Anda di halaman 1dari 20

PERCOBAAN 1

TEKNIK LAB: PENGENALAN ALAT SPEKTROMETER


ULTRAVIOLET-TAMPAK (UV-VIS) DAN CORONG PEMISAH

I. TUJUAN PERCOBAAN
1.1 Mengetahui prinsip dasar penggunaan alat spektrometer ultraviolet-
tampak untuk mengukur konsentrasi larutan.
1.2 Mengetahui prinsip dasar metode ekstraksi pelarut sebagai metode
pemisahan dan dapat menggunakan corong pemisah dengan benar.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Spektrofotometri
Spektrofotometri adalah metode analisis kuantitatif suatu sampel
uji yang memanfaatkan sinar elektromagnetik. Analisis
spektrofotometri membutuhkan peralatan khusus yang dinamakan
spektrofotometer. Secara umum spektrofotometer terdiri dari
spektrometer yang berfungsi untuk memancarkan sinar elektromagnetik
dengan panjang gelombang yang dapat diatur dan fotometer yang
berfungsi untuk mengukur intensitas cahaya yang diabsorpsi dan
ditransmisikan. Spektrometer akan melepaskan sinar elektromagnetik
yang ditembakkan ke kuvet yang berisi bahan yang diuji. Hasil yang
diperoleh dari spektrofotometri didasarkan pada absorbansi bahan uji
terhadap sinar yang ditembakkan spektrometer (Vogel dkk., 1989).

2.2 Spektrofotometer
Spektrofotometer UV-Vis adalah instrumen yang digunakan dalam
spektrofotometri. Alat ini berfungsi mengukur absorbansi dan
transmitansi bahan uji oleh sinar elektromagnetik yang dapat
disesuaikan panjang gelombangnya. Keluaran dari spektrofotometer
UV-Vis adalah spektrum yang merupakan absorbansi dari suatu bahan
yang diuji (Sistesya & Sutanto, 2013).

1
2.3 Hukum Lambert-Beer
Hukum Lambert-Beer didapatkan melalui penggabungan hukum
Lambert dan hukum Beer. Hukum Lambert menyatakan bahwa saat
sebuah sinar monokromatik ditembakkan melalui medium transparan,
laju penurunan intensitasnya terhadap tebal medium akan sebanding
dengan intensitas cahaya memenuhi persamaan
𝑑𝐼
− = 𝑘𝐼
𝑑𝑙
𝐼 𝑙
𝑑𝐼
−∫ = 𝑘 ∫ 𝑑𝑙
𝐼0 𝐼 0

𝐼
ln = −𝑘𝑙
𝐼0
𝐼 = 𝐼0 𝑒 −𝑘𝑙 . (2.1)

Persamaan (2.1) dapat dinyatakan dalam persamaan logaritma biasa


menjadi

𝐼 = 𝐼0 10−0,4343𝑘𝑙 = 𝐼0 10−𝑘 𝑙 , (2.2)
dengan 𝐼 adalah intensitas cahaya, 𝑙 adalah tebal medium yang dilewati,
𝑘 adalah konstanta pembanding, dan 𝑘 ′ adalah konstanta pembanding
hasil simplifikasi.
Hukum Beer menyatakan bahwa intensitas sinar monokromatik
yang menembus sampel uji akan menurun secara eksponensial
sementara konsentrasinya meningkat secara aritmetik. Secara
matematis, Hukum Beer dapat dinyatakan seperti berikut:

𝐼 = 𝐼0 10−0,4343𝐾𝐶 = 𝐼0 10−𝐾 𝐶 , (2.3)
dengan 𝐶 adalah konsentrasi sampel uji, 𝐾 adalah konstanta
pembanding, dan 𝐾 ′ adalah konstanta pembanding hasil simplifikasi.
Persamaan (2.2) dan (2.3) dikombinasikan dengan
menyubstitusikan 𝑏 ke dalam 𝑙 sehingga menghasilkan persamaan
𝐼0
log= 𝑘 ′ 𝐾 ′ 𝑏𝐶. (2.4)
𝐼
Persamaan (2.4) juga dapat diekspresikan dengan persamaan berikut:

