Anda di halaman 1dari 50

TELAAH PUSTAKA

PERBANDINGAN SPATIAL AUTOREGRESSIVE MODEL (SAR) DAN


GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR)

KOMPETENSI STATISTIKA

NI NYOMAN UTAMI DEWI


1808541063

PROGRAM STUDI MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
BUKIT JIMBARAN
2022
LEMBAR PENGESAHAN TELAAH PUSTAKA

Judul : Perbandingan Spatial Autoregressive Model (SAR) dan


Geographically Weighted Regression (GWR)
Kompetensi : Statistika
Nama : Ni Nyoman Utami Dewi
NIM : 1808541063
Tanggal Seminar : 04 Juli 2022

Disetujui Oleh:

Pembimbing II Pembimbing I

I Gusti Ayu Made Srinadi, S.Si, M.Si. Made Susilawati, S.Si, M.Si.
NIP. 197112131997022001 NIP. 197109021998022001

Mengetahui:
Komisi Tugas Akhir
Program Studi Matematika FMIPA Unud
Ketua,

I Wayan Sumarjaya, S.Si., M.Stats.


NIP. 197704212005011001
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................................ i
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENGANTAR ........................................................................................................ 1
BAB II ..................................................................................................................... 3
SPATIAL AUTOREGRESSIVE MODEL (SAR) DAN GEOGRAPHICALLY
WEIGHTED REGRESSION (GWR) ..................................................................... 3
2.1 Analissis Regresi Logistik ........................................................................ 3

2.2 Asumsi yang Melandasi Analisis Regresi Logistik.................................. 4

2.3 Analisis Regresi Logistik Ordinal ............................................................ 4

2.4 Interpretasi Model Regresi Logistik Ordinal ........................................... 5

2.5 Analisis Regresi Logistik Ordinal Spasial ............................................... 6

2.6 Analisis Regresi Spasial ........................................................................... 6

2.7 Pola-Pola Analisis Regresi Spasial .......................................................... 8

2.8 Tipe-Tipe Data Analisis Regresi Spasial.................................................. 9

2.9 Jenis-Jenis Analisis Regresi Spasial ....................................................... 11

2.10 Fungsi Analisis Regresi Spasial ............................................................. 13

2.11 Manfaat Analisis Regresi Spasial ........................................................... 14

2.12 Matriks Pembobot Spasial ...................................................................... 15

2.13 Uji Efek Spasial ...................................................................................... 17

2.14 Spatial Autoregressive Model (SAR) ..................................................... 20

2.15 Geographically Weighted Regression (GWR) ....................................... 25

2.16 Studi Kasus ............................................................................................. 27

BAB III ................................................................................................................. 42


PENUTUP............................................................................................................. 42

i
3.1 Kesimpulan Spatial Autoregressive Model (SAR) dan Geographically
Weighted Regression (GWR) ............................................................................ 42

3.2 Kelebihan dan Kelemahan Spatial Autoregressive Model (SAR) dan


Geographically Weighted Regression (GWR) .................................................. 42

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 44

ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Variabel-Variabel Penelitian ................................................................ 28
Tabel 2. 2 Nilai Odds Ratio Variabel Penelitian ................................................... 33
Tabel 2. 3 Perbandingan Nilai AIC Model ........................................................... 40

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Contoh Pola Spasial ........................................................................... 9


Gambar 2. 2 Pemetaan Provinsi Bali .................................................................... 29

iv
BAB I

PENGANTAR

Analisis regresi logistik merupakan metode regresi yang menguji apakah

terdapat probabilitas terjadinya variabel dependen dapat diprediksi oleh variabel

independen (Ghozali, 2018;325). Analisis regresi logistik dapat digunakan apabila

variabel terikat memiliki dua kategori atau lebih peubah bebas berskala kategori

atau kontinu. Adapun analisis regresi logistik dibagi menjadi analisis regresi

logistik biner, analisis regresi logistik multinomial dan analisis regresi logistik

ordinal. Oleh karena itu, analisis regresi logistik dapat digunakan untuk mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi status ketahanan pangan.

Status ketahanan pangan menunjukkan stabilitas pangan suatu wilayah baik dari

ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan bagi penduduk wilayah tersebut.

Keberagaman wilayah memberikan efek varian di dalam hasil ketahanan pangan

sehingga status ketahanan pangan berbeda-beda antar wilayah satu dengan lainnya.

Dengan kata lain, terdapat pengaruh spasial dalam menentukan status ketahanan

pangan. Selain itu, status ketahanan pangan merupakan variabel independen

berskala ordinal yang terdiri atas enak kategori, yakni rentan pangan tinggi, rentan

pangan sedang, rentan pangan rendah, tahan pangan rendah, tahan pangan sedang,

dan tahan pangan tinggi. Berdasarkan hal tersebut, dalam menentukan status

ketahanan pangan pada suatu wilayah dapat menggunakan analisis regresi logistik

ordinal spasial.

1
2

Analisis regresi logistik ordinal spasial merupakan analisis yang berisikan

pengaruh spasial dalam model regresi logistik ordinal. Analisis regresi logistik

ordinal spasial tepat digunakan apabila terdapat variabel independen dalam satu

wilayah yang memiliki keterkaitan dengan wilayah lainnya yang akan membentuk

pola spasial. Dalam hal ini, pengaruh spasial dapat digunakan untuk

membandingkan pola objek dari suatu wilayah dengan pola objek yang ditemukan

di wilayah lainnya
BAB II

SPATIAL AUTOREGRESSIVE MODEL (SAR) DAN


GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR)

2.1 Analissis Regresi Logistik

Analisis regresi logistik merupakan regresi yang menguji apakah terdapat

probabilitas terjadinya variabel dependen dapat diprediksi oleh variabel independen

(Ghozali, 2018;325). Menurut Ghozali (2018;325), analisis regresi logistik tidak

memerlukan distribusi normal dalam variabel independen sehingga tidak

memerlukan uji normalitas, uji heteroskedastisitas, dan uji asumsi klasik pada

variabel independen.

Regresi logistik dapat digunakan apabila variabel respon yang bersifat

kategorik. Regresi logistik terbagi menjadi dua, yaitu regresi logistik biner yang

variabel responnya dua kategori (dikotimus) dan regresi logistik multinomial yang

variabel responnya memiliki lebih dari dua kategori (politimus). Regresi logistik

multinomial dapat dibentuk menjadi regresi logistik ordinal atau regresi logistik

bertingkat. Persamaan regresi logistik adalah sebagai berikut:

exp⁡(𝛽0 + 𝛽1 𝑥) (2.1)
𝜋(𝑥) =
1 + exp⁡(𝛽0 + 𝛽1 𝑥)

dimana,

𝜋(𝑥) : fungsi logit

𝛽0 : parameter intersep

𝛽1 𝑥 : parameter variabel x

3
4

𝑥 : variabel penjelas

2.2 Asumsi yang Melandasi Analisis Regresi Logistik

Menurut Purwaningsih (2011), kondisi dan asumsi pada regresi logistik adalah

sebagai berikut:

1 Tidak terdapat asumsi hubungan linear antara variabel respon dengan variabel

prediktor

2 Distribusi pada variabel prediktor diasumsikan termasuk dalam keluarga

distribusi eksponensial seperti normal, poisson, binomial, dan gamma.

3 Tidak terdapat asumsi homokedastisitas karena ragam tidak harus sama untuk

setiap kategori variabel respon.

4 Tidak terdapat asumsi normalitas residual.

5 Skala yang digunakan pada variabel prediktor tidak harus interval.

6 Terdapat asumsi multikolinearitas yang mengharuskan tidak terjadinya

multikoliniearitas antar variabel prediktor.

2.3 Analisis Regresi Logistik Ordinal

Analisis regresi logistik ordinal merupakan salah satu metode statistika yang

menggambarkan hubungan variabel respon dengan variabel prediktor dengan

variabel respon memiliki dua kategori dan skala pengukuran bersifat tingkatan.

Salah satu model yang digunakan dalam regresi logistik ordinal adalah model logit.

