Anda di halaman 1dari 6

Review Jurnal

Penerapan Analisis Kelembagaan dan Kerangka Pengembangan Ostrom pada


kegiatan konservasi tanah dan air di bagian Barat Laut Ethopia.

Zerihun Nigussie, Atsushi Tsunekawa, Nigussie Haregeweyn, Enyew Adgo,


Logan Cochrane, Anne Floquet, Steffen Abel

1.Pendahuluan

Pengelolaan lahan yang berkelanjutan sangat penting di Ethiopia. Sektor pertanian


menghasilkan porsi yang signifikan dari produk domestic bruto negara sekitar 41 %. Hal ini
penting karena sebagian besar penduduk ≥ 80 % bergantung pada pertanian untuk mata
pencaharian mereka, terutama petani kecil. Namun yang menjadi kendala adalah kurangnya
upaya untuk melestarikan sumberdaya lahan sehingga menyebabkan terjadinya degradasi
lahan. Terlepas dari pengakuan itu, adanya bebebrapa aktivitas untuk meningkatkan
konservasi tanah dan merehabilitasi lahan. Untuk memahami mengapa kegiatan konservasi
tanah dan air yang ada tidak berjalan secara efektif, maka kerangka analisis dan
pengembangan kelembagaan Ostrom dimanfaatkan pada wilayah barat laut Ethiopia.
Tujuan makalah ini adalah untuk memberikan kontribusi persfektif system yang dapat
memberikan wawasan baru terhadap kegiatan konservasi tanah dan air di Ethiopia.
Berkaitan dengan kerangka Ostrom, dapat ditentukan bagaimana kegiatan dapat dibuat
lebih efektif dan berkelanjutan. Pemilihan kerangka IAD, menyangkut tindakan kolektif untuk
penyediaan layanan kolektif. Struktur Makalah mengikuti alur kerangka Ostrom: konteks,
arena aksi, pola interaksi, kriteria evaluatif dan rekomendasi yang dapat menginformasikan
reformasi kebijakan.
2. Kerangka Analisis dan Pengembangan Kelembagaan (IAD)
Kerangka kerja IAD Ostrom telah digunakan secara luas dalam penelitian yang
bertujuan untuk mempelajari pengelolaan lokal sumberdaya bersama. Kerangka IAD
memberikan panduan untuk menyoroti wawasan tentang kelembagaan, teknis, dan
partisipastif dan intervensi kolektif pada konservasi tanah dan air, masalah bersama, dan
efek yang dihasilkan. Pada inti kerangka kerja adalah arena aksi. Arena aksi terdiri dari
situasi aksi dan actor. Situasi aksi mengacu pada ruang sosial dimana para actor
berinteraksi, memecahkan masalah bersama, dan bertukar barang dan jasa, actor adalah
mereka yang berpartisipasi dalam situasi. Pada Kasus Konservasi tanah dan air, arena aksi
diasumsikan adalah upaya mengelolah DAS yang berkelanjutan.
Arena aksi sebagai unit analisis secara sistematis mengikuti jalur pengambilan
keputusan dan pra perencanaan hingga ketika arena aksi dan aturan terkait dievaluasi
dengan latar belakang proyek pembangunan daerah aliran sungai dalam hal struktur,
manajemen, dan hasil atau kinerja dalam keterlibatan masyarakat, dan hasilnya dapat
memberikan pedoman yang berguna bagi praktisi mengenai bagaimana dan dimana harus
bertindak untuk meningkatkan nilai sosial dari proyek konservasi tanah dan air yang sedang
berlangsung.

