Polemik Implementasi Undang-Undang Keistimewaan Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Indonesia
Polemik Implementasi Undang-Undang Keistimewaan Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Indonesia
Iskandar Iskandar a
a
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik UNPAD, Bandung, Indonesia
E-mail: iskandargwijaya@gmail.com
ABSTRAK
Penerapan Undang-undang Keistimewaan Yogyakarta Nomor 13 yang disahkan pada Tahun 2012 telah
berdampak kepada terjadinya polemik kepemilikan tanah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
sengketa yang terjadi adalah antara Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan
Hamengku Buwono X sebagai pihak pemerintah daerah berhadapan dengan Warga Negara Indonesia
keturunan Tionghoa dan warga desa di wilayah dalam klaim Sultanaat Grond dan Pakualamanaat Grond
di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan
Yogyakarta, Kasultanan dan Pakualaman ditetapkan sebagai Badan Hukum Kebudayaan, sehingga
Kasultanan mempunyai hak milik atas Sultanaat Grond atau dikenal sebagai Sultan Ground dan
Pakualaman mempunyai hak milik atas Pakualamanaat Grond atau dikenal sebagai Pakualam Ground.
Pengelolaan Sultanaat Grond dan Pakualamanaat Grond serta penataan ruang Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Istimewa. Warga Negara Indonesia Keturunan
Tionghoa dan warga desa di wilayah dalam klaim Sultanaat Grond dan Pakualamanaat Grond
kehilangan pengakuan sebagai anggota masyarakat yang memiliki hak-hak kewargaan dalam pemilikan
dan penggunaan tanah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, hal ini memicu serangkaian aksi
penolakan publik terhadap pemberlakuan UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta.
Dalam polemik kepemilikan tanah di Yogyakarta terjadi politics of recognition. Tanah yang berpolemik
tersebut kemudian diklaim menjadi Tanah Milik Negara yang segera akan diubah menjadi Tanah Milik
Kesultanan atau Kadipaten dengan Hak Anggaduh yang muncul dari ketentuan kolonial Rijksblad
Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 dan Rijksblad Pakualaman Nomor 18 Tahun 1918 yang dihidupkan
kembali dengan diberlakukannya UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta.
Yogyakarta. Warga Negara Indonesia maupun media cetak, seperti gambar, foto,
keturunan Tionghoa di Provinsi Daerah peta, grafik, berita, atau melalui orang,
Istimewa Yogyakarta tidak dapat memiliki kelompok, keluarga, dan perorangan,
Sertifikat Hak Milik atas tanah miliknya mengenai aktifitas aksi penolakan publik
sendiri. Sedangkan status hukum tanah kas terhadap kebijakan penerapan UU No. 13
desa di desa-desa di Provinsi Daerah Tahun 2012 tentang Keistimewaan
Istimewa Yogyakarta mengalami halangan Yogyakarta. Karena sifatnya library riset,
dalam proses sertifikasi oleh Badan maka data yang dikumpulkan hanya berupa
Pertanahan Nasional (BPN) sejak tahun data-data sekunder saja, belum memasukan
2017, bahkan sertifikat yang telah terbit informasi yang bersumber dari data primer.
sebelum tahun 2017 ditarik kembali oleh
BPN. WNI Keturunan Tionghoa dan warga HASIL DAN PEMBAHASAN
desa di wilayah dalam klaim Sultanaat Pemberlakuan kebijakan UU No. 13
Grond dan Pakualamanaat Grond Tahun 2012 tentang Keistimewaan
kehilangan pengakuan sebagai anggota Yogyakarta merupakan salah satu implikasi
masyarakat yang memiliki hak-hak dari kebijakan desentralisasi di Indonesia
kewargaan dalam pemilikan dan penggunaan paska reformasi 1998. Desentralisasi yang
tanah di Provinsi Daerah Istimewa dimaksud ada dua kategori, Desentralisasi
Yogyakarta, hal ini memicu serangkaian aksi Simetris dan Desentralisasi Asimetris.
