Anda di halaman 1dari 6

Definisi

Cedera otak ringan adalah hilangnya fungsi dari neuroloogi atau


menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lain (Smeltzer, 2002).
Cedera otak ringan adalah sebuah trauma kepala namun nilai GCS 15 yaitu sadar
penuh dan tidak ada kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri di kepala,
terjadi hematoma, laserasi dan abrasi (Mansjoer, 2000). Menurut Brain Injury
Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan
bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau
benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran dan
dapat menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois,
Rutland-Brown, Thomas, 2006). Cedera otak adalah semua cedera terkait otak
yang mempengaruhi seseorang secara fisik, emosional dan sikap. Cedera
mengakibatkan perubahan aktivitas saraf otak yang kemudian memengaruhi
integritas fisik, aktivitas metabolism atau kemampuan fungsional sel-sel saraf otak
(Supripto, 2018). Cedera Otak Ringan (COR) adalah cedera otak yang
diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesadaran yang diukur dengan menggunakan
skala GCS (Glasgow Coma Scale) 13-15 yang diukur 30 menit setelah trauma
(Bajamal, AH., dkk, 2016).

Intracerebral hematom adalah sebuah pendarahan yang terjadi pada jaringan


otak karena robekan pembuluh darah dalam jaringan otak. Intracerebral hematom
adalah pendarahan dalam jaringan otak yang terjadi karena cedera kepala tertutup
atau terbuka. Perdarahan intrakranial adalah perdarahan yang terjadi di dalam
rongga intrakranial yang dapat mengenai parenkim otak atau ruang meningen
(Wulandari, 2019). Keadaan ini merupakan suatu keadaan darurat yang dapat
mengancam jiwa (Wulandari, 2019). ICH adalah penyakit kompleks yang ditandai
dengan pecahnya pembuluh darah dan ekstravasasi ke dalam parenkim otak,
menyebabkan ekspansi hematoma, iskemia, dan kehilangan saraf (Oviedo, dkk.,
2020).

Epidemilogi

Perdarahan Intrakranial adalah kejadian pendarahan paling parah pada


pasien dengan stroke, terhitung sebanyak 10-15% dari penderita stroke mengalami
pendarahan intrakranial (Oviedo, dkk., 2020). Hampir 40% dari pasien yang
mengalami perdarahan intrakranual akan meninggal 30 hari kemudian (Oviedo,
dkk., 2020). Perdarahan intrakranial juga menjadi komplikasi umum setelah
perawatan endovaskuler yaitu sebanyak 46,1% (Hao, dkk., 2017)

Etiologi

Penyebab terjadinya cedera kepala termasuk kecelakaan lalulintas,


kekerasan/pemukulan, jatuh, cedera olahraga, dan kecelakaan industri. Pukulan
keras pada kepala dan leher, sehingga menyebabkan otak terguncang secara paksa
di dalam tulang tengkorak. Trauma atau kecelakaan yang menyebabkan
guncangan keras dan mendadak pada area kepala. Faktor resiko lain seperti
melakukan olahraga yang berisiko, seperti sepak bola, rugby, hockey, tinju,
maupun olahraga lain yang melibatkan kontak fisik. Terjatuh (risiko ini semakin
tinggi pada anak-anak usia dini dan para lanjut usia), pernah menderita cedera
kepala ringan, korban kekerasan fisik (Bajamal, AH., dkk, 2016).
Intracranial Hemoragic bisa diebabkan oleh riwayat ICH, umur, jenis
kelamin, hipertensi, aneurisma, malformasi vaskular, angiopati amiloid serebral,
tumor otak. penurunan tingkat kesadaran, defisit neurologis fokal akut, dan tanda-
tanda peningkatan tekanan intrakranial (nyeri kepala dan muntah proyektil)
(Nabila, dkk., 2019). Penyebab perdarahan intraserebral, antara lain hipertensi,
aneurisma, malformasi arteroivenous, neoplasma, gangguan koagulasi,
antikoagulan, vaskulitis, trauma, dan idiopatik. Pada perdarahan subarachnoid,
perdarahan terjadi di sekeliling otak hingga ke ruang subarachnoid dan ruang
cairan serebrospinal. Penyebab perdarahan subarachnoid, antara lain aneurisma,
malformasi arteriovenous, antikoagulan, tumor, vaskulitis, dan tidak diketahui
(Mahmudah, 2014).
Klasifikasi

