Anda di halaman 1dari 2

Pengelolaan Keuangan Keluarga

Uang seringkali menjadi penyebab terjadinya pertengkaran di dalam suatu keluarga, dimana
perselisihan mengenai keuangan bisa saja terjadi disaat uang melimpah maupun disaat kekurangan.
Banyak masyarakat merasa risih bila harus membicarakan masalah keuangan dalam keluarga. Oleh
karena itu kita merasa perlu untuk terus menyerukan kepada semua kalangan masyarakat terutama
pasangan suami istri untuk belajar saling terbuka mengenai keuangannya masing-masing. Setiap orang
memiliki pandangan mengenai uang yang berbeda-beda karena suami atau istri dibesarkan di
lingkungan yang berbeda. Kegagalan dalam membicarakan soal uang di dalam keluarga tentu akan
berpotensi pada timbulnya permasalahan pada suatu keluarga..

Banyak orang merasa bahwa membicarakan keuangan dalam keluarga adalah tabu. Namun menurut
hemat kami, hal ini malah seharusnya dibicarakan. Banyak sebagian masyarakat pernah berpikir,
Apakah dengan membiarkan persoalan keuangan dalam keluarga belarut-larut akan menyelesaikan
segalanya? Atau bisa menjadi bola salju yang terus membesar? Persoalan kecil bisa menjadi besar bila
tidak diatasi dan diselesaikan dengan bijak. Oleh karena itu dalam hal keuangan keluarga sangat
dibutuhkan sebuah pola pengelolaan dimana masing-masing individu di dalam keluarga (suami dan
istri) memiliki hak dan kewajibannya masing-masing. Dengan pembagian tanggung jawab serta diskusi
yang mendalam dapat meringankan persoalan yang mungkin timbul di masa depan.

Berikut ini ada tiga tipe pengelolaan yang bisa di pilih sesuai dengan keinginan Anda bersama dengan
pasangan Anda. Tentunya masih banyak lagi pola pengelolaan yang ada, namun hal yang terpenting
disini adalah saling keterbukaan dalam menjalani kehidupan keluarga dengan tanggung jawab yang
bersama pula.

Berikut ini ada beberapa alternative system pengelolaan keuangan keluarga yaitu :

1. Uang bersama dan Sistem Amplop.

Penghasilan suami istri langsung digabung bersama. Setelah itu, gabungan kedua pendapatan langsung
dialokasikan ke pos-pos pengeluaran rutin yang telah dihitung lebih dulu. Lazimnya, setiap pos
diwakili oleh satu amplop. Pos-pos pengeluaran itu, pada beberapa keluarga, bukan saja kebutuhan
rumah tangga makan minum, dan listrik saja, tapi juga termasuk membayar kredit rumah, cicilan
mobil, listrik, telepon, uang sekolah anak, asuransi dan kebutuhan mobil (bensin, servis berkala,
kerusakan, dan lain-lain). Bahkan tabungan, pengeluaran pribadi ayah-ibu dan liburan pun jadi amplop
tersendiri. Bila ada sisa, dimasukkan ke dalam tabungan suami atau istri, atau khusus membuka lagi
tabungan bersama di bank untuk ‘menampung’ sisa amplop setiap bulannya.

2. Membagi Berdasarkan Persentase.

Bentuk manajemen ini adalah membagi tanggung jawab dalam bentuk jumlah atau persentase Seluruh
kebutuhan keluarga setiap bulan yang dihitung disini termasuk pos darurat dan pos tabungan. Masing-
masing sepakat menyumbang sebesar jumlah tertentu untuk menutupi kebutuhan tersebut Sedangkan
sisanya dapat digunakan sebagai tabungan pribadi untuk kebutuhan pribadi. Misalnya, istri membeli
parfum, lipstik, atau baju. Bisa juga tanpa menghitung kebutuhan keluarga terlebih dahulu, suami-istri
memberi kontribusi yang sama berdasarkan prosentase. Misalnya 80:20. Artinya, masing-masing
“menyetor” 80 persen dari gajinya. Sisa 20 persen disimpan untuk diri sendiri. Jika bisa berhemat, dari
uang bersama yang 80 persen, bisa tersisa untuk tabungan keluarga, di samping suami dan istri juga
masing-masing punya tabungan pribadi.

3. Membagi Tanggung Jawab.

Misalnya, suami mengeluarkan biaya untuk urusan “berat”, seperti membayar kredit rumah, cicilan
mobil, listrik, telepon, uang sekolah anak, kebutuhan mobil, dan asuransi. Sementara bagian istri
adalah belanja logistik bulanan, pernak-pernik rumah, jajan, dan liburan akhir pekan dan pos tabungan.
Dilihat dari jumlahnya, suami menanggung lebih banyak dana. Tapi istri juga punya peranan dalam
kontribusi dana rumah tangga. Kalau ternyata istri yang memiliki pendapatan lebih besar, tentunya hal
ini juga bisa dilakukan sebaliknya.