Pada model logit, sifat ordinal dari variabel respon dituangkan dalam peluang
5

kumulatif sehingga cumulative logit models didapatkan dengan membandingkan

peluang kumulatif yaitu peluang kurang dari atau sama dengan kategori respon ke-

j pada p variabel prediktor yang dinyatakan dalam bentuk vektor X. Oleh karena

itu, model logit yang diperoleh adalah sebagai berikut:

𝐿𝑜𝑔𝑖𝑡⁡[𝑃(𝑌 ≤ 𝑗|𝑋)] = 𝜃𝑗 + 𝛽 𝑇 𝑋 (2.2)

dengan peluang kumulatif didefinisikan seperti dibawah ini.

exp⁡(𝜃𝑗 + ∑𝑝𝑘=1 𝛽𝑘 𝑥𝑘 ) (2.3)


𝑃(𝑌 ≤ 𝑗|𝑋) =
1 + exp⁡(𝜃𝑗 + ∑𝑝𝑘=1 𝛽𝑘 𝑥𝑘 )

dimana,

𝜃𝑗 : vektor parameter intersep

j : kategori respon = 1, 2, …, J-1

𝛽𝑇 : vektor parameter kemiringan (𝛽1, 𝛽2, 𝛽3, …, 𝛽𝑘 )

Dalam regresi logistik ordinal terdapat tahapan-tahapan yang meliputi uji

multikolinearitas, uji parameter secara serentak, uji parameter secara parsial, dan

uji kesesuaian model dengan data atau (Goodness of fit).

2.4 Interpretasi Model Regresi Logistik Ordinal

Pada regresi logistik ordinal menghasilkan rasio peluang (odds ratio) yang

diartikan sebagai jumlah relatif dimana peningkatan peluang hasil terjadi apabila

rasio peluang > 1 atau penurunan peluang hasil jika rasio peluang < 1 ketika

variabel prediktor meningkat sebesar 1 unit. Model regresi logistik yang digunakan

ketika variabel respon berskala ordinal, seperti model logit dasar (baseline logit
6

model) dan model logit bersyarat (conditional logit model). Pada regresi logistik

ordinal, model logit dasar (baseline logit model) adalah perbandingan rasio log-

odds kategori Y=k dengan kategori dasar yaitu Y=0.

2.5 Analisis Regresi Logistik Ordinal Spasial

Analisis regresi logistik ordinal spasial merupakan analisis yang berisikan

pengaruh spasial dalam model regresi logistik ordinal. Model regresi logistik

ordinal spasial berisikan matriks pembobot spasial yang kemudian dikalikan

dengan vektor variabel respon y dan unsur spasial sebagai variabel penjelas baru.

Model yang dibentuk sebagai berikut:

𝑃(𝑌 ≤ 𝑠|𝑥) (2.1)


𝐿𝑜𝑔 ( ) = 𝛼𝑠 − 𝑋𝛽 − 𝜌𝑊𝑦 + 𝜀⁡
1 − 𝑃(𝑌 ≤ 𝑠|𝑥)

dimana,

𝑠 : kategori ke-s dari variabel tak bebas.

𝑊𝑦 : variabel spasial hasil perkalian matriks pembobot spasial (W) dengan

vektor variabel respon y.

2.6 Analisis Regresi Spasial

Secara umum, analisis regresi spasial merupakan pendekatan di dalam geografi

yang menggunakan metode statistik untuk menggambarkan pola-pola spasial dari

wilayah satu ke wilayah lainnya. Analisis regresi spasial juga dapat dikatakan

sebagai teknik-teknik berdasarkan perspektif keruangan yang digunakan untuk

meneliti dan mengeksplorasi data. Spasial sering digunakan menjadi variabel


7

tambahan yang disebut spatially lagged y. Analisis regresi spasial tepat digunakan

apabila ada indikator dalam satu wilayah yang memiliki keterkaitan dengan wilayah

lainnya. Indikator yang berkaitan akan membentuk suatu pola spasial. Menurut

Tobler (1979), dalam Hukum Geografi pertama dikatakan bahwa segala sesuatu

saling berhubungan satu dengan yang lainnya, akan tetapi sesuatu yang dekat lebih

memiliki pengaruh dibandingkan dengan sesuatu yang jauh (Anselin, 1988).

Menurut LeSage (1999), model umum regresi spasial dapat dituliskan sebagai

berikut:

𝑦 = 𝜌𝑊𝑦 + 𝑋𝛽 + 𝜀 (1.1)

𝑢 = 𝜆𝑊𝑢 + 𝜀, 𝜀~𝑁(0, 𝜎𝜀2 𝐼𝑛 ) (1.2)

Dengan,

𝑦 = vektor variabel respon berukuran 𝑛 × 1

𝜌 = koefisien parameter spasial lag dari variabel respon

W = matriks pembobot spasial yang berukuran 𝑛 × 𝑛

X = matriks variabel prediktor berukuran 𝑛 × (𝑝 + 1)

𝛽 = vektor koefisien parameter regresi berukuruan (𝑝 + 1) × 1

𝜆 = koefisien parameter spasial error

u = vektor error yang mempunyai efek spasial dengan ukuran 𝑛 × 1

𝜀 = vektor error dengan ukuran 𝑛 × 1


8

Beberapa model yang dapat dikembangkan berdasarkan model umum tersebut,

yaitu:

a. Apabila ρ = 0 dan λ = 0, maka persamaaan menjadi model regresi klasik

y = Xβ + ε (1.3)

b. Jika nilai W = 0 atau λ = 0 maka akan menjadi model Spatial


Autoregressive Model(SAR)
y = ρWy + Xβ + ε (1.4)

𝜀~𝑁⁡(0, 𝜎 2 𝐼)

c. Jika nilai W = 0 atau ρ = 0 maka akan menjadi model Spatial Error Model
(SEM)
y = Xβ + λWu + ε (1.5)

𝜀~𝑁⁡(0, 𝜎 2 𝐼)

2.7 Pola-Pola Analisis Regresi Spasial

Menurut Lee dan Wong (2001), pola spasial adalah sesuatu yang menunjukkan

penempatan atau susunan benda-benda di permukaan bumi. Pola spasial dapat

mengalami perubahan yang didorong oleh faktor lingkungan atau budaya.

Kemudian pola spasial menunjukkan pendistribusian objek geografis pada waktu

tertentu. Dalam hal ini, statistika spasial dapat digunakan untuk membandingkan

pola objek dari suatu wilayah dengan pola objek yang ditemukan di wilayah

lainnya. Bentuk pola spasial berdasarkan distribusi data, yaitu:

a. Random

Beberapa area terletak secara random di beberapa lokasi dengan posisi suatu

wilayah tidak dipengaruhi oleh posisi wilayah lainnya.


9

b. Dispersed

Setiap wilayah berada secara merata dan berjauhan dengan wilayah-wilayah

lainnya.

c. Clustered

Beberapa wilayah membentuk suatu kelompok dan saling berdekatan.

Gambar 2. 1 Contoh Pola Spasial

Sumber: Lee dan Wong, 2001

2.8 Tipe-Tipe Data Analisis Regresi Spasial

Menurut Cressie (1993), analisis spasial memiliki tiga tipe data spasial yaitu:

a. Data Geostatistik (Geostatistical Data)

Pada umumnya geostatistik dapat berguna untuk memodelkan kecenderungan

spasial dan korelasi spasial. Dasar geostatistika adalah lokasi yang berdekatan akan

cenderung memiliki bobot nilai yang mirip berbanding terbalik dengan lokasi yang

berjauhan. Sampel pada data geostatistik berupa titik, bai relugar maupun

irregular.

b. Data Area (Lattice Data)


10

Data area berhubungan dengan wilayah spasial dan merupakan konsep dari

persingggungan antar wilayah. Data pada setiap area diberikan nilai pembobot

berdasarkan persinggungan area satu dengan area lainnya.

c. Pola Titik (Point Pattern)

Lokasi pada pola titik berdasarkan posisi koordinat tertentu yang diperoleh

berdasarkan wilayah yang bersesuaian. Analisis pada data yang memiliki pola titik

bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan ketergantungan antar titik

berdasarkan segmen yang dibentuk dari lokasi titik-titik yang diamati.

