Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL ACEH MELALUI LITERASI MEDIA

1
Prima Nucifera dan Muhammad Taufik Hidayat2
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Universitas Samudra
e-mail: 1primanucifera@unsam.ac.id, muhammadtaufik89@unsam.ac.id2

ABSTRAK

Latar belakang di dalam penelitian ini adalah bagaimana cara masyarakat Aceh khususnya di Kota Langsa
untuk tetap menjaga agar kearifan dan budaya lokal Aceh tetap ada ditengah maraknya perubahan yang
disebabkan oleh media massa. Melestarikan dan menjaga kearifan lokal dapat menghalau efek negatif
yang disebabkan oleh media massa. Model literasi media menggunakan kearifan lokal dapat dijadikan
alternatif yang bisa diterapkan melalui pendidikan literasi media maupun gerakan literasi media. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk (1) menganalisis nilai-nilai kearifan lokal Aceh pada masyarakat Kota
Langsa dalam menanggapi isi media; (2) mendeskripsikan literasi media berbasis kearifan lokal pada
masyarakat Aceh. Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif. Pendekatan etnografi adalah pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini. Sumber data penelitian ini adalah media yang terdapat di Aceh dan
juga dari berbagai literatur/studi pustaka. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik
kajian pustaka. Teknik kajian pustaka membuktikan dan menjelaskan secara lebih rinci data yang terdapat
pada media sebagai sumber data. Teknik penganalisisan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
(1) mendeskripsikan data yang menggambarkan nilai-nilai kearifan lokal Aceh di media; (2)
mengklasifikasikan data; (3) menganalisis data; (4) mendeskripsikan model literasi media berbasis
kearifan lokal Aceh. Melalui hasil penelitian, diperoleh bahwa kesadaran masyarakat Aceh khususnya di
Kota Langsa belum mampu secara maksimal dalam berliterasi media menggunakan kearifan lokal Aceh
karena sebagian besar masyarakat Aceh masih merupakan pengguna media yang pasif. Selanjutnya
adalah karena minimnya antusiasme pemerintah dalam membentuk masyarakat yang cerdas dalam
menggunakan media kemudian model literasi media yang telah dipakai adalah model literasi media
berbasis kearifan lokal yang mencakup 4 elemen diantaranya adalah kemampuan mengakses,
menganalisis, mengevaluasi dan memproduksi pesan.

Kata Kunci: Kearifan Lokal, Literasi Media, Masyarakat Aceh

ABSTRACT
The background in this research is how the people Aceh, especially in Langsa City, to keep Aceh’s local
wisdom and culture alive in the midst of the change caused by mass media. Preserving and maintaining
local wisdom is able to counteract the negative impacts caused by the mass media, so this local wisdom
can become a model of media literacy, which can be applied through media literacy education or media
literacy movements. The purpose of this study is to (1) analyze the values of Aceh's local wisdom in the
Langsa City community in response to the contents of the media; (2) describing media literacy based on
local wisdom of Aceh’s community. This type of research is qualitative descriptive. Ethnographic
approach is the approach used in this study. The data source of this study is the media found in Aceh and
also from various literature / literature studies. The data collection technique in this study is a literature
study technique. The literature review technique proves and explains in more detail the data contained in
the media as a data source. The data analysis techniques in this study are as follows: (1) describing data
describing Aceh's local wisdom values in the media; (2) classifying data; (3) analyze data; (4) describe
Aceh's local wisdom-based media literacy model. Through the results of the study, it was found that the
awareness of the people of Aceh, especially in Langsa city, had not been able to optimally literate the
media using Aceh’s local wisdom because most Acehnese people was still a passive media user. Next is,
due to the lack of enthusiasm of the government is shaping a smart society in using media. The literacy
model that has been used is a local wisdom based media literacy model that includes 4 elements,
including the ability to access, analyze, evaluate, and produce messages..