Mana yang terbaik? Hal ini sangat dipengaruhi oleh kebiasaan dan tentunya kesepakatan antara suami
dan istri. Diskusikan hal ini dengan pasangan masing-masing, agar persoalan keuangan keluarga bukan
lagi menjadi masalah dalam keluarga.

Kalau istri tidak bekerja? Bagaimana?

Ketiga contoh diatas merupakan pola alokasi dari pendapatan suami dan istri. Dimana suami dan istri
bekerja dan menghasilkan pendapatan secara regular setiap bulannya. Bagaimana pula bila hanya
suami atau istri yang bekerja? Sedangkan pasangan yang lainnya tinggal di rumah?

Bila hal ini yang menjadi pola keuangan di keluarga tentunya akan sangat baik bila pasangan suami
istri membicarakan tugas serta tanggung jawab masing-masing. Mungkin sebagai suami karena bekerja
maka ia yang berusaha untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga. Sedangkan istri yang tinggal di
rumah bertanggung jawab dalam hal rumah tangga, mulai dari persoalan belanja harian maupun
bulanan, sampai kepada alokasi tabungan (dari pendapatan suami) yang bertujuan sebagai simpanan
keuangan keluarga yang dimiliki dan dalam hal ini istri pun harus seperti manejer dalam sebuah
perusahaan, karena ia harus tahu dalam membedakan kebutuhan dan keinginan dimana maksud dari
pedoman ini yaitu :

Kebutuhan apabila tidak di penuhi akan berpengaruh terhadap tercapainya kesejahteraan rumah tangga
( jika tidak terpenuhi maka akan menimbulkan masalah dalam keluarga ).

Keinginan apabila tidak di penuhi ia tidak akan membawa pengaruh yang besar di dalam mencapai
kesejahteraan rumah tangga ( jika tidak terpenuhi ia tidak akan bermasalah di dalam keluarga).

Dengan membagi tanggung jawab bersama, suami tidak lagi merasa lebih dibandingkan dengan istri,
karena kedua individu ini dalam keluarga tersebut memiliki tanggung jawab masing-masing. Untuk
itulah keterbukaan dan diskusi mengenai keuangan menjadi sangat dibutuhkan.

Tiga hal penting dalam mengelola keuangan bersama:

Pertama, pembagian kerja sangatlah dibutuhkan dalam hal mengatur keuangan. Contoh singkatnya
membuat Neraca Keuangan Keluarga (Gbr I), siapa yang membayar semua kebutuhan sehari-hari
rumah tangga. Misalkan istri yang harus membayarnya, maka suami dalam hal ini harus mentransfer
dana yang cukup setiap bulannya untuk memenuhi semua kebutuhan keuangan keluarga. Bila
suami/istri memutuskan untuk mendelegasikan satu orang untuk membayar semua tagihan bulanan
keluarga maka hal penting yang harus diperhatikan adalah kejujuran. Dimana pihak suami/istri
berdualah yang harus terbuka satu dengan yang lain berkenaan dengan permasalahan uang.

Kedua, pengeluaran yang disepakati menjadi sangat vital. Suami/istri berdua harus mencapai kata
sepakat dalam merencanakan pengeluaran. Hal ini biasanya berkaitan dengan pengeluaran yang tidak
tetap, misalkan keputusan untuk mengganti mobil dengan yang baru setelah beberapa tahun? Atau apa
yang berdua pasangan pikirkan berkenaan dengan liburan? Sebagai kesimpulan, Suami /istri harus
membicarakan dan bersepakat dalam kebutuhan yang harus dipenuhi, apa yang menjadi keinginan
bersama dan apa yang dapat di penuhi bersama pula..

Hal terakhir yang menjadi sangat penting adalah menabung. Dalam hal ini visi kedepan menjadi sangat
penting. Dimana dengan tujuan yang suami /istri telah disepakati sebelumnya dapat memberikan
motivasi serta pemilihan strategi yang dapat membantu suami/istri mencapai tujuan masa depan yang
dimiliki bersama. Dengan begitu suami /istri juga akan melihat pentingnya pengalokasian dana saat ini
dan tentunya harus dimulai saat ini juga.
Demikianlah ulasan singkat seputar uang dalam kaitannya dengan hubungan suami istri di dalam
keluarga. Semoga memberikan masukan dan tambahan ilmu bagi Anda.

Anda mungkin juga menyukai