3.Mengkontekstualisasikan degradasi Lahan


Degradasi lahan merupakan suatu proses yang mengakibatkan penurunan proses dan
produktivitas ekosistem yang disedikan oleh lahan seperti:tanah,air, dan vegetasi
menimbulkan tantangan besar bagi umat manusia dan system ekologi. Tantangan ini
dialami juga di wilayah Afrika sub Sahara yang memiliki tingkat degradasi yang tinggi. Agar
dapat berkelanjutan, maka ditawarkan solusi sinergis dalam melindungi lahan dari
kerusakan dalam memulihkan lahan terdegradasi. Oleh karena itu, pihak-pihak yang terkena
degradasi menerima bantuan seperti:bimbingan teknis, keuangan, dan transfer
pengetahuan. Masalah pengelolaan lahan untuk ke tahap berkelanjutan dimasukkan dalam
kebijakan dan kerangka kerja nasional. Penggunaan kerangka IAD Ostrom sebagai sarana
untuk mengevaluasi kegiatan konservasi tanah dan air dalam konteks degradasi lahan,
menganalisis lingkungan yang lebih luas yang mempenagruhi tantangan terkait degrasi dan
restorasi lahan serta pengembangan praktik pengelolaan lahan yang berkelanjutan.
Tindakan petani berupa intervensi konservasi tanah dan rehabilitasi lingkungan kurang
berhasil dalam mewujudkan pemanfaatan teknologi yang ditingkatkan secara sukarela untuk
mengatasi degradasi tanah didataran tinggi barat laut Ethiopia. Kurangnya integrasi dari
berbagai disiplin ilmu, terbatasnya pemangku kepentingan, insentif yang tidak dikelolah
secara tepat, paket teknis yang sifatnya kaku, unit perencanaan yang dapat dikelolah dan
system ekstensi top down merupakan faktor pembatas keberhasilan konservasi tanah dan
air. 4.Metode
Penelitian dilakukan dengan pendekatan studi kasus komparatif, membandingkan
arena dalam tiga konteks agroekologi yang berbeda. Analisis komparatif, memungkinkan
penilaian jika temuan spesifik lokasi (Sosial budaya politik) terkait dengan agroteknologi.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan asisten lapangan yang merupakan penduduk
dari studi Daerah aliran sungai yang memungkinkan; (1) untuk menghindari, atau setidaknya
meminimalkan pandangan yang mencurigakan dari orang yang diwawancarai mengenai
identitas peneliti, (2) untuk lebih mengenal masyarakat, (3) untuk memverifikasi informasi
yang diminta dari penyuluh pertanian yang dikenal sebagai agen pembangunan dan otoritas
lokal.
Wawancara dan diskusi kelompok dilakukan dengan melibatkan: 60 petani yang
tersebar pada tiga lokasi penelitian, 20 ahli pertanian dan 4 professor universitas secara
individual sebagai ahli. Partisipan yang dilibatkan bukan merupakan sampel populasi yang
refresentatif secara statistic. Merujuk denga napa yang disampaikan oleh Patton (2005),
dapat memilih segmen tertentu dari komunitas yang diyakini mewakili kisaran variasi yang
diharapkan dalam satu populasi.
5. Kegiatan konservasi Tanah dan air
Teknologi fisik umum yang ditawarkan petani dalam konservasi tanah dan air adalah
penggunaan pematang tanah, pembuatan parit yang digali sepanjang kontur tanah yang
ditempatkan pada sisi yang menanjak untuk membentuk punggung bukit. Petani diharapkan
menyediakan tenaga kerja gratis dibawah pengawasan ketat daerah aliran dan otoritas
lokal. Adanya konservasi tanah dan air memberikan peningkatan kesadaran mengenai
degradasi lahan dan merupakan cara merehabilitasi daerah aliran sungai yang rusak dan
merupakan tanggungjawab tambahan bagi actor lokal dalam keberhasilan konservasi tanah
dan air.
6.Area Aksi
Arena aksi mengikuti kontekstualisasi yang dituangkan dalam kerangka IAD Ostro,
diorganisir di sekitar pemangku kepentingan yang terlibat dalam kegiatan konservasi tanah
dan air dilokasi studi kasus yaitu: anggota masyarakat, staf pemerintah berbasis
masyarakat, pakar dan pemangku kepentingan daerah.
6.1 Anggota komunitas
Anggota komunitas yang dominan dalam hal ini adalah petani yang memiliki lahan,
sedangkan petani yang tidak memiliki lahan, pemuda dan perempuan tani peranannya kecil