2
𝐼0
log = 𝜀𝑏𝐶
𝐼
𝐴 = 𝜀𝑏𝐶. (2.5)
Persamaan (2.5) adalah persamaan fundamental dari spektrofotometri
yang dikenal dengan nama hukum Lambert-Beer (Vogel dkk., 1989).
Dari persamaan (2.5), dapat diketahui bahwa
𝐼0
𝐴 = log , (2.6)
𝐼
dengan 𝐴 adalah absorbansi atau serapan, 𝜀 adalah koefisien absorpsi
molar larutan ( M −1 cm−1 ), 𝑏 adalah tebal kuvet (cm), dan 𝐶 adalah
konsentrasi larutan (M) (Sistesya & Sutanto, 2013).

2.4 Ekstraksi Pelarut


Ekstraksi pelarut adalah metode pemisahan suatu zat dari
campuran dengan memanfaatkan pelarut untuk menghasilkan bahan
murni tersebut. Metode ini lebih efektif daripada metode pemisahan lain
apabila ditujukan pada campuran yang terdiri dari bahan yang sifat
kimianya memiliki kemiripan (Biyantoro & Purwani, 2013).
Metode ini juga dikenal dengan nama ekstraksi cair-cair. Beberapa
faktor yang akan mempengaruhi kesetimbangan konsentrasi dalam
ekstraksi yaitu: jumlah zat terlarut, suhu, pH, dan tingkat kepolaran
pelarut. Semakin besar jumlah pelarut, produk yang akan dihasilkan
juga akan semakin banyak (Masú d & Puspitasari, 2017).

2.5 Hukum Distribusi Nernst


Apabila suatu zat terlarut dicampurkan ke dalam dua jenis pelarut
yang tidak saling larut, maka kelarutan zat terlarut tersebut akan
terdistribusi ke dalam dua pelarut tersebut. Biasanya, kedua pelarut
tersebut bersifat pelarut organik dan pelarut air. Menurut Nernst,
perbandingan kelarutan di dalam kedua pelaarut tersebut nilainya tetap
dan berlaku perbandingan. Nilai perbandingan itulah yang disebut
koefisien distribusi sesuai persamaan berikut:

3
𝐶2
𝐾d = , (2.7)
𝐶1
dengan 𝐾d adalah koefisien distribusi, 𝐶1 dan 𝐶2 adalah masing-masing
kelarutan pada pelarut 1 dan pelarut 2. Persamaan (2.7) tersebut dikenal
dengan hukum Nernst (Purwani & Prayitno, 2014).

2.6 Pengenceran
Pengenceran adalah prosedur yang digunakan untuk memperoleh
sampel dengan konsentrasi yang lebih rendah. Pengenceran dilakukan
dengan menambahkan pelarut ke dalam larutan pekat. Hasil yang
didapatkan adalah larutan encer dengan volume yang lebih besar.
Adapun secara matematis, persamaan untuk pengenceran pengenceran
larutan adalah sebagai berikut:
𝑀1 𝑉1 = 𝑀2 𝑉2 , (2.8)
dengan 𝑀1 adalah konsentrasi larutan sebelum diencerkan, 𝑀2 adalah
konsentrasi larutan setelah diencerkan, 𝑉1 adalah volume larutan
sebelum diencerkan, dan 𝑉2 adalah volume larutan setelah diencerkan
(Widyaningsih dkk., 2017).

2.7 Analisis Bahan


2.7.1 Metilen Blue
Sifat fisika: larutan berwarna biru gelap, memiliki titik lebur
110℃, dan tidak berbau.
Sifat kimia: larut dalam air, ketika dipanaskan menghasilkan gas
toksik (nitrogen oksida, sulfur oksida, dan klorida),
dapat membentuk garam ganda, dan stabil pada
udara.
(National Library of Medicine, 2021).

