformitas pada hidung setelah trauma. 9
14
Objek trauma yang berbeda menyebabkan pola patologis yang timbul berbeda
pula. Misalnya pukulan akibat perkelahian umumnya dari arah lateral dengan
energi rendah dapat menyebabkan fraktur depresi pada dinding ipsilateral, out
fracture pada sisi kontralateral dan sering menyebabkan deformitas septum. Arah
trauma dari frontal yang disebabkan karena kecelakaan bermotor umumnya
melibatkan kekuatan energi tinggi, sehingga menyebabkan cedera yang lebih berat
berupa fraktur komunitif dan deformitas septum. Waktu terjadinya cedera, penting
untuk ditanyakan. Hal ini berkaitan dengan prosedur penatalaksanaan dan prognosis
hasil pengobatan. Bila cedera baru saja terjadi, udem masih belum banyak sehingga
pemeriksaan fisik dan manipulasi mudah dikerjakan, teknik reduksi tertutup adalah
prosedur yang paling ideal dikerjakan. Sedangkan bila datang terlambat dimana
udim sudah banyak terjadi maka pemeriksaan fisik menjadi lebih terbatas. Dalam
hal inireposisi sebaiknya ditunda 3-5 hari sampai udem berkurang sehingga evaluasi
dapat dilakukan secara lebih detail. Perlu ditanyakan juga riwayat medis
sebelumnya apakah pernah mengalami fraktur sebelumnya atau pernah menjalani
operasi hidung sebelumnya. Alkohol sering berhubungan dengan fraktur nasal
maka dapat pula ditanyakan perihal konsumsi alkohol sebelum cedera.2
Pemeriksaan Fisik
Setelah memastikan kondisi pasien stabil, airway bebas dan ventilasi adekuat
maka pemeriksaan fisik dapat dilakukan. Pemeriksaan fisik paling akurat dilakukan
sebelum timbul udem yaitu sekitar 2-3 jam setelah cedera. Pemeriksaan tidak boleh
terfokus hanya pada hidung saja, terutama apabila penyebab traumanya hebat
seperti pada kecelakaan bermotor. Hal ini disebabkan karena pada trauma hebat,
fraktur nasal sering disertai cedera kepala-leher yang dapat membahayakan patensi
trakea. Oleh karena itu sebelum melakukan pemeriksaan fisik harus dipastikan betul
airway dan ventilasi dalam keadaan adekuat. Trauma pada midface kemungkinan
dapat juga disertai dengan fraktur struktur hidung lainnya seperti mandibula, arkus
zigoma, dan gigi. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi dan palpasi dan harus
dilakukan secara hati-hati. Inspeksi untuk melihat adakah laserasi mukosa nasal,
adakah kartilago atau tulang yang terekspose, udem dan deformitas hidung,
15
perubahan patologis warna kulit, kesimetrisan dan gerakan bola mata. Palpasi untuk
mencari iregularitas tulang, dan pergerakan fragmen fraktur atau krepitasi.2
17
mempunyai efek samping radiasi yang lebih besar dan tidak begitu besar perannya
dalam penatalaksanaan fraktur nasal. Untuk fraktur nasal saja, penggunaan CT Scan
tidak dianjurkan kecuali ada kecurigaan fraktur maksilofasial. CT Scan digunakan
untuk menilai sejauh mana cedera tulang yang terjadi. Potongan CT Scan yang
paling tepat untuk mengevaluasi midfacial, orbital dan sinus frontalis adalah
potongan koronal dan aksial. Untuk cedera yang lebih luas yang melibatkan
nasoorbitoetmoid kombinasi potongan koronal dan aksial serta penggunaan CT Scan
tiga dimensi sangat direkomendasikan untuk mengetahui lokasi fraktur dan
pergeseran fragmen fraktur.2
I. Diagnosis Banding
Fraktur nasal sederhana tanpa komplikasi adalah fraktur yang paling sering
terjadi diantara semua fraktur tulang wajah, tetapi tetap harus dibedakan dengan
fraktur maksilofacial dan fraktur nasoethmoid. Fraktur nasoetmoid adalah fraktur
yang terjadi pada kompleks nasoethmoid yang sering menyebabkan robeknya
duramater dan terjadi rhinorea CSF. Fraktur zigoma umumnya menyababkan
deformitas berbentuk V dengan tiga bagian yang terpisah pada arkus zigoma. Pada
pemeriksaan fisik terjadi trismus otot temporalis dalam berbagai derajat. Tripod atau
fraktur zigomatikomasilaris umumnya disebabkan karena benturan keras pada pipi
melibatkan satu atau lebih sendi yang menghubungkan antara zigoma, os nasal dan
maksila dengan lantai dasar orbita. Kadang juga dijumpai parastesia ipsilateral
sepanjang n infraorbita dan cabang n fasialis. Benturan keras pada inferior maksila
dapat menyebabkan fraktur alveolar yang ditemukan pada daerah batas superior gigi
sehingga menyebabkan gigi lepas atau ekimosis gingiva.2
J. Tatalaksana
Terapi fraktur nasal sangat tergantung pada beberapa faktor antara lain usia
pasien, waktu terjadinya cedera, waktu reposisi, pilihan anestesi dan teknik reposisi.
