Anda di halaman 1dari 6

Tersesat di Kerajaan Ghaib

#PTU

     Peristiwa ini terjadi di tahun 2012, dimana waktu itu Sumiati masih berusia 17 tahun. Sumiati
yang saat itu masih duduk di bangku SMA pun merupakan siswa biasa di salah satu daerah yang ada
di ciamis, jawa barat. Hingga pada waktu itu dia terpaksa pulang lebih sore dari biasanya. Bukan
tanpa alasan, melainkan karena harus kerja kelompok lebih dulu bersama teman sekolahnya.

     Singkat cerita, Sumiati sudah sampai di halaman rumahnya, yang memang tidak terlalu jauh dari
sekolahnya itu. Mungkin jarak dari rumah ke sekolahnya ±1-2km.

     Sumiati duduk di teras rumahnya untuk melepas sepatu sekolahnya, setelah itu dia berdiri lagi
lalu membuka pintu rumahnya sambil mengucapkan salam.

     "Assalamu'alaikum.. Bu aku udah pulang."

     Ya hampir sama lah sama kebanyakan orang pada umumnya ketika masuk rumah sehabis pulang
sekolah.

     "Wa'alaikunsalaam.. Dari mana dulu? Kok baru pulang?" Jawab ibu ipah, yaitu ibunya sumiati,
yang sedang menyapu lantai ruang tamu rumahnya.

     "Tadi harus kerja kelompok dulu, bu, kepaksa deh harus pulang kesorean." Jawab sumiati sambil
menyimpan sepatunya di rak sepatu.

     "Yaudah, ganti seragam dulu terus makan. Ada telur ayam, nanti goreng sendiri ya." Sahut ibu
ipah.

     "Iya bu, tapi aku pengen mandi dulu deh kayaknya. Gerah banget." Jawab sumiati sambil menuju
ke kamarnya.

     Wajar, baru pulang sekolah harus kerja kelompok dulu, ditambah, perjalanan dari sekolah ke
rumahnya lagi. Udah kebayang lah ya gimana gerahnya, gimana capek nya. Mandi mungkin bisa jadi
solusi untuk bikin tubuh sumiati seger lagi, terus, lanjut istirahat deh, wih tidur juga mungkin jadi
lebih nyenyak.

     Namun, sangat disayangkan, sore itu keadaan keran air nya belum bisa digunakan karena pompa
airnya tidak bisa dinyalakan. Ibu ipah yang tidak tahu apa sebabnya pun terpaksa harus menunggu
suaminya pulang untuk membetulkannya. Dan kebetulan pada hari itu pak odang, suaminya ibu ipah
juga belum pulang dari pekerjaan nya berdagang cilok keliling.

     "Keran airnya mampet dari siang, ibu gak tau apa sebabnya. Nanti deh nungguin bapak pulang
dulu." Lanjut ibu ipah.

     "Yah, gerah bu, ke badan juga jadi lengket. Kalau nunggu bapak pulang aku mandinya magrib
dong." Jawab sumiati.

     "Mau gimana lagi, kayaknya pompa airnya deh yang bermasalah, ibu gak bisa benerinnya." Jawab
ibu ipah menjelaskan kepada anaknya.
     Entah apa yang melintas di pikiran sumiati. Hingga tiba tiba dia berpikir untuk nekat mandi di
pemandian umum di dekat belakang rumahnya. Pemandian umum yang dimaksud adalah
pemandian umum ala pedesaan, yang sumber airnya itu bisa didapat dari mata air atau sungai yang
airnya langsung mengalir dari pegunungan. Biasanya di setiap kolam ikan yang dialiri air tersebut,
terdapat satu jamban yang disediakan oleh pemilik kolam untuk siapa saja yang berkeperluan.

      (Yang namanya dikampung, tingkat kepedulian terhadap orang lain, tingkat sosialisasi dan saling
bantu nya memang masih kental)

     Dan pemandian umum ala pedesaan seperti itu memang tak ada yang perlu dipermasalahkan.
Tetapi maksudnya, dalam situasi tertentu, tempat tersebut mungkin menyimpan banyak misteri di
dalamnya. Tak terkecuali dengan salah satu jamban, yang akan dipakai sumiati ini.

     "Aku mandi di belakang aja ya bu." Lanjut sumiati.

     "Loh ini udah sore sumi, pamali tau, mending nunggu bapak aja." Tegas bu ipah.

     Bisa dibilang, pamali itu suatu hal yang tabu, atau tidak boleh dilakukan bagi adat masyarakat
sunda. Ketika orang tua bicara tentang pamali, kita sebaiknya nurut aja deh, daripada terjadi hal
yang tidak kita inginkan.

     Tetapi, Sumiati masih tetap ngeyel dengan alasan yang sama. Di pikirannya hanya ada ingin cepat
mandi dan bisa istirahat dengan santai, tanpa mempedulikan aspek lain. Yang padahal waktu itu
sudah pukul 16:30 atau setengah 5 sore.

     "Keburu magrib bu kalo nungguin bapak mah. Gapapa bu, aku mandinya cepet kok." Jawab
sumiati.

     Bu ipah jadi serba salah, lantas dia pun tidak mengiyakan, hanya bilang hati hati dan jangan lama
lama. Mungkin di dalam hati nya seperti berkata, ni anak ngeyel banget sih dibilangin orang tua.

     Sumiati cuma mengangguk dan bergegas pergi sambil membawa handuk dan keperluan untuk
mandi. Sedangkan bu ipah melanjutkan membereskan rumahnya.

     Setelah turun sedikit melewati akses jalan yang sengaja dibuat warga sekitar seperti tangga,
sumiati sudah sampai di salah satu jamban yang ada di pemandian umum tersebut.

     Dia masuk kedalam jamban itu, kemudian membuka pakaian nya lalu mandi seperti biasanya.

     Tak ada yang aneh ketika itu, hanya terasa sepi, kemudian disusul suara katak dan jangkrik yang
mulai bersahutan, tak ada orang lain di sekitar pemandian umum ttersebut. Dan dari sinilah, awal
mula peristiwa itu dimulai.

#INTI

     Singkat cerita Sumiati sudah selesai mandi. Kemudian dia memakai kembali pakaiannya. Dia pun
menggunakan handuk berwarna biru yang tadi dibawanya untuk mengeringkan rambutnya yang
panjang terurai. Dengan lembut dia mengeringkan rambutnya dari pangkal sampai ujung.

     Hingga tiba tiba dia sadar dan kaget bukan kepalang.

     "Astaghfirullahalazim" Ucap sumiati.


     Badan yang gerah dan pikirannya yang cukup lelah membuat Sumiati lupa, jika kepercayaan
masyarakat setempat tidak memperbolehkan wanita untuk memainkan rambutnya dengan posisi
terurai diantara waktu sore menuju waktu magrib. Atau biasa disebut dengan waktu sareupna.
Sialnya lagi yang dilakukan sumiati adalah di salah satu tempat yang biasanya disukai makhluk lain,
yaitu jamban, atau toilet.

     Sekali lagi, itu adalah pamali, sesuatu yang pantang untuk dilakukan bagi masyarakat daerah
setempat.

     Sumiati sempat menengok ke kiri dan kanan. Tak ada apa-apa, dan tanpa pikir panjang sumiati
langsung bergegas untuk pulang ke rumahnya.

     Namun baru saja keluar dari jamban, sumiati berhenti sejenak, karena dia melihat ibunya, yang
sedang berdiri melihatnya di jalan tangga tadi.

     Tak hanya itu, Sumiati melihat ada yang aneh dari ibunya itu. Bagaimana bisa, ibunya memakai
gaun sementara yang sumiati tau, ibunya itu tidak pernah memakai pakaian tersebut, sumiati juga
tambah bingung ketika melihat ibunya menggunakan payung, sementara cuaca sama sekali tidak
gerimis apalagi hujan deras.

     Tetapi setidaknya dengan kehadiran ibunya itu, sumiati dapat menghela nafas lega. Walaupun
yang ia lihat adalah ibunya dengan kondisi yang tampak seperti sedang sakit dengan wajah pucat
pasi.

     "Bu, kenapa ibu kesini?" Tanya sumiati dengan masih sedikit terengah-engah.

     "Habis kamu mandinya lama, ibu takut kamu kenapa kenapa." Jawab bu ipah dengan suara datar.

     "Maaf bu." Jawab sumiati

     Bu ipah tidak menjawab, hanya senyum kecil yang masih terlihat datar.

     Sumiati lalu melanjutkan perjalanannya. Ketika sumiati baru saja akan mulai naik, melewati jalan
tangga tersebut, tiba-tiba ada dua pasang tangan yang menggandeng kedua tangan sumiati, masing-
masing dari kiri dan kanan. Sumiati dibuat tambah cemas ketika melihat ke arah kiri dan kanannya.
Ternyata yang menggandeng kedua tangannya adalah sosok laki laki tinggi besar dengan badan
dipenuhi bulu dan matanya yang melotot. Keduanya tidak memakai baju, sehingga terlihat jelas bulu
bulu itu tumbuh di hampir seluruh tubuhnya. Jelas saja, kejadian tersebut ingin membuat Sumiati
menjerit histeris sekencang kencangnya, berharap ada orang lain yang bisa mendengarnya.

     Dan yang terjadi justru sebaliknya. Hanya mulutnya saja yang terbuka, tapi tidak ada sama sekali
suara yang keluar dari mulutnya itu. Tubuhnya mendadak kaku, tidak bisa digerakkan. Persis seperti
ketika eureup-eureup atau ketindihan.

     "Bu-to-long -bu!" Sepenggal kalimat terbata bata yang mampu keluar dari mulut sumiati dengan
susah payah.

     Diluar dugaan, bu ipah bukannya menolong anaknya, tetapi hanya diam saja dan menengok ke
wajah sumiati juga dengan mata melotot tajam seperti ingin menerkamnya.

     Entah bagaimana bisa terjadi, tetapi ketika sumiati menatap mata ibunya seketika suasana di
sekeliling sumiati berubah. Dari yang tadinya sedang berada di jalan tangga sebagai akses keluar
masuk jalur pemandian umum, menjadi seperti sebuah halaman kerajaan dengan tiang tiang
bangunan tanpa atap yang dihiasi emas dan batu permata.
     Tiang tiang itu berjejer menyerupai bentuk lorong atau akses jalan yang entah menuju kemana.
Jarak dari tiang ke tiangnya mungkin 1--2m.

     Kemudian dengan tubuh yang masih belum bisa di gerakan, sumiati dipapah oleh kedua sosok
tersebut melewati lorong tadi. Keduanya tidak mengatakan sepatah katapun. Sementara sosok yang
mungkin menyerupai ibu ipah itu hanya tetap diam sambil melihat nya.

     Tak terasa air mata sumiati mengalir perlahan jatuh ke pipinya. Dengan kecemasan dan ketakutan
diluar nalar, sumiati masih berusaha untuk menahan perasaan itu. Dia hanya pasrah dan berdo'a tak
henti henti di dalam hatinya

     Setelah beberapa saat, terdengar suara yang cukup tegas dan bertanya kepada keduanya dengan
bahasa Sunda kasar. Sosok itu terlihat lebih gagah, meskipun dengan wajah yang tidak jauh berbeda
dengan kedua sosok yang menggandeng sumiati. Namun bedanya, dia memakai atribut kerajaan
seperti ikat kepala berhias batu permata, rompi perang dan membawa palu gada yang juga
berwarna emas.

     "Na saha nu dibanyut ku saria?" Tanya sosok tersebut.

     "Babu gusti raden" Jawab sosok yang ada di sebelah kanan sumiati.

     "Asa ka ragragan bulan aing. Keur teh butuh jalma jang ungkat angkut di beh tonggoh." Sambut
sosok tersebut.

     "Kudu kamanakeun ieu jalmana gusti?" Jawab sosok di sebelah kiri sumiati.

     "Banyut ku sia ka tonggoh. Sina manyut emas nu di lebah dinya. Tuluy banyut emas ka gudangna
nu di lebah jero." Perintah sosok tersebut.

     "Mangga gusti." Ucap kedua sosok yang menggandeng sumiati.

     Yang jika di bahasa Indonesia kan mungkin seperti ini.

"Siapa yang kalian bawa?"

     "Budak, gusti raden."

     "Aduh sungguh beruntung saya. Kebetulan lagi butuh orang untuk angkat angkat di tempat
sebelah atas."

     "Harus di kemanakan orang ini gusti?"

     "Bawa oleh kalian ke atas. Suruh dia bawa emas di tempat itu. Terus bawa emas ke gudangnya
yang ada di dalam."

     "Laksanakan gusti."

     Ternyata sosok yang beratribut kerajaan tersebut mungkin seperti panglimanya bagi kedua sosok
itu.

     Tak berselang lama, sumiati langsung dipapah lagi ke tempat yang diperintahkan oleh panglima
tadi.

     Ketika sampai di tempat yang dimaksud, sumiati di biarkan berdiri, hingga kemudian barulah
sumiati bisa menggerakkan tubuhnya dengan perlahan. Dia bahkan sudah bisa menggerakkan
kepalanya ke kiri daan ke kanan, dan melihat di sekelilingnya. Ternyata sumiati tidak sendirian. Ada
cukup banyak orang lain yang juga dipekerjakan di tempat tersebut. Kelihatannya, mereka sudah
cukup lama melakukan pekerjaan tersebut. Bisa terlihat dari badannya yang lusuh, dan ekspresi
wajahnya yang kehausan karena sama sekali tidak dikasih minum.

     "Ieu bawa, tuluy pek angkutan eta emas ka gudangnakeun." Kata salah satu sosok yang memapah
sumiati, sambil memberikan apa namanya itu seperti wadah yang suka digendong oleh pemetik
pucuk teh, intinya semacam wadah yang digendong untuk mengangkut barang.

     ("Ini bawa, terus angkutin emas emas itu bawa ke gudangnya")

     " Muhun" Jawab sumiati.

     ("Iya")

     Sumiati pun tak bisa menolak, meskipun di dalam hatinya sumiati tetap tak berhenti berdoa
meminta pertolongan kepada Tuhannya.

     Lantas ia mulai melakukan pekerjaannya untuk mengangkut emas batangan itu. Jarak dari tempat
sumiati membawa emas itu ke gudangnya kira kira 1km. Dan sudah terhitung kurang lebih 15 kali
sumiati mengantarkan emas ke gudangnya. Untuk ukuran anak SMA berumur belia, itu merupakan
pekerjaan yang tidak berperikemanusiaan. Dengan baju yang sudah basah oleh keringatnya seperti
diterpa hujan deras, sumiati seperti akan pingsan tidak kuat melanjutkan pekerjaannya.

     Namun tiba-tiba ketika sumiati ingin membawa emas emas tersebut untuk yang ke 16 kali, kedua
sosok tersebut kembali datang kepada sumiati. Dan mereka bicara kepadanya.

     "Hayu milu ka jero." Ucap salah satu sosok tersebut.

     ("Ayo ikut ke dalam ") maksudnya mungkin ke dalam keraton kerajaan tersebut.

     Sumiati tidak menjawab, hanya mengangguk dan mengikuti apa kemauan mereka.

     Anehnya, kali ini dia tidak dibuat kaku seperti sebelumnya, melainkan dibiarkan berjalan di depan
kedua sosok tersebut. Sehingga posisi mereka kurang lebih sama seperti ban bajaj.

     Singkat cerita mereka sudah sampai di dalam keraton, menghadap sosok wanita berparas cantik
dengan pakaian dan atribut khas ratu kerajaan.