2.7.2 Eter
Sifat fisika: titik didih rendah dan bersifat pelarut.

4
Sifat kimia: dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air dan
tidak larut dalam air.
(Sukmanawati, 2009).

2.7.3 Sabun
Sifat fisika: bersifat membersihkan dan kelarutannya dalam air
tinggi.
Sifat kimia: larut dalam air, terdiri dari asam lemak dan basa,
dan membentuk ion saat dilarutkan.
(Basri, 1996).

2.7.4 Akuades
Sifat fisika: berwujud cair, tidak bewarna, dan tidak berbau.
Sifat kimia: rumus kimia H2O, bersifat netral (pH 7), dan dapat
digunakan sebagai pelarut polar.
(Khotimah dkk., 2017).

5
III. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat:
1. Tabung reaksi dan rak
2. Pipet tetes
3. Statif + klem
4. Spektrofotometer
5. Labu takar
6. Corong
7. Corong pisah
8. Erlenmeyer
9. Gelas ukur
10. Gelas beaker

3.1.2 Bahan:
1. Metilen Blue
2. Eter
3. Sabun
4. Akuades

6
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Skema Kerja Spektrofotometri UV-Vis

Larutan standar metilen blue + akuades

Tabung reaksi

- Pembuatan larutan standar metilen biru dengan


konsentrasi 0,0002 M, 0,0004 M, 0,0006 M, dan 0,0008
M.
- Penentuan panjang gelombang maksimum.
- Pengukuran absorbansi larutan standar pada berbagai
gelombang.
- Pengukuran absorbansi larutan sampel metilen blue
yang tidak diketahui konsentrasinya.
- Penentuan konsentrasi metilen blue dengan:
a) Metode kurva standar: memasukan data
absorbansinya pada kurva standar.
b) Metode interpolasi kurva standar: harga absorbansi
larutan sampel pada sumbu 𝑦 ditarik garis (sejajar
sumbu 𝑥) ke arah kurva standar , setelah itu ditarik
garis (sejajar sumbu 𝑦) ke arah sumbu 𝑥. Harga pada
sumbu x tersebut : konsentrasi larutan sampel.
c) Metode subtitusi: persamaan garis kurva standar
dicari, substitusikan harga absorbansi larutan sampel
pada variable y. Harga x adalah konsentrasi larutan
sampel.

Hasil

7
3.2.2 Skema Kerja Ekstraksi Pelarut

10 mL sabun + 10 mL eter

Corong pemisah

- Penggojogan.
- Pembukaan keran untuk membebaskan
gas berlebih.
- Penggojogan ke arah badan.
- Penungguan hingga terbentuk dua
lapisan cairan.
- Pengambilan lapisan organik.
- Penampungan dalam erlenmeyer.
- Pemurnian dengan cara kristalisasi.

Hasil

8
IV. DATA PENGAMATAN
Tabel 4.1 Data percobaan spektrofotometri UV-Vis metilen blue
No. Konsentrasi (M) Absorbansi
1. 0,0002 0,579
2. 0,0004 0,923
3. 0,0006 1,507
4. 0,0008 1,992
5. X 1,643

Tabel 4.2 Data percobaan ekstraksi pelarut


No. Perlakuan Hasil
1. Pencampuran air sabun dan eter Terbentuk dua lapisan cairan
2. Penggojogan air sabun dan eter Sabun terdistribusi ke air dan eter
3. Melepaskan tekanan berlebih Gas keluar dari corong pemisah
4. Penungguan Terbentuk dua lapisan cairan
5. Pengambilan larutan Pengambilan air sabun sehingga
tersisa campuran eter dan asam
lemak pada corong pisah.

9
V. PEMBAHASAN
Telah dilakukan percobaan yang berjudul “Tenik Lab: Pengenalan Alat
Spektrofotometer Ultraviolet-Tampak (UV-Vis) dan Corong Pemisah”.
Prinsip dasar yang digunakan dalam percobaan ini adalah hukum Lambert-
Beer, hukum distribusi, dan like dissolves like. Metode yang digunakan dalam
percobaan adalah spektrofotometri UV-Vis dan ekstraksi cair-cair.