Secara sederhana tipe data spasial adalah sebagai berikut:

1. Kontinu: elevasi, Curah Hujan, Ocean salinity

2. Area:

a. Tak terbatas: Landuse, area pemasaran, jenis tanah, dan tipe batuan

b. Terbatas: Batas kota/ negara/ provinsi, kepemilikan lahan (land parcel),

dan wilayah

c. Perpindahan: Udara, Kumpulan hewan, penangkapan ikan

3. Jaringan: Jalan, Jalur transmisi, dan sungai

4. Titik;

a. Tetap: Mata air, lampu jalan, dan alamat

b. Berpindah: kendaraan, zebra, dan burung


11

2.9 Jenis-Jenis Analisis Regresi Spasial

Analisis regresi spasial memiliki beberapa jenis, antara lain yaitu query basis

data, pengukuran, fungsi kedekatan, model permukaan digital, klasifikasi,

overlay, dan juga pengubahan unsur – unsur spasial query basis data.

a. Query Basis Data

Query basis data adalah kemampuan menampilkan data dari database yang

diambil dari tabel-tabel database yang akan diolah secara lebih lanjut tanpa

mengganggu atau mengubah data yang sudah data. Fungsi Query basis data dapat

dilakukan dengan mengklik feature agar lebih muda, akan tetapi penggunaan

kondisional (conditional statement) untuk query yang lebih kompleks yang

melibatkan operasi logis, yaitu AND, OR, NOT, XOR. Query basis data terdiri atas

dua jenis, yaitu:

1. Select Query

Select Query adalah sebuah permingtaan untuk menampilkan suatu informasi

yang telah tersimpan dalam database.

2. Action Query

Action Query adalah kegiatan yang menggunakan informasi dalam database

berupa kegiatan pembaharuan (updating), penambahan (insert), maupun

penghapusan.

b. Pengukuran

Fungsi pengukuran dalam Analisis regresi spasial adalah sebagai berikut.

1. Jarak
12

Perhitungan jarak antar dua titik disebut dengan pengukuran jarak. Pengukuran

jarak dapat dilakukan dengan menggunakan query atau dapat dilakukan dengan

mengklik kedua titik.

2. Luas

Pengukuran luas berfungsi untuk menghitung luas suatu wilayah unsur-unsur

spasial dapat berupa poligon (vektor) atau wilayah raster.

3. Keliling

Fungsi pengukuran keliling digunakan untuk menghitung keliling (parameter)

unsur-unsur spasial yang bertipe raster dan poligon (vektor).

4. Centroid

Fungsi pengukuran ini berguna untuk menentukan koordinat titik pusat dari

unsur-unsur spasial yang memiliki tipe poligon atau raster.

c. Fungsi Kedekatan

Fungsi kedekatan adalah fungsi untuk menghitung jarak dari suatu garis, titik,

ataupun batas poligon. Fungsi kedekatan terdiri atas beberapa fungsi, salah satu

fungsi kedekatan yg paling banyak digunakan adalah buffer yang merupakan

analisis regresi spasial yang akan menghasilkan unsur-unsur spasial yang bertipe

poligon.

d. Overlay

Operasi spasial yang menggunakan layer geografik yang berbeda untuk

mendapatkan informasi baru yang dilakukan pada data vektor ataupun raster.

Overlay merupakan bagian penting dari analisis regresi spasial dan dapat

menggabungkan beberapa unsur spasial menjadi unsur spasial yang baru.


13

e. Pengubahan unsur-unsur spasial

1. Union, Merge, atau Combine

Penggabungan unsur-unsur spasial menjadi satu unsur tanpa mengubah

beberapa unsur spasial yang digabungkan dapat menggunakan analisis regresi

spasial, yaitu Union, Merge, atau Combine.

2. Delete, Erase, atau Cut

Penghapusan unsur-unsur spasial yang dirasa tidak perlu untuk ditampilkan

merupakan fungsi dari analisis regresi spasial, yaitu Delete, Erase, atau Cut.

3. Split atau clip

Fungsi analisis regresi spasial Split atau clip bertujuan untuk menghasilkan

unsur spasial yang baru dengan cara melakukan pemotongan dari unsur spasial

lainnya.

4. Intersect

Fungsi ini menghasilkan unsur spasial baru yang berasal dari irisan dua atau

lebih unsur spasial.

2.10 Fungsi Analisis Regresi Spasial

Menurut Eddy Prahasta (2009), analisis regresi spasial memiliki fungsi yaitu:

a. Klasifikasi (Reclassify)

Kegiatan klasifikasi kembali suatu data hingga menjadi data spasial baru

berdasarkan kriteria atau atribut tertentu.

b. Jaringan (Network)

Fungsi analisis regresi spasial yang merujuk pada data-data spasial garis-garis

atau titik-titik sebagai jaringan yang tidak terpisahkan.


14

c. Overlay

Fungsi analisis regresi spasial yang menghasilkan layer spasial baru yang

merupakan hasil kombinasi dua atau lebih layer spasial lama yang digunakan.

d. Buffering

Fungsi analisis regresi spasial yang menghasilkan layer spasial baru dalam

bentuk poligon dan memiliki jarak tertentu dari unsur-unsur spasial yang digunakan

dalam menghasilkan layer tersebut.

e. 3D Analysis

Fungsi yang terdiri atas sub-sub fungsi yang memiliki kaitan dengan presentasi

data spasial dalam ruang 3 dimensi atau perbedaan digital.

f. Digital Image Processing

Fungsi nilai atau intensitas yang disebut sebagai fungsi spasial atau fungsi

sebar.

2.11 Manfaat Analisis Regresi Spasial

Analisis regresi spasial memiliki manfaat yang sesuai dengan fungsi yang

dilakukan. Adapun manfaat tersebut adalah sebagai berikut.

a. Membuat, memilih, memetakan, dan menganalisis data raster berbasis sel.

b. Melaksanakan analisis data vektor atau raster terintegrasi.

c. Mendapatkan informasi baru dari data yang sudah ada.

d. Memilih informasi dari beberapa layer data.

e. Mengintegrasikan sumber data raster dengan data vektor.Matriks Pembobot

Spasial
15

2.12 Matriks Pembobot Spasial

Menurut Kosfeld dan Wuryandari, et al. (2014), dalam analisis regresi spasial

adalah matriks pembobot spasial. Matriks pembobot spasial berguna dalam

menentukan bobot antar lokasi satu dengan lainnya berdasarkan hubungan

ketetanggaan antar lokasi. Matriks pembobot spasial W dengan elemen-elemennya

Wij menyatakan hubungan kedekatan antar lokasi. Informasi jarak dari ketetanggan

(neighborhood) atau kedekatan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya

digunakan untuk memperoleh matriks pembobot spasial. Pembobot besar diberikan

pada lokasi yang letaknya dekat dengan lokasi yang diamati dan diberikan

pembobot kecil apabila letaknya jauh dari wilayah amatan. Menurut Bivand dalam

Kissling dan Carl (2007), pemberian koding pembobotan pada persamaan berikut

ini.

a. Kode Biner

1,⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘⁡𝑖⁡𝑑𝑎𝑛⁡𝑗⁡𝑦𝑎𝑛𝑔⁡𝑏𝑒𝑟𝑑𝑒𝑘𝑎𝑡𝑎𝑛 (2.1)
𝑊𝑖𝑗 = {
0,⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘⁡𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎

b. Row Standardization

Pemberian koding pembobotan ini didasarkan pada jumlah tetangga pada satu

baris yang sama pada matriks pembobot.


𝑤𝑖𝑗 (2.2)
̂𝑖𝑗 =
𝑊 𝑛
∑𝑗=1 𝑤𝑖𝑗

c. Varians Stabilization

Pemberian koding pembobotan dengan menggunakan cara menstabilkan varian


dengan menjumlahkan semua baris dan kolom.
16

𝑤𝑖𝑗 (2.1)
̂𝑖𝑗 =
𝑊 𝑖,𝑗=𝑛
∑𝑖,𝑗=1 𝑤𝑖𝑗

Menurut Tobler dalam Anselin (1988), merumuskan hukum first law of

geography mengatakan “everything is related to everything else, but near things

are more related than distant things” artinya segala sesuatu saling berkaitan satu

sama lainnya, wilayah yang lebih dekat cenderung akan memberikan efek yang

lebih besar dari pada wilayah yang lebih jauh jaraknya. Menurut LeSage (1999),

metode untuk menentukan matriks pembobot spasial adalah sebagai berikut:

a. Linear Contiguity (Persinggungan Tepi)

Matriks pembobot spasial ini mendefinisikan pemberian pembobotan 𝑤𝑖𝑗 = 1

untuk lokasi yang berada di tepi kiri ataupun kanan dari lokasi yang diamati

sedangkan untuk lokasi yang lain diberi pembobotan 𝑤𝑖𝑗 = 0.

b. Rook Contiguity (Persinggungan sisi)

Matriks pembobot spasial ini mendefinisikan 𝑤𝑖𝑗 = 1 bobot untuk wilayah

yang bersisian dengan wilayah yang diamati dan bobot 𝑤𝑖𝑗 = 0 untuk wilayah yang

letaknya tidak bersisian dengan wilayah yang diamati.

c. Bhisop Contiguity (Persinggungan sudut)

Matriks pembobot spasial yang mendefinisikan 𝑤𝑖𝑗 = 0 untuk wilayah lain

yang titik sudutnya bertemu dengan wilayah yang menjadi perhatian dan pemberian

bobot 𝑤𝑖𝑗 = 1 untuk wilayah yang titik sudutnya bertemu dengan wilayah yang

menjadi perhatian.

d. Queen Contiguity (Persinggungan sisi sudut)


17

Matriks pembobot spasial ini mendefinisikan 𝑤𝑖𝑗 = 1 untuk wilayah yang

bersisian dan titik sudutnya bertemu dengan wilayah yang diamati dan untuk

wilayah lainnya yang tidak bersisian dan bertemu titik sudutnya diberikan

pembobotan 𝑤𝑖𝑗 = 0.

e. Double Linear Contiguity (Persinggunagan dua tepi)

Matriks yang mendefinisikan wilayah yang berada di kanan dan kiri dari

wilayah yang diamati diberi pembobotan 𝑤𝑖𝑗 = 1 dan untuk wilayah lainnya diberi

pembobotan 𝑤𝑖𝑗 = 0.

f. Double Rook Contiguity (Persinggungan dua sisi)

Matriks pembobot spasial yang memberikan pembobotan 𝑤𝑖𝑗 = 1 untuk

wilayah yang berada di kiri, kanan, utara, dan selatan dari wilayah yang menjadi

perhatian, sedangkan untuk wilayah lainnya diberi pembobotan 𝑤𝑖𝑗 = 0.

2.13 Uji Efek Spasial

Uji depensi spasial dilakukan untuk mengetahui adanya efek spasial yang dapat

diperoleh menggunakan uji autokorelasi spasial dengan menggunakan statistik

Moran’s I dan Lagrange Multiplier (lag). Autokorelasi spasial merupakan tafsiran

dari korelasi antar nilai amatan satu dengan lainnya yang berkaitan dengan lokasi

pada variabel yang sama. Terdapatnya autokorelasi ditandai dengan adanya pola

sistematik dalam penyebaran sebuah variabel.

a. Moran’s I

Hipotesis:

H0 : Tidak ada autokorelasi spasial antar lokasi


18

H1 : Ada autokorelasi spasial antar lokasi

Statistik uji:

𝐼 − 𝐸(𝐼) (2.2)
𝑍ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
√𝑉𝑎𝑟(𝐼)

dengan,

∑𝑛𝑖=1 ∑𝑛𝑗=1 𝑊𝑖𝑗 (𝑥𝑖 − 𝑥̅ )(𝑥𝑗 − 𝑥̅ ) (2.3)


𝐼=
∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2

1 (2.4)
𝐸⁡(𝐼) = 𝐼0 = −
𝑛−1

𝑛2 . 𝑆1 − 𝑛⁡. 𝑆2 + 3⁡. 𝑆02 (2.5)


𝑉𝑎𝑟(𝐼) = 2 2 2 − [𝐸(𝐼)]2
(𝑛 − 1) ⁡. 𝑆0
𝑛 𝑛
(2.6)
𝑆0 = ∑ ∑ 𝑊𝑖𝑗
𝑖=1 𝑗=1

1 𝑛 𝑛
(2.7)
𝑆1 = ∑ ∑ (𝑊𝑖𝑗 + 𝑊𝑗𝑖 )2
2 𝑖=1 𝑗=1

2 (2.8)
𝑆2 = ∑ (∑ 𝑤𝑘𝑗 + ∑ 𝑤𝑖𝑘 )
𝑘 𝑗 𝑖

𝑛
(2.9)
𝑊𝑖. = ∑ 𝑊𝑖𝑗
𝑗=1

𝑛
(2.10)
𝑊.𝑖 = ∑ 𝑊𝑗𝑖
𝑗=1

Dimana:

Ii = Nilai Moran’s I

n = banyaknya pengamatan

𝑥𝑖 = nilai pengamatan pada lokasi ke-i (𝑖 = 1,2, … , 𝑛)

𝑥𝑗 = nilai pengamatan pada lokasi ke-j (𝑗 = 1,2, … , 𝑛)


19

𝑥̅ = nilai rata-rata data

Wij = elemen matriks pembobot spasial

Zhitung (Ii) = Nilai statistik uji Moran’s I

Var (I) = varians Moran’s I

E (I) = Nilai harapan Moran’s I

Berdasarkan hal tersebut maka pengambilan keputusan pada uji ini adalah tolak

H0 jika |Zhit | >⁡𝑍𝛼 atau 𝜌-value < 0,05.


2

b. Lagrange Multiplier (LM)

Uji Lagrange Multiplier (LM) yang digunakan untuk menentukan model

Spatial Autoregressive Model (SAR) mempunyai hipotesis:

𝐻0 : 𝜌 = 0⁡(Tidak ada ketergantungan lag spasial)

𝐻1 : 𝜌 ≠ 0⁡(Ada ketergantungan lag spasial)

Statistik LM yang digunakan berbentuk sebagai berikut:


2 (2.8)
𝑇
𝑒 𝑊𝑌
( )
𝑒𝑒 𝑇
𝐿𝑀𝑙𝑎𝑔 = 𝑛
𝐷

Dengan,

𝐷 = (𝑊𝑋𝛽)𝑇 (𝐼 − 𝑋(𝑋 𝑇 𝑋)−1 𝑋 𝑇 )(𝑊𝑋𝛽) (2.9)

e = vektor error model regresi

n = banyaknya data

W = matriks pembobot spasial

X = matriks variabel bebas


20

Y = matriks variabel respon

𝛽 = vektor koefisien parameter regresi

I = matriks identitas

𝜎2 = estimasi varians error model regresi

Berdasarkan uraian diatas sehingga pengambilan keputusan pada uji ini adalah
2
tolak H0 bila 𝐿𝑀𝜌 > 𝑋(𝑞) ⁡atau p-value < 0,05.

2.14 Spatial Autoregressive Model (SAR)

Spatial Autoregressive Model (SAR) merupakan salah satu model dari analisis

regresi spasial dengan pendekatan dengan memperhitungkan pengaruh spasial lag

pada variabel dependen sehingga disebut juga dengan Spatial Lag Model (SLM).

Model SAR secara sistematis dituliskan sebagai berikut:

𝑦 = 𝜌𝑊𝑦 + 𝑋𝛽 + 𝜀 (2.11)

𝜀~𝑁(0, 𝜎𝜀2 𝐼𝑛 )

Penafsiran pada model SAR menggunakan penafsiran maximum likelihood

dengan parameter-parameter yang belum diketahui yang didapatkan dengan cara

memaksimumkan suatu fungsi kemungkinan (likelihood function).

a. Metode Estimasi Parameter Model SAR

Maximum Likelihood (ML) untuk Regresi OLS

𝑦 = ⁡𝑋𝛽 + 𝑢 (2.14)

Asumsi bahwa:

𝜀~𝑁(0, 𝜎𝜀2 𝐼𝑛 )
21

Sehingga fungsi densitas 𝑢𝑖 menjadi seperti berikut:

1 1 𝑢𝑖2
𝑓(𝑢𝑖 , 0, 𝜎 2 ) = ⁡ 𝑒𝑥𝑝 (− )
√2𝜋𝜎 2 𝜎2

Diketahui densitas bersama, yaitu:


𝑛

𝐿𝑢 = ∏ 𝑓(𝑢𝑖 , 0, 𝜎 2 )
𝑖=1

𝑛
1 1
= 𝑛/2 𝑛 𝑒𝑥𝑝 (− 2 ∑ 𝑢𝑖2 )
2𝜋 𝜎 2𝜎
𝑖=1

1 1
=⁡ 𝑛/2 𝑛
𝑒𝑥𝑝 (− 2 𝑢𝑇 𝑢)
(2𝜋) 𝜎 2𝜎

Distribusi bersama dari y adalah:

𝜕𝑢
𝑓𝑦1,⋯,𝑦𝑛 (𝑦) = 𝑓𝑢1,⋯,𝑢𝑛 (𝑢) | |
𝜕𝑦

Sesuai dengan persamaa (1.21), yaitu:

𝑦 = ⁡𝑋𝛽 + 𝑢

𝑢 = ⁡𝑦 − 𝑋𝛽

1 0 0 ⋯ 0
𝜕𝑢 0 1 0 ⋯ 0
| | = [⋯ ⋯ ⋯ ⋱ ⋮] = 1
𝜕𝑦
0 0 0 0 1

Sehingga

1 1
𝑓𝑦1,⋯,𝑦𝑛 (𝑦) = 𝐿𝑦 = 𝑛/2 𝑛
𝑒𝑥𝑝 (− 2
(𝑦 − 𝑋𝛽)𝑇 (𝑦 − 𝑋𝛽))
(2𝜋) 𝜎 2𝜎

𝑛 𝑛 1
𝑙𝑛⁡𝐿𝑦 = − − ln(𝜎 2 ) − 2 (𝑦 − 𝑋𝛽)𝑇 (𝑦 − 𝑋𝛽)
2 2 2𝜎

𝜕⁡𝑙𝑛𝐿𝑦
= ⋯ → 𝛽̂ = (𝑋 𝑇 𝑋)−1 𝑋 𝑇 𝑦
𝜕𝛽
22

𝜕⁡𝑙𝑛𝐿𝑦 1
2
= ⋯ → 𝜎 2 = (𝑦 − 𝑋𝛽)𝑇 (𝑦 − 𝑋𝛽)⁡⁡⁡⁡⁡⁡⁡(𝑏𝑖𝑎𝑠)
𝜕𝜎 𝑛

1
→ 𝜎2 = (𝑦 − 𝑋𝛽)𝑇 (𝑦 − 𝑋𝛽)
𝑛 − (𝑝 + 1)

Dengan p adalah jumlah variabel independen.

b. Estimasi parameter Model SAR dengan MLE

𝑦 = 𝜌𝑊𝑦 + 𝑋𝛽 + 𝜀

Sehingga untuk memperoleh nilai 𝜀 dapat menggunakan rumus dibawah ini:

𝜕𝜀
𝜀 = (𝐼 − 𝜌𝑊)𝑦 − 𝑋𝛽 → | | = |𝐼 − 𝜌𝑊|
𝜕𝑦

1. Metode MLE

1 1 𝑇
𝐿𝜀 = 𝑒𝑥𝑝 (− 𝜀 𝜀)
(2𝜋)𝑛/2 (𝜎 2 )𝑛/2 2𝜎 2

𝜕𝜀
𝐿𝑦 = 𝐿𝜀 | |
𝜕𝑦

1 1 𝑇
𝐿𝑦 = |𝐼 − 𝜌𝑊|𝑒𝑥𝑝 (− 𝜀 𝜀)
(2𝜋)𝑛/2 (𝜎 2 )𝑛/2 2𝜎 2

c. Langkah-langkah Estimasi Parameter Model SAR

1. Regresikan y terhadap X

OLS: 𝛽̂𝑜 = (𝑋 𝑇 𝑋)−1 𝑋 𝑇 𝑦

Residual: 𝑒̂𝑜 = 𝑦 − 𝑋𝛽̂𝑜

2. Regresikan Wy hanya terhadap X

OLS: 𝛽̂𝑜 = (𝑋 𝑇 𝑋)−1 𝑋 𝑇 𝑊𝑦

Residual: 𝑒̂𝐿 = 𝑊𝑦 − 𝑋𝛽̂𝐿


23

3. Mencari parameter 𝜌 dengan memaksimalkan fungsi likelihood

𝑛 1
𝑀𝑎𝑥 ln 𝐿𝑐 (𝜌) = 𝐶 − 𝑙𝑛 [ (𝑒̂𝑜 − 𝜌𝑒̂𝐿 )𝑇 (𝑒̂𝑜 − 𝜌𝑒̂𝐿 )] + 𝑙𝑛|𝐼 − 𝜌𝑊|
2 𝑛

4. Estimasi 𝛽̂ dan 𝜎̂ 2

𝛽̂ = 𝛽̂𝑜 − 𝜌𝛽̂𝐿

1
𝜎̂ 2 = (𝑒̂ − 𝜌𝑒̂𝐿 )𝑇 (𝑒̂𝑜 − 𝜌𝑒̂𝐿 )
𝑛 𝑜

d. Uji Kecocokan Model SAR

1. Uji Kecocokan Model SAR dengan Cara Membandingkan dengan Model

Regresi OLS.

Hipotesis:

H0 : 𝜌 = 0, ∀𝑖 (Model OLS lebih baik)

H1 :𝜌≠0 (Model SAR lebih baik)

Statistik Uji:

(𝑆𝑆𝐸𝑐 − 𝑆𝑆𝐸𝑢 )/((𝑝 + 1) − 𝑝) (2.15)


𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = ~𝐹𝛼;⁡𝜌;(𝑛−𝑝)
𝑆𝑆𝐸𝑢 /(𝑛 − 𝑝) 2

Dengan,

𝑆𝑆𝐸𝑐 = SSE dari model constrained atau dapat dikatakan H0 benar yang berarti

model OLS lebih baik dibandingkan dengan model SAR.

𝑆𝑆𝐸𝑢 = SSE dari model constrained atau dapat dikatakan H0 salah yang berarti

model SAR lebih baik dibandingkan dengan model OLS.

Berdasarkan hal tersebut maka pengambilan keputusan pada uji ini adalah tolak
24

H0 jika 𝜌-value < 0,05.

2. Uji Kecocokan Model Keseluruhan

Hipotesis:

H0 : 𝜃𝑖 = 0, ∀𝑖 (Model SAR tidak sesuai)

H1 : ∃𝑖 𝜃𝑖 ≠ 0 (Model SAR sesuai)

Statistik Uji:

(𝑆𝑆𝐸𝑐 − 𝑆𝑆𝐸𝑢 )/(𝑝 + 1) (2.16)


𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = ~𝐹𝛼;⁡𝜌;(𝑛−𝑝)
𝑆𝑆𝐸𝑢 /(𝑛 − 𝑝) 2

𝑆𝑆𝐸𝑐 = SSE dari model constrained atau dapat dikatakan H0 benar

𝑆𝑆𝐸𝑢 = SSE dari model constrained atau dapat dikatakan H0 salah yang berarti

model SAR cocok.

Berdasarkan hal tersebut maka pengambilan keputusan pada uji ini adalah tolak

H0 jika 𝜌-value < 0,05.

3. Uji Signifikasi Parameter Secara Individu

Salah satu uji yang relevan untuk digunakan dalam data spasial adalah Uji

Wald. Menurut Anselin (1988), Uji Wald merupakan uji yang idgunakan untuk

menguji signifikasi koefisien model secara individu. Menurut Agresti (2007), Uji

Wald dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

Hipotesis:

H0 : 𝛽𝑖 = 0 (Parameter tidak signifikan)


25

H1 : 𝛽𝑖 ≠ 0 (Parameter signifikan)

Statistik Uji:

2 (2.17)
𝛽̂𝑗
𝑊=( )
𝑆𝐸(𝛽̂𝑗 )

(2.18)
𝑆𝐸(𝛽̂𝑗 ) = √(𝜎 2 (𝛽̂𝑗 ))

Dengan,

𝑆𝐸(𝛽̂𝑗 )= Dugaan galat baku untuk koefisien 𝛽𝑖

𝛽̂𝑗 = Nilai dugaan untuk parameter (𝛽̂𝑗 )

Pengambilan Keputusan:

2
H0 ditolak jika nilai 𝑊 > 𝑋(𝛼,1)

2.15 Geographically Weighted Regression (GWR)

Menurut Fotheringham, dkk. (2002) GWR adalah metode statistika yang

digunakan untuk menganalisis heterogenitas spasial.

𝑝
(2.19)
𝑦𝑖 = 𝛽𝑜 (𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 ) + ∑ 𝛽𝑘 (𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 )𝑥𝑖𝑘 + 𝜀𝑖 ,
𝑘=1

𝑖 = 1,2, … , 𝑛

Dengan,

𝑦𝑖 = nilai observasi variabel respon ke-i

𝑥𝑖𝑘 = nilai observasi variabel prediktor ke-k pada lokasi

pengamatan ke-i
26

𝛽𝑜 (𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 ) = konstanta pada pengamatan ke-i

(𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 ) = koordinat letak geografis dari lokasi pengamatan ke-i

𝛽𝑘 (𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 ) = nilai observasi variabel prediktor ke-k pada lokasi

pengamatan ke-i

𝜀𝑖 = error pengamatan ke-I yang diasumsikan identik

Kemudian dalam model GWR, peran pembobot pada model GWR sangat

penting karena nilai pembobot ini mewakili letak data observasi satu dengan

lainnya. Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan pembobot pada

model GWR adalah metode cross Validation (CV) yang didefinisikan sebagai

berikut:

𝑛
(2.20)
𝐶𝑉 = ∑(𝑦𝑖 − 𝑦̂≠𝑖 (ℎ))2
𝑖=1

a. Uji Hipotesis Model GWR

Pengujian dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Tidak ada perbedaan antara model regresi global dengan GWR

H1 : Ada perbedaan antara model regresi global dengan GWR

𝑆𝑆𝐸(𝐻0 )/𝑑𝑓1 (2.21)


𝐹∗ =
𝑆𝑆𝐸(𝐻1 )/𝑑𝑓2

Dengan,

𝑆𝑆𝐸(𝐻0 ) =𝑌 𝑇 (𝐼 − 𝐻)

𝐻 = 𝑋(𝑋 𝑇 𝑋)−1 𝑋 𝑇
27

𝑑𝑓1 =𝑛−𝑝−1

𝑆𝑆𝐸(𝐻0 ) =𝑌 𝑇 (𝐼 − 𝑆)𝑇 (𝐼 − 𝑆)𝑌

𝑑𝑓2 = (𝑛 − 2𝑡𝑟(𝑆) + 𝑡𝑟(𝑆 𝑇 𝑆))

Pengambilan Keputusan:

Berdasarkan hal tersebut maka pengambilan keputusan pada uji ini adalah tolak

H0 jika F* >⁡𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 atau 𝜌-value < 0,05.