dan bahkan terabaikan. Mayoritas petani pemilik lahan dari ketiga daerah menegaskan
mengikuti presentasi oleh staf pemerintah daerah yang mempresentasikan konservasi
tanah dan air. Lebih sedikit yang hadir, petani dengan status tidak memiliki lahan, pemuda
dan perempuan tani. Hal ini mencerminkan dinamika kekuasaan tingkat masyarakat serta
norma-norma sosial budaya. Hasilnya, pemilik lahan memiliki kemampuan yang jauh lebih
besar untuk mempengaruhi kegiatan konservasi tanah dan air. Mayoritas petani yang
diwawancarai memiliki pengetahuan yang tinggi tentang degradasi tanah dan hasil dari
konservasi tanah dan air dalam merehabilitasi lanskap mereka yang terdegradasi. Selain itu
mereka mulai menyaksikan beberapa hasil lingkungan yang bersifat postif dari kegiatan
konservasi.
6.2 Staf Pemerintah
Ketua komunitas memberikan arahan kepada anggota komunitas tentang kegiatan
konservasi tanah dan air, inventaris alat dan mengidentifikasi tenaga kerja yang tersedia.
Personil ini menentukan sifat spesifik dari pelaksanaan berdasarkan wilayah daerah aliran
sungai, sifat lanskap, dan sumberdaya yang tersedia. Namun keputusan ini termasuk dalam
parameter pedoman konservasi tanah dan air dan arahan otoritas yang lebih tinggi.
Rancangan dokumen yang dikembangkan oleh staf pemerintah daerah diserahkan ke Dinas
Pertanian kabupaten untuk disetujui. Adanya peluang melibatkan anggota masyarakat
dalam proses inklusif dan partisipatif, mengingat staf pemerintah jumlahnya sedikit
sementara wilayah kerja yang luas dan kendala pada transportasi yang mereka miliki.
6.3 Ahli
Peneliti dan akademis focus pada pertanian memberikan persfektif lain dalam kegiatan
konservasi tanah dan air. Para ahli berbagi keprihatinan mengenai kegiatan pra
perencanaan yang dilakukan ditingkat masyarakat. Diantara keprihatinan mereka yang
paling penting adalah bagaimana tugas dilakukan pendekatannya harus mengandalkan
forum komunikasi. Selain itu para ahli, menyatakan badan utama (biro pertanian) diharapkan
mengkoordinasikan tindakan dan penyelesaian konflik diantara para actor dalam bidang
organisasi yang serupa.
6.4 Pemangku kepentingan
Informan daerah yang menegaskan bahwa hanya sedikit ketentuan yang dibuat untuk
partisipasi aktif masyarakat dalam proses tersebut. Mereka menghubungkan keengannan
untuk melibatkan masyarakat dalam perencanaan ditingkat administrasi atau masyarakat
yang lebih rendah dengan kapasitas masyarakat yang rendah, kurangnya pengetahuan dan
kurangnya seumberdaya dan informasi untuk kegiatan perencanaan yang dapat
diandalkan. Akibatnya rencana dirumuskan pda tingkat yang lebih tinggi dan diturunkan
keoada tingkat yang lebih rendah.
7. Pola Interaksi
Analisis desain, implementasi dan persepsi tindakan konservasi tanah dan air
memungkinkan wawasan tentang hasil interaksi yang diasumsikan dari actual dan oleh
karena itu untuk memahami pola interaksi untuk kegiatan konservasi tanah dan air, untuk
Ostrom termasuk penilaian struktur pasar, arus informasi dan partisipasi politik yang telah
disesuaikan dengan ruanglingkup konservasi tanah dan air dari makalah ini. Rancangan
program konservasi tanah dan air harus partisipatif dan didorong oleh masyarakat, tetapi
pada prakteknya ditemukan tidak seperti yang diharapkan.
7.1 Masukan dan manfaat
Konservasi tanah dan air yang padat karya sering memiliki konflik langsung dengan
mata pencaharian pertanian (waktu yang dihabiskan dalam kegiatan konservasi bersaing
dengan merawat ladang sendiri atau bekerja di tanah orang lain. Pemerintah tidak
mengabaikan soal ini, dan berjuang menemukan solusi dengan mengatur waktu wajib kerja
selama musim kemarau.
Siapa yang diuntungkan dari kegiatan konservasi tanah dan air adalah petani yang
memiliki lahan, sedangkan pemuda tani tingkat partisipasinya rendah, disebabkan karena
akses lahan dan kesempatan kerja non pertanian. Salah satu cara petani dapat ditarik