5.1 Metode Spektrofotometri UV-Vis


Percobaan spektrofotometri UV-Vis bertujuan untuk mengetahui
prinsip dasar penggunaan spektrofotometer UV-Vis dan mengukur
konsentrasi larutan. Percobaan ini menggunakan metode
spektrofotometri UV-Vis dan prinsip hukum Lambert-Beer.
Sesuai hukum Lambert-Beer, absorbansi berbanding lurus dengan
tebal zat (dalam hal ini tebal kuvet) dan konsentrasi larutan. Apabila
larutan memiliki konsentasi yang tinggi, densitasnya molekulnya akan
besar sehingga foton yang datang memiliki peluang yang besar untuk
diabsorpsi. Hal yang sama juga juga terjadi pada variasi tebal kuvet. Saat
kuvet memiliki ketebalan yang besar, foton harus melewati jarak yang
panjang untuk melewati sampel. Padahal di dalam sampel tersebut,
terdapat peluang foton akan diabsorpsi oleh sampel. Semakin tebal jarak
tempuh foton melewati sampel, peluang foton diabsorpsi akan semakin
besar.
Percobaan diawali dengan preparasi sampel di mana larutan
metilen blue 0,1 M diencerkan menjadi larutan dengan konsentrasi
0,0002 M; 0,0004 M; 0,0006 M; dan 0,0008 M. Namun sebelum sampel
diuji, kuvet dibersihkan dengan akuades dahulu untuk menghilangkan
kotoran atau zat pengotor. Setelah itu, spektrofotometer dikalibrasi
dengan akuades sebagai larutan blanko. Akuades digunakan karena
akuades merupakan pelarut metilen blue sehingga dapat menjadi
pengoreksi. Sebelum kuvet dimasukkan ke dalam sample chamber,
dinding kuvet dilap untuk menghilangkan kotoran atau sidik jari yang

10
menempel pada dinding kuvet. Setelah spektrofotometer dikalibrasi,
sampel diuji dengan memasukkan sampel ke kuvet. Langkah
memasukkan kuvet ke dalam sample chamber sama dengan langkah
memasukkan larutan blanko ke dalam sample chamber. Setelah
dimasukkan, nilai absorbansi dan transmitansi zat dapat dicari dengan
panjang gelombang yang dapat diatur. Pada tahap ini, nilai
absorbansinya dicari dengan variasi panjang gelombang cahaya. Panjang
gelombang dengan nilai absorbansi paling besar disebut panjang
gelombang maksimum.
Setelah panjang gelombang maksimum ditemukan, keempat
larutan standar metilen blue dicari absorbansinya dengan
spektrofotometer. Kemudian data konsentrasi dan absorbansinya diplot
ke dalam grafik seperti pada gambar 1. Grafik menunjukkan hubungan
linearitas antara konsentrasi dengan absorbansi. Apabila konsentrasi
sampel yang diuji besar, absorbansinya akan besar begitu pula
sebaliknya.
Dalam percobaan, zat yang digunakan sebagai sampel adalah
metilen blue. Metilen blue digunakan karena zat ini dapat dilarutkan di
dalam air dan diencerkan sehingga didapatkan larutan dengan
konsentrasi rendah serta memiliki panjang gelombang maksimum 668
nm (Whang dkk., 2009).
Selain itu, metilen blue adalah zat yang memiliki warna. Warna
biru pada metilen blue ini diperoleh dari gugus kromofor yang ada di
dalam stuktur molekulernya seperti gambar berikut:

Gambar 5.1 Metilen blue

11
Dari gambar 5.1 diketahui bahwa pada metilen blue terdapat gugus
kromofor – C = C – di dalam rantai karbon sikliknya (Patel & Vashi,
2015).