2.16 Studi Kasus

Seorang mahasiswa melakukan penelitian terkait model yang cocok untuk

menggambarkan status ketahanan pangan di Provinsi Bali berdasarkan

kabupaten/kota tahun 2020 dengan membandingkan antara model SAR dan model

GWR.

a. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari web

https://bali.bps.go.id/ dan berbagai instansi baik secara offline maupun online.

Adapun data Indeks Ketahanan Pangan (IKP) Provinsi Bali berdasarkan

kabupaten/kota tahun 2020 disajikan dalam tabel berikut:

Pemetaan status ketahanan pangan disesuaikan dengan Cut off Point untuk

pemberian warna pada kabupaten/kota yang tercantum dalam tabel dibawah ini.

Tabel 2. 1 Cut off Point Indeks Ketahanan Pangan

Kelompok IKP Rataan Nilai IKP Rataan Nilai IKP Kota

Kabupaten
28

1 ≤ 41,52 ≤ 28,84

2 > 41,52 − 51,42 > 28,84 − 41,44

3 > 51,42 − 59,58 > 41,44 − 51,29

4 ⁡> 59,58 − 67,75 > 51,29 − 61,13

5 > 67,75 − 75,68 > 61,13 − 70,64

6 > 75,68 > 74,40

Sumber: Indeks Ketahanan Pangan BPKP 2020

b. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas variabel dependen dan

variabel independen. Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian

ini disajikan dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 2. 1 Variabel-Variabel Penelitian

KODE Y X1 X2 X3 X4 X5 Wy
5101 6 62.7 4.88 72.35 0.6 278.1 18
5102 6 59.67 4.21 76.16 0.64 445.7 18
5103 6 66.04 1.78 81.59 2.36 670.2 18
5104 6 58.08 3.88 77.14 0.97 512.2 24
5105 6 69.44 5.4 71.71 0.55 179.1 29
5106 5 51.78 4.44 69.35 0.6 227.3 12
5107 6 59.34 6.25 67.34 0.55 416.6 29
5108 6 57.14 5.19 72.3 0.63 660.6 6
5171 6 74.53 2.1 83.68 2.06 947.1 11
Keterangan:

Y = Status Ketahanan Pangan

X1 = Produktivitas Padi
29

X2 = Jumlah Penduduk

X3 = Laju Pertumbuhan Penduduk

X4 = Penduduk Miskin

X5 = Indeks Pembangunan Manusia

X6 = Variabel Penjelas

c. Hasil dan Pembahasan

Pembahasan mengenai studi kasus dengan menggunakan Spatial

Autoregressive Model (SAR) dan Geographically Weighted Regression (GWR)

serta berisikan dekrispsi terkait pemetaan Provinsi Bali yang berdasarkan nilai

Indek Ketahanan Pangan (IKP) tahun 2020 dengan Quantum-Gis.

1. Deskripsi Peta Tematik Provinsi Bali

Berdasarkan nilai Indeks Ketahanan Pangan (IKP) dan disesuaikan dengan cut

off point sehingga diperoleh pemetaan kabupaten/kota di Provinsi Bali dengan

menggunakan Quantum-Gis seperti gambar dibawah ini.

Gambar 2. 2 Pemetaan Provinsi Bali


30

Pada pemetaan yang diperoleh dapat diketahui bahwa terdapat tujuh kabupaten

dan satu kota yang terdiri atas Kabupaten Karang Asem, Kabupaten Klungkung,

Kabupaten Gianyar, Kabupaten Badung, Kabupaten Jembrana, Kabupaten

Tabanan, dan Kabupaten Buleleng serta Kota Denpasar diwarnai dengan warna

hijau tua yang artinya kabupaten-kabupaten dan kota tersebut merupakan

kabupaten dan kota yang memiliki ketahanan pangan paling baik di Provinsi Bali.

Selain kabupaten-kabupaten dan kota tersebut, terdapat satu kabupaten yang

memiliki tingkat ketahanan pangan sedang diwarnai hijau lebih muda yaitu

Kabupaten Gianyar.

Kemudian berdasarkan pemetaan tersebut, maka dapat diperoleh variabel

penjelas yang menggambarkan adanya keterkaitan pengaruh antar wilayah dengan

cara mengkalikan nilai Indeks Ketahanan Pangan (IKP) dengan matriks pembobot

spasial. Adapun matriks pembobot spasial diperoleh menggunakan metode Queen

Countiguity seperti dibawah ini.

0 1 0 1 0 0 1 0 0 6
1 0 1 1 0 0 0 0 0 6
0 1 0 1 1 0 0 0 0 6
1 1 1 0 0 0 1 0 0 6
𝑊𝑖𝑗 = 0 0 1 1 0 1 1 1 0 𝑋= 6
0 0 0 0 1 0 1 0 0 5
1 0 0 1 1 1 0 0 1 6
0 0 0 0 1 0 0 0 0 6
[0 0 0 0 0 1 1 0 0] [6 ]

Sehingga diperoleh variabel penjelas sebagai berikut:


31

18
18
18
24
𝑊𝑦 = 29
12
29
6
[11]

Keterangan:

𝑊𝑖𝑗 = matriks pembobot spasial

𝑋 = nilai indeks ketahanan pangan

𝑊𝑦 = variabel penjelas

2. Uji Asumsi

Pada kasus ini dilakukan uji asumsi berupa uji multikolinearitas dan uji

normalitas.

Hipotesis:

H0 : Data berdistribusi normal

H1 : Data tidak berdistribusi normal

Dasar Pengambilan Keputusan:

Jika nilai signifikansi ≥ 0.05, maka H0 diterima

Jika nilai signifikansi < 0.05, maka H0 ditolak

Hasil output dengan menggunakan software Open Geoda sebagai berikut:

TEST ON NORMALITY OF ERRORS


TEST DF VALUE PROB
Jarque-Bera 2 0.7060 0.70258
32

Berdasarkan hasil output diatas, terlihat bahwa 𝜌 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 sebesar 0,7060 >⁡𝛼

artinya data dalam kasus merupakan data yang berdistribusi normal.

3. Regresi Spatial Autoregressive Model (SAR)

1. Model

Berdasarkan data diatas penentuan model menggunakan regresi SAR dengan

pembobotan queen contiguity. Penentuan model SAR menggunakan software Open

Geoda, model yang diperoleh sebagai berikut:

-----------------------------------------------------------------------------
Variable Coefficient Std.Error z-value Probability
-----------------------------------------------------------------------------
W_Y 0.810571 0.126109 6.42752 0.00000
CONSTANT -22.4239 1.8784 -11.9377 0.00000
X1 -0.0346435 0.00495385 -6.99324 0.00000
X2 1.31408 0.0837448 15.6915 0.00000
X3 0.259329 0.0164892 15.7272 0.00000
X4 1.39996 0.119238 11.7409 0.00000
X5 -0.00123415 0.00015044 -8.20362 0.00000
-----------------------------------------------------------------------------
Keterangan:

Y = Status Ketahanan Pangan

X1 = Produktivitas Padi

X2 = Jumlah Penduduk

X3 = Laju Pertumbuhan Penduduk

X4 = Penduduk Miskin

X5 = Indeks Pembangunan Manusia

Wy = Variabel Spasial
33

Dari hasil output diatas, maka diperoleh nilai odds ratio untuk setiap variabel

dituliskan dalam tabel dibawah ini.

Tabel 2. 2 Nilai Odds Ratio Variabel Penelitian

Variabel Penelitian Odds Ratio

Constant 1.82568E-10

X1 0.96595

X2 3.721326

X3 1.29606

X4 4.055038

X5 0.998767

Wy 2.249192

Sehingga persamaan regresi logistik ordinal spasial yang terbentuk, yaitu:

𝑃(𝑌 ≤ 𝑠|𝑥)
𝐿𝑜𝑔 ( ) = 𝛼𝑠 − 𝑋𝛽 − 𝜌𝑊𝑦 + 𝜀
1 − 𝑃(𝑌 ≤ 𝑠|𝑥)

𝑃(𝑌 ≤ 𝑠|𝑥 )
𝐿𝑜𝑔 (1−𝑃(𝑌 ≤ 𝑠|𝑥)) = −22,4239 − 0,0346435𝑋1 + 1,31408𝑋2 +

0,259329𝑋3 + 1,39996𝑋4 − 0,00123415𝑋5 + 0,810571𝑊𝑦

Berdasarkan tabel diatas, maka interpretasi model regresi logistik ordinal

spasial yang diperoleh dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Nilai contant persamaan regresi logistik ordinal spasial diatas adalah -

22,4239 dengan nilai odds ratio sebesar 1.82568E-10. Hal ini berarti status

ketahanan pangan tahan pangan adalah sebesar 1.82568E-10 dibandingkan


34

dengan status ketahanan rentan pangan dengan asumsi semua variabel bebas

bernilai 0.

2. Nilai koefisien regresi variabel produktivitas padi adalah 0,0346435

dengan nilai odds ratio sebesar 0,965949716 yang artinya apabila

produktivitas padi meningkat satu persen, maka status ketahanan pangan lebih

rentan sebesar 0,965949716 kali dengan asumsi variabel lainnya dianggap

konstan.

3. Nilai koefisien regresi variabel jumlah penduduk adalah 1,31408 dengan

nilai odds ratio sebesar 3,721132579. Hal ini berarti apabila jumlah penduduk

meningkat satu persen, maka status ketahanan pangan lebih tahan sebesar

3,721132579 kali dengan asumsi variabel lainnya dianggap konstan.

4. Nilai koefisien regresi variabel laju pertumbuhan penduduk adalah

0,259329 dengan nilai odds ratio sebesar 1,296060138. Hal ini berarti apabila

laju pertumbuhan penduduk meningkat satu persen, maka status ketahanan

pangan lebih tahan sebesar 1,296060138 kali dengan asumsi variabel lainnya

dianggap konstan.

5. Nilai koefisien regresi variabel penduduk miskin adalah 1,39996 dengan

nilai odds ratio sebesar 4,055037762. Hal ini berarti apabila penduduk miskin

meningkat satu persen, maka status ketahanan pangan lebih tahan sebesar

4,055037762 kali dengan asumsi variabel lainnya dianggap konstan.

6. Nilai koefisien regresi variabel indeks pembangunan manusia adalah -

0,00123415 dengan nilai odds ratio sebesar 0,998766611. Hal ini berarti

apabila indeks pembangunan manusia meningkat satu persen, maka status


35

ketahanan pangan lebih rentan sebesar 0,998766611 kali dengan asumsi

variabel lainnya dianggap konstan.

7. Nilai koefisien regresi variabel spasial adalah 0,810571 dengan nilai odds

ratio sebesar 2,249191909. Hal ini berarti apabila pengaruh spasial meningkat

satu satuan, maka status ketahanan pangan lebih tahan sebesar 2,249191909

kali dengan asumsi variabel lainnya dianggap konstan.

Kemudian diketahui pula bahwa model regresi SAR tersebut memiliki nilai AIC

sebesar -14,734 dan nilai R-squares sebesar 0,982014 artinya variabel bebas yang

ada dalam model dapat menjelaskan Y (IKP) sebagai variabel respon sebesar

98,20% dan sisanya dijelaskan oleh variabel di luar model yang terbentuk. sesuai

dengan hasil output dibawah ini.

SUMMARY OF OUTPUT: SPATIAL LAG MODEL - MAXIMUM LIKELIHOOD ESTIMATION


Data set : PROVINSI_BALI
Spatial Weight : PROVINSI_BALI
Dependent Variable : Y Number of Observations: 9
Mean dependent var : 5.88889 Number of Variables : 7
S.D. dependent var : 0.31427 Degrees of Freedom : 2
Lag coeff. (Rho) : 0.810571

R-squared : 0.982014 Log likelihood : 14.367


Sq. Correlation : - Akaike info criterion : -14.734
Sigma-square : 0.00177639 Schwarz criterion : -13.3534
S.E of regression : 0.0421472

b. Pemeriksaan asumsi model SAR

1. Uji Efek Spasial

a. Moran’s I

Hipotesis:

H0 : Tidak ada autokorelasi spasial antar lokasi

H1 : Ada autokorelasi spasial antar lokasi


36

Dengan taraf signifikansi, yaitu:

𝛼 = 5%

Hasil output dengan menggunakan software Open Geoda sebagai berikut:

DIAGNOSTICS FOR SPATIAL DEPENDENCE


FOR WEIGHT MATRIX : PROVINSI_BALI
(row-standardized weights)
TEST MI/DF VALUE PROB
Moran's I (error) 0.3958 2.1950 0.02817
Lagrange Multiplier (lag) 1 5.4316 0.01978
Robust LM (lag) 1 3.4668 0.06261
Lagrange Multiplier (error) 1 2.3818 0.12275
Robust LM (error) 1 0.4170 0.51842
Lagrange Multiplier (SARMA) 2 5.8486 0.05370

Berdasarkan hasil output diatas, terlihat bahwa nilai 𝜌 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒⁡dan

𝑝𝑟𝑜𝑏𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦⁡pada Moran’s I sebesar 2,1950 dan 0,02817. Oleh karena itu, dapat

disimpulkan bahwa H0 ditolak sehingga dapat dikatakan dalam data terdapat

autokorelasi spasial antar wilayah yang ditandai dengan diperolehnya nilai

𝑝𝑟𝑜𝑏𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 sebesar 0,02817 < 𝛼.

b. Lagrange Multiplier (lag).

Hipotesis:

H0 : ρ = 0⁡(Tidak ada ketergantungan lag spasial)

H1 : ρ ≠ 0⁡(Ada ketergantungan lag spasial)

Dengan taraf signifikansi, yaitu:

𝛼 = 5%

Hasil output dengan menggunakan software Open Geoda sebagai berikut:

DIAGNOSTICS FOR SPATIAL DEPENDENCE


FOR WEIGHT MATRIX : PROVINSI_BALI
(row-standardized weights)
TEST MI/DF VALUE PROB
37

Moran's I (error) 0.3958 2.1950 0.02817


Lagrange Multiplier (lag) 1 5.4316 0.01978
Robust LM (lag) 1 3.4668 0.06261
Lagrange Multiplier (error) 1 2.3818 0.12275
Robust LM (error) 1 0.4170 0.51842
Lagrange Multiplier (SARMA) 2 5.8486 0.05370

Berdasarkan hasil output diatas, terlihat bahwa nilai 𝜌 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒⁡dan

𝑝𝑟𝑜𝑏𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦⁡pada Lagrange Multiplier (lag) sebesar 5,4316 dan 0,01978. Oleh

karena itu, dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak sehingga dapat dikatakan dalam

data terdapat ketergantungan spasial pada variabel respon yang ditandai dengan

diperolehnya nilai 𝑝𝑟𝑜𝑏𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 sebesar 0,01978< 𝛼 yang artinya analisis dapat

dilanjutkan dengan menggunakan model SAR.

2. Uji Kesesuaian Model

Hipotesis:

H0 : 𝜃𝑖 = 0, ∀𝑖 (Model SAR tidak sesuai)

H1 : ∃𝑖 𝜃𝑖 ≠ 0 (Model SAR sesuai)

Dengan taraf signifikansi, yaitu:

𝛼 = 5%

Hasil output dengan menggunakan software Open Geoda sebagai berikut:

DIAGNOSTICS FOR SPATIAL DEPENDENCE


SPATIAL LAG DEPENDENCE FOR WEIGHT MATRIX : PROVINSI_BALI
TEST DF VALUE PROB
Likelihood Ratio Test 1 9.0089 0.00269

Berdasarkan output yang dihasilkan nilai 𝜌 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒⁡dan 𝑝𝑟𝑜𝑏𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦⁡LR-test

sebesar 9,0089 dan 0,00269. Pada taraf signifikansi 𝛼 = 5% dapat disimpulkan

bahwa model SAR yang diperoleh merupakan model yang sesuai.


38

3. Uji Signifikansi Parsial

Hipotesis:

H0 : 𝛽𝑖 = 0 (Parameter tidak signifikan)

H1 : 𝛽𝑖 ≠ 0 (Parameter signifikan)

Dengan taraf signifikansi, yaitu:

𝛼 = 5%

Output dengan menggunakan software Open Geoda sebagai berikut:

-----------------------------------------------------------------------------
Variable Coefficient Std.Error z-value Probability
-----------------------------------------------------------------------------
W_Y 0.810571 0.126109 6.42752 0.00000
CONSTANT -22.4239 1.8784 -11.9377 0.00000
X1 -0.0346435 0.00495385 -6.99324 0.00000
X2 1.31408 0.0837448 15.6915 0.00000
X3 0.259329 0.0164892 15.7272 0.00000
X4 1.39996 0.119238 11.7409 0.00000
X5 -0.00123415 0.00015044 -8.20362 0.00000
-----------------------------------------------------------------------------
Keterangan:

Y = Status ketahanan Pangan

X1 = Produktivitas Padi

X2 = Jumlah Penduduk

X3 = Laju Pertumbuhan Penduduk

X4 = Penduduk miskin

X5 = Indeks Pembangunan Manusia

Wy = Variabel Spasial
39

Pada taraf signifikansi 𝛼 = 5% dapat disimpulkan bahwa semua parameter

yang signifikan terhadap model.

4. Geographically Weighted Regression (GWR)

a. Model

Berdasarkan data diatas penentuan model menggunakan Geographically

Weighted Regression (GWR) dengan pembobotan fixed gaussian. Penentuan model

GWR menggunakan software GWR4, output yang diperoleh sebagai berikut:

*************************************************************************
****
GWR (Geographically weighted regression) result
*************************************************************************
****
Bandwidth and geographic ranges
Bandwidth size: 0.860000
Coordinate Min Max Range
--------------- --------------- --------------- ---------------
X-coord 114.682558 115.540591 0.858033
Y-coord -8.670430 -8.211609 0.458821

Diagnostic information
Residual sum of squares: 0.045902
Effective number of parameters (model: trace(S)):
6.293990
Effective number of parameters (variance: trace(S'S)):
6.047830
Degree of freedom (model: n - trace(S)):
2.706010
Degree of freedom (residual: n - 2trace(S) + trace(S'S)):
2.459851
ML based sigma estimate: 0.071416
Unbiased sigma estimate: 0.136603
-2 log-likelihood: -21.965369
Classic AIC: -7.377390
AICc: 163.997641
BIC/MDL: -5.938836
CV: 0.175880
R square: 0.948360
Adjusted R square: 0.717014
Berdasarkan output yang diperoleh didapatkan bandwith sebesar 0,860000

dengan nilai CV minimum sebesar 0,175880. Pada hasil diatas diketahui pula

Residual sum of squares sebesar 0,045902 dimana semakin kecil nilainya, maka

semakin baik model yang terbentuk. Kemudian diketahui nilai AIC sebesar -
40

7,377390 yang berguna untuk menentukan model terbaik. Nilai R-squares sebesar

0,7117014 artinya variabel bebas yang ada dalam model dapat menjelaskan Y (IKP)

sebagai variabel respon sebesar 71,17% dan sisanya dijelaskan oleh variabel di luar

model yang terbentuk.

*************************************************************************
****
GWR ANOVA Table
*************************************************************************
****
Source SS DF MS
F
----------------- ------------------- ---------- --------------- --------
--
Global Residuals 0.059 3.000
GWR Improvement 0.013 0.540 0.024
GWR Residuals 0.046 2.460 0.019
1.287139

*************************************************************************

****

Pada hasil diatas, nilai F hitung sebesar 1,287139 dengan degree of freedom

(0,540; 2,460) dan taraf signifikansi 0,05 artinya model GWR yang diperoleh tidak

signifikan disebabkan oleh nilai 𝜌 − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒⁡> 0,05.

5. Pemilihan Model Terbaik

Model yang telah diperoleh, baik model SAR atau pun model GWR akan dipilih

model terbaik berdasarkan nilai AIC. Semakin kecil nilai AIC yang diperoleh, maka

semakin baik model yang terbentuk.

Tabel 2. 3 Perbandingan Nilai AIC Model

Model Nilai AIC

SAR -14,734

GWR -7,377390
41

Sesuai tabel diatas, maka dapat disimpulkan bahwa model SAR lebih baik

dibandingkan model GWR untuk menggambarkan status ketahanan pangan di

Provinsi Bali berdasarkan kabupaten/kota tahun 2020.


BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan Spatial Autoregressive Model (SAR) dan Geographically

Weighted Regression (GWR)

Berdasarkan hasil dari contoh kasus dengan menggunakan Spatial

Autoregressive Model (SAR) dan Geographically Weighted Regression (GWR)

disimpulkan bahwa terkait status ketahanan pangan di Provinsi Bali berdasarkan

kabupaten/kota tahun 2020 diperoleh model regresi terbaik yaitu model SAR.

Pemilihan model terbaik didasarkan pada model yang memiliki nilai AIC terkecil.

Pada model SAR nilai AIC sebesar 12,5923 dan model GWR sebesar 39,251411.

Adapun variabel-variabel yang signifikan terhadap variabel respon yaitu

produktivitas padi, jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk, penduduk

miskin, dan indeks pembangunan manusia (IPM).

3.2 Kelebihan dan Kelemahan Spatial Autoregressive Model (SAR) dan

Geographically Weighted Regression (GWR)

Kelebihan Spatial Autoregressive Model (SAR) dapat digunakan untuk data

yang berhubungan dengan batas-batas tertentu atau disebut dengan data area berupa

data terkait persinggungan antar wilayah seperti batas kota, negara, provinsi,

kabupaten, dan wilayah. Kelemahan Spatial Autoregressive Model (SAR) adalah

tidak dapat digunakan untuk data yang diperoleh berdasarkan koordinat tertentu.

Geographically Weighted Regression (GWR) memiliki kelebihan yaitu dapat

digunakan untuk analisis pada data yang berdasarkan pada posisi koordinat tertentu

disebut dengan pola titik seperti mata air, lampu jalan, alamat, dan kendaraan.

42
43

Namun, Geographically Weighted Regression (GWR) tidak dapat digunakan untuk

analisis data yang berupa wilayah disebabkan GWR menganalisis hubungan

berdasarkan segmen yang dibentuk dari lokasi titik-titik yang diamati.


DAFTAR PUSTAKA

BKPKP. 2020. “Indeks Ketahanan Pangan 2020.” Badan Ketahanan Pangan


0(0):0. Daerah, Untuk Pemerintah. n.d. “Panduan Penggunaan Aplikasi
Sistem.”

Elyana, M Arrie Kunilasari; Srinadi, I Gusti Ayu Made; Susilawati, Made. 2012.
“Pemodelan Angka Kematian Bayi Dengan Pendekatan Geographically
Weighted Poisson Regression Di Provinsi Bali.” E-Jurnal Matematika 1(1):
94–98. https://ojs.unud.ac.id/index.php/mtk/article/view/1790/1101.

Kemp, Karen. 2014. Encyclopedia of Geographic Information Science


Geographically Weighted Regression (GWR).

Lestari, W. S., Pawitan, G., & Jaya, M. 2014. “Analisis Data Spasial Menggunakan
Metode Geographically Weighted Regression : Studi Kasus Data PDRB per
Kapita Di Provinsi Jawa Timur.” Seminar Nasional Statistika IV “Peranan
Statistika di Bidang Eksplorasi Energi Indonesia”. Departemen Statistika
FMIPA Universitas Padjajaran. Jatinangor, 14 September 2014: 1–11.

Ningtias, Yunita DA. 2021. “Analisis Spatial Autoregressive (Sar) Model Pada
Data Kemiskinan Di Provinsi Jawa Barat.” Seminar Nasional Statistika X.
http://prosiding.statistics.unpad.ac.id.

Novratilova, Sinta. 2018. “Angka Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue Di


Kabupaten Sleman Tahun 2016 Kajian Menggunakan Sistem Informasi
Geografis.” Journal of Information Systems for Public Health 3(3): 85–94.

Rachman, Tahar. 2018. Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952.


Buku R.

44

Anda mungkin juga menyukai