penolakan publik terhadap pemberlakuan UU Desentralisasi Asimetris (Asymmetric
No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Decentralization) bukanlah pelimpahan
Yogyakarta. kewenangan biasa, ia berbentuk pelimpahan
kewenangan khusus yang hanya diberikan
METODE PENELITIAN kepada daerah-daerah tertentu, secara
Metode penelitian kualitatif (Creswell, empirik ia merupakan starategi komprehensif
1998, pp. 49–55) dibagi menjadi dua hal, pemerintah pusat guna merangkul kembali
yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian daerah yang hendak memisahkan diri dari
lapangan. Penelitian ini menggunakan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
penelitian kepustakaan yang dilakukan melalui kebijakan desentralisasi asimetris
dengan mencari data-data dari perpustakaan diakomodasi tuntutan dan identitas lokal ke
yang sifatnya teoretis, observasi tidak dalam suatu sistem pemerintahan lokal yang
langsung, serta analisa dokumen-dokumen khas. Contoh pemerintahan lokal yang khas
terkait. Penelitian kepustakaan dilakukan yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta,
dengan mengumpulkan data-data yang pemerintah Provinsi Daerah Istimewa
berkaitan dengan kebijakan penerapan UU Yogyakarta menerbitkan Peraturan Daerah
No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Nomor 1 Tahun 2013 tentang Tata Cara
Yogyakarta yang telah berdampak kepada Pembentukan Peraturan Daerah Istimewa,
terjadinya polemik kepemilikan tanah di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, keistimewaan dalam kedudukan hukum
seperti buku, jurnal, surat kabar, berbagai berdasarkan sejarah dan hak asal-usul
hasil studi, dan dapat juga disertakan sumber menurut UUD 1945 untuk mengatur dan
seperti websites, kutipan-kutipan, serta mengurus kewenangan istimewa (Dewi &
sumber-sumber informasi lainnya, data yang Nuriyatman, 2018).
diperoleh peneliti berupa teks maupun Katherine A. Daniell, salah seorang
gambar, tabel, dan bagan. Observasi tidak anggota HC Coombs Policy Forum dari
langsung dilakukan agar peneliti memperoleh Crawford School of Public Policy The
fakta-fakta yang berkaitan dengan kebijakan Australian National University, menekankan
penerapan UU No. 13 Tahun 2012 tentang pentingnya identitas budaya lokal untuk
Keistimewaan Yogyakarta. Observasi yang diakomodasi dalam sebuah perumusan
telah dilakukan adalah berupa pengamatan kebijakan publik. Faktor budaya
tidak langsung melalui media-media, seperti mempengaruhi corak ekonomi, partisipasi
melalui media elektronik, TV dan video, politik, solidaritas sosial, dan perkembangan
4 Iskandar / Polemik Implementasi Undang-undang Keistimewaan di Provinsi DIY Indonesia XX (2022) XX-XX
nilai-nilai dalam suatu masyarakat, demikian berasal dari interaksi pemerintah dengan para
juga dengan budaya tradisi Yogyakarta yang aktor non-pemerintah, termasuk didalamnya
memiliki keistimewaan. “Cultural factors pihak-pihak yang mewakili WNI
influence economic behaviour, political berketurunan Tionghoa dan desa-desa yang
participation, social solidarity and value mengelola tanah desa di Provinsi Daerah
formation and evolution, which are closely Istimewa Yogyakarta. Hal ini penting
linked to how and why public policies are dilakukan karena dalam implementasi sebuah
developed in different ways in different kebijakan publik akan melibatkan semua
countries. It is for this reason that there are pihak, baik yang pro maupun yang kontra,
many authors who emphasise the importance dengan asumsi bahwa sebuah kebijakan
of taking a ‘cultural turn’ in the publik merupakan apa yang harus dilakukan
understanding of governance and public pemerintah dalam penyelenggaraan
policy, in other words to use cultural pemerintahannya, diselenggarakan oleh
analysis to enrich knowledge of politics, pemerintahan pusat dan pemerintahan
policies and practices” (Daniell, 2014, p. daerah.
25). Dalam perspektif kajian tentang Politik
Thomas A Birkland dari North Carolina Kewargaan, Kewargaan didefinisikan dalam
State University, mendefinisikan kebijakan empat dimensi kewargaan; Keanggotaan
publik dalam enam atribut kunci. “No single dalam masyarakat (membership), status di
definition may ever be developed, but we can hadapan hukum (legal status), hak-hak
discern key attributes of public policy: sebagai warga negara (Rights), dan
partisipasi (Participation). Keempat dimensi
Policy is made in response to some sort
tersebut merupakan komponen inti dari
of problem that requires attention.
konsep Kewargaan. Relasi antara ke-4
Policy is made on the “public’s” behalf. dimensi kewargaan tersebut adalah sebagai
Policy is oriented toward a goal or berikut; Keanggotaan dalam masyarakat
desired state, such as the solution of a (membership) merupakan dasar dari status
problem. hukum (legal status) kewargaan sebagai
Policy is ultimately made by warga negara, sehingga secara posisi
governments, even if the ideas come struktural di hadapan negara berlaku
from outside government or through the hubungan kewajiban terpenuhinya hak-hak
interaction of government and warga negara (rights) serta kewajiban
nongovernmental actors. berpartisipasi (participation) dalam
Policy is interpreted and implemented penyelenggaraan pemerintahan sebuah
by public and private actors who have negara (Stokke, 2017, pp. 25–33).
different interpretations of problems, Polemik kepemilikan tanah di Yogyakarta
solutions, and their own motivations. menyertai terjadinya politics of recognition
Policy is what the government chooses dimana WNI Keturunan Tionghoa dan warga
to do or not to do” (Birkland, 2016, p. desa di wilayah dalam klaim Sultanaat
8). Grond dan Pakualamanaat Grond
Menurut Birkland, kebijakan publik kehilangan pengakuan sebagai anggota
dibuat berdasarkan respon dari publik masyarakat yang memiliki hak-hak
berkenaan dengan sebuah permasalahan yang kewargaan dalam pemilikan dan penggunaan
menyangkut kepentingan publik dan tanah di Provinsi Daerah Istimewa
berorientasi untuk menemukan solusi Yogyakarta, hal ini memicu serangkaian aksi
permasalahan publik tersebut. Dalam kajian penolakan publik terhadap pemberlakuan UU
ini permasalahan publiknya adalah status No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan
keistimewaan Yogyakarta yang dirumuskan Yogyakarta. Bahkan hukum pada jaman
dalam sebuah UU No. 13 Tahun 2012 Kolonial yang membeda-bedakan hak-hak
tentang Keistimewaan Yogyakarta. kewargaan berdasar ras masih digunakan
Walaupun kebijakan publik berasal dari sebagai alat penekan WNI Keturunan
pemerintah, ide dan gagasannya, seharusnya Tionghoa di Yogyakarta untuk tidak dapat
5 Iskandar / Polemik Implementasi Undang-undang Keistimewaan di Provinsi DIY Indonesia XX (2022) XX-XX
memiliki SHM atas tanah miliknya sendiri. Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam
Tanah tersebut kemudian diklaim menjadi VIII telah menyatakan untuk bergabung
Tanah Milik Negara yang segera akan diubah dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
menjadi Tanah Milik Kesultanan atau kesepakatan yang jelas antara Yogyakarta
Kadipaten dengan Hak Anggaduh yang dan Pemerintah Pusat itu juga mendorong Sri
muncul dari ketentuan kolonial Rijksblad Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku
Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 dan Alam VIII bertindak tegas dan nyata untuk
Rijksblad Pakualaman Nomor 18 Tahun 1918 mendukung kemerdekaan Republik
yang dihidupkan kembali dengan Indonesia, mereka benar-benar melakukan
diberlakukannya UU No. 13 Tahun 2012 apa yang ditugaskan oleh Presiden Republik
tentang Keistimewaan Yogyakarta. Indonesia sebagaimana tertulis dalam
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Piagam Kedudukan 19 Agustus 1945, yaitu
memiliki keistimewaan dalam kedudukan mencurahkan segala pikiran, tenaga, jiwa dan
hukum berdasarkan sejarah dan hak asal-usul raga untuk keselamatan daerah Yogyakarta
menurut UUD 1945 untuk mengatur dan sebagai bagian dari Republik Indonesia
mengurus kewenangan istimewa, hal ini (Pratama, 2013). Dengan peranan yang
merupakan warisan budaya Yogyakarta yang strategis selama perjuangan kemerdekaan
telah mengakar kuat sejak Jaman Kolonial Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Belanda. Sejak tahun 1918, Belanda telah Yogyakarta kemudian ditetapkan sebagai
mengakui hak penguasaan lahan istimewa sebuah daerah Istimewa setingkat Provinsi,
yang dimiliki Sultan dan Paku Alam melalui jadi berbeda dengan Provinsi-provinsi
penerbitan The Sultanate’s Rijksblad lainnya di Indonesia.
(Sultanate Decree) No. 16/1918 dan Setelah pengakuan kedaulatan Negara
Pakualaman’s Rijksblad No. 18/1918. “Thus, Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai
on 8 August 1918, Sultan Hamengku Buwono hasil perundingan Indonesia-Belanda dalam
VII issued a regulation abolishing the Konferensi Meja Bundar (KMB) yang
apanage system in Yogyakarta, following dilaksanakan di Den Haag Belanda pada
similar developments in other parts of Java. tanggal 23 Agustus 1949 sampai dengan
The policy changed the apanage system into tanggal 2 November 1949, Negara Republik
a system of land tenure and land rent. The Indonesia yang sejak tahun 1946 beribukota
Sultanate’s Rijksblad (Sultanate Decree) No. di kota Yogyakarta hanyalah menjadi sebuah
16/1918 and Pakualaman’s Rijksblad No. negara bagian dari RIS. Keistimewaan
18/1918 ruled the following: First, the Sultan Yogyakarta secara formal baru diberlakukan
declared that all land without proof of Dutch mulai tanggal 15 Agustus 1950 dengan
ownership was his private property. Second, diterbitkannya Undang-undang Nomor 3
Kelurahan (later called Desa/villages) were Tahun 1950 yang kemudian diubah menjadi
formed as administrative units that had Undang-undang Nomor 19 Tahun 1950.
autonomy in their land management. The Kedua Undang-undang tersebut diberlakukan
Sultan owned all land, but its distribution dengan PP Nomor 31 Tahun 1950 tentang
and management were handled by the Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta
village. Third, it abolished the position of yang hanya mengatur wilayah dan ibu kota,
bekel. However, where geographical jumlah anggota DPRD, macam kewenangan,
boundaries were based on the previous serta aturan-aturan yang bersifat peralihan.
Kebekelan (jurisdiction of a bekel), some Dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun
bekel became village heads (lurah), a 1950 ditambahkan beberapa kewenangan
position that was similarly hereditary” bagi Daerah Istimewa Yogyakarta. Status
(Kurniadi, 2019, p. 49). Keistimewaan sendiri sudah diatur
Sejarah status istimewa yang melekat sebelumnya dalam Undang-undang Nomor
pada Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 22 Tahun 1948. Undang-undang Nomor 3
merupakan bagian dari sejarah pendirian Tahun 1950 menyebutkan secara tegas
bangsa Indonesia, terutama pada masa awal bahwa, “Yogyakarta adalah sebuah Daerah
kemerdekaan. Secara sadar Sri Sultan Istimewa setingkat Provinsi”.
6 Iskandar / Polemik Implementasi Undang-undang Keistimewaan di Provinsi DIY Indonesia XX (2022) XX-XX
berstatus diatas tanah Milik Negara menjadi carut marut penguasaan tanah-tanah desa
milik desa dan bersertifikat hak milik desa. oleh keraton melalui liputan mereka.
Hal ini menjadi berubah dengan status tanah Kristian Stokke (Stokke, 2017, pp. 25–33)
milik Kasultanan dan Kadipaten yang merangkum 4 hal yang mendefinisikan
memiliki kuasa kepemilikan dan pengelolaan keutuhan seseorang sebagai warga negara;
yang dikuatkan UU No. 13 Tahun 2012 Keanggotaan dalam masyarakat
tentang Keistimewaan Yogyakarta. Dengan (membership), status di hadapan hukum
demikian desa-desa di Provinsi Daerah (legal status), hak-hak sebagai warga negara
Istimewa Yogyakarta tidak lagi memiliki (Rights), dan partisipasi (Participation).
pengakuan atau rekognisi sebagai pihak yang Keempat dimensi tersebut merupakan
memiliki otoritas atas tanah tersebut. komponen inti dari konsep Kewargaan.