5.2 Metode Ekstraksi Pelarut


Percobaan ekstrasi pelarut bertujuan untuk mengetahui prinsip
dasar metode ekstraksi pelarut sebagai metode pemisahan dan dapat
menggunakan corong pemisah dengan benar. Percobaan ini
menggunakan metode ekstraksi pelarut (ekstraksi cair-cair) dan prinsip
hukum distribusi dan like dissolves like.
Ekstraksi pelarut adalah metode pemisahan campuran yang
didasarkan pada sifat kelarutan zat yang akan diekstrak. Karena produk
yang didapat memiliki fase cair, maka metode ini juga disebut ekstraksi
cair-cair. Pemisahan campuran yang terjadi adalah berdasarkan hukum
distribusi Nernst yang menjelaskan bahwa ketika suatu zat dilarutkan ke
dalam dua jenis larutan yang tidak saling larut, zat terlarut terdistribusi
ke dua jenis pelarut tersebut dengan catatan zat terlarut tersebut memiliki
kelarutan dalam pelarut yang digunakan. Kelarutan yang dimiliki zat
terlarut tersebut mengikuti prinsip like dissolves like. Prinsip ini
menjelaskan bahwa senyawa polar akan larut dalam pelarut polar dan
senyawa nonpolar akan larut dalam pelarut nonpolar.
Dalam praktikum ini digunakan sabun sebagai zat campuran yang
akan dipisahkan melalui metode ekstraksi pelarut. Secara umum sabun
memiliki bahan utama basa dan asam lemak. Basa yang digunakan dapat
berwujud ion natrium atau kalium. Bagian basa ini yang sering disebut
kepala dan bagian asam lemak disebut ekor. Molekul sabun adalah
seperti berikut:

Gambar 5.2 Molekul sabun

12
Pada gambar 5.2, kepala sabun adalah Na+ dan COO− (bagian ionik
atau polar sehingga dapat terurai di air) sedangkan bagian ekornya
adalah rantai karbonnya yaitu asam lemak.
Pada percobaan, zat yang digunakan sebagai pelarut adalah air dan
eter. Air digunakan sebagai pelarut polar sedangkan eter sebagai pelarut
nonpolar. Pertama-lama larutan dibuat dengan melarutkan sabun ke
dalam air. Larutan ini kemudian ditambahkan eter pada corong pemisah.
Bagian kepala sabun bersifat polar sehingga terdistribusi di air
sedangkan bagian ekor sabun bersifat nonpolar sehingga terdistribusi di
eter. Kemudian campuran digojog beberapa kali. Penggojogan dilakukan
untuk meningkatkan luasan kontak antara dua pelarut sehingga zat
terlarut dapat terdistribusi lebih cepat. Pada saat penggojogan,
diproduksi gas yang berasal dari uap eter. Peningkatan jumlah gas akan
meningatkan tekanan udara di dalam corog pemisah sehingga perlu
dikeluarkan dengan cara membuka-tutup keran corong pemisah. Setelah
itu campuran digojog beberpa kali diikuti dengan pelepasan tekanan
berlebih.
Setelah didiamkan beberapa saat, terbentuk dua lapisan cairan
yaitu larutan air dan basa sabun yang berada di bawah dan larutan eter
dan asam lemak yang berada di atas. Secara fisis, pembentukan lapisan
diakibatkan oleh perbedaan massa jenis. Larutan air dan basa sabun
memiliki massa jenis 0,89 gram/cm3 sedangkan larutan eter dan asam
lemak memiliki massa jenis 0,713 gram/cm3 . Hal ini yang
menyebabkan air berada di bawah. Setelah itu, keran dibuka untuk
memisahkan dua larutan tersebut. Akhirnya diperoleh dua larutan,
larutan pertama terdiri dari air dan kepala sabun, larutan kedua terdiri
dari eter dan ekor sabun (Clayden dkk., 2012).

