Bab I

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pneumothorax merupakan penyakit kegawatan paru- paru karena

terperangkapnya udara dalam rongga pleura yang dapat mengganggu fungsi paru

terutama oksigenasi dan ventilasi. Pneumothorax terjadi ketika udara bocor ke

ruang diantara paru- paru dan dinding dada. Cedera dada akibat benda tumpul

atau tusukan, prosedur medis tertentu, atau penyakit paru- paru juga dapat

menyebabkan pneumothorax (Udin, 2019).

Dari data WHO (World Health Organization, 2018) insiden pneumothorax laki-

laki lebih banyak dari pada perempuan. Kasus pneumothorax spontan primer

7,4/100.000 per tahun untuk laki-laki dan 1,2/100.000 per tahun untuk

perempuan. Sedangkan insiden pneumothorax spontan sekunder dilaporkan

6,3/100.000 per tahun untuk laki-laki dan 2/100.000 per tahun untuk perempuan

(Papagiannis, 2018). Pada Negara Amerika angka kejadian kasus Pneumothoraks

terdapat 9,4/100.000 penduduk per tahun (Jobson, 2016).

Menurut Depkes RI, kasus penumothorax di Indonesia berkisar antara 2,4- 17,8

per 100.000 per tahun. Di RS Cipto Mangunkusumo pada tahun 2011 didapatkan

pasien dengan pneumothorak spontan primer 25%, pneumothorak spontan

1
2

sekunder 47,1%, pneumothorak traumatik 13,5% dan pneumothorak tension 14,4%.

Angka mortalitas pneumothoraknya pun tinggi yaitu sebanyak 33,7% dengan penyebab

kematian terbanyak gagal napas (45,8%) (Muttaqien, 2019). Prevelensi dari Jawa Tengah

2019 dengan jumlah penduduk 34,55 juta didapatkan kasus pneumothorax mencapai 5%

dari penyakit saluran pernafasan lainnya. Dari penelitian yang dilakukan oleh Suradi

(2019) di RSUD Dr. Moewardi menunjukkan kasus pneumothorax spontan primer

sebanyak 7,69% dari 39 pasien yang di rawat.

Dampak yang dialami penderita pneumothorax bervariasi sesuai tingkat keparahan

system pernapasan, ditandai dengan dispnea, sianosis, takipnea berat, keterbatasan gerak

dan nyeri dada berasal dari paru-paru akibat adanya udara pada rongga pleura. Tanda dan

gejala gawat pernapasan, tachycardia, dan hipotensi yang parah menunjukkan adanya

pneumothorax yang tegang (Arteaga, 2018).

Masalah keperawatan yang sering muncul pada kasus pnemothoraks seperti pola nafas

tidak efektif, nyeri akut, gangguan integritas kulit/ jaringan, resiko infeksi, jika tidak

ditangani dengan baik maka klien dengan pneumothoraks mengalami pneumothoraks

ulangan, dan dapat menyebabkan kematian jika secara cepat berhubungan dengan

penurunan curah jantung atau insufisiensi oksigen darah (hiposemia) (SDKI, 2016).

Masalah utama pola napas tidak efektif yang dapat ditangani dengan intervensi

keperawatan yaitu dengan pemantauan respirasi. Pemantauan respirasi yaitu uatu tindakan

ntuk mengetahui keadaan napas pasien apakah teratur atau tidak dan secara tidak

langsung kita dapat mengetahui keadaan paru- paru pasien apakah ruang diudara di

paru-paru nya berfungsi secara baik atau tidak untuk menerima udara (PPNI, 2017).
3

Latihan pernafasanmerupakan salah satu tindakan keperawatan yang bertujuan melatih

menggerakkan dinding dada untuk meningkatkan bersihan jalan nafas, meningkatkan

pengembangan paru, menguatkan otot- otot napas, danmeningatkan relaksasi atau rasa

nyaman (PPNI, 2017).

Intervensi yang akan dilakukan yaitu latihan nafas dalam dengan modifikasi meniup

balon. Latihan nafas adalah upaya untuk memperbaiki ventilasi paru dan penggunaan otot

bantu nafas. Serta memperbaiki kerja alveoli dan mengefektifkan pertukaran gas tanpa

meningkatkan kerja nafas. Hal ini sesuai dengan penelitian latihan nafas dalam dengan

modifiasi meniup balon untuk kasus pneumothorak yang dilakukan oleh Sukartini et al

(2017) berpengaruh terhadap pengembangan fungsi paru yang ditunjukkan dengan

penurunan frekuensi pernafasan dan peningkatan vital capacity.