Hak Anggaduh yang muncul dari Relasi antara ke-4 dimensi kewargaan
ketentuan Kolonial The Sultanate’s Rijksblad tersebut adalah sebagai berikut; Keanggotaan
(Sultanate Decree) No. 16/1918 dan dalam masyarakat (membership) merupakan
Pakualaman’s Rijksblad No. 18/1918 dasar dari status hukum (legal status)
sebenarnya sudah dihapuskan dengan Perda kewargaan sebagai warga negara, sehingga
Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 secara posisi struktural di hadapan negara
Tahun 1984 tentang pelaksanaan berlaku berlaku hubungan kewajiban terpenuhinya
sepenuhnya Undang-undang Pokok Agraria hak-hak warga negara (rights) serta
(UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 di Provinsi kewajiban berpartisipasi (participation)
Daerah Istimewa Yogyakarta, tetapi dengan dalam penyelenggaraan pemerintahan sebuah
diberlakukannya UU No. 13 Tahun 2012 negara. Kebijakan penerapan UU No. 13
tentang Keistimewaan Yogyakarta seolah- Tahun 2012 tentang Keistimewaan
olah Hak Anggaduh dimunculkan kembali. Yogyakarta berdampak kepada misrekognisi
Perubahan status kepemilikan atas tanah WNI Keturunan Tionghoa dan warga desa di
dikhawatirkan akan diikuti dengan wilayah dalam klaim Sultanaat Grond dan
pemindahan aset-aset tanah menjadi milik Pakualamanaat Grond sehingga mereka
Kasultanan dan Kadipaten. WNI Keturunan kehilangan pengakuan sebagai anggota
Tionghoa dan warga desa di wilayah dalam masyarakat yang memiliki hak-hak
klaim Sultanaat Grond dan Pakualamanaat kewargaan dalam pemilikan dan penggunaan
Grond kehilangan pengakuan sebagai tanah di Provinsi Daerah Istimewa
anggota masyarakat yang memiliki hak-hak Yogyakarta.
kewargaan dalam pemilikan dan penggunaan Kebijakan publik dibuat berdasarkan
tanah di Provinsi Daerah Istimewa respon dari publik berkenaan dengan sebuah
Yogyakarta. permasalahan yang menyangkut kepentingan
Pernah ada upaya Somasi kepada publik dan berorientasi untuk menemukan
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta oleh solusi permasalahan publik tersebut
Zealous Siput, seorang WNI kelahiran (Birkland, 2016, p. 8). Dalam kajian ini
Yogyakarta yang sudah tinggal 64 Tahun permasalahan publiknya adalah status
lebih di Yogyakarta yang tidak dapat keistimewaan Yogyakarta yang dirumuskan
memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) atas dalam sebuah UU No. 13 Tahun 2012
tanah miliknya sendiri dengan alasan tentang Keistimewaan Yogyakarta.
keturunan Tionghoa, akan tetapi belum ada Walaupun kebijakan publik berasal dari
tanggapan berarti dari pihak Pemerintah pemerintah, ide dan gagasannya, seharusnya
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Perlu berasal dari interaksi pemerintah dengan para
ada peran media nasional untuk aktor non-pemerintah, termasuk didalamnya
mempublikasikan kasus-kasus misrekognisi pihak-pihak yang mewakili WNI
tersebut seperti yang telah dilakukan oleh berketurunan Tionghoa dan desa-desa yang
Tim Kolaborasi Liputan Agraria tentang mengelola tanah desa di Provinsi Daerah
tanah desa yang melibatkan jurnalis-jurnalis Istimewa Yogyakarta. Hal ini penting
Jaring.id, Tirto.id, Kompas.com, Suara.com, dilakukan karena dalam implementasi sebuah
dan Projectmultatuli.org yang telah mengulik kebijakan publik akan melibatkan semua
9 Iskandar / Polemik Implementasi Undang-undang Keistimewaan di Provinsi DIY Indonesia XX (2022) XX-XX
pihak, baik yang pro maupun yang kontra, Yogyakarta. Analisa kebijakan yang baik
dengan asumsi bahwa sebuah kebijakan seharusnya mampu menyelesaikan konflik
publik merupakan apa yang harus dilakukan dan membangun komunitas. “Political life
pemerintah dalam penyelenggaraan has two sides: channeling conflict and
pemerintahannya, diselenggarakan oleh building community. Policy analysis serves
pemerintahan pusat dan pemerintahan both sides. It channels conflict by showing
daerah. that some arguments, and their proponents,
Kebijakan penerapan UU No. 13 Tahun are in some sense superior to other and
2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta deserve to win out. But it helps to build
menjadi polemik dikarenakan hanya berpihak community by marking off potential common
kepada ‘penguasa’ Yogyakarta, belum ground as well. This common ground is
melibatkan semua pihak secara egaliter. Pola defined by the rules and conventions of
perumusan kebijakan seperti ini merupakan rational discourse – where opponents may
hal yang umum di Indonesia berdasarkan employ analytical procedures to resolve
hasil Study dari The Policy Lab (The disagreements, or where they may discover
University of Melbourne) dan the Indonesian that at least some seemingly irreducible
Centre for Law and Policy Studies (PSHK) values conflict can be recast as dry-as-dust
berikut: ”By considering policymaking in technical disagreements over how much
Indonesia through the lenses of the policy higher a probability Policy A has than Policy
cycle and political traditions, we have B for mitigating Problem P” (Bardach &
identified key actors, activities and patterns Patashnik, 2015, p. xix).
in the processes of policy development. Penerapan kebijakan UU No. 13 Tahun
Specific examples of policymaking illustrate 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta
the irregular and inconsistent ways in which memang tidak bisa serta merta ideal dan
policies are developed by the different memuaskan semua pihak karena situasi
branches of goverment in Indonesia. By ekonomi politik di Indonesia masih
combining this analysis of examples with a uncertain. “Policy choice in an uncertain
review of relevant literature on Indonesian world is subtle even when a society agrees
government and development, this study has on what it wants and what it believes. I want
highlighted important trends in to drive home the point that, even in such a
policymaking, such as the discussions and cohesive society, there is no optimal
negotiations between the executive and the decision, at most various reasonable ones. A
legislature, the significant role of non- planner personifies a cohesive society that
governmental organisations in agenda forthrightly acknowledges and copes with
setting and some policy analysis and uncertainty” (Manski, 2013, p. 117).
formulation, and the limited formal
opportunities for public participation and KESIMPULAN
engagement in the policymaking process Kebijakan penerapan UU No. 13 Tahun
when led by government” (Blomkamp et al., 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta telah
2018, pp. 28–29). berdampak kepada terjadinya polemik
Polemik kepemilikan tanah di Yogyakarta kepemilikan tanah di Provinsi Daerah
menyertai terjadinya politics of recognition Istimewa Yogyakarta. Undang-undang yang
dimana WNI Keturunan Tionghoa dan warga sedianya dimaksudkan untuk menegaskan
desa di wilayah dalam klaim Sultanaat status keistimewaan Yogyakarta yang
Grond dan Pakualamanaat Grond sebelumnya dianggap memiliki dasar
kehilangan pengakuan sebagai anggota legalitas yang sangat rapuh dan kabur
masyarakat yang memiliki hak-hak sehingga mudah berkembang menjadi
kewargaan dalam pemilikan dan penggunaan polemik politik berkepanjangan, rupanya
tanah di Provinsi Daerah Istimewa malah menciptakan polemik baru, yakni
Yogyakarta, hal ini memicu serangkaian aksi polemik kepemilikan tanah di Provinsi
penolakan publik terhadap pemberlakuan UU Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam UU No.
No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan
10 Iskandar / Polemik Implementasi Undang-undang Keistimewaan di Provinsi DIY Indonesia XX (2022) XX-XX