13
VI. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
6.1.1 Spektrofotometri UV-Vis
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diketahui
bahwa spektrofotometri adalah metode yang digunakan untuk
mengetahui absorbansi dan transmitansi sampel terhadap cahaya
dengan panjang gelombang tertentu. Kemudian, konsentrasi
larutan yang tidak diketahui dapat diketahui melalui kurva
kalibrasi yang telah dibuat dengan data percobaan. Dari
percobaan, didapatkan konsentrasi larutan metilen blue X adalah
0,00066 M.

6.1.2 Ekstraksi Pelarut


Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diketahui
bahwa ekstraksi pelarut adalah metode pemisahan campuran
mengikuti hukum distribusi Nernst dan kelarutan. Pada percobaan,
kepala sabun dipisahkan dengan ekor sabun melaui pelarut air dan
eter. Kepala sabun larut dalam air sedangkan ekor sabun larut
dalam eter.

6.2 Saran
Pada percobaan spektrofotometri UV-Vis, sebaiknya variasi
konsentrasi larutan metilen blue diperbanyak untuk meminimalisasi
faktor kesalahan yang dapat terjadi dalam pengujian karena secara
statistik, penambahan jumlah sampel akan memperkecil nilai ralatnya.
Pada percobaan ekstraksi pelarut, sebaiknya ekstraksi dilakukan
secara berulang untuk meminimalisasi jumlah zat pengotor dan
meminimalisasi produk yang terbuang.

14
DAFTAR PUSTAKA

Basri, S. (1996). Kamus Kimia. Jakarta: PT Rineka Cipta.


Biyantoro, D. & Purwani, M. V. (2013). Optimasi Pemisahan Zr-Hf dengan Cara
Ekstraksi Memakai Solven Topo. Jurnal Tekik Bahan Nuklir, 9, 1-54.
Clayden, J. P., Greeves, N., Warren, S. & Wothers, P. D. (2012). Organic
Chemistry. The Chemical Educator, 6.
Khotimah, H., Anggraeni, E. W. & Setianingsih, A. (2017). Karakterisasi Hasil
Pengolahan Air Menggunakan Alat Destilasi. Jurnal Chemurgy, 1.
Masú d, F. & Puspitasari. (2017). Studi Pendahuluan Ekstraksi Bertingkat Minyak
Biji Mangga Arumanis (Mangifera indica) Menggunakan Pelarut N-
Heksan dan Etanol. Journal INTEK, 4(1), 42-48.
Patel, H. & Vashi, R. T. (2015). Characterization and Treatment of Textile
Wastewater. Amsterdam: Elsevier, Inc.
PubChem. (2021). National Library of Chemistry.
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/, diakses pada 23 April 2021.
Purwani, M.V. & Prayitno. (2014). Ekstraksi Konsentrat Neodimium Memakai
Tri Oktil Amin. Jurnal Iptek Nuklir Ganendra, 17, 17-26.
Sistesya, D. & Sutanto, H. (2013). Sifat Optis Lapisan ZnO:Ag yang Dideposisi di
Atas Substrat Kaca Menggunakan Metode Chemical Solution Deposition
(CSD) dan Aplikasinya pada Degradasi Zat Warna Methylene Blue.
Youngster Physics Journal, 1, 71-80.
Sukmawati, W. (2009). Kimia 3. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen
Pendidikan Nasional.
Vogel, A.I., Jeffery, Bassett, Mendham & Denney.(1989). Vogel’s Textbook of
Quantitative Chemical Analysis Fifth Edition. Harlow: Longman Group
UK.
Whang, T. J., Huang, H. Y., Hsieh, M. T. & Chen, J. J. (2009). Laser-Induced
Silver Nanoparticles on Titanium Oxide for Photocatalytic Degradation of
Methylene Blue. International Journal of Molecular Science, 10(11),
4707-4718.

15
Widyaningsih, I., Inawati & Tjandra, L. (2017). Kandungan Xanton dalam Ekstak
Kulit Manggis dengan Pelarut Etanol Absolut. Jurnal Ilmiah Pendidikan
Eksakta, 3, 225-234.