Selain diberikan tindakan keperawatan, pasien juga perlu dilakukan intervensi medis yang

sering digunakan adalah WSD (Underwater Seal Drainage) yaitu sistem untuk

mengalirkan udara dari thoraks dengan tujuan untuk mempertahankan tekanan negatif

yang normal dalam rongga pleura (cavum pleura) sehingga dapat mengembalikan dan

atau mempertahankan pengembangan paru-paru. Menurut Gunjal et al (2015) pemberian

chest physiotherapy seperti segmental breathing exercise pada penyakit paru restriktif

dapat memberikan manfaat pada paru-paru.Penatalaksanaan bergantung pada jenis

pnemothoraks yang dialaminya, derajat kolaps, berat ringannya gejala, penyakit dasar,

dan penyulit yang terjadi saat melaksanakan pengobatan yang meliputi tindakan

dekompresi seperti: Menusukan jarum melalui dinding dada hingga masuk ke rongga

pleura. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil seperti penggunaan

pipa Water Sealed Drainage (WSD), pengisapan kontinue, pencabutan drain, tindakan
4

bedah, dan pengelupasan atau dekorisasi (Muttaqin, 2012).

Pneumothorax jika tidak segera mendapatkan penanganan maka akan menyebabkan

keadaan yang mengancam manusia dengan cara pembuluh darah kolaps sehingga

pengisian jantung menurun yang menyebabkan tekanan darah menurun. Selain itu

pneumothorax juga dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat dan dapat

menyebabkan kematian (Arteaga, 2018).

Berdasarkan hasil survey saat melakukan praktik klinik di ruang Flamboyan 7 RSUD Dr.

Moewardi Surakarta terdapat banyak kasus pasien yang menderita penyakit

pneumothorak. Penulis sudah mengelola asuhan keperawatan pada pasien dengan

pneumothoraks dengan masalah keperawatan pola nafas tidak efektif. Sehingga penulis

tertarik untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah Ners dengan judul “Asuhan Keperawatan

Pernafasan dengan Pola Nafas Tidak Efektif Pada Pneumothoraks”.

B. Rumusan Masalah

Pneumothorax merupakan penyakit kegawatan paru- paru karena terperangkapnya udara

dalam rongga pleura yang dapat mengganggu fungsi paru terutama oksigenasi dan

ventilasi. Gejala yang dapat terjadi yaitu dispnea, sianosis, takipnea berat, keterbatasan

gerak dan nyeri dada berasal dari paru-paru akibat adanya udara pada rongga pleura.

Sehingga perlu dilakukan suatu analisa kasus “Bagaimanakah proses Asuhan

Keperawatan Pernafasan dengan Pola Nafas Tidak Efektif Pada Pneumothoraks dengan
5

mengaplikasikan hasil- hasil penelitian dalam memberikan tindakan keperawatan pada

pasien tersebut?”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Menganalisis Asuhan Keperawatan Pernafasan dengan Pola Nafas Tidak Efektif Pada

Pneumothoraks

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis pengkajian pada Asuhan Keperawatan Pernafasan dengan Pola

Nafas Tidak Efektif Pada Pneumothoraks

b. Menganalisis diagnosa keperawatan pada Asuhan Keperawatan Pernafasan

dengan Pola Nafas Tidak Efektif Pada Pneumothoraks

c. Menyusun intervensi asuhan keperawatan pada Asuhan Keperawatan Pernafasan

dengan Pola Nafas Tidak Efektif Pada Pneumothoraks

d. Menyusun implementasi asuhan keperawatan pada Asuhan Keperawatan

Pernafasan dengan Pola Nafas Tidak Efektif Pada Pneumothoraks

e. Menyusun evaluasi asuhan keperawatan pada Asuhan Keperawatan Pernafasan

dengan Pola Nafas Tidak Efektif Pada Pneumothoraks

D. Manfaat

1. Bagi Pelayanan Kesehatan

Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan khususnya asuhan

keperawatan pada klien pneumothoraks.

2. Bagi Institus Pendidikan

Manfaat akademis yang diharapkan adalah bahwa hasil penelitian dapat dijadikan

rujukan bagi upaya pengembangan Ilmu Kesehatan dan Keperawatan, dan berguna
6

juga untuk menjadi referensi bagi mahasiswa yang melakukan kajian terhadap

khususnya asuhan keperawatan padaklien pneumothoraks.

3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Karya Tulis Ilmiah Ners ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi serta bagi

perkembangan ilmu pengetahuan keparawatan, sehingga pemberian asuhan

keperawatan bagi pasien efusi pleura dapat diberikan lebih optimal dan komprehensif.

Anda mungkin juga menyukai