     Mereka bertiga berlutut sebagaimana mestinya menghadap ratu kerajaan.

     "Anu ieu jalmina gusti patih?" Sosok ratu tersebut bertanya kepada panglima yang tadi
memerintahkan sumiati. Bahasa sundanya menggunakan bahasa sunda halus.

     ("Yang inikah orangnya panglima?")

     "Muhun gusti ratu" Jawab panglima.

     ("Betul kanjeng ratu ")

     "Ieu anu ngajadikeun ki raksa bendu ka kula teh. Naha teu bebeja heula ka kula samemeh
masihan tugas, panglima?" Sahut sosok ratu itu.

     ("Ini yang menjadi sebab ki raksa marah kepadaku. Kenapa tidak memberitahuku lebih dulu
sebelum memberikan tugas, panglima?")

     "A a ampun gusti ratu." Ucap panglima dengan terbata bata.


     Gusti ratu diam sejenak untuk menghela nafas panjang. Kemudian kembali bicara.

     "Deudeuh teuing geulis, hapunten sadaya daya. Mugi janten pepeling kangge hidep. Ayeuna mah
bral gera mulang deui." Sambung sosok putri itu.

     ("Kasian sekali cantik, maafkan semuanya. Mudah mudahan jadi pembelajaran buat kamu.
Sekarang, silakan kembali lagi.")

     Seketika terlihat cahaya yang menyilaukan di sekitar sumiati. Cahaya tersebut makin besar dan
terdengar suara ibu ipah yang merintih karena sambil menangis.

     "Sumi, bangun nak." Ucap ibu ipah sambil mengelus dahi anaknya yang tertidur di kamar sumiati.

     Pelan pelan pelan sumiati akhirnya bisa membuka matanya. Sontak semua yang ada di sana
mengucap alhamdulillah.

     Bu ipah langsung memeluk sumiati.

     "Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar juga." Ucapnya.

     Tetapi, sumiati justru dibuat heran, ada apa dengan semua ini?

     Kok tiba tiba dia ada di kamarnya sendiri, dan kenapa selain ibu bapaknya juga ada ki raksa di
sana?

     Sebagai informasi, ternyata ki reksa merupakan sesepuh atau orang yang disepuhkan di
lingkungan masyarakat sekitar.

     Namun kata yang pertama terucap dari sumiati adalah dia haus, gak kuat pengen minum.

     "Bu, aku haus, pengen minum." Ucapnya.

     "Biar bapa yang bawa, kamu duduk aja disana." Sahut mang odang, bapaknya sumiati.

     Mang odang bergegas membawa teko dan segelas air minum untuk anaknya. Tetapi sumiati,
minum dengan tak terkontrol, seperti orang yang baru saja menemukan air di tengah gurun.

     1/4 air teko habis di minum sumiati. Semua yang ada di sana dibuat tambah bingung.

     "Kok aku ada disini bu? ." Ucap sumiati.

     "Kamu itu udah 3 hari tak sadarkan diri. Terakhir kamu itu mandi di jamban belakang, sore
sepulang sekolah. Ya karena kamu mandinya lama, ibu nyusul kamu bareng bapa. Itu juga untung
bapa pulang nya jam 5 sore, gak sampe magrib. Eh kita nemu kamu pingsan di jalan tangga itu."
Jawab ibu ipah

     "Bapa langsung bawa kamu kesini, terus minta tolong ki raksa buat nolong kamu. Bapak tau, pasti
terjadi sesuatu sama kamu." Sahut pak odang.

     "Hah? udah 3 hari? Perasaan tadi aku baru beberapa jam aja deh bu."

     Kemudian sumiati menceritakan apa yang sudah terjadi pada ibu bapak dan ki raksa.

     "Kamu tadi ada di kerajaan jin, semua yang kamu temui barusan itu adalah bangsa jin. Dan sosok
ratu tersebut adalah Nyai Kencring Manik, penunggu mata air tampian." Ucap ki raksa menjelaskan.

Anda mungkin juga menyukai