Klasifikasi COR yaitu:

Cedera kepala akut

1. Keadaan kulit kepala dan tulang tengkorak


a. Trauma kepala tertutup
Keadaan trauma kepala tertutup dapat mengakibatkan terjadinya komosio,
kontusio, epidura hematoma, subural hematoma, dan intrakranial
hematoma
b. Trauma kepala terbuka
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk dalam jaringan
otak yang akan menyebabkan robekan pada durameter dan cairan serebro
spinal akan merembes serta mengakibatkan kerusakan saraf dan jaringan
otak
2. Trauma pada jaringan otak
a. Konsusio yang ditantai oleh adanya kehilangan kesadaran namun hanya
sementara tanpa ada kerusakan jaringan otak dan terjadi edema serebral
b. Kontusio yang ditandai oleh perlukaan pada permukaan jaringan otak
yang menyebabkan perdarahan pada area yang terluka, perlukaan pada
permukaan jaringan otak terjadi pada sisi yang terkena atau sisi yang
berlawanan
c. Laserasi yang ditandai dengan adanya perdarahan ke ruang sub arakhnoid,
ruang epidural atau sub dural

Cedera kepala berdasarkan hasil pemeriksaan GCS

1. Cedera kepala ringan, jika nilai GCS 13-15


2. Cedera kepala sedang, jika GCS 9-12
3. Cedera kepala berat, jika GCS kurang dari atau sama dengan 8

Klasifikasi ICH yaitu:

a. Hematoma epidural adalah perdarahan intrakranial yang terjadi karena fraktur


tulang tengkorak akibat cedera kepala dimana terdapat akumulasi darah
dalam rongga antara lapisan duramater dan tulang tengkorak (Santoso, dkk.,
2016).
b. Hematoma subdural adalah penimbunan darah di dalam rongga subdural
(antara duramater dan arakhnoid). Perdarahan ini sering terjadi akibat
robeknya vena-vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus
venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi
pembulu harteri pada permukaan otak (Trisnawati dan Wahyuni, 2015).
c. Perdarahan subarachnoid adalah suatu kondisi dimana terjadi perdarahan
pada ruang subaraknoid. Perdarahan subaraknoid merupakan masalah
kesehatan dunia dengan tingkat kematian dan tingkat kecatatan permanen
yang tinggi (Putri, dkk., 2019).
d. Pendarahan intraventrikular adalah perdarahan spontan yang terjadi di
dalam sistem ventrikel yang sering berhubungan dengan perdarahan
intraserebral (PIS). IVH yang terjadi pada 30-45% pasien PIS memberikan
perkiraan luaran yang tidak baik. Faktor risiko IVH antara lain adalah
hipertensi, koagulopati, dan asidosis (Sadewo, dkk., 2017).
Patofisiologi

Trauma yang diseabkan oleh benda tumpul dan benda tajam atau kecelakaan
dapat menyebabkan trauma pada kepala dan mengalami cedera kepala di ekstra
cranial atau kulit kepala, tulang cranial, dan juga intra cranial atau di jaringan
otak. Pada ekstra cranial terjadi putusnya kontinuitas jaringan otot, kulit dan
vaskuler yang mengakibatkan perdarahan, sehingga akan mengalami perubahan
sirkulasi CSS (cairan serebrospinal) dan akan terjadi peningkatan TIK (tekanan
intrakranial) dimana klien akan mengalami nyeri akut. Cedera yang terjadi di
tulang cranial akan mengalami gangguan suplai darah keotak sehingga
mengakibatkan hipoksia dan kemudian mengalami gangguan perfusi jaringan.
Sedangkan cedera yang terjadi di intra cranial atau jaringan otak, akan
mengakibatkan kerusakan pada jaringan otak dan akan terjadi odeme pada
serebral sehingga klien mengalami kejang-kejang. Kejang yang berlangsung lama
akan mempengaruhi pernapasan yaitu terjadi obstruksi jalan napas sehingga akan
mengalami ketidakefektifan bersihan jalan napas (Padila, 2012).

Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke jaringan


parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi
keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui
penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada
jaringan sekitarnya (Mahmudah, 2014)

Manifestasi Klinis
Cedera Kepala Ringan (CKR) dengan GCS > 13, tidak terdapat kelainan
berdasarkan CT scan otak, tidak memerlukan tindakan operasi, lama dirawat di
rumah sakit < 48 jam (George, 2009). GCS 13 – 15 setelah stabilisasi ABC:
Cedera otak ringan (COR). Tanda–tanda atau gejala klinis untuk yang cedera
kepala ringan adalah pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama
beberapa saat kemudian sembuh, sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan,
mual dan atau muntah, gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun,
perubahan kepribadian diri, letargik (Reisner, 2009).

Peneriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pasien ICH yaitu:

a. CT Scan merupakan sebuah teknologi yang secara ekstensif digunakan dalam


bidang neuroradiologi yang mampu menghasilkan gambaran cross-sectional
suatu jaringan. Gambar yang dihasilkan CT merupakan hasil dari radiasi ion-
ion yang diperoleh dari penyerapan X-ray pada jaringan spesifik yang
diperiksa. CT menawarkan berbagai keperluan yang berguna untuk
memeriksa otak seseorang. CT juga merupakan pemeriksaan diagnostik yang
cepat, tidak menyakitkan, noninvasif, dan akurat. Hasil dari CT juga mampu
mengurangi keperluan dilakukannya tindakan pembedahan eksploratif
maupun biopsi yang invasif (Cavayas, dkk., 2018).
b. MRI bermanfaat dalam memperlihatkan perdarahan pada brainstem dan sisa
perdarahan hemosideruin serta pigmen besi, MRI telah terbukti lebih sensitif
daripada CT dalam mendeteksi fokus kecil perdarahan intrakranial atau
cedera aksonal (Heit, dkk., 2017).
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis pasien ICH yaitu:

1. Kontrol tekanan darah secara intensif (target sistolik <140 mm Hg dalam 1


jam setelah presentasi) karena aman dan meningkatkan pemulihan fungsional.
2. Berikan makanan (enteral jika perlu) dalam waktu 48 jam setelah onset
3. Kontrol tinggi glukosa
4. Pengobatan demam cepat
5. Kontrol kejang dengan obat antiepilepsi
6. Hindari penggunaan profilaksis obat antiepilepsi
7. Pada pasien yang tidak bergerak, hindari stoking kompresi berjenjang dan
gunakan kompresi pneumatik intermiten untuk mengurangi risiko DVT
8. Jika ada peningkatan TIK, gunakan tindakan sederhana (mis., Peninggian
kepala, analgesia, antiemetik) dan ventilasi bantuan bila parah.
9. Hindari faktor VII rekombinan yang diaktifkan
10. Hindari transfusi trombosit pada ICH terkait antitrombotik
11. Cepat membalikkan antikoagulasi dengan vitamin K dan PCC intravena
dalam ICH terkait vitamin K.
12. Cepat membalikkan antikoagulasi dengan PCC dan / atau antidot selektif
pada ICH terkait DOAC
13. Mengurangi risiko ICH berulang dan kejadian vaskular serius lainnya melalui
pengendalian TD jangka panjang yang ketat (target sistolik <140 mm Hg)
14. Lanjutkan obat antitrombotik setelah ICH
Pathway

Konsep Asuhan Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai