Anda di halaman 1dari 10

WAWASAN KEMARITIMAN

Sosial Budaya

KELOMPOK 1

Disusun Oleh :

ARNISA (D1E121003)

ELFIRA EKA PUTRI SETYANINGRUM (D1E121059)

RACHMAD REHAN RATSONGKO (D1E121075)

RISKY AWALIAH (D1E121079)

YUDA DWI ATMAJA (D1E121087)

UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI

FAKULTAS PERTANIAN

PENYULUHAN PERTANIAN

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat
dan hidayahnya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Sosial
Budaya Wawasan Kemaritiman”.

Dalam penyusunan makalah ini, kami telah berusaha semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuan kami. Namun sebagai manusia biasa, penulis tidak luput dari
kesalahan dan kekhilafan baik dari segi tekhnik penulisan maupun tata Bahasa. Tetapi
walaupun demikian penulisan berusaha sebisa mungkin menyelesaikan makalah
meskipun tersusun sangat sederhana.

Kami menyadari tanpa kerja sama antara dosen serta beberapa kerabat memberi
masukan yang bermanfaat bagi penulis demi tersususnnya Makala ini. Untuk itu kami
mengucapkan terima kasih kepada pihak tersebut di atas yang telah bersedia meluangkan
waktunya untuk memberikan arahan dan saran demi kelancaran penyusunan makalah.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca
pada umumnya. Penulis mengharapkan saran serta kritik dari berbagai pihak yang bersifat
membangun.

KENDARI, 13 Maret 2022

Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan luas wilayah 5,8 juta km per

segi dan Panjang garis pantai 95.181 km, sudah sepatutnya Indonesia memiliki strategi

maritime yang baik. Hal tersebut mencakup aspek ekonomi, sosial, budaya, politik,

keamanan dan pertahanan. Jika dipetekan di belahan bumi lain, luas wilayah Nusantara

sama dengan jarak antara Irak hingga Inggris (Timur-Barat) atau jerman hingga Aljazair

(Utara-Selatan). Letaknya yang seksi, ditopang potensi sumber daya alam berlimpah,

membuat negara-negara yang berkepentingan tergoda menguasai kekayaan alam bumi

khatulistiwa. Tak heran, ancaman dan gangguan terus menerpa Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI).

Dalam mengatasi tantangan tersebut, seluruh komponen bangsa harus segera

membangkitan maritime domain awareness, atau kesadaran lingkungan maritim. Hal itu

dibutuhkan karena bangsa Indonesia sekarang tidak lagi memiliki budaya bahari.

Sehingga, perlu dibangun Kembali upaya penyadaran. Upaya ini harus sampai pada

penyadaran efektif terhadap segala sesuatu yang menyangkut lingkungan maritim

merupakan hal vital bagi keamanan, keselematan, ekonomi, dan lingkungan hidup bangsa

Indonesia, serta menunjang upaya menegakkan harga diri bangsa.

Dari aspek kehidupan sosial dan budaya, sejarah menunjukkan bahwa bangsa

Indonesia pada masa lalu memiliki pengaruh besar di wilayah Asia Tenggara. Terutama

melalui kekuatan maritime dibawah Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Tak heran,

wilayah laut Indonesia dengan luas dua pertiga Nusantara diwarnai banyak pergumulan

kehidupan dilaut. Dalam catatan sejarah terekam bukti-bukti bahwa nenek moyak bangsa
Indonesia menguasai lautan besar. Bahkan, mampu mengarungi Samudra luas hingga ke

pesisir Madagaskar, Afrika Selatan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

 Bagaimana peradaban maritim di Indonesia ?

 Bagaimana kemiskinan masyarakat pesisir maritim di Indonesia ?

 Bagaimana sumber daya manusia di Indonesia ?

1.3 TUJUAN PENULIS

 Untuk mengetahui peradaban maritim di Indonesia

 Untuk mengetahui kemiskinan masyarakat pesisir maritime di Indonesia

 Untuk mengetahui sumber daya manusia di Indonesia


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Peradaban Maritim di Indonesia

Sejarah mencatat bahwa kebesaran bangsa Indonesia dibangun karena kekuatan

maritim. Sebut saja kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, mereka bisa menguasai Kawasan

Asia Tenggara. Fakta itu, hingga kini tidak terbatahkan. Keliru jika bangsa ini tidak

belajar dari sejarah untuk Kembali menjadi bangsa besar dan disegani.

Memasuki masa kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga Demak, Nusantara adalah

negara besar yang di segani di Kawasan Asia, maupun di seluruh dunia. Sebagai kerajaan

maritime yang kuat di Asia Tenggara, Sriwijaya (683-1030 M) telah mendasarkan polotik

kerajaannya pada penguasa alur pelayaran dan jalur perdaggangan serta menguasai

wilayah-wilayah strategis yang di gunakan sebagai pangkalan kekuatan lautnya.

Bukti-bukti sejarah kerajaan Indonesia memang lebih banyak di pedalaman.

Tetapi tidak terdapat kemajuaan selama ribuan tahun. Kebudayaan dan peninggalan

menjadi sangat bergam saat ada pergerakan sejarah menuju partai, seperti tercatat dalam

situs-situs tua di Depok dan Pejaten. Pedalaman Jakarta berkembang bergeser ke daerah

Cilincing, Marinda. Hal ini menunjukan bahwa, nenek moyang kita telah menyadari jika

ingin maju harus melihat ke depan, yaitu laut sebagai kemajuan yang lebih dominan.

Tidak hanya itu, ketangguhan maritim kita juga di tunjukan oleh Sngasari di

bawah pemerintahan Kertanegaraan pada abad ke 13. Dengan kekuatan armada laut yang

tidak ada tandingannya, pada tahun 1275 Kertanegara mengirin ekspedisi bahari

Kekeraan Melayu dan Campa untuk menjalin persahabatan agar bersama sama dapat

menghabat gerak maju Kerajaan Mangol ke Asia Tenggara.


2.2 Kemiskinan Masyarakat Pesisir Maritim di Indonesia

Sebanyak 108,78 juta orang atau 49 persen dari total penduduk Indonesia dalam

kondisi miskin, dan rentan menjadi miskin. Badan Pusat Statistik ( BPS ) pada 2008

menyebutkan bahwa penduduk miskin di Indonesia mencapai 34,96 juta jiwa dan 63,47

persen di antaranya adalah masyarakat yang hidup dikawasan pesisir dan perdesaan.

Etos kerja dari para nelayan, lemahnya tingkat Pendidikan, kurangnya aksebilitas

terhadap informasi dan teknologi yang masuk, kurangnya biaya untuk modal semakin

membuat masyarakat pesisir menjadi lemah. Di saat bersamaan, kebijakan dari

pemerintah tidak memihak kepada masyarakat pesisir, akibatnya kemiskinan semakin

bertambah.

Di antara kategori pekerjaan yang terkait dengan kemiskinan, nelayan kerap kali

disebut sebagai masyarakat termiskin dari kelompok masyarakat lainnya ( the poorest of

the poor ). Berdasarkan data world Bank mengenai kemiskinan, disebutkan bahwa

sebanyak 108,78 juta orang atau 49 persen dari total penduduk Indonesia dalam kondisi

miskin dan rentan menjadi miskin. Selain itu, menurut Badan Pusat Statistik ( BPS ) pada

tahun 2008 disebutkan pula bahwa penduduk miskin di Indonesia mencapai 34,96 juta

jiwa dan 63,47 persen diantaranya adalah masyakarat yang hidup dikawasan pesisir dan

pedesaaan.

2.3 Sumber Daya Manusia

Laut Indonesia dapat menghasilkan ratusan triliun devisa dengan berbagai potensi

energi terbarukan. Negeri ini juga memiliki sumber daya hayati beranekaragam, meliputi

2.000 spesies ikan, lebih dari 80 genera terumbu karang atau sekitar 17,95% di dunia, 850

jenis sponge, padang lamun, dan hutan mangrove yang menyimpan potensi 6,5 juta ton
ikan (dapat dimanfaatkan nelayan 5,0,1 juta ton ikan di hamparan laut seluas 5,8 juta KM

persegi). Sehingga negara ini mengalami kerugian lebih dari Rp. 100 miliar per tahun.

Norwegia dan Chili dapat menjadi acuan dalam pengembangan sektor kelautan.

Norwegia pada mulanya adalah negara miskin di Eropa, yang hanya mengandalkan

minyak bumi. Tapi perlahan negara tersebut semakin maju. Norwegia saat ini menjadi

penghasil ikan salmon terbesar di dunia.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan sumber daya alam berlimpah, bangsa

Indonesia belum mampu memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Kondisi ini terjadi

karena rendah nya kualitas sumberdaya manusia (SDM) dibidang maritim l, salah satunya

Indonesia masih kekurangan tenaga laut, Krisi tenaga pelaut di tanah air hingga kini

masih menjadi masalah serius. Jumlah lulusan pendidikan tersebut belum seimbang

dengan kebutuhan dibidang pelayaran. Para lulusan pelaut di tingkat perwira hampir 75%

memilih bekerja di kapal asing atau berbendera asing ketimbang mengabdikan diri untuk

perusahaan pelayaran nasional dengan alasan yang masuk akal yakni penghasilan yang

lebih besar.

Dalam lima tahun ke depan kebutuhan pelaut nasional mencapai 43,806 orang atau 8,600

orang setiap tahunnya, terdiri dari 18,774 pelaut kelas perwira dan 25,032 pelaut kelas

dasar. Namun suplai pelaut saat ini di tanah air baru mencapai 3.000 orang pertahun

karena kapasitasnya yang belum mencukupi.

Pelaksanaan asas-cobotage di Indonesia selama enam tahun terakhir telah memicu

terjadinya peningkatan kebutuhan pelaut hingga mencapai 55.000 orang, ketua umum

Indonesia National Shipowner Association (INSA), Carmelita Hartoto mengatakan

lonjakan ke butuhkan pelaut nasional itu menyusul meningkat nya jumlah armada niaga

nasional. Dia menjelaskan selama 2005 hingga 2010 pertumbuhan jumlah kapal niaga
nasional mencapai lebih dari 60% atau ada penambahan tidak kurang dari 3.300 unit

kapal. Selama periode itu kebutuhan pelaut untuk mengisi kapal-kapal niaga nasional

bertambah hingga 55.000 orang dan belum termasuk mesin dan nahkoda

Rendahnya SDM bangsa ini terjadi karena fokus pembangunan pemerintah masih

berkiblat pada sektor darat atau agraris. Berpijak pada sejarah bangsa Indonesia yang

pernah jaya di masa kerajaan Sriwijaya dan Majapahit menggambarkan bahwa

masyarakat ini maju sebagai negara maritim bukan negara agraris.

Sumber daya hayati dan non hayati harus dapat dikelola secara optimal, potensi itu

meliputi potensi perikanan, sumberdaya wilayahah pesisir, bioteknologi, wisata bahari,

minyak bumi dan transportasi. Diperlukan SDM yang berkualitas yang memahami dan

mengerti terhadap potensi laut yang dimilikinya.

Tenaga ahli bidang SDM bahari dan Iptek kelautan, dewan kelautan Indonesia, Bonar

Simangunsong mengatakan, bahwa Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan kemajuan

IPTEK harus ada sumberdaya manusia yang mengelola dengan baik

Menurut Bonar, kini pembangunan kelautan diarahkan untuk mewujudkan potensi laut

menjadi kenyataan yang membutuhkan kapasitas SDM. Masyarakat masih berorientasi

land based development (pembangunan darat)

2.4

Anda mungkin juga menyukai