Diperlukan kehatihatian dalam menentukan klasifikasi fraktur nasal karena untuk
18
menentukan prosedur teknik yang nantinya akan dipilih. Fraktur sederhana tanpa
perpindahan fraktur tidak memerlukan penanganan khusus, sedangkan pada kasus
lain mungkin diperlukan reposisi baik tertutup atau terbuka.2
Anestesi lokal dapat diberikan oleh kedua topikal dan agen infiltratif.
Campuran 1:1 dari lidokain topikal 4% dan oxymetazoline dapat diterapkan secara
intranasal untuk dekongesti mukosa, vasokonstriksi, dan anestesi topikal. Anestesi
infiltratif dengan lidokain 1% dengan 1:100.000 epinefrin dapat diberikan baik
secara eksternal maupun internal. Blok infiltratif juga dapat diterapkan ke saraf
hidung infraorbital dan dorsal meskipun infiltrasi umum dorsum eksternal telah
ditemukan secara signifikan kurang menyakitkan untuk pasien.11 Setelah anestesi,
reduksi tertutup tipikal dimulai dengan penilaian piramida hidung tulang. Gaya yang
berlawanan dengan vektor trauma harus diterapkan untuk mencapai pengurangan
fraktur. Elevator boies biasanya digunakan secara intranasal untuk mengangkat
tulang hidung yang tertekan saat menggunakan teknik bimanual untuk meraba
bagian luar dan menilai gerakan tulang. Forsep Walsham atau Asch dapat membantu
dalam pengurangan tulang hidung yang terkena dan tertekan. Sering, dan terdengar
dan teraba "pop" akan diamati sebagai fraktur tulang yang berkurang. Perhatian pada
septum hidung sangat penting, karena deformitas tulang hidung kemungkinan akan
kambuh jika cedera septum tidak ditangani secara memadai. Pengurangan septum
hidung yang retak dicapai dengan merelokasi septum kembali ke garis tengah dan
ke dalam alur vomerine. Ini dapat dilakukan dengan lift Boies atau forsep Asch
dengan menerapkan tekanan tumpul berlawanan dengan arah deviasi dengan elevasi
bersamaan dari piramida hidung. Hidung kemudian diperiksa kembali untuk koreksi
20
penyimpangan dan deformitas, dengan manipulasi lebih lanjut dilakukan sampai
pengurangan yang memadai tercapai.11
Reposisi Terbuka11
K. Komplikasi
21
Komplikasi medis setelah trauma hidung dan patah tulang hidung perbaikan
termasuk epistaksis, hematoma septum, perforasi septum, sinekia intranasal, dan
kebocoran cairan serebrospinal. Komplikasi yang paling umum, bagaimanapun,
adalah pengurangan yang buruk dengan deformitas persisten dan/ atau sumbatan
hidung. Insiden deformitas hidung pasca-pengurangan membutuhkan operasi
hidung atau septorhinoplasty berikutnya diperkirakan antara 14% dan 50%. Pilihan
yang tepat dan bijaksana dari teknik reduksi, terutama yang berkaitan dengan septum
hidung, dapat meminimalkan kebutuhan untuk operasi ulang. Meskipun demikian,
kepuasan pasien tingkat setelah perbaikan patah tulang hidung tetap relatif tinggi,
berkisar antara 68% dan 87% untuk kosmetik hidung dan 64% dan 86% untuk
hidung pernafasan.11. Komplikasi lain jika nasal pyramid rusak karena tekanan atau
pukulan dengan beban berat akan meimbulkan fraktur hebat pada tulang hidung,
lakrimal, etmoid, maksila dan frontal sehingga akan terjadi fraktur nasoethmoid,
fraktur nasomaksila dan fraktur nasoorbita. Fraktur ini dapat menimbulkan
komplikasi atau sequele di kemudian hari. Komplikasi yang terjadi tersebut
adalah:12
a. Komplikasi neurologic:
1. robeknya duramater
2. keluarnya cairan serebrospinal dengan kemungkinan timbulnya
meningitis
3. pneumoensefal
4. laserasi otak
5. avulsi dari nervus olfaktorius
6. hematoma epidural atau subdural
7. kontusio otak dan nekrosis jaringan otak
b. Komplikasi pada mata:
1. telekantus traumatika
2. hematoma pada mata
3. kerusakan nervus optikus yang memungkinkan menyebabkan
kebutaan
22
4. epifora
5. ptosis
6. kerusakan bola mata
c. Komplikasi pada hidung:
1. perubahan bentuk hidung
2. obstruksi rongga hidung yang disebabkan oleh fraktur, dislokasi atau
hematoma pada septum
3. gangguan penciuman (hyposmia atau anosmia)
4. epistaksis posterior yang hebat disebabkan karena robeknya arteri
etmoidalis
5. kerusakan ductus nasofrontalis dengan menimbulkan sinusitis frontal
atau mukokel
L. Prognosis
Secara umum prognosis fraktur nasal sederhana tanpa komplikasi adalah
baik dan dapat sembuh dalam waktu 2 sampai 3 minggu dengan memberikan
hasil kosmetik dan fungsi hidung yang cukup baik. Komplikasi kosmetik
jangka panjang dapat terjadi sesudah reposisi tertutup atau terbuka.
Komplikasi kosmetik ini juga dapat disebabkan karena hematom septum
yang tidak ditangani dengan baik. Apabila terjadi malunion atau deformitas
dapat dilakukan reduksi atau rekontruksi lebih lanjut bergantung berat
ringannya cedera dan faktor kesulitannya. Septorinoplasti merupakan
prosedur standart yang dilakukan pada kasus reposisi fraktur nasal yang gagal
atau yang terlambat ditangani.2
23
BAB III
KESIMPULAN
Fraktur hidung adalah salah satu fraktur wajah yang paling umum pada
populasi orang dewasa dan telah dilaporkan menjadi yang ketiga fraktur tubuh
yang paling umum setelah klavikula dan pergelangan tangan. Itu etiologi
bervariasi tetapi sebagian besar karena jatuh, perkelahian dan kendaraan bermotor
tabrakan. Insiden puncak adalah antara usia 15 hingga 25 tahun tahun.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya. Fraktur hidung adalah setiap retakan atau patah yang terjadi pada
bagian tulang. Kriteria modifikasi Murray et al menggambarkan klasifikasi fraktur
nasal berdasarkan kriteria penemuan klinis terbagi atas tipe I, II a, II b, III, IV, V.
Terapi fraktur nasal sangat tergantung pada beberapa faktor antara lain usia pasien,
waktu terjadinya cedera, waktu reposisi, pilihan anestesi dan teknik reposisi.
Tatalaksana fraktur nasal dapat dilakukan reduksi tertutup atau tebuka. Adapun
Komplikasi medis setelah trauma hidung dan patah tulang hidung perbaikan
termasuk epistaksis, hematoma septum, perforasi septum, sinekia intranasal, dan
kebocoran cairan serebrospinal.
Secara umum prognosis fraktur nasal sederhana tanpa komplikasi adalah baik
dan dapat sembuh dalam waktu 2 sampai 3 minggu dengan memberikan hasil
kosmetik dan fungsi hidung yang cukup baik. Komplikasi kosmetik jangka panjang
dapat terjadi sesudah reposisi tertutup atau terbuka.
24
DAFTAR PUSTAKA
25