Keywords: Local Wisdom, Media Literacy, Acehnese Community


PENDAHULUAN yang dikandungnya tentu supaya semua
Kearifan lokal (local wisdom) nelayan dapat menunaikan kewjiban
adalah suatu kebijakan hidup, cara melihat Jum’atnya yang hanya sekali dalam
kehidupan atau cara menjalani hidup yang seminggu. Aturan ini dikukuhkan dan
bijak yang diteruskan secara turun temurun dikawal oleh Panglima Laot selaku unsur
dari generasi ke generasi di bawahnya yang mengayomi semua nelayan yang ada
melalui tradisi lisan, berbentuk peribahasa di wilayahnya. Begitu juga dengan nilai-
atau cerita rakyat maupun tulisan seperti nilai kearifan dalam berdagang, dalam adat
manuskrip atau peraturan tertulis dan dan budaya Aceh yang diimplementasikan
benda-benda yang dipakai (etnografika). pada masyarakatnya adalah prinsip halal-
Kearifan lokal adalah pengetahuan yang haram dan mubah atau makruh. Orang
dimiliki oleh masyarakat suatu daerah Aceh dipacu oleh adat-budayanya dengan
yang bersifat lokal melalui pengalaman prinsip adab yang bersumber dari ajaran
yang telah dialami dan juga uji coba (trial Islam dan untuk menyadari mana yang
and error) kemudian dijadikan suatu riba dan mana yang tidak riba, sebab kalau
pengetahuan baru yang diwariskan kepada mengandung unsur riba, mendatangkan
generasi selanjutnya. haram dalam perdagangannya.
Kearifan lokal suatu daerah tidak Seiring dengan perkembangan
hanya bisa menjadi suatu kebijakan yang zaman, peran literasi sendiri memegang
hanya berlaku di daerah itu saja, tetapi andil dalam mempertahankan nilai-nilai
juga bisa diadopsi ke daerah lain sehingga kearifan lokal di suatu daerah. Secara
menjadi kearifan lintas daerah, bahkan sederhana, literasi adalah kemampuan
melintasi suku dan bangsa. Kearifan lokal membaca, kemampuan menulis, dan juga
juga dapat diadopsi menjadi kebijakan kemampuan untuk memahami ide secara
nasional suatu bangsa. Provinsi Aceh yang visual. Menurut Potter (2004), literasi
berpenduduk sekitar 4,5 juta jiwa juga media merupakan kemampuan untuk
memiliki nilai-nilai kearifan lokal mengakses, menganalisis, mengevaluasi
tersendiri yang diturunkan dari nenek dan mengirimkan pesan melalui format
moyang. Menurut Majelis Adat Aceh, cetak maupun non cetak seperti melalui
masyarakat Aceh memiliki kearifan lokal televisi, film, iklan, video, dan internet.
yang beragam dan terdapat di berbagai UNESCO menyebutkan literasi merupakan
bidang kehidupan misalnya seperti di kecakapan kognitif seseorang dalam
bidang ekonomi dan mata pencaharian, membaca dan menulis diluar dari konteks
ibadah dan muamalah, budaya, politik dan dimana keterampilan tersebut diperoleh,
pemerintahan, pendidikan, konservasi bagaimana cara memperolehnya , serta
alam lingkungan, sosial dan dari siapa keterampilan tersebut diperoleh.
kemasyarakatan, dan lainnya. Sudah sejak zaman dahulu, literasi
Aceh merupakan daerah yang kaya menjadi bagian yang penting dari
dengan potensi-potensi budaya yang telah kehidupan dan perkembangan manusia,
pernah ditandai oleh kemajuan masa mulai zaman prasejarah hingga di zaman
lampau yang tinggi dan pernah modern seperti saat ini.
menempatkan dirinya menjadi tumpuan Saat ini, media sangat berperan
kekaguman dan teladan. Sebut saja dalam penting sebagai sarana penyampaian
hal sistem mata pencaharian: petani, informasi kepada masyarakat, sehingga
pedagang dan nelayan misalnya, memiliki masyarakat mau tidak mau harus
aturan dan adab yang baku dan memiliki berliterasi terhadap media. Efek dari media
nilai-nilai kearifan yang dilandasi pada yang disebabkan oleh perkembangan
ajaran dan syariat Islam itu sendiri. teknologi informasi dan komunikasi ada
Misalnya dilarang melaut pada Hari Jumat yang sifatnya positif dan negatif. Sejauh
bagi nelayan, ini contoh nilai kearifan ini, kearifan lokal disadari atau tidak,
sangat berperan penting dalam menjaga masyarakatnya untuk melakukan gotong-
atau menyeimbangkan kehidupan royong, bertoleransi, memiliki etos kerja
masyarakat secara turun temurun dan yang baik, dan lain sebagainya. Secara