16
LAMPIRAN

18
Perhitungan Pengenceran
1. Pembuatan 50 mL larutan metilen blue 0,0002 M
𝑀𝑖 𝑉𝑖 = 𝑀1 𝑉1
0,1 M × 𝑉𝑖 = 0,0002 M × 50 mL
𝑉𝑖 = 0,1 mL
Sehingga dibutuhkan 0,1 mL metilen blue 0,1 M
2. Pembuatan 50 mL larutan metilen blue 0,0004 M
𝑀𝑖 𝑉𝑖 = 𝑀2 𝑉2
0,1 M × 𝑉𝑖 = 0,0004 M × 50 mL
𝑉𝑖 = 0,2 mL
Sehingga dibutuhkan 0,2 mL metilen blue 0,1 M
3. Pembuatan 50 mL larutan metilen blue 0,0006 M
𝑀𝑖 𝑉𝑖 = 𝑀3 𝑉3
0,1 M × 𝑉𝑖 = 0,0006 M × 50 mL
𝑉𝑖 = 0,3 mL
Sehingga dibutuhkan 0,3 mL metilen blue 0,1 M
4. Pembuatan 50 mL larutan metilen blue 0,0008 M
𝑀𝑖 𝑉𝑖 = 𝑀4 𝑉4
0,1 M × 𝑉𝑖 = 0,0008 M × 50 mL
𝑉𝑖 = 0,4 mL
Sehingga dibutuhkan 0,4 mL metilen blue 0,1 M

19
Persamaan Kurva Kalibrasi
Tabel 1 Data Kurva Kalibrasi
No. Konsentrasi (M) - 𝑥 Absorbansi - 𝑦 𝑥𝑦 𝑥2
1. 0,0002 0,579 0,0001158 0,00000004
2. 0,0004 0,923 0,0003692 0,00000016
3. 0,0006 1,507 0,0009042 0,00000036
4. 0,0008 1,992 0,0015936 0,00000064
∑ 0,0020 5,001 0,0029828 0,00000120
Rerata 0,0005 1,25025

Menghitung gradien 𝑚
𝑛∑𝑥𝑦 − ∑𝑥∑𝑦
𝑚=
𝑛∑𝑥 2 − (∑𝑥)2
4(0,0029828) − (0,0020)(5,001)
𝑚=
4(0,00000120) − (0,0020)2
𝑚 = 2411,5

Menghitung intersep 𝑐

𝑦̅ = 𝑚𝑥̅ + 𝑐
1,25025 = (2411,5)(0,0005) + 𝑐
𝑐 = 0,0445

Persamaan linear kurva kalibrasi

𝑦 = 2411,5𝑥 + 0,0445

20
Grafik Kurva Kalibrasi

Grafik Konsentrasi vs Absorbansi Metilen Blue


2,5

2 y = 2411,5x + 0,0445
R² = 0,9909
Absorbansi

1,5

0,5

0
0 0,0001 0,0002 0,0003 0,0004 0,0005 0,0006 0,0007 0,0008 0,0009
Konsentrasi (M)

Gambar 1 Grafik konsentrasi vs absorbansi metilen blue

Analisis Grafik:
Gambar 1 menggambarkan hubungan linearitas antara konsentrasi dan
absorbansi larutan metilen blue. Grafik tersebut memiliki gradien positif
sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi berimplikasi pada
peningkatan absorbansinya. Koefisien determinasi R2 yang mendekati satu
menandakan bahwa deviasi perolehan data dalam percobaan kecil.

Menghitung Konsentrasi Larutan X


Diketahui absorbansi larutan X (𝑦) adalah 1,643. Maka disubstitusikan ke
dalam persamaan linear kurva kalibrasi:
𝑦 = 2411,5𝑥 + 0,0445
1,643 = 2411,5𝑥 + 0,0445
1,5985 = 2411,5𝑥
𝑥 = 0,00066

Sehingga diperoleh konsentrasi larutan metilen blue X adalah 0,00066 M.

21

Anda mungkin juga menyukai