mendapatkan akses ke lahan pertanian melalui pasar lahan informal , terutama dengan
system bagi hasil.
Individu yang tidak memiliki tanah ingin mendapatkan akses untuk pengembangan
kegiatan yang menghasilkan seperti pertanian, pengemukan ternak, peternakan lebah, dan
wanatani sedangkan pemilik tanah tidak menawarkan ke hal tersebut.
Pertanyaan tentang bagaimana pemilik tanah akan berbagi manfaat dimasa yang
akan datang secara adil tidak mendapat banyak perhatian dan dibiarkan kabur selama
forum masyarakat. Hal ini berpotensi menjadi sumber konflik antar pengguna Daerah aliran
sungai.
8. Kriteria Evaluatif
Kriteria evaluative adalah sebagai berikut: (1). Relevansi Langkah-langkah konservasi tanah
dan air yang mempengaruhi efisiensi program, (2). Pengelolaan kegiatan yang
mempengaruhi pemerataan, (3). Pemantauan evaluasi dan proses pembelajaran sebagai
aspek akuntabilitas, dan (4) keberlanjutan pencapaian sebagai nilai utama yang diharapkan.
8.1 relevansi Langkah-langkah konservasi tanah dan air
Teknik konservasi tanah dan air menurut petani, tidak menghasilkan produktivitas
dalam jangka pendek. Meskipun demikian kegiatan konservasi diarahkan untuk
meningkatkan keberlanjutan praktek pertanian daripada menghasilkan peningkatan hasil
secara langsung dengan pengenalan bibit baru atau tanaman baru. Adanya masalah
komunikasi dalam implementasi kegiatan. Ada kecenderungan bahwa program ini bukan
untuk melestarikan lahan petani akan tetapi untuk memenuhi program pembangunan
pertanian.
8.2 pengelolaan dan Pemerataan dalam Konservasi tanah dan air
Sebagian komite pembangunan pembangunan daerah aliran sungai yang dibentuk
untuk mendukung upaya konservasi hampir semua unit administrasi rendah. Mereka
seharusnya terlibat penuh dalam semua kegiatan pembangunan aliran sungai dan semua
proses tata Kelola. Hal ini mendorong pihak LSM sebagai pihak eksternal menyarakan
kepada pemerintah lokal untuk mengambil keputusan dengan system mobilisasi wajib
dengan memberikan denda jika mereka tidak hadir.
8.3 Monitoring Evaluasi pembelaajran dan akuntabilitas
Informan mencatat proses pembentukan komite dalam upaya konservasi tanah dan air
tidak seragam disetiap wilayah dan tidak didirikan disemua area bahkan didaerah dimana
komite ini dibentuk. Mereka tidak memiliki gagasan yang jelas bagaimana mengumpulkan,
mengelolah dan melaporkan informasi, melakukan pertemuan tingkat komiter secara berkala
atau bertemu dengan masyarakat umum. Data yang dikumpulkan terbatas dan tidak ada
informasi yang dikumpulkan tentang pemeliharaan investasi dalam konservasi tanah dan
air.Selain itu kurangnya partisipasi telah membatasi proses pembelajaran sosial yang
diharapkan dapat mengembangkan dan mempertahankan hasil inisiatif.
8.4 Keberlanjutan
Kurangnya partisipasi dalam desain dan perencanaan memiliki implikasi serius bagi
partisipasi, seperti halnya kepemilikan masyarakat atas kegiatan, dan dengan demikian
untuk keberlanjutan jangka panjang. Banyak petani menyatakan ketidaktertarikannya
pada pendekatan tata kelola yang ada dan merasa bahwa kekhawatiran mereka tidak
didengar atau dengan cepat diabaikan. Mereka hanya memberikan kontribusi tenaga
kerja mereka untuk menghindari hukuman dan untuk memuaskan badan-badan
administrasi lokal. Dalam beberapa kasus, tidak berpartisipasi dalam kegiatan SWC dan
dipaksa untuk membayar biaya mungkin lebih menguntungkan secara finansial (yaitu
pengembalian mengikuti kegiatan ekonomi sendiri daripada berpartisipasi dalam
kegiatan lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya), seperti
yang yang memilih untuk menanam tanaman bernilai tinggi sepertikhat (chata edulis)di
Aba Gerima. Perasaan ini memperburuk masalah tata kelola dalam sistem pengelolaan
lahan saat ini karena petani percaya bahwa kehadiran fisik mereka dengan sendirinya
adalah tujuan, dan mereka melakukannya untuk menghindari hukuman.

Anda mungkin juga menyukai