seiring dengan perkembangan zaman, general, etika dan nilai moral yang
literasi juga turut andil di dalamnya. Bisa terdapat dalam kearifan local suatu daerah
dibayangkan ketika kita membaca sebuah diajarkan secara turun-temurun,
informasi yang disebarkan oleh media diturunkan dari generasi ke generasi
namun tidak berliterasi ketika selanjutnya melalui sastra lisan (berbentuk
menanggapinya, akan terjadi peribahasa, folklore dan pepatah), dan
kesalahpahaman atau bahkan kekacauan. melalui manuskrip.
Didasari oleh latar belakang yang telah Menurut Sibarani (2012: 133) ada
diuraikan, perlu untuk dilakukan suatu beberapa jenis kearifan lokal, diantaranya
kajian tentang nilai-nilai kearifan lokal adalah: (1) Pendidikan; (2) Kesehatan; (3)
Aceh. Permasalahan dalam penelitian ini Pelestarian dan kreativitas budaya; (4)
adalah: (1) Bagaimanakah nilai-nilai Kesejahteraan; (5) Kerukunan dan
kearifan Lokal Aceh yang terkandung pada Penyelesaian Konflik; (6) Kerja keras; (7)
media? (2) Bagaimanakah model literasi Disiplin; (8) Komitmen; (9) Kejujuran;
media berbasis kearifan lokal Aceh? (10) Gotong Royong; (11)
Terkait dengan permasalahan yang Kesetiakawanan Sosial; (12) Peduli
telah diuraikan, tujuan dari penelitian ini lingkungan; (13) Pengelolaan gender; (14)
adalah (1). Menganalisis nilai-nilai Kesopansantunan; (15) Rasa Syukur; (16)
kearifan lokal Aceh di media (2). Pikiran positif, dan (17). Kedamaian.
mendeskripsikan model literasi media Keberadaan kearifan lokal sendiri
berbasis kearifan lokal Aceh. Manfaat dari menurut Sartini (2004: 18) memiliki
penelitian ini adalah untuk mendukung banyak fungsi, yaitu: (1) sebagai
terlahirnya pendidikan dan juga gerakan pemberian petuah, kepercayaan, seni sastra
literasi media berbasis kearifan lokal di dan pantangan; (2) untuk konservasi dan
Aceh. pelestarian sumber daya alam; (3) untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dan
KAJIAN PUSTAKA kebudayaan; (4); untuk pengembangan
Kearifan Lokal sumber daya manusia; (5);memiliki makna
Sibarani (2012:112) menyebutkan sosial, misalnya pada khanduri blang; (6)
bahwa kearifan lokal adalah suatu memiliki makna yang mengandung etika
pengetahuan orisinil yang berasal dari dan moral (7) memiliki makna politik,
suatu masyarakat yang diperoleh melalui misalnya seperti Upacara Kerja Tahun
nilai yang luhur dari tradisi budaya mereka (Pesta Tahunan), (8) memiliki makna
untuk mengatur struktur kehidupan sosial misalnya seperti upacara integrasi
bermasyarakat. Jati (2011:7) menyebutkan kerabat.
“Kearifan lokal dapat didefinisikan Satu dari beberapa contoh nilai
sebagai suatu kekayaan budaya lokal yang kearifan lokal Aceh menurut Nurdin via
mengandung kebijakan hidup; pandangan maa.acehprov.go.id dalam bidang
hidup (way of life) yang mengakomodasi pengelolaan gender misalnya, masyarakat
kebijakan (wisdom) dan kearifan hidup.” Aceh sangat memproteksi dan
Kearifan lokal yang ada di menghormati perempuan. Hal itu
Indonesia tidak hanya sahihdi suatu daerah diekspresikan melalui pemakaian
saja, tetapi juga bisa melintasi budaya atau perhiasan “cupeng” pada balita perempuan
etnik sehingga membentuk nilai-nilai yang selain untuk mempercantik, juga
budaya yang bersifat nasional. Misalnya berfungsi sebagai penutup auratnya,
hampir di semua daerah di Indonesia meskipun ia tidak berpakaian seperti
mengenal kearifan lokal yang mengajarkan pembeda antara anak perempuan dan laki-
laki. Untuk perempuan yang sudah remaja sebagai kegiatan komunikasi massa
dan dewasa, pakaian mereka dilengkapi mempunyai fungsi sebagai media
dengan kancing baju emas “Boh Dokma” informasi, pendidikan, hiburan yang sehat,
sejenis perhiasan dada berbentuk seperti kontrol dan perekat sosial. Literasi media
gasing telungkup dengan bagian yang bertujuan untuk memberikan pengguna
runcing menghadap ke depan dan media kontrol yang lebih besar untuk
berfungsi sebagai perhiasan sekaligus menginterpretasi semua pesan media.
senjata kejut jika ada laki-laki yang Dengan tujuan untuk memberdayakan
hendak mengganggu. Nilai tersebut juga masyarakat pengguna media untuk
terekspresikan melalui nisan-nisan Putri mencapai masyarakat yang melek media.
Pasai yang terbuat dari pualam yang indah, Lebih lanjut (Iriantara 2009:13)
berbeda dengan nisan raja yang mengemukakan bahwa pendidikan media
menggunakan batu biasa. merupakan bentuk dari pemberdayaan
Selanjutnya, Yusuf (2008:1) khalayak media. Pemberdayaan khalayak
mengemukakan masyarakat lokal Aceh media tersebut berkaitan dengan tujuan
mempunyai kebijakan/kearifan lokal yang pendidikan media yang bertujuan untuk
terus diturunkan ke generasi di bawahnya. menyiapkan masyarakat sebagai pengguna
Masyarakat Aceh mampu menjadikan media di masa ini yang segalanya sangat
kearifan lokalnya untuk menyelesaikan bergantung pada media massa. Oleh sebab
permasalahan yang terdapat di dalam itu, salah satu prinsip dalam literasi media
masyarakat dan juga untuk menata adalah untuk memberdayakan masyarakat.
kehidupan masyarakatnya. Kearifan lokal Terdapat tujuh keterampilan yang
masyarakat Aceh tetap ada dan diakui dibutuhkan untuk kritis menggunakan
eksistensinya terutama di daerah pedesaan. media melalui literasi media menurut
Salah satu bagian dari kebudayaan Aceh Potter. Keterampilan itu mencakup (1)
adalah kearifan lokal itu sendiri dan kemampuan analisis, yaitu kemampuan
menjadi peran yang penting dalam dari pembaca untuk memahami pesan dan
perkembangan taraf pendidikan mengurainya menjadi beberapa elemen;
masyarakat, agama, bahasa, perkembangan (2) evaluasi, yaitu kemampuan dalam
teknologi, kesenian, dan lainnya. memberi penilaian atas makna dari
Literasi Media elemen-elemen tersebut; (3)
Literasi media merupakan pengelompokan, yaitu kemampuan untuk
kemampuan untuk memahami dan menentukan elemen-elemen yang memiliki
selanjutnya menggunakan komunikasi keserupaan dan elemen-elemen yang
massa secara efektif dan efisien. berbeda untuk kemudian diklasifikasikan
Sementara itu, Potter (2008) ke dalam kelompok yang berbeda-beda;
mendefinisikan literasi media sebagai (4) induksi, yaitu kemampuan untuk
sebuah perangkat perspektif yang menarik kesimpulan atas pengelompokan
berfungsi untuk membiasakan diri untuk yang telah dilakukan kemudian
memahami pesan-pesan yang diterima menggeneralisasi pola dari elemen tersebut
serta bagaimana cara untuk ke dalam pesan yang lebih besar
mengantisipasinya. Literasi media yang tingkatannya; (5) deduksi, yaitu
kebanyakan orang pahami adalah kemampuan dalam memakai prinsip yang
kemampuan untuk mengakses, umum untuk menjelaskan sesuatu secara
menganalisis, mengevaluasi, dan lebih rinci; (6) sintesis, yaitu kemampuan
mengomunikasikan isi dari pesan media. menyusun elemen tersebut menjadi suatu
Literasi media berfokus kepada hal yang bagian yang baru, dan (7) abstracting,
berkaitan dengan isi pesan media. yaitu kemampuan untuk mendeskripsikan
Undang-undang No.32 Tahun 2003 secara jelas, singkat, serta akurat sebuah
Pasal 4 menyebutkan bahwa Penyiaran isi pesan media dari isi pesan aslinya.
Menurut Potter lagi, semakin berbasis kearifan lokal terkait dengan
seseorang memiliki tingkat literasi media usaha untuk mencegah efek negatif yang
yang tinggi, maka akan semakin besar pula ditimbulkan media massa sampai pada
hal yang dapat diperolehnya. Begitu pula tahapan akhir yaitu pemroduksian pesan
sebaliknya, semakin seseorang memiliki media.
tingkat literasi media yang rendah, Pendekatan yang digunakan di
semakin sedikit pesan yang diperolehnya. dalam penelitian ini adalah pendekatan
Seseorang yang memiliki tingkat literasi etnografi. Pendekatan etnografi merupakan
media rendah akan sulit mengidentifikasi pendekatan dengan cara mengurai
isi pesan yang tidak akurat, memahami kemudian menginterpretasikan suatu
kontroversi, menilai kenetralan media, budaya yang digunakan dalam suatu
memahami dan menanggapi isi pesan yang kelompok sosial masyarakat. Pawito
mengandung ironi atau satir, dan (2008:149) menyatakan bahwa etnografi
sejenisnya. Besar resiko orang dengan sangat dekat dengan kebudayaan dan
literasi media yang rendah tidak kebudayaan merupakan hal yang utama
mengkritisi isi media sama sekali dan dalam kajian etnografis.
dengan sangat mudah menerima dan Pengumpulan data yang dilakukan
memercayai makna-makna pesan yang berupa data primer dan data sekunder.
diberikan oleh media. Data primer didapatkan dari wawancara
berbentuk semi terstruktur dengan pihak-
METODE PENELITIAN pihak terkait terutama tokoh masyarakat
Jenis Penelitian ini merupakan atau Ketua Majelis Adat Aceh Kota
kualitatif deskriptif yang mengkaji nilai- Langsa dan komunitas masyarakat Aceh.
nilai kearifan lokal melalui literasi media. Pengumpulan data sekunder melalui studi
Nawawi (dalam Siswantoro, 2007:56) pustaka/literatur, data statistik
menyebutkan bahwa metode deskriptif kependudukan di lokasi penelitian,
adalah cara pemecahan suatu masalah monografi lokasi penelitian serta akan
dengan cara mendeskripsikan subjek atau dilakukan observasi secara partisipatif dan
objek penelitian seperti misalnya lembaga, non-partisipatif. Teknik sampling yang
masyarakat atau seseorang berdasarkan digunakan yaitu snowball sampling.
fakta yang nyata dan apa adanya. Data Wawancara dilakukan secara terbuka
yang diperoleh berupa kata-kata atau dengan memilih informan yang merupakan
kalimat yang mampu menjelaskan makna informan kunci (key informant).
sebagai pemecahan dari suatu masalah. Kredibilitas dalam penelitian ini
Penelitian ini bertujuan untuk menggunakan cara triangulasi yang terdiri
mendeskripsikan literasi media berbasis atas triangulasi sumber, peneliti, teori dan
kearifan lokal Aceh. metode.
Jenis penelitian ini adalah Penentuan lokasi penelitian
penelitian eksploratif (exploratory menggunakan teknik purposive sampling
research) yang berusaha mengkaji dengan kriteria desa yang terletak di
bagaimana kearifan lokal Aceh digunakan wilayah perbatasan dan kota yang telah
masyarakat Aceh dalam menghadapi terdampak oleh media massa dan termasuk
media saat ini. Mantra (2004) ke dalam wilayah Aceh. Tahapan analisis
menyebutkan penelitian eksploratif yang data terdiri atas pengumpulan data, analisis
dimaksud adalah penelitian yang memiliki data, verifikasi data dan penarikan
sifat terbuka yang bertujuan untuk kesimpulan.
menemukan sebuah gagasan ataupun cara
pandang terhadap suatu hal. Penelitian
jenis ini berinisiatif untuk untuk
menemukan model literasi media yang
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai-Nilai Kearifan Lokal Masyarakat penyampai informasi secara umum juga
Aceh dapat menyampaikan informasi berupa
Kearifan lokal merupakan warisan budaya perilaku dan nilai-nilai kebudayaan
masyarakat yang dijalani secara turun setempat. Hasil identifikasi terhadap nilai-
temurun dan mengandung kebijakan dan nilai kearifan lokal masyarakat Aceh
kebaikan. Media, yang berfungsi sebagai disajikan dalam tabel berikut.
Pengetahuan Lokal Nilai Kearifan Pengetahuan Lokal Nilai Kearifan
Lokal Lokal
Meulaot yaitu berlaut; pekerjaan Kerja Keras Neurajah yaitu Cara pengobatan Kesehatan
utama Masyarakat Aceh di tradisional dengan membacakan
daerah pesisir doa-doa
Khanduri Laot yaitu syukuran Rasa Syukur Keude Kupi yaitu warung kopi Kesetiakawanan
yang dilakukan sebelum pergi tempat berkumpulnya laki-laki di Sosial
berlaut, agar rezeki yang Aceh (umumnya) untuk minum
didapatkan berkah kopi dan bertukar informasi
Uroe Pantang Laot yaitu hari- Komitmen, Peduli
hari dimana nelayan dilarang Lingkungan Molod yaitu hari peringatan Rasa Syukur
untuk pergi ke laut kelahiran nabi Muhammad yang
biasanya diadakan syukuran dan
Tarek Pukat Kerja Keras, doa bersama anak yatim
Komitmen
Reusam yaitu peraturan dari adat Komitmen
atau suatu kebiasaan yang
Meukat yaitu berdagang; Kesejahteraan
berlaku pada suatu masyarakat
kebanyakan pekerjaan
masyarakat Aceh juga berjualan
Peuayoen Aneuk yaitu tradisi Pendidikan
mengayunkan anak diiringi
Jak U blang yaitu Kerja Keras
nyanyian dan pembacaan
bersawah/bertani
doa/salawat nabi
Khanduri Blang yaitu syukuran Rasa Syukur
yang dilakukan setelah panen Seulaweut yaitu selawat nabi Pendidikan

Meugang yaitu memotong daging Rasa Syukur Do da Idi yaitu lagu tradisional Pendidikan
hewan sebelum memasuki bulan pengantar tidur Anak Aceh
Ramadhan dan sebelum
memperingati Idul Fitri dan Idul Qanun yaitu Undang-Undang Komitmen
Adha yang mengatur pemerintahan dan
juga kehidupan dalam
Catur Aceh yaitu salah satu Pelestarian dan bermasyarakat di Aceh
permainan tradisional Aceh, Kreativitas
menggunakan papan kecil Budaya Dayah yaitu lembaga pendidikan Pendidikan,
kemudian dimainkan dengan islami di Aceh Kesopansantunan
melewati lawan dengan hitungan
ganjil Meurukon yaitu salah satu bentuk Pendidikan
sastra lisan seperti berdebat
Panton Seumapa yaitu pantun Pelestarian dan dalam bentuk syair-syair,
yang isinya berhubungan dengan Kreativitas masalah yang didebatkan
perkawinan. Panton seumapa Budaya biasanya tentang agama
merupakan pantun yang
disampaikan oleh pihak lintô barô Meudikee yaitu tradisi berzikir Pendidikan
dan dibalas oleh pihak dara barô khas Aceh yang disertai dengan
pada prosesi perkawinan. gerakan
Pengetahuan Lokal Nilai Kearifan Pengetahuan Lokal Nilai Kearifan
Lokal Lokal
Muzakarah yaitu Pertemuan Gotong Royong, merundingkan mas kawin, waktu
ulama se-Aceh yang biasanya Kerukunan dan yang baik untuk menikah, dan
memusyawarahkan tentang Penyelesaian lain-lain sehubungan dengan
berbagai persoalan yang dihadapi Konflik perkawinan.
masyarakat
Peusijuk Kerukunan dan
Tueng Dara Baro yaitu salah satu Kesopansantunan, Penyelesaian
upacara sesudah upacara Komitmen Konflik
perkawinan atau mengantar
pengantin perempuan ke rumah Rumoh Panggong Kerja Keras,
pengantin laki-laki. Hal ini sudah Kesejahteraan,
ditentukan hari dan tanggal serta Peduli
jamnya pada tepat waktu Lingkungan
penyerahan linto baro kepada
masyarakat setempat. Tuha Peut Komitmen,
Kerukunan dan
Intat Lintoyaitu mengantarkan Kesopansantunan, Penyelesaian
mempelai pria ke rumah Komitmen Konflik
mempelai wanita pada hari yang
telah ditentukan, yang diiringi Tuha Lapan Komitmen,
oleh sanak keluarga, teman- Kerukunan dan
teman, dan tetangga sekampung. Penyelesaian
Konflik
Cah ret yaitu bila seseorang Kesopansantunan,
hendak mencari seorang wanita Komitmen Geuchik Komitmen,
untuk jodoh anak lelakinya, Kerukunan dan
bermufakatlah kedua orang tua Penyelesaian
tersebut untuk membicarakan Konflik
tentang wanita (anak dara) yang
bakal jadi menjadi menantunya. Teungku Imum Komitmen,
Kerukunan dan
Meminang (meulakee oleh Kesopansantunan, Penyelesaian
seulangke) yaitu orang yang Komitmen Konflik
dijadikan sebagai perantara dalam
menyelesaikan berbagai urusan di
antara pihak pengantin
perempuan dan pengantin laki-
laki.

Ranub Kong Habayaitu upacara Kesopansantunan,


meminang secara resmi. Dalam Komitmen
upacara ini kedua belah pihak
sehari-hari. Kearifan lokal di Aceh juga
Dari data tabel yang telah diuraikan dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk
antara pengetahuan lokal dan nilai kearifan menyaring hal yang baik dan buruk untuk
lokal adalah contoh beberapa nilai-nilai menghadapi perubahan zaman, termasuk
kearifan lokal Aceh yang masih digunakan dalam menghadapi terpaan media massa. La
dan penyebaran informasinya masih terdapat Piere (dalam Fitryarini, dkk:2014)
di media-media di Aceh. Kearifan lokal menyatakan bahwa lingkungan rumah,
yang dimiliki oleh masyarakat Aceh dapat keluarga dan jaringan sosial atau
dijadikan dasar dalam kehidupan persahabatan lebih mempengaruhi sikap,
bermasyarakat dan menjalani kehidupan nilai, dan perilaku seseorang daripada
media. Seseorang lebih mempercayai elektronik, maupun digital. Masyarakat yang
kelompok sosial terdekatnya daripada pesan berada di daerah pesisir maupun pinggiran
dari media yang berjarak. Pesan dari media kota juga sudah mampu dalam mengakses
baru berterima jika sesuai dengan media terutama media cetak dan elektronik,
lingkungan sosialnya. Ditilik dari nilai namun untuk media digital, bergantung pada
kearifan lokal Aceh, media masih berperan usia pengakses. Semakin muda usia
penting dalam penyebaran informasi pengakses, semakin mudah dalam
kegiatan-kegiatan atau berita yang melakukan tahapan pertama literasi media
mengandung budaya atau kearifan lokal di tersebut.
Aceh. Beberapa lembaga bahkan Berdasarkan hasil observasi,
mensosialisasikan lewat media dengan pengakses media cetak kebanyakan adalah
pemanfaatan nilai-nilai kearifan lokal Aceh usia paruh baya yang melakukannya di
untuk memberikan edukasi kepada generasi keude kupi (warung kopi) sambil bertukar
muda di Aceh, misalnya untuk menghalau informasi dengan beberapa orang lainnya.
pengaruh narkoba di Aceh, perlu dilakukan Pada warung kopi di Aceh juga tersedia
edukasi melalui nilai pendidikan agama. media televisi, sehingga masyarakat tidak
hanya mengakses informasi melalui media
Literasi Media Berbasis Kearifan Lokal cetak. Masyarakat Aceh biasanya membahas
Aceh informasi yang telah diterima dari media
Literasi media merupakan bersama-sama di warung kopi. Warung kopi
kemampuan seseorang untuk mengakses, di Aceh tidak hanya berfungsi sebagai
menganalisis, mengevaluasi, dan tempat untuk minum kopi atau sekedar
mengomunikasikan isi dari pesan yang duduk santai, namun juga sebagai tempat
disampaikan media. Fokus utamanya adalah untuk mengakses informasi melalui media
isi pesan media. Oleh karena itu, segala cetak, televisi, dan bertukar informasi
bentuk informasi yang disampaikan di dengan pengakses lainnya, sehingga
berbagai media harus memiliki manfaat terkadang mereka tidak langsung menerima
untuk publik. Berikut adalah pembahasan secara mentah informasi yang disajikan di
tentang literasi media berbasis kearifan lokal media. Warung kopi modern di Aceh
Aceh yang mengacu pada teori literasi biasanya telah dilengkapi dengan wi-fi
media konvensional Livingstone. sehingga memudahkan masyarakat dalam
1. Akses (Access) mengakses via digital. Masyarakat pengguna
Tahapan pertama adalah akses. warung kopi tradisional maupun modern
Akses adalah kemampuan pengguna media biasanya mengungkapkan pemikiran dan
untuk mencari, mendapatkan, dan ide-ide mereka setelah memperoleh
mengumpulkan informasi. Setelah akses informasi. Oleh karena itu, warung kopi bisa
dilakukan, kemampuan literasi dikatakan termasuk dalam kearifan lokal
(pengembangan pemahaman) oleh aceh yang juga digunakan sebagai sarana
pengakses mulai berlangsung. bertukar informasi antara pengakses
Permasalahannya adalah kesenjangan yang informasi.
terjadi ketika mengakses pengetahuan, 2. Analisis (Analysis)
melakukan komunikasi dan keikutsertaan Tahapan Kedua adalah analisis.
secara daring. Berdasarkan hasil observasi, Secara bahasa, analisis adalah penyelidikan
masyarakat Aceh yang tinggal di daerah terhadap suatu peristiwa. Analisis dalam
perkotaan sudah mampu dalam mengakses literasi media terkait dengan kemampuan
berbagai media seperti media cetak, seseorang untuk mencari, mengubah, dan
memilih informasi yang dibutuhkan oleh dimilikinya. Informasi dievaluasi
seseorang. berdasarkan tolak ukurnya, misalnya seperti
Berdasarkan hasil observasi, kebenaran isi pesan, kejujuran isi pesan, dan
beberapa informan berusia paruh baya kepentingan dari pemroduksi pesan. Oleh
menyatakan bahwa kekhawatiran akan karena itu, dengan mengevaluasi
dampak dari media dirasakan kepada masyarakat sadar bahwa mereka tetap
generasi muda. Dampak yang dirasakan memiliki hak individu untuk memaknai
karena kurangnya kemampuan dalam pesan media terhadap dirinya masing-
menyaring informasi atau tontonan yang masing.
layak bagi usianya sehingga membuat Berdasarkan hasil observasi, dua
generasi muda semakin berkelakuan kurang informan mengatakan mampu mengevaluasi
baik. Informan tersebut mengatakan bahwa pesan berdasarkan parameternya, tiga
sering menyuruh anaknya untuk mematikan informan mengatakan ragu-ragu dan lima
televisi ketika tayangan yang disiarkan tidak informan mengatakan belum mampu untuk
mengedukasi. Sebaliknya, tiga informan mengevaluasi pesan dari media. Menurut
berusia remaja menyatakan bahwa saat ini para informan tersebut, hal ini disebabkan
orang tua kurang memiliki kemampuan oleh kurang objektifnya informasi yang
dalam menganalisis informasi dari media disediakan oleh media saat ini sehingga
sehingga mudah menerima informasi yang membuat kepasrahan dalam mengevaluasi
belum jelas kebenarannya, terutama dalam pesan tanpa membandingkannya dari
hal informasi tentang politik sehingga sumber lain terlebih dahulu. Kearifan lokal
terkadang terjadi perdebatan karena masyarakat Aceh dalam mengevaluasi pesan
perbedaan pendapat dalam penerimaan kembali kepada nilai-nilai pendidikan
informasi. agama. Di Aceh, meskipun ada hal yang
Kearifan lokal yang dipedomani memicu lahirnya banyak pendapat akan
masyarakat Aceh terkait dengan kemampuan tetapi ada tempat untuk membicarakannya
menganalisis media yaitu nilai-nilai secara musyawarah. Salah satunya adalah
pendidikan agama. Masyarakat Aceh muzakarah ulama Aceh, yaitu pertemuan
percaya bahwa hanya dapat membedakan beberapa ulama Aceh yang membahas
yang haq dan bathil (benar dan salah) persoalan di Aceh dan hasilnya diteruskan
melalui Al-qur’an dan Hadist. Oleh karena ke Pemerintah Aceh.
itu, biasanya masyarakat Aceh berusaha 4. Memproduksi Pesan (Content Creation)
untuk memasukkan anaknya ke dayah Tahapan terakhir dari literasi media
(tempat pengajian/sekolah agama). Di Aceh, adalah pemroduksian pesan. Memproduksi
kajian agama juga disebarkan melalui pesan adalah keterampilan yang dimiliki
media, selain diinformasikan melalui media seseorang untuk menyusun pesan atau ide
cetak dan radio khusus saluran dayah, dengan kata-kata, suara, atau gambaran yang
sekarang juga sudah mulai merambah ke secara efektif sesuai dengan aturan dalam
media digital. Oleh karena itu, kearifan lokal ilmu komunikasi. Membuat media terkait
melalui pendidikan agama di Aceh ditujukan dengan memproduksi dan mendistribusikan
kepada semua kalangan usia. isi media, juga terkait dengan keahlian yang
3. Evaluasi (Evaluation) bersifat komunikatif. Di Aceh, terdapat
Tahapan ketiga adalah evaluasi. media televisi lokal, media cetak dan online
Evaluasi merupakan kemampuan untuk lokal serta radio lokal. Konten dari media itu
mengaitkan pesan media yang diterima oleh biasanya berupa informasi seputar daerah-
seseorang dengan pengalaman yang daerah di Aceh dan juga kebudayaannya.
Hanya saja, berdasarkan observasi, media Melalui Penelitian ini, pertama dapat
ini tidak diminati oleh semua kalangan. disimpulkan bahwa nilai-nilai kearifan lokal
Informan yang berusia paruh baya masyarakat Aceh masih terjaga hingga saat
menyebutkan lebih menyenangi media cetak ini meskipun pengaplikasiannya mulai
lokal daripada televisi lokal, sedangkan terbatas di daerah perkotaan. Pada tahapan
beberapa remaja lebih memilih melihat mengakses informasi dari media tidak ada
media online di sosial media untuk kesulitan bagi sebagian besar masyarakat
mengikuti perkembangan informasi. Jika Aceh, namun berdasrkan hasil observasi,
ditinjau dari fungsi media, media-media di beberapa informan menyatakan sulit untuk
Aceh telah berfungsi sebagai media pemberi menganalisis dan mengevaluasi informasi
informasi, menyuguhkan hiburan dan dari media. Menurutnya lagi, nilai kearifan
mewariskan nilai-nilai sosial dan budaya lokal Aceh melalui pendidikan Islam sangat
sebagaimana mestinya. berperan penting dalam memfilter segala
Berdasarkan hasil observasi peneliti dampak buruk yang bersumber dari media.
yang mengacu pada tahapan literasi media Kedua, model literasi berbasis kearifan lokal
berupa akses, analisis, evaluasi dan yang diimplementasikan adalah berupa: (1)
pemroduksian pesan, masyarakat Aceh Pemroduksian pesan dari media dilakukan
masih kurang dapat menganalisis dan dengan cara memberikan tayangan yang
mengevaluasi informasi dari media. Akan berisi budaya lokal atau kedaerahan di
tetapi, melalui nilai-nilai kearifan lokal televisi lokal, menyiarkan pendidikan agama
Aceh, efek negatif dari media massa masih dan budaya melalui siaran radio lokal; (2)
dapat diminimalisasi sehingga budaya yang Batasan dari orang tua kepada anak-anak
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat agar tidak menonton tayangan yang tidak
masih dikategorikan pada budaya yang layak tonton; (3) Merancang dan
bersifat lokal dan tidak termasuk budaya melaksanakan acara, festival, atau kegiatan
media. Hanya saja, budaya lokal ini masih yang berbau budaya dan diinformasikan
harus dipopulerkan kembali kepada generasi melalui media.
muda agar tmencintai kebudayaan sendiri Berdasarkan hasil
dan tidak tergerus arus globalisasi. Lebih penelitian,disarankan agar pemerintah
lanjut, perlunya sosialisasi atau pendidikan menanamkan pendidikan literasi media
tentang pentingnya literasi media di Aceh, kepada masyarakat Aceh, juga lebih
untuk semua kalangan, agar lebih dapat memaksimalkan kearifan lokal Aceh dalam
menganalisis dan mengevaluasi informasi berliterasi media. Hal ini agar terjadi
yang diperoleh. keseimbangan antara menghasilkan
masyarakat Aceh yang berliterasi media
KESIMPULAN sekaligus melestarikan nilai-nilai kearifan
lokal Aceh.
Mantra, Ida Bagoes. 2004. Filsafat
Penelitian dan Metode Penelitian
DAFTAR PUSTAKA Sosial. Yokyakarta: Pustaka Pelajar.

Jati, Wasisto Raharjo. 2011. “Pembangunan Pawito. (2008). Penelitian Komunikasi


Gerus Kearifan Lokal” dalam Kualitatif. Yogyakarta: LKIS.
Kompas, 20 April 2011, Jakarta.
Potter, James. W. (2004). Theory of Media
Literacy: a Cognitive Approach.
California: Sage Publications.

---------------------. 2008. Media Literacy (4th


ed). California: Sage Publications
Inc.

Sartini. (2004). Menggali Kearifan Lokal


Nusantara, Sebuah Kajian Filsafat.
Jurnal Filsafat. Jilid 37 No. 2 Edisi
Agustus 2004, hlm. 18.

Sibarani, Robert. 2012. Kearifan Lokal.


Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.

Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra:


Analisis Psikologis. Surakarta:
Muhammadiyah University Press.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


32 Tahun 2002 Pasal Tentang
Penyiaran.

Yusuf, Yusri. 2008. Peutua Beuna: Kearifan


Lokal Masyarakat Aceh. Banda
Aceh: Majelis Adat Aceh.

maa.acehprov.go.id. diakses 16 Agustus


2018.

uis.unesco.org.diakses 18 Agustus 2018.

Anda mungkin juga menyukai